HUBUNGAN ANTIBODI ANTI EPSTEIN-BARR VIRUS (EBNA-1) DENGAN KARSINOMA NASOFARING PADA PASIEN ETNIS BATAK DI MEDAN
TESIS
Oleh : RUSDIANA
047008005/BM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
HUBUNGAN ANTIBODI ANTI EPSTEIN-BARR VIRUS (EBNA-1) DENGAN KARSINOMA NASOFARING PADA PASIEN ETNIS BATAK DI MEDAN
Tesis
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan Dalam program Studi Biomedik Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh : RUSDIANA
047008005/BM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Judul Penelitian
:
Hubungan Antibodi Anti Epstein-barr Virus
(EBNA-1)
Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak di Medan .
Nama Mahasiswa
:
RUSDIANA
Nomor Pokok
:
047008005
Program studi
:
Biomedik Jurusan Biokimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
dr. Yahwardiah S, PhD Ketua
dr. Delfitri Munir, SpTHT (K) Anggota
Ketua Program Studi
( dr. Yahwardiah S, PhD )
Direktur
(Prof.Dr.Ir. T.Chairunnisa B.MSc)
Tanggal lulus: 22 Agustus 2007
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada : Tanggal : 22 Agustus 2007
Panitia Penguji : Ketua
: dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D
Anggota
: dr. Delfitri Munir, SpTHTKL Dr.dr.Hadyanto Lim, M.Kes, SpFK, FIBA DR. Ramlan Silaban,MSi
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di nasofaring. Salah satu penyebab dari karsinoma nasofaring ini disebabkan oleh infeksi virus epstein-barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpainya keberadaan EBNA-1 di dalam serum plasma penderita karsinoma nasofaring. Selain infeksi virus epstein-barr faktor nitrosamin, faktor lingkungan, faktor genetik (ras dan keturunan) disebut sebagai faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring. Penelitian ini merupakan penelitian Cross sectional, dilakukan dengan pemeriksaan EBNA-1 di dalam serum pasien karsinoma nasofaring dengan pemeriksaan ELISA. Sampel diperoleh dari Departemen THT RSHAM Medan yang telah terdiagnosa dengan karsinoma nasofaring secara pemeriksaan histopatologi. Sekitar 80,8% sampel yang diperiksa menunjukkan adanya EBNA-1 di dalam serum pasien karsinoma nasofaring, Dan hasil data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji statistik Chi – Square, di mana diperoleh nilai p<0,005, yang menunjukkan bahwa peneltian ini ada hubungan yang bermakna antara antibodi anti epstein-barr virus dengan karsinoma nasofaring.
Kata kunci : Virus epasteinbarr, EBNA-1, karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Abstract : Nasopharyngeal carcinoma is malignant tumor in nasopharyngeal space. Epstein-barr virus infection might be responsible for the caution of this cancer. That is found antigen anti EBV (EBNA-1) in the sera of carcinoma nasopharyngeal patient. Except epstein-barr virus infection, nitrosamin, environmental factors, genetically are possibly contributing for the risk factors of nasopharyngeal carcinoma. This research was designed as a cross sectional study , detection of EBNA-1 in the serum of nasofaryngeal carcinoma patients by ELISA method. Serum sampels were obtained Departemen of ENT Haji Adam Malik Hospital in Medan, serum samples were dignosed histopatologically. In this study, of the 80,8% of the nasopharyngeal carcinoma in their serum had EBNA-1. Data was performed by Chi – square analysis, and p values were significant at p<0,005, so there was significant relation between antibodi anti epstein-barr virus with nasopharyngeal carcinoma.
Key words : Epsteinbarr virus, EBNA-1, nasopharyngeal carcinoma
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan lahir dan bahin atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat selesai. Tesis ini adalah laporan hasil penelitian penulis berjudul ” Hubungan Antibodi anti Epstein-Barr Virus (EBNA-1) dengan karsinoma nasofaring pada pasien etnis Batak di RSHAM di Medan ”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka untuk memenuhi persyaratan agar meraih gelar Magister pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada : Rektor Universitas Sumatera utara Medan, Prof.dr.H.Chairuddin P.Lubis, SpA(K) dan sejumlah jajarannya, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan. Mantan Dekan Fakultas Kedoteran USU, Prof.Dr.T.Bahri Anwar, Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PDKGEH, Direktur Pasca Sarjana USU Medan, Prof.Dr.Ir.T.Chairunnisa B.MSc dan Ketua Program Studi Biomedik dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pogram magister di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Terimakasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D (Ketua Komisi Pembimbing), dr. Delfitri Munir Sp.THT KL (K) (Anggota Komisi Pembimbing), serta dr. Arlinda Sari wahyuni , Mkes, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, semangat, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan sampai selesai tesis ini. Terimakasih
saya juga kepada Prof. dr. Yasmeini Yazir, Prof.dr. Rozaimah
Hamid, dr. Deddy Ardinata Mkes, dan semua dosen yang telah membimbing saya selama mengikuti program magister ini. Kepada suamiku tercinta, Ir.Syaiful Mahzar atas semua dorongan, pengertian dan semangat hingga tesis ini selesai, anak-anakku M.Alvin Rinaldi dan Syva Affiana. Ucapan terimakasih yang tulus dan rasa hormat, penulis sampaikan kepada ayahanda Drs.H. Ruslan Hasan, serta ibunda Hj.Azhariah (Almh) beserta keluarga, yang penuh kasih sayang senantiasa memberikan dukungan moril selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana. Akhirnya ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf bila ada kesalahan selama pendidikan ini. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan yang telah diberikan. Medan, 22 Agustus 2007
Rusdiana
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama penulis : Rusdiana Tempat/ Tanggal lahir Riwayat Pendidikan SD
Negeri No. 060849 tahun 1978 s / d 1984
SMP
Negeri 14 Medan tahun 1984 s / d 1987
SMA Negeri 4 Medan tahun 1987 s / d 1990 Pendidikan S1 di Fak.Kedokteran USU tahun 1990 s / d 1996 Riwayat Pekerjaan Rumah Sakit Siti hajar Padang Bulan Medan tahun 1996 s / d 1997 PTT di Puskesmas Kota Pinang Lab. Batu
tahun 1997 s / d 2000
FK Kedokteran USU
tahun 2000 s/ d sekarang
Riwayat Keluarga Suami : Ir. Syaiful Mahzar Anak : M.Alvin Rinaldi, Syva Affiana
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman Abstrak........................................................................................................................v Kata Pengantar............................................................................................................vi Riwayat Hidup............................................................................................... .............ix Daftar isi………………………………………………………………………............x Daftar gambar..............................................................................................................xiii Daftar tabel..................................................................................................................xiii Daftar grafik..................................................................................................................xiii Daftar singkatan............................................................................................................xiv BAB I
PENDAHULUAN 1.Latar Belakang ................………........................................................... 1 2.Perumusan Masalah ……………………………………........................3 3.Hipotesa…………………………………………………….................. 3 4. Kerangka Teori...................................................................................... 4 5.Tujuan Penelitian…………………………………….............................5 6.Manfaat Penelitian………………………………………...................... 5
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA 1.Karsinoma Nasofaring............................................................................. 6 2. Gejala Umum Karsinoma Nasofaring.................................................... 7 3.Penyebab Karsinoma Nasofaring.............................................................9 4.Virus Epstein Barr....................................................................................10 5. Gambaran Biologi Molekular dari Virus Epstein Barr………............... 11
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
6. Gambaran Infeksi Virus Epstein Barr ..................................................12 1. Infeksi Laten...................................................................................... 13 1.1. Protein laten EBV dan Fungsi........................................................14 1.1. 1.EBNA-1..............................................................................15 1.1 2. EBNA-2..............................................................................16 1.1.3. EBNA-3A, 3B, 3C............................................................17 1.1.4. LMP-1………………………………………………......17 1.1.5. LMP-2A dan LMP-2B…………………………… .........19 2.Infeksi Lisis………………………………………………..................21 7. Hubungan Infeksi Virus Epsteinbarr dengan Karsinoma Nasofaring….21 8. Epidemiologi Infeksi Vrus Epsteinbarr...................................................23 9. Epidemiologi Karsinoma Nasopharing....................................................24
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
B A B III
METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian.........................................................................................26 2. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................26 3. Sampel Peneltian......................................................................................26 4. Besar Sampel...........................................................................................27 5. Kerangka Kerja........................................................................................29 6. Prosedur Pemeriksaan Serologi EBV......................................................29 6.1. Alat dan Bahan..................................................................................30 7. Cara Kerja................................................................................................31 8. Analisa Data ........................................................................................... 34
B A B IV HASIL PENELITIAN.................................................................................35 B A B V PEMBAHASAN............................................................................................41 B A B VI KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................45 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................47 DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................51
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR NO I II III IV V VI VII
Gambar Daerah nasofaring Siklus EBV EBNA-1 LMP-1 LMP-2A Sampel yang diperiksa Well Plate ELISA
Halaman 7 13 16 19 20 33 33
DAFTAR TABEL
No I II III IV V
TEKS Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi Hubungan Konsentrasi EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring Hubungan EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur dan jenis kelamin
Halaman 35 36 37 39 40
DAFTAR GRAFIK No I II III IV
TEKS Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi Hubungan Konsentrasi EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring Hubungan EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
Halaman 36 37 38 39
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR SINGKATAN EBV : Epsteinbarr-virus IgG, IgA :Jenis immunoglobulin (Ig) EBNA : Ebstein-barr Nuklear Antibodi LMP : Laten Membran Protein KNF : Karsinoma Nasofaring WHO : World Health Organization EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor MHC : Major Histocompatibility Complex. LCLs : Lymfoblastoid Cell Lines. MHC : Molekul Histocompatibilty STAT : Signal Transducers and Activators of Transcriptions MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran 1
Lampiran 3
TEKS Data pasien penderita karsinoma nasofaring yang diperiksa keberadaan EBNA-1 Data kontrol yang diperiksa keberadaan EBNA-1 Crostabulasi
54
Lampiran 4
Komite Etik Penelitian
55
Lampiran 2
Halaman 52
53
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa (kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma nasofaring (Zachreni et al, 2002). Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai
di dalam serum
semua pasien karsinoma nasofaring (Mungerson et al, 2003). Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini (Obernder et al, 1989). Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring. Jadi oleh karena diduga eratnya hubungan antara antibodi anti EBV dan faktor genetik dengan terjadinya karsinoma nasofaring maka pada penelitian ini juga melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti EBV (EBNA-1) pada pasien-pasien nasofaring
yang telah didiagnosa menderita karsinoma
melalui pemeriksaan histopatologi sebelumnya dan pasien yang
diperiksa ini adalah pasien dengan etnis Batak dengan tujuan untuk mengetahui apakah karsinoma nasofaring pada etnis Batak juga disebabkan oleh infeksi EBV. Karsinoma nasofaring sangat sulit didiagnosa, hal ini mungkin disebabkan karena letaknya sangat tersembunyi dan juga pada keadaan dini pasien tidak datang untuk berobat. Biasanya pasien baru datang berobat, bila gejala telah mengganggu dan tumor tersebut telah mengadakan infiltrasi serta metastase pada pembuluh limfe sevikal. Hal ini merupakan keadaan lanjut dan biasanya prognosis yang jelek (Zachreni,1999; Amstrong, 2000). Pemeriksaan terhadap karsinoma nasofaring dilakukan dengan cara anamnesa penderita dan disertai dengan pemeriksaan nasofaringoskopi, radiologi, histopatologi, immunohistokimia, dan juga pemeriksaan serologi dengan menggunakan tehnik Enzyme Linked Immunosorbent Assay
atau disingkat dengan ELISA (Simanjuntak, 2002).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Karena beberapa penelitian telah membuktikan bahwa di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dijumpai EBNA-1 maka sebaiknya pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke karsinoma nasofaring
dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti EBV (EBNA-1). Penderita karsinoma nasofaring tersebar di seluruh dunia dan terdapat daerah endemik di China Selatan. Jenis karsinoma ini merupakan bentuk keganasan ketiga yang dijumpai pada pria dengan insidensi di China Selatan berkisar antara 15-50% pertahun (Chan et al, 2002). Di Indonesia karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai diantara tumor ganas di bidang THT dan usia terbanyak yang menderita adalah usia 40 tahun keatas (Munir, 2006). Prevalensi karsinoma nasofaring di Indonesia sebesar 4,7/100.000 penduduk pertahun (Soetjipto,1989). Di bagian THT RSUD Dr. Sutomo (selama tahun 2000-2001) poliklinik onkologi melaporkan penderita baru karsinoma nasofaring berjumlah 623 orang, laki-laki dua kali lebih banyak dibandingkan perempuan (Li,2002). Di bagian THT RSUP H.Adam Malik, selama 1991-1996 mendapat kasus 160 tumor
ganas,
94
kasus
(58,81%)
merupakan
karsinoma
nasofaring
(Zachreni et al, 2002).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
1.2. Perumusan Masalah Adapun masalah dalam penelitian ini yang ingin diketahui adalah sejauh mana hubungan antara antibodi anti EBV EBNA-1 dalam serum penderita dengan karsinoma nasofaring pada etnis Batak.
Hipotesa Yang menjadi hipotesa pada penelitian ini adalah terdapatnya hubungan antara antibodi anti EBV EBNA-1 dalam serum penderita dengan karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Kerangka Teori
Non Makanan (debu, asap rokok, uap zat kimia,asap kayu bakar,asap kemenyan)
EBV
-
EBNA-1
-
EBNA-2
-
LMP-1
-
LMP-2A
-
LMP-2B
Karsinoma Nasofaring
Genetik
Makanan (ikan asin )
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
1.3. Tujuan Penelitian 1. Umum: Mengetahui hubungan antara antibodi anti EBV EBNA-1 dalam serum dengan karsinoma nasofaring yang didiagnosa secara histopatologi. 2. khusus : A. Untuk mengetahui keberadaan antibodi anti EBV (EBNA-1) dari penderita karsinoma nasofaring dan untuk mengetahui keberadaan antibodi anti EBV (EBNA-1) dari orang sehat sebagai pembanding. B. Untuk mengetahui karakteristik penderita Karsinoma nasofaring dari segi usia. C. Untuk mengetahui distribusi histopatologi karsinoma nasofaring. D. Untuk mengetahui hubungan histopatologi karsinoma nasofaring dengan keberadaan EBNA-1.
1.4. Manfaat Penelitian A. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk memahami sejauh mana peran pemeriksaan kadar antibodi terhadap antigen EBV (EBNA-1). B. Dapat digunakan untuk mengetahui penyebab karsinoma nasofaring. C. Untuk menegakkan diagnosa Karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasopharing (KNF) adalah merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel nasofaring. Lokasi yang paling sering adalah pada fossa Rosenmuller. Tumor ini juga dapat dijumpai pada dinding lateral di depan tuba Eustakhius, di atap nasofaring dan di daerah tuba Eustakhius sendiri (Beasley, 1987). Secara histopatologi World Health Organization (WHO) membagi karsinoma nasofaring atas tiga tipe. WHO tipe 1 yaitu karsinoma sel skuamous dengan keratinisasi, WHO tipe 2 yaitu karsinoma nasofaring tanpa keratinisasi dan WHO tipe 3 yaitu karsinoma nasofaring tanpa differensiasi (Bambang, 1988). Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Dinding anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Dinding posterior nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Pada bagian posterosuperior torus tubarius terdapat fossa
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Rosenmuller. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid (Beasley,1987). Gejala yang yang ditimbulkan oleh karsinoma nasofaring berkaitan dengan letak dan posisi tumor pada rongga nasofaring ini.
Gambar 2.1 . Daerah nasofaring (dikutip dari Myers,1989)
2.2. Gejala Umum Penderita Karsinoma Nasofaring Tanda atau gejala dini karsinoma nasofaring adalah berupa gejala yang kita jumpai pada telinga, gejala yang kita jumpai pada hidung dan juga gejala akibat infiltrasi tumor (Zachreni, 1999).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Tanda ataupun gejala yang dijumpai pada telinga adalah oklusi tuba eustakhiius. Pada keadaan ini pasien mengeluh rasa penuh pada telinga, rasa berdengung dan kadang-kadang juga disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini dari karsionoma nasofaring. Selain itu juga dijumpai gejala otitis media serosa sampai perforasi dengan gangguan pendengaran (Soetjipto, 1989). Gejala yang timbul pada hidung dapat berupa epistaksis. Pada keadaan ini dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila terjadi iritasi ringan dapat terjadi perdarahan. Keluar darah biasanya berulang-ulang, dimana jumlahnya sedikit bercampur ingus, sehingga berwarna merah jambu. Dapat juga terjadi sumbatan pada hidung yang disebabkan oleh pertumbuhan tumor ke dalam rongga nasofaring dan menutupi koana. Biasanya gejalanya menyerupai pilek khronis, gangguan penciuman dan adanya ingus yang kental (Bambang, 1988). Gejala yang diakibatkan oleh tumor yang mengadakan infiltrasi berupa benjolan pada leher, di mana benjolan ini tidak dirasakan nyeri dan biasanya diabaikan oleh penderita. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi dan merupakan gejala utama yang mendorong penderita datang berobat ke dokter (Simanjuntak, 2004). Sel- sel kanker dapat bermetastase melalui aliran getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Metastase yang sering
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
adalah tulang (femur), hati dan paru-paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk (Soetjipto, 1989).
2.3. Penyebab Karsinoma Nasofaring Penyebab
timbulnya
karsinoma
nasofaring
adalah
multifaktor,
diantaranya adalah infeksi oleh virus epsteinbarr, overekspresi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) dan pengaruh dari nitrosamin terhadap DNA, sedangkan faktor genetik (ras dan keturunan) disebutkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya karsinoma nasofaring (Thomson, 2004). Nitrosamin merupakan zat karsinogenik, dibentuk dari nitrit, sering dijumpai di dalam makanan yang diawetkan atau yang diasinkan. Nitrosamin disebut sebagai karsinogenik karena nitrosamin dapat merusak rantai DNA. Nitrosamin tersebut dapat mengubah pasangan basa pada rantai DNA, karena nitrosamin dapat mentransfer gugus methyl atau gugus ethyl kepada ikatan fosfat atau basa pada rantai DNA. Biasanya pasangan basa yang sering mendapat gugus methyl ataupun gugus ethyl tersebut adalah guanin sehingga terbentuk senyawa nitrosoguanin. EGFR merupakan suatu glikoprotein yang mempunyai aktivitas intrinsik kinase. EGFR ini mempunyai tiga daerah fungsional, yaitu yang pertama daerah glikosilat terletak di luar sel tempat EGF (Epidermal Growth Factor) berikatan, kedua daerah transmembran merupakan daerah yang pendek dan yang ketiga daerah sitoplasmik merupakan tempat aktivitas dari tirosin kinase. EGF berikatan dengan reseptor akan mengaktifkan tirosin kinase dan mengalami phosforilasi
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
(James, 1988). Aktivasi dan phosforilasi dari tirosin kinase ini akan mengakibatkan growth factor dan berbagai onkogen menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi sel, sehingga sel tidak mengalami apoptosis (James,2003). Pada sel kanker ekspresi dari molekul EGFR sering meningkat, karsinoma nasofaring juga terjadi overekspresi dari molekul EGFR terutama pada karsinoma nasofaring sel skuamous (Watson, 1988). Adapun pada penelitian ini lebih memfokuskan pada karsinoma nasofaring yang disebabkan oleh virus Epsteinbarr.
2.4. Virus Epstein - Barr Seperti telah diterangkan di atas, salah satu penyebab dari karsinoma nasofaring ini adalah infeksi dari virus Epsteinbarr. Denis Burkit (1958) menguraikan kanker primer yang menyerang anak–anak yang terjadi pada daerah khusus di Afrika. Burkit yakin bahwa ada suatu virus yang berhubungan dengan terjadinya kanker ini, karena melihat distribusi kasus dari segi geografis dan iklim Virus epstein-barr (EBV) diidentifikasi pertama kali tahun 1964 oleh Antony Epstein, Achong dan Yvone Barr pada cell line dari spesimen Burkit’s lymphoma dengan menggunakan mikroskop elektron. Kemudian ditemukan Burkit bahwa serum penderita dengan limfoma, mempunyai titer antibodi lebih tinggi terhadap EBV dibandingkan dengan kontrol tanpa limfoma (Thomson et al, 2004). Infeksi primer oleh virus epstein-barr terjadi pada masa anak-anak, menimbulkan gejala yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Biasanya
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
virus epsteinbarr setelah menginfeksi akan hidup secara menetap di dalam sel host. Virus Epsteinbarr merupakan penyebab kanker pada manusia misalnya karsinoma nasofaring, Burkitt lymphoma, Hodgkin’s disease, limfoma dan kanker lambung (Thomson et al, 2004). Untuk lebih memahami virus ini, berikut diterangkan lebih lanjut mengenai seluk beluk virus EBV tersebut.
2.5. Gambaran Molekular Dari Virus Epstein-Barr Berdasarkan
struktur
dan
sifat
imunologinya
virus
Epsteinbarr
digolongkan ke dalam famili human herpes virus, subfamili gamma herpesvirus dan genus lymphokryptovirus. EBV dimasukkan dalam genus tersebut karena mempunyai kemampuan untuk menginfeksi dan menetap di sel limfosit hostnya serta menginduksi proliferasi sel yang terinfeksi secara laten (Paul, 2001). Struktur virus epsteinbarr adalah toroid, dengan panjang 184-kb, nukleokapsid, protein tegument dan envelop di bagian luarnya. Protein envelop yang paling banyak adalah bp 350/220. Genom EBV berupa DNA berbentuk linear dan double stranded dan dapat mengkode kurang lebih 100 macam protein. Kapsid dibentuk dari kulit protein (C protein) yang ikosahedral. Kapsid ini dikelilingi oleh lapisan lipid yang saling berdekatan dan mengandung tiga protein (E1, E2 dan E3). Di dalam kapsid terdapat nukleokapsid dengan 162 kapsomer, tiap-tiap kapsomer terdiri dari protein. Tegumen terdapat di luar nukleokapsid merupakan lapisan amorpis dengan struktur yang fibrous. Tegumen ini berada diantara nukleokapsid dan envelope. Di luar permukaan envelope mengandung banyak spike yang terdiri dari glikoprotein (Thomson et al, 2004).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
EBV dapat berbentuk linear pada virion yang matur dan bentuk episomal sirkuler pada sel yang terinfeksi secara laten. Waktu EBV menginfeksi sel, maka DNA sel akan menjadi bentuk episome sirkuler dengan sejumlah pengulangan pada terminal, tergantung dari jumlah pengulangan terminal dalam gen induk. Jika infeksi meluas, maka terjadi infeksi laten tetapi tidak terjadi replikasi (Abdelmajid et al, 2005).
2.6. Gambaran Infeksi Virus Epstein-Barr EBV menginfeksi hanya dua bagian tipe sel utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel darah putih jenis sel limfosit B. Infeksi EBV pertama berkembang di dalam kelenjar saliva. Jumlah virus yang banyak dilepas di dalam saliva, dan dapat menyebar dari satu orang ke yang lainnya. Infeksi di dalam sel B mengakibatkan virus berproliferasi. Proses proliferasi sel virus ini dikontrol oleh sistem imun sel T sitotoksik (CTL). Ini dapat
mengakibatkan infeksi
mononukleosis (IM) yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Jika respon imun bekerja tidak baik, maka pada individu yang terinfeksi dengan EBV ini merupakan resiko untuk terbentuknya sel kanker (Margaret, 2001).
A. Siklus Hidup EBV Pengetahuan mengenai siklus hidup EBV penting untuk lebih mengerti dan mengetahui gejala klinis serta diagnostik EBV. Setelah masuk ke dalam tubuh melalui kontak saliva virus epsteinbarr akan menginfeksi sel B dan akan mengaktifkan sel B, virus akan mengalami proliferasi dan dapat mempertahankan
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
hidupnya di dalam sel B. EBV seperti golongan virus herpes lainnya menghasilkan infeksi yang lisis dan juga dapat menetap di dalam tubuh yang terinfeksi dengan menginfeksi secara laten (Damania B,2004). (gambar 1).
Gambar 2.2 . Siklus EBV (dikutip Eleni-Kyriaki, 2004) 1. Infeksi laten Infeksi berasal dari kontak saliva, di mana EBV akan menginfeksi sel limfosit B dan akan menghasilkan sejumlah protein laten yaitu EBNA-1, EBNA-2, EBNA-3 dan tiga protein membrane yaitu LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B (Paul, 2001).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Infeksi EBV pada sel B dimulai dengan penyerangan virus membran dengan 350/220 bp yang mengandung glikoprotein terhadap komplemen reseptor (molekul CD21) limfosit. Sebagai ko-reseptor masuknya EBV ke dalam sel B adalah Major Histocompatibility Complex (MHC) molekul kelas II. Setelah penyerangan ini kompleks CD21 menjadi cross link, mentrigger sinyal aktivasi yang diduga untuk mempersiapkan sel yang terinfeksi EBV. EBV yang berikatan dengan CD21 segera mengaktifkan tirosin kinase lck dan memobilisasi kalsium. Hal ini akan diikuti oleh meningkatnya sintesis dari mRNA, pembentukan sel blast, adhesi sel homotypik dan ekspresi CD23 ke permukaan sel limfosit kemudian akan dihasilkan interleukin (IL)–6. Genom virus kemudian menjadi tidak mempunyai penutup (uncoating) dan akan menuju nukleus yang merupakan tempat virus bersirkulasi. Sirkulasi dan ekspresi dari W promoter memulai cascade untuk mengekspresikan protein EBNA dan dua protein membran laten (LMP). Christian et al 2000 menyatakan bahwa gen virus yang diekspresikan ini untuk mempertahankan genom virus tetap hidup di dalam sel limfosit B dan di dalam sel limfosit B virus epsteinbarr dapat hidup secara laten untuk kelangsungan hidupnya (latensi II) dan juga dapat hidup secara persisten (latensi I).
B. Protein laten EBV dan fungsinya Infeksi khronik EBV di dalam limfosit B secara reguler akan meningkat secara sepontan sesuai dengan pertumbuhan transformasi dari EBV, hal ini
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
bertujuan untuk memperoleh sel-sel yang bertahan hidup terus menerus secara in vitro yang disebut dengan lymfoblastoid cell lines (Paul, 2001). Setiap sel di dalam LCL akan membawa kopi yang multiple dari ekstra khromosom virus DNA yang sirkuler (episome) dan menghasilkan protein laten, termasuk antigen nuklear (EBNA) yang terdiri dari EBNA-1, 2 , 3A dan 3C dan protein membran laten (LMP-1, 2A dan 2B). Di dalam sel limfosit, EBV mengadakan proliferasi (laten III) dan dapat hidup secara persisten (Toni et al, 2004).
1. EBNA-1 EBNA-1 merupakan suatu protein yang berikatan dengan DNA yang dibutuhkan untuk proses proliferasi dan mempertahankan genom EBV yang episome, fungsi ini dicapai melalui pengikatan EBNA-1 dengan Orip (plasmid origin) replikasi virus. EBNA-1 mengandung 641 asam amino, dengan pengulangan untaian protein glisin – glisin – alanin (Gly – Gly – Ala). Pengulangan ini merupakan
cis acting inhibitor dari MHC klas I sehingga
keberadaannya akan terbatas dan akan muncul fungsi inhibisi processing antigen melalui jalur ubiquitin– proteasom. Dengan adanya EBNA-1 ini mengakibatkan CD8 inefektif sebagai respons CD+8 - T cells yang terjadi terhadap target sel (Thomson, 2004).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Gambar 2.3 . EBNA-1 (dikutip dari Bochkarev et al)
2. EBNA-2 EBNA-2 merupakan suatu koaktivator transkripsi yang mengkordinasi ekspresi gen virus dalam infeksi latensi III dan juga sebagai transaktivasi pada gen sel yang memainkan pengaturan dalam mempertahankan virus epsteinbarr dalam sel. EBNA-2 merupakan protein laten yang dideteksi setelah terinfeksi dengan virus epstein-barr. EBNA-2 secara primer mengatur ekspresi virus dan gen sel yaitu CD23 (marker yang terdapat pada permukaan sel B setelah aktivasi sel B), c-myc
(proto-oncogen sel) dan EBNA C promoter virus. Regulasi ini dicapai
tidak dengan pengikatan DNA secara langsung tetapi oleh pengikatan faktor transkripsi lainnya (Cp berikatan dengan faktor I), yang akan membawa transkripsi yang kuat pada domain EBNA-2 mendekati promoter C (Cp). Efek dari aktivasi transkripsi EBNA-2 tidak dibatasi oleh interaksi dengan Cp berikatan faktor I. Pengikatan Cp dengan faktor II meningkatkan kemampuan dalam menurunkan konsentrasi EBNA-2 terhadap transaktivasi Cp. EBNA-2 juga akan
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
berinteraksi dengan faktor transkripsi lainnya termasuk
jalur sinyal notch
(Thomson, 2004).
3. EBNA-3A, 3B dan 3C EBNA-3A, 3B dan 3C merupakan regulator transkripsi, dimana EBNA-3A dan 3C penting sebagai transformasi dalam sel B. Ketiga EBNA ini berinteraksi dengan Cp yang berikatan dengan faktor I. Cp berikatan dengan faktor I termasuk jalur sinyal notch dan mengekspresikan secara berlebih notch protein yang diobservasi di dalam sel T pada kasus keganasan (Thomson, 2004). 4. LMP – 1 LMP-1 salah satu antigen dari EBV yang diekspresikan pada fase laten dari EBV. LMP–1 merupakan protein membran integral dengan enam segmen hidrofobik, mempunyai gugus COOH terminal di dalam sitoplasma. Ada empat jalur sinyal yang diindikasikan sebagai fungsi dari LMP-1 yaitu NF–kB, JNK/AP-1, p38/MAPK dan JAK/STAT. Di dalam gugus C terminal dari LMP-1 mempunyai dua daerah yang aktif, disebut CTAR 1 dan CTAR 2 (C-terminal activating region 1 dan 2). CTAR 1 berlokasi di daerah proksimal dari membran (asam amino 186 – 231) dan penting sebagai mediator EBV untuk transformasi primer di dalam sel B. CTAR2 (asam amino 351–386) berlokasi di daerah ekstrim C terminal dari LMP-1 dan dibutuhkan untuk pertumbuhan EBV di dalam sel dalam waktu yang lama.(Xu Jingwu et al, 2000). LMP-1 mempunyai kemampuan dalam menginduksi EGFR merupakan suatu reseptor tyrosine kinase yang dijumpai di permukaan sel. Aktivasi dari EGFR ini dapat mengakibatkan
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
terbentuknya sel kanker karena dapat mencegah kematian dari sel (apoptosis) (Curran, 2001). Aktivasi dari transkripsi faktor NF-kB (nukleus faktor) merupakan indikasi pertama yang penting bagi penyimpangan sinyal sel dari LMP-1. CTAR 1 dan CTAR 2 dapat mengaktifkan NF-kB secara independen. Sekitar 70-80% dari CTAR 2 dari
LMP-1 merupakan mediator yang mengaktifkan NF-kB melalui
interaksinya dengan Tumor Nekrosis Factor Reseptor (TNFR) associated death domain protein (TRADD). Sedangkan sisanya 20-30% dari LMP-1 sebagai mediator aktivasi NF-kB dicapai melalui CTAR 1 dengan interaksi dengan beberapa TNFR associated factor
(TRAFs) (Damania, 2004). LMP-1
mengaktifkan JNK (c-Jun N terminal kinase) cascade yang dikenal juga sebagai stress aktivasi protein kinase (SAPK) cascade melalui CTAR 2, di mana aktivasi jalur p38/MAPK di mediator oleh CTAR1 dan CTAR 2. Pengulangan yang mengandung prolin dengan 33 bp C terminal dari LMP-1 bersama dengan pengulangan dengan sekitarnya merupakan mediator yang mengaktifkan janus kinase 3 (JAK3). LMP-1 secara langsung berhubungan dengan terjadinya oncogenesis karena LMP–1 mempunyai kemampuan menginhibisi terjadinya apoptosis dan dapat meningkatkan konsentrasi Bcl2 (Munz et al, 2000).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Gambar 2.4. LMP-1 (dikutip dari Damania, 2004)
5. LMP–2A dan LMP–2B LMP-2 terdri atas LMP–2A dan LMP–2B. Struktur LMP-2A dan 2B mirip, keduanya mempunyai 12 domain transmembran dan 27 asam amino sitoplasma pada gugus C terminal. LMP-2A mempunyai 119 asam amino pada gugus N terminal di dalam sitoplasma. LMP–2A dikode di dalam exon 1, tapi LMP–2B tidak. Gugus NH2 terminal LMP-2A berada di dalam sitoplasmik dan mengandung immunoreseptor tirosin. LMP–2 ini merupakan modifikasi EBV di dalam perkembangan sel B untuk mempertahankan latensi EBV di dalam sumsum tulang. LMP-2A dan 2B penting sebagai transformasi sel B (Thomson, 2004). Gugus terminal NH2 pada domain sitoplasma dari LMP-2A mengandung delapan residu tirosin, tiga sebagai mediator yang berhubungan dengan Src family
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
protein tirosine kinase (PTKs) sama dengan Syk, keduanya merupakan mediator penting sebagai sinyal transduksi untuk BCR. Hubungan LMP-2A dengan tirosin kinase ini penting untuk menghambat BCR yang menstimulasi mobilisasi kalsium, fosforilasi tirosin dan aktivasi infeksi lisis dari EBV di dalam sel B. Ekspresi LMP-2A mengakibatkan perubahan perkembangan sel B, yang diikuti oleh sinyal BCR yang negative pada sel B untuk keluar sumsum tulang dan bertahan hidup di dalam organ limfoid perifer. LMP-2A mempertahankan latensi dari virus dengan mencegah aktivasi BCR yang normal, yang merupakan awal dari replikasi lisis virus, dan ini merupakan jalur untuk menopang hidup didalam infeksi sel B yang laten (Damania, 2004).
Gambar 2.5. LMP-2A (dikutip dari Damania, 2004)
2. Infeksi lisis
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Di dalam sel limfosit B, setelah EBV berikatan dengan reseptor CD21, maka EBV akan masuk ke dalam sel host dan akan mengalami penetrasi secara komplit. Virus akan keluar dari sel yang mati dan akan menginfeksi sel yang lain. Di dalam sel tersebut virus mengalami replikasi dan akan dihasilkan genom virus dengan double strand yang linear, di mana sebelumnya genom virus berbentuk sirkuler. Fase lisis ini ditandai oleh ekspresi dari transkripsi protein virus yaitu salah satunya adalah viral capsid antigen (Damania, 2004).
2.7. Hubungan Infeksi Virus Epstein-Barr dengan Karsinoma Nasofaring Walaupun telah diketahui adanya hubungan yang erat antara infeksi virus Epsteinbarr dengan karsinoma nasofaring tetapi mekanisme hubungan ini sampai saat ini belum jelas diketahui. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa virus epsteinbarr sebagai faktor penyebab, dimungkinkan karena kepekaan seseorang atau adanya interaksi antara faktor lingkungan, genetik dan faktor lainnya yang bekerja secara harmonis dan bersifat sinergis sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring. Hubungan antara infeksi virus epsteinbarr dengan karsinoma nasofaring diperkuat dengan meningkatnya konsentrasi antibodi anti EBV pada pasien karsinoma nasofaring jenis IgG terhadap kapsid antigen dan antigen awal (Early antigen). Juga terjadi peningkatan antibodi anti EBV jenis IgA terhadap kapsid antigen dan antigen awal (Hwee-Ming et al, 1991). Pada serum penderita karsinoma nasofaring didapat reaksi IgG/IgA yang kuat terhadap produk-produk gen laten (EBNA-1) maupun EA (Early Antigen) atau VCA. Secara umum,
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
setelah terjadi infeksi primer terhadap virus epsteinbarr pada suatu individu maka sejumlah antibodi terhadap antigen virus diproduksi oleh tubuh (Servi et al, 2005). Dari hasil hampir semua penelitian menyebutkan bahwa karsinoma nasofaring berhubungan dengan infeksi virus ebstein-barr yaitu karsinoma nasofaring tipe 2 dan tipe 3 menurut pembagian dari WHO (Krisna, 2004). Pertumbuhan sel menjadi ganas secara umum dapat dipengaruhi dan dicetuskan oleh banyak faktor sepert virus, gen, bahan kimia dan faktor fisika. Secara garis besar antigen tumor dalam kasus keganasan yang diinduksi oleh virus DNA dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu antigen virus spesifik adalah antigen yang timbul dari badan atau bagian dari virus itu sendiri dan antigen bentuk baru (newly formed antigen) adalah antigen yang merupakan hasil interaksi antara sifat virus dan sel tuan rumah (host). Menurut sifat biologi virus penyebab tumor dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu virus DNA dan virus RNA. Akibat infeksi virus DNA dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : infeksi virus DNA tersebut terhadap sel yang bersesuaian akan menyebabkan kematian sel tersebut dan menyebabkan replikasi virus secara utuh, sedangkan infeksi virus terhadap sel yang tidak bersesuaian akan menyebabkan dua kemungkinan yaitu kematian dari virus sehingga sel kembali normal atau terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus akan menyebabkan perubahan sifat sel, perubahan metabolisme sel, pertambahan laju pertumbuhan sel, pembentukan antigen baru yang sifatnya berasal dari virus karena DNA virus berinteraksi dengan DNA sel sehingga terjadi transformasi sel menjadi ganas. Hal ini diketahui dari beberapa literatur bahwa
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
pada karsinoma nasofaring dihasilkan agent-agent yang merupakan anti apoptosis, sehingga mencegah kematian sel dan mengakibatkan sel menjadi kanker (James,2003)
2.8. Epidemiologi Infeksi Virus Epstein-Barr Infeksi virus Epsteinbarr terhadap manusia mengakibatkan virus akan tetap bertahan di dalam tubuh yang terinfeksi dan tidak menimbulkan sakit. Infeksi virus Epsteinbarr hampir terjadi kira-kira 90% populasi di dunia. .Biasanya infeksi dari EBV ini sudah terjadi pada masa kanak-kanak. Penyebaran terutama melalui transfer saliva, dan biasanya bila menimbulkan gejala dapat sembuh dengan sendiri EBV-1 dan EBV-2 berbeda di dalam distribusi geografis. EBV-1 lebih sering menginfeksi populasi. Biasanya EBV-2 mendekati prevalensi EBV-1 di New Guinea, di daerah equator Afrika. Endemik Burkitt’s lymphoma yang terjadi di equator Afrika disebabkan oleh EBV-2. Di Taiwan terjadinya karsinoma nasofaring disebabkan 85% oleh EBV-1. Pasien dengan penurunan daya tahan tubuh umumnya dijumpai EBV dengan dua subtype tersebut (Thomson, 2004). Sebagian besar infeksi primer terjadi pada usia awal, penularannya terjadi melalui air susu ibu atau air liur dan asimptomatik. Di negara maju infeksi biasanya terjadi pada usia remaja atau dewasa awal dan pada 50% individu yang terinfeksi timbul gejala klinis yang disebut infeksi mononukleosis (IM). Virus ini berkembang biak di oropharing dan hampir semua individu yang seropositif secara aktif menghasilkan virus di air liurnya. Seperti herpses virus yang lain, setelah infeksi primer EBV menetap selamanya (Damania, 2004).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
2.9. Epidemiologi Karsinoma Nasofaring Karsinoma nasofaring tersebar di seluruh dunia, di mana insidensi tertinggi ditemukan pada etnis China yang tinggal di China Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura (Curran, 2006). Insidensi yang menengah terjadi pada penduduk asli Afrika dan populasi mediteranian, penduduk asli dari Greenland dan Alaska dan suku melayu dari Singapura dan Malaysia. Insiden yang rendah ditemukan pada penduduk Amerika dan kulit putih di Eropa dan Jepang (Fachiroh et al, 2004). Di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah bagian selatan, KNF yang tidak terdifferensiasi
(undiferentiated)
merupakan
tumor
yang
paling
banyak
ditemukan, dengan angka kejadian 6,2 pada laki–laki dan 4,6 pada wanita dengan angka kejadian insidensinya 3,9 per 100.000 per tahun. Di Jogjakarta, karsinoma nasopharing terdiri dari 21,8 % terjadi pada pria dan 7,9 % pada wanita (Fachiroh et al, 2004). Di Medan dilaporkan selama sepuluh tahun (1979-1989) di dapatkan 170 penderita karsinoma nasofaring baru atau 39,6% keganasan di bidang THT, perbandingan laki-laki dan wanita 3:1, umur termuda 10 tahun dan umur tertua 70 tahun. Kasus terbanyak pada umur 40-49 tahun (Simanjuntak, 2002).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Hal yang merupakan resiko timbulnya karsinoma nasofaring 1. Faktor lingkungan Faktor lingkungan non makanan yang diduga berperan dalam terjadinya karsinoma nasofaring adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa (kemenyan), bahan bakar minyak, cat, vernis, bahan bakar kimia lainnya, panas industri, panas solar yang terekspos dari luar. Selain itu juga dapat disebabkan oleh inhalasi berbagai partikel termasuk senyawa formaldehid dan senyawa hidrokarbon aromatik. Kebiasaan merokok aktif maupun pasif dan mengkonsumsi alkohol juga disebutkan dapat mengakibatkan karsinoma nasofaring (Amstrong et al, 2000). 2. Faktor Genetik (Ras dan Keturunan) Banyak para ahli berpendapat bahwa karsinoma nasofaring ini berhubungan dengan faktor genetik (keturunan dan ras). Insidensi karsinoma nasofaring ini tinggi pada orang-orang di China Selatan, baik yang tinggal di negaranya sendiri ataupun yang telah bermigrasi ke berbagai negara lain. Hal ini juga dijumpai pada campuran keturunan China. Insidensi yang tinggi ini diduga bahwa ada faktor genetik yang berperan, di mana pada penderita ini dijumpai adanya assosiasi NPC dengan Histocompability Locus Antigen (HLA) kelas I dan II (Hildesheim et al, 2002). Jadi individu yang memiliki HLA jenis ini bila terinfeksi dengan virus epsteinbarr cendrung mengakibatkan terjadinya karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan secara Cross sectional study
3.2. Tempat dan waktu Penelitian Sampel diambil dari Departemen THT – KL Rumah Sakit Haji Adam Malik. Untuk pemeriksaan serologi EBV dilakukan di Laboratorium Spectrum Medan. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan mulai bulan Februari sampai April 2007. 3.3. Sampel Penelitian : Pada penelitian ini digunakan sampel yang sudah didiagnosa dengan karsinoma nasofaring secara pemeriksaan histopatologi. Serum sampel ini dikumpulkan oleh staf Departemen THT. Sampel yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi Semua penderita yang didiagnosa dengan karsinoma nasofaring secara pemeriksaan histopatologi. Pasien yang dipilih adalah pasien yang berasal dari suku Batak. Adapun yang dimaksud dengan suku Batak di sini adalah Batak Toba, Mandailing, Karo, Dairi, Simalungun dan Nias. Umur pasien yang diambil sebagai sampel di sini tidak dibatasi. Sampel kontrol adalah pasienpasien yang non KNF (atau orang sehat).
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Kriteria ekslusi Penderita nasofaring dalam keadaan hamil.
3.4. Besar sampel : Besar sampel dihitung berdasarkan rumus : n1=n2 (Zα
2 PQ
+ Zβ
P1Q1 + P2Q2
)2
( P1 – P2 )2
Zα = 1,96 Zβ = 0,84 P1 = 0,68
Berdasarkan penelitian sebelumnya Krishna S.M, Serum
P2 = 0,23
EBV DNA as biomarker in Primary Nasopharyngeal Carcinoma of Indian Origin.
P= P1+P2 2 P= 0,45
Q= 1-P
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Q= 0,55
( 1,96
2 . 0,45 . 0,55
+ 0,84
0,68 . 0,32 + 0,23 . 0,77
)2
( 0,68 – 0,23 )2
n1=n2 = 20 jadi berdasarkan perhitungan rumus di atas dibutuhkan sampel untuk penelitian ini minimal 20 sampel.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
3.5. Kerangka kerja
Dugaan karsinoma nasofaring
Histopatologi
(+) karsinoma nasofaring
EBNA-1 (+)
(-) karsinoma nasofaing
EBNA-1 (-)
Non karsinoma nasofaring (kontrol)
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
3.5. Pada penelitian ini variabel bebasnya (independent) adalah infeksi virus Epstein-barr, sedangkan variabel tergantungnya (dependent) adalah karsinoma nasofaring. Pada penelitian ini sebagai parameter untuk mengetahui variabel bebas dilakukan dengan pemeriksaan EBNA-1 di dalam serum pasien karsinoma nasofaring. Pengukuran EBNA-1 ini dinilai positif bila konsentrasinya di dalam plasma pasien > 12 U/ml, sedangkan EBNA-1 dinilai negatif bila konsentrasinya < 8 U/ml. 3.6. Alat-alat dan Bahan 1. Alat : 1. Inkubator general (370C) 2. Lemari pendingin (40C) 3. Satu (1) set mikropipet (1- 1000 ul) 4. Multichannel pipette 5. ELISA washer 6. ELISA – reader
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Reagensia dan kandungannya : 1. EBNA-1 Antigen 2. 14 ml Ig-A enzim konjugat 3. 2 ml Negative kontrol, 1U/ml. 4. 2 ml Larutan Standard5, 10 U/ml. 5. 2 ml Larutan kontrol positif lemah, 50 U/ml 6. 2 ml Larutan kontrol, 150 U/ml. 7. 60 ml sampel diluent 8. 60 ml larutan buffer pencuci (10X). 9. 14 ml Larutan substrat TBM 10. 14 ml Larutan penghenti (Stop solution). 11. Well plate ELISA. Reagensia ini diproduksi oleh Indec. Cat. No : CE – V17A Lot No : EVA – 117.
3.7. Cara kerja : 1. Sampel diencerkan di dalam sampel diluent yaitu : a) dengan cara 10 μl serum dimasukkan ke dalam 1000 μl sampel diluent. b). Kemudaian 100 μl serum yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam mikrotiter dan diaplikasikan per-well ELISA plate. c). Inkubasi selama 1 jam pada suhu ruangan dan ditutup.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
2. Cuci dengan larutan buffer sebanyak tiga kali. Larutan buffer ini diencerkan 10 x dengan cara 90 ml aqua ditambahkan larutan buffer. 3. 100 μl enzim konjugate ditambahkan ke dalam setiap well ELISA plate yang telah dicuci dengan larutan buffer. 4. Inkubasi selama 30 menit. 5. Buang larutan sampel tersebut dengan mencuci memakai larutan buffer. 6.Setelah pencucian tersebut tambahkan 100 μl larutan TMB ke dalam well ELISA plate. 7. Inkubasi plate dalam gelap dan ditutup selama 20 menit. 8. Masukkan 100 μl larutan stop TMB untuk menghentikan reaksi yang terjadi pada well ELISA plate antara antigen dan antibodi. 9.Pembacaan panjang gelombang Intensitas warna diamati dengan pembacaan panjang gelombang 450 nm atau 450/650 pada ELISA- reader.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Gambar 3.1. Sampel yang akan diperiksa.
Gambar 3.2. Well plate ELISA telah berisi sampel .
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
3.8. Analisa Data Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji statistik Chi – Square test, di mana hasil uji statistik bermakna jika p< 0,005, dengan mengunakan program SPSS 10.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini sampel yang diperiksa adalah penderita karsinoma nasofaring pada etnis Batak yang berobat di RSHAM, di mana yang terbanyak diteliti adalah jenis karsinoma nasofaring yang undifferensiasi sebanyak 15 kasus (57,7%), karsinoma sel skuamous keratinisasi sebanyak 8 kasus (30,8%) dan karsinoma nasofaring tanpa keratinisasi sebanyak 3 kasus (11,5%). Pada penelitian ini telah dianalisa sebanyak 26 sampel pasien penderita karsinoma nasofaring dan 20 sampel adalah yang tidak menderita karsinoma nasofaring (atau orang sehat) sebagai kontrol. Pemeriksaan histopatologi terhadap 26 sampel menghasilkan data sebagai berikut : Tabel 4.1. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologis. Histopatologis Karsinoma sel squamous keratinisasi Karsinoma nasofaring tanpa keratinisasi Karsinoma nasofaring undifferensiasi Jumlah
Frekwensi 8
Persentase 30,8
3
11,5
15
57,7
26
100
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
16 14 12 10
SCC NKC UC
8 6 4 2 0
Frek
Grafik 4.1. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologis.
Tabel 4.2. Hubungan konsentrasi EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring EBNA-1 (+) (-) Jumlah p<0,05
Pasien (Persentase) 21 (80,8) 5 (19,2) 26 (100)
Kontrol (Persentase) 0 (0%) 20 (100%) 100%
Dari tabel di atas terlihat bahwa 80,8% sampel karsinoma nasofaring yang diperiksa mempunyai antibodi anti EBNA-1. Sedangkan 19,2% dari sampel ini tidak menunjukkan adanya antibodi anti EBNA-1. Pada pemeriksaan terhadap sampel kontrol yang bukan kasus karsinoma nasofaring ternyata 100% tidak mempunyai antibodi anti EBNA-1. Hasil analisa data di atas dengan mengunakan uji chi-square, didapat hubungan yang sangat bermakna antara karsinoma
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
nasofaring dengan adanya antibodi anti EBNA-1 (p<0,05). Ini berarti bahwa pada penelitian ini infeksi virus epstein-barr menyebabkan karsinoma nasofaring. 25 20 15 KNF
10
Kontrol
5 0
EBNA1(+)
EBNA-1(-)
Grafik 4.2. Hubungan konsentrasi EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring
Tabel 4.3. Hubungan EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring berdasarkan histopatologi
Karsinoma nasofaring tanpa keratinisasi EBNA 1 + Total
Histopatologi Karsinoma nasofaring sel Karsinoma squamous nasofaring keratinisasi undifferensiasi
Total
1
1
3
5
2
7 8
12 15
21 26
3
Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 26 kasus karsinoma nasofaring yang diperiksa, 21 kasus mempunyai antibodi anti EBNA-1, di mana karsinoma
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
nasofaring tanpa keratinisasi dari 3 kasus yang diperiksa, 2 kasus mempunyai antibodi anti EBNA-1, karsinoma nasofaring sel skuamous keratinisasi dari 8 kasus yang diperiksa, 7 kasus mempunyai antibodi anti EBNA-1, sedangkan karsinoma nasofaring yang tidak terdifferensiasi dari 15 kasus yang diperiksa yang mempunyai antibodi anti EBNA-1 adalah 12 kasus. Dari hasil analisis data yang menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p> 0,05 yang berarti tidak ada hubungan EBNA-1 dengan karsinoma nasofaring berdasarkan jenis histopatologi.
12 10 8 SCC NKC UC
6 4 2 0
EBNA- EBNA1(+) 1(-)
Grafik 4.3. Hubungan EBNA-1 dengan
karsinoma nasofaring
berdasarkan histopatologi
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.4. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
FREKWENSI 17 9 26
Persentase 65,4 34,6 100,0
Dari tabel IV menunjukkan bahwa penderita krsinoma nasofaring yang diteliti berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 kasus (65,4%). sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 9 kasus (34,6%) dari 26 kasus yang diperiksa. Dari tabel ini terlihat penderita karsinoma nasofaring lebih banyak terjadi pada lakilaki dibanding perempuan. Sedangkan kontrol yang diperiksa sebanyak 20 sampel, di mana 10 orang berjenis kelamin perempuan dan 10 orang berjenis kelamin laki-laki
18 16 14 12 10 8
Laki-laki Perempuan
6 4 2 0 Frekwensi
Grafik 4.4. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Tabel 4.5. Distribusi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur dan jenis kelamin GOLONGA N UMUR (TH) 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 Jumlah
PRIA
WANITA
JUMLAH
PERSENTASE
4 4 3 2 2 17
4 4 0 1 0 9
8 8 3 3 2 26
30,76 30,76 11,53 11,53 7,69 100
Dari hasil penelitian ini dijumpai 2 orang laki-laki menderita karsinoma nasofaring pada usia 70 tahun di mana ini merupakan usia paling tua yang diperiksa pada penelitian ini, sedangkan usia termuda yang diperiksa pada penelitian ini adalah 34 tahun. Sampel kontrol yang diperiksa pada penelitian ini usia termuda 23 tahun dan usia tertua adalah 71 tahun. Berdasarkan atas tabel di atas di dapati bahwa penderita karsinoma nasofaring dapat terjadi pada usia muda dan juga pada usia yang tua.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini sebanyak 21 kasus (80,8%) pemeriksaan EBNA-1 menunjukkan nilai yang positif dari 26 kasus yang diperiksa. Distribusi dari pemeriksaan karsinoma nasofaring tersebut adalah bahwa pada karsinoma nasofaring yang undifferensiasi dijumpai 12 kasus (57,14% ) mempunyai antibodi anti
EBNA-1 dari 15 kasus yang diperiksa. Pada karsinoma sel squamous
dijumpai 7 kasus (33,33%) mempunyai EBNA-1 yang positif dari 8 kasus yang diperiksa, sedangkan dari 3 kasus karsinoma keratinisasi menunjukkan 2 kasus (9,52%) yang antibodi anti EBNA-1 nya. Pemeriksaan terhadap 20 sampel kontrol menghasilkan 100% tidak mempunyai antibodi anti EBNA-1. Dengan uji statistik Chi-Square terhadap data-data di atas diperoleh nilai p<0,005, berarti pada populasi yang diteliti dijumpai hubungan yang bermakna antara antibodi anti EBV (EBNA-1) dengan karsinoma nasofaring tersebut. Hal ini sebagaimana telah kita ketahui bahwa infeksi virus epstein-barr merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya karsinoma nasofaring, di mana umumnya infeksi virus epstein-barr ini sudah terjadi sewaktu masa anak-anak. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. Infeksi virus epstein-barr di limfosit dimulai dengan penyerangan virus dengan komplemen reseptor (molekul CD21) pada membran sel yang mengakibatkan terbentuknya genom virus yang baru (uncoating). Kemudian genom virus tersbut akan menuju nukleus. Kemudian genom virus menghasilkan berbagai protein yang akan meninggalkan nukleus dan akan
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
bersirkulasi. Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau
virus epstein- barr yang
meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker. (James, 2003). Di samping itu dengan adanya faktor kebiasaan sering mengkomsumsi makanan yang diasinkan, peranan lingkungan seperti debu, asap rokok, uap zat kimia dan juga faktor gen merupakan faktor resiko untuk terjadinya karsinoma nasofaring (Zachreni et al 2002) Hasil penelitian ini sejalan/sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Krisna terhadap karsinoma nasofaring, di mana dijumpai 20 kasus (69%) dari 29 kasus yang diperiksa menunjukkan adanya virus epstein-barr di dalam jaringan penderita dengan pemeriksaan PCR dan dijumpai 15 dari 20 kasus yang diperiksa dijumpai adanya antibodi anti EBNA-1 di dalam serum penderita tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zachreni juga dijumpai adanya hubungan Virus Epstein-barr dengan karsinoma nasofaring, di mana pada penelitiannya dijumpai sebanyak 56,66% jaringan penderita karsinoma nasofaring terdapat virus Epstein-barr yang diperiksa secara immunohistokimia. Dengan demikian hasil penelitian ini menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yaitu terdapat hubungan yang erat dan bermakna antara infeksi virus Epsteinbarr dengan timbulnya karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Fachiroh dkk (2004) menyebutkan bahwa karsinoma nasofaring yang tidak terdifferensiasi 100% berhubungan dengan infeksi virus epstein-barr, tetapi pada penelitian ini, karsinoma nasofaring yang tidak terdifferensiasi ada yang tidak dijumpai keberadaan EBNA-1 di dalam serum plasma. Pada penelitian ini didapati penderita karsinoma nasofaring pada kelompok 30- 39 dan 40 - 49 sebanyak 30,76% , kelompok umur 50 – 59 dan 60 – 69 sebanyak 11,53% sedangkan kelompok umur 70 – 79 sebanyak 7,69%, pada penelitian ini dijumpai umur yang termuda pada usia 34 tahun sedangkan umur yang tertua dijumpai pada usia 79 tahun. Penelitian Zachreni (1999) terhadap penderita karsinoma nasofaring, penderita terbanyak pada usia 50-59 tahun (40%). Lutan di Medan (1979) usia termuda dijumpai adalah 10 tahun dan tertua pada usia 79 tahun. Penelitian Adenan (1994) di Medan umur termuda 13 tahun sedang tertua pada usia 76 tahun (Adnan,1996), juga pernah dilaporkan di Semarang usia termuda terkena karsinoma nasofaring adalah usia 4 tahun , di Jakarta dilaporkan usia termuda 8 tahun, Palembang dan Bandung pada usia 13 tahun (Djojodiharjo,1986). Jadi ternyata usia seseorang tidak menentukan kapan kemungkinan untuk menderita karsinoma nasofaring. Perbandingan laki-laki dan perempuan pada penelitian ini dijumpai sebanyak 17 (65,4%) kasus karsinoma adalah berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan dijumpai sebanyak 9 (34,6%) ksus. Perbandingan pria dan wanita pada penelitian Lutan (1979) di Medan mendapatkan 3:1, Sastrowijoto (1994) di Yogyakarta 2:1, Knight (1988) di Amerika Selatan 3:1. Semua
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
penelitian menyebutkan bahwa penderita karsinoma nasofaring lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Dijumpai adanya hubungan yang bermakna antara antibodi anti Epsteinbarr virus (EBNA-1) dengan karsinoma nasofaring pada pasien etnis Batak.
2.
Gambaran histopatologi yang diteliti pada penelitian ini yang terbanyak adalah karsinoma nasofaring yang undifferensiasi (57,7%).
3.
Karsinoma nasofaring pada penelitian ini terbanyak pada usia 30-49 tahun.
4.
Tidak dijumpai adanya hubungan yang bermakna keberadaan EBNA-1 dengan histopatologi karsinoma nasofaring.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Saran 1. Meskipun sudah signifikan bahwa infeksi virus epstein-barr sebagai penyebab karsinoma nasofaring tetapi perlu dilakukan pemeriksaan lagi untuk mengetahui penyebab pasti bahwa infeksi virus epstein-barr mengakibatkan karsinoma nasofaring dengan melakukan pemeriksaan PCR atau dengan binatang percobaan. 2. Semua
pasien
yang
diduga
karsinoma
nasofaring
dilakukan
pemeriksaan EBNA-1, karena dapat membantu menguatkan diagnosa karsinoma nasofaring, di mana ini berguna untuk mengetahui bahwa karsinoma tersebut disebabkan oleh virus epsteinbarr atau karena penyebab yang lain.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
KEPUSTAKAAN Adnan A,1996, Beberapa Aspek karsinoma nasofaring bag. THT FK USU RSUP.H.Adam Malik Medan,Tesis. Allan hildesheim et al,2002, Association of HLA Class I and II Alleles and Extended Haplotypes With Nasopharyngeal Carcinoma in Taiwan . JNCI Cancer Sperctrum, vol.94, No.23, 1780-1789. Armstrong R.W., Imrey P.B., Lyc M.S., Armstrong M.J., Yu M.C., Sani S., 2000, Nasopharyngeal carcinoma in Malaysian Chinese: occupational exposures to particles, formaldhyde and heat. International Journal of Epidemiology.29:991-8. Asroel H.A,2002, Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring, Fakultas Kedokteran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga. Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library. Bouvier G., Hergenhahn M., Polack A., Bornkamm G.W., 1995, The G.de and Bartsch H, Characterization of macromolecular lignins as Epstein – Barr virus inducer in foodstuff associated with nasopharyngeal carcinoma risk.. 16: 1879-1885 Bochkarev et al, 1996 Se muestra la estructura cristalina del EBNA1 unida al ADN. La región azul representa la parte central de la proteína, con los anillos dorados que representan las regiones adyacentes heleicodales alfa , que también contactan con el ADN. Cell 84:791 Bambang S.S. 1997, Asean Otorhinolaryngology- Head and Neck Surgery Journal Vol.1 No.1..W.H.O classification of the nasopharyngeal carcinoma in North Central Java. Beasley
Chan
P.In Scott Brown’s Otolaryngology Basic science1978,5 th Ed.Butterworth, London, Boston, Dublin, Singapora, Sidney, Toronto, Melborne, ,245-271, Anatomy of the pharynx and oesophagus. A.T.C., Teo P.M.L., Johnson P.J., 2002, Nasopharyngeal carcinoma. Annals of Oncology 13: 1007-1015.
Curran .A, Laverty F.S, Campbell D, Macdiarmid J and Wilson J.B. 2006 Damania, B. 2004. Human Gammanherpesviruses: EBV and HHV-8. Fields Virology, 4th edition, Chapters 74,75 and 82. Nature Rev Microbiol 2:656
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Djojodiharjo B, 1986, Karsinoma Nasofaring Pada Anak. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah, Konas VIII Perhati, Ujung Pandang, 6-9 Juli, hal. 110115 Fachiroh J., Schouten T., Hariwiyanto B., Paramita D.K., Harijadi A., Haryana S.M., Ng. Mun.H., and Middeldorp J.M. 2004. Molecular Diversity of Epstein-Barr Virus IgG and IgA antibody Responses in Nasopharyngeal carcinoma: a comparison of Indonesian, Chinese, and European Subjects.JID. 190 : 53-62 Gulley .M.L. 2001 Molecular Diagnosis of Epstein-Barr Virus Related Diseases. Journal of Molecular Diagnostics,; 3 (1). Henle, G. and Henle, W. Epstein Barr virus specific IgA serum antibodies as an outstanding feature of nasopharyngeal carcinomal. Int J cancer 17: 1, 1976. Infectious mononucleosis and Epstein–Barr virus,2004 Eleni-Kyriaki. Reviews in Molecular Medicine ; http:// www.expertreviews.org. Huang D.P., Ho, J.H., Henle, W and Henle, G. Demonstration of Epstein-Barr Virus associated nuclear antigen in nasopharyngeal carcinoma from fresh biopsies. Int. J Cancer 14: 580, 1974. James D.Watson,et al, Molecular Biology of The Gene,fourth edition. Some DNA Repair Enzymes Recognize and Reverse Specific Products of DNA Damage : Photolyase and 06- Methylguanine Methyltrasnferase, page 346. Krishna S.M., James S, Kattoor J and Balaram P, 2004. Serum EBV DNA as a Biomarker in Primary Nasopharyngeal Carcinoma of Indian Origin. Jpn J Clin Oncol. 34 (6) : 307-311 Longnecker, 1998 R Pathogenesis of Epstein-Barr virus. In Human Tumor Viruses. (McCance, D., ed),pp. 133 – 174, ASM Press . Lutan R. Blood- Groups and Nasopharyngeal Carcinoma, Departement of otolarynglogy North Sumatra University School of Medicine Dr. Pirngadi Hospital, Medan – Indonesia, 1988. Lukito J.S., Patologi karsinoma nasofaring, Majalah Kedokteran Nusantara, Vol.XXXIV, No.2-3, FK USU Medan, Juli- September,1994, 606-611. Li P, Ai P, Chen L, Yang Y,Li Z, Zhang H. Analysis on clinical data of 677 death cases with nasopharyngeal carcinoma. Lin Chuang Er Bi Yan Hou Ke Za zhi, 2002, Vol.16 (1): 15-6
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Ming Cheng H., Ting Foong Y., Kook Sam C., Prasad U and Dillner J., 1991Epstein-Barr Virus Nuclear Antigen 1 Linear Epitopes That Are Reactive with Immunglobulin A (IgA) or IgG in Sera from Nasopharyngeal Carcinoma Patients or from Healthy Donors.Journal of Clinical Microbiology . 29:2180-2186. Myers EN, Suen JY,1989 Cancer of the head and neck. 2nd ed. New York : Churchill Livngstone, h .495-507. Mungerson M.S., Ikeda M., Lev.L., Longnecker R., and Portis T., 2003. Identification of latent membrane protein 2A (LMP2A) specific targets for treatment and eradication of Epstein-Barr virus (EBV) – associated diseases. JAC, 200;, 52: 152-154. Munir D. Beberapa Aspek Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak di medan dan sekitarnya. The Journal Of Medical School University of Sumatera Utara, 2006; Vol.39 (3) : 223 – 226. McKee R.James, Gene Information,Biochemistry, The Molecular Basis of Life, Third Edition, Chapter 18, page. 654. Munz C., Bickham L.K., Subklewe M.,Tsang L.M., Charoudi A., Kurilla G.M., et al . 2000. Human CD4 T lymfocytes Consistently Respond to Latent Epstein-barr Virus Nuclear antigen 1. The Journal of Experimental Medicine 2000 ; 191:1-29. Oberender,H.,Nowak,R., Donvier,B.E., Venka,V., Tetrin,W. and Kankel, N. EBV specific antibodies in patients with nasopharyngeal carcinoma. Laryngorhinologie 68: 181, 1989. Paul G.Murray, Lawrence S. Young, 2003. Epstein-Barr virus infection: basis of malignancy and potential for therapy. Cambridge University Press ISSN, 2001; 1462-3994 Portis T., Ikeda M., Longnecker R., 2004 Epstein-Barr virus LMP2A : regulating cellular ubiquitination processes for maintenance of viral latency?,TRENDS in Immunology vol.8 Ralf D. Hess. 2004. Routine Epstein – Barr Virus Diagnostic from the Laboratory Prespective : Still Challenging after 35 Years. Minireview. JCM 42:3381-3387. Simanjuntak A, 2002, Tesis. Distribusi Golongan Darah Penderita Karsinoma Nasofaring Dan Non Karsinoma Nasofaring Menurut Jenis Kelamin, FK USU, Medan.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Stevens S.J. C, Verkuijlen S.AW.M., Hariwiyanto B., Harijadi, Fachiroh J., Paramita.D.K., et al. , 2005. Diagnostic Value of Measuring Epstein – Barr Virus (EBV) DNA Load and Carcinoma-Specific Viral mRNA in Relation to Anti-EBV Immunoglobulin A (IgA) and IgG Antibody Levels in Blood of Nasopharyngeal Carcinoma Patients in Indonesia. Journal of Clinical Microbiology 43 : 3066-3073. Soetjipto D,1989 Karsinoma nasofaring. Dalam : Tumor telinga, hidung dan tenggorok. Diagnosis dan penatalaksanaan, Balai Penerbit FK UI, Jakarta,71-84. Thomson M.P., Kurzrock R., 2004. Epstein-Barr Virus and Cancer. Clinical Cancer Research 10 : 803-821. Watson D.James et al, 1988. The Genetic Basis of cancer, Molecular Biology of The Gene, Fouth edition, Chapter 26, hal. 1042-1043 Xu J.,Ahmad A, D’Addario M., Knafo L., Jones J.F., Prasad U., Dolcetti R., Vaccher E., Menezes J., 2000 Analysis Significance Anti-Latent Membrane Protein-1 Antibodies in the Sera of Patients with EBVAssociated Diseases. The American Association of Immunologists.. Yang X., Diehl S., Pfeiffer R., Chen C.J., Hsu W.L., Dosemeici M.,et al., 2005. Evaluation of Risk Factors for Nasopharyngeal Carcinoma in HighRisk Nasopharyngeal Carcinoma Families in Taiwan, Cancer Research 14: 900-905. Zachreni I., Delyuzar, 1999,Tesis. Hubungan Virus Epstein Barr dengan Karsinoma Nasofaring secara Immunohistokimia, FK USU, Medan.
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Lampiran 1. Data pasien penderita karsinoma nasofaring yang diperiksa keberadaan EBNA-1 NO
Pasien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
D32 D33 D34 D35 D36 D37 D38 D39 D40 D41 D42 D43 D44 D45 D46 D47 D48 D49 D50 D51 D52 D53 D54 D55 D56 D57
Kadar EBNA-1 (U/ml) 81,9 57,4 40,1 44,9 0 33,3 0 33,6 22,5 64,7 144,4 82,1 57,5 40 33,0 7,9 93,3 0 54,1 20,9 103,7 48,9 45,7 54,1 0 56,7
Jenis NPC
Jenis kelamin
Umur (tahun)
UC UC UC SCC UC UC NKC SCC NKC SCC UC NKC SCC UC UC UC UC UC SCC UC UC UC SCC SCC SCC UC
PR LK PR LK PR LK LK LK LK LK PR PR LK PR LK PR PR LK LK LK LK PR LK LK LK LK
39 34 60 45 43 36 70 60 50 70 38 46 60 45 63 37 40 59 53 35 47 34 42 37 47 57
Catatan : Konsentrasi >12 U/ml : Positive Konsentrasi 8-12 U/ml : boderline Konsentrasi < 8 U/ml : Negative
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Lampiran 2. Data kontrol yang diperiksa keberadaan EBNA-1. No 1
Kontrol K4
Konsentrasi EBNA-1 0
Umur (tahun) 66
Jenis Kelamin Perempuan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
K5 K6 K7 K8 K10 K11 K18 K27 K28 K31 K41 K51 K53 K54 K55 K63 K67 K85 K89
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
59 62 67 71 42 42 43 24 23 45 40 35 37 40 55 31 33 31 63
Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
EBVKEL * KLPK Crosstabulation KLPK kasus EBVKEL
negatif
Count % within KLPK Count % within KLPK Count % within KLPK
positif Total
kontrol 20 100.0% 0 .0% 20 100.0%
5 19.2% 21 80.8% 26 100.0%
Total 25 54.3% 21 45.7% 46 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 29.723b 26.557 37.965
a
df
29.077
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .000 .000 .000
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
.000
.000
46
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.13.
HISTO
Valid
NKC SCC UC Total
Frequency 3 8 15 26
Percent 11.5 30.8 57.7 100.0
Valid Percent 11.5 30.8 57.7 100.0
Cumulative Percent 11.5 42.3 100.0
Descriptive Statistics N EBNA Valid N (listwise)
26 26
Minimum ,0
Maximum 144,4
Mean 46,950
Std. Deviation 34,8355
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008
Lampiran 4
a. 2
Rusdiana: Hubungan anti bodi anti Epstein - Barr - Virus (EBNA-1) Dengan Karsinoma Nasofaring Pada Pasien Etnis Batak Di Medan, 2007. USU e-Repository © 2008