Lokakarya Nasional Kambing Potong
PROSPEK USAHA PETERNAKAN KAMBING MENUJU 2020 YUSMICHAD YUSDJA Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK Kambing merupakan ternak dunia karena hidup menyebar ke seluruh dunia , namun Indonesia mempunyai peluang besar dalam mengembangkan ternak kambing untuk pasar dunia tahun 2020 karena Indonesia mempunyai sumberdaya alam yang mendukung. Tulisan ini merupakan naskah gagasan pemikiran tentang prospek usahaternak kambing. Pendekatan analisis dilakukan melalui dari kinerja pasar dan suplai dalam negeri serta luar negeri. Pada kenyataaannya, Indonesia bukan pasar yang menarik bagi baik dalam hal impor mau pun ekspor daging kambing. Kesimpulan utama adalah bahwa prospek usaha ternak jauh lebih menguntungkan jika diarahkan ke pasar dunia. Untuk memenuhi pasar dunia perlu didirikan perusahaan-perusahaan komersil baik skala menengah dan besar. Sedangkan untuk pasar dalam negeri, pemerintah harus tetap mempertahankan situasi usaha ternak kambing yang sudah ada namun perhatian khusus harus diberikan pada usaha-usaha ternak rakyat skala menengah. Kata kunci: Kambing, usaha peternakan, prospek
PENDAHULUAN Globalisasi pasar dunia akan terus berlangsung pada masa-masa yang akan datang dan akan membawa angin perubahan dan perubahanperubahan itu tampaknya akan melindas sistem landasan perdagangan internasional yang mengutamakan perolehan dollar menjadi globalisasi pasar yang lebih menggandalkan pergerakan oleh karena kebutuhan manusia terhadap bahan-bahan makanan. Atas dasar itu, Indonesia harus bersiap-siap meletakan diri dalam posisi yang tepat sehingga Indoesia mempunyai peran yang menentukan dalam globalisasi tahun 2020. Bergabungnya 97 negara berkembang melawan beberapa negara maju memperlihatkan bagaimana kekuatan dunia sudah mulai bergoyang ke arah lain yang belum jelas. Hal yang terakhir ini membuktikan bahwa globalisasi dunia akan terus berkembang. Salah satu komoditas pertanian yang dimiliki hampir seluruh dunia adalah kambing, namun Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengandalkan produksi ternak kambing potong menghadapi globalisasi hasil pertanian tahun 2020. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki tipe iklim yang sesuai bagi pengembangan ternak kambing, tanah yang luas dan prduksi hijauan yang jauh dari cukup untuk memelihara 100 juta juta ternak kambing atau 10 kali dari jumlah populasi kambing yang ada sekarang. Pada sisi lain pemasaran ternak kambing di dalam negeri mencapai titik jenuh. Jumlah suplai daging kambing lebih besar dari jumlah permintaan. Tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran yang bertujuan untuk melihat prospek pengusahaan
kambing sebagai menguntungkan.
usaha
ekonomi
yang
POPULASI DAN PRODUKSI KAMBING Populasi Kambing Jumlah kambing di Indonesia diperkirakan sebesar 12.5 juta pada tahun 2001. Jumlah ini mungkin tidak sulit dievaluasi. Namun demikian, setelah kerisis ekonomi tahun 1997 ada perubahan dalam pengumpulan data yang lebih dekat pada kebenaran. Sebagaimana pada Tabel 1, sejak tahun 1997 terjadi penurunan populasi kambing yang diperkirakan sebesar 3.8 persen per tahun. Angka populasi kambing sejak tahun 1998 mendapat koreksi dari beberapa daerah yang melakukan perhitungan kembali seperti NTB dan juga disebabkan oleh krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997. Krisis telah menyebabkan semua jenis ternak mengalami penurunan setelah tahun 1997. Diperkirakan sebesar 54% dari jumlah kambing di Indonesia berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat (Tabel 2). Informasi ini memperlihatkan bahwa kambing sebagai sumber pendapatan rakyat lebih banyak dimanfaatkan di Jawa dibandingkan Sumatera dan wilayah lainnya. Sebagai contoh, hanya sekitar 10% berada di Sumatera. Hal ini tidak mengherankan karena pemeliharaan ternak kambing mengikuti pertanian. Semakin luas wilayah pertanian semakin tinggi jumlah kambing. Pola ini menyamai pola jumlah populasi sapi potong di Jawa yang mengikuti luas lahan sawah. Informasi ini juga memperlihatkan bahwa pemeliharaan kambing mengikuti pola usaha tradisional.
21
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Tabel 1. Perkembangan Populasi Berbagai Jenis Ternak Tahun Sapi Perah Sapi Potong Ayam Buras Ayam Petelur Ayam Pedaging
Kerbau
Babi
Kambing Domba
1990
294
10,410
201,366
43,185
326,612
3,335
7,136
11,298
6,006
1991
306
10,667
208,966
46,885
407,908
3,311
7,612
11,484
6,108
1992
312
11,211
222,530
54,146
459,097
3,342
8,135
12,062
6,235
1993
329
10,829
222,893
54,736
528,159
3,057
8,704
11,502
6,240
1994
334
11,367
243,261
63,334
622,965
3,104
8,858
12,770
6,741
1995
341
11,534
250,080
68,897
689,467
3,136
7,720
13,167
7,168
1996
348
11,816
260,713
78,706
755,956
3,171
7,597
13,840
7,724
1997
334
11,939
260,835
70,623
641,374
3,065
8,233
14,163
7,698
1998
322
11,634
253,133
38,861
354,004
2,829
7,798
13,560
7,144
1999
332
11,276
252,653
45,531
324,347
2,504
7,042
12,701
7,226
2000
354
11,008
259,257
69,366
530,874
2,405
5,357
12,566
7,427
Trend
1.270
0.757
2.464
1.999
1.296
-2.806
-1.709
1.588
2.404
Sumber: STATISTIK PETERNAKAN 2001 Tabel 2. Proporsi terbesar populasi kambing dan domba Propinsi
Kambing
Domba
Populasi (ekor)
%
Populasi (ekor)
%
Sumut
698851
5.56
184583
2.49
Lampung
625514
4.98
-
-
Jabar
1705605
13.57
3475019
46.79
Jateng
2968072
23.62
1982988
26.70
Jatim
2284244
18.18
1342186
18.07
Aceh
-
-
119963
1.62
12565569
65.91
7426992
95.66
Indonesia
Sekalipun populasi kambing terbesar terdapat di Jawa namun pergerakan kambing hidup untuk di potong ke wilayah konsumsi relatif sangat rendah. Informasi ini memperlihatkan bahwa kebutuhan daging kambing di wilayah konsumsi cukup disediakan dari wilayah yang bersangkutan atau dari wilayah sekitarnya. Misalnya kebutuhan konsumsi daging kambing di wilayah Jakarta cukup dipenuhi oleh produksi kambing dari wilayah Bogor dan sekitarnya. Demikian juga dengan Sumatera yang memiliki populasi kambing yang relatif rendah, tidak perlu mendatangkan kambing dari Jawa, karena kebutuhan cukup di datangkan dari Sumatera sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan tidak ada keterpaduan pasar kambing antara satu wilayah Jawa dan Sumatera dan antara wilayah-wilayah dalam pulau Jawa. Atas dasar itu 22
jika seseorang membangun usaha ternak kambing potong, ia akan berhadapan dengan bentuk pasar daging yang sulit diprediksi. Sekalipun pasar hampir berbentuk persaingan sempurna yakni banyak perusahaan dan banyak pembeli namun dalam kasus komoditas kambing ternyata pasar tidak menjadi media persaingan Namun demikian berdasarkan data skunder ada beberapa hal yang bertentangan, jika dilihat lebih spesifik pada kasus Jawa Timur yang memiliki jumlah kambing nomor dua terbesar di Indobnesia. Distribusi jumlah kambing per kabupaten di Jawa Timur untuk tahun 2003 Tabel 3). Pertama yang ingin disampaikan bahwa tidak ada korelasi antara jumlah populasi sapi potong dengan jumlah kambing menurut wilayah. Artinya jumlah sapi potong di suatu wilayah tidak menentukan jumlah kambing. Jika
Lokakarya Nasional Kambing Potong
suatu wilayah mempunyai banyak sapi potong tidak berarti di wilayah itu terdapat banyak jumlah
kambing (secara statitstik, korelasi antara kedua hubungan itu tidak nyata).
Tabel 3. Populasi kambing menurut kecamatan dan porsi penduduk per pemotongan kambing. Populasi
Pemotongan
Penduduk
Pddk/Pemotongan
Sapi Potong
Pacitan
68
17
543
32
1
Ponorogo
107
23
898
39
1
Trenggalek
192
37
671
18
1
Tulungagung
64
25
972
39
3
Blitar
88
18
1101
61
3
Kediri
129
42
1400
33
3
Malang
125
50
2399
48
15
Lumajang
99
30
948
32
6
Jember
58
23
2120
92
8
Banyuwangi
31
12
1475
123
11
Bondowoso
44
17
673
40
7
Situbondo
46
8
600
75
5
Probolinggo
64
5
961
192
5
Pasuruan
56
42
1225
29
6
Sidoarjo
19
11
1293
118
15
Mojokerto
52
21
887
42
3
Jombang
178
18
1135
63
7
Nganjuk
112
35
1016
29
4
Madiun
34
13
654
50
2
Magetan
20
28
683
24
2
Ngawi
51
24
862
36
2
Bojonegoro
112
35
1191
34
5
Tuban
79
22
1027
47
5
Lamongan
37
11
1210
110
3
Gresik
65
19
963
51
6
Bangkalan
97
9
773
86
9
Sampang
62
5
721
144
5
Pamekasan
37
14
683
49
6
Sumenep
140
5
978
196
10
Kota Kediri
4
8
238
30
3
Kota Blitar
2
7
123
18
3
Kota Malang
5
1
743
743
Kota Batu
3
36
-
1 18
Kota P. Linggo
4
3
181
60
2
Kota Pasuruan
2
2
159
80
4
Kota Mojekerto
1
9
108
12
3
Kota Madiun
1
11
189
17
4
Kota Surabaya
1
223
2463
11
119
23
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Jika dilihat bahwa jumlah kambing di Jawa Timur sebanyak 2,3 juta dan jumlah sapi 3,1 juta maka jelas dapat dikatakan bahwa bahwa peternak sapi berbeda dengan peternak kambing. Ini juga memperlihatkan bahwa sebagian besar kambing tidak dipelihara oleh peternak padi sawah. Dengan kata lain kambing lebih banyak dihasilkan di wilayah lahan non sawah yang kemungkinan wilayah lahan kering dan kambing dipelihara sebagai cabang usaha rumah tangga petani. Beberapa hal penting sehubungan dengan tujuan penulisan makalah ini yang dapat dilihat dari Tabel 3 tersebuit adalah sebagai berikut: Semua kabupaten memiliki ternak kambing dengan kisaran antara 40 sampai 140 ribu ekor (kecuali kotamadya). Sehingga produksi kambing relatif tidak bergerak dari suatu wilayah lain kecuali ke kotamadya seperti Surabaya. Kesimpulan dari diskusi bahwa dengan tipe pasar kambing seperti ini tidak akan mempunyai daya tarik terhadap investor untuk membangun usaha ternak kambing. Lokasi pemasaran yang luas namun sangat yang bersaing dengan usaha rakyat. Juga jelas terlihat bahwa pola distribusi suplai yang merata di seluruh wilayah mendorong setiap wilayah swasembada daging kambing. Seorang investor yang ingin berusaha ternak kambing potong di Jawa Timur -sebagai kasus- dengan tujuan untuk memenuhi pasar konsumsi terutama Surabaya akan mendapat persaingan yang kuat dari usaha rakyat yang datang dari semua penjuru. Apalagi usaha ternak kambing dan domba dapat dikatakan membutuhkan biaya pakan dalam bentuk uang tunai yang relatif mendekati nol. Karena itu harga kambing pada tingkat peternak sulit disaingi oleh perusahaan komersil. Ini merupakan salah satu pertimbangan bagi investor untuk mengadakan usaha penggemukan sapi potong lokal. Usaha ternak kambing yang dibangun oleh perusahaan akan mempunyai kelayakan finansial jika menggunakan bakalan impor untuk tujuan memenuhi konsumsi daging masyarakat internasional karena konsumen ini tidak dapat dijangkau oleh peternakan rakyat. Prospek yang baik adalah bagi pengembangan usaha tradisonal itu sendiri dengan menggeser usaha skala menengah dengan pola pemeliharaan pakan yang mendekati nol. PERKEMBANGAN PERMINTAAN DAGING KAMBING Perkembangan konsumsi hasil ternak tahun 1996 dan 1999 berdasarkan data Susenas (Tabel 4). Kebetulan data ini dikumpulkan pada masa 24
sebelum dan sesuah krisis ekonomi, sehingga ada kecenderungan kansumsi semua komoditas menurun untuk daerah perkotaan. Namun demikian konsumsi daging sapi dan kambing tidak mengalami perubahan. Hal ini disebabkan konsumsi daging sapi yang mahal sedangkan konsumsi daging yang memang relatif sangat kecil, sehingga perubahannya tidak banyak berarti. Konsumsi daging kambing secara relatif masih relatif rendah dibandingkan konsumsi babi yang 6 kali lebih besar sedangkan konsumsi daging sapi 24 kali lebih besar. Hal kedua adalah pada krisis ekonomi kambing potong tidak memasuki pasar kota tetapi lebih banyak beredar di daerah pedesaan selain diperoleh dari pesta keramaian tetapi juga dari pemotongan ternak milik sendiri. Namun demikian yang menjadi fokus perhatian adalah mengapa angka konsumsi daging kambing sangat rendah. Daging kambing bukanlah bahan makanan pokok yang setingkat dengan daging sapi dan daging ayam karena daging kambing lebih banyak dikonsumsi sebagai makanan penghibur terutama bagi kaum muda dan dewasa. Orang yang berusia lebih 50 tahun pada umumnya, para penderita penyakit jantung dan darah tinggi dan sebagainya tidak menggemari makan daging kambing. Demikian juga dengan anak-anak di bawah umur 10 tahun jarang mengkonsumsi daging kambing, sangat rendah berbeda dengan konsumsi daging sapi dan daging ayam. Daging kambing sering dianggap dapat meningkatkan suhu tubuh dan membuat jantung berdebar-debar. Sehingga dua hal yang berkaitan dengan konsumsi daging kambing adalah penyakit dan kegemaran. Berbeda dengan mengapa orang mengkonsumsi daging sapi, telur dan susu yang dilandasi oleh kebutuhan protein yang erat hubungannya dengan tingkat kecerdasan dan pertumbuhan. Kenyataan ini menjadi bahan pertimbangan utama bagi produsen ternak kambing dalam hal mensiasati pasar. Misalnya karena daging kambing merupakan makanan kegemaran, maka peningkatan konsumsi daging kambing dapat dilakukan dengan peningkatan ragam makanan, menciptakan lebih banyak pesta-pesta dengan menjadikan kambing sebagai bahan makanan utama. Siasat yang lain menjangkau lebih banyak penduduk untuk makan kambing. Misalnya memproduksi daging kambing untuk pasar dunia dimana daya jangkaunya adalah paling tidak 3 milyar penduduk berusia muda dan dewasa untuk mengkonsumsi daging kambing. Peluang pasar menjadi sangat besar dibandingkan jika terpaku dengan pasar domestik. Untuk Indonesia membangun perusahan peternakan kambing akan mendapat kesulitan dengan pola
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Tabel 4. Perkembangan Konsumsi Per MG/Kapita Keterangan
Susenas '96 Pedesaan
Susenas '99 Perkotaan
Pedesaan
Perkotaan
Daging segar Daging sapi
0.005
0.024
0.005
0.014
Daging kerbau
0.001
0.003
0.001
0.001
Daging kambing
0.001
0.002
0.001
0.001
Daging babi
0.006
0.004
0.003
0.003
Daging ayam ras
0.025
0.082
0.011
0.039
Daging ayam kampung
0.025
0.020
0.011
0.010
Daging unggas lainnya
0.001
0.001
0.001
0.000
Daging lainnya
0.001
0.001
0.001
0.000
Telur ayam ras
0.060
0.112
0.038
0.079
Telur ayam kampung (btr)
0.205
0.152
0.152
0.077
0.001
0.008
Telur dan Susu
Susu murni (ltr)
pemasaran yang sangat ditentukan secara spsifik lokasi kecuali untuk pusat-pusat konsumsi. Namun demikian pasar-pasar di pusat konsumsi berada di bawah pengaruh produsen kambing yang menyebar relatif tinggi, sehingga perkembangan harga sulit diprediksi Pada kenyataannya Indonesia, sekalipun jumlah kambing cukup untuk memenuhi konsumsi daging dalam negeri masih melakukan impor. Karena daging kambing domestik diisukan sebagai bermutu rendah dan tidak sesuai dengan konsumsi masyarakat internasional yang menetap di Indonesia dan penghuni hotel-hotel internasional. Secara logis alasan ini dapat diterima karena daging kambing yang dipasar di Indonesia tidak jelas sumber pemeliharaan dan bagaimana pola pakan yang diberikan dan kontinuitas suplai yang dapat dikatakan tidak ada, sehingga setiap membeli kambing selalu berasal dari sumber yang berbeda. Kekurangan ini sebenarnya dapat di atas dengan membangun peternakan skala menengah yang kusus menggunakan bibit domestik dengan pola makanan yang berbeda dibandingkan cara-cara tradisional. Sekitar 500 ribu ton daging kambing diimpor atau setara dengan 10 000 ribu ekor/tahun (Tabel 5). Masalahnya memang kalsik, usaha ternak kambing selalu dianggap kurang menguntungkan dan resiko tinggi sehingga investor enggan menanam modal. Untuk menghilangkan isue ini maka sebaiknya pemerintah bersama-sama organisasi peternakan memberikan informasi seluas-luasnya kepada investor tentang citra positip
pengusahaan ternak kambing. Tabel 5 juga memperlihatkan hanya permintaan daging kambing impor yang mengalami penurunan setelah krisis ekonomi tahun 1997. Tabel 5. Perkembangan impor daging 1997-2000 (000 ton) Jenis Daging Sapi
1997 23,315
1998
1999
2000 Trend
8,814 10,553 26,962
17
Kambing
675
412
435
592
(6)
Babi
101
58
108
321
170
Unggas Hati sapi
811
572
8,942
6,229
4,070 14,017 1,208 7,746 30,103
149
Gambar 1 dan Gambar 2 serta Tabel 6 memperlihatkan perkembangan suplai dan konsumsi daging sapi dan kambing tahun 19972000. Dari kedua gambar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: Posisi suplai daging sampi satu tahun ke depan akan berada semakin jauh di bawah kurva konsumsi. Konsumsi daging sapi akan terus melonjak pada tahun-tahun mendatang yang tidak akan dapat dikejar oleh suplai dalam negeri jika tidak dilakukan antisipasi. Kekurangan ini tidak akan dapat digantikan oleh daging kambing tetapi digantikan oleh daging kerbau dan unggas. Karena itu, gap permintaan yang besar dibandingkan dengan produksi daging sapi tidak memberikan peluang bagi masuknya daging kambing. Situasi pasar daging kambing berbeda dengan daging sapi. 25
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Perkembangan suplai daging kambing terus melonjak lebih cepat dibandingkan dengan permintaan kambing potong. Artinya, suplai daging kambing telah berlebihan dan Indonesia sudah mencapai swasembada daging kambing. Keadaan ini ini akan mempengaruhi harga daging kambing.
Sebenarnya kelebihan ini dapat dipasok untuk kebutuhan atau substitusi impor. Tetapi kita membutuhkan bantuan investor atau pemasok daging kambing impor untuk mengelola kelebihan suplai dalam negeri. Kesimpulan dari kedua butir di atas adalah jelas tidak menarik prospek usaha ternak kambing potong jika mengharapkan pasar produksi daging dalam negeri. Peluang terbesar adalah pasar ekspor. Bagaimana peluang pasar ekspor tersebut? 000 ton
000 ton 300
59
270
58
240
57
210
56
180
55
150
54
120 90
penawaran
53
permintaan
60
52
30
51
0
Penawaran
Permintaan
50 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 5. Proyeksi penawaran dan permintaan daging sapi
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 6. Proyeksi penawaran dan permintaan daging
kambing
Tabel 6. Perkembangan SD (Suplai) dan Demand Daging (DD) dan Gap Daging Sapi (GDS), 2000-2005. Jenis Daging Daging sapi
Daging kambing /domba Daging babi
Daging ayam broiler
Total
26
Uraian
G
2000
2001
2002
2003
2004
2005
SDS
203,164
202,980
202,780
202,563
202,329
202,079
-0,1070
(%/th)
DDS
225,156
233,540
242,900
253,325
264,918
277,794
42,920
GDS
-21,992
-30,559
-40,119
-50,762
-62,588
-75,716
xxx
SDK
54,204
54,782
55,406
56,076
56,795
57,564
12,102
DDK
54,250
54,521
54,814
55,129
55,466
55,825
0,5740
GDK
-0,046
0,261
0,592
0,947
1,329
1,739
xxx
SDB
109,489
125,042
142,998
163,754
187,775
215,611
145,146
DDB
99,415
103,101
107,079
111,373
116,006
121,006
40,092
GDB
10,074
21,941
35,919
52,381
71,770
94,604
xxx
SDA
196,846
196,020
195,192
194,363
193,532
192,700
-0,4248
DDA
200,839
202,431
204,106
205,967
207,716
209,655
0,8629
GDA
-3,993
-6,411
-8,914
-11,504
-14,184
-16,955
xxx
SD
563,703
578,824
596,376
616,756
640,666
667,954
34,536
DD
579,660
593,593
608,899
625,694
644,106
664,280
27,630
GD
-15,957
-14,768
-12,522
-8,938
-3,673
3,672
xxx
Lokakarya Nasional Kambing Potong
SARAN KEBIJAKAN Prospek usaha peternakan kambing potong di Indonesia dapat dikatakan sangat memungkinkan dari segi teknis dan sosial ekonomi. Namun demikian, ada dua tipe jenis usaha yang sebaiknya menjadi pertimbangan: tipe Perusahaan yang dapat berukuran komersial untuk tujuan ekspor terutama negara-negara Afrika. Perusahaan semacam ini tidak mungkin memasarkan daging kambing di dalam negeri. Perusahaan berukuran skala menengah untuk tujuan subtitusi impor. Perusahaan
skala menengah ini diambil para peternakan yang ada secara selektif untuk didorong pengembangannya. Usaha peternakan rakyat secara selektif menurut struktur pemilikan dan penguasaan ternak harus dibantu pengembangannya untuk mempertahankan usaha rakyat dan melestarikan populasi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah agribisnis pada tingkat industri maupun pada tingkat wilayah untuk meningkatkan peran pemerintah.
27