SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
PEMBIBITAN ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (HST) KALIMANTAN SELATAN ARGONO R. SET10K0 1
dan ISTIANA 2
1 Balai Penelitian Ternak, P.O . Box 221, Bogor 16002 a Instalasi Penelitian dan Pengkajian TeknologiPertanian Banjarbaru Jalan Panglima Batur Barat No . 4, P. 0. Box 18 dan 31 Banjarbaru 70700
ABSTRAK Pembibitan itik Alabio yang ada di tingkat peternak masih bersifat tradisional dengan teknologi sederhana dan belum ada perbedaan yang jelas antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi . Peternak dalam menentukan bibit itik Alabio yang baik hanya berdasarkan pada penampilan secara visual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri itik alabio petelur dan pejantan yang baik di tingkat peternak, melakukan pendataan produktivitas itik Alabio berdasarkan survai, dan memberikan laporan program seleksi tahap awal. Penelitian pertama, sebanyak 19 peternak ekstensif, 16 peternak semi-intensif dan enam peternak intensif telah diwawancarai tentang cara memilih bibit itik yang baik untuk petelur dan pejantan . Penelitian kedua mengamati produksi telur tiga responden yang memiliki itik Alabio sebanyak 300 ekor atau lebih sebagai penghasil telur tetas selama enam bulan. Kelompok yang memiliki produksi tinggi akan dipilih sebagai itik terseleksi. Telur yang dihasilkan ditetaskan dan dihadikan sebagai populasi dasar dalam program breeding jangka panjang . Sebagai kontrol, diambil telur-telur yang berasal dari peternak setempat dengan sistem pemeliharaan mengikuti kebiasaan mereka. Pengamatan meliputi jumlah telur yang ditetaskan, daya tunas (fertility), dan daya tetas (hatchability) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan peternak untuk seleksi itik Alabio petelur sangat bervariasi di antara peternak intensif, semi intensif dan ekstensif. Beberapa parameter anggota tubuh yang digunakan untuk kriteria seleksi juga tidak berlittlbungan dengan penkembangan alat reproduksi yang merupakan ciri dalam menentukan kemampuan reproduksi itik. Itik Alabio jantan memiliki kriteria berbeda dengan betina, karena peranannya sebagai pemacek untuk menghasilkan telur yang fertil . Kepala yang kecil dan badan yang panjang merupakan dua kriteria yang umumnya dipilih untuk pejantan yang baik oleh peternak ekstensif, semi-intensif maupun intensif. Produksi telur bulanan pada kelompok populasi dasar dari tiga peternak yang diamati masing-masing 57,32 %; 54,45 %; dan 75,19% untuk Peternak A, B, dan C. Rata-rata daya tunas untuk kelompok seleksi dan kontrol masing-masing 77,4% dan 73,3 %, sedangkan daya tetas masing-masing 57,8% dan 73,7% . Kata kunci : Itik Alabio, pembibitan PENDAHULUAN Itik Alabio berasal dari daerah rawa di Kalimantan Selatan, dan nama tersebut berasal dari nama daerah Alabio di Amuntai . Itik ini telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan rawa, dan memanfaatkan pakan yang tersedia antara lain keong/siput, ikan kecil, dan sagu yang banyak tumbuh di daerah itu . Peternakan itik Alabio merupakan peternakan rakyat, di mana umumnya peternak belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam pengembangan usaha pembibitan secara khusus . 382
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Pusat pembibitan yang ada di tingkat peternak masih bersifat tradisional dengan teknologi sederhana dan produktivitasnya relatif rendah. Di samping itu belum ada perbedaan yang jelas antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi, sehingga pengelolaannya masih kurang efisien (ISTIANA et al., 1998). Peternak dalam menentukan bibit itik Alabio yang baik hanya berdasarkan pada penampilan secara visual, yang kadang-kadang tidak ada korelasi dengan alat reproduksi itik. Pengetahuan ini diperoleh secara turun temurun dan sampai sekarang masih digunakan oleh petenak dalam menyeleksi itik petelur (SETIOKO, 1994). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri itik Alabio petelur dan pejantan yang baik di tingkat peternak, melakukan pendataan produktivitas itik Alabio berdasarkan survai, dan memberikan laporan program seleksi tahap awal. MATERI DAN METODE Survai kriteria seleksi itik Alabio olch peternak Survai untuk identifikasi kriteria seleksi itik Alabio yang baik menurut versi peternak dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Sebanyak 19 peternak tradisional atau ekstensif, 16 peternak semi-intensif dan enam peternak intensif diwawancarai tentang cara mereka memilih bibit itik yang baik, yaitu untuk petelur dan pejantan. Kriteria yang mereka gunakan menyangkut warna, bentuk dan ukuran anggota badan. Penelitian pembibitan itik Albio Penelitian ini melibatkan tiga peternak dilakukan di Desa Guha, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) yang merupakan daerah pengembangan itik di luar sentra produksi . Kedua lokasi tersebut ditentukan berdasarkan masukan dari Dinas Peternakan setempat. Sebagai tahap awal ditentukan tiga responden yang masing-masing memiliki itik Alabio sebanyak 300 ekor atau lebih yang merupakan penghasil telur tetas dan berada di dalam satu lokasi . Dari jumlah tersebut dipilih sebanyak 108 ekor betina dan 18 itik jantan yang dipelihara secara terpisah di dalam kandang kelompok yang masing-masing berisi 12 betina dan 2 jantan . Produksi telur secara kelompok diamati selama lima bulan, dan kelompok yang memiliki produksi tinggi akan dipilih sebagai itik terseleksi . Telur yang dihasilkan ditetaskan di lokasi peternak dan akan dijadikan sebagai populasi dasar dalam program breeding jangka panjang . Sebagai kontrol, diambil telur-telur yang berasal dari peternak setempat dengan sistem pemeliharaan mengikuti kebiasaan mereka. Pengamatan meliputi jumlah telur yang ditetaskan, daya tunas (fertility), dan daya tetas (hatchability) . HASIL DAN PEMBAHASAN Survai kriteria seleksi itik Alabio oich peternak Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria yang digunakan peternak untuk seleksi itik Alabio petelur sangat bervariasi di antara peternak intensif, semi intensif dan ekstensif. Beberapa parameter anggota tubuh yang digunakan untuk kriteria seleksi juga tidak berhubungan dengan perkembangan alat reproduksi yang merupakan ciri dalam inenentukan kemampuan reproduksi itik. Kriteria yang digunakan peternak dapat difhat pada Tabel 1 .
383
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Tabel 1. Uraian
Kreteria seleksi bibit itik Alabio betina secara visual menurut peternak itik di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Sistem Pemeliharaan Ekstensif
Semi intensif
Intensif
Panjang, melengkung, warna pucat Sedang atau bulat besar
Panjang, warna kuning gading Tajam
Panjang, melengkung keatas, warna kiming
Halus, agak kecil
Kecil
Badan Dada
Seperti botol
Menonjol
Menyudut
Leher Kuku
Panjang, ramping kecil
Paruh Mata
Kepala
Panjang, kecil sainpai besar
Pinggul
Lancip
Kaki/ceker Bulu tubuh
Hitam-putili Warna pucat
Kecil, rapat, bercak putih N=19
Panjang
Panjang kecil Hitam
Bercak putih bulu ekor melengkung ke atas N=16
Halus, rapat, bercak hitam
Hitam-kokoh
N=6
Umumnya peternak menentukan bahwa paruh yang panjang dan berwarna kuning atau pucat adalah paruh itik Alabio yang memiliki produktivitas tinggi . Hal ini sulit bila dikaitkan dengan organ reproduksi, karena baik ukuran maupun warna paruh tidak berkorelasi dengan organ reproduksi . Sedangkan kriteria untuk mata, kepala, badan, dada dan pinggul menunjukkan tidak adanya konsistensi di antara peternak, bahkan ada kecenderungan ke arah subyektivitas yang tinggi . Leher yang panjang dan kuku yang hitam, merupakan ciri itik petelur yang baik . Namun pembuktian secara ilmiali tentang kriteria ini masih diperlukan . Warna bulu tubuh yang halus dar kecil clan bercak putih merupakan ciri itik Alabio, sehingga lebih tepat kriteria tersebut sebagi ciri itik Alabio, bukan ciri petelur yang baik . SETIOKo et al . (1994) niembandingkan berbagai warna bulu itik Tegal terhadap keniampuan produksi telur . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok itik warna "siraru" atau warna khaki yang nienipakan warna dominan itik Tegal, memiliki produksi yang lebih tinggi dibanding warna lainnya. Itik Alabio jantan memiliki kriteria berbeda dengan betina, karena peranannya sebagai pemacek untuk menghasilkan telur yang fertil . Kepala yang kecil clan badan yang panjang merupakan dua kriteria yang unluninya dipilih untuk pejantan yang baik oleh peternak ekstensif, semi-intensif maupun intensif. Parameter dari organ tubuli lainnya menunjukkan tidak adanya konsistensi di antara peternak (Tabel 2) . Dari uraian di alas tampak bahwa tidak adanya keseragaman pendapat di antara peternak tentang kriteria seleksi itik yang baik menyebabkan kesulitan peternak dalam memilili itik . Ada kesulitan peternak untuk menentukan itik yang baik, karena adanya "keharmonisan" kornposisi organ tubuh itik yang sulit dijelaskan kriterianya . Kriteria pinggul yang lebar sebenarnya berhubungan erat dengan perkembangan alat reproduksi, karena lokasi organ reproduksi berada di sekitar pinggul itik . Namun dalani kriteria oleh peternak, hal ini tidak diungkapkan secara jelas.
38 4
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 Tabel 2.
Kriteria seleksi bibit itik Alabio jantan secara visual menurut peternak itik di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST)
Uraian
Sistem Pemeliharaan Ekstensif
Semi intensif
Paruh
Mengkilat, cembung, kuning kemerahan
Panjang, kuning melengkung agak pucat
Mata
Intensif
"sintip" / sipit
-
-
Kepala
Agak kecil
Kecil
Kecil
Badan
Sedang, kecil panjang
Panjang
Agak panjang
Dada
-
-
-
Pinggul
-
-
-
Leher
Panjang, kecil
Panjang, bulu bercak bercak
-
Kuku
Hitam
Hitam
Kaki/ceker
Kemerahan
Kuning
Bulu tubuh
Bercak-bercak
Bercak-bercak hitam kecil
-
Cara jalan
Tegak
-
-
N=19
N=16
N=6
Penelitian pembibitan itik Alabio Pengamatan produksi telur di tingkat peternak yang diwakili tiga responden selama bulan Agustus sampai dengan Desember 1997 dapat dilihat pada Tabel 3 . Dari ketiga responden tersebut nampak bahwa produksi telur itik Alabio bervariasi yaitu pada responden A produksi telur berkisar antara 40,37-79,32%, responden B 46,97-59,26% dan responden C relatif tinggi antara 70,0185,75%. Produksi telur yang bervariasi ini nampaknya agak berbeda dengan laporan GUNAWAN dan SABRANI (1994) bahwa variasi produksi telur itik Alabio antara 60-85%. Sedangkan laporan lain menyebutkan pada sistem pemeliharaan intensif produksi telur mencapai 70,9% (DISNAK, KALIMANTAN SELATAN, 1991) . Tabel 3.
Rataan prosentase produksi telur per bulan dari tiga responden di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Selama bulan Agustus sampai Desember 1997
Bulan pengamatan
Rataan produksi per bulan (%) Peternak A
Peternak B
Agustus 1997
47,75
52,67
September 1997
40,37
46,97
74,18
Oktober 1997
45,90
57,03
70,01
Nopember 1997
79,32
59,26
85,75
Desember 1997
73,24
56,34
70,80
Peternak C
Produksi telur yang bervariasi ini, kemungkinan disebabkan oleh asal bibit itik yang bervariasi mutunya, pemberian pakan yang diberikan belum standar tergantung pengalaman masing-masing peternak dan kondisi lingkungan kandang yang berbeda . Seperti yang dilaporkan oleh GUNAWAN dan SABRANI (1994) bahwa disinyalir telah terjadi penurunan mutu genetik itik Alabio akibat pola seleksi yang kurang tepat . 385
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Program penetasan telur itik hasil seleksi Untuk memperoleh jumlah itik yang diinginkan sebanyak 324 betina dewasa dan 54 jantan dewasa telah dilakukan 8 kali penetasan (Tabel 4). Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa rataan fertilisasi telur dari itik terseleksi relatif tinggi yakni sebesar 77,4% dibanding pada kontrol 73,3%. Berikutnya rataan daya tetas pada itik seleksi 57,8%, sedang pada kontrol daya tetasnya relatif tinggi yakni 73,7%. Hal ini nampak bahwa pola pikir peternak yang berkembang selama ini menyatakan telur Was yang berasal dari sistem pemeliharaan ekstensif daya tetasnya lebih tinggi masih terbukti kebenarannya. Pendapat ini diperkuat laporan sebelumnya ISTIANA et al . (1996) dan DiSNAK KALIMANTAN SELATAN (1991) . Sedangkan produk anak-anak itik Alabio hasil seleksi ditempatkan pada beberapa responden peternak untuk dibesarkan . Tabel 4.
Persentase daya tunas (telur fertil) dan daya tetas telur itik Alabio pada populasi itik terseleksi (S) dan kontrol (K)
Periode Penetasan I II
III IV V VI VII VIII Rataan
Uraian Itik Seleksi Itik Kontrol Itik Seleksi Itik Kontrol Itik Seleksi Itik Kontrol Itik Seleksi Itik Seleksi Itik Seleksi Itik Seleksi Itik Seleksi Itik Seleksi Itik Kontrol
Jumlah telur (butir) 276 190 577 200 585 210 624 610 390 300 300 455 200
Daya tunas (%) 78,9 75,8 75,7 68,0 80,8 76,0 76,9 78,4 79,2 77,3 77,7 77,4 73,3
Daya tetas (%) 63,8 77,8 55,4 71,3 54,3 72,0 58,1 50,4 64,0 51,8 64,2 57,8 73,7
KESIMPULAN
"
Standardisasi bibit itik Alabio masih dilakukan peternak secara visual berdasarkan kemampuan individu dan sangat subyektif. Kriteria yang digunakan yakni menyangkut warna dan bentuk tubuh, yang tidak berliubungan dengan perkembangan alat reproduksi yang merupakan ciri dalam menentukan kemampuan reproduksi itik. Produksi telur itik Alabio di tingkat peternak yang diwakili 3 responden selama bulan Agustus sampai dengan Desember 1997 berkisar antara 40,37% - 85,75%. Fertilitas telur pada itik terseleksi relatif tinggi yakni 77,4%, sedangkan pada kontrol 73,3%. Daya tetas telur pada itik seleksi relatif rendah sebesar 57,8% dan pada itik kontrol 73,7%. DAFTAR PUSTAKA A.P. SWURAT, P. SETIADI, dan A. LASMINI. 1994 . Korelasi antara kondisi fisik terhadap produktivitas itik petelur Tegal . Prosiding Seminar Nasional Sain dan Teknologi Peternakan. Ciawi, Bogor, 25 -26 Januari 1994 . Balai Penelitian Ternak . Bogor .
SETioKo, A.R .,
386
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998 ISTIANA et al . 1998 . Pengkajian Sistem Usahatani Pola Pengembangan Itik Alabio Di Sentra Produksi dan di Luar Sentra Produksi . Laporan Teknis Hasil Penelitian IPPTP Banjarbaru . GuNAwAN dan SABRANi . 1994 . Produktivitas Itik Alabio pada Peternakan Rakyat di Kalimantan Selatan . Laporan Hasil Penelitian. Balitnak bekerjasama dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional . Bogor. DINAs PETERNAKAN, PROPINSI DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN SELATAN . 1991 . Laporan Village Breeding Center Itik. ISTIANA, SALFINA, B .N. UTomo, dan E .S . RoHAENI . 1996 . Pengkajian Pola Pengembangan Itik Alabio Di Daerah Sentra Produksi dan di Luar Sentra Produksi . Laporan Penelitian
TANYA JAWAB I Gede Putu : Mengapa daya tetas telur lebih tinggi pada kontrol daripada itik seleksi ? Argono R Setioko : Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain manajemen sementara kebersihan inkubator, pengaruh teknis dan non teknis . Endang T. : Apakah Rasio antara pejantan dan bibit induk selalu sama ? Argono R Setioko : Rasio jantan dan betina sama 1 : 6 atau 1 : 7 . Fertilitas dipengaruhi oleh perbandingan jantan clan betina.