ARTIKEL JUDUL GEREJA PNIEL DI DESA BLIMBINGSARI, JEMBRANA, BALI (SEJARAH PENDIRIAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH)
Oleh : IDA AYU KOMANG NATIKA WUNI NIM. 1014021041 JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2014
GEREJA PNIEL DI DESA BLIMBINGSARI, JEMBRANA, BALI (SEJARAH PENDIRIAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA) Oleh: Ida Ayu Komang Natika Wuni, Dr. Luh Putu Sendratari,M.Hum, Dr. I Ketut Margi, M.Si Jurusan Pendidikan Sejarah e-mail:
[email protected] Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) sejarah berdirinya Gereja Pniel di Desa Blimbingsari, Jembrana, Bali, (2) nilai-nilai yang terdapat pada Gereja Pniel yang berpotensi sebagai sumber belajar sejarah di SMA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu: (1) teknik penentuan informan; (2) teknik pengumpulan data (dokumentasi, observasi, wawancara); (3) teknik validitas data; (4) analisis data dan (5) teknik penulisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah berdirinya Gereja Pniel di Desa Blimbingsari ini berkaitan erat dengan masuknya Bangsa Barat ke Indonesia khususnya ke Bali.Keberadaan Gereja Pniel diperkirakan di bangun pada tahun 1939. Latar belakang pendirian Gereja Pniel sebagai media pemujaan yang merupakan penghormatan kepada Tuhan, dan sebagai simbol kepercayaan masyarakat Desa Blimbingsari sebagai tanah perjanjian yang diberikan oleh Tuhan untuk masyarakat Desa. Struktur Gereja Pniel mengadopsi dua pola yaitu (1) Tri Mandala (jaba sisi atau nista mandala, jaba tengah atau madya mandala dan jeroan atau mandala utama); (2) Bait Allah di Yerusalem. Nilai-nilai karakter yang di wariskan Gereja Pniel yang berpotensi sebagai sumber belajar sejara di SMA ada 5 yaitu (1) keberanian; (2) solidaritas; (3) religius; (4) cinta damai; (5) tanggung jawab yang dijabarkan ke dalam silabus dan RPP berbasis kurikulum 2013 kelas XI. Kata Kunci : Sejarah, Gereja, Sumber Belajar
ABSTRACT This research was aimed to know (1) the history of Pniel church in Desa Blimbingsari, Jembrana, Bali, (2) the values which were contained in Pniel church that were pontential to be used as reference in learning history for senior high school students. This research was used qualitative approach : (1) choosing the informants, (2) collecting the data (documentation, observation, and interview), (3) data validation (4) data analysis (5) writing. The results showed that the history of Pneil church was related to the invasion of western countries to indonesia, especially Bali. The exsistence of Pniel church was approximately established in 1939. Pniel Church was established as a media of veneration which was a form of honour to God and also as a symbol of belief that Desa Belimbing was a land that God gave to society of Desa Belimbing. The structure of Pniel Church adopted two patterns (1) Tri Mandala ( Jaba sisi or nista mandala, jaba tengah or madya mandala, and jeroan or utama mandala) (2) Text of Allah in Yerussalem. There were five character values that were contained in Pniel church as the reference of learning history for senior high school students (1) bravery (2) solidarity (3) religious (4) love and peace (5) responsibility that were described in syllable and lesson plan in curriculum 2013. Key words : History, church, source of teaching
PENDAHULUAN Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak keunikkan, baik karena alam maupun kebudayaannya. Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.Hal ini terjadi setelah jatuhnya Kerajaan Majapahit yang semula adalah Kerajaan Hindu ke tangan Kerajaan Islam (Ayub, 2014:2).Masyarakat Bali terbentuk dari penyatuan berbagai macam perbedaan, mulai dari perbedaan suku, ras, kebudayaan, kepercayaan, dan lainlainnya.Salah satu perbedaannya yaitu kepercayaan (Agama).Keanekaragaman agama dan kebudayaan di Indonesia khususnya Bali tidak lepas dari pengaruh kedatangan bangsa barat ke Indonesia yang dapat dilihat dari pengaruh kebijakan kolonial yang ada pada jaman kolonial. Bali yang identik dengan Pura Seribu Pura dengan, susunan masyarakat serta kepercayaan asli Bali, tidak menutup kemungkinan untuk masuknya agama lain. Namun, selain Agama Hindu sebagai agama mayoritas terdapat juga penganut agama lain seperti Agama Islam, Kristen dan Budha lengkap dengan tempat beribadah masing-masing tersebut. Salah satu Agama yang akan dibahas dari latar belakang ini yaitu agama Kristen baik Kristen Protestan atau Katolik. Banyak kajian ilmiah yang telah ditulis oleh para peneliti, yang hanya memposisikan Bali sebagai masyarakat yang beragama Hindu, padahal secara empirik dalam masyarakat Bali terdapat komunitas-komunitas keagamaan lain seperti Kristen, Islam, Budha serta aliran-aliran kepercayaan lain. Agama Kristen merupakan Agama yang tersebar hampir di seluruh kabupaten di Bali, yaitu Kabupaten Badung, Tabanan, Bangli, Buleleng, Karangasem, Gianyar, Jembrana, Klungkung, dan Denpasar. Kabupaten Jembrana adalah salah satu Kabupaten yang ada di Bali dan memiliki komunitas-komunitas Agama Kristen, ini dapat dilihat dari adanya tempat ibadah (Gereja) yang ada di Kabupaten Jembrana. Di lihat dari data Pemerintahan
Kabupaten Jembrana di sebutkan bahwa di Kabupaten Jembrana pada tahun 20012 terdapat 11 Gereja, yaitu gereja GKPB Jemaat Gilimanuk, GKPB Jemaat "Sion" Melaya, BPI Candikusuma, GKPB Jemaat Pangkung Tanah Melaya, GKPB Jemaat "Imanuel" Ambyarsari, GKPB Jemaat "Pniel" Blimbingsari. Dari 11 Gereja yang telah dipaparkan diatas terdapat salah satu Gereja pertama di Bali yang diketahui dan sekaligus Gereja tertua di daerah Jembrana yaitu terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana yaitu Gereja Pniel. Dari sejarah GKPB dimana dijelaskan bahwa Gereja pertama di kabupaten Jembrana terletak di Desa Blimbingsari. GKPB (Gereja Kristen Protestan di Bali) lahir pada tanggal 11 November 1931 dengan dibaptisnya 12 orang Bali menjadi Kristen oleh Pendeta R.A.Jaffry di Tukad Yeh Poh, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. 12 orang Bali di Baptis menjadi Kristen karena hasil perkabaran injil Tsang To Han dari CMA (Christian Missionary Alliance) yang datang ke Bali tahun 1929 untuk mengembalakan orang-orang Kristen Cina yang ada di Kota Denpasar melalui seorang perempuan Bali yang nikah dengan orang Cina di Denpasar. Tsang To Han berkenalan dengan 12 orang Bali tersebut diatas Tahun 1929, beberapa orang di desa Dalung Abianbase dan Untal-Untal mengalami krisis spiritual dan belajar ilmu kebatinan kepada Raden Atmojo Kusuma. Beberapa orang murid Raden Atmojo Kusuma ini akhirnya menerima Yesus melalui Tsang To Han karena Raden Atmojo Kusuma tidak diperbolehkan lagi tinggal di Bali oleh Pemerintah Belanda. Maka melalui Tsang To Han dibaptislah 12 orang Bali di Sungai Yeh Poh Dalung yang berasal dari Banjar Untal-Untal, Dalung, Abianbase dan Buduk. Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) diakui sebagai Gereja pada tanggal 11 Agustus 1949 dengan dikeluarkannya badan Hukum No.8 tanggal 11 Agustus 1949, berdasarkan staadblat nomer 214 bertempat di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Di lihat
dari sejarah GKPB Desa Blimbingsari merupakan tanah perjanjian Allah kepada umatnya, desa yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan ini terlatak di Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana.Gereja Pniel adalah Gereja yang merupakan bukti adanya komunitaskomunitas Kristen di daerah Jembrana, Bali. Dengan dibantu oleh puluhan pengikut orang Bali yang beragama Kristen melakukan perambasan hutan demi mewujudkan mimpi memiliki desa sendiri yang bernuansa Kristen. Jadi tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa desa Kristen pertama di Bali karena mayoritas penduduknya beragama Kristen (Protestan).Hasil kebudayaan berupa Gereja Pniel tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk wujud akulturasi antara agama Hindu dan Kristen.Akulturasi tersebut dapat dijadikan sebagai sumber pembelajaran di SMA khususnya dikelas XI.Secara umum fenomena pembelajaran di SMA selalu menekankan pada teori sehingga terkesan bahwa pembelajaran sejarah membosankan selain itu dalam buku-buku paket kelas XI masuknya kolonialisme dan perkembangnya Agama Nasrani hanya dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan arsitektur pengaruh kebudayaan Barat.Sehingga Gereja Pniel berpotensi untuk di jadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah di SMA kelas XI. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui;(1) Sejarah berdirinya Gereja Pniel, di Desa Blimbingsari, Jembrana, Bali; (2) mengetahui nilai-nilai yang terdapat pada Gereja Pniel yang berpotensi sebagai sumber belajar sejarah di SMA. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara atau jalan yang mengatur dan menentukan langkah peneliti dalam penyelesaian penelitiannya. Hal ini memegang peranan penting karena berhasil tidaknya suatu penelitian atau tinggi rendahnya kualitas hasil penelitian banyak ditentukan oleh
ketepatan dari seorang peneliti dalam memilih metode suatu penelitian. Dalam kegiatan penulisan sejarah, melalui metode para sejarawan akan menggunakan caracara serta prosedur atau teknik untuk merekontruksi peristiwa sejarah menjadi suatu cerita yang menggambarkan secara akurat yang benar-benar terjadi. Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, maka metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian yang bersifat deskritif kualitatif dengan menekankan pada teknikteknik pendekatan kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena hasil olahan yang diperoleh yaitu dalam bentuk kalimat dari sebuah teori yang selanjutnya dikembangkan dengan sebuah fakta yang pada akhirnya akan ditarik sebuah kesimpulan. Dalam rangka mencapai sasaran, penelitian yang berjudul “Gereja Pniel Di Desa Blimbingsari, Jembrana,Bali (Sejarah Pendirian dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA)”.menggunakan metode yaitu: (1) teknik penentuan informan, Penentuan informan dalam penelitian ini, dilakukan dengan teknik “purposive sampling”, dengan terlebih dahulu menunjuk informan kunci. Kriteria yang dicapai dalam penentuan informan kunci ini adalah informan memiliki kemampuan menjawab permasalahan yang diajukan oleh peneliti. Informan kunci yang dimaksud disini antara lain adalah Pendeta dari gereja Pniel yang bernama Pdt. Ketut Suyaga Ayub, S.Th., MBA, dan Masyarakat Desa Blimbingsari.; (2) teknik pengumpulan data, Cara untuk pengumpulan data inilah yang disebut sebagai pengumpulan data. Dalam suatu usaha mengumpulkan data ini digunakan beberapa teknik, yaitu : teknik observasi, teknik wawancara, dan studi pustaka/dokumen.; (3) teknik pengolahan data/analisis data. Teknik observasi yaitu teknik yang digunakan untuk mengamati secara langsung terhadap obyek masalah yang akan diteliti untuk mendapatkan
informasi yang relevan dengan masalah yang akan diteliti (Nasution, 1988: 56: 59).
merupakan tanah perjanjian Tuhan bagi umat Kristen dan sejarah berdirinya Gereja Pniel di Desa Blimbingsari.
HASIL DAN PEMBAHASAN SEJARAH PENDIRIAN GEREJA
Tanah Blimbingsari adalah Tanah Perjanjian
Latar belakang berdirinya gereja Pniel akan di bahas melalui tahapan;(1) tanah Blimbingsari merupakan tanah perjanjian; (2) sejarah pendirian Gereja Pniel;(3 dasar filosofi yang melatar belakangi Monumen The Promised Land dan Jumbelium 80 tahun GKPB di Desa Blimbingsari. Secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut: Gereja merupakan salah satu bangunan umum sebagai tempat beribadah untuk umat Kristen. Sesuai dengan konsili Vatikal II yang menyebutkan bahwa bangunan Gereja mengunakan pola arsitektur setempat, banguanan Gereja harus menyelaraskan diri dengan lingkungan. Hal ini disesuaikan dengan sifat Gereja yang informatif dan komunikatif, artinya Gereja harus dapat menginformasikan keberadaan jati dirinya dan berkomunikasi dengan lingkungan (Sukayasa, 2010: 172). Dalam pendirian Gereja Pniel, di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten jembrana menggunakan konsep Desa Kala Patra yaitu : Desa adalah Pedoman berdasarkan tempat atau lingkungan dimana perbuatan atau aktivitas dilakukan. Kala adalah pedoman berdasarkan waktu saat perbuatan atau aktivitas dilakukan. Patra adalah peraturan tertulis yang berlaku atau pedoman berdasarkan keadaan (Sukayasa, 2010: 172) Pada konsep Desa Kala Patra ini memberikan landasan yang luwes khususnya dalam mengambil sikap, keputusan, atau kebijakan yang akan dilakukan dalam masyarakat dan mampu menyesuaikan dengan waktu, tempat dan lingkungan, sehingga tercipta kedamaian, kesejahteraan umat manusia dan kelestarian lingkungan yang dapat dilihat dari bangunan Gereja Pniel. Berikut akan dijelaskan sejarah tanah Blimbingsari
Pengertian Blimbingsari sebagai tanah perjanjian sejak tahun 1972 oleh Pdt. Suyaga Ayub, S. Th. Seperti kita ketahui dari perjanjian lama, tanah kanan disebut sebagai tanah perjanjian (The Holy Land). Dimana bangsa Israel hidup di Mesir setelah Yusuf menjadi Perdana Mentri di Mesir. Di Mesir Yusuf hidup secara berkecukupan tetapi pada masa kejayaan Yusuf berakhir, Bangsa Israel diperlakukan sebagai orang asing dan menjadi budakbudak orang Mesir dan Bangsa Israel di anggap sebagai Suku Bangsa yang tidak memiliki hak untuk hidup di Mesir. Dalam penderitaan inilah Bangsa Israel meminta tolong kepada Tuhan karena penderiaatnya yang sangat besar. Setelah Bangsa Israel memohon bantuan kepada Tuhan, Mesir mengalami sepuluh kali tulah Tuhan. Tulah yang kesepuluh adalah : setiap anak sulung lakilaki Mesir akan mati, sedangkan Israel disuruh memberi kurban dan mengoleskan darah kurban tersebut di depan pintu rumah. Apabila Malaikat Maut datang dan menghampiri rumah melihat cap darah pada rumah tersebut, seluruh anak dan keluarga mereka akan selamat, karena Malaikat Maut berkata “Sebab malam ini aku akan menjalani tanah Mesir, dan semua anak sulung, dari anak manusia sampai anak hewan akan kubunuh, dan kepada semua Allah di Mesir akan kujatuhkan hukuman, akulah, Tuhan” (Wawancara dengan Pdt. Ayub (70 tahun) 20 Juli 2014). Setelah itu, Tuhan memerintahkan seluruh orang Israel keluar dari Mesir menuju tanah kanan atau tanah perjanjian. Sejarah Blimbingsari identik dengan sejarah Israel keluar dari Mesir.Orang Bali Kristen yang menerima Yesus Kristus sebagai juru selamat di Buduk, Untal-untal, Sading, Abianbase, Carangsari, Plambingan, Bongan, Singaraja dan tempat
lainnya mengalami banyak hambaan dan penderitaan.Oleh karena itu, mereka memohon pembebasan agar Tuhan memberikan tanah permukiman yang baru. Tuhan mendengar doa orang Bali Kristen ini dan mengaruniakan tanah Blimbingsari dan tanah Blimbingsari adalah tanah perjanjian yang diberikan oleh Tuhan. Sejarah Pendirian Gereja Pniel Berdasarkan wawancara dengan Pdt. Welda menjelaskan bahwa Pemberian nama “Pniel” pada Gereja yang ada di Desa Blimbingsari tidak lepas dari Alkitab yang dipercayai oleh Agama Kristen dimana dalam isi Alkitab menceritakan tokoh yang bernama Yakub pernah bertemu dengan Allah, melihat rupa Allah dan berbicara secara personal dengan Tuhan, lalu Allah berkata “namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel sebab engaku telah bergumul melawan Allah dan engakau menang, Yakub pun bertanya katakan juga namamu, tetapi Allah menjawab mengapa engaku menanyakan namaku dan diberkatilah Yakub di situ”. Yakub menamai tempat itu “Pniel”, sebab Yakub telah melihat Allah, dan tetap nyawanya tertolong. Oleh karena itu Gereja yang terdapat di Desa Blimbingsari di bernama Pniel yang berarti wajah Allah” Pendirian Gereja Pniel tidak lepas dari perpindahan Jemaat Kristen ke Jembrana, ketika rombongan pertama yang berjumlah 30 orang tiba di Blimbingsari.Gereja Kristen di bangun atau diperbaharui sampai dengan tiga kali, pembanguan, pertama dilakukan pada tahun 1939, pembangunan kedua pada tahun1955, dan pembangunan terakhir pada tahun 1960-an. Pada 30 November 1939 pembanguan pertama Gereja Pniel dilaksanakan, karena masyarakat desa segera mempersiapkan Hari Raya Natal.Masyarakat Blimbingsari dengan semangat membangun tempat ibadah (Gereja) yang merupakan bagian dari barak mereka, masyarakat mulai membangun
gedung Gereja di tanah yang telah mereka persiapkan.Mula-mula bangunan gedung Gereja beratapkan alang-alang, letaknya disebelah timur gedung Gereja saat ini. Kemudian Gereja di renovasi dibuat dengan atap genteng ( wawancara dengan Pdt. Welda (30 tahun) tanggal 21 Juli 2014). Pada tahun 1948 mulai dipikirkan oleh para jemaat untuk membangun gedung Gereja yang permanen dan lebih besar dan mempugar bangunan Gereja yang lama, karena gedung Gereja yang ada tidak dapat lagi menampung anggota jemaat yang bertambah banyak dari tahun ketahun. Pada tahun 1955 berdirilah sebuah gedung Gereja yang berbentuk salib di atas gedung Gereja yang sekarang.Gedung Gereja itu bernama “Pniel” dengan ukir-ukiran Bali dan dua menara yang menjulang tinggi.Seperti disebutkan diatas, gedung Gereja semula berdiri disebelah timur jalan, namun dalam perkembangannya Gereja dipindahkan ke bukit, ke tempat yang lebih tinggi. Pemilihan lokasi ini dilatar belakangin oleh konsep dari masyarakat Bali (Hindu), tetapi filosofi Kristiani tetap menonjol, mengingat bukti mempunyai makna simbolis, mirip Yerusalem dan Bait Allah yang ada di Bukit Sion. Berdasarkan wawancara dengan pendeta dari Gereja Pniel yg menyebutkan Akan terjadi pada hari-hari yang terakhir : gunung tempat rumah TUHAN akan berdiri tegak di hulu gunung-gunung dan menjulang tinggi di atas bukit-bukit; segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana Menjelang akhir tahun 1960-an anggota jemaat merasa gedung Gereja yang ada tidak dapat menampung jemaat yang dari tahun ketahun meningkat.Masyarakat mulai memikirkan untuk membangun gedung gereja baru yang lebih luas. Pada Januari 1972, Pdt. Ketut Suwetja, Ketua Sinode, dan Made Paul Sujana sekretaris Sinode GKPB, menyerahkan Ketut Suyaga Ayub, S. Th. Vikaris di jemaat Pniel. Dan pada 17 Mei 1973 beliau dinobatkan sebagai Pendeta.Setelah dinobatkan Pdt. Dr. Wayan Mastra, dan Ketua Sinode GKPB untuk membangun gedung Gereja yang kontekstual dengan budaya Bali. Namun
dalam mempersiapkan gedung Gereja terjadi gempa bumi pada tanggal 14 Juni 1976 yang mengakibatkan gedung Gereja rusak, anggota jemaat memutuskan untuk membongakar gedung Gereja itu. Karena terjadi bencana alam yang tidak terduga oleh masyarakat Blimbingsari akhirnya masyrakat memutuskan untuk membuat Gereja darurat untuk jemaat, sementara mempersiapkan untuk membangun gedung Gereja yang baru (wawancara dengan Pdt. Welda (30 tahun) tanggal 21 Juli 2014). Pada tahun 1977 Pdt. I Ketut Arka S.M. Th. yang menjadi pelayan jemaat meletakkan batu pertama pada 2 februari 1977 yang dilayani oleh Pdt. Ketut Suyaga Ayub, S. Th. Sekertaris umum GKPB. Pada acara tersebut dibagian tengah altar ditanam prasasti dalam sebuah periuk yang berbunyi : kami sejumlah 30 orang membabat hutan pada 1939. Gedung Gereja yang pertama yang dibangun di sebelah timur gedung Gereja ini.Pada 1953 dibangun sebuah gedung Gereja yang berbentuk salib di tempat ini yang dihancurkan oleh gempa bumi pada 14 Juli 1976. Kami membangun gedung Gereja ini sebagai jawaban kepala Allah atas berkat yang telah kami terima” (Ayub, 2014 :88). Dan padatanggal 11 Desember 1992 gedung gereja ini diresmikan yang bertepatan dengan Jubelium (50 tahun) Gereja Kristen Protestan di Bali yang perayaannya diadakan di Desa Blimbingsari Gereja Pniel. Gedung Gereja ini diresmikan oleh Gubernur Kepala Daerah tingkat I / Provinsi Bali pada saat itu yaitu Prof. Dr. Ida Bagus Matra dan pembukaan kunci pertama kali dilakukan oleh Ketua Sinode Gereja Kristen Protestan di Bali, Pdt. Dr. I Wayan Mastra.Dalam pembangunan Gereja Pniel yang terakhir mendapat sentuhan dari budaya Hindu- Bali. Sentuhan Ornamen dan ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan Gereja tersebut, serta Tata letak ruang pada interior gereja tersebut mencerminkan suksesnya akulturasi budaya Kristiani dan Hindu mengenai bagaimana tata ruang, tata aturan Gereja, Seperti penyusunan bangunan gereja
Blimbingsari tersebut sebagian besar diadaptasi dari tata cara mendirikan Pura, karena bagi warga Bali mendirikan bangunan Gereja Pniel adalah mewujudkan suatu kehidupan dimana nilai-nilai logika, etika, dan estetika terkandung dalam persiapan proses membangun dan pemakaian bangunan. Gereja Pniel di Desa Blimbingsari digolongkan sebagai tempat peribadatan/ pemujaan, maka tempat yang dipilih adalah didaerah pegunungan atau tempat-tempat utama yang terpisah dari pemukiman penduduk.Komposisi massamassa bangunan diatur dengan penentuan tata letak yang jarak-jaraknya diukur dengan satuan tapak kaki. Gereja Pniel Blimbingsari-Bali, mengadaptasi Pola zonasi dan ragam hias yang menyerupai Pura Hindu pada Pulau Bali. Gereja Blimbingsari mengadaptasi pola dasar bangunan Pura di Bali dan pola Bait Allah di Yerusalem.Pola zoning pura memiliki kemiripan dengan pola zoning Bait Allah di Yerusalem.Gereja ini juga mengadaptasi konsep Tri Angga.Para perancang Gereja Pniel BlimbingsariBali bermaksud menjadikan Gereja ini kontekstual. Bangunan Gereja Pniel Blimbingsari- Bali ini mengadaptasi pola pelataran yang seperti Pura: 1. Jaba sisi yang adalah tempat peralihan dari luar (duniawi) ke dalam pura (area suci). 2. Jaba Tengah yang adalah tempat persiapan dan pengiring upacara. Jeroan adalah daerah tama tempat perjuangan upacara persembahyangan Pesan dan makna yang dikandung arsitektur gereja tidak lepas dari tiga fungsi utama Gereja yaitu persekutuan (koinonia), kesaksian (marturia) dan pelayanan (diakonia) dan hubungannya dengan arsitektur (Sitompul, 1993:223). (1). Persekutuan (Koinonia) Arti persekutuan di dalam fungsi Gereja dalah semua aktivitas di dalam gereja yang mengutamakan perkumpulan antara orangorang seiman, pertemuan manusia dengan Allah dan pertemuan antara manusia.Perwujudan fungsi persekutuan itu tercermin dalam fungsi gereja
sebagai.persekutuan jemaat. Persekutuan ini dilakukan di dalam ruang-ruang utama (ruang kebaktian) dan ruang-ruang penunjang lainnya. (2). Kesaksian (Marturia) Secara Konseptual, fungsi kesaksian pada arsitektur gereja ditekankan pada simbolisasi aktifitas-aktifitas yang terjadi di dalamnya dibuat untuk dapat menyiarkan secara langsung meupun tidak langsung semangat Kristiani bagi orang-orang yang mengapresiasinya. (AA Sitompul, 1993:224). (3). Pelayanan (Diakonia) Gereja mempunyai tugas atau fungsi pelayanan, agar manusia dapat semakin dekat dengan Tuhan.Pelayanan gereja adalah simbol kasih Tuhan untuk mengasihi semua orang (Sitompul 1993:226). Fungsi pelayanan gereja ini semakin penting dirasakan, terutama ketika gereja berhadapan dengan begitu banyak dan kompleksnya persoalan manusia di kota. Akibat berkembang pesatnya peradaban manusia tersebut menuntut peran Gereja yang lebih besar untuk melayani semua manusia (misi gereja). Dasar Filosofis yang melatar Belakangi Monumen The Promised Land dan Jumbelium 80 Tahun GKPB di Desa Blimbingsari Pembangunan monumen The Promised Land dan Jumbelium 80 Tahun GKPB di Desa Blimbingsari ini dirintis pada tahun 2002 oleh Pdt. Ketut Suyaga Ayub. Pembangunan Jumbelium 80 Tahun GKPB ini mulai dilaksanakan pada tahun 2005 dan Monumen The Promised Land pada tahun 2013, pembangunan The Promised Land dan Jumbelium 80 Tahun GKPB menggunakan dana pribadi Pdt. Ketut Suyaga Ayub, lokasi Jumbelium 80 Tahun terletak diatas gunung di bagian timur Desa Blimbingsari. Pembangunan Jumbelium 80 Tahun GKPB akhirnya selesai pada tahun 2011 ketika Desa Blimbingsari dipimpin oleh.Kepala Desa I Made John Ronny (37 tahun). Monumen The Promised Land dan Jumbelium 80 Tahun GKPB diresmikan
oleh Bupati Jembrana I Putu Artha, SE, MM. Adapun Monumen The Promised Land dan Jumbelium 80 Tahun GKPB. Tugu peringatan Jubelium 80 Tahun GKPB terdapat kekayon yang melambangkan ciptaan Tuhan yang baik dan terdapat nama-nama pendahulu Blimbingsari dari nama-nama sejarah Awal Pekabaran Injil di Bali, nama-nama orang Bali yang mendapatkan pembabtisan pertama di Tukad Yeh Poh, dan nama-nama ketua Sinode GKPB. Nilai-Nilai yang Diwariskan Gereja Pniel Nilai-nilai yang dapat dilihat dari sejarah pendirian Gereja Pniel yang perlu diwariskan bagi generasi muda berdasarkan peranannya dalam rangka mempertahankan Jemaat Kristen di Pulau Bali.Nilai-nilai yang dapat diwariskan dari Jemaat Kristen dapat dilihat dari perjuangan mempertahankan hak Jemaat dalam beragama.Selain itu nilai yang dapat diwariskan juga berupa kisah perjuangan Jemaat yang rela mengorbankan harta, benda dan nyawanya demi membela haknya memilih agama yang dianut. Pentingnya memahami nilai-nilai yang terkandung dalam setiap perjuangan mempertahankan Jemaat Kristen di Bali ini khususnya nilai karakter adalah watak, tabiat, ahlak, atau keperibadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang berpikir, bersikap dan bertindak (Wibowo,2012: 33). Dengan memahami nilai yang terkandung dari setiap perjuangan yang dilaksanakan tentunya akan dapat mengetahui juga berapa besar perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula dalam perjuangan Jemaat Blimbingsari dalam mempertahankan haknya, juga terdapat nilai-nilai karakter dalam setiap perjuangannya yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat. Adapun nilai- nilai karakter yang terdapat dalam perjuangan
mempertahankan Jemaat Kristen di Bali yang dapat dipakai sebagai sumber belajar sejarah sebagai berikut: (1)Nilai Keberanian, Berani dapat diartikan mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan tidak takut atau gentar. Keberanian adalah sikap yang berani terhadap apapun atau tidak takut terhadap apapun atau keadaan sifat-sifat berani dan kegagahan. (2) Nilai Solidaritas, Solidaritas merupakan suatu sikap yang mengutamakan kepentingan bersama dan mengharuskan setiap anggota dalam suatu organisasi supaya selalu menjaga kebersamaan di tengah ancaman ketidakharmonisan yang bisa datang dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut. Solidaritas adalah sifat satu rasa, senasib, dan perasaan setia kawan. (3)Nilai Religius, Nilai religius yang dapat dilihat dari pembanguanan Gereja Pniel di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana yaitu adanya pemuka agama Kristen yang tidak pantang menyerah untuk menyebarkan ijil di Pulau Bali, percaya akan kekuatan Allah. Dengan adanya Agama Kristen di Pulau Bali terjadinya alkulturasi kebudayaan dimana dapat dilihat dari bangunan Gereja Pniel, kebudayaan yang terlahir dari segala aktivitas manusia yang didalamnya terkandung nilai- nilai yang amat penting bagi masyarakat (4)Cinta Damai, Dalam perjuangan Jemaat Kristen yang ingin dicapai adalah kedamaian, tidak hanya kedamaian tetapi juga kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat, begitupun dalam perjuangan Jemaat Kristen di Desa Blimbingsari. Dalam setiap perjuangan Jemaat Kristen tidak hanya mementingkan apa yang ingin dicapai akan tetapi yang paling penting adalah memahami nilai- nilai yang terdapat dalam Jemaat Kristen tersebut seperti halnya dalam perjuangan hak beragama.(5) Tanggung Jawab, dalam perjuangan kegamaan nilai tanggung jawab sangat penting untuk ditanamkan dalam setiap perjuangannya seperi halnya nilai tanggung jawab yang merupakan nilai karakter yang menekankan pada sikap dan
prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Pemanfaatan Nilai-Nilai Kesejarahan Gereja Pniel Di Desa Blimbingsari Dalam Pembelajaran Sejarah Berbasis Kurikulum 2013 Pemanfaatan nilai- nilai Gereja Pneil Gereja di desa Blimbingsari dalam pembelajaran sejarah berbasis kurikulim 2013 dapat diliha dari fungsi gereja yang dalam fungsinya sebagai memorial buildingmemiliki potensi untuk membekali generasi muda bangsa dengan mentalitas yang baik, melalui penggalian (value exsplore), dan pentransformasian, serta internalisasi nilai-nilai luhur/ kearifan lokal (lokal wisdom) yang terdeposit dalam tinggalan budaya dan catatan sejarah generasi pendahulu lewat bangunan Gereja tersebut (Suardi, 2013: 131). Dalam kaitan fungsi Gereja sebagai sebuah memorial tentunya memiliki potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan terkait dengan sumber belajar dan sekaligus menjadi media pembelajaran sejarah lokal. Pada dasarnya pengertian media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan. Gereja Pniel berfungsi dalam dunia pendidikan dalam artian luas dan berfungsi sebagai sumber belajar dalam artian khusus. Gereja Pniel sangat penting fungsinya dalam rangka memberikan pedoman bagi para siswa, mahasiswa, maupun, masyarakat pada umunya mengenai peristiwa masuknya Agama Kristen yang terjadi di Desa Blimbingsari dalam mempertahankan Jemaat Kristen. Pemanfaatan Gereja sebagai media pewarisan nilai dapat diterapkan dalam pembelajaran Sejarah berbasis kurikulum 2013.Di dalam kurikulum 2013 disebutkan bahwa Sejarahdikembangkan sebagai mata
pelajaran integrative science dan integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu.Pendidikan Sejarah sebagai pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial dan alam.Disamping itu, tujuan pendidikan Sejarah menekankan pada pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gereja Pniel sangat penting dan strategis fungsinya untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh siswa sebagai sumber belajar dalam pembelajaranPendidikan Sejarah.Di salah satu pihak guru dapat memfungsikan Gereja Pniel sebagai sarana dan sumber belajar mengajar.Sedangkan di salah satu pihak lagi Gereja Pniel dapat digunakan sebagai sumber belajaran Sejarah.Maka dapat dipastikan betapa banyaknya pengatahuan yang diperoleh di Gereja Pniel. Nilai-nilai yang terkandung pada Gereja Pniel ini dapat disisipkan ke dalam Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Nilai-nilai yang terkandung pada Gereja Pniel dapat disisipkan pada nilai afektif yang ada di dalam kurikulum 2013 dengan topik perjuangan mempertahankanJemaat Kristen di Bali.Selain mengacu kepada materi, nilai-nilai yang disisipkan tentunya juga mengacu kepada KI dan KD yang digunakan di dalam kurikulum 2013.Upaya untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu metode yang
digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.Menyambung dari pernyataan di atas dalam pemanfaatan Gereja Pniel sebagai media pewarisan nilai sejarah, nampaknya memerlukan strategi serta metode yang tepat dalam penyampaiannya di dalam kelas.Supaya nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat secara maksimal diterima serta diaplikasikan dalam kehidupan dunia nyata peserta didik. Adapun strategi dan metode yang akan dipakai penulis yakni, menggunakan pendekatan scientific. Pendekatan scientific diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Metode scientific umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.Pembelajaran berbasis pendekatanscientific itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradidional. Pada pembelajaran berbasis pendekatanscientific, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidakaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan dengan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Kemudian pendekatan pembelajaran ini akan dipadukan dengan metode inquiri yang bertujuan agar siswa aktif untuk mencari serta menemukan nilainilai yang terkandung pada Gereja Pniel tersebut. (Suprijono, 2009: 78; Rusman, 2010: 187; Tanredja, 2012: 49). Dengan mengaplikasikan keberadaan Gereja yang letaknya tidak jauh dari sekolah akan membuat guru lebih mudah mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi dunia nyata. Kondisi tersebut akan sangat membantu guru dalam mewariskan nilainilai sejarah yang terkandung dalam Gereja Pniel.
Pemilihan objek pada anak-anak kelas XI tidak terlepas dari materi pokok yang ada pada pelajaran sejarah kelas XI kurikulum 2013. Keberadaan Gereja Pniel di Desa Blimbingsari tersebut dapat diaplikasikan ke dalam materi pembelajaran kelas XI dengan menyelipkanya ke dalam materi pokok mengenai materi Menalar dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini dan menyajikanya dalam bentuk cerita sejarah. Pemilihan Menalar dampak politik, budaya, sosial-ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini dan menyajikanya dalam bentuk cerita sejarah. barati juga tidak terlepas dari usaha mempertahankan Jemaat Kristen yang dilakukan oleh pemuda pejuang yang berasal dari Desa Blimbingsari. Dalam hal pembelajaran guru dapat mengaitkan perjuangan yang dilakukan oleh pejuangpejuang yang berasal dari Desa Blimbingsari ke dalam usaha perjuangan mempertahankan Jemaat Kristen. Selain itu, pemanfaatan terhadap Gereja sebagai media pewarisan nilai-nilai kesejarahan juga harus mengacu kepada kurikulum yang berlaku. Dimana silabus merupakan rancangan pembelajaran yang berisis rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi pengelompokan, pengurutan dan penyajian materi kurikulum yang dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat. Pada dasarnya pembelajaran mencangkup kerangka konseptual dan operasional tentang strategi pembelajaran dan penilaian hasil belajar.Strategi pembelajaran sangat diperlukan dalam menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang termuat dalam Kurikulum 2013. Oleh karena itu kurikulum seharusnya memuat apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta didik , sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan bisa dikuasai oleh peserta didik. Konsep-konsep inilah yang dikemas dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang wajib dikembangkan oleh guru baik secara individual maupun secara kelompok yang mengacu pada Silabus (Implementasi Kurikulum 2013 pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan seperangkat rencana yang menjadi pedoman guru dalam melaksanakan tahapan pembelajaran. Oleh karena itu seorang guru wajib menyusun RPP sebelum masuk kelas, sebab dengan adanya RPP, guru telah menetapkan segala keperluan, metode serta strategi yang akan diterapkan ketika melaksanakan pembelajaran, agar tujuan pembelajaran mudah dicapai. SIMPULAN Bertolak dari paparan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Desa Blimbingsarimerupakan salah satu desa yang ikut ambil bagian dalam usaha mempertahankan Jemaat Kristen di Bali. Pada masa penjajahan bangsa Eropa di Indonesia di Bali terjadi beberapa kali penginjilan.Untuk mengenang dan menghormati jasa para Jemaat Kristen dalam menyebarkan penginjilan di Indonesia khususnya di Bali, dibangunlah sebuah Gereja Pniel yang terletak di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali. Nilai-nilai yang dapat dilihat dari sejarah pendirian Gereja Pniel yang perlu diwariskan bagi generasi muda berdasarkan peranannya dalam rangka mempertahankan Jemaat Kristen di Pulau Bali.Nilai-nilai yang dapat diwariskan dari Jemaat Kristen dapat dilihat dari perjuangan mempertahankan hak Jemaat dalam beragama.Selain itu nilai yang dapat diwariskan juga berupa kisah perjuangan Jemaat yang rela mengorbankan harta, benda dan nyawanya demi membela haknya memilih agama yang dianut. Gereja Pniel dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran sejarah bagi siswanya, seperti kegiatan kunjungan ke
Gereja Pniel. Pemanfaatan Gereja Pniel sebagai sumber belajar sejarah berbasis kurikulum 2013 yaitu dengan menggunakan pendekatan scientific. Dalam pendekatan scientific siswa dituntut untuk bisa belajar secara aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Kemudian pendekatan pembelajaran ini akan dipadukan dengan metode inquiri yang bertujuan agar siswa aktif untuk mencari serta menemukan nilainilai yang terkandung pada Gereja Pniel tersebut. Dengan mengaplikasikan keberadaan Gereja Pniel yang letaknya tidak jauh dari sekolah akan membuat guru lebih mudah mengkaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi dunia nyata. Kondisi tersebut akan sangat membantu guru dalam mewariskan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam Gereja Pniel. Dalam usaha menyampaikan nilainilai kesejarahan Gereja Pniel guru sejarah memiliki peranan yang penting sebagai pendidik dan pengajar dalam memberikan materi mengenai usaha para pejuang Jemaat Kristen di Desa Blimbingsari dalam mempertahankan haknya.Setelah menyampaikan bagaimana usaha pejuang dalam mempertahankan hak dari Jemaat Kristen, barulah seorang guru hendaknya menyampaikan nilai-nilai kesejarahan dari Gereja Pniel agar diteladani serta diaplikasikan oleh anak-didik. Nilai-nilai kesejarahan dari Gereja Pniel nantinya diselipkan pada “Nilai-Nilai Karakter Budaya Bangsa” yaitu: (1) Nilai keberanian, (2) Nilai solidaritas, (3) Nilai religius, (4) Cinta damai, dan (5) tanggung jawab yang ada dalam Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terkait dengan materi/ pelajaran yang sudah disampaikan , maka seorang guru wajib melakukan Assesmen/ Evaluasi di akhir pelajaran. Eavaluasi yang dilakukan yaitu dalam bentuk tes lisan, tes tulis dan penilaian afektif siswa.
DAFTAR RUJUKAN Ayub, I Ketut Suyaga. 2014. Blimbingsari The Promised Land.Yogyakarta: Andi. Roestiyah. 1982. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta: PT. Bina Aksara Rai,Aryana.2013. Implementasi Kurikuum 2013 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Disampaikan dalam Workshop Penyusunan RPP yang diselenggarakan oleh HMJ Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Pendidikan Ganesha Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sudono, Anggani. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan (Untuk Pendidikan Anak Usia Dini). Jakarta: PT. Grasindo Sugiyono.2009. Metodologi Penelitian Pendidikan.Bandung :Alfabeta. Sukayasa, Wahyu. 2010. Gaya Eklektik pada Arsitektur Gereja. Bandung : PT. Grasindo. Widja, I Gede.1988. Pengantar Ilmu Sejarah”Sejarah dalam Perspektif Pendidikan”. Semarang: Satya Wacana