PROSIDING SEMINAR NASIONAL
BIOLOGI, ILMU LINGKUNGAN & PEMBELAJARANNYA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 04 Juli 2009
ISBN: 978-602-95166-0-9 Tim Editor: 1. Siti Mariyam, M.Kes. 2. Sukiya, M.Si. 3. Sukirman,M.S. 4. Dr. Heru Nurcahyo, M.Kes. 5. Suyitno Al, M.S. 6. Wita Setianingsih, S.Pd. 7. Agus Wibowo, S.Si.
Tema: “Biologi, Ilmu Lingkungan, Dan Pembelajarannya " Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2009
KATA PENGANTAR Perkembangan IPTEK serta globalisasi informasi menuntut keterbukaan dan cara pandang baru untuk mengikuti arus perkembangan kekinian dan berkontribusi secara signifikan dalam pergaulan ilmiah lokal, regional maupun global. Desiminasi hasil-hasil penelitian dan kajian kritis para ilmuan menjadi sangat vital karena melalui aktivitas inilah informasi keilmuan didiskusikan. Akselerasi terjadi di berbagai bidang ilmu dasar maupun bidang terapannya, termasuk di bidang Biologi. Di samping itu, trend pengembangan ilmu ke depan juga semakin tegas dengan pendekatan multidisiplin atau interdisiplin. Karena itu komunikasi ilmiah melalui forum seminar ilmiah menjadi satu wahana atau mekanisme scientific sharing. Seminar nasional ini diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY dalam rangka mengantarkan purnatugas Prof. Dr. Wuryadi, MS., sekaligus sebagai penghargaan bagi peran beliau yang besar dalam pengembangan pendidikan biologi dan ilmu lingkungan. Tema “Biologi, Ilmu Lingkungan, dan Pembelajarannya” memberi ruang yang sangat terbuka bagi para peneliti di berbagai cabang ilmu biologi dan pendidikan biologi. Terdapat lebih dari 100 judul artikel ilmiah karya penelitian dan kajian, baik bidang ilmu murni, terapan maupun pendidikan biologi. Para pemakalah hadir dari berbagai Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga penelitian, pemerhati pendidikan dan sekolah-sekolah dari berbagai daerah di Indonesia. Untuk kemudahannya, dalam penerbitan prosiding seminar nasional ini, artikel-artikel yang masuk dikelompokkan berdasar kesesuaian dengan temanya, yakni: kelompok artikel biologi dan pendidikan. Prosiding diterbitkan dalam bentuk CD, dan satu print out naskah sebagai kelengkapan praktis bagi para pemakalah. Untuk kelengkapan prosiding, setiap peserta diberi printout tiga makalah utama keynote speaker meliputi: (1) Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pemberdayaan Masyarakat Baik Formal dan Non Formal (Dr. Tjut Sugandawaty Djohan, M.Sc.) ; (2) Basis “Nature/Object Study” dalam Belajar MIPA dan Persoalannya (Prof.Dr.Djohar, M.S.); (3) Lingkungan Hidup, Etika Dan Pembelajarannya (Prof. Dr. Wuryadi, M.S.) Semoga prosiding Seminar Nasional ini memberi manfaat sebesar-besarnya bagi upaya desiminasi informasi ilmiah bagi para peneliti, pemerhati dan para praktisi bidang Biologi dan Pendidikan Biologi di Perguruan Tinggi maupun Sekolah-sekolah. Demikian sepatah kata dari Tim Redaksi. Kami mohon maaf atas kekurangan yang ada. Terima kasih. Yogyakarta, 4 Juli 2009 Tim Redaksi
ii
SAMBUTAN PANITIA Assalamu „alaikuam wr. wb. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadhirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat hadir di tempat ini dengan baik, tanpa aral yang bermakna; kita masih diberi kekuatan dan kesempatan untuk mengikuti seminar di Jurusan Pendidikan Biologi ini. Seminar nasional dengan tema Biologi, Ilmu Lingkungan, dan Pembelajarannya ini diselenggarakan untuk menumbuhkembangkan iklim akademik di FMIPA UNY, khususnya di Jurusan Pendidikan Biologi. Melalui seminar ini, diharapkan terjadi pertukaran informasi, sharing ide, pendapat, dan opini akademis terkait dengan perkembangan IPTEK, salingtemas, serta kependidikan biologi dan lingkungan. Seminar nasional ini juga dimaksudkan sebagai souvenir untuk Prof. Dr. Wuryadi, Guru Besar Pendidikan Lingkungan Hidup, Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY, yang akan memasuki purna tugas pada medio 2009 ini. Untuk maksud tersebut, panitia telah mengundang para peneliti, pendidik, dan pemerhati biologi, lingkungan, dan pembelajarannya. Undangan panitia ini ternyata telah ditanggapi oleh tidak kurang dari 100 pemakalah, dari kalangan perguruan tinggi, sekolah, maupun instansi terkait dari berbagai wilayah di tanah air. Sambutan yang hangat juga diberikan oleh para peserta non pemakalah, yang juga berasal dari berbagai intansi terkait. Sebagai keynote speaker, panitia menghadirkan: (1) Dr. Tjut Sugandawati, M.Sc, seorang pakar ilmu lingkungan; (2) Prof. Dr. Djohar, M.S. seorang pakar pendidikan, yang juga rektor Universitas Sarjanawiyata Yogyakarta; dan (3) Prof. Dr. Wuryadi, pakar pendidikan lingkungan hidup. Dengan para peserta dan pemakalah tersebut, kami berharap seminar nasional ini benar-benar semarak dan memberikan kontribusi bagi perkembangan biologi, lingkungan, dan pembelajarannya. Oleh karena itu, kepada para keynote speakers, para pemakalah, dan seluruh peserta seminar, kami menyampaikan terima kasih atas peran serta Bapak/Ibu/Sdr. dalam seminar ini, Kami mohon maaf apabila banyak kekurangan kami dalam melayani Bapak/Ibu/Sdr peserta seminar, baik dari penyampaian informasi, pemberian tanggapan, penyediaan fasilitas seminar, sampai dengan pada urusan administrasi lainnya. Akhirnya kami sampaikan selamat berseminar, semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa bersama kita. Amin, ya Robbal „alamin. Wassalamu „alaikum wr. wb. Yogyakarta, 4 Juli 2009, Ketua Panitia Dr. Paidi, M.Si. iii
SAMBUTAN DEKAN FMIPA UNY SEMINAR NASIONAL BIOLOGI ”Biologi, Ilmu Lingkungan, dan Pembelajarannya”
Pertama- tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadhirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kita dapat memberikan peran nyata sebagai pemimpin di Bumi ini. Pemimpin yang mampu berbuat adil, memiliki karakter mulia, dan senantiasa berfikir, bertindak atas dasar pertimbangan maknawi kehidupan sesuai dengan esensi Ilmu Ke-biologi-an yang telah kita geluti bertahuntahun lamanya. Selanjutnya perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Ketua Panitia dan seluruh panitia seminar nasional Biologi 2009 yang telah mempersiapkan terselenggaranya seminar nasional
ini.
Kegiatan
seminar
nasional ini sangat penting untuk memberikan kesempatan bagi para peneliti bidang Biologi saling memberikan informasi tentang karya-karya ilmiah sebidang yang selama ini telah dihasilkan. Bagi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta khususnya Jurdik.Biologi kegiatan ini merupakan karya nyata untuk menggapai pengakuan publik sebagai fakultas/jurusan yang telah melaksanakan sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001:2000 dalam menuju world class university (WCU). Secara khusus perkenankan pula saya sampaikan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Wuryadi, M.S; Prof. Dr. Djohar, M.S, dan Dr. Tjut Sugandawati Djohan, M.Sc. yang telah berkenan menjadi pembicara kunci pada seminar nasional ini. Seminar nasional dengan tema ”Biologi, Lingkungan, dan Pembelajarannya” sangat diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan Biologi pada masa yang akan datang. Pengembangan tersebut tentu saja meliputi kualitas pemahaman materi terkini, penelitian dan aplikasi keilmuan bidang Biologi pada teknologi terapan di industri. Seminar nasional ini juga diharapkan mendorong para peneliti dan prakstisi pendidikan bidang Biologi mampu meramu bidang ini, sehingga mudah dipahami oleh
mahasiswa/siswa
di
dalam
kelas,
mampu
melakukan
penelitian,
dan
mengimplementasikan terapannya pada berbagai bidang teknologi. Akhirnya kami mengharapkan kepada seluruh peserta seminar untuk terus berkarya dalam membangun masyarakat madani berbasis riset, pengembangan Ilmu Biologi. Kita semua menyadari bahwa Biologi ini terus menerus berkembang baik secara teori maupun aplikasinya. Oleh karena itu Biologi secara terus menerus akan 4
diperlukan dalam memanfaatkan alam semesta ini sebesar-besarnya bagi keperluan umat manusia. Selanjutnya bagi para ilmuwan bidang Biologi yang memiliki karakteristik ke-Biologi-an tentu memiliki tanggung jawab bersama dalam memaknai keilmuannya, yaitu berupaya menciptakan masyarakat penuh kedamaian, saling menebarkan kasih-sayang, dan senantiasa melandasi seluruh perbuatannya, seluruh karyanya semata- mata dalam rangka ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dekan FMIPA UNY
Dr. Ariswan NIP 131791367
5
DAFTAR ISI Kata Pengantar Sambutan Ketua Panitia Sambutan Dekan Daftar Isi
ii iii iv
Makalah Sidang Utama Tjut Sugandawaty Djohan
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BAIK FORMAL DAN NON FORMAL
1
Prof. Dr. Djohar, M.S BASIS “NATURE/OBJECT STUDY” DALAM BELAJAR MIPA DAN PERSOALANNYA
16
Prof. Dr. Wuryadi, MS LINGKUNGAN HIDUP, ETIKA DAN PEMBELAJARANNYA
22
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
Makalah Sidang Paralel Aceng Ruyani, Bhakti Karyadi, Choirul Muslim, dan Suherlan ANALISIS ANATOMI VETEBRAE DAN DISKUS INTERVETEBRALIS BAGIAN LUMBAL PADA PENYANDANG PERAWAKAN PENDEK (SPONDYLO-EPIPHYSEAL DYSPLASIA TARDA, SEDT) DI RSUD M. YUNUS, BENGKULU Achmad Ramadhan STRUKTUR HISTOLOGIS EPIDIDIMIS TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN WISTAR SETELAH PERLAKUAN DENGAN α-MANGOSTIN Agung Budiharjo, Jusup Subagja , Tjut Sugandawaty Djohan, Djumanto DAMPAK PEMBANGUNAN TANGGUL PEMECAH OMBAK TERHADAP PENURUNAN JUMLAH LARVA SIDAT (Anguilla spp.) YANG BERMIGRASI MASUK MUARA SUNGAI PROGO Agus Hery Susanto, Hendro Pramono, Puji Lestari KONSTRUKSI PERPUSTAKAAN METAGENOM TANAH UNTUK MENDAPATKAN KLON DENGAN AKTIVITAS LIPASE INDIGENOUS Agus Ismanto MENGENAL RAYAP TANAH PERUSAK KAYU DAN CARA PENGENDALIANNYA Agus Sutanto POTENSI TUMBUHAN OBAT DI KOTA METRO Andriani Rafael, Ferry F. Karwur KAROTENOID PADA ALGA MERAH Anjarwati, Djaswadi Dasuki, Djauhar Ismail PERILAKU SEKSUAL REMAJA SISWA SMA DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Anna Rakhmawati POTENSI KAPANG INDIGENOUS INDONESIA SEBAGAI PENDEGRADASI SELULOSA Astuti, Zaenal Bachruddin, Supadmo, Eni Harmayani PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) AST-6 TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN DAN KONSUMSI PAKAN SERTA KONVERSI PAKAN AYAM BROILER Strain Lochman Bertha Bale Ana Ndiha dan Leenawaty Limantara KAROTENOID PADA BAHAN MAKANAN Chandra Tri Handoko dan M. Martosupono ANTOSIANIN BUAH DAN SAYURAN DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN MANUSIA Christiani dan Dwi Sunu Widyartini KELIMPAHAN DAN KOMPOSISI CYANOBACTERIA DI WADUK WADASLINTANG DALAM UPAYA PEMANTAU KUALITAS PERAIRAN
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
1
7 13
19 25 29 38 48 58 67
75 85 93
Christina Astutiningsih dan M. Martosupono PEMANFAATAN PIGMEN ALAMI KURKUMIN Curcuma xanthorrhiza Roxb UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI AIR SUSU Christina L. Salaki dan Langkah Sembiring PENGEMBANGAN MUSUH ALAMI DALAM RANGKA PENGENDALIAN HAYATI UNTUK MENUNJANG PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EKOLOGIS DAN BERKELANJUTAN Christina L. Salak dan Langkah Sembiring POTENSI DAYA BUNUH ISOLAT LOKAL Bacillus thuringiensis TERHADAP HAMA UTAMA TANAMAN KUBIS Dewanto, E., Iqbal, A., dan Anwar, A.H.S. INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI DAMPAK LINGKUNGAN KEGIATAN PENAMBANGAN BAHAN GALIAN C DI KABUPATEN BANYUMAS Dewi, R.S dan Lestari, S DEGRADASI LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK MENGGUNAKAN JAMUR INDIGENOUS DI KECAMATAN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS Dispanstiani Abidin, M. Zainuri dan F. S. Rondonuwu PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DARI SIMULATOR BERBEDA TERHADAP DENSITAS Chlorella vulgaris SERTA IDENTIFIKASI PIGMEN Djukri TRANSPORT ION DALAM SISTEM KOMPARTEMENTASI PADA SEL TUMBUHAN E. Rinawati Purba dan Surya Satria Trihandaru IDENTIFIKASI PIGMEN RUMPUT LAUT Gracilaria foliifera DENGAN SPEKTROFOTOMETER SEDERHANA Edi Rusdiyanto dan Anang Suhardianto KUALITAS FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH SAWAH DENGAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK Elia Ling Ling Melati dan Martanto Martosupono KAJIAN ILMIAH AKTIVITAS ANTIKANKER KURKUMIN MELALUI MEKANISME INDUKSI APOPTOSIS Endang Widyastuti, Agatha Sih Piranti, Diana Retna Utarini Suci Rahayu KONDISI FISIK KIMIAWI DAN PLANKTON DI PERAIRAN WADUK WADASLINTANG SUATU UPAYA PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN Enni Suwarsi Rahayu UJI LAPANG POTENSI ALELOPATI PADI TERHADAP GULMA RUMPUT GRINTING DAN JAJAGOAN Etti Hartiwi dan Martanto Martosupono, POTENSI PIGMEN MONASCUS BAGI KEMASLAHATAN MANUSIA Etti Hartiwi, Retno Hariyani dan Martanto Martosupono FUNGSI KAROTENOID TERHADAP KESEHATAN MANUSIA Evi Hanizar, Waris, Aucky Hinting ANALISIS DELESI GEN AZF (AZOOSPERMIC FACTOR) PADA PRIA INFERTIL DI INDONESIA Evi Nurhidayati, Jusuf Sulaeman Effendi, Undang Santosa KUALITAS PELAYANAN KEHAMILAN OLEH BIDAN DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Evy Yulianti PERAN TANAMAN OBAT SEBAGAI AGEN ANTIKANKER
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
101 110
119 127 133 136 144 151 162 173 178 186 195 201 207 219 228
Hadi Sasongko PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA EKSTRAK KLOROFORM DAN EKSTRAK ETANOL BIJI BIDARA LAUT(Strychnos ligustrina Bl.) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Salmonella thypi SECARA IN VITRO Hening Widowati DAMPAK AKUMULASI LOGAM BERAT LIMBAH CAIR TERHADAP NILAI GIZI SAYURAN AIR DAN UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN Heru Nurcahyo INTERAKSI LINGKUNGAN MIKRO DAN MAKRO DENGAN PERILAKU REPRODUKSI BURUNG WALET (Aerodramus fuciphagus) I Made Budiarsa, I Wayan Tunas Artama, Langkah Sembiring, Jesmandt Situmorang AFILIASI (systematic position) BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) BERDASARKAN SEKUEN GEN DEHYDROGENASE SUBUNIT 2 (ND2) MITOKONDRIA Illa Anggraeni dan Agus Ismanto IDENTIFIKASI PENYAKIT BAKAU (Rhizophora mucronata) DI PLEIHARI KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN Imam Widhiono KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI HUTAN PETUNGKRIYONO MELALUI EKOSWISATA Lili Sugiyarto TRANSFORMASI T-DNA Agrobacterium SEBAGAI MODEL INTEGRASI GEN PADA TANAMAN Listiatie Budi Utami RESPON PERTUMBUHAN TANAMAN CABE JAWA (Piper retrofractumVahl.) TERHADAP EKSTRAK TANAMAN RANDU (Ceiba petandra, Gartz) Lucy Arianie UJI AKTIVITAS ESCHERICHIA COLI DAN LACTOBACILLUS sp TERHADAP ASAP CAIR DARI HASIL PIROLISIS TANDAN KOSONG SAWIT Muzayyinah POTENSI MINYAK LAKA DALAM LIMBAH KULIT BIJI METE (Anacardium occidentale Linn) TERHADAP KEMATIAN HAMA ULAT TANAH (Anthonomus rubi Herbst) YANG MENYERANG TANAMAN STROBERI DI TAWANGMANGU Naely K.Wusqy dan Martanto Martosupono POTENSI PIGMEN BAKTERI LAUT SEBAGAI PEWARNA MAKANAN Natalia Tri Astuti, Wiwik E. Widayati, Langkah Sembiring KAJIAN APLIKASI PUPUK HAYATI EMAS (ENHANCING MICROBIAL ACTIVITY IN THE SOILS) PADA PERTUMBUHAN TEBU (Saccharumofficinarum L.) Novi Febrianti, Intan Fitriani Husna, Ernin Hidayati ISOLASI , KARAKTERISASI, IDENTIFIKASI DAN UJI ANTIBAKTERI Bacillus DARI SEDIMEN MANGROVE DANAU AIR ASIN GILI MENO, LOMBOK BARAT Nurtiati PEMANFAATAN LIMBAH EKSTRAK KULIT BIJI METE (Anacardium occidentale Linn.) SEBAGAI PENGENDALI POPULASI KEONG MAS (Pomacea sp.) Nurul Mahmudati ACTIVATION OF EXTRACELLULAR SIGNAL REGULATED KINASE (ERK1/2) EXPRESSIONS ON OSTEOBLASTIN INFLUENCING BONE DENSITY IN THE FEMALE YOUNG RAT(Rattus norvegicus) AFTER EXERCISE TRAINING Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
238
245 259 267
274 281 288 293 298 303
316 325 335
342 351
Nyoman Wijana UPAYA PELESTARIAN SPESIES TUMBUHAN BERGUNA MELALUI KEARIFAN LOKAL DI DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN, KABUPATEN KARANGASEM, BALI Paimin Sukartana BEBERAPA JENIS HAMA KAYU DI INDONESIA DAN KIAT PENGENDALIANNYA Poncojari Wahyono EFEK BERBAGAI DOSIS RADIASI SINAR UV-B TERHADAP PHOTOAGING Salomo Hutahaean, S. Mangkoewidjojo, M. Sagi, and W. Asmara 2,3,7,8-TETRAKLORODIBENZO-P-DIOKSIN (TCDD) MENGHAMBAT EKSPRESI PROTEIN CYCLIN B1 DI JARINGAN PALATUM EMBRIO MENCIT Samsurizal M. Suleman FENOLOGI PROPAGUL Avicennia alba, Rhizophora apiculata DAN Rhizophora mucronata PADA LINGKUNGAN MANGROVE YANG TERCEMAR MINYAK BUMI DI SUNGAI DONAN CILACAP Siti Chalimah, Edwi Mahajoeno PRODUKSI CENDAWAN MIKORRHIZA ARBUSCULA (CMA) Gigaspora margaretta dan Aculospora tuberculata SECARA IN VIVO DAN PENGEMASAN DENGAN TEKNIK ENKAPSULASI NATRIUM-ALGINAT Siti Khotimah, Mukarlina, Zulfa Zakiah PENINGKATAN AKTIVITAS SEBAGAI PENDETOKSIFIKASI MERKURI DI DAERAH BEKAS PENAMBANGAN EMAS TRADISIONAL (PETI) DI KALIMANTAN BARAT R. Soedradjad PERANAN ASOSIASI TANAMAN KEDELAI-Synechococcus sp DALAM REDUKSI Nox MELALUI PENINGKATAN FIKSASI N2 UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN (The Role of Soybean-Synechococcus sp Association on Atmospheric Nox Reduction) Soewarno Hasanbahri, Djuwadi dan Haryono Supriyo PENETAPAN KLASTER UNIT EKOLOGIS UNTUK PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI JATI DI BAGIAN HUTAN KEDUNG-GALAR SELATAN KPH NGAWI, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Suhardi Djojoatmodjo MODEL PILIHAN PELANGGAN UNTUK MANAJEMEN LIMBAH PADAT SECARA EKOLOGIS Suhartini PERAN PEMULUNG DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA PIYUNGAN, YOGYAKARTA Sutriadi, Endang Widyastuti dan Christiani HUBUNGAN ANTARA KELIMPAHAN DIATOMAE PLANKTONIK DAN KADAR SILIKAT DI WADUK WADASLINTANG WONOSOBO Sutrisnawati ASPEK EKOLOGI KEONG Bellamya javanica SERTA POTENSINYA SEBAGAI INANG PERANTARA PARASIT CACING Echistoma lindoense DI LEMBAH NAPU SULAWESI TENGAH Tien Aminatun INTERAKSI SERANGGA-GULMA PADA KOMUNITAS SAWAH Tien Aminatun PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR PENDUKUNG EKOSISTEM SAWAH Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
361
373 389 396
404
413
423
430
438
453 459 468 477
484 490
Tri Gunaedi, Sebastian Margino, Langkah Sembiring dan Rarastoeti Pratiwi KEMASAMAN TEPUNG SAGU BASAH (Metroxylon sago Rottb) HASIL PENYEDIAAN SECARA TRADISIONAL DITINJAU DARI ASPEK pH, KADAR GLUKOSA DAN KADAR ASAM ORGANIK (INDIKASI SPONTANEOUS FERMENTATION) Trianik Widyaningrum dan Ardian Novita PEMANFAATAN LIMBAH IKAN NILA SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PELLET UNTUK PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN AYAM PEDAGING (Gallus gallus var poules) Unggul Handoko PENGARUH JENIS VEGETASI TERHADAP KONDISI IKLIM MIKRO H.Yulipriyanto SUATU KAJIAN TENTANG PENGARUH KOMPOS TERHADAP BIOMASSA TANAMAN Adenium obesum DARI PENDEKATAN SOIL FOOD WEB Yuyun Farida DETEKSI GEN PKS I DAN NRPS SEBAGAI METODE PENAPISAN AKTINOMISETES PENGHASIL SENYAWA BIOAKTIF METABOLIT SEKUNDER Zuchrotus Salamah PENGARUH KOLKISIN PADA TAHAP AKLIMATISASI TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS ANGGREK BULAN (Phalaenopsis sp) Elia Ling Ling Melati dan Suryasatria Trihandaru IDENTIFIKASI KERAPATAN SEL RHODOPSEUDOMONAS PALUSTRIS DENGAN OPTICAL DENSITOMETER SEDERHANA UNTUK PEMBELAJARAN SEKOLAH Chusnul Chotimah Wijayanti, Bernadetta Octavia , Tutiek rahayu UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK TEH HITAM DAN TEH HIJAU TERHADAP Escherichia coli ATCC 35218 Nur Arfa Yanti dan Langkah Sembiring BAKTERI AMILOLITIK YANG DIISOLASI DARI LOKASI PENGOLAHAN PATI SAGU Ari Basuki PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATERIAL GENETIK DENGAN MEDIA KARTU ELEKTROFOREGRAM DNA MENINGKATKAN AKTIVITAS SISWA SMA Asri Widowati dan Sukarni Hidayati PENGEMBANGAN KREATIVITAS MAHASISWA DALAM PEMBUATAN MEDIA PADA MATA KULIAH TPB DENGAN PENDEKATAN PROJECT-BASED LEARNING Asri Widowati BRAINSTORMING SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN BERPIKIR KREATIF DALAM PEMBELAJARAN SAINS BIOLOGI Bambang Subali PENGEMBANGAN TES PENGUKUR KETERAMPILAN PROSES SAINS POLA DIVERGEN MATA PELAJARAN BIOLOGI SMA Bowo Sugiharto PENGARUH PEMBELAJARAN PEER MEDIATED INSTRUCTION AND INTERVENTION TIPE CLASSWIDE PEER TUTORING TERHADAP PENGUASAN KONSEP DAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
497
502
512 518 525 534 542
551 557 563
569 575 581 594
Eka Sulistiyowati
606
Handoko Santoso PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI DAN KOOPERATIF PADA SISWA SMA KOTA METRO Harlita PENGGUNAAN JURNAL BELAJAR CATATAN BERGU DALAM MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PENGUASAAN KONSEP MATA KULIAH BIOLOGI UMUM DI PRODI P. MATEMATIKA FKIP UNS. Hewi Murdaningsih IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU DI SMPN 2 NGEMPLAK DENGAN MENGGUNAKAN MULTIMEDIA Nurwidodo ANALISIS METODE THINKING EMPOWERMENT BY QUESTION (TEQ) UNTUK PENGEMBANGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA Paidi PENILAIAN PERFORMAN PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS MASALAH: ASPEK DAN INSTRUMENNYA Retno Peni Sancayaningsih INTEGRASI KONSEP EFSD DALAM PEMBELAJARAN ILMU LINGKUNGAN DI FAKULTAS BIOLOGI UGM Retno Susilowati BELAJAR BIOLOGI MENDASARKAN PADA AL-QUR’AN Riezky Maya Probosari UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI DAN PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS XI SMAN 1 TUNTANG MELALUI PENGGUNAAN JURNAL BELAJAR DAN POE Rita Iryanti PEMBELAJARAN DENGAN “RESOURCE-BASED LEARNING” YANG MENGARAH PADA INQUIRY SEBAGAI UPAYA MEMPERBAIKI MUTU HASIL BELAJAR BIOLOGI Runtut Prih Utami IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN LINGKUNGAN HIDUP Shanti Listyawati STUDENT-CENTERED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIOLOGI HEWAN Sri Dwiastuti IMPLEMENTASI “PORTOFOLIO BASED LEARNING” SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN DAN KEBERMAKNAAN PEMAHAMAN MATERI IPL DI PRODI BIOLOGI FKIP UNS Sri Pudjianti MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SISWA KELAS VIII A SMP N 14 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Suciati UPAYA MEMBANGUN NILAI-NILAI ETIKA LINGKUNGAN PADA PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI DALAM UPAYA PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
612
PENDIDIKAN BIOETIKA BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS UNTUK MENYELAMATKAN MASA DEPAN AIR
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
621
629 637 645 650 653 660
664
672
680 685
697
703
Sumarsih PEMBELAJARAN TERPADU LINGKUNGAN HIDUP DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) Suradji PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI KONSEP KOORDINASI DAN KOMUNIKASI MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIFBAGI SISWA SMPN 1 SRUMBUNG TAHUN PELAJARAN 2008/2009 Suratsih, Victoria Henuhili, Tutiek Rahayu, Rr. Khoiry Nuria W PENYUSUNAN SUMBER BELAJAR GENETIKA BERBASIS POTENSI LOKAL DALAM BENTUK MODUL PEMBELAJARAN Vinta A. Tiarani PERAN IPA DALAM MEMBANGUN LITERASI EKOLOGI DAN LINGKUNGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR: KAJIAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN Yuni Wibowo VISUALISASI KONSEP-KONSEP BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN DIAGRAM ROUNDHOUSE Yustina HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI BIOLOGI FKIP UNRI TAHUN 2007 – 2008 Surachman KAJIAN PELAKSANAAN PERMENDIKNAS RI NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Langkah Sembiring KEANEKARAGAMAN MIKROBIA DAN PERANANNYA DALAM KELESTARIAN LINGKUNGAN Sri Utari PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS BUDAYA LOKAL DENGAN MODEL INVESTIGASI KELOMPOK DAN METODE DEBAT UNTUK PENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG ETIKA LINGKUNGAN Triatmanto POTENSI MEIOFAUNA SEBAGAI OBYEK BELAJAR ORGANISME RENIK DI SEKOLAH MENENGAH Ari Widiyantoro, E.R. Pancaning Wardoyo, Indri Kusharyanti dan Imelda H. Silalahi EFEK FRAKSI POLAR DAN NONPOLAR SEDIAAN BUAH MAKASAR (Brucea javanica L. Merr) TERHADAP PEMBENTUKAN PROSTAGLANDIN TIKUS Agus Ismanto, Ucu Titin Mulyani dan Neo Endra Lelana EFIKASI EKSTRAK BIJI MIMBA (Azadirachta indica A. juss) TERHADAP SERANGAN RAYAP KAYU KERING (Cryptotermes cynochephalus Light) Yulia Suhartini PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENGGUNAAN MEDIA BIO-CAMERA DI SMK NEGERI 1 PANDAK
Seminar Nasional Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya, Jurdik Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 04 Juli 2009
710 714
724 742 747 755
765 770 780
786 793 799
803
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BAIK FORMAL DAN NON FORMAL1 Tjut Sugandawaty Djohan2 Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta 55281; E-mail
[email protected]
Abstrak Ketika barang biologi di nilai tinggi, maka barang tersebut akan diburu habis dari ekosistemnya. Sebaliknya bila barang tersebut tidak direkam harga, maka barang tersebut tidak mempunyai kegunaan. Banyak barang dan jasa ekosistem dalam ranah publik tidak punya harga. Akibatnya banyak ekosistem rusak karena dihanggap tidak bernilai. Tujuan penulisan ini adalah untuk membicarakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pentingnya jasa ekologi. Dalam pengelolaan sumber daya alam ada dua pandangan, technological optimist dan technological sceptist. Untuk itu perlu rekonsialisi, yang penting menghadapai perubahan ekosistem harus disikapi dengan azas kehati-hatian sehingga dapat dicapai sustainable ekosistem. Kata kunci: kerusakan hutan, servis (jasa) ekologi, kebijakan, sumber daya alam Pendahuluan Tulisan ini akan membicarakan tentang kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat baik formal dan non formal. Sebelum saya membicarakan tentang kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut, saya akan memberikan ilustrasi terlebih dahulu tentang pembangunan konvensional dan harga suatu barang ‘biologi’ dari sumber daya alam dan servis ekosistem (ekologi), dan pentingnya jasa ekologi. Juga kemudian tentang kondisi hutan di Indonesia dan kemudian kebijakan untuk pengelolaan sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat. Pembangunan konvensional sering diartikan dengan usaha eksploitasi sumber daya alam untuk menghasilkan produk sebesar-besarnya dengan biaya serendah mungkin. Tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah naiknya Produk Domestik Bruto (GDP). Semakin banyak sumber daya alam terolah menaikkan GDP, maka semakin berhasillah pembangunan. Pembangunan konvensional dilaksankan dalam sistem ekonomi pasar. Sistem tersebut merekam permintaan dan penawaran 1 1 disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009 2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
konsumen terhadap barang yang dihasilkan oleh produsen. Rekaman berupa sinyal permintaan konsumen dan sinyal penawaran produsen. Sinyal kemudian ditangkap oleh mekanisme harga. Bila pasar dapat memberi yang direkam suatu harga, maka kedaan ini menandakan bahwa barang tersebut mempunyai nilai kegunaan sebesar harga yang direkam (Emil Salim dalam Indrawan dkk. 2007). Ketika “barang” sumber daya alam tersebut mempunyai harga yang tinggi, maka barang tersebut akan diburu habis dari habitatnya. Sebagai contoh ketika gambir Papua, Akhe (Endriandra vulva) harga jual kulitnya tinggi, maka pohon akhe diburu habis dari hutan watershed sungai-sungai di Merauke. Akhe adalah pohon yang kulitnya dapat digunakan sebagai bahan pembuat warna untuk cat. Sebenarnya yang diperlukan hanyalah kulitnya saja, tapi pengambilan yang mudah adalah dengan menebangi Akhe ini. Akibatnya populasi Akhe menjadi terancam punah (Djohan et al. 2005). Sebaliknya bila suatu barang tidak direkam harga, maka barang tersebut tidak punya nilai kegunaan. Banyak barang dan fungsi yang terletak dalam ranah publik tidak punya harga. Sehingga barang tersebut tidak punya nilai kegunaan. Contoh adalah udara yang kita hirup, suhu bumi yang nyaman, angin yang berhembus sepoisepoi, gelombang laut yang menghempas, curah hujan, mikroorganisme dalam tanah, musim hujan dan musim kemarau silih berganti, kicauan burung, auman harimau, kehadiran pohon bakau, dan semua kehidupan ekosistem tidak masuk dalam pasar, sehinga tidak punya harga yang mencerminkan nilai kegunaan. Oleh sebab itu, isi alam tidak diacuhkan dalam pola pembangunan yang mengandalkan nilai manfaatbiaya yang terbentuk di pasar. Akibatnya berlangsunglah pola pembangunan dengan merusak alam. Lahirlah antar lain kota, jalan, pertanian, industri, pertambangan, hutan industri dengan spesies introdus. Ilmu dan teknologi berkembang ini berpusat pada diri manusia, anthropo-centris, bahwa manusia adalah pusat kehidupan alam, untuk manusialah segala isi alam ini (Emil Salim dalam Indrawan dkk. 2007). Padahal barang biologi tersebut memberikan jasa (servis) ekosistem dalam bentang alam untuk manusia. 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
2
Pembahasan Servis ekosistem – Diketahui bahwa ekosistem memberi servis atau jasa di dalam bentang alam (landscape) dan juga untuk manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Servis atau jasa ekosistem adalah mengacu pada semua proses yang melalui ekosistem alami dan biodiversitas yang dikandungnya (Krebs 2009). Jasa melalui proses tersebut adalah untuk mempertahankan kehidupan umat manusia di planet ini. Akan tetapi di dalam masyarakat, kita sejak lama telah kehilangan sentuhan (hubungan) dengan berbagai jasa yang disediakan oleh ekosistem untuk umat manusia. Beberapa jasa tersebut antara lain misalnya: jasa kanopi pohon di hutan watershed dan di dalam tanah, dan jasa hutan gambut sebagai konservatori air, dan mitigasi kekeringan dan kebanjiran. Jasa hutan watershed di dalam bentang alam, jasa ekosistem hutan bakau di dalam bentang laut (sea-scape) dan peran pentingnya untuk perikanan pantai dan lepas pantai, jasa ekosistem hutan bakau di dalam melindungi rawa burit dan pemukimannya terhadap gelombang tsunami. Di dalam masyarakat dan pembangunan, jasa ekosistem masuk dalam katagori mempunyai nilai rendah bahkan tidak bernilai karena tidak ada nilai rupiah yang melekat padanya. Sebagai contoh, suplai air minum kota New York berasal dari ekosistem watershed (daerah tangkapan air) Catskill Mountains. Di ekosistem watershed ini, penjernihan airnya dilakukan oleh proses alami melalui sistem perakaran dan mikroorganisme tanah. Akan tetapi masuknya limbah terus menerus ke sungai-sungai kecil Catskill dan juga ditambah limbah pertanian lokal berupa pupuk dan pestisida, telah menyebabkan pada awal tahun 1999 suplai air minum tersebut telah berada dibawah standar Environmental Protection Agency. Untuk meningkatkan kualitas air minum tersebut, pada tahun 1996 pemerintah kota mempunyai dua pilihan: 1). Membangun dan mengoperasikan instalasi air minum seharga USD 6–8 milyar, dan biaya operasinya setiap tahun sekitar USD 300 juta, atau; 2). Merestorasi kembali integritas ekosistem watershed Catskill. Pemerintah kota memilih untuk merestorasi 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
3
ekosistem watersehed Catskill dengan membeli lahan sekitar watershed (daerah tangkapan air), sehingga penggunaan lahannya dapat dibatasi. Disamping itu kota juga mensubsidi konstruksi untuk pengelolaan limbah yang lebih baik. Untuk pilihan merestorasi kembali watershed, pemerintah hanya menghabiskan biaya USD 1–1,8 milyar dan telah menyelamatkan uang senilai USD 6-8 milyar. Contoh berikutnya adalah diketahui bahwa hutan gambut tropika merupakan tempat pemendaman karbon, sebagai cadangan karbon daratan, dan juga sebagai konservatori air untuk mitigasi kekeringan dan kebanjiran. Sehingga stabilitasnya menjadi penting terhadap implikasi perubahan iklim global. Ketika ekosistem hutan gambut tropika tersebut dinilai rendah, sebuah pekerjaan besar telah dilakukan Kalimantan Tengah yaitu dengan merubah ekosistem hutan gambut tersebut menjadi lahan pertanian sejuta hektar. Penggalian kanal sepanjang lebih dari 5000 km dan selebar 30 meter telah menurunkan tinggi muka air ekosistem rawa gambut tersebut. Gambut yang kering merupakan bahan bakar yang baik untuk terjadinya kebakaran. Dilaporkan bahwa kebakaran hutan gambut pada tahun 1997 di Kalimantan dan Sumatera telah menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga terbesar dalam emisisi karbon (CO2), setelah USA dan China (Page et al. 2002). Walaupun demikian penempatan tersebut juga telah menjadi pertanyaan beberapa peneliti Indonesia (Djohan 2009). Dalam keadaan alami, hutan gambut ini merupakan hutan yang tumbuh diatas gambut dengan tebal dapat mencapai 20 m. Perubahan lingkungan persisten terutama karena drainasi dan forest-clearing (pembalakan hutan) menyebabkan gangguan terhadap stabilitasnya, dan menyebabkan ekosistem hutan tersebut mudah terbakar. Ini telah dibuktikan dengan penyebaran kebakaran tahun 1997 di hutan gambut Indonesia ketika terjadi El-Nino. Page et al (2002) melaporkan bahwa 32% (0,79 Mha) kawasan hutan telah terbakar, terdiri dari 91,5 % (0,73 Mha) rawa gambut. Hasil estimasi berdasarkan pengukuran jeluk gambut yang terbakar (ground measurement) adalah karbon dilepas ke atmosfer sebanyak 0,19-0,23 gigatons (Gt) melalui kebakaran gambut, dan 0,05 Gt dilepas dari kebakaran tegakan hutannya. 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
4
Dengan estimasi keseluruhan Indonesia, mereka menyatakan bahwa pada tahun 1997 karbon telah dilepas ke atmosfer antara 0,19-0,23 Gt. Emisi ini sama dengan 13-40% rata-rata emisi tahunan karbon global dari bahan bakar fosil. Emisi tersebut telah memberi kontribusi sangat besar terhadap peningkatan CO2 atmosferik sejak mulai pencatatannya tahun 1957 (Page et al. 2002). Disamping itu, di Indonesia kebakaran gambut disebabkan aktifitas manusia. Kebakaran tersebut dimulai oleh pembakaran dalam skala kecil oleh petani lokal dan transmigran untuk pembukaan lahan pertanian. Akan tetapi kebakaran utama juga dilakukan oleh perusahaan untuk perkebunan dalam skala besar, misalnya perkebunan kelapa sawit. Pada kejadian El Nino tahun 1997, pengelolaan pembakaran lahan tersebut tidak dapat dikontrol dan mengakibatkan terjadinya kebakaran. Kebakaran terjadi tidak hanya pada tegakan hutan (surface and crown fire), tapi juga kebakaran jeluk (ground fire). Kebakaran tersebut telah membakar gambut jauh di dalam tanah, dan juga menghasilkan kabut asap yang menyelimuti sebagian besar Asia Tenggara (Page et al. 2002). Kebakaran jeluk akan menyebabkan luka ekologi yang mendalam, karena kebakaran tipe ini menyebabkan pulihnya (recovery) ekosistem gambut hanya dapat terjadi dalam waktu lama atau ratusan bahkan ribuan tahun. Servis ekologi hutan bakau antara lain adalah untuk mitigasi dengan mereduksi tinggi gelombang tsunami sampai 50%. Apabila ekosistem hutan bakau di pantai Olele, Aceh tidak direklamasi menjadi tambak udang dan juga ditimbun untuk lahan pemukiman, maka tinggi tsunami yang terjadi di Banda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 dapat direduksi menjadi 50% nya dan musibah dapat direduksi menjadi separuhnya. Menurut Krebs (2009), pendekatan penilaian jasa ekosistem adalah tidak menentu. Servis atau jasa ekosistem yang terbesar adalah berasal dari kontribusi daur hara. Kontribusi tersebut merupakan separuh harga jasa ekosistem, dan yang jelas adalah nilai ekosistem sangat luas. Apabila jasa ekosistem ini dibayar sesungguhnya di dalam sistem ekonomi, maka pasar global sama sekali akan berbeda. Banyak 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
5
proyek-proyek besar seperti pembangunan dam (bendungan), atau irigasi tidak akan bernilai ekonomi lagi karena nilai ekonomi sesungguhnya telah melampaui nilai manfaat sosial. Contoh berikutnya adalah hutan watershed Bian dan Kumbe di Merauke (Djohan 2008). Hutan di daerah aliran sungai Bian-Kumbe dalam bentang alam (land scape) mempunyai interaksi antara ekosistem rawa dan berbagai tipe ekosistem hutan monsoon tropika. Pada musim kemarau, kebakaran lantai hutan dan pohon dalam skala kecil merupakan ciri hutan ini. Jadi, hutan Bian-Kumbe mencirikan hutan seasonal evergreen tropical forest dan semi-evergreen tropical rain forest. Sejak tahun 1980, pembalakan hutan telah dilakukan pada sebagian hutannya, dan saat ini sebagai log-over forest. Kemudian juga sebagian hutannya telah di budidaya untuk pertanian. Pembalakan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan di hutan tepi rawa Bian telah membuka kanopi hutan dan menimbulkan kebakaran hutan. Dilaporkan bahwa daerah yang terbakar tersebut telah dikolonisasi oleh spesies semak invasif Chromolaena odorata (krinyu). Padahal wilayah DAS hutan BianKumbe merupakan wilayah prioritas tinggi HCVF (high conservation value forest). Stibig dan Malingreau (2003) melaporkan bahwa hutan di Sumatra tinggal 30%. Delapan puluh persen dari 30% hutan tersisa di Sumatra tersebut ada di Aceh. Sedangkan hutan di Jawa tinggal 3%. Hutan di Sumatra dan di Kalimantan kebanyakan telah diubah menjadi kebun kelapa sawit, dan di Riau menjadi kebun kelapa sawit dan hutan tanaman industri akasia. Perubahan hutan hujan dan gambut tropika ini telah mengancam kehidupan liar, karena habitatnya telah diubah. Ekosistem hutan tropika tersebut sudah tidak dapat memberikan jasa ekologinya. Kombinasi antara penggunaan lahan dan perubahan iklim global akan memperparah dan mengancam kehidupan liar di Indonesia.
Perubahan penutupan lahan dan hubungannya dengan perubahan iklim Kerusakan hutan hujan tropika telah menyebabkan perubahan iklim. Dalam beberapa dekade mendatang, perubahan ekologi global akan mempengaruhi aspek 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
6
ekologi, sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Dampak ekologi termasuk perubahan biodiversitas, produktivitas, migrasi spesies, dan keberlanjutan ekosistem. Perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan (land-use) adalah merupakan dua hal yang utama penyebab perubahan ekologi global (Dale 1997). UNFCCC -- Salah satu isu yang diangkat pada pertemuan PBB untuk perubahan iklim (UNFCCC = United Nations Framework Convention on Climate Change) di Bali 2007 adalah REDD (reduce emission from deforestation and forest degradation). Dilaporkan bahwa kontribusi 18% GHSs (Gas rumah kaca) adalah disebabkan oleh deforestrasi (penggundulan) hutan hujan tropika. Ada konsensus global bahwa negara berkembang secara voluntir akan berpartisipasi dalam REDD. Juga dalam pertemuan tersebut ditawarkan carbon trade, yaitu pohon (hutan hujan tropika) sebagai tempat pemendaman karbon dan kehadirannya akan dibayar oleh negara penghasil emisi CO2. Oleh sebab itu, Indonesia mencanangkan penanaman kembali hutan baik secara reboisasi maupun restorasi hutan hujan tropika (IFCA 2007). Ada satu hal saya fikir menjadi masalah bahwa hutan gambut tropika dan hutan bakau tidak masuk dalam perdagangan karbon tersebut. Padahal kerusakan hutan gambut baik di Kalimantan Tengah maupun di Propinsi Riau pada tingkat luar biasa. Ekosistem hutan tersebut merupakan habitat untuk satwa liar antara lain, misalnya di Sumatra: harimau, berbagai jenis burung, dan berbagai jenis primata seperti orangutan. Juga dalam pertemuan UNFCCC isu biodiversitas, CBD (Convention for Biodiversity), tidak dibicarakan. Sehingga ada hal yang mengganjal, andaikata reboisasi hutan dan reforestrasi tersebut akan dilakukan dengan pohon spesies introduce, misalnya seperti Acasia spp., dalam skala luas maka habitat untuk kehidupan liar hutan hujan tropika akan terancam (Djohan 2009).
Sustainability (Keberlanjutan) Krebs (2009) menyatakan bahwa sustainability adalah mantra pada masa kita ini, dan adalah sangat tidak beruntungnya kata ini sering salah dalam penggunaan. Konsep sustainability adalah untuk melindungi biosfer dari degradasi. Sehingga kita 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
7
mewarisi anak cucu sebuah planet bumi yang sehat (unharm) oleh kehadiran kita. Akan tetapi, manusia tidak mengambil kata sustainability tersebut secara serius. Pemanasan global karena gas rumah kaca (GHSs) akan memberikan dunia yang berbeda kepada anak-cucu kita. Pada saat ini tidak ada baik praktek pertanian, perikanan, maupun kehutanan yang sustainable. Kita harus menemukan cara bagaimana untuk mengeset industri kritis lebih ke arah lingkungan berkelanjutan. Krebs juga mempertanyakan pada abad ini apakah pertanian dapat sustaianble. Hampir banyak ahli pertanian menandai bahwa cara praktek pertanian sekarang adalah tidak sustainable. Pertanyaan berikutnya yang lebih mendasar adalah apakah kesuburan tanah dapat dipertahankan dengan penanaman terus-menerus (continuous crop). Kemudian, misalnya pertanian modern menggunakan fosfat batuan sebagai pupuk, akan tetapi fosfat tersebut bukanlah sumberdaya terbarukan. Pertanyaan berikutnya bagaimana status tanah pertanian tanpa atau dengan tambahan fosfat buatan. Untuk itu Kreb (2009) mengambil contoh penelitian IRRI (International Rice Research Institute) Pilipina. Penelitian tesebut mempelajari penanaman padi pada satu plot di sawah selama beberapa tahun tanpa diberi pupuk tambahan. Karena padi telah ditanam berabad-abad di Asia Tenggara, maka ada pandangan bahwa pertanian di persawahan adalah sustaianable. Ternyata selama 20 tahun sawah tesebut telah menghasilkan panen yang stabil. Akan tetapi perlu dicatat bahwa tanah di Pilipina adalah sangat subur karena merupakan tanah vulkanik. Tapi mana contoh lainnya ? Kesehatan ekosistem (ecosystem health) Berita dimanapun di planet ini hampir setiap hari diisi oleh konflik antara greenies (pencinta lingkungan) dan developer, ahli ekonomi dan ahli lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi dan lingkungan. Salah satu cara untuk menghadapi konflik tersebut adalah dengan mempunyai indeks lingkungan yang kita sebut sebagai kesehatan ekosistem (ecosystem health). Indeks kesehatan ekosistem ini menyediakan masyarakat dan pengambil keputusan beberapa indikasi cara lingkungan global menghadapi tekanan: fisik yang timbul dari, misalnya angin puting beliung, banjir, 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
8
kebakaran hutan; pertumbuhan populasi manusia; dan aksi manusia antara lain dalam penggunaan bahan bakar fosil. Masalahnya sekarang adalah isu lingkungan ini telah memusat pada dua pandangan dunia yang berbeda. Untuk menyederhanakan, Krebs (2009) menyebutnya padangan optimis tehnologi (technological optimist view) dan yang satunya pandangan skeptis (technological skeptic view) Pengikut pandangan optimis percaya bahwa melalui inovasi teknologi, manusia akan mendominasi alam, dan juga akan independen pada ketergantungan alam. Semua tantangan masa depan, kelangkaan air, AIDS akan diatasi dengan perkembangan teknologi. Pandangan ini sangat mendominsi dunia pada saat ini. Pandangan ini didasarkan pada bahwa perkembangan teknologi telah menghasilkan kesehatan manusia dan standar kehidupan dalam masa 250 tahun ini. Sebaliknya, pengikut pandangan skeptis meragukan bahwa kecendrungan masa lalu dapat diekstrapolasi untuk masa depan. Dasar pandangan ini adalah bahwa populasi manusia telah meningkat sangat tinggi dan kita beresiko untuk merusak esensi sistem alami (essential natural system) melalui polusi, perubahan iklim, pemanenan berlebihan, dan perusakan habitat. Krebs (2009) juga menyatakan bahwa ecologist kebanyakan adalah pengikut pandangan skeptis ini, sedangkan ekonomis adalah technological optimist. Oleh karena kedua pandangan ini sangat berbeda, maka Krebs menyarankan bahwa adalah sangat berguna bila memindahkan debat ini ke tingkat baru untuk melihat apakah ada pendekatan untuk rekonsiliasi bagi kedua pandangan tersebut. Salah satu cara adalah dengan memandang bumi sebagai investasi forfolio, dan mempertanyakan bagaimana kita akan mengelolanya terutama dalam situasi tidak menentu. Misalnya banyak hal yang tidak menentu dalam masa depan perubahan iklim. Caranya dengan menggunakan pay-off matrix. Pay-off matrix ini adalah dengan menggunakan penyederhanaan benar atau salah berdasarkan pada pandangan kita dan bagaimana realitas masa depan (Tabel 1).
1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
9
Tabel 1. Kebijakan yang digunakan untuk pengambilan putusan lingkungan dalam pandangan optimis dan skeptis (Krebs 2009). Keadaan nyata dunia
Kebijakan-kebijakan kini yang akan digunakan di dalam pengambilan keputusan lingkungan
Kebijakan-kebijakan Technological optimists Kebijakan-kebijakan Technological skeptics
Optimists Correct High payoff
Skeptics Corrrect Disaster (bencana)
Good payoff
Very good payoff
Dalam pay-off matrix, kita mempertanyakan akan bagaimanakah konsekuensi kebijakan dua pandangan tersebut di dunia. Jika kebijakan untuk masa depan kelompok optimis adalah benar, kita akan mengadopsi kebijakan mereka dan kebijakan tersebut berjalan. Maka kita akan mencapai hasil payoff tertinggi dan semua berarti aman-aman saja. Akan tetapi, bila pandangan kebijakan kelompok skeptis adalah benar untuk keadaan dunia mendatang, dan kita melanjutkan kebijakan optimis, maka kita akan mencapai payoff terburuk, yaitu bencana (disaster). Sebaliknya, bila kita menggunakan pandangan kebijakan skeptis, dan sebenarnya pandangan optimis benar, maka kita akan mencapai hasil yang baik. Hal ini karena kebijakan skeptis misalnya seperti mereduksi emisi CO2 dan bahan pencemar lainnya adalah memerlukan biaya tinggi, dan akan mereduksi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, bila kebijakan skeptis untuk masa depan adalah benar, dan kita mengadopsi kebijakan skeptis, maka kita telah melakukan kebijakan yang benar. Pertanyaannya sekarang adalah kotak yang mana yang akan kita pilih? (Krebs 2009). Krebs juga menyatakan bahwa pay-off matrix ini sebenarnya mempertanyakan apakah kita manusia berkeinginan berjudi dengan biosfer. Seorang cemerlang tidak berkeinginan untuk mengambil resiko bencana (disaster). Bahkan bila anda seorang technological optimist, maka akan lebih sensitif bila mengadopsi posisi skeptis untuk taruhan anda. Sebenarnya yang paling penting di sini adalah bahwa kita tidak boleh kaku dengan teknologi baru, tapi kita lebih harus berhati-hati dan mengadopsi azas kehati-hatian (precautionary principle) dalam implementasinya. Kita perlu dapat 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
10
menerima bahwa banyak hal ketidakpastian kejadian di masa depan, dan bagaimana kita harus mengelola lingkungan, pada saat yang sama dapat menerima kenyataan tentang informasi saintifik tidak menentu. Prinsip yang sederhana adalah kita tidak boleh mengimplementasi perubahan yang tidak dapat dikembalikan ke posisi semula. Masalah lingkungan sering dalam skala besar, masalah global, dan mungkin kita menyetujui kebijakan-kebijakan di suatu negara, sebaliknya banyak juga yang tidak setuju. Jadi adalah sangat sulit untuk mencapai aksi global, misalnya isu perubahan iklim. Prinsip sustainability perlu diterima oleh banyak pemerintahan, dan kita manusia perlu memulai mengelola masalah lingkungan global kita dan menerima pengetahuan ekologi tidak pasti dan dengan kearifan.
Kebijakan lingkungan Di negeri ini sebenarnya banyak kebijakan telah diambil pemerintah, misalnya dalam penglolaan sumber daya alam dan pembangunan dengan adanya AMDAL. Akan tetapi ekosistem hutan tetap rusak. Misalnya isu pemanasan global adalalah merupakan kombinasi antara perubahan iklim dan kerusakan hutan hujan tropika. Kerusakan hutan memperburuk keadaan. Solusinya adalah mengembalikan lagi ekosistem hutan tropika dengan reboisasi, rehabilitasi, bahkan restorasi ekologi hutan hujan tropika. Sehingga jasa ekologi hutan dapat kembali dan dalam jangka panjang akan mengurangi banjir pada musim hujan dan tetap memberi air ke lingkungan sekitarnya pada musim kemarau. Untuk itu, Indonesia berpartisipasi dalam REDD (reduce emission from deforestation and forest degradation), sehingga pemerintah bersama masyarakat melakukan penanaman hutan kembali. Akan tetapi gerakan rehabilitasi lahan ini dengan menanam semai pohon kebanyakan gagal. Contohnya hutan bakau Segara Anakan yang merupakan ekosistem hutan rusak karena hampir 90 -100% hutan bakaunya didominasi oleh semak dan liana bakau (Djohan 2007). Pohon bakau yang tersisa tersebar sangat jarang dan kebanyakan adalah pohon Sonneratia alba.
1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
11
Memang benar pemerintah telah banyak kali melakukan penanaman semai pohon bakau sejak tahun 2001, akan tetapi kebanyakan tidak berhasil karena tidak diikuti dengan perawatan. Misalnya semai pohon yang ditanam di hutan bakau rusak yang didominasi oleh semak jeruzon (Acanthus ilicifolius) dan liana gadelan (Derris heterophylla). Di lokasi ini, semai pohon bakau tersebut gagal tumbuh karena kalah bersaing dengan semak dan liana bakau. Semak dan liana mempunyai tipe pertumbuhan r strategi, sedangkan semai pohon mempunyai tipe pertumbuhan K. Spesies dengan tipe r strategi, tumbuhnya antara lain sangat cepat dan reproduksinya juga cepat dan merupakan kebalikan spesies strategi K. Sehingga semai pohon bakau tersebut kalah bersaing dan segera ditutupi oleh semak dan liana yang pertumbuhannya cepat. Untuk mengatasi hal tersebut, saya sepakat dengan apa yang telah dilakukan di Kalimantan Tengah, yaitu perlu dilakukan suatu pendekatan bahwa menanam semai pohon yang berbasis pada masyarakat, bukan hanya menanam semai tersebut saja dan kemudian memberikan insentif lepada masyarakat pada jumlah semai yang ditanam. Tapi juga perlu dilakukan perawatan pada semai tersebut. Jadi insentif diberikan pada masyarakat pada setiap tahunnya berdasarkan pada berapa jumlah pohon yang ditanam yang hidup selama 3-4 tahun, pasti dijamin semai pohon yang ditanam akan hidup (Suwido Limin 2007: Komunikasi pribadi). Dengan sendirinya pasti penanaman pohon dalam rangka rehabilitasi atau reboisasi lahan ini akan berhasil. Jadi solusi untuk mengatasi tantangan dalam penanaman kembali hutan sehingga jasa-jasa ekologi hutan dapat kembali adalah kebijakan dalam rehabilitasi dan reboisasi hutan hujan yang rusak. Sebenarnya kita menyepakati dalam UNFCCC Bali untuk menanam kembali hutan yang terdegradasi. Salah satu dari banyak tantangan untuk sukses dalam penanaman semai pohon. adalah pendekatannya apa, sehingga penanaman kembali semai pohon dapat tumbuh menjadi pohon sukses. Salah satunya adalah penanaman semai pohon berbasis masyarakat dan insetif diberikan pada banyaknya jumlah semai pohon yang hidup setiap tahunnya sampai
1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
12
menjadi sapling dan bahkan pohon, dan bukan pada banyaknya jumlah semai yang ditanam.
Pengelolaan vegetasi di kawasan DAS dan tataruang Pengelolaan vegetasi penutup di kawasan DAS tidak hanya akan mencapai pengelolaan DAS saja. Akan tetapi keberadaan kawasan vegetasi di DAS tersebut juga sebagai habitat bagi beragam komunitas satwa liar dari berbagai grup. Dengan kata lain kehadiran ekosistem hutan di kawasan DAS merupakan kunci keberlanjutan satwa liar (Djohan 2008). Sebagai contoh, wilayah DAS Bian-Kumbe berdasarkan hasil analisis HCVF (high conservation value forest) secara regional dimasukkan sebagai wilayah prioritas tinggi HCVF (Mambai 2005). Bila ditinjau dari aspek penataan ruang dan penggunaan lahan saat ini, wilayah DAS Bian-Kumbe memiliki ancaman dan tekanan yang cukup berat. Ancaman tersebut adalah pembalakan hutan dan penebangan pohon bernilai ekonomi tinggi misalnya Endriandra vulva (Akhe) secara besar-besaran untuk diambil kulitnya (Djohan 2008). Diketahui bahwa, setiap jenis tumbuhan memiliki peranan yang penting di dalam menjaga proses suksesi vegetasi. Jika ada beberapa spesies tumbuhan tertentu yang mendapat tekanan lebih besar sebagai akibat dari aspek pemanfaatan yang bersifat eksploitasi, maka tekanan ini tentu akan direspon oleh perubahan vegetasi. Respon tersebut adalah dengan adanya dominasi baru oleh jenis-jenis tumbuhan lainnya. Dominasi ini juga akan menjadi ancaman terhadap semakin kecilnya peluang spesies tumbuhan bernilai ekonomi tinggi untuk memiliki kesempatan tumbuh kembali (Djohan et al. 2005). Dalam UU No 21 mengenai Otonomi Khusus, tersirat pada BAB 19 Pasal 63 dan 64 tentang prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan penataan ruang, perlindungan keanekaragaman hayati dan hak-hak masyarakat adat. Oleh sebab itu, tata ruang dalam konteks ekologi hutan, adalah berarti perlindungan keanekaragaman hayati di DAS Bian dan Kumbe untuk wilayah HCVF prioritas tinggi perlu dilakukan. Kemudian, pada area HCVF skala rendah dan sedang, bila 1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
13
hutannya dibuka perlu disikapi dengan azas kehati-hatian. Mengapa ?? Karena hutan di Papua bagian selatan berada pada bentang lahan yang relatif datar. Umumnya merupakan wilayah dataran rendah, dan hutannya berpotensi untuk dikonversi dalam skala besar. Pembukaan hutan dalam skala luas di hutan Merauke perlu disikapi dengan azas kehati-hatian. Karena pembukaan hutan tersebut akan memicu kebakaran dalam skala luas. Ketika hutan terbuka dalam skala luas regenerasi pohon hutannya sangat sulit. Karena daerah yang terbuka luas ini akan segera akan diinvasi oleh semak Chromelaena odorata. Kehadiran semak tersebut mengancam regenerasi spesies pohon. PEMDA Merauke, Forum DAS BIKUMA, dan WWF Indonesia Merauke bersama-sama mencoba mensikapi potensi perubahan hutannya dengan azas kehatihatian (Djohan 2008).
Penutup Bila tolok ukur keberhasilan dinilai pada banyak GDP yang dihasilkan, maka semakin banyak sumber daya terolah semakin berhasillah pembangunan tersebut. Berarti semakin banyak ekosistem yang rusak. Sampai saat ini barang biologi, seperti jasa ekosistem masih mempunyai nilai yang rendah. Selama jasa ekosistem dinilai rendah maka kerusakan sumberdaya alam tidak dapat dihindari. Di dalam pengelolaan sumber daya alam ada dua pandangan, technological optimist dan technological sceptist. Untuk itu perlu rekonsialisi, yang penting menghadapi perubahan harus disikapi dengan azas kehati-hatian. Di dalam reforestrasi kembali hutan tropika rusak, isu perdagangan karbon harus disikapi dengan azas kehati-hatian, karena ekosistem hutan apakah yang akan di reboisasi atau dikonstruksi pada habitat hutan tersebut akan menentukan keberlangsungan hidup satwa liar. Rehabilitasi lahan dengan menanam pohon harus diikuti dengan perawatan sampai pohon tersebut menang dari kompetitornya, spesies r-strategi. Sehingga kebijakan insentif diberikan kepada masyarakat seharusnya diambil berdasarkan
1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
14
berapa banyak semai pohon yang dapat tumbuh sampai menjadi anak pohon, bukan pada banyaknya semai pohon yang ditanam. Ucapan terimakasih Saya mengucapkan terimaksih kepada Krisni Suhestiningsih S.Si alumnus Fakultas Biologi UGM untuk diskusinya. Daftar Acuan Dale, V. 1997. The relationship between land-use change and climate change. Ecological Application 7(30): 753-769. Djohan, T. S. 2009. Tantangan dan solusi perubahan iklim pada pembangunan pertanian dan kehutanan. Workshop Nasional: Adaptasi, Mitigasi dan Alih Teknologi Perubahan Iklim. Kementrian Negara Riset dan Teknologi Deputi Bidang Dinamika Masyarakat. Jakarta. ----------------. 2008. Ekologi hutan daerah aliran sungai Bian-Kumbe: Perspektif tata ruang Kabupaten Merauke. Seminar sehari: Tinjauan kritis dan efektif pemanfatan ruang dalam pendekatan pola dan fungsi ruang di Kabupaten Merauke. Forum DAS BIKUMA_WWF Indonesia dan PEMDA Kabupaten Merauke. Merauke ----------------, B. S. Sulistyawan, M. Wattimena, R. Tethhool, D. Sofyandi, dan Tukijo. 2005. Tipe habitat dan profil vegetasi hulu daerah aliran sungai BianKumbe, Merauke. Laporan untuk WWF Indonesia Merauke. Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. IFCA. 2007. REDDI: REDD methodology and strategies summary for policy makers. The ministry of Forestry Republic of Indonesia. Indrawan, M., R. B. Primack, dan J. Supriatna. 2007. Biologi konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Krebs, C. J. 2009. Ecology: The experimental analysis of distribution and abundance. 6th edit. Benjamin Cummings. San Francisco. Page, S. E., F. Siegert, J. O. Rieley, H-D. V. Boohm, A. Jaya , and S. Limin. 2002. The amount of carbon releases from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature 40: 61-65. Stibig, H-J, and J-P Malingreau. 2003. Forest cover of insular South East Asia mapped from recent satellite images of coarse spatial resolution. Ambio 32(7): 469-475.
1
disampaikan dalam Seminar Nasional Biologi dengan tema “Biologi, Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya” di FMIPA UNY, 4 Juli 2009
2
Dosen Fakultas Biologi, UGM
15