Yayasan Spiritia
No. 46, September 2006
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Laporan Kegiatan Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya III, Cipayung, 16-20 September 2006 Oleh: Christin Wahyuni Spiritia selalu mendorong terbentuknya KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) bagi ODHA (orang dengan HIV/AIDS ) dan orang yang terdampak dimana saja, agar orang dengan masalah yang sama mempunyai tempat yang nyaman untuk berbagi rasa dan saling menguatkan. Kebutuhan akan adanya kelompok dukungan sebaya ini begitu nampak jelas, karena semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun, sementara dukungan yang diperoleh masih belum maksimal, baik dari layanan medis maupun masyarakat, bahkan masih minimnya akses informasi tentang hidup dengan HIV. Selain itu harapan Spiritia juga agar semakin banyak Odha yang terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, karena kami meyakini bahwa salah satu cara yang efektif untuk menekan penularan HIV/AIDS adalah melalui orang-orang yang sudah mengetahui status dirinya sebagai orang HIV positif. Dengan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, Odha dapat kembali kepercayaan dirinya, termotivasi untuk melakukan suatu tindakan yang berguna untuk bangsa ini. Salah satu peran Odha yang sangat penting adalah pada saat dia bertanggung jawab dengan perilakunya, yaitu tidak menularkan virusnya ke orang lain tanpa kehilangan haknya sebagai manusia. Kelompok dukungan sebaya sebagai tempat dukungan dan rujukan perlu kiranya dapat meningkatkan kualitas agar dapat berperan lebih maksimal serta bisa mendukung lebih banyak orang HIV positif dimanapun berada.
Sampai saat ini kurang lebih 90 kelompok dukungan sebaya telah terbentuk di berbagai daerah di Indonesia. Kebutuhan akan suatu wadah bagi orang yang mempunyai latar belakang sama juga semakin nampak jelas. Hal ini dapat dilihat, selain kelompok dukungan sebaya untuk umum (tidak melihat latar belakang), di beberapa daerah sudah mulai terbentuk kelompok yang lebih spesifik, yaitu: Kelompok khusus waria, gay, perempuan, IDU, orang tua yang anaknya HIV+, dll. Kelompok dengan latar belakang sama terbentuk berdasarkan kebutuhan, dimana sebelumnya mereka bergabung secara umum, dan lama-lama timbul rasa tidak nyaman, karena tidak bisa mengekspresikan masalahnya secara leluasa. Di 4 propinsi telah terbentuk kelompok payung yang berfungsi sebagai koordinasi antar kelompok dukungan, agar terjalin kerjasama antar kelompok dan tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri. Pada umumnya setiap kelompok mempunyai keunikan dan pengalaman yang berbeda-beda dalam mengatasi masalahnya. Kebutuhan untuk bertemu dan bertukar pengalaman dengan kelompok lain sangatlah penting untuk dapat
Daftar Isi Laporan Kegiatan Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya III, Cipayung, 16-20 September 2006 Pernyataan Cipayung Peluncuran UNITAID New York, 19 September 2006
Pengetahuan adalah kekuatan Definisi WHO kasus HIV untuk surveilans Apakah Bedah Sesar Dibutuhkan untuk PMTCT pada Zaman ART? ARV untuk perempuan hamil dan PMTCT Usulan WHO untuk mentoring klinis
Pojok Info Lembaran Informasi Baru
Tips Tips untuk Odha
1 1 2 4
5 5 5 6 6
7 7
7 7
Tanya Jawab
8
Tanya-Jawab
8
Positive Fund
8
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
direalisasikan. Selain itu ketrampilan untuk berorganisasi menjadi kebutuhan utama untuk meningkatkan kualitas dalam kelompok. Spiritia dengan dukungan dari Ford Foundation dan IHPCP ( Indonesian HIV/AIDS Prevention & Care Project ) kembali memfasilitasi Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya (PNKDS) yang ke 3 kalinya. Pertemuan kali ini dilakukan di Hotel Jayaraya, Cipayung, pada tanggal 16 – 20 September 2006. Pertemuan ini dihadiri 81 KDS ( tiap KDS 1 orang ) dari 26 propinsi dan 47 kabupaten/kota di Indonesia. Tujuan dari pertemuan ini adalah agar sesama kelompok dukungan dapat bertemu untuk bertukar pengalaman, informasi serta memperkuat rasa solidaritas. Para peserta dari berbagai daerah datang pada tanggal 16 siang, dan acara pembukaan dilakukan pada malam harinya yang dibuka secara resmi oleh sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN ) ibu Nafsiah Mboi. Agenda selama 3 hari sama yaitu pagi hari kelas pleno, skills building whorkshop, sharing dan topik khusus. Proses acara berlangsung setiap pagi dengan pleno mulai jam 09:00 yang diisi dengan materimateri yang berhubungan dengan kelompok dukungan sebaya. Sehabis rehat pagi, peserta di bagi menjadi 3 kelas skills building workshop tentang: Leadership & manajemen Organisasi, Group Sustainibility & Income Generating, Proposal & Bentuk Pelaporan Kegiatan. Dalam skills building workshop ini kami melibatkan narasumber dari PPM (Pendidikan Pembinaan Managemen) untuk memberikan pelatihan tentang manajemen organisasi, keberlangsungan dan peningkatan pendapatan kelompok. Sesudah jam makan siang dilanjutkan dengan sesi sharing antar kelompok dukungan sebaya yang dibagi menjadi 4 kelas. Dalam sesi ini banyak pelajaran yang bisa diambil oleh teman-teman, karena bisa mendapatkan gambaran dari pengalaman kelompok lain dalam membangun, menghadapi & mengatasi masalah di kelompoknya masing-masing dengan berbagai keunikan. Sesi setelah rehat sore peserta kembali dibagi menjadi 3 kelas untuk mengikuti topik khusus, bentuk-bentuk organisasi, mendorong kepatuhan dan masalah dalam kelompok. Topik ini untuk menambah wawasan kelompok, agar mereka tahu
2
kelompoknya mau dibawa kemana dan mau seperti apa. Topik tentang kepatuhan adalah agar temanteman di kelompok memahami peran mereka dalam mendorong kepatuhan penggunaan obat antiretroviral agar tidak terjadi resistensi. Dalam pertemuan ini juga dibuat sesi debat dengan topik “HIV Stop Disini, Melanggar Hak Odha” dengan melibatkan narasumber, Iskandar Sitorus (LBH Kesehatan), dr Nurlan Silitonga (IHPCP), Derajat Ginanjar (BPS) dan Sari Novia (peserta dari Padang). Dalam sesi debat ini tidak bermaksud untuk mencari kebenaran atau solusi, akan tetapi sebagai wadah untuk memperkaya dan memperdalam analisa mengenai topik tersebut. PNKDS 3 ini menghasilkan kesepakatan bersama yang dikumpulkan dari masukan peserta pada setiap sore di sesi plenary output dan telah dirangkum oleh 8 tim perumus yang telah dipilih oleh peserta. Kesepakan bersama kami sebut sebagai “Pernyataan Cipayung” yang terlampir dibawah. Pada malam penutupan kami mendapat penghargaan yang luar biasa karena Ibu Menteri Kesehatan RI, Ibu Siti Fadilah Supari yang berkenan hadir untuk memberikan sambutan sekaligus menutup Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya III dan secara simbolis menyerahkan “Pernyataan Cipayung” kepada beliau.
Pernyataan Cipayung Kami menyatakan keseriusan kami untuk mengambil peranan penting dalam penanggulangan HIV/AIDS dan sebagai upaya advokasi kepada semua stakeholder di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu kami menyatakan beberapa hal penting di bawah ini: • Kami tetap mendukung penuh Penyataan Cikopo, Tretes, Bali dan Lembang. Di sini kami menegaskan kembali keluaran yang belum dinyatakan secara optimal pada pernyataan tersebut. Dalam Pertemuan Cipayung ini, kami juga mengeluarkan butir-butir penting yang belum diakomodir dalam pernyataan sebelumnya untuk segera diterapkan. • Saat ini setidaknya di 50 kabupaten/kota di 26 propinsi sudah terbentuk 4 kelompok payung propinsi dan 86 kelompok dukungan sebaya Odha/Ohidha, terdiri dari: kelompok khusus seperti waria, gay, metadon, pengguna narkoba suntikan (IDU), perempuan, orang tua, pasangan, perawat, pendamping.
Sahabat Senandika No. 46
• Perlu dukungan sepenuhnya dari semua pihak, khususnya pemerintah pusat, daerah, serta lembaga donor untuk membantu kami dalam mendorong, memfasilitasi pembentukan dan pengembangan KDS di seluruh kabupaten/ kota. Hal ini harus memperhatikan asas kemandirian, konfidensialitas, bersahabat, kesetaraan dan saling menguntungkan. • Kami berterima kasih atas dukungan penuh pemerintah dengan memberikan obat antiretroviral (ARV) lini pertama dan kedua dengan subsidi penuh. Dukungan obat ARV mampu mempertahankan kesehatan kami sehingga tetap dapat beraktifitas dan terlibat dalam penanggulangan HIV/AIDS. Kami berharap agar dukungan obat ARV lini pertama dan kedua terus didukung penuh dan ditingkatkan termasuk pengobatan pediatrik, tes CD4 dan pengobatan infeksi oportunistik di setiap daerah yang membutuhkan serta tes viral load dan resistensi yang mudah dijangkau di beberapa daerah. • Pengurangan dampak buruk (harm reduction) perlu diselenggarakan khususnya program metadon dan penyebaran jarum suntik steril (NSP) sebagai program nasional di seluruh kabupaten/kota. Untuk para IDU yang tertangkap tangan memakai narkoba oleh pihak kepolisian seharusnya mendapatkan layanan rehabilitasi. • Program menyeluruh (komprehensif) khususnya konseling dan tes sukarela (VCT), terapi antiretroviral (ART), pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT), penyediaan kondom dan metadon (MMT) serta NSP harus tersedia di puskesmas. Semua layanan tersebut harus memperhatikan ketersediaan, proses distribusi, akses layanan, pemantauan dan evaluasi. • Kewaspadaan universal masih belum berjalan baik sehingga perlu ditegakkan lebih serius di semua layanan kesehatan. Juga harus diperhatikan ketersediaan ruang perawatan dan fasilitas laboratorium yang memadai. Terkait dengan hal tersebut harus segera ditingkatkan jumlah dan mutu dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi, perawat, bidan, petugas laboratorium, konselor VCT serta konseling lanjutan.
September 2006
• Kami mendukung program akselerasi 100 kabupaten/kota, tetapi masih ada banyak kabupaten/kota yang mempunyai potensi berisiko tinggi dan perlu mendapatkan perhatian yang sama dalam penanggulangan HIV/AIDS yang sewaktu-waktu akan meledak. • KDS mempunyai peranan penting dalam mendukung, memberdayakan dan mendorong keterlibatan Odha/Ohidha dalam penanggulangan HIV/AIDS termasuk memutus rantai penularan HIV dengan mendapatkan dukungan moril, informasi, keterampilan dan akses pemenuhan kebutuhan Odha. • KDS siap membantu sepenuhnya program penanggulangan HIV/AIDS di tingkat nasional maupun daerah. Untuk itu semua stakeholder khususnya pemerintah pusat, daerah, lembaga donor, KPA provinsi dan kabupaten/kota, serta Badan Narkotika Nasional perlu melibatkan KDS secara aktif sebagai mitra kerja yang sejajar dalam semua kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di tingkat nasional dan daerah. • Odha dan Ohidha membutuhkan perlakuan yang sama dalam kehidupan sosial, pendidikan, pekerjaan, pelayanan, pengobatan dan dukungan semua aspek kehidupan lainnya. • Layanan VCT sudah tersedia di beberapa rumah sakit di berbagai daerah. Kenyataannya masyarakat masih enggan melakukan VCT di rumah sakit sehingga dibutuhkan tempat layanan LSM untuk konseling sukarela yang independen dan bersahabat di setiap kabupaten/kota. Perlu menegakkan mutu layanan konseling sukarela dan dilaksanakan dengan tidak hanya mengejar target. • Kami sepakat untuk membangun dan meningkatkan kerja sama dan jejaring antar KDS di seluruh Indonesia. KDS yang mempunyai kemampuan menjadi payung agar dapat memfasilitasi kebutuhan KDS lain di daerahnya secara sejajar dan independen baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi dan nasional. • KPA nasional maupun daerah sebagaimana fungsinya harus lebih proaktif dalam advokasi, menjadi pusat data, mendorong terbentuknya LSM, memfasilitasi dukungan dana program untuk komunitas, melakukan pemantauan dan evaluasi dalam penanggulangan HIV/AIDS. KPA seharusnya melibatkan Odha/Ohidha dalam seluruh kelompok kerja (pokja), sekretariat, dan semua kegiatan lain sesuai kemampuan Odha/Ohidha tersebut.
3
• Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya HIV/AIDS dan dalam mengurangi stigma dan diskriminasi, maka Odha/Ohidha, tokoh agama, tokoh masyarakat, sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan tidak ada pilihan lain; harus segera dilibatkan dengan peranan nyata, besar dan sejajar. • Pemerintah pusat maupun daerah harus mengalokasikan dan memfasilitasi anggaran dana untuk penanggulangan HIV/AIDS di semua sektor pemerintahan. Demikian pernyataan ini kami buat sebagai upaya menggalang kepedulian dan tanggung jawab yang tidak pernah mudah. HIV/AIDS jelas membutuhkan perhatian dari semua pihak. Mari kuatkan niat, bergandengan tangan, kita berjalan bersama dalam hangatnya napas perjuangan. Kami cinta negeri ini!
Peluncuran UNITAID New York, 19 September 2006 Oleh: Caroline Thomas Pada tanggal 19 September 2006, telah diluncurkan inisiatif untuk menanggulangi HIV/ AIDS, TB dan Malaria yang disebut dengan UNITAID. Latar belakang UNITAID adalah berawal dari inisiatif Presiden Perancis Jacques Chirac dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva yang diadopsikan dari The Paris Conference on Innovative Financing for Development pada tanggal 28 Februari and 1 Maret 2006. Ide pokok UNITAID adalah untuk menyisihkan sebagian dana retribusi dari tiket pesawat penerbangan internasional untuk penanggulangan HIV/AIDS, TBC dan Malaria. Retribusi ini akan diimplementasikan di 14 negara (Brasil, Chile, Kongo, Cyprus, Gabon, Pantai Gading, Perancis, Yordania, Luxembourg, Madagaskar, Mauritius, Nikaragua, Norwegia dan Inggris). UNITAID akan bekerja bersama dengan mitra kerja seperti WHO, GFATM, UNICEF, UNAIDS dan Clinton Foundation untuk menyalurkan obat-obatan di negara-negara berkembang dengan harga yang lebih terjangkau.
4
Obat-obatan yang telah disetujui untuk ditunjang sebagian dari pembeliannya adalah sebagai berikut: 1. HIV/AIDS: UNITAID setuju untuk mendukung pembelian ARV untuk anak (pediatric ARV) dan ARV lini kedua di negara-negara berkembang. Hal ini dilatarbelakangi oleh ARV formula untuk anak harganya 2-3 kali lipat lebih mahal dari ARV untuk orang dewasa sedangkan sampai pada akhir tahun 2005 sudah ada sejumlah 2-3 juta anak terinfeksi HIV dan menyebabkan kematian anak yang disebabkan oleh HIV berjumlah 570,000 setiap tahun. Selain itu, ARV lini kedua harganya masih 10 kali lipat lebih mahal dari ARV lini pertama. 2. TBC: UNITAID setuju untuk mendukung pembelian obat-obatan TB khusus untuk formula anak (pediatric TB). Hal ini dilatarbelakangi oleh kurang lebih 900,000 anak sudah membutuhkan membutuhkan obat anti TB. 3. Malaria: UNITAID setuju untuk mendukung sebagian pembelian obat anti Malaria (ACT). Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus Malaria di negara berkembang. Perkiraan kasus Malaria sampai saat ini adalah 350-500 juta kasus diseluruh dunia. Saya, dan 2 orang rekan lainnya: Christin Kafamdo (Burkina Faso) dan Maxime Lunga (Kongo) berada disana sebagai perwakilan dari orang-orang yang hidup dengan 3 penyakit tersebut di negara berkembang. Dengan waktu yang terbatas, kami setuju untuk mendorong pendapat kami didengar oleh para stakeholders UNITAID. Ada 3 poin yang dirasa penting untuk disampaikan. Poin-poin tersebut adalah: 1. Kami mendorong agar sarana penunjang pembelian obat-obatan ini bisa terus berkelanjutan (sustainable) dan pada saat yang bersamaan juga harus transparan dalam penyalurannya. 2. Kami mendorong agar obat-obatan untuk MDR TB (Multi drug resistance TB) juga didukung oleh UNITAID karena semakin banyaknya orang yang terdeteksi dengan MDR TB. 3. Kami sangat mendukung ide UNITAID namun UNITAID hanyalah sebagian kecil inisiatif yang tidak seharusnya mengalihkan perhatian masyarakat kepada tanggung jawab pemimpin G8 yang jauh lebih besar terhadap Universal Access to AIDS. Rencananya, sebagian dari obat-obatan ini akan mulai dibantu pembeliannya pada bulan September 2006 ini.
Sahabat Senandika No. 46
Pengetahuan adalah kekuatan Definisi WHO kasus HIV untuk surveilans Definisi WHO kasus HIV untuk surveilans serta revisinya stadium klinis dan klasifikasi imunologis untuk penyakit terkait HIV pada orang dewasa dan anak Dengan tujuan untuk memudahkan peningkatan akses pada terapi antiretroviral (ART), dan sesuai dengan pendekatan kesehatan masyarakat, terbitan ini merangkum revisi baru yang dibuat oleh WHO dalam definisi kasus untuk surveilans HIV serta stadium klinis dan klasifikasi imunologis penyakit terkait HIV. Definisi kasus HIV didefinisikan dan disesuaikan dengan stadium klinis dan klasifikasi imunologis untuk memudahkan surveilans terkait HIV yang lebih baik, untuk lebih baik memantau kejadian, prevalensi dan beban pengobatan HIV, dan untuk merencanakan tanggapan kesehatan masyarakat yang sesuai. Stadium klinis dan klasifikasi imunologis HIV yang direvisi bermaksud untuk membantu penatalaksanaan klinis HIV, terutama pada rangkaian dengan kemampuan laboratorium yang terbatas. Revisi akhir yang tercantum di sini didasari sebuah seri konsultasi wilayah dengan Negara Anggota di semua wilayah WHO, yang dilakukan selama 2004 dan 2005, komentar dari konsultasi umum, dan pertimbangan pada pertemuan konsensus global dilakukan pada April 2006. Pedoman ini dapat didownload dari: http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/hivstaging/en/ index.html
Apakah Bedah Sesar Dibutuhkan untuk PMTCT pada Zaman ART? Ada debat terus-menerus tentang apakah bedah sesar dibutuhkan untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi (PMTCT) bila terapi antiretroviral (ART) dipakai dan ibunya tidak menyusui. Tujuan analisis retrospektif ini, yang dilakukan di B.J Waida Hospital for Children di Parel, Mumbai, India, ada untuk menentukan apakah persalinan vagina disertai ART dan dihindari menyusui adalah aman untuk mencegah MTCT. Dua ratus dua puluh dua (222) perempuan HIVpositif yang hamil diobati dengan AZT dari minggu ke-14 kehamilan. Bedah sesar pilihan dilakukan pada 174 perempuan sementara 48 perempuan melahirkan secara alami melalui vagina. Semua bayi diobati dengan AZT selama enam minggu dan tidak disusui. Status HIV bayi ditentukan pada usia 18 bulan dengan tes ELISA. Hasil Dari 174 yang dilahirkan melalui bedah sesar, dua terinfeksi HIV, sementara 172 (98,9 persen) tidak. Dari 48 bayi yang dilahirkan melalui vagina, 47 (97,9 persen) adalah HIV-negatif dan satu terinfeksi HIV. Penulis penelitian ini menyimpulkan, “Jadi, bedah sesar pilihan tidak lebih baik secara statistik dibandingkan persalinan melalui vagina (p=0,8696), yang memberi kesan bahwa persalinan melalui vagina sama efektif dengan bedah sesar untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi bila disertai ART dan tidak disusui.” “Persalinan melalui vagina disertai ART untuk ibu dan bayi dan tidak menyusui adalah mirip dengan persalinan melalaui bedah sesar untuk mencegah MTCT. Jadi, tindakan bedah mungkin tidak dibutuhkan untuk perempuan ini.” Referensi: I Shah. Is Elective Caesarian Section Really Essential for Prevention of Mother to Child Transmission of HIV in the Era of Antiretroviral Therapy and Abstinence of Breast Feeding? Journal of Tropical Pediatrics March 29, 2006 [Epub ahead of print]. URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/2006/ad1/ 040706_a.html
[Komentar Babe: Yang menarik, pedoman WHO baru mengenai PMTCT tidak membahas bedah sesar sama sekali. Jadi mungkin dapat disimpulkan bahwa pemberian ART sesuai dengan pedoman baru intervensi yang paling efektif dan sesuai. Namun tetap ada masalah dengan mengetahui bahwa perempuan terinfeksi HIV cukup dini sehingga ART dapat dimulai cukup dini.]
September 2006
5
ARV untuk perempuan hamil dan PMTCT
Usulan WHO untuk mentoring klinis
ARV untuk mengobati perempuan hamil dan pencegahan infeksi HIV pada bayi dalam rangkaian terbatas sumber daya: menuju akses universal
Usulan WHO untuk mentoring klinis untuk mendukung peningkatan perawataan, terapi antiretroviral dan pencegahan HIV dalam rangkaian sumber daya terbatas
Usulan untuk pendekatan kesehatan masyarakat Pedoman tentang ARV untuk Mengobati Perempuan Hamil dan Pencegahan Infeksi HIV pada Bayi dalam Rangkaian Terbatas Sumber Daya yang direvisi adalah konsisten dengan, dan bertujuan untuk mendukung, Panggilan untuk Tindakan Menuju Generasi Bebas HIV dan Bebas AIDS. Dokumen tersebut adalah salah satu dari seri tiga pedoman yang diterbitkan pada waktu yang sama, yang memberi usulan dikembangkan oleh WHO dan mitranya untuk mendukung pendekatan kesehatan masyarakat pada terapi antiretroviral (ART) dalam rangkaian terbatas sumber daya. Dokumen ini mengandung usulan untuk penggunaan obat ARV pada perempuan hamil untuk kesehatan dirinya sendiri dan untuk mencegah penularan HIV pada bayi dan anak muda, serta rangkuman mengenai dasar pemikiran ilmiah untuk usulan tersebut. Khususnya, terbitan bertujuan pada menyediakan tunjukan untuk membantu kementerian kesehatan nasional mengenai pemberian ART untuk perempuan hamil dengan indikasi untuk pengobatan, dan mengenai seleksi rejimen profilaksis ARV yang akan dimasukkan pada program untuk mencegah penularan dari ibu-ke-bayi (MTCT), dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kendali dalam sistem kesehatan di berbagai rangkaian. Pedoman tersebut terutama bertujuan pada para perencana dan pemimpin program tingkat nasional yang bertanggung jawab untuk merancang layanan untuk PMTCT dan pemberian ART untuk perempuan. Pedoman juga adalah acuan yang berguna untuk petugas layanan kesehatan terlibat dalam upaya untuk mengurangi infeksi HIV pada bayi dan anak mudah, serta memberi pengobatan dan perawatan pada perempuan yang hidup dengan HIV. Pedoman ini dapat didownload dari:
Mentoring (bimbingan) klinis adalah sistem pelatihan praktis dan konsultasi yang membantu perkembangan profesional secara terus-menerus untuk mencapai perawatan klinis yang bermutu tinggi dan berkesinambungan. Keahlian dalam penatalaksanaan terapi antiretroviral (ART) dan infeksi oportunistik (IO) sering tidak ditemukan pada tim pimpinan tingkat daerah pada program yang dimulai untuk meningkatkan pengobatan HIV. Seorang mentor klinis dalam konteks ART adalah dokter dengan keahlian yang bermakna dalam ART dan IO yang dapat memberikan mentoring terusmenerus pada petugas klinis HIV yang kurang berpengalaman, dengan menjawab pertanyaan, meninjau kasus klinis, memberikan umpan balik dan membantu dengan manajemen kasus. Mentoring ini terjadi saat kunjungan ke tempat serta dengan konsultasi melalui telepon dan E-mail. Mentoring klinis adalah sangat penting untuk membangun jaringan daerah yang sukses meliputi petugas layanan kesehatan untuk perawatan dan pengobatan HIV yang terlatih di rangkaian terbatas sumber daya. Terbitan ini membahas dasar pemikiran dan relevansi mentoring klinis pada pendekatan kesehatan masyarakat untuk peningkatan perawatan dan ART HIV. Pembahasan ini berdasarkan Planning Consultation on Clinical Mentoring: Approaches and Tools to Support Scaling-up of Antiretroviral Therapy and HIV Care in Lowresource Settings, Geneva, Switzerland, 7–8 Maret 2005, dan Working Meeting on Clinical Mentoring: Approaches and Tools to Support the Scaling-up of Antiretroviral Therapy and HIV Care in Lowresource Settings, Kampala, Uganda, 16–18 Juni 2005. Pedoman ini dapat didownload dari: http://www.who.int/hiv/pub/meetingreports/clinicalmentoring/ en/index.html
http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/pmtct/en/index.html
6
Sahabat Senandika No. 46
Pojok Info Lembaran Informasi Baru Pada September 2006, Yayasan Spiritia telah menerbitkan satu lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb: Dengan ini, sudah diterbitkan 122 lembaran informasi dalam seri ini. Juga ada sembilan lembaran informasi yang direvisi: • Informasi Dasar Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi • Terapi Antiretroviral Lembaran Informasi 422—ddI Lembaran Informasi 423—d4T Lembaran Informasi 424—3TC Lembaran Informasi 426—Duviral Lembaran Informasi 428—Tenofovir Lembaran Informasi 429—FTC (Emtricitabine) Lembaran Informasi 431—Nevirapine Lembaran Informasi 432—Efavirenz • Referensi Lembaran Informasi 950—Profilaksis Kotri untuk Anak Lembaran Informasi 951—Profilaksis Kotri untuk Dewasa Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang. Semua lembaran informasi ini juga dapat dibaca dan didownload dari situs web Spiritia:
Tips Tips untuk Odha Bagi teman-teman yang merupakan mantan pecandu maupun bukan pecandu yang ingin menguras racun-racun kimia yang sudah terkumpul di dalam tubuhnya, ada beberapa merode yang bisa dipakai. Tubuh kita sebenarnya secara alami melakukan proses membuang dan menetralisasi racun (proses detoksifikasi) lewat pengeluaran urin, pernapasan, tinja, dan keringat. Berikut ini adalah salah satu cara yang popular untuk menetralisir racun didalan tubuh kita secara alami yaitu berpuasa. Puasa yang dimaksud disini bukan puasa yang tidak makan sama sekali tetapi puasa dengan jus. Seseorang butuh energi untuk mencerna makanan berlemak, juga membuangnya dari dalam tubuh. Itu sebabnya kita sering lelah dan mengantuk setelah makan. Para ahli berpendapat, berpuasa dengan jus adalah cara terbaik dan teraman untuk detoks. Cara ini memberikan asupan nutrisi penting dalam jumlah cukup, tanpa membebani sistem pencernaan. Dianjurkan berpuasa dengan jus dalam jangka pendek (2-3 hari) dengan langkah-langkah berikut: Sedikitnya tiga hari sebelum puasa, asuplah makanan bergizi yang mudah dicerna. Hindari alkohol, kafein, dan gula. Untuk membersihkan tubuh, minumlah 10-15 gelas air putih, jus buah serta jus sayuran setiap hari. Tak perlu mengkonsumsi suplemen vitamin atau mineral saat puasa. Saat tubuh mulai mengeluarkan racun, Anda akan merasa pusing, lelah dan pening. Ini tergantung dari jumlah racun yang terdapat dalam tubuh. Beberapa orang tidak merasakan apa-apa. Anda akan merasa lapar, jadi cobalah tidak memikirkannya. Lakukan aktivitas lain, seperi berjalan-jalan, tidur, membaca buku, menulis surat, dan lainnya untuk mengalihkan perhatian. Gunakan laksatif alami seperti lidah buaya, atau serbuk Psyllium pada saat berpuasa membantu proses eliminasi racun-racun dari dalam tubuh secara lebih efektif. Akhiri masa puasa (berbuka) secara bertahap. Di hari pertama makan hanya sayuran rebus. Hari kedua, makanlah nasi merah. Anda akan merasa sangat lapar, tetapi jangan makan terlalu banyak. Hari ketiga saat puasa usai, Anda akan merasa ringan, bersih, dan sehat. Sumber: Buku Mengenal dan Menanggulangi HIV/AIDS, dikutip dari beberapa sumber.
September 2006
7
Tanya Jawab
Positive Fund Laporan Keuangan Positive Fund
Tanya-Jawab T: Apakah ‘Advokasi’ itu dan apa langkah-langkah untuk keberhaislan advokasi? J: “Advokasi” berarti menyampaikan pesan kita kepada orang lain dengan maksud: y Meningkatkan pemahaman masyarakat luas tentang HIV dan masalah terkait. y Perubahan dalam kebijakan, perundangundangan dan layanan. Pekerjaan advokasi dapat mencakup tindakan pada semua tingkat, pada tingkat lokal dan melalui perwakilan di lembaga pengambilan keputusan pada tingkat nasional. Ada empat langkah untuk keberhasilan advokasi: 1. Bekerja dalam koalisi y Libatkan berbagai kelompok komunitas y Tetapkan misi dan tujuan yang nyata y “Resmikan” koalisi kita dengan nama, surat dengan kop surat, daftar anggota y Pastikan bahwa anggota kita memahami dan menyetujui misi dan tujuan koalisi y Tetapkan tugas untuk jangka pendek dan tujuan jangka panjang. 2. Lakukan penelitian y Apa kebutuhan komunitas y Bagaimana keadaan komunitas—siapa yang dapat dilibatkan? y Bagaimana keadaan pilitik—bagaimana kita dapat berhasil? y Kecaman apa yang dapat diantispasi dan bagaimana kita dapat menghadapainya? 3. Siapkan y Terbitan yang tepat untuk khayalak pendengar , yang dapat menjawab keprihatinan mereka, terangkan kebutuhan program kita dan yang dapat ditinggalkan setelah pertemuan. y Jawaban yang menyokong keberadaan kita, membalas kritikan, membantu menenangkan pembahasan 4. Bimbing y Masyarakat umum y Pembuat kebijakan y Media massa.
Yayasan Spiritia Periode September 2006 Saldo awal 1 September 2006
10,531,975
Penerimaan di bulan September 2006
3,459,294+
Total penerimaan
____________ 13,991,269
Pengeluaran selama bulan September : Item
Jumlah
Pengobatan Transportasi
760,000 0
Komunikasi Peralatan / Pemeliharaan Modal Usaha
0 0 0+ __________
Total pengeluaran
760,000-
Saldo akhir Positive Fund per 30 September 2006
13,231,269
Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl. Johar Baru Utara V No 17 Jakarta Pusat 10560 Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168 Fax: (021) 4287 1866 E-mail: [email protected] Editor: Caroline Thomas Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
8
Sahabat Senandika No. 46