KEYNOTE SPEECH DEPUTI GUBERNUR BANK INDONESIA FORUM KOMUNIKASI PIMPINAN DAERAH DAN HIGH LEVEL MEETING TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (TPID) PRIANGAN TIMUR Tasikmalaya, 7 Desember 2015
Yang Terhormat, Walikota Tasikmalaya, Bp. Drs. H. Budi Budiman; Bupati Tasikmalaya, Bp. H. Uu Ruhanul Ulum, SE; Walikota Banjar, Ibu Hj. Ade Uu Sukaesih, S.Ip, M.Si.; Bupati Ciamis, Bp. H. Iing Syam Arifin; Penjabat Bupati Pangandaran, Bp. Drs. H. Daud Achmad; Ibu Prof. Dr. Rina Indiastuti dari Universitas Padjadjaran; Pimpinan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepala Departemen Regional II (wilayah Jawa), Bp. Dwi Pranoto; Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Ibu Rosmaya Hadi; Kepala Perwakilan Bank Indonesia Tasikmalaya; Bp. Wahyu Purnama; Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cirebon; Bp. M. Abdul Majid Ikram; Serta para hadirin dan undangan yang berbahagia. 1
Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua,
1. Pertama-tama, perkenankan saya mengajak para hadirin untuk memanjatkan puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas rahmat dan perkenan-Nya kita semua dapat hadir di tempat ini untuk mengikuti acara Forum Pimpinan Daerah
dan
High
Level
Meeting
Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Priangan Timur dengan tajuk “Penguatan Kerjasama Antar Daerah
Guna
Mendorong
Pembangunan
Perekonomian Priangan Timur”.
2. Dalam kesempatan ini saya menyambut baik dan mengucapkan apresiasi yang setinggi-tinggi atas terselenggaranya kegiatan ini yang merupakan bagian dari pertemuan rutin diadakan 2 (dua) kali setahun dalam wadah Forum Komunikasi dan Koordinasi Pimpinan Daerah (FKKPD). Dapat 2
terselenggaranya forum ini serta kehadiran Bapak-Ibu sekalian menunjukkan komitmen yang kuat untuk secara bersama-sama meningkatkan komunikasi, koordinasi dan kerjasama dalam membangun perekonomian Priangan Timur. Bentuk sinergi ini menjadi penting dan sangat relevan dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian nasional maupun daerah baik saat ini maupun ke depan.
Bapak-Ibu yang kami hormati, < Tantangan Ekonomi Global > 3. Di penghujung tahun 2015 ini, merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan kembali sejumlah tantangan yang dihadapi ekonomi
Indonesia
setahun
terakhir
dan
sejumlah risiko yang perlu disikapi dengan baik bagi pengambilan kebijakan ekonomi di tahun mendatang. Dalam kesempatan ini perkenankan saya untuk menyampaikan pandangan terkait tema pertemuan hari ini: “Pentingnya Kerjasama 3
Antar
Daerah
dalam
Pengendalian
Inflasi
Daerah, Mendorong Pembangunan Ekonomi yang
Berkelanjutan
dan
Berkualitas
Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).”
4. Sebagai perekonomian terbuka, perkembangan ekonomi Indonesia tahun 2015 menghadapi sekurang-kurangnya pemulihan
3
tantangan.
Pertama,
global
belum
ekonomi
berlangsung secara merata. Di satu sisi di negara-negara
maju
(advanced
countries),
perekonomian
Amerika
Serikat
terus
menunjukkan
perbaikan,
ditopang
oleh
membaiknya
sektor
tenaga
kerja
dan
menguatnya permintaan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan membaik dengan terjaganya inflasi di level rendah. Sementara, ekonomi Eropa, meskipun berangsur membaik, namun belum recover atau pulih. Sedangkan kinerja ekonomi Jepang masih lemah dengan 4
perbaikan tingkat pengangguran yang belum stabil, dan perkembangan gaji tenaga kerja yang menurun. Sementara, di sisi emerging markets, perekonomian
Tiongkok
yang
sebelumnya
mampu tumbuh dua digit dalam satu dekade terakhir kini melambat signifikan hingga di bawah 7%.
Rebalancing
ekonomi
Tiongkok
dari
investment-driven menjadi consumption-driven terus berlangsung. Belum meratanya perbaikan ekonomi negara maju dan lemahnya ekonomi Tiongkok
menyebabkan
permintaan
dunia
mengalami penurunan.
5. Kedua,
terjadinya
divergensi
kebijakan
moneter di dunia yang berdampak pada semakin tingginya tekanan dan volatilitas nilai tukar. Pemulihan ekonomi global yang belum merata, memicu terjadinya divergensi respon kebijakan moneter di negara-negara utama duinia. Bank sentral Eropa (ECB), dan bank sentral Jepang (BOJ) berencana masih akan 5
melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter melalui
perpanjangan
Quantitative
Easing
mempertimbangkan masih terjadinya deflasi. Bank sentral Tiongkok (PBoC) juga melakukan kebijakan easing, devaluasi mata uang Yuan dan program reformasi Pemerintah Tiongkok untuk mendorong pertumbuhan ekspornya. Sementara optimisme perbaikan ekonomi AS meningkatkan ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral AS, Fed
Fund
Rate,
yang
berdampak
pada
penguatan nilai tukar USD terhadap seluruh mata uang kawasan yang diikuti oleh peningkatan volatilitasnya. Rencana normalisasi kebijakan suku bunga ini mendominasi dinamika di pasar keuangan global dan berpotensi menyebabkan terjadinya pembalikan aliran modal dari emerging markets ke negara-negara maju, termasuk Indonesia.
6. Ketiga, penurunan harga komoditas dunia. Menurunnya permintaan dunia menyebabkan 6
harga komoditas ekspor terutama SDA seperti batubara, minyak sawit, karet, nikel dan tembaga, mengalami penurunan tajam sejalan dengan ekonomi
yang
semakin
bergantung
pada
konsumsi domestik. Hal ini juga tidak terlepas dari pelemahan ekonomi Tiongkok sebagai konsumen komoditas SDA terbesar dunia yang berdampak pada merosotnya harga komoditas di pasar global. Tekanan yang cukup besar muncul kepada negara berkembang yang komoditi ekspornya bergantung pada komoditas SDA, termasuk Indonesia dengan 56,3% dari total produk ekspornya masih berupa komoditas SDA.
Bapak-Ibu yang kami hormati, < Tantangan Ekonomi Domestik > 7. Bagaimana dampak dan perkembangan ekonomi dunia
tersebut
terhadap
perekonomian
Indonesia? Dari sisi perekonomian domestik, pada kesempatan ini saya akan menyoroti secara ringkas 3 hal yang patut menjadi bahan perhatian 7
bagi kita, sekaligus relevan dengan tema pembahasan pada forum pagi hari ini. Pertama, masih
lemahnya
perekonomian
dunia
menyebabkan pertumbuhan perekonomian nasional mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2015 tumbuh 4,73%,
lebih
sebelumnya pertumbuhan
tinggi
dibandingkan
sebesar bertumpu
4,67%. pada
triwulan
Peningkatan permintaan
domestik (konsumsi dan investasi pemerintah, serta konsumsi rumah tangga), sementara ekspor masih mengalami kontraksi sejalan masih rendahnya harga komoditas dan lemahnya permintaan ekspor dari negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Singapura.
Lemahnya
permintaan
dunia,
menyebabkan pelemahan nilai tukar Rupiah tidak mampu mendorong ekspor secara signifikan.
8. Jika melihat dari aspek spasial, kami melihat perbaikan ekonomi baru terlihat di Jawa. 8
Ekonomi Sumatera meskipun membaik namun pertumbuhannya masih relatif terbatas. Di sisi lain, ekonomi Kawasan Timur Indonesia tumbuh melambat, dan Kalimantan bahkan mencatat pertumbuhan negatif untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir. Belum cukup solidnya perbaikan ekonomi nasional juga terlihat pada tingkat pengangguran terbuka yang meningkat dari 5,9% pada Agustus 2014 menjadi 6,2% pada Agustus 2015. Kenaikan tingkat pengangguran terjadi akibat menurunnya elasitisas penyerapan tenaga kerja terutama di sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa. Selain itu, masih lemahnya perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak sehingga defisit APBN 2015 diperkirakan meningkat menjadi 2,7% dari PDB, yang kemudian menyebabkan beban pembiayaannya meningkat.
9
9. Kedua, kendati inflasi tahun 2015 diprakirakan berada dalam batas bawah rentang sasaran inflasi 4±1%, tantangan pengendalian inflasi pada tahun 2016 tidaklah ringan dan perlu dimitigasi sejak dini. Rilis inflasi November 2015 menunjukkan tekanan inflasi di sebagian daerah mulai kembali meningkat meski dalam besaran yang rendah. Secara nasional inflasi tercatat
sebesar
0,21%
(mtm)
setelah
sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm).
Secara
tahunan,
inflasi
November
mencapai 4,89% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 6,25% (yoy). 10. Pengendalian menghadapi
inflasi
di
sejumlah
daerah
masih
tantangan
permasalahan struktural, terutama terkait masalah konektivitas, produksi dan alih fungsi lahan. Di Pulau Jawa, komoditi pangan masih sering mempengaruhi inflasi meskipun wilayah ini merupakan salah satu sentra produksi 10
pertanian, khususnya untuk produksi beras dan cabai merah. Hal ini tidak terlepas dari masalah konektivitas
kelancaran
distribusi
pangan,
penyusutan lahan pertanian, gangguan cuaca, dan struktur pasar yang tidak efisien. 11. Inflasi di tahun 2016 berisiko melewati batas atas sasaran inflasi terutama bersumber dari terganggunya pasokan pangan akibat musim tanam yang mundur akibat El Nino di 2015 dan beberapa penyesuaian tariff oleh pemerintah di bidang energi, seperti penyesuaian harga LPG 3 kg sebesar Rp1000,-/kg; pengalihan pelanggan listrik dengan daya 450VA dan 900VA ke daya 1300VA; dan dampak penyesuaian tarif listrik rumah tangga golongan 1300VA dan 2200VA untuk pelanggan listrik paska bayar. Potensi penyesuaian harga ini semakin besar jika APBN tidak mampu menanggung beban subsidi yang terus meningkat.
11
12. Ketiga,
masih
rendahnya
daya
saing
industri dan ekspor nasional dibandingkan negara-negara tetangga. Dalam 10 tahun terakhir, pangsa sektor industri dalam PDB cenderung menurun akibat struktur ekspor yang kembali bergeser ke komoditas SDA dan terbatasnya insentif pendorong transformasi industri. Pangsa ekspor produk industri nasional terhadap total ekspor menurun dari 57% menjadi 43,7%. Sebagai contoh, di Banten sebagai salah satu daerah berbasis industri di Jawa, pangsa sektor
industrinya
terhadap
PDB
menurun
sebesar 10%. 13. Kurangnya daya saing ekspor dan industri nasional
sejalan
dengan
belum
mendukungnya fasilitas perdagangan dan sistem logistik dibandingkan negara tetangga yang
telah
terlebih
dahulu
melakukan
reformasi ekonomi. Selain itu, kurang siapnya industri nasional menghadapi Free Trade Area 12
(FTA)
menyebabkan
akses
pasar
industri
domestik semakin tergerus dengan semakin agresifnya negara tetangga di kawasan dalam memanfaatkan FTA. Produktivitas tenaga kerja di Indonesia juga masih rendah. Survei yang dilaksanakan oleh McKinsey Global Institute (MGI) dan Global Competitiveness Report 20142015 menunjukkan produktivitas dan efisiensi tenaga
kerja
Indonesia
lebih
rendah
dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
14. Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tentunya sudah di ambang pintu yang ditandai dengan era zero-tariff barrier pada akhir Desember 2015. Pada satu sisi, MEA akan membuka
peluang
pasar
dengan
aliran
barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal yang lebih bebas. Namun di sisi lain, hal ini juga memberikan konsekuensi semakin tingginya persaingan di pasar domestik 13
masing-masing negara. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dan mendasar bagi kita dari komitmen MEA tersebut, yaitu seberapa besar kemampuan kita menciptakan daya saing yang kompetitif dan memanfaatkan MEA sebagai peluang untuk berperan sebagai pelaku utama dari rantai produksi global, ataukah kita nantinya hanya akan menjadi target pasar saja.
Bapak-Ibu dan Hadirin sekalian yang berbahagia, < Respon Kebijakan > 15. Dalam
menghadapi
tantangan-tantangan
tersebut, saat ini semakin penting dibutuhkan adanya sinergi dan kerjasama berbagai pihak untuk
memperkuat
fondasi
ekonomi
Indonesia sehingga dapat terus tumbuh dan berdaya saing. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi yang secara umum ditujukan untuk mendorong daya saing melalui
pengembangan
kawasan
industri,
mempermudah investasi melalui pelayanan satu 14
pintu,
memberikan
insentif
perpajakan,
percepatan proyek infrastruktur hingga berbagai paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi. Persoalan yang muncul adalah pada tataran implementasinya kepentingan
di
jangka
daerah. pendek,
Seringkali
mengorbankan
kepentingan jangka panjang.
16. Mendukung berbagai langkah kebijakan pemerintah tersebut, Bank Indonesia secara konsisten mengedepankan stance kebijakan moneter
yang
dapat
menjaga
stabilitas
perekonomian sesuai dengan sasaran. Selain itu, dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar
keuangan
global,
terutama
karena
kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) dan keberagaman kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Sentral Eropa, Jepang,
dan
Tiongkok,
Bank
Indonesia
menempuh langkah kebijakan moneter secara berhati-hati. Dalam kaitan itu, kebijakan moneter 15
yang ditempuh Bank Indonesia sesuai keputusan RDG tanggal 17 November 2015 dilakukan melalui penurunan GWM Primer dalam Rupiah dari 8,0% menjadi 7,5% yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat semenjak triwulan III 2015. Penurunan GWM Primer 50 bps akan menambah likuditas perbankan sekitar Rp18 Triliun.
17. Terkait
pengendalian
inflasi,
mengingat
sumber tekanan inflasi tidak hanya dari sisi demand,
namun
juga
dari
sisi
supply
khususnya yang bersumber dari gejolak harga pangan serta kebijakan pemerintah terkait
harga,
maka
kerjasama
antara
Kementerian terkait di Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia semakin
perlu
terus
ditingkatkan.
Tim
Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi bentuk
koordinasi
yang
strategis
untuk 16
mengidentifikasi permasalahan ketidakstabilan harga
di
daerah,
menindaklanjuti
serta
merumuskan
langkah-langkah
dan
dalam
pengendalian inflasi baik melalui program kerja jangka
pendek
dan
jangka
panjang
yang
terinternalisasi dalam Rencana Kerja Pemda (RKPD), antara lain melalui dukungan anggaran dan alternatif program stabilisasi harga di daerah. 18. Wujud kerjasama Bank Indonesia dengan Pemerintah Daerah di Tasikmalaya terkait peningkatan ketahanan pangan perlu terus dibina dan ditingkatkan. Sejauh ini Kantor Perwakilan BI Tasikmalaya bersama stakeholder telah berupaya mengembangkan Klaster Cabai melalui
Pilot
Project
Skema
Pembiayaan
Pertanian Komoditas Cabai di Kota Tasikmalaya, Kab.
Tasikmalaya
Pengembangan
dan
Klaster
Kab. Padi
Ciamis. Organik
bekerjasama dengan Gapoktan Simpatik, dimana pada tahun 2015 ini telah berhasil melakukan 17
pengiriman ekspor hasil produksinya ke Amerika Serikat. Selain itu juga Pengembangan Klaster Holtikultura fasilitasi
di
akses
Kab. kredit
Tasikmalaya dengan
melalui
perbankan.
Kerjasama-kerjasama seperti ini merupakan langkah yang baik dan perlu diperluas sebagai bagian peningkatan kapasitas produksi pangan yang pada akhirnya mendukung pengendalian inflasi di daerah.
19. Strategi pengendalian inflasi daerah juga membutuhkan kerjasama dan sinergi antar daerah baik antar provinsi maupun kota dan kabupaten. Dalam mengatasi surplus defisit pangan antar kota maupun provinsi, dapat dilakukan model kerjasama antar daerah baik dalam bentuk Government to Government, maupun Business to Business.
20. Langkah
terpenting
ke
depan
dalam
meningkatkan daya saing industri dan ekspor 18
adalah melakukan kembali penataan strategi dan prioritas industrialisasi yang terpadu dan terintegrasi dengan seluruh kebijakan terkait, serta diarahkan pada penguatan integrasi industri di domestik sebagai bagian dari global value chain. Selain meningkatkan peran korporasi industri, peran UMKM juga sangat penting untuk mengisi keterbatasan kemampuan Pemerintah UMKM
dalam
sebagai
pembangunan
salah
satu
ekonomi.
pilar
ekonomi
Indonesia, dan juga sebagai pilar penting di ekonomi
Priangan
Timur,
perlu
terus
bertransformasi untuk memperkuat daya saing produk unggulan lokal di tengah lingkungan ekonomi global yang dinamis dan tingkat persaingan yang semakin meningkat.
21. Kami baru mendapat laporan terkait kegiatan yang dilaksanakan oleh Forum West Java Incorporated (WJI) dimana Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat juga terlibat di dalamnya. 19
Hasil sosialisasi WJI, business matching dan market study di Belgia dan Belanda pada bulan September 2015 lalu diperoleh kesimpulan bahwa Pasar Eropa cukup menjanjikan bagi produk UMKM Jawa Barat, namun tentu perlu adanya perbaikan dan penyesuaian terhadap selera, standard dan segmen pasar sesuai dengan negara tujuan ekspor. Hasil kegiatan business matching juga menunjukkan kabar positif. Salah satu perusahaan importer Belanda (NIVO) tertarik dengan produk-produk hasil UMKM Wirausaha Bank Indonesia (WUBI) di Jawa Barat yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengiriman kuesioner permintaan produk. Hal ini membuktikan bahwa produk UMKM mempunyai peluang ekspor dan bisa bersaing di pasar global. Sinergi antara Bank Indonesia melalui kantorkantor perwakilan di Jawa Barat bersama Pemda dan pelaku UMKM kiranya dapat terus diperkuat melalui pelaksanakan pelatihan, pendampingan,
20
dan sosialisasi mengenai peluang ekspor hasil produk UMKM.
22. Daerah Priangan Timur dengan potensi kekayaan budaya dan alam yang melimpah serta tingkat kreativitas hasil produk-produk industri lokal dapat dikembangkan sebagai motor penggerak ekonomi. Kegiatan seperti yang baru saja dilaksanakan yaitu Tasikmalaya Creative Festival diharapkan dapat semakin meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, asosiasi dunia usaha, komunitas-komunitas seni dan budaya, serta institusi keuangan seperti perbankan dalam membangun city branding Tasikmalaya sebagai kota kreatif. Hal ini diharapkan
mampu
menstimulasi
kegiatan
ekonomi lokal melalui kunjungan wisata dan menarik minat investasi sehingga akhirnya dapat meningkatkan
penerimaan
daerah
dan
penyediaan lapangan kerja, mengingat sektor penyumbang utama ekonomi Tasikmalaya lebih 21
dari 30% berasal dari aktivitas perdagangan, hotel dan restoran1.
Bapak-Ibu dan Hadirin sekalian yang kami hornati < Prospek Ekonomi > 23. Kami
masih
berkeyakinan
ekonomi
Indonesia akan kembali membaik dengan ditopang struktur ekonomi yang lebih sehat, seimbang, dan berdaya tahan. Optimisme kami terhadap ketahanan ekonomi tidak terlepas dari komitmen kita bersama untuk terus mendorong pertumbuhan
ekonomi
yang
berkelanjutan,
didukung oleh kebijakan yang konsisten dan bersinergi satu sama lain.
24. Perekonomian
global
pada
tahun
2016
diperkirakan mulai membaik ditopang oleh perbaikan
ekonomi
Amerika
dan
Eropa,
sementara Jepang masih tumbuh terbatas, dan pelemahan ekonomi Tiongkok masih berlanjut. 1
Data 2013 (BPS)
22
Perekonomian nasional pada tahun 2016 juga diperkirakan
lebih
baik.
Di
samping
berlanjutnya peningkatan proyek infrastruktur pemerintah, swasta,
mulai
serta
meningkatnya
konsumsi
yang
investasi
tetap
kuat,
pertumbuhan ekonomi 2016 juga ditopang oleh perbaikan ekspor seiring perbaikan ekonomi global.
Kami
perkirakan
pertumbuhan
ekonomi pada 2016 meningkat menjadi 5,25,6%.
Sejalan
dengan
prospek
perbaikan
ekonomi, pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan pada tahun 2016 kami perkirakan dalam
kisaran
12-14%
yang
ditopang
pertumbuhan dana pihak ketiga dalam kisaran 13-15%. Sejalan dengan komitmen menjaga stabilitas perekenomian, dan melalui kerjasama berbagai pihak dalam TPI dan TPID dalam memitigasi
risiko
tekanan
inflasi,
kami
perkirakan inflasi masih berada pada kisaran atas sasaran 4±1%.
23
Bapak-Ibu dan Hadirin sekalian yang berbahagia < Penutup > 25. Sebelum saya akhiri, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh Pimpinan Daerah beserta jajarannya atas kerjasama yang baik selama ini. Saya berharap kegiatan ini dapat semakin meningkatkan jalinan komunikasi dalam rangka merumuskan rekomendasi kebijakan untuk membangun ekonomi di Priangan Timur yang
berkualitas
dan
berkesinambungan.
Demikian yang dapat saya sampaikan sebagai pengantar diskusi kita kali ini. Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr Wb. Tasikmalaya, 7 Desember 2015
Deputi Gubernur Hendar
24