Yth. Gubernur Nusa Tenggara Timur Yth. Ketua DPRD NTT Yth. Walikota Kupang, Bupati Kupang, TTS, Sumba Barat Daya dan Manggarai Yth. Pimpinan TNI dan Polri Yth. Anggota Senat Universitas Yth. Pimpinan Undana Yth. Ketua APU Undana Yth. Ketua Dharma Wanita Persatuan Undana Yth. Rohaniawan Yth. Wakil Alumni Yth. Para Wisudawan/Wisudawati Yth. Orang tua Wisudawan/Wisudawati Singkatnya, hadirin yg saya muliakan
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua, Assalamualaikum Wr. Wb., Om Swastiastu,
Hari ini kita mengikuti lagi acara prosesi wisuda Magister, Profesi, dan Sarjana lulusan Undana pada periode kedua Tahun 2014 hari kedua. Pada acara prosesi Wisuda Undana periode kedua tahun 2014 hari kedua ini, Undana mewisuda sebanyak 677 wisudawan. Dan hari ini Undana mewisuda wisudawan dari Program Profesi Dokter sebanyak 10 wisudawan dari 17 lulusan (saya mohon mereka yang bergelar profesi sebagai dokter untuk berdiri). Di antara para wisudawan juga terdapat 158 wisudawan dari Program Peningkatan Kualifikasi Guru dalam Jabatan pola Program Pengakuan Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) yang berasal dari berbagai kabupaten di NTT yang diwisuda hari ini dari total 313 lulusan (saya mohon wisudawan dari Program PKHB berkenan berdiri). Wisuda Periode September 2014 hari kedua pada hari ini merupakan saat yang berbahagia bagi orang tua, para pendidik, dan wisudawan setelah melampaui masa pergumulan yang panjang dan keras selama proses belajar mengikuti pendidikan magister, profesi, maupun sarjana.
1
Bapak Gubernur, Hadirin yang saya muliakan, Sebagaimana sudah saya sampaikan pada wisuda hari pertama kemarin, tema perayaan Dies Natalis ke-52 Undana tahun ini adalah "Meningkatkan Daya Saing Global berdasarkan Keunggulan Daerah". Dan kita, khususnya Undana, menyambut keterbukaan itu dengan jalan mempersiapkan diri menghadapi persaingan sebagai konsekuensi dari laju propeler gerbong globalisasi. Sadar akan peran sebagai sumber penggerak cita-cita mulia manusia NTT menuju masa depan yang lebih bermartabat, Undana menyambut persaingan global ke depan dengan mengedepankan keunggulan lokal lahan kering kepulauan (archipelagic dryland), yang di dalamnya tercakup pertanian lahan kering, perikanan, dan pariwisata, sebagai jati dirinya. Pengedepanan keunggulan lokal tersebut diperlukan untuk memperkuat daya saing Undana dalam mempersiapkan diri sebagai perguruan tinggi berwawasan global pada 2025. Sebagaimana telah saya sampaikan dalam sambutan saya kemarin, selain menimbun energi, negara-negara besar seperti Amerika dan Cina terus mengimpor pangan guna memperkuat stok pangan nasionalnya untuk mempersiapkan ketahanan pangan (food security) jangka panjang 5-10 tahun ke depan. Demikian pula Rusia dan Australia, juga selalu mengambil kebijakan pembatasan ekspor pangan untuk beberapa tahun terakhir. Semua dilakukan untuk
mengamankan
stok
pangan
nasional
masing-masing
guna
mengantisipasi kelangkaan pasokan pangan yang diperkirakan dapat terjadi di masa depan, terutama sebagai dampak dari perubahan iklim global. Kita, sebagai penduduk negara yang berada di garis katulistiwa, akan menjadi kekuatan yang akan diperhitungkan bila kita menyadari comparative dan competitive advantages yang kita miliki. Kita memiliki lahan subur yang luas, memiliki sinar matahari yang cukup sepanjang tahun, memiliki sungai-sungai yang dapat dibendung untuk menyediakan air irigasi, memiliki iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, di media masa masih terus saja kita disuguhi dengan berita mengenai impor pangan. Bahkan kita juga masih terus saja disuguhi berita mengenai rawan pangan, mengenai ibu hamil dan balita kurang gizi, juga masih mendengar cerita orang kampung mengenai ‘lapar biasa’. Lalu
2
yang bisa kita lakukan adalah membagikan beras untuk orang miskin (RASKIN), lupa bahwa sebenarnya tidak semua orang bergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok. Kebijakan pangan kita selama ini memang sangat bertumpu pada konsep ketahanan pangan (food security). Dalam konsep ini, dari mana pangan berasal, siapa yang memproduksi, bagaimana diproduksi, tidaklah penting. Akibatnya, kita tidak boleh heran manakala mendengar orang kampung mengatakan tidak lagi makan jagung karena takut akan mempermalukan pemerintah yang telah membagikan beras kepada mereka. Kita pun tidak boleh heran bila ketika datang di kampung, dengan bangga orang kampung menyuguhkan mie instan kepada kita, bukannya menyuguhkan makanan mereka sehari-hari. Setelah 69 tahun merdeka sesungguhnya kita belum berdaulat dalam hal menentukan pangan apa yang kita produksi dan konsumsi. Padahal bapak bangsa kita Soekarno, dalam pidato ‘Tahun Vivere Pericoloso’ memperingati Hari Kemerdekaan ke-29 pada 1964 40 tahun yang lalu, sudah mengungkapkan tiga visi luhur Trisakti: … bahwa harus punya sokoguru, punya pimpinan yang tepat dan kaderkader yang tepat, juga kuformulasikan Trisakti: “berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”. (Soekarno, ‘Tahun Vivere Pericoloso’, 17 Agustus 1964) Bapak Gubernur, Hadirin yang saya muliakan, Dalam suasana memperingati Hari Kemerdekaan ke-69 ini saya ingin mengajak para hadirin sekalian untuk merenungkan kembali, apakah selama ini kita memang sudah benar-benar merdeka dalam hal pangan. Apakah konsep ketahanan pangan yang kita jadikan landasan kebijakan pangan kita akan membawa kita ke kemerdekaan yang dicita-citakan oleh bapak bangsa kita atau justru akan membawa kita semakin jauh bergantung pada pihak asing dalam menyediakan pangan bagi bangsa kita. Kalau dalam memenuhi kebutuhan perut saja kita masih harus bergantung pada pihak asing, bagaimana kita bisa berharap bisa berkedaulatan dalam bidang politik, berkemandirian dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional dalam bidang kebudayaan.
3
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin mengajak para hadirin sekalian untuk mencoba memahami konsep alternatif mengenai pangan. Konsep
alternatif
yang
saya
maksud
adalah
kedaulatan
pangan
(food souvereignty), konsep yang lebih sesuai dengan visi luhur trisakti yang telah dicetuskan oleh bapak bangsa kita, konsep yang lahir sebagai kritik terhadap konsep ketahanan pangan yang memberikan penekanan pada akses terhadap pangan bergizi bagi semua. Atas alasan efisiensi, pangan bergizi bagi semua tersebut dapat dipenuhi melalui impor sehingga konsep ketahanan pangan cenderung mendorong berkembangnya apa yang disebut rejim pangan korporat (corporate food regime), yaitu usahatani pangan berskala besar berdasarkan atas spesialisasi produksi, konsolidasi lahan, dan perdagangan bebas. Pada pihak lain, kedaulatan pangan mendorong agar masyarakat diberikan hak dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan pertanian dan pangan. Kedaulatan pangan mengedepankan jargon food from somewhere sebagai antitesis terhadap jargon food from nowhere yang dikedepankan konsep ketahanan pangan.
Bapak Gubernur, Hadirin yang saya muliakan, Betapa rentan konsep ketahanan pangan dalam menghadapi krisis global dapat kita simak dari kasus Haiti, sebuah negara di Karibia, terhadap negara besar tetangganya, Amerika Serikat (AS). Haiti sangat bergantung pada AS untuk memasok kebutuhan berasnya. Sampai 2008, Haiti mengimpor 80% pasokan berasnya dari AS, beras yang di pasar-pasar lokal negeri tersebut dikenal sebagai ‘beras Miami’, mirip dengan ‘beras Vietnam’ atau ‘beras Thailand’ di pasar-pasar lokal kita. Akibatnya, beras lokal yang diproduksi dalam skala kecil oleh petani-petani setempat tidak mampu bersaing. Petani meninggalkan kampung mereka, pergi ke kota mencari pekerjaan sebagai buruh pabrik. Kebergantungan pada beras imporpun semakin meningkat. Ketika harga beras pada 2008 meningkat sampai 3 kali harga normal, Haiti pun mengalami krisis besar-besaran. Konsep kedaulatan pangan dicetuskan pada 1996 oleh gerakan Via Campesina (dari bahasa Spanyol ‘la via campesina’, yang berarti ‘the peasant way’ atau ‘cara petani subsisten’) merupakan koalisi lebih dari 148 organisasi
4
civil society yang berasal dari negara-negara Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika, termasuk organisasi serupa dari Indonesia (Gambar 1). Kantor pusat gerakan ini saat ini adalah Jakarta, ibukota negara kita. Ironisnya, negara kita masih terus harus mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan penduduknya. Pemerintah kita berdalih bahwa beras yang diimpor adalah beras untuk kebutuhan khusus, beras dengan kualitas prima untuk kalangan atas. Kalau ini memang benar, apakah negeri bermilyar hektar sawah ini tidak mampu memproduksi beras seperti itu, yang jika diimpor tentu sangat menguras devisa karena harganya tentu mahal?
Gambar 1. Negara asal organisasi civil society yang tergabung dalam gerakan Via Campesina, gerakan pencetus konsep kedaulatan pangan.
Menggunakan konsep kedaulatan pangan, gerakan Via Campesina mencoba meletakkan mereka yang memproduksi, mendistribusikan, dan mengkonsumsi pangan di dalam pusat pengambilan keputusan mengenai kebijakan pangan. Gerakan ini berupaya mendorong pemerintah negara masing-masing
untuk
memberdayakan
petani
subsisten
dalam
sistem
perladangan, nelayan skala kecil, dan peternak pastoralis (ternak lepas pada padang rumput alami), bukannya mengubah mereka menjadi lebih intensif dan berskala lebih besar. Gerakan ini mendorong diversifikasi produksi pangan melalui sistem pertanaman tumpangsari, bukan sistem pertanaman monokultur
5
sebagaimana
yang
dilakukan
oleh
perusahaan-perusahaan
pangan
multinasional yang mendominasi rejim pangan korporat pendukung kuat konsep ketahanan pangan saat ini.
Bapak Gubernur, Hadirin yang saya muliakan, Konsep kedaulatan pangan sesungguhnya sangat sesuai dengan jati diri kita sebagai provinsi lahan kering kepulauan (archipelagic dryland). Kondisi lahan kering telah mendorong petani kita untuk melakukan budidaya tumpangsari secara tradisional dalam pola perladangan. Pun kondisi lahan kering jugalah yang mendorong petani kita juga untuk berperan sekaligus sebagai peternak pastoralis. Mereka melakukan itu sebagai asuransi dalam menghadapi kemungkinan gagal panen. Bila kondisi kekeringan menyebabkan satu jenis tanaman mengalami gagal panen, mereka masih dapat memanen tanaman lainnya. Merekapun masih mempunyai ternak untuk dijual dan kemudian digunakan untuk memberi pangan di pasar-pasar lokal. Namun kebijakan ketahanan pangan terpusat yang sudah diterapkan selama puluhan tahun telah menggeser tradisi ini. Mereka terus didorong untuk tidak lagi melakukan pola pertanaman ‘salome, satu lobang rame-rame’, untuk menanam jagung, labu, dan kacang-kacangan dalam satu lubang tanam karena katanya pola itu tidak sesuai dengan teknologi budidaya modern. Mereka didorong untuk menanam tanaman pangan modern sehingga tanaman pangan tradisional seperti cantel (sorgum), jali, jawawut, uwi, ganyong, dan suweg kini sudah semakin sulit ditemukan. Bahkan ada petani yang malu mengkonsumsi jagung sebagai pangan pokok karena tidak mau dikatakan mempermalukan pemerintah yang telah bermurah hati membagikan beras untuk rakyat miskin (RASKIN). Sebagai perguruan tinggi negeri tertua di NTT tentu Undana tidak ingin meninggalkan jati dirinya berada di wilayah lahan kering kepulauan. Karena itu Undana telah menetapkan lahan kering kepulauan sebagai pola ilmiah pokok, sebagai jati diri untuk mewujudkan visi menjadi universitas berwawasan global pada 2025. Dengan pola ilmiah pokok ini bukan berarti dengan visi tersebut Undana hanya akan mengedepankan ilmu-ilmu pertanian. Istilah ‘lahan’ dalam konteks ini perlu kita pahami sebagai segala yang ada di lapisan atas
6
permukaan bumi sampai ke lapisan atmosfer yang masih dapat menopang kehidupan. Istilah ‘lahan’ dalam konteks ini perlu kita pahami sebagai ‘motherland’ atau ‘fatherland’, sebagai ‘tanah air’ penopang berbagai aktivitas kehidupan dan penghidupan, sebagai ruang kembang bagi semua bidang ilmu yang ada di Undana. Melalui pola ilmiah lahan kering kepulauan Undana berharap dapat memberikan kontribusi untuk mengembangkan kedaulatan pangan. Kontribusi tidak hanya diharapkan dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan, melainkan juga dari seluruh fakultas yang ada. Fakultas Kelautan dan Perikanan diharapkan ikut mendorong pengembangan ilmu kelautan dan perikanan yang berbasis pada upaya untuk memberdayakan nelayan skala kecil.
Fakultas
Kedokteran
Hewan
diharapkan
dapat
mendorong
pengembangan ilmu kedokteran hewan untuk memberdayakan peternak pastoralis skala kecil. Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat juga demikian, mendorong pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat yang sesuai untuk kawasan lahan kering kepulauan. Demikian juga dengan fakultas-fakultas lainnya, didorong untuk mengembangkan ilmu hukum, ilmu-ilmu sosial dan politik, ilmu ekonomi dan bisnis, serta sains dan teknik yang sesuai dengan lahan kering kepulauan.
Bapak Gubernur, Hadirin yang saya muliakan, Sebelum mengakhiri sambutan ini, selaku rektor saya menyampaikan selamat kepada para wisudawan/wisudawati yang diwisuda pada hari kedua ini. Wisuda hanyalah akhir dari sebuah proses pembelajaran di kampus. Proses pembelajaran di masyarakat yang lebih panjang dan lebih kompleks kini menunggu kalian. Saya berharap, apa yang kalian peroleh dari bangku kuliah selama ini, dapat menjadi bekal untuk memasuki proses pembelajaran di masyarakat yang lebih panjang dan lebih kompleks tersebut. Apa yang kalian peroleh dari bangku kuliah dapat menjadi bekal bagi kalian bukan hanya dalam memasuki dunia kerja yang sudah ada, melainkan juga untuk menciptakan pekerjaan baru yang dapat memberikan kesempatan kerja kepada orang lain.
7
Melalui kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan permohonan maaf kepada para wisudawan/wisudawati dan orang tua/wali masing-masing, jika sekiranya selama dalam proses mengikuti pendidikan di Undana ada kebijakan dan pelayanan yang kurang memuaskan. Kebijakan dan pelayanan yang kurang memuaskan itu terjadi bukan karena secara sengaja, melainkan karena segala keterbatasan maupun karena kekhilafan kami. Akhirnya, saya sampaikan selamat berbahagia. Sekian.
Salom, Wassalamualaikum Wr. Wb., Om Santi, Santi, Santi, Om.
Kupang, 2 September 2014 Rektor Undana,
Prof. Ir. Fred L. Benu, MSi., Ph.D. NIP: 19651110 199003 1 002
8