Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Formulasi Pangan Darurat Berbentuk Food Bars Berbasis Tepung Millet Putih (Panicum miliceum.L.) dan Tepung Kacang-kacangan dengan Penambahan Gliserol sebagai Humektan R. Baskara Katri Anandito 1, Edhi Nurhartadi 1, Siswanti1, dan Vera Setya Nugrahini 2 1
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No.36A Kentingan Surakarta Telp. (0271) 637457 E-mail :
[email protected] 2 Alumni Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK Tujuan penelitian ini memperoleh formula pangan darurat berbentuk food bars berbasis tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan. Bahan penyusun produk pangan darurat ini terdiri dari tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, tepung kedelai, gula, margarin, dan susu full cream. Formulasi awal ditentukan menggunakan kesetimbangan massa. Food bars dibuat menggunakan teknologi Intermediate Moisture Food (IMF) dengan teknik pencelupan basah dilanjutkan dengan pengovenan pada suhu 140 0C selama 5 menit. Data Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) formula awal menjadi dasar untuk menentukan air yang harus ditambahkan dalam formula. Untuk menjadikan food bars ini awet, maka diperlukan penambahan gliserol. Jumlah gliserol yang ditambahkan ditentukan dengan persamaan Grover. Sebagai produk pangan darurat, food bars secara sensoris harus bisa diterima oleh orang yang mengkonsumsinya sehingga perlu pengujian sifat sensoris untuk masing-masing formula sehingga didapatkan formula terpilih. Formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah tepung millet putih instan 28 %; tepung kacang hijau 16 %; tepung kedelai 18 %; gula 4 %; margarine 18 %; dan susu full cream 16 %. Sedangkan komposisi kimia formula terpilih adalah kadar air (18,17 %); abu (1,41 %); lemak (19,13 %); protein (13,35 %); karbohidrat (47,94 %); aw (aktivitas air) sebesar 0,87; dan total kalori per bar 227,19 kkal. Kata Kunci : pangan darurat, food bars, tepung millet putih, tepung kacang - kacangan ABSTRACT This study aimed to determine the formulation of food bars made from white millet flour and beans flour as an emergency food product. The ingredients of this product were instant white millet flour, mung bean flour, soybean flour, sugar, margarine, and full cream milk. The initial formulations was determined with mass balance of the ingredients. Intermediate moisture food (IMF) technology was used to produce food bars. Then the product was cooked in oven with 140 0C for 5 minutes. The moisture sorption isotherm of initial formulation was used to determine amount of water added into formulations. For food bars preservation, gliserol was added into formulations using Grover equations. The sensory evaluation was used to determine the consumers acceptance of each product formulations. The selected formula was obtained from formulation with the best consumer acceptance. The result showed that selected formula was 28 % instant white millet flour, 16 % mung bean flour, 18 % soybean flour, 4 % sugar, 18 % margarine, and 16 % full cream milk. The chemical compositions of selected formula were 18.17 % moisture content, 1.41 % ash, 19.13 % fat, 13.35 % protein, 47.94 % carbohydrate, aw (water activity) 0.87, and total calori 227.19 kkal/bar. Keywords : emergency food, food bars, white millet flour, beans flour PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan ancaman bencana alam dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Indo-Australia bagian selatan, Eurasia bagian utara dan lempeng Pasifik bagian timur. Selain itu, Indonesia juga berada pada Pasific Ring of Fire yang merupakan jalur
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-222
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat meletus dan menghasilkan bencana alam. Pada kondisi pasca bencana, pangan merupakan kebutuhan utama korban bencana. Kondisi pasca bencana merupakan keadaan yang tidak normal, sehingga manusia tidak bisa hidup secara normal, termasuk untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pendirian dapur umum merupakan solusi untuk mengatasi hal tersebut, tetapi dalam kondisi tertentu dapur umum tidak bisa didirikan. Oleh karena itu, dibutuhkan desain pangan khusus untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu produk pangan darurat. Bermacam-macam bentuk produk pangan darurat sudah diperkenalkan. Badan Litbang Pertanian (2011), memperkenalkan sup instan sebagai pangan darurat. Cookies berbahan dasar tepung kacang hijau sangrai juga merupakan alternatif pangan darurat (Sitanggang, 2010). Sedangkan dalam penelitiannya, Refdi (2010), mengembangkan biskuit bebasis bahan lokal (tepung beras, tepung mocaf, tepung sagu, dan tepung pisang) sebagai pangan darurat. Pangan semi basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) merupakan salah satu bentuk pangan darurat yang potensial untuk dikembangkan. Dalam keadaan bencana tertentu, ketersediaan air bersih menjadi masalah sehingga perlu desain pangan darurat yang tidak membutuhkan air dalam penyajiannya, mudah ditelan, serta tidak menimbulkan rasa haus jika dikonsumsi. Penelitian tentang IMF sebagai pangan darurat telah banyak dilakukan. Setyaningtyas (2008), telah melakukan penelitian penelitian IMF berbahan dasar tepung ubi jalar sebagai pangan darurat. Selain itu, penelitian yang lain telah menyatakan bahwa dodol yang termasuk IMF, juga dapat dikembangkan menjadi produk pangan darurat (Lasnita, 2009). Kadar air pangan semi basah antara 10 – 40 % dan aktivitas air (aw) antara 0,65 – 0,90. Produk pangan semi basah memiliki karakteristik mudah ditelan, langsung dapat dikonsumsi, dan memiliki umur simpan yang lama. Menurut Karel (1976), terdapat tiga macam teknik produksi pangan semi basah, yaitu pencelupan basah (moist infution), pencelupan kering (dry infution), dan campuran (blending). Pada teknik pencelupan basah, bahan yang digunakan adalah bahan kering. Proses pembasahan dilakukan dengan menambahkan air hingga aw yang dikehendaki. Pada penelitian ini, jenis IMF yang akan dikembangkan adalah food bars dan dibuat dengan teknik pencelupan basah dilanjutkan dengan pengovenan. Penelitian mengenai potensi food bars sebagai pangan darurat telah dilakukan oleh Fajri (2012), yaitu food bars berbahan dasar labu kuning dengan penambahan tepung kedelai dan tepung kacang hijau. Pangan darurat berbentuk food bars dibuat dengan bahan dasar tepung millet putih, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai. Penelitian tentang pemanfaatan millet sebagai pangan sudah banyak dilakukan. Rachmawanti, dkk (2010), telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan millet kuning sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan mi kering. Millet kuning juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan makanan pendamping ASI (Anandito, dkk., 2010; Pramesta, dkk., 2012; Husna, dkk., 2012; Arifianti, dkk., 2012; dan Ardhiandito, dkk., 2013) Pangan darurat berbentuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah merupakan produk pangan semi basah yang rentan terhadap kerusakan selama penyimpanan karena aktivitas airnya tinggi. Untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut, diperlukan humektan. Humektan dapat menurunkan a w sehingga produk menjadi lebih awet. Gliserol dan sorbitol merupakan jenis humektan yang umum dipakai dalam pangan semi basah. Tujuan penelitian ini memperoleh formula pangan darurat berbentuk food bars berbasis tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah millet putih (Panicum miliceum L), kacang hijau (Phaseolus radiates L.) dan kedelai (Glycine max) yang diperoleh dari pasar lokal di Surakarta. Gliserol sebagai humektan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki spesifikasi food grade. Selain itu, digunakan juga bahan-bahan untuk analisa lemak dan protein. B. Pembuatan Tepung Millet Putih Instan Millet putih dihilangkan kulit arinya kemudian dilakukan pengecilan ukuran terhadap endospermnya. Setelah itu, dilakukan pengayakan 80 mesh sehingga didapatkan tepung millet putih. Selanjutnya, tepung millet putih kemudian ditambah air dengan perbandingan tepung millet
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-223
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 putih dan air adalah 1 : 2. Campuran tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan drum dryer (115 0C; 2 rpm) dan dihasilkan tepung millet putih instan. C. Pembuatan Tepung Kacang Hijau Instan Biji kacang hijau kering, direndam selama 4 jam kemudian dibuang kulitnya yang berwarna hijau. Selanjutnya, biji kacang hijau kupas yang telah direndam kemudian dikukus hingga pecah. Biji kacang hijau kupas yang telah dikukus kemudian dikeringkan dengan cabinet dryer, setelah itu dilakukan pengecilan ukuran, kemudian diayak 80 mesh dan dihasilkan tepung kacang hijau instan. D. Pembuatan Tepung Kedelai Biji kedelai dioven selama 2-3 jam dengan suhu 50-60 oC. Setelah proses pengovenan, kulit biji kedelai kemudian dipisahkan. Biji kedelai yang telah bersih dari kulitnya kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan ukuran 60 mesh. E. Penentuan Formula Awal Food Bars Formula awal produk ditentukan berdasarkan persyaratan nutrisi pangan darurat yaitu mengandung kalori minimal 233 kkal/bar. Nilai ini berdasarkan asumsi bahwa satu bar sama dengan 50 gram. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi adalah masing-masing tepung millet sebagai sumber karbohidrat, tepung kacang hujau dan tepung kedelai sebagai sumber protein, susu bubuk fullcream sebagai sumber protein dan lemak serta menambah cita rasa, dan margarin sebagai sumber lemak. Penambahan gula dilakukan untuk memperoleh rasa manis sesuai target rasa produk. Penentuan formula awal produk ini menggunakan prinsip kesetimbangan massa. Data komposisi bahan diperoleh dari analisa komposisi kimia bahan serta daftar komposisi bahan makanan (DKBM). F. Penentuan Kurva Isotherm Sorpsi Lembab (ISL) Kurva ISL digunakan untuk menentukan jumlah air yang akan ditambahakan pada formula awal produk. Pembuatan kurva ISL menggunakan metode termogravimetri statis (Labuza, 1984). Untuk keperluan ini digunakan larutan garam jenuh dengan RH berbeda-beda. Larutan garam jenuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah MgCl2, K2CO3, NaNO2, NaCl dan KCl. G. Penentuan Formula Food bars Formulasi produk IMF dilakukan dengan pengaturan kadar air formula awal dan penggunaan humektan. Metode produksi yang digunakan adalah moist infution yaitu bahan-bahan seperti pada formulasi awal ditambah air sampai tidak menyebabkan rasa haus dan mudah ditelan. Besarnya jumlah air yang ditambahkan dapat diketahui dari persamaan isotherm sorpsi lembab formulasi awal. Berdasarkan kurva isotherm sorpsi lembab formula awal dapat diketahui nilai perkiraan kadar air pada aw tertentu. Selisih antara nilai kadar air pada aw tertentu berdasarkan kurva ISL dengan kadar air awal menunjukkan jumlah air yang akan ditambahkan pada formula. Bahan yang telah dicampur air kemudian ditambah humektan untuk menurunkan nilai aw menjadi 0.6 – 0.8. Humektan yang digunakan adalah gliserol Penentuan jumlah humektan yang ditambahkan menggunakan persamaan Grover. aw = 1,04 – 0,1 (E0) + 0,0045 (E0)2 E 0 = ∑ E i / mi Ei adalah konstanta Grover untuk bahan penyusun (protein = 1,3; karbohidrat = 0,8; lemak = 0; gula = 1) dan mi adalah kadar air dalam gram air per gram bahan. Nilai E i pada gliserol sebesar 4,0. Hasil perhitungan jumlah humektan yang diperoleh dengan persamaan Grover diaplikasikan pada proses produksi IMF. Batas pemakaian gliserol adalah sampai tidak menimbulkan aftertaste pahit. H. Pembuatan Food Bars Pembuatan food bars mengacu pada formula produk yang telah ditentukan sebelumnya. Formula awal food bars kemudian ditambah air dan gliserol. Ssetelah itu, dilakukan pencampuran. Adonan yang terbentuk kemudian dicetak (50 gram/bar) dan dioven 1400C selama 5 menit. Selanjutnya, produk kemudian dikemas dalam kemasan aluminium foil. Produk food bars yang dihasilkan selanjutnya dilakukan analisa sifat sensoris (Setyaningsih, dkk., 2010), untuk mengetahui penerimaaan terhadap produk tersebut. Dari uji sifat sensoris tersebut didapatkan
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-224
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 formula terpilih. Selanjutnya formula terpilih tersebut dilakukan karakterisasi meliputi analisa proksimat (AOAC, 1995), meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Selain itu, dilakukan juga analisa aw (Apriyantono, dkk., 1989), dan nilai kalori (bomb calorimeter). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Formula Awal Food Bars Formula awal produk ditentukan berdasarkan persyaratan nutrisi pangan darurat yaitu mengandung kalori minimal 233 kkal/bar. Nilai ini berdasarkan asumsi bahwa satu bar sama dengan 50 gram. Formula awal food bars ditentukan dengan menggunakan prinsip kesetimbangan massa. Dalam prinsip kesetimbangan massa, setiap bahan yang masuk (input) harus memiliki jumlah yang setara dengan bahan yang keluar atau dihasilkan (output). Nilai kalori total didapatkan dari jumlah makronutrien bahan yang digunakan dikalikan dengan nilai kalori masing-masing. Protein memiliki nilai energi sebesar 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat mengandung energi sebesar 4 kkal/gram. Tabel 1 menunjukkan kandungan makronutrien bahanbahan penyusun formula food bars. Tabel 1. Kandungan Makronutrien Bahan-bahan Penyusun Food Bars Bahan Tepung millet instana Tepung kacang hijaua Tepung kedelaib Margarinc Gula halusc Susu full creamd Keterangan :
Makronutrien (gr/100 gr berat solid) Karbohidrat Lemak Protein 83,27 2,26 8,23 64,01 1,75 18,78 35,9 20,36 31,32 0,4 81 0,6 94 0 0 40 26 27
a
= berdasarkan analisa proksimat = berdasarkan penelitian (Fajri, 2012) c = berdasarkan data DKBM (Prawiranegara, 1989) d = berdasarkan label pada kemasan b
Formula awal food bars ditunjukkan pada Tabel 2. Ketiga formula memiliki perbedaan komposisi pada bahan utama, yaitu tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai. Berat produk pangan darurat yang direkomendasikan untuk memberikan total kalori 2100 kkal adalah 450 gram. Jumlah ini setara dengan 9 bar, dengan tiap barnya mengandung 233 kkal (Zoumas, et.al, 2002) Tabel 2. Formula Awal Food Bars Formula Bahan F1 Tepung Millet Putih Instan Tepung Kacang Hijau Tepung Kedelai Gula Margarin Susu Fullcream F2 Tepung Millet Putih Instan Tepung Kacang Hijau Tepung Kedelai Gula Margarin Susu Fullcream
ISBN: 978-602-7998-92-6
Jumlah (%) 28 18 16 4 18 16 22 26 14 4 18 16
A-225
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 F3
Tepung Millet Putih Instan 28 Tepung Kacang Hijau 16 Tepung Kedelai 18 Gula 4 Margarin 18 Susu Fullcream 16 Keterangan : F1 = formula 1; F2 = formula 2; dan F3 = formula 3 Prediksi kecukupan gizi formula awal food bars ditunjukkan pada Tabel 3. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa prediksi kalori food bars pada formulasi 1, 2 dan 3 adalah 234,848; 233,225 dan 235,864 kkal/bar. Nilai tersebut memenuhi desain pangan darurat sehingga ketiga formulasi tersebut dapat memenuhi total kalori kebutuhan manusia. Tabel 3. Prediksi Kecukupan Gizi Formula Awal Kandungan nutrisi Sumbangan Kalori F1 F2 Karbohidrat (kkal) 99,707 98,760 Protein (kkal) 31,714 32,295 Lemak (kkal) 103,427 102,170 Total Kalori (kkal) 234,848 233,225 Keterangan : F1 = formula 1; F2 = formula 2; dan F3 = formula 3
F3 98,342 32,398 105,124 235,864
B. Kurva ISL Formula Awal Kurva isotherm sorpsi lembab untuk masing-masing formula food bars ditunjukkan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa ketiga kurva ISL pada food bars berbahan baku tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan membentuk kurva seperti huruf S (Sigmoid). Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Labuza (1984), yaitu bahwa bahan makanan serealia dan makanan kering mempunyai kurva ISL berbentuk sigmoid. Pada kurva bentuk sigmoid terdapat dua lengkungan, yaitu lengkungan pertama pada aw sekitar 0,2-0,4 dan lengkungan kedua pada aw 0,6-0,7. Dua lengkungan pada kurva ini mengindikasikan adanya perubahan sifat fisika-kimia pengikatan air oleh bahan. Lengkungan pertama menunjukkan batas air terikat primer dan terikat sekunder, serta lengkungan kedua menunjukkan batas air terikat sekunder.
Gambar 1. Kurva Isotherm Sorpsi Lembab Formula Awal Food Bars (a). Formula 1; (b). Formula 2; dan (c). Formula 3 Kurva ISL dapat menunjukkan fraksi yang terkandung dalam bahan makanan. Terdapat tiga fraksi yaitu air terikat primer, sekunder dan tersier. Ketiga fraksi tersebut menunjukkan ketahanan bahan pangan dari kerusakan bahan pangan akibat mikroorganisme. Air terikat primer atau air terikat lapis tunggal terletak pada aw di bawah 0,25, air terikat sekunder terletak antara a w 0,25-0,75 dan air terikat sekunder terletak pada aw di atas 0,75. Data hubungan kadar air (M) dengan nilai aw dari kurva ISL yang telah diperoleh kemudian diubah dalam persamaan matematis model GAB (Guggenheim Anderson de Boer). Persamaan GAB tersebut adalah:
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-226
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Dengan m adalah kadar air , mo adalah kadar air monolayer , aw adalah aktivitas air, C dan k adalah konstanta persamaan GAB (Labuza, 1984). Nilai C, k, dan mo persamaan GAB untuk kurva ISL masing-masing formula ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai C, k, dan mo dari Persamaan GAB F1 F2 F3 k 0,9 0,9 0,9 C 35,74 49,49 242.43 mo 4,46 4,48 4,56 Keterangan : F1 = formula 1; F2 = formula 2; dan F3 = formula 3 C. Penentuan Jumlah Air yang Ditambahkan Pembuatan IMF dilakukan dengan teknik pembuatan IMF metode moist infution, yaitu campuran bahan-bahan kering yang kemudian dikontrol proses pembasahannya. Proses pembasahannya dilakukan dengan menambahkan air pada bahan-bahan kering dan campurannya (Robson, 1976). Untuk menentukan besarnya jumlah air yang akan ditambahkan dapat diketahui dari ISL formula awal food bars. Berdasarkan kurva ISL formula awal dapat diketahui nilai perkiraan kadar air pada aw tertentu. Selisih antara nilai kadar air pada aw tertentu berdasarkan kurva ISL dengan kadar air awal menunjukkan besarnya jumlah air yang ditambahkan pada formula. Penambahan air pada setiap formula mengacu pada kurva ISL setiap formulanya yaitu F1, F2 dan F3. Penambahan air diperkirakan sampai mencapai a w produk pada kisaran 0,8-0,9. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pada aw 0,8-0,9 kadar air produk cukup tinggi sehingga produk yang dihasilkan nantinya tidak menyebabkan haus dan mudah untuk ditelan. Dari perhitungan yang dilakukan didapatkan kadar air dengan aw 0,9 pada formulasi 1,2 dan 3 secara berturut-turut sebesar 23,65%; 23,70%; dan 24,02% sehingga didapatkan hasil penambahan air pada masing-masing formula sebesar 7,51 g/bar; 7,29 g/bar dan 7,70 g/bar. Namun berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dengan penambahan air sejumlah tersebut dihasilkan produk food bars yang tidak menyatu dengan baik, mudah rapuh dan susah ditelan, sehingga dilakukan penambahan air yang tidak mengacu pada ISL. Penambahan air dilakukan sedikit demi sedikit sampai diperoleh tekstur produk yang kompak, menyatu, dan mudah dicetak. Hasil menunjukkan bahwa jumlah air yang harus ditambahkan untuk memenuhi kriteria tersebut adalah sebesar 17 g/bar. Sehingga diperoleh foodbars yang mudah menyatu ketika dicampurkan dan tidak menyebabkan foodbars terlalu keras serta mudah ditelan. D. Penentuan Jumlah Gliserol yang Ditambahkan Setelah menentukan besarnya jumlah air yang ditambahkan pada food bars, langkah selanjutnya adalah menentukan banyaknya gliserol yang akan ditambahkan. Tujuan dari penambahan gliserol pada food bars ini adalah untuk menurunkan aw sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang. Gliserol ditambahkan hingga pada kisaran a w produk IMF tetapi kadar air produk tetap terjaga sehingga menghasilkan produk yang masih tetap basah. Bahan yang telah dicampur dengan air kemudian ditambahkan dengan gliserol dengan konsentrasi tertentu. Gliserol yang digunakan adalah jenis gliserol food grade. Gliserol merupakan humektan yang termasuk golongan poliol. Poliol baik dipakai sebagai humektan, karena berat molekulnya relatif kecil, mempunyai daya serap yang besar terhadap air dan kebanyakan berbentuk cairan. Bell dan Labuza (2000), menggunakan persamaan Grover untuk memprediksi a w daging yang ditambahkan dengan glikol sebagai humektan dan memprediksi jumlah humektan yang digunakan untuk menurunkan aw daging tersebut. Untuk memperkirakan aw dengan persamaan Grover membutuhkan data kadar makronutrien, yaitu kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat, masing-masing formula. Data komposisi makronutrien pada masing-masing formula ditunjukkan pada Tabel 5.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-227
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 5. Komposisi Makronutrien Masing-masing Formula Komponen F1 F2 Lemak (%) 11,49 11,23 Protein (%) 7,93 8,07 Karbohidrat (%) 24,92 24,69 Keterangan : F1 = formula 1; F2 = formula 2; dan F3 = formula 3
F3 11,68 8,10 24,59
Pemakaian gliserol dimulai dari konsentrasi 5%, 10 % dan 15% dengan melihat nilai aw yang dihasilkan dan aftertaste pahitnya. Prediksi nilai aw pada penambahan gliserol dari setiap formulanya dengan persamaan Grover ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Prediksi aw Formula Food Bars Menggunakan Persamaan Grover Formula aw Gliserol 5 % Gliserol 10 % Gliserol 15 % F1 0,89 0,86 0,82 F2 0,89 0,86 0,83 F3 0,89 0,86 0,82 Keterangan : F1 = formula 1; F2 = formula 2; dan F3 = formula 3 Berdasarkan Tabel 6, penambahan gliserol 10% mampu menurunkan a w hingga di bawah 0,9. Pada setiap penambahan gliserol dilakukan evaluasi rasa terhadap produk untuk mengetahui adanya aftertaste pahit. Pada saat ditambahkan 5% gliserol rasa dari food bars belum menimbulkan aftertaste pahit kemudian dilanjutkan hingga ke konsentrasi 10% dan rasa masih normal belum menimbulkan aftertaste pahit. Pada penambahan gliserol 15 %, mulai timbul aftertaste pahit, oleh karena itu dipilih penggunaan gliserol dengan konsentrasi 10% yang mampu menjadikan aw pada produk berada di bawah 0,9. E. Sifat Sensoris Food Bars Hasil pengujian sifat sensoris dari formula food bars ditunjukkan pada Tabel 7. Pengujian sifat sensoris meliputi atribut mutu warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall. Tabel 7. Sifat Sensoris Formula Food Bars Formula Parameter Warna Aroma Rasa Tekstur Overall a a a a F1 2,60 2,64 2,28 3,12 2,60a F2 3,40b 3,16b 2,92b 3,08a 3,08b ab b c b F3 2,96 3,16 3,20 3,44 3,48b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada tiap kolom menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α = 5% Variasi penggunaan tepung millet putih instan, tepung kacang hijau, dan tepung kedelai memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan overall produk pangan darurat berbentuk food bars. Untuk aroma, rasa, tekstur, dan overall, formula yang paling disukai adalah formula 3 sehingga dapat disimpulkan bahwa formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah formula 3. F. Kandungan Gizi Formula Food Bars Terpilih Kandungan gizi food bars formula terpilih berdasarkan sifat sensoris ditunjukkan pada Tabel 8. Kadar air food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan sebesar 18,17 %. Hasil kadar air tersebut sudah sesuai dengan standar Institute of Medicine (IOM) untuk food bars. Produk IMF umumnya memiliki nilai aw antara 0,65 - 0,85 dan mempunyai kadar air 15 – 30% (Robson, 1976). Pangan darurat berbentuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan ini sudah sesuai standar kelayakan food bars dan komposisi yang tepat.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-228
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 8. Kandungan Gizi Food Bars Formula Terpilih Komponen Jumlah/bar Sumbangan Kalori Makronutrien (%) Air (% wb) Abu (% wb) Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Kalori (kkal) aw
18,17 1,41 19,13 13,35 47,94 227,19 0,87
37,89 11,75 42,20 -
Kadar abu pada formula terpilih sebesar 1,41 %. Nilai kadar abu untuk food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah ini tidak sesuai dengan persyaratan ini gizi pangan darurat. Setyaningtyas (2008), menjelaskan bahwa kadar abu untuk pangan darurat berbahan dasar tepung-tepungan adalah berkisar antara 2-3 %. Berdasarkan Tabel 8, kadar lemak formula terpilih sebesar 19,13 %. Jumlah lemak dalam formula terpilih ini menyumbang kalori sebesar 37,89 % dari total kalori per bar. Hal ini sesuai dengan syarat pangan darurat. Zoumas, et. al (2002), menyatakan bahwa kadar lemak pada pangan darurat harus memiliki 35-45% dari total kalori. Kadar protein sebesar 13,35 % dan menyumbang kalori sebesar 11,75 % dari total kalori per bar. Hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan standar pangan darurat dari Zoumas, et. al. (2002) sebesar 10-15% dari total kalori. Kadar karbohidrat sebesar 47,94 % dan memberi sumbangan kalori sebesar 42,2 % dari total kalori per bar. Zoumas, et.al. (2002) mengemukakan bahwa kandungan karbohidrat dari pangan darurat minimal harus sebesar 40-50 % dari total kalori, sehingga formula terpilih ini sudah sesuai dengan syarat pangan darurat. Aktivitas air (aw) formula terpilih sebesar 0,87. Aktivitas air formula terpilih sudah sesuai dengan kisaran aw untuk IMF, yaitu 0,6 - 0,9 (Soekarto, 1979). Target kalori food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang merah adalah 233 kkal/bar (Zoumas, et.al., 2002). Nilai kalori food bars berbahan dasar tepung millet putih dan tepung kacang-kacangan adalah sebesar 227,19 kkal/bar. Hasil tersebut belum memenuhi standar untuk nilai kalori sebagai pangan darurat, karena belum mencapai nilai kalori 233 kkal/bar, namun dapat memenuhi kebutuhan kalori per hari dengan 3 kali konsumsi perhari sebanyak 3-4 bar per konsumsi. KESIMPULAN Formula terpilih berdasarkan sifat sensoris adalah tepung millet putih instan 28 %; tepung kacang hijau 16 %; tepung kedelai 18 %; gula 4 %; margarine 18 %; dan susu full cream 16 %. Sedangkan komposisi kimia formula terpilih adalah kadar air (18,17 %); abu (1,41 %); lemak (19,13 %); protein (13,35 %); karbohidrat (47,94 %); aw (aktivitas air) sebesar 0,87; dan total kalori per bar 227,19 kkal. DAFTAR PUSTAKA Anandito,R. B. K, Dian Rachmawanti, dan Esti Widowati. 2010. Bubur Bayi Kaya Nutrisi Alami Berbahan Baku Tepung Millet Kuning dan Tepung Daun Kelor, Laporan Penelitian DIPA BLU, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis . Association of Official Analytical Chemists, Washinton DC. Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati, dan Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Ardianditto, D., R. Baskara Katri Anandito, Nur Her Riyadi Parnanto, dan Dian Rachmawanti. 2013. Kajian Karakteristik Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Beras Merah dengan Flavor Alami Pisang Ambon sebagai Makanan Pendamping ASI, Jurnal Teknosain Pangan vol.2 no.1.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-229
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Arifianti, A., R. Baskara Katri Anandito, Dian Rachmawanti, dan Nur Her Riyadi Parnanto. 2012. Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Baku Tepung Millet dan Tepung Beras Hitam dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Bell, L. N. dan T. P. Labuza. 2000. Moisture Sorption: Practical Aspect of Isoterm Measurement and Use. American Association Cereal Chemist, Minnesota, USA. Fajri, Roifah. 2012. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Food Bars Labu Kuning dengan Penambahan Tepung Kedelai dan Tepung Kacang Hijau sebagai Alternatif Pangan Darurat, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Husna, E. A, Dian Rachmawanti, Kawiji, dan R. Baskara Katri Anandito. 2012. Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Kacang Hijau dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Karel, M. 1976. Technology and Application of New Intermediate Moisture Foods. Di dalam R. Davies, G.G. Birch, and K.J. Parker. (eds.), Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publisher LTD., London. Labuza, T.P. 1984. Moisture Sorption: Practical Asepticts of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemists, St Paul, Minnesota. Lasnita, Prita Dewi. 2009. Pengembangan Pangan Darurat Berbentuk Pangan Semi basah, Skripsi, IPB. Balitbang Pertanian. 2011. Potensi Sup Instan sebagai Alternatif Pangan Darurat, Agroinovasi no. 3431 tahun XLII. Pramesta, L.D., Dian Rachmawanti, Kawiji, dan R. Baskara Katri Anandito. 2012. Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet dan Tepung Kacang Merah dengan Flavor Alami Pisang Ambon, Jurnal Teknosain Pangan vol. 1 no. 1. Prawiranegara. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Jenderal Departemen Kesehatan RI. Penerbit Bhratara, Jakarta. Refdi, C.W. 2010. Formulasi dan Pembuatan Biskuit Berbasis Bahan Pangan Lokal sebagai Alternatif Pangan Darurat. Skripsi, Universitas Andalas. Robson J. N. 1976. Some Introductory Thoughts on Intermediate Moisture Foods.Di dalam Davies R, G. G Birch, dan K. J. Parker (eds). Intermediate Moisture Food. Applied Science Publisher LTD, London. Rachmawati, D; R. B. K. Anandito; dan Lia Umi K. 2010. Pemenfaatan Millet Kuning sebagai Subtitusi Pembuatan mie Kering, Laporan Penelitian Pemula, Diknas Jateng. Setyaningtyas, A.G. 2008. Formulasi Produk Pangan Darurat Berbasis Tepung Ubi Jalar, Tepung Pisang, dan Tepung kacang Hijau Menggunakan Teknologi Intermediate Moisture Food, Skripsi, IPB. Setyaningsih, Dwi., Anton Ariyantono, Maya Puspita S. 2010. Analisis Sensori. IPB Press, Bogor. Sitanggang, A. B. 2010. Pembuatan Cookies sebagai Produk Alternatif Pangan Darurat dan Pemodelan Umur Simpannya Menggunakan Persamaan Arrhenius. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan vol. 8 no. 2. Soekarto S. T. 1979. Air Ikatan, Penetapan Kuantitatif dan Penerapannya pada Stabilitas Pangan dan Disain Pangan Semi Basah. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fatemeta IPB, Bogor. Zoumas, B.L., L.E. Armstrong, J.R. Backstrand., W.L. Chenoweth., P. Chinachoti, B. P. Klein, H. W. Lane. K. S. Marsh., M. 2002. Tolvanen. High- Energy, Nutrien-Dense Emergency Relief Food Product. Food and Nutrition Board : Intitute of Medicine. National Academy Press, Washington DC.
ISBN: 978-602-7998-92-6
A-230