Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Modifikasi Failure Mode Effect Analysis untuk Mengevaluasi Kemasan untuk Distribusi Jambu Biji (Psidium guajava l) Selama Rantai Pasok: Studi Kasus di Pasar Tradisional di Yogyakarta Muhammad Prasetya Kurniawan dan Anggoro Cahyo Sukartiko Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Email:
[email protected] , Telepon/Fax: 0274-551219
ABSTRAK Jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu ‘primadona’ produk hortikultura baik di pasar tradisional maupun modern di Yogyakarta. Pengangkutan dari petani sampai dengan konsumen memiliki risiko penurunan mutu yang dapat menyebabkan kerugian yang signifikan, terutama yang disebabkan oleh kerusakan secara mekanis. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kerusakan dan mendefinisikan risiko yang mungkin terjadi selama proses pengangkutan produk. Identifikasi dan pendefinisian tersebut dilakukan dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Tingkat keparahan kerusakan mekanik dan kemungkinannya dievaluasi. Faktor risiko ditentukan untuk memberikan informasi tentang masalah yang dapat diterima atau evaluasi penanganan untuk mengurangi risiko kerusakan yang harus dilakukan. Penggunaan FMEA dan pengujian standar yang dilakukan memberikan arahan perbaikan pada metode pengemasan, penataan, dan pemilihan kemasan selama pendistribusian produk. Interaksi antara produk dan kemasan, durasi waktu dan frekuensi getaran selama pengangkutan, tata cara penataan dalam kotak, serta penataan di atas kendaraan untuk meminimalkan kerusakan selama pengangkutan produk. Kata kunci: kemasan untuk distribusi, jambu biji, tekanan mekanis, proses transportasi, Failure Mode and Effect Analysis
ABSTRACT Guava (Psidium guajava) is one of preferred horticultural products in both traditional and modern markets in Yogyakarta. In its whole entire supply chain, guava requires proper handling during transportation from suppliers to the retailers and consumers to maintain its quantity and quality. Supply chain risk management plays an important role, not only for its efficiency but also on its risks. Inappropriate types of packaging and procedures for handling and distribution will impact mechanical stresses in every part of the supply chain and will lead to significant losses. Therefore, this study proposes Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to identify potential damage and define the risks that may occur during the transportation process. The impact of mechanical damage evaluated the severity and likelihood detectable occurrence were determined. The risk factors specified to provide information about the level of damage that can be accepted or evaluated to reduce its risk. Preliminary results of FMEA and identification of procedures gave information to improve methods of packaging, handling, and the selection of packaging for distribution. The interaction among product and packaging, duration and vibration during transport, the procedures for the arrangement in a package as well as on the vehicle is recommended to minimize transport damage. Keywords: packaging for distribution, guava, mechanical stresses, transportation process, Failure Mode and Effect Analysis
PENDAHULUAN Jambu (Psidium guajava L.) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki tingkat permintaan tinggi seiring pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan nutrisi untuk aspek kesehatan. Ketersediaan jambu biji yang bermutu dan pengiriman (untuk kondisi tanpa berpendingin) yang tepat waktu menuntut kesesuaian informasi antara produsen, pemasok dan konsumen serta menghindari distorsi pada aspek distribusi. Identifikasi penurunan mutu di setiap tahap (rantai, tier) perlu dilakukan untuk memberikan edukasi terhadap pelaku usaha distribusi jambu biji. Selain karena faktor intrinsik (fisiologis), pengaruh lingkungan (perubahan musim) dapat mempercepat kerusakan. Jambu biji merupakan komoditas yang memiliki tingkat respirasi yang tinggi sehingga umur simpan dalam suhu kamar lebih pendek. Perubahan pasca panen yang terjadi diantaranya susut bobot karena hilangnya kelembaban, degradasi klorofil sehingga
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-273
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 mengubah hilangnya warna, perubahan tekstur, dan kehilangan nilai nutrisi sehingga menurunkan mutunya (Sahoo et al., 2015). Menurut Aung dan Chan (2014), rantai pasokan bahan pertanian segar lebih kompleks dan sulit untuk dikelola karena sifat produk yang perishable dan memiliki umur simpan yang lebih pendek. Antisipasi kerugian yang lebih besar akibat kondisi ini dilakukan agar kegagalan dalam memenuhi kebutuhan jambu biji bermutu prima dapat dihindari. Pendekatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), karenanya digunakan untuk mengidentifikasi potensi kegagalan untuk mendapatkan mutu jambu biji yang prima dan tingkat keparahan kerusakan mekanik dalam rantai pasok. Faktor risiko ditentukan untuk memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi serta evaluasi penanganan untuk mengurangi risiko kerusakan yang harus dilakukan. Pengujian standar yang dilakukan memberikan arahan perbaikan pada metode pengemasan, penataan, dan pemilihan kemasan selama pendistribusian produk (SNI, 2009). Perbaikan sistem manajemen pengemasan lebih mudah untuk dilakukan dan dikendalikan daripada fasilitas dan prasarana distribusi serta lingkungan. Interaksi antara produk dan kemasan, durasi waktu dan frekuensi getaran selama pengangkutan, tata cara penataan dalam kotak, serta penataan di atas kendaraan memegang peranan penting untuk meminimalkan kerusakan selama pengangkutan produk. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan November 2014 sampai Agustus 2015. Identifikasi dan pengambilan data primer dilakukan di sentra jambu biji di Kendal dan Ngargoyoso (Karanganyar), pasar induk di Yogyakarta, distributor ritel modern, dan pasar tradisional jambu biji di Yogyakarta. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka termasuk di dalamnya data statistik dari Departemen Pertanian Republik Indonesia. Cara Pengambilan Data Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan dengar pendapat serta diskusi dengan pemangku kepentingan yang terdiri atas: petani, pengepul serta pedagang besar jambu biji di Kendal dan Ngargoyoso, Karanganyar, distributor ritel, distributor (sopir dan kuli angkut) di Pasar buah Giwangan dan Gemah Ripah Yogyakarta sebagai pasar induk serta pedagang buah jambu biji di pasar Colombo, pasar Demangan, Pasar Kranggan, dan Pasar Sentul sebagai responden dari pasar tradisional. Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan partisipatif dengan menekankan peran serta informasi aktif dari petani penanam jambu biji, pengepul, dan distributor (sopir), pedagang dan kuli angkut di pasar. Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan informasi yang relevan dalam mengidentifikasi peran kemasan curah untuk menjaga mutu jambu biji selama distribusi dari hulu hingga hilir. Tahap ini dimulai dengan brainstorming oleh para partisipan (petani dan pengepul) tentang situasi yang dialami oleh para petani penanam dan pemasok jambu biji. Identifikasi fungsi, kegagalan, efek, penyebab, dan kontrol dari setiap item atau proses yang dianalisa dilakukan dengan diskusi dan tanya jawab kepada para partisipan mengenai peran kemasan curah untuk distribusi. Para petani berbicara tentang profil kegiatan, mutu, dan kendala usaha jambu biji, pengepul berbicara tentang permintaan, penawaran, serta mekanisme pasar dan untuk distributor (sopir) mengenai jalur distribusi, serta kemungkinan-kemungkinan tentang risiko yang terjadi selama penanganan ke pasar induk dan tradisonal di Yogyakarta. Evaluasi risiko distribusi dilakukan dengan mengklasifikasikan secara kolektif risiko yang teridentifikasi kedalam kegiatan penanganan jambu biji. Selanjutnya mengidentifikasi aktifitas yang dapat menambah risiko maksimum yang difokuskan pada risiko kegagalan dalam aktifitas penanganan jambu biji. Untuk memprioritaskan rumusan solusi, dilakukan penandaan aktifitas yang dapat menurunkan mutu selama distribusi jambu biji. Kegagalan untuk mendapatkan mutu jambu biji dengan mutu yang prima dan prioritas efek kegagalan yang terjadi dilakukan dengan merumuskan tindakan perbaikan dan evaluasi risiko yang ada. Hasil evaluasi selanjutnya digunakan sebagai pendekatan untuk mengatasi kegagalan untuk
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-274
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 mendapatkan mutu jamu biji yang prima. Chen et al. (2013) melakukan pengukuran risiko dalam FMEA dilakukan dengan menggunakan matrik resiko yaitu RPN (Risk Priority Number) dengan menghitung nilai-nilai sederhana dari S (severity), O (Occurence) dan D (detection) untuk memilih supplier dalam rantai pasok. Sedangkan Liu et al. (2013) memaparkan kriteria yang disarankan dari rating dalam FMEA yang telah dilakukan untuk mendeskripsikan tingkat keparahan (severity): 110, dengan 10 menggambarkan dampak terparah bagi produk/konsumen, frekuensi kejadian (modus/likeliness a failure) akan terjadi: 1-10, dan pendeteksian dengan 10 menggambarkan RPN = S x O x D. Hasil dari nilai RPN akan digunakan untuk menunjukkan keseriusan dari potential failure atau kodisi yang semakin bermasalah.
Produsen/petani
Produsen/petani
Rantai pasok 3
Rantai pasok 4
Produsen/petani
Produsen/petani
Pengepul
Pengepul
Pengecer / pasar tradisional
Konsumen
Konsumen
Pasar induk
Pengecer / pasar tradisional
Pengecer / pasar tradisional
Konsumen
Konsumen
Middleman
Rantai pasok 2
Consumer center
Rantai pasok 1
Production center
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola rantai pasok Hasil identifikasi menunjukkan pola rantai pasokan jambu biji secara umum terdiri dari rantai pasokan pasar tradisional dan rantai pasokan pasar modern. Pasar modern dalam hal ini adalah adalah supermarket dan industri pengolahan yang pada umumnya telah menetapkan standar kualitas dan aturan transaksi. Untuk hotel dan restauran sebagian telah mengambil jambu biji di pasar induk dan telah memiliki pemasok tersendiri. Biaya distribusi dalam rantai pasokan pasar tradisional masih tinggi disebabkan oleh struktur rantai pasokan yang lebih panjang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, dan manajemen distribusi perlu diatur lebih pendek.
Gambar 1. Rantai pasok untuk pasar tradisional Rantai pasokan untuk pasar modern relatif lebih pendek dibandingkan dengan yang tradisional, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 Dalam rantai pasokan ini, pelaku kegiatan umumnya melakukan kontrak penjualan dalam jangka waktu tertentu. Kondisi ini menyebabkan konsumen langsung maupun antara harus membayar lebih tinggi, sedangkan petani tidak mengalami peningkatan margin dari konsumen. Di samping biaya distribusi yang tinggi, kerusakan yang terjadi selama proses distribusi masih tinggi karena tidak sesuai kemasan dan penanganan sistem. Tingkat kerusakan dalam proses distribusi dan pemasaran jambu biji dari Kabupaten Kendal dan Karanganyar ke pasar induk di Yogyakarta disajikan pada Tabel 1.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-275
Consumer center
Middleman
Production center
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Produsen/petani
Gapoktan / Kelompok tani
Asosiasi petani
Supplier
Supermarket
Konsumen
Gambar 2. Rantai pasok untuk pasar modern Jenis kemasan untuk distribusi Jenis kemasan yang dipergunakan untuk distribusi antar propinsi didominasi oleh kotak kayu persegi panjang, dengan bahan kayu pohon Sengon. Penggunaan kayu Sengon dikarenakan memiliki berharga murah dan banyak dihasilkan dari limbah sisa pengolahan kayu (sisa industri pembuat papan dan meuble). Dimensi Kemasan memiliki panjang ±60 cm, lebar ± 40 cm, dan tinggi ± 40 cm, dengan berat kemasan kosong 4-5 kg/kemasan. Perlindungan tambahan berupa kertas bekas koran atau kertas zak semen dan terdapat plastik pembungkus (brongsong) pada masing-masing buah jambu biji.
Gambar 3. Kotak kayu sebagai kemasan curah untuk distribusi Plastik pada buah terpasang sejak buah masih berada dipohon dan dibiarkan terpasang sampai dikemas kotak kayu. Plastik tersebut berfungsi untuk melindungi buah dari serangan berbagai macam hama seperti lalat buah, lebah dan serangga lainnya. Hasil pengamatan menunjukkan kira-kira 70% dari jambu biji yang dipasarkan melalui rantai pasok tradisional. Standar kualitas, kontinyuitas pasokan, dan sistem pengemasan yang lebih baik menjadi salah satu
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-276
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 persyaratan pada rantai pasokan pasar modern, sehingga teknik penanganan dan pemjagaan mutu dalam proses distribusi lebih baik daripada di pasar tradisional. Potensi kerusakan dan penilaian risiko
Gambar 4. Identifikasi kerusakan jambu biji pasca distribusi dalam kemasan
Gambar 5. Kerusakan mekanis dan fisik jambu biji pasca distribusi
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-277
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 1. Prosentase kerusakan yang terjadi selama distribusi hingga ke pasar induk di D.I.Yogyakarta dan sekitarnya Kegiatan
Tingkat kerusakan (Losses)
Pemanenan
2,5 - 3 %
lecet, tergores,berlubang
Distribusi ke pengepul lokal
9% - 10%
lecet, tergores,berlubang
Jenis kerusakan
Waktu distribusi
Toleransi keterlambatan
5-20 menit
Alat angkut
sepeda, sepeda motor, pick up
lecet, 0-10 tergores,berlubang, menit memar lecet, Penyimpanan ±3% tergores,berlubang, memar penjualan di pasar lecet, 240 - 420 pick up, truk 4 atau 6 lokal/pasar induk 10% - 15% tergores,berlubang, 1-3 hari menit roda (antar propinsi*) memar lecet, sepeda motor roda dua , pengiriman ke pasar 3% - 7% tergores,berlubang, 15 - 60 1-3 hari sepeda motor roda tiga, tradisional memar pick up *Alat angkut antar propinsi yang dipergunakan kebanyakan kendaraan pick up colt L300 dan truk bak terbuka, jenis jalan aspal jalan propinsi, kapasitas 2540 kg (Sumber : hasil survey dan wawancara, November 2014 dan Agustus 2015). Sortasi
6% - 8%
Kondisi ini bila diakumulasi menunjukkan tingkat kerusakan yang tinggi (mencapai 45-55%) namun demikian, tingkat tolerasi dan penerimaan konsumen cukup tinggi terutama saat pasokan sedikit. Kerusakan menghasilkan hampir mirip jika dibandingkan dengan daerah lain di sekitarnya Yogyakarta. Tabel 2. Identifikasi penggunaan sistem kemasan (curah) untuk distribusi ke pasar induk di D.I.Yogyakarta dan sekitarnya Kegiatan
Jenis kemasan
Desain Penataan
Pelindung tambahan
Berat
Jumlah buah
Pemanenan
plastik (brongsong), keranjang bambu, keranjang plastik, karung plastik, kotak kayu
random (jumble)
Daun, plastik, koran
tergantung kemasan dan densitas buah
tidak terdefinisi
Distribusi ke pengepul lokal
plastik (brongsong), keranjang bambu, keranjang plastik, karung plastik, kotak kayu
random (jumble)
Daun, plastik, koran
tergantung kemasan dan densitas buah
tidak terdefinisi
Sortasi
plastik (brongsong), keranjang bambu, keranjang plastik, karung plastik, kotak kayu
random (jumble)
-
-
tidak terdefinisi
Penyimpanan
plastik (brongsong), keranjang bambu, keranjang plastik, karung plastik, kotak kayu
random (jumble)
Koran atau kertas sak (semen)
50 - 55kg
240-270
penjualan di pasar lokal/pasar induk
plastik (brongsong), kotak kayu
random (jumble)
50 - 55kg
240-270
pengiriman ke pasar tradisional
plastik (brongsong), kotak kayu
random (jumble)
50 - 55kg
240-270
Koran atau kertas sak (semen) Koran atau kertas sak (semen)
Sumber : hasil survey dan wawancara, November 2014 dan Agustus 2015
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-278
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 3.
Risk score matrix kinerja kemasan curah untuk penjagaan mutu selama distribusi jambu biji dalam rantai pasok (pasar) tradisional Sev.
Potensi penyebab/ Mekanisme kegagalan
Occur.
Detect.
RPN
7
Penanganan kurang hati-hati dan kurangnya perlindungan
7
Pelaksanaan SOP dan pengecekan sistem kemas
6
29 4
1
Peningkatan kesadaran dan pelatihan sistem pengemasan
5
Tidak mengikuti standar SNI
6
Peningkatan kesadaran oleh pemetik
4
12 0
3
Peningkatan kesadaran oleh pemetik
Volume yang berlebih
tekanan/stres yang tinggi pada buah
4
Kerusakan mekanis yang tinggi dan penataan semrawut
6
Penempatan bantalan untuk perlindungan pada wadah
4
96
4
Penempatan bantalan untuk perlindungan pada wadah
Penataan dalam kemasan yang kurang baik
terjadi benturan dan gesekan antar buah dan kemasan
5
Prosentase kerusakan tinggi dan penurunan mutu
6
Perhatian aspek ukuran, jenis, dan pola penataan
4
12 0
2
Perhatian aspek ukuran, jenis, dan pola penataan
penyimpangan ukuran dan mutunya
Ketidakefisen an saat penanganan(h andling)
3
Peningkatan level kerusakan
4
Tata cara penanganan (handling) yang baik
3
36
6
Tata cara penanganan (handling) yang baik
Peningkatan biaya
Penurunan mutu
3
Ketidaksesuaian lingkungan tempat penyimpanan
3
Perbaikan tempat, fasilitas, dan tata cara penanganan
3
27
8
Perbaikan tempat, fasilitas, dan tata cara penanganan
5
5
Penataan desain dan manajemen pengemasan sesuai dengan fasilitas yang ada
7
Perbaikan metode pengemasan dan penggunaan bantalan (cushion)
9
Perbaikan desain kemasan dan simulasi pengangkutan
Modus potensi kegagalan
Efek potensi kegagalan
Gesekan dan benturan dalam keranjang
Kenampakan fisik buah penuh luka
Sortasi di lahan tidak sempurna
Ketidakseraga man mutu
Tingginya produk yng rusak
Tingginya kerugian/rend ahnya profit
4
Keterbatasan fasilitas dan infrastruktur dan lingkungan
Penurunan mutu fisik
Meningkatnya prosentase kerusakan
4
Lapisan (layer) dalam kemasan yang terlalu banyak
3
Peningkatan biaya distribusi
Ketidakefisien an dalam logistik
3
Ketidaksimetrisan ukuran kemasan dan penataan di atas kendaraan
4
Pengendalian yang dilakukan
Penataan desain dan manajemen pengemasan sesuai dengan fasilitas yang ada Perbaikan metode pengemasan dan penggunaan bantalan (cushion) Perbaikan desain kemasan dan simulasi pengangkutan
3
60
3
36
2
24
Prio ritas
Tindakan yang direkomendasika n
Berdasarkan matrik risiko Tabel 3, gesekan dan benturan dalam kemasan curah dan penanganan pascapanen memicu potensi kegagalan mencapai mutu prima selama distribusi. Kondisi pengangkutan tanpa pendingin, tingkat kemacetan, dan respirasi buah jambu biji yang tinggi (Sahoo et al., 2015) menjadi faktor penyebab kegagalan dan berdampak risiko kerugian. Distribusi diidentifikasi melalui pengamatan visual kondisi buah (standar mutu berdasarkan persyaratan yang ditetapkan), kemasan curah untuk distribusi (kotak kayu) beserta pelindung tambahannya (cushion), teknik dan metode pengemasan buah beserta kemungkinan interaksinya (buah jambi biji dan kemasan), sarana distribusi (kendaraan beserta sistem penataannya) beserta prasarana (jalan raya, bongkar muat, dan lain-lain), serta waktu tempuh untuk distribusi seperti disajikan dalam gambar 6.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-279
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Liu et al. (2013) dan Yang et al. (2011) memaparkan tingkat potensi kegagalan untuk mencapai mutu yang prima dalam distribusi jambu biji diinvestigasi seberapa besar keparahan (severity), probabilitas (propability of failure), dan deteksi risiko tersebut (likehood of detection by design control). Gesekan dan benturan dalam keranjang yang menyebabkan kenampakan fisik buah penuh luka merupakan penanganan kurang hati-hati dan kurangnya perlindungan menjadi langkah pengendalian menjadi prioritas utama dengan skor 294. Walaupun pelaksanaan SOP dan pengecekan sistem kemas dijadikan langkah pengendalian, namun kegagalan untuk mencapai kondisi buah yang prima masih sulit untuk diwujudkan. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menghitung kemungkinan dan dampak dari risiko serta memberi tanda risiko yang telah terjadi dan mengidentifikasi risiko baru yang muncul.
Gambar 6. Identifikasi potensi kerusakan selama distribusi Berdasarkan skema Gambar 6, distributor harus memerhatikan dan mampu memetakan potensi bahaya selama perjalanan serta sistem pengangkutan yang dipergunakan. Sumber-sumber pemicu getaran dan kejutan (shock) yang menimbulkan gaya mekanis dan statis pada sistem pengangkutan harus diredam untuk meminimalkan tingkat kerusakan pada jambu biji. Gaya mekanis statis dan gaya mekanis dinamis terjadi selama distribusi akibat penumpukan, getaran, dan kejutan (shock) akan mengakibatkan kerusakan mekanis seperti lecet dan memar (bruise). Menurut Brandenburg (1991), potensi kerusakan produk selama distribusi sebagai akibat penanganan manual (manhandling), tekanan yang ditimbulkan saat bongkar-muat (warehouse equipment handling), tumbukan yang terjadi pada kendaraan (vehicle impact), dan getaran pada kendaraan yang dipergunakan (vehicle vibration) seperti disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Interaksi produk (jambu biji) dalam kemasan selama pengangkutan
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-280
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Kemasan yang baik primer (brongsong plastik) dan sekunder (kotak kayu) akan melindungi buah selama proses transportasi dengan mengurangi stress pada jambu biji (gaya mekanis) baik statis maupun dinamis. Evaluasi untuk perbaikan yang memungkinkan dengan menambah bahan peredam gaya mekanis dinamis seperti styrofoam net, potongan kertas dan lainlain. Sedangkan penggunaan suhu terkendali (dingin) dan atmosfer terkendali (control atmosphere) mampu menahan laju respirasi buah sehingga mempanjang umur simpannya (FAO, 2011). Simulasi dan pengujian kinerja kemasan serta identifikasi kerusakan dilakukan pada beberapa jenis kemasan curah di laboratorium ataupun pengujian langsung untuk memantau parameter seperti getaran frekuensi, perpindahan, kecepatan dan percepatan.
(a) Penggunaan keranjang plastik (PE)
(c) Keranjang plastik standar GMA (Grocery Manufacturer’s Association, 120 x 100 cm pallet)
(b) Penggunaan kantung plastik
(d) Kotak karton standar GMA (Grocery Manufacturer’s Association, 120 x 100 cm pallet)
Gambar 8. Identifikasi jenis, prosentase, dan tingkat kerusakan jambu dengan berbagai jenis kemasan standar dengan simulasi distribusi Penggunaan kemasan yang sesuai dengan GMA pallet dan dilengkapi dengan pelindung tambahan seperti styrofoam, kertas, dan plastik dengan desain serta ukuran sesuai dengan fasilitas distribusi mampu meningkatkan efisiensi dan untuk menurunkan biaya pengangkutan (FAO, 2011). Simulasi distribusi dengan meja getar dilakukan untuk memperoleh data kerusakan mekanis produk sebagai akibat dari getaran (vertikal, horisontal, maupun lateral) dan kejutan (vibration and shock) (Gambar 8). Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi penggetaran berdasarkan angkutan truk dan lama pengangkutan digunakan sebagai dasar penentuan kemasan yang paling sesuai untuk mengurangi potensi kerusakan. Menurut Zhou et al. (2007), jumlah kerusakan mekanis paling kecil dialami oleh produk terjadi dalam kemasan yang kemampuan meredam energi akibat tumbukan yang terjadi dengan permukaan buah.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-281
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Potensi kerusakan jambu biji selama distribusi Potensi kerusakan jambu biji selama distribusi bervariasi dengan nilai risiko tertinggi (294) diakibatkan oleh gesekan dan benturan dalam keranjang 2. Berdasarkan penilaian risiko yang telah dilakukan, diperlukan pelatihan sistem pemetikan dan pengemasan yang baik yang diikuti dengan penempatan bantalan pelindung pada wadah buah. 3. Berdasarkan penilaian risiko yang telah dilakukan, diperlukan pelatihan sistem pemetikan dan pengemasan yang baik yang diikuti dengan penempatan bantalan pelindung pada kemasan buah. Saran Saran dan tindaklanjut penelitian ini adalah: 1. Perlu adanya edukasi awal dan pelibatan terpadu kepada para pelaku untuk pembentukan tim (untuk mengawal penggunaan FMEA). 2. Pendefinisian dan pengukuran risiko dalam FMEA lebih diperjelas dan divalidasi (informasi berdasarkan wawancara dan pengalaman dari pelaku belum berdasarkan kepada standar yang ada). 3. Identifikasi indeks mutu dan batas kerusakan buah yang diterima konsumen. 4. Penentuan jenis, material, dan ukuran (volume dan dimensi) kemasan.
DAFTAR PUSTAKA Aung MM dan Chang YS, 2014. Temperature management for the quality assurance of a erishable food supply chain, Food Control 40 198-207, http://dx.doi.org/10.1016/j.foodcont.2013.11.016. Brandenburg RK dan Lee JJL. 1991. Fundamental of Packaging Dynamics 4th Edition. LAB NY USA. FAO, Packaging in fresh produce supply chains in Southeast Asia. RAP Publication 2011/20 Jambu Biji SNI 7418:2009 Liu HC, Liu L, Liu N. 2013. Review Risk evaluation approaches in failure mode and effects analysis: A literature review, Expert Systems with Applications 40 828–838, http://dx.doi.org/10.1016/j.eswa.2012.08.010 Sahoo NR, Panda MK, Bal LM, Pal US, Sahoo D. 2015. Comparative study of MAP and shrink wrap packaging techniques for shelf life extension of fresh guava, Scientia Horticulturae 182 1–7. http://dx.doi.org/10.1016/j.scienta.2014.10.029 Chen PS dan Wu MT. 2013. A modified failure mode and effects analysis method for supplier selection problems in the supply chain risk environment: A case study, Computers & Industrial Engineering 66 634–642, http://dx.doi.org/10.1016/j.cie.2013.09.018 Yang J, Huang HZ, He LP, Zhu SP, Wen D. 2011. Risk evaluation in failure mode and effects analysis of aircraft turbine rotor blades using Dempster–Shafer evidence theory under uncertainty. Engineering Failure Analysis 18 2084–2092. doi:10.1016/j.engfailanal.2011.06.014. Zhou R, Su S, Yan L, dan Li L. 2007. Effect of transport vibration levels on mechanical damage and physiological responses of Huanghua pears. Postharvest Biology and Technology, 46, 20-28.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-282