ISBN 978-602-0898-00-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOLOGI 2014 Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber Daya Alam Banda Aceh, 27 Desember 2014
Prosiding SEMINAR NASIONAL BIOLOGI 2014
Optimalisasi Penelitian Biologi dan Kependidikan dalam Konservasi Sumber Daya Alam
Editor: Prof. Adlim, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh) Prof. Dr. Arrijani, M.Si. (Universitas Negeri Manado, Manado) Dr. Syaukani, M.Sc. (Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh) Dr. Vandalita MM Rambitan, MP. (Universitas Mulawarman, Samarinda) Dr. Yon Vitner (Institut Pertanian Bogor, Bogor)
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hak Cipta ©Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah & Magister Pendidikan Biologi PPs Unsyiah Hak Terbit pada Natural Aceh Natural Aceh Jln. Tgk. Adee II No. 8, Gampong Doy, Ulee Kareng, Banda Aceh SMS. 0899.29.33544, BBM: 7D2C624E email:
[email protected] ISBN: 978-602-0898-00-1 Layout & Sampul Iswadi, S.Pd., M.Si. Hendra Yulisman, S.Pd.
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
Prosiding Seminar Nasional Biologi
Banda Aceh, 27 Desember 2014
KANDUNGAN PATI PADA BONGGOL PISANG Widya Sani, Iswadi, dan Samingan Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kandungan pati pada berbagai varietas bonggol pisang yang berbeda. Tahapan penelitian meliputi pengambilan sampel, pengolahan bonggol pisang, pembuatan kurva standar, dan analisis pati. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Sampel terdiri dari lima jenis bonggol pisang, yaitu bonggol pisang kepok, wak, raja, barangan, dan mas. Penentuan kandungan pati dilakukan dengan metode Dinitrosalisilat (DNS). Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan kandungan pati pada berbagai varietas bonggol pisang. Kandungan pati tertinggi terdapat pada bonggol pisang mas (67,8%) dan kandungan pati terendah terdapat pada bonggol pisang barangan (59,1%). Berdasarkan hasil uji Analisis Varian (ANAVA) menunjukkan bahwa kandungan pati pada bonggol pisang mas berbeda sangat nyata terhadap kandungan pati bonggol pisang lainnya. Kata-kata kunci: analisis, pati, bonggol pisang PENDAHULUAN Pati merupakan zat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, dan sekitar 80% kebutuhan energi manusia di dunia bersumber dari pati. Produksi pati bagi industri dunia saat ini sekitar 50 juta ton/tahun dengan laju pertumbuhan 7,7% per tahun, dan perkembangan kebutuhan pati dunia oleh industri makanan modern sudah menarik usaha untuk mengidentifikasi sumber baru bagi polisakarida ini (Jong dan Adi, 2007). Bello-Pe’rez dkk. (1999) mengemukakan bahwa kandungan pati terbesar terdapat pada buah-buahan berwarna hijau dan belum masak seperti pisang dan mangga yang mencapai 70% berat keringnya. Berdasarkan fakta di atas, buah pisang dapat dijadikan sebagai sumber pati alternatif selain dari rumput -rumputan (jagung, gandum, dan padi). Pati tanaman pisang selain dapat ditemukan pada buah, juga terdapat pada bonggol. Hasil observasi lapangan, bonggol pisang tidak dimanfaatkan lagi setelah pemanenan buah. Secara morfologi bonggol pisang merupakan bagian batang yang banyak mengandung cadangan makanan terutama pati. Dalam 100 gram bahan bonggol pisang kering mengandung karbohidrat 66,2 gram dan bonggol pisang segar mengandung karbohidrat 11,6 gram (Widiastuti, 2008 dalam Ole dkk., 2013). Bonggol pisang dapat dimanfaatkan untuk diambil patinya yang menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka. Potensi kandungan pati bonggol pisang yang besar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar alternatif, yaitu bioetanol. Bonggol pisang yang berasal dari varietas berbeda diasumsikan memiliki kandungan pati yang berbeda. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan kandungan pati pada setiap tanaman adalah perbedaan varietas, lingkungan tempat tumbuh (tanah, cahaya, iklim), dan umur panen (Nurdjanah dkk., 2007). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kandungan pati pada bonggol pisang dari varietas berbeda.
187
Prosiding Seminar Nasional Biologi
Banda Aceh, 27 Desember 2014
METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada dua lokasi penelitian yang berbeda. Setiap lokasi penelitian, ditentukan titik koordinat dan ketinggian diatas permukaan laut menggunakan GPS (Global Positioning System). Setelah itu dilakukan pengukuran faktor-faktor lingkungan pada masing-masing lokasi penelitian, antara lain suhu tanah, kelembaban udara dan suhu udara, pH dan kelembaban tanah, serta intensitas cahaya. Selanjutnya bonggol pisang diambil dari dalam tanah menggunakan cangkul dan dimasukkan ke dalam kantung plastik. Sampel yang diperoleh selanjutnya diproses. Proses Pengolahan Bonggol Pisang Pembuatan pati dilakukan dengan cara membersihkan bonggol pisang dari kotoran dan serabut akarnya, kupas kulit bonggolnya hingga sampai ke bagian yang tidak ada lagi seratnya. Selanjutnya, bonggol pisang yang telah dibersihkan kemudian dipotong-potong sebesar kepalan tangan untuk mempermudah memarut. Potongan bonggol pisang direndam ke dalam larutan Na bisulfit 1% atau dengan air kapur selama 2-3 menit. Setelah direndam, bonggol pisang tersebut kemudian diparut dan hasil parutan dicampur dengan air untuk mempermudah pengambilan pati yang terkandung. Larutan dibiarkan beberapa saat agar patinya mengendap, lalu dibuang air yang ada diatasnya. Pati yang didapat kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau alat pengering khusus (oven). Pembuatan Pati Murni Sebanyak 3 gram tepung bonggol pisang dicuci dengan menggunakan etanol 80% sebanyak ±30 mL secara maserasi untuk menghilangkan gula-gula sederhana pada suhu kamar selama 15 menit. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest. Residu kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 mL dietil eter untuk menghilangkan lemak. Kemudian sampel dibiarkan untuk menguapkan dietil eter dari residu dan dicuci lagi dengan 150 mL etanol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu pada kertas saring lalu dikeringkan dengan menggunakan oven. Analisis Pati Pembuatan Kurva Standar Dibuat kurva standar dengan membuat larutan glukosa standar induk 5000 ppm. Dari larutan glukosa standar tersebut dilakukan pengenceran sehingga diperoleh larutan glukosa dengan konsentrasi 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm, 3000 ppm, 3500 ppm, 4000 ppm, 4500 ppm, dan 5000 ppm. Selanjutnya sebanyak 6 buah tabung reaksi bersih masing-masing diisi dengan 1 ml larutan glukosa standar tersebut. Satu tabung diisi aquadest sebanyak 1 mL sebagai blanko. Kemudian ke dalam masingmasing tabung reaksi ditambahkan 3 mL pereaksi DNS. Setelah itu dipanaskan dengan water bath pada suhu 100°C selama 5 menit. Sampel kemudian diencerkan dengan penambahan 10 mL aquadest dan diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Pati Dihidrolisis dengan Asam Sebanyak 0,5 gram sampel tepung pisang yang telah bebas lemak dan gula-gula sederhana ditambahkan 50 mL aquadest dan 5 mL HCl 25%. Erlenmeyer ditutup dan dipanaskan dengan water bath pada suhu 100°C selama 2,5 jam. Setelah dingin larutan 188
Prosiding Seminar Nasional Biologi
Banda Aceh, 27 Desember 2014
yang terbentuk dinetralkan dengan NaOH 25%, disaring, dan ditepatkan volumenya hingga 100 mL. Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Sampel Sebanyak 1 mL sampel yang dihidrolisis dengan asam dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi DNS. Setelah itu dipanaskan dalam water bath dengan suhu air (100°C) selama 5 menit lalu didinginkan pada suhu ruang. Sampel kemudian diencerkan dengan penambahan 10 mL aquadest dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Teknik Pengumpulan Data Dari hasil pengukurn didapat data nilai absorbansi. Kemudian data ini diolah menggunakan rumus: Kadar Pati (%) = Gula reduksi×0,9×100 . Gula reduksi = (
Keterangan: x = Konsentrasi sampel FP = Faktor pengenceran 0,9 = Faktor konversi
)
Analisis Data Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan uji Analisis Varian (ANAVA). Pengolahan data dilakukan dengan Microsoft Excel 2010. Jika terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan taraf kepercayaan 1%. HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Standar Glukosa Pada penelitian ini konsentrasi larutan glukosa standar yang digunakan sebesar 500, 1000, 1500, 2000, 2500, 3000, 3500, 4000, 4500, dan 5000 ppm. Kurva standar glukosa dibuat dari plot antara konsentrasi glukosa terhadap absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Kurva standar dapat dilihat pada Gambar 1. Kurva Standar Glukosa
2.5
y = 0.0004x + 0.2599 R² = 0.962
Absorbansi
2 1.5
Absorbansi (y)
1
Linear (Absorbansi (y))
0.5 0
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 1. Hubungan Antara Konsentrasi Glukosa dengan Nilai Absorbansi Berdasarkan Gambar 1 diperoleh persamaan regresi linear y= 0,0004x+0,2599 serta nilai R2= 0,962. Nilai R2= 0,962 memenuhi syarat untuk digunakan sebagai kurva standar karena terletak pada interval 0,9< R2>1. Nilai ini menunjukkan bahwa terdapat 189
Prosiding Seminar Nasional Biologi
Banda Aceh, 27 Desember 2014
korelasi yang linear antara data absorbansi dengan konsentrasi, dimana semakin tinggi konsentrasi maka nilai absorbansinya juga semakin tinggi (Mulyani, 2011). Kadar Pati pada Setiap Sampel Bonggol Pisang Nilai Absorbansi Kadar pati dapat diketahui dengan pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Hasil pengukuran nilai absorbansi pada sampel bonggol pisang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Absorbansi Sampel Bonggol Pisang Nilai Absorbansi Varietas 1 2 Pisang Kepok 1,680 1,680 Pisang Wak 1,620 1,620 Pisang Raja 1,660 1,640 Pisang Barangan 1,580 1,560 Pisang Mas 1,780 1,760
3 1,700 1,640 1,640 1,580 1,760
Rerata 1,686 1,626 1,646 1,573 1,766
Berdasarkan Tabel 1 terlihat nilai absorbansi dari masing-masing sampel bonggol pisang pada tiga kali pengulangan memiliki nilai absorbansi yang berbeda-beda. Bonggol pisang mas memiliki nilai absorbansi tertinggi yaitu mencapai 1,766 dibandingkan bonggol pisang kepok, wak, dan raja. Sedangkan, bonggol pisang barangan memiliki nilai absorbansi terendah yaitu 1,573. Hal ini sesuai dengan kadar gula reduksi yang terdapat pada bonggol pisang tersebut. Dalam uji identifikasi gula pereduksi bonggol pisang mas menunjukkan warna yang lebih merah dari bonggol pisang lainnya. Semakin merah warna yang ditimbulkan maka semakin tinggi kadar gula reduksi yang terkandung dalam suatu bonggol pisang. Hal ini terjadi karena semakin tinggi kadar gula reduksi maka molekul-molekul yang terdapat pada sampel bonggol pisang semakin banyak sehingga molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu juga semakin banyak. Dengan demikian mengakibatkan nilai absorbansi semakin tinggi (Neldawati, 2013). Kadar Pati Kadar pati merupakan banyaknya pati yang terkandung dalam bahan kering yang dinyatakan dalam persen. Data kadar pati (%) dalam setiap varietas bonggol pisang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Kadar Pati dalam Setiap Sampel Kadar Pati (%) No. Sampel 1 2 1. Bonggol pisang kepok 63,9 63,9 2. Bonggol pisang wak 61,2 61,2 3. Bonggol pisang raja 63 62,1 4. Bonggol pisang barangan 59,4 58,5 5. Bonggol pisang mas 68,4 67,5
3 64,8 62,1 62,1 59,4 67,5
Rerata (%) 64,2 61,5 62,4 59,1 67,8
Berdasarkan hasil yang didapat menunjukkan bahwa kadar pati tertinggi terdapat pada sampel bonggol pisang mas yaitu 67,8%, dan kadar pati terendah terdapat pada bonggol pisang barangan yaitu 59,1% . Perbandingan kadar pati pada bonggol pisang kepok, wak, dan raja tidak jauh berbeda, sedangkan kadar pati pada bonggol pisang mas dan barangan berbeda sangat nyata (Gambar 2).
190
Kadar Pati (%)
Prosiding Seminar Nasional Biologi
68 66 64 62 60 58 56 54
Kepok
Banda Aceh, 27 Desember 2014
Wak
Raja
Barangan
Mas
Varietas Bonggol Pisang
Gambar 2. Perbandingan Kadar Pati (%) pada Setiap Sampel Bonggol Pisang Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada lima varietas bonggol pisang memiliki kadar pati yang berbeda-beda. Untuk mengetahui perbandingan kadar pati tersebut dilakukan uji Analisis Varian (ANAVA) yang disajikan pada Tabel 3. Selanjutnya uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 0,01. Hasil uji BNJ dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3. Hasil Uji Analisis Varian (ANAVA) Perbandingan Kadar Pati Pada Setiap Varietas Bonggol Pisang yang Berbeda Ftabel Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Fhitung Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1% Varietas 4 126,9 31,725 117,5* 3,48 5,99 Galat 10 2,7 0,27 Total 14 129,6 Tabel 4. Hasil Uji Lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada Taraf 0,01 Varietas Rata-Rata Nilai BNJ(0,01) = 2,448 Bonggol pisang kepok 64,2 cd Bonggol pisang wak 61,5 ab Bonggol pisang raja 62,4 bc Bonggol pisang barangan 59,1 a Bonggol pisang mas 67,8 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 0,01.
Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji Beda Nyata Jujur, pada perlakuan varietas bonggol pisang mas memiliki kadar pati yang paling optimum yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 1%. Perbedaan kadar pati pada setiap tanaman dipengaruhi oleh varietas (sifat genetik), keadaan faktor fisik lingkungan, dan umur panen. Bonggol pisang mas memiliki kadar pati yang paling tinggi sedangkan varietas lainnya tidak jauh berbeda. Tanaman yang sifat genetiknya berbeda akan berbeda pula adaptasinya terhadap lingkungan. Hal ini akan berakibat pula terhadap perbedaan laju dan produk metabolisme yang dihasilkan. Hal ini dinyatakan oleh Baye dkk. (2006) dalam Alam (2008), komposisi kimia tanaman seperti protein, lipida, dan pati lebih banyak dipengaruhi oleh sifat genetik.
191
Prosiding Seminar Nasional Biologi
Banda Aceh, 27 Desember 2014
SIMPULAN Pada lima varietas bonggol pisang yaitu pisang kepok, wak, raja, barangan, dan mas menunjukkan respon yang berbeda terhadap persentase kandungan pati. Kandungan pati tertinggi terdapat pada bonggol pisang mas (67,8%). Ditinjau dari potensi kadar pati pada bonggol pisang mas berpotensi sebagai sumber energi alternatif terbarukan yaitu bioethanol. DAFTAR PUSTAKA Alam, N dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. Journal Agroland, 15: 89-94. Bello-Pe’rez, L.A., dkk. 1999. Isolation and Partial Characterization of Banana Starches. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 47: 854-857. Jong, F.S. dan Adi W. 2007. Sagu: Potensi Besar Pertanian Indonesia. Iptek Tanaman Pangan, 2: 54-65 Mulyani, E.M. dan Sukesi. 2011. Analisis Proksimat Beras Merah (Oryza sativa) Varietas Slegreng dan Aek Sibundong. Prosiding KIMIA FMIPA–ITS, 1:1-8. Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Phillar of Physics, 2: 76-83. Nurdjanah, S., Susilawati, Maya R.S. 2007. Prediksi Kadar Pati Ubi Kayu (Manihot esculenta) pada Berbagai Umur Panen Menggunakan Penetrometer. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 2: 65-73. Ole, B.B.M., A. Wibowo, B.B. Rahardjo S. 2013. Penggunaan Mikroorganisme Bonggol Pisang (Musa paradisiaca) Sebagai Dekomposer Sampah Organik. Jurnal http://e-journal.uajy.ac.id/3964/, 1-16.
192