PURA AGUNG DALEM DIMADE DI DESA GULIANG, BANGLI, BALI (POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL DI SMA)
Oleh: NI LUH SULANDARI NIM 1314021008
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2017
PURA AGUNG DALEM DIMADE DI DESA GULIANG, BANGLI, BALI (POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL) Ni Luh Sulandari, Dra. D.M.O Purnawati, M.Hum, Dr.Drs. I Made Pageh M.Hum Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Desa Pakraman Guliang Kangin, Bangli, Bali yang bertujuan untuk mengetahui : (1) Guliang dijadikan sebagai Pengasingan dan Sejarah berdirinya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Pakraman Guliang Kangin; (2) Pura Agung Dalem Dimade sebagai Pemujaan Dinasti Kepakisan; dan (3) Potensi sebagai sumber pembelajaran sejarah Lokal. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah, sehingga langkah yang dilakukan adalah (1) teknik penentuan lokasi penelitian, (2) teknik penentuan informan, (3) Heuristik (pengumpulan data) dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, studi dokumen, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Pencarian informan ditentukan dengan cara Snowball sampling. Penentuan informan diawali dengan menentukan informan kunci, kemudian dikembangkan sampai data lengkap. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa : (1) Pura Agung Dalem Dimade berdiri pada tahun 1665 (pada abad ke-17), sejarah berdirinya Pura ini dilatarbelakangi pada saat Ida Dalem kesah ke Desa Guliang, karena terjadinya pemberontakan di Gelgel, sehingga beliau diasingkan ke Desa Guliang, disana beliau membangun Puri serta Merajan untuk memuja para leluhurnya di pengasingan, setelah beliau wafat Puri dan Merajannya dijadikan Pura oleh masyarakat Desa Guliang. (2) Pura Agung Dalem Dimade kini dijadikan sebagai Pemujaan Dinasti Kepakisan di Bali yang piodalannya diperingati 210 hari atau pada hari Anggar Kasih Prangbakat. (3) Potensi yang ada di Pura Agung Dalem Dimade yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar sejarah adalah dari aspek sejarah, aspek politik, aspek gotong-royong dan kebersamaan. Kata Kunci: Sejarah,Pura Agung Dalem Dimade dan Sumber Belajar Sejarah. Abstract This research was conducted in Pakraman Guliang Kangin village, Bangli, Bali which aims to know : (1) Guliang serve as exile and history of the establishment Agung Dalem Dimade temple in the Pakraman Guliang Kangin village; (2) Agung Dalem Dimade temple as worship dynasty of Kepakisan; and (3) Potential as a source of local history learning. This research is a historical research, so the steps that must be done is (1) the technique of determining the location of research, (2) technique for determining informants, (3) Heuristics (data collection) by using observation, interview, study documents, source criticism, interpretation, and historiography. Informant search is determined by snowball sampling. The determination of informant begins with determining key informants, then developed until the complete data. Based on the results of the study found that : (1) the Agung Dalem Dimade temple stood in 1665 (in the 17th century), the history of the founding of this temple was motivated when Ida Dalem moved to the Guliang village, because of the rebellion in the Gelgel, so he was exiled to the Guliang village, there he built “Puri” and “Merajan” to worship his ancestors in exile, after he died the “Puri” and the “Merajannya” was made a temple by the villagers Guliang. (2) the Agung Dalem Dimade temple is used as worship of dynasty Kepakisan in Bali which ceremony commemorated 210 days or on Anggar Kasih Prangbakat day. (3) the potential that exists in the Agung Dalem Dimade temple that can be used as a source of learning history is from aspects of history, political aspects, aspects of mutual cooperation and mutuality.
Keywords:
History,
Agung
Dalem
Dimade
temple,and
source
of
learning
history.
PENDAHULUAN Bali sering dijuluki dengan berbagai nama oleh wisatawan, di antaranya disebut “Bali, the island of the thousand temples” artinya Bali adalah pulau dengan ribuan pura. Letak kekuatan Bali itu adalah pada komposisi kekuatan alam dan kekuatan kebudayaannya (Wiana, 2004:20). Masyarakat Bali dalam kehidupannya menerapkan ideologi Tri Hita Karana, yang terdiri dari Parahyangan, Palemahan, dan Pawongan. Kata Pura berasal dari kata Sansekerta yaitu “pur” yang berarti kota atau benteng, artinya tempat yang dibuat khusus dengan dipagari tembok (penyengker) untuk mengadakan kontak dengan kekuatan suci (Wiana, 1985: 8). Pura di Bali dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Pura atau Kahyangan umum dan Pura atau Kahyangan khusus. Seperti halnya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang Kangin. Pura Agung Dalem Dimade memiliki keistimewaan dan keunikan dibandingkan Pura yang lainnya. Pura Agung Dalem Dimade terletak di lingkungan yang merupakan bekas Puri dan Merajan Ida Dalem Dimade pada saat kesah ke desa Guliang dan memiliki peranan dalam mengembalikan kekuasaan Politik Dinasti Kepakisan di Bali. Pura Agung Dalem Dimade jika ditinjauan dari sejarahnya tentunya bisa dipakai sebagai alternative bagi guru untuk mengajarkan materi pembelajaran sejarah di SMA pada kelas X (Peminatan) dengan menuangkan kedalam, KI, KD dan Indikator di dalam silabus sejarah SMA. Suksesnya proses belajar mengajar tidak dapat dilepaskan dari faktor guru dan siswa. Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana Latar Belakang munculnya Guliang sebagai Pengasingan dan munculnya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang, Bangli, Bali? 2. Mengapa Pura Agung Dalem Dimade dijadikan sebagai Pemujaan Dinasti Kepakisan di Bali? 3. Potensi apa saja yang ada di Pura Agung Dalem Dimade sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar
sejarah Lokal di SMA berdasarkan Kurikulum 2013 ? Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Latar Belakang munculnya Guliang sebagai Pengasingan dan munculnya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang, Bangli, Bali. 2. Untuk mengetahui Pura Agung Dalem Dimade dijadikan sebagai Pemujaan Dinasti Kepakisan di Bali. 3. Untuk mengetahui Potensi apa yang ada di Pura Agung Dalem Dimade sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah Lokal di SMA berdasarkan Kurikulum 2013. Adapun dalam penelitian ini manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut: A. Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini penulis mempunyai maksud dan tujuan agar hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan bisa mengetahui sejarah berdirinya Pura Agung Dalem Dimade, serta untuk mengetahui mengapa Pura Agung Dalem Dimade dijadikan sebagai Pemujaan Dinasti Kepakisan di Bali dan mengetahui juga Potensi apa yang ada di Pura Agung Dalem Dimade sehingga dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah Lokal di SMA berdasarkan kurikulum 2013. B. Manfaat Praktis 1. Penulis lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai titik tolak penelitian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang Bangli dari aspek yang lain. 2. Masyarakat Guliang dan keluarga puri, mendapat pengetahuan tentang sejarah Pura Agung Dalem Dimade dan peranan Pura Agung Dalem Dimade dalam merebut kekuasaan politik Dinasti Kepakisan di Bali serta tertanam kesadaran untuk tetap mempertahankan kelestarian Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang Kangin.
METODE PENELITIAN Di dalam melaksanakan suatu penelitian ilmiah yang dapat dipertanggung wabkan, maka diperlukan suatu metode sebagai cara untuk mengadakan penelitian. Metode penelitian mengacu pada prosedur dalam menyelenggarakan penelitian yang harus konsisten dengan metodelogi (filosofi penelitian) yang dianutnya. Metode penelitian mengacu pada langkah-langkah pokok yang ditempuh dari awal penelitian sampai dengan analisis data oleh peneliti dalam upayanya menjawab permasalahan yang dikemukakan. Untuk mengkaji suatu permasalahan tentang “Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang, Bangli, Bali (Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal di SMA)”. Digunakan beberapa metode untuk mengkaji permasalahan diantaranya adalah sebagai berikut: Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat atau kancah dimana penelitian itu dilakukan. Terkait dengan permasalahan yang ingin dikaji, peneliti mengambil lokasi yang memiliki prasyarat utama yaitu kesesuaian antara permasalahan penelitian dengan gejala yang tampak. Daerah yang menjadi pedoman kunci dalam penelitian ini adalah Desa Pekraman Guliang Kangin, Desa Tamanbali Kabupaten Bangli yang mampu memberikan jawaban atas beberapa fenomena permasalahan pendidikan yang ingin ditemukan. Teknik Penentuan Informan Penelitian ini menggunakan metode pencarian informan dengan purposive sampling yaitu orang-orang tertentu yang bisa menggambarkan permsalahan yang ingin dikaji. Penetuan informan diawali dengan penunjukan informan kunci, kemudian jumlah informan dikembangkan secara berantai dengan memakai teknik snow ball sampling (Nasution dalam Sugiarta, 2005:3) yaitu informan diminta untuk menunjukkan informan lain yang memiliki kredibilitas, kegiatan tersebut berlangsung berkelanjutan sampai dirasa data yang didapat cukup.
Heuristik Pada tahap ini dikumpulkan beberapa sumber atau jejak yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. Pengumpulan data ditujukan untuk menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah yang akan dijadikan sumber sejarah (Widja, 191:20). Dengan kata lain, data tentang sumber-sumber sejarah yang dicari harus sesuai dengan sejarah yang akan peneliti teliti yaitu Pura Agung Dalem Dimade. Data yang diperoleh bisa berupa tertulis dan tidak tertulis serta artefak. Data tertulis berupa dokumen, babad-babad, dan foto. Sedangkan data tidak tertulis berupa bangunan. Untuk memperoleh data di dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yang antara lain: 1) Observasi Penulis akan melakukan observasi secara menyeluruh mengenai Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang, Bangli, Bali (Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal di SMA) segala hasil yang penulis temukan akan penulis catat. Selain itu juga untuk memperkuat bukti penelitian ini, penulis akan mendokumentasikan segala apa yang ada didalam Pura Agung Dalem Dimade. Instrumen yang dibutuhkan dalam observasi yaitu kamera digital, buku kecil (untuk mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian). 2) Teknik Wawancara Teknik wawancara adalah salah satu teknik mengumpulkan data dengan cara melakukan tanya jawab yang tepat secara sistematis. Adapun informan yang dimintai informasi mengenai permasalahan adalah Ngakan Putu Suarsana, SH selaku Bendesa Guliang Kangin yang mengetahui secara lengkap bagaimana sejarah Pura dan sejarah awal berdirinya Desa Guliang Kangin. Dengan teknik ini peneliti berharap dapat menemukan dan memperoleh data yang selengkaplengkapnya untuk keberhasilan penelitian.
3) Teknik Studi Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh informan dari sumbersumber dokumen. Teknik ini dilakukan dengan cara membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian (data tertulis). Data ini berupa babad-babad, struktur Pura, buku-buku, dan foto-foto. Peneliti mencari sumber-sumber tertulis ini pada instansi-instansi yang memiliki dan yang terkait dengan objek penelitian seperti di Pura Agung Dalem Dimade, perpustakaan Undiksha, perpustakaan daerah Bangli dan instansi lainnya yang memiliki dokumendokumen baik itu berupa babad ataupun buku sebagai sumber tertulis mengenai Pura Agung Dalem Dimade yang sedang peneliti teliti. Kritik Sumber Setelah selesai dilaksanakannya langkah pengumpulan sumber-sumber sejarah (heuristik) dalam bentuk dokumendokumen, maka yang harus dilaksanakan berikutnya adalah mengadakan kritik (verifikasi) sumber. (1) Kritik ekstern yaitu suatu usaha untuk menentuka otensitas atau keaslian sebuah sumber. Dan (2) Kritik intern yaitu usaha untuk menentukan kredibilitas atau dapat tidak dipercayanya data yang terkumpul (Pageh, 2010:67). Interpretasi Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran terhadap suatu peristiwa, fakta sejarah dan merangkai suatu fakta dalam kesatuan yang masuk akal. Penafsiran fakta harus bersifat logis terhadap keseluruhan konteks peristiwa sehingga berbagai fakta yang lepas satu sama lainnya dapat disusun dan dihu-bungkan menjadi satu kesatuan yang masuk akal. Historiografi Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekedar menyusun dan merangkai faktafakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian.
PEMBAHASAN SEJARAH DESA GULIANG Menurut cerita dari Bendesa Guliang Ngakan Putu Suarsana sebelum bernama Guliang, desa ini dulunya bernama Desa Tambangwilah. Desa Guliang yang awalnya disebut Desa Tambangwilah memiliki peran yang sangat penting dalam bidang pertanian. Hal ini disebabkan Desa Tambangwilah memiliki sektor pertanian yang sangat luas dan masyarakatnya bermata pencarian hidup sebagai petani. Pada saat terjadinya pemberontakan di Kerajaan Gelgel pada masa kepemimpinan Ida Dalem Dimade pada tahun 1651 Masehi, yang dilakukan oleh Kiayi Agung Maruti mengakibatkan raja Ida Dalem dapat disingkirkan dan raja kemudian mengungsi ke daerah Alasari (Profil Desa Guliang kangin 2016). Sampainya di daerah Alasari (kini bernama Desa Blah Pane) Ida Dalem Dimade membuat tempat peristirahatan dan tempat sembahyang berupa altar yang digunakan untuk memuja para leluhurnya dan dilanjutkan dengan membangun puri di Desa Tambangwilah (kini bernama Desa Guliang). Pada saat Ida Dalem kesah beliau disertai oleh seorang penasehat spiritual yang bernama Ida Pedanda Wayahan Bun, karena pada saat Ida Dalem kesah ke daerah Alasari dalam keadaan yang tidak baik, akhirnya disarankan oleh Ida Pedanda Wayahan Bun agar Ida Dalem segera membangun Puri di Desa Tambangwilah yang berjarak sekitar 400 M ke Utara dari daerah Alasari untuk memulihkan kesehatan beliau. Di Desa Tambangwilah Ida Dalem membangun Puri dan Merajan, setelah Puri Ida Dalem selesai diupacarai oleh Ida Pedanda Wayahan Bun, Ida Dalem pindah bertempat tinggal di Desa Tambangwilah bersama kedua orang putranya yakni Ida I Dewa Agung Jambe dan Ida I Dewa Agung Pemahyun. Di Puri Tambangwilah Ida Dalem merasakan senang dan tenang sehingga Ida ke Sengguh Liang. Sejak saat itu Desa Tambangwilah disebut Desa Guhliang yang lama kelamaan untuk memudahkan pengucapannya menjadi Guliang (Patra, 2011:45).Sehingga
diperkirakan Desa Guliang lahir pada abad ke 17 (tahun 1665 Masehi) GULIANG SEBAGAI PENGASINGAN Berdasarkan wawancara tersebut dapat dijelaskan bahwa Desa Guliang merupakan sebuah Desa yang berada ditengah-tengah antara Desa Besakih dan Gelgel. Sehingga sebelum kesah ke Guliang Ida Dalem Dimade sudah sering berkunjung ke Guliang sebelum pergi bersembahyang ke Pura Besakih. Selain karena faktor wilayah dimana Desa Guliang sangat strategis posisinya antara Gelgel dan Besakih, adanya faktor lain yaitu kekerabatan juga mempengaruhi Ida Dalem menjadikan Guliang sebagai tempat pengasingan. Dimana Ida Dalem Dimade sering mengunjungi Ki Dukuh Suladri yang bermukim di sebelah timur pusat mata air Tirta Harum yang merupakan kerabat raja. Hubungan kekerabatan tersebut terjalin dilatarbelakangi karena Ida Dalem Dimade juga sering berburu ke Desa Guliang, pada saat berburu Ida Dalem mendengar sebuah berita bahwa anak Ki Dukuh Suladri yang pertama diambil oleh Betara di Batur (Patra, 2011:42). Mendengar hal tersebut Ida Dalem Dimade segera datang ke Tamanbali untuk bertanya apakah berita tersebut benar. Sampainya di Tamanbali, Ida Dalem Dimade melihat anak Ki Dukuh Suladri yang bernama Ayu Mulus kemudian, Ida Dalem Dimade berniat untuk menjadikannya seorang istri. Akhirnya Ida Dalem Dimade pun meminta ijin kepada Ki Dukuh Suladri untuk mempersunting anaknya. Ki Dukuh Suladri pun bersedia memberikan anaknya kepada Ida Dalem Dimade sebagai istri untuk selamanya. Setelah Ida Dalem Dimade menikah dengan anak Ki Dukuh Suladri kemudian Ida Dalem mempunyai seorang anak perempuan yang diberi nama Ida Ni Dewa Ayu Mas (Patra, 2011:42). Di sisi lain, Betara di Batur juga menikahi anak Ki Dukuh Suladri yang pertama dan mempunyai seorang anak lakilaki yang diberi nama Putra Sang Bagus Alit Tirta dan tinggal di Tamanbali bersama Ki Dukuh Suladri. Dalam perjalanan menuju ke Guliang Ida Dalem Dimade melewati sungai (tukad) Bubuh yang menjadi
pembatas antara Desa Banjarangkan Klungkung dan Bangli yang berada di sebelah selatan Desa Guliang. Diceritakan Ida Dalem Dimade sering mengunjungi Ki Dukuh Suladri di tempat pendukuhan sebelum pergi ke Pura Besakih. Ki Dukuh Suladri merupakan kakek dari Putra Sang Angga Tirta yang lahir dari anak pertama Ki Dukuh Suladri dengan Betara di Batur. Hubungan kekerabatan tersebut terjalin semakin erat dengan adanya pernikahan putri Ida Dalem Dimade yang bernama Ida Ni Dewa Ayu Mas dengan Sang Angga Tirta yang kemudian menurunkan keturunan Tirta Harum. Setelah menikah dengan Ida Ni Dewa Ayu Mas, nama Sang Angga Tirta pun dirubah menjadi I Dewa Pungakan Den Bencingah dan diberikan tempat di Istana Gelgel. SEJARAH PURA AGUNG DALEM DIMADE Keberadaan Pura Agung Dalem Dimade ini tidak terlepas dari kerajaan Gelgel yang merupakan Kerajaan terbesar di Bali pada masa kepemimpinan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan. Berdirinya Pura Agung Dalem Dimade bermula ketika ibu kota kerajaan dipindahkan dari Samprangan ke Gelgel pada masa kepemimpinan Ida Dewa Ketut Ngulesir dengan gelar Ida Dalem Smara Kepakisan yang merupakan raja pertama di kerajaan Gelgel dan memulai memimpin kerajaan Bali pada tahun 1384 Masehi. Setelah Ida Dalem Smara Kepakisan wafat tampuk pemerintahan digantikan oleh putranya sebagai raja muda yakni Ida Dalem Waturenggong. Kemudian pada tahun 1550 Masehi, Ida Dewa Pemahyun sebagai putra sulung dari Ida Dalem Waturenggong menggantikan posisi ayahnya sebagai raja di Bali dengan gelar Ida Dalem Pemahyun namun beliau lebih dikenal denga nama Ida Dalem Bekung, setelah beliau mengndurkan diri menjadi raja maka diangkatlah adiknya Ida Dalem Sagening menjadi raja di Bali pada tahun 1582. Dengan wafatnya Ida Dalem Anom Sagening, kemudian kedudukannya digantikan oleh putra sulungnya, Ida Dewa Anom Pemahyun dengan gelar Ida Dalem Anom Pemahyun sebagai raja di Bali.
Namun pada masa pemerintahannya Ida Dalem Anom Pemahyun, beliau pergi meninggalkan Gelgel menuju ke desa Purasi Karangasem, maka diangkatlah adiknya Ida Dewa Dimade sebagai raja Bali dengan gelar Ida Dalem Dimade. Pada masa kepemerintahan Ida Dalem Dimade beliau mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh maha patihnya Kiayai Agung Maruti. Pemberontakan ini telah membawa kerajaan Gelgel diambang keruntuhan, dimana raja Ida Dalem Dimade tidak dapat mempertahankan kekuasaan dari serangan laskar Kiayi Agung Maruti, sehingga Ida Dalem Dimade berhasil meloloskan diri dan kesah ke Desa Guliang. Kemudian setelah Ida Dalem Dimade berhasil keluar Istana bersama menantu beliau I Dewa Pungakan Den Bencingahdisana Ida Dalem sudah dipendak oleh warga masyarakat dari Barat Sungai Bubuh, turun di sungai Bubuh, lalu naik ke Barat hingga sampai di Desa Alasari. Di Desa Alasari Ida Dalem Dimade kemudian membuat tempat istirahat serta tempat persembahyangan berupa altar untuk memuja para leluhurnya di pengasingan. Pada saat itu diceritakan Ida Pedanda Wayahan Bun menyarankan agar Ida Dalem segera membangun Puri (Keraton) (Patra, 2011:45). Setelah selesai dibangunnya Puri Ida Dalem, lalu tempat persembahyangan Ida Dalem Dimade di Desa Alasari dinamakan “Pura Kawitan Ida Dalem Dimade” hingga sekarang.Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang berdiri pada tahun 1665 Masehi atau pada abad ke-17. Pura Agung Dalem Dimade merupakan bekas Puri dan Merajan Ida Dalem yang berada di Desa Guliang. Setelah berpindah tempat tinggal dari Desa Alasari ke Desa Guliang, Pura ini dijadikan sebagai Keraton sementara Ida Dalem Dimade bersama kedua orang putranya yaitu Ida I Dewa Agung Jambe dan Ida I Dewa Agung Pemahyun. Di Pura ini Ida Dalem Dimade bersama para utusan dari Sidemen yang pada saat itu dikirim oleh Ida I Dewa Anom Pemahyun yang merupakan saudara dari Ida Dalem Dimade sering melakukan perundingan dan tukarmenukar pendapat guna kembali merebut kerajaan Gelgel dan mengembalikan kekuasaan yang sah kepada keturunan Ida
Dalem Dimade (Putra, 1991:80). Saat itu Ida I Dewa Anom Pemahyun sering mengirim utusan secara rahasia menghadap Ida Dalem Dimade di Desa Guliang, karena dalam perjalanan banyak adanya kesulitan-kesulitan yang dihadapi dari pembangkang yang masih setia, dan berpihak kepada Kiayi Agung Maruti. Setelah Ida Dalem Dimade wafat, beliau di pelebon secara lengkap sebagai seorang raja di Dalem Tengaling, kemudian para putra beliau pergi meninggalkan Guliang, Ida I Dewa Agung Pemayun pindah ke Tampaksiring dan membangun Puri di Bukit Tampaksiring dan menetap disana, sedangkan Ida I Dewa Agung Jambe dicari oleh Kiayi Anglurah Sidemen dan Kiayi Singarsa menuju ke Desa Sidemen Karangasem sebagai pusat daerah Singarsa untuk menuntut bela dan melakukan menyerangan terhadap Kiayi Agung Maruti di Gelgel yang telah berhasil menjadi raja dengan bantuan Anglurah Den Bukit (Buleleng) dan Anglurah Badung Kiayi Nambangan Jambe Pule. Setelah Puri dan Merajan Ida Dalem ditinggalkan oleh para putra beliau. Sehingga Puri dan Merajan Ida Dalem diserahkan kepada masyarakat Desa Guliang dan diberi nama “Pura Agung Dalem Dimade” yang disungsung oleh masyarakat Desa Guliang Kangin hingga saat ini dan sudah selesai diupacarai oleh Ida Pedanda Wayahan Bun disertai dengan penggantian nama Desa Tambangwilah menjadi Desa Guliang. PEMUJAAN DINASTI KEPAKISAN Pura Agung Dalem Dimade yang terletak di Desa Guliang Kangin, pura ini bersifat Kahyangan khusus yaitu tempat suci untuk memuja roh suci leluhur atau yang biasa disebut dengan sanggah Kawitan. Pura ini memiliki pelinggih yang sangat lengkap dengan mengikuti konsep Tri Mandala yaitu Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala. Pura ini merupakan salah satu peninggalan dari Kerajaan Gelgel yang telah diberikan kepada seluruh masyarakat Desa Guliang. Hal ini dibuktikan dengan adanya pelinggih Maspahit yang berada di dalam Pura Agung Dalem Dimade yang mencirikan adanya pengaruh Majapahit
yang merupakan keturunan Kepakisan. Dengan adanya Pelinggih Maspahit dan Padmasana di Pura Agung Dalem Dimade menandakan bahwa Pura ini merupakan Pura yang ditujukan untuk keturunan Kepakisan. Dimana setiap piodalan di Pura ini, keluarga Puri di Klungkung yang merupakan warih dari Dinasti Kepakisan juga wajib datang untuk melakukan persembahyangan. Pura ini sendiri bersifat Pura Kahyangan Khusus yang disungsung oleh masyarakat Desa Guliang untuk memuja roh suci leluhurnya. Kini seluruh warih, pengiring dan pengempon Ida Dalem Dimade menjadikan Pura Agung Dalem Dimade ini sebagai pemujaan Dinasti Kepakisan, yang piodalannya diperingati setiap 210 hari atau setiap rahina Anggar Kasih Prangbakat maka dari itu, warih, pengiring dan pengempon Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang berencana akan mengadakan rapat (paruman) terkait perpindahan hari piodalan di Pura Agung Dalem Dimade agar warih Dinasti Kepakisan yang berada di Klungkung juga dapat ikut membantu persiapan piodalan (ngayah).
Menurut Hasan (1995), Pembelajarn Sejarah merupakan salah satu wahana pendidikan yang berguna untuk mengembangkan karakter pribadi siswa sebagai anggota masyarakat dan warga Negara serta mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Dalam pembelajaran sejarah guru tidak hanya menyajikan pengetahuan faktual saja namun mampu menanamkan cara berfikir kritis kepada peserta didik, mampu mengambil makna dari setiap pembelajaran serta mampu menanamkan nilai dan norma keilmuan.
ASPEK-ASPEK YANG DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR DI PURA AGUNG DALEM DIMADE Pura adalah sebuah tempat suci bagi umat beragama Hindu. Sebuah pura tanpa kita sadari memiliki sebuah nilai filosofis pendidikan yang tinggi. Dimana di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang berlangsung di sebuah pura tertentu pasti memiliki sebuah tujuan pendidikan yang mulia.Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai(Sanjaya, 2009: 174). Sedangkan menurut Ahmad, Rohani (2004:161), sumber belajar dalam pengertian yang sederhana adalah guru dan bahan-bahan pelajaran seperti buku bacaan dan semacamnya. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Selain itu guru adalah sosok yang melakukan kontak langsung dengan siswa. Dalam hal ini guru juga berperan penting di dalam pembelajaran sejarah.
Di dalam pembahasannya kurang memberikan kesempatan bagi objek-objek sejarah lokal, maka dari itu, berdasarkan hal tersebut pembelajaran sejarah dapat diselesaikan dengan cara mengajak siswa melihat Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang Kangin, dan melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian tentang kehidupan masyarakat di lingkungan sekitarnya abad ke-17. Solusi dalam mengatasi permasalahan pembelajaran sejarah tesebut sudah sesuai dengan pendekatan pembelajaran saintifik yang merupakan ciri khas dari kurikulum 2013 menarik untuk penulis terapkan dalam pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
Disisi lain kemungkinan ketidaktertarikan peserta didik pada mata pelajaran sejarah yang lebih pada tematema sejarah nasional yang kurang menyentuh rasa kedaerahan mereka, sehingga rasa keterlibatan dan emosionalnya tidak terbentuk secara alamiah. Dimana hal ini tercermin pada buku-buku teks pelajaran yang didapat di sekolah-sekolah seperti di tingkat SMA, materi yang dimuat hanya pada informasi sejarah atau objek yang ada di Jawa saja.
Berdirinya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang Kangin, Bangli dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah lokal di SMA. Dimasukkannya Sejarah Pura Agung Dalem Dimade sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA ke dalam materi pelajaran sejarah di
kelas X ini didukung oleh silabus mata pelajaran sejarah peminatan SMA dengan KI: (1) Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI ini termasuk ke dalam ranah afektif yaitu siswa diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai agama dengan mempelajari sejarah Pura Agung Dalem Dimade. (2) Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI ini termasuk ke dalam ranah afektif yaitu dimana siswa diharapkan mampu mengerjakan tugas secara bersama-sama terkait dengan sejarah Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang. (3) Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalamilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI ini termasuk ke dalam ranah kognitif yaitu siswa diharapkan dapat menguasai materi sejarah lokal terkait mempelajari sejarah Pura Agung Dalem Dimade. (4) Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan. KI ini termasuk ke dalam ranah psikomotor dimana siswa akan terampil dalam menghasilkan tugas yang diberikan oleh guru terkait dengan Pura Agung Dalem Dimade dalam bentuk makalah. KD 4.7 : Melakukan penelitian sejarah secara sederhana dan menyajikannya dalam bentuk laporan penelitian berupa Makalah. Aspek-aspek yang ada di Pura Agung Dalem Dimade yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar yaitu dari segi
Sejarah (Historis) Aspek sejarah yang terdapat di Pura Agung Dalem Dimade dapat dilihat dari pemberontakan yang pernah terjadi di Gelgel pada masa kepemimpinan Ida Dalem Dimade yang disebabkan oleh maha patihnya Kiayi Agung Maruti pada tahun 1651 Masehi, sehingga Ida Dalem Dimade dapat disingkirkan dan mengungsi ke Desa Guliang.Jika mengacu pada penjelasan di atas tentunya aspek sejarah pada Pura Agung Dalem Dimade bisa dimanfaatkan oleh guru sebagai sumber belajar sejarah di SMA. Hal tersebut sesuai dengan silabus yang terdapat pada SMA kelas X peminatan dengan mengacu pada kurikulum 2013. Dengan KI (3) ” Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalamilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”. KI ini termasuk ke dalam ranah kognitif yaitu dimana siswa diharapkan dapat menguasai materi sejarah lokal terkait mempelajari sejarah Pura Agung Dalem Dimade. Kemudian, KD “Melakukan penelitian sejarah secara sederhana dan menyajikannya dalam bentuk laporan penelitian”. Sedangkan aspek Politiknya yaitu Pura Agung Dalem Dimade ini dulunya pernah digunakan sebagai tempat untuk menghimpun kekuatan, untuk merebut kembali kerajaan Gelgel dan mengembalikan kekuasaan yang sah kepada keturunan Ida Dalem Dimade yang pada saat itu menjadikan Guliang sebagai Keraton sementara di pengasingan. Aspek Politik dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah oleh Guru yang bisa diselipkan ke dalam silabus kurikulum 2013 yaitu dimana nantinya sebagai bagian dari perkembangan kompetensi afektif dalam pembelajaran sejarah siswa diharapkan mampu mengembangkan perilaku perduli sesama lingkungan sosial yang akan mendorong siswa dalam mengetahui bahwa Dinasti Kepakisan pernah berada di Guliang sehingga siswa akan
memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber belajar dengan mengacu ke KI (2) “Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia”. KI ini termasuk ke dalam ranah afektif yaitu dimana siswa diharapkan mampu mengerjakan tugas secara bersama terkait dengan sejarah Pura Agung Dalem Dimade di Desa Guliang. AspekGotong-Royong yaitu Gotongroyong merupakan budaya luhur yang dimiliki bangsa Indonesia dan tidak dimiliki bangsa lain di dunia. Gotong-royong merupakan kebudayaan yang mengedepankan sikap saling tolongmenolong, kerjasama saling membantu tanpa pamrih, solidaritas, serta kekeluargaan antar sesama. Sedangkan, kebersamaan adalah melakukan segala sesuatu secara bersama-sama (lebih dari satu orang). Di Pura Agung Dalem Dimade sifat gotong-royong dan kebersamaanakan terlihat pada saat Piodalan di Pura Dalem dan merupakan dasar utama dalam melakukan Yadnya.Sifat gotong –royong dan kebersamaan merupakan nilai-nilai yang bisa ditanamkan oleh guru kepada siswa dalam setiap kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran sejarah. Hal tersebut dapat dilihat dari silabus yang terdapat pada SMA kelas X peminatan, dengan kompetensi Inti (KI) (2) Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. KI ini masuk ke dalam ranah afektif dimana siswa mampu mengerjakan tugas secara bersama dan mepunyai sifat social terkait dalam mengerjakan tugas penelitian
tentang Sejarah Dimade.
Pura
Agung
Dalem
SIMPULAN Sejarah berdirinya Pura Agung Dalem Dimade di Desa Pekraman Guliang Kangin, berdasarkan temuan di lapangan bahwa Pura Agung Dalem Dimade sudah ada sejak abad ke-17 atau tahun 1665 Masehi. Awalnya Pura ini bersifat Pura Kawitan yang digunakan oleh Ida Dalem untuk beristirahat dan memuja para leluhurnya beserta para pengikut beliau pada saat kesah ke Desa Guliang, beliau memilih Desa Guliang sebagai tempat Pengasingan dikarenakan wilayah Desa Guliang yang dekat dengan Klungkung dengan dibatasi sungai Bubuh, hal lain juga menyebutkan karena menantu beliau I Dewa Kanca Den Bencingah berasal dari Tamanbali. Kini setelah Ida Dalem wafat Pura tersebut diberikan kepada warih Ida Dalem dan masyarakat Desa Guliang yang kini diberi nama Pura Agung Dalem Dimade yang disungsung oleh masyarakat Desa Guliang Kangin. Sejarah Pura Agung Dalem Dimade merupakan aspek yang paling menonjol yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah. DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2008. Analisis Data PenelitianKualitatif. Jakarta: Rajawali-Pers Buku Pemargin Ida Dalem Dimade Ngantos ke Guliang Kangin 2011 (Koleksi Bendesa Guliang Kangin) Dwipayana, AnakAgungNgurah. BabadAnglurahPanjiSakti, Surabaya:Paramita.
2013.
Moleong. Lexy. 2003, MetodelogiPenelitianKualitatif. Bandung: PT Rasdakarya JroMangkuPulesari. BabadDalemDinasty AjiKresnaKepakisan, Surabaya:Paramitha.
2009. Sri
Putra, RakaTjokorda. 2015. BabadDalem “ Warih Ida Dalem Sri AjiKresnaKepakisan”. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah Bali, 1978. Sejarah Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sastra Indonesia dan Daerah. Pageh, I Made. 2010. MetodologiSejarah. DalamPerspektifPendidikan. Singaraja: FakultasIlmuSosialUndiksha. Rai Putra, I B. 1991. Babad Dalem. Denpasar UpadaSastra.
Tim Penyusun. 2006. MengenalPura Sad KahyangandanKahyanganJagat. Denpasar : Pustaka Bali Post. Widja,
I Gede. 1989. DasardasarPengembanganStrategi Serta MetodePengajaranSejarah. Jakarta: Depdikbud.
Wiana, Ketut, 1985. Acara III. Jakarta : Mayasari.