RTBL BANDARA TEMINDUNG SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PEMANFAATAN RUANG KOTA SAMARINDA Indro Sulistyanto Abstraks Sebagai bagian dari lingkungan yang memperoleh imbas dari perkembangan Kola Samarinda, Kawasan Bandara Temindung yang tersusun atas wilayah Kelurahan Bandara, sebagian wilayah Kelurahan Pelita, dan sebagian wilayah Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Samarinda Utara, telah mengalaml pertumbuhan fisik yang cepat namun berkembang kurang tertib, tidak selaras dan serasi dengan lingkungannya, sehingga Kawasan Bandara Temindung menjadi tidak produktif. Kondisi ini terlihat dari kualitas tata bangunan dan lingkungan yang tidak terencana dengan baik. Dengan pola yang berkembang saat ini diperlukan pengaturan lebih khusm berkaitan dengan tata bangunan dan lingkungannya, agar dengan disusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Kawasan Bandara Temindung ke depan diharapkan dapat berkembang menjadi lingkungan yang mampu memberi manfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat yang bergiat di dalamnya dengan kualitas yang lebih baik dari kondisi yang ada sekarang. Pada sisi lain diharapkan juga dapat memberikan arahan terhadap pemanfaatan lahan sesuai dengan kebijakan tata bangunan dan tata lingkungan yang tertuang dalam berbaga arahan kebijakan penataan ruang yang berlaku. RTBL tersebut juga merupakan arahan untuk perwujudan arsitektur lingkungan setempat agar lebih melengkapi peraturan bangunan yang ada. Kata Kunci : imbas, pemanfaatan, lahan, penataan. 1.
LATAR BELAKANG Kawasan Bandara Temindung berdekatan dengan beberapa pusat kegiatan ekonomi baik dalam skala primer maupun sekunder berupa pusat perbelanjaan, kompleks pertokoan, warung, toko, dan pasar. Untuk dapat mewujudkan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat berlangsungnya kegiatan-kegiatan ekonomi dan sosial budaya, maka Kawasan Bandara Temindung perlu dikelola secara optimal melalui penataan ruang, sampai dengan tata bangunan dan lingkungannya. Suatu pusat aktivitas ekonomi terpadu perlu dikembangkan sebagai ikon kawasan, sebagai Ruang (baik terbuka maupun terbangun) yang saat ini berkembang di Kawasan Bandara Temindung, perlu dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan
sosial, ekonomi, dan budaya) dengan ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung. Interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling menguntungkan berbagai pihak yang ada karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang akumulatif. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal. Penataannya perlu didasarkan pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masa yang akan 46
datang. Upaya pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini dituangkan dalam suatu kesatuan rencana tata bangunan dan lingkungan.Mengingat potensi serta kecenderungan pertumbuhan fisik yang saat ini berlangsung, maka prioritas penanganan/penataan bangunan dan lingkungan di di Kawasan Bandara Temindung, terutama perlu segera dilakukan dengan prioritas pada arahan penataan area Banadara Temindung, apabiala pada saatnya bandara dipindahkan ke Sungai Siring, maupun bagian kawasan yang cenderung berkembang sebagai lingkungan permukiman padat, pusat perdagangan, permukiman campuran, maupun
bagian kawasan yang kondisi
geografisnya memerlukan perhatian khusus atas pertimbangan keamanan serta keserasiannya terhadap lokasi setempat yang berada pada daerah genangan. Sebagai suatu aset, maka kedudukan Bandara Temindung perlu didukung dengan kelengkapan infrastruktur yang memedai, sehingga investor terterik untuk menanmkan modalnya, khususnya pada lokasi bekas Bandara Temindung. Kawasan Bandara Temindung yang berada di Sebagian Kelurahan Bandara dan Kelurahan Temindung Permai saat ini berkembang sebagai lingkungan permukiman kota yang pada beberapa bgian telah berkembang
sebagai lingkungan yang padat, dengan 47
berbagai kelemahan dalam tata bangunan dan lingkungan, termasuk di dalamnya kelemahan dalam pengelolaan infrastruktur, keterbatasan dan terlantarnya ruang terbuka, mmimnya ruang terbuka hijau, dan kurangnya fasilitas publik, dan belum adanya kejelasan terhadap upaya pengelolaan area Bandara Temindung ke depan apabila bandara telah dipindahkan ke Sungai Siring, sehingga memerlukan perencanaan mendesak, agara ke depan bangunan dan lingkungan di sekitarnya dapat lebih terencana dan tertata dengan baik, melalui RTBL yang saat ini dilakukan penyusunannya. Apa yang terjadi di Kota Samarinda, sebagaimana juga terjadi di Kawasan Bandara Temindung merupakan lingkungan kehidupan masyarakat pada kawasan padat, meskipun berkondisi kumuh dan kurang sehat, dengan pertimbangan kedekatannya terhadap lokasi tempat bekerja tak jarang mereka cukup tinggal di rumah sewa dengan kondisi permukiman dengan dukungan kualitas lingkungan yang rendah. Kawasan Bandara Temindung ke depan harus mampu mendukung Kota Samarinda untuk dapat berkembang menjadi kota yang terorganisir, sehingga mampu mengakomodasi kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, budaya, memiliki citra fisik maupun non fisik yang kuat, memiliki keindahan visual, terencana dan terancang secara terpadu, apalagi dengan motivasi sebagai kota peraih Adipura. Sebagai antisipasi meningkatkan pemanfaatan ruang kota yang terkendali, rencana tata ruang kota yang selama ini menjadi landasan dalam pemanfaatan ruang, harus didukung dengan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) yang saat ini dilakukan proses penyusunannya. Hal tersebut sebagai bagian untuk memenuhi persyaratan
dalam penataan bangun-bangunan seperti tersirat dalam Undang - Undang No. 28 Tahuan 2002 tentang Bangunan Gedung (pasal 9). RTBL diperlukan sebagai perangkat pengendali pertumbuhan serta memberi panduan terhadap wujud bangun-bangunan dan lingkungan pada Kawasan Bandara Temindung. RTBL disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota di sahkan oleh Pemerintah Kota Samarinda sebagai Keputusan Walikota, sehingga memenuhi syarat egal-formal. Untuk dapat mengendalikan pemanfaatan ruang, suatu rencana tata ruang seyogyanya ditindaklanjuti pula dengan pengaturan di bidang tata bangunan secara memadai melalui Peraturan Bangunan Setempat (PBS). PBS yang bersifat khusus diperlukan sebagai pengarah perwujudan arsitektur lingkungan perkotaan (urban architecture) terutama pada Kawasan Bandara Temindung sebagai bagian yang terkena imbas dari perkembanganKota Samarinda yang tumbuh cepat dan tidak teratur baik dari segi tertib bangunan, keselamatan bangunan . maupun keserasian bangunan terhadap lingkungannya. Dengan mengacu pada rencana tata ruang kota yang berlaku, selanjutnya RTBL Kawasan Bandara Temindung pada sebagian wilayah Sebagian Kelurahan Bandara dan Kelurahan Temindung Permai ini disusun yang diharapkan dapat memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan menindaklanjuti rencana tata ruang (RTRW dan RDTR) Kota Samarinda, serta dapat dijadikan panduan rancangan penataan Kawasan Bandara Temindung dalam rangka dalam mewujudkan' kualitas bangunan gedung dan lingkungan yang lebih baik, terencana, dan terlanjutkan. Dengan demikian RTBL Kawasan Bandara Temindung nantinya diharapkan akan dapat memberi arahan terhadap wujud 48
pemanfaatan lahan, ragam arsitektural dari bangunan-bangunan sebagai hasil rencana teknis/rancang bangunan (building design), khususnya pada Kawasan Bandara Temindung yang saat ini kondisi tata bangunan dan lingkungannya belum dikelola dengan baik. Dengan arahan tersebut, pada saatnya nanti setiap konsultan perencana kawasan dan bangunan (urban designer dan arsitek) akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanan pembangunan fisik dari pemerintah daerah setempat, termasuk didalamnya yang menyangkut kepentingan umum, citra dan jati diri wilayah yang perlu dikemukakan. Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang dirancang akan memberikan kontribusi positif terhadap Kawasan Bandara Temindung, maupun wilayah lain di sekitarnya. Didalam proses penyusunannya, RTBL Kawasan Bandara Temindung disusun dengan memperhatikan dan memenuhi: a. Kepentingan umum atau aspirasi masyarakat b. Pemanfaatan sumber daya setempat c. Kemampuan daya dukung lahan yang optimal Sedangkan RTBL Kawasan Bandara Temindung direncanakan, agar dapat digunakan sebagai upaya penataan bangunan dan lingkungan di Kawasan Bandara Temindung (sebagian Sebagian Kelurahan Bandara dan Kelurahan Temindung Permai), dalam bentuk: a. Pedoman Rencana Teknik (desain tiga dimensi) b. Program Tata Bangunan dan Lingkungan c. Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunan (urban/ environtmental-building design and development guidelines). Mengingat pengembangan Kawasan Bandara Temindung yang saat ini dilakukan penataan bangunan dan lingkungannya akan menyerap dana yang cukup besar, RTBL
Kawasan Bandara Temindung direncanakan mencakup program investasi serta program penanganan administrasinya. Kawasan Bandara Temindung dengan dominasi bagi kegiatan bertempat tinggal dan usaha ekonomi lokal sebagai ftmgsi pendukung aktivitas ekonomi perdagangan yang memiliki intensitas tinggi yang rawan, sehingga memerlukan perencanaan dan pengeiolaan tata bangunan dan lingkungan, sebagai berikut: a. Segi keselamatan dan penampilan arsitektur bangunan b. Penataan dan pengelolaan 2. PERTIMBANGAN TATA RUANG Pemikiran yang digunakan sebagai landasan kegiatan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Bandara Temindung, Bappeda Kota Samarinda, didasarkan pada pertimbangan, bahwa penyusunan RTBL Kawasan Bandara Temindung merupakan tindak lanjut dari usahausaha perencanaan, pengendalian, dan penataan perkembangan suatu wilayah, melalui penataan . bangun-bangunan dan lingkungan. Pada umumnya kawasan yang berpotensi di Indonesia belum dikelola secara baik, sebagian peraturan yang ada masih bersifat peraturan secara umum, sehingga belum mampu berfungsi sebagai alat pengendali pada tingkat operasional di lapangan. Kenyataan tersebut disebabkan oleh desain kota/kawasan yang masih lebih bersifat dua dimensi dan penjelmaannya menjadi tiga dimensi, tidak lagi bersekala kota/kawasan tetapi lebih kepada pekerjaan individu dalam bentuk kapling. Disamping itu pranatapranata pembangunan yang telah dipunyai oleh masing-masing Daerah 49
(RTRW, RDTR, RTRK dan sebagainya) sifatnya masih umum, dan walaupun telah dapat digunakan sebagai acuan untuk kawasan yang infrastruktur c. Perencanaan akses darurat(emergency) untuk kebakaran dan penanganan keadaan darurat yang lain d. Pengelolaan dan penyediaan ruang terbuka e. Pengelolaan dan penyediaan ruang terbuka hijau f. Perencanaan dan pengelolaan fasilitas rekreasi public khusus sulit sekali dalam penerapannya dilapangan. Oleh karena itu upaya penanganannya tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa melalui peraturan yang mampu menjangkau ke arah penataan bangunan dan lingkungan secara tiga dimensional. Penyusunan RTBL Kawasan Bandara Temindung merupakan program pemerintah yang dilatar belakangi oleh beberapa masalah yang salah satunya adalah beluni adanya panduan dalam penataan bangunan dan lingkungan yang menjembatani pembangunan fisik di kawasan tersebut. Selama ini ada suatu anggapan bahwa dengan adanya suatu rencana tata ruang diharapkan dapat mendorong, mengarahkan serta mengendalikan pembangunan, maka pemanfaatan ruang diharapkan akan tertata baik. Tetapi yang sering terlupakan adalah bahwa produk pengaturan tata ruang kawasan belum mencakup aturan terhadap bangunan dan lingkungan secara khusus pada suatu kawasan. Oleh karena itu untuk mewujudkan suatu pengendalian perlu ditindak-lanjuti dengan penataan bangunan dan lingkungan secara khusus, pada beberapa bagian wilayah yang diprediksikan akan mengalami pergeseran dengan intensitas tinggi, dan menyimpang dari arahan dan bentuk kebijakan tata ruang.
Penyusunan RTBL merupakan rancangan pengendalian bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan yang diperlukan setelah adanya rencana tata ruang pada kota dimaksud. Kegiatan penyusunan RTBL dimaksudkan untuk mewujudkan tata bangunan dan tata lingkungan, sehingga dapat berjalan tertib dan lancar sesuai dengan karakteristik bangunan dan lingkungan setempat, pengaturan keselamatan bangunan yang bertujuan agar setiap bangunan dapat memberikan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bagi penghuninya, dan mendukung keselarasan dan keseimbangan lingkungannya. 3. KESEJARAHAN KOTA SAMARINDA Pada saat pecah perang Gowa, pasukan Belanda di bawah Laksamana Speelman memimpin angkatan laut menyerang Makasar dari laut, sedangkan Arupalaka yang membantu Belanda menyerang dari daratan. Akhirnya Kerajaan Gowa dapat dikalahkan dan Sultan Hasanudin terpaksa menandatangani perjanjian yang dikenal dengan " PERJANJIAN BONGAJA" pada tanggal 18 Nopember 1667. Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja tersebut, mereka tetap meneruskan perjuangan dan melakukan perlawanan secara gerilya melawan Belanda, dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya diantaranya ada yang hijrah ke daerah kerajaan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang Pertama). Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai.
50
Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha pertanian, perikanan, dan perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama didalam menghadapi musuh. Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan didalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai. Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili). Dengan rumah rakit yang berada di atas air, harus sama tinggi antara rumah satu dengan yang lainnya, melambangkan tidak ada perbedaan derajat apakah bangsawan atau tidak, semua "sama" derajatnya dengan lokasi yang berada di sekitar
muara sungai yang berulak, dan di kiri kanan sungai daratan atau "rendah". Diperkirakan dari istilah inilah lokasi pemukiman baru tersebut dinamakan SAMARENDAH atau lama-kelamaan ejaan "SAMARINDA". Orang-orang Bugis Wajo ini bermukim di Samarinda pada permulaan tahun 1668 atau tepatnya pada bulan Januari 1668 yang dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Telah ditetapkan pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda -Nomor: 1 tahun 1988 tanggal 21 Januari 1988, pasal 1 berbunyi "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 H" berdasarkan kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo mendirikan pemukiman di muara Karang Mumus. Penetapan ini dilaksanakan bertepatan berdasarkan dengan peringatan hari jadi kota 51
Samarinda ke 320 pada tanggal 21
b. Kotabaru
Januari 1980.
Palaran; c. Kota Baru Bekas Bandara Temindung; d. Kawasan CBD di pusat kota; e. Pusat Pemerintahan di Makroman;
4. RENCANA STRATEGIS Kawasan Bandara Temindung merupakan salah satu kawasan di Kota Samarinda yang diprediksikan akan mengalami perkembangan yang cepat karena aksesibilitas tinggi, mempunyai pengaruh terhadap kawasan sekitarnya, memberikan dampak sangat besar terhadap wilayah sekitarnya dan mampu menciptakan lapangan kerja. Sebagaimana diamanatkan dalam RTRW Kota Samarinda, diperlukan rencana strategis dalam mengantisipasi percepatan pembangunan pada kawasan-kawasan yang mengalami tumbuh-kembang cepat, meliputi: a. Kawasan Industri Palaran;
berbasis
industri
f. Kawasan Wisata Lempake; g. Kawasan Tepian Mahakam; h. Kawasan Bandara Udara Sei Siring; i. Pusat Pengembangan Samarinda Seberang; 5. RENCANA PEMBANGUNAN Rencana pembangunan, diupayakan sdejalan dengan tujuan yang diharapkan dari Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
52
Kota Samarinda, akan menjadikan Kota Samarinda sebagai: a. Kota Jasa; pembangunan Kota dititikberatkan pada bidang transportasi dan perhotelan, restoran, rekreasi dan olah raga, kesehatan pendidikan yang jangkauan pelayanannya diharapkan mampu menempuh sejauh mungkin di luar batas wilayah administrasi Kota Samarinda, tidak hanya dalam batas lingkup Kalimantan Timur dan Kalimantan, tetapi juga sebagian kawasan timur Indonesia. b. Kota Industri; Samarinda diharapkan mampu menangkap peluang investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun pencapaiannya diperkirakan dapat terealisai dalam jangka panjang, karena banyak factor pendukung yang diperlukan untuk berkembangnya sector industri lebih-lebih industri yang bersifat manufacturing seperti tersedianya bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar lokal, regional dan global, akses pemasaran ke barbagai daerah di dalam dan luar negeri , pelabuhan ekspor dan lain sebagainya. Selama ini industri
c.
d.
utama yang ada di samarinda adalah kayu lapis, sawn timber, partied board, plywood, serta industri menengah lainnya. Kota Perdagangan ; Kota Samarinda diharapkan mampu berperan sebagai pusat perdagangan yang akan didukung oleh dibangunnya bandar udara, dermaga, dan Trans Kalimantan. Kota Permukiman; pembangunan perumahan Kota Samarinda memiliki potensi yang strategis, mengingat letak geografis Kota sangat mendukung untuk dikembangkan menjadi kota pemukiman. Karena Kota Samarinda memiliki lahan yang cukup kondisinya cukup strategis untuk dikembangkan sesuai tata ruang kota. Dalam kurun waktu 5 tahun Kota Samarinda akan mampu membangun pemukiman yang berwawasan lingkungan.
6.
KETERBATASAN OPERASIONAL BANDAR UDARA TEMINDUNG Bandar Udara Temindung terletak di Kelurahan Bandara, dalam konteks Kawasan Perencanaan, maka kajian juga mencakup Kelurahan Temindung Permai. Kawasan Bandara
53
Temindung merupakan kawasan yang telah berkembang sebagai 'Kota Baru di Samarinda. Hal ini ditunjukkan dengan berkembangnya tingginya persentase pemanfaatan ruang untuk aktivitas perekonomian dalam skala regional, baik dalam bentuk pelayanan perdagangan maupun jasa. Samarinda barangkali teraiasuk sedikit ibu kota provinsi di Indonesia yang hingga kini belum bisa dijangkau secara langsung oleh penerbangan dari luar Kalimantan Timur. Tidak heran kalau banyak kalangan, terutama usahawan, menjuluki kota yang terbelah oleh Sungai Mahakam ini sebagai ibu kota provinsi terpencil. Untuk mencapai kota berpendiiduk 509.330 jiwa ini, lebih dulu harus singgah Balikpapan. Dari kota minyak ini perjalanan dilanjutkan dengan pesawat kecil, sejenis Cassa 212 berpenumpang 25 orang. Tetapi, selama ini orang lebih memilih jalan darat, dengan alasan merasa kurang nyaman saja naik pesawat kecil itu. Calon penumpang yang bepergian untuk suatu urusan di luar Kalimantan Timur, pada umumnya lebih memilih menempuh jalan darat menuju Balikpapan, untuk selanjutnya dengan pesawat menuju kota yang di tuju. Bandara Temindung dengan panjang landasan pacu cuma 900 X 24 meter, belum memungkinkan didarati
pesawat bermesin jet. Bandara Temindung hanya mampu menampung pesawat (reguler) kecil seperti Cassa 212 atau Cessna. Kalaupun dipaksakan, paling banter hanya sejenis Dash Seven. Kondisi tersebut membuat sebagian orang menganggap Kota Samarinda sebagai kota kecil. Sebuah kota di pinggiran sungai yang tak mudah dicapai dalam satu jangkauan. Beberapa orang juga menyebut bandara ini seperti bandara perintis, dikaitkan dengan perjalanan darat selama 2,5 jam -dari Balikpapan ke Samarinda - dengan kondisi jalan yang meliuk-liuk menembus Tahura Bukit Soeharto. Bandara Temindung yang terletak di padatnya pemukiman penduduk ini, awalnya dibangun secara patungan oleh Pemda Kalimantan Timur dan Pelita Air Service (Pertamina). Saat diresmikan oleh Dirjen Perhubungan Udara (Kardono, ketika itu) tanggal 24 Juli 1974, jenis pesawat yang bisa mendarat hanyalah Sky Van dan Cessna. Kebanyakan orang seakan tidak percaya, dan sulit untuk dapat memahami Balikpapan hanyalah kota kedua di Kalimantan Timur. Sedangkan . ibukotanya adalah Samarinda. 'Banyak orang yang baru kali pertama menginjakkan kakinya di Balikpapan
54
beranggapan bahwa Balikpapan adalah ibukota Provinsi Kalimantan Timur. Terlebih diketahui sejumlah kantor penting seperti Kodam VI/TPR, Kejati Kalimantan Timur (sudah sekitar empat tahun lalu pindah ke Samarinda), Bea Cukai Kalimantan Timur, Polda Kalimantan Timur, dan Divisi Regional VI/Telkom Kalimantan berkantor di sana. Kesan ini muncul selain karena perkembangan Samarinda yang relatif lebih lamban juga karena kecilnya Bandara Temindung Samarinda. Jika saja bandara yang diresmikan Dirjen Perhubungan Udara Kardono 21 Juli 1974 itu merupakan bandara yang mampu memfasilitasi penerbangan langsung keluar Kalimantan Timur, tentulah kesan "isolasi" yang selama ini melekat erat pada ibukota dari sebuah provinsi ini akan bisa terhapuskan. Jadinya, Samarinda termasuk sedikit ibukota provinsi di Indonesia yang hingga kini belum bisa dijangkau secara langsung oleh penerbangan dari
singgah Balikpapan.
Bandara
Sepinggan
luar Kalimantan Timur. Tidak heran kalau banyak kalangan, terutama usahawan, menjuluki kota yang terbelah oleh Sungai Mahakam ini sebagai ibu kota provinsi terpencil. Untuk mencapai kota berpenduduk 559.330 jiwa ini, lebih dulu hams
bandara Temindung yang berada betulbetul di tengah Kota Samarinda diekelilingnya telah berkembang pemanfaatan ruang yang padat dengan permukiman penduduk, dan kedekatannya dengan Sungai Temindung. Landasan pacu bandara
Dari kota minyak ini perjalanan bisa dilanjutkan dengan jalan darat yang berkelok-kelok selama 2-3 jam atau dengan pesawat kecil sejenis Cassa 212 berpenumpang 24 orang atau Dash Seven berpenumpang 36 orang yang dioperatori Kalstar. Bandara yang ada, dengan panjang run away 900 X 24 meter, belum memungkinkan didarati pesawat bermesin jet. Kini setelah 29 tahun, kondisinya tidak jauh berbeda. Meski sudah pernah direhabilitasi, tapi perubahan itu tidak secepat mobilitas masyarakatnya. Rehabilitasi mendasar hanya mengubah landasan pacu dari steel plat menjadi kontruksi penetrasi dan kemudian beraspal. Padahal kebutuhan akan bandara besar sangat ditunggu. Tapi mau dikembangkan juga tidak mungkin karena berada di tengah padatnya pemukiman penduduk. Bandara Temindung juga rawan terhadap banjir, kondisi ini dipicu letak
55
termasuk di dalamnya beberapa fasilitas bandara, sering dimanfaatkan penduduk sekita untuk aktivitas olah raga dan kepentingan bermin bagi anak-anak di sekitanya. Air banjir setinggi hampir satu meter pernah menggenangi Bandara Temindung, sehingga sempat ditutup selama seminggu, dan setelah air surut, operasi penerbangan dibuka kembali. Bekas genangan air itu masih ada, terlihat jelas di tembok gedung terminal yang telah mengalami renbvasi. Bangunan terminal yang dapat menampung 200 penumpang itu terlihat seperti sebuahrumah makan. Kesan dari luar memang tidak seperti terminal bandara. Untuk masuk areal bandara pun, kita hanya melewati gerbang besi di ujung jalan tempat rumah-rumah penduduk. Tidak ada areal luas berupa jalan panjang atau parkir kendaraan. Bandara Temidung suatu ketika juga pernah terganggu akibat adanya kabut asap, sehingga semua penerbangan dari dan ke Samarinda di Bandara Temindung dihentikan sementara. Kabut asap terjadi akibat kebakaran hutan di Samarinda, Kalimantan Timur, sutu ketika pernah mengakibatkn jarak pandang di landasan pacu kurang dari 600 meter, sedangkan jarak pandang ideal di landasan pacu 5-10 kilometer. Sehingga dalam kondisi tersebut penerbangan dari dan ke Samarinda di Bandara Temindung perlu dihentikan untuk sementara. Luas areal Bandara Temindung hanya sekitar 13 hektar. Bandara yang dibangun tahun 1974 ini juga tidak setiap kali terkena banjir, di antaranya terjadi karena ada tanggul yang jebol. Temindung betul-betul bandara di tengah kota. Seringkali anak-anak bermain di areal luas itu. Anak-anak, laki-laki dan perempuan, bahkan naik ke tangga /tower/ untuk melihat pesawat yang datang atau berangkat.
Di seberang landasan, anak-anak lelaki bermain sepakbola. Bila pesawat akan mendarat atau lepas landas, .bunyi sirine menguing. Pernah ada orang yang tersambar pesawat sampai meninggal. Pada beberapa kesempatan memang orang seringlalu-lalang di landasan. Namun setelah kejadian itu jarang orang yangcoba-coba melintas landasan. Petugas keamanan yang hanya beberapa orang, hanya dapat menghalauanak-anak itu di saat-saat tertentu. Anak-anak yang naik tangga tower, misalnya, diminta segera turun, pada suatu saat. Tapi di saat lain, anakanak itu akan kembali. Areal Bandara Temindung bukan tanpa pengamanan. Di sekeliling areal landasan hanya beberapa meter ke lokasi rumah penduduk dipagari tembok-setinggi dua meter. Tapi kenyataannya, mereka tetap masuk areal bandara. Entah naik atau menerobos pagar pembatas, entah masuk saat petugas keamanan lengah. Namun pada saat survei lapangan dilakukan pada Tahun 2008, sudah ada bagiantembok pembatas, yang nampaknya sengaja dirobohkan untuk mempermudah masuk ke landasan pacu bandara. Bandara Temindung memang dikelilingi rumah penduduk, dan anakanak suka bermain di lahan yang luas, sebagaimana landasan pacu bandara tersebut. Bandara Temindung dikelilingi perumahan pegawai Bank Exim, perumahan Di^jen Perhubungan Udara dan rumah-rumah penduduk lainnya. Temindung termasuk bandara yang memiliki pergerakan pesawat cukup, perhari antara 18-25 pergerakan pesawat. "Pernah pada tahun 1996, satu hari mencapai 60 pergerakan karena ada /test flight/ pesawat /Transall/. Sedangkan sebelum krisis moneter melanda dunia, per hari mencapai 30-40 pergerakan. Adalah hal yang wajar 56
apabila pemindahan Temindung sudah direncanakan sejak awal tahun 1990an. Rencananya, tahun 1995 sudah dimulai pengerjaan pertama, seperti pembebasan dan pembersihan tanah. Tahun 1995, pemerintah daerah Kaltim pun berhasil menyediakan tanah seluas 300 hektar di daerah Sungai Siring, 23 km arah utara kota Samarinda. Cukup sibuknya Bandara Temindung dapat dilihat dari data statistik lalu lintas udara. Pergerakan pesawat dari tahun ke tahun terdapat peningkatan, dan puncaknya tahun 1996. Tahun 1997 masih terlihat tinggi, namun tahun 1998 turun hampir setengahnya dari tahun 1996. Demikian dengan penumpang, bagasi dan pos, sedangkan muatan kargo justru tahun 1998 terdapat kenaikan. Selama tahun 1998, total pesawat yang datang dan berangkat 6.085 unit, atau rata-rata per hari 16,67 pergerakan, turun 37,36 persen dari tahun 1997, dan tahun 1996 rata-rata per hari 31,7 pergerakan. Penumpang yang datang 26.831 orang, berangkat 22.983 orang dan transit 4.963 orang atau turun 30,7 persen. Angkutan kargo yang datang 8.483 kg dan muat 121.257 kg atau naik 30,37 persen. Sedangkan pos yang datang 13.437,3 kg dan muat 27.131,5 kg atau turun 17,54 persen. Sebenarnya bukan cuma bandara Sepinggan dan Temindung yang sibuk. Di Kaltim terdapat 69 lapangan terbang, yakni 58 berupa /airstrip/ dan 11 yang punya klasifikasi. Airstrip yang bertebaran di wilayah Kalimantan Timur itu cukup potensial digunakan oleh perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak dan hutan yang banyak terdapat di propinsi seluas 202.440 km persegi tersebut. Panjang minimal airstrip yang umumnya beralas rumput itu 450 meter. Dari 11 bandara berklasifikasi, Bandara Juwata di Tarakan termasuk yang sibuk. Landasan pacu Juwata
sepanjang 1.650 X 30 meter, memadai untuk penerbangan pesawat sekelas CN235 atau F-27. Bandara lain, ada dua yang berklasifikasi kelas IV, yakni Nunukan dan Kalimarau/Tanjung Redep/Berau. Ada empat bandara kelas V, yakni Data Dawai, Tanjung Harapan/Tanjung Selor, Long Nawan/Long Apung dan Yuvai Semaring/Long Bawan serta dua bandara satker Senipah dan Tanah Grogot (lihat box). Temindung sendiri termasuk bandara kelas III menurut Mukani akah jadi kelas II. Panjang landasan yang dimilikinya hanya 940 X 24 meter, berkemampuan menampung paling besar pesawat sekelas NC- 212. Temindung lebih banyak didarati pesawat-NC-212 dan Britten Norman BN-2A DAS (Dirgantara Air Service) serta /Skyvan/ Deraya Air Taxi yang berjadwal, disamping beberapa pesawat mereka juga digunakan untuk carter. Lainnya, ada Cessna 185 MAP (Mission Aviation Fellowship), BN-2A dioperasikan RJR (Rimba Jaya River), NC-212 dioperasikan KPC (Kaltim Prima Corp), Dash-7 dioperasikan PKT (Pupuk Kaltim), helikopter Puma dan Dash-7 PAS (Pelita Air Service) dengan , BN-2A dioperasikan PT Kiani Lestari, helikopter Bell 212 dan Bell 206 Airfast, serta IAT (Indonesia Air Transport). Temindung memang masih beroperasi, sehingga perawatan pun terus dijalankan, seperti renovasi terminal, /overlay/ landasan dan pembangunan tower baru. Tower baru perlu dibangun karena tower lama sudah tidak layak lagi. Lalu lintas penerbangan di Temindung termasuk riskan, terutama karena banyaknya bangunan dan antena-antena tinggi. Sarana navigasi yang ada pun termasuk kurang memadai, hanya ada dua unit SSB, dan tiga unit VHF-EA, serta masing-masing satu unti NDB tipe LWX 100A dan VOR. Dengan kendalakendala seperti itu, petugas ATC kerap 57
mengeluh, /reporting/ pilot terkadang tidak tertangkap jelas. Rencana pembangunan tahap awal Bandara Samannda di Sungai Siring akan punya landasan sepanjang 1.400-1.600 meter. Untuk tahap selanjutnya akan dibangun landasan sepanjang 2.000-3.000 meter agar dapat didarati pesawat/narrow body/. Nmun sampai saat ini pembangunan belum terealisasi sesuai dengan yang direncanakan. Namun pada dasarnya sudah seharusnya bandara pindah, apapun keadaannyakarena tingkat kerawan untuk dipertahankan, terutama menyangkut keselamantan penerbangan." Selain karena alasan bahwa Samarinda merupakan pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur, pada dasarnya keberadaan bandara baru tetap diperlukan. Secara statistik, enampuluh persen penumpang pesawat ke Kalimantan Timur dengan tujuan dan arah Samarinda. Sepinggan dibangun untuk tujuan-tujuan khusus, dengan demikian perlu upaya terorganisir, agar kedua bandara dapat eksis. Bandara baru di Sungai Siring nanti direncanakan sebagai /feeder/nya Sepinggan. Sepinggan yang sudah berkembang sebagai bandara internasional menampung penerbangan-penerbangan besar dan jarak jauh. Sementara Bandara Samarinda di Sungai Siring sebagai pengganti Bandara Temindung akan menampung penumpang-penumpang dari Sepinggan atau lapangan-lapangan terbang kecil lainnya yang tersebar di Kaltim dengan pesawat berbadan sedang dan kecil. 6. RELOKASI BANDARA Pembangunan Bandara Sungai Siring sebagai pengganti Bandara Temindung di Samarinda membutuhkan dana Rp700 miliar yang diharapkan diperoleh dari pihak swasta, APBD Samarinda, APBD
Kaltim dan APBN (Samarinda Bisnis, 2007). Kebutuhan dana pembangunan Bandara Sungai Siring itu disampaikan Walikota Samarinda, menyusul keluarnya Surat Izin Menhub yang menunjuk Samarinda untuk membangun Bandara baru pengganti Bandara Temindung. Kota Samarinda harus berupaya keras untuk mencari pendanaan pembangunan Bandara tersebut, karena lahan yang dipersiapkan 300 ha di Kawasan Sungai Siring sudah siap bangun, setelah melalui uji kelaikan dan pematangan lahan sejak tahun 1992 sehingga untuk lokasi tidak ada masalah. Pendanaan Pembangunan Bandara Samarinda di Sungai Siring telah memperoleh dukungan pihak investor swasta yang siap berinvestasi dalam • pembangunan Bandara tersebut dan rencananya akan mulai melakukan pembangunan tahap awal. Direncanakan dari total dana yang dibutuhkan untuk pembangunan Bandara tersebut setidaknya andil APBD Samarinda sekitar 40 persen dan sisanya bisa diperoleh dari APBD Provinsi Kaltim dan APBN serta pihak swasta. Pembangunan Bandara dengan panjang landasan sekitar 3.000 meter itu harus dipacu agar dapat segera selesai dibangun dan siap beroperasi. Pemerintah Kota Samarinda juga akan mencari pendanaan melalui upaya penjualan lahan Bandara Temindung yang hingga kini masih digunakan, meskipun berdasarkan standar keselamatan penerbangan tidak memenuhi syarat. Diprakirakan penjualan lahan Bandara Temindung bisa menghasilkan dana sekitar Rp300 miliar karena letaknya di jantung Kota Samarinda yang sangat strategis. Dari hasil penjualan lahan Bandara Temindung itu setidaknya dapat meringankan beban daerah untuk membiayai pembangunan Bandara yang baruini.
58
Perlu dipertimbangkan, bahwa nantinya penjualan lahan Bandara Temindung dilakukan dengan perjanjian bisa digarap oleh pembeli/investor setelah Bandara Sungai Siring beroperasi. Keluarnya izin Menhub terhadap Bandara Sungai Siring itu, mementahkan keinginan Kabupaten Kutai Kartanegara yang juga berniat membangun Bandara sejenis di daerah itu dengan pendanaan sendiri. 7. KESIMPULAN DAN PENUTUP Disusunnya RTBL pada kawasan strategis di Kota Samarinda adalah untuk dapat memberikan arahan pada rencana penataan bangunan dan lingkungan, sebagai berikut: a. Masukan rencana dan program pembangunan fisik bagi Pemerintah Daerah dalam penanganan tata bangunan dan lingkungan kawasan tertentu. b. Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah dalam bentuk rincian pengendalian perwujudan bangunan dan lingkungan pada kawasan tertentu. c. Masukan teknis bagi Pemerintah Daerah dalam mengarahkan peran serta seluruh pelaku pembangunan (pemerintah, swasta, masyarakat lokal, investor) dalam mewujudkan lingkungan yang dikehendaki. Adapun harapan yang diharapkan dari RTBL pada kawasan strategis di Kota Samarinda adalah: a. Terwujudnya rencana tata bangunan dan lingkungan pada kawasan strategis sebagai bagian dari upaya penataan fungsi dan fisik kawasan, bersama masyarakat dan semua stakeholder, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal dengan alam sekitarnya. b. Tersusunnya program investasi pembangunan sebagai acuan implementasi dari rencana dan rancangan yang telah disusun, dengan
melibatkan peran serta aktif masyarakat sekitar sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang terlanjutkan pada kawasan yang direncanakan. Pada sisi lain disusunnya RTBL pada kawasan strategis di Kota Samarinda memberi manfaat sebagai berikut: a. Tersusunnya RTBL untuk kawasan strategis sebagai bagian dari penataan fungsi dan fisik kawasan, bersama masyarakat dan semua stakeholder, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal dengan memperhatikan keserasian dengan alam sekitamya. b. Tersusunnya program investtasi pembangunan pada kawasan strategis Kota Samarinda, sebagai bagian upaya peningkatan kualitas lingkungan dengan menyertakan masyarakat sebagai bagian integral dari upaya pembangunan yang terlanjutkan. 8.
DAFTAR PUSTAKA
Berry,
BJL., dan Horton, BB., Geographic Perspectives on Urban Systems, PrenticeHall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1970 Bourne, LS., Internal Structure of the City, Oxford University Press, New York, 1971 Brunn, SD., dan Williams, JF., Cities of the World: Regional Urban Development, Harper & Row, New York, 1983 Chapin, Jr., FS., dan Kaiser, EJ., Urban Landuse Planning, Third Edition, University of Illinois, 1979 Djunaedi, Pola Tataguna Tanah Kota-kota Ibukota 59
Kecamatan di Provinsi Jawa Tengah, Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2004 Indro Sulistyanto, Pengaruh Perkembangan Penduduk terhadap Semakin Berkurangnya LahanLahan Produktif, Bappeda Kabupaten Magelang, 2006 Jayadinata, JL., Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB, 2006 King, LJ., & Colledge, RG., Cities, Space and Behavior, The Elements of Urban Geography, Prentice-Hall Englewood Cliffs, New Jersey, 1978 Sandy, I., Made., Kota Indonesia, Dibandingkan, Puslit. Pranata Pembangunan, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Jakarta, 1989
————————} Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Kota Samarinda, 2005 Biodata Penulis: Indro Sulistyanto, tinggal di Yogyakarta. SI Jurusan Teknik Arsitektur UGM Yogyakarta (1982), Pasca Sarjana (S2) Program Magister Teknik Universitas Atmajaya Yogyakarta (1999), Dosen pada Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik UTP Surakarta Tahun 1985 sampai sekarang. Pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Arsitektur , dan Dekan Fakultas Teknik UTP Surakarta.
60