PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI 2016
” Inovasi Pembelajaran dan Penelitian Biologi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Menuju Abad 21” Surabaya, 20 Februari 2016
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya 2016
PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI 2016 ” Inovasi Pembelajaran dan Penelitian Biologi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Menuju Abad 21”
Penulis
: Pemakalah pada Seminar Nasional Biologi 2016
Editor
: Dr. Nur Ducha, S.Si, M.Si
Reviewer
: Prof. Dr. dr. Tjandrakirana, M.S, Sp. And. Prof. Dr. Endang Susantini, M.Pd Dra. Wisanti, M.S Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si Dr. Tarzan Purnomo, M.Si Dr. Mahanani Tri Asri, M.Si Reni Ambarwati, S.Si, M.Sc
Diterbitkan Oleh : FAKULTAS MIPA - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Gedung C-8 UNESA Kampus Ketintang Jln. Ketintang - Surabaya 60231 Telepon : 6231 8280009 pes. 310 Faximil : 6231 8296427 E-Mail :
[email protected] Edisi Pertama Cetakan Pertama Februari 2016
ISBN:
Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Salam Sejahtera bagi kita semua. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya kepada kita semua, sehingga penyusunan prosiding dari hasil kegiatan Seminar Nasional Biologi dengan tema “Inovasi Pembelajaran dan Penelitian Biologi dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Berkualitas Menuju Abad 21” dapat terselesaikan. Tujuan Seminar Nasional Biologi adalah: 1. berbagi informasi dan pemahaman tentang tuntutan pembelajaran dan profil pendidik biologi abad 21, 2) berbagi informasi tentang praktek terbaik (best practice) pembelajaran biologi, 3) berbagi informasi dan pemahaman tentang trend penelitian biologi abad 21, 4) mendesiminasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran biologi, dan 5) mendesiminasikan hasil-hasil penelitian pendidikan biologi, biologi dan ilmu-ilmu hayati lainnya. Prosiding ini berisi kumpulan makalah baik bidang pendidikan biologi, biologi, dan ilmu-ilmu hayati lainnya. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu pimpinan Universitas Negeri Surabaya atas dukungannya sehingga seminar ini dapat terselenggara, kepada pemakalah yang telah mengikuti kegiatan seminar dan makalahnya turut memberikan kontribusi pada penerbitan prosiding ini. Semoga Prosiding ini dapat memberi manfaat kontribusi bagi kemajuan ilmu Biologi dan Pendidikan Biologi di Indonesia. Terimakasih. Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Surabaya, Februari 2016 Ketua Panitia
Dr. Nur Ducha, S.Si, M.Si
iii
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii DAFTAR ISI...................................................................................................................... iv MAKALAH UTAMA
1.
ARAH PENGEMBANGAN KURIKULUM BIOLOGI DALAM MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS ABAD 21 Tjipto Sumadi, Sri Hidayati …………………………… .............................. 1
2.
PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB DAN PROSES PEMBENTUKAN WARNA MERAH PADA SARANG BURUNG WALET (Aerodramus fuciphagus) Sunu Kuntjoro …………………………………………..................................... 8
MAKALAH KELOMPOK BIOLOGI 3.
CLUSTERING KARAKTER MORFOLOGI GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (GLYCINE MAX L. MERILL) TAHAN CPMMV (COWPEA MILD MOTTLE VIRUS) SECARA KUALITATIF Tri Andri Setiawan, Siti Zubaidah, Heru Kuswantoro ...................................... 14
4.
PENGARUH EKSTRAK KASAR BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) TERHADAP EKSPRESI GEN MMP-2 PADA SEL HELA Sherry Aristyani, Evi Setyowati, dan Erni Widya Ningtyas ............................... 19
5.
KARAKTERISASI DAN INVENTARISASI KOLEKSI AKUATIK KEBUN RAYA PURWODADI Rizal Ahmad Ramadhanny, Rony Irawanto ....................................................... 23
6.
PROFIL GEN PENYANDI PROTEIN Trypsin Inhibitor TANAMAN FABACEAE PADA DATA BASE Poppy Rahmatika P., Mohamad Amin, Siti Zubaidah, Maftuchah, Agus Muji Santoso ....................................................................................................... 29
7.
PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4 D DAN KINETIN TERHADAP INDUKSI KALUS SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz dan Pav) Junairiah, Devy Manikam Pratiwi, Edy Setiti Wida Utami ............................... 33
8.
PERTUMBUHAN DAN DEGRADASI KLOROFIL BIBIT PADI BARAK CENANA YANG TERCEKAM NATRIUM KLORIDA (NaCl) I.B.M. Artadana, Poppy H. Hardjo, Steve V. Ama ............................................. 40
iv
9.
BIOSISTEMATIKA VARIETAS JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DAN JAMBU AIR (Syzygium aqueum Burm.f) MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI DI AGROWISATA BHAKTI ALAM, PASURUAN Hamidah, Noer Moehamadi ................................................................................ 44
10.
PERBANDINGAN UMUR PERBUNGAAN DAN UMUR MASAK GALUR HARAPAN DENGAN KEDELAI TAHAN CpMMV (COWPEA MILD MOTLE VIRUSES) VARIETAS UNGGUL PADA PENANAMAN AGUSTUS-NOVEMBER 2015 Febryna Nurhidayah, Siti Zubaidah, Heru Kuswantoro ................................... 49
11.
SCREENING SENYAWA METABOLIT SEKUNDER EKSTRAK RUMPUT MUTIARA (Hedyotis Corymbosa (L.) Lamk.) DENGAN METODE GC-MS Titik Wijayanti...................................................................................................... 53
12.
IDENTIFIKASI RAGAM PROTEIN FAKTOR TRANSKRIPSI GEN β-AS Arabidopsis thaliana DALAM BIOSINTESIS SAPONIN Agus Muji Santoso, Mohamad Amin, Sutiman B. Sumitro, Betty Lukiati .................................................................................................................. 62
13.
KADAR IONIK SERUM DARAH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA Pramita Adi Listiyani, Agoes Soegianto, Sucipto Hariyanto ............................. 66
14.
KUALITAS STRUKTUR TANAH DI PESISIR PANTAI DAN PERMUKIMAN PENDUDUK Mohammad Taufiq .............................................................................................. 70
15.
KOMUNITAS SERANGGA PENYERBUK DI KEBUN BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DESA NGRINGINREJO KECAMATAN KALITIDU KABUPATEN BOJONEGORO Mifta Cahya Giartika, Fatchur Rohman, Hawa Tuarita ................................... 74
16.
KORELASI ANTARA FREKUENSI MENGHIRUP ASAP PABRIK GULA DAN JUMLAH GEJALA ISPA DI DESA CUKIR JOMBANG Irma Rizqi Taufika, Kuni Mawaddah, dan Sueb ............................................... 80
17.
KONSERVASI EK-SITU JENIS AMORPHOPHALLUS SPP. DI KEBUN RAYA LIWA, KAB. LAMPUNG BARAT, PROPINSI LAMPUNG Esti Munawaroh, Yuzammi ................................................................................. 85
18.
STUDI PEMANFAATAN WANA TIRTA DANDER OLEH MASYARAKAT DESA DANDER KECAMATAN DANDER KABUPATEN BOJONEGORO Erma Ika Herawati, Suhadi, Endang Kartini .................................................... 93
19.
STRUKTUR KOMUNITAS TUMBUHAN MANGROVE DI KELURAHAN MANGUNHARJO KECAMATAN MAYANGAN KOTA PROBOLINGGO Endah Darojatul Ula, Suhadi, Fatchur Rohman............................................... 96
v
20.
PENGARUH SALINITAS DAN KADMIUM TERHADAP HEMATOLOGI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Eka Noviyanti, Agoes Soegianto, dan Sucipto Hariyanto .................................. 103
21.
EVALUASI BILANGAN MDA (Malondialdehid) SEBAGAI INDIKATOR TERJADINYA PERUSAKAN INTEGRITAS MEMBRAN SPERMATOZOA YANG DISIMPAN PADA BERBAGAI LARUTAN PENGENCER Isnawati, Tjandrakirana, Nur Ducha ................................................................. 112
22.
PENGARUH TAHU BERFORMALIN TERHADAP KADAR HORMON TESTOSTERON MENCIT JANTAN GALUR Balb/C Egi Qory Imamah, Abdul Gofur, Umie Lestari .................................................. 116
23.
PENGARUH SUHU LINGKUNGAN DAN MACAM STRAIN TERHADAP JUMLAH KETURUNAN Drosophila melanogaster Ika Sukmawati, Aloysius Duran Corebima, Siti Zubaidah ................................ 120
24.
PENGARUH TAHU BERFORMALIN TERHADAP BERAT BADAN DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT JANTAN GALUR BALB/C Abdul Gofur, Egi Qory Imamah ......................................................................... 125
25.
PROLIFERASI PLBs Vanda tricolor Lindl. var. pallida Popy Hartatie Hardjo........................................................................................... 129
26.
WAKTU PERKEMBANGAN Drosophila melanogaster STRAIN Normal, white, DAN ebony PADA KONDISI LINGKUNGAN GELAP KONSTAN Shefa Dwijayanti Ramadani, Aloysius Duran Corebima, dan Siti Zubaidah .............................................................................................................. 132
27.
POTENSI EKSTRAK BUAH CABE JAWA (Piper retrofractum Vahl.) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. Kristanti Indah Purwani, Hosnul Hotimah ........................................................ 138
28.
STATUS SERANGAN DAN DETEKSI SUGARCANE MOSAIC VIRUS (SCMV) PADA TEBU (SACCHARUM SPP, HYBRIDS) DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI Agus Heri Setyo Wahyudi, Ahmil Sholeh, Narita Ayu Maharani, Natalia Tri Astuti, Nurmalasari, Yosephine Sri Wulan Manuhara, Bambang Sugiharto, Hardian Susilo Addy ......................................................................... 143
29.
SKRINING BAKTERI INDIGENOUS OIL SLUDGE DARI KALIMANTAN PADA MEDIA POLYAROMATIC HIDROKARBON (NAPHTHALENE) Anthofani Farhan, Ni’matuzahroh, Ganden S. ................................................ 151
30.
PEMANFAATAN BAKTERI INDIGENUS DALAM MENDEKOLORISASI AIR LIMBAH GULA RAFINASI PADA VARIASI PH Dianita Puspitasari, Kinanti A. P. Lestari, Lailatus Sa’diyah, Ganden Supriyanto, Ni’matuzahroh. ................................................................................ 155
vi
31.
INVENTARISASI TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) DI KAWASAN WISATA AIR TERJUN DHOLO, KABUPATEN KEDIRI Muhammad Aries Rizky, Budhi Utami, Dwi Ari Budhiretnani ......................... 158
32.
KAJIAN DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG DAN BUAH KERSEN (Muntingia calabura) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus SECARA in vitro Mucharommah Sartika Ami ............................................................................... 162
33.
KERAGAMAN JENIS DAN POLA SEBARAN Araceae DI KAWASAN WANA WISATA UBALAN KABUPATEN KEDIRI Agustin Laela Purnama, Mumun Nurmilawati, Nur Solikin ........................... 167
34.
PENGGUNAAN KOMPOS BERBAHAN BAKU TEPUNG DARAH, TEPUNG TULANG DAN LUMPUR IPAL INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptana) Isnaini Maulida, Yuliani, Evie Ratnasari .......................................................... 172
35.
KERAGAAN DURASI REPRODUKTIF GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI TAHAN CpMMV Maria Monicha Faot, Siti Zubaidah, Heru Kuswantoro ................................... 177
36.
SKRINING BAKTERI INDIGENUS OIL SLUDGE KALIMANTAN TIMUR PENDEGRADASI POLIETILEN Muhammad Iqbal Filayani, Ni’matuzahroh, Ganden Supriyanto .................... 183
37.
ANALISIS RESIDU PARAQUAT DAN PENGARUH PAPARAN PARAQUAT TERHADAP POPULASI MIKROB PADA TANAH PERKEBUNAN DESA BATETANGNGA SULAWESI BARAT Sahribulan, Ni’matuzahroh, Tini Surtiningsih, Ganden Supriyanto ............... 188
38.
UPAYA PELESTARIAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) DENGAN METODE KULTUR JARINGAN Widi Purwianingsih, Dini Fatwa Kania, R.Kusdianti ........................................ 193
39.
KETAHANAN GALUR-GALUR KEDELAI TAHAN CpMMV DAN VARIETAS UNGGUL PADA MASA TANAM AGUSTUS-NOVEMBER 2015 Rimbi Paulina Dewi, Fatchur Rohman, Siti Zubaidah, Heru Kuswantoro ................................................................................................. 198
40.
STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROBENTOS SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI BEDADUNG JEMBER Umi Nurjanah, Ibrohim, Dahlia ......................................................................... 202
41.
FITOSTEROL DALAM MINYAK JAGUNG DAPAT MEMPERCEPAT PERKEMBANGAN OVIDUK AYAM PETELUR (Gallus sp) Yustinus Maladan ................................................................................................ 210 vii
42.
PEMBERIAN SERESAH DAUN JATI DALAM MENINGKATKAN KADAR HARA DAN SIFAT FISIKA TANAH PADA TANAH KAPUR Yuliani, Yuni Sri Rahayu .................................................................................... 213
43.
MORFOLOGI SpltMNPV (Spodoptera litura Multiple Nucleopolyhedrosis Virus) ISOLAT JAWA DI LIHAT DENGAN MENGGUNAKAN MIKROSKOP ELEKTRON TRANSMISI DAN SCANING Mahanani Tri Asri ............................................................................................... 218
44.
IMPLEMENTASI PENGENCER CEP-D DALAM METODE PEMBEKUAN SEMEN SAPI LIMOUSIN Eka Ayu Astrini, Nur Ducha, Nur Kuswanti...................................................... 223
45.
DETEKSI BAKTERI SIMBION PADA LALAT TANGKAI MATA PANJANG (Cyrtodiopsis dalmanni) DENGAN ANALISA RIBOSOMAL INTERGENIC SPACER ANALYSIS Setyo Adiningsih .................................................................................................. 227
46.
POTENSI BAKTERI PELARUT FOSFAT DAN PENAMBAT NITROGEN SEBAGAI BAKTERI FUNGSIONAL DAN EFEKNYA TERHADAP TANAMAN PADI DI TANAH SALIN Suliasih, Sri Widawati ......................................................................................... 233
47.
ISOLASI, KARAKTERISASI, ANALISA KIMIA DAN DETEKSI BAPPT BAKTERI TANAH PERAKARAN PADI DARI RAMBUT SIWI, BALI Sri Widawati, Suliasih ......................................................................................... 237
48.
PENGARUH TEKNIK PEMECAHAN DORMANSI SECARA FISIKA DAN KIMIA TERHADAP KEMAMPUAN BERKECAMBAH BIJI KELENGKENG (Dimocarpus longan) Firda Ama Zulfia ................................................................................................. 245
49.
EFEK ANTIBAKTERI PERASAN KULIT JERUK PURUT (Citrus hystrix) TERHADAP PERTUMBUHAN Salmonella typhi SECARA IN VITRO Widyaningsih I, Corona, ND, Sudibyo A ............................................................ 251
50.
AKTIVITAS SENYAWA ANTIKANKER DARI SPONS LAUT Aaptos suberitoides TERHADAP PROFIL PROTEIN PLASMA DARAH MENCIT (Mus musculus) PENDERITA KANKER Noor Nailis Sa’adah, Awik P.D. Nurhayati ....................................................... 254
51.
ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) Ririn Masfaridah, Nurul ‘Aini, Ratna Y. Lestari, Guntur Trimulyono ............ 260
52.
KERAGAMAN BENTUK OSIKULA PADA TERIPANG Colochirus quadrangularis DI SELAT MADURA D. Winarni, S.D Prastyaningtias, E.D Masithah ............................................... 264
viii
53.
PENGARUH TANAMAN MURBEI YANG DIBERI PUPUK ZA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ULAT SUTERA ALAM Riski Fauziah, Jekti Prihatin, Suratno ............................................................... 273
54.
PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MENGUNGKAP BERBAGAI FENOMENA PENYIMPANGAN RASIO MENDEL Ahmad Fauzi, Aloysius Duran Corebima ........................................................... 278
55.
FENOMENA GAGAL BERPISAH, EPISTASIS, DAN NISBAH KELAMIN PADA Drosophila melanogaster Ahmad Fauzi, Aloysius Duran Corebima........................................................... 283
56.
MOTILITAS SPERMATOZOA DARI SEMEN SAPI YANG BERBEDA SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU 4-5°C DALAM PENGENCER CEPD DENGAN SUPLEMENTASI KUNING TELUR Nur Ducha............................................................................................................ 289
MAKALAH KELOMPOK PENDIDIKAN BIOLOGI
57. SOSIALISASI
PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESADARAN SISWA DAN MASYARAKAT AKAN DAMPAK ALIH FUNGSI LAHAN MANGROVE Astuti Muh. Amin, Mimien Henie Irawati, Fatchur Rohman, Istamar Syamsuri ……………………………….. .............................................. 293
58.
PENDIDIKAN KONSERVASI SUMBER DAYA WILAYAH PESISIR UNTUK SISWA USIA DINI DI SDN PULAU PARI 01 PAGI KEPULAUAN SERIBU SELATAN Sarah Rosemery Megumi Wouthuyzen .............................................................. 302
59.
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SOCIO-BIOLOGICAL CASE BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF MAHASISWA BIOLOGI FMIPA UM Herwim Enggar Pratiwi, Hadi Suwono, Herawati Susilo ................................. 311
60. PENGEMBANGAN MULTI-PURPOSES TEXTBOOK (MTB) BERTEMA BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER BERSINTAK READING QUESTIONING AND ANSWERING (RQA) Muhammad Bagas Murditya, Alosiyus Duran Corebima, Umie Lestari ......... 316 61.
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM−BASED FIELD INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN BIOLOGI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM) Agung Wibowo, Hadi Suwono, Dwi Listyorini................................................... 323
ix
62. PENGEMBANGAN
BUKU PENGAYAAN MATAKULIAH BIOTEKNOLOGI BERBASIS KEDALAMAN MATERI PADA MAHASISWA SEMESTER VII UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI Farida Nurlaila Zunaidah .................................................................................. 328
63. PEMANFATAAN Drosophila melanogaster SEBAGAI ORGANISME MODEL DALAM MEMPELAJARI HUKUM PEWARISAN MENDEL Ahmad Fauzi, Aloysius Duran Corebima .......................................................... 335 64.
HUBUNGAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF DENGAN HASIL BELAJAR KOGNITIF IPA DAN BIOLOGI SISWA SMP DAN SMA DI MALANG PADA PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) B.H. Siswati, Aloysius Duran Corebima ............................................................ 341
65.
TIPOLOGI GERAKAN MENCUCI TANGAN PAKAI SABUN DI SEKOLAH KOTA MALANG Moch. Agus Krisno Budiyanto ............................................................................ 348
66.
KELAYAKAN TEORITIS BUKU AJAR MATA KULIAH PENDIDIKAN KONSERVASI UNTUK MELATIH SADAR KONSERVASI BAGI MAHASISWA Ulfi Faizah, Muji Sri Prastiwi .......................................................................... 355
67.
GURUKU SAYANG, GURU IDOLAKU Rahmi Nugraningrum ......................................................................................... 362
68.
PENGEMBANGAN MODUL KEANEKARAGAMAN HAYATI BERBASIS MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK SISWA KELAS X MAN 1 MALANG Samsul Bahri, Istamar Syamsuri, Susriyati Mahanal ...................................... 368
69.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SCREAMBLE MELALUI LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN AFEKTIF MAHASISWA Diah Harmawati, Indah Sulistiyawati, Mimien Heni Irawati Al Muhdhar ......................................................................................................... 376
70.
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF, AFEKTIF, DAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA KELAS VIII SMP 06 DIPONEGORO WULUHAN JEMBER Imam Bukhori Muslim, Mimien Henie Irawati Al Muhdhar, Istamar Syamsuri ................................................................................................. 379
71.
PEMBELAJARAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOTEKNOLOGI PADA SISWA SMA 1 GAPURA Eko Yulianingsih ................................................................................................ 384
x
72.
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN BUKU AJAR BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH MATERI EKOLOGI UNTUK KELAS X SMA Kurniati ‘Aziza, Endang Susantini, Herlina Fitrihidajati ................................. 390
73.
PENGARUH DISCOVERY LEARNING DENGAN PENERAPAN MEDIA PEMBELAJARAN VIDIO TERHADAP PENINGKATAN MOTIVASI DAN KOMPETENSI KOGNITIF SISWA PADA MATERI VIRUS Yuni Rohmawati .................................................................................................. 394
74.
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL), READING QUESTIONING AND ANSWERING (RQA), PBL DIPADU RQA DAN GENDER TERHADAP MOTIVASI PRIA DAN WANITA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI Putri Octa Hadiyanti, Aloysius Duran Corebima, dan Abdul Ghofur .............. 399
75.
HUBUNGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA PEMBELAJARAN SEARCH SOLVE CREATE AND SOLVE DI SMA Yusnaeni, Herawati Susilo, A.D. Corebima, Siti Zubaidah ............................... 406
76.
KARTU KONSEP SEBAGAI INDIKATOR MASTERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Widi Purbo Handayani ........................................................................................ 410
77.
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DISERTAI DIAGRAM POHON PADA MATERI FOTOSINTESIS KELAS VIII SMP NEGERI 1 SAWOO Afrida Husniati, Suciati, Maridi ......................................................................... 416
78.
IMPLEMENTASI AUTHENTIC ASSESSMENT PADA MODEL BELAJAR GALERY WALK SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PENGETAHUAN METAKOGNITIF STRATEGIS SISWA KELAS X MIPA3 SMAN 2 SEMARANG Andri Witheastutie ............................................................................................... 424
79.
PERAN ASESMEN KINERJA DALAM MENINGKATKAN HABITS OF MIND SISWA Siti Sriyati, Nukhbatul Bidayati Haka ................................................................ 431
80.
PENGGUNAAN MEDIA INSEKTARIUM HEWAN DI LINGKUNNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAUR HIDUP HEWAN DI KELAS IV SDN WATESNEGORO 1 NGORO MOJOKERTO Pairan ................................................................................................................... 436
xi
81.
UPAYA PENGEMBANGAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DI SMK KAWASAN SURABAYA BARAT Mohammad Taufiq, Mimien H. Irawati, Fatchur Rohman, Istamar Syamsuri ................................................................................................. 439
82.
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE INDEX PUZZLE MATCH PADA MATERI JARINGAN TUMBUHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IPA-6 DI SMA MUHAMMADIYAH 2 SIDOARJO Ida Fithria ............................................................................................................ 444
83.
PENERAPAN PEMBELAJARAN EKOSISTEM DAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP, SIKAP, DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM MENDUKUNG PROGRAM ADIWIYATA DI SMP NEGERI 2 MALANG Arga Triyandana, Mimien Henie Irawati, Ibrohim ........................................... 449
84.
ANALISIS KETERAMPILAN METAKOGNITIF DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK BERBEDA PADA PERKULIAHAN KONSEP DASAR IPA Ahmad Muhlisin, Herawati Susilo, Mohamad Amin, Fatchur Rohman .......... 456
85.
PENERAPAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI PEMBUATAN PUPUK BERBAHAN LIMBAH ORGANIK UNTUK SISWA SMA KELAS X SMA SEJAHTERA SURABAYA Anita Putri Maharsari, Hadi Purwanto .............................................................. 460
MAKALAH KELOMPOK POSTER 86.
CIRI MORFOLOGI Spodoptera litura YANG TERINFEKSI BIOINSEKTISIDA MIKROBIA DAN NABATI DALAM FORMULA FOTO-PROTEKTAN Mahanani Tri Asri, Evie Ratnasari, Asri Widjiastuti, Winarsih ....................... 464
87.
PENGGUNAAN PENGENCER DASAR TRIS-CITRIC ACID-FRUCTOSE (TCF) DENGAN SUPLEMENTASI SOYA DALAM METODE PEMBEKUAN SEMEN KAMBING BOER Lucky Noviansyah, Nur Ducha ........................................................................... 469
88.
SIFAT PLASTIDA DAUN Ficus elastica PADA HABITAT TERNAUNG DAN TERDEDAH Debby Verama Sari, Ulfah Rahmawati Setiawan, Fajrul Falah, Tria Amalia Atika, Wahyu Eko Savitri, Dara Ayu Permata, Rinie Pratiwi P., Ahmad Bashri .......................................................................... 473
89.
STRUKTUR ANATOMI JARINGAN DAUN MANGGA SEHAT DENGAN DAUN MANGGA TERSERANG HAMA Muhlas, Siti Sundari, Wahyu Utami, Ria Indi Rohmawati, Yolanda Ayu Pratiwi, Desy Muwaffaqoh, Rinie Pratiwi Puspitawati, Ahmad Bashri ...................................................................................................... 477 xii
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
ARAH PENGEMBANGAN KURIKULUM BIOLOGI DALAM MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA BERKUALITAS ABAD 21 Tjipto Sumadi 1), Sri Hidayati 2) Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Badan Litbang, Kemdikbud Jl. Gunung Sahari Raya Nomor 4A Jakarta Pusat. 1)
[email protected],2)
[email protected]
PENGANTAR Kurikulum merupakan suatu istilah yang sering disebut dalam setiap upaya peningkatan mutu pendidikan. Penggunaan istilah kurikulum sering dipakai dalam arti luas dan dalam arti sempit secara bergantian sesuai dengan topik pembahasan yang dibicarakan. Kurikulum merupakan suatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Menurut Sukmadinata (1997) kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Sebagai hal yang penting dalam pendidikan, kurikulum sebagai nukleus dalam perancangan sistem pendidikan, implementasi sebagai praksis dari rancangan, dan menghasilkan keluaran yang align dengan yang dirancang. Proses pendidikan menggerakkan seluruh sumber daya pendidikan yang tidak hanya dari sisi fisik bangunan dan sarana, melainkan perlu penganggaran yang harus dirancang dan yang lebih penting lagi yaitu bagaimana pola pikir atau mind set pelaku pendidikan yang berlandasankan pada filosofi, teori, dan konsep yang memadai tentang kurikulum. Landasan tersebut akan mendasari arah gerak langkah menuju pembangunan manusia sehingga akan menghasilkan modal manusia yang tidak hanya sehat fisik badaniyah tetapi manusia paripurna. Pendidikan harus menuju pada titik kulminasi dari konsep manusia Indonesia yang memiliki akar budaya Indonesia tetapi berpikiran maju, mandiri, dan kompetitif yang patuh dan cinta kepada bumi pertiwi. Kurikulum merupakan jantung pendidikan dan penggerak pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu cara dalam menyiapkan modal manusia untuk pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan dasar dan menengah disiapkan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi peserta didik dalam konteks masa kini dan masa yang akan datang. Proses pendidikan dengan kurikulum sebagai acuan harus selalu up to date sesuai dengan kebutuhan masa depan bangsa. Oleh sebab itu, dengan adanya perubahan tuntutan hidup, maka kurikulum harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian, penyempurnaan, revisi, dan memfasilitasi kebutuhan anak menghadapi
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
persoalan masa depan. Penyesuaian ini dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan anak masa kini dan masa yang akan datang karena kurikulum pada dasarnya di rancang untuk kebutuhan masa depan dan akan berubah setiap saat diperlukan dan hal ini sesuai dengan sifat dari kurikulum. Menurut Hasan (2008) bahwa kurikulum tidak mungkin berlaku sepanjang masa, karena ada keterbatasan dalam konteks waktu. Suatu kurikulum yang sesuai dengan konteks waktu tertentu belum tentu sesuai dengan waktu yang lain, walaupun diberlakukan pada tempat/satuan pendidikan yang sama. Pandangan ini didukung oleh pernyataan Ornstein dan Hunkins (2009), kurikulum harus selalu dipikirkan kembali konteksnya karena kurikulum berhubungan dengan dorongan politik, ekonomi, sosial, moral, dan artistik. Sukmadinata (1997) menguraikan bahwa pengembangan kurikulum bertitik tolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa, dan sekolah mempersiapkan anak bagi kehidupan orang dewasa, maka kurikulum terutama isi kurikulum, diambil dari kehidupan orang dewasa dari hasil analisis. Sumber penyusunan kurikulum berorientasi pada budaya dan anak. Pengembangan kurikulum berdasarkan pada pengalaman-pengalaman kurikulum yang lalu. Konteks pengembangan Kurikulum 2013, yaitu konteks waktu saat ini. Demikian pula mata pelajaran Biologi di SMA. Sebagai mata pelajaran dalam peminatan Matematika dan Ilmu-ilmu alam, tidak terlepas dari kontek pengembangan Kurikulum 2013 secara umum. Di mana era dunia saat ini merupakan era konseptual yang ditandai dengan pola pikir high concept dan high touch (Pink, 2005). Dunia pekerjaan sudah tidak hanya mengandalkan penguasaan pengetahuan saja, hal itu belum cukup, tetapi mengandalkan kemampuan berpikir kreatif. Oleh karena itu, kurikulum disusun dalam konteks abad 21, kehidupan masyarakat dan kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan abad ini. Dalam paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada acara penyegaran tim pengembang kurikulum menyampaikan bahwa Kurikulum 2013 menyiapkan generasi emas Indonesia dengan memanfaatkan bonus demografi. Kurikulum 2013 disusun berdasarkan Perpres RI No. 5 Th 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang menitikberatkan
1
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
pada pembangunan modal manusia melalui perubahan metodologi pembelajaran dan penataan ulang kurikulum. Selanjutnya, disebutkan pula bahwa kurikulum disusun dalam upaya percepatan pembangunan guna membentuk daya saing dan karakter bangsa. Dengan ide kurikulum yang demikian, maka dokumen kurikulum disusun sebagai pedoman bagi sekolah untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dikelola oleh guru sebagai seorang professional di bidang pekerjaannya, menciptakan ruang dan situasi yang mendukung tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pada akhirnya, peserta didik akan memiliki kemampuan sebagai hasil belajar yang align dengan kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan. Ide kurikulum, dokumen kurikulum, kurikulum yang diajarkan guru (taught curriculum), dan hasil belajar siswa (learned curriculum) haruslah align/segaris/sama. Apabila apa yang diajarkan tidak sama dengan dokumen kurikulum, maka hasil belajar tidak akan sama dengan dokumen kurikulum sebagai dengan rencana yang telah didesain sebagai perwujudan dari ide kurikulum. Hal ini membuat kurikulum menjadi tidak tercapai. Pada Kurikulum 2013, Biologi merupakan kelompok mata pelajaran program peminatan bidangbidang Matematika dan Ilmu-ilmu Alam pada jenjang SMA/MA. Sebagai suatu disiplin ilmu, biologi memiliki karakteristik yang berbeda dengan rumpun IPA lainnya. Biologi menjawab pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan bagaimana hidup dan sistem hidup yang berlangsung di alam, bagaimana perubahan lingkungan. Biologi memahami proses biologi dasar yang mendukung kehidupan di muka bumi dan seluruh kebutuhan makhluk. Biologi juga mempelajari saling hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya. Ilmu biologi sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari karena berhubungan dengan diri sendiri dan lingkungan. Penguasaan konsep biologi berhubungan dengan kehidupan masyarakat karena berhubungan dengan lingkungan, teknologi, dan kehidupan masyarakat dengan adanya Salingtemas. Penguasaan yang memadai dari konsep-konsep biologi akan meningkatkan derajat kesehatan, kualitas hidup, kualitas lingkungan, dan dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat karena meningkatnya kualitas diri dan lingkungan hasil penerapan penguasaan konsepkonsep biologi. Belajaran biologi akan dapat meningkatkan mutu hidup dan mutu lingkungan (Robinson et al, 2010). Biologi juga sangat diperhitungkan untuk kehidupan masa depan seperti yang diuraikan oleh James Canton (2006) bahwa inovasi masa depan sangat dipengaruhi oleh biologi.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Biologi sebagai mata pelajaran memiliki ruang lingkup yang tediri atas aspek kerja ilmiah sebagai proses dan lingkup materi sebagai produk. Aspek kerja ilmiah terdiri dari proses ilmiah dan keselamatan kerja. Menurut Biological Sciences Curriculum Studies (BSCS) ruang lingkup biologi terdiri atas 6 aspek prinsip pemersatu, 1) Evolusi, 2) interaksi dan saling ketergantungan, 3) Genetika dan reproduksi, 4) pertumbuhan, perkembangan, dan diferensiasi, 5) energi, materi dan organisasi, dan 6) pemeliharaan keseimbangan lingkungan. Ke-enam prinsip kemudian dibagi menjadi 20 konsep dasar (NSTA, 2009). Mata pelajaran Biologi bertujuan untuk menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial, membekali pengetahun dan keterampilan kepada peserta didik yang relevan dengan biologi agar peserta didik mampu untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi dan sebagai warga negara. Namun demikian, seperti apa pengembangan kurikulum Biologi SMA yang sesuai dengan konteks kehidupan dan tuntutan kehidupan abad 21. Bagaimana mata pelajaran Biologi SMA/MA akan memberikan kontribusi terhadap pembentukan modal mausia Indonesia yang kompetetif dan adaptif yang akan melanjutkan pembangunan ke arah masa depan bangsa yang maju, mandiri, adil, dan makmur seperti yang dicita-citakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Informasi terkait kemengapaan dan ke mana kurikulum Biologi SMA dikembangkan bagi guru biologi masih sangat kurang. Pola pikir apa, kondisi apa, serta faktor apa yang mendorong adanya reformulasi kurikulum biologi SMA perlu dipahami oleh guru agar terjadi perubahan mindset dalam mengimplementasinya sehingga bukan sekedar perubahan kurikulum hanya sebagai perubahan dokumen tetapi perubahan pola pikir yang akan mendorong perubahan perspektif, cara pandang, yang membentuk perilau guru masa kini sesuai dengan tuntutan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik. Paparan ini diharapkan akan memberikan alternatif pemikiran yang tepat dalam mengimplementasikan kurikulum biologi. Dengan memahami alternatif pemikiran pengembangan mata pelajaran Biologi SMA, diharapkan dapat diimplementasikan secara align/selaras antara ide kurikulum, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses, sehingga menghasilkan proses pembelajaran yang transformatif terhadap ilmu pengetahuan dan mengahasilkan lulusan peserta didik yang bermutu.
2
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
KURIKULUM BARU Pengembangan Kurikulum Biologi mengikuti alur atau siklus pengembangan kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia. Berbagai rasional dan landasan pengembangan kurikulum secara umum menjadi ide kurikulum yang menjadi bahan perbaikan kurikulum yang telah berjalan atau curriculum improvement. Curriculum Improvement dilakukan berdasarkan pada kurikulum yang telah ada (Oliva, 1992). Pengembangan kurikulum merupakan sebuah siklus tertutup yang selalu berulang. Beauchamp (1975) mengatakan bahwa rekayasa kurikulum (curriculum engineering) terdiri dari 3 sequence dimulai dari fungsi utamanya yaitu planning/perencanaan, dilanjutkan dengan implementasi, dan evaluasi yang kemudian kembali lagi kepada perencanaan. Sehingga kurikulum selanjutnya merupakan penyesuaian dari kurikulum sebelumnya. Oliva (1992) menyatakan bahwa: “Curriculum as a Product of Time” Kurikulum (sekolah) tidak hanya merefleksikan (kapan waktunya) tetapi juga produk dari masa itu. Ketika masa berganti, maka kurikulum bisa bersifat usang dan tidak relevan. Sejarah kurikulum menunjukkan bahwa dengan berubahnya waktu, seiring dengan hasil pemikiran para ahli, faktor pendorong perubahan kurikulum yaitu filosofis, sosiologis, terdapat berbagai respon baik dalam kurikulum maupun pembelajaran. Kurikulum 2013 disusun terkait dengan dorongan internal dan eksternal. Tantangan internal terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Oleh sebab itu, tantangan besar yang dihadapi yaitu bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban. Faktor eksternal yang memengaruhi perubahan kurikulum yaitu terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Tantangan eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Programe for International Student Assessment (PISA) merupakan salah satu dari berbagai studi
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
internasionl yang berhubungan dengan literasi sains, matemtika, dan membaca pada peserta didik berusia 15 tahun. Indonesia sejak tahun 2003 menjadi partisipan dalam studi PISA dan hasil studi dilaporkan secara internasional. Hasil studi PISA menunjukkan bahwa perolehan nilai siswa Indonesia termasuk dalam kategori Low Educational Performance, artinya bahwa hasil pembelajaran anak Indonesia terhadap sains salah satunya dari studi tersebut masih kurang menggembirakan (OECD, 2012). Dengan menggunakan PISA sebagai framework dalam penyempurnaan kurikulum, diharapkan agar siswa mampu mengimbangi anak seusianya secara internasional. Hasil capaian pada studi tersebut menjadi landasan kita untuk memperbaiki pembelajaran pendidikan sains dalam hal ini termasuk pembelajaran biologi. Biologi menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkup sains di SMP. Lingkup PISA tidak hanya sekedar menuntut pada kemampuan penguasaan konsep, menghafal hukum dan teori, mengingat konvensi, tetapi lebih jauh lagi menerapkan penguasaan konsep-konsep Biologi dalam kehidupan sehari-hari secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Penyelesaian masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari mengaplikasikan penguasaan konsep yang dipelajari di sekolah sehingga peserta didik akan menentukan tindakannya secara akademik, berpikir ilmiah, dan mengaplikasikan sikap dan nilai yang ditumbuhkan di sekolah. Lingkup yang dinilai dalam PISA yaitu: “health and disease, natural resources, environmental quality, hazard, dan frontier of science and technology” pada lingkup personal, nasional, dan global. Lingkup yang diujikan dalam PISA juga menjadi dasar dalam pengembangan kompetensi mata pelajaran Biologi. Lingkup Biologi yang dievaluasi dalam studi PISA belum sepenuhnya dielaborate. Hal ini turut menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kurikulum Biologi. National Research Council Washington DC dalam buku A New Biology for 21st Century mengemukakan bahwa tantangan biologi masa depan harus memperhatikan beberapa aspek untuk pengembangan Biologi, yaitu menggerakkan lebih banyak lagi tanaman pangan yang mampu hidup pada lingkungan yang berubah, memahami dan memelihara fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati dalam menghadapi perubahan iklim, mengembangkan energy alternatif, dan memahami aspek kesehatan indvidu. Jadi ada 4 isu utama dalam Biologi masa depan yaitu makanan, lingkungan, energi, dan kesehatan. Oleh sebab itu terbuka peluang bagi kita bagaimana menghadapai tantangan tersebut. Selain itu, menurut buku The Extreme Future yang ditulis oleh James Canton (2006) menguraikan
3
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
bahwa masa depan dunia akan dikuasai antara lain oleh produk-produk nanoteknologi, neuroteknologi, bioteknologi, dan industri tekologi informasi. Hal ini jelas bahwa kehidupan masa depan sangat berkaitan dengan ilmu biologi. Oleh karena itu, penguasaan ilmu biologi bagi peserta didik akan memengaruhi kehidupan masa depan. Pola Pikir Abad 21 Kurikulum disiapkan untuk kehidupan masa yang akan datang bagi peserta didik. Kehidupan abad 21 ditandai dengan kemampuan kompetitif yang menjadi modal dasar generasi muda membangun bangsa. Kompetisi tidak hanya sekadar mendapatkan nilai ujian yang tinggi tetapi bagaimana dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif, melakukan kegiatan dengan kolaborasi, dan berpikir dan berkarya secara efektif dan kreatif. Pelajaran Biologi harus mempertimbangkan pola pikir baru dan tantangan kehidupan baru abad 21. Dalam abad 21, kehidupan semakin kompetitif. Perdagangan bebas, baik produk barang maupun jasa akan bergerak merambah seluruh muka bumi melewati batas ruang dan waktu. Tidak ada lagi pembedaan pangsa pasar dengan pembatas teritori pulau, negara, atau benua. Perdagangan berbagai produk karya manusia akan dapat diakses oleh pelanggan dengan transaksi tidak lagi dilakukan secara fisik, melainkan secara nonfisik melalui komunikasi firtual. Hal ini menyebabkan kompetisi yang sangat tinggi antarpenyedia barang dan jasa. Begitu pula pemenuhan kebutuhan dikendalikan oleh tidak hanya pada pola pikir tradisional, melainkan pola pikir baru secara keseluruhan pada kerja otak manusia. Daniel Pink (2005) mempromosikan lima pola pikir baru dalam kehidupan abad 21. Pola pikir baru yang menentukan kompetisi di mana arah pemenuhan kebutuhan dan aktivitas manusia tidak lagi dikendalikan oleh sekedar kemampuan otak kiri, tetapi lebih didomiasi kemampuan kerja otak kanan. Keenam “sense” baru tersebut, yaitu: (1) not just function, but also design; (2) not just argument, but also story; (3) not just focus, but also symphony; (4) not just logic, but also empathy; (5) not just seriousness, but also play; and (6) not just accumulation, but also meaning. Keenam kecerdasan tersebut, yakni: (1) Not just function, but also design. Tidak hanya fungsi tetapi desain. Tidaklah lagi memadai untuk menciptakan sebuah produk, jasa, atau gaya hidup yang semata-mata fungsional. Saat ini adalah saat yang secara ekonomi penting dan berharga secara personal untuk menciptakan sesuatu yang juga indah, sedikit fantastis, dan menarik secara emosional, (2) Not just argument, but also story. Tidak hanya argument tetapi juga cerita. Ketika hidup
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
kita penuh dengan informasi dan data, mengumpulkan argument yang efektif tidaklah memadai. Seseorang entah dimanapun juga pasti akan menemukan sesuatu yang berbeda untuk membantah maksud seseorang. Esensi dari persuasi, komunikasi, dan pemahaman diri telah menjadi suatu kemampuan juga untuk menciptakan suatu kisah menarik, (3) Not just focus, but also symphon. Tidak hanya fokus tetapi juga simfoni. Banyak dari era-era industri dan informasi membutuhkan fokus dan spesialisasi. Namun sekarang ada penghargaan terhadap kecerdasan menggabungkan bagian-bagian atau disebut dengan simfoni. Hal ini memerlukan sintesis bukan analisis, melihat secara keseluruhan perspektif, melintasi batasan-batasan, dan dapat mengkombinasikan bagian-bagian terpisah menjadi kesatuan yang mengesankan, (4) Not just logic, but empathy. Tidak hanya logika tetapi juga empati. Kapasitas untuk pemikiran yang logis adalah salah satu hal yang membuat kita menjadi manusia. Namun dalam sebuah dunia yang penuh informasi dan alat analitis yang maju, logika kadang tidak bisa. Untuk mempererat hubungan dan peduli orang lain dengan empati, (5) Not just serious, but also play. Tidak hanya keseriusan jamun juga permainan. Banyak pendapat dengan bersikap tenang tertawa, permainan, dan humor, namun tentu saja adakalanya harus serius memberikan keuntungan professional. Namun, terlalu serius akan menimbulkan stress, dan (6) Not just accumulation, but also meaning. Tidak hanya akumulasi tetapi juga makna. Dengan kemelimpahan materi maka tidak lagi mengejar kesenangan. Empati adalah kemampuan untuk membayangkan diri anda berada pada sisi orang lain dan memahami orang lain. Empati memungkinkan kita melihat sisi lain dari sebuah argumen (Pink, 2005). Keenam sense ini sudah selayaknya di kuasai oleh peserta didik dan juga para guru. Guru membangun kemampuan peserta didik untuk berkarya dengan penuh seni dan keindahan artistik, mengembangkan kemampuan mengungkapkan gagasan tidak hanya sekedar argument tetapi menyampaikan secara efektif dan efisien dengan penuh simpati. Mengembangkan kemampuan higher order thinking dengan tidak hanya berpikir linier, tetapi kemampuan sintesis, analisis, dan evaluative, mengedepankan empati, guru mengajar tidak hanya berfokus pada pemahaman konsep, namun bagaimana konsep-konsep tersebut dikembangkan pada diri peserta didik. Inilah mengapa kurikulum mata pelajaran biologi di SMA/MA tidak hanya mengedepankan pada pengetahuan biologi tingkat rendah tetapi sudah sampai pada kompetensi pengetahuan memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Dalam hal keterampilan
4
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
tidak hanya meniru sebagai keterampilan tingakt rendah tetapi diharapkan kemampuan biologi SMA/MA sudah mengolah, menalar, dan menyaji, serta mengkreasi dalam ranah konkret dan abstrak. Kebutuhan Masa yang Akan Datang yang Relevan dengan Biologi Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan pada kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Kehidupan abad 21 diwarnai dengan perkembangan teknologi informasi yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat yang tidak mungkin lagi dihindari. Pengetahuan dapat diakses kapanpun dan dari manapun melalui jaringan maya sehingga pengetahuan dapat diperoleh kapan saja, di mana saja dan oleh siapa saja. Hal ini sangat penting untuk mengubah paradigma belajar dan mengajar Biologi. Pembelajaran bisa dilakukan peserta didik dengan mengakses visualisasi tiga dimensi konsep-konsep biologi sehingga guru sudah tidak relevan lagi mengajarkannya dengan berceramah di depan kelas. Penggunaan sarana teknologi informasi mutlak digunakan sebagai media dalam pembelajaran di kelas. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era konseptual saat ini demikian pesat terutama dalam bidang ilmu dasar dan ilmu terapan. Perkembangan ilmuilmu fisika dan kimia, serta teknologi juga menyebabkan perkembangan ilmu biologi dan penerapannya sehingga pada saat ini disebut dengan era bioteknologi. Aplikasi biologi dalam bioteknologi sebagai alternatif pemecahan masalah sudah menjadi bagian dari kehidupan masa kini dan akan lebih kuat untuk kebutuhan yang akan datang. Canton (2006) mengidentifikasi ada 8 (delapan) inovasi fundamental baru akan menentukan masa depan, yaitu: 1) Biomimetik: Peniruan mekanisme alam untuk menciptakan produk baru; 2) Photonics: Penggunaan cahaya untuk menciptakan produk baru; 3) Nanobiotech: Kombinasi nanoteknologi dengan bioteknologi; 4) Genomik terarah: Pemanfaatan informasi genetik untuk menghasilkan obat, makanan, dan alat-alat yang lebih aman; 5) Biodeteksi: Pemanfaatan informasi biologis untuk mengetahui risiko dan penyakit; 6) Alat-alat neuro: Penciptaan mesin-mesin mikro untuk meningkatkan atau memperbaiki kerja otak; 7) Nanoenergy: Kombinasi nanotech dan energi untuk menciptakan bahan bakar yang dapat diperbaharui; dan 8) Quantum Encryption: Penggunaan komputasi kuantum untuk melindungi jaringan, produk, dan manusia. Delapan inovasi fundamental tersebut lima di antaranya berhubungan erat dengan biologi. Jika dikaitkan dengan prediksi inovasi masa depan dari Canton, maka biologi merupakan kajian yang sangat penting untuk menentukan kehidupan masa depan. Karenanya, arah pengembangan dan implementasi
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
kurikulum mata pelajaran biologi menjadi penting dengan pengusaan konsep dengan pemahaman, dan aplikasinya dalam kehidupan. Demikian pula dalam proses pembelajaran, penting bagi guru untuk memahami pembentukan skema pikiran sesuai dengan teori belajar biologi. Bagaimana memvisualisasi gambaran-gambaran tiga dimensi dari gambar-gambar dua dimensi pada buku dan hasil pengamatan dengan mikroskop. Tuntutan kompetensi ini dideskripsikan dalam kompetensi keterampilan atau KI 4. Penting artinya untuk pembentukan skema pengetahuan dalam pikiran anak sebab penguasaan kompetensi merupakan satu kesatuan antara pikiran, perasaan, seluruh bagian tubuh berkenaan dengan psikomotorik, yang nantinya membentuk performa anak yang terdidik dan selalu bertindak berbasis pada data dan fakta bukan pada asumsi. Kompetensi Biologi pada kurikulum kita, tidak berbeda dengan apa yang telah diuraikan oleh NSTA (2009), antara lain yaitu: Unifying Pricipe Evolution
Interactions and Interdepedence
Genetic continuity and reproduction
Growth, development, and differentiation Energy, matter, and organization
Maintenance of a dynamic equilibrium
Major Biological Concepts Patterns and products of evolution, including genetic variation and natural selection Extinction Conservation biology, including wise use of resources Characteristics shared by all living systems Overview of biodiversity, including specialization and adaptation demonstrated by living systems Environment factors and their effects on living systems Carrying capacity and limiting factors Community structure, including food webs and their constituents Interactions among living systems Ecosystems, nutrient cycle, and energy flow The biospehere and how humans affect it Genes and DNA, and the effect of interactions between genes and the environment on growth and development Patterns of inheritance demontrated in living systems Patterns of sexual reproduction in living systems Patterns of development Form and function Hierarchy of organization in living systems Metabolism, including enzymes and energy transformation Homeostasis, the importance of feedback machanisms, and certain behaviors Human health and disease
5
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
Dengan demikian, biologi dengan karakteristiknya merupakan mata pelajaran yang sangat mendukung peningkatan dan keseimbangan antara soft skill dan hard skill pada diri peserta didik melalui pembelajaran langsung (direct teaching) dan pembelajaran tidak langsung (indirect teaching). Pembelajaran biologi menerapkan pendekatan saintifik sesuai framework pengembangan Kurikulum 2013. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses). Beberapa prinsip pembelajaran Kurikulum 2013, yaitu: 1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; dan 3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, pendekatan pembelajaran yang digunaan dalam Kurikulum 2013 yaitu Pendekatan ilmiah/saintifik atau scientific approach. Pendekatan saintifik melalui proses inkuiri yang bernafaskan konstruktivisme. Sasaran pembelajaran dengan pendekatan ilmiah mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses) psikologis yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sementara itu, keterampilan diperoleh melalui aktivitas: mengamati, menanya, menalar, menyaji, dan mencipta. Pendekatan ini dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melatih melakukan analisis (Push for analysis), dan komunikasi (Require communication). Pembelajaran Biologi juga harus memperhatikan satu keterampilan yang esensial dalam memahami struktur dan bioproses. Keterampilan Visuo-spasial harus dikuasai oleh peserta didik dalam mempelajari biologi (Brown, 1995), karena materi pembelajaran Biologi berupa fakta dan konsep biologi, yang harus dipahami secara komprehensif, bukan hanya sekedar pengetahuan hafalan yang diakumulasi dalam otak anak. Pembelajaran Biologi harus mampu mendorong anak untuk melakukan
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
aktivitas secara fisik (head, heart, and hand), sehingga hasil belajar Biologi menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku kehidupan anak sehari-hari. Dengan demikian, Biologi sebagai sains dapat dimaknai sebagai perilaku kehidupan berbasis pengetahuan biologi (biology science as a behavior). Dengan demikian sesuai dengan konstelasi pengembangan Kurikulum 2013, kurikulum Biologi dikembangkan dengan mengakomodasi berbagai pola pikir dan tantangan masa depan terhadap kebutuhan Biologi dalam menyiapkan generasi muda. Ide kurikulum yang demikian kemudian dituangkan dalam dokumen kurikulum Biologi yang memuat kompetensi tidak hanya pengetahuan tetapi keterampilan dan sikap sebagai aplikasi dari mempelajari Biologi untuk menghadapi tantangan kehidupan masa depan. Simpulan Dengan demikian, biologi dengan karakteristiknya merupakan mata pelajaran yang sangat mendukung peningkatan dan keseimbangan antara soft skill dan hard skill pada diri peserta didik melalui pembelajaran langsung (direct teaching) dan pembelajaran tidak langsung (indirect teaching). Pembelajaran biologi menerapkan pendekatan saintifik sesuai framework pengembangan Kurikulum 2013. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses). Beberapa prinsip pembelajaran Kurikulum 2013, yaitu: 1) dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2) dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; dan 3) dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, pendekatan pembelajaran yang digunaan dalam Kurikulum 2013 yaitu Pendekatan ilmiah/saintifik atau scientific approach. Pendekatan saintifik melalui proses inkuiri yang bernafaskan konstruktivisme. Sasaran pembelajaran dengan pendekatan ilmiah mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses) psikologis yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas:
6
Arah Pengembangan Kurikulum Biologi…
mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sementara itu, keterampilan diperoleh melalui aktivitas: mengamati, menanya, menalar, menyaji, dan mencipta. Pendekatan ini dapat meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder), meningkatkan keterampilan mengamati (Encourage observation), melatih melakukan analisis (Push for analysis), dan komunikasi (Require communication). Pembelajaran Biologi juga harus memperhatikan satu keterampilan yang esensial dalam memahami struktur dan bioproses. Keterampilan Visuo-spasial harus dikuasai oleh peserta didik dalam mempelajari biologi (Brown, 1995), karena materi pembelajaran Biologi berupa fakta dan konsep biologi, yang harus dipahami secara komprehensif, bukan hanya sekedar pengetahuan hafalan yang diakumulasi dalam otak anak. Pembelajaran Biologi harus mampu mendorong anak untuk melakukan aktivitas secara fisik (head, heart, and hand), sehingga hasil belajar Biologi menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku kehidupan anak sehari-hari. Dengan demikian, Biologi sebagai sains dapat dimaknai sebagai perilaku kehidupan berbasis pengetahuan biologi (biology sciens as a behavior). Dengan demikian sesuai dengan konstelasi pengembangan Kurikulum 2013, kurikulum Biologi dikembangkan dengan mengakomodasi berbagai pola pikir dan tantangan masa depan terhadap kebutuhan Biologi dalam menyiapkan generasi muda. Ide kurikulum yang demikian kemudian dituangkan dalam dokumen kurikulum Biologi yang memuat kompetensi tidak hanya pengetahuan tetapi keterampilan dan sikap sebagai aplikasi dari mempelajari Biologi untuk menghadapi tantangan kehidupan masa depan. Daftar Pustaka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Struktur Kurikulum SMA/MA. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses. Beauchamp. G.A. 1975. Curriculum Theory. 3rd Ed. Willmette. Illionis: The Kagg Press.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Brown. C.R., 1995. Effective Teaching Biology. New York: Longman Group Limited. Canton, J. 2006. The Extreme Future. Jakarta: Pustaka Alfabet. Carin, A. W. 1993. Teaching Science Through Discovery-7th . New York: Macmillan Publishing Company. Gardner, H. 2007. Five Minds for the Future. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hasan, H. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya. Harris, W. S dan Calvert, J.H. 2003. Intelligent Design. The Scienific Alternative to Evolution. The Natural Catholic Bioethics Quarterly, Autumn. Jacob, H.H. 2010. Curriculum 21: Essensial Education for a Changing World. Virginia: ASDP. NSTA.2009. The Biology Teacher Handbook. Virginia: NSTA Press. OECD. 2012. Pisa Report. OECD. 2012. The High Cost of Low Educational Performance The Long-Run Economic Impact Of Improving Pisa Outcomes. Oliva, P.F. 1992. Developing the Curriculum. 3rd ed. New York.USA: Collins Publisher. Ornstein, A.C. dan Hunkins, F.P. 2009. Curriculum: Foundation, Principles, and Issues. 5th Ed. Boston. Pearson International Edition. Pink, D.H. 2005. A Whole New Mind. New York: Pinguin Book, Ltd. Robinson. 2010. Empowering 21st Century Biology. BioScience 60: 923–930. Sukmadinata. N.S.1997. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek Bandung: Penerbit Rosda Karya. The National Academy of Sciences, Committee on Defining and Advancing the Conceptual Basis of Biological Sciences in the 21st Century. 2007. The Role of Theory in Advancing. 21st Century Biology: Catalyzing Transformative Research.
7
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
PENENTUAN FAKTOR PENYEBAB DAN PROSES PEMBENTUKAN WARNA MERAH PADA SARANG BURUNG WALET (Aerodramus fuciphagus) Sunu Kuntjoro Jurusan Biologi, FMIPA Universitas Negeri Surabaya
[email protected] ABSTRAK Ada tiga jenis warna sarang walet (Aerodramus fuciphagus) : putih, hitam dan merah. Sarang burung walet berwarna merah berharga paling mahal dan di alam dijumpai dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan sarang yang lainnya. Saat ini penyebab dan proses pembentukan sarang merah belum diketahui, sehingga belum dapat ditingkatkan jumlahnya. Tahap pertama sarang walet diamati perubahan warna, kandungan gas di dalam ruangan diukur dengan gas Analyser, kandungan unsur kimia di lantai rumah walet dengan menggunakan INAA (Instrumen Neutron Activited Analysis). Penelitian dilakukan di dua rumah walet Desa Latsari Kec. Mojowarno, Kab. Jombang dan di Desa Jatisari Kec. Sambeng, Kab. Lamongan, Jawa Timur, Tahap kedua dilakukan uji pengaruh kondisi lingkungan terhadap perubahan warna sarang walet. uji pengaruh gas dengan memasukkan gas ke dalam gelas elenmeyer yang telah berisi sarang, dan uji pengaruh asam nitrat dengan memberi perlakuan perbedaan konsentrasi asam nitrat yang didedahkan pada sarang walet. Data dianalisis dengan ANOVA menggunakan program Statistica versi 7. Hasil penelitian tahap satu menunjukkan adanya perubahan warna secara bertahap dari putih (-), kuning muda (560 nm), kuning tua (600 nm), orange (640 nm), merah (650) dan merah tua (700nm). Warna merah tidak dapat diisolasi dengan menggunakan pelarut polar maupun non-polar. Burung walet (Aerodramus fuciphagus) yang ditandai menghasilkan sarang warna putih dalam waktu dua bulan dan memiliki dua butir telur yang menetas pada hari ke-15. Hasil penentuan kandungan gas menunjukkan bahwa ditemukan gas CO (91 ppm), CO2 (4,85 %), O2 (9,3 %), H2S (0,039 ppm), NH3 (1,068 ppm), NO2 (0,33 ppm). Hasil analisis unsur kimia didapatkan lima unsur kimia tertinggi yaitu Al (54,6 ppm), Mg (55 ppm), Na (10 ppm), Fe (23,7 ppm) dan K (17,2 ppm),. Sedangkan gas (NO2, NH3) dan senyawa asam nirat berpengaruh pada pembentukan warna merah pada sarang walet. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyebab pembentukan sarang merah adalah gas NO2 dan NH3. Kata Kunci: Burung walet (Aerodramus fuciphagus), sarang walet merah
PENDAHULUAN Sarang Walet adalah sarang yang dibangun oleh burung Walet (Aerodramus fuciphagus) dengan menggunakan air liur dan berfungsi untuk tempat kawin, meletakkan telur dan merawat anakan sampai dapat terbang. Pembangunan sarang membutuhkan waktu 4090 hari tergantung pada musim kawin (breeding season) (Medway, 1961; Nguyen Quang, 1994). Sejak Dinasti Tang (618-907 M) sarang Walet sudah dikenal dapat dimakan (edible nest) karena dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit (Koon dan Cranbrook, 2002). Sarang Walet warna merah diminati konsumen karena dipengaruhi oleh kepercayaan mengenai warna merah yang mempunyai arti keberuntungan, kekayaan, kemakmuran. Jumlah sarang Walet warna merah yang sedikit (2%), menyebabkan harga sarang Walet warna merah lebih tinggi 200-400 % dibandingkan dengan sarang putih (Koon dan Cranbrook, 2002). Sarang Walet ada yang berwarna putih, hitam dan merah. Sarang putih adalah sarang Walet yang terbuat
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
dari 100% liur Walet, sarang hitam disebabkan sebagian besar bahan penyusun sarang terbuat dari bulu burung Walet biasanya dari jenis Aerodramus maximus. Namun demikian sarang merah hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab terbentuknya dan masih menjadi perdebatan para ahli (Patricia, 1996; Ingolf, 2004; Jordan, 2004; Henri, 2005; Massimo, 2005). Sarang merah sangat jarang ditemukan di rumahrumah budidaya burung Walet sehingga menyulitkan para peneliti untuk mengkaji faktor-faktor penyebab pembentukan sarang Walet warna merah. Selain itu ijin masuk ke dalam rumah budidaya burung Walet sulit didapat karena menyangkut rahasia dan keamanan budidaya. Feses Walet banyak ditemukan di lantai ruangan bersarang, karena induk dan anakan yang tinggal di dalam sarang akan keluar dari sarang untuk mengeluarkan fesesnya dan terkumpul di lantai (Nguyen, 1994). Banyaknya bahan organik di ditunjang dengan kelembaban ruang yang tinggi (80-90%) merupakan tempat ideal bagi perkembangan mikro organisme
8
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
(Tiwari, 1987). Mikro organisme yang menguraikan bahan organik akan menghasilkan beberapa gas sebagai hasil samping (Kampscreur, 2005; Denniston, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab pembentukan sarang merah burung Walet (Aerodramus fuciphagus). METODOLOGI 1. Kajian Sarang Walet a) Pengamatan Perkembangan Pembentukan Sarang Burung Walet Warna Merah Pengukuran sarang dilakukan setiap minggu selama 18 minggu dimulai terbentuknya pondasi sampai sarang kosong ditinggalkan anakan. Pengukuran warna sarang dilakukan dengan menggunakan peta warna (colorimeter) b) Isolasi Warna Merah pada Sarang Walet Upaya isolasi warna merah dilakukan dengan menggunakan senyawa pelarut polar dan non polar. Selanjutnya lima gram sarang merah dimasukkan ke dalam sepuluh ml senyawa pelarut (Heksana, Heptana, Sikloheptana, Benzena, Kloroform, Dietil eter, Etil asetat, Aseton, Etanol, Metanol, Air) selama satu jam, pelakukan diulang sebanyak tiga kali. Pengamatan dilakukan dengan memperhatikan perubahan warna dan fisik pada sarang merah. 2. Kajian Kondisi Lingkungan Sarang Merah a). Menentukan Kandungan Unsur Kimia di Lantai Ruangan Sarang Merah Penelitian dilakukan dengan menggunakan INAA (Instrumental Neutron Activation Analysis), pengujian sampel dilakukan dua kali dengan menggunakan radiasi panjang (60 menit) untuk mendeteksi unsur kimia Co, Eu, Fe, Hg, K, La, Na, Rb, Sr dan radiasi pendek (10 menit) untuk mendeteksi unsur kimia Al, Ba, Dy, Mg, Mn, Na, Ti, V. Satu unit INAA diaktifkan dengan tenaga satu Megawatt, sehingga memunculkan sumber neutron dari sampel yang diradiasi. Selama radiasi neutron, isotop yang dihasilkan akan selalu stabil dari unsur-unsur yang dilacak. Sampel ditrasformasikan ke dalam bentuk isotop radioaktif. Pengukuran dengan menggunakan gamma spectro yaitu dengan mengaktifkan radioisotop seperti As-76, Hg-197, Se-75. Selanjutnya satu sampel dari lantai sarang merah dan putih dianalisis dan dihitung dengan menggunakan program gamma spectrometry systems. Hasil analisis distandarkan dengan traceable standard reference material (SRM) untuk mengontrol dan menjamin selama proses analisis dan penghitungan.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
b) Menentukan Kandungan Gas di Ruang Bersarang Burung Walet Gas dihisap dengan alat perangkap gas (gas trap) dan ditampung dalam kantong plastik 20 liter. Uji gas CH4 menggunakan alat Gas Analyzer Testo 350-XL. Pengukuran gas NO2, CO2, O2, CO menggunakan alat portable emission analyzer merk ECOM 200 NP, uji gas NH3 dengan metode uji Indophenol, uji gas Hidrogen Sulfida (H2S) dengan metode uji Methylene Blue.
3. Eksperimen Proses Pembentukan Warna Merah pada Sarang Burung Walet a) Pegujian Pengaruh Gas pada Pembentukan Warna Sarang Sarang walet diletakkan di dalam elenmeyer 500 ml kemudian dimasukkan gas murni CH4 dengan konsentrasi 30 ppm pada elenmeyer dengan pengulangan tiga kali setiap perlakuan. Pembentukan warna sarang walet diamati setiap hari selama satu minggu dan dicatat perubahan warna. Hal yang sama dilakukan pada gas NH3, CO2, O2, CO, SO2, NO2. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh.
b) Pengujian Pengaruh Pemberian Asam Nitrat pada Pembentukan Warna Sarang Walet Wadah dari plastik tembus pandang ukuran dua liter diisi 250 g feses walet, selanjutnya diteteskan satu ml asam nitrat pada feses walet. Sarang walet diletakkan di atas campuran asam nitrat dengan feses walet yang berjarak 15 cm dengan menggunakan kasa kawat ukuran 1x1 cm2 dan ditopang kawat, kemudian wadah ditutup rapat dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hal yang sama dilakukan pada volume asam nitrat dua, tiga dan empat ml. Untuk kontrol diteteskan lima ml asam nitrat pada wadah plastik tanpa ditambahkan feses serta penambahan 250 g feses tanpa ditambah asam nitrat. Pembentukan warna sarang walet diamati setiap hari sampai terbentuk warna. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA menggunakan program Statistica versi 7. HASIL a) Pembentukan Sarang Burung Walet Warna Merah Hasil penelitian tahap satu menunjukkan adanya perubahan warna secara bertahap dari putih (-), kuning muda (560 nm), kuning tua (600 nm), orange (640 nm), merah (650) dan merah tua (700nm)
9
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan antara kelembaban dimusim kemarau dengan perubahan warna sarang yang dinyatakan dengan r = 0,878 , p = 0.001.
Gambar 1 Perubahan warna sarang merah di Jombang b) Isolasi warna merah pada sarang walet Uji kelarutan warna merah dari sarang walet menunjukkan bahwa sarang walet merah tidak dapat dilarutkan pada pelarut polar maupun non-polar. Warna sarang tetap berwarna merah dan tidak berubah warna menjadi putih. Tabel 1 Kelarutan sarang walet merah dan putih No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pelarut Heksana Heptana Sikloheptana Benzena Kloroform Dietil eter Etil asetat Aseton Etanol Metanol Air
Kelarutan Sarang Walet Merah Putih -
Keterangan (-) = tidak larut warna dan fisik 2) Kajian Burung Walet a) Kajian Kondisi Lingkungan Sarang Merah
b) Menentukan Kandungan Unsur Kimia di Lantai Ruangan Sarang Merah dan Putih Hasil analisis unsur kimia di lantai sarang merah dan putih dengan menggunakan INAA (Instrumen Neutron Activated Analysis) didapatkan lima unsur kimia tertinggi yaitu : Al (54,6 ppm), Mg (55 ppm), Na (10 ppm), Fe (23,7 ppm) dan K (17,2 ppm), jika dibandingkan dengan kandungan unsur kimia yang sama dari lantai sarang putih yaitu : Al (6,24 ppm), Mg (2,11 ppm), Na (0,73 ppm), Fe (6,03 ppm) dan K (1,59 ppm). Tabel 2 Perbandingan komposisi unsur kimia di lantai antara sarang merah dan putih dengan sinar radiasi pendek (10 menit) dan panjang (60 menit) Unsur
Radiasi Pendek (10 menit) Sarang merah Sarang putih (ppm) (ppm) Al 54,6 6,24 Ba 0,73 Dy 3,8 Mg 55 2,11 Mn 0,59 0,85 Na 10 0,73 Ti 3,3 V 0,84 0,19 Radiasi Panjang (60 menit) Co 9,9 4,863 Eu 0,00099 0,000143 Fe 23,70 6,036 Hg 0,029 0,044 K 17,20 1,589 La 0,028 0,0034 Na 10 1,178 Rb 0,072 Sr 0,172 0,053 Cat : penelitian dilakukan di Universitas Wisconsin, USA
c) Menentukan Kandungan Gas dalam Ruangan Sarang Merah Hasil penentuan kandungan gas di ruangan sarang merah menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya gas CH4 tetapi ditemukan rata-rata gas CO (84 ppm), CO2 (5,25 %), O2 (9,65 %), H2S (0,063 ppm), NH3 (1,266 ppm), NO2 (0,33 ppm) di dalam ruangan sarang merah. Gas-gas ini dihasilkan oleh beberapa reaksi baik secara kimiawi maupun biologi.
Gambar 2 Hubungan kelembaban musim penghujan dan kemarau pada perubahan warna sarang
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
10
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
Tabel 3 Kandungan gas dalam ruangan sarang merah No Parameter 1 Metana (CH4) 2 Karbon Monoksida (CO) 3 Karbon Dioksida (CO2) 4 Oksigen (O2) 5 Hidrogen Sulfida (H2S) 6 Amonia (NH3) 7 Nitrogen dioksida (NO2)
ulangan 1 2 83 85
Ratarata 84
Metode Pengujian Gas Analyser Gas Analyser
6,3
5,25
Gas Analyser
% ppm
10,7 8,6 9,65 0,048 0,078 0,063
Gas Analyser Metylen Blue
ppm ppm
1,764 0,768 1,266 0,32 0,34 0,33
Indophenol Gas Analyser
Satuan ppm ppm %
4,2
3) Eksperimen Pembentukan Warna Merah pada Sarang Burung Walet a) Pengujian Pengaruh Gas pada Pembentukan Warna Sarang Walet Hasil pengujian dengan gas yang dimasukkan ke dalam elenmeyer untuk CH4, CO2, CO, O2, SO2 tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada sarang burung walet selama pengamatan. Perubahan warna keruh atau abu-abu terjadi pada sarang yang diberi gas NH3 pada hari kelima. pada gas NO2 terjadi perubahan warna kuning muda yang teramati pada hari ketiga. Tabel 4 Uji pengaruh gas terhadap perubahan warna sarang walet No 1 2 3 4 5 6 7
Gas uji CH4 CO2 CO NH3 O2 SO2 NO2
Warna Sarang Putih Putih Putih Warna keruh / abu-abu (hari kelima) Putih Putih Warna kuning muda (hari ketiga)
b) Pengujian Pengaruh Asam Nitrat pada Pembentukan Warna Sarang Walet Uji pengaruh pemberian asam nitrat pada feses walet menunjukkan adanya perubahan warna sarang. Konsentrasi empat ml HNO3 dan 250 g feses terbentuk warna merah pada hari kelima. Pendedahan sarang pada lima ml asam nitrat (tanpa feses) terbentuk warna kuning pada hari pertama dan tidak pernah berubah menjadi merah. Sebaliknya perlakuan feses tanpa penambahan HNO3 tidak menyebabkan sarang berubah warna. Hasil analisis denga uji ANOVA didapatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan, beda konsentrasi HNO3 pada pembentukan warna sarang pada p-level 0,006.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Tabel 5 Uji pengaruh pemberian HNO3 Pengamatan (hari) 1 2 3 4 5
Warna Sarang Walet (nm) HNO3 (ml) 0
1
2
3
4
putih putih putih putih putih putih putih putih putih kuning (600) putih putih putih kuning (600) kuning (600) putih putih kuning (600) kuning (600) orange (640) putih kuning kuning (600) orange (640) merah (600) (650)
5 (tanpa feses) kuning (600) kuning (600) kuning (600) kuning (600) kuning (600)
PEMBAHASAN Menurut Massimo (2005) diduga warna merah sarang walet disebabkan masuknya unsur-unsur kimia selama proses pembuatan sarang, dalam pengujian perbedaan kandungan kimia sarang merah dan putih didapatkan perbedaan komposisi unsur Fe 60 ppm pada sarang merah dan 30 ppm pada sarang putih. Diduga Fe bertanggung jawab terhadap perubahan warna karena warna dasar Fe adalah kuning kemerahan. Tetapi setelah dilakukan uji pengaruh unsur kimia pada sarang walet tidak menunjukkan adanya perubahan warna pada sarang, sehingga dari eksperimen tersebut diduga unsur-unsur kimia tidak berpengaruh secara parsial terhadap perubahan warna sarang. Pembentukan warna kuning pada sarang walet diduga karena bereaksinya gas NO2 dengan kandungan asam amino (tyrosine) yang ada pada sarang, reaksi ini dikenal dengan Xantoprotein acid reaction (James, 2008). Hal ini sesuai dengan pembentukan warna merah pada sarang walet yang didahului dengan terbentuknya warna kuning muda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk membutikan peranan gas NO2 mempunyai pengaruh pada pembentukan sarang merah. Pembentukan warna kuning dapat dilihat pada reaksi dibawah ini. Pada penelitian ini gas yang terbentuk berasal dari feses hasil ekskresi dari burung walet (insektivora) yang bahan makanannya lebih banyak berupa serangga (protein) (Tompkins, 2000), diduga pembentukan gas metana lebih sulit terjadi dari feses burung walet. Selain itu diperlukan kondisi anaerob untuk membentuk gas metana, penguraian senyawa organik dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung CH4, CO2 dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida (Manurung, 2004). Sedangkan pada ruangan bersarang burung walet masih terdapat oksigen dari luar rumah walet. Gas CO biasanya terbentuk pada peristiwa pembakaran tidak sempurna, yaitu pembakaran karbon dalam udara yang jumlahnya terbatas. Gas CO dalam ruangan bersarang walet mungkin terjadi akibat pembakaran karbon-karbon organik di lantai ruangan sarang walet dengan kandungan udara terbatas (9,65%),
11
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
sehingga gas karbon monoksida terbentuk.Hasil uji kadar gas CO2 rata-rata 5,25 %. Gas CO2 merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri, gas ini timbul sebagai hasil dari pernapasan aerob-anaerob. Senyawa-senyawa organik menghasilkan CO2 akibat penguraian oleh bakteri. Selain oleh bakteri, gas CO2 terbentuk dari sisa metabolisme yang dihasilkan oleh burung walet selama berada di dalam ruangan bersarang. Dalam penelitian ini gas O2 ditemukan dalam jumlah yang kecil (9,65%) diduga karena ruangan memiliki sedikit sirkulasi udara. Gas O2 digunakan untuk pernafasan burung walet dan digunakan bakteri yang ada di lantai untuk menguraikan feses. Pada hewan ureotelik seperti burung, NH3 diubah menjadi urea melalui peristiwa yang kompleks pada siklus urea dalam tubuh, sebelum diekskresikan oleh tubuh. Jadi, amonia yang beracun diubah menjadi urea yang tidak berbahaya bagi hewan ureotelik (Denniston, 2008). Hasil ekskresi urea ini, diuraikan menjadi amonium karbonat yang mudah terurai menjadi amonia, karbon dioksida dan air dengan bantuan enzim urease, (Denniston, 2008). Pembusukan bangkai serta penguraian sulfat ditempat-tempat yang berair juga menimbulkan banyak H2S (1,266 ppm), pembusukan zat-zat organik ini dibantu oleh bakteri yang banyak menghasilkan hidrogen sulfida, yaitu Desulfofibrio desulfuricans. (Denniston, 2008). Gas NO2 dihasilkan dari perombakan amonia oleh Bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus memperoleh energi dengan cara mengoksidasi ammonium karbonat (Koops, 1991 dan Kampschreur, 2005). Senyawa HNO2 akan terurai di udara menjadi gas NO2 dan H2O. sehingga gas yang dihasilkan dari penguraian ammonia adalah gas NO2 dan gas CO2. Analisis data dengan menggunakan Anova menunjukan hasil yang signifikan pada p-level 0,000002 yang menunjukkan bahwa feses mempengaruhi perubahan pembentukan warna sarang burung walet. Hal ini menunjukkan bahwa feses dengan kelembaban yang lebih tinggi (80%), pembentukan warna dapat berlangsung dengan lebih cepat. Tetapi tanpa adanya feses walet meskipun dengan kelembaban tinggi di ruangan ternyata tidak dapat menyebabkan pembentukan warna sarang walet. Sarang walet mengandung senyawa cincin aromatik (tyrosine) sebesar 10,1 Molar (Massimo, 2005), dan menurut James (2008) jika protein mengandung asam amino dengan cincin aromatik, maka protein tersebut berubah menjadi kuning apabila bereaksi dengan asam nitrat. Setelah menambahkan basa seperti amonia, campuran akan berubah menjadi berubah warna oranye kemerahan (James, 2008). Penyebab perubahan warna putih menjadi kuning disebabkan reaksi gas Nitrogen dioksida (NO2) dengan tirosin dan berubah warna tirosin
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
menjadi merah disebabkan bereaksi dengan gas amonia (NH3). Simpulan 1) Faktor penyebab terbentuknya sarang merah di rumah Walet adalah adanya interaksi antar komponen dalam sistem lingkungan di dalam ruangan bersarang, seperti: sarang Walet, feses Walet, suhu dan kelembaban ruangan, bakteri Nitrosomonas, sehingga terbentuknya gas NO2 dengan NH3 yang akan mengubah sarang Walet warna putih menjadi merah. 2) Pembentukan warna merah pada sarang Walet terjadi secara bertingkat diawali dari warna putih, kuning muda, kuning tua, oranye, merah dan merah tua. Sarang burung Walet warna putih bereaksi dengan gas NO2, akan berubah menjadi kuning, kemudian menjadi berwarna merah jika terpapar pada gas NH3.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih tiada terhingga khususnya kepada Prof. Dr. Tati Suryati Syamsudin, Dr. Achmad Sjarmidi dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc. atas masukan ilmu, saran, nasehat dan semangat yang diberikan kepada penulis selama pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka Henri A. Thomassen , Robert-Jan den Tex, Merijn A.G. de Bakker, G. David E. Povel. 2005. Phylogenetic relationships amongst swifts and swiftlets: A multi locus approach. Molecular Phylogenetics and Evolution 37 (2005): 264–277. Ingolf, L., Erik S. 2004. Thermal Investigations of Some Bird Nests. Thermochimica Acta 415 (2004): 141-148. Jordan, P., Kevin J., D. H. Clayton. 2004. The evolution of echolocation in swiftlets. Journal of Avian Biology 35: 135-143. Jordan, P., Kevin J., D. H. Clayton. 2005. Phylogenetic relationships of the Papuan Swiflet Aerodramus papuensis and implications for the evolution of avian echolocation. British Ornithologists Union, Ibis, 147: 790-796. Kampschreur. L, N.C.G. Tan†, C. Picioreanu*, M.S.M. Jetten†, I. Schmidt‡ dan M.C.M. van Loosdrecht. 2005. Role of nitrogen oxides in the metabolism of ammonia-oxidizingbacteria. The 11th Nitrogen Cycle Meeting.
12
Penentuan Faktor Penyebab dan Proses…
Langham, N. 1980. Breeding Biology of The EdibleNest Swiftlet Aerodramus fuciphagus. IBIS 122: 447 – 461.
Massimo F. M. 2005. Characterization of The Edible Bird’s Nest The “Caviar of The East” Department of Food Science, Ontario Agricultural College, University of Guelph, Guelph, Ont., Canada N1G 2W1. Medway, L. 1961. The Swiftlet (Collocalia) of Niah Cave, Serawak, IBIS 104, P. 45-58. Nguyen Quang, Jean F. 1996. Influence of Cave, Microclimate and Nest Harvesting on The Breeding of The White-Nest Swiftlet Collocalia Fuciphaga Germani in Vietnam, Ibis 140: 257-264.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Patricia L. M. Lee, D. H. Clayton, Richard G.†, & Roderic D. M. P. 1996. Does Behavior Reflect Phylogeny in Swiftlets (Aves: Apodidae)? A Test Using Cytochrome B Mitochondrial DNA Sequences (Molecular Systematicsynest Structureyecholocationy birds), Department of Zoology, University of Oxford, South Parks Road, Oxford OX1 3PS, United Kingdom. Thomas J. Goreau,' Warren A. Kaplan,' Steven C. Wofsy, Michael B. Mcelroy,Frederica W. Valois, 2 Dan Stanley W. Watson. 1980. Production of N02- and N20 by Nitrifying Bacteria at Reduced Concentrations of Oxyge. Applied and Environmental Microbiology, Vol. 40, No. 3. Sept. 1980, p. 526-532.
13