Yayasan Spiritia
No. 6, Mei 2003
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha Kunjungan Penguatan Daerah Semarang Oleh Daniel Yayasan Spiritia melakukan Kunjungan Penguatan Daerah selama 4 hari di Semarang untuk mendukung orang HIV positif dan mendorong terbentuknya kelompok dukungan sebaya orang HIV positif. Serta membangun hubungan dengan semua stake holder dalam mendukung orang HIV positif. Berdasarkan data Desember 2002 Propinsi Jawa Tengah berpenduduk sekitar 30 juta dan di Kota Semarang sekitar 1,3 juta dengan 35 kabupaten dan kotamadya, ada sekitar 143 kasus HIV/AIDS kasus terbesar di Kota dan Kabupaten Semarang 49 odha, Banyumas 20 odha dan Pati 12 odha dan dibeberapa kota lainnya. Jawa Tengah ada sekitar 30 lokalisasi, 1 di Kota Semarang (sekitar 500 Pekerja Seks) dan 2 di Kabupaten Semarang (sekitar 450 Pekerja Seks) serta ada 2 Panti Rehabilitasi Narkoba sebahagian yang besar pengguna putaw jarum suntik. Kami mengunjungi beberapa LSM YSS (Yayasan Sosial Soegijapranata) yang melakukan penjangkauan di kalangan panti pijat dan anak jalanan. LSM Griya ASA PKBI yang menjangkau pekerja seks dan ASA PKBI menjangkau anak usia dibawah 17 tahun yang merupakan remaja sekolah SMP dan SMA. Kami juga melakukan diskusi dengan berbagai lsm lain dan sekitar 10 wartawan dari berbagai media secara bersamaan. Diskusi ini sangat menarik, kelihatan di Semarang sudah cukup banyak lsm yang melakukan kegiatan pencegahan HIV/AIDS. Beberapa juga melakukan VCT tetapi belum ada dibidang dukungan. Semangat teman – teman cukup besar untuk belajar. Seorang pasien AIDS disalah satu rumah sakit di Semarang meninggal beberapa hari yang lalu dan diberitakan di 3 surat kabar dengan foto jelas, identitas lengkap dan berita yang sensasional. Pertemuan dengan berbagai lsm dan
media masa adalah saat yang tepat buat kami untuk membahasnya. Kami mendorong agar teman – teman melakukan advokasi. Kami buat surat klarifikasi kepada ketiga surat kabar dan wakil LSM di Semarang telah bertemu dengan salahsatu media tersebut dan telah memuat hak jawab kami dan menyadari kekeliruannya. Kesempatan wawancara dengan berbagai media kami gunakan untuk membahas peran media dalam memuat pemberitaan dan menyebarkan informasi. Wawancara membawa dampak positif dengan keesokan harinya pemberitaan seputar wawancara dimuat secara positif tanpa melanggar kode etik. Kami melakukan siaran radio interaktif di 3 radio di Semarang. Kesempatan ini kami pikir salah satu langkah efektif dalam menyampaikan informasi dan berbagi pengalaman odha. Kami melakukan pertemuan dengan Kasubdin P3k dan beberapa jajaran dari Dinas Kesehatan Kota. Kami mendapatkan kabar bahwa semua UTD di Jawa Tengah telah melalui proses screening HIV dan dibenarkan oleh Ketua PMI dan Wakil Ketua UTD dan dibeberapa daerah
Daftar Isi Kunjungan Penguatan Daerah Semarang 1 Resistansi HIV terhadap AZT Tidak Tentu Berarti HAART Akan Gagal 2 APN+, Bangkok, Thailand.(29 April – 3 Mei 2003) 2 Nevirapine Generik: Laporan Pengendalian Mutu Menunjukkan Hasil yang Baik 3 TB dan HIV: Sebuah Kombinasi Gawat di Negara Berkembang 4 Anak dengan HIV Lebih Kecil dan Ringan daripada Anak Tidak Terinfeksi dari Ibu HIV-positif 4 Lembaran Informasi Baru 5 Tanya-Jawab 6 Tips untuk Orang dengan HIV no.17 6 Laporan Keuangan Positive Fund 6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
telah menggunakan alat tes ELISA. Kota Semarang ada banyak laboratorium kesehatan yang siap melakukan tes HIV. Hanya sedikit pihak yang siap melakukan VCT di sana. Sero Survylans masih rutin dilakukan oleh Dinkes kota Semarang. Tahun 2003 melakukan survey kepada 978 orang beresiko tinggi dan mendapatkan 12 kasus HIV. Dalam 2 tahun terakhir kasus HIV di PMI mencapai 44 orang. Hanya sayangnya pihak dinkes dan lsm masih berjalan sendiri – sendiri. Kami membahas agar semua kasus HIV temuan dinkes agar diteruskan oleh LSM yang terkait dengan melakukan penyuluhan di daerah tersebut dan melakukan VCT kepada yang bersedia. Ide ini kelihatannya disambut baik. Kami berkunjung ke salah satu Rehabilitasi Narkoba yang dihuni sekitar 50 orang pengguna yang 3/4nya pengguna putaw jarum suntik. Dalam kunjungan ke pelajar dan mahasiswa Papua Binterbusih di Semarang sekitar 50 an orang berdiskusi bersama. Kelompok ini melakukan penyuluhan HIV/AIDS dikalangan orang Papua yang berada di Semarang. Kelompok ini juga ada di Jogja, Surabaya dan Bandung termasuk Jakarta berjumlah sekitar 2000 orang. Selain itu kami juga meeting dengan pihak Dinas Kesehatan Kota, RUSP Semarang, 35 Kepala Puskesmas Semarang dan berbagi pihak lainnya.
Resistansi HIV terhadap AZT Tidak Tentu Berarti HAART Akan Gagal Sebuah penelitian Perancis terhadap pasien terinfeksi HIV dengan mutasi resistan terhadap AZT menunjukkan bahwa pengobatan terus dengan AZT dalam terapi antiretroviral sangat manjur (HAART) dapat menghasilkan tanggapan virologis yang terus-menerus dan tahan lama. Dr. Diane Descamps dari Hopital BichatClaude Bernard di Paris dan rekan-rekan meneliti 155 pasien yang pernah diobati dengan AZT, ddI atau ddC. Semua mempunyai sedikitnya satu mutasi resistan terhadap AZT dan 123 mempunyai dua atau lebih mutasi tersebut. Banyaknya mutasi yang resistan berhubungan dengan lamanya pengobatan antiretroviral sebelumnya. Seperti dilaporkan di Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes terbitan 15
2
Desember 2002, pasien diacak untuk menerima d4T atau AZT plus 3TC dan indinavir. Para peneliti melakukan tes genotipe pada virus dan mengukur viral load pada awal. Kemudian, mereka membagikan tanggapan virologis sebagai tanggapan dini (di bawah 50 tiruan pada 24 minggu). tanggapan lama (di bawah 500 tiruan pada 80 minggu) dan kegagalan (lebih dari 5.000 tiruan). Kegagalan virologis terjadi pada 7 dari 24 pasien, yang digolongkan sebagai peka terhadap AZT dan pada 26 dari 131 pasien yang digolongkan sebagai resistan terhadap AZT. Pada 24 minggu, 74 persen pasien pada kelompok menerima d4T dan 77 persen yang menerima AZT menanggapi pengobatan. Pada 80 minggu, hasil kurang-lebih sama. Pasien di kelompok AZT yang digolongkan sebagai resistan mengalami waktu lebih lama sebelum kegagalan virologis dibanding dengan mereka yang digolongkan sebagai peka terhadap AZT. Kelompok Dr. Descamps menyimpulkan bahwa “walau ada mutasi resistan terhadap AZT...mutasi ini tidak menghindarkan tanggapan yang dini dan tahan lama terhadap pengobatan dengan regimen tiga obat yang manjur pada pasien tersebut.” Para peneliti menekankan bahwa “dampak kepatuhan pada terapi antiretroviral yang manjur menguasai dampak resistansi mutasi terkait AZT.” Sumber: JAIDS 2002;31:464-471. URL: http://www.medscape.com/viewarticle/447065
APN+, Bangkok, Thailand.(29 April – 3 Mei 2003) Oleh : Johanes O.Bayu dan Margaretha(Eta) Kita berdua berangkat tanggal 28 April 2003, pukul 13.00 WIB tiba di Bangkok pukul 16.00 WIB. Pengalaman pertama kita berdua di Bangkok, Thailand. Tidak berbeda jauh dengan Jakarta, penuh dengan kemacetan tetapi teratur lalu-lintasnya. Kita tiba di hotel kemudian registrasi dan kita istirahat. Besoknya kita mulai meeting, o ya Bayu sekamar dengan Edward Low dari Malaysia dan Eta sendirian dikamar karena ada peserta yang tidak
Sahabat Senandika No. 6
hadir…..kebanyakan peserta yang tidak hadir dikarenakan SARS. Kita berdua selama perjalanan pergi atau pulang selalu memakai masker selama di pesawat. Meeting hari pertama dimulai dengan perkenalan dan country report dari masingmasing negara. Malamnya kami berdua kebingungan mencari makan malam tetapi akhirnya kita ditemani dengan Edward jalanjalan mencari makan malam. Pada meeting hari berikutnya dibahas berbagai macam tema antara lain kita membahas Cape Town Report tentang Treatment Preparedness Report juga ada Case Study tentang Thai Buyers Club oleh Greg Grey sebagai Advisor. Sebenarnya akan ada presentasi Human Right Report dari Indonesia akan tetapi wakil dari Indonesia tidak dapat hadir sehingga digantikan oleh Susan Paxton. Juga dibahas tentang masa depan APN+, secara keseluruhan meeting berjalan semi formal, jadi tidak terlalu melelahkan peserta, selain itu ada ice breaker yang dilakukan oleh peserta. Kita berdua kebagian ice breaker pada hari ketiga. Ada juga wakil dari GNP+ yaitu Julian dari London yang juga membicarakan tentang Global Fund. Kita berdua juga banyak bertemu teman dari Jepang yaitu Hiroshi yang merupakan panitia di pertemuan Kobe dan juga wakil dari UNDP, Kaz. Selain itu banyak lagi teman-teman dari berbagai negara seperti Geena, Noel, dan Amara dari Filipina; Rajiv dari Nepal; Kamon dan Rung dari Thailand; Brenton dan Rachel Ong dari Singapura; Bruce dari New Zealand; Tamir dari Mongolia; Heng Sambhat dari Kamboja; juga banyak teman yang lain dari Laos, Korea, Pakistan, dan Vietnam. Pokoknya kita berdua mendapat banyak teman baru. Pada meeting hari terakhir, diadakan pemilihan untuk struktur APN+, dimana Frika terpilih menjadi Co-Chairs bersama Jose dari Taiwan. Frika juga terpilih menjadi GNP Board members bersama Banta dari India. Sekretariat APN+ pindah dari Singapura ke Bangkok. Pada malam ke tiga kita semua diundang oleh Red Cross International (Palang Merah Internasional) di sebuah restaurant terapung alias berada di kapal yang mengelilingi sungai di kota Bangkok, sungguh pengalaman yang tidak terlupakan karena melihat Bangkok di waktu malam sangat indah sekali. Malam terakhir kita semua diajak oleh Greg Grey untuk makan malam sebagai penutupan acara dengan nuansa daerah plus penari adat Thailand yang cantik-
Mei 2003
cantik, Bayu jadi teringat dengan pagelaran sendratari Ramayana di Jogya. Kita berdua sangat terkesan dengan pertemuan tersebut selain banyak teman baru dari berbagai negara juga dapat berpartisipasi pada APN+. Kita berdua pulang ke Indonesia tanggal 04 Mei 2003 pukul 10.00 WIB dan kami berdua membawa banyak pengalaman selama kami mengikuti APN+ Meeting di Bangkok.
Nevirapine Generik: Laporan Pengendalian Mutu Menunjukkan Hasil yang Baik Oleh Keith Alcorn, 13 Februari 2003 Sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh National Institutes of Health di AS dan University of Alabama di Birmingham menunjukkan bahwa sampel nevirapine generik yang dibuat dalam empat bentuk berbeda mengandung tingkat nevirapine yang serupa dengan produk asli, Viramune, yang dibuat oleh Boehringer-Ingelheim. Sampel Triomune (nevirapine digabung dengan d4T dan 3TC) dan Nevimune (nevirapine tunggal) dibuat oleh Cipla, dan Nevirex, dibuat oleh Aurobindo Pharma, dibandingkan dengan sampel Viramune yang diperoleh di Afrika Selatan dan Lithuania. Contoh Viramune diperoleh di negara yang terbatas sumber daya sebagian agar menemukan masalah apa saja berhubungan dengan pembuatan obat palsu, suatu masalah yang umum. Para peneliti menemukan bahwa kandungan tablet 200mg nevirapine rata-rata adalah 197,9mg, variasi di dalam jendela 3 persen plus/ minus yang dianggap diperbolehkan dalam pengendalian mutu farmasi. Tidak ada sampel yang berbeda lebih dari 3,1 persen dari kandungan di etiket. Penemuan ini digambarkan sebagai menyamankan oleh tim peneliti, tetapi mereka mengusulkan dilaksanakan penelitian pengendalian mutu berskala besar sebagai bagian berkala dari program meluaskan akses ke pengobatan antiretroviral, karena beberapa negara dan program pengobatan kemungkinan
3
akan tergantung pada antiretroviral generik. Referensi: Penzak S et al. Quality-control analysis of generic nevirapine formulations in the developing world: an initial report. Tenth Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Boston, abstract 549a, 2003. URL: http://www.aidsmap.com/news/ newsdisplay2.asp?newsId=1906
TB dan HIV: Sebuah Kombinasi Gawat di Negara Berkembang Oleh Brian Boyle, 14 Mei 2003 Tuberkulosis (TB) tetap menjadi masalah kesehatan yang penting di negara berkembang. Walaupun upaya untuk mencegah dan mengobati pasien terinfeksi TB, penyakit ini tetap penyebab kesakitan dan kematian yang penting. Infeksi HIV, yang juga terjadi dengan angka yang tinggi di negara berkembang, sudah ditunjukkan mengakibatkan angka TB aktif yang meningkat, melalui peningkatan pada resiko menjadikannya aktif kembali, atau perjalanan TB yang dipercepat. Pada penelitian yang diterbitkan di jurnal Archives of Internal Medicine, peneliti menilai hubungan antara TB dan HIV, dan peningkatan dalam besarnya masalah TB di negara berkembang. Untuk melakukannya, mereka meninjau kembali data tentang kasus TB yang baru, hasil pengobatan pada kelompok penelitian, survei terhadap infeksi TB, dan prevalensi HIV pada pasien dengan TB dan subkelompok lain. Para peneliti menemukan bahwa diperkirakan ada 8,3 juta kasus TB yang baru pada 2000. Angka TB keseluruhan, dan angka peningkatan tahunan pada jumlah kasus adalah tertinggi di Wilayah WHO Afrika: 290/100.000 orang per tahun dan 6 persen, berturut-turut. Dari kasus TB yang baru pada orang dewasa, 9 persen diakibatkan infeksi HIV, tetapi ini berbeda-beda secara berarti antara wilayah, dengan angka 31 persen di Wilayah WHO Afrika. Diperkirakan ada 1,8 juta kematian akibat TB pada 2000, 12 persen di antaranya diakibatkan HIV. TB adalah penyebab kematian pada 11 persen dari semua kematian akibat AIDS pada orang dewasa. Para penulis menyimpulkan, “Analisis ini melewati penelitian tentang beban TB
4
sebelumnya dengan menggambarkan kecenderungan utama dalam kejadian TB dan dengan mengukur dampak HIV. Di Wilayah WHO Afrika (sebagian besar Afrika subSahara), dampak HIV begitu muncul sehingga angka kejadian TB berhubungan sangat erat dengan prevalensi HIV di antara orang dewasa. Kami menghitung bahwa 31 persen kasus TB pada orang dewasa diakibatkan HIV di seluruh Wilayah WHO Afrika pada 2000... “Sebagian besar keberhasilan baru dalam penanggulangan TB adalah di negara dengan angka infeksi HIV yang rendah misalnya Cina, Peru, dan Vietnam. Namun TB pada pasien terinfeksi HIV dapat diobati dan dicegah. Mencapai penanggulangan TB dalam populasi dengan prevalensi HIV yang tinggi membutuhkan lebih dari pelaksanaan strategi DOTS secara luas. Ada keperluan mendesak untuk melaksanakan sebuah strategi dengan lingkup lebih luas, dengan menyertakan penemuan kasus TB dan pengobatannya yang ditingkatkan, pencegahan HIV, dan identifikasi dan pengobatan TB yang laten pada orang yang terinfeksi bersama dengan HIV dan TB.” Referensi: E Corbett and others. The Growing Burden of Tuberculosis Global Trends and Interactions With the HIV Epidemic. Arch Intern Med. 2003;163:1009-1021. URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/developing/ 051403f.html
Anak dengan HIV Lebih Kecil dan Ringan daripada Anak Tidak Terinfeksi dari Ibu HIV-positif Oleh Michael Carter, 3 Januari 2003 Anak HIV-positif ternyata lebih pendek dan ringan secara bermakna dibandingkan anak yang tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif. Ini menurut penelitian besar Eropa yang diterbitkan di jurnal Pediatrics edisi 1 Januari 2003. Ini penelitian pertama yang memantau pola pertumbuhan anak yang HIV-positif dan negatif dari ibu yang HIV-positif selama jangka waktu yang lama. Penemuan kunci lain penelitian termasuk: anak yang tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif tumbuh dengan angka yang serupa dengan anak dari ibu yang sehat, dan terapi antiretroviral (ART) mendorong pertumbuhan anak yang HIV-positif.
Sahabat Senandika No. 6
European Collaborative Study berjalan sejak 1987, dan pada Oktober 2001 melibatkan 1.587 anak, 187 di antaranya HIV-positif, di 11 pusat di delapan negara. Para peneliti mengamati pola tinggi dan berat badan pada anak terinfeksi dan tidak terinfeksi dari ibu HIV-positif hingga usia sepuluh tahun, dan menyelidiki faktor termasuk penyakit terkait HIV dan ART untuk menilai maknanya. Tinggi dan berat badan diukur waktu lahir, pada usia tiga dan enam bulan, dan seterusnya setiap tiga bulan hingga usia 18 bulan, kemudian setiap enam bulan. Hasil dibandingkan antara anak terinfeksi dan tidak, dan hasil untuk anak tidak terinfeksi juga dibandingkan dengan standar pertumbuhan Inggris 1990. Para peneliti menemukan bahwa, waktu lahir anak yang terinfeksi dan tidak, mempunyai tinggi dan berat badan yang serupa. Namun, dalam tahun pertama perbedaan muncul dalam angka pertumbuhan anak terinfeksi dan tidak. Antara enam dan 12 bulan, anak yang tidak terinfeksi tumbuh 1,6 persen (tinggi) dan 6,2 persen (berat) lebih cepat dibandingkan anak yang terinfeksi. Pada usia tiga dan empat tahun, perbedaan ini meningkat menjadi 10,7 persen dan 10,8 persen, dengan peningkatan yang bahkan lebih jelas antara delapan dan sepuluh tahun, menjadi perbedaan 16 persen pada tingginya dan 44 persen pada berat badan. Pada usia sepuluh tahun, anak yang tidak terinfeksi rata-rata 7,5cm lebih tinggi dan 7kg lebih berat dibandingkan sebayanya yang HIVpositif. Lagi pula, anak yang tidak terinfeksi mempunyai tinggi dan berat badan serupa dengan anak dari ibu yang HIV-negatif. Penggunaan obat profilaksis secara berhasil untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi tampaknya tidak berdampak pada angka pertumbuhan anak yang tidak terinfeksi. Para peneliti juga menemukan bahwa anak yang sakit karena HIV tumbuh dengan angka yang paling rendah. Karena ini, mereka mencatat “infeksi HIV mempengaruhi pertumbuhan, terutama dalam keadaan AIDS.” Pengobatan dengan ART memperbaiki baik tinggi maupun berat badan pada anak HIV-positif, dengan perbaikan yang paling jelas pada anak yang sakit parah. Namun, jumlah peserta dalam hal ini kecil. Dalam pembahasan tentang penelitiannya, para peneliti mengesankan bahwa, dengan perbedaan yang begitu jelas pada pertumbuhan
Mei 2003
antara anak yang terinfeksi dan tidak pada usia sepuluh tahun, anak HIV-positif kemungkinan akan menjadi matang secara seksual lebih telat, dan kemungkinan ini sebaiknya diteliti lebih lanjut. Peneliti memperkirakan bahwa viral load HIV yang tinggi, mungkin meramalkan pertumbuhan yang terkebelakang, dengan penggandaan diri HIV mempengaruhi metabolisme dan memperlambat pertumbuhan. Lagi pula, penyakit disebabkan HIV juga mungkin mempengaruhi pertumbuhan. Walaupun penelitian menemukan hubungan antara pertumbuhan yang lebih baik dan penggunaan ART, para peneliti mencatat bahwa jumlah anak yang diobati dengan obat anti-HIV dalam penelitiannya kecil. Mereka menyimpulkan, “penelitian lebih lanjut dengan lebih banyak anak yang memakai terapi akan membantu menjelaskan hubungan antara terapi kombinasi dan waktu terbaik untuk mulai terapi untuk mengoptimalkan pertumbuhan anak yang terinfeksi HIV.” Referensi: Newell ML et al. Height, weight, and growth in children born to mothers with HIV-1 infection in Europe. Pediatrics 111: 52-60, 2003. URL: http://www.aidsmap.com/news/ newsdisplay2.asp?newsId=1823
Lembaran Informasi Baru Pada Mei 2003, Yayasan Spiritia telah memperbaharui tujuh lembaran informasi untuk Odha, sbb: • Informasi Dasar Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi • Terapi Antiretroviral Lembaran Informasi 422—ddI Lembaran Informasi 423—d4T Lembaran Informasi 424—3TC Lembaran Informasi 431—Nevirapine Lembaran Informasi 444—Nelfinavir • Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 504—Demensia & Masalah Saraf Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:
5
Tanya-Jawab Apa Artinya HAART? T: Mohon maaf, dapatkah Anda menjelaskan sedikit tentang HAART? J: HAART merupakan kependekan dari Highly Active Antiretroviral Therapy, atau terapi antiretroviral yang sangat manjur. Terapi ini dapat menekankan pengembangbiakan atau penggandaan HIV dan perjalanan menuju AIDS. Regimen HAART menggabungkan tiga atau lebih obat antiretroviral dalam kombinasi, biasanya terdiri dari dua analog nukleosida dan satu analog non-nukleosida (NNRTI) dan/atau satu atau lebih protease inhibitor. Terapi ini dibuktikan mengurangi jumlah virus dalam darah menjadi tingkat yang tidak dapat dideteksi, untuk jangka waktu yang cukup lama. Terapi antiretroviral dengan hanya dua obat tidak dianggap HAART. Untuk informasi lebih lanjut mengenai terapi antiretroviral (ART), lihat Lembaran Informasi Yayasan Spiritia 410 dan buku kecil Yayasan Spiritia “Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”
Laporan Keuangan Positive Fund Periode Mei 2003 Saldo awal 1 Mei 2003
6,279,213
Penerimaan di bulan Mei 2003
3,516,250
Total penerimaan
9,795,463
Pengeluaran selama bulan Mei: Item
Jumlah
Pengobatan
559,539
Transportasi
63,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
33,800
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
656,339
Saldo akhir Positive Fund per 31 Mei 9,139,124
Tips untuk Orang dengan HIV no.17 Semua Odha di Indonesia, terutama yang terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba suntikan, sebaiknya melakukan tes untuk mengetahui apakah dirinya juga terinfeksi hepatitis. Hepatitis A, B dan C dapat menular dengan cara sama dengan HIV. Tetapi tidak tentu kita terinfeksi, dan sudah ada vaksin terhadap hepatitis A dan B, yang dapat melindungi kita dari infeksi.
Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail:
[email protected] Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
6
Sahabat Senandika No. 6