Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar negeri, dan dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, dan sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya. Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik dan internasional. Untuk membangun daya saing yang berkelanjutan, upaya pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki bangsa dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada di luar maupun di dalam negeri harus dilakukan secara optimal. Oleh karena esensi daya saing yang berkelanjutan tersebut terletak pada cara menggerakkan dan mengorganisasikan seluruh potensi sumber daya produktif, dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan permintaan pasar.
v
Kebijakan pembangunan industri pada periode rehabilitasi dan stabilisasi (tahun 1967 – 1972) dan periode terjadinya boom minyak (tahun 1973 – 1981), menitikberatkan pada industri substitusi impor. Dengan meningkatnya harga minyak (boom minyak), kebijakan tersebut dilanjutkan bahkan lebih diintensifkan. Dengan melemahnya harga minyak, pada era tahun 1982 – 1996, kebijakan pembangunan industri disesuaikan dengan ditambah misi baru yaitu pengembangan industri berorientasi ekspor, dan pendalaman dan perkuatan struktur industri. Dengan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 sampai dengan sekarang kebijakan yang ditempuh adalah penyelamatan industri agar mampu bertahan melalui Program Revitalisasi Industri. Strategi pengembangan industri Indonesia ke depan, mengadaptasi pemikiranpemikiran terbaru yang berkembang saat ini, sehubungan dengan era globalisasi dan perkembangan teknologi abad 21, yaitu pendekatan pengembangan industri melalui konsep klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Pada dasarnya klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan lembaga terkait. Manfaat klaster ini selain untuk mengurangi biaya transportasi dan transaksi, juga untuk meningkatkan efisiensi, menciptakan asset secara kolektif, dan mendorong terciptanya inovasi. Untuk menentukan industri yang prospektif, dilakukan pengukuran daya saing, baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan; untuk melihat kemampuannya bersaing di dalam negeri maupun di luar negeri. Hasil analisis daya saing terhadap industri yang sudah berkembang di Indonesia, dikelompokkan ke dalam dua kelompok yaitu produksi orientasi ekspor dan produksi orientasi dalam negeri, yang selanjutnya dibedakan atas 4 kategori yaitu : Industri Padat Sumber Daya Alam, Industri Padat Tenaga Kerja, Industri Padat Modal, dan Industri Padat Teknologi. Dalam menentukan Bangun Industri yang dicita-citakan, industri-industri terpilih tersebut, yang didasarkan atas industri yang sudah ada, dilengkapi lagi dengan industri-industri lainnya yang dipilih berdasarkan pertimbangan atas besarnya potensi
vi
Indonesia, yaitu luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk dan ketersediaan sumber daya alam, yang bisa didayagunakan untuk kepentingan pembangunan sektor industri. Berdasarkan proses tersebut, maka bangun industri yang diharapkan menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional, dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian nasional di masa yang akan datang disusun, serta telah dipertimbangkan segala aspek sumber daya nasional yang ada, sehingga diharapkan memiliki struktur keterkaitan dan kedalaman yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan dan tangguh di pasar internasional. Bangun Sektor Industri yang dimaksud secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:
INDUSTRI AGRO
PETRO KIMIA SEMEN BAJA DLL
INDUSTRI TELEMATIKA
INDUSTRI BARANG MODAL
INDUSTRI KOMPONEN (BASIS I K M)
SDA TERBARUKAN
INDUSTRI ALAT ANGKUT
INDUSTRI ANDALAN MASA DEPAN BASIS INDUSTRI MANUFAKTUR
TPT SEPATU ELEKTRONIK DLL
SDA TIDAK TERBARUKAN
SUMBERDAYA MANUSIA
Basis Industri Manufaktur, adalah kelompok industri yang telah berkembang saat ini. Industri kelompok ini yang keberadaannya sangat bergantung pada ketersediaan SDA dan SDM yang tidak terampil, untuk ke depan perlu direstrukturisasi dan diperkuat kemampuannya sehingga mampu menjadi industri kelas dunia. Penentuan industri prioritas, dilakukan melalui analisis daya saing internasional dan pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka menumbuhkan industri. Dalam jangka panjang pengembangan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri : 1) Industri Agro; 2) Industri Alat Angkut; 3) Industri Telematika; 4) Basis Industri Manufaktur; dan 5) Industri Kecil dan Menengah Tertentu.
vii
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden No. 7/2005), fokus pembangunan industri pada jangka menengah (2004-2009) adalah penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : 1) Industri makanan dan minuman; 2) Industri pengolahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang karet; 8) Industri pulp dan kertas; 9) Industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan 10) Industri petrokimia. Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan integratif, didukung industri terkait (related industries) dan industri penunjang (supporting industries). Strategi pengembangan industri di masa depan terdiri atas strategi pokok dan strategi operasional. Strategi pokok, meliputi (a) Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai pada klaster dari industri yang bersangkutan, (b) Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai, (c) Meningkatkan sumber daya yang digunakan industri, dan (d) Menumbuh-kembangkan Industri Kecil dan Menengah. Sedangkan untuk strategi operasional terdiri dari (a) Menumbuh-kembangkan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif, (b) Penetapan prioritas industri dan penyebarannya, (c) Pengembangan industri dilakukan dengan pendekatan klaster, dan (d) Pengembangan kemampuan inovasi teknologi. Dengan strategi pembangunan yang dimaksud selama kurun waktu 2005-2009, sektor industri diharapkan tumbuh sebesar 8,56% per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan dan jumlah tenaga kerja untuk setiap cabang industri diharapkan dapat tercapai sebagai berikut:
viii
(Harga Konstan Tahun 2000)
Pertumbuhan (%)
Industri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Barang Kayu dan Hasil Hutan Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Semen dan Galian Non-Logam Logam Dasar, Besi dan Baja Alat Angkut, Mesin dan Peralatan Barang Lainnya Total
4,59 6,65 4,91 7,82 10,63 10,13 3,94 12,46 10,20 8,56
Jumlah Tenaga Kerja (orang) 514.557 485.955 133.119 42.595 143.273 5.918 341.388 96.510 887.853 2.635.690
Dengan target laju pertumbuhan di atas, maka diharapkan dalam tahun 2009 peranan sektor industri non-migas terhadap perekonomian nasional dapat mencapai sekitar 26 %. Sedangkan dalam kurun waktu tahun 2010 – 2025, sektor industri dapat tumbuh di atas 10 persen per tahun, sehingga peranannya terhadap perkonomian Indonesia dapat mencapai 35~40%. Di bidang tenaga kerja, industri diharapkan dapat memberikan kontribusi penyerapan tenaga kerja yang cukup besar yaitu sekitar 2.635.690 orang atau 13,6% secara nasional. Besarnya serapan tenaga kerja ini bahkan lebih besar dari perhitungan yang ada dalam Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004 – 2009 yaitu sebesar 2.413.941 orang. Perkuatan dan pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) dilakukan secara terintegrasi dan sinergi dengan pengembangan industri berskala menengah dan besarnya, karena kebijakan pengembangan sektoral tidak bisa mengkotak-kotakan kebijakan menurut skala usaha. Namun oleh karena terdapat jenis IKM yang memiliki keunikan usaha dan skala usaha tertentu (kerajinan, batu mulia, dsb), maka pengembangannya dirumuskan secara tersendiri. Pengembangan setiap industri prioritas di masa depan, dirumuskan ke dalam pola pengembangan secara terinci yang meliputi: strategi; sasaran; pokok-pokok rencana aksi pengembangan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang. Pokok-pokok rencana aksi untuk industri berbasis agro, dalam jangka menengah ditujukan untuk memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan
ix
pasar. Sedangkan untuk jangka panjang difokuskan pada upaya pembangunan industri agro yang mandiri yang berdaya saing tinggi. Untuk Industri Alat Angkut, pokok-pokok rencana aksi dalam jangka menengah adalah memfokuskan peningkatan kemampuan industri komponen. Untuk jangka panjang selanjutnya diarahkan pada pembangunan kapasitas nasional di bidang teknologi agar industri alat angkut memiliki kemandirian dalam desain dan rekayasa komponen, sub-assembly, maupun barang jadi. Pokok-pokok rencana aksi dalam mengembangkan industri Telematika dilakukan melalui pengembangan sentra-sentra industri Telematika, mengembangkan aliansi strategis, serta peningkatan kemampuan SDM. Sedangkan dalam jangka panjang, pokok-pokok rencana aksi yang akan dilaksanakan adalah membangun industri Telematika Indonesia sebagai basis produksi global. Dalam rangka meningkatkan Basis Industri Manufaktur dalam jangka menengah, upaya-upaya yang akan dilakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi, dan konsolidasi industri, yang dimaksudkan untuk mempertahankan keberadaan industri serta meningkatkan efisiensi dan daya saing di dunia internasional. Untuk jangka yang lebih panjang upaya-upaya yang akan dilakukan akan lebih menitik beratkan pada peningkatan kemampuan nasional dalam penelitian dan pengembangan, teknologi serta disain industri. Pokok-pokok rencana aksi peningkatan IKM Tertentu akan dilakukan melalui peningkatan kemitraan, baik dalam pemasaran dalam negeri dan ekspor, teknologi maupun, aspek keuangan. Fasilitasi pemerintah lainnya yang akan banyak dilakukan untuk IKM selain aspek-aspek tersebut yaitu di bidang peningkatan mutu produk dan kemampuan disain. Dalam menjawab persaingan di pasar internasional yang semakin ketat, dalam jangka panjang fokus pengembangan akan diarahkan pada peningkatan kemampuan penelitian dan pengembangan dalam rangka kegiatan-kegiatan inovasi produk. Dalam pelaksanaannya pengembangan sektor industri akan dilakukan secara sinergi dan terintegrasi dengan pengembangan sektor-sektor ekonomi lain seperti pertanian, energi
x
sumber daya mineral, kehutanan, kelautan, pendidikan, riset dan teknologi dsb. Konsep daya saing internasional, merupakan kata kunci dalam pembangunan sektor industri, oleh karenanya selain sinergi sektoral, sinergi dengan seluruh pelaku usaha, serta seluruh daerah yaitu kabupaten-kabupaten/kota merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu dengan dukungan aspek kelembagaan yang mengatur tugas dan fungsi pembangunan dan dukungan terhadap sektor industri baik secara sektoral maupun antara pusat dan daerah secara nasional akan menentukan sukses atau gagalnya pembangunan sektor industri yang di cita-citakan .
xi
xii