Yayasan Spiritia
No. 7, Juni 2003
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha Konsultasi Internasional Pemimpin Islam dalam HIV/ AIDS ke-2 Oleh ST Konsultasi Internasional Pemimpin Islam dalam HIV/AIDS ke-2, diadakan pada tanggal 19-23 Mei 2003 di Kuala Lumpur. Pesertanya kurang lebih 300 orang dari 34 negara. Spiritia diundang atas rekomendasi Unicef dan mengirimkan 2 Odha perempuan muslim. Acaranya adalah presentasi tentang prevalensi HIV/AIDS di dunia, Stigma dan Diskriminasi, Sex from Allah, HIV dan IDU yang di tindaklanjuti dengan workshop yang dibagi beberapa kelompok, kuliah malam dan juga kunjungan. Selama konsultasi, kami mengikuti semua sesi yang diadakan. Di dalam workshop kebetulan kami berbeda kelompok. Satu dari kami tidak selalu mengungkapkan statusnya. Dia hanya berbicara tentang status bila ada suatu masalah yang dibahas, yang berkenaan dengan apa yang dia alami dan berbicara tentang solusi juga kegiatan yang telah dan sedang Spiritia lakukan. Respon anggota kelompok lainnya sangat positif karena mereka memandang kami bukanlah orang yang harus disingkirkan tapi kami mampu berbuat sesuatu untuk penanggulangan HIV/AIDS dan meminimalisasi stigma dan diskriminasi. Seperti teman lain lakukan, dia selalu berbicara statusnya lebih dulu. Dan hasilnya dia yang selalu pertama ditanya oleh anggota kelompok lainnya, apa yang telah dia dan Spiritia lakukan. Disamping mengikuti acara yang begitu padat, kami juga bertemu dengan Odha dari negara lain. Kami berbagi pengalaman, pengobatan dan kegiatan yang telah kami lakukan. Kami juga memperoleh pengetahun yang lebih jauh tentang HIV dalam pandangan muslim dari ungkapan pengalaman peserta ataupun dari hasil diskusi yang mengangkat pro dan kontra terhadap HIV/AIDS. Seperti halnya : sebagai
umat beragama Islam, harus berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Al Hadist untuk amalan hidup kita. Tapi kita tidak bisa memungkiri keberadaan guy, lesbian, waria dan pekerja sex komersial. Tugas kita adalah mengarahkan mereka hidup yang taqwa kepada Allah SWT dan lebih bertanggung jawab dalam penanggulangan HIV/AIDS. Ini bukan masalah moral tapi ini masalah virus dan semua orang
Kunjungan Penguatan Daerah Mataram Oleh Daniel Marguari Waktu : 18-22 Mei 2003 Team : Yayasan Spiritia & Jaringan Odha Nasional 4 orang (3 odha dari Jakarta, Bali dan Jogja & 1 ohidha dari Spiritia) Dukungan : IHPCP & Ford Foundation Kunjungan kami di Mataram dibantu oleh dr. Reny Bunyamin Pimpinan Pusat Informasi Kesehatan & Perlindungan Keluarga (PIKPK). Propinsi Nusa Tenggara Timur diperkirakan berpenduduk sekitar 3,8 juta dan di Kotamadaya Mataram sekitar 338 ribu, ada sekitar 3 kasus AIDS yang telah resmi dilaporkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes). Sebetulnya ada 3 kasus HIV dan 3 AIDS yang di data Dinas Kesehatan.
Daftar Isi Konsultasi Internasional Pemimpin Islam dalam HIV/AIDS ke-2 1 Kunjungan Penguatan Daerah Mataram 1 Ucapan Terima Kasih Executive Director UNAIDS Genewa Kepada Yayasan Spiritia 3 Kunjungan ke Lapas Paledang, Bogor. 3 Rangkuman dari Pertemuan WHO tentang Meningkatkan Perawatan HIV/AIDS termasuk Terapi ARV 4 Tanya-Jawab 6 Tips untuk Orang dengan HIV No. 18 6 Laporan Keuangan Positif fund 6
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Selama kami disana mendapatkan kabar ada 5 kasus HIV lagi. Dalam diskusi kami dengan 5 lsm dan 4 wartawan, terlihat bahwa masalah HIV/AIDS jarang diangkat dan sebahagian besar lsm lebih fokus kepada program pemberdayaan masyarakat dan masalah anak. Sebahagian besar lsm menjangkau banyak kabupaten dan desa sehingga tidak hanya berfokus di Mataram. Kami berdiskusi dengan jajaran Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mataram, di RSUD sudah ada Pokja AIDS yang dibentuk beberapa tahun yang lalu. RSUD telah 3 kali merawat pasien AIDS. Diskusi ini mendapat sambutan baik dari pihak Manajemen dr. SDA Soebandoro (Direktur) yang mendukung sepenuhnya pemberlakuan universal precaution, membuka hotline HIV/AIDS kembali yang sudah terhenti dan memberlakukan VCT bagi semua pasien yang diindikasi AIDS serta mendorong Pokja AIDS untuk melakukan pelatihan konseling, perawatan pada pasien AIDS. Bapak Soebandrio mengatakan dana rumah sakit cukup untuk mendukung semua program yang direncanakan. Ketertarikan jajaran rumah sakit terbukti semakin besar dengan mengundang kembali kami untuk berdiskusi dengan sekitar 15 dokter (1 profesor) spesialis dari berbagai bidang di RSUD. Kami membahas tentang universal precaution, perawatan pada odha yang bersahabat dan obat ARV. Belum ada odha yang menggunakan ARV disana. Kesempatan ini kami gunakan dengan menceritakan kasus – kasus perlakuan yang tidak wajar yang dialami oleh odha yang berhubungan dengan dokter dan rumah sakit. Cerita ini menyentuh mereka dan mendorong ketertarikan yang lebih mendalam dari para dokter tersebut tentang hidup positif dengan HIV. Kami berkunjung ke Laboratorium Hepatika yang memproduksi alat tes Entebe. Laboratorium tersebut memproduksi sampai sekitar 200 ribu pada tahun 2003 yang dipesan oleh Depkes. Saat ini Laboratorium Hepatika sudah memproduksi jenis tes baru yang semula Entebe jenis comb sekarang jenis stick (dalam proses pengajuan untuk dapat persetujuan dari Depkes). Kami mendapat penjelasan dari dr. Sumarsidi (Direktur) bahwa sensitivitas Entebe HIV Dipstick berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan (Sensitivitas dan spesifisitas reagensia S/R dibandingkan hasil Western Blot) telah mencapai 98,03% sementara
2
Determine HIV ½ mencapai 98,68% dengan jumlah specimens sebanyak 152. (Daftar terlampir jika dibutuhkan). Laboratorium ini juga punya alat tes Elisa dan Western Blood. Diskusi tersebut membuka pikiran kami karena selama ini beberapa kota lain yang kami kunjungi sebelumnya mengatakan bahwa hasil alat tes Entebe tidak dapat dipercaya.. Kami berdiskusi dengan Kepala PMI dalam 2 tahun ini telah menemukan 3 kantong darah yang tercemar HIV. Sebahagiannya rutin menyumbang darah. Dalam diskusi kami dengan seorang psikiater yang mendampingi 2 Odha pengguna narkoba. Sayangnya disaat kami datang kedua odha tersebut sedang berada di luar kota. Kami juga berdiskusi dengan 2 mantan pengguna narkoba, kami mengusulkan agar mulai membentuk kelompok dukungan sebaya IDU. Dua orang dari team kami yang juga mantan pengguna narkoba memberikan penjelasan tentang Narcotic Annonymous (NA) dengan 12 langkah. Pertemuan kami dengan anggota DPRD Kotamadya merupakan pertemuan yang cukup berkesan. Selain Ketua Komisi E dan anggotanya juga dihadiri Panitia Anggaran. Cerita dan penjelasan kami mampu menyentuh hati mereka sehingga malam harinya disaat rapat anggaran semua orang anggota DPRD setuju dikeluarkan dana untuk penanggulangan HIV/ AIDS periode 2003 dana I sebesar Rp. 50,000,00. Pada tahun ini juga masih akan dikeluarkan lagi dana II untuk kegiatan HIV/AIDS. Diskusi kami dengan Dinkes menunjukkan bahwa persoalan jarum bersih masih menjadi kendala. Kelihatannya masalah kesehatan menjadi hal yang serius di NTB, seperti TBC, Malaria dan Hepaitits tergolong tinggi Dinkes Propinsi juga mengalami kesulitan dalam melakukan sero surveylans karena kelompok resiko tinggi sulit dijangkau. Tidak ada lokalisasi resmi di NTB. Sewaktu kami mengelilingi daerah Senggigi sebetulnya banyak sekali pekerja seks. Umumnya selalu dalam kelompok kecil 10-25 orang tetapi kelompoknya banyak sekali rata-rata usia15-22 tahun. Sebahagian janda muda karena pernikahan dan perceraian dini tergolong tinggi di NTB. Di Senggigi ada sebuah perumahan yang mempunyai lebih dari 200 kapling dan 75 persennya dihuni oleh para pekerja seks. Hampir semua pekerja seks di Senggigi belum dijangkau oleh lsm. Dalam penyuluhan kami ke lembaga
Sahabat Senandika No. 7
pemasyarakatan yang dihuni 157 orang dan 30 diantaranya adalah IDU. Salah satu dari kami memang fokus melakukan penjangkauan di 2 lapas di Bali sehingga diskusi jadi lebih interaktif. Saat mengakhiri penyuluhan kami bertanya kesediaan penghuni lapas untuk tes, sekitar 30 orang menunjuk tangan berkeinginan dites. Kami sampaikan ini ke dr. Reny agar ditindaklanjuti dengan VCT. Kami juga melakukan penyuluhan di Kampus Mataram yang belum ada fakultas kedokteran, antusiasme para mahasiswa untuk belajar tentang HIV/AIDS tinggi sekali karena waktu diskusi 2 jam ternyata tidak cukup, sebahagian besar orang bertanya dan lebih dari 1 pertanyaan. Karena kami harus segera kembali ke Jakarta maka diskusi dihentikan, sebahagian mahasiswa merasa tidak puas.
Ucapan Terima Kasih Executive Director UNAIDS Genewa Kepada Yayasan Spiritia Pada Tanggal 10 Mei 2003 lalu, Mr. Peter Piot, Direktur Eksekutif UNAIDS berkunjung ke Indonesia. Dari padat acaranya, beliau masih menyempatkan untuk berkunjung ke Yayasan Spiritia dan bertemu dengan beberapa Odha. Acara pertemuan berlangsung dengan santai dan akrab. Kami berbicara tentang kegiatan yang dilakukan Spiritia, stigma dan Diskriminasi terhadap Odha juga susahnya akses obat Antiretroviral di Indonesia. Di Sahabat Senandika bulan ini kami juga melampirkan ucapan terima kasih Mr. Peter Piot kepada Yayasan Spiritia.
Kunjungan ke Lapas Paledang, Bogor. Oleh Bajoe Odon Pada tanggal 26 Juni 2003, Daniel, Hertin dan Bayu (Yayasan Spiritia) mengunjungi Lapas Paledang bersama KKI (Komite Kemanusiaan Indonesia), ASA-FHI dan Jajang C. Noor. Kegiatan kami menindaklanjuti pemberitaan koran Kompas tanggal 10-11 Juni 2003 mengenai hasil sero-surveilan, bahwa di lapas tersebut ada
Juni 2003
21 orang yang terinfeksi HIV. Sebelumnya kami sudah mengontak ke kepala lapas tersebut dan beliau mengatakan perlunya penyuluhan dan pemberian informasi tentang HIV/AIDS agar mengurangi dampak yang terjadi di dalam lapas tersebut yaitu keresahan dari para napi yang takut tertular dikarenakan minimnya informasi tentang HIV. Kami datang pagi hari sekitar pukul 08.30 WIB, lalu kami memulai penyuluhan, pertama kali penyuluhan dibuka oleh Bp. Didi dari KKI yang memaparkan informasi dasar tentang HIV/AIDS dengan menggunakan proyektor, sehingga para napi dapat lebih mudah mengerti materi yang disampaikan. Lalu kami bertiga melanjutkan penyuluhan untuk melengkapi materi pertama yang disampaikan Bp. Didi. Diantara kami juga ada yang odha, sehingga kami juga memberikan pengalaman hidup kami sendiri. Pada penyuluhan tersebut juga di moderatori oleh mbak Jajang C. Noor, yang membuat suasana lebih menarik karena diselingi dengan lagu-lagu yang dinyanyikannya dan diikuti semua napi, selain itu kegiatan ini juga diliput oleh media televisi Trans TV, dan beberapa media cetak. Sebenarnya penghuni lapas tersebut berjumlah 1127 orang tetapi karena kapasitas gedung aula hanya cukup untuk satu blok yaitu sekitar 300 orang, jadi penyuluhan ini akan dilanjutkan dengan peserta napi dari blok yang berbeda, dan karena kapasitas itu juga, para napi dari blok lain banyak yang mengintip dan ikut mendengarkan lewat jendela karena rasa keingintahuan mereka. Setelah kurang lebih dua jam, kami istirahat makan siang bersama, diselingi beberapa lagu oleh para napi, diakhir penutupan kami melontarkan satu pertanyaan penting yaitu,” Setelah mendapat penyuluhan ini apakah ada yang mempunyai keinginan untuk tes darah secara sukarela dan tentunya melalui prosedur konseling dan kerahasian?”, dari kurang lebih 300 orang ternyata diluar dugaan, hampir 80% mengangkat tangannya tanda setuju. Dari hal inilah membuktikan bahwa mereka sudah mulai mengerti dan dengan kesadaran yang tinggi tentang HIV dan perilaku mereka sebelumnya. Tentu saja hal ini merupakan kebahagian tersendiri bagi kami. Dan sekarang yang menjadi pertanyaan adalah “siapa yang menindaklanjuti VCT di sana?”
3
Rangkuman dari Pertemuan WHO tentang Meningkatkan Perawatan HIV/AIDS termasuk Terapi ARV 12-15 Mei 2003, Chiangmai, Thailand Pertemuan WHO Dua Wilayah tentang Meningkatkan Perawatan HIV/AIDS termasuk Terapi Antiretroviral (ART) dilakukan 12-15 Mei 2003 di Chiang Mai, Thailand. Pertemuan dihadiri 70 peserta termasuk wakil negara dari Bangladesh, Kamboja, Cina, Indonesia, India, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam; organisasi komunitas, kelompok Odha, WHO dan lembaga PBB lain. Tujuan pertemuan adalah: • Meninjau kembali kebutuhan akan dan tanggapan terhadap perawatan HIV/AIDS termasuk ART di negara Asia dan Pasifik, dan membagi informasi tentang perkembangan mutakhir dalam ART; • Menentukan strategi-strategi dan mekanismemekanisme untuk memperkuat rangkaian perawatan HIV/AIDS secara terpadu, termasuk ART, dalam kerja sama erat dengan program kesehatan terkait; dan • Menentukan petunjuk kunci tentang perawatan HIV/AIDS untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan menuju pencapaian sasaran UNGASS. Para peserta didorong oleh asas dasar pertemuan, yaitu untuk menyelidiki sarana untuk meningkatkan akses pada layanan perawatan dan pengobatan terkait HIV di Asia dan Pasifik, dan untuk memperkuat keterlibatan yang berarti oleh orang dan komunitas, terutama mereka yang terinfeksi dan terpengaruh langsung oleh HIV/AIDS. Pertemuan mengusulkan tindakan pada masalah berikut oleh pihak terkait: Tindakan oleh WHO: 1. WHO harus menguatkan advokasinya dengan pemerintah-pemerintah, dan lembaga wilayah dan internasional, untuk memperbaiki layanan perawatan kesehatan, psikososial, dan dukungan termasuk ketersediaan dan akses pada obat antiretroviral (ARV) untuk orang yang terpengaruh oleh HIV/AIDS agar mencapai sasaran nasional dan wilayah untuk ART. 2. WHO harus bekerja dengan mitra yang berpengalaman untuk mengejar perkembangan sistem pembelian global
4
3.
4.
5.
6.
7.
untuk obat merek dan generik, bahan baku dan bahan diagnostik, dengan memanfaatkan pengalaman Global TB Drug Facility, Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI) dan program pembelian global lain. WHO harus bekerja sama dengan negaranegara untuk meningkatkan ketersediaan obat terkait HIV melalui pemasukan usaha penjagaan kesehatan masyarakat dalam undang-undang paten nasional, memadukan obat HIV dan ARV dalam daftar obat nasional, pendaftaran secara cepat untuk ARV yang terprakualifikasi, dan pemberian bantuan teknis untuk pembelian obat yang terprakualifikasi. WHO harus bekerja sama dengan negaranegara untuk mendukung produsen lokal dengan baku Good Manufacturing Practices (GMP), dan harus mempercepat proses prakualifikasi untuk obat HIV. WHO harus bekerja sama dengan negaranegara untuk mengembangkan strategistrategi nasional untuk perawatan HIV/ AIDS, dan menguatkan kemampuan untuk pemantauan, pengawasan dan evaluasi program perawatan dan pengobatan, dan memantau pekerjaan TRIPS Council WTO yang berhubungan dengan implikasi undangundang paten pada akses terhadap obatobatan. WHO harus menyediakan keahlian dan sumber daya teknis yang berhubungan dengan pemasukan usaha penjagaan kesehatan masyarakat yang efektif dalam undang-undang paten nasional, dan memantau implikasi undang-undang paten pada akses terhadap obat-obatan. WHO harus meyakinkan ketersediaan, dan mendorong penggunaan, alat dan pedoman yang bertujuan untuk memperbaiki mutu tes HIV secara sukarela disertai konseling (Voluntary Counselling and Testing/VCT), penatalaksanaan klinis (khususnya pencegahan terhadap infeksi oportunistik dan ART), pemantauan pasien, penatalaksanaan penyediaan obat; dukungan psikososial dan sosial-ekonomis, dan dukungan sebaya, dan menurunkan stigma (cap buruk) dan perlakuan tidak adil dalam sarana kesehatan. Hal ini dapat tercapai melalui menyediakan keahlian dan sumber daya untuk membangun kemampuan melatih petugas perawatan kesehatan, teknisi laboratorium, apoteker, LSM, sektor swasta,
Sahabat Senandika No. 7
komunitas dan organisasi agama, dan kelompok Odha dan individu yang hidup dengan HIV/AIDS. 8. WHO harus meningkatkan dukungan teknisi pada negara untuk membuat proposal dan melaksanakan proyek GFATM, serta proyek yang didukung oleh lembaga donor lain. WHO harus bekerja agar ada sinergi antara proyek donor dan kerangka WHO. 9. WHO harus membangun kemitraan melalui Asian Care Task Force WHO dan menguatkan kerja sama antara program dan unitnya. Tindakan oleh negara-negara anggota: 1. Negara-negara anggota harus membentuk sasaran nasional untuk jumlah Odha yang harus menerima ART pada 2005, sesuai dengan sasaran global yang disetujui untuk mencapai tiga juta orang pada 2005. 2. Strategi-strategi nasional tentang perawatan dan pengobatan terpadu untuk HIV/AIDS harus terbentuk dan terlaksana, sesuai dengan sasaran yang dijanjikan pada Deklarasi Perjanjian UNGASS. Strategi tersebut harus termasuk mendorong keterlibatan yang berarti oleh Odha, LSM dan masyarakat sipil dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi perawatan HIV/ AIDS termasuk ARV di tingkat nasional dan lokal, dengan tekanan pada akses yang adil. 3. Ketersediaan obat-obatan HIV, termasuk ARV, harus ditingkatkan melalui: meyakinkan ada pendanaan untuk pembelian obat HIV termasuk ARV; mencabut bea dan cukai terhadap obat HIV dan ARV; persetujuan secara cepat untuk ARV yang terprakualifikasi, dan memasukkan ARV dalam daftar obat esensial nasional; memasukkan usaha penjagaan kesehatan masyarakat pada undang-undang paten nasional, misalnya compulsory licensing, parallel importation dan bolar provision; mencabut dan mengubah undang-undang yang ada yang menghambat didirikan kelompok pembelian (buyers’ club) obat HIV/AIDS; menentukan pilihan pembelian terbaik beserta ahli pembelian obat. 4. Negara-negara anggota harus menguatkan layanan perawatan HIV/AIDS, termasuk ARV, melalui: mendorong layanan VCT dengan sumber daya yang cukup dan ditingkatkan secara efektif, dengan dukungan pada konselor yang sesuai dan
Juni 2003
berbakti; menentukan mekanisme yang jelas untuk pemberian perawatan HIV/AIDS yang melibatkan layanan kesehatan masyarakat dan medis, Odha, LSM, masyarakat sipil sesuai dengan konteks lokal; memadukan perawatan HIV/AIDS termasuk penatalaksanaan infeksi oportunistik, perawatan paliatif dan ART dalam layanan kesehatan yang ada di sektor pemerintah dan swasta, kebijakan tempat kerja, sebagai paket perawatan terpadu; memasukkan perawatan HIV/AIDS dalam program asuransi kesehatan; membangun kemampuan petugas perawatan kesehatan, Odha, keluarga, LSM dan masyarakat sipil dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi perawatan HIV/AIDS. 5. Negara-negara anggota harus menciptakan sarana yang mendukung penerimaan layanan perawatan melalui: mendorong pembentukan kelompok komunitas dan kelompok dukungan sebaya untuk Odha; memberi dukungan dan sumber daya untuk menentukan kesiapan komunitas untuk akses layanan perawatan dan pengobatan yang ditingkatkan; melaksanakan tindakan untuk menghadapi stigma dan perlakuan tidak adil terhadap orang yang terpengaruh oleh HIV/AIDS, dan komunitas yang rentan dan tersingkir dalam sektor kesehatan, media massa, sektor agama dan masyarakat umum; menentukan pendanaan dan akses yang adil terhadap perawatan dan pengobatan HIV/AIDS tidak menghiraukan status sosial dan ekonomis, perilaku, orientasi seksual, jender atau usia. Sumber: Milis SEA-AIDS, 16 Juni 2003
5
Tanya-Jawab Kutil Dubur T: Teman saya HIV-positif, dan mengalami kutil di sekitar duburnya, yang baru dicabut. Apa yang harus dia lakukan setelah pencabutan ini? Apakah dia harus dites setiap tahun untuk memantau kambuhnya kutil ini? J: Kutil dubur disebabkan virus yang disebut HPV (human papilloma virus, juga dikenal sebagai virus kutil). Walaupun kutil teman Anda dicabut, kemungkinan dia terinfeksi HPV. Infeksi HPV adalah kronis (bersfiat terusmenerus), dan sebagian besar pasien, terutama yang terinfeksi HIV, tidak dapat sembuh dari infeksi ini. Semakin rendah jumlah CD4, semakin besar risiko akan muncul gejala dan penyakit yang disebabkannya. Oleh karena ini, teman Anda sebaiknya dipantau sedikitnya setiap tahun. Tergantung pada keahlian di daerah Anda, pemantauan ini dapat mencakup tes Pap (Pap smear), anoskopi, atau dua-duanya. Pada tes Pap, kain penyeka diraba-raba dalam dubur, dan sel kulit diperiksa dengan mikroskop untuk tanda ada kanker. Dengan anoskopi, sebuah alat dimasukkan pada dubur yang memungkinkan dokter lihat sel yang melapisi dubur. Pemantauan ini, terutama untuk Odha, adalah sangat penting.
Laporan Keuangan Positif Fund Periode Juni 2003 Saldo awal 1 Juni 2003
9,139,124
Penerimaan di bulan Juni 2003
250,000
Total penerimaan
9,389,124
Pengeluaran selama bulan Juni: Item
Jumlah
Pengobatan
184,050
Transportasi
125,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
-
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
309,050
Saldo akhir Positive Fund per 30 Juni 9,080,074
Sumber: The Body, 8 Nov 2002 URL: http://www.thebody.com/Forums/AIDS/Cancer/ Current/Q142763.html
Sahabat Senandika
Tips untuk Orang dengan HIV No. 18 Jika kita memakai obat apa pun, selalu membawa persediaan secukupnya waktu berpergian. Ini terutuam penting bila kita memakai obat antiretorviral. Jangan memasukkan obatnya ke dalam koper jika naik peseawat—karena ada kemungkinan bagasi salah terkirim atau hilang.
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail:
[email protected] Editor: Hertin Setyowati Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
6
Sahabat Senandika No. 4