ARTIKEL JUDUL:
PURA MANIK CORONG DI DESA PEJENG, TAMPAKSIRING, GIANYAR DILIHAT DARI PERSPEKTIF SEJARAH, STRUKTUR, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH OLEH: I GEDE RAKA HARIWIRAMAJA NIM. 0914021011
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESA SINGARAJA 2014
PURA MANIK CORONG DI DESA PEJENG, TAMPAKSIRING, GIANYAR DILIHAT DARI PERSPEKTIF SEJARAH, STRUKTUR, DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH.
Oleh I Gede Raka Hariwiramaja, (0914021011), (e-mail:
[email protected]) I Gusti Made Aryana*) Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja ABSTRAK Penelitian ini bertujuan umtuk mengetahui : 1) Sejarah Pura Manik Corong di Desa Pejeng, Tampaksiring, Gianyar, Bali; 2) Struktur Pura Manik Corong; dan 3) Potensi yang terdapat di Pura Manik Corong yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu : 1) Metode Penentuan Informan, 2) Metode Pengumpulan Data, 3) Validitas Data, 4) Metode Analisis Data, dan 5) Metode Penulisan. Hasil penelitian ini menunjukan Pura Manik Corong didirikan sekitar abad VIII – X Masehi sesuai dengan keberadaan arca Budha yang ada di Pura tersebut. Selain itu pendirian Pura Manik Corong tak bisa dipisahkan dari keberadaan Pura Pusering Jagat. Sebagai pusatnya jagat, dalam filosofi masyarakat Bali dikatakan bahwa Pura Manik Corong merupakan pusat dalam meneropong keberadaan Bali secara keseluruhan. Struktur Pura Manik Corong terdiri dari dua mandala
yakni madya mandala dan utama mandala sebagai simbol Angkasa dan Pretiwi. Pada bagian mandya mandala terdapat beberapa bangunan yakni Candi Bentar, Bale Kulkul, Bale Pesantian, Wantilan, Apit Lawang Kiwa, Apit Lawang Tengen, Kori Agung. Sedangkan pada bagian utama mandala terdapat beberapa beberapa bangunan tempat suci sebagai linggih Ida Bhatara yaitu Pangungan, Lubang Tempat Nerang, Pelingih Bebaturan, Pelinggih Hyang Manik Galang, Penyawangan Hyang Pasupati, Piasan, Bale Penegtengan Ida Bhatara Sri, Bale Pesselang. Adapun aspek-aspek yang terdapat di Pura Manik Corong yang dapat di jadikan sumber sejarah ialah aspek historis, aspek peninggalan, aspek wujud bangunan, aspek pendirian. ABSTRACT The purpose if this research is ti find out about : 1) The History of Manik Corong temple in Pejeng village, Tampaksiring, Gianyar, Bali; 2) The structure of Manik Corong Temple; 3) The potencial of Manik Corong temple which can be used as a resource in learning about history. This research uses descriptive qualitative
1
methods, such as : 1) Diving Information Method; 2) Data Gathering; 3) Data Analysis; 4) Written Method. Yhis reseasch shows that Manik Corong temple was built in approximately VIII-X century based on the existence of Buddhist arch in that temple. Besides that its contruction cannot also be devided from the existence of Pusering Jagat temple. As the center of universe, in Balinese said that Manik Corong temple is the center in looking of the whole Bali existence. The structure of Manik Corong temple consist of two mandala, there are Madya Mandala and Utama Mandala as the symbol of Akasa and Pertiwi. There are some buildings in Madya Mandala part such as Candi Bentar, Bale Kul-kul, Bale Pesantian, Wantilan, Apit Lawang Kiwe Tengen, Kori Agung. Whereas in Utama Mandala there are some holy buildings as the place of Ida Bhatara such as Panggungan, Pelinggih Bebaturan, Pelinggih Hyang Manik Galang, Penyawangan Hyang Pasupati, Piyasan, Bale Penegtegan Ida Bhatara Sri, Bale Peselang. As for the aspects contained in the Pura Manik Corongl that can be a source of history is the historical aspect, heritage aspects, aspects of the building form, aspects of the establishment..
Kata kunci : Pura, Sejarah, Potensi *)
Dosen Pembimbing Artikel
1
Pembangunan pura di Bali tidak
di pura (Sura dkk, 1994 : 2).
dapat dilepaskan dari konsep kearifan
Masyarakat Bali melaksanakan hal
lokal masyarakat Bali. Kearifan lokal
tersebut sebagai wujud rasa bakti
ini adalah Tri Hita Karana, yaitu
terhadap Tuhan, dewa, maupun rokh
merupakan
leluhur.
trilogi
konsep
hidup
dimana Tuhan, Manusia, dan Alam
Salah satu pura sad kahyangan
berdiri di masing-masing sudut sebagai
jagat yang belum begitu dikenal
unsur mutlak terselengaranya denyut
sehingga menjadikan para peneliti dan
nadi alam raya (makro kosmos) (
tim penulis sejarah pura di Bali luput
Atmaja, 2003 : 2 ).
perhatiannya terhadap keberadaan Pura
Tri Hita Karana terdiri dari tiga
Manik
Corong
di
Desa
Pejeng,
unsur yaitu: Parahyangan, Pawongan,
Tampaksiring, Gianyar.
dan Palemahan. Ketiga unsur
ini
menarik untuk dikaji karena memiliki
dipandang menjadi satu kesatuan yang
keunikan tersendiri yaitu digunakan
menjadi sumber kesejahteraan dan
oleh para raja Bali Kuno mengukur
kebahagiaan manusia. Adanya idiologi
tanah Bali dan meneropong Bali secara
ini
keseluruhan.
mengharuskan
memelihara
orang
keharmonisan
Bali
Pura ini
Termasuk
mencari
antara
tempat yang cocok untuk membangun
manusia dengan lingkungan spiritual
Pura Basukian (Besakih). atas dasar itu
yakni Tuhan ataupun Dewa sebagai
penulis
unsur Parahyangan, manusia dengan
sebagai bahan penelitian.
manusia sebagai unsur Pawongan, dan manusia
dengan
lingkungan
mengetahui sejarah berdirinya Pura Manik
2001; Atmadja, 2003).
Mengetahui
yang harmonis antara manusia dan berbagai
Corong
Tampaksiring,
Dalam menciptakan masyarakat
dalam
mengangkatnya
Penelitian ini bertujuan untuk
alam
sebagai unsur Palemahan (Mudana,
Tuhan
tertarik
di
Desa
Pejeng,
Gianyar
Bali.
struktur
Pura
Manik
Corong serta Potensi apa saja yang
aspek
terdapat di Pura Manik Corong yang
menyebabkan masyarakat Bali terikat
dapat dijadikan sebagai sumber belajar
untuk melakukan pemujaan–pemujaan
21
sejarah. Kajian teori yang digunakan
Corong Berdiri sekitar abad VIII-X
dalam penelitian ini adalah latar
Masehi sebelum kedatangan orang-
belakang pendirian
orang
pura, struktur
Majapahit
di Bali
yang
pura, Potensi pura sebagai sumber
ditunjukan oleh arca Budha yang
belajar sejarah.
ditempatkan
penelitian
menggunakan
ini
metode
Corong hanya terdiri dari dua mandala
penulis
yakni madya mandala dan utama
deskriptif
mandala sebagai simbol Angkasa dan
kualitatif. Karena itulah maka untuk
Pretiwi. Dan (3) Potensi Pura Manik
mendukung pembahasan dalam karya
Corong sebagai sumber belajar sejarah
ilmiah ini maka penulis menggunakan
yaitu
beberapa teknik, yaitu (1) Metode
peneliti
dan
Sejarah Pura Manik Corong di Desa
menggunakan
banyak
Pejeng, Tampaksiring Terkait dengan sejarah Pura Manik
memberi
Corong di Desa Pejeng ini.Pura ini
wawasan tentang sejarah, dan fungsi,
merupakan
serta makna dari pura Manik Corong (2)
Metode
(observasi, dokumen),
Pengumpulan wawancara, (3)
Validitas
salah
satu
Pura
Sad
Kahyangan, selain Pura Pusering Jagat
Data
yang ada di Desa Pejeng. Pura ini
studi
terletak tak jauh dari Pura Pusering
Data
Jagat
(triangulasi data, triangulasi metode)
dan
Pura
Penataran
Sasih.Tepatnya, terletak di sebelah
(4) Metode Analisis Data, dan (5)
barat jalan utama Tampaksiring, di
Metode Penulisan.
sebelah utara Puri Agung Pejeng.Dari
HASIL Hasil
yang
PEMBAHASAN
informan ini yaitu beliau dianggap mengetahui
lingga-yoni
yaitu keyakinan adanya keharmonisan
Pemangku Pura
Manik Corong Jero Mangku Kanca. Alasan
konsep
menggambarkan keseimbangan hidup,
Penentuan Informan. Adapun informan kunci disini adalah
pelinggih
bebaturan. (2) Struktur Pura Manik
METODE PENELITIAN Dalam
dalam
dari
penelitian
luar, Pura Manik Corong luasnya
ini
memang kecil sehingga menjadikan
menunjukan bahwa (1) Pura Manik
para peneliti dan tim penulisan sejarah
31
pura
di
terhadap
Bali
luput
keberadaan
perhatiannya Pura
Asal-usul Pura
Manik
Manik
Corong,
sampai saat ini memang masih ada
Corong.
perbedaan tafsir. Pada tahun 2001 dan
Sebagaimana
tercantum
awal tahun 2002, sebelum digelar
dalam
Riptaprasasti, Pura Manik Corong,
Karya
mempunyai kedudukan, fungsi, dan
Mupuk Padagingan serta Ngenteg
status
Linggih
sebagai
salah
satu
unsur,
Mamungkah,
di
Pura
Pamelaspas,
Manik
Corong,
struktur Pura Kahyangan Jagat Bali
Pemkab Gianyar membentuk tim guna
yang
melakukan
menjadi
penyiwian
dan
penelitian
terhadap
Hindu.
keberadaan pura. Berbagai sumber
Penglingsir Puri Pejeng, Cokorda Gde
lontar-lontar dari kepustakaan di Bali,
Putra Pemayun (65th) mengatakan
seperti
bahwa,
berbunyi,
penyungsungan
masyarakat
lontar
Usana
Bali,
yang
“kunang asthana bhatara munggah ring gunung lempuyang, bhatara gni jaya, ring gunung bratan, sang hyang jagatningrat, bhatara ring jeruk, bhatara putra jaya, asthana bhatara ring pejeng, bhatara manik galang, ring matumadeg, bhatara manik kumawang”.
“awalnya Pura Manik Corong hanya diempon oleh Pasemetonan Puri Pejeng. Sedangkan penyiwi dan penyungsungnya adalah krama Desa Adat Pejeng, termasuk umat Hindu yang ada di seluruh Kecamatan Tampaksiring. Keberadaan pura ini telah ada sebelum para leluhurnya mendirikan kerajaan di Pejeng. Sebagaimana pura-pura besar lainnya seperti Pura Penataran Sasih, Pura Pusering Jagat, Pura Kebo Edan, serta pura kecil lainnya.''Sebelum tahun 2002, Pura Manik Corong belum ada pengempon-nya termasuk yang bertanggung jawab sebagai ngupahayu. Berlatar belakang kebijakan budi luhur, sradha dan bakti, maka leluhur kami yang ngempon, ngemong serta ngupahayu.'' (Cokorda Gde Putra Pemayun, wawancara tanggal 10 Oktober 2013 ).
(artinya: Bhatara yang berstana di gunung lempuyang, Bhatara Gni Jaya. Di gunung beratan, Sang Hyang Jagat Ningrat, Bhatara di jeruk, Bhatara Putra Jaya, stana bhatara di pejeng, Bhatara Manik Galang, di batu
madeg,
Bhatara
Manik
Kumawang.) Transkrip lontar Tatwa Puranagama kolekdi kesari sangraha, yang menjelaskan
14
Kawit ida sang hyang pasupati mayoga pada hyang brahma, ngemijilang putra ring bali, putra kaping ajeng, ida hyang gni jaya, jumeneng ring gunung agung, dewi dhanuh, jumeneng ring gunung batur, dewi kumbhahyang, ring bratan, hyang tumuwuh, ring watukaru, hyang sumbar, jemeneng ring uluwatu, hyang tugu, ring andakasa, hyang mustika adnyana, jumeneng ring sasak, hyang puspa, puspa ring gunung rinjani, hyang kusuma dewa, ring gunung wangun, hyang manik galang, ring pejeng, hyang penulisan, ring gunung penyuratan, hyang pasaren, ring gunung panarajon,
Candi
Supralinggagiri
Bhawana.
(artinya : dimulai pada saat Sang Hyang Pasupati bertapa pada Hyang Brahma, dan menugaskan para putranya di Bali, putra yang pertama, Ida Hyang Gni jaya berstana di Gunung Agung, Dewi Dhanuh, bertempat di Batur, Dewi Kumbhahyang, di Bratan, Hyang Tumuwuh, di Watukaru, Hyang Sumbar, di Uluwatu, Hyang Tugu, di Andakasa, Hyang Mustika Adnyana, bertempat di Sasak, Hyang Puspa, di Gunung Rinjani, Hyang Kusumadewa, di Gunung Wagun, Hyang Manik Galang, di Pejeng, Hyang Penulisan, di Gunung Penyuratan, Hyang Pasaren, di Gunung Panarajon,)
keadaan Balidwipa yang masih labil
Rujukan yang juga banyak dibahas
Balidwipa. Naga Anantaboga, dan
adalah Lontar Sapta Supralinggagiri
Naga Basuki menjadi tali pengikatnya,
Bhawana koleksi Kesari Sanggraha.
sedangkan
Secara utuh. Sumber riptaprasasti itu
menerbangkan dari Gunung Semeru ke
bertopik Lontar Raja Purana Sasana
Balidwipa. Pada saat menerbangkan
Lontar ini merupakan salah satu sumber yang mengemukakan asalusul eksistensi tujuh gunung di Bali dengan
kahyangan
Istadewata
yang
putra-putra
Hyang
sthana
diyakini
tujuh sebagai
Pasupati,
yang
berprahhyangan di Gunung Semeru dengan
pengastanamanya
Pura
Mandharagiri Semeru Agung, yang berlokasi di Desa Sundoro, Lumajang, Jawa Timur. Pada lontar ini dikisahkan
dan bergoyang terus-menerus. Agar Balidwipa
menjadi
Pasupati
memerintahkan
Badawangnala,
stabil
Dewa Sang
Sang
Naga
Anantabhoga, Sang Naga Basuki, dan Sang Naga Tatsaka memindahkan salah
satu
puncak
Semeru
ke
Balidwipa. Sang
Bedawangnala
menjadi
penyangga bagian puncak Gunung Semeru
bagian 51
yang
Puncak
dipindahkan
Naga
gunung
ke
Tatsaka
Semeru
tersebut, ada bagiannya yang jatuh di
5. Hyang
Balidwipa, dan bagian yang jatuh tersebut
menjadi
Gunung
Batur.
6. Hyang Manik Galang, berstana di Pejeng
Agung. Sehingga pada saat itu di Bali
Gunung
Lempuyang,
Gumawang,
berstana di Puncak Mangu
Bagian yang utuh menjadi Gunung
telah ada Sad Linggagiri,
Manik
7. Hyang
yakni,
Tugu,
berstana
di
Andakasa
Gunung
Sejak itu di Balidwipa dikenal adanya
Andakasa, Gunung Watukaru, Gunung
Sapta Linggagiri atau stana tujuh putra
Mangu (Gunung Bratan), Gunung
dewa Pasupati di Balidwipa.
Batur, dan Gunung Agung. Keadaan
Dalam hal ini ada delapan gunung
Balidwipa pun telah menjadi stabil
yang dengan kahyangannya masing-
(Supartha, 2001: 14-15).
masing. Dari delapan gunung istana
Setelah keadaan Balidwipa stabil, Dewa
Pasupati
lalu
para
memerintah
dewa
di
Jawadwipa
dan
Balidwipa itu, dikemukakan bahwa
putranya agar berstana di Bali, untuk
Pura
menjadi
merupakan Kahyangan Hyang Manik
penyungsungan
dan
penyiwian raja-raja dan masyarakat
Manik
Corong
di
Pejeng
Galang.
Bali.
Struktur Pura Manik Corong
Berikut adalah stana dari ke tujuh
Pura Manik Corong saat ini tidak
putra Dewa pasupati di Bali.
memiliki nista mandala, Kemungkinan karena ketidaktahuan kompleks nista
1. Hyang Gni Jaya, berstana di
mandala telah beralih mejadi jalan
gunung Lempuyang
raya. Pura ini hanya terdiri dari dua
2. Hyang Putra Jaya, berstana di
mandala yakni madya mandala dan
gunung Agung
utama
3. Hyang Dewi Dhanuh, berstana di
mandala
sebagai
simbol
Angkasa dan Pretiwi. Karena Pura
gunung Batur
Manik Corong hanya terdiri dari jaba
4. Hyang Tumuwuh berstana di
tengah dan Jeroan. Jabaan Pura
Watukaru
Manik Corong adalah jalan Raya Desa
61
Pejeng. Mandala kedua disebut madya
mampu membekali para generasi muda
mandala atau sering disebut jaba
untuk mengembangkan wawasan atau
tengah. Bagian ini memisahkan antara
pengetahuannya
nista mandala dengan utama mandala
dalam
(Suyasa, 1996:11). Untuk masuk ke
meningkatkan
bagian madya mandala dari nista
meningkatkan sumber daya manusia.
mandala melewati candi bentar. Pada
Adapun potensi yang dimiliki
halaman
beberapa
Pura Manik Corong sebagai sumber
pelinggih (bangunan suci) diantaranya
pembelajaran sejarah yaitu terdapat
Bale Kulkul, Bale Pesantian, Wantilan,
pelinggih bebaturan yang disana di
Apit Lawang, Kori Agung. Dan pada
stanakan arca Budha dan linga yoni.
halaman jeroan atau utama mandala
Dengan adanya peningalan berupa
terdapat
ini
diantaranya
terdapat
sehingga
diri
muncul
agar kwalitas
berusaha diri,
dan
oleh
beberapa
pelinggih
lingga yoni sebagai simbol Siwa,
adalah
Pangungan
lingga merupakan aspek sekunder dari
Lubang
lambang kelaki-lakian yang baru akan
pelinggih Ratu Ngurah,
Tempat Nerang, Pelingih Bebaturan
menimbulkan
Pelinggih
setelah bersatu dengan Parwati, sakti
Hyang
Manik
Galang,
tenaga
dilambangkan
atau
Penyawangan Hyang Pasupati, Piasan,
Siwa
Bale Penegtengan Ida Bhatara Sri,
lambang kewanitaan. Konsep lingga-
Bale Peselang
yoni menggambarkan keseimbangan
Potensi Pura Manik Corong Sebagai
hidup,
Sumber Belajar Sejarah
keharmonisan. Bersatunya Lingga dan
yaitu
dengan
energi
keyakinan
yoni,
adanya
Pura Manik Corong memiliki nilai
Yoni adalah pertemuan antara laki-laki
historis sangat penting dalam konteks
(Purusa) dan wanita (Pradhana) yang
Sejarah
merupakan
Bali
sebagai
salah
satu
lambang
peninggalan purbakala di Desa Pejeng
sehingga
yang patut di kaji dan dilestarikan.
(kelahiran).Oleh sebab itu pemujaan
Dengan melakukan kunjungan dan
akan lingga dan yoni yang merupakan
pengamatan terhadap objek sejarah
bersatunya Dewa Siwa dan Dewi
merupakan salah satu sarana yang
Parvati adalah suatu berkah bagi
71
muncul
kesuburan,
kehidupan
baru
masyarakat masa lampau, sehingga
yakni,
Memahami
biasanya lingga yoni ini diletakkan di
masyarakat
wilayah pertanian atau pemujaan para
praaksara, masa Hindu Buddha dan
petani kala itu.
masa Islam dalam aspek geografis,
Indonesia
perubahan pada
masa
Berdasarkan potensi yang dimiliki
ekonomi, budaya, pendidikan, dan
Pura Manik Corong sebagai sumber
politik. Serta dengan materi pokok
belajar
memungkinkan
yakni, pola kehidupan dan kebudayaan
diterapkan pembelajaran sejarah lokal
pada masa pra aksara, perkembangan
sebagai
dan proses
sejarah
salah
satu
kurikulum
pendidikan di sekolah. Pendekatan
Hindu,
yang
Indonesia,
dapat
diterapkan
pembelajaran
sejarah
lingkungan
sekitar.
adalah berbasis
masuknya
Buddha,
dan serta
peninggalannya,
Keberagaman
masyarakat
pengaruh Islam
di
berbagai perubahan
Indonesia
pada
masa
situs-situs berupa Pura yang ada di
praaksara, masa Hindu, Buddha dan
Bali
siswa
masa Islam dalam aspek geografis,
materi
ekonomi, budaya, pendidikan, dan
akan
memudahkan
mengeksplorasi
beragam
sejarah seluas-luasnya. Sebab, materi
politik.
sejarah
Kesimpulan
dapat
disajikan
secara
konstektual. Siswa dapat melakukan wawancara
Berdasarkan uraian hasil penelitian
dengan pemandu lokal. Dan selain itu
di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
dapat memperkaya pengetahuan siswa,
bahwa pendirian Pura Manik Corong
sekaligus merupakan alternatif baru
didirikan sekitar abad VIII – X Masehi
cara
lebih
sesuai dengan keberadaan arca Budha
menyenangkan. Adapun pemanfaatan
yang ada di Pura tersebut. Selain itu
Pura Manik Corong sebagai sumber
pendirian Pura Manik Corong tak bisa
belajar
dipisahkan
pengamatan,
maupun
belajar
siswa
sejarah
yang
berdasarkan
dari
keberadaan
Pura
Kompetensi inti yakni, menghargai
Pusering Jagat. Sebagai pusatnya jagat,
dan menghayati ajaran agama yang
dalam
dianutnya, dan Kompetensi Dasar
dikatakan bahwa Pura Manik Corong
81
filosofi
masyarakat
Bali
merupakan
pusat
memandang
dalam
dan
melihat,
(Purusa) dan wanita (Pradhana) yang
meneropong
merupakan
keberadaan Bali secara keseluruhan.
lambang
Berdasarkan
kesuburan.
potensi
tersebut
memungkinkan
Struktur Pura Manik Corong terdiri
diterapkan
madya
pembelajaran sejarah lokal sebagai
mandala dan utama mandala sebagai
salah satu kurikulum pendidikan di
simbol Angkasa dan Pretiwi. Pada
sekolah.
bagian
diterapkan
dari
dua
mandala
mandya
yakni
mandala
terdapat
Pendekatan
yang
adalah
dapat
pembelajaran
Candi
sejarah berbasis lingkungan sekitar.
Bentar, Bale Kulkul, Bale Pesantian,
Keberagaman situs-situs berupa Pura
Wantilan, Apit Lawang Kiwa, Apit
yang ada di Bali akan memudahkan
Lawang
beberapa
bangunan
Tengen,
Sedangkan
pada
yakni
Kori
Agung.
siswa mengeksplorasi beragam materi
bagian
utama
sejarah seluas-luasnya. Sebab, materi
mandala terdapat beberapa beberapa
sejarah
bangunan tempat suci sebagai linggih
konstektual. Siswa dapat melakukan
Ida Bhatara yaitu Pangungan, Lubang
pengamatan,
Tempat Nerang, Pelingih Bebaturan,
dengan pemandu lokal.
Pelinggih
Ucapan terimakasi ditujukan kepada:
Hyang
Penyawangan
Manik
Hyang
Galang,
dapat
disajikan
maupun
secara
wawancara
I Gusti Made Aryana, selaku
Pasupati,
Piasan, Bale Penegtengan Ida Bhatara
pembimbing
Sri, Bale Pesselang.
meluangkan
Potensi yang dimiliki oleh Pura Manik
penulis
Corong sebagai sumber pembelajaran
pengetahuannya, memotivasi dan
sejarah
membimbing
dapat
di
lihat
dari
di
I
yang
waktunya
dalam
telah kepada
memberikan
dari
awal
stanakannya arca Budha dan linga
penyusunan artikel menjadi lancar
yoni. Dengan adanya konsep lingga
dan dapat terselesaikan dengan
yoni menggambarkan keseimbangan
baik.
hidup,
yaitu
keyakinan
Desak
adanya
Made
Oka
Purnawati,
keharmonisan. Bersatunya Lingga dan
selaku Pembimbing II yang juga
Yoni adalah pertemuan antara laki-laki
memberikan saran serta motivasi
91
dan membimbing penulis dalam penyusunan artikel sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Daftar Rujukan Atmaja, Jiwa. 2003. “Perempatan Agung” Menguak Konsepsi Palemahan dan Waktu Masyarakat Bali. Denpasar : CV Bali Media Adhikarsa. Mudana, I Wayan. 2001. “Nyungsung Dewa Jeleme” Mengendalikan Bahaya Supranatural Secara Sekala Niskala di Desa Kayu Putih, Banjar, Buleleng-Bali. Laporan penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: IKIP N Singaraja. Supartha. INK. 2005. Tirtayatra. Denpasar: CV Kayu Mas Agung. Supartha. 2001. “Karya Mamungkah, Pamelaspas, Mupuk Padagingan Serta Ngenteg Linggih Di Pura Manik Corong. (tidak diterbitkan). Gianyar : Panitia Pelaksana Karya Mamungkah, Pamelaspas, Mupuk Padagingan Serta Ngenteg Linggih Di Pura Manik Corong. Sura, I Gede dkk.1994.Agama Hindu Sebuah Pengantar. Denpasar: CV Kayu Mas Agung. Suyasa, I Wayan.1996.Pura Agung Jagatnatha Singaraja: Latar Belakang Berdirinya dan Makna Filosofisnya. Singaraja: IKIP N Singaraja
10 1