Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
ALOKASI WAKTU DALAM USAHA TERNAK DAN PENDAPATAN KELUARGA BURUH PERKEBUNAN TEBU ETNIS JAWA (KASUS PTPN II SUMATERA UTARA: DESA KUALA BEGUMIT (LANGKAT) DAN KLUMPANG PERKEBUNAN (DELI SERDANG)) (Time Allocation in Livestock Farming and its effect on Family Income of Sugar Cane Plantation Labour of Java Ethnic (Case of PTPN II North Sumatera: Kuala Begumit Village (Langkat) and Klumpang Plantation Perak (Deli Serdang)) WASITO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara Jl. Jend. Besar A.H. Nasution No. 1B, Medan 20143
ABSTRACT Generally there is a traditional horm which ecpect the role of children in assisting family economy. The role of children in livestock farming is a behavioral pattern in economic function of the family. This role is presented in time allocation to help the work of parents. A survey through interview with questioner, indepth interview and group discussion was done to study time allocation of the children in livestock farming in assisting family income. Respondents were 25 families in Kuala Begumit (Langkat) and 25 families in Klumpang Plantation (Deli Serdang). Result showed that entire respondents were Java ethnic with majority worked as sugar cane plantation labour and also looked after some livestock. The livestock farming in Kuala Begumit was better because of impact and role of BPTP of North Sumatera and Livestock Services. Boy allocation time to shepherd the animal was high but did not affected the gender issue. Livestock farming contributed 24 – 32% of family income while as labour contributed 46 – 61% of family income. Livestock contribution was undeniable, at some condition become major source of family income. Key Words: Time Allocation, Family Income, Livestock ABSTRAK Umumnya masih berlaku norma tradisional yang mengharapkan peranan anak dalam membantu ekonomi keluarga. Makna peranan anak dalam usaha ternak adalah suatu pola perilaku yang diharapkan dari seorang anak dalam mengambil bagian dari fungsi ekonomi keluarga. Peranan ini ditampilkan melalui alokasi waktu untuk bekerja dalam batas-batas pekerjaan yang dapat diterima keluarga. Untuk mengetahui fenomena tersebut dilakukan pengkajian dengan metode survei melalui wawancara dengan kuesioner, wawancara mendalam, dan focus groups discussion berpola partisipatif pada 25 responden di Kuala Begumit (Langkat) dan 25 responden di Klumpang Perkebunan (Deli Serdang), serta mengamati dan melibatkan diri dalam konteks yang alami (natural setting). Hasil kajian, seluruh responden etnis Jawa, pekerjaan utama buruh perkebunan tebu dan memelihara ternak. Pola usaha ternak di Kuala Begumit lebih baik karena peran dan dampak pengkajian BPTP Sumatera Utara dan Dinas Peternakan. Alokasi waktu menggembalakan ternak pada anak laki-laki tinggi, tetapi tidak terjadi ketimpangan gender, atau adanya isu gender karena aktivitas harian laki-laki dan perempuan dewasa, anak laki-laki dan perempuan tercurah pada seluruh kegiatan usaha ternak. Usaha ternak memberikan kontribusi pendapatan 24 – 32%, dan buruh perkebunan tebu 46 – 61%. Semakin tinggi kepemilikan ternak semakin tinggi kontribusinya terhadap pendapatan, akan menurunkan kontribusi sebagai buruh perkebunan tebu. Kontribusi ternak pada kondisi tertentu tidak dapat dipungkiri menjadi andalan utama untuk menutupi kebutuhan dana keluarga. Kata Kunci: Alokasi Waktu, Pendapatan Keluarga, Ternak
818
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENDAHULUAN Paradigma pembangunan peternakan sebaiknya memihak kepada peternak, menjadikan mereka sebagai aktor sehingga memperkuat posisi tawar (bargaining position) nya, bermanfaat betul dan bisa dinikmatinya. Pembangunan bukan sekedar mengubah kemasan, pelaksanaan, melainkan menyangkut perubahan substansi dan isinya (economies of scale) serta memberi nilai tambah (added value). Tantangan ditingkat keluarga (mikro) adalah bagaimana meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka, dan perlunya upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing sementara. Kondisi peternak domba dan kambing sebagian besar masih bercitra tradisional, karena itu sudah saatnya direkayasa menjadi peternak yang mandiri, tangguh, dan disegani sehingga mampu survive dalam situasi dan kondisi apapun. Pemeliharaan domba dan kambing selain merupakan sumber pangan (daging) dan tabungan, juga memiliki fungsi sosial (dalam hubungan dengan rekreasi atau upacara keagamaan), dan telah biasa dilakukan masyarakat di pedesaan (KUSNADI et al., 1995). Menurut NURMANAF (1998), selain sumber pangan, tabungan, dan fungsi sosial. Pemeliharaan domba dan kambing dapat dilakukan dengan mudah dan untuk mengisi waktu luang serta pertimbangan ekonomi sebagai alasan kedua, alasan ketiga adalah sebagai usaha sambilan (76 %). Sumberdaya utama yang dimiliki sebagian besar keluarga buruh perkebunan tebu di Kecamatan Stabat (Kabupaten Langkat) dan Hamparan Perak (Kabupaten Deli Serdang), PTP Nusantara II Sumatera Utara adalah waktu untuk bekerja. Pola curahan waktu keluarga pada dasarnya merupakan pencerminan strategi keluarga dalam mempertahankan hidup dan kesejahteraannya. Analisa alokasi waktu tenaga kerja meliputi bagaimana perilaku keluarga dalam menyesuaikan diri terhadap kendala-kendala dan kesempatan kerja yang ada dengan sumberdaya yang dimiliki untuk mencukupi kebutuhannya. Curahan waktu tenaga kerja merupakan jumlah jam yang dicurahkan untuk berbagai kegiatan. Teori alokasi waktu BECKER (1965), memperlihatkan bahwa tiap individu pelaku ekonomi mengalokasikan waktunya di pasar
tenaga kerja, untuk mendapatkan upah dan kepuasan dari alokasi waktu untuk pekerjaan di luar upah. Waktu dan barang secara langsung sebagai indikator kepuasan dan juga sebagai input untuk menghasilkan komoditi tertentu. Anggota keluarga, misalnya anak umumnya bekerja bersama-sama dalam suatu usaha, dan besarnya alokasi waktu ditentukan oleh besarnya aset produksi. Pada keluarga buruh perkebunan tebu yang tidak memiliki lahan usahatani, alokasi waktu sangat ditentukan oleh kesempatan kerja dan pengalaman. Berdasarkan pokok pikiran di atas ternyata curahan waktu kerja anak dalam usaha ternak domba dan kambing memiliki nilai ekonomi pada keluarga buruh perkebunan tebu di desa Kuala Begumit, Stabat (Kabupaten Langkat) dan Kelumpang Perkebunan, Hamparan Perak (Kabupaten Deli Serdang), dan kami ulas dalam tulisan ini. MATERI DAN METODE Pendekatan pengkajian Data primer dikumpulkan dengan metode survei melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur terbuka (WKTT), wawancara mendalam (indepth interview) (ID), dan focus group discussion (FGD) dengan pola partisipatif, serta mengamati dan melibatkan diri pada komunitas masyarakat dalam konteksnya yang alami (natural setting) (DENZIN dan LINCOLN, 1994), serta merujuk penelitian IKHSAN et al. (2000); BATUBARA et al. (2000), SIRAIT et al. (2000); WASITO (2004). Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Pengkajian dilakukan pada keluarga di dalam atau di luar kelompok ternak yang bermukim di areal perkebunan tebu PTPN II Sumatera Utara dengan pekerjaan utama sebagai buruh perkebunan dan memelihara ternak (domba, kambing, sapi). Kelompok pengkajian adalah (a) di kelompok ternak Segarwangi I, III sebagai unit pelaksana pengkajian (UPK), dan unit hamparan pengkajian (UHP) BPTP Sumatera Utara (1996/1997 – 1998/1999) dan Dinas Peternakan Kabupaten Langkat di desa Kuala Begumit, kecamatan Stabat pada Mei – Juli 2004, dan (b) kelompok di dusun 16, 17, 18, 19
819
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 1. Jumlah responden di Kuala Begumit dan Kelumpang Perkebunan Lokasi (dusun, desa)
WKTT
WKTT, ID
WKTT, FGD
Jumlah
Kel. Segarwangi I, III Kuala Begumit
15
5
5
25
Dusun 16 – 19 Kelumpang Perkebunan
15
5
5
25
Total
30
10
10
50
Desa Kelumpang Perkebunan (non ”UPK dan UHP” BPTP dan Dinas), Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang pada Oktober – Desember 2004. Pengkajian ini membandingkan keluarga-keluarga yang tidak diyakini kesetaraannya, tetapi dianggap cukup layak untuk diperban dingkan (the non equivalent groups design) (TROCHIM, 2002). Keluarga yang bertindak sebagai responden dipilih secara random sampling, baik untuk WKTT, ID, dan FGD dengan jumlah responden sebanyak 50 (Tabel 1). Analisa data Data kualitatif yang telah dikumpulkan melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur terbuka, wawancara mendalam, focus group discussion, pengamatan di lapangan dianalisis dengan prinsip ”analisis data kualitatif” (BUNGIN, 2003). Data-data kualitatif hasil kegiatan di lapangan, direduksi dan dimasukkan ke dalam “pola, kategori, fokus, tema”, atau pokok permasalahan tertentu, untuk dianalisa dan interpretasi, atau diedit dan ditabulasi (SIEGAL, 1988), untuk analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi dan buruh perkebunan Pada umumnya responden yang ada dapat dikelompokkan ke dalam etnis Jawa, yang di kecamatan Hamparan Perak, dan Stabat cukup dominan (> 50%), diikuti etnis Tapanuli/Toba, Melayu, Mandailing. Etnis Jawa di Deli Serdang mencapai 54,45 persen, Tapanuli/Toba (13,26%), Melayu (7,40%), Karo (6,94%), Mandailing (5,36%), Minang (2,17%), Cina (1,60%) (BPS SUMATERA UTARA, 2001). Etnis Jawa di daerah Langkat jumlahnya mencapai 56,87 persen, dominan pada seluruh kecamatan,
820
kecuali di kecamatan Sei Bingei (1,4%), Tanjung Pura (2,5%), Babalan (2,33%), Brandan Barat (0,86%) dan Pangkalan Susu (2,03%) (BPS SUMATERA UTARA, 2001a). Karakteristik wilayah kajian berdasarkan etnis dan segregasi pemukiman di kelompok ternak Segarwangi I, III, desa Kuala Begumit dan dusun 16, 17, 18, 19 desa Kelumpang Perkebunan ternyata tidak ada segregasi karena sangat dominan etnis Jawa. Berdasarkan karakteristik wilayah, daerah kajian merupakan kawasan usaha ternak ruminansia (domba, kambing, dan sapi) dan hal tersebut sesuai tata ruang serta tidak menimbulkan perma-salahan terhadap lingkungan sekitarnya. Usaha ternak dilakukan melalui integrasi pada areal perkebunan tebu, berada pada satu fokus wilayah, tidak menyebar secara berjauhan. Usaha ternak domba sangat dominan dilakukan buruh perkebunan di desa Kuala Begumit dengan kepemilikan 8 – 60 ekor, sedangkan di Kelumpang Perkebunan usaha ternak kambing (6 – 30 ekor) dan sapi (2 – 10 ekor). Pola usaha ternak domba di desa Kuala Begumit lebih baik dibandingkan pola usaha ternak kambing di desa Klumpang Perkebunan (Tabel 2). Peran dan dampak unit pelaksana pengkajian (UPK) dan unit hamparan pengkajian (UHP) BPTP Sumatera Utara (1996/1997 – 1998/1999) dan Dinas Peternakan Kabupaten Langkat di desa Kuala Begumit sangat diperhitungkan. Profil rumah tangga peternak pada umumnya menggambarkan karakteristik individu, rumah tangga, dan sumberdaya rumah tangga, penguasaan asset rumah tangga, alokasi waktu, dan struktur pengeluaran rumah tangga. Profil rumah tangga pada kedua desa cenderung tidak berbeda nyata. Sebagian besar suami berumur 25 – 50 tahun, sedangkan usia istri cenderung di bawah 50 tahun. Tingkat pendidikan menjadi indikator kualitas sumberdaya manusia pembangunan. Pendidikan formal suami setingkat SD - SLTA, sedangkan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 2. Profil usaha ternak domba di Kuala Begumit dan kambing di Kelumpang Kebun Kriteria Tipe ternak Kandang Panggung Lantai kayu Sekat kandang Sanitasi – desinfektan kandang Pakan Gembala di areal kebun tebu Gembala di areal kebun tebu + aritkan Pakan tambahan Pakan gizi baik induk kawin – menyusui Sistem pemeliharaan Kandangkan + gembala Kandangkan + gembala + aritkan Penyakit, pengobatan Cacingan – rutin 2 – 3 bulan 1 kali Kudis – dijual Kudis - diobati Orf/kembung – dijual/disembelih Penyakit lain – obat seadanya Penyakit sering menyerang Kudis, cacingan Diare/mencret Orf, kembung perut, kutu, sakit mata Keracunan Lalat Belatungan Masalah kesehatan Kematian anak baru lahir Kesulitan melahirkan Kekurusan Kelemahan saat lahirkan Keluron/keguguran Rotasi pejantan dan recording Rataan anak per kelahiran Satu Dua > dua Jumlah ternak < 10 ekor 10 – 20 21 – 60 Keterlibatan anggota keluarga Membaca brosur – liptan Turut demplot paket/komp. teknologi Pertemuan Petani – petani – minggu/bulan Petani – PPL – bulan
Kuala Begumit (n = 25, %) 100 silangan lokal
Kelumpang (n = 25, %) 100 (lokal)
100 84 36 20
84 0 12 0
16 84 20 80
80 20 0 12
16 84
80 20
60 0 0 100 40
0 80 20 100 100
54 40 20 12 80 28
100 60 20 12 80 28
4 16 20 8 10
20 20 80 40 10
20
0
40 60 0
16 80 4
20 44 36 100
20 60 20 100
40 100
0 20
60 60
40 0
821
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
perempuan tidak bersekolah, dan kalaupun bersekolah hanya sampai tingkat SLTP. Usaha ternak sebagai pekerjaan tambahan utama keluarga, disamping usahatani tanaman pangan, hortikultura, dan dagang. Usaha berdagang, seperti membuka kedai di rumah akses perempuan lebih dominan. Sistem gender yang merugikan perempuan kurang kuat mengakar di masyarakat, menjadikan akses perempuan terhadap berbagai bidang cukup memadai. Rata-rata rumah tangga sudah memiliki rumah milik perkebunan, kalaupun ada yang belum karena masih merupakan keluarga yang baru berumah tangga. Media komunikasi dan sekaligus hiburan mereka sebagian besar dapat dipenuhi dari televisi dan VCD. Dari jenis dan nilai penguasaan asset rumah tangga yang dimiliki, rata-rata menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan ekonomi yang kurang hingga cukup. Alat transportasi untuk disekitar lokasi sebagian besar menggunakan sepeda atau sepeda motor, untuk jarak jauh menggunakan sepeda motor, atau angkutan umum yang tersedia (angkot dan ojek). Alokasi waktu keluarga berdimensi gender Alokasi jam kerja yang dicurahkan pada kegiatan usaha ternak yang ada, akan menentukan tingkat pendapatan yang diterima. Faktor penting lain yang menentukan tingkat pendapatan adalah ketersediaan tenaga kerja pada tingkat keluarga, suatu wilayah yang akan menentukan tingkat upah dan tingkat komersial usaha ternak yang diusahakan. Alokasi tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak ruminansia tertera pada Tabel 3. Alokasi tenaga kerja atau
pola kerja seluruh anggota keluarga cukup andil keterlibatannya pada kedua lokasi kajian, karena usaha ternak merupakan usaha tambahan utama keluarga. Tidak terjadi ketimpangan gender, atau adanya isu gender karena aktivitas harian laki-laki dan perempuan dewasa, anak laki-laki dan perempuan tercurah pada seluruh kegiatan usaha ternak. Proporsi tertinggi tetap pada orang dewasa, misal dalam perbaikan kandang, kesehatan dan mengangkut kotoran untuk laki-laki dewasa, kelahiran dan perawatan anak, serta membersihkan kandang pada perempuan dewasa, dan memberi pakan terutama menggembalakan ternak di areal perkebunan pada anak laki-laki. Pakan menyerap input produksi 60 − 70% dalam usaha ternak, namun dengan adanya rumput (pakan hijauan) di areal perkebunan akan menekan biaya input produksi. Hijauan yang tumbuh pada lahan perkebunan lebih kurang 80% disukai ternak domba dan kambing. Namun perlu penyesuaian sistem pengelolaan usaha ternak ini terhadap pengelolaan perkebunan agar memperoleh hasil usaha yang lebih baik. Pemanfaatan biomas hijauan pada areal perkebunan perlu memperhatikan hal-hal, antara lain produksi hijauan berdasarkan luas lahan pemanfaatan, adanya pengelolaan rutin perkebunan, (peremajaan tanaman), penyemprotan, pemupukan, dan faktor musim ( musim hujan cenderung lebih baik dibandingkan musim kemarau). Hal ini akan berpengaruh terhadap alokasi waktu keluarga dalam usaha penyediaan pakan. Gambaran alokasi waktu usaha ternak saat musim kemarau (ketersediaan pakan ternak kurang) cenderung lebih tinggi dibandingkan saat musim penghujan (berlimpah pakan di lapang) (Tabel 4).
Tabel 3. Persentasi alokasi tenaga kerja keluarga dalam usaha ternak domba/kambing Kuala Begumit (n = 25, %) Kelumpang Pkbn (n = 25, %) Ld Pd La Pa Ld Pd La Pa a. Memberi makan/gembala/minum 28 12 40 20 28 12 40 20 b.Bersihkan kandang 20 44 16 20 28 48 12 12 c. Perbaikan kandang 88 0 12 0 92 0 8 0 d. Kesehatan 68 32 0 0 60 32 8 0 e. Kelahiran + rawat anak 48 52 0 0 52 48 0 0 f. Angkut kotoran 48 24 28 0 60 28 12 0 Rata-rata 53,3 27,3 12,7 6,7 56,4 28,0 10,3 5,3 a, b = kegiatan rutin; c, d, e, f = kegiatan non rutin; Ld = laki-laki dewasa, Pd = perempuan dewasa; La = lakilaki anak, Pa = perempuan anak, dewasa (> 18 tahun, menikah/belum), anak (6 – 18 tahun, belum menikah) Kriteria
822
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 4. Rataan persentasi alokasi waktu harian keluarga (produktif) untuk usaha ternak domba dan kambing berdasarkan kepemilikan ternak dan sumber pakan di Kuala Begumit dan Klumpang Perkebunan Alokasi waktu berdasarkan kriteria
Rumput cukup, rataan kepemilikan
Rumput kurang, rataan kepemilikan
15 ekor*
30 ekor *
50 ekor *
15 ekor *
30 ekor *
50 ekor *
Laki-laki dewasa
8
16
20
12
24
26
Perempuan dewasa
20
30
32
28
36
32
Laki-laki anak
72
76
80
82
86
90
Perempuan anak
4
6
4
4
6
4
Rataan
26
32
34
32
38
38
* = rataan alokasi waktu (%)
Tambahan alokasi waktu tersebut cenderung dominan pada anak laki-laki karena pemberian pakan, terutama menggembalakan ternak di areal perkebunan (Tabel 3). Tinggi rendah alokasi waktu pada usaha ternak dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya jumlah ternak yang dipelihara dan struktur umur dari ternak, ketersediaan pakan di lahan perkebunan, dan status penguasaan ternak (milik, gaduhan/bagi hasil). Usaha ternak merupakan pekerjaan tambahan utama keluarga, sementara usahatani tanaman pangan, hortikultura, dan dagang sebagai usaha pokok. Hewan ternak digunakan sebagai tabungan yang dapat dimanfaatkan jika kebutuhan mendesak, seperti biaya pendidikan anak, pembelian perabot rumah tangga, atau untuk acara pesta perkawinan, sunatan. Sistem jender yang merugikan perempuan kurang
kuat mengakar di masyarakat etnis Jawa buruh perkebunan tebu. Dengan perkataan lain akses perempuan terhadap berbagai bidang usaha produktif cukup memadai. Alokasi waktu bapak dominan pada buruh perkebunan, anak laki-laki pada usaha ternak domba dan kambing, sedangkan ibu terdistribusi pada buruh perkebunan, usahatani tanaman pangan atau hortikultura, dan usaha ternak (Tabel 5). Menurut RAHADI (1994), dengan perkembangan masyarakat pada kehidupan yang bercorak agraris, anak-anak ditugaskan bekerja membantu pekerjaan di sawah dengan harapan nantinya anak-anak dapat menggantikan posisi orang tua sebagai petani, setelah orang tua tidak mampu lagi mengerjakan sawah. Pada mulanya anak bekerja pada sektor pertanian untuk membantu orang tua dan tidak dibayar. Jenis pekerjaan
Tabel 5. Rataan persentasi alokasi waktu harian keluarga berdasarkan jenis usaha produktif di Kuala Begumit dan Klumpang Perkebunan Rataan domba/kambing 15 ekor Bapak Ibu Anak laki-laki 30 ekor Bapak Ibu Anak laki-laki 50 ekor Bapak Ibu Anak laki-laki
Pertanian
Buruh perkebunan
Tanaman pangan
Usaha ternak
Non pertanian
Lain-lain
92 72 88
62 36 0
20 12 12
10 24 76
8 24 12
0 4 0
90 80 94
62 16 0
8 32 14
20 32 80
8 16 6
2 4 0
94 92 100
62 20 0
8 40 16
24 32 84
6 4 0
0 4 0
Alokasi waktu per hari = 100%, tetapi jumlah jam kerja per hari berbeda
823
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
anak yang dilakukan sangat banyak, walaupun mereka tidak menerima upah. Dengan cara ini kelangsungan ekonomi keluarga dapat terjamin secara terus menerus, dan nilai-nilai budaya masyarakat petani dipertahankan. Rahadi menggambarkan bahwa anak-anak yang bekerja sebagai ”kuda beban yang jinak”, mereka melakukan pekerjaan yang ditugaskan tanpa banyak menuntut. Ada enam kegiatan anggota keluarga yang umum dilakukan, yaitu (1) mengurus rumah tangga (memasak, mencuci, mengasuh anak), (2) mencari nafkah, (3) meningkatkan keterampilan (sekolah, pelatihan), (4) kegiatan bersifat sosial, dan (5) pribadi (sholat, tidur), serta (6) kegiatan waktu luang. Kegiatan ini terlihat dari profil aktifitas harian guna mengetahui aktivitas, pola atau perbandingan pola kegiatan rutin harian seseorang, keluarga (bapak, ibu, anak), ataupun kelompok masyarakat yang berbeda berdasarkan gender
atau etnis. Profil tersebut berguna untuk mengetahui waktu kerja, istirahat, dan peluang waktu kerja. Gambaran umum aktivitas harian etnis Jawa pada daerah kajian di Langkat dan Deli Serdang cenderung sama (Gambar 1). Ada kecenderungan kontribusi waktu kerja anak untuk mencari nafkah pada lapisan keluarga ekonomi lapisan bawah lebih berperan nyata. Tingkat partisipasi dan tingkat waktu kerja di kalangan anak-anak usia kerja termasuk underutilization, karena alokasi waktu dominan mereka pada kegiatan pendidikan. Anggota keluarga umumnya bekerja bersama-sama dalam suatu usaha, dan besarnya alokasi waktu ditentukan oleh besarnya aset produksi. Pada keluarga buruh perkebunan tebu yang tidak memiliki lahan usahatani, alokasi waktu sangat ditentukan oleh kesempatan kerja dan pengalaman. Menurut IRAWAN et.al., (1989), alokasi waktu keluarga petani dipengaruhi banyak faktor,
Anak laki-laki (hari libur sekolah)
5 6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Anak laki-laki (hari sekolah)
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
10 11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Perempuan dewasa
5
6 7
8
9
22
23
Laki-laki dewasa
5
6
7
8
9
Bagun pagi, sarapan
23
Nonton TV, kegiatan lain
Bagun pagi, masak, mencuci, sarapan
Belajar, nonton TV
Kegiatan sekolah
Tidur malam
Kerja di perkebun/usaha ternak, tani berdagang, kegiatan produktif lain
Mandi, masak, makan malam
Istirahat, makan siang
Mandi, makan malam
Gambar 1. Aktivitas harian etnis Jawa pada kedua daerah kajian
824
22
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
lapang dengan diangonkan, dan hanya ± 20 persen yang diberi pakan rumput aritan setelah diangonkan. Pelaksanaan rotasi pejantan dalam waktu setahun sekali kurang lagi terkordinasi, demikian halnya pencatatan data produksi. Alasan mereka tidak mempunyai waktu luang karena kesibukan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pengurangan penyebaran parasit cacing melalui rotasi penggembalaan dan pemberian obat cacing secara rutin 3 bulan sekali juga kurang mendapat perhatian. Fakta-fakta ini diduga sangat berpengaruh terhadap dinamika dan struktur domba (fenotipe) yang dihasilkan (Gambar 2), selain faktor pembinaan yang kurang, atau adanya infeksi cacing Eurytrema pancreaticum, perlu kajian lebih seksama. Persentase rataan bobot lahir dan domba berbagai umur cukup menurun tajam dibandingkan hasil kajian BATUBARA et al. (2000). Sebagai unit ekonomi yang bersifat "serabutan", atau merangkap fungsi banyak, menyebabkan para keluarga buruh perkebunan tebu harus membagi curahan waktu diantara berbagai jenis kegiatan, dan tidak semuanya menghasilkan pendapatan secara langsung.
antara lain (a) pola hidup (kondisi yang melekat dan berada di sekeliling petani, seperti etnis, agama, kehidupan bertetangga), (b) kepemilikan aset produksi, (c) keadaan sosial ekonomi keluarga (ukuran keluarga, status sosial, curahan kerja anggota keluarga lain), (d) tingkat upah dan (e) karakteristik yang melekat pada setiap anggota keluarga (umur, tingkat pendidikan, keahlian). Di Desa Lampung, alokasi curahan tenaga kerja keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pendidikan keluarga, jumlah anggota keluarga umur > 10 tahun, luas lahan yang dimiliki, dan peubah boneka desa, seperti irigasi teknis, tadah hujan (NURMANAF, 1989). Alokasi waktu, dinamika ternak dan pendapatan keluarga Sebelum krisis moneter, berdasarkan kajian SIRAIT et.al. (2000), sebagian besar (85,7%) peternak telah memberikan pakan tambahan (ampas tahu, dedak, bungkil kelapa, molases, dan mineral blok). Dengan krisis moneter, hanya sebagian kecil (± 10 – 15%) tetap memberi pakan tambahan berupa ampas tahu, terlebih lagi adanya persaingan dengan usaha ternak babi. Sebagian besar diberi rumput
Grafik Rataan Bobot Badan
100.0
99.9
96.0
91.7
89.8
90.0 80.0
70.5
70.0 60.0 43
50.0
%
38
36
40.0
32
30.0
21
20.0 10.0 0.0 A
B
C 1996-1998
D
E
Kriteria
1999-2000
Gambar 2. Persetase rataan bobot hidup domba di Kuala Begumit dan sekitarnya A = lahir : 1,7 < x < 2,2; B = 3 bulan : 9,2 < x < 12,2; C = 6 bulan : 15,4 < x < 19,4; E = 12 bulan : 21,6 < x < 24,7; D = 9 bulan : 19,9 < x < 24,4
825
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Usaha ternak domba atau kambing memberikan kontribusi pendapatan 24 – 32% terhadap pendapatan keluarga. Pekerjaan utama sebagai buruh perkebunan tebu memberikan kontribusi pendapatan cukup tinggi, yaitu 46 – 61%. Semakin tinggi kepemilikan ternak semakin tinggi kontribusinya terhadap pendapatan, hal ini akan menurunkan kontribusi dari pekerjaan utama sebagai buruh perkebunan tebu (Tabel 6). Kontribusi ternak pada kondisi tertentu tidak dapat dipungkiri menjadi andalan utama untuk menutupi kebutuhan dana keluarga, misalnya untuk menyekolahkan anak, atau mengolah lahan pertanian bagi pemilik lahan yang memerlukan biaya relatif besar. Kontribusi lain dari usaha pemeliharaan domba dan kambing adalah pemanfaatan waktu luang anggota keluarga semakin efektif dengan pemeliharaan domba dan kambing. Waktu yang pada mulanya hanya digunakan untuk kegiatan tidak produktif, seperti berjudi, ngobrol di kedai (Bapak), ngerumpi, cari kutu (ibu), dan keluyuran bermain, berkelahi (anak) telah dimanfaatkan untuk pemeliharaan domba dan kambing (seperti mengarit, menyediakan air minum, menggembalakan dan memberi makan untuk anak laki-laki dan bapak) atau membersihkan kandang, mengumpulkan kotoran (untuk ibu, anak perempuan). Seluruh anggota keluarga memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap pendapatan keluarga. Pada kebanyakan keluarga buruh perkebunan, laki-laki dan perempuan terpaksa melakukan pekerjaan yang hasilnya kurang seimbang. Dengan perkataan lain adanya saling ketergantungan dan kerjasama antara perempuan dan laki-laki. Keluarga buruh perkebunan tebu melakukan berbagai strategi bertahan hidup melalui optimalisasi fungsi ekonomi dari anggota keluarga dengan melibatkan peranan tenaga kerja anak. Hal ini berlangsung karena
adanya motivasi dari orang tua untuk memperoleh manfaat dari tenaga kerja anak. Menurut MUNTIYAH dan SUKAMDI (1997), dua hal yang mempengaruhi pemanfaatan pekerja anak, yaitu (a) penghasilan yang diperoleh oleh kepala keluarga (pokok dan sampingan) sangat terbatas dan (b) tersedianya lapangan kerja. Faktor yang mendorong anak-anak terlibat bekerja merupakan suatu kebutuhan, karena kebutuhan keluarga sulit dipenuhi. Strategi bertahan hidup dengan cara melibatkan anak untuk bekerja lebih menegaskan beberapa kondisi tentang bagaimana buruh perkebunan menghadapi perlakuan pihak pengusaha, beradaptasi dengan pekerjaan di lingkungan perkebunan, juga dalam konteks bagaimana buruh perkebunan mempertahankan kehidupannya secara pribadi dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Masih berlaku norma tradisional yang umumnya mengharapkan peranan anak dalam membantu ekonomi keluarga, bahkan pada beberapa komunitas tertentu membantu ekonomi keluarga dianggap sebagai kewajiban seorang anak. Penelitian GEERTZ (1983) menunjukkan pada keluarga Jawa, anak dianggap sebagai pembantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Status anak bekerja tidak saja mengandung peranan yang mengatur hubungannya dengan orang lain, tetapi juga peranan yang mengatur hubungan dengan keluarganya, khususnya dalam memberi manfaat ekonomi bagi keluarga. Hal ini selaras dengan kajian ini, dimana makna peranan anak dalam usaha ternak adalah suatu pola perilaku yang diharapkan dari seorang anak dalam mengambil bagian dari fungsi ekonomi keluarga. Peranan ini ditampilkan melalui alokasi waktu untuk bekerja dalam batas-batas pekerjaan yang dapat diterima keluarga. Menurut SUHARTO et al. (1990), peranan anak laki-laki lebih mempunyai nilai positif dan lebih tinggi dibandingkan anak perempuan,
Tabel 6. Rataan persentasi pendapatan keluarga berdasarkan jenis usaha produktif di Kuala Begumit dan Klumpang Perkebunan Rataan domba/kambing 15 ekor
Pertanian
Buruh perkebunan
Tanaman pangan
Usaha ternak
Non pertanian
Lain-lain
93
61
8
24
4
3
30 ekor
88
52
6
30
3
9
50 ekor
86
46
8
32
2
12
826
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
karena (a) bantuan praktis dan keuangan, (b) jaminan hari tua, (c) melanjutkan keluarga, (d) persahabatan dan (e) kewajiban sosial. Peranan anak dalam ekonomi keluarga yang berlangsung secara kontinyu dan konsisten bermakna ada kecenderungan konsekwensi dari penampilan peranan anak memberi manfaat. KESIMPULAN Alokasi waktu anggota keluarga cukup andil, tidak terjadi ketimpangan gender, anak laki-laki dominan berperan dalam menggembalakan ternak. Alokasi waktu ini diantaranya dipengaruhi faktor jumlah dan struktur umur ternak, ketersediaan pakan di lahan perkebunan, dan status penguasaan ternak. Usaha ternak memberi kontribusi pendapatan keluarga 24 – 32%; buruh perkebunan tebu 46 – 61%. Tingginya kepemilikan ternak semakin tinggi kontribusinya terhadap pendapatan, dan menurunkan kontribusi buruh perkebunan tebu. Pada kondisi tertentu, menjadi andalan utama untuk menutupi kebutuhan dana keluarga. Kontribusi lain, yaitu pemanfaatan waktu luang anggota keluarga semakin efektif. Seluruh anggota keluarga memberikan kontribusi secara tidak langsung terhadap pendapatan keluarga. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih terutama kepada Dra. Khairiah dan Ir. Lermansius Haloho, MP. (BPTP Sumatera Utara), serta Drh. Suryadi di desa Kuala Begumit, juga berbagai pihak atas bantuannya sehingga pengkajian ini dapat terlaksana. DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK SUMATERA UTARA. 2001. Karakteristik penduduk Kabupaten Deli Serdang, hasil Sensus Penduduk 2000. 132 hlm. BADAN PUSAT STATISTIK SUMATERA UTARA. 2001a. Karakteristik penduduk Kabupaten Langkat, hasil Sensus Penduduk 2000. 132 hlm.
BATUBARA, LEO. P, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, L. HALOHO, S. GINTING, J. SIRAIT dan E. SIHITE. 2000. Teknologi Budidaya Domba Pada Lahan Perkebunan di Sumatera Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 3(1): 29 – 37. BECKER, GARY, S. 1965. A theory of allocation of time. The Economic J. 75(229). BUNGIN, BURHAN. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. DENZIN, NORMAN K. dan Y.S. LINCOLN. 1994. Introduction, Entering the Field of Qualitative Research. In: Handbook of Qualitative Research. DENZIN, NORMAN K. dan Y.S. LINCOLN (Eds.) SAGE Publication. GEERTZ, HILDRED. 1983. Keluarga Jawa. Penerjemah: HERSRI. Grafiti Press, Jakarta. IKHSAN, EDY, EDIYONO, SUZANNA, H. SIREGAR dan A. MARTUA. 2000. Pekerja Anak di Perke bunan Tebu. Kerjasama LAAI – ACIL, Medan. IRAWAN, B., A. DJAUHARI dan A. SURYANA. 1989. Penyerapan tenaga kerja di daerah produksi padi Jawa Barat. Pros. Patanas Perkembangan Struktur Produksi dan Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumahtangga Pedesaan. Pusat Agro Ekonomi, Badan Litbang Pertanian. KUSNADI, U. 1995. Gelar Teknologi Perkembangan Domba Garut. BIP Jawa Barat. MUNTIYAH dan SUKAMDI. 1997. Strategi Kelangsungan Hidup Rumahtangga Miskin di Pedesaan, Populasi. UGM, Yogyakarta. NURMANAF, A.R. 1989. Alokasi curahan tenaga kerja rumahtangga pedesaan di Lampung. Prosiding Patanas Perkembangan Struktur Produksi dan Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumahtangga Pedesaan. Pusat Agro Ekonomi. Badan Litbang Pertanian. NURMANAF, A.R., A. AGUSTIAN, R. HENDAYANA, E. LESTARI dan R. SAYUTI. 1998. Kajian Sistem Pengembangan Peternakan Ruminansia Kecil. Laporan Hasil Penelitian, Puslit Sosek Pertanian, Bogor. RAHADI, F. 1994. Petani Berdasi. Penebar Swadaya, Jakarta. SIEGAL, S. 1988. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT Gramedia, Jakarta.
827
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
SIRAIT, J., S. GINTING, L.P. BATUBARA, E. ROMJALI, M. DOLOKSARIBU, L. HALOHO dan E. SIHITE. 2000. Adopsi Teknologi Usaha Ternak Domba di Kabupaten Langkat. SUHARTO, I., S. SULASTRI dan I. PURWANTI. 1990. Survey Nilai Anak di Padalarang (Studi Kasus tentang Perubahan Pandangan Masyarakat Terhadap Anak Sebagai Pembangunan dalam Bidang Sosial Ekonomi di Daerah Pedesaan, Lembaga Penelitian Universitas Pajajaran, Bandung.
TROCHIM, W.H.K. 2002. The nonequivalent groups design. http./wwwtrochimhuman cornell. Edu/quasnegd.htm. WASITO. 2004. Aktivitas harian petani berdimensi gender dan etnis (Kasus Beberapa Desa di Sumatera Utara). J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(2): Juli 2004 (in press).
DISKUSI Pertanyaan: 1. Apa tujuan dari penelitian ini? 2. Adakah korelasi anak dan waktu terhadap pendapatan keluarga? Jawaban: 1. Ingin melihat peran anak dalam meningkatan pendapatan. 2. Dengan meningkatnya peran anak berpengaruh nyata terhadap pendapatan keluarga.
828