i
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN WARGA TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA JETIS KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Disusun oleh : YATINI NIM. ST 13083
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan judul “PengaruhPendidikanKesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki”.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian sangat mengharapkan
ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
penelitian ini. Selama penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Dra. Agnes Sri Hartanti, M.Si, selaku Ketua Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. bc. Yeti Nurhayati M.Kes,selaku pembimbing utama yang telah memberikan masukan dan dorongan dalam penyusunan penelitian ini. 3. Alfyana
Nadya
Rachmawati
S.KepNs.M.Kep,
selaku
pembimbing
pendampingyang telah memberikan masukan dan dorongandalam penyusunan penelitian ini. 4. Dr. Puji Hastuti, selaku kepala puskesmas Baki yang telah memberikan ijin waktu dan tempat kepeda peneliti untuk melakukan penelitian 5. Civitas Akademik Progdi S1 Keperawatan yang telah membanntu dalam proses penelitian ini 6. Suami dan anakku yang telah memberikan dukungan dan motivasi , serta kasih sayang yang tiada terkira dalam setiap langkah kaki penulis.
v
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Penulis senatiasa mengharapkan atas saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan proposal skripsi ini.
Surakarta, Juli 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................iii SURAT PERNYATAAN...............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii
ABSTRAK....................................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .............................................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian .........................................................................................
4
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori..................................................................................
7
A. . Penyakit Demam Berdarah..........................................................
7
B... Pengetahuan................................................................................
18
C... Pendidikan Kesehatan..................................................................
21
2.2 Keaslian Penelitian ………………………………………………….
25
2.3 Kerangka Teori ......................................................................................
26
vii
2.4 Kerangka Konsep ..................................................................................
27
2.5 Hipotesis ................................................................................................
27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................
28
3.2 Subyek Penelitian ..............................................................................
29
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
31
3.4 Variabel Penelitian, Definisi operasional dan Skala Pengukuran ......
31
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data .....................................
32
3.6 Uji Validitas dan Reliabelitas ............................................................
34
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................
35
3.8 Etika penelitian...................................................................................
38
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ....................................................................... 41 4.2 Tingkat pengetahuan sebelum penkes .................................................. 43 4.3 Tingkat pengetahuan setelah penkes....................................................... 43 4.4 Analisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan............................................................................................. 44 BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden ...................................................................... 45 5.2 Tingkat pengetahuan sebelum penkes .................................................. 47 5.3 Tingkat pengetahuan setelah penkes....................................................... 47 5.4 Analisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan........................................................................................
48
viii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................
51
6.2 Saran ...........................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori .........................................................................
26
Gambar 2.2 Kerangka Konsep .....................................................................
27
Gambar 3.1 Desain Penelitian ......................................................................
28
x
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Keaslian penelitian .......................................................................
26
Tabel 3.1 Kisi-kisi ........................................................................................
26
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi jenis kelamin.................................................. 41 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi usia ................................................................. 41 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan.......................................... 42 Tabel 4.4 Distribusi frekuensi jenis pekerjaan................................................ 42 Tabel 4.5 Tingkat pengetahuan sebelum penkes............................................. 43 Tabel 4.6 Tingkat pengetahuan sebelum penkes............................................ 43 Tabel 4.7 Analisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga... ......................................................................... 44
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Permohonan Ijin Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 2
Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Penjelasan Penelitian
Lampiran 5
Jadwal Penelitian
Lampiran 6
Lembar Oponent Ujian Sidang Proposal Skripsi
Lampiran 7
Lembar Audien Ujian Sidang Proposal Skripsi
Lampiran 8
Pernyataan Pengajuan Judul skripsi
Lampiran 9
Pernyataan Judul Studi Pendahuluan
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
Yatini Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di Desa Jetis Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo Abstrak Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebaran semakin luas.Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Baki tahun 2013 angka kejadian DBD sebanyak 25 kasus atau 4,5/10.000 penduduk. Adapun angka mobiditas nasional adalah kurang dari 2/10.000 penduduk. Desa Jetis adalah salah satu desa yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Baki. Desa Jetis adalah desa dengan kejadian DB tertinggi yaitu 3 pasien DBD dan 2 pasien DSS. Penelitian ini untukmengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki. Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan praeksperimen dengan one group pretest- postest design. . Sampel dalam penelitian penelitian ini menggunakan simple random sampling. Jumlah sampel 98 orang. Berdasarkan hasil penelitian karakteristik jenis kelamin warga masyarakat di desa Jetis Kecamatan Baki paling banyak adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 66 responden (67%), karakteristik responden tingkat pendidikan SMA sebanyak 43 responden (44%), Tingkat pengetahuan warga desa Jetis kecamatan Baki sebelum penkes paling banyak adalah rendah sebanyak 62 responden(63%), Tingkat pengetahuan warga Jetis kecamatan Baki setelah penkes paling banyak adalah tinggi sebanyak 67 responden (68%). Hasil wilcoxondiperoleh angka significancy 0.00 (nilai p<0.05) maka berdasar nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki. Penelitian ini menyimpulkanada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga mengenai penyakit demam berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki. Kata Kunci : Pendidikan kesehatan- Tingkat pengetahuan Daftar Pustaka 54 (2000-2013)
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA 2015
Yatini Effect of Health Education on Community’s Knowledge Level of Dengue Fever in Jetis Village, Baki Sub-district, Sukoharjo Regency ABSTRACT Dengue fever disease is one of the health problems of community in Indonesia. Its victims are increasing, and its coverage is becoming wider. Based on the data obtained from Community Health Center of Baki in 2013, the dengue fever incidence was 25 or 4.5/10,000 inhabitants. Meanwhile, the national morbidity rate was 2/10,000 inhabitants. Jetis Village is one of the villages included in the working region of Community Health Center of Baki, and it has the highest dengue fever incidence, that is, three patients of dengue fever and two patients of dengue shock syndrome. The objective of this research is to investigate the effect of the health education on the community’s knowledge level of dengue fever disease in Jetis village, Baki Sub-district. This research used the quantitative pre-experimental method with the one group pretest- posttest design. The samples of research consisted of 98 and were taken by using the simple random sampling technique. The result of research shows that 66 respondents (67%)were femeles; 43 respondents (44%) had the latest education of Senior Secondary School; prior to the health education, 62 respondents (63%) had a low knowledge level of dengue fever disease, and following the health education, the 67 respondents (68%) had a high knowledge level of dengue fever disease as indicated by the result of the Wilcoxon’s Test in which the significance value (the p-value) was 0.00 which was less than 0.05, meaning that Ho was rejected, but Ha was verified. Thus, there was an effect of the health education on the community’s knowledge level of dengue fever disease in Jetis Village, Baki Sub-district. Keywords: Health education, knowledge level References: 54 (2000-2013
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (Kemenkes, 2011). Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemorrhagic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue (DB) dan dengue shock syndrome (DSS) (Widoyono, 2008). Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebaran semakin luas. Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Penyakit DBD di Indonesia yang pada mulanya ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah kasus 58 orang dan yang meninggal sebanyak 24 orang (CFR 41,3%). Perkembangan penyakit ini dari tahun ke tahun
1
2
cenderung mengalami peningkatan baik jumlah kasus maupun wilayah penyebarannya. Pada awalnya penyakit ini lebih banyak terjadi di kota-kota besar tetapi sekarang sudah terjadi di kota kecil bahkan sampai ke daerah pedesaan (Widoyono, 2008). Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia karena masih banyak daerah endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya di mulai
dengan
peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut (Widoyono,2008). Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan tingkat kejadian DBD yang cukup tinggi, dengan lebih dari 54 kasus per 100.000 penduduk di tahun 2009. Jumlah kasus ini mengalami penurunan, dimana pada tahun 2008, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan risiko tinggi DBD tinggi, sedangkan pada tahun 2009, Jawa Tengah digolongkan ke dalam provinsi dengan risiko sedang DBD. Namun, penurunan jumlah kasus berbanding terbalik dengan jumlah kematian akibat DBD yang mengalami kenaikan menjadi 43 orang dari 18 orang pada tahun 2008, dengan CFR sebesar 1,1% dari 0,3% pada tahun 2008 (Erika,2012). Upaya membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara massal, abatisasi massal, serta pergerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus menerus (Widoyono, 2008). Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit demam berdarah. Nyamuk yang merupakan vektor demam berdarah
3
cenderung berkembang biak di air jernih, dingin, dan gelap. Karena itu, tempat perindukan yang harus diwaspadai adalah segala macam tempat penampungan air. Karena faktor lingkungan di atas, maka dilakukan pencegahan perkembangbiakan dari nyamuk tersebut. Cara pencegahannya antara lain dengan pengasapan dan seminggu sekali menguras tempat penampungan air seperti bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lainnya. Memberikan bubuk abate 2-3 bulan sekali pada tempat penampungan air yang jarang dikuras, menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur semua barang bekas yang dapat menampung air hujan.Selain strategi di atas, maka usaha untuk mengatasi kasus demam berdarah adalah dengan penyuluhan kesehatan (Susila,2009). Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara penyebaran pesan dan menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga dan kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan (Susila,2009). Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Baki tahun 2013 angka kejadian DBD sebanyak 25 kasus atau 4,5/10.000 penduduk. Adapun
4
angka mobiditas nasional adalah kurang dari 2/10.000 penduduk. Desa Jetis adalah salah satu desa yang termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Baki. Desa Jetis adalah desa dengan kejadian DB tertinggi yaitu 3 pasien DBD dan 2 pasien DSS. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di desa Jetis bulan Desember 2014 terhadap 10 warga di desa Jetis didapatkan hasil bahwa 6 dari 10 warga desa Jetis kurang memahami tentang penyakit DBD. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu “Adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki?“
1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah: Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki.
5
b. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik responden umur, pendidikan dan pekerjaan warga di desa Jetis kecamatan Baki. 2) Mengetahui tingkat pengetahuan warga di desa Jetis kecamatan Baki sebelum dilakukan penyuluhan tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki. 3) Mengetahui tingkat pengetahuan warga di desa Jetis kecamatan Baki setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki 4) Menganalisis
pengaruh
pendidikan
kesehatan
terhadap
tingkat
pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : a.
Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti berkaitan dengan metodelogi riset yang memberikan wawasan kepada warga tentang DBD.
b.
Bagi Masyarakat Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit demam berdarah.
6
c.
Bagi Petugas kesehatan Memberikan masukan pada tenaga kesehatan tentang pentingnya informasi mengenai penyakit DBD guna penanggulangan penyakit DBD lebih lnjut.
d.
Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah data pustaka di institusi pendidikan.
e.
Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan acuan/referensi untuk penelitian selanjutnya
7
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Landasan Teori A. Penyakit Demam Berdarah 1. Definisi Demam Berdarah Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepti dan aedes albapictus (Zulkani, 2011). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sedangkan manifestasi terberat DBD adalah DSS yang ditandai oleh renjatan/syok (Kusumawardani, 2012). 2.
Etiologi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2,DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
7
8
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Dewi, 2014). 3. Vektor Penyakit Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular
9
penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah bendabenda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar (2004) dalam Tim Field Lab FK UNS (2013). 4. Cara Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk
kedalam
lambung
nyamuk.
Selanjutnya
virus
akan
memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap
10
berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar (2004) dalam Tim Field Lab FK UNS (2013)). 5. Patogenesis dan Patofisiologi Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a.
Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut dengan antibodi dependent enchancement (ADE).
b.
Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi Thelper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan
11
limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL10. c.
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d.
Aktivasi
komplemen
oleh
kompleks
imun
menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a. Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virusantibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma
akan mengaktivasi
monosit
sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF- IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : a.
Supresi sumsum tulang
b.
Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
12
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1inhibitor complex) (Suhendro (2006) dalam Tim Field Lab FK UNS (2013).
13
6.
Kriteria laboratoris dan diagnosis Seseorang
yang
terinfeksi
demam
berdarah
biasanya
menunjukkan kriteria laboratories yaitu mengalami trombositopeni (trombosit kurang dari 100.000/Ml), dan hemokonsentrasi (kenaikan Ht lebih dari 20%). Penyakit DBD sering salah diagnosis/rancu dengan penyakit lain seperti flu atau tipes, hal ini disebabkan karena virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipes. Pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah memprediksi apakah penderita DBD tersebut akan bermanifestasi ringan atau berat. Manifestasi infeksi virus dengue sngat bervariasi bisa bersifat asimptomatik (tidak jelas gejalanya) sampai dengan dengue shock syndrome(berat). Bila diurutkan dari yang ringan sampai yang berat adalah sebagai berikut: a.
Asimptomatik
b.
Demam ringan yang tidak spesifik
c.
Demam Dengue (DD)
d.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
e.
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Diagnosis deamam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997, terdari dari gejala klinis dan kriteria laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksud untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (Zulkani, 2011).
14
7. Gejala Klinis Adapun gejala klinis demam berdarah adalah: a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38oC-40oC) b. Manifestasi perdarahan (hidung, gusi, mimisan, kulit lengan) c. Hepatomegali (pembesaran hati) d. Syok, tekanan darah kurang dari 20 mmHg, tekanan sistolik sampai kurang 80mmHg. e. Trombositopenia,
pada
hari
ke
3-7
trombosit
dibawah
100.000/mm3 f. Gejala klinik lain: lemah, muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala (Zulkani, 2011). 8.
Pengobatan Penyakit demam berdarah sampai sekarang belum diketahui obatnya, banyak orang bilang ekstrak jambu bangkok merupakan salah satu obat yang bisa diberikan tetapi sampai saat ini jambu bangkok sendiri masih dalam taraf penelitian. Pengobatan demam berdarah dilakukan untuk penggantian cairan tubuh dengan cara penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter- 2 liter dalam 24 jam (air teh, gula, sirup atau susu)atau bisa menggunakan gastroenteritis oral solution/garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1 sendok makan setiap 3-5 menit (Zulkani, 2011).
15
9. Pencegahan dan Penanggulangan DBD Pengembangan vaksin untuk penyakit DBD masih sulit, karena proteksi terhadap 1-2 virus dengue akan meningkatkan risiko penyakit DBD menjadi lebih berat (WHO, 2008). Halstead pada tahun 1973 mengajukan
hipotesis
secondary
heterologous
infection
yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestic antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi komplek imun yang tinggi (Suhendro (2006) dalam Tim Field Lab FK UNS, 2013). Cara pencegahan demam berdarah antara lain dengan pengasapan dan seminggu sekali menguras tempat penampungan air seperti bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lainnya. Memberikan bubuk abate 2-3 bulan sekali pada tempat penampungan air yang jarang dikuras, menutup rapat tempat penampungan air, dan mengubur semua barang bekas yang dapat menampung air hujan.Selain strategi di atas, maka usaha untuk mengatasi kasus demam berdarah adalah dengan penyuluhan kesehatan (Susila, 2009). Menurut Zulkani (2011) menyebutkan bahwa pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk aedes aegepti. Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa lingkup yang tepat yaitu dari sisi:
16
a. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain pemberantasan sarang nyamuk (PSN), meliputi: 1) Menguras bak mandi/penampungan air sukurang-kurangnya sekali dalam seminggu. 2) Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali. 3) Menutup rapat tempat penampungan air 4) Mengubur kaleng-kaleng bekas, dan ban bekas di sekitar rumah dan lain-lain b. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik nyamuk (ikan adu/ikan cupang) dan bakteri (B1H14) c. Kimiawi Pengendalian nyamuk secara kimiawi dilakukan dengan cara: 1) Pengasapan/fogging 2) Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain. Cara paling efektif dalam mencegah DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M plus. Konsep 3 M yaitu menutup, menguras, dan menimbun. Selain itu juga melakukan strategi plus yaitu memelihara ikan pemakan jentik,
17
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprotkan insektisida, menggunakan lotion anti nyamuk, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala sesuai dengan kondisi setempat. 10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien DBD dilakukan berdasarkan perjalanan klinis penyakit sesuai dengan urutan fase yang terjadi yaitu fase demam, kritis dan penyembuhan. a. Fase demam Pada fase demam, penurunan suhu dapat dilakukan dengan pemberian antipiretik, paracetamol 10 mg/Kg BB/ hari jika demam >39oC setiap 4-6 jam. Untuk pemberian nutrisi yang lebih disukai adalah makanan lunak disertai konsumsi susu, jus buah dan air yang adekuat. Terapi simptomatis lain juga dapat diberikan misalnya antikonvulsan untuk kejang demam. Perlu juga diperhatikan pemberian cairan melalui injeksi intravena serta pengawasan tanda kegawatan yang mengarah ke DSS diberitahukan kepada keluarga. Selanjutnya dilakukan follow up pasien setiap hari. b. Fase Kritis 1) DBD derajat I dan II Pada hari 3 - 5 demam dianjurkan rawat inap. Pemantauan tanda vital dilakukan setiap 1 - 2 jam selama fase kritis. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala setiap 4 - 6 jam. Selain itu
18
perlu dilakukan pencatatan tanda vital, hasil hemoglobin, hematokrit, intake output dan pemeriksaan fisik. Selanjutnya pemberian cairan isotonik seperti Ringer Laktat, Ringer Asetat dan sebagainya. 2) DBD derajat III dan IV Pemberian terapi oksigen pada pasien DSS. Penggantian awal cairan IV dengan larutan kristaloid 20 ml/Kg BB dengan tetesan secepatnya (bolus selama 10 menit). Resusitasi diganti dengan koloid 10-20 ml/kg BB selama 10 menit bila DSS belum teratasi. Setelah terjadi perbaikan, maka resusitasi kembali menggunakan kristaloid. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada pasien DBD dengan komplikasi, misalnya analisis gas darah, fungsi hati, fungsi ginjal dan sebagainya. c. Fase Pemulihan Pada fase pemulihan dilakukan penghentian cairan intravena dan pasien disarankan untuk beristirahat. Bila terjadi overload cairan maka diberikan diuretik furosemid 1 mg/Kg BB/ dosis, setelah sebelumnya dilakukan pemasangan kateter urin (Kusumawardani, 2012).
19
B. Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010), disebutkan bahwa pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, dan sebagainya). Pada waktu pengindraan menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan, indera penglihatan.Sedangkan
dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(2001)pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu yang dicakup dalam domain kognitif. Denganmelihatkedua pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimilikinya yang dicakup dalam domain kognitif. 1. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 6 tingkat pengetahuan. Adapun 6 tingkat pengetahuan tersebut adalah : a.
Tahu ( Know ) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah karena tingkatan ini hanya mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
20
b.
Memahami ( Comprehension ) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c.
Aplikasi ( Aplication ) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d.
Analisis ( Analysis ) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e.
Sintesis ( Synthesis ) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f.
Evaluasi ( Evaluation ) Evaluasi berkaitan dengan kamampuan untuk malakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu meteri atau objek, penilaian itu berdasarkan suatu kriteriayang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) dalam Bakti (2010), disebutkan bahwafaktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang terdapat 5 faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
21
a. Pendidikan Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. b. Pengalaman Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal. c. Informasi Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media masa. d. Lingkungan budaya Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya. e. Sosial ekonomi Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya pun rendah.
C. Pendididikan Kesehatan Wood dalam Azwar (2011) menyebutkan bahwa penyuluhan/pendidikan kesehatan
adalah
sejumlah
pengalaman
yang
berpengaruh
secara
menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan masyarakat, perorangan dan bangsa. Menurut
22
Nyswander dalam Susilo (2011), disebutkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan perilaku pada diri manusia yang ada hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat. Berdasarkan batasan World Health Organization (WHO) tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku atau sikap seseorang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat ke perilaku sehat. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan adalah upaya mempengaruhi dan mengajak orang lain baik individu, keluarga, atau masyarakat agar melaksanakan perilaku sehat.Dengan melihat ketiga pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses mengubah perilaku atau sikap orang lain baik individu, keluarga, atau masyarakat dari perilaku tidak sehat ke perilaku sehat. Metodepenyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penkes secara optimal. Dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode penkes kelompok yaitu ceramah tanya jawab dan diskusi kelompok (Notoatmodjo (2005) dalam Putra (2013)). Media pendidikan kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menampilkan pesan/informasi melalui suatu media atau alat bantu berupa media cetak, elektronik dan media luar ruang sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuan dan diharapkan dapat merubah perilaku dalam kesehatan ke arah yang lebih baik. Adapun media yang digunakan dalam penelitian ini adalah leaflet dan LCD (Notoatmodjo (2010) dalam Putra (2013)).
23
Adapun ruang lingkup pendidikan kesehatan adalah pendidikan kesehatan individu, pendidikan kesehatan kelompok dan pendidikan kesehatan masyarakat. Menurut Green (1980) dalamNotoatmodjo (2010) ada 3 faktor utama yang mempengaruhi pendidikan kesehatan, yaitu : 1.
Faktor-faktor predisposisi Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat tentang kesehatan, tradisi dan kepercayaan seseorang terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin Pendidikan kesehatan dilakukan dengan memberikan bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis lainnya yang dibutuhkan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi individu, keluarga, dan masyarakat . Sarana yang disiapkan dalam pendidikan kesehatan antara lain leaflet tentang demam berdarah serta materi demam berdarah dalam power point. 3. Faktor-faktor penguat Pemberian pendidikan kesehatan terlebih dahulu ditujukan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), termasuk para petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang dianggap sebagai teladan dalam bidang kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat bukan hanya memerlukan pengetahuan dan sikap positif
24
serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan juga contoh perilaku (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, terlebih petugas kesehatan. Penkes ini dilakukan dalam rangka untuk membandingkan tingkat pengetahuan warga di desa Jetis sebelum dansesudah dilakukan penyuluhan kesehatan tentang tentang penyakit demam berdarah.
25
2.2 Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian penelitian No
Nama Peneliti (th)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
1
Kusumawardani, Erika (2012)
Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pencegahan DBD pada anak.
Metode Teknik penelitian ini purposive penelitian sampling. intervensional dengan rancangan quasi experimental non equivalent control group design
2
Kurniawan, Pengaruh Agnes dkk penyuluhan (2010) terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan aedes aegepti di kecamatan Bayah kecamatan Banten
Desain eksperimenta l dengan intervensi penyuluhan.
Sampel
Teknik sampel acak
Hasil
Skor KAP kelompok perlakuan pada pretest adalah 106,07 (kategori buruk), posttest hari ke-15 adalah 131,59 (kategori sedang) dan posttest hari ke-30 adalah 135,07 (kategori sedang). Sedangkan pada kelompok kontrol pada pretest adalah 113,63 (kategori sedang), posttest hari ke-15 adalah 114,04 (kategori sedang) dan posttest hari ke-30 adalah 113,78 (kategori sedang). Pada kelompok perlakuan dijumpai peningkatan yang bermakna pada skor KAP sampai dengan hari ke-30 pengamatan (p<0,001), sedangkan pada kelompok kontrol perbedaan skor KAP tidak bermakna (p=0,9).
Hasil pre-test menunjukkan, 64,2% warga berpengetahuan kurang hanya 11,3% yang baik; sesuai dengan tingkat pendidikan yang rendah dan ekonomi yang kurang. Setelah penyuluhan 14% warga berpengetahuan baik dan 54% kurang yang secara statistik bermakna (p = 0,001). Dari survei entomologi diperoleh container index (CI) 18% dan house index (HI) 52% yang menunjukkantingginya kepadatan dan penyebaran vektor. Setelah penyuluhan CI menjadi 16% dan HI 42% tetapi penurunan tersebut tidak berbeda bermakna (CI, p = 0,523; HI, p = 0,174) dan masih di atas index WHO.
26
2.3
Kerangka Teori
Etiologi Demam Berdarah
Penyakit Demam Berdarah
Tanda dan gejala Demam Berdarah: Demam tinggi , Manifestasi perdarahan (hidung, gusi, mimisan, kulit lengan), Hepatomegali,Syok, tekanan darah kurang dari 20 mmHg, tekanan sistolik sampai kurang 80mmHg,Trombositopenia, pada hari ke 3-7 trombosit dibawah 100.000/mm3
Penanggulangan dan pencegahan DBD: 1. Pengendalian vektor nyamuk: Lingkup lingkungan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Lingkup Biologis (memelihara ikan pemakan jentik nyamuk) Lingkup Kimia (Pengasapan dan Penkes: Faktor-faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), Faktor-faktor pemungkin, Faktor-faktor penguat.
Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Zulkani (2011)
2.4 Kerangka Konsep
Tingkat Pengetahuan sebelum penkes
Penkes tentang penyakit demam berdarah.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Tingkat Pengetahuan setelah penkes
27
2.5 Hipotesis Hipotesisadalahjawabansementaradarirumusan masalahpenelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ho : Tidak ada pengaruh pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis Kecamatan Baki. 2. Ha : ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis Kecamatan Baki.
28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki“ dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan pra-eksperimendengan one group pretestpostest design. Menurut Riyanto (2011) disebutkan bahwa, pada desain penelitian one group pretest- postest design dilakukan pretest sehingga peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan, tetapi dalam penelitian ini tidak ada kelompok kontrol (pembanding). Pada penelitian ini peneliti melakukan tingkat pengetahuan warga sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan
Baki
untuk
membandingkan
tingkat
pengetahuan
warga
yangdilakukan sebelum dansesudah dilakukan penyuluhan. Subyek penelitian Pretest k 01 Gambar 3.1 Desain penelitian.
Perlakuan x
Postest 02
Keterangan : k : subyek penelitian 01 : pengukuran tingkat pengetahuan sebelum dilakukan penkes x : perlakuan penkes tentang penyakit demam berdarah 02 :pengukuran tingkat pengetahuan setelah dilakukan penkes
3.2 Populasi dan Sampel
28
29
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh warga desa Jetis Kecamatan Bakipada tahun 2015yang berusia lebih dari 17 tahun yaitu sejumlah 3036warga. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki dari populasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel
teknik
simple
random
sampling.
Teknik
simple
random
samplingadalah pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut karena anggota populasi dianggap homogen (Sugiyono, 2010).Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari warga desa Jetis kecamatan Baki. Dalam penelitianini sampel yang diambil harus memenuhi kriteria retriksi yaitu inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut: 1) Kriteria inklusi a. Warga desa yang dapat membaca dan menulis. b. Warga desa yang berdomisili di desa Jetis dan memiliki keluarga. c. Warga desa yang berusia diatas 17 tahun. d. Warga desa yang bersedia menjadi responden. 2) Adapun kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: a. Warga desa yang tidak dapat membaca dan menulis. b. Warga desa yang berusia dibawah 17 tahun.
kartu
30
c. Warga desa yang tidak bersedia menjadi responden. Sampel dalam penelitian ini adalah warga desa Jetis kecamatan Bakiyang berada di desa Jetis kecamatan Baki pada bulan Febuari 2014 yang diperoleh dengan cara acak. Besarnya sampel diperoleh dengan menggunakan tingkat presisi yang ditetapkan sebesar 10% dengan rumus berikut ini: n=
ܰ ܰ. ݀ ଶ + 1
Keterangan: n
: Jumlah sampel
N
: Jumlah populasi
d2
: Tingkat signifikan ( d = 0,1 ) Berdasarkan rumus tersebut diperoleh besar sampel (n) sebagai
berikut: n= n= n= n= n=
ܰ ܰ. ݀ ଶ + 1
3036 3036. (0,1)ଶ + 1
3036 3036.0,01 + 1 3036 30,36 + 1 3036 31,36
n = 97,17 Jadi, besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 98 responden.
31
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian inidilaksanakan didesa Jetis kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo pada bulan November 2014- Juli 2015.
3.4 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 3.4.1 Variabel Penelitian Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Variabel bebas (independent variabel) dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang demam berdarah dan variabel terikat (dependent variabel) adalah tingkat pengetahuan warga desa Jetis Kecamatan Baki.
32
3.4.2 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1.
2.
Nama variable
Definisi operasional
Pendidikan kesehatan tentang penyakit demam berdarah
Suatu kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh peneliti yang mempunyai tujuan untuk menyampaikan informasi kepada warga tentang penyakit demam berdarah.
Tingkat pengetahuan warga desa Jetis Kecamatan Baki
Hasil pengindraan seseorang, atau hasil tahu seseorang terhadap penyakit demam berdarah melalui indra yang dimilikinya
Kategori
Instrument
-
LCD SAP Leaflet
Minimal :0 Maksimal :18 Sebelum Penkes Tinggi >13,17 Rendah < 13, 17 Setelah Penkes Tinggi >16,13 Rendah <13,17
Kuisioner
Skala -
Interval
3.4 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.4.1 Alat Penelitian Menurut Arikunto (2010), disebutkan bahwa instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan, sistematis sehingga lebih mudah diolah. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner. Adapun kisi-kisinya adalah sebagai berikut:
33
Tabel 3.1 Kisi-kisi No
Sub variabel
1.
Pengertian dan penyebab penyakit demam berdarah 2. Vektordan cara penularan penyakit DBD 3. Gejala dan diagnosa demam berdarah 4. Pencegahan, penanggulangan dan penanganan DBD Jumlah
No Item Favorauble Unfavorable 1,2,6 3,4,5
Jumlah item 6
7,8,9,10
11
5
12,13,14,16
15
5
17,18,
13
2
5
18
3.4.2 Cara Pengumpulan Data Langkah-langkah dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Peneliti membagikan surat permohonan menjadi responden supaya responden bersedia membantu pelaksanaan penelitian.
2.
Jika responden bersedia membantu pelaksanaan penelitian maka responden diminta menandatangani informed consent/lembar kesediaan menjadi responden penelitian.
3.
Peneliti membagikan kuesioner tentang penyakit demam berdarah sebelum dilakukan penkes.
4.
Peneliti melakukan pendidikan kesehatan tentang berdarah.
5.
Peneliti membagikan kuesioner tentang penyakit demam berdarah setelah dilakukan penyuluhan.
34
3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.5.1 Uji Validitas Menurut Sugiyono (2010), disebutkan bahwa validitas adalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dalam penentuan valid atau tidaknya suatu item yang digunakan, peneliti menggunakan uji validitas item yaitu Pearson Product Moment. Adapun rumus Pearson Product Momentadalah sebagai berikut :
r ix =
{nΣx
nΣxy − (Σx )(Σy ) 2
}{
− (Σx ) nΣy 2 − (Σy ) 2
2
}
Keterangan: r x y xy n
= koefisien korelasi = skor obyek pada item = skor total = skor pertanyaan = banyaknya subyek
Item pernyataan dikatakan valid apabila: a.
Jika r hitung lebih besar sama dengan r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka butir pertanyaan dinyatakan valid.
b.
Jika r hitung kurang dari r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka butir pertanyaan dinyatakan tidak valid.
Uji validitas pada item pertanyaan kuisioner dilakukan pada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel penelitian. r tabel dalam penelitian ini 0,444.
35
Setelah dilakukan uji validitas didapatkan hasil bahwa item soal no 19 dan 20 dinyatakan tidak valid karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,444). Selanjutnya item pertanyaan yang tidak valid tidak diikutsertakan dalam item pertanyaan dalam kuesioner karena indikator sudah terwakili pada item pertanyaan yang telah valid. Sehingga dalam penyusunan kuisioner ini menggunakan jumlah pertanyaan sebanyak 18 item pertanyaan. 3.5.2 Uji reliabilitas Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk derajad konsistensi dan stabilitas data (Sugiyono, 2010).Penguji reliabilitas ini menggunakan Alfa Cronbach. Adapun umus Alfa Cronbachmenurut Sugiyono (2010) adalah sebagai berikut: ri =
k 1(k − 1)
∑S S
2 t
2 i
Keterangan : k
∑S
= Means kudrat subjek 2 i
S t2
= Means kuadrat kesalahan = Varians total
Setelah diperoleh harga rhitung , selanjutnya untuk dapat diputuskan instrumen reliabel atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan dengan harga
r tabel (Sugiyono, 2010). r tabel dalam penelitian ini adalah 0,6.
Semakin tinggi koefisien korelasi berarti konsistensi antara dua tes tersebut dikatakan semakin reliabel. Sebaliknya apabila dua tes dianggap
36
paralel menghasilkan skor yang satu sama lain berkorelasi rendah, maka dikatakan hasil tes tersebut tidak tinggi. Uji validitas dilakukan di Desa Menuran dengan
jumlah
responden 20 orang. Hasil uji validitas dan reliabilitas terhadap 20 item pertanyaan didapatkan hasil bahwa item soal no 19 dan 20 dinyatakan tidak reliabel karena nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel dengan taraf signifikasi 5% (0,6).Dari hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan, maka kuesionerdinyatakan reliabel. Hasil ujivaliditas dan reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data Sebelum melakukan analisis data, data diolah untuk memudahkan dalam analisis data sehingga data tersebut menjadi sumber informasi. Data-data hasil jawaban dalam penelitian ini diolah dengan langkahlangkah sebagai berikut : a. Editing Memastikan kembali bahwa tiap-tiap kuesioner apakah sudah dijawab lengkap. b. Coding Memberikan kode-kode angka pada alat penelitian untuk memudahkan dalam analisa data. Nilai 0 jika jawaban salah, nilai 1 jika jawaban benar.
37
c. Tabulating Setelah semuadata selesai
diedit
dan
dilakukanpengkodean,
selanjutnyadilakukantabulasidata(memasukkandata)agardapat dianalisis.Tabulasi datadilakukandenganmemasukkan data kedalam program komputer. d. Cleaning Data Merupakankegiatanpembersihandata kembalidata yang sudah
dengancara
masukkedalam komputer
pengecekan dengan
yangumumdilakukan, yaitumelihatdistribusifrekuensidari
cara
variabel-
variabel.
3.6.2 Analisis Data Datadiolahdandianalisis
dengan
teknik-teknik
tertentu,
yaitudengan menggunakan teknik analisis kuantitatif, melalui proses komputerisasi.
Dalampengolahaninimencakuptabulasi
datadanperhitunganperhitungan statistik bila diperlukan uji statistik : a.
Analisis Univariat Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi baik dari varibael independen maupun variabel dependen. Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dalam penelitian.Analisainihanyamenyederhanakan atau meringkaskumpulandatahasilpengukuransedemikianrupasehingga kumpulandatamenjadiinformasiyangberguna (Notoatmojo, 2012).
38
Adapun analisis univariatyang digunakan dalam penelitian ini adalah distribusi frekuensi karakteristik responden dan tingkat pengetahuan tentang DBD sebelum dan sesudah dilakukan penkes. b. Analisis bivariat Analisis
bivariatadalahanalisisyangdigunakanuntuk
mengetahuihubunganantara duavariabel. Setelah data terkumpul data dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data. Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya suatu distribusi data. Uji normalitas data penting dilakukan karena berkaitan
ketepatan
pemilihan
uji
statististik
yang
akan
dipergunakan. Apabila data berdistribusi normal digunakan uji parametrik. Apabila data distribusi tidak normal digunakan uji non parametrik. Persyaratan uji parametrik selain uji normalitas adalah uji homogenitas data. Pengujian homogenitas varians mengasumsikan bahwa skor setiap variabel memiliki varians yang homogen. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis statistik non parametrik atau dengan menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs Test(Muhidin, 2006). Uji ini digunakan untuk membandingkan perbedaan dua median, data yang dikumpulkan berdasarkan dua sampel yang tidak independen dan data tingkat pengukuran minimal ordinal. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
39
Z =∑SRi ට∑(ܴܵ݅) ଶ Dimana SRi = rank yang bertanda (signed rank)
3.7 Etika Penelitian Etika penelitian adalah etika yang mencakup norma untuk berperilaku, memisahkan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini berkaitan dengan etika keperawatan: 1.
Informed consent Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent agar subjek mengerti maksud, tujuan dan mengetahui dampaknya.
2.
Anonimity (tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil yang akan disajikan.
40
3.
Confidentiality (kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.Semuainformasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.
41
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden. Karakteristik warga Desa Jetis Kecamatan Baki dari 98 responden dapat lihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4.1 Tabel distribusi jenis kelamin warga Desa Jetis Jumlah responden (Orang) 1 Laki-laki 32 2 Perempuan 66 Total 98 Sumber data primer bulan April 2015 No
Jenis Kelamin
Presentase (%) 33 67 100
Tabel 4.1 menunjukkan jenis kelamin warga desa Jetis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin warga desa Jetis perempuan yaitu sebanyak 66 responden (68%) dan laki-laki sebanyak 32 responden (33%). Tabel 4.2. Tabel distribusi frekuensi usia warga Desa Jetis Usia Warga Jumlah responden (Tahun) (Orang) 1 <47 46 2 ≥47 52 Total 98 Sumber data primer bulan April 2015 No
Presentase (%) 47 53 100
Tabel 4.2 menunjukkan usia warga desa Jetis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usia warga desa Jetis adalah usia ≥47 tahun yaitu sebanyak 52 responden (32%) dan usia ≤47 yaitu 46 responden (47 %).
41
42
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan warga Desa Jetis Jumlah responden (Orang) 1 SD 16 2 SMP 16 3 SMA 43 4 D3 7 5 S1 16 Total 98 Sumber data primer bulan April 2015 No
Tingkat Pendidikan
Presentase (%) 16 16 44 8 16 100
Tabel 4.3 menunjukkan tingkat pendidikan warga desa Jetis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan warga desa Jetis adalah SD sebanyak 16 responden (16%), SMP sebanyak 16 responden (16%), SMA yaitu sebanyak 43 responden (44%), D3 sebanyak 7 orang (8), dan S1 sebanyak 16 (16%) Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pekerjaaan warga Desa Jetis No
Pekerjaan
Jumlah responden (Orang) 1 Ibu Rumah Tangga 35 2 Petani 16 3 Swasta 36 4 Wiraswasta 4 5 PNS 7 Total 98 Sumber data primer bulan April 2015
Presentase (%) 36 16 36 4 8 100
Tabel 4.4 menunjukkan pekerjaan warga desa Jetis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis pekerjaan warga desa sebagai ibu rumah tangga 35 responden(36%), petani 16 (16%), swasta 36 (36%), wiraswasta sebanyak 4 responden (4%) dan PNS sebanyak 7 (8%).
43
4.2
Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis sebelum pendidikan kesehatan. Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis pada waktu sebelum pendidikan kesehatan dari 98 responden dapat dilihat tabel 4.5 dibawah ini Tabel 4.5 Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis sebelum penkes. No Pengetahuan
Jumlah responden
1 Tinggi 36 2 Rendah 62 Total 98 Sumber data primer bulan April 2015
Presentase (%) 37 63 100
Tabel 4.5 menunjukkan tingkat pengetahuan warga desa Jetis tentang penyakit demam berdarah sebelum penkes. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan warga desa Jetis tentang penyakit demam berdarah pengetahuan tinggi sebanyak 36 responden (37%) dan tingkat pengetahuan rendah yaitu 66 responden (68%). 4.3
Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis setelah pendidikan kesehatan. Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis setelah penkes dari 98 responden dapat dilihat tabel 4.6 dibawah ini Tabel 4.6 Tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis setelah pendidikan kesehatan No Pengetahuan Jumlah responden Presentase (%) 1 Tinggi 67 68 2 Rendah 31 32 Total 98 100 Sumber data primer bulan April 2015
44
Tabel 4.6 menunjukkan tingkat pengetahuan warga desa Jetis tentang penyakit demam berdarah pada saat post test. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan warga desa Jetis tentang penyakit demam berdarah pengetahuan tinggi sebanyak 67 responden (68%) dan tingkat pengetahuan rendah sebanyak 31 (32%). 4.4 Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis Kecamatan Baki. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui jawaban dari hipotesa penelitian yang diajukan adalah wilcoxon match pairs testyaitu pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis Kecamatan Baki. Hasil analisis data adalah sebagai berikut Tabel 4.7 Analisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di Desa Jetis. Mean Median SD Sebelum 13,17 13 2,97 Sesudah 16,13 17 1,69 Sumber data primer bulan April 2015
Z -5,774
p-value 0,00
Hasil wilcoxondiperoleh angka significancy 0.00 (nilai p<0.05) maka berdasar nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
Jadi
ada
pengaruhpendidikan
kesehatan
terhadap
tingkat
pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki.
45
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian dengan judul Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan BakiDesember 2014 - Juli 2015 didapatkan hasil: 5.1 Karakteristik Responden. Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan warga desa Jetis kecamatan Baki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Jetis Kecamatan Baki didapatkan hasil bahwa prosentase paling banyak adalah umur ≥ 45 tahun sebanyak 52 responden (53%). Menurut Kusumawardani (2010) disebutkan bahwa, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal senada juga disebutkan oleh Widayat (2006) bahwa perubahan perilaku/peran dapat disebabkan oleh proses pendewasaan melalui pengalaman umur, individu yang bersangkutan telah melakukan adaptasi terhadap lingkungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Jetis dengan 98 responden didapatkan hasil bahwa prosentase paling banyak adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 66 responden (67%). Hasil penelitian Kusumawardani (2010) menunjukkah bahwa ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan praktik ibu dalam pencegahan demam berdarah dengue pada anak. Hasil penelitian Kusumawardani sesuai dengan teori 45
46
Green (1991), dimana jenis kelamin termasuk
faktor predisposing
terjadinya perubahan perilaku seseorang Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah desa Jetis kecamatan Bakidengan 98 responden didapatkan hasil bahwa bahwa prosentase tingkat pendidikan paling banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 43 responden (44%). Menurut Notoatmojo (2007), disebutkan bahwa
tingkat
pendidikan
mempengaruhi
pengetahuan
seseorang.
Pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Pernyataan ini sesuai dengan Kurniawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes Aegepty di Kecamatan Bayah
Provinsi Banten” bahwa ada pengaruh penyuluhan
terhadap tingkat pengetahuan masyarakat di kecamatan Bayah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah desa Jetis kecamatan Kartasura dengan 98 responden didapatkan hasil bahwa bahwa persentase jenis pekerjaan paling banyak adalah swasta sebanyak 36 responden (36%).
47
5.2 Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki Berdasarkan penelitian yang dilakukan didesa Jetis kecamatan Baki didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan warga desa Jetis Kecamatan Baki sebelumpenkes
paling banyak adalah tingkat pengetahuan
rendahyaitu sebanyak 62responden (63%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian
Kurniawan
(2010)
dalam
penelitiannya
yang
berjudulPengaruh Penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes Aegepty di Kecamatan Bayah
Provinsi Banten
bahwa tingkat pengetahuan masyarakat paling banyak adalah kategori kurang 68 responden (64%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan didesa Jetis kecamatan Baki didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan warga desa Jetis Kecamatan Sukoharjo setelah dilakukan penkes paling banyak adalah tingkat pengetahuan tinggiyaitu sebanyak 67responden (68%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Kurniawan (2010) dalam penelitiannya yang
berjudulPengaruh
Penyuluhan
terhadap
tingkat
pengetahuan
masyarakat dan kepadatan Aedes Aegepty di Kecamatan Bayah Provinsi Banten bahwa tingkat pengetahuan warga masyarakat paling banyak adalah kategori kurang 54 responden (51%). Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, sumber informasi, lingkungan budaya dan, sosial ekonomi.
48
Menurut Notoatmodjo (2007), disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang terdapat 5 faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: pendidikan merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat nonformal. Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan adalah media masa. Lingkungan budaya misalnya hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya. Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga pengetahuannya rendah. 5.3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Warga tentang Penyakit Demam Berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki . Berdasarkan analisis yang dilakukan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam berdarah di desa Jetis kecamatan Baki. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan nilai mean pre tes 13,17 menjadi 16, 13, sehingga peningkatan nilai mean adalah pengaruh dari pendidikan kesehatan mengenai penyakit demam berdarah. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan warga meningkat, hal ini dibuktikan kenaikan warga dengan
49
tingkat pengetahuan tinggi dari 36 responden (37%) pada saat pre test menjadi 67 responden (68%). Hasil analisis tersebut sesuai dengan penelitian Kurniawan (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes Aegepty di Kecamatan Bayah
Provinsi Banten” bahwa ada peningkatan pengetahuan
warga
mengenai PSN meningkat, setelah diberikan penyuluhan, namun demikian peningkatan pengetahuan tidak diikuti dengan penurunan kepadatan dan penyebaran aedes aeygyti. Menurut Notoatmojo pengaruh pengetahuan terhadap praktik/peran dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk praktik. Agar terwujudnya
sikap
(praktik/peran)
agar
menjadi
diperlukan
faktor
suatu
perbuatan
pendukung
atau
yang
nyata
kondisi
yang
memungkinkan. Faktor predisposisisi dalam peningkatan tingkat pengetahuan warga masyarakat
adalah faktor tingkat pendidikan dan sikap . Faktor ini
mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat tentang kesehatan, tradisi dan kepercayaan seseorang terhadap hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor
yang
dapat
memungkinkan
peningkatan
tingkat
pengetahuan pada masyarakat adalah tesedianya penyuluhan kesehatan. Pendidikan
kesehatan
dilakukan
dengan
memberikan
bimbingan,
50
pelatihan, dan bantuan teknis lainnya yang dibutuhkan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi individu, keluarga, dan masyarakat . Faktor yang mendukung dalam peningkatan pengetahuan warga masyarakat adalah sikap dan perilaku pada tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. Pemberian pendidikan kesehatan terlebih dahulu ditujukan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku dari tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), termasuk para petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang dianggap sebagai teladan dalam bidang kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat bukan hanya memerlukan pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan juga contoh perilaku (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, terlebih petugas kesehatan.
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah desa Jetis kecamatan Baki yang dilaksanakan pada bulan November 2014 - Juli 2015 tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga tentang penyakit demam derdarah di desa Jetis kecamatan Baki dapat ditarik kesimpulan bahwa 6.1.1 Karakteristik jenis kelamin warga masyarakat di desa Jetis Kecamatan Baki
paling banyak adalah jeniskelamin perempuan sebanyak 66
responden (67%), karakteristik umurpaling banyak adalah umur ≥47 yaitu sebanyak 52 responden (53%), karakteristik responden tingkat pendidikanpaling banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 43 responden (44%), jenis pekerjaan paling banyak adalah swasta sebanyak 36 responen (36%). 6.1.2 Tingkat pengetahuan warga desa Jetis kecamatan Baki sebelum paling banyak adalah rendah sebanyak 62 responden(63%). 6.1.3 Tingkat pengetahuan warga Jetis kecamatan Baki pada setelah penkes paling banyak adalah tinggi sebanyak 67 responden (68%). 6.1.4 Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga mengenai penyakit demam berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki.
51
52
6.2 Saran Dalam penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan warga mengenai penyakit demam berdarah di desa Jetis Kecamatan Baki dapat disimpulkan sebagai berikut : 6.2.1 Bagi petugas kesehatan Petugas kesehatan hendaknya rutin memberikan penkes ke desa-desa supaya warga desa di kecamatan Baki
mempunyai tingkat
pengetahuan tentang penyakit demam berdarah yang tinggi. 6.2.2 Bagi Puskesmas Baki Pihak Puskesmas Baki mengadakan supervisi petugas kesehatan secara periodik dan memberikan penghargaan kepada petugas kesehatan yang mempunyai aktif dalam memberikan penyuluhan khususnya tentang penyakit demam berdarah. 6.2.3 Bagi Warga Masyarakat Warga masyarakat hendaknya aktif dalam mencari informasi tentang penyakit demam berdarah dan berperan aktif dalam penanggulangan dan pemberantasan penyakit demam.
53
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka. Jakarta. Creswell, J. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Darwis dan Sudarwan, D., 2003. Metodelogi Penelitian Kebidanan. EGC. Jakarta. Dewi dan Wawan. 2014 . Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta. Dewi, P. 2010. Virologi mengenal virus, Penyakit dan Pencegahannya. Nuha Medika. Yogyakarta. Kusumawardani, E. 2012. “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik Ibu dalam Pencegahan DBD pada Anak.”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Kurniawan, dkk. 2010. “Pengaruh Penyuluhan terhada Tingkat Pengetahuan Masyarakat dan Kepadatan Aedes Aegepti di Kecamatan Bayah Provinsi Banten.”. Makara, Kesehatan , Vol 14, No 2, P 81-85 Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. Indonesia. Kemenkes Kesehatan R.I. 2012.Pedoman Epidemiologi Penyakit. Sub Direktorat Survailens dan Respon KLB. Jakarta Machfoed, I. 2009. Metodelogi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Priyanto, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom. Yogyakarta.
54
Saryono dan Setiawan, A. 2010. Metodelogi Penelitian Kebidanan D III, D IV, S1 dan S2. Muhamedika. Yogyakarta. Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung. Tim Field Lab FK UNS. 2013. Program Pengendalian Penyakit Menular: Demam Berdarah. Fakultas Kedokteran UNS. Surakarta. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan.Erlangga. Semarang. Zulkani, Akhsin. 2008. Parasitologi. Muhamedika. Yogyakarta
55