KATA PENGANTAR
Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Kusuma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak. Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan terkait bidang keperawatan dan kebidanan berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempublikasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambahan khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti. Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 01 Januari 2015 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
KATA PENGANTAR
iii
GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA KERJA DAN KINERJA DOSEN DI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Siti Lestari
1 1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENCANA PEMILIHAN PERTOLONGAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DI KELURAHAN MARGAWATI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASUNDAN KABUPATEN GARUT Erlina Windyastuti, Sheizi Prista Sari, Mamat Lukman, Ahmad Yamin 8 HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU KADER MENURUT IBU YANG MEMPUNYAI BALITA TERHADAP FREKUENSI PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU KECAMATAN TERAS BOYOLALI Estri Kusumawati, Ernawati, Dheny Rohmatika 17 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HIV/AIDS DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI PMTCT (PREVENTION-MOTHER-TO-CHILD-TRANSMISSION) DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Mei Lina Fitri Kumalasari, Oktavianus
23
PENGARUH KONSELING GIZI DAN PEMBERIAN TABLET ZAT BESI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II Hutari Puji Astuti Wijayanti
27
ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III MENUJU PROSES MENYUSUI Rahajeng Putriningrum, Annisaul Khoiriyah, Tresia Umarianti
30
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA PADA WUS DI SURAKARTA JAWA TENGAH Arista Apriani, Mei Lina Fitri Kumalasari
33
STUDI FENOMENOLOGIS MANAJEMEN LAKTASI PADA IBU PRIMIPARA YANG MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF Anita Istiningtyas, Alfyana Nadya Rachmawati
38
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD SUKOHARJO Atiek Murharyati, Joko Kismanto
43 43
PENGARUH MICROFIBER TRIANGLE PILLOW TERHADAP KEJADIAN ULKUS DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI DI RUANG PERAWATAN RSUD SUKOHARJO :DK\X5LPD$JXVWLQ:DK\XQLQJVLK6D¿WUL2NWDYLDQXV
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDA DHARMA BAKTI KASIH SURAKARTA :DK\XQLQJVLK6D¿WUL:DK\X5LPD$JXVWLQ
BIOSUPLEMEN SINBIOTIK (PROBIOTIK DAN PREBIOTIK) DALAM SOYGHURT SEBAGAI IMUNOSTIMULAN DAN PENURUN KOLESTEROL Eni Rumiyati, Anis Nurhidayati
61
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
65 -oo0oo-
iii
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA KERJA DAN KINERJA DOSEN DI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
Siti Lestari1) 1
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta *
[email protected] ABSTRAK
Mutu suatu organisasi dipengaruhi banyak aspek, tidak hanya mahasiswa akan tetapi juga tenaga pendidik. Selanjutnya, pemimpin juga memiliki unsur penting dalam suatu organisasi. Setiap pemimpin mempunyai gaya berbeda dalam memimpin. Agar organisasi sehat, biasanya mempunyai budaya organisasi. Budaya organisasi memiliki aspek-aspek seperti values, rituals, heroes, dan symbols yang diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan. Budaya organisasi yang dikembangkan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta mencakup cepat, akurat, kredibel dan tanggap. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta, untuk mengetahui pemahaman budaya organisasi, faktor penghambat dan penunjangnya serta untuk mengetahui kinerja dosen lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta. Metode kualitatif dengan 15 narasumber yang diambil secara purposive sampling. Analisa data dilakukan dengan model Miles dan Huberman, yang meliputi data reduksi, penyajian dan konklusion. Hasil menunjukkan gaya kepemimpinan yang dilakukan pemimpin di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta adalah gaya situasional, kombinasi dari berbagai macam gaya kepemimpinan yang ada. Pemahaman budaya organisasi sudah baik dan index kinerja dosen sudah lebih dari 3,0 (skala 0-4). Kata kunci: gaya kepemimpinan, budaya kerja, kinerja dosen ABSTRACT 7KH TXDOLW\ RI DQ RUJDQL]DWLRQ LV LQÀXHQFHG E\ PDQ\ DVSHFWV QRW RQO\ VWXGHQWV EXW DOVR OHFWXUHU Furthermore, the leaders also have an important element in an organization. Every leader has a different style of leadership. To be healthy organization, usually have the organizational culture. Organizational culture has aspects such as values, rituals, heroes, and symbols that are believed to affect the performance of the company. Organizational culture developed Health Polytechnic of Surakarta include fast, accurate, credible and responsive. This study aimed to describe the style of leadership in the Health Polytechnic of Surakarta, to determine the understanding of organizational culture, and supporting and inhibiting factors to determine the environmental performance of lecturers Health Polytechnic of Surakarta. Qualitative methods with 15 samples who were taken by purposive sampling. Data analysis was done by Miles and Huberman models, which include data reduction, presentation and konklusion. The results showed that leadership style do leaders in the Health Polytechnic of Surakarta is situational style, a combination of various styles of leadership exist. Understanding organizational culture is good and faculty performance index has more than 3.0 (scale 0-4). Keywords: leadership style, work culture, lecturer performance
1
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
1. PENDAHULUAN Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan RI, yang mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk menjadi tenaga kesehatan profesional bidang kesehatan yang beriman dan bertaqwa, kreatif, inovatif, dan memiliki daya saing kuat. Visi Politeknik Kesehatan Surakarta adalah menjadi institusi pendidikan yang unggul, kompetitif dan bertaraf internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, Politeknik Kesehatan Surakarta telah mencanangkan penjaminan mutu sejak tahun 2011. Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu tersebut bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan mutu perguruan tinggi secara berkelanjutan, guna mewujudkan visi dan misinya, serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Mutu sebuah Perguruan Tinggi ditentukan oleh banyak aspek. Selain mahasiswa yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi, aspek lainnya adalah kualitas dosen dan tenaga kependidikan. Dosen, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penjaminan mutu tersebut harus mampu menunjukkan kinerja yang baik, di ketiga bidang tersebut. Kinerja karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tingkat kinerja karyawann cenderung dipengaruhi oleh budaya organisasi yang berlaku (Gibson, 2003; Robbins, 2001). Menurut Ilyas (1999), interaksi yang kompleks dari kinerja sejumlah individu dalam organisasi mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Widodo (2005) mengemukakan bahwa kinerja individu dan kinerja organisasi memiliki keterkaitan yang sangat erat. Pencapaian tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut. Penelitian Kotter dan Heskett seperti dikutip Soetjipto dan Firmanzah (2006) menyatakan bahwa budaya amat berpengaruh pada kinerja jangka panjang perusahaan. Budaya organisasi memiliki aspek-aspek seperti values, rituals, heroes, dan symbols yang
2
diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan. Menurut Bratakusumah (2002), nilai-nilai (values) adalah ukuran yang mengandung kebenaran dan kebaikan tentang keyakinan dan perilaku organisasi yang paling dianut dan digunakan sebagai budaya kerja dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan misi dan visi organisasi. Budaya kerja yang dikembangkan oleh Politeknik Kesehatan Surakarta untuk menciptakan budaya organisasi yang mendukung tercapainya visi dan misi yaitu menjadi institusi pendidikan yang unggul, kompetitif dan bertaraf internasional mencakup cepat, akurat, kredibel dan tanggap (Politeknik Kesehatan Surakarta, 2010). Maka seharusnya seluruh pegawai di politeknik Kesehatan termasuk dosen dapat mengimplementasikan budaya organisasi ke dalam perilaku bekerja yang mencerminkan tata nilai tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Disamping itu, kepemimpinan merupakan unsur penting di dalam sebuah institusi atau lembaga, sebab tanpa adanya kepemimpinan dari seorang pemimpin maka suatu institusi tersebut akan mengalami kemunduran. Setiap pemimpin pada dasarnya memiliki perilaku yang berbeda dalam memimpin atau sering disebut dengan gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan keinginannya itu dipengaruhi oleh sifat pemimpin itu sendiri. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan motivasi yang tinggi di dalam diri setiap bawahan, sehingga dengan motivasi tersebut akan timbul semangat kerja yang dapat meningkatkan kinerja dari bawahan itu. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaiamanakah gaya kepemimpinan, budaya kerja dan kinerja dosen di Politeknik Kesehatan Surakarta ? Tujuan penelitian untuk (a) mengetahui gaya kepemimpinan di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta (b) mengetahui implementasi budaya organisasi di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta beserta faktor penghambat dan penunjangnya (c) mengetahui kinerja dosen lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
2. PELAKSANAAN a.
b.
c.
Lokasi Penelitian Tempat penelitian di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta Sumber Data Sumber data yang digunakan adalah 15 orang yang terdiri atas 10 orang dosen dan 5 Ketua Jurusan di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta Teknik Sampling Teknik sampel yang digunakan purposive sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih sumber yang dianggap mengetahui informasi dan masalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Instrumen penelitian yang utama adalah peneliti sendiri. Akan tetapi setelah fokus penelitian menjadi jelas maka dikembangkan instrumen penelitian (alat bantu atau guide interview) yang akan mempertajam hasil penelitian. Alat bantu lain yang digunakan adalah kamera, kaset, tape recorder dan buku catatan lapangan. Pengembangan validitas (kesahihan) data yang diperoleh pada penelitian ini dengan cara triangulasi. Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan kredibilitas dalam penelitian kualitatif. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teknik triangulasi yang dipakai yaitu triangulasi sumber dan triangulasi waktu.
3. METODE PENELITIAN Metode etode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif pada hakekatnya bertujuan untuk menjelaskan pengalaman dan activitas secara natural (Rice dan Ezzy, 2001).Dengan digunakan metode kualitatif, maka data yang didapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gaya Kepimpinan Hasil penelitian gaya kepemimpinan dan budaya kerja terhadap 10 dosen dan 5 ketua jurusan di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
Hasil penelitian di lima jurusan berkaitan dengan gaya kepemimpinan didapatkan gambaran sebagai berikut a.
Motivasi Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan ketua jurusan dalam memotivasi dosen. Sebagian besar dosen mengatakan bahwa karyawan atau pegawai perlu diberi motivasi. Menurut Marquis dan Huston, 2008, motivasi merupakan tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi Selanjutnya, produktivitas dipengaruhi oleh motivasi dan etos kerja, keterampilan dan kualitas tenaga kerja, pengupahan dan jaminan sosial. Oleh karena itu, berbagai macam cara dilakukan pimpinan tingkat jurusan dalam memotivasi para pegawainya. 3
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
Selanjutnya untuk memelihara agar tetap termotivasi, para pimpinan tingkat jurusan juga selalu memotivasi bawahan dengan mengingatkan visi misi. Visi merupakan cita – cita atau impian sebuah organisasi yang ingin dicapai di masa depan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang, sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman bagi kegiatan, organisasi serta tujuan apakah yang hendak dicapai suatu organisasi tersebut. Dengan selalu ingat visi misi,serta tugas pokok dan fungsi, pemusatan kegiatan organisasi akan lebih terarah dan karyawan tentunya akan memahami apa yang harus dan apa yang harus tidak dilakukan (Handoko, 1993) dengan demikian kegiatan TriDharma Perguruan Tinggi yang dilakukan oleh dosen selalu diarahkan atau diproyeksikan untuk mencapai visi misi tersebut. b.
4
Kerjasama Hasil penelitian menggambarkan bahwa bentuk kerja sama antara pimpinan dan bawahan di Jurusan bermacam-macam, seperti komunikasi, delegasi, terbuka dan menghargai bawahan. Kerja sama merupakan salah satu unsur fundamental dalam sebuah organisasi. Agar kerjasama dalam tim dapat efektif, sangat diperlukan komunikasi dua arah antara pimpinan dan bawahan. Komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang mempunyai kontribusi terhadap perubahan minat, motivasi, sikap maupun perilaku. Fredich seperti dikutip oleh Marquis dan Houston, 2010, menjelaskan bahwa komunikasi manager lini pertama terhadap pegawai mempengaruhi sikap pegawai terhadap organisasi. Dalam hal ini, manager lini pertama identik dengan ketua jurusan, Hasil penelitian menunjukkan narasumber dengan keterbukaan dalam berkomunikasi dengan pimpinan menunjukkan kinerja yang baik. Hal tersebut nampaknya sejalan dengan pendapat Nursalam, 2002 bahwa mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, maka pegawai akan mudah dimotivasi kerjanya.
Selain komunikasi bentuk kerjasama yang lain berupa pendelegasian. Delegasi merupakan penyelesaian tugas melalui orang lain atau mengarahkan tugas kepada satu orang atau lebih untuk mencapai tujuan organisasi (Marquis dan Houston, 2010). Dalam pendelegasian, pejabat pimpinan membatasi diri pada pemberian pengarahan pada bawahannya dan menyerahkan pelaksanaan kepada para bawahannya tersebut tanpa banyak campur tangan lagi (Siagian,2006). Ada beberapa alasan yang mendasari kenapa para pimpinan memberikan delegasi kepada bawahan, yang pertama adalah rasa percaya pimpinan kepada bawahan, pimpinan menganggap bawahan mampu melakukan tugas yang akan diberikan. Menurut Siagian, 2006, untuk bawahan dengan tingkat kematangan yang mampu dan mau atau yakin, maka delegasi merupakan pilihan yang tepat. karena orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Kurangnya pendelegasian sering disebabkan oleh pimpinan yang ingin menyelesaikan pekerjaan sendiri atau kurangnya kepercayaan pimpianan terhadap kemampuan bawahan. Kedua, pendelegasian sebagai proses atau sarana pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk meningkatkan kinerja. Ketiga pendelegasian mampu meningkatkan produktivitas bawahan, seperti yang dijelaskan oleh Marquis dan Houston, 2010 bahwa pegawai yang tidak didelegasikan tanggungjawab dapat menjadi bosan, tidak produktif dan tidak efektif. Jadi dengan pendelegasian diharapkan akan meningkatkan kinerja dosen. Lingkungan dan suasana santai, akrab dan kekeluargaan, merupakan benuk lain dalam kerjasama di beberapa jurusan di Po-
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
ngan pengertian budaya kinerja di Politeknik Kesehatan Surakarta. Budaya kerja yang terakhir adalah tanggap. Sebagian besar nara sumber, tanggap diartikan sebagai keadaan dimana para dosen sangat responsive, tahu apa yang dibutuhkan oleh orang lain, artinya tanpa harus dikatakan, seorang dosen mestinya tahu apa yang diperlukan.Selain itu, tanggap dimaknai sebagai jemput bola, seorang dosen harus aktif untuk menjemput bola, tidak harus menunggu datangnya bola, tetapi hendaknya aktif mencari bola. Nampaknya hal tersebut sesuai dengan makna. Jadi dapat disimpulkan pemahaman para narasumber tentang budaya kerja cukup baik.
liteknik Kesehatan Surakarta. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan pribadi maupun organisasi dalam membangkitkan semangat kerja pegawai sehingga dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Disamping itu pegawai akan lebih senang dan nyaman dalam bekerja apabila fasilitas yang diperlukan terpenuhi sehingga akan menjamin kelancaran tugas-tugas. c.
Gaya pengambilan keputusan Pengambilan keputusan merupakan hal yang pokok bagi pimpinan. Pimpinan akan membuat tipe-tipe keputusan yang berbedabeda sesuai perbedaan kondisi dan situasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pimpinan melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Handoko, 1993 bahwa pimpinan membicarakan situasi keputusan dengan para bawahan sebagai suatu kelompok dan mengumpulkan gagasan atau ide dan saran mereka dalam suatu pertemuan kelompok. Keputusan yang dihasilkan dapat atau tidak mencerminkan masukan atau perasaan bawahan.
4.2 Budaya Kerja a. Pemahaman budaya kerja Budaya pelayanan kerja Poltekkes Surakarta adalah cepat, akurat, kredibel dan tanggap. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa sebagian narasumber memandang budaya cepat sebagai kegiatan yang harus segera dilakukan dan tepat waktu, sesuai dengan perencanaan. Hal tersebut sudah VHMDODQGHQJDQPDNQDFHSDW\DQJGLGH¿QLVLkan oleh Poltekkes Surakarta. Sedangkan pemahaman tentang akurat,digambarkan sebagai pekerjaan yang dilakukan haruslah tepat, sesuai keperluan atau yang dibutuhkan. Selanjutnya, kredibel digambarkan sebagai kemampuan seseorang yang erat kaitannya dengan kompeten. Seorang dosen yang kredibel adalah dosen yang kompeten di bidangnya., selain itu beberapa narasumber mengatakan bahwa kredibel adalah jujur, menyampaikan segala sesuatu apa adanya. Hal tersebut nampaknya sudah sesuai de-
b.
Faktor penghambat dalam implementasi budaya kerja Berbagai faktor dapat berpengaruh dalam keberhasilan implementasi budaya kerja yang baru di “launching” beberapa bulan yang lalu. Faktor penghambat yang dirasakan baik oleh para dosen maupun ketua jurusan adalah sebagai berikut: 1. Keterbatasan sumber daya manusia Keterbatasan SDM dirasakan sebagian kecil jurusan, dan hal tersebut dianggap sebagai faktor penghambat dalam implementasi budaya kerja. Sebagaimana diketahui bersama bahwa sumber daya manusia dalam hal ini dosen merupakan asset institusi yang sangat vital, karena peran dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang professional semuanya menjadi tidak bermakna, sehingga keterbatasan dalam jumlah tenaga dianggap sebagai salah satu factor penghambat dalam implementasi budaya kerja. 2. Budaya lama Budaya kerja yang di launching beberapa bulan yang lalu merupakan salah satu bentuk perubahan yang direncanakan oleh Poltekkes Surakarta Adanya per-
5
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
3.
c.
6
ubahan tersebut disikapi dengan berbagai macam cara. Narasumber mengatakan ada sebagian kecil kelompok dosen yang kurang cepat dan kurang mudah beradaptasi dengan situasi yang baru tersebut. Nursalam, 2007 bahwa, ada faktor-faktor yang menghambat dalam suatu perubahan, diantaranya adalah persepsi yang kurang tepat dan toleransi untuk berubah rendah, masih terpaku pada budaya lama. Belum dibakukannya standart Belum diberlakukannya standart dilihat sebagai salah satu faktor penghambat dalam mengimplementasi budaya kerja. Hal tersebut karena manual sedang dalam proses penyusunan (Jamintu Poltekes, 2011).
Fakor penunjang 1. Loyalitas terhadap pekerjaan Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan, seseorang untuk melenggangkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan anggota untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting untuk menunjang komitmen anggota terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan jika anggota merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. 2. Berpikir positif %HU¿NLU SRVLWLI PHUXSDNDQ VLNDS PHQtal yang melibatkan proses memasukan pikiran-pikiran, kata-kata, dan gambaran-gambaran yang konstruktif (membangun) bagi perkembangan pikiran. Berpikir positif juga merupakan sikap mental yang mengharapkan hasil yang baik serta menguntungkan. Dengan EHU¿NLU VHSHUWL DNDQ PHQXPEXKNDQ keyakinan bahwa budaya kerja dapat dilakukan dengan baik dan akan membuahkan hasil yang baik pula. Oleh
3.
4.
karena itu seluruh komponen organisasi sebaiknya memiliki pemikiran positif. Menurut Marquis dan Houston, 2010, para pemimpin hendaknya memandang perubahan secara positif dan memberikan pandangan ini kepada bawahannya. Para pimpinan harus yakin bahwa bawahan dapat membuat sesuatu yang berbeda. Dukungan atau support top manager Penelitian menggambarkan bahwa support pimpinan merupakan salah satu factor penunjang dalam implmentasi budaya kerja. Hal tersebut sejalan dengan semboyan tutwuri handayani, yang berari pimpinan harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral dari pimpinan ini sangat dibutuhkan oleh orang - orang di sekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat. SDM masih muda, energik Seperti disampaikan dalam wawancara, bahwa sumber daya manusia merupakan asset penting dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia yang masih muda dan energik tentu saja
4.3 Faktor penghambat dan penunjang dalam implementasi budaya kerja Berkaitan dengan faktor penghambat maka sebagian besar narasumber mengatakan bahwa setiap perubahan pasti ada penghambatnya, baik factor internal maupun external. Faktor internal misalnya faktor individu itu sendiri berupa kesadaran pribadi, motivasi individu dan faktor eksternal bias dikarenakan kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM), belum diberlakukannya standart secara baku, budaya lama dan resistensi. Dilain pihak, factor pendorong juga ada. Sebagian besar narasumber mengatakan bahwa faktor penunjang keberhasilan implementasi budaya kerja berupa loyalitas pegawai terhadap pekerjaan, adanya pemikiran positif baik pada pimpinan maupun dosen, pembinaan, support atau dukungan pimpinan dan sebaginya. Secara rinci kedua faktor tersebut secara skema sebagai berikut:
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
mengatakan sudah melakukan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, walau prosentasenya belum 100% karena masih ada sedikit dosen yang harus selalu di dorong dan di dukung. Selanjutnya hasil penilaian index kinerja dosen rata-rata sudah lebih dari 3,0 ( pada skala 4).
6. REFERENSI
Kinerja Dosen Selain dengan wawancara, hasil penelitian tentang kinerja dilakukan dengan melihat data evaluasi kinerja dosen yang ada di masing-masing Jurusan. Indek kinerja dosen sudah mencapai angka minimal 3,0 (pada skala 4).
5. KESIMPULAN Gaya kepemimpinan yang dilakukan pimpinan di lingkungan Politeknik Kesehatan Surakarta merupakan gaya situasional, kombinatif dari berbagai macam gaya kepemimpinan yang ada. Dari gaya memotivasi, kerja sama dan menilai pencapaian hasil berbeda beda. Pemahaman budaya kerja diperoleh informasi bahwa rata-rata narasumber dalam penelitian ini cenderung mengatakan budaya kerja cepat, tepat, akurat dan kredibel secara benar. Dalam implementasi budaya kerja ditemukan adanya factor penghambat yaitu keterbatasan SDM, personal / individu, budaya lama, faktor individu atau pribadi kurang motivasi dan belum adanya standart yang diberlakukan. Sedangkan faktor penunjangnya adalah loyalitas terhadap pekerjaan,berpikir positif , pembinaan dan support top manager, adanya alur yang jelas, sdm yang masih muda, dan keep person. Secara deskriptif kinerja dosen sudah cukup baik, yang diukur melalui 3 komponen yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Hal itu ditandai dengan rata-rata narasumber
Bratakusumah, D.S.(2002). Kajian manajemen Stratejik. Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat II. Buku 2. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan. Gibson, J.L., Ivancevich,J.M. dan Donelly, J.H. (1997). Organisasi: Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid 1 Ed kelima. Jakarta: Erlangga Ilyas, Y. (1999). Kinerja, Teori Penilaian dan Penelitian. Jakarta: FKM UI. Marquis,B.L. dan Huston,C.J. (2010). Leadership Roles and Management Function in Nursing: Thepry and Aplication. 4Ed . Lippincott: William and Wilkins. Moleong, L.J. (2006). Metodologi Pendekatan Kualitatif (Edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika. Patton, M.Q. (1980). Qualitative Evaluation Method. Beverly Hill, CA: Sage Publication Rice, P.I dan Ezzy,D.(2001). Qualitative Research Methods: A Health Focus. New York: Oxford University Press. Siagian, P (2006). Manejemen Sumber Daya Manusia, Cetakan ketigabelas . Jakarta: Bumi Aksara. Sugiyono (2002). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabetha Widodo, J. (2005). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayumedia Publishing.
-oo0oo-
7
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENCANA PEMILIHAN PERTOLONGAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DI KELURAHAN MARGAWATI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASUNDAN KABUPATEN GARUT Erlina Windyastuti1), Sheizi Prista Sari2), Mamat Lukman3), Ahmad Yamin4) 1
Mahasiswa Magister Keperawatan Komunitas, Universitas Padjadjaran Bandung 2,3,4 Staff Dosen Keperawatan Komunitas Universitas Padjadjaran Bandung 1
[email protected] ABSTRAK
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu strategi untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Data dari Puskesmas Pasundan, cakupan pertolongan persalinan oleh paraji di Kelurahan Margawati masih tinggi yaitu 67% pada tahun 2013. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan ibu hamil di kelurahan Margawati wilayah kerja Puskesmas Pasundan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah ibu hamil di Kelurahan Margawati pada bulan November tahun 2014. Pengambilan sampel secara total sampling, yaitu sebanyak 60 ibu hamil. Data diambil dengan menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan rumus Chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% ibu memilih pertolongan persalinan tidak tepat dan 25% tepat. Ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga (p=0,000) dan pendidikan (p=0,000) dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan yang tepat oleh ibu hamil. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil (p=0,179), tempat pemeriksaan kehamilan (p=0,560) dan dukungan suami (p=0,560) dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan yang tepat oleh ibu hamil. Kesimpulan adalah penghasilan keluarga dan pendidikan memiliki peran penting dalam penentuan rencana pertolongan persalinan ibu hamil di Kelurahan Margawati. Sebagai tenaga kesehatan, perawat perlu memberikan perhatian dan motivasi lebih terhadap ibu hamil yang memiliki penghasilan keluarga dan pendidikan rendah agar dapat memilih tempat persalinan yang tepat. Kata kunci: Pertolongan persalinan, ibu hamil, Kelurahan Margawati. ABSTRACT Delivery by health personnel is one of strategic to solve mother and child health problem in Indonesia. Based on data from Pasundan health center, delivery by traditional attendants in Margawati village are still very high at 67% in 2013. The purpose of this study was to determine the factors of associated with the selection of delivery helper of pregnant woman in Margawati village, in Pasundan Health Center.This research is a quantitatif research applying cross sectional study. The population are pregnant woman in Margawati village in November 2014. Sample taken by total sampling amounted to 60 pregnant womant. Data collection by using a questionnaire and was tested with chi square.The result showed WKDW RI SUHJQDQW ZRPDQ LQ VHOHFWLRQ RI GHOLYHU\ KHOSHU LV QRW DSSURSULDWH 7KHUH LV VLJQL¿FDQW relationship between the economic status (p=0,000) and the level education (p=0,000) in selection of GHOLYHU\KHOSHUE\DSSURSULDWHRISUHJQDQWZRPDQ7KHUHLVQRVLJQL¿FDQWUHODWLRQVKLSEHWZHHQWKHDJH of pregnant woman (p=0,179), the place of antenatal care (p=0,560) and husband support (p=0,560) in 8
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
selection of delivery helper by exactly of pregnant woman.The conclusion are economic status and the level of education have a role in selection of delivery helper by pregnant woman in Margawati village. As a health personnel, the nurse must be give more attention and motivation to pregnant woman with the low economic status and the low level of education for in selection of delivery helper by appropriate. Keywords: delivery helper, pregnant womant, Margawati village
1. PENDAHULUAN Status kesehatan maternal merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator yang penting dalam menggambarkan status kesehatan maternal. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals) yang ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah 108/ 100.000. Dari hasil survei yang dilakukan, AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus. Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan program yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Tujuan program ini adalah menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang dilakukan diantaranya melalui peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan peningkatan dekteksi dini resiko tinggi/ komplikasi, baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatan secara terus menerus (Depkes RI, 2002) Di Kabupaten Garut, kasus AKI dan AKB yaitu untuk kasus AKI yaitu 184,5 per 100.000 KH dari target MDGs 2015 sebesar 102/100.000KH, dan AKB 68,37/1.000 KH dari target MDGs 23/1.000 KH (Dinkes Garut, 2013). Artinya hal ini masih jauh dari target mengenai insidensi Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Kasus AKI di wilayah kerja Puskesmas Pasundan berdasarkan laporan Kohort Ibu pada tahun 2013 sejumlah 7 orang, antara lain di
kelurahan Kota Kulon 3 orang, kelurahan Margawati 1 orang, dan kelurahan Cimuncang 3 orang (Puskesmas Pasundan, 2013). Penyebab angka kematian 1 ibu di kelurahan Margawati pada tahun 2013 disebabkan karena perdarahan postpartum yang sebelumnya tindakan persalinan awal oleh non Kesehatan (Paraji) meski diketahui kehamilan tersebut dengan resiko tinggi yaitu usia ibu hamil >35 tahun (Hasil wawancara penulis dengan bidan desa setempat). Penolong persalinan merupakan salah satu indikator kesehatan terutama yang berkaitan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan secara umum. Dilihat dari kesehatan ibu dan anak maka persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (Nakes) seperti bidan dan dokter dianggap lebih baik dari persalinan yang ditolong oleh Tenaga non Nakes seperti dukun, keluarga atau lainnya. Pemilihan penolong persalinan merupakan salah satu hak reproduksi perorangan. Hak reproduksi perorangan dapat diartikan bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama dan lain-lain) mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggungjawab (kepada diri, keluarga dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta untuk menentukan waktu kelahiran anak dan dimana anak akan dilahirkan (Depkes RI, 2001). Persalinan yang aman dapat dicapai melalui pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional dan ketersediaan peralatan yang memadai untuk menangani komplikasi obstetrik dan neonatal. Saat ini angka persalinan oleh tenaga kesehatan masih rendah. Persentase kelahiran pada tahun 2013 di wilayah Puskesmas Pasundan yang ditangani oleh tenaga medis terdapat sekitar 67% (Lokakarya Mini Puskesmas Pasundan, 2014).
9
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
Masalah yang dihadapi saat ini adalah bahwa di kelurahan Margawati pertolongan persalinan oleh paraji masih tinggi dan merupakan pilihan pertolongan persalinan yang diminati oleh masyarakat. disebabkan oleh karena adat istiadat dan tradisi setempat. Paraji bagi orang Sunda merupakan orang yang mampu membuka pintu kehidupan bagi janin ataupun anak. Paraji dipercaya mampu memperkirakan bayi lahir dengan meraba perut ibu hamil, dan bisa juga membuat perkiraan bayi yang dikandung apakah berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan tanpa PHQJJXQDNDQ DODW 8OWUDVRQRJUD¿ 86* 0H reka memberikan pelayanan secara sabar kepada ibu dari hamil sampai selesai masa nifas. Tetapi disisi lain, angka kematian ibu masih tinggi. Derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaiWX OLQJNXQJDQ ¿VLN VRVLDO EXGD\D HNRQRPL politik dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (Bloom, 1974). Perilaku sebagai determinan kesehatan adalah bentuk respon seseorang terhadap stimulus yang berupa sakit dan penyakit, makanan dan minuman, lingkungan dan juga pelayanan kesehatan. Semua masalah kesehatan mempunyai aspek perilaku sebagai faktor resiko (Notoadmojo, 2010). Perilaku ibu hamil dalam rencana pemilihan pertolongan persalinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang langsung dari dalam diri ibu maupun dari luar. Faktor-faktor tersebut diantaranya meliputi karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas), riwayat pemeriksaan kehamilan, pengetahuan, sikap, persepsi terhadap jarak ke pelayanan kesehatan, persepsi terhadap biaya persalinan, riwayat penolong persalinan dalam keluarga dan dukungan atau pengaruh orang-orang terdekat seperti suami/ keluarga 6X¿DZDWL Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan ibu hamil di kelurahan Margawati Kabupaten Garut.
2. PELAKSANAAN a.
10
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Margawati wilayah Kerja Puskesmas Pasun-
b.
dan Kecamatan Garut Kota Kabupaten Garut pada bulan November 2014. Populasi dan sampel penelitian Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu hamil yang tinggal di wilayah Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 yaitu sejumlah 60 orang. Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota populasi penelitian yang diambil secara total sampling yaitu ibu hamil yang tinggal di wilayah Kelurahan Margawati pada bulan November 2014.
3. METODE PENELITIAN Desain dan Variabel Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional study yaitu observasi variable dependen (Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil) dan variable independen (usia, tempat pemeriksaan kehamilan, pendidikan, penghasilan keluarga dan dukungan suami) pada waktu yang bersamaan. Penulis memilih rancangan cross sectional study dengan alasan waktu yang digunakan dalam penelitian cukup singkat. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengan menggunakan alat yang berupa daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden yaitu kuesioner dengan sumber data ibu yang hamil pada bulan November 2014 di Kelurahan Margawati wilayah kerja Puskesmas Pasundan Kabupaten Garut. Teknik Pengambilan Data Data yang diperoleh dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden, pengisian kuesioner yang diisi sendiri oleh responden dan dibantu oleh bidan desa dan kader di masing-masing RW. Pengumpulan data primer ini dilakukan pada bulan November 2014. Sebelum dilakukan pengambilan data, responden diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan pengambilan data serta responden diberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti jika ada pertanyaan yang kurang dimengerti atau kurang jelas.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Analisis Data Data yang diperoleh lalu dianalisis dalam bentuk analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dari variable independen dan variable dependen. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat kemaknaan atau keeratan hubungan antara variable dependen dengan variable independen (Dharma, 2011). Uji yang digunakan adalah dengan menggunakan Chi Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% dengan alpha 0,05.
c.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil yang berpendidikan rendah (SD-SLTP) lebih banyak dibandingkan ibu hamil yang berpendidikan cukup (SMA-PT).
4.1 Analisis Univariat Pada analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi setiap variable yang akan diteliti a.
Usia Ibu Hamil
Tabel 1 Distribusi Responden menurut Usia Ibu Hamil di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Usia Ibu Hamil
Jumlah
Presentase
Tidak beresiko
32
51,7%
Beresiko
29
48,3%
Jumlah
60
100%
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa usia tidak beresiko (20 – 35 tahun) pada ibu hamil lebih banyak dibandingkan usia yang beresiko (< 20 tahun dan > 35 tahun). b.
Tempat pemeriksaan kehamilan
Tabel 2 Distribusi Responden menurut Tempat Pemeriksaan Kehamilan di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Tempat Pemeriksaan Kehamilan Tepat Tidak Tepat Jumlah
Jumlah
Presentase
60 0 60
100% 0% 100%
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa seluruh ibu hamil di kelurahan Margawati melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia.
Tingkat Pendidikan
Tabel 3 Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Ibu Hamil di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Tempat Pendidikan Ibu Hamil SD SLTP SMA PT Jumlah
d.
Jumlah
Presentase
27 19 11 3 60
45% 31,7% 18,3% 5% 100%
Penghasilan keluarga
Tabel 4 Distribusi Responden Penghasilan Keluarga Ibu Hamil di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Usia Ibu Hamil <1.200.000 >1.200.000 Jumlah
Jumlah 47 13 60
Presentase 78,3% 21,7% 100%
Dari tabel 4 menunjukkan bahwa penghasilan keluarga ibu hamil di kelurahan Margawati lebih banyak < 1.200.000 e.
Dukungan Suami
Tabel 5 Distribusi Responden menurut Dukungan Suami di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Usia Ibu Hamil Tidak ada Ada Jumlah
Jumlah 2 58 60
Presentase 3,3% 96,7% 100%
Dari tabel 5 menunjukkan bahwa ada peran dari dukungan suami dalam pemilihan pertolongan persalinan lebih banyak dibandingkan dengan tidak ada dukungan suami dalam rencana pemilihan pertolongan persalinan.
11
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
f.
Rencana Persalinan Ibu Hamil
Tabel 6 Distribusi Responden menurut Rencana Persalinan Ibu Hamil di Kelurahan Margawati pada bulan November 2014 Usia Ibu Hamil
Jumlah
Presentase
Tidak Tepat
45
75%
Tepat
15
25%
Jumlah
60
100%
Dari tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil yang memilih rencana persalinan dengan tidak tepat (dengan non tenaga kesehatan dan tidak dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan) lebih banyak dibandingkan dengan memilih rencana persalinan yang tepat (dengan tenaga kesehatan dan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan). 4.2 Analisis Bivariat Pada analisis bivariat, dilakukan tabulasi silang antar variable dependen terhadap variable independen (usia ibu hamil, pendidikan, tempat pemeriksaan kehamilan, penghasilan keluarga dan dukungan suami). a.
Usia Ibu hamil Tabel 7 Hubungan antara Usia Ibu Hamil dengan Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil di Kelurahan Margawati bulan November tahun 2014
Rencana Pemilihan Petolongan Persalinan Umur Tidak Tepat tepat n % N % Tidak bere- 21 67,7 10 32,3 siko Beresiko 24 82,8 5 17,2
Total
P Value
n 31
% 100 0,179
29
100
Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa nilai statistic chi square GHQJDQ WDUDI VLJQL¿NDQVL 0,179 > 0,05, maka disimpulkan untuk menerima hipotesis nol dan menolak hipotesis alternative yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan. Hasil uji statistic untuk menganalisis hubungan usia ibu hamil terhadap rencana pe12
milihan pertolongan persalinan pada tabel 7 menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,179 (p>0,005). Dari hasil penelitian 60 responden ibu hamil proporsi yang merencanakan pertolongan persalinan secara tepat pada kelompok usia beresiko adalah 17,2% dari 29 ibu hamil dan pada kelompok usia tidak beresiko 32,2% dari 31 ibu hamil. Usia mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan ibu. Usia yang kemungkinan tidak resiko tinggi pada saat kehamilan dan persalinan yaitu umur 20-35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya. Sedangkan pada umur < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan usia yang resiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan. Dengan demikian diketahui bahwa usia ibu pada saat melahirkan turut berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu maupun anak yang dilahirkan. Ibu yang berusia kurang dari 20 tahun rahim dan bagian tubuh lainnya belum siap untuk menerima kehamilan dan cenderung kurang perhatian terhadap kehamilannya. Ibu yang berusia 20-35 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya sudah siap untuk menerima dan diharapkan untuk memperhatikan kehamilannya. Ibu yang berumur lebih dari 35 tahun, rahim dan bagian tubuh lainnya fungsinya sudah mulai menurun dan kesehatan ibu tidak sebaik saat usia 20-35 tahun. Berdasarkan hasil pengkajian, diperoleh data masih ada ibu hamil yang memiliki resiko tinggi yaitu 2 orang ibu hamil berusia 13-16 tahun dan 8 orang berusia 36-45 tahun. Tentunya, hal ini akan memiliki resiko terhadap kondisi kehamilan dan persalinan ibu dan bayi. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hutapea (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia ibu hamil dengan pemilihan penolong persalinan. Dari hasil penelitian 124 responden proporsi yang memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan 72,7% berada pada kelompok beresiko dan kelompok usia yang tidak beresiko sebesar 70,3%.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
b.
Tempat pemeriksaan kehamilan
Tabel 8 Hubungan antara Tempat Pemeriksaan Kehamilan dengan Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil di Kelurahan Margawati bulan November tahun 2014 Rencana Pemilihan Petolongan Persalinan Tempat Pemeriksaan Tidak Tepat Kehamilan tepat n % N % Tidak tepat 1 100 0 0 Tepat 44 74,6 15 25,4
Total n 1 59
P Value
% 100 0,560 100
Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa nilai statistic chi square GHQJDQ WDUDI VLJQL¿NDQVL 0,560 > 0,05, maka disimpulkan untuk menerima hipotesis nol dan menolak hipotesis alternative yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tempa pemeriksaan kehamilan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan. Hasil analisis hubungan pada tabel 8 menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara tempat pemeriksaan kehamilan oleh ibu hamil dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,560 (p>0,05). Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa ibu hamil yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan di tempat yang tepat (fasilitas pelayanan kesehatan) memilih rencana pertolongan persalinan yang tepat dengan proporsi 30,6% dari 59 ibu hamil dan ibu hamil yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan di tempat yang tidak tepat (bukan di fasilitas pelayanan kesehatan) sebanyak 0% dari 1 ibu hamil. Pemeriksaan kehamilan adalah pemeriksaan, pengawasan, pemeliharaan dan perawatan yang diberikan pada ibu selama masa kehamilan. Pemeriksaan dan pengawasan kehamilan yang teratur akan menentukan kelancaran dari proses persalinan nantinya. Pemeriksaan kehamilan dikatakan lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar. Frekuensi pemeriksaan kehamilan adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagai berikut: (1)minimal 1 kali pada trimester I, (2)minimal 1 kali pada trimester kedua dan (3)
minimal 2 kali pada trimester III. Standar pemeriksaan kehamiln tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini factor resiko, pencegahan dan penanganan komplikasi (Depkes RI, 2009). Dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang melaksanakan pemeriksaan kehamilan yang tepat (oleh tenaga kesehatan dan dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan) tidak menjamin bahwa akan merencanakan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kepercayaan/ budaya bahwa ibu hamil di wilayah kecamatan Garut melaksanakan persalinan di Paraji karena memiliki kedudukan yang sangat penting yaitu merupakan orang yang mampu membuka pintu kehidupan bagi janin atau anak (Dewi, 2012). Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Su¿DZDWL WDKXQ GL ZLOD\DK NHUMD 3XVNHVPDV Cibadak menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat pemeriksaan kehamilan dengan pemilihan tenaga penolong persalinan dengan p=1,000 (p>0,05) dengan proporsi sebesar 96% pemeriksaan kehamilan tidak sesuai standar dan 4% sesuai standar. c.
Pendidikan ibu hamil
Tabel 9 Hubungan antara Pendidikan Ibu Hamil dengan Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil di Kelurahan Margawati bulan November tahun 2014 Rencana Pemilihan Petolongan Persalinan Pendidikan Tidak ibu Hamil Tepat tepat n % N % SD 26 96,3 1 3,7 SLTP 16 84,2 3 15,8 SMA 3 27,3 8 72,7 PT 0 0 3 100
Total n 27 19 11 3
P Value
% 100 0,000 100 100 100
Hasil uji statistic memperlihatkan bahwa nilai statistic chi square GHQJDQ WDUDI VLJQL¿NDQVL 0,000 < 0,05, maka disimpulkan untuk menolak hipotesis nol dan meerima hipotesis alternative yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu hamil dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan. 13
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
Hasil analisis hubungan pada tabel 9 menyatakan ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,000 (p<0,05). Proporsi ibu hamil dengan tingkat pendidikan SD memilih rencana persalinan yang tepat 3,7 % dari 27 ibu hamil, ibu hamil dengan tingkat pendidikan SLTP dengan proporsi 15,8% dari 19 ibu hamil, ibu hamil dengan pendidikan SMA dengan proporsi 72,7 % dari 11 ibu hamil dan ibu hamil yang berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) dengan proporsi 100% dari 3 ibu hamil. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi terhadap seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional dan turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima sikap dan perilaku baru. Oleh karena itu, orang yang berpendidikan akan lebih mudah dalam menerima gagasan yang baru. Hal ini bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan semakin tinggi tingkat pemahaman dan semakin mudah dalam menerima informasi baru yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat pendidikan yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam menyerap informasi dan sebaliknya seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tingg akan lebih terbuka dalam menerima gagasan baru. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asriani (2009) menunjukkan bahwa memang tingkat pendidikan mempengaruhi ibu terhadap pemilihan pertolongan persalinan di tenaga kesehatan dengan p=0,000 (p<0,05). Hasil penelitian data diperoleh 90,5% dari 21 ibu yang berpendidikan cukup (SLTA-PT) dan 39% dari 118 ibu yang berpendidikan kurang (SD-SLTP) memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan. d.
Penghasilan keluarga ibu hamil
Hasil uji statistick memperlihatkan bahwa nilai statistic chi squareGHQJDQWDUDIVLJQL¿NDQVL 0,000 < 0,05, maka disimpulkan untuk menolak hipotesis nol dan menerima hipotesis alternative yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga ibu hamil 14
dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan. Tabel 10 Hubungan antara Penghasilan Keluarga Ibu Hamil dengan Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil di Kelurahan Margawati bulan November tahun 2014 Rencana Pemilihan Petolongan Persalinan Pendidikan Tidak ibu Hamil Tepat tepat n % N % <1.200.000 42 89,4 5 10,6 >1.200.000 3 23,1 10 79,9
Total n 47 13
P Value
% 100 0.000 100
Hasil analisis hubungan pada tabel 10 menyatakan ada hubungan bermakna antara penghasilan keluarga pada ibu hamil dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,000 (p<0,05). Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa penghasilan keluarga < 1.200.000 memilih rencana pertolongan persalinan yang tepat dengan proporsi 10,6% dari 47 ibu hamil dan penghasilan keluarga ibu hamil >1.200.000 sebanyak 76,9% dari 13 ibu hamil. Faktor ekonomi menjadi penentu dalam pelaksanaan perawatan kehamilan dan persalinan. Keluarga dan ekonomi yang cukup dapat melaksanakan perawatan kehamilannya dengan rutin, merencanakan perawatan kehamilan kepada tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Responden dengan penghasilan <1.200.000 cenderung tidak memiliki pendapatan keluarga yang cukup memadai untuk memenuhi biaya pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini terjadi karena biaya persalinan di paraji lebih murah dibandingakn di fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asriani (2009) diperoleh hasil bahwa responden yang memanfaatkan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan ditinjau dai kemampuan ekonomi sebanyak 58,7% dari 46 ibu yang memiliki ekonomi cukup dan 40,9% ibu dari 93 ibu yang memiliki ekonomi kurang. Hasil analisis statistic menunjukkan bahwa p=0,047 (p<0,05) yang berarri bahwa ada hubungan antara status ekonomi
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
dengan pemilihan penolong persalinan, karena makin tingginya kemampuan ekonomi diharapkan semakin mampu membayar jasa pelayanan kesehatan khususnya dalam hal persalinan. e.
5. KESIMPULAN a.
Peran dukungan suami
Tabel 11 Hubungan antara Peran Dukungan Suami dengan Rencana Pemilihan Pertolongan Persalinan pada Ibu Hamil di Kelurahan Margawati bulan November tahun 2014 Rencana Pemilihan Petolongan Persalinan Peran tokoh Tidak masyarakat Tepat tepat n % N % Tidak ada 1 100 0 0 Ada 44 74,6 15 25,4
maupun sakit adalah keluarga (Cherawaty 2004 GDODP6X¿DZDWL
Total n 1 59
b.
P Value
% 100 0,133 100
Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa nilai statistic chi square GHQJDQ WDUDI VLJQL¿NDQVL 0,560 > 0,05, maka disimpulkan untuk menerima hipotesis nol dan menolak hipotesis alternative yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan suami dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan. Hasil analisis hubungan pada tabel 11 menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara dukungan suami dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,560 (p>0,05). Berdasarkan data penelitian didapatkan bahwa ibu hamil yang mendapatkan dukungan suami memilih rencana pertolongan persalinan yang tepat dengan proporsi 25,4% dari 59 ibu hamil dan ibu hamil yang tidak mendapatkan dukungan dari suami sebanyak 0% dari 1 ibu hamil. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hutapea tahun 2012 yang menyatakan EDKZDDGDKXEXQJDQ\DQJVLJQL¿NDQDQWDUDGXkungan suami dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan dengan p=0,000 (p<0,05). Seseorang dari sekelompok anggota keluarga yang bertanggungjawab atas kebutuhan sehari-hari atau orang yang ditunjuk sebagai kepala rumah tangga adalah kepala keluarga. Dukungan moril dari suami/ keluarga dapat memberikan perasaan aman dalam menjalani proses kehamilan dan persalinan. System pemungkin utama untuk memberikan perawatan langsung pada keadaan sehat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 responden yang merencanakan pertolongan persalinan yang tepat sebesar 25% dan 75% memilih rencana pertolongan persalinan yang tidak tepat. Faktor yang berhubungan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan di Kelurahan Margawati yaitu tingkat pendidikan ibu hamil dan penghasilan keluarga ibu hamil, sedangkan factor yang tidak berhubungan dengan rencana pemilihan pertolongan persalinan yaitu usia ibu hamil, tempat pemeriksaan kehamilan serta dukungan suami.
SARAN a.
b.
c.
Pelayanan Keperawatan Diharapkan perawat dapat menerapkan strategi pendekatan budaya dalam solusi pemecahan pemilihan pertolongan persalinan dimana 75% ibu hamil memilih rencana pertolongan persalinan tidak tepat (paraji) sebagai salah satu pilihan intervensi dalam melakukan asuhan keperawatan Pelayanan Tenaga Kesehatan Lain Diharapkan kepada tenaga pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas sesuai dengan standar pelayanan, semakin besar presentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan ini memungkinkan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Mengupayakan dalam menyediakan tenaga kesehatan yang professional dan berkualitas untuk pelayanan kesehatan pada ibu hamil serta optimalisasi berfungsinya desa siaga dalam merencanakan persalinan serta persiapan dalam menghadapi komplikasi sehingga ibu dan bayi lahir dengan sehat dan selamat.
15
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
6. REFERENSI Asriani. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemilihan Penolong Persalinan oleh Ibu Bersalin di wilayah Kerja Puskesnas Barombong Kelurahan Barombong. Jurnal Kesehatan: Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alaudin Makassar. Depkes Garut. 2013. 3UR¿O .HVHKDWDQ .DEX paten Garut Tahun 2013. Garut Depkes RI. 2008. Pedoman Praktis Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan Stiker. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dewi, Willa S. 2012. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan tentang Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) terhadap Pemilihan Penolong Persalinan oleh Ibu Hamil di Desa Karangsari Kecamatan Karangpawitan Kabuoaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Dinkes Jabar. 2013. 3UR¿O .HVHKDWDQ 3URSLQVL Jawa Barat Tahun 2013. Bandung: Dinkes Jabar. Hutapea, Ellyana. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja PuskesmasCibungbulang Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat tahun 2012. Universitas Indonesia: Jakarta. Puskesmas Pasundan. 2013. 3UR¿O 3XVNHVPDV Pasundan Tahun 2013. Garut: Puskesmas Pasundan. Puskesmas Pasundan. 2014. Lokakarya Mini Puskesmas Pasundan Tahun 2014. Disampaikan pada hari Rabu, 29 Oktober 2014. 6X¿DZDWL :DWL Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan di Puskesmas Cibadak Provinsi Banten tahun 2012. Universitas Indonesia: Jakarta.
-oo0oo-
16
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU KADER MENURUT IBU YANG MEMPUNYAI BALITA TERHADAP FREKUENSI PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU KECAMATAN TERAS BOYOLALI Estri Kusumawati1), Ernawati2), Dheny Rohmatika3) 1,2,3
Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK
Di dalam Renstra Kementrian Kesehatan 2010- 2014 dan Instruksi Presiden No 3 tahun 2010 telah ditetapkan bahwa tahun 2014 sekurangnya 80% anak ditimbang secara teratur di Posyandu. Pencapaian kegiatan pemantauan pertumbuhan pada tahun 2011 adalah 71,4% dan beberapa provinsi telah mencapai di atas 80%, sedangkan di sebagai propinsi masih dibawah 80%, di Jawa Tengah presentase kunjungan balita ke posyandu adalah 79,2%. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan sikap dan perilaku kader menurut ibu yang mempunyai balita terhadap frekuensi penimbangan balita ke Posyandu kecamatan Teras Boyolali. Jenis penelitian merupakan explanatory research. Pendekatan yang digunakan adalah Cross Sectional. Sampel yang digunakan adalah ibu yang mempunyai balita di Posyandu Kecamatan Teras Boyolali sejumlah 65 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (3,968) > X2 tabel (3,481), dengan (df=2-1=1) dan nilai sig.(0,049) $GDKXEXQJDQDQWDUDSHULODNXNDGHUGHQJDQIUHNXHQVLSHQLPEDQJDQEDOLWD+DVLODQDOLVLVFKL square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (6,764) > X2 tabel (3,481), dengan (df=2-1=1) dan nilai sig. $GDKXEXQJDQDQWDUDVLNDSNDGHUGDQSHULODNXNDGHUWHUKDGDSIUHNXHQVLSHQLPEDQJDQ balita. Hasil nilai Nagelkerke sebesar 0,167 yang berarti 16,7 persen variasi dari frekuensi penimbangan balita dapat dijelaskan oleh sikap dan perilaku kader, sedangkan sisanya sebesar 83,3% diterangkan oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini. Kata kunci : sikap, perilaku,kader, frekuensi, penimbangan balita ABSTRACT In the Ministry of Health Strategic Plan 2010- 2014 and Presidential Instruction No. 3 of 2010 has established that by 2014 at least 80% of children were weighed regularly in Health Care. Achievement of growth monitoring activities in 2011 was 71.4% and some provinces have achieved above 80%, whereas in a province is still below 80%, in Central Java, the percentage of visits to neighborhood health center infants was 79.2%. The aim of research to determine the relationship of attitudes and behavior of cadres according to mothers with toddlers on a child’s weight to neighborhood health center subdistrict Teras,Boyolali . This type of research is an explanatory research. The approach used is Cross Sectional. The samples used were mothers with infants in Health Care, Teras Boyolali District of the 65 respondents. The instrument used was a questionnaire previously tested the validity and reliability. The results of data analysis showed no relationship between attitude cadre with frequency child’s weight. The results of chi square analysis showed that the value of X2 count (3,968)> X2 tabel (3.481), with GI DQGVLJ 7KHUHLVDUHODWLRQVKLSEHWZHHQWKHIUHTXHQF\RIWKHEHKDYLRU of cadres with a child’s weight. The results of chi square analysis showed that the value of X2 count 17
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
!;WDEHO ZLWKGI DQGVLJ 7KHUHLVDUHODWLRQVKLSEHWZHHQ the attitude of cadres and cadres of the frequency behavior of a child’s weight. Results Nagelkerke value of 0.167, which means 16.7 percent of the variation of the frequency of a child’s weight can be explained by the attitude and behavior of cadres, while the remaining 83.3% is explained by other variables outside of the study variables. Keywords: attitude, behavior, candidat, frequency, weighing tod
1. PENDAHULUAN Salah satu sasaran Rencana Jangka Mengengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Sasaran Pembangunan Milenium (MDG 2005) adalah menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi di bawah 15% pada tahun 2014. Strategi untuk menurunkan prevalensi gizi kurang adalah meningkatkan kegiatan pencegahan melalui pemantauan pertumbuhan anak di posyandu. Posyandu adalah sebagai pusat kegiatan masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat, dengan dukungan teknik dari petugas kesehatan (bidan) dalam rangka pencapaian NKKB (Norma Keluarga Kecil Berkualitas). Salah satu peran utama posyandu adalah penimbangan balita setiap bulan. Pencapaian kegiatan pemantauan pertumbuhan pada tahun 2011 adalah 71,4% dan beberapa provinsi telah mencapai di atas 80%, sedangkan di sebagai propinsi masih dibawah 80%, di Jawa Tengah presentase kunjungan balita ke posyandu adalah 79,2%. Pada tahun 2005 di Jawa Tengah menunjukkan jumlah balita yang ada sebanyak 2.705.571 dari jumlah tersebut balita yang datang dan ditimbang di posyandu sebanyak 1.987.344 Akan tetapi, peningkatan jumlah ini tidak diiringi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Oleh karena itu dikeluarkan surat Gubernur Jawa Tengah Nomor 411.3/10 275 tanggal 10 Mei 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Revitalisasi Posyandu yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan kinerja posyandu. Kunci keberhasilan revitalisasi posyandu terletak pada kegiatan penimbangan dan pencatatan pertumbuhan berat badan anak di KMS serta peningkatan kemampuan kader posyandu. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia dilakukan oleh bidan yaitu dengan menyegarkan posyandu dan selanjutnya meng18
hidupkan rujukan pelayanan di tingkat polindes, dokter praktek, puskesmas dan rumah sakit dengan manajemen pelayanan bidan di posyandu yang baik, diharapkan pelayanan posyandu lebih meningkat. Bidan dapat dengan mudah melaksanakan peranan yang makin multi kompleks bersama pemimpin masyarakat yang ada disekitarnya (Haryono, 2000). Dalam kaitan ini banyak sekali media penyuluhan dikembangkan untuk menunjang layanan posyandu. Bidan disarankan paling tidak harus dapat menangkap aspirasi masyarakat. Akan tetapi, pada kenyataan masih banyak bidan yang belum melakukan prosedur pelaksanaan posyandu yang benar terutama pada tahap penyuluhan yang cenderung hanya terfokus pada permasalahan yang dialami oleh balita tanpa memberitahu ibu-ibu akan pentingnya kunjungan balita secara rutin. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan sikap kader dan perilaku menurut ibu yang mempunyai balita terhadap frekuensi penimbangan di posyandu kecamatan teras Boyolali. Tujuan penelitian untuk mengetahui engetahui hubungan sikap dan perilaku kader menurut ibu yang mempunyai balita terhadap frekuensi penimbangan balita ke posyandu kecamatan teras Boyolali. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ibu – ibu balita agar dapat memperhatikan kunjungan ke Posyandu.
2. PELAKSANAAN a.
b.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu kecamatan Teras Boyolali pada Juni 2014. Alat dan Bahan Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu balita yang menimbangkan balitanya di posyandu kecamatan teras boyolali. Penelitian ini terdiri dari 3 variabel yaitu variabel bebas dalam penelitian ini adalah
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
parilaku (X1) dan sikap kader (X2) menurut ibu yang menimbangkan balita dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah frekuensi penimbangan balita di posyandu kecamatan teras boyolali.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian explanatory research dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan data primer berupa hasil pengisian kuesioner tentang perilaku dan sikap kader yang mempunyai balita terhadap frekuensi penimbangan balita di posyandu kecamatan teras Boyolali.Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner tentang sikap dan perilaku kader. Uji instrument penelitian tentang sikap dan perilaku kader dilakukan pada 24-28 Mei 2014. Uji validitas dilakukan pada 25 responden r tabel (0,361). Kuesioner tentang sikap kader terdiri dari 30 item pernyataan dari hasil tabel uji validitas semua item valid. kemudian dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai “Cronbach’s alpha” (0,943), maka hal ini menunjukkan bahwa 30 item pernyataan tersebut reliabel untuk dijadikan instrument penelitian. Kuesioner tentang perilaku terdiri dari 12 item pernyataan yang semuanya valid. Kemudian item pernyataan tentang perilaku yang valid dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai “Cronbach’s alpha” (0,914), maka hal ini menunjukkan bahwa 12 item pernyataan tersebut reliabel untuk dijadikan instrument penelitian. Uji statistik dasar dilakukan pertama kali untuk menentukan deskriftif data selanjutnya tehnik analisis data 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data 1. Sikap kader Tabel 1. Distribusi Sikap Kader di Posyandu Kecamatan Teras Boyolali Tahun 2014 No. 1 2 3
Sikap Baik Cukup Kurang Jumlah
Jumlah 56 9 0 65
Persentase (%) 86,2 13,8 0 100
Data tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas sikap kader kategori baik sebanyak 56 ibu (86,2%), dan sikap kader kategori cukup sebanyak 9 ibu (13,8%). 2.
Perilaku Kader
Tabel 2. Distribusi Perilaku Kader di posyandu Kecamatan Teras Boyolali Tahun 2014 No. 1 2 3
Perilaku Baik Cukup Kurang Jumlah
Jumlah 47 15 3 65
Persentase (%) 72,3 23,1 4,6 100
Data tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas perilaku kader dalam kategori baik sebanyak 47 ibu (72,3%), perilaku kader dalam kategori cukup sebanyak 15 ibu (323,1%), dan perilaku kader dalam kategori kurang sebanyak 3 ibu (4,6%). 3.
Frekuensi Penimbangan
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penimbangan Balita di Posyandu Kecamatan Teras Boyolali Tahun 2014 No Frekuensi 1 Aktif 2 Tidak Aktif Jumlah
Jumlah 41 24 65
Persentase (%) 63,1 36,9 100
Data tabel 3 menunjukkan bahwa frekuensi penimbangan balita dalam kategori aktif sebanyak 41 (63,1%), dan frekuensi penimbangan balita dalam kategori tidak aktif sebanyak 24 anak (36,9%). 4.2 Pengujian Hipotesis 1. Analisis Chi Square Tabel 4. Hasil Uji Chi Square antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita di Desa Bangsalan Teras, Boyolali, Tahun 2014 Sikap Kader Baik Cukup Kurang Chi Square Sig.
Frekuensi Penimbangan Aktif Tidak Aktif 38 18 3 6 0 0 3,968 0,049
Total 56 9 0
Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (3,968) > X2 tabel (3,481), 19
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
GHQJDQGI GDQQLODLVLJ Maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita. Tabel 5 Hasil Uji Chi Square antara perilaku kader dengan frekuensi penimbangan balita di Desa Bangsalan Teras, Boyolali, Tahun 2014 Perilaku Kader Baik Cukup Kurang Chi Square Sig.
Frekuensi Penimbangan Aktif Tidak Aktif 33 14 8 7 0 3 6,764 0,034
Total 47 15 3
Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (6,764) > X2 tabel (3,481), GHQJDQGI GDQQLODLVLJ Maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan antara perilaku kader dengan frekuensi penimbangan balita. 4.3 Hubungan sikap kader terhadap frekuensi penimbangan balita Peran kader pada hari buka posyandu sangat besar karena lancar tidaknya kegiatan posyandu ditentukan oleh sejauh mana kemampuan dan peran serta kader untuk melaksanakan fungsinya serta membangun kerjasama yang baik sesama kader, maupun terhadap pembina dan kelompok sasaran posyandu yaitu bayi, balita, ibu hamil dan pasangan usia subur. Data tabel 1. menunjukkan bahwa mayoritas sikap kader kategori baik sebanyak 56 ibu (86,2%), dan sikap kader kategori cukup sebanyak 9 ibu (13,8%). Hal ini dikarenakan besarnya kesadaran kader terhadap kesehatan balitanya, penimbangan balita secara aktif dapat menjadi evaluasi bagi ibu tentang kondisi kesehatan balitanya. Hasil tabulasi silang antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita menunjukkan bahwa mayoritas sikap kader kategori baik, sebanyak 38 ibu aktif dalam penimbangan balita. Sedangkan 18 lainnya tidak aktif dalam penimbangan balita. Hal ini dikarenakan pembentukan sikap dilator belakangi oleh pendidikan, pengalaman masa lalu, dan lainnya. Tingkat pendidikan dapat memberikan pengaruh terhadap pemahaman tentang sebuah pengalaman dan 20
rangsang yang diberikan melalui belajar dan media lainnya dimana semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat keterampilan dalam hubungan interpersonal serta semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, maka besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (3,968) > X2 tabel (3,481), GHQJDQGI GDQQLODLVLJ Maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita. Hasil tersebut sesuai dengan teori Notoatmodjo, (2007) bahwa sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulant atau objek. Setiap tindakan selalu diawali oleh proses yang cukup kompleks. Sebagai titik awal penerimaan suatu stimulus, sementara dalam individu terjadi GLQDPLND EHUEDJDL SVLNR¿VLN VHSHUWL NHEXWXKDQ perasaan, perhatian, dan pengambilan keputusan. Hasil analisa penelitian ini antara sikap kader dan frekuensi penimbangan memiliki hubungan \DQJVLJQL¿NDQ+DOLQLGLNDUHQDNDQVLNDSDGDODK bagian dari tindakan, sehingga ketika seseorang memiliki sikap yang baik dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, maka tindakan seseorang tersebut cenderung akan positif. 4.4 Hubungan perilaku kader terhadap frekuensi penimbangan balita Kader Posyandu tidaklah bekerja dalam suatu ruangan yang tertutup, namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan, karena itulah mereka harus dibina, dituntun serta didukung oleh para pembimbing yang lebih terampil dan berpengalaman. Hal ini bertujuan agar kader posyandu dapat melakukan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu perilaku kader harus mencerminkan tujuan dari pelayanan. Ketika kader memberi contoh perilaku yang baik, maka masyarakat seyogyanya akan mengikuti perilaku kader posyandu tersebut. Data tabel 2. menunjukkan bahwa mayoritas perilaku kader dalam kategori baik sebanyak 47 ibu (72,3%), perilaku kader dalam kategori cukup sebanyak 15 ibu (23,1%), dan perilaku kader
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
dalam kategori kurang sebanyak 3 ibu (4,6%). Perilaku kader dilatarbelakangi beberapa faktor, diantaranya pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan ibu, semakin sering hadir ke posyandu untuk menimbang dan memantau pertumbuhan balitanya. Perubahan perilaku ini dimulai dengan adanya pengetahuan atau pengalaman belajar yang didapat kemudian timbul terhadap objek yang dikenalkan, selanjutnya terbentuklah sikap yang merupakan dorongan yang terjadinya perubahan perilaku. Disamping itu ibu-ibu yang tidak mau membaca informasi ada beberapa sumber informasi tentang posyandu mempunyai kecenderungan tidak menimbang dan memantau pertumbuhan balitanya ke posyandu. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (6,764) > X2 tabel (3,481), GHQJDQGI GDQQLODLVLJ Maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga ada hubungan antara perilaku kader dengan frekuensi penimbangan balita. Hal ini sesuai dengan (Departemen Kesehatan RI, 2002) bahwa pengembangan Posyandu, petugas kesehatan atau pihak puskesmas diharapkan merupakan pendamping yang akan memotivasi masyarakat untuk pelaksana kegiatan posyandu. Oleh hal ini maka kader sudah seharusnya memberi role mode bagi masyarakat, dalam hal ini adalah berperilaku baik sesuai dengan tugas mereka di posyandu yang mendukung frekuensi penimbangan balita khususnya di Desa Bangsalan Teras, Boyolali. 4.5 Hubungan sikap kader dan perilaku kader terhadap frekuensi penimbangan balita Permasalahan gizi di Indonesia merupakan masalah yang cukup berat dan komplit, pada hakekatnya disebabkan keadaan ekonomi yang kurang dan kurangnya pengetahuan tentang nilai gizi dari makanan yang ada. Upaya peningkatan status gizi pada balita di posyandu dilaksanakan oleh kader posyandu di lingkungan tersebut dengan dibantu pihak puskesmas setempat. Kader posyandu merupakan kelompok yang paling sering berinteraksi dengan masyarakat sehingga mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan sarana yang efektif dalam mengkomunikasikan pesan-pesan yang berhubungan dengan masalah kesehatan baik di posyandu maupun di lingkung-
an sekitarnya, untuk itu diperlukan sikap dan perilaku yang mendukung. Hasil nilai Nagelkerke sebesar 0,167 yang berarti 16,7 persen variasi dari frekuensi penimbangan balita dapat dijelaskan oleh sikap dan perilaku kader, sedangkan sisanya sebesar 83,3% diterangkan oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini. Hasil analisis tersebut menyimpulkan bahwa tindakan ibu dalam melakukan penimbangan secara aktif dipengaruhi oleh sikap dan perilaku kader dalam memberikan pelayanan posyandu. Semakin baik sikap dan perilaku kader, maka akan mendorong ibu balita dalam melakukan penimbangan secara aktif. Meskipun tidak VHFDUDVLJQL¿NDQSHQJDUXKQ\DQDPXQSHOD\DQDQ yang baik dari kader mampu meningkatkan semangat dan antusias masyarakat untuk mengetahui kondisi balitanya melalui penimbangan yang sesuai jadwal. Hasil analisa regresi logistik diperoleh nilai NRH¿VLHQVLNDSNDGHUVHEHVDUPHQDQGDNDQ bahwa sikap kader mempunyai hubungan posiWLI QDPXQ WLGDN VLJQL¿NDQ WHUKDGDS IUHNXHQVL penimbangan balita, karena nilai sig.(0,106) > .RH¿VLHQ SHULODNX NDGHU VHEHVDU menandakan bahwa perilaku kader mempunyai pengaruh positif terhadap frekuensi penimbangan balita. Dari sini dapat dikatakan bahwa semakin baik perilaku kader maka akan berdampak pada frekuensi penimbangan yang aktif. Hasil odd ratio menunjukkan bahwa, sikap kader memiliki peluang 4,6 kali lipat meningkatkan tindakan ibu dalam melakukan penimbangan balita secara aktif. Sedangkan sikap kader memiliki peluang 1,6 kali lipat meningkatkan tindakan ibu dalam melakukan penimbangan balita secara aktif.
5. KESIMPULAN a.
b.
Ada hubungan antara sikap kader dengan frekuensi penimbangan balita. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (3,968) > X2 tabel (3,481), dengan GI GDQQLODLVLJ Ada hubungan antara perilaku kader dengan frekuensi penimbangan balita. Hasil analisis chi square menunjukkan bahwa nilai X2 hitung (6,764) > X2 tabel (3,481), dengan GI GDQQLODLVLJ 21
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
c.
Ada hubungan antara sikap kader dan perilaku kader terhadap frekuensi penimbangan balita. Hasil nilai Nagelkerke sebesar 0,167 yang berarti 16,7 persen variasi dari frekuensi penimbangan balita dapat dijelaskan oleh sikap dan perilaku kader, sedangkan sisanya sebesar 83,3% diterangkan oleh variabel lain di luar variabel penelitian ini.
SARAN a.
b.
c.
Bagi responden Hasil penelitian ini dapat memberi informasi dan menambah pengetahuan, khususnya ibuibu balita untuk melakukan penimbangan sesuai yang telah dijadwalkan. Bagi Kader Posyandu Hasil penelitian ini dapat memberikan pendidikan kesehatan yang optimal pada masyarakat serta meningkatkan partisipasi ibu untuk berkunjung ke posyandu. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan dan memotivasi peneliti lain dalam meneliti tentang frekuensi penimbangan balita dengan faktor lain yang berbeda diluar penelitian ini.
6. REFERENSI Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta. Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Budioro. 2006. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang: FKM Undip Depkes R.I. 2005. Keadaan Gizi. From http:// www.google.co.id/search?html =jumlah+fre kuensi+penimbangan+balita+di+posyandu+ DINKES+Semarang&btnG=Telusuri+deng an+dengan+Google&Meta. Dinas PMKB. 2006. Pedoman Pelaksanaan sanaan Revitalisasi Posyandu. Jawa Tengah 'LQNHV -DWHQJ 3UR¿O .HVHKDWDQ 3URYLQVL Jawa Tengah tahun 2005. Semarang : Dinkes Budiarto, E. 2001. Biostatistik Kesehatan. Jakarta : EGC Ghozali, I. (2004). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit – UNDIP. Green, L. 1991. Health Promotion Planning and Educational Enviromental Approach. SeFRQG(GLWLRQ0\¿HOG3XEOLVKLQJ&RPSDQ\ USA. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta. Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
-oo0oo-
22
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG HIV/AIDS DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI PMTCT (PREVENTION-MOTHER-TO-CHILD-TRANSMISSION) DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Mei Lina Fitri Kumalasari 1), Oktavianus 2) 1
Prodi D-III Kebidanan, STIkes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 2 Prodi D-III Kebidanan, STIkes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK Pandemi HIV / AIDS selalu meningkat setiap tahunnya. Transmisi ibu ke anak merupakan salah satu risiko tinggi HIV / AIDS. Salah satu program pemerintah dalam mengatasi kasus seperti ini layanan PMTCT, tapi motivasi ibu hamil untuk PMTCT ikuti masih terhambat oleh beberapa hal, seperti pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang HIV / AIDS dengan motivasi ibu untuk mengikuti PMTCT di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. Jenis penelitian merupakan observasional analitik kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah ibu hamil di Rumah Sakit Dr. Moewardi. Sampel terdiri dari 22 ibu hamil diambil dengan menggunakan accidental sampling. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linier sederhana dengan menggunakan SPSS versi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan \DQJVLJQL¿NDQDQWDUDSHQJHWDKXDQWHQWDQJ+,9$,'6GHQJDQPHQJLNXWLPRWLYDVL307&7GLUXPDK sakit Dr.Moewardi Surakarta (p = 0,01). Ada hubungan positif antara pengetahuan ibu tentang HIV / AIDS dan motivasi untuk mengikuti PMTCT di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta Kata kunci: pengetahuan, motivasi, HIV, AIDS, PMTCT ABSTRACT HIV/AIDS pandemic always increases over years.Mother to child transmission is one of the high risk of HIV / AIDS. One of the government programs in coping with such the case is PMTCT services, but the motivation of pregnant women for PMTCT follow still hampered by several things, such as knowledge. This study aims to analyze the relationship between knowledge about HIV / AIDS with maternal motivation to follow PMTCT in Dr.Moewardi Surakarta hospital. This study is a quantitative analytic observational with cross sectional approach. The study population was pregnant women in Dr.Moewardi Hospital. The sample consisted of 22 pregnant women were taken using accidental sampling. The data was analyzed using simple linear regression using SPSS YHUVLRQ7KHUHVXOWVVKRZHGWKDWWKHUHZDVDVLJQL¿FDQWUHODWLRQVKLSEHWZHHQNQRZOHGJHRI+,9 AIDS with the following motivation PMTCT in hospitals Dr.Moewardi Surakarta (p = 0.01). There is a positive relationship between maternal knowledge about HIV / AIDS and motivation to follow PMTCT Dr.Moewardi Surakarta Hospital Keywords: knowledge, motivation, HIV, AIDS, PMTCT
23
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
1. PENDAHULUAN HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan perhatian khusus dunia kesehatan. Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan HIV/AIDS. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini, namun pandemi HIV/AIDS dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan secara global (Bappenas, 2004). Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Tahun 2005 ditemukan kasus HIV sebanyak 859 kasus dan kasus AIDS sebanyak 2.639 kasus, namun laporan triwulan kedua pada tahun 2013 angka kejadian HIV meningkat menjadi 10.210 kasus dan AIDS sebanyak 780 kasus (Depkes RI, 2013). Angka kejadian HIV/AIDS di Jawa Tengah pada tahun 2005 ditemukan sebanyak 47 kasus HIV, sedangkan dari bulan Januari sampai Juni 2013 ditemukan sebanyak 765 kasus HIV dan 175 kasus AIDS. Jawa Tengah pada Januari sampai Juni 2013 menempati posisi penderita HIV terbanyak nomor 6 dan AIDS peringkat 1 di Indonesia (Depkes RI, 2013). Faktor resiko AIDS banyak terjadi pada penasun, heteroseksual, homoseksual, biseksual, donor darah dan produk darah lainnya serta dari ibu ke anak. Pada bulan Januari sampai dengan Juni 2013 ditemukan 36 kasus AIDS yang ditularkan dari ibu ke anak. Departemen Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun. Ini akan terjadi jika tidak ada intervensi. Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24-25%. Namun, resiko ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi (Depkes RI, 2008). Program pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi dapat melalui layanan PMTCT
24
(Prevention-Mother-To-Child-Transmission). Kegiatan dari program tersebut antara lain konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, persalinan yang aman, dan pemberian makanan bayi (KPA, 2010). Sedangkan fasilitas pelayanan tersebut di Surakarta terdapat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RS Dr. Oen Surakarta dan Puskesmas Manahan, Puskesmas Sangkrah, Puskesmas Stabelan dan BBKPM Surakarta (Depkes RI, 2013). Pemanfaatan PMTCT akan berjalan dengan baik apabila pemerintah dan tenaga kesehatan dapat mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dalam motivasi ibu hamil mengikuti PMTCT. Apabila PMTCT dapat berjalan dengan baik, maka HIV/AIDS akan lebih dapat dikurangi. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang HIV. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kejadian HIV/AIDS pada penularan dari ibu hamil ke bayinya melalui peningkatan program PMTCT.
2. PELAKSANAAN a.
b.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Poliklinik Kebidanan Dan penyakit Kandungan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan. Alat dan Bahan Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memerikdsakan kehamilan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan accidental sampling. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 22 ibu hamil.
3. METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas pada penelitian ini adalah pengetahuan ibu hamil tentang HIV/AIDS, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah motivasi mengikuti PMTCT. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus product moment dengan bantuan program komputer SPSS for Windows. Kuesioner
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
tentang pengetahuan tentang HIV/AIDS terdiri dari 35 item pernyataan dan dari hasil uji validitas menunjukkan 28 pernyataan yang valid. Kuesioner tentang motivasi mengikuti PMTCT menunjukkan terdapat 17 pernyataan yang valid. Uji reliabilitas instrumen ini peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS for Windows. Pernyataan kuesioner tentang pengetahuan yang valid dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai “Cronbach’s alpha” (0,939), kuesioner motivasi mengikuti PMTCT mempunyai nilai “Cronbach’s alpha” (0,940) maka hal ini menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel untuk dijadikan instrument penelitian. Analisis data yang digunakan adalah Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan variabel penelitian secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian. Analisis menggunakan uji statistik regresi linier sederhana.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Tabel 1 Karakteristik Responden No. 1.
2.
Variabel Pengetahuan 13-17,67 17,68-22,35 22,36-27
Keterangan
%
Rendah Cukup Tinggi
13(59,09) 3 (13,64%) 6( 27,27%)
Motivasi 26-37,67 37,68-49,35 49,36-61
Rendah Cukup Tinggi
5 (22,73%) 10(45,45) 7 (31,82%)
Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan dalam kategori rendah (59,09%) dengan rata-rata 18,5 dalam kategori cukup. Sebagian besar responden (45,45%) mempunyai motivasi dalam karegori cukup dengan rata-rata sebesar 45,90 dalam kategori cukup. Sebelum melakukan uji regresi linier sederhana harus memenuhi uji normalitas dan multikolinieritas.
Tabel 2 Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana Motivasi Mengikuti PMTCT Pengetahuan
Adjusted R Square
Sig
CI
0.277
0.01
11.495-40.260
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengetahuan VLJQL¿NDQ VHFDUD VWDWLVWLN DGD KXEXQJDQ GHQJDQ motivasi mengikuti PMTCT dengan nilai sigQL¿NDVL$GMXVWHG56TXDUHVHKLQJJD dalam penelitian ini variabel pengetahuan dapat menjelaskan variabel motivasi sebesar 27,70%, sedangkan sisanya 72,30% dijelaskan ooleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 4.2 Hubungan antara Pengetahuan tentang HIV/AIDS Dengan Motivasi Mengikuti PMTCT Menurut Alan dalam Khairurrahman (2009), pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh faktor dari konsumen yang berupa pengetahuan. Tahapan pengetahuan, me25
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
nurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007), adalah tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. PSK mendapatkan sosialisasi tentang pelayanan VCT akan mengetahui tentang VCT dan HIV/AIDS, setelah itu akan memahami dan dapat mengaplikasikannya dalam bentuk memanfaatakan pelayanan VCT. Menurut Notoatmodjo (2007), apabila seseorang akan mengerjakan sesuatu atau berperilaku maka selalu ada dorongan yang mempengaruhinya dalam berperilaku tersebut. Dorongan ini disebut dengan motivasi, sehingga pengetahuan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS memiliki KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ GHQJDQ PRWLYDVL mengikuti PMTCT di RSUD Dr.Moewardi Surakarta (p=0,01). Semakin tinggi motivasi ibu hamil maka motivasi mengikuti PMTCT juga tinggi. Ha ditolak dan Ho diterima
____2008. Handout Presentasi Fasilitasi Untuk Topik HIV dan AIDS. Jakarta: Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi BKKBN Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2004. Laporan MDG’s Indonesia. http:// www.bappenas.go.id/ node/44/942/laporan millennium development-goals-mdg-indonesia. Diakses 16 Januari 2013 Center for Disease Control. 2011. Basic Information About HIV and AIDS.http://www.cdc. gov/hiv/topics/basic/#origin. Diakses 16 Januari 2013 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (Prevention of Mother to Child HIV Transmission).http://DLGVLQDRUJ¿OHV pubSXE likasi/modulpmtct.pdf. Diakses 12 Desember 2013 ____2008. Perkembangan AIDS di Indonesia. http://depkes.go.id/index.php/component/ content/article/43newsslider/2186-perkem5. KESIMPULAN bangan-hiv-aids-di-indonesiahtml . Diakses $GD KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ VHFDUD VWD18 Juli 2012 tistik antara pengetahuan tentang HIV/AIDS de____2013.Perkembangan HIV/AIDS Triwulan II ngan motivasi mengikuti PMTCT Tahun 2013. http://www.spiritia.or.id/Stats/ StatCurr.pdf. Diakses 12 Desember 2013 SARAN Irmayati.2007.Pengetahuan.http://id/wikipedia. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki org/wiki/pengetahuan. Diakses 30 Agustus program-program pelayanan PMTCT untuk 2012 penanganan HIV/AIDS pada ibu hamil dengan Khairurrahman. 2009. Pengaruh Faktor Predislebih melakukan pendekatan kepada ibu hamil. posisi, Dukungan Keluarga dan Level PeIbu hamil sebaiknya mengikuti screening HIV/ nyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap AIDS agar dapat mengurangi resiko penularan Pemanfaatan VCT di Kota Medan. Tesis S2 kepada bayinya. Diharapkan hasil penelitian ini USU (Unpublished). dapat digunakan sebagai bahan acuan peneliti Komisi Penanggulangan AIDS. 2010. Strategi lainnya mengenai hubungan antara pengetahuan dan Rencana Aksi Nasional Penanggulanibu hamil tentang HIV/AIDS dengan motivasi gan HIV/AIDS Tahun 2010-2014. Jakarta: mengikuti PMTCT melalui penelitian di tempat KPAN yang berbeda untuk mengetahui seberapa besar akurasi hubungan antar variabel dan menambah2013.Pencatatan dan Pelaporan KPA. http://mokan variabel lainnya agar didapatkan hasil penenev.kpan. or.id/rpt/ rkiku_r_th_dtl.php?prov litian yang lebih baik. =33&kab=3372&thn=2012&tampildata=ta mpil. Diakses 17 Februari 2013 6. REFERENSI Notoatmodjo S.2007. Promosi Kesehatan dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana NasioIlmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta nal. 2006. Serba Serbi HIV/AIDS. Jakarta: Sardiman. 2007. Interaksi & Motivasi Belajar BKKBN Mengajar. -DNDUWD5DMD*UD¿QGR3HUVDGD -oo0oo26
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
PENGARUH KONSELING GIZI DAN PEMBERIAN TABLET ZAT BESI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II Hutari Puji Astuti 1), Wijayanti 2) 1,2
Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK Saat ini, kasus anemia gizi pada ibu hamil masih saja menjadi penyebab utama anemia di dunia, baik GLQHJDUDPDMXPDXSXQGL1HJDUDEHUNHPEDQJ$QHPLDGH¿VLHQVLEHVLGL1HJDUDEHUNHPEDQJVHNLWDU 80%. Di Indonesia, berdasarkan Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 ditemukan sekitar 40,1%ibu hamil menderita anemia, tahun 2003 menjadi 50,9%. Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005,menemukan bahwa dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu jutalainnya mengalami kekurangan energi kronis. Hasil penelitian 6 terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet zat besi lebih efektif meningkatkan kadar hemoglobin ibu hamil, tetapi untuk lebih mengoptimalkan peningkatan kadar hemoglobin tersebut maka pemberian tablet zat besi perlu pula disertai dengan konseling gizi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Surakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (Quasi experiment) dengan desain non randomized control group pretest posttest. Subjek pada penelitian sebanyak 30 orang, pengambilan sampel secara purposive sampling . Hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu dengan memberikan konseling setiap satu bulan sekali selama 3 bulan dan pemberian tablet Fe 200 mg, asam folat 0,25 mg serta vitamin C 50 mg sejumlah 10 tablet yang diberikan bersamaan saat konseling menunjukkan adanya kenaikan Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester II tersebut. Kata Kunci: konseling, gizi ibu hamil, anemia ABSTRACT Currently, cases of anemia among pregnant women is still a major cause of anemia in the world, both in GHYHORSHGFRXQWULHVDQGLQGHYHORSLQJFRXQWULHV,URQGH¿FLHQF\DQHPLDLQGHYHORSLQJFRXQWULHVDERXW 80%. In Indonesia, according to the National Health Survey in 2001 found about 40.1% of pregnant women suffer from anemia, in 2003 to 50.9%. Laporanv Ministry of Health-UNICEF survey in 2005, found that of the approximately 4 million pregnant women, half of whom suffered anemia and one MXWDODLQQ\DFKURQLFHQHUJ\GH¿FLHQF\/DVWUHVHDUFKUHVXOWVSURYHWKDWWKHSURYLVLRQRILURQWDEOHWV more effectively increase hemoglobin levels of pregnant women, but to further optimize the increase in hemoglobin levels, the provision of iron tablets should also be accompanied by nutritional counseling. The study was conducted at the Village Kadipiro Banjarsari District of Surakarta. This study is a quasiexperimental research (Quasi-experiment) with the design of non-randomized control group pretest posttest. Subjects in the study of 30 people, sampling purposive sampling. The results of the research that has been done, by providing counseling once a month for 3 months and administration of 200 mg Fe tablets, 0.25 mg of folic acid and vitamin C 50 mg tablets given number 10 at the same time of counseling showed an increase in hemoglobin in Pregnant Women the second trimester. Keywords: counseling, nutrition of pregnant women, anemia 27
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
1. PENDAHULUAN Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) \DQJ EHUNXDOLWDV \DQJ PHPLOLNL NRQGLVL ¿VLN mental,dan sosial yang prima serta penguasaan terhadap Ilmu dan Teknologi (Iptek) merupakan indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Sebaliknya, tingginya status gizi kurang dan buruk di suatu negara mencerminkan rendahnya pembangunan sumber daya manusia di negara tersebut yang pada akhirnya akan memberikan dampak pada ketidakmampuan untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan itu sendiri. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus dimulai sejak janin dalam kandungan melalui perbaikan asupan gizi ibu. Asupan gizi ibu selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Ibu yang memiliki asupan gizi yang kurang pada masa hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang tidak sehat, tidak cukup bulan dan terlahir dengan berat badan rendah (Setyawan,1997). Kekurangan zat besi juga mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb) dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentukannya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat di butuhkan untuk metabolisme sel, hal ini dapat menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah, keguguran dan juga menyebabkan anemia pada bayinya.(Ridwanamiddin,2007). Untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi selama hamil, ibu harus mengkonsumsi zat besi sekitar 45-40 mg sehari. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, kunign elur, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, tempe, roti, dan sereal. Tetapi jiak dokter menemukan ibu hamil yang menunjukkan gejala anemia biasanya akan memberikan suplemen zat besi berupa tablet besi, biasanya dikonsumsi satu kali dalam sehari. Suplemen tablet besi juga
2. PELAKSANAAN Lokasi Penelitian dilakukan di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Surakarta wilayah kerja Puskesmas Gambirsari. Waktu Penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai persiapan bulan Maret sampai September 2014,
28
sedangkan pengambilan data pada bulan Juni – Agustus 2014.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (Quasi experiment) dengan desain non randomized control group pretest posttest. Semua responden diberikan perlakuan dan diamati selama 3 bulan. Subjek pada penelitian ini sebanyak 30 orang, pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria Ibu hamil Trimester II (13 –24 minggu) kehamilan, paritas < 2, tinggi badan >145, LILA > 21 cm, Kadar Hb > 8 g/dl, tidak mengalami perdarahan kronis, dan memiliki kemauan untuk mengikuti prosedur sampai selesai. Ibu hamil menerima konseling sebulan sekali bersama dengan suplemen tablet zat besi satu kali setiap hari diberikan sejumlah 10 tablet. Konseling dilakukan di rumah setiap ibu hamil yang kadang dihadiri oleh keluarga terdekat. Konseling diberikan oleh peneliti yang memberikan petunjuk terkait bagaimana mengkonsumsi makanan yang bergizi yang berasal dari makanan yang dapat diperoleh dengan mudah di sekitarnya. Suplemen tablet zat besi adalah suplemen yang dibuat khusus yang terdiri dari zat besi dan folat yang selama ini digunakan dalam program namun ditambahkan dengan 50 mg vitamin C. Penelitian sebelumnya telah menggunakan suplemen yang sama memperlihatkan bahwa pemberian 2 kapsul per pekan telah dapat memberikan peningkatan hemoglobin secara bermakna. Setiap ibu hamil memperoleh 8 kapsul setiap bulan dan ibu dianjurkan mengkonsumsi 2 kali setiap pekan. Seorang petugas lapangan akan mengontrol jumlah kapsul yang dikonsumsi setiap 2 pekan. Analisis data untuk melihat perbedaan data awal dengan data akhir menggunakan Uji Paired test dan Uji t independent untuk melihat perbedaan besar peningkatan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi, yang meliputi kadar Hb dan pertambahan berat badan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 bertempat di Wilayah kelurahan Kadipiro
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Kecamatan Banjarsari Surakarta dengan sampel Ibu Hamil Trimester II sebanyak 30 orang. Dari penelitian yang telah dilakukan selama tiga kali pengambilan dan pemeriksaan sampel darah untuk mengetahui kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil Trimester II yaitu satu kali pengambilan darah sebelum intervensi bila sebelumnya belum pernah dilakukan pengecekan hemoglobin (pre test) dan dua kali untuk penelitian (post test). Selain pengambilan dan pemeriksaan darah juga dilakukan konseling secara individu . Pada tahap awal responden diberikan Kuesioner untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan responden tentang gizi ibu hamil dan diberikan kuesioner setelah dilakukan intervensi selama tiga kali konseling untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dari pemberian konseling tersebut.Setelah pengambilan sampel darah dan pemeriksaan kadar hemoglobin kemudian mengolah data dan menganalisa untuk mengkaji apakah ada pengaruh antara pemberian Konseling gizi dan pemberian tablet zat besi terhadap peningkatan kadar hemoglobin pada ibu hamil Trimester II di Kelurahan Kadipiro Kecamatan Banjarsari Surakarta. Dari penelitian yang telah dilakukan selama dua kali intervensi menunjukkan kenaikan hemoglobin rata-rata > 0,5 gr %. Kenaikan kadar hemoglobin kemungkinan dipengaruhi oleh asupan gizi, umur maupun paritas. Apabila asupan gizi ibu hamil kurang maka kadar hemoglobin akan kurang dari normal yaitu < 11 gr% serta kenaikan nya juga sedikit meskipun diberikan tablet zat besi dan konseling gizi.
5. KESIMPULAN Pada penelitian yang berjudul “Pengaruh pemberian konseling gizi dan pemberian tablet zat besi terhadap kenaikan kadar hemoglobin pada ibu hamil trimester II” masih perlu sampel darah yang ketiga untuk mengetahui kenaikan kadar hemoglobin setelah dilakukan intervensi selama dua kali, yaitu konseling gizi dan pemberian kadar hemoglobin. Dari dua kali intervensi sudah terlihat adanya kenaikan kadar hemoglobin yaitu > 0.5
6. REFERENSI Chairunnisa. Analisis Faktor Resiko Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin: 2008. Kafatos AG, Vlachonikolis IG, Codrington CA.Nutrition during Pregnancy: The Effects of AnEducational Intervention Program in Greece.The American Journal Clinical of Nutrition, Nop. 1989: 50 (5):970-9. Tersedia di:http://digilib. litbang.depkes.go.id. Diakses pada, 26 Mei 2004. M Thame, dkk. Relationship between Maternal Nutritional Status and Infant’s Weight and Body Proportions at Birth.European Journal of Clinical Nutrition 1997: volume 51. Musnamar, T. 2008. Teknik Konseling. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. P Lagiou dkk.Diet during Pregnancy in Relation to Maternal Weight Gain and Birth Size.European Journal of Clinical Nutrition 2004: volume 58 Rahyani. 2001. Hambatan- Hambatan yang Dialami Bidan Dalam Melakukan Konseling Pada Klien Dalam Pelayanan Kebidanan di Puskesmas Kota Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, Skripsi (Tidak Dipublikasikan) Samhadi, Malnutrisi, Keteledoran Sebuah Bangsa. Tersedia di: www.kompas. com. Diakses SDGD6HSWHPEHU6DDW6WXG\(¿NDVL Suplementasi Zat Besi, Vitamin A, dan Vitamin C Dua Kali Seminggu terhadap Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Kabupaten Pinrang (Tesis). Makassar:Universitas Hasanuddin: 2008. Setyawan, Pengaruh Anemia Ibu Hamil Trimester III terhadap Kejadian BBLR, Prematuritas dan IURG. Jurnal Epidemiologi Indonesia 1997: 1(3). United Nation. Administrative Committee on Coordination-Committee on Nutrition Global Nutrition Challenges:A Life-Cycle Approach Geneva ACC/SNN 2000: chapter 2: 3-18. Yulifah, R. 2009. Komunikasi dan Konseling Dalam Kebidanan
-oo0oo29
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER III MENUJU PROSES MENYUSUI Rahajeng Putriningrum1), Annisaul Khoiriyah2), Tresia Umarianti3) 1, 2,3
Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta 1
[email protected]
ABSTRAK Proses menyusui merupakan aktivitas yang sangat penting bagi seorang ibu, karena dengan lancarnya produksi ASI seorang wanita dapat memberikan kontribusi bagi negara. Cikal bakal suatu negara adalah bayi yang sehat dan tumbuh berkembang dengan sempurna. Untuk mencapai optimalisasi kesehatan bayi kunci utamanya adalah kesuksesan seorang ibu dalam memberikan ASI ekslusive, sedangkan kesuksesan ASI ekslusif diawali dengan kesuksesan dalam proses menyusui. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pada Ibu Hamil Trimester III menuju proses menyusui. Metode penelitian menggunakan deskripsi observasi. Hasil yang dicapai pada penelitian ini secara univariat yaitu pada variabel pengetahuan didapatkan bahwa pengetahuan ibu hamil trimester III tentang menyusui berkategori baik terdapat 56% dan yang berpengetahuan kurang terdapat 44%. Kata kunci: tingkat pengetahuan, ibu hamil, trimester III, proses menyusui ABSTRACT Breastfeeding is a very important activity for the mother, because of the smoothness of a woman’s breast milk production can contribute to the country. Forerunner of a country is a healthy baby and grow perfectly. To achieve the optimization of the baby’s health is the main key to the success of a mother in exclusive breastfeeding, while success of exclusive breastfeeding begins with success in breastfeeding. The study aims to determine the level of knowledge in Pregnancy Trimester III towards breastfeeding. The research method uses observation description. The results achieved in this study is the variable univariate knowledge gained that knowledge of third trimester pregnant women about breastfeeding either category are 56% and 44% are less knowledgeable. Key words: level of knowledge, pregnant women, the third trimester, breastfeeding
1. PENDAHULUAN Pemerintah khususnya Departemen Kesehatan Republik Indonesia mentargetkan 80 % pelaksanaan ASI ekslusif. Pada kenyataan cakupan tersebut belum bisa tercapai. Hal ini disebabkan kendala dalam pelaksanaan ASI eksklusif antara lain sosialisasi masyarakat akan pentingnya ASI eksklusif pada bayi, ketrampilan tenaga
30
kesehatan sebagai konselor ASI eksklusif masih kurang. Usaha pemerintah dalam menggalakkan ASI eksklusif ditunjukkan lewat peraturan pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif. Hal ini sebagai penegasan kewajiban ibu menyusui anaknya selama 6 bulan penuh tanpa makanan tambahan dan air putih serta meneruskan menyusui sampai anak berusia minimal 2 tahun (Yekti, 2011). Maka dari itu
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan asi ekslusif tidak lepas dari motivasi atau komitmen dari seorang ibu untuk menyusui anaknya. Inti dari keberhasilan tersebut antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat mencari solusi untuk dapat meningkatkan motivasi atau komitmen ibu agar bersedia menyusui anaknya sampai 2 tahun. Tentunya untuk menyadarkan para ibu pastinya tingkat pengetahuan ibu harus memadai tentang manfaat ASI ekslusif pada saat antenatal care, bukan saat setelah persalinan. Hal ini diharapkan pada saat ibu menerima bayinya saat persalinan, ibu sudah dapat melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini dan dilanjutkan untuk menyusui sampai 6 bulan. Begitu pula untuk membangkitkan motivasi seorang ibu untuk menyusui, pada kenyataannya tidak hanya penyuluhan dan sosialisasi saja. Berkembangnya teknologi yang semakin pesat, dewasa ini muncul metode yang disinyalir mampu membangkitkan motivasi dari alam bawah sadar. Metode tersebut sering disebut hipnotherapi, tehnik ini sangat unik dan simpel. Hipnotherapi merupakan cara untuk membuka gerbang pikiran seseorang dengan memberikan suggesti pada pasien. Tindakan ini dilakukan untuk penanganan pecandu rokok, kurang konsentrasi pada suatu hal, depresi dan masih banyak lagi. Dengan membuka gerbang pikiran alam bawah sadar seseorang terkhusus ibu hamil dapat disertai dalam pemberian suggesti tersebut disisipi suggesti pentingnya menyusui bagi anak. Menurut data di Sukoharjo cakupan ibu post partum dalam menyusui anaknya sendiri belum mencapai hasil yang ditargetkan.
trimester III menuju proses menyusui serta menjabarkan hasil tingkat pengetahuan responden tentang menyusui.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini data yang perlu di ambil yaitu data pengetahuan ibu hamil trimester III dan terapi hypno breastfeeding. Hasil data pengetahuan ibu hamil trimester III sebagai berikut: Tabel 1. Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III No
Kategori Tingkat Pengetahuan 1 Baik 2 Kurang Jumlah
Lokasi yang digunakan di wilayah kerja Puskesmas Grogol, Sukoharjo.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskripsi, dimana dalam pengumpulan data peneliti menggunakan instrumen kuesioner dan observasi saat pelaksanaan hypnobreastfeeding. Pengambilan sampel dengan tehnik accidental sampling. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan menjabarkan hasil observasi pada pelaksanaan hypnobreastfeeding pada ibu hamil
Prosentasi
14 11 25
56 % 44% 100%
Tabel 2. Data Pekerjaan Responden No Pekerjaan responden Jumlah Prosentase 1 Ibu Rumah Tangga 10 40 % 2 Karyawan Swasta 12 48 % 3 Swasta 3 12 % Jumlah 25 100 %
Tabel 3. Riwayat Pendidikan Responden No
Pendidikan Responden 1 SD 2 SMP 3 SMA 4 Sarjana Jumlah
Jumlah 1 7 9 8 25
Prosentase 4% 28 % 36 % 32 % 100 %
Tabel 4. Riwayat Pengalaman Hamil Responden No
2. PELAKSANAAN
Jumlah
Pengalaman Hamil responden 1 1 2 >1 Jumlah
Jumlah 15 10 25
Prosentase 60 % 40 % 100 %
Dari data yang dikumpulkan didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil trimester III tentang menyusui terdapat kategori baik 56% dari 25 responden. Hal ini dapat memberikan gambaran pada tenaga kesehatan bahwa ibu hamil sekarang ini sudah banyak yang paham dan mengerti akan pentingnya ASI pada pemenuhan gizi bayi. Berdasarkan pada penelitian Rahajeng tahun 2013 yaitu hubungan tingkat pengetahuan 31
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
ibu primigravida tentang perawatan payudara dengan tindakan merawat payudara, menunjukkan hasil bahwa pengetahuan dengan tindakan merawat payudara tidak terdapat hubungan yang VLJQL¿NDQ'DULSHQHOLWLDQWHUVHEXWGDSDWGLDPELO pembahasan bahwa dengan mempunyai pengetahuan yang baik dan cukup baik pun belum bsa menentukan bahwa tindakan dan perilaku seseorang tersebut baik. Menurut Notoadmodjo dalam penelitian Rahajeng (2013) bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain berdasarkan pikiran kritis pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak. Adapun maksudnya bahwa seseorang yang menerima pengetahuan atau rangsangan dari panca indranya akan diolah dan kemungkinan akan dilaksanakan jika pengetahuan tersebut mempunyai nilai baik atau menguntungkan bagi si penerima pengetahuan. Tetapi ada kemungkinan juga meskipun penerima rangsangan atau pengetahuan sudah mengetahui akan manfaatnya tetapi tidak dapat melaksanakan karena keadaan lingkungan yang mengelilinginya, contohnya karena responden merupakan seorang karyawan, seorang ibu rumah tangga, atau keluarganya tidak memberikan dukungan penuh pada responden , sehingga responden kesulitan dalam melaksanakan pengetahuan yang seharusnya penting dilakukan oleh responden. Maka dari itu penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mengulas tentang proses menyusui dengan variable yang berbeda lagi.
5. KESIMPULAN Tingkat pengetahuan ibu hamil trimester III tentang proses menyusui berkategori baik terdapat 56% dan yang berpengetahuan kurang terdapat 44%.
SARAN Hal ini menjadi berita yang bagus bagi tenaga kesehatan yang selama ini sudah bekerja keras untuk memberikan pendidikan kesehatan pada setiap ibu hamil akan pentingnya menyusui. Tetapi tugas tenaga kesehatan belum selesai meskipun pengetahuan ibu baik tetapi target 80% pelaksanaan ASI ekslusive belum tercapai. Maka dari itu kerja keras tenaga kesehatan harus ditingkatkan untuk kesejahteraan bayi dan balita di Indonesia.
6. REFERENSI Arief TQ, 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: CSGF. Fikawati.dkk, 2012. Penyebab Keberhasilan dan kegagalan Praktik pemberian ASI Ekslusif. Jurnal Kesmas Helen F, 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC. Putriningrum, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Primigravida Tentang Perawatan Payudara Dengan Tindakan Merawat Payudara di BPS Sunarsi Sumberlawang, Sragen. Jurnal Kesmadaska; Juli 2013 Vol 4 No. 2 Stopka. Thomas J, 2001. An innovative community-based approach to encourage breastfeeding among Hispanic/Latino women. Journal of the American Dietetic Association; Juni 2002; 102, 6; Sugiyono, 2008. Statistik Untuk Penelitian. Alfa Beta. Bandung Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan RD. Bandung: Alfa Beta.
-oo0oo-
32
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN BOOKLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA PADA WUS DI SURAKARTA JAWA TENGAH Arista Apriani1, Mei Lina Fitri Kumalasari2 1, 2
Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta ABSTRAK
Jenis kanker di Indonesia didominasi kanker payudara. Deteksi dini belum populer di Indonesia, oleh karena itu diberikan pendidikan kesehatan untuk peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat. Metode pendidikan kesehatan merupakan salah satu jawaban terhadap beberapa masalah yang dihadapi dalam pendidikan kesehatan yaitu salah satunya dengan booklet. Tujuan penelitian menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan dan sikap tentang deteksi dini kanker payudara. Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu dengan menggunakan before and after with control experiment design. Populasi yaitu wanita usia subur di Surakarta, Jawa Tengah. Teknik pengambilan sampel secara purposive. Kelompok kontrol jumlah sampel 30 subjek dan kelompok eksperimen (booklet) jumlah sampel 30 subjek. Pengumpulan data pengetahuan dan sikap diukur dengan kuesioner. Analisis data dengan analisis regresi linier ganda. Uji validitas pada kuesioner pengetahuan sebanyak 50 item pernyataan didapatkan hasil 9 item tidak valid dan hasil uji reliabilitas didapatkan nilai alpha 0,942, serta untuk Uji validitas pada kuesioner sikap sebanyak 25 item pernyataan didapatkan hasil 3 item tidak valid dan hasil uji reliabilitas didapatkan nilai alpha 0,881. Instrumen yang sudah valid dan reliabel tersebut disebarkan kepada responden pada sebelum dan sesudah perlakuan dengan sebelumnya melakukan informed consent secara lisan. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data univariat, bivariat dengan independent T-test dan multivariat dengan regresi linier ganda. Dengan diketahuinya pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan dan sikap terhadap deteksi dini kanker payudara maka pemerintah dapat memperbaiki metode pendidikan kesehatan yang sudah ada dan lebih meningkatkan pelayanannya lagi, sehingga pengetahuan dan sikap tentang deteksi dini kanker payudara akan meningkat, kanker payudara akan terdeteksi sejak awal sehingga penanganan lebih mudah dan murah serta angka kematian akibat kanker payudara akan mengalami penurunan. Kata kunci:pendidikan kesehatan,booklet, pengetahuan, sikap, deteksi dini, kanker payudara ABSTRACT The type of cancer in Indonesia is dominated breast cancer. Early detection has not been popular in Indonesia, therefore, given health education to increase knowledge or attitudes. Methods of health education is one of the answers to some of the problems encountered in health education is one of the booklet. Objective studies analyzing the effect of health education booklets on knowledge and attitudes about early detection of breast cancer. This research is a quasi experiment with using before and after with control experiment design. The population is women of childbearing age in Surakarta, Central Java. Purposive sampling technique. The control group of 30 subjects the number of samples and the experimental group (booklet) sample size of 30 subjects. Data collection knowledge and attitudes were 33
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
measured by questionnaire. Analysis of data by multiple linear regression analysis. Test the validity of the questionnaire of 50 items statements knowledge is obtained 9 items invalid and reliability test results obtained alpha value 0.942, as well as to test the validity of the attitude questionnaire of 25 items showed statement 3 items invalid and reliability test results obtained alpha value of 0.881. Instruments that are valid and reliable are distributed to the respondents before and after treatment with informed consent before doing orally. Once the data is collected and analyzed the data using univariate, bivariate with independent t-tests and multivariate multiple linear regression. By knowing the effect of health education booklets on knowledge and attitudes towards early detection of breast cancer, the government can improve the health education methods that already exist and further improve its service again, so that the knowledge and attitudes about early detection of breast cancer will meningkt, breast cancer will be detected early making handling easier and cheaper as well as breast cancer mortality will decrease. Keywords: health education, booklets, knowledge, attitudes, early detection, breast cancer
1. PENDAHULUAN Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel jaringan payudara (Novianti dan Purnami, 2012). Satu dari tiga orang di dunia akan terkena sejenis kanker selama hidup mereka dan pada wanita kemungkinan besarnya adalah kanker payudara. Lebih dari 25% wanita yang didiagnosis kanker (satu diantara empat) adalah kanker payudara (Buckman dan Whittaker, 2010). Menurut WHO tahun 2005, dilaporkan sebanyak 506.000 wanita meninggal disebabkan oleh kanker payudara. SeGDQJNDQ GL ,QGRQHVLD PHQXUXW SUR¿O NHVHKDWDQ Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara deengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan. Jumlah penderita kanker payudara pada tahun 2008, penderita tertinggi berada di DKI Jakarta berjumlah 1200 lebih, disusul Jawa Tengah dan Provinsi-provinsi di pulau Jawa. Di Semarang tahun 2007, ditemukan kasus kanker payudara sebanyak 769 kasus atau 19,26% dari seluruh kasus tumor ganas payudara di Jawa tengah. Insiden Puncak pada kelompok Umur 4554 tahun (Portal Kesehatan, 2013. Di RSUD Moewardi Surakarta berdasarkan data keadaan morbiditas pasien rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, dapat diketahui bahwa jumlah pasien penyakit kanker payudara selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 jumlah kasus kanker payudara
34
adalah 2821 kasus, tahun 2006 sebanyak 5141 kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 6380 kasus (Prastiwi dan Kusumawati, 2009). Menurut data American Cancer Society (ACS) dari tahun 2001-2003 menunjukkan kanker payudara tidak meningkat setelah 20 tahun sebelum terjadinya lonjakan. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan ini, diantaranya pendidikan kesehatan mendeteksi dini penyakit pada usia reproduksi, serta berkurangnya penggunaan terapi suntik hormon bagi perempuan menopause (Sukaca dan Suryaningsih, 2009). Deteksi dini belum populer di Indonesia karena selain ketidaktahuan, ketidakpedulian GDQ NHWLGDNPDPSXDQ ¿QDQVLDO EDQ\DN DQJJRWD masyarakat takut menghadapi kenyataan. Dalam penanggulangan kanker, deteksi dini memegang peranan sangat penting karena semakin awal kanker ditemukan semakin mudah pengobatan, semakin baik hasilnya dan semakin murah biayanya. Namun, karena diagnosis kanker di Indonesia 80% ditemukan pada stadium lanjut yaitu stadium 3 dan 4 maka biasanya sel kanker sudah menjalar kemana-mana sehingga beban penanganan kanker payudara di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju (Hompedin, 2008). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramalingam et al, (2012) pada guru sekolah di Coimbatore, India bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan berdampak pada peningkatan pengetahuan dan sikap tentang kanker payudara dan pemeriksaan payudara sendiri. Penelitian
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
ini menyimpulkan bahwa efektivitas pendidikan kesehatan dalam peningkatan pengetahuan dan sikap terhadap kanker payudara dan breast self examination sangat penting dalam diagnosis dini dan pengobatan. Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat, peningkatan perilaku masyarakat dan peningkatan status kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007). Ada beberapa jenis metode yang dapat digunakan dalam pendidikan kesehatan, metode atau media pendidikan kesehatan merupakan salah satu jawaban terhadap beberapa masalah yang dihadapi dalam pendidikan kesehatan sehingga dengan metode atau media yang tepat dapat menarik perhatian masyarakat dan pendidikan kesehatan dapat memberikan perubahan pada pengetahuan, kepercayaan, emosi, sikap serta perilaku nyata (Bensley dan Fisher, 2003). Pada masa sekarang ini manfaat booklet terjadi di segala bidang karena disebabkan pemanfaatan booklet lebih baik dibandingkan dengan yang lain. Booklet umumnya digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang isu-isu kesehatan, karena booklet memberikan LQIRUPDVLGHQJDQVSHVL¿NGDQEDQ\DNGLJXQDNDQ sebagai alternatif untuk dipelajari pada setiap saat bila seseorang menghendakinya (Maulana, 2009). Booklet merupakan metode tidak langsung dimana petugas kesehatan dalam menyampaikan informasi melalui perantara (media) (DepKes RI, 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan booklet terhadap pengetahuan dan sikap tentang deteksi dini kanker payudara terhadap wanita usia subur di Surakarta Jawa Tengah?
2. PELAKSANAAN a.
b.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah pada bulan Maret sampai dengan Agustus 2014. Populasi dan sampel penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposif dengan jumlah sampel
sebanyak 30 untuk kelompok kontrol (tanpa intervensi) dan 30 untuk kelompok eksperiment (booklet). selanjutnya dilakukan pemilihan sampel secara simple random sampling
3. METODE PENELITIAN Penelitian terdiri dari 3 variabel,, yaitu variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan, variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pengetahuan tentang kanker payudara, serta sikap tentang deteksi dini kanker payudara dan variabel kovariat dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal. Pengumpulan data dalam penelitian dengan data primer berupa hasil pengisian kuesioner sebelum dan sesudah perlakuan (pendidikan kesehatan) tentang pengetahuan dan sikap tentang deteksi dini kanker payudara. serta data sekunder berupa data jumlah wanita usia subur di Kelurahan Mojosongo, Surakarta, Jawa Tengah. Responden memiliki hak untuk bersedia maupun menolak berpartisipasi dalam penelitian dengan terlebih dahulu dilakukan informed consent oleh peneliti. Uji instrument penelitian dilakukan pada 30 WUS di Kelurahan Mojosongo, Surakarta., Jawa Tengah, untuk dinilai validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji coba untuk 50 item dari kuesioner pengetahuan tentang kanker payudara, dinyatakan memenuhi syarat reliabilitas dimana korelasi item total > 0,20 dan Alpha Cronbach > 0,60 yaitu 0,94 sebanyak 41 item, adapun item yang drop out adalah item nomor 2, 10, 11, 25, 15, 21, 28, 41, 48. Uji coba untuk 25 item dari kuesioner sikap tentang deteksi dini kanker payudara dinyatakan memenuhi syarat reliabilitas dimana korelasi item total > 0,20 dan Alpha Cronbach > 0,60 yaitu 0,88 sebanyak 27 item, adapun item yang drop out adalah item nomor 9, 22, 25. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis bivariat menggunakan uji statistik independent t-test dan analisis multivariat uji statistik analisis regresi linier ganda.
35
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Tabel 1. Karakteristik Subjek Berdasarkan Informasi Kanker Payudara Informasi Kanker Payudara Ya Tidak Total
Kelompok kontrol (tanpa perlakuan) Jumlah (n) 26 4 30
Persen (%) 87 13 100
Pendidikan kesehatan dengan booklet (eksperimen) Jumlah Persen (n) (%) 25 83 5 17 30 100
(Sumber: Kelurahan Mojosongo, 2014)
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara. Tabel 2. Karakteristik subjek berdasarkan sumber informasi kanker payudara Pendidikan kesehatan Sumber dengan booklet Informasi (eksperimen) Kanker Payudara Jumlah Persen Jumlah Persen (n) (%) (n) (%) Teman 3 11 3 12 Guru 0 0 0 0 Petugas Kesehatan 16 62 13 52 Media massa 7 27 6 24 Lain-lain 0 0 3 12 Total 26 100 25 100 Kelompok kontrol (tanpa perlakuan)
Jawa Tengah, untuk dinilai validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji coba untuk 50 item dari kuesioner pengetahuan tentang kanker payudara, dinyatakan memenuhi syarat reliabilitas dimana korelasi item total > 0,20 dan Alpha Cronbach > 0,60 yaitu 0,94 sebanyak 41 item, adapun item yang drop out adalah item nomor 2, 10, 11, 25, 15, 21, 28, 41, 48. Uji coba untuk 25 item dari kuesioner sikap tentang deteksi dini kanker payudara dinyatakan memenuhi syarat reliabilitas dimana korelasi item total > 0,20 dan Alpha Cronbach > 0,60 yaitu 0,88 sebanyak 27 item, adapun item yang drop out adalah item nomor 9, 22, 25. Berdasarkan deskripsi data penelitian pada Tabel 1 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara dari petugas kesehatan. Tabel 3 menunjukkan sebagian besar subjek mempunyai tingkat pendidikan formal lebih dari sama dengan SMA.
5. KESIMPULAN a.
b.
(Sumber: Kelurahan Mojosongo, 2014)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara dari petugas kesehatan. Tabel 3. Karakteristik subjek berdasarkan tingkat pendidikan formal Tingkat Pendidikan Formal < SMA 60$ Total
Pendidikan Kelompok kontrol kesehatan (tanpa perlakuan) dengan booklet (eksperimen) Jumlah Persen Jumlah Persen (n) (%) (n) (%) 12 40 11 37 18 60 19 63 30 100 30 100
(Sumber: Kelurahan Mojosongo, 2014)
Tabel 3 menunjukkan sebagian besar subjek mempunyai tingkat pendidikan formal lebih dari sama dengan SMA. Uji instrument penelitian ini dilakukan pada 30 WUS di Kelurahan Mojosongo, Surakarta., 36
c.
Karakteristik subyek menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara. Sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang kanker payudara dari petugas kesehatan. Sebagian besar subjek mempunyai tingkat pendidikan formal lebih dari sama dengan SMA.
Saran Setelah pre test dan post test pada kelompok kontrol dan perlakuan telah dilaksanakan perlu dilakukan análisis data untuk mengetahui hasil penelitian.
6. REFERENSI Azwar S. 2010. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Bensley RJ dan Fisher JB. 2009. Metode pendidikan kesehatan masyarakat edisi 2. Jakarta: EGC Buckman R dan Whittaker T. 2010. Apa yang seharusnya anda ketahui tentang kanker payudara. Klaten: PT Intan Sejati
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
DepKes RI (Departemen Kesehatan Republik Indonesia). 2007. Data penderita kanker payudara di Indonesia. http://www. depkes. go.id/ind ex.php/berita /press-release/1060jika-tidak-dikendali kan-26-juta-orang-didunia-menderita-kanker-.html. Diakses 22 November 2013 ____, 2008. Metode dan media promosi kesehatan. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan dan Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Depkes RI ,2009. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan 2007 – 2011. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI ____, 2012.Penderita kanker diperkirakan menjadi penyebab utama beban ekonomi terus meningkat. http://www.depkes. go. id/index. php /berita/press-release/ 1937-penderitakanker-diperkirakan menjadi-penyebab-utama-beban-ekonomi-terus-meningkat. Diakses 22 November 2013 Desanti OI, Sunarsih IM, Supriyanti. 2010. Persepsi wanita berisiko kanker payudara tentang pemeriksaan payudara sendiri di Kota Semarang Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat. 26 (3): 152-161 Farudin A. 2011. Perbedaan efek konseling gizi GHQJDQ PHGLD OHDÀHW GDQ ERRNOHW WHUKDGDS tingkat pengetahuan, asupan energi dan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Tesis S2 UNS (Unpublished) Hompedin (Badan Koordinasi dan Kerjasama Nasional Hematologi-Onkologi Medic Penyakit dalam Indonesia). 2008. Deteksi dini kunci sembuhkan kanker payudara. http:// www.hompedin.org/download/kankrpayudara.pdf. Diakses 24 November 2013 Machfoedz I dan Suryani, 2008. Pendidikan kesehatan bagian dari promosi kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya Maulana HDJ. 2009. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC Novianti FA dan Purnami SW. 2012. Analisis diagnosis pasien kanker payudara menggunakan regresi logistic dan support vector ma-
FKLQH 690 EHUGDVDUNDQ KDVLO PDPRJUD¿ J. sains dan seni ITS. 1: D-147 ____, 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta ____, 2011. Kesehatan masyarakat, ilmu dan seni. Jakarta: PT Rineka Cipta Otto S. 2005. Buku saku keperawatan onkologi. Jakarta: EGC Pamungkas Z. 2011. Deteksi dini kanker payudara. Yogyakarta: Buku Biru Portal Kesehatan. Kanker Payudara (Ca. Mammae).http://portalkesehatan.wordpress. com/penyakit/kanker-payudara-ca-mammae/. Diakses 24 November 2013 Prastiwi ED dan Kusumawati Y. 2009. Hubungan kontrasepsi oral dan kanker payudara di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979–2697. Vol. 2, No. 3:187–192 Purwoastuti E. 2008. Kanker payudara pencegah deteksi dini. Yogyakarta: Kanisius Ramalingam S, Nivendhita S, Divya P, Madhurima P, Poonguzhali R. 2012. Knowledge and attitude about breast cancer and breast self examination among school teachers in an urban area of coimbatore. Asian Student Medical J. 1: 167-171 Ramli M. 2002. Deteksi dini kanker. Jakarta: FKUI Sukaca BE dan Suryaningsih EK. 2009. Kupas tuntas kanker payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC Suryaningsih EK. 2009. Cara pencegahan kanker payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia Varney H. 2004. Ilmu kebidanan (varney’s midwifery 3rd.ed). Bandung: Skeleo Publisher Wiknjosastro H. 2006. Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo World Health Organization. 2005. Data penderita kanker di dunia. http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index1.html. Diakses 22 November 2013
-oo0oo37
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
STUDI FENOMENOLOGIS MANAJEMEN LAKTASI PADA IBU PRIMIPARA YANG MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF Anita Istiningtyas1), Alfyana Nadya Rachmawati2) 1
Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 2 Prodi D-3 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK Pertumbuhan dan perkembangan bayi merupakan periode emas yang akan menentukan usia dewasa. ASI eksklusif adalah memberikan ASI hanya untuk 6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun. Kurang dari 20% dari ibu-ibu di Indonesia yang memberikan ASI eksklusif. Target dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2015 minimal ibu menyusui bayi secara eksklusif sebesar 80%. Ibu Primipara harus menjadi perhatian karena tidak ada pengalaman dalam menyusui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan gambaran manajemen laktasi ibu primipara yang menyusui secara eksklusif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif antara lain pengetahuan, keterampilan dan motivasi; kuantitas susu yang dihasilkan meliputi lama dan menyusui frekuensi dan kecukupan ASI; dan kualitas ASI yang dihasilkan meliputi kualitas, pertumbuhan pendukung dan ketahanan selama menyusui. Kata kunci: ASI, primipara, menyusui secara eksklusif ABSTRACT Growth and development of infants is the golden period that will decide to adulthood. The important role is breastfeeding exclusively. Exclusive breastfeeding is giving only breast milk for 6 months and continued up to 2 years. Less than 20% of mothers in Indonesia who exclusively breastfed. Desired target of the Ministry of Health is 80% of mothers to breast feed exclusively on the 2015. First-time mothers (primiparous) should be a concern because there is no experience in breastfeed. The purpose of this study is to explain the management overview lactation primiparous mothers who breastfeed exclusively. This study used qualitative method with a phenomenological approach. The results in this study are WKHIDFWRUVWKDWLQÀXHQFHH[FOXVLYHEUHDVWIHHGLQJDPRQJRWKHUVWKHNQRZOHGJHVNLOOVDQGPRWLYDWLRQ quantity of milk produced covering the old and breastfeeding frequency and adequacy of breast milk; and quality of breast milk produced include quality, supporting growth and resistance during lactation. Keywords: breastfeeding, primiparous, breast feed exclusively
38
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
1. PENDAHULUAN ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai macam komposisi zat gizi yang seimbang. Kandungan zat tersebut antara lain Kolostrum, whey banyak dari casein, lemak, laktosa, laktobasilus, laktoferin, vit A, zat besi, taurin, lisozim, DHA, AA, sel darah putih, dan antibodi. Pemberian ASI yang baik adalah menyusui bayi sampai dengan usia 6 bulan (disebut dengan ASI Eksklusif) dan diteruskan sampai anak berusia 2 tahun (Aslis Wirda Hayati 2009). ASI bermanfaat bagi daya tahan tubuh bayi, pertumbuhan dan perkembangan, memberi semua energi dan zat gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi, mengurangi tingkat kematian bayi, dan mempercepat pemulihan saat sakit dan membantu menunda kehamilan (Depkes RI, 2001). Pemberian ASI di Indonesia diatur dalam PP No 33 th 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/ Men.Kes/SK/IV/2004 tanggal 7 April 2004 dan Undang – Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Hal tersebut juga mengacu pada resolusi World Health Assembly (2001) yang menyatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan optimal, bayi harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, selanjutnya untuk kecukupan nutrisi bayi mulai diberi makanan pendamping ASI yang cukup dan aman, dengan pemberian ASI dilanjutkan sampai usia 2 tahun. Dasar yang telah diatur tersebut sudah jelas menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif memang sangat penting dan harus menjadi perhatian utama bagi tenaga kesehatan. Kondisi di Indonesia sendiri masih sangat disayangkan dalam hal pemberian ASI. Fakta menemukan bahwa hanya 4% bayi baru lahir yang disusui pada jam pertama kelahiran (26% pada hari yang sama), hanya 39,5% yang menyusui secara eksklusif 0-6 bulan (Siregar 2004). Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan tahun 2008 sebanyak 6,5%, tahun 2009 sebanyak 10,5 %, tahun 2010 sebanyak 19,2% serta pada bulan Januari hingga Agustus 2011 hanya 8,3% bayi yang mendapat ASI Eksklusif dimana rata-rata gangguan perkembangannya bervariasi dari 12,8% sampai 16%. Angka tersebut diatas
masih rendah mengingat berdasarkan target dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2015 minimal ibu menyusui bayi secara eksklusif sebesar 80% (Ning 2013). Studi pendahuluan yang telah dilakukan kepada 2 ibu primipara yang baru saja melahirkan menyatakan bahwa menyusui eksklusif merupakan hal yang sangat sulit dan membutuhkan perjuangan keras dari seorang ibu. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambvaran bagaimana manajemen laktasi ibu primipara yang menyusui eksklusif sehingga akan digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan di wilayah setempat untuk bisa memberikan konseling dan persiapan yang tepat bagi ibu menyusui.
2. PELAKSANAAN a.
b.
c.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di RT 4 RW XIV Pucangan Kartasura Sukoharjo. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. Populasi dan Sampel Sampel penelitian yaitu ibu primipara yang memberikan ASI eksklusif dengan tehnik pengambilan sampel total sampling. Kriteria inklusi yaitu ibu primipara yang masih memberikan ASI eksklusif, masih bertempat tinggal diwilayah penelitian dan bersedia diambil datanya. Jumlah sampel (informan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 orang. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, voice recorder, camera, buku tulis dan alat penunjang lain. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. 'H¿QLVL LVWLODK GDODP SHQHOLWLDQ LQL adalah 1) manajemen laktasi adalah segala daya upaya yang dilakukan untuk membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya, 2) ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan pendamping lain dan bisa diteruskan selama 39
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
2 tahun, 3) Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan untuk pertama kalinya baik janin itu hidup atau mati.
3. METODE PENELITIAN Teknik analisis yang digunakan adalah content analysis dengan triangulasi data yaitu data sampel, data sumber pustaka dan data narasumber/ pakar. Rancangan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Peneliti eneliti beharap dengan metode kualitatif ini bisa mendapatkan informasi yang lebih mendalam, detail dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas manajemen laktasi yang ada di masyarakat. Pada penelitian ini diharapkan peneliti memperoleh informasi mengenai faktor yang mempengaruhi manajemen laktasi sehingga mendapatkan data yang akurat yang nantinya berguna untuk pemecahan masalah.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengetahuan tentang ASI eksklusif D 'H¿QLVL$6,HNVNOXVLI Delapan responden menyatakan ASI ekklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan makanan lain dilanjutkan sampai 2 tahun. Dua responden menyatakan ASI itu adalah nutrisi bayi. Satu responden menyatakan ASI itu terkait dengan kesehatDQED\L'H¿QLVL$6,HNVNOXVLI\DQJGLVDPpaikan oleh responden sudah cukup baik \DLWX VHVXDL GHQJDQ WHRUL GLPDQD GH¿QLVL ASI eksklusif adalah perilaku dimana hanya memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan tanpa makanan minuman lain selain obat (jika sakit). b. Tujuan ASI Eksklusif Tiga responden menyatakan tujuan pemberian ASI eksklusif untuk memenuhi nutrisi anak. Tujuh responden menyatakan tujuan pemberian ASI eksklusif untuk kekebalan tubuh dan kesehatan anak. Satu responden menyatakan tujuan pemberian ASI eksklusif untuk tumbuh kembang anak. Tujuan pemberian ASI yang disampaikan oleh responden mengarah pada bidang kesehatan yaitu untuk kecukupan nutrisi, kekebalan tubuh
40
c.
serta tumbuh kembang. Hal ini dikarenakan ASI mengandung DHA, AA, Omega 6, laktosa, taurin, protein, laktobasius, vitamin A, kolostrum, lemak, zat besi, laktoferin and lisozim yang semuanya dalam takaran dan komposisi yang pas untuk bayi, oleh karenanya ASI jauh lebih unggul dibandingkan dengan susu apapun Manfaat ASI Eksklusif Tiga responden menyatakan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk kesehatan anak. Dua responden menyatakan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk kekebalan tubuh anak. Lima responden menyatakan manfaat pemberian ASI eksklusif lebih ekonomis dan praktis. Satu responden menyatakan manfaat pemberian ASI eksklusif untuk kedekatan hubungan (bounding). Tujuan pemberian ASI Untuk Bayi antara lain mendapatkan faedah manfaat ASI antara lain sang bayi dapat membantu memulai kehidupannya dengan baik, mengandung antibodi, ASI mengandung komposisi yang tepat, mengurangi kejadian karies dentis, memberikan rasa aman dan nyaman pada bayi dan adanya ikatan antara ibu dan bayi, terhindar dari alergi, ASI meningkatkan kecerdasan bayi, membantu perkembangan rahang dan merangsang pertumbuhan gigi karena gerakan mengisap mulut bayi pada payudara sang ibu. Tujuan pemberian ASI eksklusif untuk ibu menyusui antara lain sebagai kontrasepsi, meningkatkan aspek kesehatan ibu, membantu dalam hal penurunan berat badan, aspek psikologi yang akan memberikan dampak positif kepada para ibu yang menyusui air susu ibu itu sendiri.
4.2 Pemahaman tentang payudara Sebelas responden menyatakan payudara ada hubungan dengan proses menyusui. Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Ketrampilan menyusui a. Cara Pemberian ASI Eksklusif Dua responden menyatakan memberikan ASI secara langsung. Dua responden me-
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
b.
c.
d.
nyatakan memberikan ASI secara tidak langsung. Dua responden menyatakan memberikan ASI dua jam sekali. Dua responden menyatakan memberikan ASI posisi tiduran. Tiga responden menyatakan memberikan ASI posisi duduk dan digendong. Cara pemberian ASI bisa secara langsung maupun tidak langsung sehingga memberikan kemudahan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif Persiapan Sebelum Memberikan ASI Eksklusif Enam responden mengatakan persiapan sebelum memberikan ASI eksklusif yaitu membersihkan puting dan payudara. Dua responden mengatakan persiapan sebelum memberikan ASI eksklusif yaitu posisi nyaman dan memeras. Tiga responden mengatakan persiapan sebelum memberikan ASI eksklusif yaitu nutrisi yang sehat dan massage. Tindakan Setelah Memberikan ASI Eksklusif Delapan responden membersihkan payudara setelah memberikan ASI. Dua responden memberikan air putih setelah memberikan ASI. Satu responden menyendawakan setelah memberikan ASI. Perawatan Payudara Delapan responden merawat payudara dengan membersihkan dan massage. Satu responden merawat payudara dengan minum jamu. Satu responden merawat payudara dengan makanan bergizi.. Satu responden tidak merawat payudara.
4.3 Motivasi a. Dasar Pemberian ASI Enam responden mengatakan aspek kesehatan dan kandungan ASI yang mendasari pemberian ASI eksklusif. Dua responden mengatakan pekerjaan yang mendasari pemberian ASI eksklusif. Satu responden mengatakan agama dan informasi dari petugas kesehatan yang mendasari pemberian ASI eksklusif. b. Dukungan Keluarga Sebelas responden menyatakan keluarga mendukung pemberian ASI eksklusif.
c.
Dukungan Lingkungan Sembilan responden mengatakan ada dukungan masyarakat Dua responden mengatakan tidak ada dukungan masyarakat.
4.4 Kuantitas ASI a. Lama Menyusui Sembilan responden mengatakan lama menyusui kurang dari 1 jam. Dua responden menyatakan lama menyusui tidak tentu. b. Frekuensi Menyusui Sepuluh responden mengatakan frekuensi menyusui lebih dari 10 kali dalam sehari. Satu responden mengatakan frekuensi menyusui kurang dari 10 kali. c. Kecukupan ASI Sebelas responden menyatakan ASI mencukup kebutuhan anak. Kecukupan ASI dapat dilihat dari penambahan berat badan bayi, dan juga tumbuh kembang bayi. 4.5 Kualitas ASI a. Kualitas yang Dihasilkan Sebelas responden menyatakan ASI yang dihasilkan kualitasnya bagus. Kualitas ASI dapat dilihat dari warna, rasa dan bau ASI b. Penunjang Pertumbuhan Sebelas responden menyatakan ASI menunjang berat dan tinggi badan. ASI mengandung zat yang dapat membantu tumbuh kembang anak c. Hambatan Menyusui Kesibukan dan pekerjaan menjadi hambatan dalam menyusui. Tiga responden mengatakan kurangnya waktu istirahat menjadi hambatan dalam menyusui. Satu responden mengatakan kondisi anak rewel menjadi hambatan dalam menyusui. Satu responden mengatakan penyimpanan ASI menjadi hambatan dalam menyusui. Satu responden mengatakan iritasi menjadi hambatan dalam menyusui. Tiga responden mengatakan tidak ada hambatan dalam menyusui.
5. KESIMPULAN a.
Pemberian ASI secara eksklusif yaitu dari SHQJHWDKXDQ \DQJ PHOLSXWL GH¿QLVL WXMXDQ manfaat, pemahaman tentang payudara; ke41
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
b.
c.
trampilan yang meliputi cara pemberian ASI eksklusif, persiapan sebelum menyusui, tindakan setelah menyusui dan perawatan payudara; dan motivasi yang meliputi hal yang mendasari pemberian ASI, dukungan keluarga dan dukungan masyarakat. Kuantitas ASI yang dihasilkan meliputi lama menyusui, frekuensi menyusui dan kecukupan ASI Kualitas ASI yang dihasilkan meliputi mutu, menunjang berat dan tinggi badan
6. REFERENSI Depkes RI. 2001. Manajemen Laktasi Buku Panduan Bagi Bidan Dan Petugas Kesehatan Di Puskesmas. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta
Hamilton, Persis. 1995. Dasar Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC Hayati, Aslis Wirda. 2009. Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: EGC. Leveno, Keneth J, dkk . 2009. Obstetri Williams. Jakarta: EGC Moleong, LJ. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ning. Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan KB Kabupaten Grobogan. Peranan ASI Eksklusif Bagi Ibu dan Anak. Tersedia di pppakb. grobogan.go.id. Diakses pada 14 Desember 2013. Siregar. 2004. Penelitian Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
-oo0oo-
42
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD SUKOHARJO Atiek Murharyati 1), Joko Kismanto 2) 1, 2
Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]
2
Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]
ABSTRAK Stres adalah realitas kehidupan sehari-hari yang tidak bisa kita hindari. Perawat dituntut untuk bekerja terampil, membuat keputusan dengan cepat, tepat. Perawat dapat mengalami stres, sehingga kehilangan motivasi, pengalaman kebosanan yang menyebabkan penurunan kinerja kerja dan memburuknya perawatan pasien. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor utama yang mempengaruhi stres kerja perawat di rawat inap rumah sakit Sukoharjo. Metode ini merupakan studi cross sectional. Metode sampling dengan pendekatan purposive sampling, jumlah sampel 42. Analisis data menggunakan univariat, bivariat, dan analisis multivariat analisis bivariat dengan korelasi product moment dan analisis multivariat dengan regresi linier berganda. Analisis univariat beban NHUMD DQWDUD NULWHULD SHUDZDW DGDODK EDKZD VHEDJLDQ EHVDU SHUDZDW GDODP NRQÀLN GHQJDQ staf lain dengan kriteria adalah bahwa 88,1%, 78,6% sebagian besar perawat mengalami kesulitan dalam pengobatan pasien, perawat yang memiliki hambatan dalam pengembangan karir kriteria 49,6% dengan moderat, dan perawat yang mengalami hambatan untuk pengembangan karir dengan kriteria tinggi 49,6%, seorang perawat yang mengalami stres kerja dengan 92,9%. Hasil analisis bivariat data PHQXQMXNNDQEDKZDPDVLQJPDVLQJEHEDQNHUMDYDULDEHOLQGHSHQGHQNRQÀLNGHQJDQVWDIODLQPDVDODK perawatan pasien, pengembangan karir hasil tes diperoleh nilai p dari 0,0001 sehingga disimpulkan bahwa masing-masing variabel ini memiliki pengaruh terhadap stres kerja . Analisis multivariat dengan QLODLXML)VLJQL¿NDQGLSHUROHKGDQVLJQL¿NDQVLQLODL)DGDODKVHKLQJJDGHQJDQ HIHN\DQJVDPDDQWDUDEHEDQNHUMDYDULDEHOLQGHSHQGHQNRQÀLNGHQJDQVWDIODLQPDVDODKSHUDZDWDQ pasien, pengembangan karir dengan stres kerja. Uji adjusted R2 memperoleh nilai 0,616. Ini berarti SHUXEDKDQYDULDVLVWUHVNHUMDGDSDWGLMHODVNDQROHKYDULDVLSHUXEDKDQEHEDQNHUMDNRQÀLNPDVDODK pasien dan pengembangan sebesar 61,6%. Kata kunci EHEDQ NHUMD NRQÀLN GHQJDQ VWDI ODLQ PDVDODK SHUDZDWDQ SDVLHQ SHQJHPEDQJDQ NDULU stres kerja ABSTRACT Stress is a reality of everyday life that we can not avoid. Nurses are required to work skillfully, make decisions quickly, right. Nurses can experience stress, so the loss of motivation, experience boredom which causes decreased job performance and worsening of patient care. The purpose of this study was to determine the major factors affecting the job stress of nurses in the hospital inpatient Sukoharjo. The method is a cross sectional study. Method of sampling with purposive sampling approach, the number 42 samples. Analysis of the data using univariate, bivariate, and multivariate analysis bivariate analysis 43
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
with product moment correlation and multivariate analysis with multiple linear regression. Univariate DQDO\VLVRIZRUNORDGDPRQJQXUVHVFULWHULDZHUHWKDWWKHPDMRULW\RIQXUVHVLQFRQÀLFWZLWKRWKHU VWDIIZLWKWKHFULWHULDEHLQJWKDWPDMRULW\RIFDUHJLYHUVKDGGLI¿FXOW\LQWKHWUHDWPHQWRI patients, a nurse who had barriers in career development criteria 49.6% with moderate, and nurses who experience barriers to career development with high criteria 49.6%, a nurse who experienced job stress by 92.9%. The results of the bivariate analysis of data showed that each independent variable workload, FRQÀLFW ZLWK RWKHU VWDII SDWLHQW FDUH LVVXHV FDUHHU GHYHORSPHQW XVLQJ SURGXFW PRPHQW SHUVRQ WHVW UHVXOWVREWDLQHGSYDOXHRIWKXVFRQFOXGHGWKDWHDFKRIWKHVHYDULDEOHVKDVDQLQÀXHQFHRQMRE VWUHVV0XOWLYDULDWHDQDO\VLVZLWKDVLJQL¿FDQW)WHVW)YDOXHRIREWDLQHGDQGVLJQL¿FDQFH F value is 0.0001, so there concluded with the same effect between the independent variable workload, FRQÀLFWZLWKRWKHUVWDIISDWLHQWFDUHLVVXHVFDUHHUGHYHORSPHQWZLWKVWUHVVZRUNLQJ7HVW$GMXVWHG5 obtained a value of 0.616. This means a change of job stress variation can be explained by variations in ZRUNORDGFKDQJHVFRQÀLFWVSUREOHPVRISDWLHQWVDQGWKHGHYHORSPHQWRI KeywordsZRUNORDGFRQÀLFWZLWKRWKHUVWDIISDWLHQWFDUHLVVXHVFDUHHUGHYHORSPHQWMREVWUHVV
1. PENDAHULUAN Stress merupakan realita kehidupan seharihari yang tidak dapat kita hindari. Stres merupakan bagian hidup manusia, karena stres akan membuat individu berkembang dan berubah (Davis,1995). Menurut Lazarus dan Folkman, stres sebagai suatu hubungan yang khas antara individu dan lingkungannya yang dinilai oleh individu sebagai suatu hal yang mengancam atau melampaui kemampuannya untuk mengatasinya sehingga membahayakan kesejahteraannya (Widyasari,2009). Stress dapat terjadi pada setiap individu, namun sumber-sumber terjadinya stress pada setiap individu pasti berbeda-beda. Stress dapat berasal dari dalam diri sendiri, keluarga, komunitas atau lingkungan sekitar dan pekerjaan (Smet,2004). Salah satu stresor dalam lingkungan kerja terdapat pada individu yang berada dalam bidang pekerjaan yang penuh tanggungjawab atas keselamatan orang lain dan sangat rentan terhadap kejenuhan antara lain dibidang perawatan kesehatan, penegak hukum dan pendidikan (Goliszek,2005). Perawat dituntut untuk bekerja dengan terampil, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat waktu. Perawat dalam bekerja banyak menggunakan waktunya untuk berinteraksi dengan sesama tenaga kerja, pekerjaan, pasien serta lingkungannya dan dapat menyebabkan perasaan marah, malu, kecewa, takut, bingung atau frustasi karena tidak menemukan jalan keluar terhadap masalah-masalah pasien atau
44
ada masalah dengan teman sejawat atau profesi lain. Apabila tuntutan dan permasalah tersebut tidak dapat di kelola dengan baik, maka perawat dapat mengalami stres berat dan dapat kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan yang berat dan tidak masuk kerja lebih sering. Hal tersebut dapat menyebabkan menurunnya penampilan kerja dan memburuknya pelayanan terhadap pasien (Hariyono,2009). Penelitian yang dilakukan oleh Mc Grath dkk terhadap perawat yang bekerja pada berbagai tatanan yang berbeda di Inggris, menemukan bahwa 67% responden menyatakan waktu yang tidak mencukupi untuk melakukan tugas secara memuaskan merupakan sumber stress yang paling tinggi. Survey yang dilakukan oleh Dewe pada 1801 perawat dengan mengkaji stress dalam hal ketegangan dan kelelahan serta metode yang digunakan. Menemukan data bahwa lima sumber utama stress yaitu beban stress berlebihan, kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, kesulitan merawat pasien kritis, pengobatan atau perawatan pasien yang gagal untuk membaik (Abraham,2003). 3UR¿O 568' 6XNRKDUMR WDKXQ menjelaskan bahwa kapasitas tempat tidur pada ruang rawat inap sebanyak 200 tempat tidur, jumlah perawat 140 orang dan angka penggunaan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 83,05%. Rata-rata lamanya perawatan atau Average Length of Stay (ALOS) selama 4,2 hari sedangkan standar DEPKES adalah 6-9 hari.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Angka ini menunjukkan adanya peningkatan tingkat hunian tempat tidur yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya 74,51% dan rata-rata lamanya perawatan pada tahun sebelumnya adalah 4,16 hari (Laporan bidang perawatan RSUD Sukoharjo, 2011). Peningkatan jumlah pasien tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan beban kerja perawat dan apabila tidak segera diatasi dapat menyebabkan stress kerja perawat. Hasil wawancara dengan 10 perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo yang diambil secara insidental pada tanggal 3 Juli 2013 diperoleh data bahwa perawat mengeluh nyeri otot dan sendi, mudah marah, sulit konsentrasi, semangat kerja menurun dan merasa lelah. Hasil observasi menunjukkan perawat tersebut tidak bergairah, sering terlambat berangkat dinas, dan tidak bersemangat dalam bekerja. Stres kerja yang terjadi akan berdampak sangat bervariasi dan komplek baik secara langVXQJPDXSXQWLGDNODQJVXQJWHUKDGDSDVSHN¿VLN psikologis maupun perilaku. Asumsi peneliti perawat tersebut kemungkinan mengalami stres kerja. Fenomena-fenomena tersebut diatas, menstimulasi peneliti untuk meneliti tentang faktorfaktor yang mempengaruhi stress kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo.
2. PELAKSANAAN a.
b.
Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo pada bulan Juli 2013. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo dengan pendekatan purposive sampling. Penentuan besar sampel dapat didasarkan prosentase dari besarnya populasi (Saryono, 2011 dalam Kurnia, Jhohana, 2010). Jika populasi lebih dari 100 responden, maka dapat diambil 25% sampai 30%. Besar sampel penelitian dalam penelitian ini 42 sampel. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental dengan studi korelasional yaitu suatu desain yang digunakan untuk mengkaji pengaruh antara variabel. Pendekatan yang digunakan adalah desain cross sectional (Nursalam,2003). Uji validitas dan reliabilitas: dilakukan pada RUDQJSHUDZDWGLQ\DWDNDQYDOLGMLNDNRH¿VLHQ validitas atau r hitung lebih dari atau sama dengan 0.361 Hasil uji validitas dari jumlah butir VRDOYDULDEOHEHEDQNHUMDVRDOYDULDEOHNRQÀLN dengan staf lain 14 soal, variable masalah perawatan pasien 10 soal , variable perkembangan karier 5 soal, variable stress kerja 60 soal dinyatakan valid dan reliabel Variabel independen dalam penelitian ini DGDODK EHEDQ NHUMD NRQÀLN GHQJDQ VWDII ODLQ pengembangan karir dan masalah yang berhubungan dengan perawatan pasien. Beban kerja adalah tanggung jawab pekerjaan perawat dalam SHPHQXKDQNHEXWXKDQ¿VLNSDVLHQGDQWLQGDNDQ keperawatan yang harus dilaksanakan perawat GDODPEDWDVZDNWXWHUWHQWX.RQÀLNGHQJDQVWDII lain adalah pertentangan yang terjadi antar staf yang dapat menyebabkan kerjasama dengan staff dan teman sejawat terganggu. Pengembangan karier adalah ketidakpastian pekerjaan karena kurangnya promosi pengembangan karier oleh atasan. Masalah yang berhubungan dengan perawatan pasien adalah masalah yang berhubungan dengan pasien yang mencakup pemenuhan kebuWXKDQ¿VLNSDVLHQLQWHJUDVLGDQNRRUGLQDVLSHPberian perawatan. Skala ukur interval. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan langkah-langkah editing, coding, tabulating, entry data (Santjaka, 2011). Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat yang dilakukan untuk menggambarkan variabel penelitian secara deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi, analisis bivariat yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel penelitian. Analisis menggunakan korelasi product momen, dan analisis multivariat yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan antar beberapa variabel penelitian. Teknik analisa yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda (Sugiyono,2010). 45
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat diantaranya beban kerja perawat sebagian besar kriteria sedang yaitu 92,9%, sebagian besar perawat mengalami NRQÀLNGHQJDQVWDIIODLQGHQJDQNULWHULDVHGDQJ yaitu 88,1%, sebagian besar perawat 78,6% mengalami kesulitan dalam perawatan pasien dengan kriteria sedang, perawat yang mengalami hambatan dalam pengembangan karier sebesar 49,6% dengan kriteria sedang, dan perawat yang mengalami hambatan pengembangan karier dengan kriteria tinggi sebesar 49,6%, perawat yang mengalami stress kerja sebesar 92,9%. Hasil analisa bivariat diperoleh data bahwa masing- masing variabel independent beban kerMDNRQÀLNGHQJDQVWDIIODLQPDVDODKSHUDZDWDQ pasien, pengembangan karier dengan menggunakan uji perason product moment diperoleh hasil p value 0,0001 sehingga disimpulkan bahwa masing masing variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap stress kerja. Hasil analisis multivariat dengan uji F sigQL¿NDQ GLSHUROHK QLODL ) VHEHVDU GDQQLODLVLJQL¿NDQVL)DGDODKVHKLQJJD disimpulkan terdapat pengaruh secara bersama sama antara variabel independent beban kerja, NRQÀLN GHQJDQ VWDII ODLQ PDVDODK SHUDZDWDQ pasien, pengembangan karier dengan stress kerja. Uji Adjusted R2 diperoleh nilai sebesar 0,616. Hal ini berarti variasi perubahan stress kerja dapat dijelaskan oleh variasi perubahan beEDQNHUMDNRQÀLNPDVDODKSDVLHQGDQSHQJHPbangan sebesar 61,6%. Perawat merupakan komponen utama di rumah sakit, bekerja siap siaga dalam waktu 24 jam, dengan segala kondisi pasien, ditambah dengan jumlah perawat yang kurang. Tuntutan yang tinggi, besarnya peran dan tanggung jawab perawat sehingga perawat beresiko menjadi stress dalam bekerja, karena terdapat tekanan - tekanan baik dari dalam maupun dari luar, sehingga dibutuhkan penyesuaian diri. (Purwanto, 2007). Stress adalah segala situasi dimana tuntutan QRQVSHVL¿NPHQJKDUXVNDQVHRUDQJLQYLGXXQWXN berespons atau melakukan tindakan dan fenomena universal dimana setiap orang mengalamiQ\DGDQPHPEHULGDPSDNVHFDUDWRWDOEDLN¿VLN
46
emosi, intelektual, sosial, dan spiritual (Patricia,2005). Perubahan lingkungan kerja dan tuntutan pekerjaan yang banyak sehingga dapat menyebabkan stress pada perawat. Nursalam (2003) mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan ROHK SHUDZDW EHUVLIDW ¿VLN VHSHUWL PHQJDQJNDW pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart, dan yang bersifat mental yaitu kompleksitas pekerjaan misalnya keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, mengurus keluarga serta harus menjalin komunikasi dengan pasien. Stress kerja menunujukan keadaan ketegangan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan (Sunaryo, 2004). .RQÀLN\DQJWHUMDGLDNDQPHLPEXONDQUDVD sakit hati diantara individu sehingga akan menambah perasaan tertekan dan stress. Perawat yang memiliki stresss kerja tinggi akan memiliki emosi negative sehingga cenderung mudah menyalahkan diri sendiri, oranglain (rekan kerja, SDVLHQ .RQGLVL NRQÀLN DQWDU SHUDZDW GHQJDQ dituntut bisa kerja tim yang baik, maka diperlukan strategi untuk mengurangi stress kerja. (Yustiya,Vita 2013). Menurut Rivai (2010) bahwa stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mencipWDNDQDGDQ\DNHWLGDNVHLPEDQJDQ¿VLNGDQVSLNLV \DQJ PHPSHQJDUXKL HPRVL SURVHV EHU¿NLU GDQ kondisi seorang karyawan. Davis dan Newstrom dalam Mulyani (2008) bahwa stress kerja dapat disebabkan juga salah satunya adalah frustasi akibat terhambatnya promosi atau karier.
5. KESIMPULAN Stress dalam pekerjaan merupakan salah satu gangguan potensial yang akan berdampak pada kinerja sumber daya manusia dan akan berpengaruh pada perusahaan atau organisasi secara keseluruhan. Stres kerja yang terjadi akan berdampak sangat bervariasi dan komplek baik secara langVXQJPDXSXQWLGDNODQJVXQJWHUKDGDSDVSHN¿VLN psikologis maupun perilaku. %HEDQNHUMDNRQÀLNGHQJDQVWDIIODLQPDsalah perawatan pasien, pengembangan karier, masing – masing memiliki pengaruh yang sigQL¿NDQWHUKDGDSVWUHVVNHUMD
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
SARAN Diadakannya pelatihan manajemen stress bagi tenaga kemanusiaan khususnya perawat Perlu dilatih kecerdasan emosi perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan Bagi peneliti selanjutnya bisa meneliti tentang hubungan stress kerja dengan pelayanan asuhan keperawatan di Rumah sakit.
6. REFERENSI Abraham, Charles & Eamon Shanley. 2003. Alih bahasa Leony Sally M. Editor: Robert Prihajo & Yasmin Asih. Psikologi Sosial untuk Perawat. Jakarta: EGC Andreas Agung, et al. Faktor faktor penyebab stress kerja pada perawat ICU rumah sakit tipe C di kota Semarang. Fakultas psikologi UNDIP. Skripsi Anoraga, Pandji dan Ninik, Widiyanti. 2000. Psikologi dalam Perusahaan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Brecht. 2000. Mengenal dan Menaggulangi Stress. Jakarta: PT Prenhallindo. Davis, Martha dkk. 1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress. Edisi III. Jakarta: EGC Goliszek, Andrew. 2005. 60 Second Manajemen Stres. alih bahasa: Dominicus Rusdin. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer. Hariyono, Widodo, Diyah Suryani dan Yanuk Wulandari. 2009. Hubungan antara EHEDQNHUMDVWUHVVNHUMDGDQWLQJNDWNRQÀLN dengan kelelahan kerja perawat d i Rumah Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota Yogyakarta. Jurnal Kesmas UAD. Volume 3. Nomor 3. 186-197 Huber, D. 2000. Leadership and Nursing Management. Edisi II. Philadelphia: W.B. Saunders Company Imam Ghozali. 2010. Aplikasi analisis multivariat dengan program SPSS. Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro Istijanto. 2009. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Khanifah, Heniatul. 2006. Studi Deskriptif Faktor factor yang menyebabkan stress kerja
perawat rumah sakit jiwa daerah Dr Amino Gondho Hutomo Semarang. Program Studi Ilmu keperawatan UNDIP. Skripsi Kozier, B & G. Blais, K. Fundamental of Nursing: Consepts, Process & Practice (4thed) Addison Wesley Publishing Company, Inc. 1995. Kurnia, Jhohana. 2010. Hubungan kelelahan kerja dengan stress kerja pada perawat di rumah sakit islam Yarsis Surakarta. Fakultas kedokteran UNS. Mangkunegara, A.P. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya Najmah. 2011. Managemen dan analisa data kesehatan: kombinasi teori dan aplikasi SPSS. Yogyakarta: Nuha medika Nursalam. 2003. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Salemba medika Rini., Jasinta F. http://www.e-psikologi.com/masalah/stress.htm. Diakses tanggal 27 Agustus 2013 Robbins, Stephen P., 2001. Organizational Behavior. Ninth Edition, Printice Hall, International Inc RSUD Sukoharjo. Laporan kegiatan bidang keperawatan tahun 2011. Sukoharjo: Bidang keperawatan Santjaka, Aris. 2011. Statistik untuk penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Smet, Bart. 2004. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Widyasari.2009. http:\\www.rumah-belajar-psikologi/stress kerja.stress kerja.diakses tanggal 20 Mei 2013. Yun Iswanto. 2001. Analisis hubungan antara stress kerja, kepribadian dan kinerja manajerbank. http://pk.ut.ac.id/ Jsi/111yun. htm. Diakses tanggal 12 Mei 2013
-oo0oo47
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
PENGARUH MICROFIBER TRIANGLE PILLOW TERHADAP KEJADIAN ULKUS DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI DI RUANG PERAWATAN RSUD SUKOHARJO Wahyu Rima Agustin1 :DK\XQLQJVLK6D¿WUL2 , Oktavianus3 1,
Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 2 Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 3, Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK
Luka dekubitus adalah ulserasi akibat tekanan yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilitas. Penyebab dari luka dekubitus yaitu tekanan, gesekan dan kelembaban. Intervensi yang GLODNXNDQ GHQJDQ PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ 0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ EHUVLIDW NDOL OHELK KDOXV dari sutra dan 30 kali lebih halus dari katun, sehingga gaya gesek yang menimbulkan ulkus dikubitus GDSDWGLPLQLPDONDQ0LFUR¿EHUWULDQJOHSLOORZMXJDGDSDWPHQ\HUDSDLUNDOLOHELKEDQ\DNGDULEHUDW aslinya, sehingga keadaan kulit pasien selalu kering dan tidak terjadi maserasi yang menimbulkan XONXV GLNXELWXV 7XMXDQ SHQHOLWLDQ DGDODK XQWXN PHQJDQDOLVD SHQJDUXK PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ terhadap kejadian ulkus dikubitus pada pasien immobilisasi di ruang perawatan RSUD Sukoharjo. Desain penelitian adalah pre-eksperiment dengan one group pre-test dan post-test design. Penelitian dilakukan di ruang perawatan RSUD Sukoharjo. Peneliti memilih sampel berdasarkan kriteria inklusi dengan menggunakan tehnik purposive sampling dengan jumlah sampel 5 orang. Hasil penelitian menunjukkan responden dengan jenis luka grade 1 sebanyak 4 orang dan responden dengan jenis luka grade 3 sebanyak 1 orang. Hasil observasi dianalisis menggunakan uji T berpasangan apabila data berdistribusi normal dan apabila data berdistribusi tidak normal analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon. Kata kunciPLFUR¿EHUWULDQJOHSLOORZXONXVGHNXELWXVLPPRELOLVDVL ABSTRACT Ulcerated sores Pressure sores are caused by the pressure of time, usually occurs in patients with LPPRELOLW\7KHFDXVHRIGHFXELWXVVRUHVLHSUHVVXUHIULFWLRQDQGPRLVWXUH,QWHUYHQWLRQZLWKPLFUR¿EHU SLOORZWULDQJOH0LFUR¿EHUSLOORZWULDQJOHLVWLPHV¿QHUWKDQVLONDQGWLPHV¿QHUWKDQFRWWRQVR WKDWWKHIULFWLRQDOIRUFHVWKDWFDXVHXOFHUVGLNXELWXVFDQEHPLQLPL]HG0LFUR¿EHUWULDQJOHSLOORZDOVR can absorb more water 7 times its weight in water, so the state of the patient’s skin is always dry and does QRWRFFXUWKDWFDXVHXOFHUVGLNXELWXVPDFHUDWLRQ7KHSXUSRVHRIWKLVVWXG\ZDVWRDQDO\]HWKHLQÀXHQFH RIWKHWULDQJOHPLFUR¿EHUSLOORZRQWKHLQFLGHQFHRIXOFHUVLQSDWLHQWVGLNXELWXVLPPRELOL]DWLRQLQWKH treatment room Sukoharjo hospitals. The study design used was a pre-experiment with one group pretest and post-test design. Research carried out in the treatment room Sukoharjo hospitals. Researchers 48
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
selected a sample based on the inclusion criteria using purposive sampling technique with a sample of 5 people. The results show respondents by type of injury grade 1 of 4 people and respondents with this type of injury grade 3 by 1 person. The results of observations has been analyzed using a paired T test if the data were normally distributed and if the data is not normally distributed data analysis using the Wilcoxon test. Keywords:PLFUR¿EHUWULDQJOHSLOORZGHFXELWXVXOFHUVLPPRELOL]DWLRQ 1.
PENDAHULUAN Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit (Potter & Perry, 2005). Gangguan integritas kulit dapat diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit, atau immobilisasi dan berdampak timbulnya luka dekubitus (Potter & Perry, 2005). Suriadi (2007) melaporkan angka kejadian luka dekubitus di Indonesia mencapai 33,3% dimana angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka prevalensi ulkus dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar 2,1 – 31,3% (Seongsook et al., 2004 dalam Yusuf, 2010). Provinsi Jawa Tengah terutama kota Sukoharjo, angka kejadian ulkus dekubitus tidak diketahui karena ulkus dekubitus tidak masuk dalam catatan rekam medis terutama pada rumah sakit pemerintah. Ulkus tekanan atau luka dekubitus merupakan suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan langsung pada kulit sehingga mengakibatkan iskemia tekanan maupun akibat kekuatan gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan. Luka dekubitus dapat dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu: tingkat 1 adanya eritema pada kulit setempat yang menetap, tingkat 2 adanya kerusakan pada epidermis dan dermis ditandai dengan luka lecet atau melepuh, tingkat 3 kerusakan semua lapisan kulit atau sampai jaringan subkutan dan mengalami nekrosis dengan kapasitas yang dalam, dan tingkat 4 adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan nekrosis sampai ke jaringan otot bahkan tulang atau tendon (Suriadi, 2004).
Perawat harus menyusun intervensi keperawatan yang tepat dalam mencegah terjadinya ulkus dekubitus. Tahap awal dalam melakukan pencegahan ulkus dekubitus adalah mengidenWL¿NDVL SDVLHQ \DQJ EHUHVLNR XONXV GHNXELWXV menggunakan skala pengukuran Norton, Braden atau Gosnell. Selanjutnya dilakukan pemilihan LQWHUYHQVL SUR¿ODNWLN 0DNOHEXVW GDQ 6LHJJUHHQ (2001) melaporkan cara pencegahan ulkus dekubitus adalah manajemen tekanan (termasuk shear dan friction), dengan cara perubahan posisi minimal setiap 2 jam, permukaan yang mendukung (support surfaces), manajemen status nutrisi pasien, dan perawatan kulit. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ulkus dikubitus yaitu dengan penggatian posisi setiap 2 jam. Penggantian posisi menyebabkan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan akan membaik, sehingga tidak terjadi ulkus dikubitus. Tingginya beban kerja perawat menyebabkan sebagian perawat kurang memperhatikan penggantian posisi pada pasien. Akibat yang dapat ditimbulkan yaitu meningkatnya angka kejadian ulkus dikubitus. Ulkus dikubitus yang tinggi menunjukkan pasien safety yang buruk pada rumah sakit tersebut. Jumlah biaya dan hari rawat akan bertambah (Nursalam, 2011). Tindakan yang terpenting dalam menjaga integritas kulit adalah menjaga hidrasi kulit dalam batas wajar (tidak terlalu lembab atau kering) (Registered Nurse’s Association of Ontorio, 2005). Solusi alternatif untuk mencegah ulkus dikubitus yaitu dengan memberi PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ 0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ terbuat dari kain PLFUR¿EHUdimana bersifat 10 kali lebih halus dari sutra dan 30 kali lebih halus dari katun, sehingga gaya gesek yang menimbulkan ulkus dikubitus dapat di minimalisir.
49
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ juga dapat menyerap air 7 kali lebih banyak dari berat aslinya, sehingga keadaan kulit pasien selalu kering dan tidak terjadi maserasi yang menimbulkan ulkus dikubitus. Pengaruh 0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ terhadap kejadian ulkus dikubitus pada pasien immobilisasi belum dapat dijelaskan sampai saat ini. Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan penelitian untuk mengetahui tentang pengaruh 0LFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ terhadap kejadian ulkus dekubitus pada pasien immobilisasi di ruang perawatan RSUD Sukoharjo.
2. PELAKSANAAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien immobilisasi di ruang perawatan RSUD Sukoharjo. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 5 orang.
3. METODE PENELITIAN Desain penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Pra-Eksperimen dengan bentuk Pretest-Posttest Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien immobilisasi di ruang perawatan RSUD Sukoharjo. Besar populasi terjangkau dalam penelitian ini sesuai dengan kasus pada bulan penelitian. Sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau oleh peneliti (Nursalam, 2003). 1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: a. Pasien immobilisasi b. Ulkus Dekubitus Stage I, II, III c. Usia > 40 tahun d. Status nutrisi normal maupun overweight 2. Kriteria eksklusi pada penelitian ini ditetapkan dengan mengeluarkan atau menghilangkan subyek dari penelitian karena berbagai sebab dengan kata lain tidak layak untuk diteliti atau tidak memenuhi kriteria inklusi pada saat penelitian berlangsung (Nursalam & Pariani, 2000). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
50
a.
Pasien menyatakan berhenti sebagai responden b. Pasien pulang c. Pasien meninggal Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti sebagai sampel (Nursalam, 2003). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 5 orang.Variabel independen dalam penelitian ini adalah PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian ulkus dikubitus. Instrumen Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk ulkus dekubitus adalah dengan standart operasional prosedur dan kejadian ulkus dikubitus berupa lembar observasi. Untuk mengetahui variabel kejadian ulkus dikubitus maka digunakan instrumen daftar cek tingkatan ulkus dikubitus yang diadaptasikan oleh pressure ulcser staging dari National Pressure Ulcer Advisory Panel. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi. Data yang dianggap memenuhi syarat untuk selanjutnya diberi tanda khusus (coding) untuk menghindari pencantuman identitas atau menghindari adanya kesalahan dan duplikasi entri data. Prosedur Pengambilan Data Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari Direktur RSUD Sukoharjo. Peneliti kemudian memilih sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan mancatat data pasien. Peneliti selanjutnya melakukan sosialisasi tentang lembar observasi pressure ulcser staging kepada perawat ruangan yang akan membantu observasi. Peneliti mendatangi responden untuk menjelaskan maksud dan tujuan peneliti. Informed consent diberikan terlebih dahulu sebelum dilakukan intervensi. Inform consent disetujui dan ditandatangani oleh responden. Tahap selanjutnya melakukan intervensi PLFUR¿EHUWULangle pillow pada responden. Intervensi dan observasi melibatkan perawat di ruang perawatan. Hasil observasi kemudian akan dilakukan analisis data
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Analisis Data Analisa data merupakan suatu proses yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan oleh peneliti dengan tujuan supaya trends dan relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2003). Tabulasi data dengan penilaian 1 untuk ulkus dikubitus stage 1, 2 untuk ulkus dikubitus stage 2, 3 untuk ulkus dikubitus stage 3, 4 untuk ulkus dikubitus stage 4, dan 5 untuk ulkus dikubitus unstageable. Penilaian dilakukan pada sebelum perlakuan hari ke 0 sampai 7 hari setelah perlakuan. Analisis data direncanakan dengan menggunakan uji statistik dengan deraMDWNHPDNQDDQSGHQJDQPHPEDQGLQJNDQ penilaian pada hari ke 0 dan hari ke 7, dengan bantuan SPSS 18. Sebelum dilakukan analisa dilakukan uji normalitas dengan Saphiro-wilk untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Apabila data berdistribusi normal, analisa data dengan uji t berpasangan dan apabila data berdistribusi tidak normal analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon (Dahlan, 2013). Jika hasil analisis penelitian didapatkan nilai p PDND+RGLWRODNGDQ+GLWHULPDDUWLQ\D Ada pengaruh PLFUR¿EHU WULDQJOH SLOORZ terhadap kejadian ulkus dikubitus pada pasien immobilisasi di ruang perawatan RSUD Sukoharjo.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian sebagai berikut Jumlah responden : 5 orang dekubitus Umur responden : 1) 45-59 tahun : 1 orang 2) 60-74 tahun : 4 orang c. Jenis kelamin : 1) Laki-laki : 4 orang 2) Perempuan : 1 orang d. Grade dekubitus 1) Grade 1 : 4 orang 2) Grade 3 : 1 orang Dekubitus adalah suatu daerah kerusakan seluler yang terlokalisasi, baik akibat tekanan langsung pada kulit sehingga menyebabkan “iskemia tekanan”, maupun akibat kerusakan gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik terhadap jaringan. Tekanan dan kekuatan gesekan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal, dan mengakibatkan hipoksia serta memperbesar
a. b.
pembuangan metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis (Morisson, 2003). Luka dekubitus atau ulkus dekubitalis adalah ulserasi akibat tekanan yang lama, biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imobilitas (Sudjatmiko, 2007). Suriadi (2004) menuliskan penyebab dari luka dekubitus dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari tekanan, pergesekan dan pergeseran, kelembaban. Faktor intrinsik antara lain usia, temperatur dan nutrisi. .ODVL¿NDVLOXNDGHNXELWXVWHUGLULGDULEHEH rapa tahap. Stage I dengan kondisi eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit tidak berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator. Stage II ditandati dengan hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epiderPLVGDQDWDXGHUPLVXONXVVXSHU¿VLDOGDQVHFDUD klinis terlihat seperti abrasi lecet atau lubang yang dangkal. Stage III menunjukkan hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi tidak melampaui yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Stage IV ditandai dengan hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif, kerusakan jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga seperti tendon, kapsul sendi, dll. Unstageable menunjukkan jaringan berwarna hitam atau necrosis (Potter, 2006). Moya J. Morison (2004 ) menjelaskan area tubuh yang beresiko tinggi terhadap dekubitus posisi supinasi, posisi lateral, posisi pronasi, dan posisi semifowler. Referensi nama PLFUR¿EHU terbentuk oleh pengembangan teknologi serat yang teramat sangat halus yang kalau diukur hanya berdiameter 0,006 mm. artinya 10 kali lebih halus daripada sutra, 30 kali lebih halus daripada katun, 40 kali lebih halus daripada wool, dan 100 kali lebih halus daripada rambut manusia. 1pound serat ini saja dapat melingkari equator bumi lebih dari 10 kali. Diameter atau kehalusan atau serat benang dimana semakin kecil angkanya, semakin halus seratnya, yang pada hasilnya akan lebih efektif untuk membersihkan permukaan (Rakshit, 2005). Ada empat tipe PLFUR¿EHU sintetis yang diproduksi tetapi pada detik ini bahan untuk kain pembersih PLFUR¿EHU pada umumnya menggu51
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
nakan kreasi dari dua polymers, yaitu nylon dan polyester. Polyester adalah lyophilic yang menjamin menarik kotoran dan minyak sedangkan polyamide (nylon) adalah hydrophilic yang menjamin penyerapan air (Rakshit, 2005). Cara Kerja 0LFUR¿EHUserat-serat halus miFUR¿EHU menembus permukaan pada level yang lebih halus daripada serat biasa, sambil menghilangkan kotoran dan lemak pada level yang lebih tinggi dan menciptakan permukaan yang lebih luas dari keseluruhan area dan menciptakan listrik statis, seperti magnet, polyester dan polyamide yang secara natural memiliki daya listrik positif yang akan menarik daya negative dari debu, kotoran, kutu, tungau dan bahkan membersihkan benda pada level micro seperti bakteri (Rakshit, 2005). Hal ini tercipta karena jutaan serat yang bergelombang, tercipta ketika proses splitting, yang membuat produk ini menyerap baik secara extreme (7 kali dari berat air). Ketika digunakan saat basah serat-serat yang sangat halus di dalam kain menciptakan capillary effect, menyedot dan menahan cairan/kotoran dari permukaan ke dalam serat-serat kain (Rakshit, 2005).
5. KESIMPULAN a.
b.
c.
d.
52
Karakteristik responden menunjukkan umur responden terbanyak adalah umur 60-74 tahun sebanyak 4 orang dengan ulkus dekubitus dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang. Responden dengan jenis luka grade 1 sebanyak 4 orang dan responden dengan jenis luka grade 3 sebanyak 1 orang. Sebelum diberikan triangle pillow pada luka grade 1 keempat responden menunjukkan eritema pada kulit yang utuh teraba hangat, tidak nyeri, tidak ada pus, tidak berbau, semuanya dibagian sacrum karena tirah baring lama. Sedangkan pada jenis luka grade 3, terdapat dibagian sakrum karena tirah baring lama, dengan karakteristik jaringan sub cutan rusak, warna merah, teraba hangat, terasa nyeri, luas luka 6 x 6 cm, kedalaman 0,5 cm terdapat pus dan berbau. Setelah diberikan triangle pillow pada luka grade 1 menunjukkan kulit utuh, tidak ada
tanda kemerahan, tidak ada luka tekan, teraba hangat, tidak nyeri. Sedangkan pada luka grade 3 karakteristik luka masih kemerahan, terasa nyeri, luas luka 6 x 6 cm, kedalaman 0,5 cm tidak terdapat pus dan tidak berbau.
SARAN a.
b.
c.
Institusi Rumah Sakit Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif bagi rumah sakit sebagai upaya pencegahan dekubitus dan dapat diaplikasikan di rumah sakit. Institusi Pendidikan Kiranya hasil penelitian ini dapat berguna dan bisa diaplikasikan dalam proses belajar mengajar, terlebih pada praktik lapangan. Khususnya bagi institusi pendidikan sebagai suatu wadah yang tepat dalam membekali calon-calon perawat profesional yang tanggap akan situasi dan kritis dalam pemecahan masalah. Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya kiranya dapat menggali lebih jauh ide-ide kreatif yang dapat diteliti untuk mengetahui faktor kejadian luka tekan dengan metode kualitatif. Penelitian selanjutnya juga perlu mempertimbangkan untuk menambah jumlah sampel yang lebih besar lagi guna hasil yang lebih representatif.
REFERENSI Atkinson, R, et al . 2003. Pengantar Psikologi edisi delapan jilid 2. Jakarta Penerbit Erlangga Casey, G. 2012. Chronic Wound Healing: Leg Ulcer. Dahlan, Muhamad Sopiyudin. 2013. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Dowsett, C. 2002. Malignant Fungating Wounds: Asessment and Management. British Journal of Community Nursing. Fleck, C. 2006. Palliative Dilemmas Wound Odour.Wound Care Canada McDonald, A, Lesage, P. 2006. Palliative Management of Pressure Ulcer and Malignant Wound Patients with Advanced Illness.Journal of Palliative Medicine.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Morison MJ. 2003. Manajemen Luka.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Muliawan, S. 2007. Bakteri Anaerob yang Erat Kaitannya dengan Problem Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Perdanakusuma, David. Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka. “From Caring to Curing, Pause Before You Use Gauze”JW Marriot Hotel Surabaya, 5 September 2007 Posnett, J., Franks, P.J. 2008. The Burden of Chronic Wounds in the UK. http://www. nursingtimes.net/nursing-practice/clinicalspecialisms/ wound-care/the-burden-ofchronic-wounds-in-theuk/ 527138.article . (Diakses Maret 2012) Price, S, et al. 1999. Aromaterapi bagi Profesi Kesehatan.Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rondas, A, et al. 2009. 'H¿QLWLRQRILQIHFWLRQLQ Chronic Wounds by Dutch Nursing Home Physicians. Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono. 2006 . Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suriadi. 2004. Perawatan Luka Edisi 1. Jakarta: Agung Setyo. Sucker, K; Both,R; Bischoff, RG; Winneke, G. 2007. Odor Frequency and Odor Annoyance.Part I Assesment of Frequency, Intensity and Hedonic Tone of Environmental Odors In The Field. Rakshit, A. K et al. Optimization of blend of wool or polypropylene nonwoven fabric for sound absorption application in proceedings of the 9th international wool textile research conferencejune 28 – july 5, 2005 vol. 4 pp. 332337,1995
-oo0oo-
53
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDA DHARMA BAKTI KASIH SURAKARTA :DK\XQLQJVLK6D¿WUL1) Wahyu Rima Agustin 2) 1
Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 2 Prodi S-1 Keperawatan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK 3HQXDDQ PHUXSDNDQ SURVHV ¿VLRORJLV GDODP NHKLGXSDQ PDQXVLD \DQJ GLWDQGDL GHQJDQ DGDQ\D kondisi yang mengalami penurunan daya tahan tubuh dan fungsi tubuh. Pengaruh proses menua dapat PHQLPEXONDQEHUEDJDLPDVDODKEDLNVHFDUD¿VLNELRORJLNPHQWDOPDXSXQVRVLDOHNRQRPLV*DQJJXDQ tidur atau insomnia merupakan salah satu permasalahan yang sering dialami lansia. Terapi relaksasi progresif diharapkan dapat memberikan kondisi tubuh yang rileks dan bebas dari ketegangan seharihari sehingga dapat membantu lansia untuk dapat tertidur dan mempertahankanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Kasih Surakarta. Metode penelitian adalah preeksperiment dengan one group pre-test dan post-test design. Pengumpulan data dilakukan sebelum dan sesudah pemberian intervensi terapi relaksasi progresif. Sampel penelitian sejumlah 30 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen penelitian untuk mengetahui tingkat insomnia menggunakan kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta) Insomnia Rating Scale yang berjumlah 11 pertanyaan. Analisa data dengan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di Panti Wreda Bakti Kasih Surakarta dengan p value 0,0001. Berdasarkan hasil penelitian, terapi relaksasi progresif dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih intervensi bagi lansia yang mengalami insomnia. Kata kunci: lansia, insomnia, terapi relaksasi progresif ABSTRACT Aging is a physiological process in human life, which is characterized by the existence of conditions that GHFUHDVHWKHLPPXQHV\VWHPDQGERG\IXQFWLRQV7KHLQÀXHQFHRIWKHDJLQJSURFHVVFDQFDXVHDYDULHW\ of problems both physical-biological, mental, social and economical. Sleep disturbance or insomnia is one of the problems often experienced by the elderly. Progressive relaxation therapy is expected to provide a relaxed body condition and free from everyday tensions that can help the elderly to be able to fall asleep and to hold them. The purpose of this study was to determine the effect of progressive relaxation therapy to decrease the level of insomnia in the elderly in nursing homes Dharma Bakti Kasih Surakarta. The research method is a pre-experiment with one group pre-test and post-test design. 54
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Data collection was performed before and after administration of therapeutic intervention progressive relaxation. The research sample of 30 people with a purposive sampling technique. Research instrument to determine the level of insomnia using a questionnaire KSPBJ (Biological Psychiatry Study Group Jakarta) Insomnia Rating Scale which consists of 11 questions. Analysis of the data by using the Wilcoxon test. The results showed no effect of progressive relaxation therapy to decrease the level of insomnia in the elderly in nursing homes Bakti Kasih Surakarta with p value of 0.0001. Based on the research results, progressive relaxation therapy can be used as consideration in selecting interventions for the elderly who experience insomnia. Keywords: elderly, insomnia, progressive relaxation therapy
1. PENDAHULUAN 3HQXDDQPHUXSDNDQSURVHV¿VLRORJLVGDODP kehidupan manusia, yang ditandai dengan adanya kondisi yang mengalami penurunan daya tahan tubuh dan fungsi tubuh sehingga beresiko terserang berbagai macam penyakit dan infeksi (Kadir, 2007). Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia Kantor Asia Selatan dan Tenggara (WHO SEARO / WHO South East Asia Regional Of¿FH EDWDVDQXVLDODQMXWXQWXN,QGRQHVLDVDPSDL saat ini masih 60 tahun ke atas. Berdasarkan data USA – Bureau of the Census, antara tahun 1990 – 2025 Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan warga lanjut usia terbesar diseluruh dunia, yaitu sebesar 414 % (Nugroho, 2000). Pengaruh proses menua dapat menimbulNDQEHUEDJDLPDVDODKEDLNVHFDUD¿VLNELRORJLN mental maupun sosial ekonomis. Penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, jatuh, paralisis, patah tulang dan gangguan tidur (Maryam, 2008). Insomnia atau gangguan angguan tidur sering dialami lansia dan merupakan suatu gejala yang menyebabkan kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur (Dombrowsky,2011). Insomnia dapat bersifat sementara atau bahkan persisten dan berhubungan dengan gangguan mental emosional, rasa khawatir dan kecemasan yang dialami oleh lansia. Survey yang dilakukan oleh National Institut of Health di Amerika, total penduduk yang mengalami insomnia 17% dari populasi dan lebih banyak dialami oleh lansia, dimana 1 dari 4 pada usia 60 tahun mengalami sulit tidur yang serius (Purwanto, 2007). Angka kejadian insomnia di Indonesia pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% dan 30% kelompok lansia mengeluh terbangun di waktu malam hari (Amir, 2007).
Insomnia yang dialami lansia dapat menyeEDENDQPDVDODK¿VLNGDQPHQWDODQWDUDODLQSH rasaan capek, kurang mampu mengambil keputusan, mudah tersinggung, tidak rileks, mual, pusing dan meningkatkan resiko kecelakaan (WHO,1998). Tindakan yang dapat diberikan kepada lansia untuk mengatasi gangguan tidur atau insomnia adalah terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi non farmakologi dilakukan dengan cara relaksasi otot atau progressive muscle relaxation, massage punggung atau biofeedback, imagery training, pernapasan diafragma dan hipnosis (John,2004). Terapi relaksasi progresif merupakan cara XQWXN PHQJLGHQWL¿NDVL RWRW GDQ NXPSXODQ RWRW tertentu serta membedakan antara perasaan tegang dan relaksasi dalam. Terapi ini akan mempengaruhi kondisi emosional seseorang dan akan diperoleh kondisi tubuh yang rileks dan bebas dari ketegangan sehari-hari sehingga dapat membantu seseorang untuk dapat tertidur dan mempertahankanya (Joyce,2005). Terapi relaksasi progresif dapat sebagai acuan metode relaksasi termurah yang tidak memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah untuk dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan pikiran terasa tenang dan lebih mudah untuk tidur (Davis, 1995). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Wreda Dharma Bakti Kasih Surakarta pada tanggal 26 November 2013, didapatkan bahwa jumlah lanjut usia dipanti adalah 52 orang. Hasil wawancara dengan perawat di panti wredha, didapatkan 30 orang lansia mengalami gangguan tidur. Lansia mengeluh tidak bisa tidur nyenyak, sering mengantuk pada siang hari, sulit mengawali tidur pada malam hari dan sering terbangun pada jam 3 pagi dan setelah itu tidak bisa tidur lagi. Lansia yang mengalami gangguan tidur dan 55
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
mengganggu ketenangan lansia lain akan diperiksa oleh dokter dan mendapatkan obat tidur. Selama ini lansia belum mendapatkan terapi khusus untuk memperbaiki kualitas tidurnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di Panti Wreda Dharma Bakti Kasih Surakarta.
2. PELAKSANAAN a.
b.
c.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Panti Wreda Dharma Bakti Kasih Surakarta. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian preeksperimental design. Rancangan penelitian yang digunakan adalah one-group pretestposttest design (Sugiyono,2013).Rancangan ini menggunakan satu kelompok sampel yang diukur tingkat insomnianya sebanyak dua kali, yaitu sebelum diberikan terapi relaksasi progresif (pretest) dan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif (posttest). Populasi dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang dirawat di Panti Wreda Bakti Kasih Surakarta yang berjumlah 52 orang lansia. Teknik sampling yang dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu yang didasarkan pada kriteria inklusi (Sugiyono,2010). Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang. Kriteria inklusi dalam penelitian ini: 1. Lansia dengan usia minimal 60 tahun 2. Lansia yang menghuni Panti Wreda Bakti Kasih Surakarta 3. Tidak mengalami keterbatasan atau kelumpuhan anggota gerak 4. Bersedia menjadi responden Kriteria eksklusi penelitian adalah: 1. Lansia yang mengalami demensia 2. Lansia yang mendapatkan obat untuk membantu tidur/anti depresi/obat penenang.
56
3. METODE PENELITIAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Pengukuran terhadap penurunan tingkat insomnia menggunakan lembar kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta) Insomnia Rating Scale yang berjumlah 11 pertanyaan. Jawaban selalu diberi nilai 4, jawaban sering diberi nilai 3, jawaban kadangkadang diberi nilai 2, dan tidak pernah diberi nilai 1. Jumlah total dari setiap item pertanyaan dikategorikan 11-19: tidak ada keluhan insomnia, 20-27: insomnia ringan, 28-36: insomnia berat dan 37-44: insomnia sangat berat. Cara Pengumpulan data Tahap pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Tahap pertama merupakan tahap persiapan yang dilakukan berupa persiapan tempat penelitian, diawali dengan permohonan ijin ke Pimpinan Panti Wreda Bakti Kasih Surakarta. Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti melakukan koordinasi dengan perawat panti wreda tentang pelaksanaan penelitian dan sosialisasi tentang terapi relaksasi progresif. b. Tahap kedua, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan kepada calon responden dan memberikan lembar persetujuan untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data melalui tahap pre tes, intervensi dan post test. Pada tahap pre test, peneliti mengumpulkan data tentang tingkat insomnia responden dengan cara wawancara terstruktur dengan menggunakan lembar kuesioner KSPBJ (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta). Pada tahap intervensi, seluruh lansia dilatih untuk melakukan relaksasi progresif selama 20-30 menit untuk satu kali latihan selama 7 hari. Post test pengukuran tingkat insomnia dilakukan setelah intervensi terapi relaksasi progresif yaitu setelah 7 kali latihan. c. Tahap ketiga, melakukan pengolahan data dari hasil penyebaran kuesioner dan selanjutnya dilakukan analisis data.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
Pengolahan Data dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan editing, diting, coding, tabulating dan entry data. Analisa data dilakukan melalui proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan. Analisis univariat dilakukan untuk melihat karakteristik responden dengan menggunakan distribusi frekuensi dan hasil statistik deskriptif yang meliputi mean, median, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal (Istijanto,2009). Analisa yang direncanakan selanjutnya adalah analisis bivariat yaitu analisis untuk PHQJXML KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD GXD variabel, atau bisa juga untuk mengetahui apakah DGD SHUEHGDDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD GXD DWDX lebih kelompok (Hastono, 2007). Analisis bivariat dilakukan untuk membukWLNDQ KLSRWHVLV SHQHOLWLDQ \DLWX PHQJLGHQWL¿kasi pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di Panti Wreda Darma Kasih Surakarta. Sebelum dilakukan analisa bivariat dilakukan uji normalitas dengan Saphiro-wilk untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Apabila data berdistribusi normal, analisa data dengan uji t berpasangan dan apabila data berdistribusi tidak normal analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon (Dahlan, 2013).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik responden a. Karakteristik responden berdasarkan usia Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa usia responden terbanyak adalah usia 60-74 tahun sebanyak 25 (83%) orang dan usia 75-90 tahun sebanyak 5 orang (17%). Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia (n=30) Usia 60-74 tahun (lanjut usia dini) 75-90 tahun (lanjut usia tua) Total
Jumlah 25
Persentase (%) 83
5
17
30
100
Hal ini sesuai dengan teori bahwa meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah
lansia dan berpengaruh pada berbagai aspek keKLGXSDQQ\DEDLN¿VLNPHQWDOGDQHNRQRPL+DO WHUVHEXW GDSDW PHQJDNLEDWNDQ NHPDPSXDQ ¿VLN dan psikisnya juga menurun dan salah satu masalahnya lansia akan mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur (Tamher, 2009). Prevalensi lansia yang mengalami gangguan tidur cukup tinggi yaitu 67% dan terjadi pada kelompok umur 70 tahun (Amir, 2007). Kelompok usia lansia lebih banyak mengeluh terbangun lebih awal di pagi hari dan 30% lansia terbangun pada malam hari (Nugroho, 2000). b.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin (n=30)
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Jumlah 16 14 30
Persentase (%) 53 47 100
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding jenis kelamin perempuan yaitu responden laki-laki sebanyak 16 orang (53%) sedangkan responden perempuan 14 orang (47%). Jumlah lansia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang mengalami insomnia tidak menunjukkan perbeGDDDQ\DQJVLJQL¿NDQ Lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab insomnia (Adrian,1999). Angka kejadian insomnia pada perempuan dapat disebabkan karena pada masa menopause sekitar 61% perempuan mengalami masa transisi hormon sehingga pengaturan hormon estrogen mengalami penurunan dan dapat meningkatkan resiko masalah tidur (Bandiyah, 2009). Berdasarkan hasil penelitian, lansia baik laki-laki maupun perempuan sering terbangun karena adanya suara yang agak keras, bau tidak enak dan rasa tidak nyaman pada tubuh(rasa gatal, udara panas dan rasa ingin buang air kecil). 4.2. Tingkat insomnia a.
Tingkat insomnia sebelum diberikan terapi relaksasi progresif Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa tingkat insomnia lansia sebelum diberikan terapi 57
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
relaksasi progresif yang mengalami tingkat insomnia ringan sebanyak 22 orang (73%) dan yang mengalami tingkat insomnia berat adalah 8 orang (27%). Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat insomnia sebelum diberikan terapi relaksasi progresif (n=30) Tingkat insomnia Ringan Berat Total
Jumlah
Persentase (%)
22 8 30
73 27 100
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Pratiwi (2011) menunjukkan bahwa lebih dari separuh lansia mengalami insomnia ringan dengan keluhan tidur 2-3 jam pada waktu siang hari, sudah melakukan aktivitas mandi pada jam 03.00 pagi, pusing dan lemas. Proses penuaan merupakan faktor yang memperkuat risiko insomnia yaitu dengan semakin bertambahnya umur maka lansia cenderung untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi lansia terhadap fase tidur-bangun pada lansia yang menurun, berkaitan dengan lansia yang sangat rentan dengan perpindahan atau penurunan produktivitas jam kerja dan semakin menurunnya kondisi psikologis. 3HUPDVDODKDQ HPRVLRQDO NRJQLWLI GDQ ¿siologis merupakan penyebab insomnia yang utama pada lansia. Ketiga hal tersebut berperan terhadap terjadinya disfungsi kognitif, kebiasaan yang tidak sehat dan akibat insomnia (Espie, 2002). Teori lain menyebutkan faktor psikologis merupakan salah satu faktor utama kecenderungan insomnia selain disebabkan oleh stress, perubahan hormon, dan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga malam atau lebih dalam seminggu dalam jangka waktu sebulan termasuk insomnia kronis (Rafknowledge, 2004). b.
Tingkat insomnia setelah diberikan terapi relaksasi progresif
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tingkat insomnia lansia setelah diberikan terapi relaksasi progresif yang mengalami tingkat insomnia ringan sebanyak 5 orang (17%) dan yang tidak ada keluhan sebanyak 25 orang (83%). Kategori tidak ada keluhan insomnia adalah rentang 58
11-19 dan insomnia ringan dengan rentang skor antara 20-27. Tabel 4. Distribusi frekuensi tingkat insomnia setelah diberikan terapi relaksasi progresif (n=30) Tingkat insomnia Tidak ada keluhan Ringan Total
Jumlah 25 5 30
Persentase (%) 83 17 100
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Sholichati (2008) bahwa suara tartil Al-Qur’an dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien preoperasi. Terapi suara tartil AlQur’an secara kontinyu manfaatnya tidak jauh berbeda dengan terapi relaksasi progresif yaitu berpengaruh pada frekuensi gelombang otak menjadi lebih baik sehingga dapat menstimulus sesorang mencapai kondisi pikiran yang rileks dan santai serta keadaan yang penuh ketenangan (Supriatna, 2010). Teknik relaksasi progresif merupakan teknik PHPXVDWNDQ SHUKDWLDQ SDGD VXDWX DNWL¿WDV RWRW GHQJDQPHQJLGHQWL¿NDVLRWRW\DQJWHJDQJNHPXdian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan yang rileks (Bephage,2005). Relaksasi progresif dapat digunakan untuk memasuki kondisi tidur karena dengan mengendorkan otot secara sengaja akan membentuk suasana tenang dan santai. Suasana ini diperlukan untuk mencapai kondisi gelombang alpha yaitu suatu keadaan yang diperlukan seseorang untuk memasuki fase tidur awal (Selamiharja, 2005). Lansia yang telah diberikan terapi relaksasi progresif memiliki kualitas tidur yang baik. Lansia menyatakan jika setiap malam sering terbangun dan tidak dapat tidur kembali, namun setelah diberikan terapi masalah tidur dapat dikurangi dengan dibuktikan jarang terbangun pada malam hari. Berdasarkan teori tersebut diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa dengan terapi relaksasi progresif dapat membentuk suasana tenang sehingga kualitas tidur lansia tercukupi. 4.3 Pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap tingkat insomnia Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa dengan menggunakan uji Wilcoxon diperoleh
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
statistik Z hitung sebesar -4,796 dengan p value sebesar 0,001 (p value DUWLQ\DDGDSHQJDruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia. Tabel 5. Pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia (n=30) Variabel Tingkat Insomnia
Z hitung - 4,796
p value 0,0001
Hasil penelitian tersebut diatas, sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Davis bahwa latihan relaksasi otot progresif yang dilaksanakan selama 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. Penelitian yang dilakukan oleh Widastra (2009) didapatkan hasil terapi relaksasi progresif efektif mengatasi keluhan insomnia. Adanya pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia tersebut menunjukkan bahwa latihan relaksasi progresif dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi insomnia. Keuntungan relaksasi ini adalah dapat menurunkan denyut nadi, tekanan darah, mengurangi keringat dan frekuensi pernafasan (Selamiharja, 2005). Respon relaksasi terjadi melalui penurunan bermakna dari kebutuhan zat oksigen oleh tubuh yang selnjutnya aliran darah akan lancar, neurotransmitter penenang akan dilepaskan, sistem saraf akan bekerja secara baik dan otototot tubuh yang rileks akan menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Purwanto, 2007). Tingkat insomnia yang menurun setelah diberikan terapi relaksasi sesuai dengan teori bahwa latihan relaksasi yang dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot dapat PHQVWLPXODVLUHVSRQUHODNVDVLEDLN¿VLNPDXSXQ psikologis (Guyton, 1995). Terapi relaksasi progresif yang dikombinasikan dengan teknik pernapasan, memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernapasan tersebut mampu memberikan pijatan pada jantung yang menguntungkan akibat naik turunnya diafragma, membuka sumbatan-sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan aliran darah
ke seluruh tubuh. Peningkatan oksigen dan nutrient dalam otak akan merangsang peningkatan sekresi serotonin sehingga tubuh menjadi tenang dan lebih mudah tidur (Purwanto, 2007). Selain itu, kondisi tubuh yang rileks dapat memicu bekerjanya otak untuk menghasilkan endogenous morphin yang merupakan suatu zat penenang yang cara bekerjanya seperti efek morphin (Bephage,2005). Latihan relaksasi progresif yang dilakukan selama satu minggu secara teratur terbukti dapat menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Berdasarkan observasi peneliti, selain dengan latihan teratur, penurunan tingkat insomnia juga disebabkan oleh kondusifnya lingkungan ketika melakukan latihan relaksasi progresif. Lansia menyatakan apabila terbangun dari tidur, lansia akan mengulang atau mempraktekkan lagi latihan relaksasi. Berdasarkan teori, terapi relaksasi progresif dapat mempengaruhi perasaan negative menjadi positif sehingga dapat membantu lansia mengubah pola hidup yang dapat mengganggu kuantitas dan kualitas tidur lansia ( Sani,2003)
5. KESIMPULAN a.
b.
c.
d.
Karakteristik responden menunjukkan umur responden terbanyak adalah umur 60-74 tahun sebanyak 25 orang lansia; jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 16 orang lansia. Tingkat insomnia lansia sebelum diberikan terapi relaksasi progresif menunjukkan tingkat insomnia ringan sebanyak 22 orang lansia dan tingkat insomnia berat sebanyak 8 orang lansia. Tingkat insomnia lansia setelah diberikan terapi relaksasi progresif menunjukkan tidak ada keluhan insomnia sebanyak 25 orang lansia dan tingkat insomnia ringan sebanyak 5 orang lansia. Ada pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia di Panti Wreda Bakti Kasih Surakarta dengan p value 0,0001.
Saran a.
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam me59
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
b.
c.
milih intervensi bagi lansia yang mengalami insomnia. Perawat di panti wreda diharapkan selalu memantau kemampuan lansia dalam melakukan terapi relaksasi progresif. Lansia hendaknya dapat melakukan terapi relaksasi progresif secara mandiri untuk menurunkan tingkat insomnianya.
6. REFERENSI Amir, N. 2007. Gangguan Tidur pada Lansia: Diagnosis dan Penatala ksanaan. http:// www.kalbe.co. id/ ¿OHVFGN¿OHV Diakses tanggal 1 Maret 2013 Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika Bephage, G. 2005. Promoting Quality Sleep in Older People: The Nursing Care Role, in British. Journal of Nursing. Vol 14. No. 4: 209 Christopher, Goetz. 2007. Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Saunders. Dahlan, Muhamad S. 2013. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Davis, Eshelman dkk. 1995. Panduan Relaksasi dan Reduksi Stres. Edisi III. Jakarta: EGC Dombrowsky, Joseph W and Lettieri, Christopher J. 2011. Eszopiclone in the Management of Insomnia Among Erderly Patients. Clinical Medicine Insights. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins Espie, Colin A. 2002. Insomnia. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Volume 50. Nomor 6: 880-895 Guyton, Arthur. 1995. Human Physiology & Mechanisms of Disease. Jakarta: EGC Hastono, Priyo S. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Istijanto. 2009. Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Jack D. Edinger, et al. 2001. Cognitive Behavioral Therapy for Treatment of Chronic Primary Insomnia. Jama: American Medical Association
John, E.D, et al. 2004. Treatment of Primary Insomnia. Philadelphia: JABFP Joyce, M and Black, Jane. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical management for positive outcomes. Volume I Edisi I. Philadelphia: F.A Davis Company Kadir, Subhan. 2007. Proses Menua. Available online at http://subhankadir. wordpress. com/ 2007/08/20/9/.Diakses tanggal 12 Agustus 2013 Maryam, Siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Nugroho, Wahyudi . 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. Purwanto, S. 2007. Terapi Insomnia. http// klinis. wordpress.com. Diakses 11 Oktober 2013 Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Sani. 2003. Yoga Untuk Kesehatan. Semarang: Dahara prize Selamiharja. 2005. Insomnia dan Rahasia Tidur Nyaman. http://www. sarikata.com. Diakses 22 Juli 2014 Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sugiyono.2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Supriatna, N. 2010. Gelombang Otak dan Pikiran Bawah Sadar. http://universal quantum. com. Diakses 12 Juli 2014 Tamher, S. 2009. Kesehatan Lanjut Usia dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika WHO. 1998. Mental Disorder in Primary Care: Sleep Problem, Devision of Mental Health and Prevention of Substance Abuse. http;// www.who.int.html. diakses 6 Maret 2013 Widastra, I Made. 2009. Terapi Relaksasi Progresif Sangat Efektif Mengatasi Keluhan Insomnia Lanjut Usia. Jurnal Ilmiah Keperawatan. Vol 2. No 1. Juni 2009
-oo0oo60
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
BIOSUPLEMEN SINBIOTIK (PROBIOTIK DAN PREBIOTIK) DALAM SOYGHURT SEBAGAI IMUNOSTIMULAN DAN PENURUN KOLESTEROL Eni Rumiyati1), Anis Nurhidayati2) 1
Program Studi D III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] 2 Program Studi D III Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]
ABSTRAK Yogurt umumnya menggunakan bahan dasar susu hewani yaitu susu sapi, sedangkan bahan baku nabati terutama kedelai belum banyak diketahui. Tujuan dari penelitian adalah biosuplemen synbiotik dalam makanan yang diharapkan susu kedelai yogurt efek imunostimulan fermentasi dan menurunkan kadar kolesterol sebagai suplemen makanan synbiotik yang serbaguna, aman, dan ekonomis. Metode SHQHOLWLDQ PHQJJXQDNDQ WLJD PHWRGH PHWRGH SHUWDPD DGDODK %$/ ,VRODVL GDQ LGHQWL¿NDVL VXPEHU strain BAL probiotik yang digunakan adalah anadditional 2% maltodekstrin, 2% FOS, 2% COS = 1: 1, metode kedua adalah Biopreparasi synbiotik sebagai suplemen makanan dalam tahap fermentasi soyghurt, pembuatan synbiotik soygurt dengan penambahan tahap pertama untuk mendapatkan empat sampel, metode ketiga soyghurt menganalisis produk fermentasi dan uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan soygurt dengan penambahan sinbiotik setelah uji organoleptis, warna disukai oleh penambahan maltodekstrin. Dari hasil pengujian statistik diperoleh dengan analisis uji T menunjukkan sig. 0.00 <0.05, itu berarti bahwa ada perbedaan antara kadar protein dan lemak tingkat dengan empat perlakuan, menggunakan paired sampel. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan kadar protein dan lemak. Berdasarkan hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kandungan lemak terendah adalah perlakuan soygurt yang ditambah COS mampu menurunkan kadar kolesterol. Kata kunci: probiotik, prebiotik, yoghurt, imunostimulan, kolesterol menurun ABSTRACT Yogurt generally use basic ingredients of animal milk is cow’s milk, where as plant-based materials, especially soybeans haven’t been widely known. The purpose of research is biosuplemen synbiotik in fermented food expected soymilk yogurt immunostimulatory effects and lowering cholesterol levels as a food supplement synbiotik which multipurpose, safe, and economical. The research method uses WKUHHPHWKRGVWKH¿UVWPHWKRGLV%$/,VRODWLRQDQGLGHQWL¿FDWLRQWKHVRXUFHRISURELRWLF%$/VWUDLQV used were anadditional 2%maltodextrin, 2%FOS, 2%COS = 1: 1, the second method is Biopreparasi synbiotik as a food supplement in this stage of fermentation soyghurt, manufacture synbiotik soygurt ZLWK WKH DGGLWLRQ RI WKH ¿UVW SKDVH WR REWDLQ IRXU VDPSOHV WKH WKLUG PHWKRG LV VR\JKXUW DQDO\]H WKH products of fermentation and organoleptic test. The results showed soygurt with the addition of synbiotic after organoleptis test,the preferred color by the addition of maltodextrin. From the statistical test results obtained with the T test analysis showed sig. 0.00<0.05, it’s meaning that there are difference between
61
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
the levels of protein and fat levels with four treatments, using Paired Samples Statistics show there are differences in levels of protein and fat levels. Based on laboratory test results showed that the lowest fat content’s the treatment soygurt+COS, it’s can lower cholesterol levels. Keywords: probiotic,prebiotic, yoghurt, immunostimulants, cholesterol decreased
1. PENDAHULUAN Susu kedelai adalah produk susu dari ekstrak kedelai. Protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino mirip susu sapi, sehingga sangat baik sebagai pengganti susu sapi terutama bagi mereka yang alergi Lactose Intolerance atau bagi yang tidak menyukai susu sapi dan daya belinya kurang. Tujuan penelitian adalah biosuplemen synbiotik dalam produk pangan fermentasi yoghurt susu kedelai diaplikasikan dalam yoghurt diharapkan akan mampu memberikan efek imunostimulan dan menurunkan kadar kolesterol sebagai suplemen pangan synbiotik yang bersifat multiguna, aman, dan ekonomis. Selain kualitas proteinnya yang baik kedelai juga mudah diperoleh, mengandung asam lemak tak jenuh essensial (linoleat) yang cukup tinggi dan tidak mengandung banyak kolesterol sehingga dengan mengkonsumsi kedelai secara rutin dapat mengurang penyakit degeneratif. Yoghurt bukanlah sebagai makanan eksklusif untuk golongan tertentu saja melainkan telah merambah sebagai makanan yang dikonsumsi oleh segala usia dari anak hingga manula. Konsep synergistik atau campuran probiotik dan prebiotik akhir-akhir ini dipakai untuk karakterisasi makanan peningkatan kesehatan dan suplemen yang dipakai sebagai penyusun makanan penting pada manusia. Mutu protein susu kedelai adalah 80% dari mutu protein susu sapi.
2. PELAKSANAAN Lokasi penelitian di Laboratorium IPA Terpadu STIKes Kusuma Husada Surakarta dan Laboratorium Sentral UNS Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan.
3. METODE PENELITIAN Metode penelitian berdasrakan percobaan laboratorium. Tahapan penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu WDKDSSHUWDPDLVRODVL%$/GDQLGHQWL¿NDVLVWUDLQ
62
BAL dari sumber probiotik yang digunakan yaitu memberikan tambahan Maltodextrin 2%, FOS 2 %, COS 2% = 1: 1. Tahap kedua biopreparasi synbiotik sebagai suplemen dalam pangan fermentasi soyghurt tahap ini dilakukan pembuatan soygurt dengan penambahan synbiotik tahap I sehingga didapatkan empat sampel. Tahap ketiga menganalisis produk fermentasi soyghurt dan uji organoleptis dan menggunakan uji statistik t test. Proses pembuatan susu kedelai yaitu dari 1 kg kedelai dapat dihasilkan 10 1iter susu kedelai. Cara pengolahan susu kedelai: biji kedelai dibersihkan dari segala kotoran, kemudian cuci; kedelai yang telah bersih direbus selama kira-kira 15 menit, lalu direndam dalam air bersih selama kira-kira 12 jam; lalu dicuci sampai kulit arinya terkelupas dan biji kedelai diblender dengan perbandingan biji kedelai dengan air 1: 8 liter artinya biji kedelai 1 kg dan air 8 liter. Disaring dengan kain saring, sehingga diperoleh sari biji kedelai, ditambahkan gula pasir (100 –200 gram) , panili (2 gram), coklat (15 gram) , dan garam (15 gram) ke dalam larutan susu, lalu aduk sampai rata dan panaskan hingga mendidih. Sari biji kedelai direbus pada suhu 85–90o C selama 30 menit dan diperoleh produk akhir susu kedelai. Pembuatan soyghurt yaitu yoghurt dengan penambahan synbiotik susu kedelai sebanyak 100 ml ditambah gula pasir 25 gram dan susu skim dengan konsentrasi 15 % dari bahan baku. Susu kedelai dipanaskan mencapai suhu diatas 85–90o C selama 15 menit sambil diaduk –aduk. Susu kedelai didinginkan hingga suhu mencapai 43–45o C, dinokulasikan isolat BAL hasil isolasi sebanyak 10 % dengan diaduk. Susu kedelai yang telah dinokulasikan biakan dimasukkan ke dalam cup, kemudian ditutup rapat. Cup diinkubasi pada suhu 39o C selama 18 jam
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa soygurt dengan penambahan sinbiotik setelah di lakukan uji organoleptisnya warna yang disukai
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
adalah dengan penambahan maltodextrin. Dari uji statistik dengan t test diketahui nilai sig 0.00 < 0.05, artinya terdapat perbedaan antara kadar protein dan kadar lemak dengan empat perlakuan, dengan menggunakan uji Paired Samples Statistics juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar protein dan kadar lemak. Berdasarkan hasil uji laboratorium didapatkan hasil bahwa kadar lemak yang paling rendah yaitu pada perlakuan soygurt+COS sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian soygurt+COS dapat menurunkan kadar kolesterol. Tabel 1. Analisa protein dan lemak soygur Sampel Soygurt +COS +FOS Maltodextrin
Macam Analisa Protein Lemak Protein Lemak Protein Lemak Protein Lemak
Metode Analisa Kjeldahl Soxhlet Kjeldahl Soxhlet Kjeldahl Soxhlet Kjeldahl Sokhlet
Hasil Analisa 2,71 1,43 2,66 1,39 2,54 1,74 2,92 1,55
Konsumsi pangan yang sehat penting dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, apa yang kita makan dapat memengaruhi kesehatan. Konsumsi pangan dengan tinggi kalori dan lemak berkaitan dengan peningkatan kadar kolesterol darah. Keadaan ini akan berbanding lurus dengan terjadinya penyakit jantung koroner dan oleh sebab itu upaya yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit jantung koroner melalui pengaturan pola makan dalam tubuh lebih umum dikenal intake makanan. Asupan makanan yang berlebih terutama kalori tinggi dan lemak tinggi akan mengakibatkan peningkatan kolesterol dalam darah. Keadaan ini akan mempercepat terjadinya aterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah adalah penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah jantung. Konsumsi pangan yang terkandung dalam kacang kedelai atau kedelai dalam bentuk susu atau yang lainnya seperti soygurt dapat meningkatkan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak dan dapat memerkuat organ-organ jaringan dalam tubuh manusia, menurunkan kolesterol, meningkatkan metabolisme lemak dan mencegah penyakit arteriosklerosis.
5. KESIMPULAN a.
b.
c.
Dari hasil analisa lemak kandungan lemak terendah adalah pada sampel soygurt dengan penambahan COS yaitu 1,39 dan paling tinggi pada soygurt dengan penambahan FOS yaitu 1,74. Dari analisa protein yang terkandung dalam soygurt didapatkan kandungan protein yang tertinggi pada soygurt dengan penambahan Maltodextrin sebesar 2,92 dan terendah kadar proteinnya adalah soygurt dengan penambahan FOS yaitu 2,54. Dari hasil uji statistik diketahui nilai sig 0.00 < 0.05, artinya terdapat perbedaan antara kadar protein dan kadar lemak dengan empat perlakuan. Berdasarkan hasil uji laboratorium didapatkan hasil bahwa kadar lemak yang paling rendah yaitu pada perlakuan soygurt yang ditambah COS sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian soygurt dan COS dapat menurunkan kadar kolesterol.
UCAPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan program Penelitian Dosen Pemula yang didanai dari Hibah DP2M Ditjen DIKTI tahun anggaran 2014.
6. REFERENSI Anonim, 2008, Pro Fiber (Formula Serat dengan Probiotik), http:///www. Sungaibaru.com/ produk/lihat/lihatproduk.php?id=4, 8 April 2008. Anwar, E., Joshita, D., Yanuar, A., dan Bahtiar, A., 2004, Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu sebagai Eksipien dalam Formula Sediaan Tablet dan Niosom, E-Mail:
[email protected], April 2004. Djide, M.N., 2006. Efek Hipokolesterolemia Kultur Bakteri Asam Laktat Dalam Soygurt Terhadap Tikus Putih. Jurnal Sains & Teknologi, April 2006, Volume 6 No. 1: 13 –18. ISSN 1411 –4674 Grunewald, K. K., and K. Mitchell. 1983. Serum cholesterol levels in mice fed fermented and unfermented acidophilus milk. J. Food Prot. 46:315–318.
63
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
Harti, A.S. 2007. Kajian Efek Sinergistik Probiotik dengan Prebiotik terhadap Diaregenik Escherichia coli. Laporan Hasil Penelitian Dosen Muda. Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Tahun 2007. Hidayat,A. 2009. Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Koswara S., 2006. Susu Kedelai Tidak Kalah Dengan Susu Sapi. ebookpangan.com. 2006. Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Citra.
Waspodo I., 2004, Agar Probiotik Menyehatkan Saluran Cerna, Harian Kompas, 6 November 2004. Sugiyono. 2007. Statistik untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta Winarno F. G., 2003, Mikrobiologi Usus Bagi Kesehatan dan Kebugaran, dalam Seminar Sehari Keseimbangan Flora Usus Bagi Kesehatan dan Kebugaran, IPB Bogor. Yusmarini, 2004. Evaluasi Mutu Soyghurt Yang Dibuat Dengan Penambahan Beberapa jenis gula. Jurnal Natur Indonesia 6 (2): 104 –110, ISSN 1410 – 937
-oo0oo-
64
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2014
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
FILOSOFI Jurnal Kesehatan Kusuma Husada disingkat Jurnal KesMaDaSka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kusuma Husada Surakarta merupakan publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan. Artikel yang dimuat berupa : artikel penelitian (hasil penelitian asli), kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain, yang belum pernah dimuat di media lain.
PEDOMAN 1. 2.
3.
Redaksi menerima naskah dari peneliti dan pemerhati ilmu-ilmu kesehatan. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, STIKes Kusuma Husada Surakarta Jl. Jaya Wijaya No. 11 Surakarta 57127, Telpon / Fax (0271) 857724 Email :
[email protected] Naskah dikirim rangkap dua, disertai VRIW¿OH dalam rekaman CD dan diketik dalam program Microsoft Word. Ditulis spasi tunggal, font size 11, huruf Times New Roman, maksimal 20 halaman ukuran A4 NXDUWR *DPEDU JUD¿N GLFHWDN GHQJDQ SURJUDP SHQJRODKDQ GDWD \DQJ NRPSDWLEHO *DPEDU LOXVWUDVLGDQIRWRGLPDVXNNDQGDODP¿OHQDVNDK
FORMAT PENULISAN Sistematika artikel Hasil Penelitian adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metodologi (Bahan dan Cara Penelitian), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila ada) dan Daftar Pustaka. Sedangkan artikel berupa Kajian Kepustakaan atau Ulasan Ilmiah lain, sistematikanya adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Ringkasan, Pendahuluan, Bab Bagian yang diulas, Kesimpulan dan Daftar Pustaka. Judul Ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan jelas. Nama dan Instansi (para) Penulis Ditulis dengan gelar akademik instansi ditulis di bawah nama dengan cara diberi superskrip 1), 2), 3) dan seterusnya. Abstrak dan Ringkasan Ditulis dalam bahasa Indonesai dan atau bahasa Inggris, lebih – kurang 300 kata, berisi tentang highlight hasil penelitian yang menonjol dan terkait dengan judul artikel. Kajian kepustakaan / ulasan ilmiah lain mengikuti. Pendahuluan Berisi latar belakangan dan rumusan masalah, sitasi kepustakaan, tujuan dan manfaat, kontribusi hasil. Metodologi Berisi tentang waktu dan tempat penelitian, jenis dan teknis pengambilan data, hipotesis (bila ada), teknik analisis dan interpretasi data.
65
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2015
Hasil dan Pembahasan -XGXO7DEHOPDXSXQ*DPEDUJUD¿NLOXVWUDVLGLEHULQRPRUGDQGLDZDOLKXUXIEHVDUVHODQMXWQ\DKXUXI kecil. Bila ada foto (hitam putih), harus dicetak pada kertas putih mengkilat dan disertai keterangan. Dalam membahas hasil penelitian, sebaiknya diikuti tinjauan pustaka yang terkait. Simpulan (dan saran) Penarikan kesimpulan didasari dari hasil yang diperoleh dengan mengacu kepada judul penelitian, dapat dikemukakan saran yang terkait. Ucapan Terima Kasih (bila ada) Dapat ditulis nama perseorangan atau instansi yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka Disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis utama, judul karangan buku ditulis dengan huruf besar pada setiap awal kata yang bukan kata sambung, sedangkan untuk jurnal hanya awal kata saja. Contoh bila kepustakaan diambil dari jurnal ilmiah : 3LSSHQ(/GDQ(30HFFKL+\GURJHQVXO¿GHDGLUHFWDQGSRWHQFLDOO\LQGLUHFWFRQWULEXWRUWR cook chicken aroma. J.Food Science, 34 : 443. Contoh bila kepustakaan diambil dari buku : Pippen, J.R., 1984. Sensory Analysis of Food. Elsevier Applied Science, Prentice-Hall Inc. Englewood Cliff. New Jersey. Contoh bila diambil dari internet : Abadi , C.J., 2002. Kumis kucint. http :www.changjaya-abadi.com/jamu-jawa04html.tanggal akses 12 Desember 2003. -oo0oo-
66