Yayasan Spiritia
No. 19, Juni 2004
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Laporan Kegiatan Laporan Penguatan Daerah ke Jambi Oleh: Hertin Setyowati Tim dalam kunjungan ini adalah Daniel dan Hertin di Spiritia, Ginan dari Bandung dan Tuti dari Bengkulu. Kunjungan kami ke Jambi dibantu oleh Yayasan Sikok yang bergerak dibidang kesehatan remaja dan PKBI. Jambi dengan jumlah penduduk 3 juta jiwa, terdiri 1 kotamadya dan 10 kabupaten. Menurut data dinas kesehatan diketahui ada 54 kasus HIV berdasarkan sero survey di Lokalisasi pekerja seks dan panti pijat, juga 2 kasus dari PMI dan 5 kasus AIDS. RSU punya keinginan besar membentuk tim Pokja dan melaksanakan VCT. Salah satu dokter baru saja ikut pelatihan VCT yang difasilitasi dari Depkes di Jakarta. Diskusi kami dengan manajemen, dokter dan perawat cukup menarik, kami membahas tentang pengobatan dan perawatan. 2 teman Odha yang sudah pakai obat akhirnya membagi pengalamannya tentang memakai obat ARV. Pihak RSU sudah pernah menangani 5 pasien AIDS. Komitmen wakil direktur, dokter dan perawat membentuk pokja dan meningkatkan pelayanan pengobatan dan perawatan menjadi awal yang baik. KPAD propinsi/kotamadya dan kabupaten tidak berfungsi. Pertemuan kami dengan KPAD Propinsi batal karena tim KPAD sebetulnya boleh dibilang belum berperan. Kami menggunakan kesempatan talk show di 2 radio, melakukan penyuluhan di lokalisasi yang dihuni sekitar 400 PSK. Penyuluhan di Lapas yang dihuni sekitar 600 orang dan 40% pengguna narkoba. Sayangnya kami hanya diijinkan menyuluh sebahagian kecil dari penghuni lokalisasi dan lapas. 70-80% dari mereka meminta untuk di tes. Ini memang menjadi tantangan buat Yayasan Sikok, mereka berencana akan menindaklanjutinya. Diskusi kami dengan para lsm dan media massa dapat membuka pikiran mereka bahwa HIV/AIDS
masalah yang serius tetapi kelihatannya belum ada rencana yang jelas atas peran mereka selanjutnya. Belum ada 1 lsm pun yang melakukan kegiatan terkait dengan HIV/AIDS selain Yayasan Sikok. Alat tes HIV di PMI hanya ada di Unit Transfusi Darah Kotamadya, sementara di 10 kabupaten lainnya semua darah tidak di screening. Wakil Ketua PMI mengatakan tantangan ini belum terpecahkan. Alat tes HIV di Jambi hanya ada di PMI (rapid test) dan laboratorium kesehatan daerah (elisa dan rapid test), dinas kesehatan propinsi. Ada cukup banyak orang yang ingin melakukan tes di Jambi apakah remaja dampingan Yayasan Sikok, penghuni lapas, atau pekerja seks di lokalisasi. Sayangnya tidak ada fasilitas tes yang tersedia. Kami mendiskusikan hal ini dengan Kadinkes dan Yayasan Sikok, sementara belum ada tempat tes swasta, kami mengusulkan kepada Kadinkes agar reagen test untuk sero survey yang selalu sisa tiap tahun dapat mendukung orang ingin yang tes secara sukarela. Akhirnya disepakati bersama, konseling akan dilakukan oleh yayasan Sikok dan dokter di
Daftar Isi Laporan Kegiatan Laporan Penguatan Daerah ke Jambi Peran Bandung Plus Support terhadap ketersediaan obat ARV di Bandung Malam renungan AIDS Nusantara 2004 di Padang
Peristiwa Kisah Bayi HIV+ yang Menjadi Headline
Pengetahuan adalah Kekuatan Pil dan Perjanjian—Kisah Pribadi dari Uganda
Pojok Info Lembaran Informasi Baru Program Hibah AFAO Internasional Mengundang Permohanan
Tips Tips untuk orang dengan HIV
1 1 2 2
3 3
4 4
5 5 5
5 5
Tanya-Jawab
6
Tanya jawab
6
Positif Fund
6
Laporan Keuangan Positif Fund
6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
RSU, setelah itu darah akan dikirmkan ke Labkesda dengan prinsip VCT. Diskusi kami dengan wakil ketua DPRD pripinsi dan ketua Komisi E serta anggotanya sangat menarik. Mereka sangat tersentuh dan sadar bahwa ternyata mereka punya peran penting. 3 hal penting kami angkat tentang pemberdayaan KPAD dan lsm, alat tes dan obat ARV didukung oleh mereka. Pihak DPRD berjanji akan mendiskusikan segera dengan jajaran dinas kesehatan.
Peran Bandung Plus Support terhadap ketersediaan obat ARV di Bandung Oleh: Anto -Wakil ketua Bandung Plus Support (Bandung Plus Support (BPS) adalah sebuah kelompok dukungan sebaya yang berdiri berdasarkan rasa kesepian dari para Odha yang berlatar belakang IDU, merasa tidak ada wadah untuk bertanya dan berbagi rasa antar sesama. Target sasarannya untuk jangka pendek adalah IDU yang non aktif dan sasaran jangka panjang adalah semua Odha dari berbagai latar belakang. Sekarang BPS beranggotakan 30 Odha dan Ohidha dari berbagai latar belakang.) Tahun 2003 obat ARV belum bisa didapatkan di kota Bandung. Odha di Bandung harus mengambil ARV di Pokdiksus Jakarta sehingga hal ini membuat BPS harus berbuat sesuatu. Pada tahun 2004 obat ARV generik diproduksi oleh Kimia Farma. Namun pada awal peluncuran obat tersebut, Odha di Bandung masih tetap harus mengambil obat ARV ke Pokdiksus sehingga hal ini membuat BPS perlu untuk mengadvokasi pihak-pihak terkait agar ARV dapat tersedia di Bandung karena Kimia Farma (produsen ARV generik) terletak di Bandung dan secara logika harusnya obat itu bisa didapat di Bandung, karena Bandung sudah punya dokter dan rumah sakit yang dapat melayani Odha dan pengobatan ARV. Dengan bekal keberanian untuk berbicara di depan umum, serta mengadvokasi pihak-pihak terkait seperti KPAD dan Dinkes Jabar serta Tim Penanggulangan HIV/AIDS RS Hasan Sadikin Bandung. Akhirnya pada bulan April berkat advokasi yang dilakukan BPS di forum-forum terkait di Jawa Barat bisa mendapatkan ARV di Bandung tepatnya di RSHS (Tim Penanggulangan HIV/AIDS)
2
Malam renungan AIDS Nusantara 2004 di Padang Oleh: Pompi di Cemara PKBI Padang Setiap tahun, Cemara PKBI Sumbar melaksanakan peringatan Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN). Peringatan untuk tahun ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda Propinsi Sumatera Barat, Pemko Padang, Dinas Pariwisata kota Padang, Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar, Harian Umum Singgalang, TVRI Padang, Radio Boss FM dan BKKBN Propinsi Sumatera Barat. Rangkaian acara sudah dimulai sejak tanggal 21 Mei 2004 yaitu penerbitan artikel di media cetak yang bertemakan HIV/AIDS dan Malam Renungan AIDS 2004 selanjutnya ‘nonton bareng’ beberapa film seri “Kupu-kupu Ungu” (Yuni dan Api serta Emilia dan Piano) di Pantai Padang tepatnya di Gelanggang Terbuka Dinas Pariwisata kota Padang. Acara puncak pada tanggal tanggal 29 Mei 2004, merupakan perpaduan antara malam kesenian dan renungan juga dilaksanakan di tempat tersebut. Hal ini dilakukan mengingat Pantai Padang merupakan tempat rekreasi yang sangat digemari oleh warganya bahkan merupakan tujuan wisata bagi warga diluar kota Padang. Satu hal yang sangat berbeda dari MRAN sebelumnya adalah komitmen Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat sepakat merealisasikan VCT di kota Padang yang diungkapkan dalam konferensi pers pada hari Rabu, 25 Mei 2004 di ruang pertemuan PKBI Sumatera Barat. Kedatangan mbak Karni dari Yayasan Spiritia ke Padang merupakan point penting juga dari semua peringatan MRAN ini. Hal ini membuat mata masyarakat Padang terbuka bahwa memang benar persoalan HIV bukan hanya persoalan moral, dosa dan pahala saja. Tetapi merupakan persoalan kita semua. Semau yang hadir bisa menerima bahkan mengajak diskusi intensif setelah sesi ‘talkshow interaktif’ selesai. Satu harapan yang muncul bersamaan dengan pembakaran lilin-lilin kecil diakhir acara, bahwa setelah ini akan ada langkah konkrit dari siapa saja, baik individu, organisasi, institusi pemerintah untuk menanggulangi HIV/AIDS di Sumatera Barat.
Sahabat Senandika No. 19
Peristiwa Kisah Bayi HIV+ yang Menjadi Headline Oleh: Frika Kalau teman-teman membaca di Koran-koran tentang bayi yang terlibat dalam sindikat penjualan bayi ke Singapore itu, kedengarannya memang sangat boombastis. Tapi kalau yang saya dengar sendiri dari Brenda (ibu yang ingin mengadopsi bayi itu), ceritanya lain loh dari cerita yang di korankoran. Jadi ceritanya begini: Brenda (Singaporean) ingin mengadopsi anak, jadi dia melalui perantaranya di Singapore, sebutlah (A). Si A, mengontak perantara di Indonesia (B). B cari-carilah bayi yang bisa dijual. Lalu dibawalah si bayi ini (D) ke S’pore. Brenda sendiri bermaksud untuk mengadopsi D dengan jalan hukum legal yang berlaku. Maka Bayi D yang berusia 3 bulan itu harus melewati tes kesehatan. Waktu bertemu pertama kali, si perantara ini bilang ke Brenda kalau bayi D, mempunyai masalah kesehatan kekurangan sel darah putih, jadi dipikir Brenda dan keluarga, mungkin hanya leukemia, buat mereka itu nggak jadi masalah. Lalu tes HIVnya positif, 2 kali tes hasilnya positif. (Pada waktu itu, yang kami dengar tesnya adalah tes PCR- untuk melihat virus yang ada di darah), jadi biasanya kalau 2 kali tes PCR positif itu artinya dia positif HIV. Lalu menurut undang-undang S’pore, maka bayi D di deportasi. Baliklah dia ke Jakarta, bersama perantara dari Indonesia (B). Brenda, sudah keburu jatuh cinta dengan bayi D, jadi dia tidak sampai hati kalau bayi D sampai di tangan orang yang tidak bertanggung jawab atau Brenda berharap, bayi D bisa di gereja atau di yayasan yang bisa memahami HIV/AIDS. Akhirnya Brenda berkunjung ke Jakarta, dia berusaha mencari tempat yang tepat untuk bayi D. Brenda menghubungi Babe Chris, menceritakan keadaannya, Babe Chris berpikir dan mulai mencari-cari bantuan. Nah, yayasan Pelita Ilmu, mengatakan siap untuk membantu. Lalu Brenda dan Babe Chris merencanakan pertemuan.
Juni 2004
Pertemuan itu untuk mengambil si bayi D ini, supaya bisa ditaruh di YPI. Brenda mengajak perantara B untuk bertemu di YPI, dia tidak mau, takut bertemu banyak orang. Lalu perjanjian di lobby hotel, pada saat itu, perantara B meminta Brenda untuk membayar US$ 2500 untuk membayar semua pengeluarannya. Dalam hati, Brenda tidak mau bayar US$ 2500, kalau dia bayar sebesar itu, bisa berarti Brenda membeli bayi D secara illegal. Tapi melalui telepon, Brenda tidak mengatakan bahwa dia tidak akan memberikan uang itu. Ini strategi untuk memancing perantara B datang ke loby hotel dengan bayinya. Brenda menyiapkan US$300 untuk sekedar upah terima kasih. Nah… Dalam pertemuan ini, Brenda sudah barang tentu tidak mau sendirian, dia ingin ada orang dari yayasan, untuk menjadi saksi. Lantaran Brenda juga berpikir, dia ingin orang yayasan tau siapa dan bagaimana muka perantara B, agar lain kali, perantara B tidak bisa lagi ke YPI untuk mengambil bayi D dengan alasan yang macammacam. Apa yang dilakukan Brenda adalah strategi cari aman. Babe Chris, mencari tahu informasi dari Depsos dan minta bantuan Depsos…(Yang ternyata di Koran-koran, kedengarannya jadi pahlawan pembongkar sindikat). Padahal, kalau Babe Chris tidak menceritakan ke mereka, mereka juga tidak akan tahu. Yang berangkat dari Spiritia: babe Chris, Frika dan Bayu. Ada teman-teman dari YPI, Depsos juga. Gak taunya, orang Depsos ini membawa polisipolisi, menyergap perantara B dan Brenda beserta ibu Brenda, yang mendampinginya saat itu. Langsung dibawa ke kantor polisi. Sekarang perantara-perantara itu ditangkap. Tapi tetap, pahlawan dibalik itu semua yang tidak kedengaran adalah Babe Chris. Terima kasih ya Babe…. Berkatmu, sindikat penjualan bayi ini terungkap.
3
Pengetahuan adalah Kekuatan Pil dan Perjanjian—Kisah Pribadi dari Uganda Oleh Alex Coutinho, TASO Uganda, 27 Maret 2004 Saya pertama kali bertemu dengan HIV pada 1982 saat saya bekerja di Lembaga Kanker Uganda. Pada saat itu, saya tidak sadar bahwa kasus Sarkoma Kaposi yang saya obati sebenarnya terkait dengan HIV. Selama 22 tahun terakhir sebagai dokter dan petugas kesehatan masyarakat, saya sudah merawat ratusan Odha, banyak di antaranya sanak saudara saya atau teman dekat. Saya harus melihatnya meninggal secara pelan dan dengan rasa sangat sakit. Saya tamat fakultas kedokteran dengan antusiasme yang tanpa batas dan idealisme yang tinggi. Saya ingin menyelamatkan dunia dan melayani umat manusia. Saya yakin, saya sebagai dokter dapat menghadapi semua penyakit. Jadi, dengan menghadapi penyakit yang pada saat ini, lambat laun pasti mengakibatkan kematian adalah sulit diterima dan membuat frustrasi. Tahun demi tahun, pasien demi pasien, teman demi teman, dan sembilan sanak saudara lagi, saya merasa saya sudah berperang selama 22 tahun, dengan hanya sedikit kemenangan untuk meningkatkan semangat saya. Selama tiga tahun terakhir sejak menjadi pimpinan The AIDS Service Organization (TASO), saya juga ambil tanggung jawab untuk membantu 30.000 Odha di Uganda yang belum mendapatkan ARV dan yang tergantung pada TASO untuk menyelamatkan jiwanya. Tanggung jawab ini merasa sangat besar, dan menghalangi tidur malam saya. Kedatangan ARV yang terjangkau sepertinya dikirim oleh Tuhan. Akhirnya pasien kami mendapatkan harapan untuk melengkapi strategi hidup positifnya; anaknya dapat bermimpi masa depan bersama dengan orang tuanya; akhirnya petugas layanan kesehatan mempunyai senjata terhadap virus ini.
4
Saya tidak sekadar memandang ARV sebagai pengobatan—obat ini dapat mencegah yatim piatu, kematian, kesengsaraan, stigma, dan diskriminasi. Memang, tidak semuanya dapat segera menerima obat, tetapi untuk mereka yang mendapatkannya, pengobatan ini membuat perbedaan yang sangat besar dan memberi semangat pada pasien lain. Jadi apakah prakarsa “3 pada 5” akan sukses? Apakah program tersebut mencoba melakukan sesuatu yang mustahil? Ini tergantung pada bagaimana kita mengukur keberhasilan. Bila kita mencoba menjangkau rembulan, mungkin kita dapat menyentuh puncak gunung! Pengobatan, terutama ART adalah bagian yang sangat penting dari rangkaian pencegahan infeksi HIV dan mendukung Odha. WHO tidak mempunyai dana untuk membeli obat untuk tiga juta orang, tetapi bersama dengan UNAIDS mempunyai wewenang moral untuk menentukan bahwa hambatan pada pengobatan dapat dikurangi. Secara berlawan asas, tantangan terbesar pada “3 pada 5” dalam beberapa bulan berikut bukan dana untuk obat, melainkan kekurangan kemampuan dalam negara-negara untuk meningkatkan program pengobatan secara cepat, dan juga kadang kala permintaan obat yang kurang karena ketakutan orang dan ketidaktahuannya tentang status HIVnya, yang disebabkan oleh stigma dan diskriminasi. Sebagai orang yang terpengaruh setiap hari oleh HIV, yang setiap hari melihat anak-anak adik perempuan dan laki-laki saya yang menjadi yatim piatu, yang setiap hari mendengar cerita klien TASO, saya hanya dapat mendukung “3 pada 5” dan semuanya yang diwakilinya secara penuh— sebuah pemikiran baru dan desakan baru untuk menghadapi HIV/ADIS. Sumber: The Lancet, Volume 363, Number 9414 URL: http://www.thelancet.com/journal/vol363/iss9414/full/ llan.363.9414.health_and_human_rights.29163.1
Sahabat Senandika No. 19
Pojok Info Lembaran Informasi Baru Pada Juni 2004, Yayasan Spiritia telah menerbit empat lagi lembaran informasi baru untuk Odha, sbb: • Topik Khusus Lembaran Informasi 624—Afte (Seriawan) • Advokasi Lembaran Informasi 811—Kewaspadaan Universal Lembaran Informasi 813—Kerahasiaan dalam Sarana Medis Dengan ini, sudah diterbitkan 84 lembaran informasi dalam seri ini. Juga ada 12 lembaran informasi yang direvisi: • Informasi Dasar Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi • Terapi Antiretroviral Lembaran Informasi 422—ddI Lembaran Informasi 423—d4T • Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 503—Meningitis Kriptokokus Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV) & HIV • Obat untuk Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 530—Azitromisin Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin • Efek Samping Lembaran Informasi 555—Neuropati Perifer Lembaran Informasi 556—Toksisitas Mitokondria • Topik Khusus Lembaran Informasi 617—Terapi Antiretroviral untuk Anak Lembaran Informasi 620—Masalah Kulit • Referensi Lembaran Informasi 900—Daftar Istilah Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses file ini dengan browse ke:
Program Hibah AFAO Internasional Mengundang Permohanan Australian Federation of AIDS Organisations (AFAO) bergembira mengumumkan bahwa permohonan untuk program hibah internasional telah dibuka. Semua informasi tentang program hibah ini, termasuk persyaratan dan formulir permohonan, dapat dilihat di situs web AFAO di http://www.afao.org.au (klik ‘The AFAO International Grants Scheme’ di bawah ‘Whats New’ di sebelah kanan). Siapa yang dapat mengajukan permohonan untuk hibah? Persyaratan Organisasi yang mengajukan permohonan harus memenuhi semua kriteria berikut: • Adalah LSM atau organisasi komunitas lokal • Odha harus terlibat dalam perancangan dan penerapan proyek oleh organisasi • Harus bekerja di Indonesia atau beberapa negara lain di Asia-Pasifik • Batas waktu mengajukan permohonan: 27 Agustus 2004 Ms Alex Turner, International Programs Officer AFAO, akan hadir pada Konferensi AIDS Internasional di Bangkok. Pesan untuk dia tentang program hibah ini dapat dititipkan di Seven Sisters Bar di Global Village. Yayasan Spiritia siap membantu kelompok yang ingin mengajukan permohonan.
Tips... Tips untuk orang dengan HIV Sangat penting untuk Odha yang sudah memakai ARV. Tes Hb dan tes fungsi hati, sebelum memakai ARV , 3 bulan pertama dan rutin 6 bulan sekali. Jika mempunyai sejarah anemia sebaiknya minum tablet tambah darah atau tidak memakai AZT agar tidak memperparah anemia.
Juni 2004
5
Tanya-Jawab
Positif Fund
Tanya jawab
Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia Periode Juni 2004
T: Tes HIV dilakukan dengan sukarela, tidak dipaksa dan kerahasiaannya dijamin. Sebelum tes dilakukan, mereka harus diberi pre dan post konseling terlebih dahulu. Sebuah lembaga dapat dituntut bila tes dilakukan tanpa keinginan yang bersangkutan. Tetapi bagaimana dengan rumah sakit yang harus mengambil darah pasien, dengan melihat diagnosa penyakit yang ada pada pasien? Kita tahu bahwa dengan pemeriksaan laboratoriumlah pihak RS dapat mendiagnosis penyakit seseorang untuk penyembuhannya. Masih seputar kerahasiaan hasil tes. Apakah kita tetap menunggu persetujuan dari Odha untuk memberitahukan hasilnya kepada keluarga? Saya juga ada kasus nih… ada Odha (Lk. 29 th, Narkoba suntik) yang saya dampingi, tidak mengizinkan saya memberitahukan kepada keluarganya bahwa dia HIV+. Saya menyetujui keinginannya, keluarganya tidak tahu bahwa dia terinfeksi HIV. Adik perempuan dan neneknya memberitahukan bahwa dia akan dinikahkan dalam waktu dekat ini (dijodohkan). Saya tidak tahu harus bagaimana mendengar berita ini. Disatu sisi, saya ingin tetap menjaga kerahasiaan itu, tetapi bila itu saya lakukan, bagaimana nanti dengan istri dan anaknya? J: Tes HIV harus diikuti konseling pre dan post. Untuk kasus di rumah sakit, jika pasien dicurigai AIDS, pasien juga harus dikonseling sebelum darah diambil dan diberi konseling lagi setelah hasil tesnya keluar. Kerahasiaan juga harus dijunjung tinggi. (baca Lembar Informasi: Kerahasiaan Dalam Sarana Medis) Ya, kita harus mendapatkan persetujuan dari Odha-nya sendiri untuk memberitahukan tentang status HIV+. Kita tidak berhak memberitahukan kepada orang lain. Memang banyak dilema jika kita mendampingi Odha. Hal yang harus dilakukan mengkonseling Odha, memberitahukan pencegahan penularan melalui hubungan seksual dan kemungkinan mempunyai anak.
Saldo awal 1 Juni 2004
6,475,675
Penerimaan di bulan Juni 2004
300,000 _________+ 6,775,675
Total penerimaan Pengeluaran selama bulan Juni : Item Pengobatan Transportasi Komunikasi Peralatan / Pemeliharaan Modal Usaha Total pengeluaran
Jumlah 516,500 0 0 34,500 0 __________+ 551,000
Saldo akhir Positive Fund per 30 Juni 2004
6,224,675
Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail:
[email protected] Editor: Hertin Setyowati Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
6
Sahabat Senandika No. 19