PERBANDINGAN UJI AKTIVITAS ANTI BAKTERI CHITOOLIGOSAKARIDA TERHADAP Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 DAN Salmonella typhi SECARA in vitro THE COMPARATION ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF CHITOOLIGOSACCHARIDE AGAINST Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 AND Salmonella typhi BY in vitro 1)
Agnes Sri Harti1), Heni Nur Kusumawati.2) , Estuningsih3) Program D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2), 3) Jurusan Akupuntur Politeknik Kesehatan Surakarta ABSTRAK
Chito-Oligosaccharida (COS), suatu senyawa kompleks golongan glikoprotein yang memiliki ikatan 1,4-β –glukosamin, sebagai senyawa turunan hasil proses deasetilasi kitosan dari limbah kulit Crustaceae, bersifat polikationik yang mampu melindungi protein dan menekan laju pertumbuhan bakteri pathogen. Contoh bakteri patogen di bidang klinis yaitu Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi. Tujuan penelitian adalah mengetahui aktivitas antibakterial Chito-Oligosakarida terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro. Metode penelitian meliputi uji aktivitas antibakteri yaitu metode difusi dan dilusi. Parameter analisis metode difusi berdasarkan pengukuran diameter daerah hambatan sedangkan metode dilusi berdasarkan penentuan KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal). Hasil penelitian menunjukkan Chito-Oligosaccharida (COS) hasil sintesis dari limbah perikanan, mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro Kata kunci : antibakteri, Chito-Oligosakarida, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi. ABSTRACT Chito-Oligosaccharida (COS) is complex substance a group glycoprotein, linked 1,4 β Nacetylglucosamine and deacetylated derivative of chitosan the main source of chitin is crustacean especially shrimp shell as polycationic of protein protective dan supressed of growth value bacterial pathogen as by as Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Salmonella typhi. This research aimed to examine the the antibacterial activity against Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Salmonella typhi by in vitro. The method used in this experiment was diffusion and dilution method using agar medium and serial dilution media that being made wells for positive control, negative control, and for test solutions with concentrations series. The obtained result of the experiment was that Chitooligosaccharide could inhibit the growth of Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 and Salmonella typhi Keywords : antibacterial. Chito-Oligosakarida, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi. PENDAHULUAN Kitosan merupakan senyawa turunan kitin yang merupakan senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang dan serangga. Secara
struktur kimia, kitosan adalah kitin yang telah mengalami deasetilasi (kehilangan gugus asetil). Adanya gugus amina ini menjadikan kitosan bermuatan parsial positif kuat. Hal ini menyebabkan kitosan dapat menarik molekul-molekul yang bermuatan parsial negative seperti minyak, lemak dan protein sehingga kitosan banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang sebagai adsorben, antihiperglikemia, antikolesterolemia [8] Chito-Oligosakarida (COS) adalah senyawa kompleks golongan glikoprotein yang memiliki ikatan 1,4 glukosamin dan mampu bersifat antimikrobia, menurunkan kadar kolesterol serta bersifat imunostimulan. COS mempunyai keunikan yaitu bersifat polikationik yang mampu melindungi protein dan menekan laju pertumbuhan bakteri patogen. COS sebagai satu bahan yang berpotensi sebagai antibiotik alternatif memiliki nilai lebih aman tanpa menimbulkan residu. Hasil penelitian Yang Wang dkk (2007) menunjukkan bahwa Chitooligosakarida hasil sintesa chitosanase dari Pseudomonas CUY 8 mampu bersifat antimikrobia yang tergantung pada derajat deasetilasinya [9, 11. 20] Beberapa bakteri patogen diantaranya Escherichia coli, Salmonella typhi dan Staphyloccocus aureus dapat menimbulkan infeksi dan intoksikasi pada manusia. Escherichia coli, Staphyloccocus aureus dan Salmonella typhi dapat menyebabkan terjadinya enteritis dengan gejala timbulnya diare. [1,2,] Habitat Escherichia coli secara alamiah hidup pada saluran gastrointestinal hewan berdarah panas dan manusia. Bakteri ini dapat menjadi patogen bila mencapai jaringan di luar saluran air kemih, saluran empedu, paru-paru atau otak yang menyebabkan peradangan pada tempat tersebut [4,5,6]. Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode in vitro untuk menentukan potensi suatu zat antibakteri dalam larutan, konsentrasi suatu zat antibakteri terhadap cairan badan dan jaringan, dan kepekaan suatu bakteri terhadap konsentrasi yang dikenai. Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan dilusi [3,7]. Metode difusi adalah suatu uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan suatu cakram kertas saring, yaitu suatu cawan yang berliang renik dan suatu silinder tidak beralas yang mengelilingi obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada pembenihan padat yang telah ditanami dengan biakan tebal bakteri yang diperiksa setelah pengeraman. Garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan terhadap bakteri yang diperiksa [2, 10]. Metode dilusi adalah suatu uji aktivitas antibakteri dimana sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi padat atau cair, biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat. Metode dilusi bermanfaat untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas antibakteri ChitoOligosakarida (COS) terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro yaitu metode difusi dan dilusi. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Inkubator, autoclave, centrifuge, oven, neraca analitis, pH meter, anaerobic jar, viscometer, oven, spektrofotometer UV-Vis Shimadzu, mikropipet, cawan petri, tabung reaksi, vortex, mikropipet, appendorf, aluminium foil, pipet ukur, cawan penguap. Coloni Counter, cawan petri, jarum ose, lidi kapas steril, tabung, pinset, lampu spiritus dan rak tabung. Bahan yang digunakan Bahan Uji : media BHI cair, media Endo Agar, Vogel Johnson Agar, Bismuth Sulfit Agar, media uji biokimia, NaOH, HCl, asam asetat, NaCl fisiologis, buffer pepton 0,1 % serta Chito-oligosakarida (COS) hasil sintesis dari kulit kepiting.
Sintesis Chito-oligosakarida (COS) Tepung kulit kepiting didemineralisasi dengan HCl 1 N ratio 1 : 7 sambil dipanaskan 90 oC selama satu jam.. Campuran didekantasi, lalu dicuci kembali sampai pH netral dan dikeringkan. Setelah kering dilakukan penghilangan protein (deproteinasi). Ditambahkan larutan NaOH 3,5 % ratio 1 : 10 lalu dipanaskan pada suhu 90 oC selama satu jam didinginkan, didekantasi kembali, dicuci dengan air sampai pH netral, lalu dikeringkan. Proses pemutihan (bleaching) dengan penambahan H2O2 2 % ratio 1 : 10 sehingga diperoleh tepung kitin berwarna putih. Tahap selanjutnya dilakukan deasetilasi ditambah larutan NaOH 50 % dan dipanaskan pada suhu 80oC selama satu jam lalu didekantasi hingga pH netral, lalu dikeringkan [14,15,16,17,18] Uji Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Pengujian ini menggunakan metode difusi dengan cara suspensi bakteri uji yang telah disiapkan dioleskan merata pada media Muller Hinton Agar dengan menggunakan kapas lidi steril, selanjutnya dibuat sumuran, dua sumuran ditetesi pelarut sebagai kontrol negatif. Sumuran lainnya ditetesi dengan sediaan COS (Chitoologosakarida) yang telah dibuat seri konsentrasi 50 % (1 : 1); 33,3 % (1 : 2); 25% (1 : 3) ; 20 % (1 : 4) dan kontrol negatif masing-masing dengan volume 50 µl, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 0C. Daerah jernih pada daerah sumuran diukur diameter daerah hambatan. Uji Aktivitas Antibakteri Metode Dilusi Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode dilusi atau uji seri pengenceran dengan interval pengenceran dua kali. Secara aseptis dimasukkan 0,5 ml BHI cair ke dalam tiap tabung. Tabung 1 dan 2 ditambah sediaan COS yang akan diperiksa, kemudian dikocok. Sebanyak 0,5 ml dari tabung 2 dipindahkan ke tabung 3, perlakuan yang sama juga dikerjakan untuk tabung-tabung berikutnya hingga tabung 2, kemudian 0,5 ml dari tabung 2 dibuang. Selanjutnya ditambahkan 0,5 ml suspensi bakteri yang akan diperiksa yang telah diencerkan 1:1000 pada semua tabung kecuali tabung 1, jadi tabung 1 (kontrol negatif), berisi media dan sediaan COS, sedangkan tabung 12 (kontrol positif), berisi media dan suspensi bakteri. Inkubasi semua tabung pada suhu 37 oC selama 24 – 48 jam, kemudian diamati tingkat kekeruhannya Konsentrasi Bunuh Minimum (KHM) ditentukan berdasarkan tabung reaksi yang tidak menunjukkan kekeruhan yang diamati secara makroskopis atau dengan cara visual untuk mengetahui dan membedakan lebih pasti KHM dan KBM maka diinokulasikan secara goresan pada medium selektif Endo Agar lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 – 48 jam. KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum) ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan Escherichia coli pada media Endo Agar Staphylococcus aureus pada media Vogel Johnson Agar dan Salmonella typhi pada media Bismuth Sulfit Agar HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Mutu COS Tabel 1. Hasil Analisis Mutu COS No.
Parameter
1. 2. 3. 4.
% Rendemen % Kelarutan Derajad Deasetilasi Viscositas (centipoise)
Akuadest 100
Bahan Standart Kepiting 51,36 90,64 58,59 88,60 80,87 111 122
Udang 5,98 30,29 79,98 144
160 140 120 100 80 60 40 20 0
Akuadest Standart Kepiting Udang Rendemen Kelarutan
Derajat Viskositas Deasetilasi
Grafik 1. Hasil Analisis Mutu COS Pengukuran Rendemen Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara berat COS dengan berat limbah kulit kepiting, menggunakan rumus : Berat COS Rendemen = ---------------------------------------------- x 100 % Berat limbah kepiting (berat awal) Prosentase rendemen berupa tepung kering kulit kepiting (51,36%) lebih tinggi daripada kulit udang (5,98%). Hal ini disebabkan karena proses demineralisasi dan deproteinasi terhadap senyawa kitin. Kandungan kitin dari kulit kepiting lebih tinggi dari kulit udang. Uji Kelarutan COS 0,5 % dilarutkan dalam asam asetat 1 %, lalu difiltrasi. Persentase kelarutan COS ditunjukkan dengan berat COS tersisa dibandingkan dengan COS awal. Kelarutan berhubungan erat dengan derajat deasetilasi. Deasetilasi akan memotong gugus asetil pada kitin, menyisakan gugus amina. Adanya atom H pada amina memudahkan interaksi dengan air melalui ikatan hidrogen. Gugus karboksil dalam asam asetat memudahkan kelarutan kitin dan kitosan karena adanya interaksi hidrogen antara gugus karboksil dengan gugus amina dari keduanya [4,10]. Derajat Deasetilasi Pengukuran derajat deasetilasi COS ditentukan dengan metode Spektroskopi UV turunan pertama pada panjang gelombang 202 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar N-asetil glukosamin yang menunjukkan derajat asetilasi. Persentase derajat deasetilasi dihitung dengan perhitungan sebagai berikut : % Derajat deasetilasi = 100 – {derajat asetilasi} x 100 % Derajat deasetilasi COS kepiting lebih tinggi (80,87 %) daripada COS udang (79,98 %), hal ini menyebabkan kelarutan COS dari kulit kepiting (58,59 %) dalam asam asetat 1% lebih tinggi daripada kelarutan COS dari kulit udang (30,29 %) Viskositas Viskositas diukur menggunakan alat viscometer. Sebagai blanko digunakan asam asetat aqueous 0,1 M dan sodium asetat 0,25 M. COS kulit udang menunjukkan viskositas lebih tinggi daripada COS dari kulit kepiting. Viskositas intrinsik menunjukkan kemampuan polimer untuk meningkatkan viskositas larutan. Berat molekul berhubungan dengan derajat polimerisasi. Polimer rantai lurus seperti kitosan menunjukkan peningkatan densitas jika derajat polimerisasi bertambah dan viskositas intrinsik bertambah [7].
Uji Aktivitas Antibakteri Metode Difusi Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antibakteri COS sampel dengan COS standart tidak berbeda nyata seperti tercantum dalam Tabel 1. Semakin tinggi konsentrasi COS semakin lebar diameter hambatan. COS paling efektif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923. Mekanisme daya hambat COS terhadap Escherichia coli ATCC 25922 Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro . Metode difusi terjadi karena senyawa anti bakteri terdifusi ke dalam media agar sehingga di sekitar sumuran tidak terjadi pertumbuhan yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Semakin lebar diameter hambat menunjukkan semakin besar daya hambat senyawa antibakteri tersebut. Tabel 1. Pengujian Aktivitas Anti Bakteri Metode Difusi Terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro Metode Difusi
No
Bahan
1.
Sampel COS (A)
2
Standart COS (B)
Kode
Ratio
Konsentrasi (%)
1 2 3 4 1 2 3 4
1:1 1:2 1:3 1:4 1:1 1:2 1:3 1:4
50 33,3 25 20 50 33,3 25 20
Diameter hambatan (cm) E. coli S. aureus S. typhi ATCC 25922 ATCC 25923 3,20 4,10 2,10 2,50 3,20 1,50 2,10 2,10 0,80 1,20 1,50 0,50 4,00 4,50 2,50 2,60 4,00 2,00 2,20 2,50 1,10 1,50 1,50 0,70
4
2.5
4.5
3.5
4
3
2
3.5
2.5
3
2 1.5
COS A
2.5
COS B
2
1.5 COS A
COS A COS B
COS B
1
1.5
1
0.5
1
0.5
0.5
0 A
B
C
E. coli
D
0
0 A
B
C
D
S. aureus
A
B
C
D
S. typhi
Grafik 2. Diameter hambatan COS sampel dan COS standart Kitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida kitin. Kitosan mempunyai nama kimia poli D-glucosamine ( beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-Dglucose), bentuk kitosan padatan amorf bewarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal kitin murni. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viskositas larutannya tergantung pada derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. COS sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya hambat kitosan terhadap bakteri tergantung dari konsentrasi pelarutan kitosan. Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri
disebabkan kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi yaitu molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian teradsorbi membentuk semacam layer (lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel [12, 13,14,15] Hasil pengujian aktivitas anti bakteri metode difusi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis media yang digunakan, jumlah inokulum, sifat mikrobia dan kelarutan senyawa uji. Jenis media mempengaruhi kemampuan tumbuh dari mikroba uji yaitu faktor sterilitas dan fertilitas media. Jumlah inokulum berkaitan dengan kepadatan sel dalam suspensi sel yang digunakan. Sifat mikroba berkaitan dengan morfologis dan fisiologis mikroba yang dipengaruhi oleh gen tersebut. Kelarutan senyawa uji meliputi kemampuan untuk terdifusi ke dalam media agar, hal ini berhubungan dengan polaritas senyawa uji. COS sulit larut dalam air sehingga untuk dapat berpotensi sebagai anti bakteri maka digunakan pelarut yang sesuai yaitu asam asetat 1 %. Uji Aktivitas Antibakteri Metode Dilusi Hasil pengujian aktivitas antibakteri COS sampel terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro menunjukkan KHM dan KBM COS sampel berturut-turut 6,25 % b/v; 3,125 % b/v dan 25 % b/v. Sedangkan KHM dan KBM COS standart 6,25; 3,125 % b/v dan 25 % b/v. Hal ini menunjukkan bahwa KHM dan KBM COS standart lebih tinggi daripada COS sampel. KHM (Konsentrasi Hambat Minimal) pada percobaan ini tidak dapat ditentukan disebabkan sampel COS berwarna putih sehingga tidak dapat diamati berdasarkan kejernihan media. Penentuan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal) dilakukan inokulasi secara goresan pada media selektif yaitu pada Endo Agar (E. coli), Vogel Johnson Agar (S.aureus) dan Bismuth Sulfit Agar (S. typhi) untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuahan mikrob Tabel 2. Pengujian Aktivitas Anti Bakteri Metode Difusi Terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Salmonella typhi secara in vitro Metode Dilusi
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Konsentrasi (% b/v)
Kontrol negative 50 25 12,5 6,25 3,125 1,563 0,782 0,391 Kontrol positif
COS Sampel E. coli S. aureus ATCC ATCC 25922 25923 (A) (B) 1 2 3 1 2 3 -
1 -
2 -
+ + + + +
+ + + + + + +
+ + + + + + +
+ + + + +
+ + + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
3 -
COS Standart E. coli S. aureus ATCC ATCC 25922 25923 (A) (B) 1 2 3 1 2 3 -
1 -
2 -
3 -
+ + + + + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
+ + + +
S. typhi (C)
+ + + +
+ + + +
+ + +
+ + +
+ + +
S. typhi (C)
25 20 15
COS Standart
10
COS Sampel
5 0 A
B
C
Grafik 3. KHM dan KBM dari E . coli , S. aureus dan S. typhi Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa. Keberadaan khitosan di alam terutama terdapat sebagai limbah dari kulit udang dan kepiting. Pemanfaatan limbah kulit kepiting sebagai kitosan selain dapat mengatasi masalah lingkungan juga dapat menaikkan nilai tambah bagi nelayan, mengingat saat ini limbah kulit kepiting belum dimanfaaatkan secara maksimal. Kitosan mempunyai sifat spesifik yaitu sifat bioaktif, biokompatibel, pengkelat, anti bakteri dan dapat terbiodegradasi.[8,19,20]. Berdasarkan hal tersebut maka penggunaan COS sebagai bahan anti bakteri dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Hal ini karena COS sebagai hasil degradasi kitosan dan kitosan sebagai hasil degradasi kitin. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Uji
Gambar 1. Bakteri Gram negatif
Gambar 3. Koloni E. coli pada medium Endo Agar warna merah metalik
Gambar 2. Bakteri Gram positif
Gambar 4. Uji biokimia isolat E. coli medium KIA, Citrat, SIM, MR-VP
Gambar 5. Koloni S. aureus pada medium Vogel Johnson Agar
Gambar 6. Koloni Salmonella typhi medium Bismuth Sulfit Agar KESIMPULAN
1. Chito-Oligosakarida (COS) hasil sintesis limbah kulit kepiting mempunyai aktifitas antibakteri. 2. KHM dan KBM COS sampel berturut-turut 6,25 % b/v; 3,125 % b/v dan 25 % b/v. Sedangkan KHM dan KBM COS standart 6,25; 3,125 % b/v dan 25 % b/v. 3. Chito-Oligosakarida (COS) paling efektif sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Eni Rudi Astuti, Sulastri, Maya Tri Astuti dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
Afset J.E., Kare Bergh and Lars Bevanger, 2003, High Prevalence of Atypical Enteropatogenic Escherichia coli (EPEC) in Norwegian Children with Diarrhoea, Abstract Journal Medical Microbiology 52 : 1015-1019. Bonang, G. dan Koeswardono, E.S., 1982, Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik, Edisi I. PT. Gramedia, Jakarta hal.113-114. Choi H. J., Ahn J., Kim N.C., Kwak H.S., 2006. The effects of microencapsulated chitooligosaccharide on physical and sensory properties of the milk. AsianAustralasian journal of animal sciences Volume. 19, No. 9 : 1347-1353 Ganiswara, 1995., (eds) Farmakologi dan Terapi, Universitas Indonesia, Gramedia, Indonesia, 571-573. Harti, A.S., dan Kusumawati, I.D, 2007, Optimalisasi Probiotik Dalam Prebiotik, Universitas Setia Budi, Surakarta Jawetz, E., Van den Brink, R.C.B., Melnick, J.L., and Andelberg. E.A., 1986, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16, Terjemahan Bonang, CV. EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta hal. 173-174, 296. Jenie B.S.L., 2003. Pangan Fungsional Penyusun Flora Usus Yang Menguntungkan, dalam Seminar Sehari Keseimbangan Flora Usus Bagi Kesehatan dan Kebugaran, IPB Bogor. Kaban J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Kimia Organik Pada Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.
9. Kazami Naoshi, Sugahara Yasusato, Sakaguchi Masakichi, Kawakita Masao, 2005. Preparation Chito-Oligosaccharides by Two Step Hydrolysis. Journal Title : Chitin and Chitosan Research, Journal Code : L2321A. Volume 11;No. 2; Page :170-171 10. Kried, N.R., and Hoet, J.G., 1984, Bergey’s Manual of Bacteriology, Vol. I, London, 422423. 11. Kobayashi, R.K.T., Saridakis, H.O., Dias, A.M.G. and Vidotto, M.C., 2000. Molecular Identification of Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) Associated with Infant Diarrhea In Londrina, Parana, Brazil. Brazil Journal Microbiology. Volume 31 no. 4. 12. Lin, Shih-Bin; Chen, Shan-He; Peng, Kou-Cheng, 2009. Preparation of antibacterial chito-oligosaccharide by altering the degree of deacetylation of β-chitosan in a Trichoderma harzianum chitinase-hydrolysing process Journal of the Science of Food and Agriculture, Volume 89 : 238-244 13. Mirzah, 1998. Peningkatan Kualitas Nilai Gizi Tepung Limbah Udang Melalui Pengolahan Dengan Uap Panas, Jurnal Penelitian Andalas, 26 : 7-12 14. Noerati dan Sanir, I., 2000, Transformasi Kitin Hasil Isolasi dari Limbah Udang Menjadi Kitosan Untuk Berbagai Keperluan Industri, Warta AKAB, 11:98-107. 15. Rahmiati, 2002, Hidrolisis Kitin Hasil isolasi dari Limbah Kulit Udang menjadi Kitosan, Skripsi. FKIP Unlam, Tidak dipublikasikan. 16 Rochima E., 2005. Aplikasi kitin deasetilasi termostabil dari Bacillus papan-dayan K 2914 asal Kawah Kamojang Jawa Barat pada pembuatan kitosan. Tesis, Faperta, IPB. 17. Rochima E., 2005. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan Cirebon Jawa Barat. Artikel Publikasi Hasil Penelitian, Faperta IPB. 18 Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H., Purwaningsih S., Santosa J., 1992. Pengaruh berbagai metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit 19. Y. Chen, Y. Chung, L. Wang, K. Chen, S. Li, (2002) Antibacterial Properties of Chitosan in Waterborne Pathogens. Journal of Environmental Science and Health. A37 (7): 1379-1390. 20. Yan Wang DAG, Peigen Zhou PhD, Jianxing Yu MS, Xiaorong Pan MS, Pingping Wang MS, Weiqing Lan MS and Shendan Tao MS. Antimicrobial effect of Chitooligosaccharides Produced by Chitosanase from Pseudomonas CUY8 . Asia Pacific Journal Clinical Nutrition 2007;16 (Suppl 1):174-177