P UTUSAN Nomor : 594/PDT/2016/PT.BDG. “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan memurus perkara perdata pada tingkat banding telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam gugatan antara : KALIL HARTONO Bin (Alm) MASKUN, Pensiunan Kereta Api, alamat Jalan RA. Kartini No.10, RT.002, RW.006, Kel. Sukapura, Kec. Kejaksan, Kota Cirebon dengan ini memberikan kuasanya kepada : 1. AGUS PRAYOGA, SH., 2. TANDRY LAKSANA, SH., 3. EKA YUDA M.P., SH., 4. BANA, SH., 5. ARIF RAHMAN, SHI., dan 6. DIMAS PRASETYO UTOMO, SH., kesemuanya Advokat dari Kantor Hukum AGUS PRAYOGA, SH., dan Rekan serta anggota pada Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Cirebon ( POSBAKUMDIN Cirebon ) beralamat di Jl. Jalan Kapten Damsur, Gg. Ketandan V, No. 27, Cirebon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 21 Juni 2016 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Cirebon pada tanggal 21 Juni 2016 dengan register nomor 122 / W /Pdt.G / 2016 / PN.Cbn., yang selanjutnya disebut PEMBANDING semula PENGGUGAT; MELAWAN 1. PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon, berkedudukan di Jalan Siliwangi No. 82 Cirebon, dengan ini memberikan kuasanya kepada HERMANTO, SH., MH., Advokat dan Konsultan Hukum pada HERMANTO, SH., MH. & Partners, beralamat di Jalan Merdeka No. 5.A, Kota Cirebon,
berdasarkan
Surat
Kuasa
Khusus
Nomor
HK.214/X/1/D.III-2016, tertanggal 24 Oktober 2016 Selanjutnya disebut sebagai TERBANDING I semula TERGUGAT I; 2. Zulfa Akmal, Pangkat Kolonel Marinir NRP 8543/P, Pekerjaan sebagai Senior Manager Pengamanan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon; beralamat di Jalan Siliwangi No. 82 Kota Cirebon, dengan ini memberikan
Halaman 1 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
kuasanya kepada HERMANTO, SH., MH., Advokat dan Konsultan Hukum pada HERMANTO, SH., MH. & Partners, beralamat
di
Jalan
Merdeka
No.
5.A,
Kota
Cirebon,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertangggal 25 Agustus 2015, selanjutnya
disebut
sebagai
TERBANDING
II
semula
TERGUGAT II; 3. Negara c.q. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Presiden Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat c.q. Kepala Kepolisian Resor Cirebon Kota, berkedudukan di Jalan Veteran No.5 Kota Cirebon, Selanjutnya disebut sebagai TURUT TERBANDING I semula TURUT TERGUGAT I; 4. PT. Kereta Api Indonesia (Persero), berkedudukan di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 1 Bandung, dengan ini memberikan kuasanya kepada HERMANTO, SH., MH., Advokat dan Konsultan Hukum pada HERMANTO, SH., MH. & Partners, beralamat
di
Jalan
Merdeka
No.
5.A,
Kota
Cirebon,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor HK.214/VIII/1/D.32015, tertanggal 25 Agustus 2015 Selanjutnya disebut sebagai TURUT TERBANDING II semula TURUT TERGUGAT II; 5. Negara c.q. Pemerintah Republik Indonesia c.q. Presiden Republik
Indonesia
Ruang/Kepala
c.q.
Badan
Menteri
Pertanahan
Agraria
dan
Nasional
Tata
Republik
Indonesia c.q. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi
Jawa
Barat
c.q.
Kepala
Kantor
Pertanahan Kota Cirebon, berkedudukan di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 44 Cirebon, yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukum instansi yaitu 1. MIFTAH HUSNI, SH., 2. H.A. NURSAID, S. Sos., 3. LUKMANUL HAKIM, SH., Selanjutnya disebut sebagai TURUT TERBANDING III semula TURUT TERGUGAT III; Telah Membaca :
Halaman 2 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
1.
Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 14 Desember 2016
Nomor : 594/PEN/PDT/2016/PT.BDG. tentang Penunjukan
Majelis Hakim untuk mengadili perkara tersebut ditingkat banding; 2.
Berkas perkara perdata Nomor 58/Pdt.G/2015/PN.Cbn. dan suratsurat yang bersangkutan dengan perkara tersebut. TENTANG DUDUK PERKARANYA : Menimbang, bahwa pihak Penggugat dalam surat gugatannya
tertanggal 3 Agustus 2015 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Cirebon, dengan Nomor Register Perkara : 58 / Pdt.G / 2015 / PN.Cbn. tertanggal 3 Agustus 2015 telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut : I.
TENTANG KEDUDUKAN DAN KEPENTINGAN HUKUM PENGGUGAT 1. Bahwa Penggugat sejak tahun 1958 telah bekerja sebagai karyawan Perusahaan
Jawatan
Kereta
Api
(PJKA)
yang
selanjutnya
disekolahkan di Kantor Pusat di Bandung dan lulus pada tahun 1961 untuk kemudian ditugaskan di beberapa daerah dengan riwayat pekerjaannya yang dapat disebutkan sebagai berikut : -
Tahun 1961 bertugas di Pekalongan;
-
Tahun 1963 bertugas di Purwokerto sebagai Petugas Perlintasan;
-
Tahun 1965 bertugas di Kroya Puwokerto;
-
Tahun 1965 – 1966 bertugas mengamankan lintasan antara Kroya – Banjaran karena rel diputus oleh gerombolan PKI;
-
Tahun 1968 bertugas di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan;
-
Tahun 1970 bertugas di Lampung;
-
Tahun 1972 bertugas di Cirebon;
-
Tahun 1974 bertugas di Jakarta;
-
Tahun 1979 bertugas di Bandung (Kantor Pusat) sebagai Pengawas Bangunan KA seluruh Kantor Pusat;
-
Tahun 1981 bertugas di Madiun;
-
Tahun 1985 bertugas di Bandung (Kantor Pusat);
-
Tahun 1989 bertugas di Serpong;
-
Tahun 1995 Pensiun di Cirebon;
2. Bahwa sampai dengan diberhentikannya Penggugat secara hormat pada tahun 1995, Penggugat telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan bentuk usaha kereta api mulai dari P.N. Kereta Api menjadi
Halaman 3 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
PERJANKA dan kemudian PERUMKA sampai pada bentuk perseroan yang sekarang ini bernama PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sehingga kedudukan Penggugat dalam hal ini adalah pensiunan PERUMKA
atau
eks.
Pegawai
Negeri
Sipil
Departemen
Perhubungan. Hal ini sesuai dengan yang dimaksud dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang menyebutkan, “Pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api pada mulanya adalah Pegawai
Negeri
Sipil
Departemen
Perhubungan
yang
ditempatkan/bekerja di Perusahaan Jawatan Kereta Api, sehingga hakhak dan kewajibannya sama dengan Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu maka Pegawai Negeri Sipil Dephub/PJKA pada saat pensiun hak-hak dan kewajibannya sama dengan pensiunan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan tata cara pensiun yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969”; 3. Bahwa sebagai pegawai PERJANKA pada saat itu, Penggugat menerima rumah di Jalan R.A. Kartini No. 6/10 Kota Cirebon yaitu rumah yang ditunjuk perusahaan untuk ditempati Penggugat sebagai Rumah Negara Kelas II sesuai Surat Penun-jukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972 yang berlaku sampai dengan 3 (tiga) bulan sesudah bulan pemberhentian Penggugat sebagai pegawai perusahaan dan menjadi salah satu ketentuan selain ketentuan lainnya yang disebutkan di dalam lampiran penunjukannya; 4. Bahwa sejak 3 (tiga) bulan sesudah bulan pemberhentian Penggugat dari PERUMKA di tahun 1995 sampai dengan hari Jumat tanggal 8 Mei 2015 pukul 07.00 WIB atau selama kurang lebih 20 (dua puluh) tahun sejak Penggugat memasuki masa pensiunnya sebagai eks. PNS Departemen Perhubungan dan oleh karena itu sudah lebih dari 43 (empat puluh tiga) tahun lamanya Penggugat telah menempati Rumah Negara tersebut secara terus menerus; 5. Bahwa dengan mengingat Penggugat tidak pernah menerima pencabutan
izin
penghunian
Rumah
Negara
tersebut
sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. : 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status dan Pengalihan
Halaman 4 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Hak atas Rumah Negara Bab IV Angka IV.1 butir 3 huruf f yang menyebutkan, “Pencabutan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk”; dan secara hukum Penggugat berhak untuk mengajukan permohonan pengalihan hak terhadap Rumah Negara tersebut sesuai dengan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 17 ayat 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara menyebutkan, “Pensiunan pegawai negeri : a. menerima pensiun dari Negara; b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; c. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, maka sebagai pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang berhak atas Rumah Negara tersebut, Penggugat memiliki kepentingan hukum untuk menggugat Para Tergugat atas perbuatannya pada tanggal 8 Mei 2015 yang telah melakukan pengosongan dengan cara sewenang-wenang dan tanpa dasar hukum yang jelas. II. DASAR HUKUM DIAJUKANNYA GUGATAN 6. Bahwa Penggugat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Negeri Cirebon terhadap Para Tergugat melalui pertanggungjawaban perdata Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata); 7. Bahwa perbuatan Para Tergugat dan Para Turut Tergugat diatur dalam Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 KUHPerdata sebagai berikut : Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”; Pasal 1366 KUH Perdata menyebutkan bahwa, "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya,
tetapi
juga
untuk
kerugian
yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya"; Pasal 1367 KUH Perdata menyebutkan bahwa,
Halaman 5 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
“Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau
disebabkan
barang-barang
yang
berada
di
bawah
pengawasannya”; 8. Bahwa penting juga
dimaksudkan
dalam dasar gugatan ini,
Penggugat bermaksud meminta pertanggungjawaban hukum Para Turut Tergugat atas kewenangannya yang bersumber dari peraturan perundang-undangan sebagaimana yang akan diuraikan selanjutnya dalam kedudukan hukum para Turut Tergugat masing-masing; III. KEDUDUKAN HUKUM PARA TERGUGAT 9. Bahwa Tergugat I adalah satuan organisasi yang dipimpin oleh Kepala Daerah Operasi (KaDAOP) di lingkungan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yaitu suatu badan usaha yang khusus didirikan untuk
perkeretaapian
menyelenggarakan
dengan
pengusahaan
tugas
pokok
angkutan
antara
kereta
api
lain dan
mengendalikan pelaksanaan angkutan penumpang/atau barang di Daerah Operasi 3 Cirebon sebagai salah satu dari kesatuan wilayah usaha yang ada di pulau Jawa; 10. Bahwa dalam melaksanakan tugasnya KaDAOP bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing serta berkewajiban
untuk
selalu
mengikuti
dan
mentaati
petunjuk
pelaksanaan teknis, prosedur kerja, reglemen (peraturan dinas) dan peraturan umum yang berlaku termasuk tanggung jawabnya terhadap tindakan hukum yang dilakukannya dengan cara mengerahkan kekuatan organisasinya untuk melakukan pengosongan rumah beserta seluruh isinya milik Penggugat secara paksa yang beralamat di Jalan R.A. Kartini No. 10 RT/RW 002/006, Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon serta melakukan pemutusan sambungan listrik, air dan telfon pada tanggal 8 Mei 2015; 11. Bahwa Tergugat II adalah seorang Perwira TNI Angkatan Laut dengan pangkat militer terakhir yaitu Kolonel Marinir NRP 8543/P dan pernah menjabat sebagai Danpomal Lantamal V Surabaya serta saat ini diperbantukan sebagai Senior Manajer Pengamanan di PT. KAI Daop 3 Cirebon i.c. Tergugat I; 12. Bahwa sebagai seorang anggota Tentara Nasional Indonesia, Tergugat II memiliki tugas-tugas pokok sebagaimana diatur dalam
Halaman 6 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan dalam kedudukan tugas pokoknya sebagai anggota TNI yang diperbantukan di PT. KAI Daop 3 Cirebon sebagai Senior Manajer Pengamanan tersebut, Tergugat II tetap memiliki tanggung jawab atas keterlibatannya untuk melaksanakan pengosongan rumah karena hak Tergugat II untuk menduduki jabatan sipil dibatasi menurut ketentuan Pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang menyebutkan, 1) Prajurit
hanya
dapat
menduduki
jabatan
sipil
setelah
mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. 2) Prajurit
aktif
dapat
menduduki
jabatan
pada
kantor
yang
membidangi koordi-nator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. 3) Prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasar-kan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah
non-departemen
serta
tunduk
pada
ketentuan
administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud. IV. KEDUDUKAN HUKUM PARA TURUT TERGUGAT 1. Bahwa meskipun sifat gugatan Penggugat adalah gugatan yang ditujukan secara privat dan tidak bersifat publik sehingga terkesan materi perbuatan melawan hukum yang dialamatkan kepada para Turut Tergugat menjadi tidak relevan di depan hukum acara perdata dan secara yuridis tidak mempunyai keterkaitan dengan fungsi yudikatif peradilan, hal mana membawa konsekuensi yuridis bahwa Hakim dalam lingkungan perdata tidak mempunyai kewenangan untuk memaksa dan memerintahkan kepada para Turut Tergugat baik secara administratif maupun secara yuridis namun demikian sepanjang mengenai materi yang akan diputuskan terhadap obyek sengketa maka para Turut Tergugat berkepentingan terhadap pihak-pihak yang berperkara dan obyek sengketa sehingga harus taat dan tunduk terhadap putusan dalam perkara a quo; 2. Bahwa Turut Tergugat I adalah pelaksana tugas dan wewenang POLRI di wilayah Kota Cirebon yang menjalankan salah satu fungsi
Halaman 7 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
pemerintah negara di bidang pemeliharaan keamanan, ketertibatan mayarakat,
penegakan
hukum,
perlindungan,
pengayoman
dan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka melaksanakan tugasnya tersebut, berdasarkan salah satu ketentuan Pasal 15 ayat 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Turut
Tergugat
I
berwenang
untuk
memberikan
pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat, dimana dalam Penjelasannya disebutkan bahwa wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat; 3. Bahwa keberadaan Turut Tergugat I yang telah mengerahkan kekuatan pengamanan terhadap jalannya pengosongan paksa pada tanggal 8 Mei 2015 adalah berten-tangan dengan kewenangannya untuk melaksanakan tugas pengamanan atas dasar permintaan Tergugat I, mengingat obyek yang dikosongkan secara paksa merupakan barang bukti
(corpus
delicti)
dalam
Perkara
Pidana
No.
:
129/Pid.B/2014/PN.Cn pada Pengadilan Negeri Cirebon yang tengah diajukan permohonan banding-nya oleh Penggugat selaku Terdakwa dalam perkara a quo dan belum diputus oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada saat itu sehingga barang bukti tersebut masih menjadi fakta hukum yang ikut menentukan berhak-tidaknya Penggugat untuk menyewakan kepada orang lain. Selain itu pula, pengerahan kekuatan yang dilakukan oleh Turut Tergugat I adalah nyata-nyata bukan untuk mengamankan Obyek Vital Nasional; 4. Bahwa Turut Tergugat II adalah badan usaha yang tugas dan wewenangnya menyelenggarakan pengusahaan angkutan kereta api dan telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk usaha yaitu : 1) Perusahaan Negara Kereta Api (P.N. Kereta Api) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963 tentang Pendirian Perusahaan Negara Kereta Api, mulai berlaku tanggal 25 Mei 1963; 2) Perusahaan
Jawatan
(PERJAN)
Kereta
Api
atau
disingkat
PERJANKA dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1971 tentang Pengalihan Bentuk Usaha Perusahaan Negara Kereta Api menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN), mulai berlaku tanggal 15 September 1971;
Halaman 8 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
3) Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api atau disingkat PERUMKA dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api, mulai berlaku tanggal 30 Oktober 1990; 4) PT.
Kereta
Api
(Persero)
dibentuk
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), mulai berlaku tanggal 3 Februari 1998; 5. Bahwa dengan perubahan bentuk usahanya yang terakhir dan sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian PT. Kereta Api (Persero) yang dialihkan dari PERUMKA berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang menyebutkan, “Dengan pengalihan bentuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya beralih
kepada
Perusahaan
Perseroan
(PERSERO)
yang
bersangkutan”, maka PT. Kereta Api Indonesia (Persero) i.c. Turut Tergugat II secara mutatis mutandis memiliki kewajiban yang pardant sebagaimana yang harus dilaksanakan PERUMKA dan/atau PJKA sebelumnya selaku Pimpinan Instansi Penggugat yaitu untuk melaksanakan pendaftaran rumah negara yaitu rumah yang dihuni Penggugat selama lebih dari 20 (dua puluh) tahun sampai dengan pensiunnya berdasarkan Surat Penunjukan Rumah (SPR) yang sah dari PJKA; 6. Bahwa kewajiban Turut Tergugat II untuk melaksanakan pendaftaran rumah negara ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 huruf b Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis
Pengadaan,
Pendaftaran,
Penetapan
Status,
Penghunian,
Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara yang menyebutkan bahwa, “Pimpinan
Instansi
yang
bersangkutan
wajib
melaksanakan
pendaftaran rumah negara yang ada dalam lingkup wewenangnya
Halaman 9 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Cipta Karya melalui : b. Kepala Dinas Pekerjaan
Umum/
Dinas
Teknis Provinsi yang
membidangi rumah negara yang terletak di luar DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi”; 7. Bahwa Turut Tergugat III yakni Kantor Pertanahan Kota Cirebon adalah instansi yang paling berwenang untuk mendaftar, mencatat dan mengadministrasikan status kepemilikan tanah di Kota Cirebon berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah serta berwenang untuk menghapus status
kepemilikan
suatu
Hak
Pakai
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Berdasarkan kewenangannya tersebut maka Turut Tergugat III memiliki kedudukan hukum untuk menentukan terhadap status kepemilikan tanah berupa Hak Pakai yang diberikan kepada Departemen Perhubungan c.q. PJKA sesuai SHP Nomor 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 43-1988, yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang sudah dihuni Penggugat dari tahun 1972 berdasarkan Surat Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972; 8. Bahwa kewenangan Turut Tergugat III untuk menghapus Hak Pakai yang diberikan kepada Departemen Perhubungan c.q. PJKA yaitu SHP Nomor 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 4-3-1988 diatur dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang menyebutkan bahwa, “Hak Pakai hapus karena dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena : 1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang
hak
dan/atau
dilang-garnya
ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52; atau 2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan; atau 3) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap”; V. FAKTA PERBUATAN MELAWAN HUKUM PARA TERGUGAT
Halaman 10 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
9. Bahwa Penggugat telah menempati rumah yang sekarang beralamat di Jalan RA Kartini No. 10 Kelurahan Sukapura Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon yaitu rumah yang dulu dianggap sebagai rumah dinas PJKA sejak tahun 1972 dengan cara yang sah dan tidak melanggar hukum berdasarkan Surat Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972; 10. Bahwa sejak diberhentikannya Penggugat secara hormat pada tahun 1995, Penggugat masih menempati rumah tersebut secara terus menerus dengan jalan “sewa beli” yang dibayar Penggugat kepada Negara melalui pemotongan uang gaji sampai kemudian dengan adanya perubahan bentuk badan usaha Kereta Api yang terakhir menjadi perusahaan perseroan, pembayaran sewa tersebut dilakukan secara setoran tunai ke rekening PT. Kereta Api (Persero) di Bank BNI No. 0022858351 dan Penggugat terakhir kali telah membayar sewa untuk 2 (dua) tahun sekaligus yaitu untuk bulan Januari 2012 s/d Desember 2013; 11. Bahwa penempatan rumah dengan jalan sewa beli yang sudah dibayarkan oleh Penggugat lebih dari 20 (dua puluh) tahun lamanya, pada
gilirannya
memberikan
hak
kepada
Penggugat
untuk
mendapatkan pengalihan hak atas rumah tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat 7 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara yang menyebutkan, “Pengalihan Hak Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan cara sewa beli dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun clan paling singkat 5 (lima) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”; 12. Bahwa lazimnya warga negara yang baik, sejak penguasaan rumah tersebut Penggugat selalu memenuhi kewajiban untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan, terakhir dengan membayar lunas itu melalui Bank BJB. Begitu pula Penggugat merawat rumahnya dengan baik bahkan dengan selalu melakukan perbaikan-perbaikan rumah setiap kali ada kerusakan yang sudah tidak dapat diingat lagi berapa jumlah uangnya untuk biaya perbaikan itu; 13. Bahwa selain daripada penghunian rumah negara tersebut, Penggugat pada awal tahun 2009 pernah mengadakan kontrak perjanjian dengan PT. Kereta Api (Persero) i.c. Turut Tergugat II yang dalam hal ini
Halaman 11 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
diwakili oleh PT. Kereta Api (Persero) DAOP 3 Cirebon i.c. Tergugat I tentang persewaan tanah seluas 150 M2 yang berada di Jl. RA Kartini KM. 219+775 s.d. KM. 219+790 Sekitar Emplasemen Stasiun Cirebon Lintas Operasi Cirebon – Prupuk (yaitu tanah yang diakui oleh Tergugat I sebagai milik Turut Tergugat I), dengan masa sewa selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2011; 14. Bahwa atas dasar perjanjian sewa tanah tersebut, selanjutnya Penggugat menyewakan kembali kepada orang lain yaitu kepada pemilik Bebek Goreng Slamet, Kepala Gulai Ikan dan toko komputer LTop dengan terlebih dahulu dari uang sewa tersebut Penggugat menambah dan merehab bangunan yang ada untuk digunakan sebagai bangunan usaha bagi ketiga penyewa dimaksud; 15. Bahwa setelah masa sewa tanah seluas 150 M2 tersebut berakhir, Penggugat tidak memperpanjang kontraknya karena Turut Tergugat II c.q. Tergugat I telah menaikkan tarif sewa yang sangat tinggi dan di luar batas kewajaran (irasional) untuk dapat dipenuhi walaupun pada kenyataannya Penggugat berkeinginan untuk melanjutkan kontrak tersebut dan telah berupaya untuk meminta harga sewa yang wajar namun tidak disetujui sehingga akhirnya sewa tanah tersebut terus berlanjut tanpa perpan-jangan kontrak dan begitu pula halnya dengan bangunan yang masih digunakan oleh ketiga penyewa tersebut; 16. Bahwa dengan tidak diperpanjangnya kontrak sewa tanah seluas 150 M2 yang berakhir sejak tanggal 1 Januari 2012, selanjutnya Tergugat I melalui kuasanya yaitu Manajer Hukum RIFANNI SARI, SH pada tanggal 5 November 2013 telah melaporkan Penggugat kepada pihak Kepolisian Resor Cirebon Kota dengan tuduhan Menempati Lahan Tanpa Izin Pemilik/Kuasanya yang kurang dari 1 (satu) tahun yaitu tanggal 23 September 2014, perkaranya kemudian dilimpahkan Kejaksaan Negeri Cirebon untuk diperiksa oleh Pengadilan Negeri Cirebon dalam Perkara Nomor : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn; 17. Bahwa selanjutnya pada tanggal 18 Februari 2015, Pengadilan Negeri Cirebon telah memutus perkara a quo sebagai terbukti bersalah dengan “dissenting opinion” dan menjatuhkan pidana penjara 6 (enam) bulan yang tidak usah dijalani oleh Penggugat namun diberlakukan dengan masa percobaan 1 (satu) tahun untuk tidak melakukan tindak pidana
Halaman 12 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
apapun dan terhadap putusan tersebut Penggugat pada tanggal 25 Februari 2015 telah mengajukan upaya hukum banding; 18. Bahwa akan tetapi sebelum diputusnya perkara a quo oleh Pengadilan Tinggi Bandung atau belum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang menyatakan Penggugat terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, pada tanggal 10 April 2015 Penggugat menerima Surat dari Tergugat I dengan Nomor : JB/312/II/3/D.III.2015 Perihal Pengosongan Rumah Perusahaan dan Lahan di Jalan Kartini No. 8/10 Kota Cirebon, tertanggal 23 Februari 2015 yang pada pokoknya meminta Penggugat untuk mengosongkan Rumah dimana kemudian pada tanggal 8 Mei 2015 jam 07.00 WIB Para Tergugat telah berbuat main hakim sendiri (eigenrichting) dengan cara mengerahkan kekua-tannya membawa ratusan orang berseragam karyawan PT. KAI dan orang-orang suruhan yang berpakaian bebas serta berbekal berbagai alat pertukangan seperti palu besar, linggis, pacul, gergaji, las karbit, kawat-kawat berduri, dll) untuk melakukan pengosongan paksa terhadap : 1) 3 (tiga) bangunan yang disewakan Penggugat kepada Bebek Goreng Slamet, Kepala Gulai Ikan dan toko komputer L-Top; dan 2) Bangunan rumah negara yang dihuni Penggugat dan Istrinya sejak tahun 1972 sebagai tempat tinggalnya; 19. Bahwa tindakan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat tersebut pada kenyataannya mendapatkan pengamanan dari pihak Kepolisian Resor Cirebon Kota i.c. Turut Tergugat I dengan melibatkan seluruh personilnya dan masih ditambah dengan pengerahan personil dari hampir seluruh kepolisian pada tingkat sektor yang ada di Kota Cirebon sehingga terkesan yang sedang dihadapi oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat I adalah seorang TERORIS ketimbang seorang Penggugat yang sudah lanjut usia dan sangat rentan sehingga dipastikan tidak akan mampu untuk melawan secara fisik terhadap satu orang pun dari mereka dan pada kenyataannya pula Para Tergugat tidak mengindahkan himbauan Walikota Cirebon yang disampaikan sebelumnya pada media massa tanggal 5 Mei 2015 untuk tidak boleh semena-mena mengusir bahkan sampai menggusur rumah warga Kota Cirebon;
Halaman 13 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
20. Bahwa setelah berhasil mengosongkan bangunan selama kurang dari 2 (dua) jam tanpa perlawanan yang berarti dari Penggugat, tidak berhenti di situ saja Para Tergugat melalui orang-orang suruhannya kemudian
memasang
pagar-pagar
besi
berkawat
duri
untuk
mengelilingi bangunan yang disewakan Penggugat tersebut; 21. Bahwa sudah sepatutnya Para Tergugat menghormati dan menghargai adanya Upaya Hukum Banding yang telah diajukan Penggugat terhadap Putusan Perkara Pidana No. : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn, sehingga melekat suatu asas hukum belum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara a quo sebagai perwujudan prinsip Negara Hukum dan bukan berbuat sebaliknya dengan tidak menghormati dan menghargai hal itu, bahkan merasa kebal hukum (impunity)
terhadap
perbuatan
sewenang-wenangnya
yang
telah
melakukan pengosongan paksa yang didasarkan pada sebatas putusan yang belum berkekuatan hukum tetap tersebut, lagipula amar putusannya
sama
sekali
tidak
menyebut
adanya
amar
yang
menyatakan dan/atau memerintahkan Penggugat selaku Terdakwa untuk mengosongkan 3 (tiga) bangunan toko tersebut apalagi untuk mengosongkan bangunan Rumah Negara yang dihuni Penggugat yang sama sekali bukan merupakan obyek perkara dalam perkara pidana tersebut. Sehingga secara yuridis formil Penggugat tidak mempunyai kewajiban untuk “keluar” dari rumahnya kecuali memang ada perintah dari pejabat yang berwenang untuk itu dalam hal ini adalah Kepala Daerah setempat sesuai dengan ketentuan Pasal 4 UndangUndang No. 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin yang Berhak atau Kuasanya yang menyebutkan, “Dalam rangka menyelesaikan pemakaian tanah sebagai yang dimaksud
dalam
pasal
3,
maka
Penguasa
Daerah
dapat
memerintahkan kepada yang memakainya untuk mengosongkan tanah yang bersangkutan dengan segala barang dan orang yang menerima hak daripadanya”; 22. Bahwa apabila memang putusan dalam perkara pidana tersebut telah berkekuatan hukum tetap yang salah satu amarnya antara lain menyatakan adanya perintah untuk mengosongkan obyek perkara dan seandainya pula rumah yang dihuni Penggugat menjadi objek perkaranya, maka yang seharusnya menjadi pelaksana putusan adalah Jaksa itu sendiri. Dan apabila Para Tergugat berkehendak agar
Halaman 14 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Penggugat keluar serta mengosongkan rumah yang dihuninya tersebut, maka sudah sepatutnya bagi Para Tergugat untuk terlebih dahulu mengajukan gugatan pengo-songan kehadapan Pengadilan Negeri Cirebon, yang selanjutnya pejabat pengadilan-lah yaitu Panitera dan Juru Sita
yang
melaksanakan
putusan
tersebut
bahkan
dengan
memperhatikan nilai kemanusian dan keadilan dan bukannya Para Tergugat yang secara paksa melaksanakan putusan itu sebagaimana ditegaskan ketentuan Pasal 54 UU No. 45 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan, 1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa. 2) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan. 3) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan. 23. Bahwa perbuatan Para Tergugat tersebut jelas dan terbukti merupakan suatu PERBUATAN MELAWAN HUKUM, suatu Perbuatan Main Hakim Sendiri (eigenrichting) yang sangat bertentangan dengan hukum (contra legem) karena jelas-jelas dilaksanakan bukan dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang putusannya antara lain memuat amar untuk memerintahkan pengosongan benda tetap sebagaimana pengertian eksekusi yang dijelaskan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Acara Perdata” Hal. 880 (Sinar Grafika, Jakarta : 2005) yang mensyaratkan hal-hal sebagai berikut : a) Syarat Eksekusi Riil -
Adanya
permohonan
eksekusi
dari pihak
yang menang.
Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana perkara tersebut telah diputus. -
Setelah dilakukannya pembayaran biaya atau ongkos eksekusi oleh pihak yang menang. Dalam Pasal 121 ayat 1 HIR/Pasal 145 ayat
4
RBg,
dinyatakan
bahwa
setelah
didaftarkannya
permohonan eksekusi oleh Pemohon melalui Panitera, maka Pemohon wajib membayar panjar biaya eksekusi. b) Prosedur Eksekusi Riil -
Peringatan (Aanmaning), diatur dalam Pasal 196 ayat 2 HIR/Pasal 207 ayat 2 RBg. Dimana Ketua Pengadilan Negeri
Halaman 15 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
menyuruh memanggil pihak yang kalah itu untuk datang menghadap
kepadanya dan memberikan peringatan atau
teguran agar pihak yang kalah agar ia dalam tenggang waktu yang ditentukan yakni selama-lamanya 8 (delapan) hari untuk melaksanakan putusan itu. -
Surat Penetapan Perintah Eksekusi, berisi perintah menjalankan eksekusi yang dikeluarkan langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri yang ditujukan kepada Panitera atau Jurusita.
-
Berita Acara Eksekusi, diatur dalam Pasal 197 ayat 5 HIR/Pasal 209 ayat 4 RBg merupakan salah satu syarat sahnya eksekusi terutama eksekusi riil yang keabsahan eksekusi riil tersebut hanya dapat dibuktikan melalui Berita Acara dan Pejabat yang menjalankan eksekusi diperintahkan “membuat” berita acara tersebut, dimana tanpa berita acara, eksekusi dianggap tidak sah.
24. Bahwa selain itu, pada kenyataannya Para Tergugat juga tidak memahami ketentuan hukum tentang pelaksanaan Eksekusi Riil (Benda Tetap) yang juga mengatur tentang perlakuan terhadap barangbarang yang dikosongkan sebagaimana dijelaskan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya yang lain “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata” hal. 44 (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
:
1991),
menjelaskan
Penempatan
Barang
Dalam
Pengosongan diatur dan berpedoman pada Pasal 197 ayat 9 HIR atau Pasal 212 RBg antara lain a) Di Tempat Yang Ditunjuk Tereksekusi Apabila pihak tereksekusi menunjuk
tempat
penyimpanan
atas
kehendaknya
sendiri,
haruslah ditaati pejabat yang menjalankan eksekusi pengosongan. Kewajiban menaatinya adalah imperatif dan merupakan salah satu syarat tata cara pelaksanaan pengosongan. b) Ditempat Penyimpanan Yang Patut Jika pihak tereksekusi tidak mau menunjuk tempat penyimpanan barang yang dikeluarkan, maka dititipkan dan disimpan ditempat yang patut, yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan barang dari kemungkinan pencurian dan kerusakan dan Jurusita bertanggung jawab meminta persetujuan dari pemerintah setempat. 25. Bahwa dengan demikian perbuatan main hakim sendiri yang dilakukan oleh Para Tergugat yang telah melakukan pengosongan paksa tanpa dasar hukum yang jelas pada tanggal 8 Mei 2015 terhadap 3 (tiga)
Halaman 16 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
bangunan yang tengah diperiksa sebagai obyek perkara (objectum litis) dalam suatu persidangan perkara pidana pada Pengadilan Negeri Cirebon
et
sic
de
ceteris
Pengadilan
Tinggi
Bandung
dan
pengosongan terhadap bangunan rumah yang sudah ditempati Penggugat dari tahun 1972 adalah terbukti merupakan PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”; 26. Bahwa perbuatan Para Tergugat tersebut selain bertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan Eksekusi Riil (Benda Tetap) dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang mewajibkan terpenuhinya syarat, prosedur, penempatan barang dan hal-hal teknis lainnya terkait pelaksanaan eksekusi tersebut, juga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis sebagaimana akan diuraikan selanjutnya; VI. SIFAT MELAWAN HUKUM PERBUATAN PARA TERGUGAT A. Pengosongan Paksa terhadap 3 (Tiga) Bangunan sebagai Obyek Perkara yang tengah Diperiksa dalam suatu Persidangan 27. Bahwa 3 (tiga) bangunan yang dikosongkan secara paksa oleh Para Tergugat merupakan obyek perkara (objectum litis) pada persidangan Pengadilan Negeri Cirebon dalam Perkara Pidana Nomor : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn yang terhadap putusannya telah diajukan upaya hukum banding oleh Penggugat dan oleh karena itu sudah sepatutnya diketahui oleh Para Tergugat jika 3 (tiga) bangunan tersebut sedang dalam pemeriksaan lembaga pengadilan in hoc sensu Majelis Hakim Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Bandung; 28. Bahwa perbuatan Para Tergugat yang telah mengosongkan secara paksa terhadap obyek perkara yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Bandung bukan saja tergolong sebagai Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) melainkan termasuk juga sebagai Kejahatan terhadap Lembaga Pengadilan (Rechtpleging) berupa pelecehan secara tidak langsung terhadap Pengadilan Tinggi Bandung di luar jalannya persidangan yang tengah
Halaman 17 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
memeriksa dan mengadili perkara a quo yang dilakukan oleh Para Tergugat sebagai “pihak di luar sidang” dengan cara sengaja menghancurkan, merusak, membuat tidak dapat dipakai bahkan cenderung menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan tindak pidana yang didakwakan kepada Penggugat selaku Terdakwa; 29. Bahwa barang-barang yang sengaja dihancurkan, dst. tersebut antara lain spanduk toko, kursi, meja, etalase, dsb., adalah merupakan barang bukti (Corpus Delicti) yang harus diperiksa oleh Pengadilan Tinggi Bandung dalam hal mengabulkan di dalam Putusan Sela-nya terhadap permohonan Penggugat selaku Pemohon Banding melalui Memori Banding-nya yang secara tegas meminta untuk dilaksanakan “Pemeriksaan Tambahan” oleh Pengadilan Negeri Cirebon terhadap obyek perkara dimaksud atau oleh Pengadilan Tinggi Bandung dalam hal menganggap perlu untuk melakukannya sendiri. Sehingga perbuatan Para Tergugat sebagai “pihak di luar sidang” tersebut telah menyebabkan Penggugat kehilangan haknya yang telah dijamin dan dilindungi UUD Tahun 1945 Pasal 28D ayat 1 yaitu untuk memperoleh kepastian hukum yang adil terhadap permohonannya tersebut. Perbuatan Para Tergugat juga jelas sangat merugikan Penggugat selaku Terdakwa/Pemohon Banding untuk dianggap tidak bersalah (presumption of innocence) sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde); 30. Bahwa perbuatan Para Tergugat tersebut termasuk dalam pengertian penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) yang oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia telah dikelompokkan secara khusus
sebagaimana
disebutkan
dalam
Naskah
Akademis
Penelitian Contempt of Court 2002 yang disusun oleh Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada halaman 9 sebagai berikut : “Apabila
dikelompokkan
secara
khusus
maka
bentuk-bentuk
perbuatan yang termasuk dalam pengertian penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) adalah sebagai berikut : a. Berperilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (Misbehaving in Court);
Halaman 18 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
b. Tidak mentaati perintah-perintah pengadilan (Disobeying Court Orders); c. Menyerang integritas dan impartialitas pengadilan (Scandalising the Court); d. Menghalangi
jalannya
penyelenggaraan
peradilan
(Obstructing Justice); e. Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court) dilakukan dengan cara pemberitahuan/publikasi (Subjudice Rule);” B. Pengosongan Paksa Terhadap Bangunan Rumah
yang Dihuni
Penggugat 31. Bahwa setelah berhasil mengosongkan paksa 3 (tiga) bangunan yang menjadi objek perkara tersebut, kemudian Para Tergugat tanpa dasar hukum yang jelas melan-jutkan perbuatannya yang sama, seketika itu juga mengosongkan bangunan rumah yang telah dihuni Penggugat sejak tahun 1972 yang letaknya berada di belakang 3 (tiga) bangunan tersebut beserta seluruh isinya yang dikeluarkan dari rumah tanpa menghiraukan penolakan Penggugat yang tersungkur jatuh saat coba menghalangi-halangi
kerumunan
karyawan
Tergugat
I
yang
merangsek masuk ke halaman rumah dengan paksa dan lebih-lebih tidak menghiraukan Istri Penggugat yang coba membunuh diri dengan menghunuskan pisau dapur ke arah lehernya dan secara paksa pula kemudian memutus sambungan listrik, air dan telefon milik Penggugat; 32. Bahwa pengosongan itu secara jelas dilakukan dengan cara-cara militer untuk menahan segelintir orang simpatisan Penggugat yang coba menghalang-halangi
pelaksana-annya
dan
pada
kenyataannya
pengosongan itu dikomandoi oleh Tergugat II yang menggunakan atribut militer dan yang bersangkutan memang merupakan seorang Perwira TNI Angkatan Laut dengan pangkat militer terakhir yaitu Kolonel Marinir yang saat ini diperbantukan sebagai Senior Manager Pengamanan pada Tergugat I; 33. Bahwa faktanya bangunan rumah yang dikosongkan Para Tergugat dengan cara paksa tersebut adalah jelas berstatus sebagai RUMAH NEGARA yang sudah dihuni Penggugat sejak tahun 1972 yang diberikan oleh Negara c.q. Departemen Perhubungan pada saat itu kepada Penggugat untuk ditempati melalui penunjukan yang sah i.c. SPR No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972;
Halaman 19 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
34. Bahwa meskipun masa berlaku penunjukan rumah tersebut telah berakhir atau tidak dilaksanakannya kewajiban Penggugat untuk segera mengosongkan itu sejak 3 (tiga) bulan sesudah dirinya dinyatakan pensiun di tahun 1995 sebagai suatu ketentuan beserta ketentuan-ketentuan lainnya yang harus dipenuhi oleh Penggugat di dalam menempati rumah tersebut, tidak menyebabkan secara hukum gugurnya alas hak Penggugat untuk menempati rumah sepanjang penunjukan untuk menempati rumah tersebut belum dicabut sesuai dengan asas Contrarius Actus dalam Hukum Administrasi Negara yaitu asas yang menyatakan badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya; 35. Bahwa implikasi hukum tentang adanya pencabutan penunjukan rumah tersebut karena tidak dilaksanakannya kewajiban yang diberlakukan kepada Penggugat telah dinyatakan secara tegas (expressis verbis) dalam ketentuan tentang penunjukan rumah itu sendiri yang merupakan bagian dari Lampiran pada SPR, pada angka 8 menyebutkan, “bahwa tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan termaksud di atas oleh
pegawai
ybs.,
dapat
mengakibatkan
dicabutnya
surat
Penunjukan rumah yang ia miliki”, ketentuan mana sejalan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara Bab IV Angka IV.1 butir 3 huruf f yang menyebutkan, “Pencabutan Surat Izin Penghunian Rumah Negara Golongan II dilakukan oleh Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk”; 36. Bahwa peraturan tersebut mengharuskan adanya pencabutan SPR terhadap kenyataan adanya kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh Penggugat untuk segera mengosongkan rumah tersebut sejak 3 (tiga) bulan sesudah dirinya dinyatakan pensiun di tahun 1995, sehingga dengan
belum
adanya
pencabutan
SPR
sampai
dengan
diajukannya gugatan a quo secara hukum dianggap sebagai suatu keputusan pejabat tata usaha negara yang tidak pernah menerbitkan surat pencabutan SPR tersebut sebagaimana ditegaskan dalam
Halaman 20 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
ketentuan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, “Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara”; 37. Bahwa lagipula selaku Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan, terhadap rumah tersebut Penggugat berhak untuk membelinya. Hal ini didasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan sebagai berikut : 1) Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara Pasal 17 ayat 1 angka 2 menyebutkan, “Penghuni Rumah Negara Golongan III yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 2. Pensiunan Pegawai Negeri : a. menerima pensiun dari Negara; b. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; c. belum pernah dengan jalan/cara apapun memperoleh/ membeli rumah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”; 2) Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan,
Penetapan
Status,
Pengalihan
Status,
dan
Pengalihan Hak Atas Rumah Negara Pasal 1 angka 7 : “Pengalihan Hak Rumah Negara adalah penjualan Rumah Negara Golongan III yang berdiri sendiri dan/atau berupa Satuan Rumah Susun beserta atau tidak beserta tanahnya kepada penghuni dengan cara sewa beli”, Pasal 8 ayat 1 dan 2 : (1) Pengalihan Status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah
Negara
Golongan
III
dilakukan
berdasarkan
permohonan penghuni. (2) Penghuni mengajukan usul Pengalihan Status Rumah Negara Golongan II menjadi Rumah Negara Golongan III kepada pejabat eselon I atau pejabat yang ditunjuk pada instansi yang bersangkutan Pasal 13 ayat 2 menyebutkan, “Permohonan Pengalihan Hak Rumah Negara Golongan III diajukan oleh penghuni sah kepada.
Halaman 21 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Menteri dengan tembusan kepada Pimpinan Instansi tempat bekerja atau instansi asal bekerja”; 3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. : 22/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan Status dan Pengalihan Hak atas Rumah Negara Pasal 12 ayat 1 menyebutkan, “Rumah Negara Golongan II dapat dialihkan statusnya menjadi Rumah Negara Golongan III”; Pasal 15 ayat 1 menyebutkan, “Rumah negara yang dapat dialihkan haknya adalah Rumah Negara Golongan III”’; Pasal 17 ayat 1 hurub b menyebutkan, “Persyaratan penghuni yang dapat mengajukan permohonan pengalihan hak Rumah Negara Golongan III sebagai berikut : Pensiunan pegawai negeri : 1. menerima pensiun dari Negara; 2. memiliki Surat Izin Penghunian yang sah; 3. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”; 4) Peraturan Menteri Keuangan No. : 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara Pasal 13 ayat 1 menyebutkan, “Penjualan BMN berupa Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dilakukan kepada penghuni yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”; 38. Bahwa begitu pula halnya dengan status tanah yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang ditempati Penggugat tersebut adalah terbukti merupakan bidang tanah yang terletak dan merupakan bagian dari Tanah Negara yang diberikan kepada Departemen Perhubungan c.q. PJKA dengan status Hak Pakai yaitu Sertifikat Hak Pakai No. : 30/Kel Sukapura Tahun 1987 dan secara tegas serta dengan jelas menyebutkan pemberian hak pakai atas tanah tersebut adalah hak pakai yang diberikan “untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk perumahan”.
Sehingga
terhadap
status
tanahnya
tersebut
pada
gilirannya dapat diajukan perolehan Hak Miliknya oleh Penggugat sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah :
Halaman 22 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Pasal 2 ayat 1 huruf a menyebutkan, “Dengan Keputusan ini : tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari Pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada pegawai negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik”; Pasal 3 ayat 1 huruf a menyebutkan, “Permohonan pendaftaran Hak Milik sebagai-mana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan surat sesuai bentuk sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan ini, dengan disertai : a. untuk tanah yang diatasnya berdiri rumah negara golongan III; (1) surat tanda bukti pelunasan harga rumah negara dan tanahnya, (2) surat keputusan Departemen Pekerjaan Umum bahwa rumah yang bersang-kutan sudah menjadi milik pemohon, dan (3) bukti identitas pemohon”; 39. Bahwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, dapat diilus-trasikan secara singkat alur hak Penggugat untuk memiliki Rumah Negara tersebut berkaitan dengan aspek tanahnya melalui bagan di bawah ini : RUMAH NEGARA
TANAH
PP31/2005 Perpres 11/2008 PMPU 22/PRT/M/2008 Permen KEU 138/PMK.06/2010
Kep. MNA/Ka.BPN No. 2/1998
PENDAFTARAN TANAH PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah PMNA/Ka.BPN 3/1997
40. Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan tentang fakta hukum adanya alas hak yang sah (recths titel) bagi Penggugat untuk menempati rumah tersebut sebelum adanya pencabutan SPR yang dimilikinya meskipun masa berlaku penunjukannya telah berakhir dan adanya fakta bahwa selama ini juga Penggugat selalu membayar uang sewanya kepada Negara. Sehingga perbuatan Para Tergugat yang telah melakukan pengosongan paksa terhadap 3 (tiga) bangunan yang sedang menjadi obyek
perkara
dalam
persidangan
Perkara
Pidana
No.
:
129/Pid.B/2014/PN.Cbn pada Pengadilan Negeri Cirebon maupun terhadap bangunan rumah yang ditempati Penggugat dan/atau terhadap tanahnya itu sendiri i.c. Sertifikat Hak Pakai No. 30/Sukapura Tahun 1987 pada tanggal 8 Mei 2015 adalah jelas-jelas tidak berdasar secara hukum dan oleh karenanya merupakan PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Onrechtmatige Daad);
Halaman 23 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
VII. SIFAT MELAWAN HUKUM PERBUATAN PARA TURUT TERGUGAT 41. Bahwa kehadiran Kepolisian Resor Cirebon Kota i.c. Turut Tergugat I ditambah personil dari tingkat sektor yang berada di bawah tanggung jawabnya pada saat pelaksanaan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat yaitu pada tanggal 8 Mei 2015 adalah jelas merupakan
bentuk
bantuan
pengamanan
yang
didasarkan
atas
permintaan dari Tergugat I yang diajukan sebelumnya sesuai yang diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat 1 huruf l Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang menyebutkan, “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat”, dengan penjelasannya yang menyebutkan, “Wewenang tersebut
dilaksanakan
berdasarkan
permintaan
instansi
yang
berkepentingan atau kepentingan masyarakat”; 42. Bahwa bantuan pengamanan untuk melakukan pengosongan paksa yang diberikan oleh Turut Tergugat I didasarkan atas penilaian yang subjektif yaitu karena adanya permintaan yang diajukan oleh Tergugat I saja tanpa menilai secara objektif untuk memeriksa dasar hukum permintaan tersebut dengan memper-hatikan asas legalitas dan kaidah-kaidah yang harus diterapkan dalam hukum acara pidana sehingga bantuan pengamanan yang diberikan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum, moral maupun secara teknik profesi dan terutama terhadap hak asasi manusia, dengan alasan-alasan sebagai berikut : 1) Bahwa bantuan pengamanan yang diberikan Turut Tergugat I terhadap tindakan pengosongan yang dilakukan Para Tergugat jelas melanggar asas legalitas karena kegiatan seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan instansi pada umumnya melainkan kegiatan instansi c.q. Tergugat I yang secara khusus bermaksud dan bertujuan melakukan tindakan pemaksaan untuk mengosongkan obyek bangunan yang kewenangannya untuk melakukan tindakan demikian itu hanya dapat dibenarkan oleh hukum apabila sesuai dengan tata cara/prosedur yang didasarkan pada ketentuan di dalam UndangUndang No. 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya, dimana kewenangan untuk melakukan pengosongan paksa yang dibenarkan menurut
Halaman 24 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
undang-undang tersebut hanya diberikan kepada Menteri Agraria dan Penguasa Daerah c.q. Walikota Cirebon (vide Pasal 4 dan Pasal 5 ayat 3) quod non Tergugat I yang jelas-jelas merupakan instansi biasa; 2) Bahwa demikian pula apabila bantuan yang diberikan Turut Tergugat I
adalah
dalam
rangka
pengamanan
Obyek
Vital
Nasional
sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek Vital Nasional yang menurut ketentuan Pasal 4 ayat 2-nya menyebutkan, “Kepolisian Negara Republik Indonesia berkewajiban memberi bantuan pengamanan terhadap Obyek Vital Nasional”, bantuan
pengamanan
tersebut
tetap
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum oleh karena obyek yang dikosongkan oleh Para Tergugat tidak termasuk obyek vital yang ditetapkan
dalam
ketentuan
Pasal
2
Keputusan
Menteri
Perhubungan Nomor : KM 72 Tahun 2004 tentang Obyek Vital Transportasi, Pos dan Telekomunikasi yang menyebutkan, “Penetapan obyek vital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berdasarkan pada kriteria salah satu, sebagian atau seluruh ciri-ciri sebagai berikut : a. menghasilkan kebutuhan pokok sehari-hari; b. ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan bencana terhadap kemanusiaan dan pembangunan; c. ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional; dan/atau d. ancaman
dan
gangguan
terhadapnya
mengakibatkan
terganggunya penye-lenggaraan pemerintahan negara.” 3) Bahwa
Turut
pengamanan
Tergugat
I
sepatutnya
mengetahui
bantuan
yang diberikannya terhadap pengosongan yang
dilakukan oleh Para Tergugat terhadap obyek bangunan adalah merupakan obyek perkara yang sedang diperiksa dalam persidangan dan menjadi barang bukti (corpus delicti) dalam Perkara Pidana No. : 129 / Pid.B / 2014 / PN.Cn pada Pengadilan Negeri Cirebon sehingga
Turut
Tergugat
I
bertanggungjawab
penuh
untuk
mengamankan barang bukti tersebut agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010
Halaman 25 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian
Negara
Republik Indonesia
karena
bagaimanapun
tindakan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat terhadap obyek bangunan tersebut sangat rentan terhadap terjadinya kerusakan atau pencurian dan lagipula barang bukti tersebut sangat menentukan kedudukan Penggugat sebagai Terdakwa untuk tetap dinyatakan sebagai tidak bersalah sesuai asas hukum “presumption of innocence” yang harus diterapkan dalam hukum acara pidana sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara tersebut; 43. Bahwa oleh karena itu Turut Tergugat I dalam kedudukannya yang telah memberikan
bantuan
menerapkan
prinsip
pengamanan kehati-hatian
tersebut dalam
terbukti
tidak
cukup
penyelenggaraan
fungsi
kepolisian dan tugas pokoknya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta melin-dungi, mengayomi dan melayani masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kepolisian yang diambil dengan alasan yang salah (Valse Oorzak) sehingga Turut Tergugat I harus pula bertanggung jawab secara hukum atas kerugian Penggugat menurut ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata yang menyebutkan, "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya"; 44. Bahwa PT. Kereta Api Indonesia (Persero) i.c. Turut Tergugat II selaku badan usaha yang khusus didirikan untuk perkeretaapian dan telah mengalami beberapa kali perubahan status badan hukum (terakhir dengan Perusahaan Perseroan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998) adalah TIDAK BERHAK terhadap seluruh bagian tanah yang terdaftar dengan Sertifikat Hak Pakai No. 30/ Sukapura Tahun 1987 berikut bangunan rumah yang ditempati Penggugat yang berdiri di atas sebagian tanahnya dengan alasan-alasan hukum sebagai berikut : Terhadap Tanah yang Terdaftar dengan SHP No. 30 tanggal 4-3-1988 1) Bahwa SHP No. 30/Sukapura tanggal 4-3-1988 yaitu tanah dengan status hak pakai yang diberikan kepada Departemen Perhubungan RI c.q. PJKA “untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk perumahan” sampai dengan diajukannya gugatan a quo belum pernah
Halaman 26 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
dilakukan “Pembaharuan” Pemegang Hak Pakainya oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) i.c. Turut Tergugat II sebagai suatu kewajibannya yang dialihkan untuk melakukan hal itu akibat adanya perubahan status badan hukum dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang kedudukannya berada di dalam lingkungan Departemen Perhubungan menjadi PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) yang berbentuk Perusahaan Perseroan (PERSERO); 2) Bahwa akibat adanya peralihan bentuk usaha tersebut di atas membawa implikasi hukum (legal consequence) terhadap HAPUSNYA PEMBERIAN HAK PAKAI atas tanah tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang telah disebutkan sebelumnya pada angka 8 dalam gugatan a quo dengan alasan sebagai berikut : a) Status badan hukum Pemegang Hak Pakai SHP No.30 tersebut telah dinya-takan bubar berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api menyebutkan, “Dengan dialihkannya bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api menjadi Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian PERUM tersebut dengan ketentuan segala hak dan kewajiban, kekayaan dan termasuk seluruh pegawai Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada PERUM yang bersangkutan”; b) Adanya perubahan bentuk usaha yang berdampak terhadap peralihan segala hak dan kewajiban dari badan hukum terdahulu kepada yang terakhir sebagai-mana dimaksud ketentuan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang menyebutkan, “Dengan pengalihan bentuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang ada pada saat
Halaman 27 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang bersangkutan” Tidak serta merta memberikan legitimasi kepada Turut Tergugat II untuk dapat melanjutkan Pemberian Hak Pakai atas tanah tersebut mengingat subyek hukum yang dapat diberikan hak pakai untuk jangka waktu yang tidak ditentukan adalah bersifat terbatas (limitatif) hanya kepada subyek hukum yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang menyebutkan, “Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
dipergunakan
untuk
keperluan
tertentu
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada : a. Departemen,
Lembaga
Pemerintah
Non Departemen,
dan
Pemerintah Daerah; b. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; c. Badan keagamaan dan badan sosial. c)
Bahwa apabila memang dianggap berhak terhadap seluruh bagian tanah SHP No. 30 tersebut, Turut Tergugat II pada faktanya telah menyalah-gunakan hak pakai tersebut dengan menyewakan tanah untuk tujuan komersil yang bertentangan dengan peruntukannya yaitu untuk keperluan perumahan. Hal ini terbukti dengan adanya Kontrak Perjanjian antara Turut Tergugat II yang diwakili oleh Tergugat I dengan Penggugat tentang Persewaan Tanah tertanggal 1 Januari 2009, dimana pada Pasal 1 angka 2 dalam kontrak disebutkan, “Pihak Kedua telah/akan menggunakan tanah tersebut untuk kepentingan sendiri dan pemanfaatannya diperuntukkan sebagai = Kios = yang pembangunannya belum ada/sudah ada ijin Pemda setempat”. Sehingga dalam hal ini Turut Tergugat II (jika memang dianggap berhak) telah menyalahi kewajibannya sebagai Pemegang Hak Pakai SHP No. 30 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 50 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang menyebutkan, “Pemegang Hak Pakai berkewajiban : b. menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
Halaman 28 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik”; Terhadap Bangunan Rumah yang Ditempati Penggugat 3) Bahwa pada faktanya bangunan rumah yang telah ditempati Penggugat secara sah sejak tahun 1972 berdasarkan Surat Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/ 22B/72 tanggal 12 Januari 1972 sampai dengan diajukannya gugatan a quo tidak pernah dialihkan dengan suatu peraturan pemerintah apapun sebagai aset BUMN c.q.Turut Tergugat II sehingga secara hukum belum menjadi aktiva tetap atau aset tetap Turut Tergugat II sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-06/MBU/2011 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara yang menyebutkan, “Aktiva Tetap adalah aktiva berwujud yang digunakan dalam operasional BUMN tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun”, Dan Pasal 1 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap Badan Usaha Milik Negara yang menyebutkan, “Direksi harus menyusun daftar Aset Tetap yang kurang dan/atau tidak optimal pemanfaatannya disertai dengan penjelasan mengenai lokasi, kondisi, status kepemilikan, rencana awal pemanfaatan oleh perusahaan dan khusus terhadap Aset Tetap berupa tanah dan/atau bangunan disertai dengan penjelasan mengenai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dimana Aset Tetap tersebut berada”; 4) Bahwa fakta lainnya bangunan rumah yang ditempati oleh Penggugat tersebut belum tercatat dalam daftar inventarisasi rumah negara sehingga penguasaan rumah tersebut berada pada Menteri Keuangan selaku pengelola barang milik negara yang kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang menyebutkan, “Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab: a. merumuskan
kebijakan,
mengatur,
dan
menetapkan
pedoman
pengelolaan Barang Milik Negara; b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;
Halaman 29 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
c. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara; d. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; e. memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan
Rakyat
sepanjang
dalam
batas
kewenangan Menteri Keuangan; f.
memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden;
g. memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan; h. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang; i.
memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;
j.
memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara;
k. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Negara dan menghimpun hasil Inventarisasi; l.
menyusun laporan Barang Milik Negara;
m. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Negara; dan n. menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik Negara/ Daerah kepada Presiden, jika diperlukan. 5) Bahwa demikian pula bangunan rumah tersebut bukanlah termasuk kekayaan yang secara hukum dapat dimiliki Turut Tergugat II akibat perubahan bentuk usahanya yang terakhir yang memang secara litterlijk mengisyaratkan adanya kekayaan yang berasal dari bentuk usahanya yang terdahulu. Ketidaktermasukan ini sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api,
Halaman 30 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
“Besarnya modal Perusahaan adalah sama dengan nilai seluruh kekayaan Negara yang telah tertanam di dalam Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kereta Api pada saat dialihkan kecuali prasarana pokok berupa jalan kereta api, perlintasan, jembatan, terowongan, perangkat persinyalan dan telekomunikasi, instalasi sentral listrik beserta aliran atas, dan tanah di mana bangunan tersebut terletak serta tanah daerah milik dan manfaat jalan kereta api”; 6) Bahwa oleh karena itu status hukum bangunan rumah tersebut haruslah dianggap sebagai ASET NEGARA karena terbukti sampai dengan diajukannya gugatan a quo belum pernah ditetapkan dengan peraturan pemerintah apapun sebagai aset yang menjadi Penyertaan Modal Negara kepada BUMN c.q. Turut Tergugat II sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dan Perseroan Terbatas jo. Pasal 20 Peraturan Menteri Keuangan No. : 138/PMK.06/2010 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Rumah Negara yang menyebutkan, “Pelaksanaan pemindahtanganan dengan mekanisme tukar menukar, hibah dan penyertaan modal pemerintah pusat atas BMN berupa Rumah Negara dilakukan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan di bidang pengelolaan BMN”; jo. Peraturan Menteri Keuangan No. : 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelak-sanaan
Penggunaan,
Pemanfaatan,
Penghapusan
dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara khususnya dalam Lampiran X tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat Yang Berasal Dari Barang Milik Negara; 7) Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas maka Turut Tergugat II tidak berhak untuk melakukan tindakan hukum apapun terhadap bangunan rumah tersebut jika tidak melibatkan Menteri Keuangan selaku pengelola dan penanggungjawab aset negara tersebut mutatis mutandis tindakan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat jelas terbukti tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan oleh karena itu Turut Tergugat II secara hukum bertanggungjawab atas kerugian Penggugat yang disebabkan khususnya atas perbuatan Tergugat I tersebut selaku instansi yang berada di bawah tanggung jawab dan pengawasannya sebagaimana diatur dalam Pasal 1367 KUH Perdata yang menyebutkan,
Halaman 31 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
“Seseorang
tidak
hanya
bertanggungjawab
atas
kerugian
yang
disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya”; 45. Bahwa Turut Tergugat II eo ipso Tergugat I selaku Perusahaan Perseroan yaitu Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan alih-alih melaksanakan kewajibannya untuk menerapkan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) secara konsisten malah berbuat main hakim sendiri (eiginrichting) dengan melakukan pengosongan paksa dan tidak memaksimalkan pendekatan persuasif untuk menghormati hak Penggugat selaku pensiunan PNS Departemen Perhubungan Republik Indonesia terhadap Rumah Negara yang telah ditempatinya sejak tahun 1972; 46. Bahwa prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01/MBU/2011 terbukti tidak diindahkan oleh Turut Tergugat II eo ipso Tergugat I karena pengosongan paksa yang dilakukannya tersebut jelas-jelas tidak dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundanga serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Pemangku Kepentingan sebagai berikut : 1) tidak
memperhatikan
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.
:
271/KMK.06/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil
Penertiban
Barang
Milik
Negara
pada
Kementerian
Negara/Lembaga yang dalam Lampiran-nya Bagian V ayat 2 huruf b angka kedua menyebutkan, “Dalam hal upaya pendekatan persuasif tidak berhasil, maka dilakukan upaya hukum : untuk BMN berupa tanah dan/atau bangunan, mengajukan permohonan penepatan pengosongan dari pengadilan setempat atas BMN tersebut yang ditindaklanjuti dengan upaya pengosongan”; 2) tidak mengindahkan “Rekomendasi Komnas HAM mengenai Pengaduan Rumah Dinas PT. KAI (Persero)” sebagaimana tertuang dalam Surat No. : 1.067/K/PMT/V/2012 tertanggal 29 Mei
Halaman 32 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
2012 yang ditujukan pada : 1. Menteri BUMN, 2. Direktur PT. KAI (i.c. Turut Tergugat II) dan 3. Ketua KPK, yang pada pokoknya antara lain menyampaikan rekomendasinya kepada PT. KAI (Persero) in casu Turut Tergugat II eo ipso Tergugat I untuk “menghentikan cara-cara yang tidak manusiawi dalam melaksanakan pengo-songan rumah dinas, misalnya dengan melakukan intimidasi”. Surat a quo adalah “Rekomendasi Akhir” dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia terkait permasalahan Rumas Dinas PT. KAI yang dipertegas
dalam
490/K/PMT/II/2013
suratnya jo.
yang
Nomor
:
lain
yaitu
Surat
491/K/PMT/II/2013,
Nomor
:
keduanya
tertanggal 7 Februari 2013; 47. Bahwa
sebelumnya
dalam
persidangan
Perkara
Pidana
No.
:
129/Pid.B/2014/PN.Cbn pada Pengadilan Negeri Cirebon dengan agenda pemeriksaan Keterangan Ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kantor Pertanahan Kota Cirebon i.c. Turut Tergugat III pada tanggal 11 Desember 2014 telah terungkap adanya fakta hukum tentang hal-hal sebagai berikut : 1) penggunaan tanah yang terdaftar dengan SHP No. 30 yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya yaitu untuk Perumahan melainkan telah digunakan untuk tujuan Komersil. Hal ini terbukti dengan adanya Kontrak Perjanjian sewa tanah antara PT. KAI (Persero) i.c. Turut Tergugat II dengan Penggugat yang akan digunakan untuk kios (komersil, sic!); 2) Pemegang Hak Pakai SHP No. 30 tersebut in casu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang kedudukannya berada di dalam lingkungan Departemen Perhubungan sudah dinyatakan bubar sejak tahun 1990 dan bentuk usahanya telah berubah terakhir menjadi PT. Kereta Api (Persero) atau dalam hal ini terjadi perubahan subyek hukum Pemegang Hak Pakai SHP No. 30 yang tidak pernah dibuktikan dengan adanya pengajuan permohonan Perubahan Haknya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Cirebon i.c. Turut Tergugat III selaku pihak yang berwenang memberi keputusan perubahan itu sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara yang menyebutkan,
Halaman 33 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
“Kepala Kantor Pertanahan memberi keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan Hak Guna Usaha menjadi hak lain”, maupun terbukti tidak pernah tercatat di dalam buku tanah dan SHP No. 30 tentang adanya Perubahan Nama-nya sesuai ketentuan Pasal 56 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan, “Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah
susun
yang
bersangkutan
berdasarkan
bukti
mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, dengan Penjelasannya, “Yang dimaksud pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti. Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun badan hukum”; 3) Ketentuan
mengenai
kewenangan
Turut
Tergugat
III
untuk
melakukan Perubahan Hak tersebut masih berlaku karena tidak terkait dengan pelimpahan kewenangan keputusan pemberian hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Ketentuan Penutup Pasal 25 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah Tertentu dan oleh karena itu Turut Tergugat III hanya melaksanakan perubahan haknya dengan kewenangan yang dibatasi yaitu tidak untuk memberi keputusan mengenai pemberian Hak Pakai untuk badan hukum atas tanah non pertanian yang luasnya melebihi 5.000 m2 mengingat SHP No. 30 tersebut luas tanahnya adalah 96.255 m2 maka kewenangan pemberiannya harus berdasarkan pada ketentuan Pasal 11 peraturan a quo yang menyebutkan, “Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memberi keputusan mengenai pemberian Hak Atas Tanah yang tidak dilimpahkan
kewenangannya
kepada
Kepala
Kanwil
Badan
Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan”; 48. Bahwa sejak terungkapnya fakta hukum tersebut sampai dengan diajukannya gugatan a quo Turut Tergugat III tidak juga menggunakan
Halaman 34 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
kewenangannya untuk menghapus SHP No. 30 tersebut sebagaimana diperintahkan oleh ketentuan Pasal 55 ayat 1 huruf b butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang menyebutkan, “Hak Pakai hapus karena : b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena : 1) tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggapnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 52”; 49. Bahwa jelas pejabat berwenang yang dimaksud dalam ketentuan pasal tersebut adalah Turut Tergugat III dan oleh karena itu atas kelalaiannya yang
telah
ternyata
tidak
menggunakan
kewenangannya
untuk
menghapus hak pakai atas dasar fakta hukum yang terungkap dalam persidangan dimaksud telah menyebabkan kerugian Penggugat akibat tindakan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat yang didasarkan atas klaimnya terhadap SHP No. 30 tersebut sehingga Turut Tergugat III bertanggungjawab secara hukum atas kelalaiannya tersebut menurut ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata yang menyebutkan, "Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbua-tannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya". VIII.
HAK ASASI PENGGUGAT YANG TELAH DILANGGAR OLEH PARA
TERGUGAT 50. Bahwa selain melakukan Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, Para Tergugat juga telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan melakukan Pelanggaran
Hak
Asasi
Manusia
(HAM)
yang
merupakan
hak
konstitusional Penggugat sebagai warga negara (citizen's constitutonal right) yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
on
Economic,
Social
and
Cultural
Rights
(Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang seharusnya menjadi Kewajiban Para Tergugat untuk menghormati dan melindunginnya sebagai berikut : 1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Halaman 35 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Pasal 27 ayat 2 menyebutkan bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”, Pasal 28A menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”, Pasal 28D menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum”, Pasal 28I ayat 2 menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak menda-patkan perlindungan terhadap perlakukan bersifat diskriminatif itu”, Pasal 28J ayat 1 menyebutkan bahwa, “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”, 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4 menyebutkan bahwa, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati, nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun”, Pasal 9 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak untuk hidup,
mempertahankan
hidup
dan
meningkatkan
taraf
kehidupannya”, Pasal 19 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Tiada suatu pelanggaran atau kejahatan apapun diancam dengan hukuman berupa perampasan seluruh harta kekayaan milik yang bersalah”, Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlin-dungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya”, Pasal 30 menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”,
Halaman 36 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Pasal 69 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara”, 3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) Pasal 3 menyebutkan bahwa, “Negara pada pihak konvenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki- laki dan perempuan untuk menikmati semua hak ekonomi, sosial budaya yang tercantum dalam konvenan ini”, Pasal 6 menyebutkan bahwa, “Negara Pihak dari konvenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk hak semua orang atas kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaan yang dipilih atau diterimanya secara bebas, dan akan mengambil langkahlangkah yang memadai guna melindungi hak itu”. 51. Bahwa selain pelanggaran hak asasi manusia Penggugat tersebut diatas, tindakan pengosongan paksa yang dilakukan oleh Para Tergugat juga pada faktanya diikuti dengan tindakan pemutusan sepihak terhadap sambungan air, listrik dan telfon sehingga untuk itu Para Tergugat juga telah menghilangkan hak Penggugat atas semua kebebasan terhadap sumber daya tersebut yang merupakan fasilitas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari warga negaranya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1)
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyebutkan bahwa, “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”;
2)
Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenaga-listrikan menyebutkan bahwa, “Konsumen berhak untuk mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik”;
3)
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
menyebutkan
bahwa,
“Setiap
pengguna
telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan
Halaman 37 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
jaringan
telekomunikasi
dan
jasa
telekomunikasi
dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. IX. KERUGIAN PENGGUGAT 52. Bahwa adapun kerugian Penggugat yang diakibatkan oleh Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat dan Para Turut Tergugat
terhitung
sejak
selesainya
Para
Tergugat
berhasil
melakukan pengosongan paksa tanpa ada perlawanan yang berarti dari Penggugat yaitu sejak tanggal 8 Mei 2015, dapat Penggugat perinci sebagai berikut : Kerugian Materiil : -
Bahwa terhadap barang-barang yang dikeluarkan dari dalam rumah, Penggugat telah menyewa kendaraan pengangkut barang untuk memindahkan semua itu ke rumah kontrakan dengan biaya jasa angkut sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);
-
Bahwa Penggugat saat ini tinggal di rumah kontrakan dengan biaya yang harus dibayar untuk satu tahun sebesar Rp. 17.000.000,- (tujuh belas juta rupiah);
-
Bahwa para Tergugat didalam melakukan tindakan pengosongan paksa tersebut telah menempatkan barang-barang milik Penggugat di depan rumah secara sembarang dan membiarkannya selama dua hari untuk kemudian memindahkannya ke gudang penyimpanan milik Tergugat I sehingga atas penempatan barang-barang milik Penggugat tersebut telah ternyata adanya kehilangan sejumlah barang-barang berharga tertentu yang tidak dapat diperinci namun kehilangan tersebut dapat ditaksir dengan sejumlah uang sebesar Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah);
-
Bahwa atas Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat tersebut, Penggugat telah berupaya untuk mengadukan dan/atau melaporkan Tergugat I ke Bareskrim MABES POLRI di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan dan melaporkan Tergugat II ke Pusat Polisi Militer Angkatan Laut (Puspomal) di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang untuk semua upaya itu telah menghabiskan biaya sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);
Dengan demikian Kerugian Materiil Penggugat secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah)., Kerugian Immateril :
Halaman 38 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
-
Bahwa Penggugat sangat terganggu baik pikiran maupun perasaan akibat kehilangan hak-hak ketika pengosongan paksa terjadi maupun setelah hal itu terjadi dimana secara nyata Para Tergugat telah melakukan tindakan-tindakan paksa, sewenang-wenang dan tidak manusiawi
sehingga
menimbulkan
rasa
malu
yang tidak
dapat
disembunyikan akibat pemberitaan media massa yang berlangsung terus menerus selama hampir satu minggu lebih sejak peristiwa tersebut dan keadaan tanpa makna yang harus dihadapi oleh Penggugat bersama istri akibat tercerabutnya kehidupan yang telah menempati rumah tersebut selama kurang lebih 43 (empat puluh tiga) tahun lamanya serta kehilangan suasana yang sudah terbiasa dengan lingkungan sekitarnya, yang mana hal tersebut sama saja telah Merampas Hak Asasi Manusia Penggugat atas “rasa aman dan tenteram dalam bertempat tinggal serta kehidupan yang layak”. Kesemuanya itu tidak dapat dinilai dalam bentuk apapun namun patut diperkira-kan ganti kerugian tersebut dengan sejumlah uang sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). X. PERMOHONAN PENGGUGAT Akibat Perbuatan Melawan Hukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat baik atas kesalahannya maupun atas kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya yang telah menga-kibatkan Penggugat menderita Kerugian secara Materiil dan Immateril berdasarkan hal-hal yang sudah diuraikan tersebut di atas, maka demi adanya kepastian hukum serta untuk melindungi kepentingan hukum Penggugat terhadap 3 (tiga) bangunan rumah
yang
sedang
menjadi
obyek
perkara
dimana
Penggugat
berkedudukan sebagai Terdakwa dalam Perkara Pidana Nomor : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn yang pada saat diajukannya gugatan a quo belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan terhadap bangunan rumah negara yang sudah dihuni Penggugat dan Istrinya sejak tahun 1972, maka dengan ini Penggugat memohon secara hormat kepada Ketua Pengadilan Negeri Cirebon melalui Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini kiranya berkenan untuk memberikan pertim-bangan hukum dan memutus yang amarnya berbunyi sebagai berikut : DALAM PROVISI : 1) Memerintahkan Para Tergugat untuk membongkar kembali pagar kawat besi yang telah ditanam dan dipasang di sekeliling 3 (tiga) bangunan
Halaman 39 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
yang sedang menjadi obyek perkara dalam Perkara Pidana Nomor : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn; 2) Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang kembali sambungan listrik, air dan telfon yang telah diputusnya dari bangunan rumah yang sudah ditempati Penggugat sejak tahun 1972; 3) Menetapkan obyek sengketa (objectum litis) dalam gugata a quo berupa 3 (tiga) bangunan rumah yang sedang menjadi obyek perkara dalam Perkara
Pidana
Nomor
:
129/Pid.B/2014/PN.Cbn
jo.
Nomor
110/PID/2015/PT.Bdg maupun terhadap bangunan Rumah Negara yang sudah dihuni Penggugat sejak tahun 1972 dan/atau terhadap tanahnya itu sendiri i.c. Sertifikat Hak Pakai No. 30/Sukapura Tahun 1987 dalam keadaan “Status Quo” hingga putusan dalam perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde); 4) Melakukan sita jaminan terhadap Bangunan Rumah Negara yang sudah dihuni Penggugat sejak tahun 1972 berdasarkan Surat Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972 selama perkara ini diperiksa sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap ; 5) Mengijinkan Penggugat untuk menempati kembali Rumah Negara tersebut selama perkara ini diperiksa atau sampai dapat dibuktikan sebaliknya sebagai tidak berhak melalui putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) dalam perkara ini; DALAM POKOK PERKARA : 1) Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2) Menyatakan Penggugat berhak atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil dalam kedudukannya sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Banding/ Terdakwa terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor : 110/PID/2015/ PT.Bdg, tanggal 18 Mei 2015 jo. Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor : 129/Pid.B/2014/PN.Cbn, tanggal 18 Februari 2015; 3) Menyatakan Surat Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972 adalah sah dan masih berlaku sepanjang belum ada pencabutannya dari Pejabat Eselon I atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan itu; 4) Menyatakan penghunian Penggugat atas bangunan Rumah Negara yang terletak di Jalan R.A. Kartini No. 6/10 Kota dengan jalan sewa beli adalah sah dan legal;
Halaman 40 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
5) Menyatakan
Penggugat
berhak
untuk
mengajukan
permohonan
pengalihan hak atas Status Rumah Negara tersebut mutatis mutandis terhadap permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanahnya; 6) Menyatakan Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat II tidak berhak atas : (1) 3 (tiga) bangunan rumah yang sedang menjadi obyek perkara dalam Perkara Pidana Nomor :129 / Pid. B / 2014 / PN.Cbn jo. Nomor 110/PID/2015/PT.Bdg; (2) Bangunan Rumah Negara yang sudah dihuni Penggugat sejak tahun 1972; (3) Sertifikat Hak Pakai No. 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 4-3-1988; 7) Menyatakan Sertifikat Hak Pakai No. 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 4-3-1988 adalah hapus dan oleh karenanya tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 8) Memerintahkan Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk menyerahkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 4-3-1988 kepada Turut Tergugat III; 9) Memerintahkan Turut Tergugat III untuk mencatat hapusnya hak pakai dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 30 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon tanggal 4-3-1988; 10) Menyatakan Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum atas kesalahannya yang telah menyebabkan kerugian bagi Penggugat; 11) Menyatakan Para Turut Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum atas kelalaiannya atau kekurang hati-hatinya yang telah menyebabkan kerugian bagi Penggugat; 12) Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar Kerugian Materiil sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah) dan Kerugian Immateril sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah), yang harus dibayarkan secara sekaligus dan seketika; 13) Menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat untuk tunduk pada isi putusan; 14) Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakan oleh Jurusita Pengadilan Negeri Cirebon atas Bangunan Rumah Negara yang sudah
dihuni
Penggugat
sejak
tahun
1972
berdasarkan
Surat
Penunjukan Rumah (SPR) No. 1/S22/22B/72 tanggal 12 Januari 1972 ;
Halaman 41 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
15) Menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat secara hukum membayar uang paksa (Dwangsom) masing-masing sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya apabila tidak memenuhi isi putusan ini terhitung sejak putusannya mempunya kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde); 16) Menghukum Para Tergugat untuk meminta maaf kepada Penggugat demi mengembalikan
nama
baik
Penggugat
(Rehabilitasi)
dan
demi
kepentingan Penggugat di 3 (tiga) koran nasional yaitu : Kompas, Koran Tempo dan Pikiran Rakyat dan di 4 (empat) koran lokal yaitu : Radar Cirebon, Rakyat Cirebon, Fajar Cirebon dan Kabar Cirebon serta ditambah 10 (sepuluh) media Elektonik yaitu : RCTI, SCTV, Indosiar, Metro TV, TV One, ANTV, MNC TV, Trans TV, Trans 7, Global TV, selama 7 (tujuh) hari berturut-turut yang isinya berbunyi, “Kami, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon dan Zulfa Akmal selaku Senior Manager Pengamanan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon dan sebagai Prajurit Tentara Nasional Indonesia, menyatakan penyesalan yang sedalamdalamnya atas Perbuatan Melawan Hukum yang kami lakukan terkait dengan tindakan Pengosongan Paksa yang terjadi pada tanggal 8 Mei 2015 di Jalan Kartini Kota Cirebon. Kiranya pernyataan penyesalan atas Perbuatan Melawan Hukum ini menjadi titik awal wujud penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia serta perubahan perlakuan terhadap warga Pensiunan Kereta Api yang berada di Kota Cirebon maupun di daerah lainnya di Indonesia”; 17) Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada Bantahan (Verzet), Banding atau Kasasi (Uitvoerbaar bij Voorraad); 18) Menghukum pihak yang kalah untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini; ATAU Apabila Majelis Hakim yang memutus perkara a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ; Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat II telah mengajukan jawabannya secara tertulis yang pada pokoknya sebagai berikut : Dalam Eksepsi : Tentang Kewenangan Absolut Mengadili Perkara a quo
Halaman 42 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Bahwa dengan dalil PENGGUGAT yang telah mempersoalkan dalam Positanya dan Petitumnya a quo tentang kewenangan TURUT TERGUGAT III selaku Pejabat Tata Usaha Negara sebagaimana tersebut dalam Posita No. 7, 8 halaman 6 dan juga dalam hal Posita angka 34, 35 dan 36 halaman 12-13, Posita Nomor. 47, 48, 49 halaman 21-22, serta Petitum Nomor. 3 halaman 26, Petitum Nomor. 7, dan 9 halaman 26 adalah cukup beralasan hukum jika Gugatan a quo adalah sudah termasuk dalam kualifikasi Keputusan yang dikeluarkan oleh seorang Pejabat Tata Usaha Negara sehingga cukup beralasan bahwa Gugatan a quo adalah bukan tentang
Perbuatan
Melawan
Hukum
melainkan
Substansi
Gugatan
Penggugat adalah tentang suatu Keputusan seorang Pejabat Tata Usaha Negara yang atas Posita – Posita dan Petitum-Petitum tersebut di atas PENGGUGAT telah mempersoalkan mengenai tindakan hukum Tata Usaha Negara yang mengakibatkan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara -----( Vide : Pasal 1 angka 1, 7, 8, 9, 10, 11 dan angka 12 Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 dan telah dirubah kembali dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009) maka dengan alasan itu sudah seharusnya Pengadilan Negeri Cirebon tidak berwenang memeriksa dan mengadili Gugatan a quo oleh karena sudah termasuk pada kewenangan mengadili secara ABSOLUT dari PENGADILAN TATA USAHA NEGARA, sehingga berdasarkan alasan hukum karena KEWENANGAN ABSOLUT tersebut maka sudah seharusnya Gugatan PENGGUGAT untuk tidak dapat diterima seluruhnya . Dengan demikian berdasarkan hal tersebut di atas sangatlah beralasan hukum jika Gugatan a quo sudah seharusnya tidak dapat di terima ; Bahwa oleh karena alasan-alasan tersebut di atas maka sangatlah beralasan hukum berdasarkan asas hukum acara perdata yaitu dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan maka dapatlah terlebih dahulu dilaksanakan PUTUSAN SELA atas perkara a quo antara lain : DALAM PUTUSAN SELA : 1. Menerima Eksepsi TERGUGAT I, TERGUGAT II, DAN TURUT TERGUGAT II mengenai Kewenangan Absolut atas Gugatan a quo untuk seluruhnya;
Halaman 43 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Cirebon tidak berwenang memeriksa dan/atau mengadili gugatan dari Penggugat tersebut oleh karena yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara oleh karenanya pula Gugatan Penggugat adalah tidak sah dengan demikian haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke verklaard) ;. 3. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini SUBSIDAIR : Atau apabila Pengadilan Negeri Cirebon berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).; -
ALASAN
SYARAT
PENGGUGAT
TIDAK
FORMAL
“
MEMPUNYAI
MENGENAI
SURAT
LEGAL
STANDING
KUASA YANG
SEMPURNA SEBAGAI KUASA PENGGUGAT SELAKU PIHAK YANG SAH MEWAKILI KEPENTINGAN HUKUM SESEORANG DI DALAM MENGAJUKAN
GUGATAN
BERIKUT
SEGALA
PERBUATAN
HUKUMNYA SELAKU KUASA YANG TELAH MENURUT HUKUM DIKUALIFIKASIKAN dapat mengakibatkan CACAT FORMIL.” 1. Bahwa dalam Surat Kuasa Khusus PENGGUGAT tertanggal 10 Mei 2015, sebagaimana telah diperlihatkan dalam Persidangan a quo tertulis dengan jelas dan terang bahwa terdapat 6 (enam) nama selaku Penerima Kuasa dari Prinsipal PENGGUGAT yaitu 1. AGUS PRAYOGA, S.H. 2. TANDRY LAKSANA, S.H., 3. EKA YUDA MP, S.H., 4. BANA, S.H. 5. ARIF RAHMAN, Shi dan 6. DIMAS PRASETYO UTOMO, S.H. yang kesemuanya tersebut telah menyebutkan menurut dirinya sebagai Advokat pada Kantor Hukum Agus Prayoga, S.H. dan Rekan yang bertindak untuk dan atas nama PENGGUGAT dalam mengajukan Gugatan a quo. --------2. Bahwa sebagai Kuasa Hukum PENGGUGAT tersebut, maka seluruhnya harus memiliki dasar hukum yang mengikat [legal standing] sebagai seorang Advokat yang memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, sebagaimana dalam pengertian Advokat menurut Undang-undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.”
Halaman 44 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
3. Bahwa kemudian, kesemuanya bertindak sebagai Kuasa Hukum PENGGUGAT, maka kesemuanya harus dapat menunjukan Kartu Tanda Pengenal [KTPA] sebagai Advokat yang dapat bertindak mewakili Kliennya di dalam pengadilan berikut Berita Acara Sumpah selaku ADVOKAT, terlebih dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara No.014/PUU-IV/2006 tanggal 30/11/2006 yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan : .................. Organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independen state organ) yang juga melaksanakan fungsi Negara, sebagaimana pula menunjuk pada Surat Mahkamah Agung Republik Indonesia No.07 / SEK / 01 / I / 2007 tertanggal 11 Januari 2007 yang telah ditunjukkan kepada seluruh Pengadilan Tinggi di Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan pada pokoknya : “Dewan Pimpinan Nasional [DPN] mengeluarkan Kartu Tanda Pengenal Advokat atas nama PERADI yang akan digunakan oleh para Advokat yang berpratik di pengadilan dari semua lingkungan peradilan di seluruh Indonesia.” 4. Bahwa lebih lanjut semakin diperkuat dengan telah diakui oleh Pemerintah dalam hal ini kementerian Hukum dan HAM RI dengan Surat No.M.HH.AH.03.03-40 tanggal 28 / 11 / 2008 juga telah terdapatnya Surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 052 / KMA / V / 2009 Tangal 01 Mei 2009 yang telah dicabut dengan Surat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 089 / KMA / VI / 2010 Tanggal 25 Juni 2010 Perihal Penyumpahan Advokat yang di dalam surat tersebut dinyatakan dikarenakan perseteruan yang nyata terkait dengan organisasi Advokat yang sah adalah antara PERADI dan KAI yang kedua-duanya dihadapan Ketua Mahkamah Agung RI pada Tanggal 24 Juni 2010 telah melakukan kesepakatan yang pada intinya Organisasi Advokat yang disepakati dan merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), yang mana dalam kesepakatan tersebut tidak mengikutsertakan pihak PERADIN sebagai salah satu organisasi Advokat yang juga pernah disebutkan dalam SK 052 / KMA / V / 2009.1 1
Nurhadi, Bunga Rampai “ Sikap Hakim terhadap keabsahan Advokat beracara di Pengadilan berkaitan dengan asal organisasinya “Hakim pada Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon, Kab. Aceh Utara, hal.27.( Lihat
Halaman 45 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
5. Bahwa terhadap permasalah mengenai Kuasa Hukum PENGGUGAT kesemuanya tidak mempunyai legal standing sebagai Advokat dengan tidak dapat menunjukan dan menyertakan Kartu Tanda Pengenal Advokat [KTPA] dari PERADI dan Berita Acara Sumpah sebagai Advokat yang sebagaimana dalam berkas Gugatan a quo SURAT KUASA KHUSUS yang didaftar melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Cirebon tidak nampak disertakan dalam berkas ; 6. Bahwa dari seluruh alasan tersebut diatas maka apabila dengan bukti dan fakta bahwa dengan Prinsipal PENGGUGAT tersebut yang diwakili melalui dasar pengakuannya pada Surat Kuasa Khusus tersebut selaku Kuasa Hukum PENGGUGAT sudah sepatutnya di TOLAK dan/atau tidak diterima oleh karena kesemuanya dan/atau sebagian besarnya TIDAK MEMILIKI BERITA ACARA SUMPAH maka yang tidak memiliki bukti Berita Acara Sumpah dari Pengadilan Tinggi di wilayah Indonesia adalah bukan termasuk seorang yang dikategorikan dan/atau dikualifikasikan sebagai seorang ADVOKAT menurut Pasal 4 undang-undang No.18 tahun 2003 tentang Advokat. -
GUGATAN
a
quo
BERTENTANGAN
DENGAN
KETENTUAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 2 TAHUN 20152 ;-----Bahwa
dengan Gugatan
PENGGUGAT
baik dalam
Gugatan
sebelumnya dan / atau dalam Perubahan Gugatannya tertanggal 1 Desember 2015 a quo apabila mencermati dan merujuk pada dalil PENGGUGAT angka 52 tentang Kerugian Materil pada halaman 24 – 25 yang pada pokoknya telah menyebutkan tentang besarnya kerugian dimaksud adalah sebasar Rp.70.000.000,- (tujuhpuluh juta rupiah) adalah sudah cukup beralasan hukum jika Gugatan a quo adalah termasuk dalam kualifikasi sebagai GUGATAN SEDERHANA yang diselesaikan dengan tata cara dan Pembuktian yang Sederhana pula, hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung RI No.2 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, sehingga atas alasan tersebut cukup
2
juga Surat Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi MA RI, tertanggal 21 Februari 2011 kepada Pengurus Peradin, lihat juga, surat Ketua MA RI No.099/KMA/VII/2010, tanggal 21/Juli/2010 yang ditunjukkan kepada presiden KAI ).
Pasal 3 ayat (1) : Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan Melawan Hukum dengan nilai Gugatan Materil paling banyak Rp. 200.000.000,- (duaratus juta rupiah), sehingga atas dasar ketentuan itu pula dengan Gugatan a quo adalah bukan termasuk sengketa hak atas tanah cukup beralasan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dapat dikualifikasikan termasuk dalam GUGATAN SEDERHANA.
Halaman 46 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
beralasan hukum pula Gugatan a quo untuk tidak diterima seluruhnya dan/atau Di TOLAK untuk seluruhnya ; -
EKSEPSI ERROR IN PERSONA ; Dalam Kualifikasi Eksepsi Keliru pihak yang ditarik sebagai TERGUGAT ; Bahwa oleh karena TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah selaku Pihak-pihak yang menjalankan tugas pekerjaannya adalah mewakili Kepentingan Hukumnya TURUT TERGUGAT II yang sah dalam hal melakukan suatu perbuatan hukum dari TURUT TERGUGAT II yang ada hubungan hukumnya dengan Pihak-pihak lain yang telah merugikan TURUT TERGUGAT II adalah KELIRU, oleh karenanya alasan ini cukup relevan jika di hubungkan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No.601K/Sip/19753 tentang seorang Pengurus Yayasan yang digugat secara Pribadi untuk mempertanggungjawabkan sengketa yang berkaitan dengan Perusahaannya selaku Badan Hukum tersebut ; Bahwa oleh karena di dalam gugatan a quo telah terdapatnya kekeliruan dalam hal menarik TERGUGAT I dan TERGUGAT II selaku Pihak sudah
seharusnya
Gugatan
PENGGUGAT
untuk
tidak
diterima
seluruhnya ; -
GUGATAN PENGGUGAT TIDAK JELAS (ABSCUUR LIBEL). Bahwa seharusnya gugatan harus dibuat secara cermat dan teliti, namun gugatan a quo tidak cermat dalam membuat gugatan dengan ALASAN sebagai berikut :
1. Bahwa dengan PENGGUGAT menarik pihak PT.Kereta Api Indonesia (Persero) dengan menyebutkan masing-masing adalah sebagai pihak yang berbeda yaitu Pihak TERGUGAT I dan TURUT TERGUGAT II dapat menyebabkan seluruh dalil-dalil Posita yang menyangkut tentang Persoalan Perseroan ( PT.Kereta Api Indonesia (Persero) ) dengan dibedakan yaitu TERGUGAT I dan TURUT TERGUGAT II adalah menjadi tidak jelas (obscure libel) dikarenakan TERGUGAT I dan TURUT TERGUGAT II adalah satu Badan Hukum yang sama yaitu PT.Kereta Api Indonesia ( Persero ) ; 2. Bahwa PENGGUGAT dalam dalil Positanya dan Petitumnya yang telah mencampur adukkan tentang suatu persoalan yang beraneka ragam berikut dengan segala Narasinya yang tidak relevan dengan tujuan gugatannya a quo ( ada dalil Perkara PTUN, PIDANA, HAM dan PERDATA ) semakin jelas 3
M.Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan”, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm.438-339.
Halaman 47 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Gugatan a quo adalah menjadi TIDAK JELAS terutama dari satu alasan dalil Posita ke dalil Posita lainnya dan juga semakin tidak jelas dengan dihubungkan Petitum PENGGUGAT sendiri yang telah tersebut pada angka 2, angka 3, angka 4, angka 6, 7, 8, 9 dan angka 15 halaman 26 dan 27 yang pada pokoknya beraneka ragam tuntutan yang tidak ada hubungan hukumnya dengan suatu kualifikasi sebab terjadinya dalil Perbuatan Melawan Hukum yang dimaksud oleh PENGGUGAT a quo oleh karena itu sudah seharusnya Majelis Hakim Yang Mulia untuk dapat menolak dan/atau tidak menerima gugatan a quo untuk seluruhnya ; 3. Bahwa ketidakjelasan atas dalil Posita PENGGUGAT semakin tampak dan jelas ketika dari seluruh dalil-dalilnya dalam gugatan a quo menghubungkan suatu peristiwa hukum dan perbuatan hukum antara SEWA MENYEWA yang pernah dilakukan oleh PENGGUGAT dengan suatu kehendak PENGGUGAT yang telah menganggap adanya SEWA BELI atas penggunaan Aset TERGUGAT I / TURUT TERGUGAT II yang tidak jelas jika dihubungkan dengan dalil posita PENGGUGAT pada angka 1, 2, 3 dan 4 halaman 2 yang pada pokoknya telah medeskripsikan suatu Perbuatan Hukum PENGGUGAT di dasarkan bukan karena suatu hal Sewa Beli akan tetapi hubungan hukum suatu hak dan kewajiban pada saat menjadi Pegawai di lingkungan TERGUGAT I / Turut Tergugat II adalah cukup menjadi alasan hukum Majelis Hakim Yang Mulia untuk dapat MENOLAK dan/atau TIDAK MENERIMA GUGATAN a quo untuk seluruhnya ; Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas maka TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT II memohon berkenan kepada Majelis Hakim yang memeriksa berkas perkara ini untuk memutus perkara ini dengan menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima dan/atau di TOLAK untuk seluruhnya ; DALAM POKOK PERKARA 1. Bahwa pada dasarnya TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT II menolak gugatan penggugat seluruhnya kecuali yang diakuinya secara tegas dan benar ; 2. Bahwa apabila eksepsi tersebut diatas bersesuaian dengan pokok perkara ini maka menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dengan pokok perkara ini ; 3. Bahwa dalil yang dikemukakan oleh PENGGUGAT sebagaimana dimaksud pada dalil Posita tentang KEDUDUKAN DAN KEPENTINGAN HUKUM PENGGUGAT yang pada pokoknya jika disimpulkan dari Posita
Halaman 48 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
angka 1, 2, 3, 4 halaman 2 dan angka 5 halaman 3 bahwa menurut PENGGUGAT telah terjadinya Pengosongan dengan cara sewenangwenang dan tanpa dasar hukum yang jelas dengan alasan PENGGUGAT telah memiliki hak atas Rumah Negara a quo dan memiliki Kepentingan Hukum untuk menggugat Para Tergugat adalah tidak beralasan hukum dan patut untuk di TOLAK dan/atau tidak dapat diterima untuk seluruhnya oleh Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo oleh karena SUDAH CUKUP JELAS PENGGUGAT SELAKU PENSIUNAN telah menghuni rumah yang bukan pemiliknya ( Vide : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan Pemilk ) sehingga terhadap segala upaya yang dilakukan oleh pihak TERGUGAT I dan TERGUGAT II serta TURUT TERGUGAT II adalah sudah cukup berlasan hukum dan tidak sewenangwenang oleh karenanya pula dengan PENGGUGAT telah keluar dan dikosongkan tersebut seharusnya sudah tidak lagi memilik kedudukan dan/atau kepentingan hukumnya lagi oleh karena sudah cukup jelas dan fakta bahwa PENGGUGAT sudah tidak berhak lagi atas penguasaan asset milik Tergugat I / Turut Tergugat II dikarena bukti SPR No.1/S 222/22B/72 tanggal 12 Januari 1972 dengan PENGGUGAT sudah pensiun maka tidak dapat lagi dijadikan dasar hukum / legal standing untuk menggugat TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT II dalam perkara a quo ; 4. Bahwa oleh karena yang dimaksud dalam dalil PENGGUGAT Romawi II tentang Dasar Hukum DIAJUKAN GUGATAN yang telah menguraikan dan / atau menulis beberapa Pasal sebagaimana tertuang dalam dalil posita angka 6, dan 7 adalah sudah jelas tertulis dalam ketentuan didalam KUHPerdata sehingga menurut TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT tidak perlu diperdebatkan terlebih dahulu oleh karena hal itu sudah cukup jelas secara Normatif tertulis dan terhadap segala Perbuatan Hukumnya yang melanggar ketentuan Pasal-Pasal tersebut perlu dibuktikan terlebih dahulu dalam pembuktian perkara a quo namun apabila secara dini Pasal tersebut dijadikan dasar Gugatan oleh PENGGUGAT
bahwa
PARA
TERGUGAT
dan
PARA
TURUT
TERGUGAT telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal tersebut maka cukup beralasan hukum pula dalil Posita angka 6, 7 dan 8 halaman 3 a quo Patut untuk DI TOLAK seluruhnya ;
Halaman 49 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
5. Bahwa dalil PENGGUGAT sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan 10 halaman 4 yang mendalilkan bahwa TERGUGAT I ( Daop 3 Cirebon ) bertugas antara lain hanya menyelenggarakan dan mengendalikan angkutan penumpang/barang di daerah oprasi 3 Cirebon adalah suatu dalil yang tidak beralasan dan patut untuk dikesampingkan dan sudah seharusnya di TOLAK untuk seluruhnya oleh karena pengaturan dan penggunaan aset
PT.Kereta Api Indonesia ( Turut
Tergugat II ) adalah salah satu bagian kewenangannya TERGUGAT I sebagaimana telah diatur berdasarkan Intruksi Direksi Nomor : 18 / JB. 310 / KA-2010 kepada seluruh VP Daerah Operasi di Jawa dan Sumatera sehingga atas kewenangan tersebut maka segala tindakan dan/atau perbutaan hukum Tergugat I dalam hal melaksanakan Penertiban dan/atau Pengosongan baik secara Sukarela maupun Paksa kepada PENGGUGAT selaku Penghuni yang ILEGAL dan tidak berdasarkan Ijin yang berhak dalam hal ini TERGUGAT I
/ TURUT TERGUGAT II
sehingga dengan alasan itu pula sebagai pelaksanaannya dengan bantuan TURUT TERGUGAT I adalah sah menurut hukum ( Vide : Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan Pemilk ) sebagai bentuk tindakan hukum dalam rangka untuk menghindari kerugian negera yang lebih banyak oleh karena sesuai fakta PENGGUGAT selain telah menempati rumah dinas TERGUGAT I/TURUT TERGUGAT II ( PT.Kereta Api Indonesia ( Persero ) ) tanpa Ijin juga PENGGUGAT telah memanfaatkan lahan / tanah sebagai Aset PT.Kereta Api Indonesia ----( Persero ) dengan tanpa terikat suatu Kontrak Persewaan yang sah menurut hukum dan telah pula tanpa seijin menyewakan lahan/tanah berikut dengan merubah segala bentuk bangunan a quo untuk kepentingan pihak ketiga dalam hal disewakan yang segala bentuk pembayaran atas penyewaan tersebut dari Pihak ketiga telah PENGGUGAT nimati dan / atau tidak disetorkan ke TERGUGAT I / TURUT TERGUGAT II selaku yang berhak sehingga dapat dikualifikasikan sebagai bentuk Perbuatan yang Melawan Hukum sehingga segala pemanfaat dan penggunaan PENGGUGAT terhadap lahan/tanah yang diatasnya telah berdiri sebuah bangunan rumah dinas baik yang sudah dan/atau belum dirubah dapat dikualifikasi sebagai PENGHUNIAN yang LIAR sehingga segala hak yang dimiliki berdasarkan Bukti Sertifikat Hak Pakai Nomor 30/1987 dan berdasarkan Surat Edaran Direktur Pengelolaan Aset Non Produksi Nomor. 2 / JB.312
Halaman 50 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
/ KA-2013 tentang Penertiban dan Pengosongan tanah dan bangunan TERGUGAT I / TURUT TERGUGAT II berhak untuk melakukan segala penertiban dan/atau pengosongan baik secara paksa maupun sukarela dengan telah terlebih dahulu melalu upaya persuasive salah satunya melalui pendekatan personal yang dilakukan melalui sosialisasi berikut diberikan pemberitahuan/somasi kepada pihak-pihak yang diangggap liar tersebut termasuk dalam hal ini adalah PENGGUGAT jika pemanfaatan dan/ atau penggunaan tersebut tidak berdasarkan perjanjian Sewa Menyewa yang berlaku dengan alasan itu pula PENGGUGAT telah diberikan Surat Undangan rencana Pengosongan Rumah Dinas Jl. Kartini No.8/10 yang masih dikesuai PENGGUGAT a quo tanpa hak ( Vide : Surat No.UM.209/VIII/05/D.III-2013 tertanggal 5 September 2013 dan Surat
Pengosongan
Rumah
Dinas
No.
UM.104/IX/01/D.III-2013
tertanggal 24 September 2013 ) maka dengan waktu yang sudah cukup lama dan juga secara Pidana atas Perbuatan Hukumnya telah berjalan dan bukan persoalan sengketa tanah maka beralasan hukum untuk ditertibkan dan dikosongkan sehingga penertiban / pengsosongan tersebut adalah bukan merupakan tindakan Melawan Hukum terlebih segala tindakan hukum tersebut dalam rangka menghindari segala bentuk kerugian Negara yang besar dikarenakan pemanfaatan / penggunaan lahan / tanah berikut Bangunan di wilayah Daop 3 Cirebon dengan tanpa prosedur perhitungan yang sesuai besarnya tarif sewa yang berlaku dari Pusat sebagaimana dimaksud Keputusan Direksi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ) Nomor. Kep.U / LL.003 / V / 1 / KA-2009 tentang Penetapan Tarif Sewa Tanah dan Bangunan serta fasilitas lainnya di Lingkungan PT.KAI ( Persero ), Keputusan Direksi Nomor. Kep. U / JB. 310 / IV / 12 / KA-2010 tentang Perubahan dan Tambahan Keputusan Direksi PT.KAI (Persero) Nomor. Kep. U / LL 003 / V / 1 / KA2009 tentang Penetapan Tarif Sewa Tanah dan Bangunan serta Fasilitas lainnya di lingkungan PT. KAI (Persero) dan Terms Of Reference (TOR) Nomor : 09 / TOR / CN / KA-2011 tanggal 25 Maret 2011 Penetapan Tarif Sewa Tanah dan Bangunan Non Railway Milik PT.Kereta Api Indonesia ( Persero ) serta segala tindakan itu termasuk dalam hal menjalankan Rekomendasi Penertiban Penggunaan Rumah dinas PT.Kereta Api Indonesia (Persero) dari Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ( Vide : Surat Nomor: R.3336 / KPK / XI / 2007 tertanggal
Halaman 51 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
19/11/2007 jo Surat Nomor : R. 4002 / 10-12 /09 / 2014 tertanggal 16/9/2014 ) ; 6. Bahwa dalil PENGGUGAT angka 11 dan 12 halaman 4 adalah dalil yang tidak beralasan hukum dan patut untuk dikesampingkan dan/atau di TOLAK untuk seluruhnya oleh karena tindakan dan/atau perbuatan hukum TERGUGAT II adalah sah menurut hukum hal ini telah sesuai
dengan
NOTA
KESEPAHAMAN
antara
Kementerian
Perhubungan Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia tentang
Bantuan
TNI
kepada
Kementerian
Perhubungan
yang
ditindaklanjuti dengan Surat perintah dari MABES ANGKATAN LAUT Nomor Sprin / 49 / I / 2015 tanggal 19 Januari 2015 dan Keputusan Direksi PT,Kereta Api Indonesia ( Turut Tergugat II ) Nomor : KEP.DIR / KP .303 / II / 20 / KA-2015 sehingga terhadap hak dan kewajiban TERGUGAT II adalah sah menurut hukum termasuk dalam hal ikut mengamankan sebagaimana
pelaksanaan kewajiban
penertiban
Jabatannya
dan/atau selaku
pengosongan
Senior
Manager
Pengamanan daerah operasi III Cirebon ; 7. Bahwa oleh karena dalil PENGGUGAT yang terdapat dalam Posita Romawi IV angka 1, 4, 5 dan 6 halaman 4-6 adalah tidak relevan diperdebatkan dalam perkara a quo oleh karena PENGGUGAT tidak berhak atas pengaturan di internal Perseroan dan/atau tidak ada relevansinya
dengan
PENGGUGAT
dalam
kedudukannya
selaku
PENSIUNAN yang hanya berhak atas Gaji Pensiunan dan tidak berhak untuk mengatur segala hak dan kewajiban TURUT TERGUGAT II maka sangat beralasan hukum untuk dikesampingkan dan/atau di TOLAK untuk seluruhnya ; 8. Bahwa dengan demikian berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dalil PENGGUGAT yang telah menuduh TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT
TERGUGAT
II
melakukan
Perbuatan
Melawan
Hukum
sebagaimana dimaksud pada dalil posita angka 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 halaman 7 dan angka 16, 17,18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26 halaman 8 sampai dengan halaman 11 sudah sepatutnya di TOLAK dan / atau setidaknya dikesampingkan oleh karena dalil tersebut terlalu mengadaada dan tidak berdasarkan suatu bukti hukum yang dibenarkan menurut ketentuan
hukum
yang
berlaku
akan
tetapi
justru
sebaliknya
PENGGUGAT lah yang telah dapat terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum selain Perkara Pidananya telah terbukti baik ditingkat
Halaman 52 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Pengadilan Negeri Cirebon ( Vide : Putusan Perkara Pidana Nomor : 129 / Pid / B / 2014 / PN. Cbn tertanggal 18 Februari 2015 ) maupun saat ini di tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Barat ( Vide : Putusan No. 110 / PID / 2015 / PT. Bdg tanggal 18 Mei 2015 ) maka atas dasar Pengakuannya itu PENGGUGAT telah memanfaatkan dengan menyewakan tanah/lahan berikut bangunan yang diatas kepada Pihak ketiga adalah BUKTI PERBUATAN MELAWAN HUKUM yang nyata dan patut untuk membayar segala bentuk kerugiannya baik secara Materil maupun Imateril kepada TERGUGAT I / TURUT TERGUGAT II selaku pihak yang berhak atas asset tanah/lahan yang diatasnya berdiri bangunan a quo ; 9. Bahwa dalil Posita PENGGUGAT angka 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40 halaman 11 sampai dengan halaman 15 a quo adalah dalil-dalil yang tidak berdasarkan suatu argumentasi hukum yang tepat dan dapat dikualifikasikan sebagai dalil posita yang NGAWUR dan TIDAK JELAS ARAHNYA antara lain dalil PENGGUGAT yang pada pokoknya mendalilkan tentang 3 (tiga) bangunan yang ditertibkan oleh Pihak PT.Kereta Api Indonesia Daop 3 Cirebon termasuk dan/atau merupakan obyek perkara dalam perkara Pidana adalah jelas suatu dalil yang tidak berdasar dan tidak mengerti hukum bahwa dalam perkara Pidana a quo yang sedang berjalan adalah sudah cukup jelas terbukti sampai dengan Banding saat ini adalah BUKAN PERSOALAN SENGKETA
RUMAH / BANGUNAN akan tetapi adalah Objeknya
tentang PERBUATAN TINDAK PIDANA PENGGUGAT yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “ Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum menyewakan tanah dengan hak pakai sedang ia tahu orang lain yang berhak atas tanah itu “ ( vide : Putusan Pengadilan Negeri Cirebon No. 129 / Pid / B / 2014 / PN. Cbn tertanggal 18 Februari 2015 jo Putusan No. 110 / PID / 2015 / PT. Bdg tanggal 18 Mei 2015 ) sehingga terhadap dalil bahwa Para Tergugat telah melecehkan Lembaga Pengadilan adalah terlalu mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum oleh karena perkara tersebut adalah sudah diatur tersendiri dalam KUHAP dan selanjutnya
terhadap
dalil
PENGGUGAT
yang
menghendaki
Pemeriksaan Tambahan adalah dalil yang semakin NGAWUR dan tampak tidak memahami KUHAP oleh karena sudah JELAS dan FAKTA di TINGKAT BANDING PENGGUGAT masih TETAP DINYATAKAN BERSALAH MENURUT HUKUM dan TIDAK ADA SUATU KEPUTUSAN
Halaman 53 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
ATAU PERTIMBANGAN HAKIM UNTUK PEMERIKSAAN TAMBAHAN dalam Perkara Pidananya tersebut oleh karenanya patut terhadap alasan itu Majelis Hakim Pemeriksa a quo untuk dapat menolak seluruh dalildalil yang tersebut di atas untuk seluruhnya dimana segala tindakan penertiban/pengosongan dengan meminta PENGGUGAT keluar dari Rumah Dinas a quo adalah BUKAN MERUPAKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM Namun sebaliknya justru PENGGUGAT lah yang telah terbukti sampai dengan saat ini di tingkat Pengadilan Negeri Cirebon dan Banding (PT.JAWA BARAT - BANDUNG) masih tetap TERBUKTI BERSALAH sehingga kualifikasi PERBUATAN MELAWAN HUKUM tersebut adalah terbukti pada diri PENGGUGAT dengan Perbuatan a quo pihak PT.Kereta API Indonesia ( Turut Tergugat II ) telah dirugikan secara Materil dan Imateril sehingga terhadap segala tindakan penertiban yang dilakukan oleh pihak TURUT TERGUGAT II dalam hal ini PT.Kereta Api Indonesia adalah sudah sesuai dengan ketentuan internal Perusahaan dalam hal mengamankan Aset-asetnya yang telah dikuasai tanpa hak oleh PENGGUGAT dengan tanpa harus melalui jalur Pengadilan Secara Perdata oleh karena hak yang melekat atas
tindakan
penertiban
dengan
meminta
PENGGUGAT
untuk
mengosongkan lahan tersebut adalah sudah dimulai dengan diberikan Surat Peringatan secara tertulis kepada PENGGUGAT antara lain dengan Surat No.UM.209/VIII/05/D.III-2013 tertanggal 5 September 2013 dan Surat Pengosongan Rumah Dinas No. UM.104/IX/01/D.III-2013 tertanggal 24 September 2013 dan beberapa Surat Pemberitahuan dan/atau Peringatan ke-1 sampai denga ke-3, sehingga dengan hal tersebut adalah BUKAN MASALAH SENGKETA KEPEMILIKAN ATAS LAHAN a quo maka tidaklah perlu PARA TERGUGAT dan/atau TURUT TERGUGAT II terlebih dahulu melalui Pengadilan sepanjang dengan Upaya Paksa tersebut masih bisa dilaksanakan terkecuali dengan upaya Paksa Penertiban tersebut tidak berhasil maka terhadap pengajuan perkara secara Perdata ke Pengadilan a quo adalah merupakan HAk PT.Kereta Api Indonesia ( Para Tergugat /Turut Tergugat II ) Bukan urusan atau bukan Hak dari PENGGUGAT dan atas segala Penertiban dengan cara pengosongan dalam rangka kondusifitas lingkungan adalah hak Tergugat I dan Turut Tergugat II untuk meminta bantuan dari Pihak Keamanan baik dari Polisi maupun TNI sehingga tidaklah beralasan hukum jika hal tersebut dikualifikasikan sebagai bentuk tindakan yang
Halaman 54 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
bersifat Militer oleh karenanya alasan dan/atau dalil tersebut patut untuk di Tolak dan/atau setidak-tidaknya dikesampingkan untuk seluruhnya ; 10. Bahwa oleh karena alasan – alasan tersebut di atas terhadap dalil PENGGUGAT yang pada pokoknya perbuatan Para Turut Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud pada dalil positanya angka 41 sampai dengan angka 49 halaman 15 sampai dengan 22 adalah suatu dalil yang tidak benar dan patut untuk di TOLAK dan/atau setidaknya dikesampingkan untuk seluruhnya sehingga dalil Posita pada angka 44 halaman 17 a quo tidak perlu kembali TURUT TERGUGAT II tanggapi oleh karenanya dalil-dalil yang disampaikan semakin NGAWUR dan TIDAK JELAS tujuannya oleh karena terhadap Tanah yang terdaftar dengan bukti SHP No.30 / 1987 adalah sudah benar merupakan Aset TERGUGAT I / TURUT TERGUGAT II sehingga terhadap segala haknya adalah sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan SHP No.30/1987 tersebut adalah BUKAN MERUPAKAN HAK MILIK YANG DISENGKETAKAN OLEH PENGGUGAT sehingga terhadap segala ketentuan yang dimaksud tidak terdapat alasan Hak yang
harus
melindungi
PENGGUGAT
menurut
Hukum
terlebih
PENGGUGAT saat ini menurut HUKUM sudah TERBUKTI BERSALAH MELAKUKAN SUATU TINDAK PIDANA sehingga persoalan internal kedinasan Turut Tergugat II tidak ada relevansinya untuk diperdebatkan dengan Pihak PENGGUGAT yang telah secara FAKTA SUDAH PENSIUN sehingga hak-haknya sudah cukup untuk menikmati hak gaji PENSIUNANNYA
SAJA
tidak
ada
relevansinya
terkait
adanya
perubahan-perubahan menyangkut Badan Hukum TURUT TERGUGAT II ; 11. Bahwa dari alasan-alasan diatas maka gugatan a quo angka 52 halaman 24 sampai dengan halaman 25 dan angka Romawi X tentang Permohonan
Penggugat
tentang
Provisi
dan
Pokok
Perkara
sebagaimana tersebut pada halaman 25 sampai dengan halaman 28 termasuk dalam perubahan gugatannya tanggal 1 Desember 2015 pada angka 4 dalam Provisi dan angka 14 dalam Pokok Perkara semuanya tidak berdasar hukum oleh karenanya tuntutan atas Perbuatan Melawan Hukum dan kerugian lainnya yang tidak jelas memohon untuk tidak dapat dikabulkan karena alasan-alasan PENGGUGAT tidak beralasan hukum dan tidak sesuai dengan kapasitasnya serta tidak memiliki bukti
Halaman 55 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
yang akurat sehingga sudah layak dan sepatutnya jika Gugatan Perbuatan Melawan Hukum a quo untuk di TOLAK seluruhnya ; DALAM REKONVENSI 1. Bahwa pada prinsipnya Tergugat Konvensi I dan Turut Tergugat Konvensi II secara bersama mengajukan pula Gugatan Rekonvensi yang selanjutnya mohon disebut sebagai PARA PENGGUGAT REKONVENSI ; 2. Bahwa pada prinsipnya PARA PENGGUGAT REKONVENSI menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan Tergugat Rekonvensi / Penggugat Konvensi baik dalam gugatannya tertanggal 3 Agustus 2015 atau pada Perbaikannya tertanggal 1 Desember 2015 a quo, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh Para Penggugat Rekonvensi / Para Tergugat Konvensi ; 3. Bahwa dalil-dalil Para Penggugat Rekonvensi / Tergugat Konvensi I dan Turut Tergugat Konvensi II yang terdapat dalam eksepsi dan pokok perkara mohon dipakai sebagai pertimbangan pula dalam Rekonvensi ini ; 4. Bahwa dengan TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI telah mengakui sebagaimana yang telah dituangkan dalam sebagian besar dalil Positanya pada angka 14 halaman 7 yang pada pokoknya telah mengaku menyewakan kepada Pihak ketiga antara lain : kepada Pemilik BEBEK GORENG SLAMET, KEPALA GULAI IKAN dan TOKO KOMPUTER L-Top dengan tanpa seijin PT.KERETA API INDONESIA ( Persero ) adalah beralasan hukum bahwa hal tersebut adalah suatu Perbuatan Melawan Hukum yang menyebabkan kerugian atas hak subjektif PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT II oleh karena selain secara Pidana sudah terbukti melakukan TINDAK PIDANA sebagaimana yang telah dilaporkan a quo juga telah terdapat suatu putusan pengadilannya yang sudah terbukti sampai pada tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Barat (Putusan Pengadilan Negeri Cirebon No. 129 / Pid / B / 2014 / PN. Cbn tertanggal 18 Februari 2015 jo Putusan No. 110 / PID / 2015 / PT. Bdg tanggal 18 Mei 2015) sehingga penggunaan atas aset tanah dan/atau bangunan milik PT.Kereta Api Indonesia (Persero) tanpa ijin dan dengan terbukti sebagai tindak pidana a quo maka selain terbukti secara Pidana tersebut juga sangat beralasan hukum telah dapat dikualifikasikan
Halaman 56 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
melakukan suatu Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata ; 5. Bahwa
oleh
KONVENSI
karena
TERGUGAT
REKONVENSI/PENGGUGAT
telah terbukti secara sah menurut hukum berdasarkan
Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 129 / Pid / B / PN. Cbn tertanggal 18 Februari 2015 dan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat Putusan No. 110 / PID / 2015 / PT. Bdg tanggal 18 Mei 2015 yang telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Cirebon a quo sampai dengan Gugatan a quo dimohonkan sangat beralasan hukum pula oleh karena alasan sejak awal tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 telah tidak membayar kewajiban sewanya dan PENGGUGAT REKONVENSI I dan II tidak dapat menikmati haknya oleh karena perbuatan TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI tersebut yang menguasai secara melawan hukum dengan tanpa seijin PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT Konvensi II selaku pemilik aset yang sah selanjutnya PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT Konvensi II mengalami kerugian baik secara Materil dan Imateril ; 6. Bahwa kerugian PENGGUGAT REKONVENSI I dan II / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT II secara Materil yang nyata dan riil dapat dihitung sebagai berikut : a. Tunggakan Sewa Tahun 2012 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan
: Rp. 207.397.517,-
b. Sewa tahun 2013 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan
: Rp. 218.543.422,-
c. Sewa tahun 2014 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan : Rp. 229.234.321,d. Jumlah Harga Sewa 2012-2014 sebelum PPN e. PPN 10 %
: Rp. 655.175.260,: Rp.
65.517.526,-
f. Jumlah Harga Sewa yang harus dibayar Sebagai Kerugian Materiil sebesar
Rp. 720.692.786,-
Halaman 57 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
7. Bahwa
selain
kerugian
Materil
tersebut
PATA
PENGGUGAT
REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT REKONVENSI
II
telah
pula
dirugikan
secara
imateril
sebesar
Rp.5.000.000.000,- ( lima milyard rupiah ) oleh karena hak kepemilikan Aset PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT Konvensi I dan TURUT
TERGUGAT
KONVENSI
II
telah
dikuasai
TERGUGAT
REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI dengan tanpa suatu alas hak yang dibenarkan menurut hukum dengan tanpa perhitungan sewa menyewa yang dibenarkan menurut ketentuan yang berlaku yang mengakibatkan
belum
dapat
difungsikannya
kembali
oleh
Para
Penggugat Rekonvensi ( PT.Kereta Api Indonesia (Persero)) ; 8. Bahwa perbuatan Tergugat Rekonvensi / Penggugat Konvensi tersebut yang
mengakibatkan kerugian
Material
dan
Imaterial
Penggugat
Rekonvensi / Terggugat Konvensi telah memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata ; 9. Bahwa guna menjamin gugatan Para Penggugat Rekonvensi/ Para Tergugat Konvensi ( Tergugat Konvensi I dan Turut Tergugat Konvensi II) serta
untuk
dapat
dilaksanakannya
terhadap
putusan
Gugatan
Rekonvensi ini nantinya, maka perlu dilakukan sita Jaminan terhadap benda bergerak maupun tidak bergerak milik Tergugat Rekonvensi yang perinciannya untuk benda baik yang bergerak / tidak bergeraknya akan disampaikan terpisah dalam permohonan tersendiri yang dimohonkan kemudian; 10. Bahwa oleh karena alasan Gugatan Rekonvensi a quo telah berdasarkan hukum maka sangatlah beralasan hukum Majelis Hakim Yang Mulia dapat berkenan menjatuhkan perkara ini dengan menyatakan bahwa Putusannya dapat dijalankan terlebih dahulu sekalipun ada upaya hukum baik Banding ataupun Kasasi dari Pihak Tergugat Rekonvensi / Penggugat Konvensi ; 11. Bahwa agar TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI mau
melaksanakan
TERGUGAT
putusan
perkara
ini
nantinya,
REKONVENSI / PENGGUGAT
mohon
agar
KONVENSI dihukum
membayar uang paksa (dwangsom) kepada PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I, II dan TERGUGAT III sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari, apabila
Halaman 58 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
TERGUGAT
REKONVENSI
/
PENGGUGAT
KONVENSI
lalai
melaksanakan putusan terhitung sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap sampai dilaksanakan ; 12. Bahwa
oleh
karena
Gugatan
Rekonvensi
PARA
PENGGUGAT
REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I, dan TURUT TERGUGAT KONVENSI II di dasarkan bukti-bukti otentik yang tidak dapat disangkal lagi kebenarannya oleh TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI, sehingga Putusan ini memenuhi syarat hukum untuk dinyatakan dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada bantahan, Banding atau Kasasi dari TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI ; Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT II dan/atau Para Penggugat Rekonvensi / Tergugat Konvensi I dan Turut Tergugat Konvensi II mohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara, agar berkenaan memutus perkara sebagai berikut : DALAM EKSEPSI : 1. Menerima dan Mengabulkan Eksepsi TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TURUT TERGUGAT II untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan
Pengadilan
Negeri
Cirebon
tidak
berwenang
memeriksa dan/atau mengadili gugatan dari Penggugat tersebut oleh karena yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara oleh karenanya pula Gugatan Penggugat adalah tidak sah dengan demikian haruslah dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke verklaard) . 3. Menolak dan setidak - tidaknya tidak menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 4. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. DALAM POKOK PERKARA ; PRIMER . 1. Menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya atau setidaktidaknya untuk tidak menerima Gugatan a quo; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. DALAM REKONVENSI : Primer :
Halaman 59 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
1. Menerima
dan
Mengabulkan
Gugatan
Rekonvensi
PARA
PENGGUGAT Rekonvensi / TERGUGAT Konvensi I, dan Turut TERGUGAT Konvensi II seluruhnya ; 2. Menyatakan
tindakan
dan/atau
Perbuatan
TERGUGAT
REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI yang telah menyewekan kepada pihak ketiga atas aset Milik PT.Kereta Api Indonesia (Persero) / Para Penggugat Rekonvensi dengan tanpa alas hak yang sah adalah merupakan PERBUATAN MELAWAN HUKUM ; 3. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI untuk membayar kerugian Materiil dan Imateriil kepada PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I. TURUT TERGUGAT II secara nyata dapat dihitung menuntut ganti rugi kepada Tergugat Rekonvensi / Penggugat Konvensi yaitu: A. Kerugian materil : Yaitu : 1. Tunggakan Sewa Tahun 2012 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan
: Rp. 207.397.517,-
2. Sewa tahun 2013 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan
: Rp. 218.543.422,-
3. Sewa tahun 2014 dengan segala biaya Lainnya yang timbul sesuai dengan Perhitungan / TOR Sewa Tanah dan Bangunan
: Rp. 229.234.321,-
4. Jumlah Harga Sewa 2012-2014 sebelum PPN 5. PPN 10 %
: Rp. 655.175.260,: Rp.
65.517.526,-
6. Jumlah Harga Sewa yang harus dibayar Sebagai Kerugian Materiil sebesar :
Rp. 720.692.786,-
( Tujuhratus duapuluh juta enamratus sembilanpuluhdua ribu tujuhratus delapanpuluh enam rupiah ). B. Kerugian imateril:
Halaman 60 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Yaitu : dirugikan secara imateriil sebesar Rp.5.000.000.000,- ( lima milyard rupiah) oleh karena hak kepemilikan Aset PARA PENGGUGAT REKONVENSI / TERGUGAT I Konvensi dan TURUT TERGUGAT KONVENSI II telah dikuasai TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI dengan tanpa suatu alas hak yang dibenarkan menurut hukum dengan tanpa perhitungan
sewa
menyewa
yang
dibenarkan
menurut
ketentuan yang berlaku . 4. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan yang diletakkan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Cirebon atas harta tidak bergerak Milik Tergugat Rekonvensi/Penggugat
Konvensi
yang
akan
diajukan
kemudian
sebagai satu kesatuan dalam Perkara a quo . 5. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp. 1.000.000,(satu
juta
rupiah)
pengembalian
untuk
kerugian
setiap
materil
harinya
kepada
atas
keterlambatan
PARA
PENGGUGAT
REKONVENSI / TERGUGAT KONVENSI I dan TURUT TERGUGAT KOnvensi II, sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap ; 6. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI / PENGGUGAT KONVENSI untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini; 7. Menyatakan Putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorrad) walaupun ada upaya hukum Banding, Kasasi maupun Perlawanan / verzet. SUBSIDAIR : Atau apabila Pengadilan Negeri Cirebon berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) ; Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut pihak Turut Tergugat III telah mengajukan jawabannya secara tertulis, sebagai berikut : I.
DALAM EKSEPSI
1. Kewenangan Mengadili Bahwa pada pokoknya gugatan Penggugat kepada Turut Tergugat III adalah adanya perbuatan melawan hukum oleh Penguasa (Turut Tergugat
Ill)
yang
tidak
menggunakan
kewenangannya
untuk
menghapus Sertipikat Hak Pakai No. 30. Bahwa tindakan Turut
Halaman 61 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Tergugat III untuk menghapuskan atau tidak menghapuskan Sertipikat Hak pakai Nomor 30 adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara, maka berdasarkan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, sengketa yang timbul karena adanya keputusan tersebut adalah merupakan kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya. 2. Gugatan Penggugat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Cirebon adalah Premature. Bahwa berdasarkan ketentuan yang ada pada pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, kewenangan Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan pencatatan penghapusan suatu hak atas tanah adalah berdasarkan antara lain salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang, bahwa hak yang bersangkutan telah dibatalkan atau dicabut, sedangkan terhadap Sertipikat Hak Pakai Nomor 30 belum ada Putusan dimaksud, karena itu gugatan Penggugat terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Cirebon harus dinyatakan Premature. II. DALAM POKOK PERKARA Bahwa kami menolak dalil-dalil gugatan Penggugat seluruhnya, kecuali yang kami akui secara tegas kebenarannya, dan mohon pula Eksepsi kami tersebut diatas dimasukan pula dalam pokok perkara ini; 1. Bahwa Kami menolak dalil-dalil gugatan Penggugat seluruhnya, kecuali yang kami akui secara tegas kebenarannya, dan mohon pula eksepsi kami tersebut diatas dimasukan pula dalam pokok perkara ini. 2. Bahwa berdasarkan data yang ada pada Kantor Pertanahan Kota Cirebon, Sertipikat Hak Pakai Nomor 30/Kelurahan Sukapura terbit tanggal 4-3-1988 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat
I
Jawa
Barat
tanggal
20-1-1988
Nomor
593.321/SK/691/Ditag/1988, Gambar Situasi tanggal 19-1987 Nomor 786/1987, luas 96.255 M2 (Sembilan puluh enam ribu dua ratus lima puluh lima meter persegi), atas nama Departemen Perhubungan Republik Indonesia eq. Perusahaan Jawatan Kereta Api. 3. Bahwa Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 20-1-1988 Nomor 593.321/SK/691/Ditag/1988, diterbitkan atas surat permohonan dari Ir. Tjutjud Trijoga, bertindak untuk dan atas nama Departemen Perhubungan Republik Indonesia Cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api.
Halaman 62 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
4. Bahwa sertifikat sebagaimana termaksud pada butir 2 tersebut diatas diterbitkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menurut ketentuan yang ada pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1950 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah merupakan tanda bukti hak atas tanah, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. 5. Bahwa sampai dengan saat ini Sertipikat Hak Pakai Nomor 30/Kelurahan Sukapura sebagaimana tersebut pada butir 2 (dua) di atas, belum ada perubahan data apapun termasuk pembatalannya, oleh karena itu sertipikat tersebut sah adanya dan terdaftar atas nama Departemen Perhubungan Republik Indonesia cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api. 6. Bahwa berdasarkan ketentuan yang ada dalam pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 dinyatakan bahwa pembatalan hak atas tanah diterbitkan karena terdapat cacad hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 7. Bahwa atas Sertipikat Hak Pakai Nomor 30/Kelurahan Sukapura atas nama Departemen Perhubungan Republik Indonesia cq. Perusahaan Jawatan Kereta Api, sampai dengan saat ini tidak ada keputusan yang menyatakan adanya cacad hukum administrasi dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertipikat hak atas tanahnya maupun putusan pengadilan yang menyatakan sertipikat tidak berlaku sebagai alat bukti yang sah atau semacamnya yang berkekuatan hukum tetap. 8. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka tidak lah dapat dikatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan Kota Cirebon telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak melakukan penghapusan atas Sertipikat Hak Pakai Nomor 30/Kelurahan Sukapura. Bahwa berdasarkan Eksepsi dan Jawaban kami sebagaimana tersebut di atas, maka kami mohon kehadapan Majelis Hakim yang terhormat untuk memberikan putusan dengan Amar sebagai berikut : DALAM EKSEPSI 1. Menerima Eksepsi kami tersebut diatas; 2. Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Cirebon tidak berwenang mengadili perkara a quo;
Halaman 63 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
3. Menyatakan gugatan Penggugat terhadap Kepala Kantor Pertanahan Kota Cirebon adalah premature dan menyatakan menolak gugatan Penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak Gugatan penggugat untuk seluruhnya; 2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara. Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Pengadilan Negeri Cirebon, telah menjatuhkan putusan, tanggal 26 Mei 2016 Nomor 58 / Pdt. G / 2015 / PN ., yang amarnya berbunyi sebagai berikut: DALAM KONVENSI: DALAM EKSEPSI:
-
Menolak eksepsi eksepsi dari Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat II dan Turut Tergugat III untuk seluruhnya.
DALAM PROVISI:
-
Menolak tuntutan provisi dari Penggugat untuk seluruhnya.
DALAM POKOK PERKARA:
-
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
-
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang ditetapkan sebesar Rp.2.594.000.- ( dua juta lima ratus sembilan puluh empat ribu rupiah )
DALAM REKONVENSI:
-
Menolak gugatan rekonvensi dari para Penggugat rekonvensi untuk seluruhnya.
-
Menghukum
para Penggugat rekonvensi untuk membayar biaya
perkara, yang ditetapkan sebesar NIHIL. Menimbang, bahwa berdasarkan dengan Risalah Pemberitahuan Putusan
Pengadilan
Negeri
Nomor:
58/PDT.G/2015/PN.Cbn,
yang
ditandatangani oleh Jurusita Pengadilan Negeri Cirebon, pada tanggal 07 Juni 2016, telah diberitahukan tentang isi putusan Pengadilan Negeri Cirebon
tanggal 26 Mei 2016 Nomor: 58/PDT.G/2015/PN.Cbn, kepada
Pembanding semula Penggugat dan Turut Terbanding I semula Turut Tergugat I dengan seksama;
Halaman 64 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Menimbang, bahwa sesuai dengan Surat Pernyataan Permohonan Banding Nomor : 67/PDT.G/2015/PN.Cbn, yang ditandatangani oleh Panitera Pengadilan Negeri Cirebon, pada tanggal 21 Juni 2016, Pembanding semula Penggugat, telah mengajukan permintaan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Cirebon, tanggal 26 Mei 2016 Nomor 58 / Pdt. G / 2015 / PN .Cbn. dengan seksama; Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Pernyataan Permohonan Banding Nomor: 58 / PDT.G / 2015 /PN. Cbn, yang ditandatangani oleh Jurusita pengganti Pengadilan Negeri Cirebon, dimana pengajuan permohonan banding oleh Pembanding semula Penggugat tersebut diatas telah diberitahukan secara sah dan patut kepada Terbanding I , II, semula Tergugat I, II dan Turut Terbanding I, III semula Turut Tergugat III pada tanggal 29 Juni 2016 dan kepada Turut Terbanding II semula Turut Tergugat II pada tanggal 25 Juli 2016; dengan seksma; Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Tidak Mengajukan Memori Banding No. 67/PDT.G/2015/PN.Cbn, yang ditandatangani oleh
Panitera
Pengadilan Negeri Cirebon, pada tangga 18 Nopember 2016 menerangkan pihak Pembanding tidak mengajukan memori banding ; Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Pemberitahuan Mempelajari Berkas Perkara Banding Nomor : 58 / PDT.G / 2015 /PN. Cbn, yang ditandatangani oleh Jurusita Pengganti pada Pengadilan Negeri Cirebon, telah memberitahukan kepada para pihak pada tanggal 07 Nopember 2016, adanya kesempatan untuk mempelajari / memeriksa berkas perkara (inzage),
dalam
tenggang
waktu
14
(empat
belas)
hari
setelah
pemberitahuan ini diberitahukan kepada para pihak yang berperkara, sebelum perkara tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi di Bandung ; TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA : Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding dahulu Penggugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tatacara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima; Menimbang, bahwa setelah Majeles Hakim tingkat banding dengan seksama
mempelajari berkas perkara yang terdiri dari Berita Acara
Halaman 65 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Pemeriksaan dalam Persidangan,
surat-surat lain yang berhubungan
dengan perkara, salinan resmi Putusan Pengadilan Negeri Cirebon, tanggal 26 Mei 2016 Nomor 58 / Pdt. G / 2015 / PN .Cbn, maka Majelis Hakim tingkat banding dapat menyetujui dan membenarkan putusan Hakim tingkat pertama,
karena
dalam
pertimbangan-pertimbangan
hukumnya
telah
memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan dan alasan-alasan yang menjadi dasar dalam putusan tersebut, sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama tersebut diambil alih dan dijadikan dasar pertimbangan sendiri dalam memutus perkara ini; Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas maka putusan Pengadilan Negeri Cirebon, tanggal 26 Mei 2016 Nomor 58 / Pdt. G / 2015 / PN .Cbn, dapat dikuatkan; Menimbang, bahwa oleh karena sebagai pihak yang kalah maka
Pembanding semula Penggugat
harus dihukum untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat pengadilan ; Memperhatikan UU. No. 20 Tahun 1947 jo. UU. No. 49 Tahun 2009 H.I.R. serta peraturan lain yang bersangkutan ; MENGADILI : -
Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat tersebut;
-
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Cirebon, tanggal 26 Mei 2016 Nomor 58 / Pdt. G / 2015 / PN .Cbn, yang dimohonkan banding tersebut;
-
Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding diperhitungkan sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis
Hakim
pada
hari
Jumat,
tanggal
27
Januari
2017
oleh
kami
SYAFARUDDIN, SH. Hakim Tinggi sebagai Ketua Majelis dengan DR. (HC) SATRIA US. GUMAY, SH. dan DJERNIH SITANGGANG, Bc.Ip. SH. MH. sebagai Hakim-Hakim Anggota berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat tanggal 14 Desember 2016 Nomor : 594 / PEN / PDT / 2016/PT.BDG. untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dalam tingkat
Halaman 66 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.
Banding, putusan tersebut diucapkan oleh Hakim Ketua Majelis tersebut pada hari Selasa, tanggal 31 Januari 2017 dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dengan didampingi Hakim Anggota, dibantu KAIRUL FASJA, SH. sebagai Panitera Pengganti pada pengadilan tinggi tersebut, tanpa dihadiri oleh kedua belah pihak berperkara; Hakim Anggota
Hakim Ketua Majelis
Ttd
Ttd
DR. (HC) SATRIA US. GUMAY, SH.
SYAFARUDDIN, SH.
Ttd DJERNIH SITANGGANG, Bc.Ip. SH. MH.
Panitera Pengganti Ttd KAIRUL FASJA, SH
Perincian biaya perkara : 1. Redaksi Putusan --------------------- Rp.
5.000,-
2. Meterai Putusan ---------------------- Rp.
6.000,-
3. Pemberkasan ------------------------- Rp. 139.000,- + J u m l a h ---------------------------------- Rp. 150.000,-
Halaman 67 dari 67 halaman, Pts.No.594/PDT/2016/PT.BDG.