Yayasan Spiritia
No. 64, Maret 2008
Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Laporan Kegiatan Pelatihan Pembentukan Kelompok Dukungan Sebaya Palu, 24-27 Maret 2008 Oleh: Dhayan Dirgantara Diakhir bulan Maret 2008, Yayasan Spiritia kembali mengadakan pelatihan pembentukan kelompok dukungan sebaya yang dilaksanakan selama tiga hari di kota Palu, Sulawesi Tengah. Pelatihan kali ini diikuti 17 peserta perwakilan 14 kabupaten/kota dari 13 propinsi di Indonesia, dengan prioritas utama peserta dari kota-kota dipropinsi yang belum ada kelompok dukungan sebaya, seperti Kendari-Sulawesi Tenggara, Mamuju-Sulawesi Barat, Biak-Papua Barat, TualAmbon, Banjarbaru-Kalimantan Selatan, Manokwari-Papua Barat dan memperkuat kelompok-kelompok dukungan yang kurang berkembang seperti, Jambi, Bengkulu, Palu dan Palangkaraya. Kelompok Dukungan Compassion In Action Plus Palu, bertindak sebagai panitia lokal dan didukung oleh rekan-rekan dari Aksi Peduli Sesama (APS) dan Bala Keselamatan (Salvation Army) Sulawesi Tengah. Pelatihan ini sendiri bertujuan: \ Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bagi Odha dan Ohidha agar dapat memulai kelompok dukungan sebaya ataupun memperkuat kelompok dukungan sebaya yang sudah ada. \ Menyediakan kesempatan bagi Odha dan Ohidha untuk mengembangkan pengetahuan dan pengalaman agar dapat terlibat pada tingkat perencanaan program dan kebijakan serta mengupayakan kebutuhannya sebagai orang dengan HIV/AIDS.
\ Mendukung Odha dan Ohidha lainnya baik keterampilan maupun informasi. Pelatihan kali ini merupakan pelatihan pembentukan kelompok skala nasional terakhir yang dilakukan Spiritia. Kedepannya pelatihan seperti ini akan didorong untuk dilakukan oleh kelompok-kelompok penggagas dipropinsinya masing-masing. Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari penuh ini, para peserta diberikan materi-materi dasar pembentukan kelompok dukungan sebaya; seperti mengapa perlu berkelompok, apa yang dapat dicapai dalam sebuah kelompok, bagaimana kelompok bias berjalan, dll, dengan diselingi oleh beberapa permainan (games) tentang kepemimpinan, komunikasi, motivasi, mengatasi konflik serta pengantar berjaringan dan advokasi. Dihari terakhir dilakukan malam keakraban dengan mengundang berbagai pihak, dengan tujuan
Daftar Isi
Laporan Kegiatan
1
Pelatihan Pembentukan Kelompok Dukungan Sebaya
1
Pengetahuan adalah kekuatan
2
HIV dan malaria penyebab penting terhadap kematian ibu Manfaat memulai ART dengan CD4 lebih tinggi Penggunaan narkoba oleh Odha beresiko terhadap kelainan jantung tanpa gejala Bakteri baik mengurangi tingkat viral load pada vagina
Pojok Info Lembaran Informasi Baru
Tips Tips untuk Odha
2 4 5 6
7 7
7 7
Tanya Jawab
8
Tanya-Jawab
8
Positive Fund
8
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
untuk lebih saling mengenal, membangun hubungan dan mengenalkan Yayasan Spiritia kepada stakeholder setempat. Seperti pelatihan-pelatihan yang dilselenggarakan Yayasan Spiritia, rasa kekeluargaan terjalin dengan erat, baik diantara sesama peserta maupun antara peserta dan fasilitator. Hal ini tergambar dari kebersamaan pada saat sesi, makan maupun pada saat sedang tidak berlangsungnya sesi. Diakhir acara pelatihan, seluruh peserta mengungkapkan bahwa pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dalam pelatihan kali ini akan sangat membantu mereka, membentuk maupun menguatkan kelompok dukungan didaerah masing-masing.
Pengetahuan adalah kekuatan
HIV dan malaria penyebab penting terhadap kematian ibu Oleh: Keith Alcorn, aidsmap.com Tgl. Laporan: 20 Febuari 2008 Upaya untuk mengurangi kematian ibu di Afrika tidak digerakkan oleh bukti. Hal ini dikatakan oleh para peneliti Spanyol dan Mozambik, setelah sebuah penelitian otopsi yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Medicine mengungkap bahwa separuh dari ibu meninggal karena infeksi dan hampir satu di antara tujuh meninggal karena penyebab terkait HIV. Komplikasi terkait kehamilan yang umum hanya menyebabkan 38% kematian selama kehamilan, kelahiran atau setelah melahirkan. Kematian ibu karena komplikasi ketika melahirkan atau infeksi setelah melahirkan merupakan kenyataan hidup selama sejarah hidup manusia, tetapi perbaikan dalam layanan medis menghasilkan penurunan angka kematian ibu secara bermakna sejak abad ke-19 di negara kaya. Tetapi, risiko seumur hidup terhadap kematian ibu adalah satu di antara enam ibu Sierra Leone, dibandingkan dengan satu di antara 30.000 di Eropa bagian barat laut dan salah satu sasaran yang dinyatakan dalam Millenium Development Goals adalah mengurangi mortalitas ibu sebanyak tiga perempat pada 2015. Mozambik mempunyai angka kematian ibu tertinggi kedelapan di dunia. WHO menyatakan bahwa penyebab utama kematian ibu adalah hemoragi (perdarahan) pascakelahiran, sepsis puerperal, kelainan tekanan darah tinggi, kelahiran sungsang (obstructed labour), dan aborsi. Diakui bahwa tidak dapat menghitung dampak kondisi tidak langsung terhadap mortalitas ibu, misalnya infeksi. Tanpa informasi yang lebih baik tentang penyebab kematian ibu, ada risiko bahwa investasi pada sistem kesehatan yang dirancang untuk mengurangi mortalitas ibu tidak berhasil
2
Sahabat Senandika No. 64
mendapatkan dampak yang bermakna. Ketiadaan kejelasan tentang penyebab kematian ibu mungkin juga mendorong pernyataan bahwa penyakit khusus misalnya HIV, telah didanani secara berlebihan dibandingkan dengan layanan kesehatan ibu secara rutin. Untuk memperbaiki pemahaman tentang penyebab kematian ibu di Mozambik, para peneliti dari Universitas Barcelona dan Maputo Central Hospital di Mozambik merancang penelitian otopsi secara prospektif pada semua ibu yang meninggal antara Oktober 2002 dan Desember 2004. Seratus tujuh puluh sembilan kematian ibu terjadi di antara 21.135 kelahiran hidup selama masa penelitian, menghasilkan rasio mortalitas ibu sebesar 8,47 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian yang paling umum adalah hemoragi (16,6%), kondisi terkait HIV (12,9%), bronkopneumonia piogenik (12,2%), malaria berat (10,1%), septisemia puerperal (8,7%), eklampsia (8,7%) dan meningitis piogenik (7,2%). Secara keseluruhan, 48% kematian disebabkan oleh penyakit infeksi yang dapat dicegah: kondisi terkait HIV, pneumonia piogenik, malaria berat dan meningitis piogenik. Tiga puluh delapan persen kematian adalah akibat komplikasi terkait kehamilan misalnya hemoragi. Tes HIV dilakukan pada 123 dari 139 perempuan; 52% adalah HIV-positif. Hampir 13% kematian adalah karena kondisi terkait HIV; hampir separuh dari kasus tersebut adalah mikobakteri. Para penulis mencatat: “Penurunan secara bermakna pada mortalitas ibu dapat dicapai dengan meningkatkan tes HIV selama kehamilan, ART pada perempuan hamil yang HIV-positif, dan tindakan pencegahan pada populasi secara umum.” Malaria juga adalah penyebab kematian yang penting, walaupun Maputo, ibukota Mozambik mempunyai beban malaria yang rendah karena tindakan pengendalian malaria. Penulis menunjukkan bahwa Maputo, serupa dengan kota besar lain di negara berkembang, dikelilingi oleh daerah tinggi endemi malaria, dan peningkatan kematian ibu karena malaria dapat diduga di kota besar. Mereka juga menunjukkan tingkat kematian yang tinggi karena pneumonia piogenik, kondisi yang mudah diobati dengan antibiotik dan jarang menjadi penyebab kematian pada orang dewasa yang tidak memiliki masalah kesehatan lain yang berat.
Maret 2008
Keterbatasan utama pada penelitian ini adalah pembatasan terhadap sampel perempuan yang meninggal setelah dirujuk ke rumah sakit di tingkat tertier di ibukota Mozambik. Penulis mengakui bahwa tingkat hemoragi mungkin lebih tinggi di daerah pedesaan karena ketidakmampuan untuk merujuk kasus ke rumah sakit. Ringkasan: HIV and malaria important causes of maternal death, African study shows Sumber: Menendez C et al. An autopsy study of maternal mortality in Mozabique: the contribution of infectious diseases. PLoS Medicine 5 (2): e44, 2008.
3
Manfaat memulai ART dengan CD4 lebih tinggi Oleh: Michael Carter, aidsmap.com Tgl. Laporan: 19 Febuari 2008 Para peneliti Spanyol menemukan lebih banyak bukti yang mendukung memulai terapi antiretroviral (ART) sebelum jumlah CD4 pasien menurun di bawah 350. Hal ini menurut penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Februari 2008. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien yang memulai ART dengan jumlah CD4 antara 200-350 secara bermakna lebih mungkin mengalami pengembangan penyakit HIV dibandingkan pasien yang memulai ART dengan jumlah CD4 di atas tingkat tersebut. Pedoman pengobatan HIV di AS dan Eropa sudah menyarankan bahwa ART harus dimulai sebelum jumlah CD4 seseorang turun menjadi di bawah 350 dan pedoman Inggris yang akan diperbarui (yang saat ini sedang ditinjau kembali sebelum diterbitkan) juga menyarankan hal yang serupa. Para peneliti Spanyol juga menemukan bahwa pasien yang memulai ART dengan viral load yang tinggi lebih berisiko mengembangkan penyakit, serupa dengan pasien yang memiliki riwayat penggunaan narkoba suntikan serta mereka yang koinfeksi dengan virus hepatitis C (HCV). Angka kesakitan dan kematian sudah menurun secara bermakna pada pasien Odha sejak ART ditemukan pada pertengahan 1990-an. Tetapi ART yang baru tersedia ini tidak dapat menyembuhkan HIV dan memiliki beberapa keterbatasan termasuk efek samping, membutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi dan resistansi terhadap obat. Cara terbaik untuk memakai ART juga masih belum jelas. Sampai sekarang, pedoman pengobatan HIV menyarankan penggunaan ART ditunda hingga jumlah CD4 sudah menurun menjadi 200. Tetapi muncul bukti yang menunjukkan bahwa memulai ART dengan jumlah CD4 yang lebih tinggi, dalam jangka panjang menghasilkan peningkatan sistem kekebalan yang lebih baik. Pasien dengan jumlah CD4 yang lebih rendah lebih berisiko terhadap penyakit berat termasuk beberapa jenis kanker serta penyakit jantung, ginjal dan hati.
4
Untuk lebih memahami faktor terkait dengan pengembangan penyakit HIV dan waktu yang terbaik untuk memulai ART, para peneliti dari kohort PISCIS di Spanyol melakukan penelitian yang melibatkan 2.035 pasien yang belum pernah diobati (naif pengobatan), dan belum AIDS, yang memulai ART antara 1998 dan 2004. Pada saat ART dimulai, 760 pasien mempunyai jumlah CD4 di bawah 200, 650 mempunyai jumlah CD4 antara 200 – 350, dan 625 mempunyai jumlah CD4 di atas 350. Usia median pasien adalah 36 tahun dan 75% adalah laki-laki. Masa tindak lanjut median adalah hampir tiga tahun, dan dalam masa ini 148 (7%) pasien mengalami pengembangan penyakit baru terdefinisi AIDS atau meninggal. Faktor yang terkait dengan pengembangan penyakit adalah jumlah CD4 pada awal di bawah 200 (p < 0,001), viral load pada awal di atas 100.000 (p = 0,002), koinfeksi dengan HCV (p < 0,001), penggunaan narkoba suntikan (p = 0,002) dan memulai ART sebelum 2001 (p = 0,019). Kemudian para peneliti melakukan sejumlah analisis lain, kali ini dengan memperhitungkan “tenggang waktu (lead time)” yaitu lamanya pasien terinfeksi HIV. Analisis ini menunjukkan bahwa pasien yang memulai ART dengan jumlah CD4 antara 200-350, 85% lebih berisiko mengembangkan AIDS atau kematian (HR = 1,85; 95% CI, 1,03-3,33), dibandingkan pasien yang memulai ART dengan jumlah di atas 350. “Hasil ini menyediakan informasi yang berharga untuk keputusan medis tentang kapan ART harus dimulai, terutama saat ini karena kita memiliki ARV yang lebih baik dan rejimen yang lebih nyaman”, para peneliti menyimpulkan. Ringkasan: Spanish study shows the benefits of starting HIV treatment at higher CD4 cell counts Sumber: Jaen A et al. Determinants of HIV progression and assessment of the optimal time to initiate highly active antiretroviral therapy: PISCIS cohort (Spain). J Acquir Immune Defic Syndr 47: 212 – 220, 2008.
Sahabat Senandika No. 64
Penggunaan narkoba oleh Odha beresiko terhadap kelainan jantung tanpa gejala Oleh: Michael Carter, aidsmap.com Tanggal laporan: 11 Febuari 2008 Para peneliti AS menemukan prevalensi tinggi terhadap masalah jantung tanpa gejala pada pasien Odha. Penelitian ini dipresentasikan dalam Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections (CROI) ke-15 yang menunjukkan bahwa walaupun terapi antiretroviral (ART) tampak sebagai faktor penyokong, demikian juga dengan merokok dan penggunaan narkoba misalnya kokain dan mariyuana. Oleh karena itu mereka menyarankan bahwa perubahan perilaku harus menjadi “prioritas utama” dalam menatalaksana infeksi HIV kronis. Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa pasien Odha lebih berisiko terhadap penyakit kardiovaskular. Study to Understand the Natural History of HIV/AIDS in the Era of Effective Therapy (SUN Study) adalah kohort penelitian prospektif yang melibatkan pasien dari tujuh kota di AS. Para peneliti melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) jantung pada 643 pasien Odha untuk menentukan faktor yang terkait dengan kelainan jantung tanpa gejala. Ekokardiografi dilakukan untuk memeriksa kegagalan fungsi sistolik ventrikular jantung bagian kiri, kegagalan fungsi diastolik, hipertensi paru, hipertrofi ventrikular kiri, dan pembesaran pembuluh ateri bagian kiri. Semua kondisi ini dapat muncul tanpa gejala tetapi merupakan indikator penyakit jantung. Sebagian besar pasien (77%) adalah laki-laki, 61% berkulit putih dan berusia rata-rata 41 tahun. Jangka waktu rata-rata sejak didiagnosis HIV adalah enam tahun dan 19% pasien pernah didiagnosis dengan infeksi oportunistik (IO). Sejumlah pasien secara bermakna berisiko terhadap penyakit jantung, 44% adalah perokok dan 11% mempunyai tekanan darah tinggi. Tingkat penggunaan narkoba adalah tinggi dan seperempat pasien masih memakai mariyuana, 17% menghisap kokain dan 10% memakai heroin. Semua pasien mempunyai jumlah CD4 di atas 100. USG pada jantung menunjukkan bahwa 11% pasien mempunyai kegagalan fungsi sistolik ventrikular jantung bagian kiri, 25% mempunyai
Maret 2008
kegagalan fungsi diastolik, 18% mempunyai hipertensi paru, 6% mempunyai hipertrofi ventrikular kiri dan 40% mempunyai pembesaran atria bagian kiri. Beberapa faktor risiko terhadap kondisi ini, misalnya jenis kelamin laki-laki terhadap kegagalan fungsi sistolik (p = 0,013) dan berusia di atas 46 tahun terhadap pembesaran pembuluh ateri bagian kiri (p = 0,012) tidak dapat diubah. Ada bukti yang juga memberi kesan ada hubungan antara ART dan kelainan jantung. Pengobatan dengan PI yang mengandung ritonavir adalah faktor risiko yang bermakna terhadap hipertensi paru (p = 0,019), dan terapi AZT secara bermakna dikaitkan dengan hipertrofi ventrikular kiri (p = 0,03). Tetapi para peneliti juga menemukan bahwa ada faktor risiko terhadap beberapa kerusakan yang dapat diubah. Peningkatan jumlah kolesterol dikaitkan dengan hipertensi paru (p = 0,04), dan kelebihan berat badan adalah faktor risiko yang bermakna terhadap hipertrofi ventrikular kiri (p < 0,001). Merokok dan penggunaan narkoba juga merupakan faktor penting. Tetap merokok adalah faktor risiko yang bermakna terhadap kegagalan fungsi sistolik (p = 0,004), memakai kokain pada bulan sebelumnya adalah faktor risiko terhadap kegagalan fungsi diastolik (p = 0,03), dan memakai mariyuana pada enam bulan sebelumnya terhadap hipertrofi ventrikular kiri (p < 0,001) dan terhadap pembesaran atria bagian kiri (p = 0,006). “Kelainan fungsi jantung yang tidak kentara adalah umum pada kohort pasien ini,” para peneliti menyimpulkan. Mereka mencatat bahwa kelainan tidak hanya dikaitkan dengan faktor risiko jantung yang tradisional tetapi juga terhadap “faktor yang dapat diubah misalnya penggunaan narkoba.” Mereka menyarankan “perubahan gaya hidup harus menjadi prioritas utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi HIV kronis.” Ringkasan: Recreational drug use a risk for asymptomatic heart disorders in HIV-positive patients Sumber: Mondy K et al. Prevalence of risk factors in HIV-infected persons for echocardiographic abnormalities in the era of modern HAART. Fifteenth Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections, Boston, abstract 978, 2008. Edit terakhir: 20 Maret 2008
5
Bakteri baik mengurangi tingkat viral load pada vagina Oleh: Tim Hom, aidsmeds.com Tanggal laporan: 9 Febuari 2008 Bakteri sehat membatasi jumlah HIV yang terdeteksi dalam cairan vagina perempuan Odha. Hal ini berdasarkan penelitian yang dipresentasikan dalam Conference on Retroviruses dan Opportunistic Infections (CROI) ke-15. Penulis yang melakukan presentasi berharap temuan mereka, yang memberi kesan bahwa kemungkinan perempuan Odha dengan tingkat laktobasilus dalam vagina yang sehat untuk menularkan virus adalah lebih rendah. Temuan ini mendorong penelitian tambahan yang melakukan tes terhadap kemungkinan penggunaan suplemen laktobasilus sebagai strategi pencegahan. Penelitian ini dipresentasikan dalam CROI oleh Jane Hitti, MD, lektor obstetrik dan ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington (UW) di Seattle, AS dan rekan di UW dan Rumah Sakit Universitas Rochester di Rochester, AS. Kelompok Dr. Hitti meneliti kumpulan bakteri pada vagina 57 perempuan Odha. Mereka memantau tingkat laktobasilus dalam vagina, serta juga terkait hidrogen peroksida, produk yang dihasilkan oleh bakteri dan diyakini mencegah virus (serta pertumbuhan bakteri dan jamur yang berbahaya secara berlebihan). Bakteri laktobasilus yang umum ditemukan dalam vagina adalah saudara bakteri yang sehat yang terdeteksi dalam usus halus dan sering ditemukan dalam yogurt. Setiap kurang lebih tiga bulan – selama rata-rata dua tahun – para peneliti juga memantau tingkat HIV dalam cairan vagina perempuan dalam penelitian tersebut serta mengamati infeksi menular seksual (IMS) misalnya trikomoniasis, gonore dan klamidia. Sementara penelitian dalam tabung percobaan sebelumnya mengindikasikan bahwa laktobasilus mungkin dapat mencegah infeksi HIV pada perempuan, kelompok Dr. Hitti sudah menetapkan hubungan yang erat antara penurunan tingkat virus di vagina dengan kehadiran laktobasilus yang
6
menghasilkan hidrogen peroksida. Dr. Hitti melaporkan bahwa, apabila laktobasilus ditemukan di vagina perempuan, viral load dalam cairan vagina menurun tiga kali lipat. Para peneliti juga menemukan bahwa jumlah virus di vagina beragam, tergantung pada kehadiran laktobasilus. Perempuan dengan jumlah bakteri rendah selama masa awal kunjungan, tetapi kemudian mempunyai tingkat laktobasilus yang lebih tinggi pada kunjungan selanjutnya, melihat tingkat HIV di vagina menurun. Serupa dengan tingkat HIV di vagina meningkat pada perempuan yang bakteri baiknya hilang antar kunjungan. “Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mempertahankan laktobasilus yang sehat di vagina perempuan Odha,” Dr. Hitti mengatakan. “Saya berharap kita dapat meneliti penambahan laktobasilus di masa yang akan datang untuk perempuan yang tidak mempunyai bakteri ini sebagai strategi untuk mengurangi jumlah HIV di vagina.” Artikel asli: Good Bacteria Reduces Vaginal HIV Levels Edit terakhir: 20 Maret 2008
Sahabat Senandika No. 64
Pojok Info
Tips
Lembaran Informasi Baru
Tips untuk Odha
Pada Maret 2008, Yayasan Spiritia telah menerbitkan 15 lembaran informasi yang direvisi: • Informasi Dasar Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi • Terapi Antiretroviral Lembaran Informasi 432—Efavirenz Lembaran Informasi 446—Lopinavir/Ritonavir Lembaran Informasi 447—Atazanavir Lembaran Informasi 448—Fosamprenavir • Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 504—Demensia & Masalah Saraf Lembaran Informasi 505—Hepatitis Lembaran Informasi 508—Sarkoma Kaposi (KS) Lembaran Informasi 510—MAC (Mycobacterium Avium Complex) Lembaran Informasi 512—PCP (Pneumonia Pneumocystis) • Obat untuk Infeksi Oportunistik Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin Lembaran Informasi 532—Klaritromisin Lembaran Informasi 533—Dapson • Efek Samping Lembaran Informasi 556—Toksisitas Mitokondria • Topik Khusus Lembaran Informasi 600—Gizi Untuk memperoleh lembaran revisi ini atau seri Lembaran Informasi lengkap, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang atau browse ke situs web Spiritia:
Aneka puding bisa meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah peradangan, demam dan diare. Radang, diare, dan demam memang terkadang dialami oleh Odha karena turunnya daya tahan tubuh. Berikut ini adalah resep puding stroberi yang bermanfaat untuk membantu mengatasi demam, mual, tidak nafsu makan, badan lemah, dan sakit waktu menelan. Bahan: Agar-agar 1 bungkus Susu cair rasa stroberi 2 gelas Gula pasir 3 sendok makan Buah stroberi 250 gram Cara membuat: Rebus susu, agar-agar dan gula. Aduk hingga mendidih, lalu angkat. Setelah agak dingin, masukkan buah stoberi yang telah dipotong menjadi dua. Ratakan puding tersebut, lalu biarkan dingin dan masukkan ke dalam lemari es. Bahan saus: Susu cair rasa stroberi 250 cc Gula pasir 50 gram Kuning telur 1 butir, kocok sebentar Tepung maizena ½ sendok makan, cairkan dengan sedikit air. Cara membuat saus: Rebus susu dan gula hingga mendidih, lalu masukkan maizena cair sambil diaduk hingga mengental. Setelah kental, adonan diangkat. Masukkan kuning telur, sambil diaduk terus hingga dingin. Hidangkan puding dengan saus. Sumber: Buku Potensi Diri dan Alam untuk Pengobatan HIV/ AIDS
Maret 2008
7
Tanya Jawab
Positive Fund Laporan Keuangan Positive Fund
Tanya-Jawab Tanya Saya ingin mengetahui semua tentang penyakit CMV? Karena mata sebelah kiri saya telah terkena virus ini dan merembet ke mata sebelah kanan. Jawab: CMV menang dapat merusak retina, yaitu lapisan di belakang mata. Penyakit ini disebut sebagai Retinitis CMV. Sayangnya kerusakannya adalah permanen, tidak dapat dipulihkan, walau dapat dihentikan dengan obat. Tetapi obat yang biasa dipakai, gansiklovir, mahal dan sulit diperoleh. Pengobatan dapat dilakukan dengan infus, dengan suntikan pada bola mata, dan juga ada versi yang ditanam dalam mata. Retinitis CMV biasanya hanya terjadi bila CD4 turun di bawah 50, dan cara terbaik untuk mencegahnya ada dengan mulai terapi antiretroviral (ART) sebelum CD4 turun begitu rendah. Bila ART dipakai setelah mengalami penyakit ini, sering kerusakan dapat dihentikan, tetapi tidak dipulihkan. Sayangnya juga, Retinitis CMV juga dapat dialami oleh Odha yang mulai ART dengan CD4 sangat rendah. Sebagaimana sistem kekebalan mulai pulih, infeksi yang laten dapat muncul - hal ini disebut sebagai sindrom pemulihan kekebalan. Tetapi penggunaan ART terus biasanya dapat menghentikan kerusakan. Nah, apakah Anda yakin masalah disebakan oleh CMV? Ada beberapa masalah mata lain yang dapat muncul pada Odha bahkan pada orang yang tidak terinfeksi HIV. Kalau belum sebaiknya Anda periksa ke spesialis mata yang berpengalaman dengan HIV (kalau ada). Sebetulnya Retinitis CMV mudah didiagnosis oleh dokter yang bukan spesialis mata, dengan alat yang dipakai untuk memeriksa retina. Ada informasi lebih lanjut mengenai CMV di Lembaran Informasi 501. Jawaban oleh: Babé tanggal 15 September 2007-website Yayasan Spiritia
Yayasan Spiritia Periode Maret 2008 Saldo awal 1 Maret 2008
16,144,969
Penerimaan di bulan Maret 2008
880,600+ ___________
Total penerimaan
17,025,569
Pengeluaran selama bulan Maret: Item
Jumlah 114,500
Pengobatan Transportasi Komunikasi
0 0
Peralatan / Pemeliharaan Modal Usaha
0 0+
Total pengeluaran
___________ 114,500-
Saldo akhir Positive Fund per 31 Maret 2008
16,911,069
Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia dengan dukungan
THE FORD ATION FOUNDA FOUND
Kantor Redaksi: Jl. Johar Baru Utara V No 17 Jakarta Pusat 10560 Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168 Fax: (021) 4287 1866 E-mail: [email protected] Editor: Caroline Thomas Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
8
Sahabat Senandika No. 64