Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
ASPEK SOSIAL EKONOMI USAHA TERNAK KERBAU KALANG DAN KARAKTERISTIK BIOFISIK LAHAN DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN (KASUS DI KECAMATAN KURIPAN, KABUPATEN BARITO KUALA) [Socio-Economic Aspects of Buffalo Kalang and Biophysical Characteristics of Land in Supporting Meat in South Kalimantan (Cases in Kuripan District, Barito Kuala Regency)] ROSITA GALIB dan A. HAMDAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jl. Pang. Batur Barat No.4, Banjarbaru 70711
ABSTRACT Swamp buffalo (Bubalus carabanensis) has an important role to support the fulfillment of the adequacy of meat in South Kalimantan. Barito Kuala Regency, particular in Kuripan district with the goal of maintaining buffalo as a source of livelihood that can be sold at any time need money. Buffalo livestock business loop has been done by the community and significantly can help economic development in the family, but is considered slow. Some of the barriers that must be faced in order to make the venture profitable buffalo herds were covering technology feed, nursery, production technology, disease control, system maintenance and management. The purpose of this paper is to provide information on the social aspects of economic and biophysical character of land in the buffalo business in the Kuripan District, Barito Kuala regency as material information to make an effort to increase the population of buffaloes so that it can support the sufficiency of meat. Support is also needed so that the biophysical land is able to meet the needs of pasture and fodder quality enough. Data were collected using survey methods include secondary and primary data. Primary data was collected through unstructured interviews with participatory approaches (Participatory Rural Appraisal) through focus group discussions (focus group discussion) and is equipped with a key informant interviews to the field officers. Secondary data extracted from the relevant agencies, and the results of previous studies related to the swamp buffalo. Key Words: Swamp Buffalo, Kalang, Socio Economic, Biophysical Land ABSTRAK Kerbau Rawa (Bubalus carabanensis) mempunyai peran yang cukup penting untuk mendukung pemenuhan kecukupan daging di Kalimantan Selatan. Kabupaten Barito Kuala khususnya Kecamatan Kuripan memelihara kerbau dengan tujuan sebagai sumber mata pencaharian untuk tabungan yang sewaktuwaktu dapat dijual bila memerlukan uang cepat. Usaha ternak kerbau Kalang sudah cukup lama dilakukan masyarakat dan secara nyata dapat membantu ekonomi keluarga, tetapi dalam perkembangannya dirasa lambat. Beberapa hambatan yang harus dihadapi untuk menjadikan usaha ternak kerbau menguntungkan diantaranya adalah meliputi teknologi pembibitan, teknologi pakan, teknologi produksi, pengendalian penyakit, tatalaksana/sistem pemeliharaan dan manajemen. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai aspek sosial ekonomi dan karakter biofisik lahan pada usaha ternak kerbau di Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala sebagai bahan informasi dalam upaya meningkatkan populasi kerbau Kalang sehingga dapat mendukung kecukupan daging. Dukungan biofisik lahan juga diperlukan sehingga mampu memenuhi keperluan padang penggembalaan dan pakan yang cukup dan bermutu. Data dikumpulkan menggunakan metode survei meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan pendekatan partisipatif (Participatory Rural Appraisal) melalui diskusi kelompok (focus group discussion) dan dilengkapi dengan hasil wawancara
146
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
terhadap informan kunci, dan petugas lapang. Data sekunder digali dari instansi terkait yang relevan, dan hasil-hasil pengkajian terdahulu yang berkaitan dengan kerbau Rawa. Kata Kunci: Kerbau Rawa, Kalang, Aspek Sosial Ekonomi, Biofisik Lahan
PENDAHULUAN Kerbau Rawa (Bubalus carabanensis) mempunyai peran yang cukup penting untuk mendukung pemenuhan kecukupan daging di Kalimantan Selatan. Pengusahaan ternak kerbau di Kalimantan Selatan hampir seluruhnya dilakukan peternak secara tradisional. Kerbau ini biasanya dipelihara di daerah yang banyak air atau dataran rendah berpaya-paya, serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak-semak dan rumput rawa menurut DILAGA (1987) yang disitir oleh SURYANA, dalam jurnal Litbang pertanian tahun 2007. Di Kalimantan Selatan, kerbau Rawa memberikan kontribusi positif sebagai penghasil daging, ternak asli daerah dan sumber plasma nutfah, dan menjadi usahatani spesifik lokasi pada agroekosistem lahan rawa. Untuk mendukung upaya swasembada daging, pemerintah daerah sudah sejak tahun 2002, melakukan program pengembangan usaha ternak kerbau Rawa di kawasan ini. Pendayagunaan potensi ternak kerbau yang populasinya pada tahun 2007 berjumlah 43.093 ekor meningkat 4,01% dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 41.435 ekor (DISNAK KABUPATEN BARITO KUALA, 2008), dan menyumbang daging sebesar 866.175 kg pada tahun 2007 atau sebesar 13,685% dari ternak besar (total sumbangan daging dari ternak besar pada tahun 2007 di propinsi Kalimantan Selatan sebesar 7.344.193 kilogram (DISNAK PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2008)). Pada tahun 2004, ternak kerbau menyumbang daging sebesar 15,72% dari total produksi daging ternak besar, berarti terjadi penurunan sebesar 2% lebih. Hal ini karena pertumbuhan ternak besar selain kerbau pesat sekali atau pertumbuhan ternak kerbau yang menurun. Kontribusi daging dari ternak kerbau ini tentunya dapat ditingkatkan bila usaha ternak kerbau dikelola dengan baik, sehingga disamping dapat meningkatkan pendapatan peternak yang mengusahakannya juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Teknologi yang harus diterapkan harus
disesuaikan dengan potensi sumberdaya alam yang tersedia dan kemampuan peternak. Sumber teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan harus segera diimplementasikan secara meluas. Sejak tahun 2005, Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD), sudah memproduksi semen beku kerbau Kalang dan kerbau belang (ROHAENI et al., 2006b). Pada tahun 2007 diuji di Provinsi Jambi dan pada tahun 2008 lahir anak hasil Inseminasi Buatan tersebut. Produksi dan distribusi semen beku kerbau pada tahun 2006 masing-masing 783 dosis dan 275 dosis, kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.355 dosis produksi dan 450 dosis distribusi. Untuk memacu usaha peternakan kerbau menjadi suatu usaha yang menguntungkan maka teknologi pembibitan, teknologi pakan, teknologi produksi, pengendalian penyakit, tatalaksana/sistem pemeliharaan dan manajemen perlu diprioritaskan dengan orientasi usaha kearah agribisnis yang perlu dirintis oleh pemerintah daerah. Untuk membangun usaha ternak kerbau yang kuat dapat meniru pada usaha sapi potong yang dilaksanakan secara holistik dengan melibatkan pemerintah, swasta dan peternak. Pola pembibitan diintensifkan kembali pada tingkat peternak dengan memberikan insentif pembiayaan untuk usaha pembibitan melalui pemberian pinjaman dengan suku bunga rendah. Pemerintah memberikan jaminan dan kepastian dari usaha pembibitan melalui pengawalan, pengawasan dan pemberian sertifikasi terhadap bibit-bibit kerbau yang dihasilkan. Upaya lainnya untuk meningkatkan produktivitas ternak adalah dengan teknologi inseminasi buatan (IB), yang pada tahun 2007 pada peternakan kerbau Rawa sudah melayani 45,60%. Pemeliharaan kerbau bertujuan sebagai sumber mata pencaharian untuk tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual bila memerlukan uang cepat. Usaha ternak kerbau Kalang sudah cukup lama dilakukan masyarakat dan secara nyata dapat membantu ekonomi keluarga, walaupun dalam perkembangannya dirasa lambat. Melihat hal itu, informasi mengenai
147
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
aspek sosial ekonomi dan karakter biofisik lahan pada usaha ternak kerbau untuk dijadikan bahan informasi dalam upaya meningkatkan populasi kerbau Kalang tentu sangat diperlukan. Dukungan biofisik lahan juga diperlukan sehingga mampu memenuhi keperluan padang penggembalaan dan pakan yang cukup dan bermutu, sehingga sumbangan terhadap kecukupan produksi daging menjadi meningkat. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai aspek sosial ekonomi dan karakter biofisik lahan pada usaha ternak kerbau di Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala. MATERI DAN METODE Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan persentase peningkatan populasi kerbau pada tahun 2000 sampai 2004. yaitu sebesar 73,83% tertinggi dicapai oleh usaha peternakan kerbau di Kabupaten Barito Kuala. Dua desa sentra ternak kerbau terdapat di Kecamatan Kuripan yaitu Desa Tabatan dan Tabatan Baru. Data dikumpulkan menggunakan metode survei meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara tidak terstruktur dengan pendekatan partisipatif (Participatory Rural Appraisal) melalui diskusi kelompok (focus group discussion) dan dilengkapi dengan hasil wawancara terhadap informan kunci, dan petugas lapang. Data sekunder digali dari instansi terkait yang relevan, hasil-hasil pengkajian terdahulu yang berkaitan dengan kerbau Rawa. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Peternakan kerbau Rawa di Kecamatan Kuripan terdapat di desa Tabatan dan Tabatan Baru dengan luas wilayah 343,50 km2 dan merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Barito Kuala yaitu 11,46% dari luas wilayah kabupaten seluruhnya. Jumlah penduduknya 5.380 orang dari 1.548 kepala keluarga (KK). Luas padang penggembalaan adalah 518,57 hektar dengan populasi ternak kerbau 857 ekor (2004) menjadi 948 ekor pada tahun 2007, meningkat 10,62%. Perkembangan populasi
148
kerbau Rawa di lokasi ini cukup pesat, padahal pengalaman beternak kerbau Rawa rata-rata kurang dari 20 tahun dan angka pemotongan cukup tinggi yaitu 8,99%. Penggunaan lahan dari pembukaan hutan untuk padang penggembalaan sangat cocok karena didukung adanya rumput hijauan yang dominan berupa padi hiang dan rumput batu. Beberapa jenis rumput/hijauan pakan kerbau yang memiliki gizi cukup baik berdasarkan hasil identifikasi dan tumbuh sepanjang tahun dapat dijumpai di areal lahan padang penggembalaan di lokasi ini (SUBHAN et al., 2006). Jenis rumput/hijauan, yang disukai ternak kerbau yang teridentifikasi di padang penggembalaan mencapai 21 jenis (Tabel 1) dan nutrisi berupa kandungan protein kasar berkisar 6,25 – 12,48% dari berat kering. Tabel 1. Daftar jenis rumput yang teridentifikasi di Kabupaten Barito Kuala Nama lokal rumput/hijauan Kumpai batu
Keterangan Ada, tumbuh dipadang gembala
Kumpai jariwit
sda
Pepedasan
sda
Galunggung/kayapu
sda
Suntilang
sda
Kumpai mining
sda
Kumpai Minyak
sda
Banta
sda
Padi hiang Tanding/teratai
sda Dimakan, bila rumput lain tidak ada
Kangkung
sda
Ilung/eceng gondok
sda
Parupuk
sda
Japun/kamayahan
sda
Babatungan
sda
Genjer
sda
Tetuding
sda
Belaran
sda
Purun tikus
sda
Paku/klakai
sda
Talas
sda
sda = sama dengan atas Sumber: ROHAENI et al. (2006a)
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Karakteristik peternak Karakteristik peternak meliputi data umur peternak, pengalaman peternak, pekerjaan utama dan tingkat pendidikan dan suku. Umur peternak rata-rata 40 tahun, dan pengalaman beternak rata-rata 15 tahun, pekerjaan utama adalah beternak (60%), nelayan (26,7%), berdagang (13,3%) dan PNS (6,7%). Tingkat pendidikan sebesar 60% tingkat sekolah dasar dan sisanya hanya sampai tingkat SLTP. Pemilikan ternak rata-rata 20 ekor per kepala keluarga dan usaha ternak kerbau Kalang sudah dirasakan sangat cocok dengan kondisi alam yang tersedia. Pola pemeliharaan
kerbau di lokasi ini mirip dengan lokasi rawa lainnya di Kalimantan Selatan, yaitu pada musim hujan digembalakan sehingga memerlukan curahan kerja cukup banyak dan pada musim kemarau dilepas dipadangan dengan curahan kerja sedikit. Ternak kerbau yang dipelihara peternak umumnya adalah milik sendiri. Sebagian peternak disamping menguasai ternak milik sendiri juga ada yang memelihara ternak milik orang lain sebagai gaduhan walau hanya sebagian kecil saja. Pada Tabel 2, dapat dilihat karakteristik beternak kerbau dan tatalaksana kalang dan kandang kerbau Rawa di Kabupaten Batola.
Tabel 2. Karakteristik beternak kerbau dan tatalaksana Kalang dan kandang kerbau Rawa di Kabupaten Batola Uraian Pengalaman beternak kerbau (tahun)
Rata-rata 15
Asal usul ternak kerbau yang dimiliki: Warisan (
13,3
Beli
33,3
Gaduhan
26,7
Kombinasi (%) Jumlah awal yang dipelihara (ekor)
20 4
Pemelihara kerbau sehari-hari Sendiri
53,3
Anak
13,3
Upahan
26,7
Kombinasi (%) Jumlah jam kerja/minggu
20 35
Kepemilikan kandang/kalang Milik sendiri
46,7
Penggaduh;
0
Milik kelompok) (%)
53,3
Jarak kandang/kalang dari rumah (km)
1,5
Lama daya tahan kalang (tahun)
10
Kapasitas kalang (1 ancak) Luas kalang
15 8x8m
Frekwensi pembersihan kandang Setiap hari (%)
13,3
Kadang-kadang (%)
53,3
Tidak dibersihkan (%)
20
Sumber: ROHAENI et al. (2006a)
149
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Aspek sosial, ekonomi dan budaya Usaha beternak kerbau mempunyai peran yang cukup penting terhadap perekonomian peternak di lokasi sentra. Rata-rata penerimaan dari usaha ternak kerbau per bulan sekitar Rp. 4 – 12 juta per bulan. Harga ternak kerbau umur kurang 1 tahun berkisar Rp. 1,5 – 2,0 juta, kerbau bakalan umur lebih 2 tahun 4 juta rupiah dan kerbau umur dewasa induk/pejantan mencapai 10 juta rupiah lebih. Pemilikan kerbau juga dapat dianggap sebagai lambang atau status sosial seseorang di masyarakat, semakin banyak kerbau yang dimiliki maka status pemiliknya semakin tinggi. Kecamatan Kuripan hanya terdiri dari dua desa yang merupakan sentra ternak kerbau, populasi sekitar 2,23% dari total Provinsi Kalimantan Selatan. Jumlah petani peternak sekitar 116 kepala keluarga dengan laju pertumbuhan ternak lebih dari 30%. Kontribusi ternak kerbau terhadap penyediaan daging cenderung meningkat dan sumbangan terhadap pendapatan peternak cukup besar sehingga dapat menjadi usaha utama bagi peternak. Pemasaran ternak kerbau cukup lancar dan mudah, karena kapanpun dan berapapun jumlah kerbau yang mau dijual, petani tinggal menghubungi pembeli yang sudah lama dikenal dan pembayaran kebanyakan dilakukan secara tunai. Penerimaan masyarakat yang cukup
positip dan tidak berbeda dengan daging sapi membuat permintaan terhadap daging kerbau pada hari biasa mencapai 22% dan meningkat menjadi 25% pada hari-hari besar Islam. Karakteristik biofisik lahan Ternak kerbau memerlukan habitat yang berair untuk kerbau berkubang sehingga kondisi alam yang berupa rawa-rawa dan ditumbuhi rumput/hijauan yang potensial dan bergizi sangat disukai. Kondisi lahan rawa di desa ini tergenang air selama 6 – 7 bulan pertahun dengan ketinggian air 2 – 7 m dan pergeseran atau perubahan penggunaan lahan terjadi sedikit sekali. Kondisi genangan air sangat dipengaruhi oleh curah hujan setempat dan wilayah sekitarnya. Pada Tabel 3 dapat dilihat karakteristik biofisik lahan di sentra peternakan kerbau di kabupaten Barito kuala. Selama setahun pola air rawa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, saat level air pasang dengan padang penggembalaan rumput terapung dan saat air surut/kering. Rumput/hijauan yang dapat digunakan untuk pakan kerbau tersedia sepanjang tahun dan ditaksir mencapai 13,0 ton/ha/tahun. Penyakit yang sering menyerang kerbau Rawa antara lain disebabkan oleh parasit, bakteri dan virus.
Tabel 3. Karakteristik biofisik lahan di sentra kerbau, Kabupaten Barito Kuala Uraian
Keterangan
Tipe lahan
Rawa pasang surut
Perkembangan luas padang gembala
Meningkat, pembukaan hutan
Pemanfaatan lahan disekitar kalang atau padang gembala
Untuk usaha perikanan dan kehutanan
Jenis tanaman dominan
Kayu-kayuan, rumput
Tanaman air dominan
Padi hiang
Jumlah jenis rumput/hijauan
21 macam
Rumput paling disukai kerbau Rawa
Padi hiang
Keadaan rumput 5 tahun terakhir
Cenderung meningkat
Jenis fauna dominan
Ikan rawa
Jumlah jenis ikan
17 macam
Kualitas air
Tidak layak konsumsi manusia, dapat digunakan untuk perikanan, peternakan dan pertanian
Kualitas tanah
Rendah sampai sedang
Sumber: ROHAENI et al. (2006a)
150
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
KESIMPULAN Populasi ternak kerbau di Kecamatan Kuripan Kabupaten Barito Kuala meningkat setiap tahun. Kerbau kalang diusahakan secara tradisional dan mempunyai peran yang cukup penting terhadap perekonomian peternak. Ratarata penerimaan dari usaha ternak kerbau perbulan sekitar Rp. 4 – 12 juta per bulan. Pemilikan kerbau juga menunjukkan status sosial. Ternak kerbau yang dipelihara peternak umumnya adalah milik sendiri hanya sebagian kecil sebagai penggaduh. Dukungan biofisik lahan diperlukan untuk mampu memenuhi keperluan padang penggembalaan dan pakan yang cukup dan bermutu, di lokasi ini terdapat 21 jenis rumput/hijauan alami yang dapat berguna sebagai pakan. DAFTAR PUSTAKA DISNAK KABUPATEN BARITO KUALA. 2008. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Barito Kuala. Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala, Marabahan. DISNAK PROPINSI KALIMANTAN SELATAN. 2008. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, Banjarbaru.
ROHAENI, E.S, A. HAMDAN., RETNA Q. dan A. SUBHAN. 2006a. Laporan kegiatan inventarisari dan karakterisasi kerbau Rawa sebagai plasma nutfah di Kalimantan Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. ROHAENI, E.S., A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN. 2006b. Strategi pengembangan kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Badan Litbang Peternakan Bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Ditjennak, Dinas peternakan NTB dan Pemda Kabupaten, Sumbawa. hlm. 192 – 199 SUBHAN, A., A. HAMDAN, E.S. ROHAENI dan Q. RETNA. 2006. Potensi dan prospek pengembangan kerbau Rawa di Kabupaten Barito Kuala (Batola) Kalimantan Selatan. Pros. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4 – 5 Agustus 2006. Badan Litbang Peternakan Bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan, Ditjennak, Dinas peternakan NTB dan Pemda Kabupaten. Sumbawa. SURYANA. 2007. Usaha pengembangan kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. J. Litbang Pertanian 26(4): 139 – 145
151