KATA PENGANTAR
Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Kusuma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak. Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan meliputi keperawatan, kebidanan maupun bidang kesehatan lainnya berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempublikasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta kesehatan lainnya serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti. Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, kami mengucapkan selamat atas terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 02 Januari 2016 Ketua Dewan Redaksi
Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii STUDI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF FRAKSI ETIL ASETAT KENIKIR (Cosmos caudatus) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL KAJIAN STRESS OSIDATIF (LIPID PEROSIDASE) Agil Novianto1), Hartono2) 1 FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN MAHASISWA TINGKAT IV DIV KEPERAWATAN DALAM MELAKUKAN PRAKTEK PEMASANGAN PIPA ENDO TRAKEAL DI LABORATORIUM KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Sunarto1) 6 PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TULANG IKAN TUNA DENGAN SUPLEMEN KALK TERHADAP KADAR KALSIUM DARAH IBU HAMIL PASIEN PUSKESMAS Wijayanti1), Supriyana2), Bahiyatun3)
12
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DAN LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DAHLIA PUSKESMAS MOJOSONGO SURAKARTA Joko Kismanto1), Diyah Ekarini2), Nurul Devi Ardiani3) 17 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KADER DENGAN SIKAP KADER TENTANG POSYANDU BALITA DI DESA PENGKOK KEDAWUNG SRAGEN Kartika Dian Listyaningsih 1), Deny Eka Widyastuti 2), Megayana Yessy Mareta3)
23
EFEKTIVITAS HBsAg – RAPID SCREENING TEST UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS B Ika Budi Wijayanti 1)
29
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT MUSIK KLASIK DENGAN MOTIVASI MENDENGARKAN MUSIK KLASIK PADA IBU HAMIL DI SURAKARTA JAWA TENGAH Arista Apriani 1), Deny Eka Widyastuti 2), Yunia Renny Andhikatias3) 35 HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KOMUNIKASI KEPALA BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA :DK\XQLQJVLK6D¿WUL1)
40
EFEKTIFITAS RELAKSASI AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN DI POSYANDU LANSIA DESA PLESUNGAN KARANGANYAR Ika Subekti Wulandari 1):DK\XQLQJVLK6D¿WUL2)
45
HUBUNGAN ANTARA METAKOGNISI DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH PELAYANAN KB PADA MAHASISWA PRODI D III KEBIDANAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA Deny Eka Widyastuti 1) 49
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
ANALISIS GENDER DENGAN PERSPEKTIF SOSIAL EKONOMI MENGENAI KELUARGA BERENCANA DI DESA BOLON KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR 53 Yunia Renny Andhikatias 1), Arista Apriani2) PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAYAM HIJAU DENGAN PREPARAT Fe TERHADAP PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL PASIEN PUSKESMAS Dheny Rohmatika 1), Supriyana2), Djamaluddin Ramlan 3) 60 PEDOMAN PENULISAN NASKAH
69
-oo0oo-
iv
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
STUDI AKTIVITAS HEPATOPROTEKTIF FRAKSI ETIL ASETAT KENIKIR (Cosmos caudatus) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL KAJIAN STRESS OSIDATIF (LIPID PEROSIDASE) Agil Novianto1), Hartono2) Akademi Farmasi Nasional Surakarta
[email protected]
1,2
ABSTRAK Hati memainkan peran penting dalam metabolisme dan ekskresi. Parasetamol dosis tinggi dapat membuat gagal hati akut (ALF) dan nekrosis di hepar dari penanda enzim serta meningkatkan parameter oksidatif stres untuk peroksidasi lipid. Tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas etyl asetat fraksi kenikir pada tikus yang diinduksi oleh parasetamol. Desain penelitian aktivitas hepatoprotektif menggunakan hewan uji yang terbagi enam kelompok. Kelompok I (normal) diberi asupan aquades, kelompok II (kontrol negatif) diberi CMC 1 %, kelompok III (kontrol positif) diberi kurkuminoid 100mg/ kg BB dalam CMC 1 %, kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberi fraksi etil asetat kenikir dengan dosis 281,25 mg/kg BB, 562,5 mg/kg BB, dan 1.125 mg/kg BB. Perlakuan sediaan uji selama 7 hari, pada hari ke-7, 30 menit setelah pemberian sampel uji dilanjutkan dengan induksi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secara peroral. Setelah 48 jam induksi, selanjutnya dilakukan pembedahan hewan uji untuk pengambilan sampel liver. Sampel jaringan liver digunakan untuk analisis parameter stres oksidatif yaitu lipid peroxidation (LPO). Fraksi etil asetat kenikir dosis 1125 mg/kg BB mampu menghambat WHUMDGLQ\D OLSLG SHURNVLGDVL VHFDUD VLJQL¿NDQ \DLWX PHPEHULNDQ HIHN RSWLPDO KHSDWRSURWHNWLI GDQ indikasi penurunan peroksidasi lipid (p <0,05). Mekanisme hepatoprotektor fraksi etil asetat kenikir didasarkan atas kemampuan sebagai antioksidan (in vitro dan in vivo) sehingga terjadinya kerusakan liver (nekrosis) dapat diminimalisir. Kata kunci: etylaccetate kenikir fraksi, hepatoprotektif, peroksidasi lipid, parasetamol ABSTRACT The liver plays an important role in the metabolism and excretion. High doses of paracetamol could create acute liver failure (ALF) to show necrosis at high liverby of marker enzymes and increases oxidative stress parameters for example lipid peroxidation. The aim of research to determine the effectiveness etyl acetate fraction of marigolds in rats induced by paractamol. The study design hepatoprotective activity using test animals were divided into six groups. Group I (normal) fed a diet of distilled water, group II (negative control) were given CMC 1%, group III (positive control) were given kurkuminoid 100mg / kg in CMC 1%, group IV-VI (the treatment group) were given a fraction of ethyl acetate kenikir with a dose of 281.25 mg / kg, 562.5 mg / kg, and 1,125 mg / kg. Test preparation treatment for 7 days, on the 7th day, 30 minutes after administration of the test sample followed by induction of paracetamol dose of 2.5 g / kg is orally. After 48 hours of induction, then performed surgery for sampling test animal liver. Liver tissue samples used for the analysis of oxidative stress parameters, namely lipid peroxidation (LPO). Ethyl acetate fraction kenikir dose 1125 mg / kg is capable of preventing the occurrence of lipid SHUR[LGDWLRQVLJQL¿FDQWO\RSWLPDOHIIHFWKHSDWRSURWHFWLYHLQGLFDWHGE\DGHFUHDVHOLSLGSHUR[LGDWLRQS
1
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
<0.05). Hepatoprotective mechanism kenikir ethyl acetate fraction is based on the ability of antioxidants (in vitro and in vivo) so that the occurrence of liver damage (necrosis) can be minimized. Keywords: etylaccetate fractions of kenikir, hepatoprotective, lipid peroxidation, paracetamol
1. PENDAHULUAN Hati merupakan organ vital yang memiliki SHUDQ SHQWLQJ GDODP SURVHV GHWRVL¿NDVL Penggunaan obat dalam jangka panjang dapat memicu kerusakan hati (Singh, 2012). Hepatotoksin merupakan bahan kimia dengan efek toksik terhadap sel hati. Pada dosis yang berlebihan (dosis toksik) atau pemaparan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan hati akut, sub akut maupun kronis. Contoh senyawa hepatotoksin antara lain karbon tetraklorida (CCl4), kloroform, etionin parasetamol, galaktosamin dan lipopolisakarida. Parasetamol merupakan obat dengan efek analgetik dan antipiretik yang aman digunakan dalam pemakaian pada dosis di bawah 4,0 g/hari (Clark et al., 2012). Penggunaan parasetamol dalam jumlah yang berlebih (15 gram/hari) mampu menyebakan kerusakan pada hati (Gestanovia 2007; Clark et al., 2012). Parasetamol mengalami proses metabolisme oleh enzim sitokrom P450 menjadi metabolit reaktif yang dikenal dengan N-acetyl-p-benzoquinonemine (NAPQI). NAPQI mampu berinteraksi secara kovalen dengan makromolekul hati pada bagian sistein dan mengakibatkan terjadinya oksidasi lipid dan menyebabkan kerusakan pada liver (Setty, 2007). Terjadinya kerusakan hati akibat pemberian parasetamol mampu memicu naiknya kadar serum glutamate pyruvate transaminase (SGPT), serum glutamate oxaloacetat transaminase (SGOT), serum alkaline phosphatase (ALP), billirubin, total protein (Hinson et al., 2010). Kerusakan hati akibat parasetamol ini juga ditandai dengan naiknya parameter stress oksidatif yang ditunjukkan dengan tingginya kadar lipid peroksidase (LPO) (Singh, 2011; Datta et al., 2013). Kenikir (Cosmos caudatus K.) telah lama digunakan dalam konsep pengobatan tradisional. Secara tradisional daun kenikir digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang, dan pengusir serangga. 2
Abas et al., (2003) menyebutkan bahwa ekstrak PHWDQROLN GDXQ NHQLNLU PHQJDQGXQJ ÀDYRQRLG dan glikosida kuersetin. Ekstrak etanol kenikir dosis 2.250 mg/kgBB, memiliki efektivitas menurunkan kadar SGPT pada tikus yang diinduksi parasetamol (Setyawati, 2011). Ekstrak etanol dan fraksi etil asetat PHQJDQGXQJ VHQ\DZD ÀDYRQRLG SDOLQJ VHGLNLW dua komponen. Uji aktivitas antioksidan dengan metode penangkapan radikal DPPH (2,2’-difenil1-pikril-hidrazil) menunjukkan ekstrak etanol memiliki IC50 19,43±0,317 ìg/mL (Nurhaeni, 2012) dan fraksi etil asetat memiliki IC50 14,229 ìg/mL (Kurniasih, 2008). Tujuan penelitian untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektor dari fraksi etil asetat herba kenikir berdasarkan kajian stress oksidatif lipid peroxidation (LPO).
2. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Daun kenikir, tablet parasetamol 500 mg (Kimia Farma), kurkuminoid, CMC Na (Brataco), aquadest, etanol 70 % hexane, ethyl acetat (Brataco). Hewan uji tikus jantan galur wistar berat 150-200g. Spuit oral (Terumo), setrifuge Sigma, water bath, trichloroacetic acid (TCA), TBA (Thiobarbituric acid), SDS, asam asetat, Tris HCl pH 7,4. Cara Kerja a. Preparasi sampel Daun kenikir dimaserasi etanol 70 % untuk mendapatkan ekstrak etanol. Ekstrak etanol selanjutnya difraksinasi bertingkat dengan hexane, etil asetat dan air untuk mendapatkan fraksi etil asetat kenikir. b. Uji kualitiatif fraksi etil asetat kenikir $QDOLVLV .URPDWRJUD¿ /DSLV 7LSLV ./7 menggunakan fase gerak campuran butanol, asam asetat dan air (ratio 4: 1: 5) dan fase diam lempeng silika gel GF254. Standar yang digunakan adalah quercetin. Deteksi
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
c.
d.
menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Uji aktivitas hepatoprotektor Uji hepatoprotektor dilakukan mengikuti rancangan Hurkadale et al., 2012 dan Paramaguru et al., 2011. Hewan uji dibagi enam kelompok. Kelompok I (normal) diberi asupan aquades, Kelompok II (kontrol negatif) diberi CMC 1 %, Kelompok III (kontrol positif) diberi kurkuminoid 100mg/ kg BB dalam CMC 1 %, Kelompok IV-VI (kelompok perlakukan) diberi fraksi etil asetat kenikir dengan dosis 281,25 mg/kg BB, 562,5 mg/kg BB, dan 1.125 mg/kg BB. Perlakukan sediaan uji selama 7 hari, pada hari ke-7, 30 menit setelah pemberian sampel uji dilanjutkan dengan induksi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secara peroral (Hurkadale et al., 2012; Paramaguru et al., 2011). Setelah 48 jam induksi, selanjutnya hewan uji dikorbankan dan dilakukan pembedahan untuk mengambil liver. Sampel jaringan liver digunakan untuk analisis parameter stres oksidatif yaitu lipid peroxidation (LPO) . Analisa stress oksidatif lipid peroxidation (LPO) Pengukuran kadar LPO mengikuti metode yang dikembangkan oleh Ohkawa et al.(1979). Organ liver selanjutnya dikeringkan dan ditimbang, sebesar 10 % dari jaringan ini selanjutnya dihomogenkan dan dilakukan preparasi dengan larutan 0,15 M Tris HCl (pH 7,4). Kadar lipid peroksidase dalam campuran ditentukan berdasarkan jumlah terbentuknya malonilaldehyde (MDA). Sejumlah 0,2 ml liver yang telah dihomogenkan ditambah dengan 0,2 ml Sodium dodecyl sulfate (SDS) 8,1 %, 1,5 ml asam asetat 20 %, dan 1,5 ml TBA 0,8 %. Campuran dibuat sejumlah 4 ml ditambah aquadest, dan dihangatkan pada suhu 950C selama 60 menit. Setelah diinkubasi, didiamkan dalam suhu kamar. Dengan volume yang sama ditambahkan TCA 10 %. Selanjutnya disentrifugasi selama 10 menit pada 3000 rpm. Lapisan atas yang terbentuk diambil dan diukur nilai OD pada panjang gelombang 532 nm terhadap blanko yang ti-
dak diberikan sampel. Jumlah lipid peroksidase (LPO) dinyatakan dengan sejumlah mol thiobarbituric acid reactive substance (TBARS)/mg protein dengan menggunakan NRH¿VLHQHNVWLQJVL[0-1 cm-1(Bose et al., 2007).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis KLT dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa maupun marker (senyawa identitas) dari sampel yang digunakan. KLT XQWXN LGHQWL¿NDVL ÀDYRQRLG PHQJJXQDNDQ IDVH diam selulosa yang memiliki sifat lebih baik unWXNLGHQWL¿NDVLPHWDEROLWÀDYRQRLGGLEDQGLQJNDQ dengan jenis silika gel. Selain itu digunakan fase gerak kombinasi butanol asam asetat air (sistem BAW) dengan perbandingan 4 : 1 : 5 sebagai pembanding digunakan rutin dan quercetin dengan pemeriksaaan pada UV 366 nm dan penampak bercak uap NH3. Hasil KLT terhadap sampel ekstrak maupun fraksi, diketahui keberadaan fraksi etil asetat memiliki spot yang memiliki nilai HRf yang mirip dengan nilai quercetin dengan ZDUQD\DQJPLULSNHWLNDGLLGHQWL¿NDVLGDODP89 366 nm dan uap NH3. Analisa stress oksidatif dalam penelitian untuk mencari mekanisme hepatoprotektif dilihat dari kajian stress oksidatif dengan pengamatan terhadap parameter lipid peroksidase. Lipid peroksidase merupakan suatu proses terjadinya oksidasi lipid oleh radikal bebas yang menyebabkan terjadinya kerusakan membrane yang mengandung lipid. Terjadinya lipid perosidasi memicu terjadinya peroksil radical yang diikuti dengan terbentuknya lipid peroksida. Lipidperoksida yang terbentuk dapat terfragmentasi menjadi malondialdehyde (MDA) dan 4-hydroxyalkena (4-HDA). Terbentuknya malondialdehyde (MDA) merupakan indikator utama yang dapat digunakan untuk analisis terjadinya lipid peroksidasi. Hasil uji terhadap parameter stress oksidatif meliputi kadar lipid peroksida terukur berdasarkan terbentuknya malondialdehide yang bereaksi dengan thiobarbituric acid sebagai bentuk Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS). Hasil analisa lipid perosidasi sebagaimana tercantum dalam Tabel 1.
3
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Dari gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian parasetamol 2,5 g/kg BB mampu menyebabkan kerusakan liver yang ditandai dengan naiknya kadar lipid peroksidase secara VLJQL¿NDQ S GLEDQGLQJNDQ NHORPSRN tanpa induksi. Kurkuminoid sebagai kontrol positif dalam penelitian ini mampu mencegah kerusakan liver yang ditandai dengan kadar lipid perosidase yang lebih rendah dibandingkan NRQWUROQHJDWLYHS Pemberian fraksi etil asetat kenikir selama 7 hari mampu mencegah kerusakan liver akibat pemberian parasetamol. Hal ini ditandai dengan penurunan kadar lipid peroksidase dibandingkan dengan kelompok induksi. Fraksi etil asetat kenikir dengan dosis 1125 mg/kg BB memberikan aktivitas hepatoprotektif optimal yang ditunjukkan dengan kemampuanya dalam menghambat terjadinya lipid peroksidasi secara VLJQL¿NDQS Kemampuan fraksi etil asetat sebagai hepatoprotektif melalui efek terhadap lipid perosidase; didukung penelitian Novianto & Hartono (2013) bahwa fraksi etil asetat mampu menurunkan kadar SGPT dan SGOT pada tikus yang diinduksi parasetamol dosis toksik, Aktivitas hepatoprotektor kenikir dipicu PHWDEROLW VHNXQGHU ÀDYRQRLG +DVLO DQDOLVLV 4
KLT menunjukkan senyawa yang terdapat dalam fraksi etil asetat kenikir adalah quercetin. Flavonoid berperan penting terhadap aktivitasnya sebagai hepatoprotektor. Quercetin memiliki efek hepatoprotektor pada hewan uji yang diinduksi hepatotoksin seperti parasetamol (Jashita et al., 2011; Ali et al. 2013). Hasil uji aktiviitas antioksidan fraksi etil asetat kenikir secara in vitro dengan menggunakan DPPH diperoleh IC50 14,229 ìg/ mL (Kurniasih, 2008). Dari hasil uji dengan parameter stress oksidatif dapat diketahui bahwa aktivitas hepatoprotektor fraksi etil asetat kenikir melalui mekanisme antioksidan. Hal ini didukung dengan beberapa penelitian lain yang mengkorelasikan efek hepatoprotektor dengan aktivitas antioksidan (Singh et al., 2011; Tanwar, 2011; Sasidharan, 2010). Antioksidan menjadi salah satu target mekanisme hepatoprotektif didasarkan pada penggunaan parasetamol dalam dosis berlebih memicu terbentuknya metabolit reaktif NAPQI. Tingginya NAPQI memicu terjadinya deplesi gluthathione (GSH) dan berdampak terhadap nekrosis liver yang memicu naiknya jumlah ROS (Hinson et al., 2010). Keberadaan kenikir mencegah dampak buruk dari ROS terhadap proses oksidasi (lipid peroksidasi) serta meminimalisir terjadinya kerusakan liver (nekrosis).
5. KESIMPULAN Fraksi etil asetat kenikir mampu memberikan efek hepatoprotektor pada tikus yang diinduksi parasetamol. Fraksi etil asetat kenikir dosis 1125 mg/kg BB mampu menghambat terMDGLQ\D OLSLG SHURNVLGDVL VHFDUD VLJQL¿NDQ 0Hkanisme hepatoprotektor fraksi etil asetat kenikir didasarkan atas kemampuan sebagai antioksidan (in vitro dan in vivo) yang mampu menghambat ROS sehingga terjadinya kerusakan liver (nekrosis) dapat diminimalisir
6. REFERENSI Abas, 2003, Antioxidative Radical Scavenging Properties of the Constituent Isolated from Cosmos caudatus K.), Natural Product Science 9 (4); 245-248. Ali, M., Qadir, M., Saleem, M., Janbaz, K.H., Gul, H., and Hussain, L., 2013, Hepatoprotective
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
potential of Convolvulus arvensis against parasetamol-induced hepatotoxicity, Bangladesh J Pharmacol; 8: 300-304 Bose, P., Gupta, M., Mazumder, U.K., Kumar, R.S., Sivakumar, T., and Kumar., R.Suresh. 2007, Hepatoprotective and Antioxidant Effect of Eupatorium ayapana against Carbon tetracloride Induced Hepatotoxicity in Rats, Iranian Journal of Pharmacology and Therapeutics, 6:27-33. Clark, R., Fisher, J.E., Sketris, I.S., and Johnston, G.M. 2012, Population prevalence of high dose parasetamol in dispensed parasetamol/ opioid prescription combinations: an observational study, BMC Pharmacology and Toxicology, I:1-8. Datta, S., Dhar, S, Nayak, S.S., and Dinda, S. C.. 2013, Hepatoprotective activity of Cyperus articulatus Linn. against parasetamol induced hepatotoxicity in rats, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 5(1):314-319. Gestanovia, 2007, Hepatotoksis Parasetamol, Undip, Semarang. Hinson, J.A., Roberts, D.W., and James, L.P. 2010, Mechanisms of Acetaminophen-Induced Liver Necrosis, Handb Exp Pharmacol.196: 369–405. Hurkadale, P.J., Shelar, P.A., Palled, S.G., Mandavkar, Y.D., and Khedkar, A.S. 2012, Hepatoprotective activity of Amorphophallus paeoniifolius tubers against parasetamolinduced liver damage in rats, Asian 3DFL¿F -RXUQDO RI 7URSLFDO %LRPHGLFLQH 1:S238-S242 Jashita, M., Chakraborty, M., and Kamath, J.V. 2013, Effect Of Quercetin On Hepatoprotective Activity Of Silymarin Against Thioacetamide Intoxicated Rats, Int. Res. J. Pharm, 4 (7). Kurniasih, 2008, Daya Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos caudatus+%. GDQ3UR¿O./7Skripsi, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia Novianto & Hartono., 2013, Aktivitas Hepatoprotektor Fraksi Etil Asetat Kenikir Pada Tikus yang Diinduksi Parasetamol, Penelitian Dosen Pemula. Nurhaeni, F., 2012, Skrining Aktivitas dan Isolasi Senyawa Penangkap Radikal 2,2-Difenil-1Pikril Hidrazil dari Daun Kenikir (Cosmos caudatus, H.B.K), Tesis, Farmasi UGM, Yogyakarta. Ohkawa, H., Onishi, N., Yagi, K., 1979. Assay for lipid peroxidation in animal tissue by thiobarbituric acid reaction. Analyze Biochemia. 95:351–358. Paramaguru, R., Singh, S.K., Rajasekar, N., and Raj, A.V. 2011,Hepatoprotective And Antioxidant Effects of Amorphophallus campanulatus Against Acetaminophen Induced Hepatotoxicity in Rats, International Journal Pharmacy Science, 3(2):202-205. Sabate, M., Ibanez, L., Perez, E., Vidal, X., Buti, M., and Xiol, X., et al. 2011, Parasetamol in therapeutic dosages and acute liver injury: causality assessment in a prospective case series, BMC Gastroenterology, I:1-7. Sasidharan, S., Aravindran, S., Latha, L.Y., Vijenthi, R., Saravanan, D., 4 and Amutha, S. 2010, In Vitro Antioxidant Activity and Hepatoprotective Effects of Lentinula edodes against Parasetamol-Induced Hepatotoxicity, Molecules, 15:4478-4489. Setty, S. R., Quereshi, A.A., Swamy, A.H.M.V., Patil, T., Prakash, T., Prabhu, K., and Gouda, A.V.. 2007, Hepatoprotective activity RI &DORWURSLV SURFHUD ÀRZHUV DJDLQVW parasetamol-induced hepatic injury in rats, Fitoterapia,78:451–454. Singh, I., Vetriselvan, S., Shankar, J., Gayathiri, S., Hemah, C., Shereenjeet, G., and Yaashini, A.2012, Hepatoprotective Activity of Aqueous Extract of Curcuma longa in Etanol Induced Hepatotoxicity in Albino Wistar Rats, International Journal of Phytopharmacology. 3(3):226-233.
-oo0oo5
Jurnal KesMaDaSka – Januari 2016
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN MAHASISWA TINGKAT IV DIV KEPERAWATAN DALAM MELAKUKAN PRAKTEK PEMASANGAN PIPA ENDO TRAKEAL DI LABORATORIUM KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
1
Sunarto1) Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta
[email protected]
ABSTRAK Keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang perawat profesional dalam menangani pasien pada kondisi kegawatan dan kekritisan salah satunya adalah kemampuan melakukan pemasangan pipa endo trakeal yang tepat dan benar. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kemampuan mahasiswa tingkat IV DIV keperawatan dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal di laboratorium keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Desain penelitian merupakan penelitian kuantitatif metode non eksperimental dengan pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian adalah 30 mahasiswa tingkat IV D IV Keperawatan Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Adapun penentuan responden penelitian dengan simple random sampling. Uji statistik menggunakan korelasi Product Moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan kontribusi jenis kelamin dengan kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal hasil uji korelasi yaitu r hitung > r tabel (0,396 > 0,306). Kontribusi latihan mandiri dengan kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal; hasil uji korelasi yaitu r hitung > r tabel (0,463 > 0,306). Kontribusi kedisiplinan dengan kemampuan mahasiswa; hasil uji korelasi yaitu r hitung > r tabel (0,365 > 0,306). Kontribusi pengetahuan dengan kemampuan mahasiswa hasil uji korelasi yaitu r hitung > r tabel (0,444 > 0,306). Simpulan penelitian adalah secara simultan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal antara lain faktor pengetahuan, latihan mandiri, kedisiplinan dan jenis kelamin. Kata kunci : pengetahuan, latihan mandiri, kedisiplinan, jenis kelamin,pemasangan pipa endo trakeal ABSTRACT The skill that must be mastered by a professional nurse in treating patients in urgency and criticality conditions one of which is the ability to perform endo tracheal pipe fitting right and true. Many factors are interrelated and affect the relation to the student's ability to perform an action. The aim of research to identify factors related to the student's ability level IV DIV nursing in practice endo tracheal pipe installation in Surakarta Health Polytechnic. The research design is non-experimental quantitative research method with cross sectional approach. The sample was 30 students Level IV D IV Nursing Department of Health Polytechnic Surakarta. The determination of survey respondents with simple random sampling. Statistical test using Pearson Product Moment Correlation. Results showed that the contribution of sex with a student's ability to practice plumbing endo tracheal correlation with test results that count r> r table (0.396> 0.306). Contributions practice independently with the ability of
6
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
students to practice plumbing endo tracheal correlation with test results that count r> r table (0.463> 0.306). Contributions discipline with the students’ ability with test results that count r> r table (0.365> 0.306). Contributions knowledge with the students’ ability with test results that count r> r table (0.444> 0.306). The conclusions of this research is simultaneously there are many factors associated with the ability of students to practice the installation of pipes among other factors endo tracheal knowledge, independent of exercise, discipline and gender. Keywords: factor knowledge, self exercise, discipline, gender, practice endo tracheal pipe installation
1. PENDAHULUAN Mahasiswa menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), ialah pelajar perguruan tinggi. Di dalam struktur pendidikan Indonesia, mahasiswa menduduki jenjang satuan pendidikan tertinggi di antara yang lain. Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi yang terdiri atas sekolah tinggi, akademi, dan yang paling umum adalah universitas. Salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang mahasiswa jurusan keperawatan adalah mampu memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan dan pada masa-masa kritis yang di dalamnya terdapat keterampilan kemampuan memasang pipa endotrakeal pada pasien yang membutuhkannya. Mahasiswa sebagai penerus ujung tombak pelayanan utama dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat khususnya di bidang keperawatan perlu memiliki peran penting karena terkait langsung dengan pemberi asuhan keperawatan kepada klien sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Tindakan pemasangan pipa endotracheal sebagai salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran pernapasan bagian atas. Menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan napas. Keterampilan setiap mahasiswa harus diasah melalui pembelajan yang intensif program training atau bimbingan lain. Training dan sebagainya perlu didukung oleh kemampuan dasar yang sudah dimiliki seseorang dalam dirinya. Jika kemampuan dasar digabung dengan bimbingan secara intensif tentu akan dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
dan bernilai bagi diri sendiri dan orang lain. Namun demikian banyak faktor yang saling berhubungan dan mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam melaksa-nakan pemasangan pipa endotracheal. Studi pendahuluan menunjukkan pada pembelajaran di laboratorium saat melaksanakan praktek pemasangan pipa endo trakeal dengan media manikin didapatkan banyak kendala dan sampai mencoba berkali-kali. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kemampuan mahasiswa tingkat IV DIV keperawatan dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal di laboratorium keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta pada bulan Nopember 2014 sampai dengan bulan Pebruari 2015. b. Populasi dan sampel penelitian Populasi penelitian yaitu mahasiswa Keperawatan tingkat IV program studi D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Jumlah sampel 30 responden. Teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini dengan menggunakan simple random sampling.
3. METODE PENELITIAN Desain penelitian merupakan penelitian kuantitatif metode non eksperimental dengan pendekatan Cross Sectional. Analisis data menggunakan uji statistik korelasi Product Moment Pearson.
7
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum responden didapatkan data bahwa mayoritas responden adalah perempuan yaitu 25 orang (83,3%), Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki adalah 5 orang (16,7%) sebagaimana tercantum dalam tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden No. Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Total
Nominal 5 25 30
Persentase (%) 16,7 83,3 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 17,0, September 2015)
Jenis kelamin mempunyai hubungan dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal; hal tersebut dimungkinkan perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkinkan karena faktor hormonal, struktur ¿VLN PDXSXQ QRUPD SHPEDJLDQ WXJDV :DQLWD seringkali berperilaku berdasarkan perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderug berperilaku atau bertindak atas pertimbangan rasional. Sebagian besar responden latihan mandiri sebanyak satu sampai tiga kali yaitu ada 21 responden (70,0 %), sedangkan 4 responden (13,3%) tidak pernah melakukan latihan mandiri dan 5 responden (16,7%) latihan mandiri lebih dari 3 kali sebagaimana tercantum dalam tabel 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Latihan Mandiri Responden No. Jenis Latihan Nominal 1 Belum pernah 4 2 1-3 kali 21 2 Lebih dari 3 kali 5 30
Persentase (%) 13,3 70 16,7 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 17,0, September 2015)
Latihan mandiri mempunyai kontribusi yang nyata dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal. Hal tersebut dimungkinkan karena latihan mandiri merupakan cara pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan 8
dan merupakan cara memperolah informasi yang baik. Dengan peningkatan pengetahuan diharapkan terjadinya peningkatan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu. Kedisiplinan dalam pembelajaran dengan kategori tinggi sejumlah 12 orang (40,0%). Responden dengan keaktifan kategori sedang sejumlah 16 orang (43,3%). Responden dengan keaktifan kategori rendah sejumlah 2 orang (6,7%), sebagaimana tercantum dalam tabel 3. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kedisiplinan dalam Pembelajaran No. 1 2 3
Tingkat Kedisiplinan Tinggi Sedang Rendah Total
Nominal
Persentase (%)
12 16 2 30
40,0 43,3 6,7 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 17,0, September 2015)
Kedisiplinan mempunyai andil dalam kaitannya dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endotrakeal. Kedisiplinan merupakan kepribadian segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya; digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak dan kebiasaan merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-harinya. Kedisiplinan dapat dilakukan dengan latihan antara lain bekerja menghargai waktu dan biaya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produktivitas kerja pegawai. Perilaku disiplin seperti tepat waktu, tertib, jujur, tepat janji dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari (Muhamad, 2003). Responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik sejumlah 16 orang (53,3 %), responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang sejumlah 11 responden (36,7 %) dan responden dengan tingkat pengetahuan rendah sejumlah 3 responden (10,0 %) sebagaimana tercantum dalam tabel 4.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden No. Kategori 1 Baik 2 Cukup 3 Kurang Jumlah
Frekuensi 16 11 3 30
Persentase (%) 53,3 36,7 10,0 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 17,0, September 2015)
Pengetahuan memegang peranan sangat besar kaitannya dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endotrakeal. Menurut Notoadmojo (2007) kemampuan mahasiswa memasang pipa endotrakeal termasuk ranah psikomotor yang didasari pengetahuan. Dalam tingkatan ranah kognitif terdapat 2 tahap yang perlu dilewati sebelum tahap penerapan. Tahap pertama adalah pengetahuan dan tahap yang kedua adalah tahap penerapan sehingga dapat menerapkan ilmu tersebut dalam kegiatan. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan tingkat kemampuan seseorang. Apabila didasari dengan pengetahuan dan kesadaran maka kemampuan individu akan suatu hal akan bersifat langgeng. Kemampuan perawat dalam memasang pipa endotrakeal akan baik jika didukung oleh pengetahuan yang baik pula, dan pengetahuan merupakan hal yang mendasar untuk melakukan hal tersebut. Hal ini menjadi landasan teori mengapa ada hubungan pengetahuan dengan kemampuan perawat dalam melakukan memasang pipa endotrakeal. Pihak institusi dapat membantu meningkatkan pengetahuan mahasiswa dalam memasang pipa endotrakeal dengan melakukan pelatihan, penyegaran, belajar mandiri bagi mahasiswa. Responden mempunyai tingkat kemampuan tinggi dalam praktek pemasangan pipa endotrakeal sejumlah 17 responden (56,7 %). Responden mempunyai tingkat kemampuan sedang sejumlah 9 responden (30,0 %) dan responden dengan tingkat kemampuan rendah sejumlah 4 responden (13,3 %); sebagaimana tercantum tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Tingkat Kemampuan Responden dalam Praktek Pemasangan Pipa Endo Trakeal No. Kategori 1 Baik 2 Cukup 3 Kurang Jumlah
Frekuensi 17 9 4 30
Persentase (%) 56,7 30,0 13,0 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS for Windows versi 17,0, September 2015)
Dari hasil uji korelasi dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson didapatkan r hitung
r tabel
6LJQL¿NDQVL (95%)
Jenis kelamin dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal
0,396
0,306
0,030
Latihan mandiri dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo traeal
0,463
0,306
0,010
Kedisiplinan dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal
0,365
0,306
0,048
Pengetahuan dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal
0,444
0,306
0,014
Variabel
Dari hasil uji korelasi Product Moment Pearson variable jenis kelamin dengan NHPDPSXDQ PDKDVLVZD GLGDSDWNDQ NRH¿VLHQ korelasi sebesar 0,396. Oleh karena r hitung > r tabel (0,306) dan p (0,030) maka Ho atau hipotesis ditolak yang menyatakan ada hubungan \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD MHQLV NHODPLQ GHQJDQ kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endotrakeal . Dari hasil uji korelasi Product Moment Pearson variable latihan mandiri dengan NHPDPSXDQ PDKDVLVZD GLGDSDWNDQ NRH¿VLHQ korelasi sebesar 0,463. Oleh karena r hitung > r tabel (0,306) dan p (0,010) maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ho atau hipotesis ditolak yang PHQ\DWDNDQDGDKXEXQJDQ\DQJVLJQL¿NDQDQWDUD latihan mandiri dengan kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal
9
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Dari hasil uji korelasi Product Moment Pearson variable kedisiplinan dengan kemampuan PDKDVLVZDGLGDSDNDQNRH¿VLHQNRUHODVLVHEHVDU 0,365. Dengan demikian karena r hitung > r tabel (0,306) dan p (0,048) maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ho atau hipotesis ditolak yang PHQ\DWDNDQDGDKXEXQJDQ\DQJVLJQL¿NDQDQWDUD kedisiplinan dengan kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal Dari hasil uji korelasi variable pengetahuan dengan kemampuan mahasiswa; didapakan NRH¿VLHQ NRUHODVL VHEHVDU 'HQJDQ demikian karena r hitung > r tabel (0,306) dan p (0,014) maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ho atau hipotesis ditolak yang menyatakan ada KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD SHQJHWDKXDQ dengan kemampuan mahasiswa melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal
5. KESIMPULAN Secara simultan terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kemampuan mahasiswa dalam melakukan praktek pemasangan pipa endo trakeal antara lain faktor pengetahuan, latihan mandiri, kedisiplinan dan jenis kelamin.
SARAN Saran bagi mahasiswa jurusan Keperawatan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai rujukan bahwa kemampuan sangat berhubungan berbagai macam faktor sehingga sangatlah perlu untuk memperhatikan.
6. REFERENSI Anonim, 2002, Endotracheal Intubation,http ://www.medicinet.com/script/main/ art asp?li=mni&articlekey=7035 Akses tanggal 11 Desember 2014 Arikunto, S. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan Ketiga belas. Jakarta: Rineka Cipta. Asih,Yasmin. 1996. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: EGC. Callaham,Barton and Schumaker. 1997. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Gawat Darurat Medis. Jakarta: Binarupa Aksara. 10
Gail Hendrickson, RN, BS., 2002, Intubation, http://www.health.discovery.com / diseasesandcond/encyclopedia/1219.html Akses tanggal 11 Desember 2014 Gisele de Azevedo Prazeres, MD., 2002, Orotracheal Intubation, http://www. medstudents. com/orotrachealintubation/ medicalprocedures.html Akses tanggal 12 Desember 2014 Halliday HL., 2002, Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and Mortality in Vigorous, Meconium-stained Infants Bord at Term, http://www.update-software .com/ ceweb/cochrane/revabstr/ ab000500.html Akses tanggal 11 Desember 2014 Kariyoso. 1994. Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit EGC Kusmiati, Sri. 1990. Dasar-dasar Perilaku. Jakarta: Penerbit Depkes RI Mandey,FC. 2004. Pengetahuan. http: www. hayati.leb. com, rudy et/manday, htm, Alk. Akses tanggal 11 Desember 2014. Notoatmodjo.1997. Prinsip-prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo,S.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo.2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:Rineka Cipta. Nursalam.2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Nursalam.2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Perry, Peterson and Potter. 2005. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar Edisi 5. Jakarta: EGC. Purwanto, Heri. 1999. Pengantar Perilaku Manusia, Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit EGC Robbins,P.,S.2003. Perilaku Organisasi,Edisi Indonesia Jilid I.Jakarta: PT Indeks, Gramedia Group.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Sugiono.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Bandung: Alfabeta Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suliha, U. 2002. Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta:EGC. Suryabrata. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.
Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta PT. Rineka Cipta. Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Thoha, M. 2007. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar, dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja *UD¿QGR3HUVDGD Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
-oo0oo-
11
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TULANG IKAN TUNA DENGAN SUPLEMEN KALK TERHADAP KADAR KALSIUM DARAH IBU HAMIL PASIEN PUSKESMAS Wijayanti1), Supriyana2), Bahiyatun3) 1,2,3
Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang
[email protected] ABSTRAK
Kebutuhan Kalsium pada ibu hamil berfungsi dalam menjaga kestabilan kondisi ibu hamil yaitu untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin. Kekurangan Kalsium pada ibu hamil dapat menyebabkan abortus, pengeroposan tulang dan pertumbuhan tulang yang tidak sempurna sampai kecacatan. Salah satu bahan alternatif sumber Kalsium yang alami dan mudah di dapat serta dapat mengatasi limbah pengolahan hasil perikanan adalah tulang ikan tuna. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan pengaruh pemberian ekstrak tulang ikan tuna dengan suplemen kalk tehadap kadar kalsium darah ibu hamil pasien Puskesmas. Metode penelitian meliputi jenis penelitian quasi eksperiment. Instrumen penelitian menggunakan alat otomatis Roche Modular D (ACN 726), yaitu pemeriksaan kadar kalsium darah pada 34 ibu hamil terdiri dari 17 subyek ibu hamil yang diberikan ekstrak tulang ikan tuna dan 17 subyek ibu hamil yang diberikan suplemen kalk. Analisa data secara kuantitatif menggunakan uji t-test independent dengan CI 95%. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar Kalsium sebelum diberikan ekstrak tulang ikan tuna sebesar 8,682 mg/dL, setelah diberikan ekstrak tulang ikan tuna sebesar 8,929 mg/dL. Rata-rata kadar Kalsium sebelum diberikan suplemen kalk sebesar 8,906 mg/dL, setelah diberikan suplemen kalk sebesar 8,871 mg/dL. Ada perbedaan sebelum dan setelah diberikan ekstrak tulang ikan tuna (p-value: 0,009). Tidak ada perbedaan sebelum dan setelah diberikan suplemen kalk (p-value: 0,647). Ada perbedaan pengaruh ekstrak tulang ikan tuna dengan suplemen kalk (p-value: 0,018). Kata kunci: Ekstrak tulang ikan tuna, kadar kalsium darah, ibu hamil . ABSTRACT The needs of calcium for pregnant mothers function in maintaining the stability of pregnant mothers, that was for the growth of bone and teeth of the fetus. The lack of calcium of pregnant mother causing abortion, porous and imperfect of bones growth till disability. One of the alternative sources of natural FDOFLXPDQGHDV\REWDLQHGDQGRYHUFRPHZDVWHSURFHVVLQJ¿VKHULHVZDVWKHWXQD2EMHFWLYH proving FRPSDULVRQLQÀXHQFHGLVWULEXWHH[WUDFWERQHVRIWXQDZLWKFDOFVXSSOHPHQWWRZDUGEORRGFDOFLXPOHYHO of pregnant mothers in public health centre. The research method is quasi experiment. The research instrument using automatic equipment of Roche Modular D (ACN 726), that is checking blood calcium level on 34 pregnant mothers, consisted of 17 respondents for the group of using extract bone of tuna and 17 respondents using calc supplement. The analysis of the data is qualitative using t-test independent with CI 95%. The average level of calcium before given extract bone of tuna was 8,682 mg/ dL, after given extract bone of tuna was 8,929 mg/dL. The average level of calcium before given calc supplement was 8,906 mg/dL, after given calc supplement was 8,871 mg/dL. There were differences before and after given extract bone of tuna (p-value: 0,009). There weren’t differences before and after JLYHQFDOFVXSSOHPHQWSYDOXH WKHUHZHUHGLIIHUHQWLQÀXHQFHVJLYHQH[WUDFWERQHRIWXQDZLWK calc supplement (p-value:0,018)
12
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Keywords: extract bone of tuna, the level of blood calcium, pregnant mother
1. PENDAHULUAN .HKDPLODQ WHUMDGL SURVHV SHUXEDKDQ ¿VLN GDQ mental yang bersifat alami. Ibu hamil harus sehat dan membutuhkan asupan gizi yang optimal. Seiring pertumbuhan usia kandungan, maka kebutuhan gizi ibu hamil akan meningkat selama masa kehamilannya. Asupan kalsium selama kehamilan berfungsi menjaga kestabilan kondisi ibu hamil yaitu untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin yang dikandung (Ettinger A S., 2009). Kebutuhan kalsium maternal meningkat pada masa awal kehamilan dan akan tetap meningkat sampai melahirkan. Jumlah asupan kalsium yang dianjurkan untuk wanita hamil/menyusui adalah 1200 mg karena meningkatnya absorbsi kalsium di saluran pencernaan seiring dengan meningkatnya kebutuhan kalsium bagi ibu dan janin, dan bila hal tersebut tidak terpenuhi akan mengakibatkan hipokalsemia yaitu kekurangan kalsium pada ibu hamil terjadi resorpsi tulang yang berlebihan sehingga bisa menyebabkan kram pada perut yang mengakibatkan abortus, pertumbuhan tulang janin yang tidak sempurna yang mengakibatkan terjadi kecacatan, pengeroposan tulang pada ibu hamil dan perkembangan bayi menjadi terlambat (Almatsier, 2010). Salah satu bahan alternatif sumber kalsium alami dan murah yang berasal dari tulang ikan, yaitu dengan cara diolah menjadi ekstrak tulang LNDQ +DO LQL PHUXSDNDQ XSD\D GLYHUVL¿NDVL produk dari tulang ikan, salah satu bahan alternatif VHEDJDLXSD\DXQWXNPHQJDWDVLGH¿VLHQVLNDOVLXP dan usaha mengatasi limbah pengolahan hasil perikanan (Riewpassa, 2007). Ikan tuna (Thunnus sp.) adalah salah satu jenis ikan banyak mengandung protein dan kalsium. Berdasarkan penelitian Wahyuni (2011) menyatakan kandungan kalsium pada tulang ikan tuna sebesar 39-40%. Tulang ikan tuna tidak mengandung zat-zat penghambat penyerapan NDOVLXPVHSHUWLVHUDW¿WDWGDQRNVDODWVHKLQJJD kalsium pada tulang ikan tuna dapat lebih mudah diserap oleh tubuh yang mempunyai efek samping sedikit, murah dan mudah didapat (Winarno, 2008).
Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian ekstrak tulang ikan tuna dengan suplemen kalk tehadap kadar kalsium darah ibu hamil pasien Puskesmas.
2. PELAKSANAAN a.
b.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di UPT Puskesmas Matesih Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, pembuatan ekstrak tulang ikan tuna di Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Surakarta (UNS); evaluasi analisa kandungan kalsium hasil ekstraksi tulang ikan tuna dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian UNS, penimbangan dan pengemasan ekstrak tulang ikan tuna ke dalam kapsul dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pemeriksaan kadar kalsium dalam darah dilaksanakan di Laboratorium Klinik Swasta di Surakarta. Waktu penelitian selama 3 bulan yaitu bulan Oktober – Desember 2015. Alat dan Bahan Penelitian Alat untuk pembuatan ekstrak tulang ikan tuna yaitu panci, kompor, sikat, nampan, NaOH 1 N, aquadest, tabung, kertas pH, corong, kertas saring whattman, kain blacu, oven, penggiling disc mill, pengayak ukuran 100 mesh, autoklaf dan botol kapsul. Alat untuk pengambilan darah yaitu tabung vaccutainer, rak tabung, kapas alkohol, plester, spuit, gunting, label, handscoon, bolpoint dan sample box. Alat untuk pemeriksaaan kadar kalsium darah yaitu centrifuge dan alat otomatis Roche Modular D (ACN 726). Bahan yang digunakan adalah ikan tuna segar 20 kg dan suplemen kalk.
3. METODE PENELITIAN a.
b.
Desain Penelitian Desain penelitian menggunakan metode Quasy eksperiment. Rancangan pretest and postest with control group design. Populasi Populasi penelitian adalah ibu hamil trimester II-III di Wilayah Kerja UPT 13
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
c.
Puskesmas Matesih sejumlah 56 orang yang mengikuti kelas ibu hamil Sampel Sampel dalam penelitian ini menggnakan Simple Random Sampling yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dalam penelitian sejumlah 34 responden.
Tabel 1 Hasil pengukuran kadar Ca sebelum dan setelah pemberian ekstrak tulang ikan tuna selama 7 hari
Tahapan Penelitian *DPEDUDQJUD¿NVHOHQJNDSQ\DGDSDWGLOLKDW jelas pada gambar dibawah ini:
Hasil uji paired sample t test menunjukkan DGD SHUEHGDDQ VLJQL¿NDQ VHEHOXP GDQ VHWHODK pemberian ekstrak tulang ikan tuna (Tabel 2)
4. HASIL Analisis data melalui pentahapan yang berurutan yaitu dimulai dengan uji homogenitas dengan uji chi square; hasilnya bahwa 2 kelompok dalam penelitian berada pada kondisi awal yang sama (p>0,05). Pada semua variabel tergantung dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk dan didapatkan bahwa semua variabel tergantung terdistribusi normal (p>0,05). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa data yang didapat dari penelitian ini memenuhi syarat untuk dilakukan uji statistik parametrik.
14
Tabel 2 Hasil uji paired sample t test kadar Ca sebelum dan setelah pemberian ekstrak tulang ikan tuna selama 7 hari
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Tabel 3 Hasil pengukuran kadar Ca sebelum dan setelah pemberian suplemen kalk selama 7 hari
Tabel 5 Hasil uji homogenitas (Leven’s test) dan uji T test independent kadar Ca pada kelompok yang diberikan ekstrak tulang ikan tuna dan suplemen kalk.
*DPEDUDQJUD¿NVHOHQJNDSQ\DGDSDWGLOLKDW jelas pada gambar dibawah ini : Hasil uji menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna kadar kalsium darah pada kelompok yang diberikan ekstrak tulang ikan tuna dengan VXSOHPHQNDONGHQJDQQLODLVLJQL¿NDQVL
5. PEMBAHASAN
Hasil uji paired sample t test menunjukkan WLGDN DGD SHUEHGDDQ VLJQL¿NDQ VHEHOXP GDQ setelah pemberian ekstrak suplemen kalk (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji paired sample t test kadar Ca sebelum dan setelah pemberian suplemen kalk selama 7 hari
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan kadar kalsium darah sebelum dan setelah pemberian ekstrak tulang ikan tuna pada ibu hamil pasien Puskesmas dengan dosis 500 mg selama 7 hari dan berdasarkan uji shapiro wilk GLGDSDWNDQ QLODL S KLSRWHVLV QRO ditolak). Hal ini disebabkan bahwa pada tulang ikan tuna terdapat kalsium fosfat yang kaya akan asam amino lisin dan arginin yang berperan dalam proses penyerapan kalsium ke mukosa usus secara difusi menggunakan protein pengikat kalsium yang berfungsi mengantarkan sitoplasma eritrosit ke membran basal sehingga kalsium mudah diabsorbsi dan mempercepat peningkatan kadar kalsium pada ibu hamil pasien Puskesmas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Paura Rangga Zobda dkk bahwa dengan pemberian tepung tulang ikan tuna dalam dosis yang berbeda berpengaruh terhadap peningkatan kadar kalsium dalam darah. (Paura dkk, 2010). Tidak ada perbedaan kadar kalsium darah sebelum dan setelah pemberian suplemen kalk pada ibu hamil pasien Puskesmas dengan dosis 500 mg selama 7 hari dan berdasarkan uji Shapiro Wilk didapatkan nilai p > 0,05 (hipotesis nol diterima). Hal ini disebabkan bahwa pada suplemen kalk hanya terdapat kalsium laktat sehingga proses penyerapan kalsium memerlukan waktu yang lama untuk menunjukkan peningkatan kadar kalsium darah pada ibu hamil. Hal ini sesuai
15
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
dengan hasil penelitian Saifuddin Ali Anwar bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada kadar kalsium diantara 5 kelompok penelitian (Saifuddin, 2010). Pemberian ekstrak tulang ikan tuna dengan dosis 500 mg selama 7 hari dalam meningkatkan kadar kalsium darah lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan kalsium pada ibu hamil dibandingkan pemberian suplemen kalk dosis 500 mg selkama 7 hari, sehingga ekstrak tulang ikan tuna bisa digunakan sebagai salah satu sumber Evidence Based Practice yaitu sebagai salah satu alternatif sumber kalsium alami non farmakologis. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji Independent Sample Test GLGDSDWNDQ QLODL VLJQL¿NDQVL S \DQJ EHUDUWL EDKZD DGD SHUEHGDDQ pengaruh pemberian ekstrak tulang ikan tuna dengan suplemen kalk.
6. KESIMPULAN Pemberian ekstrak tulang ikan tuna dosis 500 mg selama 7 hari lebih efektif dibandingkan suplemen kalk dosis 500 mg selama 7 hari dalam meningkatkan kadar kalsium darah pada ibu hamil pasien puskesmas.
SARAN Perlunya penelitian lebih lanjut dengan memperhitungkan faktor-faktor perancu seperti kadar hormon paratiroid, kalsitonin, asam klorida dan vitamin D.
7. REFERENSI Almatsier Sunita, 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Amru Sofyan. Rustam Mochtar, 2012. Sinopsis Obstetri. Penerbit EGC. Jakarta. Ettinger A S, 2009. Effect of Calcium Supplementation on Blood Lead Levels in Pregnancy: A Randomized PlaceboControlled Trail, Environmental Health
Prospectives. Volume 117. Number I. Januari 2009. Orias A, 2008. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius Sp) Sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor Dalam Pembuatan Biskuit. Thesis. Pascasarjana IPB. Bogor. Paura Rangga Zabda dkk 2010. Pengaruh Tepung Tulang Ikan Tuna Mandidihang (Thunnus albacares) Terhadap Kadar Kalsium dan Fosfor Dalam darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Ovariektomi. Universitas Brawijaya Malang. Power ML, Heaney RP, Kalkwarf HJ, et al., 2009. The role of calcium in health and disease. Am J Obstet Gynecology. Prentice A. 2010. Maternal Calcium Metabolism and Bone Mineral Status. Am. J. Clin. Nutr. 71(5): 1312-1316. Putra TR, 2006. Metabolisme tulang. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI Ranakusuma B, Soewondo P, 2006.. Gangguan Metabolisme Kalsium. Dalam: Noer S, Waspadji S, Rachman AM, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Riewpassa F. J Salampessy, 2007. Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Vol 2, Universitas Pattimura. Saifuddin Ali Anwar, 2010. Pengaruh Kalsium dan Vitamin D3 Terhadap Stabilitas Tulang Alveolar. Studi Pada Tikus Jantan Putih. Disertasi. Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi terbaru. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
-oo0oo-
16
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DAN LOGOTERAPI UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DAHLIA PUSKESMAS MOJOSONGO SURAKARTA Joko Kismanto1), Diyah Ekarini2), Nurul Devi Ardiani3) 1,2,3
Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] ABSTRAK
Lansia atau usia lanjut merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada aspek kesehatan, peningkatan jumlah tersebut akan menimbulkan masalah fungsional maupun psikologi. Masalah psikologi yang lazim dan praktis ada pada lansia adalah kecemasan. Pemberian pendidikan kesehatan dan logoterapi pada lansia diharapkan dapat memaknai hidup dengan perubahan yang dialami sehingga ia dapat produktif dalam keterbatasan yang dimilikinya. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dan logoterapi untuk menurunkan kecemasan pada lansia di posyandu lansia dahlia puskemas mojosongo surakarta. Metode penelitian adalah quasi experiment dengan desain pre-post test design with control group. Data diambil sebelum dan sesudah pemberian intervensi pendidian kesehatan dan logoterapi pada lansia yang mengalami kecemasan di kelompok intervensi. Cara pengambilan sampel adalah total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 klien dibagi 2 yaitu 30 responden untuk kelompok intervensi dan 30 responden untuk kelompok kontrol. Instrumen menggunakan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang berjumlah 14 pertanyaan. Analisis univariat dan bivariat menggunakan uji Paired t-tes serta uji independen sample t-tes. Hasil penelitian menunjukkan penurunan kondisi kecemasan secara bermakna pada kelompok intervensi maupun kontrol (p value< 0,05). Penurunan kondisi kecemasan pada kelompok lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi menurun lebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok lansia yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (p value< 0,05). Pendidikan kesehatan dan logoterapi direkomendasikan sebagai terapi dalam mendampingi lansia dengan kondisi cemas. Kata kunci: lansia, logoterapi, kecemasan, pendidikan kesehatan ABSTRACT Elderly is part of the process of life that can not be avoided and will be experienced by each individual. On the health aspect, the increase in the amount will cause problems, both functional and psychological problems. Psychological problems and practical common in the elderly there is anxiety. The provision of health education and logotherapy in the elderly is expected to make sense of life with the changes experienced so that he can be productive within its limitations. The purpose of this study to determine the effect of health education and Logotherapy to reduce anxiety in the elderly in the neighborhood health center clinics elderly Dahlia Mojosongo Surakarta. The research method was quasi experiment with pre - post test design with control group. Data were taken before and after the administration of health and logotherapy pendidian intervention in the elderly who experience anxiety in the intervention group. Total sampling with a sample of 60 clients divided by 2 group is 30 respondents to the intervention group and 30 respondents to the control group. The research instrument to determine anxiety questionnaire
17
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Hamilton Anxiety Rating Scale (Hars) which amounts to 14 questions, were analyzed using univariate and bivariate Paired t - test and independent sample t - test test. The results of this study showed a VLJQL¿FDQWGHFUHDVHLQDQ[LHW\FRQGLWLRQVERWKLQWKHLQWHUYHQWLRQDQGFRQWUROJURXSVSYDOXH The declining state of anxiety in the elderly group who received health education and logotherapy GHFOLQHG VLJQL¿FDQWO\ ORZHU FRPSDUHG ZLWK HOGHUO\ SHRSOH ZKR GR QRW JHW KHDOWK HGXFDWLRQ DQG logotherapy (p value < 0.05). Health education and logotherapy recommended as therapy in assisting the elderly with anxiety conditions . Keywords: elderly, anxiety, health education, logotherapy
1. PENDAHULUAN Lanjut usia adalah proses alami yang disertai DGDQ\D SHQXUXQDQ NRQGLVL ¿VLN SVLNRORJLV maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa SDGDODQVLDGDSDWEHUDVDOGDULDVSHN\DLWX¿VLN psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami kecemasan (Rajawana,2008 dalam Dewi, 2008). Kecemasan merupakan respon dasar setiap orang yang diperlukan apabila dalam batas ringan dan sifatnya normal. Videbeck (2008) berpendapat bahwa kecemasan adalah alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. Kaplan dan Saddock (2005) menjelaskan kecemasan sebagai ‘kesulitan’ atau ‘kesusahan’ dan merupakan konsekuensi normal dari pertumbuhan, perubahan, pengalaman baru, penemuan identitas, dan arti hidup atau makna hidup. Makna hidup merupakan sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan memberi nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup. Makna dan sumber-sumbernya dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, khususnya pada pekerjaan, karya-karya bakti
18
yang dilakukan dan dalam keyakinan terhadap harapan dan kebenaran (Bastaman, 2007). Sukses tidaknya seseorang lanjut usia melewati tahap pertumbuhan perkembangan dipengaruhi oleh maturitas kepribadian pada fase sebelumnya, tekanan hidup yang dihadapinya, dukungan dari lingkungan terdekatnya diperoleh serta aktivitas yang dilakukannya (Kaplan dan Saddock, 2005). Dukungan lingkungan dapat dilakukan dengan memberikan intervensi keperawatan yang berbentuk pendidikan kesehatan dan logoterapi yang dapat diberikan kepada lansia yang mengalami kecemasan diantaranya bertujuan untuk membantu menemukan makna hidup bagi setiap manusia yang ingin mengembangkan kehidupan bermakna dengan menerapkan metode-metode self evaluation: action as if, encounter, searching for meaningful values sehingga kebermaknaan hidup, berfungsi sebagai pedoman terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dengan demikian makna hidup seakan-akan menantang dan mengundang seseorang untuk memenuhinya (Djumhana, 2003). Saat ini jumlah lansia semakin meningkat, dan tentu saja masalah yang berhubungan dengan lansia juga semakin banyak dan bervariasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan, di wilayah kerja Puskesmas Mojosongo sampai dengan bulan Mei tahun 2013 ada 1.798 orang lansia. Di wilayah Puskesmas Mojosongo Surakarta terdapat 15 Posyandu lansia dengan jumlah anggota bervariasi, setiap posyandu lansia kurang lebih ada 60-150 orang lansia. Posyandu lansia Dahlia, mempunyai anggota lansia paling banyak yaitu 60 orang lansia.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dan logoterapi terhadap penurunan kecemasan pada lansia di Posyandu Dahlia Puskesmas Mojosongo Surakarta
2. PELAKSANAAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Posyandu Lansia Dahlia Puskesmas Mojosongo Surakarta Surakarta. Waktu penelitian pada tanggal Maret sampai dengan Oktober 2014. b. Populasi dan sampel penelitian Sampel penelitian ini adalah seluruh lansia yang ada di Posyandu Lansia Dahlia Puskesmas Mojosongo Surakarta. Sampel berjumlah 60 orang, yang diambil dengan metode “Total Sampling”. Lansia yang terdiri dari 30 lansia tidak mendapatkan terapi dan 30 lansia mendapat terapi kognitif.
Perubahan kondisi cemas lansia sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dan logoterapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan dengan uji dependen sample t-Test (Paired t Test) yang hasil analisisnya dijelaskan pada tabel 1.
a.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode “quasi experiment pre-post test with control group” (Sugiyono,2010) dengan intervensi pendidikan kesehatan dan logoterapi. Penelitian dilakukan untuk menganalisa perubahan penurunan cemas sebelum dan sesudah perlakuan pendidikan kesehatan dan logoterapi. Pada kelompok yang mendapat pendidikan kesehatan dan logoterapi dilakukan pertemuan sebanyak 4 sesi dalam rentang waktu 1 bulan. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada pasien dapat dilakukan penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 (Hamilton Anxiety Rating Scale dalam Nursalam, 2003)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis usia lansia dari total 60 lansia yang dilakukan dalam penelitian ini rata-rata berusia 68 tahun dengan usia termuda 50 tahun dan tertua 85 tahun. Hasil analisis terhadap karakteristik jenis kelamin lansia didapatkan dari 60 lansia sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18 orang (30%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 lansia (70 %).
Hasil uji statistik pada tabel 1. menunjukkan bahwa kondisi cemas lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (kelompok intervensi) menurun secara bermakna sebesar (- 9.35) dengan p value D 0.05. Demikian juga kondisi cemas lansia yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (kelompok kontrol) mengalami penurunan secara bermakna sebesar (- 2.50) dengan p value D 0.05. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut menunjukkan D 5% sehingga ada perubahan yang bermakna rata-rata kondisi cemas pada lansia sebelum dengan sesudah pendidikan kesehatan dan logoterapi diberikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value D 0.05). Berdasarkan hasil uji statistik diatas diperoleh hasil D 5% sehingga ada perubahan yang bermakna (perubahan yang lebih baik) terhadap rata-rata kondisi cemas lansia baik yang mendapatkan maupun yang tidak mendapatkan terapi kognitif (p value D 0.05). Perbedaan kondisi cemas lansia sesudah dilakukan terapi kognitif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didahului dengan penjelasan distribusi karakteristik kondisi cemas lansia sesudah dilakukan terapi kognitif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol; selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji t test independen dan hasil analisisnya disajikan pada tabel 2.
19
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Hasil uji statistik pada tabel 2. menunjukkan bahwa meskipun kondisi cemas pada kelompok lansia yang mendapatkan terapi kognitif (kelompok intervensi) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan terapi kognitif (kelompok kontrol). namun sudah mengalami penurunan kondisi cemas (dibandingkan kondisi awal / pre test) yang bermakna dengan p value D 0.05. Perbedaan selisih kondisi cemas lansia sebelum dan sesudah dilakukan terapi kognitif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, didahului dengan penjelasan distribusi karakteristik kondisi cemas lansia sesudah dilakukan terapi kognitif pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis dengan menggunakan uji t test independen dan hasil analisisnya disajikan pada tabel 3.
Hasil uji statistik pada tabel 3. menunjukkan bahwa hasil perbedaaan selisih kondisi cemas sesudah pelaksanaan terapi kognitif pada kelompok lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi /kelompok intervensi (4.57) lebih tinggi dibandingkan dengan
20
kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi /kelompok kontrol (0.80) yang bermakna dengan p value D 0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi cemas lansia sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menurun secara untuk kelompok intervensi sebesar 9.35 dengan p value D 0.05 dan kelompok kontrol sebesar 2.50 dengan p value = D 0.05. Hal ini didukung oleh Beck and Butler (1995) yang menyatakan dengan terapi kognitif pasien dibantu untuk mengadaptasikan pemikiran atau keyakinan sehingga akan berpengaruh positif terhadap motivasi dan perilakunya. Hal tersebut yang membedakan kondisi cemas lansia yang mendapat pendidikan kesehatan dan logoterapi dengan yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi. Perbedaan kondisi cemas lansia antara kelompok intervesi (6.35) dan kontrol (14.45) sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dan logoterapi menunjukkan bahwa meskipun kondisi cemas pada kelompok lansia yang mendapatkan terapi kognitif (kelompok intervensi) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (kelompok kontrol). namun sudah mengalami penurunan kondisi cemas (dibandingkan kondisi awal / pre test) yang bermakna dengan p value D 0.05. Demikian juga hasil perbedaaan selisih kondisi cemas sebelum dan sesudah pelaksanaan pendidikan kesehatan dan logoterapi yang menunjukkan bahwa kondisi cemas pada kelompok lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi / kelompok intervensi (-9.35) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi /kelompok kontrol (-2.50) yang bermakna dengan p value D 0.05. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rush Beck, Kovacs dan Hollon (1977) dan Murphy, Simons, Wetzel, Lustman, (1984) bahwa pendidikan kesehatan dan logoterapi efektif untuk mengobati pasien
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
dengan bipolar cemas. Dasar pikiran teknik kognitif adalah bahwa proses kognitif sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakan oleh individu. Burns (1988) mengungkapkan bahwa perasaan individu sering dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan individu mengenai dirinya sendiri. Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan suatu pemikiran yang objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya. Menurut Townsend (2003), dalam terapi kognitif menggunakan berbagai bentuk atau WHKQLN XQWXN PHUXEDK FDUD EHU¿NLU SHUDVDDQ dan perilaku pasien. Berbagai tehnik dapat digunakan dalam proses pemberian pendidikan kesehatan dan logoterapi dilakukan dalam upaya XQWXN PHPRGL¿NDVL FDUD EHU¿NLU SDVLHQ \DQJ salah yang dapat mempengaruhi timbulnya perilaku maladaptif. Kuyken, Dalgleish dan Holden, (2007) juga menjelaskan bahwa salah satu komponen dalam terapi kognitif seharusnya mampu merubah proses informasi dan keyakinan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan dan menurunkan gejala cemas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen dan langkah-langkah dalam terapi kognitif akan mampu merubah cara pikir negatif ke arah cara pikir positif sehingga akan berpengaruh terhadap status mood seseorang, seperti yang dijelaskan oleh (Rupke, Blecke, Renfrow, 2006), bahwa alam pikiran diikuti perasaan, sehingga belajar menggati pola pikir negative ke arah pola pikir yang positif akan memperbaiki status mood, NRQVHS GLUL SHULODNX GDQ VWDWXV ¿VLN VHVHRUDQJ Lansia yang telah mendapat pendidikan dan logoterapi mampu membangun atau merubah pemikiran atau keyakinan yang salah terhadap diri sendiri. Pendapat Goldfried dan Davison (1976) yang menyatakan bahwa reaksi emosional tidak menyenangkan yang dialami individu dapat digunakan sebagai tanda bahwa apa yang dipikirkan mengenai dirinya sendiri mungkin tidak rasional, untuk selanjutnya individu belajar membangun pikiran yang objektif dan rasional terhadap peristiwa yang dialami
5. KESIMPULAN a.
Kesetaraan kondisi cemas lansia sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dan logoter-
b.
c.
d.
api pada kelompok intervensi (17.10) dan kelompok kontrol (16,87) dengan p value = 0,914 > D 0.05 Kondisi cemas lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (kelompok intervensi) menurun secara bermakna sebesar (4.57) p value D0.05. Pada kelompok kontrol mengalami penurunan secara bermakna sebesar (0.80) p value = 0.004 > D 0.05. Kondisi cemas lansia sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dan logoterapi pada kelompok intervensi adalah 6.35. Pada kelompok kontrol sesudah kelompok intervensi dilakukan pendidikan kesehatan dan logoterapi adalah 14.45 Perbedaaan kondisi cemas sesudah pelaksanaan pendidikan kesehatan dan logoterapi yang menunjukkan bahwa penurunan kondisi cemas pada kelompok lansia yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan logoterapi (kelompok intervensi) lebih tinggi (p value D 0.05) dibandingkan dengan penurunan kondisi cemas pada kelompok yang tidak mendapatkan terapi kognitif (kelompok kontrol).
SARAN Pendidikan kesehatan dan logoterapi sebagai cara untuk menurunkan cemas perlu dikembangkan dan diaplikasikan sehingga dapat menurunkan tingkat cemas yang dialami oleh lansia
UCAPAN TERIMA KASIH Pelaksanaan program Penelitian Dosen Pemula yang didanai dari Hibah DP2M Ditjen DIKTI tahun anggaran 2014.
6. REFERENSI Arikunto, S. (2007). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi 4. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. (2009). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. edisi revisi VIII. Jakarta: Rineka Cipta. Bastaman, H.D. (2007). Logterapi psikologi untuk menemukan makna hidup dan memilih
21
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
hidup bermakna. Edisi 1. Jakarta: Raja *UD¿QGR3HUVDGD Boyd, M.A., & Nihart, M.A. (1998). Psychiatric nursing contemporary practice, Philadelphia: Lippincott. Dewi.,M (2008) Perbedaaan tingkat cemas sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan dan senam lansia. pada lansia di posyandu lansia Jogo Rogo Puskesmas Nusukan Surakarta: Surakarta. UNS, Frankl, V.E (2006) Logoterapi:terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi Alih Bahasa: M.Murtadlo, Yogyakarta; Kreasi Wacana Kaplan & Saddock (2004). Synopsis of psychiatry sciences clinic alpsychiatry. (7th ed), Bina Rupa Aksara. Notoatmojo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam & Pariani, S. (2003). Pendekatan
praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto. Pandi,. V. (2007) Penerapan Konsep logoterapi dalam konseling Kristen. http;//www.tiranus. net/?p=29. Diperoleh tanggal 26 Juni 2013 Stuart, G. W., and Laraia (2005), Principles and practice of psyhiatric nursing. (7”’ ed.). St. Louis: Mosby Year B. Sugiyono, (2010) Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health Nursing. Edisi Bahasa Indonesia (Cetakan I). Alih bahasa: Komalasari, R & Hany, A. Jakarta: EGC World Health Organization (2010), Proposed ZRUNLQJ GH¿QLWLRQ RI DQ ROGHU SHUVRQ LQ Africa for the MDS project.http// www.who. int.html, diperoleh 26 Juni 2013
-oo0oo-
22
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KADER DENGAN SIKAP KADER TENTANG POSYANDU BALITA DI DESA PENGKOK KEDAWUNG SRAGEN Kartika Dian Listyaningsih 1), Deny Eka Widyastuti 2), Megayana Yessy Mareta3) Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]
1, 2,3
ABSTRAK Penurunan kematian ibu dan balita cenderung melambat dalam 10 tahun terakhir. Dalam menghadapi masalah terkait dengan kesehatan balita tersebut, institusi Upaya Pembangunan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) memainkan peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada balita. Tujuan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap kader tentang Posyandu balita. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian adalah siswi kader di Desa Pengkok Kedawung Sragen sebanyak 45 orang. Analisis data menggunakan Spearman rho. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan kader tentang Posyandu Balita di Desa Pengkok Kedawung Sragen berdasarkan umur kategori cukup yaitu umur 25-35 tahun terdapat16 responden (35,6%); pendidikan kategori cukup yaitu pendidikan SMA terdapat 14 responden (31,1%); pekerjaan kategori cukup yaitu pekerjaan swasta terdapat 16 responden (35,6%); sumber informasi kategori cukup yaitu bidan terdapat 18 responden (40,0%). Sedangkan sikap kader berdasarkan umur kategori cukup umur 25-35 tahun terdapat 18 responden (40,0%); pendidikan kategori cukup yaitu pendidikan SMA terdapat 14 responden (31,1%); pekerjaan kategori cukup pada pekerjaan swasta terdapat 23 responden (51,1%); dan sumber informasi kategori cukup yaitu bidan terdapat 24 responden (53,3%). Tingkat pengetahuan kader tentang posyandu balita tertinggi pada kategori cukup sebanyak 30 responden (66,7%); sikap kader tentang posyandu balita tertinggi pada kategori cukup sebanyak 39 responden (86,7%). Hasil uji DQDOLVLV6SHDUPDQUKRGLSHUROHKQLODLVLJQL¿NDQVLDWDXOHELKGDULPDND+RGLWHULPD\DQJ artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap kader tentang posyandu balita di Desa Pengkok Kedawung Sragen. Kata kunci: kader, pengetahuan, posyandu, sikap ABSTRACT Decrease in maternal and infant mortality tends to be slow in the last 10 years. In the face of the problems associated with the infant health, institutional efforts Community Based Development (UKBM) such Posyandu plays an important role in providing basic health services to infants. Research to know is there any correlation between knowledge and attitude cadres of Posyandu toddler. This research is a quantitative research with cross sectional design. Samples were students cadre in the village Pengkok Kedawung Sragen as many as 45 person were taken with total sampling technique. Data analysis using the Spearman rho. The results showed the level of knowledge of Posyandu cadre in the village Toddlers Pengkok Kedawung Sragen by enough age categories 25-35 years are16 respondents (35.6%); enough education categories high school education are 14 respondents (31.1%); enough job categories that is SULYDWHMREDUHUHVSRQGHQWV UHVRXUFHVVXI¿FLHQWPLGZLYHVFDWHJRU\WKHUHDUHUHVSRQGHQWV
23
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
(40.0%). While the attitude of cadres based on the enough age categories of 25-35 years are 18 respondents (40.0%); enough education categories high school education are 14 respondents (31.1%); job enough RQSULYDWHHPSOR\PHQWFDWHJRULHVWKHUHDUHUHVSRQGHQWV DQGUHVRXUFHVVXI¿FLHQWPLGZLYHV category there are 24 respondents (53.3%). Level cadres of Posyandu toddler knowledge the highest in the category as 30 respondents (66.7%); posyandu cadre attitude of the highest in the category toddler DVUHVSRQGHQWV 7KHUHVXOWRIWKHDQDO\VLVRI6SHDUPDQUKRVLJQL¿FDQFHYDOXHRUPRUH than 0.05 then Ho is accepted, which means there is no relationship between the level of knowledge with attitude posyandu cadres of Posyandu toddler in the village of Pengkok Kedawung Sragen. Keywords: asisstant, attitude, knowledge, posyandu,
1. PENDAHULUAN Keberhasilan pemerintah Indonesia dalam menurunkan Angka Kematian Balita (AKABA) lebih dari setengah dalam periode antara 1990 dan 2013 tidak berarti membuat pemerintah lantas merasa lega. Pada kenyataanya, penurunan kematian ibu dan balita cenderung melambat dalam 10 tahun terakhir. Di luar kemajuan yang telah dicapai, menurut beberapa perkiraan berbeda, antara 136.000 - 190.000 anak meninggal di Indonesia setiap tahun sebelum ulang tahun ke-lima (Humas Kementerian Koordinator, 2014). Dalam menghadapi masalah terkait dengan kesehatan balita tersebut, institusi Upaya Pembangunan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) memainkan peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada balita (Laksono, 2009). Kader merupakan ujung tombak terdepan Posyandu karena memegang peranan penting dalam menggerakan partisipasi masyarakat untuk hidup sehat (Yuni, 2014). Kader dapat menggerakkan dan memberdayakan masyarakat sehingga tercipta masyarakat mandiri yang mampu hidup sehat terutama yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu dan Anak guna mencapai penurunan AKI dan AKB di Indonesia secara VLJQL¿NDQ .DUZDWL .HJLDWDQ SRV\DQGX sangat bergantung pada peran kader. Kader-kader posyandu merupakan relawan yang berasal dari masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan anggota masyarakat yang lain. Kader-kader mempunyai andil cukup besar dalam proses kelancaran pelayanan kesehatan di Posyandu. Namun peran kader masih relative rendah karena bersifat sukarela dan tidak mendapat gaji, sehingga tidak ada jaminan bahwa 24
kader akan menjalankan fungsinya dengan baik seperti yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga ataupun kepentingan lain maka kader lebih memilih meninggalkan kegiatan posyandu (Yudiansyah, 2008). Pemahaman seorang kader tentang Posyandu akan berpengaruh terhadap peran kader dalam pelaksanaan Posyandu secara efektif. Pemahaman ini dapat dicapai apabila seorang kader telah memiliki pengetahuan yang baik tentang Posyandu. Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi perubahan sikap orang tersebut (Notoadmodjo, 2012).
2. PELAKSANAAN Penelitian ini dilakukan di Desa Pengkok, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua kader di Desa Pengkok Kedawung Sragen sebanyak 45 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.
3. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian atau desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deksriptif kuantitatif dan mengambil rancangan survei cross sectional. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yaitu alat ukur berupa angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan (Hidayat, 2007).
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Kuesioner yang digunakan dalam bentuk pernyataan tertutup (closedended) yang mempunyai keuntungan mudah mengarahkan jawaban responden dan mudah diolah (Notoatmodjo, 2012). Menurut Hidayat (2007), kuesioner tertutup adalah kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada. Dalam penelitian ini ada dua pernyataan yaitu favorable (pernyataan positif) dan un favorable (pernyataan negatif). Untuk pernyataan favorable (pernyataan positif) jika responden memilih jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0 sedangkan untuk pernyataan un favorable (pernyataan negatif) jika responden memilih jawaban benar diberi nilai 0 dan jawaban salah diberi nilai 1. Kuisioner untuk penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan karakteristik seperti sejenis di luar lokasi penelitian. Uji validitas dan reliabililitas pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Maret 2015 di Desa Celep Kedawung Sragen dengan jumlah kader 30 orang dan menggunakan 40 item pernyataan. Analisa Data Analisis Bivariat menggunakan rumus Spermanrho yaitu untuk bertujuan mengukur
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2011). Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan rutin di posyandu (Ismawati dkk, 2010). Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memperdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balita (Karwati, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 45 responden menunjukkan hasil tingkat pengetahuan kader tentang Posyandu pada kategori baik sebanyak 8 responden (17,8%), kategori cukup sebanyak 30 responden (66,7%) dan kategori kurang sebanyak 7 responden (15,6%). Sedangkan hasil penelitian sikap menunjukan bahwa sikap kader terhadap Posyandu pada kategori baik sebanyak 2 responden (4,4%), kategori cukup sebanyak 39 responden (86,7%) dan kategori kurang sebanyak 4 responden (8,9%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan kader tentang posyandu di Desa Pengkok, Kedawung, Sragen pada kategori cukup yaitu sebesar 31 responden (68.9%) dan sikap kader tenrhadap posyandu di Desa Pengkok, Kedawung, Sragen juga terletak pada kategori cukup yaitu sebesar 39 responden (86,7%). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarak (2007), yaitu umur, Į pendidikan, pekerjaan, minat, pengalaman, keĮ budayaan lingkungan sekitar, dan informasi. Berdasarkan penelitian ini, kelompok umur responden paling banyak adalah umur 25 – 35 tahun sebanyak 19 responden (42,2%). Sedangkan dari hasil crosstab umur dengan pengetahuan dapat diketahui bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup yaitu pada kategori umur 25-35 tahun sebanyak 16 (35,6%) responden. Hasil cross tab umur dengan sikap memperlihatkan bahwa mayoritas sikap responden tergolong cukup yaitu pada umur 25-35 tahun sebanyak 18 (40,0%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
26
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
bahwa umur berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah tua akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Notoatmodjo, 2007). Akan tetapi, pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut, kemampuan penerimaan atau mengingat seseorang terhadap suatu pengetahuan akan berkurang (Mubarak, 2007). Notoatmodjo (2007) juga menyatakan bahwa pengetahuan yang baik akan menimbulkan sikap positif pada seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang paling besar adalah SMA yaitu sebanyak 17 responden (37,79%). Sedangkan hasil crosstab pendidikan dan pengetahuan juga menunjukkan bahwa responden paling banyak berada pada kategori pengetahuan cukup yaitu pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 14 (31,1%). Cross tab pendidikan dengan sikap memberikan hasil bahwa mayoritas responden tergolong memiliki sikap cukup yaitu pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 14 (31,1%) responden. Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya sehingga sikap seseorang juga akan berubah menjadi positif (Mubarak, 2007). Dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor penghambat. Dalam penelitian ini, pekerjaan responden yang paling besar sebagai pekerja swasta yaitu 26 responden (57,78%). Hasil crosstab pekerjaan dan pengetahuan memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan cukup yaitu responden yang pekerjaannya swasta sebesar 16 responden (35,6%) responden. Sedangkan hasil cross tab pekerjaan dengan sikap memperlihatkan bahwa sebagian responden memiliki sikap yang cukup yaitu responden yang memiliki pekerjaan swasta sebanyak 23 responden (51,1%) responden. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pen-
galaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Mubarak, 2007). Pengetahuan yang baik akan menimbulkan sikap positif pada seseorang (Notoatmodjo, 2007). Dapat dilihat bahwa pekerjaan merupakan faktor pendorong. Berdasarkan hasil penelitian maka informasi kesehatan paling banyak diperoleh dari bidan sebanyak 26 responden (57,8%). Sedangkan hasil crosstab sumber informasi dan pengetahuan menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu responden yang memperoleh informasi dari bidan sebanyak 18 responden (40,0%) responden. Cross tab sumber informasi dengan sikap memperlihatkan bahwa mayoritas responden tergolong memiliki sikap cukup yaitu responden yang memperoleh informasi dari bidan sebanyak 24 responden (53,3%) responden. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Mubarak, 2007). Pengetahuan yang baik akan menimbulkan sikap positif pada seseorang (Notoatmodjo, 2007). Dapat dilihat bahwa sumber informasi PHUXSDNDQIDNWRUSHQGRURQJ.RH¿VLHQNRUHODVL Spearman-rho sebesar -0.057 artinya tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan dengan sikap kader terhadap posyandu balita. Sedangkan nilai VLJQL¿NDQVLSpearman-rho adalah 0.711, dikareQDNDQQLODLVLJQL¿NDQVL!PDND+RGLWHULPD dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap kader terhadap posyandu balita. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Latif (2010), yang berjudul “Hubungan Faktor Predisposing Kader (Pengetahuan dan Sikap Kader terhadap Posyandu) dengan Praktik Kader dalam Pelaksanaan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Wonokerto” yang menyatakan bahwa DGD KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD WLQJNDW pengetahuan dan sikap kader terhadap posyandu, dengan hasil pengetahuan dengan p value = D=0,05 dan sikap dengan p value = 0,006 D = 0,05. Sikap seseorang terhadap sesuatu dibentuk oleh pengetahuan, antara lain nilai-nilai yang diyakini dan norma-norma yang dianut. Untuk 27
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
dapat mempengaruhi seseorang, bila mengadopsi informasi tersebut (Kurniasari, 2008). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting pada penelitian ini.
3.
5. KESIMPULAN a.
Tingkat pengetahuan kader tentang Posyandu Balita di Desa Pengkok Kedawung Sragen sebanyak 30 responden (66,7%). b. Sikap kader tentang Posyandu Balita di Desa Pengkok Kedawung Sragen pada katagori cukup sebanyak 39 responden (86,7%) F .RH¿VLHQ NRUHODVL Spearman-rho -0.057 artinya tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan dengan sikap kader terhadap poV\DQGX EDOLWD 6HGDQJNDQ QLODL VLJQL¿NDQVL Spearman-rho adalah 0.711, dikarenakan QLODL VLJQL¿NDQVL OHELK GDUL PDND +R diterima dan Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap kader terhadap posyandu balita.
Saran 1.
2.
Bagi Responden Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pengetahuan remaja tentang sadari dan dapat melakukan pemeriksaan sadari secara dini sesuai dengan ilmu yang sudah didapat. Bagi Instansi Hasil penelitian ini dapat memberikan pendidikan kesehatan secara optimal bagi
6. REFERENSI Ambarwati. 2011. Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogjakarta: Nuha Medika. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta _____________. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Fallen. 2010. Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: NuhaMedika Hidayat, A.A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan &Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Ismawati, C, et al. 2010. Posyandu dan Desa Siaga.Yogjakarta: Nuha Medika. Karwati.2011. Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas). Jakarta: Trans Info Media. Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Notoadmodjo. S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
-oo0oo-
28
siswi untuk melakukan pemeriksaan sadari secara dini. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan dan motivasi penelitian lain dalam meneliti, menggali tetang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang sadari dengan menambahkan variabel- variabel yang lan.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
EFEKTIVITAS HBsAg – RAPID SCREENING TEST UNTUK DETEKSI DINI HEPATITIS B Ika Budi Wijayanti 1) 1
Prodi D-III Kebidanan, STIkes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] Surakarta ABSTRAK
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang salah satu penularannya dapat melalui darah. Deteksi virus Hepatitis B dalam tubuh pasien dapat dilakukan dengan pemeriksaan +%V$JVHFDUDLPXQRORJLVGHQJDQPHQJJXQDNDQPHWRGH\DQJHIHNWLIGDQH¿VLHQ\DLWX+%V$J±5DSLG VFUHHQLQJWHVWPHWRGHLPXQRFKURPDWRJUD¿7XMXDQSHQHOLWLDQDGDODKPHQJNDMLHIHNWLYLWDVSHPHULNVDDQ HBsAg rapid screening test untuk deteksi dini terhadap Hepatitis B. Hasil penelitian terhadap 20 sampel serum menunjukkan semua hasil negative atau tidak mengandung HBsAg. HBsAg rapid screening WHVW EHUSULQVLS LPXQRNURPDWRJUD¿ GDQ PHUXSDNDQ SHUDQJNDW GLDJQRVWLN \DQJ PXGDK HNRQRPLV GDQ sensitivitas tinggi sehingga dapat digunakan sebagai screening test untuk deteksi dini Hepatitis B. Kata kunci: HbsAg, hepatitis B, rapid screening test
ABSTRACT Hepatitis B is a disease caused by the hepatitis B virus is one of transmission can be through darah. Virus hepatitis B in a patient’s body can be examined immunologically using a method that is effective DQGHI¿FLHQWZLWK+%V$J5DSLGVFUHHQLQJWHVWRILPXQRFKURPDWRJUD¿PHWKRGV7KHUHVHDUFKREMHFWLYH is to assess the effectiveness of the detection HBsAg rapid screening test for the early detection of Hepatitis B. The results of the 20 serum samples showed all negative results or not containing HBsAg. HBsAg Rapid - screening test is effective for the early detection of Hepatitis B. The principal of HBsAg UDSLGVFUHHQLQJWHVWLVLPXQRFKURPDWRJUD¿PHWKRGDQGDGLDJQRVWLFGHYLFHWKDWLVVLPSOHHFRQRPLFDO and high sensitivity so that it can be used as a screening test for the early detection of Hepatitis B. Keywords: HBsAg, hepatitis B, rapid screening test
1. PENDAHULUAN Hepatitis merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi hepatitis bisa bersifat asimtomatik. Hepatitis ini umumnya lebih ringan dan lebih asimtomatik pada yang lebih muda dari pada yang tua. Lebih dari 80% anak – anak menularkan hepatitis pada anggota keluarga adalah asimtomatik, sedangkan lebih dari tiga perempat orang dewasa yang terkena hepatitis A adalah simtomatik. Sekitar dua miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus hepatitis B dan 360 juta orang di antaranya terinfeksi kronis. Hepatitis B berpotensi menjadi sirosis disertai gangguan fungsi hati berat dan karsinoma
hepatoselular dengan angka kematian sebanyak 250 ribu per tahun. Penyakit hepatitis pada dasarnya bisa menyerang siapa saja. Hepatitis juga tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin. Meski begitu, patut diwaspadai bahwa ikterus atau gejala kuning dapat terjadi akibat hepatitis virus. Di negaranegara berkembang, wanita hamil cenderung lebih mudah terserang hepatitis virus karena persoalan sanitasi dan juga nutrisi yang buruk. Hal tersebut dapat dimengerti karena memang \DQJ PHQMDGL SHQ\HEDE VLJQL¿NDQ VHVHRUDQJ terkena penyakit hepatitis virus ini ialah karena lingkungan yang buruk dan juga persoalan 29
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
nutrisi yang juga kurang memadai. Dalam sebuah penelitian, ditemukan 9,5% hepatitis virus terjadi di usia trimester pertama, 32% terjadi di trimester II, dan sebanyak 58% terjadi pada usia trimester III (Wilson, 1995). Penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Tindakan yang paling tepat adalah pencegahan baik tindakan sehari-hari maupun secara vaksinasi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sampai sekarang telah dikenal tujuh macam Hepatitis virus, yaitu Virus Hepatitis A (VHA), Virus Hepatitis B (VHB), Virus Hepatitis C (VHC), Virus Hepatitis D (VHD), Virus Hepatitis E (VHE), Virus Hepatitis F (VHF) dan Virus Hepatitis G (VHG) (Hadi, 2000). Hepatitis B merupakan penyakit infeksi DWDX LQÀDPDVL SDGD KHSDWRVLW \DQJ GLVHEDENDQ oleh virus hepatitis B (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati. Sekitar sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari 2 miliar orang, telah terinfeksi dengan virus hepatitis B. Penularan virus hepatitis B seringkali berasal dari paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang mengandung darah. Untuk mengetahui adanya virus Hepatitis B dalam tubuh pasien diperlukan pemeriksaan HBsAg. HBsAg merupakan salah satu jenis antigen yang terdapat pada bagian pembungkus dari virus Hepatitis B yang dapat dideteksi pada cairan tubuh yang terinfeksi. Pemeriksaan HBsAg dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan metode RIA (Radio Immuno Assay), ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay), RPHA (Reverse Passive Hemagglutination) GDQ ,PPXQRFKURPDWRJUD¿ 8SD\D SHQFHJDKDQ dari berkembangnya virus dan pengobatan awal yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi hepatitis B yang dilakukan 3 kali, yakni dasar, 1 bulan dan 6 bulan kemudian. Tujuan penelitian untuk mengkaji efektivitas pemeriksaan HBsAg rapid screening test untuk deteksi dini terhadap Hepatitis B. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh data dan fakta secara ilmiah sehingga pemeriksaan 30
HBsAg rapid screening test dapat digunakan untuk deteksi dini terhadap Hepatitis B.
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium IPA STIKes Kusuma Husada Surakarta. Sampel diperoleh dari mahasiswi Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta secara acak. Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan. b. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan spuit injeksi steril, venoject, kapas, alkohol 70%, torniquet, centrifuge, tabung centrifuge/venoject, clinipet, tabung serologis, HBsAg diagnostic test. Bahan pemeriksaan adalah serum atau plasma dari darah probandus.
3. METODE PENELITIAN a.
b.
c.
Pengambilan Darah Untuk pemeriksaan HBsAg diperlukan darah vena 2 ml. Darah diambil dari vena fosa cubiti (Gandasoebrata, 2010). Pembuatan Serum Cara pembuatan serum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memasukkan darah kedalam tabung bersih lalu didiamkan selama 15 menit. 2. Centrifuge darah dengan kecepatan 1500-2000 rpm selama 15 menit. 3. Memisahkan serum dengan pipet tetes kedalam wadah atau tabung yang bersih. 4. Memberi label yang berisi tanggal pengambilan, nama pasien, dan jenis kelamin. Pemeriksaan HBsAg Metode Imuno-chroPDWRJUD¿ 1) Tujuan untuk mengetahui ada tidaknya HBsAg dalam serum probandus secara LPXQRFKURPDWRJUD¿ 6HQVLWL¿WDV Tes ini dapat mendeteksi konsentrasi HBsAg dalam serum kurang dari 5 ng/ ml dalam 20 menit dan 1 ng / ml dalam 30 menit.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
3) Prinsip: Prinsip dari pemeriksaan metode ini DGDODKEHUHDNVLQ\DLPXQRFKURPDWRJUD¿ yang menggunakan membran berwarna untuk mendeteksi HBsAg dalam serum, membran yang dilapisi dengan antiHBs pada daerah test (T) dapat bereaksi secara kapilaritas sehingga membentuk garis merah. 4) Prosedur pemeriksaan Pemeriksaan HBsAg untuk diagnosa Hepatitis B menggunakan metode imuQRFKURPDWRJUD¿DGDODKVHEDJDLEHULNXW a. Menyiapkan tabung serologis dan diletakkan pada rak tabung serologis. b. Mengambil serum atau plasma dengan menggunakan clinipete sebanyak 200 µl secara hati-hati. c. Meletakkan pada tabung yang telah diberikan label identitas sesuai dengan pemilik sampel tersebut. d. Memasukkan stick dalam tabung secara perlahan-lahan. e. Tunggu dan biarkan selama 10-15 menit supaya serum bereaksi secara sempurna. 5) Interpretasi hasil Adanya HBsAg dalam serum akan membentuk 2 tanda garis merah pada stick yang nampak jelas dalam waktu kurang lebih 15 menit. Setelah stick dimasukkan dalam serum.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui bahwa dari 20 sampel yang diambil dan diperiksa didapatkan hasil yang (-) negatif tidak mengandung HBsAg yaitu terbentuknya satu garis merah di daerah C saja. Hasil pemeriksaan positif jika terbentuk dua garis merah pada daerah C dan T sebagaimana pada kontrol positif. 3HPHULNVDDQ+%V$JVHFDUDLPXQRNURPDWRJUD¿ merupakan pemeriksaan HbsAg secara kualitatif dan dilakukan pada semua mahasiswa atau mahasiswa di Prodi D-III Kebidanan maupun Prodi lainnya yaitu Prodi D-III Keperawatan dan Prodi S-1 Keperawatan sebelum melaksanakan praktek klinik di layanan kesehatan antara lain Puskesmas maupun Rumah Sakit. Pemeriksaan +EV$JPHWRGHLPXQRNURPDWRJUD¿GLQLODLFXNXS efektif sebagai screening test sebelum dilakukan program vaksinasi hepatitis B. Screening test terhadap infeksi Hepatitis B merupakan metode 31
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
pemeriksaan yang efektif untuk deteksi dini adanya infeksi Hepatitis B yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Prosentasi terjadinya infeksi Hepatitis B pada suatu daerah atau tempat bersifat relatif karena dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Untuk memastikan infeksi hepatitis B perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti HBsAg, HBeAg, Anti-HBs, Anti-HBc, Anti-HBe supaya jelas dan pasti. Pemeriksaan HBsAg rapid screening test merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan prinsip atau metode immunoFKURPDWRJUD¿ 0HWRGH LQL EDQ\DN GLJXQDNDQ GL laboratorium klinik Pemerintah ataupun swasta termasuk Puskesmas. Penggunaan metode imuQRNURPDWRJUD¿NDUHQDVHODLQGDSDWPHQHQWXNDQ HBsAg secara kualitatif metode ini juga spesi¿NXQWXNPHQGHWHNVL+%9GDQPHUXSDNDQFDUD pemeriksaan yang praktis, cepat dan mudah dikerjakan. Kekurangan metode immunochromatoJUD¿ \DLWX SHPHULNVDDQ EHUVLIDW NXDOLWDWLI GDQ relatif mahal. Dengan mengetahui adanya HBsAg dalam serum, atas dasar reaksi antigen (HBV$J GHQJDQ DQWLERGL VSHVL¿N \DQJ DGD GDODP serum setelah diteteskan pada lubang alat Rapid Test. Adanya garis merah di atas area Control (C) dan Test (T) dikarenakan terjadi gaya kapilaritas pada membran setelah diteteskan serum pada lubang alat Rapid Test. Pembacaan hasil +%V$JPHWRGHLPXQRFKURPDWRJUD¿MLNDGDODP sampel mengandung HBsAg hasil menunjukkan uji positif: maka akan terbentuk dua garis merah pada titik di daerah C dan T, jika dalam sampel tidak mengandung HBsAg hasil menunjukkan uji negatif maka akan terbentuk satu garis merah pada Control (C). Terbentuknya garis merah merupakan reaksi antara HBsAg dengan AntiHBs yang sudah dilapisi dengan konjugat koloidal. Konjugat koloidal yang semula tidak berwarna akan berwarna merah bila terjadi ikatan antara antigen-antibodi secara kapilaritas dengan serum yang mengandung HBsAg sebagai antigen dan LPPXQRFKURPDWRJUD¿VWLFN\DQJVXGDKWHUGDSDW anti-HBs sebagai antibodi. Penyakit hepatitis B merupakan penyakit yang infeksius dan mudah menular yang dapat menimbulkan peradangan dan kerusakan sel 32
hati, sampai saat ini penularan hepatitis B cukup tinggi dan sampai sekarang belum ditemukan REDW \DQJ VSHVL¿N XQWXN PHQ\HPEXKNDQQ\D Untuk mendeteksi pertanda serologis terhadap virus hepatitis B tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dalam epidemiologi Hepatitis B dikenal kelompok resiko tinggi yang lebih sering terkena infeksi Virus B dibandingkan yang lain adalah: 1. Individu yang karena profesi/pekerjaannya atau lingkungannya relatif lebih sering ketularan, misal: petugas kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat, bidan), petugas laboratorium, pengguna jarum suntik, wanita tuna susila, pria homoseksual, supir, dukun bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi hepatitis B. 2. Individu dengan kelainan sistem kekebalan VHOXODU PLVDO SHQGHULWD KHPR¿OLD KHPRdialisa, leukemia limfositik, penderita Sindroma Down dan penderita yang mendapat terapi imunosupresif. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat infeksi hepatitis B diantaranya, yaitu: 1. Faktor gizi, gizi yang baik dapat mengurangi DNWL¿WDV9LUXV+HSDWLWLV%GLEDQGLQJNDQNHadaan gizi yang buruk. 2. Daya tahan tubuh, bila daya tahan tubuh melemah akan memudahkan seseorang terinfeksi Virus Hepatitis B. 3. Umur penderita, tergantung terjadinya waktu infeksi. Pada bayi dan anak-anak lebih rentan sedangkan orang dewasa lebih resisten. Penyakit Hepatitis B merupakan penyakit menular, berdasarkan banyaknya kasus penularan penyakit hepatitis B yang terjadi dalam masyarakat sampai sekarang ini belum GLWHPXNDQ REDW \DQJ VSHVL¿N XQWXN PHPEXQXK Virus Hepatitis B (HBV) ini, karena penyebab dari hepatitis B ini bersembunyi didalam sel hati sehingga sulit untuk oleh antibiotik dan akibatnya penyakit yang disebabkan oleh virus itu sulit untuk disembuhkan. Oleh karena itu perlu dilakukan cara pencegahan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan meliputi:
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
1.
2.
3.
4.
Health Promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan yang berpotensi menularkan virus VHB. Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya: meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB melalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru masak serta pelayan rumah makan. Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi bendabenda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita. Imunisasi meliputi a. Immunisasi Aktif Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun. Program pemberian sebagai berikut: Dewasa: Setiap kali diberikan 20 µg IM yang diberikan sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
b.
Anak: diberikan dengan dosis 10 µg IM sebagai dosis awal, kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Immunisasi Pasif Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) merupakan immunisasi pasif dimana daya lindung HBIg diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan menggumpalkannya. HBIg dapat memberikan perlindungan terhadap post expossure maupun pre expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HBsAs positif diberikan HBIg 0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIg 0,06 ml/ Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Hasil pemeriksaan terhadap 20 sampel serum maka semua sampel menunjukkan hasil negatif (-) atau tidak mengandung HBsAg. b. HBsAg Rapid screening test efektif untuk deteksi dini Hepatitis B. Saran a. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas pemeriksaan HbsAg metode lainnya. b. Perbandingan efektivitas antar metode pemeriksaan HBs Ag yang lain.
6. REFERENSI Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P (2002). Molecular Biology of the Cell (4th ed.). Garland. NCBI, ISBN 0-8153-3218-1. Aspinall, E. J.; Hawkins, G.; Fraser, A.; Hutchinson, S. J.; Goldberg, D. (2011). Hepatitis B prevention, diagnosis, treatment and care: A review. Occupational Medicine 61 (8): 531–540. doi:10.1093/occmed/ kqr136.
33
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Dienstag, J. L. (2008). Hepatitis B Virus Infection. New England Journal of Medicine 359 (14): 1486–1500. DOI :10.1056/ NEJMra 0801644. Fairley C.K. and Read T.R. (February 2012). “Vaccination against sexually transmitted infections”. Current Opinion in Infectious Diseases 25 (1): 66–72. DOI :10.1097/ QCO.0b013e32834e9aeb. Gandasoebrata. 2001. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. Gartinah, S. 1996. Penuntun Imunologi Serologi. Departemen Kesehatan RI: Bandung, hlm 37-40. Hadi, S. 2000. Gastroenterologi. PT. Alumni: Bandung, hal. 24-25, 35-37, 66-67. Hughes RA (March 2000). Drug injectors and the cleaning of needles and syringes. European Addiction Research 6 (1): 20–30 Japaries, W. 1996. Hepatitis. Arca: Jakarta, hal. 28-31, 43-44, 53-57. Kosasih, E.N. 1982. Capita Selecta Hematology Klinik. Bandung: Alumni Bandung, 34-35. Kresno, S. B. 1984. Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboraturium. Jakarta: EGC, 338341.
Lau GKK et al. (2005). Peginterferon Alfa2a, lamivudine, and the combination for HBeAg-positive chronic hepatitis B. N Engl J Med 352 (26): 2682–95 Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.. Ryan K.J.; Ray C.G. (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (4th ed. ed.). Mc Graw Hill. pp. 544 – 51. ISBN 0-8385-85299. Sjamsuhidayat, R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 44-50. Soedarto, D.T.M.H. 1995. Dasar-dasar Virologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Wilson, L. 1995. Fisiologi Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC, Hal 440-442. Wong, F; Pai, R; Van Schalkwyk, J; Yoshida, EM (2014). “Hepatitis B in pregnancy: a concise review of neonatal vertical transmission and antiviral prophylaxis.”. Anuals of hepatology 13 (2): 187–95 Zuckerman AJ (1996). Hepatitis Viruses. In: Baron’s Medical Microbiology (Baron S et al, eds.) (4th ed. ed.). University of Texas Medical Branch. ISBN 0-9631172-1-1.
-oo0oo-
34
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG MANFAAT MUSIK KLASIK DENGAN MOTIVASI MENDENGARKAN MUSIK KLASIK PADA IBU HAMIL DI SURAKARTA JAWA TENGAH Arista Apriani 1), Deny Eka Widyastuti 2), Yunia Renny Andhikatias3) Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
1,2,3
[email protected] [email protected] 3)
[email protected] 1)
2)
ABSTRAK Musik merupakan seni antara lain ber-genre (beraliran) rock (heavy metal) hingga musik klasik. Musik klasik memiliki peranan penting dalam mengaktifkan otak kiri-kanan sang bayi sehingga terdapat keseimbangan antara aspek kognitif dan aspek emosi. Musik klasik dapat merangsang otak sehingga menimbulkan gerakan motorik tertentu pada janin dan bayi yang baru lahir. Ritme musik klasik berfungsi sebagai obat penawar stress (tekanan) bagi ibu hamil. Tujuan penelitian menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang manfaat musik klasik dengan motivasi mendengarkan musik klasik pada ibu hamil di Surakarta Jawa Tengah. Penelitian menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yaitu teknik Quota sampling sebanyak 100 ibu hamil. Pengumpulan data pengetahuan dan motivasi diukur dengan kuesioner. Uji instrument penelitian dilakukan pada 50 ibu hamil di Surakarta, Jawa Tengah, untuk dinilai validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan analisis regresi sederhana. Pengetahuan tentang manfaat musik klasik VLJQL¿NDQ VHFDUD VWDWLVWLN DGD KXEXQJDQ GHQJDQ PRWLYDVL PHQGHQJDUNDQ PXVLN NODVLN GHQJDQ QLODL VLJQL¿NDVL$GMXVWHG56TXDUHVHKLQJJDYDULDEHOPRWLYDVLVHEHVDUVHGDQJNDQ dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti ini. Dengan diketahuinya terdapat hubungan antara pengetahuan tentang manfaat musik klasik dan motivasi mendengarkan musik klasik maka pemerintah dapat meningkatkan program pendidikan kesehatan tentang manfaat musik klasik kepada ibu hamil, sehingga pengetahuan dan motivasi ibu hamil akan meningkat, serta janin bisa terstimulasi sejak dalam kandungan. Kata Kunci: ibu hamil, motivasi, musik klasik, pengetahuan ABSTRACT Music is an art among other genre (genre) rock (heavy metal) to classical music. Classical music has an important role in activating the left-right brain of the baby so that there is a balance between cognitive DQGHPRWLRQDODVSHFWV&ODVVLFDOPXVLFVWLPXODWHVWKHEUDLQJLYLQJULVHWRVSHFL¿FPRWRUPRYHPHQWVLQWKH fetus and newborn. The rhythm of classical music serves as an antidote to stress (pressure) for pregnant ZRPHQ7KHDLPRIUHVHDUFKDQDO\]HGWKHUHODWLRQVKLSEHWZHHQNQRZOHGJHDERXWWKHEHQH¿WVRIFODVVLFDO music with the motivation to listen to classical music in pregnant women in Surakarta, Central Java. The study used observational analytic design with cross sectional approach. The sampling technique is a technique Quota sampling 100 pregnant women. Data collection knowledge and motivation were measured with a questionnaire. Test instrument research conducted on 50 pregnant women in Surakarta, Central Java, to assess its validity and reliability. Analysis of data using simple regression analysis. .QRZOHGJHDERXWWKHEHQH¿WVRIFODVVLFDOPXVLFWKHUHLVDVWDWLVWLFDOO\VLJQL¿FDQWUHODWLRQVKLSZLWKWKH 35
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
PRWLYDWLRQWROLVWHQWRFODVVLFDOPXVLFZLWKDVLJQL¿FDQFHYDOXHRI$GMXVWHG56TXDUHRI so the motivation variable 3.80%, while 96.20% is explained by other variables not studied this. By NQRZLQJWKHUHODWLRQVKLSEHWZHHQNQRZOHGJHDERXWWKHEHQH¿WVRIFODVVLFDOPXVLFDQGFODVVLFDOPXVLF listening motivation for the government to improve health education programs about classical music to pregnant women, so that the knowledge and motivation of pregnant women will increase, as well as the fetus can be stimulated. Keywords: pregnant women, motivation, classical music, knowledge
1. PENDAHULUAN Pada masa globalisasi ini, manusia tidak bisa lepas dari ilmu pengetahuan dan rasa penasaran tentang perkembangan zaman. Sehingga, setiap detiknya lahir pemikiran baru berupa inovasi dan seni kreasi yang dapat merubah peradaban dunia. Musik merupakan seni dan banyak musik yang sudah tak asing lagi di telinga. Mulai dari yang ber-genre (beraliran) rock (heavy metal) sampai musik klasik itu sendiri. Disamping itu, dari sekian banyak genre musik hanyalah musik klasik yang memiliki peranan penting dalam mengaktifkan otak kiri dan kanan bayi sehingga terdapat keseimbangan antara aspek kognitif dan aspek emosi yang dapat merangsang otak serta menimbulkan gerakan motorik tertentu pada janin dan bayi yang baru lahir. Ritme musik klasik dapat berfungsi sebagai obat penawar stress (tekanan) bagi ibu yang kesehariannya banyak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan perkembangan otak janin yang dikandungnya. Anak merupakan karunia Illahi yang dititipkan lewat perantara kedua orang tua. Kewajiban orang tua adalah menjaga titipan Sang Pencipta. Kehamilan berarti mendapatkan anugerah yang tak terkira dari yang Maha Kuasa. Di sisi lain banyak yang beranggapan bahwa mengayomi sang buah hati yang nakal, bandel, pemarah, serta bermasalah merupakan suatu musibah dengan alasan disebabkan oleh faktor pendidikan sekolah. Padahal, itu semua kembali kepada orang tua bagaimana menstimulasi janinnya sejak berada di dalam kandungan (Ramadhani, 2012). Kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo,2009). Kehamilan trismester I yaitu kehamilan dengan usia 0 – 12 minggu, pada trimester ini ibu yang sedang hamil belum terlihat perubahan yang nyata pada tubuh ibu. Namun, sesungguhnya tubuh ibu 36
secara aktif bekerja untuk menyesuaikan secara ¿VLN GDQ HPRVLRQDO SDGD SURVHV NHKDPLODQ LQL Kehamilan trismester II yaitu kehamilan dengan usia 13 – 28 minggu, pada trimester ini perut ibu hamil akan mulai kelihatan membesar dan dunia luar akan menyadari kalau ibu akan menjadi calon ibu baru. Perut ibu belum terlalu besar VHKLQJJD LEX PDVLK GDSDW PHODNXNDQ DNWL¿WDV sehari-hari, (Ronald, 2011). Trimester III sering di sebut sebagai periode penantian, dengan usia kehamilan 28 minggu sampai dengan 38 atau 42 minggu. Perkembangan intra uteri pada trimester III adalah penyempurnaan struktur organ khusus dan penyempurnaan fungsi berbagai sistem organ (Sukarni, 2013). Pada kehamilan ibu bisa melakukan rangsangan pada janin melalui suara-suara musik klasik yang akan membentuk getaran teratur yang dapat memberikan rangsangan pada pengindraan, organ tubuh, dan emosi. Hal ini berarti bahwa individu yang mendengarkan musik akan PHPEHULUHVSRQEDLNVHFDUD¿VLNPDXSXQSVLNLV yang akan menggugah sistem tubuh, termasuk DNWL¿WDVNHOHQMDU±NHOHQMDUGLGDODPQ\D5RQDOG 2011). Menurut penelitian Campbell dalam Neill (2008), musik klasik yang mengandung nada EHUÀXNWXDVL DQWDUD QDGD WLQJJL GDQ QDGD UHQGDK akan merangsang otak. Mekanisme otak manusia terdapat reseptor (sinyal penerima) yang bisa mengenali musik. Otak bayi mampu menerima musik tersebut meski dengan kemampuan terbatas karena pertumbuhan otaknya belum sempurna. Ketika bayi lahir dan tumbuh musik GDSDW PHUDQJVDQJ GDQ PHQLQJNDWNDQ ¿VLRORJL kecerdasan dan perilaku mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Schewartz dalam Neill (2008), tentang penggunaan musik sebagai alat bantu terapi menunjukkan bahwa terapi musik sangat membantu menurunkan stres, meningkatkan berat badan, menurunkan lama perawatan Bayi
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Berat Lahir Rendah (BBLR) dan meningkatkan saturasi oksigen. Dilihat dari segi urgensinya maka dapat dirumuskan masalah apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang manfaat musik klasik dengan motivasi mendengarkan musik klasik pada ibu hamil di Surakarta Jawa Tengah?
didapatkan hasil 28 item yang valid, adapun item yang drop out adalah item nomor 5 dan 9 dan hasil uji reliabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,862. Analisis data yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji statistik regresi sederhana.
2. PELAKSANAAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di STIKes Kusuma Husada Surakarta, Jawa Tengah pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2015. b. Populasi dan sampel penelitian Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Quota Sampling kepada sebanyak 100 ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di STIKes Kusuma Husada Surakarta, Jawa Tengah.
3. METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional Penelitian terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel bebas yaitu pengetahuan tentang manfaat musik klasik dan variabel terikat yaitu motivasi mendengarkan musik klasik. Pengumpulan data primer berupa hasil pengisian kuesioner pengetahuan tentang manfaat musik klasik dan motivasi mendengarkan musik klasik. serta data sekunder berupa data jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di STIKes Kusuma Husada Surakarta, Jawa Tengah. Responden memiliki hak untuk bersedia maupun menolak berpartisipasi dalam penelitian dengan terlebih dahulu dilakukan informed consent oleh peneliti. Uji instrument dilakukan pada 50 ibu hamil di Surakarta, Jawa Tengah, untuk dinilai validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji coba untuk 37 item dari kuesioner pengetahuan tentang manfaat musik klasik didapatkan hasil 32 soal yang valid, adapun item yang drop out adalah item nomor 10, 32, 33, 36, 37 dan hasil uji reliabilitas didapatkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,875. Uji coba untuk 30 item dari kuesioner motivasi mendengarkan musik klasik
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang musik klasik.
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang musik klasik dari media massa.
Tabel 3 menunjukkan sebagian besar subjek mempunyai tingkat pendidikan formal lebih dari sama dengan SMA.
37
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pengetahuan tentang manfaat musik klasik VLJQL¿NDQVHFDUDVWDWLVWLNVHKLQJJDDGDKXEXQJDQ dengan motivasi mendengarkan musik klasik GHQJDQQLODLVLJQL¿NDVL$GMXVWHG56TXDUH 0,038 sehingga variabel pengetahuan dapat menjelaskan variabel motivasi sebesar 3,80%, sedangkan sisanya 96,20% dijelaskan ooleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Menurut Notoatmodjo (2010), Pengetahuan merupakan hasil “tahu” pengindraan manusia terhadap suatu objek tertentu. Proses pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang(over behavior). Menurut Mubarak (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang,
38
pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan. Berdasarkan pada hasil penelitian di dapatkan data WLQJNDWSHQGLGLNDQUHVSRQGHQ60$GDQ responden ed SMA, dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan responden sebagian besar menengah ke atas, hal ini sesuai dengan teori Mubarok semakin tinggi pendidikan maka semakin responden mengerti. Menurut Alan dalam Khairurrahman (2009), pemanfaatan pelayanan kesehatan salah satunya dipengaruhi oleh faktor dari konsumen yang berupa pengetahuan.Tahapan pengetahuan Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007), adalah tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Menurut Notoatmodjo (2007), apabila seseorang akan mengerjakan sesuatu atau berperilaku maka selalu ada dorongan yang mempengaruhinya dalam berperilaku tersebut. Dorongan ini disebut dengan motivasi, sehingga pengetahuan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang manfaat musik klasik PHPLOLNL KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ GHQJDQ motivasi mendengarkan musik klasik pada ibu hamil di Surakarta Jawa Tengah (p=0,01). Semakin tinggi pengetahuan ibu hamil tentang manfaat musik klasik maka motivasi juga tinggi. Ha ditolak dan Ho diterima
5. KESIMPULAN Ada hubungan pengetahuan ibu hamil tentang manfaat musik klasik dengan motivasi mendengarkan musik klasik pada ibu hamil di Surakarta Jawa Tengah
SARAN a.
b.
Bagi pemerintah, diharapkan dapat meningkatkan pendidikan kesehatan tentang manfaat musik klasik kepada ibu hamil sehingga ibu hamil termotivasi untuk mendengarkan musik klasik dan bisa menstimulasi janin sejak dalam kandungan. Bagi ibu hamil, untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang manfaat musik klasik dan mendengarkan musik klasik sehingga janin akan terstimulasi sejak dalam kandungan.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
c.
Bagi peneliti selanjutnya, peneliti selanjutnya diharapkan lebih dapat menggali tentang hubungan pengetahuan tentang manfaat musik klasik dan motivasi mendengarkan musik klasik dengan menambahkan variabel-variabel lain
6. REFERENSI Khairurrahman. 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga dan Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan VCT di Kota Medan. Tesis S2 USU (Unpublished). Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Notoatmodjo S.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta
Neill, M. R. J. 2008. Sejarah musik 2: Musik 1760 sampai dengan akhir abad ke – 20. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Notoatmodjo, S. 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ramadhani, A. N. 2012. Pengaruh mendengarkan musik klasik terhadap perkembangan otak bayi. https:// maatyong.wordpress.com/2012/02/27/ pengaruhmendengarkanmusik-klasikterhadap-perkembangan-otak-bayi/. Diakses 22 April 2015 Ronald, H.S. 2011. Pedoman Dan Perawatan Kehamilan Yang Sehat Dan Menyenangkan. Bandung: CV Nuansa Aulia. Sukarni, K.I. 2013. Kehamilan Persalinan Dan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika
-oo0oo-
39
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
HUBUNGAN PERSEPSI TENTANG KOMUNIKASI KEPALA BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN DENGAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA :DK\XQLQJVLK6D¿WUL1) Prodi D-III Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta ZDK\XQLQJVLKVD¿WUL#JPDLOFRP
1
ABSTRAK Kinerja perawat dapat dilihat dari pelaksanaan asuhan keperawatan. Selama ini perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan sudah baik namun masih ada yang kurang optimal. Kinerja yang kurang optimal dari perawat akan berdampak pada kualitas pelayanan yang pada akhirnya dapat menyebabkan mutu pelayanan yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana. Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif noneksperimental dengan pendekatan cross sectional. Sampel terdiri dari 95 perawat diambil dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengumpulan data mengunakan kuesioner. Data dianalisis dengan product moment. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana dengan p value 0,0001. Ada hubungan yang sedang antara persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana. Kata kunci: persepsi, pelayanan, keperawatan, kinerja,komunikasi
ABSTRACT The performance of nurses can be seen from the implementation of nursing care. During this time a nurse in performing nursing care is good but there is still less than optimal. Less than optimal performance of the nurses will have an impact on the quality of services that can ultimately lead to lower quality of service. This study aims to determine the relationship perception of communication head of nursing services with the performance of nurses. This type of research is a quantitative research with cross sectional non eksperimental. The sample consisted of 95 nurses taken with purposive sampling technique. Data collection using the questionnaire. Data were analyzed using product moment. The results showed no relationship perception of communication head of nursing services with the performance of nurses with a p value of 0.0001. There is a moderate correlation between the perception of the communications chief of nursing services with the performance of nurses. Keywords: communication, nursing, perception, performance
1. PENDAHULUAN Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan sehingga pelayanan keperawatan mempunyai peran yang besar untuk mencapai tujuan pembangunan di bidang kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan pelayanan keperawatan yang bermutu (DEPKES, 40
2005). Faktor pendukung yang diperlukan agar pelayanan keperawatan bermutu antara lain sumber daya manusia yang profesional dan bermutu tinggi (Amriyati,2003). Mutu pelayanan rumah sakit sangat tergantung pada kualitas para perawatnya dan selama 24 jam perawat selalu berinteraksi dengan pasien sehingga perawat merupakan profesi yang harus selalu diupayakan
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
peningkatan kualitas kemampuan intelektual maupun teknikal agar pelayanan yang diberikan kepada pasien akan maksimal (Kuntjoro, 2005). Kinerja perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien karena kinerja tenaga kesehatan yang baik merupakan salah satu upaya dalam menjawab jaminan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan terhadap pasien baik yang sakit maupun sehat dan sebaliknya pelayanan kesehatan yang tidak baik akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan (Gibson, 1996). Hal yang berkaitan dengan kinerja perawat adalah penilaian kinerja, dimana hal ini merupakan cara yang penting dilakukan dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas serta merupakan penilaian yang paling dipercaya oleh manajerkeperawatan (Nursalam, 2011). Hasil penelitian Walin tentang analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat menunjukkan bahwa kinerja perawat dalam kategori tinggi 6,7%, kinerja sedang 37,7% dan kinerja rendah 55,6%. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara terhadap 10 perawat, dimana sebagian besar perawat menyatakan bahwa dalam pelaksanaan standar asuhan keperawatan secara umum belum optimal terutama berkaitan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan karena pasien banyak dan sibuk dengan tugas lain misal membuat laporan sehingga menurut perawat perlu diadakan pelatihan, pembinaan dan pengarahan secara rutin dari kepala Puskesmas dan dinas kesehatan terkait pelaksanaan standar asuhan keperawatan (Walin, 2005). Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian perawat memilki kinerja baik dan sebagian lagi masih memiliki kinerja kurang baik. Kinerja perawat juga dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi kepala bidang, GLPDQD NRH¿VLHQ UHJUHVL NHPDPSXDQ berkomunikasi sebesar 0,647 dan taraf VLJQL¿NDQVL ! VHPHQWDUD 39,37% kemampuan berkomunikasi kepala bidang kurang baik (Siregar, 2005). Adanya hasil yang bervariasi tentang faktor yang berkaitan dengan kinerja perawat ini dapat diakibatkan karena perbedaan jenis Rumah Sakit, perbedaan
sistem kebijakan dan struktur organisasi. Dalam suatu organisasi, kepuasan kerja dengan kinerja saling berhubungan. Adanya kepuasan kerja dapat menyebabkan peningkatan kinerja, sehingga pekerja akan lebih produktif. Di samping itu, terjadinya kepuasan kerja juga dapat disebabkan kinerja atau prestasi kerja yang diperoleh (Gibson, 1996). Fenomena tersebut diatas, menstimulasi peneliti untuk meneliti tentang hubungan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo pada bulan Desember 2013. b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Sukoharjo yang berjumlah 140 orang perawat. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria inklusi adalah perawat yang bekerja di ruang rawat inap, pendidikan DIII Keperawatan dan bersedia menjadi responden. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 95 orang perawat.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Variabel penelitian terdiri dari persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dan kinerja perawat pelaksana. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. kuesioner persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan terdiri atas 17 item pernyataan. Kuesioner kinerja perawat pelaksana terdiri atas 18 item peryataan. Kuesioner tersebut dibagi menjadi pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable) dengan skala Likert. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara univariat dan bivariat. Analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik product moment.
41
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan Persepsi tentang komunikasi 1 Baik 2 Kurang baik Jumlah No
b.
Jumlah 45 50 95
Persentase (%) 47,4 52,6 100
Berdasarkan data tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan kurang baik yaitu 50 orang (52,6%). Kinerja perawat pelaksana Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan kinerja perawat pelaksana
Persentase Kinerja perawat Jumlah (%) pelaksana 1 Baik 59 62,1 2 Kurang baik 36 37,9 Jumlah 95 100 No
c.
Berdasarkan data tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki kinerja baik yaitu 59 orang (62,1%). Hubungan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana
Tabel 3. Hubungan persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat pelaksana Variabel Persepsi dengan kinerja perawat
r hitung 0,428
p value 0,0001
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0,428 dengan p value 0,0001. Dengan demikian ada hubungan yang sedang antara persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan terhadap kinerja perawat pelaksana. Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, 42
menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya (Zinuddin, 2001). Persepsi merupakan salah satu variabel psikologi yang mempengaruhi kinerja (Gibson, 1996). Perbedaan persepsi perawat tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor pemersepsi/pelaku persepsi, faktor situasi, konteks antar pribadi, konteks latar belakang dan faktor organisasi. Hubungan yang terjalin antara individu akan mempengaruhi penafsiran atas petunjuk-petunjuk yang diterimanya. Komunikasi dengan orang yang telah dikenal atau tidak dikenal terlebih dahulu, mempunyai pengaruh yang berlainan terhadap persepsi seseorang. Suasana kerja yang ramah dan menyenangkan misalnya adanya kerjasama yang baik antar perawat dengan manajer keperawatanjuga sangat berpengaruh pada persepsi perawat terhadap komunikasi manajer keperawatan (Pande, 2009). Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sedang antara persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Syahrial Siregar (2005) yaitu tentang pengaruh kemampuan berkomunikasi kepala bidang terhadap kinerja pegawai. Pengaruh positif atau searah menunjukkan bahwa kemampuan berkomunikasi kepala bidang yang baik/tinggi akan berpengaruh terhadap kinerja pegawai yang baik atau tinggi dan sebaliknya apabila kemampuan berkomunikasi kepala bidang yang buruk atau rendah maka kinerja pegawai akan buruk atau rendah. PengaUXKVLJQL¿NDQPHQXQMXNNDQEDKZDNHPDPSXDQ untuk berkomunikasi mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kinerja pegawai. Persepsi merupakan proses kognitif yang komplek yang dapat memberikan gambaran yang unik tentang dunia yang sangat berbeda dengan realitasnya dan setiap individu memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda (Makmuri, 1999). Pemahaman seseorang terhadap suatu obyek merupakan yang utama dalam persepsi maka kadangkala apa yang dipersepsikan bisa
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
berbeda dari realitasnya (Kreitzer and Kenicki, 1995). Demikian juga pada komunikasi yang disampaikan oleh kepala bidang pelayanan keperawatan. Komunikasi antara pimpinan dan bawahan merupakan hal kritis dalam mewujudkan kinerja pegawai yang optimal. Pemimpin dalam memberikan informasi kepada bawahan harus dapat dipahami, komando dan instruksi harus diikuti dan dipelajari serta pemimpin harus berupaya mempengaruhi dan membujuk bawahan agar mau menerima dan menindaklanjuti informasi yang diberikan (Gibson, 1996). Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan hal yang sangat kompleks, untuk itu manajer keperawatan dalam mengkomunikasikan setiap kegiatan hendaknya memperhatikan tahap komunikasi yaitu manajer mengerti struktur organisasi, komunikasi sebagai bagian dari proses yang tak terpisahkan dalam kebijaksanaan organisasi, komunikasi harus jelas, sederhana dan tepat serta manajer harus meminta umpan balik dan dapat menjadi pendengar yang baik (Nursalam, 2011). Komunikasi sendiri tidak dapat dielakkan dalam setiap fungsi organisasi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik (Handoko, 2003). Kualitas hubungan antara atasan dan bawahan merupakan dimensi penting yang menentukan puas tidaknya karyawan terhadap komunikasi yang berlangsung di organisasi (Varona, 2002). Dengan adanya hubungan yang akrab antara perawat dan kepala bidang pelayanan keperawatan dan didukung sikap ramah, keterbukaan dan kepercayaan dan saling membutuhkan, pemberian umpan balik yang konstruktif, saling mendukung dan saling pengertian, maka perawat akan mempersepsikan komunikasi secara positif. Bawahan yang merasa puas dengan komunikasi atasan, maka kinerja karyawan juga akan meningkat (Clampitt, 1993).
5. KESIMPULAN a.
Perawat yang memiliki persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan baik sebanyak 45 orang (47,4%) dan 50 orang (52,6%) memiliki persepsi kurang
b.
baik, perawat yang memiliki kinerja baik sebanyak 59 orang (62,1%) dan kurang baik sebanyak 36 orang (37,9%) Ada hubungan yang sedang antara persepsi tentang komunikasi kepala bidang pelayanan keperawatan terhadap kinerja perawat pelaksana dengan nilai r hitung 0,428 (p value 0,0001).
SARAN Kepala bidang pelayanan keperawatan disarankan melibatkan perawat dalam setiap program/kegiatan yang akan dilaksanakan dan mengadakan pertemuan rutin dengan perawat di ruangan untuk membahas tentang tugas asuhan keperawatan agar komunikasi baik secara formal maupun non formal dapat dilaksanakan. Peneliti selanjutnya, disarankan perlu dilakukan penelitian terkait kinerja perawat dengan metode observasi, penelitian kualitatif agar lebih mendalam dalam mengeksplorasi kinerja perawat serta meneliti variabel-variabel lain yang belum diteliti
6. REFERENSI Amriyati, Sumarni dan Sutoto. Kinerja perawat ditinjau dari lingkungan kerja dan karakteristik individu (Studi pada instansi rawat inap Rumah Sakit Umum Banyumas unit swadana daerah). Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 6 nomor 1. 2003. 11-18 Clampitt P and Downs C.W. Employee Perseption of the relationship between communication and productivity. The Journal of Business Communication. Volume 30 nomor 10. 1993. 5-28 Depkes RI. Pedoman Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat. Direktorat Bina Keperawatan. Direktoral jenderal bina pelayanan medik. Jakarta: Depkes RI. 2005 Gibson J.L, Lumcevieh J.M dan Donnelly J.H. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Jilid I edisi ke-8. Jakarta: Bina rupa aksara. 1996 Handoko, Hani T. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. 2003 Kuntjoro T. Pengembangan manajemen kinerja perawat dan bidan sebagai strategi dalam 43
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
peningkatan mutu klinis. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 8 nomor 3. 2005. 49-54 Kreitzer and Kenicki. Organizational behavior. Richard D. Irwin, Inc. 1995 Makmuri. Perilaku organisasi. Yogyakarta: Program pendidikan pascasarjana magister manajemen Rumah Sakit Universitas Gajah Mada. 1999 Nursalam. Manajemen keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba medika. 2011 Pande Putu Januraga, Chriswardhani Suryawati dan Septo Pawelas Arso. Persepsi stakeholders terhadap latar belakang subsidi premi, sistem kapitasi dan pembayaran premi program jaminan kesehatan Jembrana. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 12 nomor 1. 2009. 33-40 Siregar, Syahria Hl. Pengaruh gaya kepemimpinan dan kemampuan berkomunikasi kepala
bidang terhadap kinerja pegawai pelayanan keperawatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara. 2009. diakses tanggal 3 Desember 2012. URL: http://repository. usu.ac.id/bitstream Varona F. Conceptualization and management of communication satisfaction and organizational commitment in three guatemalan organizations. American Communication Journal. Volume 5 nomor 3. 2002. 525-536 Walin. Analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat Puskesmas rawat inap dalam penerapan standar asuhan keperawatan di Kabupaten Kebumen. Tesis. Tidak dipublikasikan. Semarang: MIKM Undip. 2005 Zainuddin M dan Susy Puspitasari. Strategi peningkatan kualitas pendidikan tinggi, Buku 1.01. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas. 2001
-oo0oo-
44
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
EFEKTIFITAS RELAKSASI AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN KECEMASAN DI POSYANDU LANSIA DESA PLESUNGAN KARANGANYAR Ika Subekti Wulandari 1):DK\XQLQJVLK6D¿WUL2) Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]) ZDK\XQLQJVLKVD¿WUL#JPDLOFRP2)
1, 2
ABSTRAK 3HQJDUXKSURVHVPHQXDGDSDWPHQLPEXONDQPDVDODK¿VLNSVLNRORJLVPDXSXQVRVLDO.HDGDDQWHUVHEXW berpotensi menimbulkan masalah kesehatan salah satunya kecemasan. Relaksasi aromaterapi lavender GDSDWPHQLQJNDWNDQSHUDVDDQSRVLWLIGDQULOHNV7XMXDQSHQHOLWLDQXQWXNPHQJHWDKXLHIHNWL¿WDVUHODNVDVL aromaterapi lavender terhadap penurunan kecemasan di Posyandu lansia Desa Plesungan Karanganyar. Metode penelitian menggunakan metode Pre Experimental Design dengan rancangan penelitian OneGroup Pretest Postest dengan jumlah sampel 15 lansia. Pengumpulan data menggunakan kuesioner HRS-A (Hamillton Ratting Scale for Anxiety) yang terdiri dari 14 item pertanyaan. Data dianalisis menggunakan Uji Statistik Paired sample t-test. Hasil penelitian menunjukan nilai p value 0,000. Kesimpulan dalam penelitian ini relaksasi aromaterapi lavender efektif untuk menurunkan kecemasan lansia. Kata kunci: aromaterapi lavender, kecemasan, lansia
ABSTRACT 7KHLQÀXHQFHRIWKHDJLQJSURFHVVFDQFDXVHSK\VLFDOSUREOHPVSV\FKRORJLFDODQGVRFLDO7KHVWDWH could potentially cause health problems one of anxiety. Relaxation lavender aromatherapy can enhance positive feelings and relaxed. The purpose of this study to determine the effectiveness of lavender aromatherapy relaxation to decrease anxiety in elderly Posyandu Plesungan Karanganyar village. This study uses the Pre Experimental Design with the study design One-group pretest posttest with a sample of 15 elderly. Collecting data using questionnaires HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety), which consists of 14 items Data were analyzed using Statistical Test Paired sample t-test. These results indicate p value of 0.000. The conclusion of this study relaxation aromatherapy lavender effective to reduce anxiety elderly. Keywords: aromatherapy lavender, anxiety, elderly
1. PENDAHULUAN Peningkatan jumlah lanjut usia berdampak pada usia harapan hidup dan dapat menyebabkan masalah di bidang kesehatan antara lain perasaan tidak berguna, mudah sedih, stres, depresi, ansietas dan demensia (Wayan, 2006). Permasalahan tersebut merupakan proses alami
menua dan tidak dapat dihindari (Hawari, 2007). Pada tahun 2006 jumlah lansia sebesar 19 juta jiwa atau 8,9% dan pada tahun 2010 meningkat sebesar 23,9 juta jiwa atau 9,77% (Badan Pusat Statistik, 2010). Memasuki usia lanjut berarti PHQJDODPLNHPXQGXUDQEDLN¿VLN\DQJGLWDQGDL dengan kulit yang mengendur, rambut memutih,
45
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho,2008). Pengaruh proses menua tersebut dapat PHQLPEXONDQ PDVDODK ¿VLN SVLNRORJLV VRVLDO ekonomi dan spiritual. Salah satu masalah psikologis yang dialami lansia adalah kecemasan. Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh perasaanperasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat (Sadock, 2007). Kecemasan yang dialami lansia dapat ditandai dengan perasaan khawatir tidak ada yang membantu dalam aktivitas, tidak diperhatikan dan khawatir apabila suatu saat jatuh sakit. Kondisi tersebut juga di alami oleh lansia di Desa Plesungan, Karanganyar. Kecemasan dapat dikurangi dengan obat obatan farmakologi dan psikoterapi. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan adalah pemberian aromaterapi. Aromaterapi merupakan salah satu jenis pengobatan alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap dan senyawa aromatik lainnya dari tumbuhan yang bertujuan untuk memengaruhi suasana hati atau kesehatan seseorang (Wikipedia, 2013). Aromaterapi lavender memiliki kandungan kimia linalyl ester yang berkhasiat menenangkan dan memberikan efek rileks sistem saraf pusat dengan menstimulasi saraf olfaktorius (Stanley, 2007). Semua impuls yang melewati saraf olfaktorius mencapai sistem limbik yang berkaitan dengan suasana hati, emosi, memori dan belajar. Semua bau yang mencapai sistem limbik memiliki pengaruh kimia langsung pada suasana hati (Sharma, 2009). Tujuan penelitian untuk mengetahui efekWL¿WDV UHODNVDVL DURPDWHUDSL ODYHQGHU WHUKDGDS penurunan kecemasan di Posyandu lansia Desa Plesungan Karanganyar.
2. PELAKSANAAN a.
46
Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Posyandu lansia Desa Plesungan Karanganyar pada Bulan Juli 2015
b. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah lansia di Posyandu lansia Desa Plesungan sejumlah 24 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria adalah lansia yang mengalami kecemasan dan bersedia menjadi responden. Jumlah sampel dalam penelitian adalah sebanyak 15 orang lansia.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Pre Experimental Design dengan rancangan penelitian One-Group Pretest Postest. Variabel penelitian terdiri dari relaksasi aromaterapi lavender dan kecemasan lansia. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak aromaterapi lavender untuk pemberian aromaterapi dan kuesioner HRS-A (Hamillton Ratting Scale for Anxiety) yang terdiri dari 14 item pertanyaan.Nilai angka kuesioner HRS-A (Hamillton Ratting Scale for Anxiety). Dengan penilaian skor antara 0-4, diberi nilai 0 apabila tidak ada gejala, 1 apabila gejala ringan, 2 apabila gejala sedang, 3 apabila gejala berat, 4 apabila gejala berat sekali. Tingkat kecemasan terdiri dari tidak cemas apabila skor 0-13, kecemasan ringan apabila skor 14-20, kecemasan sedang 21-27, kecemasan berat 2841, kecemasan berat sekali 42-56. Data dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik Paired sample t-test.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Jenis kelamin Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
No Jenis kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Jumlah
Jumlah 4 11 15
Persentase (%) 27 73 100
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 11 orang (73%).
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
b.
Usia Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
No usia 1 60-74 tahun 2 75-90 tahun Jumlah
c.
Jumlah 10 5 15
Persentase (%) 66,7 33,3 100
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar responden usia 60-74 tahun yaitu 10 orang (66,7%). Tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan relaksasi aromaterapi lavender Tabel 3. Tingkat Kecemasan lansia sebelum dan sesudah diberikan relaksasi aromaterapi lavender
Tingkat kecemasan Tidak Ada cemas Cemas Ringan Cemas Sedang
Pretest n % 0 0 0 0 5 33,3
Posttest n % 2 13,3 13 86,7 0 0
Cemas Berat Cemas Berat sekali
10 0
66,7 0
0 0
0 0
Jumlah
15
100
15
100
Tabel 3 menunjukkan sebelum diberikan relaksasi aromaterapi lavender mayoritas responden mempunyai tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 10 responden (66,7%). Setelah diberikan relaksasi aromaterapi lavender mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 13 responden (86,7%). G (IHNWL¿WDV UHODNVDVL DURPDWHUDSL ODYHQGHU terhadap penurunan kecemasan Tabel 4.HIHNWL¿WDVUHODNVDVLDURPDWHUDSL lavender terhadap penurunan kecemasan Variabel Relaksasi aromaterapi lavender terhadap kecemasan
p value 0,000
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa p YDOXH'HQJDQGHPLNLDQDGDHIHNWL¿WDV relaksasi aromaterapi lavender terhadap penurunan kecemasan. 3HUXEDKDQ ¿VLN \DQJ GLDODPL ODQVLD NDUHQD penurunan fungsi organ sehingga rentan terhadap
berbagai penyakit seperti nyeri pusing, cemas dan gangguan tidur (Bandiyah, 2009). Perempuan dalam mengekspresikan sesuatu sering menggunakan perasaan sehingga lansia dengan jenis kelamin perempuan lebih sering merasa takut, gelisah dan tertekan yang mengakibatkan stres (Widya, 2010). Lansia yang mengalami masalah kesehatan dapat terjadi karena gangguan ¿VLNPHQWDOGDQSVLNRVRVLDO$QZDU +DO tersebut juga terjadi pada lansia di Posyandu ODQVLD 'HVD 3OHVXQJDQ *DQJJXDQ ¿VLN \DQJ terjadi antara lain keluhan penyakit-penyakit seperti pusing, cepat lelah, pegal-pegal, gatal dan penyakit lain seperti hipertensi dan susah tidur. Gangguan mental yang terjadi pada lansia antara lain khawaaatir, takut, mudah marah dan egois. Faktor tersebut diatas dapat menyebabkan kecemasan pada lansia. Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan aromaterapi lavender lansia mengalami cemas berat ditunjukkan dengan lebih senang menyendiri, jarang komunikasi dengan orang lain dan cenderung menghindari orang baru. Lansia dengan cemas sedang ditunjukkan dengan kurang dapat menerima setiap perubahan karena proses menua dan juga tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa lansia memberikan respon dan sikap yang berbeda terhadap proses SHUXEDKDQ\DQJWHUMDGLEDLNVHFDUD¿VLNPDXSXQ psikologi sehingga dapat mempengaruhi kecemasan lansia. Setelah diberikan aromaterapi lavender yang diberikan 7 hari berturut-turut lansia menunjukkan penurunan kecemasan. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Adesla (2009) yang menyatakan terapi aromaterapi lavender ini merupakan terapi nonfarmakologi yang dapat meningkatkan kualitas tidur dan termasuk dalam relaxation therapy. Teknik relaxation therapy ini melatih otot dan pikiran menjadi rileks dengan cara yang cukup sederhana, selain terapi musik dan aromaterapi terapi ini dapat dilakukan dengan meditasi, relaksasi otot dan mengurangi cahaya penerangan. Aromaterapi dapat meningkatkan limfosit pada pembuluh darah perifer, meningkatkan CDdan CD yang berperan dalam imunitas. Hal ini menunjukkan secara imunologi aromaterapi dapat menurunkan kecemasan (Kuriyama, 2005). Penggunaan
47
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
aromaterapi mempunyai efek menenangkan jiwa sehingga dapat mengurangi stress. Berdasarkan teori, aromaterapi lavender GDSDW EHNHUMD WLGDN KDQ\D PHPSHQJDUXKL ¿VLN tetapi juga emosi. Mekanisme kerja aromaterapi terjadi melalui sistem penciuman. Aroma itu memasuki hidung dan silia, rambut-rambut halus di lapisan sebelah dalam hidung dan dilanjutkan ke ujung dari saluran penciuman itu berhubungan dengan otak. Bau diubah oleh silia menjadi impuls listrik yang di teruskan ke otak lewat sistem olfaktorius. Hal ini akan macapai sistem limbik dan mempengaruharuhi suasana hati. Semua impuls tersebut menyebabkan hati yang tenang dan secara tidak langsung lansia dapat berpikir dengan tenang untuk menghadapi stressor. Dengan koping yang adaptif dan di dukung suasana hati yang tenang akan berdampak lansia dapat menerima kondisinya dengan baik dan tidak mangganggap proses menua merupakan beban.
5. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 11 orang (73%), usia 60-74 tahun yaitu 10 orang (66,7%), sebelum diberikan relaksasi aromaterapi lavender mayoritas responden mempunyai tingkat kecemasan berat yaitu sebanyak 10 responden (66,7%) dan setelah diberikan relaksasi aromaterapi lavender mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 13 responden (86,7%) serta menunjukkan ada HIHNWL¿WDV UHODNVDVL DURPDWHUDSL ODYHQGHU terhadap penurunan kecemasan (p value 0,000). Lansia di Posyandu lansia Desa Plesungan dapat menggunakan relaksasi dengan aromaterapi lavender karena efektif untuk menurunkan kecemasan lansia. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain untuk menurunkan kecemasan lansia dan dengan metode penelitian yang berbeda.
6. REFERENSI Adesla, V. Gangguan Tidur. 2009. diakses 15 Februari 2014, (http://www.emedicine health. com/gangguantidur/article.hmt) Anwar, Z. Penanganan Gangguan Tidur pada Lansia. 2010. diakses 7 November 2013, (http://research-report.umm.ac.id/ index. php/research—report/article/viewFile/ 341 / 453 umm research report full text.pdf) Badan Pusat Statistik. Data Statistik Indonesia: Jumlah penduduk menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. 2010. diakses 2 November 2014, (KWWSGHPRJUD¿ESV LGYHUVLLQGH[ php?option=com-tabel &tast=<mid=1) Hawari. Sejahtera di usia senja. Jakarta: FKUI. 2007. Kuriyama, H., Watanabe, S., Nakaya, T., Kita, M., Imanishi, J., Shigemori, I., Yoshida, N., Masaki, D., Fukui, K., Tadai, T., &Ozasa, K. ,PPXQRORJLFDO DQG 3V\FKRORJLFDO %HQH¿WV ofAromatherapy Massage. Oxford Journals page 1of 6. Published by Oxford University Press. 2005. [accessed 20 November 2013] Nugroho. W. Keperawatan Gerontik Dan Geratrik, EGC, Jakarta. 2008 Sadock, BJ & Sadock, VA. Kaplan and Saadock’s Synopsis of Psychiatry, 10th ed, Wolter Kluwer, Philadelphia. 2007 Sharma, S. Aromaterapi. Tangerang: Kharisma Publishing Group. 2009 Stanley, M & Beare, PG. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.. 2007 Wayan, P. Bisakah Lansia Sehat dan Bahagia. diakses 10 November 2013, (http://bali postcetak/2006/5/28/kel/html). 2006 Widya. Mengatasi Insomnia. Jogjakarta: Katahati. 2010
-oo0oo-
48
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
HUBUNGAN ANTARA METAKOGNISI DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH PELAYANAN KB PADA MAHASISWA PRODI D III KEBIDANAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA Deny Eka Widyastuti 1) Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected]
1
ABSTRAK Prestasi belajar merupakan indikator penting keberhasilan proses belajar mengajar, untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Prestasi belajar dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Metakognisi mencakup pemahaman dan keyakinan pembelajar mengenai proses kognitifnya sendiri dan bahan pelajaran yang akan dipelajari, serta usaha-usaha sadarnya untuk terlibat dalam proses berperilaku dan berpikir yang akan meningkatkan proses belajar dan memorinya. Tujuan penelitian untuk menganalisis hubungan antara metakognisi dengan prestasi belajar. Jenis penelitian adalah penelitian analitik-observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah mahasiswa semester IV Prodi DIII Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta berjumlah 180 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive cluster random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 60 mahasiswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan pearson corelation. Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan SRVLWLI \DQJ VHFDUD VWDWLVWLF VLJQL¿NDQ DQWDUD PHWDNRJQLVL GHQJDQ SUHVWDVL EHODMDU 0DKDVLVZD \DQJ metakognisinya tinggi memiliki prestasi belajar lebih tinggi daripada mahasiswa yang metakognisinya UHQGDKVLJ NRR¿VLHQ! .HVLPSXODQSHQHOLWLDQ\DLWXWHUGDSDWKXEXQJDQ SRVLWLIGDQVHFDUDVWDWLVWLNVLJQL¿NDQDQWDUDPHWDNRJQLVLGHQJDQSUHVWDVLEHODMDU Kata kunci: metakognisi, prestasi belajar ABSTRACT /HDUQLQJDFKLHYHPHQWLVDQLPSRUWDQWLQGLFDWRURIDVXFFHVVIXOWHDFKLQJOHDUQLQJSURFHVVWR¿QGRXW whether or not an individual learns successfully. The learning achievement is affected by 2 factors: internal and external. Metacognition encompasses the learner’s understanding and belief on his/her own cognition and learning material to be studied, as well as the conscious attempt of being involved in behaving and thinking process that will improve his/her learning process and memory. This research aimed to analyze the relationship of metacognition to learning achievement. This study was an analytical-observational research with cross-sectional approach. The population was the fourth semester students of Midwifery Undergraduate Study Program of STIKes Kusuma Husada Surakarta, consisting of 180 students. The sampling technique used was purposive cluster random sampling, with 60 students as the sample. The data was collected using questionnaire. The data analysis ZDV FRQGXFWHG XVLQJ D SHDUVRQ FRUUHODWLRQ 7KH UHVHDUFK ¿QGLQJ VKRZHG WKDW ZDV D VWDWLVWLFDOO\ VLJQL¿FDQW SRVLWLYH UHODWLRQVKLS EHWZHHQ PHWDFRJQLWLRQ DQG OHDUQLQJ DFKLHYHPHQW 7KH VWXGHQWV ZLWK high metacognition had learning achievement higher than those with low metacognition (sig. (0,000) FRH¿WLRQ!7KHUHZDVDVWDWLVWLFDOO\VLJQL¿FDQWSRVLWLYHUHODWLRQVKLSEHWZHHQ metacognition and learning achievement. Keywords: metacognition, learning achievement 49
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
1. PENDAHULUAN Prestasi belajar merupakan indikator penting keberhasilan proses belajar mengajar; untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui prestasi yang diperoleh setelah proses belajar mengajar berlangsung. Pelayanan KB merupakan mata kuliah pokok yang harus tuntas ditempuh oleh mahasiswa Prodi DIII Kebidanan. Apabila seorang mahasiswa kebidanan tidak mampu menuntaskan kuliah mata kuliah KB maka mahasiswa tersebut tidak akan mampu melaksanakan salah satu tugas pokoknya sebagai bidan yaitu pemberian pelayanan Keluarga Berencana. Menurut Pressley (2006) dalam Santock (2009), kunci pendidikan adalah membantu siswa-siswa mempelajari repertoar strategi yang kaya yang menghasilkan solusi masalah. Pemikir yang baik secara rutin menggunakan strategi dan perencanaan yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 10 mahasiswa Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta didapatkan 3 mahasiswa menyadari kemampuan yang dimilikinya sehingga dalam belajar memiliki tujuan yang jelas sedangkan 7 mahasiswa tidak paham tentang kemampuannya sendiri sehingga dalam belajar tidak memiliki tujuan. (Data Primer, 2012). Pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh Flavel (dalam Nur 2000) yaitu metakognisi adalah pengetahuan seseorang berkenaan dengan proses dan produk kognitif orang itu sendiri atau segala sesuatu yang berkaitan dengan proses dan produk tersebut. Menurut John Flavell (1976) dalam Desmita (2011):133, pengetahuan metakognitif secara umum dapat dibedakan menjadi 3 variabel, yaitu: (1) Variabel individu mencakup pengetahuan tentang persons, manusia (diri sendiri dan juga orang lain), yang mengandung wawasan bahwa manusia, termasuk diri sendiri, memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses (Desmita, 2011). (2) Variabel tugas Mencakup pengetahuan tentang tugastugas (task), yang mengandung wawasan bahwa 50
beberapa kondisi sering menyebabkan kita lebih sulit atau lebih mudah memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas. (3) Variabel strategi pengetahuan perihal strategistrategi belajar dan berpikir serta pemecahan masalah. Prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu (Hamdani, 2011). Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu (1) faktor internal yang terdiri dari (a) kecerdasan, (b) faktor jasmaniah, (c) sikap, (d) minat, (e) bakat. (2) faktor eksternal yang terdiri dari (a) keadaan keluarga, (b) keadaan sekolah, (c) lingkungan masyarakat. Tujuan penelitian adalah menganalisis hubungan antara metakognisi dengan prestasi belajar pada mahasiswa Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Prodi DIII Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta. b. Populasi dan sampel penelitian Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah mahasiswa kebidanan.Populasi sumber (populasi terjangkau) dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa semester IV Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta berjumlah 180 orang.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan jenis penelitian analitikobservasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) atau survei, survei tersebut dilakukan pada mahasiswa semester IV Prodi DIII Kebidanan, STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penelitian dilakukan analisis regresi linier ganda dengan 2 variabel. Variabel independen yaitu metakognisi. Oleh karena tiap variabel independen membutuhkan 15-20 subjek penelitian maka dalam penelitian ini dibutuhkan 15-20 subjek penelitian = 30 – 40 subjek penelitian. Subjek yang akan diambil dalam
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
penelitian ini sebanyak 60 subjek penelitian dengan teknik proportional cluster random sampling. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data primer yaitu dari instrument penelitian yang sudah diisi oleh responden. Penelitian ini menggunakan 2 instrumen penelitian yaitu kuesioner metakognisi dan tes prestasi belajar. Karakteristik sampel dideskripsikan menurut jenis data. Data kontinu dideskripsikan n, mean dan SD. Data kategorikal dideskripsikan dalam n dan persen. Hubungan antara variabelvariabel penelitian.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas yaitu metakognisi sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar. Hasil penelitian ini diubah dalam angka berskala 100. Tabel 1 Statistik deskriptif data penelitian Variabel Metakognisi Prestasi belajar
N 60 60
Mean Standar deviasi 71,48 7,51 69,07 10.98
Tabel 1 di atas menunjukkan distribusi dari 60 sampel mahasiswa. Data diatas menunjukkan bahwa rata-rata besarnya metakognisi mahasiswa adalah 71,48. sedangkan rata-rata prestasi belajar mahasiswa 69,07. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat yang menggunakan pearson correlation. Tabel 2 Hasil analisis tentang hubungan antara metakognisi dengan prestasi belajar Variabel 1 Metakognisi
Variabel 2 P e a r s o n ȡ Correlation P r e s t a s i 0,82 belajar 0,001
Tabel diatas menunjukkan terdapat korelasi positif antara metakognisi dan prestasi belajar. Mahasiswa yang memiliki metakognisi tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang memiliki metakognisi rendah. Hasil analisa uji product moment diperoleh QLODL VLJQL¿NDQ GDQ NRH¿VLHQ NRUHODVL
(r hitung) 0,825. Hal ini menunjukkan ada KXEXQJDQ VLJQL¿NDQ DQWDUD PHWDNRJQLVL GHQJDQ prestasi belajar mahasiswa dengan nilai sig. GDQ QLODL NRH¿VLHQ ! 244 (r tabel). Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu terdapat hubungan antara metakognisi dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar (Ridwan, 2008). Dengan demikian prestasi belajar merupakan hasil evaluasi dari kegiatan belajar peserta didik. Keberhasilan suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil evaluasi belajar yang ditunjukkan dalam prestasi belajar peserta didik. Prestasi belajar dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kecerdasan, jasmaniah, sikap, minat, bakat, dan motivasi sedangkan faktor eksternal terdiri dari keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan masyarakat (Hamdani,2011). Metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum seperti kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri (Anderson dan Krathwohl, 2001). Pengetahuan tentang kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang pebelajar tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu. Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual mengetahui bahwa membuat suatu peta konsep merupakan cara terbaik baginya untuk memahami dan mengingat sejumlah besar informasi baru (Nur, 2000). Bertolak dari hal-hal yang dikemukakan diatas maka dapat dikatakan bahwa metakognisi memiliki peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang menjadi OHELKHIHNWLIGDQH¿VLHQ Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metakognisi termasuk dalam faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, yaitu termasuk dalam aspek intelegensi seseorang. 51
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
5. KESIMPULAN 7HUGDSDW KXEXQJDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD metakognisi dengan prestasi belajar mahasiswa GHQJDQ QLODL VLJ GDQ QLODL NRH¿VLHQ!UWDEHO +DOLQLVHVXDL dengan hipotesis penelitian yaitu terdapat hubungan antara metakognisi dengan prestasi belajar.
SARAN a.
b.
Bagi institusi pendidikan agar hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi dalam upaya peningkatan prestasi belajar mahasiswa melalui pembinaan-pembinaan yang terarah khususnya dengan meningkatkan metakognisi mahasiswa. Bagi mahasiswa supaya dapat memberikan masukan kepada mahasiswa mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa khususnya metakognisi sehingga mahasiswa akan berusaha untuk meningkatkan metakognisinya.
6. REFERENSI Abraham, Charles & Eamon Shanley. 2003. Alih bahasa Leony Sally M. Editor: Robert Prihajo & Yasmin Asih. Psikologi Sosial untuk Perawat. Jakarta: EGC Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Djamarah, SB. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Longman, AW. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maulana. 2008. Pendekatan metakognitif sebagai alternatif pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa PGSD. Jurnal Pendidikan Dasar: 10. Ormrod, JE. 2009. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh Dan Berkembang. Jakarta: Erlangga. Santrock, JW. 2009. Psikologi Pendidikan edisi 3.Jakarta: Salemba Humanika. Slavin, RE. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori Dan Praktik. edisi kedelapan jilid 1. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang. Syah, M. 2012. Psikologi Belajar.Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada. Warouw.ZWM. 2010. Pembelajaran reciprocal teaching dan metakognitif (rtm) yang memberdayakan keterampilan metakognitif dan hasil belajar biologi siswa SMP. Jurnal Ilmu Pendidikan 17 (2): 158-167. Woolfolk, A. 2009.Educational psychology active learning edition (edisi 10 bagian kedua).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
-oo0oo-
52
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
ANALISIS GENDER DENGAN PERSPEKTIF SOSIAL EKONOMI MENGENAI KELUARGA BERENCANA DI DESA BOLON KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR Yunia Renny Andhikatias 1), Arista Apriani2) Prodi D-III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta
[email protected] [email protected]
1, 2
ABSTRAK Keluarga Berencana (KB) merupakan sebuah isu penting yang relevan dengan masalah kependudukan dan kesehatan keluarga. Rendahnya partisipasi suami dalam ber-KB memberikan dampak negatif bagi kaum perempuan karena dalam kesehatan reproduksi tidak hanya kaum perempuan saja yang harus EHUSHUDQDNWLI7XMXDQSHQHOLWLDQXQWXNPHQJDQDOLVLVSHUDQJHQGHUGDODPSHUVSHNWLIVRVLDO±HNRQRPL mengenai Keluarga Berencana (KB) di Desa Bolon Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimana peneliti menggali informasi keikutsertaan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam program KB yang dianalisis gender dengan perspektif sosial ekonomi. Subyek penelitian yaitu 6 PUS yang terbagi 3 kelompok. Hasil penelitian PHQXQMXNNDQEDKZDSHQJHWDKXDQ386GDULLQIRUPDQ±PHQXQMXNNDQEDKZD.%PHUXSDNDQPHWRGH yang digunakan untuk mengatur jarak kehamilan. Sedangkan sikap positif mengenai KB ditunjukkan ROHKLQIRUPDQ±3DQGDQJDQLQIRUPDQGDQPDV\DUDNDWWHUNDLW.%MXJDVDQJDWEHUDJDPQDPXQ hampir kesemuanya sepakat bahwa KB dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi karena jarak anak yang diatur. Pasangan Usia Subur (PUS) di era modern, memiliki pengetahuan yang baik mengenai KB. Sedangkan sikap dan perilaku mereka sudah sadar gender yaitu pembagian peran baik akses dan kontrol dalam rumah tangga. Lingkungan sosial dan ekonomi menjadi pertimbangan PUS dalam mengikuti KB. Kata Kunci: keluarga berencana, gender, pasangan usia subur, sosial, ekonomi ABSTRACT Family Planning (KB) is an important issue that is relevant to the issues of population and family health. Low husband’s participation in family planning have a negative impact for women because in reproductive health is not only women who should play an active role. The aim of research to analyze the role of gender in social perspective - economy on family planning (KB) in the village of Bolon Colomadu District of Karanganyar. The research methodology is descriptive qualitative case study approach where researchers gather information partner participation fertile age (EFA) in the program are analyzed gender with socio-economic perspective. The research subject is 6 EFA is divided into 3 groups. The results showed that the EFA knowledge of the informant 1-6 shows that family planning is the method used to adjust the spacing pregnancies. While the positive attitude shown by the informant DERXW.%DUH±VDPSOHV7KHYLHZVRILQIRUPDQWVDQGWKHSXEOLFRQIDPLO\SODQQLQJLVDOVRYHU\ diverse, but almost all of them agree that family planning can increase the economic welfare of the child because the distance is set. Couples of fertile age (EFA) in the modern era, has a good knowledge about family planning. While attitudes and behavior that they are already aware of gender roles both access and control in the household. Social and economic environment into consideration for couples of childbearing age for the family planning program. Keywords: family planning, gender, couples of childbearing age, social, economic 53
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
1. PENDAHULUAN Keluarga berencana merupakan sebuah isu penting dan relevan dengan masalah kependudukan (populasi) dan kesehatan keluarga. Keluarga berencana meliputi pendidikan seks, penggunaan metode kontrasepsi, beberapa pilihan solusi untuk pasangan yang infertil (belum memiliki anak), atau pun aborsi. Menurut Center of Deases Control and Prevention, kesadaran keluarga berencana yang sudah dimulai sejak abad ke – 20 telah membawa keadaan kesehatan bayi, anak maupun wanita. Pada skala makro, keluarga berencana dapat digunakan untuk memperediksi pertumbuhan penduduk sehingga dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan standar hidup suatu negara. Uang selalu terlibat di dalam keluarga berencana karena uang merupakan kebutuhan dari masing – masing anggota keluarga. Sejauh yang penulis ketahui belum banyak dilakukan penelitian tentang bagaimana pasangan usia subur (PUS) dewasa ini tentang konsep keluarga berencana. Demikian pula belum banyak yang diketahui tentang bagaimana atau sejauh mana pandangan mereka dipengaruhi oleh kontekstual sosial - ekonomi ekonomi. Oleh karena itu diperlukan untuk memahami dengan lebih baik tentang pengetahuan, sikap, keyakinan tentang keluarga berencana pada pasangan usia subur, tokoh agama, tokoh pendidikan, tenaga kesehatan dan masyarakat. Perlu juga diteliti apakah pandangan tersebut tentang konsep keluarga berencana pada pasangan usia subur itu berbeda menurut gender. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis peran gender dalam perspektif sosial - ekonomi mengenai Keluarga Berencana (KB) di Desa Bolon Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Bolon kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, pada bulan Juli 2015. b. Populasi dan sampel penelitian Subyek penelitian berjumlah 6 PUS sebagai informan kunci dan 5 Informan penunjang yang terdiri dari Bidan Desa, Petugas 54
Lapangan KB (PL – KB), Ketua RT setempat dan tokoh masyarakat. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, mengingat banyaknya PUS di Desa Bolon. Penulis memilih sampel yang yang dianggap penting dan memenuhi syarat penelitian serta dapat memberikan informasi yang tepat dan dapat dipercaya. Adapun syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut : 1. PUS yang mengikuti KB hanya istri atau suami saja 2. PUS yang suami – istri bersedia mengikuti KB 3. PUS yang tidak bersedia mengikuti KB Alat yang digunakan peneliti untuk mempermudah proses penelitian adalah Pedoman Wawancara, Alat Tulis, Laptop, Recorder, Kamera dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah observasi, wawancara mendalam LQ±GHSWKLQWHUYLHZ dan dokumentasi.
3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus dimana peneliti akan menggali informasi terkait gender tentang keikutsertaan PUS dalam program KB dengan perspektif sosial ekonomi. Peneliti melakukan pengkajian secara menyeluruh tentang bagaimana PUS dalam menentukan keluarga berencana (KB) dari analisis gender dalam perspektif sosial ekonomi. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber/ data data yang penulis peroleh dari informan saling di cross cek kan dengan pasangan masing – masing. Selain itu, data juga di triangulasikan dari keterangan pasangan, tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat. Selain itu juga dilakukan triangulasi teori Terakhir dilakukan triangulasi metode dengan cara mendapatkan data secara detail melalui berbagai sumber dan menggunakan member checking untuk mengecek narasumber Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis gender model Harvard. Analisis gender Harvard digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengarusutamakan gender dalam pemetaan
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
kebutuhan gender di tingkat mikro atau keluarga untuk mengambil keputusan dalam memilih hak kesehatannya sendiri.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN a.
Karakteristik Informan Informan merupakan Pasangan Usia Subur (PUS) yang dianggap mengetahui tentang Keluarga Berencana (KB) dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. Penulis mengambil 6 PUS sebagai informan kunci dan 5 Informan penunjang. Adapun informan kunci dibagi dalam tiga karekteristik, yaitu PUS yang mengikuti KB hanya istri atau suami saja, PUS yang suami – istri yang bersedia mengikuti KB dan PUS yang tidak bersedia mengikuti KB.
E 3UR¿O .HJLDWDQ 'DQ 3HPEDJLDQ .HUMD Pasangan Usia Subur 3UR¿O NHJLDWDQ GDQ SHPEDJLDQ NHUMD menggambarkan secara nyata kondisi keluarga PUS dalam menjalankan aktivitasnya baik di dalam rumah, maupun di lingkungan kemasyarakatan. Pekerjaan
c.
domestik dari informan 1 dominan dikerjakan oleh istri, sedangkan suami sebatas mencuci pakaian dan kendarakan, sama halnya dengan informan 2, 4 dan 5. Sedangkan informan 3 dan 6 mengerjakan kegiatan domestik secara bersamaan. Selain kegiatan domestik, kegiatan sosial kemasyarakatan juga diikuti oleh informan. Informan 1, 3 dan 5 mengaku bahwa suami lah yang lebih dominan dalam mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan, sedangkan informan 2 dan 6 mengaku mereka lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku PUS tentang KB Para informan menyampaikan pengetahuan mereka masing – masing mengenai pengertian, macam – macam dan cara memperoleh KB. Hampir semua informan memiliki pengetahuan yang serupa, hanya informan 5 yang tidak terlalu antusias menjawab pertanyaan dari penulis, akan tetapi jawaban yang diberikan pun hampir serupa. Seperti ketika wawancara menanyakan pengertian tentang KB, hampir semua informan menjawab bahwa KB merupakan metode yang digunakan untuk memberikan jarak kelahiran. Kemudaian untuk macam – macam KB, kebanyakan informan menjawab metode yang digunakan untuk perempuan seperti IUD, suntik, pil, susuk dan kalender. Metode kontrasepsi pria sesekali disebutkan oleh para suami menggenapi jawaban istri. Selanjutnya pertanyaan mengenai bagaimana cara mendapatkan alat kontrasepsi. Jawaban berbeda – beda didapatkan dari para informan. Ada yang menjawab dari Bidan, posyandu, PKK, teman kantor, dokter kandungan bahkan majalah dan media elektronik. Sedangkan sikap yang diperlihartakan para informan beragam, informan 1 – 4 memiliki sikap positif terhadap penggunaan KB. Sikap sebaliknya ditunjukkan informan 5 dan 6 yang enggan menggikuti program KB. Informan 5 mengatakan alasanya enggan 55
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
d.
e.
56
mengikuti KB karena beliau memahami dalam agamanya tidak diperkenankan untuk melakukan KB. Sedangkan informan 6 mengaku enggan ber KB karena beliau merasa susah memilki anak. Akses dan Kontrol Terhadap Pelayanan KB Akses informan terhadap KB kebanyakan di dominasi istri, hal tersebut terjadi karena NHEDQ\DNDQ VXDPL EHU¿NLU EDKZD .% adalah urusan istri. Selain itu, istri lebih sering mendatangi bidan dan juga posyandu. Sedangkan untuk suami, mereka mengaku sebenarnya mudah mendapatkan pelayanan KB, hanya saja seringnya tidak berpartisipasi langsung. Sedangkan dalam hal kontrol terhadap penggunaan KB, semua suami memegang kontrol, hanya saja informan 3, 4 dan 6 lebih demokratis dalam hal kontrol. Faktor Sosial – Ekonomi Faktor sosial – ekonomi, informan 1 – 4 mengatakan bahwa lingkungan sosialnya banyak yang menggunakan alat kontrasepsi dan beberapa diantara mereka beranggapan bahwa banyak anak banyak rejeki. Keluarga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Manuaba, 2003). Dalam banyak hal, masyarakat cenderung menjadi pengguna atau bahakan menolak untuk melakukan KB. Banyak alasan yang diungkapakan oleh pasangan usia subur mengenai keinggian atau pun keengganan mereka dalam mengikuti KB. Pada proses penelitian yang dilakukan, peneliti menjumpai beberapa informan yang memiliki latar belakang keluarga yang beragam. Mulai dari informan yang dari kasat mata dapat dilihat sebagai orang yang menolak KB, justru kenyataanya adalah pengguna KB atau orang yang terlihat berpotensi sebagai pengguna KB, malah kenyataanya bukan seorang yang pro KB. Kecondongan dan ketidakcondongan mereka terhadap penggunaan KB didasari oleh berbagai hal, salah satunya adalah sosial ekonomi. Pengaruh lingkungan sosial dan keadaan ekonomi seseorang pada akhirnya akan memaksa mereka untuk menggunakan
atau tidak menggunakan KB. Penelitian yang dilakukan di Desa Bolon Kecamatan Colomadu, membagi informan dalam 3 kategori yaitu 2 Informan yang istri mengikuti KB, 2 informan yang keduanya mengikuti KB dan 2 informan yang tidak mengikuti KB. Dari ketiga kategori informan tersebut, setelah dilakukan penelitian, secara sekilas didapatkan adanya kesenjangan gender dalam hal penggunaan alat kontrasepsi dalam KB. Upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dilakukan melalui strategi pengarusutamaan gender yang merupakan program yang harus dilaksanakan oleh semua sektor pembangunan. Salah satu langkah dalam proses pengarusutamaan gender adalah kegiatan analisis gender. Piranti yang digunakan untuk menganalisis kesenjangan tersebut adalah dengan analisis gender model Harvard. Hal tersebut dilakukan oleh penulis untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut : a. Analisis Pengetahuan, Sikap dan Perilaku PUS tentang Konsep KB Keluarga Berencana (KB) adalah suatu upaya manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga (Ritonga, 2003). Pengertian tersebut sebagian besar senada dengan yang diungkapkan oleh informan kunci dan informan penunjang. Sedangkan jenis alat kontrasepsi dalam KB ada beragam meliputi KB hormonal dan non hormonal. Tidak semua PUS mengetahui secara lengkap macam – macam alat kontrasepsi dalam KB, hanya beberapa jenis yang mampu disebutkan oleh PUS, seperti suntik, pil, IUD, susuk, steril, kalender dan kondom. Metode lain seperti MOP, spermasida, senggama terputus, simptotermal, dan lendir serviks tidak diketahui oleh PUS. Baik tokoh masyarakat, bidan, kader dan PL KB sangat mendukug program KB untuk merencanakan jarak kelahiran anak – anak mereka. Sedangkan tokoh agama beranggapan KB dapat diperbolehkan atau pun dilarang, hal tersebut dilandasi atas
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
b.
dasar niat penggunanya. Jika penggunanya melakukan KB untuk menghentikan proses reproduksi artinya tidak ingin memiliki anak, maka tokoh agama akan bersikap negatif, namun apabila pengguna KB melakukan KB untuk merencanakan jarak kehamilan, maka tokoh agama memandang itu sebagai hal yang positif Dalam hal sikap, PUS menunjukkan sikap yang berbeda – beda. Sikap positif ditunjukkan oleh informan 1 – 4, sedangkan informan 5 dan 6 menunjukkan sikap negatif. Sikap positif yang ditunjukkan adalah dengan kesediaan informan untuk mengetahui tentang KB dan bersedia untuk berpartisipasi dalam KB. Sedangkan perilaku masing – masing PUS beragam, seperti informan 1 dan 2 yang berkeinginan agar suami yang menggunakan KB, informan 3 dan 4 lebih demokratis, sedangkan informan 5 menganggap bahwa KB tidak perlu dilakukan dan informan 6 beranggapan bahwa KB diperuntukkan bagi yang ingin membatasi jumlah anaknya. Analisis faktor Penyebab Kesenjangan Gender PUS dalam KB Program keluarga berencana (KB) pada kenyataanya terpengaruh oleh lingkungan sekitar, khususnya keluarga. Peran keluarga dan lingkungan sekitar menjadikan seseorang mampu menentukan keikutsertaan dalam program KB. Terjadinya kesenjangan gender dalam program KB dilatar belakangi oleh akses pelayanan yang menjadikan perempuan sebagai objek dalam program tersebut. Minimnya partisipasi laki – laki dalam program KB, membentuk citra bahwa KB diperuntukkan bagi perempuan. Hal tersebut diakibatkan oleh terbatasnya informasi bagi laki – laki terkait KB. Selain itu, laki – laki sebagai kepala keluarga dianggap orang yang paling berhak mempunyai kontrol terhadap segala keputusan (decision makers) yang ada dalam keluarga termasuk KB dan penentuan jumlah anak. Pada dasarnya seluruh tokoh memiliki sikap positif terhadap KB karena menganggap dengan melakukan program KB, jarak anak
c.
jadi terkontrol. Dengan begitu perencaaan masa depan terhadap anak – anak lebih terarah. Selain itu, kebanyakan tokoh tersebut beranggapan bahwa KB bukan hanya urusan perempuan, namun juga suami dapat ikut serta berpartisipasi dalam program KB. Kurangnya kesadaran masyarakat khususnya kaum laki – laki bahwa KB dapat juga dilakukan oleh laki – laki, menjadikan perempuan sebagai objek dari KB. Bidan menambahkan bahwa partisipasi laki – laki yang sedikit menyebabkan petugas kesehatan kesulitan mendata jumlah peserta KB pria. Disisi lain bidan juga menyadari bahwa kurangnya penyuluhan atau sosialisasi program KB kepada laki – laki menyebabkan para suami tidak bersedia berpartisipasi dalam KB. Seperti penelitian yang disampaikan oleh Nanda (2013), didapatkan hasil program keluarga berencana yang bertujuan untuk menantang egaliter norma gender seharusnya tidak mengabaikan perempuan dalam upaya mereka karena kedua laki-laki dan wanita sering menerima dan mendukung ketidaksetaraan dalam sistem sosial dan dalam beberapa kasus, mungkin sikap gender perempuan yang paling mempengaruhi keputusan keluarga berencana. Sikap gender tersebut serupa dengan yang didapatkan penulis dalam penelitian ini, bahwa beberapa sikap informan perempuan lebih memilih mengalah dan patuh pada suami terkait penentuan KB. Sedangkan yang lain lebih dapat berdiskusi tentang peran serta dalam rumah tangga, termasuk dalam penggunaan alat kontrasepsi. Alasan Sosial – Ekonomi Masalah sosial – ekonomi memang sangat erat kaitanya dengan kehidupan bermasyarakat. Dari sisi sosial, masyarakat dilingkungan sekitar informan, kebanyakan adalah masyarakat yang sadar akan KB. Sedangkan lingkungan keluarga yang mendukung program KB adalah keluarga dari informan 1 – 4 dan 6. Lingkungan keluarga dari informan 5 merupakan keluarga yang tidak bersedia KB juga. Perilaku beragam muncul
57
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
d.
58
dari informan kunci dan juga informan penunjang. Informan 1 – 4 beranggapan bahwa dengan merencanakan jarak kelahiran, pasangan akan dapat mengatur ekonomi mereka. Sedangkan informan 5 mengatakan bahwa anak sudah membawa rejekinya masing – masing sehingga tidak perlu mengkhwatirkan masalah ekonomi. Lain halnya dengan informan 6 yang menganggap faktor ekonomi bukan menjadi masalah bagi keluarganya. Faktor – faktor sosial - ekonomi yang menyebabkan masyarakat masih beranggapan bahwa laki-laki adalah pemegang peran publik dan diasumsikan sebagai penopang ekonomi keluarga, sedangkan perempuan memiliki peran domestik dan diasumsikan sebagai penanggung jawab keadaan rumah tangga. Budaya yang melekat masyarakat Jawa Tengah adalah budaya patriarki, dimana pemegang kekuasaan adalah laki – laki. Termasuk dalam penentuan siapa yang akan menggunakan alat kontrasepsi dalam KB dan berapa jumlah anak yang diinginkan. Dalam Social Cognitif Teory (SCT) disebutkan bahwa perilaku seseorang terpengaruh oleh dirinya sendiri dan lingkunganya (Alwisol, 2006). Seperti halnya yang disampaikan oleh informan 1 dan 2 bahwa beliau menggunakan KB atas dasar dari keluarga suaminya semua yang menggunakan KB adalah istri. Informan 3, 4 dan 6 juga menyampaikan bahwa dikeluarganya semua demokratis terhadap pemilihan KB dan informan 5 juga mengatakan dalam keluarganya tidak menganut KB. Akses dan Kontrol PUS terhadap KB Minimnya ragam alat kontrasepsi bagi pria, mengakibatkan perempuan lebih terdampak KB. Hal tersebut yang menjadikan kualitas program KB mengalami kesenjangan gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar akses dalam rumah tangga dan bahkan dalam hal KB di dominasi oleh perempuan, keterbatasan akses laki – laki dapat juga menjadi penyebab minimnya peran laki – laki dalam KB. Sedangkan dalam hal kontrol terhadap segala sesuatu dalam
rumah tangga umumnya di dominasi oleh laki – laki, hal tersebut terlihat dari matriks 6 yang menunjukkan kontrol dipegang oleh suami baik dari informan 1 – 6. Pada dasarnya KB di Indonesia sangatlah beragam jenisnya, namun pilihan alat kontrasepsi bagi laki - laki baru sebatas kondom dan metode operasi pria (MOP). Hal tersebut menjadikan proporsi perempuan lebih banyak terdampak KB yang disebabkan oleh beragam variasi KB bagi perempuan. Selain keterbatasan akan informasi program KB bagi laki – laki, beberapa dari mereka masih menganggap bahwasanya pelaksana KB seharusnya adalah perempuan. Penyuluhan KB sampai saat ini pun biasanya dilakukan oleh bidan pasca persalinan, yang artinya penyuluhan dilakukan hanya pada perempuan. Namun bagi masyarakat moderen yang mulai sadar akan informasi kesehatan, mereka beranggapan bahwa mendiskusikan dengan pasangan adalah cara terbaik untuk mendapatkan kesepakatan tentang siapa melakukan apa, termasuk menentukan siapa yang menggunakan alat kontrasepsi. Menurut informan 2, 3 dan 6 mendiskusikan tentang masalah KB dengan pasangan adalah sebuah kesepakatan bersama. Akses dan kontrol terhadap KB juga menjadi faktor yang menjadikan pasangan menggunakan KB. Informan 1, 2, 4 dan 5 suami memegang peranan dalan akses dan kontrol terhadap segala sesuatu dalam keluarganya, termasuk KB. Sedangkan informan lainnya memiliki akses dan kontrol yang setara.
5. KESIMPULAN Keseluruhan Informan Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Bolon Kecamatan Colomadu memiliki pengetahuan baik mengenai KB yang meliputi pengertian, macam – macam KB dan cara memperolehnya. Perbedaan yang terjadi antara masing – masing PUS dilatarbelakangi oleh peran dan fungsi perempuan dalam keluarga. Kebanyakan perempuan masih mendominasi pekerjaan produktif dan reproduktif, sedangkan laki – laki lebih banyak bekerja diluar rumah. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena adanya
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
sikap marginalisasi dan stereotype di masyarakat, yang menganggap bahawa perempuan hanya menjadi “konco wingking”, istilah tersebut melekat dikarenakan selama ini perempuan dianggap sebagai orang yang pekerjaanya sebatas mengurus rumah tangga. Alasan sosial ekonomi yang muncul yaitu dengan adanya program KB masyarakat dapat mengatur jarak kelahiran sehingga dapat meningkatkan ekonomi mereka.
6. REFERENSI Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Hurt, K. Joseph, et al.2012. The Johns Hopkins
Manual Of Gynecology And Obstetrics. Department of Gynecology and Obstetrics, The Johns Hopkins University School of Medicine, Baltimore, Maryland Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. Ritonga, Abdurrahman dkk. 2003. Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Cetakan Kedua. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Underwood, L. (2000). Social relationships and health. Social support measurement and intervention. New York: Oxford University Press, 3-25.
-oo0oo-
59
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAYAM HIJAU DENGAN PREPARAT Fe TERHADAP PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL PASIEN PUSKESMAS Dheny Rohmatika 1), Supriyana2), Djamaluddin Ramlan 3) 1, 2,3
Magister Epidemiologi Universitas Diponegoro Semarang
[email protected] ABSTRAK
Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua. Pencegahan anemia selama kehamilan dilakukan dengan pemberian tablet Fe selama 90 hari dengan dosis 60 mg. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan zat besi dapat dilakukan dengan konsumsi sayuran yang mengandung zat besi dalam menu makanan. bayam hijau merupakan salah satu sumber makanan yang mengantung senyawa yang diperlukan dalam sintesis hemoglobin seperti zat besi dan vitamin B Komplek. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbandingan pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dengan preparat Fe terhadap perubahan kadar hemoglobin ibu hamil pasien Puskesmas. Metode penelitian meliputi T-test dependent, T-test independent dan non parametrik Wilcoxon test, Mann Whitney test. Pengukuran hemoglobin menggunakan alat Hemoglobin Testing System QuickCheck set. Hasil penelitian dilakukan pada 34 responden yang terdiri dari kelompok I (ekstrak bayam hijau) dan kelompok II (tablet Fe) selama 7 hari. Selama suplementasi rata-rata perubahan kadar hemoglobin pada ibu hamil kelompok I sebesar 0.541 gr/dl dan pada kelompok II sebesar 0.22 gr/dl.. Hasil uji uji non parametrik Man Whitney test didapatkan ada pengaruh konsumsi ekstrak bayam hijau terhadap perubahan kadar hemoglobin dengan p value 0.038. Kesimpulan pemberian ekstrak bayam KLMDXVHFDUDVLJQL¿NDQPHPSHQJDUXKLSHUXEDKDQNDGDUKHPRJORELQ Kata kunci: bayam hijau, kadar hemoglobin, ibu hamil ABSTRACT Anemia is a condition in pregnancy mothers with higher levels of hemoglobin values below 11 g% in trimesters one and three, or levels of hemoglobin values less than 10.5 g% in two trimesters. Prevention of anemia during pregnancy performed by administering tablets Fe for 90 days with a dose of 60 mg. One alternative to meet the needs of iron can be done with the consumption of vegetables containing iron in the diet. green spinach is one of the food sources that mengantung compounds required in the synthesis of hemoglobin such as iron and vitamin B complex. Objective proving comparison effect of extract green spinach with fe mixture against pregnancy hemoglobin change patient health center. The research method dependent T-test, independent t-test and non-parametric Wilcoxon test, Mann Whitney test. Measurement of hemoglobin using the tool Hemoglobin Testing System Quick-Check sets. Results of the study was conducted on 34 respondents consisting of group I (green spinach extract) and group II (Fe tablets) for 7 days. During the supplementation of the average change in hemoglobin levels in pregnant women in group I of 0.541 gr / dl and the group II at 0.22 gr / dl. The test results of nonparametric test Man Whitney test found no effect of extracts of green spinach consumption to changes LQKHPRJORELQOHYHOVZLWKSYDOXHRI&RQFOXVLRQWKHJUHHQVSLQDFKH[WUDFWLQWDNHVLJQL¿FDQWO\ affect change in hemoglobin levels. Keywords: green spinach, hemoglobin, pregnant women 60
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
1. PENDAHULUAN Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua (Cuningham, 2007). Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan kejadian hemodilusi (Prawirohardjo, 2009). Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruh besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut “Potensial danger to mother and child” (potensi membahayakan ibu dan anak) karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan (Manuaba, 2010). Menurut WHO 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan disebabkan oleh GH¿VLHQVLEHVLGDQSHUGDUDKDQDNXWEDKNDQWLGDN jarang keduanya saling berinteraksi. Pada wanita KDPLO VDQJDW UHQWDQ WHUMDGL DQHPLD GH¿VLHQVL EHVL HWLRORJL DQHPLD GH¿VLHQVL EHVL SDGD kehamilan yaitu hemodilusi yang menyebabkan terjadinya pengenceran darah, pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma, kurangnya zat besi dalam makanan dan kebutuhan zat besi meningkat serta gangguan pencernaan dan absorbs (Depkes RI, 2010). Kejadian anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkit lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 35%. Pada tahun 2007 WHO melaporkan bahwa prevalensi LEX KDPLO \DQJ PHQJDODPL GH¿VLHQVL EHVL GL Filiphina berkisar 55%, Thailand 45%, Malaysia 30% dan Singapura 7%.. Angka kejadian anemia menurut WHO berkisar antara 20%-89 % dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai cukup tinggi yaitu sekitar 50-70 juta jiwa anemia GH¿VLHQVL]DWEHVL'..6HPDUDQJ Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1%. %HUGDVDUNDQ3UR¿O.HVHKDWDQWDKXQDQJND kejadian anemia pada ibu hamil di Provinsi Jawa
Tengah sebanyak 57,7 %.6 Masih lebih tinggi dari angka nasional yakni 50,9%. Berdasarkan hasil survey tahun 2012 Angka kejadian anemia kehamilan di Surakarta adalah 9.39%. Tercatat bahwa dari 11.441 ibu hamil terdapat 1.074 yang mengalami anemia kehamilan (SDKI, 2012). Program kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025. Salah satunya indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Berdasarkan survey SDKI tahun 2012 angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 kematian per 100.000 keahiran hidup. Jumlah ini meningkat di bandingkan data SDKI 2007 yang besarnya 228 kematian dan masih merupakan tertinggi di Asia. Selain masih rendahnya kesadaran akan kesehatan ibu hamil, beberapa penyebab kematian ibu melahirkan antara lain perdarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamsia dan infeksi (Saifudin, 2010). Departemen Kesehatan RI memberikan standar pelayanan pemeriksaan ANC selama hamil sedikitnya 4 kali pelayanan antenatal yaitu satu kali untuk trimester I, satu kali untuk trimester II, dan dua kali untuk trimester III, pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan resiko tinggi khususnya anemia kurang gizi, hipertensi. Bidan juga memberikan nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya. Dalam setiap kunjungan ANC bidan menonjolkan kepada ibu hamil apakah persediaannya cukup. Anemia yang terjadi pada ibu hamil akan berdampak pada ibu dan bayinya. Dampak yang ditimbulkan antara lain, abortus, kurang tenaga saat melahirkan sehingga partus lama dan infeksi pada ibu dan bayinya, perdarahan pada waktu melahirkan, kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat lahir rendah serta janin mengalami kekurangan gizi saat dalam kandungan intra uterine growth retardation IUGR). Anemia pada ibu hamil juga akan menyebabkan tingginya angka kematian ibu (AKI) (Manuaba, 2010). 61
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
+HPRJORELQ DGDODK SURWHLQ EHU¿JPHQ merah yang terdapat dalam sel darah merah yang dan berfunsi mengangkut oksigen dari paru-paru untuk dibawa kseluruh tubuh. Ikatan hemoglobin dengan oksigen disebut oksimeglobin. Struktur hemoglobin terdiri dari besi dan protein globin. Besi mengandung pigmen hem dan protein globin mengandung empat rantai asam amino yang terdiri dari rantai alpha, beta, delta dan gama. 11 Ibu hamil dikategorikan mengalami anemia MLND NDGDU KDHPRJORELQ SDGD SHPHULNVDDQ gr% dan pada anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunangkunang dan muntah, sedangkan pada kehamilan muda pengaruhnya terhadap kehamilan adalah abortus, gangguan tumbuh kembang janin, infeksi, perdarahan antepartum serta ancaman dekompensasi kordisi. Kebijakan pemerintah dalam menangani masalah anemia pada kehamilan adalah pemberian suplementasi besi dan asam folat. World Health Organitation menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk memenuhi NHEXWXKDQ ¿VLRORJLN VHODPD NHKDPLODQ QDPXQ bayak literatur yang menanjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevelensi anemia yang tinggi dianjurkan untuk memberikan suplementasi zat besi sampai tiga bulan post partum (Prawiroharjo, 2010). Dalam memenuhi kebutuhan zat besi, seseorang biasanya mengkonsumsi suplemen, akan tetapi suplemen memiliki beberapa efek samping, misalnya kegagalan hati. Menyatakan bahwa zat besi yang terkandung dalam suplemen, jika dikonsumsi dengan dosis besar dan dalam waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan usus, kelainan pH badan, shock, dan kegagalan hati (Fatimah, 2011). Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan zat besi dapat dilakukan dengan konsumsi sayuran yang mengandung zat besi dalam menu makanan. Zat besi ditemukan pada sayur-sayuran, antara lain bayam (Amaranthus spp.). Sayuran berhijau daun seperti bayam adalah sumber besi nonheme. Bayam yang telah dimasak mengandung zat besi sebanyak 8,3 mg/100 gram. menambahkan, kandungan zat 62
besi pada bayam berperan untuk pembentukan hemoglobin (Fatimah, 2009). Bayam hijau memiliki manfaat baik bagi tubuh karena merupakan sumber kalsium, vitamin A, vitamin E dan vitamin C, serat, dan juga betakaroten. Selain itu, bayam juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi untuk mencegah anemia.kandungan mineral dalam bayam cukup tinggi, terutama Fe yang dapat digunakan untuk mencegah kelelahan akibat anemia. Karena kandungan Fe dalam bayam cukup tinggi, ditambah kandungan Vitamin B terutama asam folat, zaman dahulu bayam dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil dan melahirkan. Baik mineral Fe atau asam folat berhubungan dengan produksi darah sehingga saat melahirkan, persediaan dalam tubuh cukup. Karena seperti yang kita ketahui, melahirkan akan mengeluarkan sangat banyak darah dan memungkinkan sang ibu kehabisan darah. Selain itu bayam juga baik dikonsumsi oleh wanita pada saat haid. Kandungan kalsium dalam bayam juga dapat mencegah pengapuran tulang (Midelton, 2007). Hal ini sesuai dengan penelitian Fatimah GDODP VWXGL NORUR¿O GDQ ]DW EHVL )H EHUGDVDUNDQ NDGDU NORUR¿O GDQ ]DW EHVL menunjukkan jenis bayan hijau (Amaranthus hybridus) lebih dapat memberikan pngaruh nyata terhadap jumlah eritrosit tikus putih anemia dibandingkan tiga jenis bayam lainnya. Penelitian Susiloningtyas (2010), Pemberian preparat Fe 60 mg selama 30 hari dapat menaikan kadar Hb 1gr%. Program pemerintah yang telah dijalankan dalam pendistribusian tablet Fe untuk ibu hamil sudah mendekati target nasional dan kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe sudah cukup baik namun kedua hal tersebut masih belum memberi gambaran penurunan kejadian anemia di Indonesia maupun di Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan suatu tahap awal dari upaya pemberian ekstrak bayam hijau sebagai alternatif dapat mengantikan suplemen tablet zat besi yang diharapkan adanya perubahan kadar hemoglobin dalam darah, Sehingga dapat memberikan kontribusi layanan asuhan kebidanan ibu hamil.
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Perumusan masalah bagaimana perbandingan pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dengan preparat Fe terhadap perubahan kadar hemoglobin ibu hamil pasien Puskesmas Tujuan penelitian untuk membuktikan perbandingan pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dengan preparat Fe terhadap perubahan kadar hemoglobin ibu hamil pasien Puskesmas.
2. PELAKSANAAN a.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ibu hamil di puskesmas Gambirsari Surakarta. Waktu penelitian pada bulan November-Desember 2015. Lokasi pembuatan simplisia dan ekstraksi bayam hijau di labotaratorium Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Surakarta. Uji analisis kandungan kadar Fe bayam hijau di Laboratorium Terpadu MIPA UNS, Fresh Dryer dan pengemasan dalam bentuk kapsul di laboratorium SEFA Universitas Muhamadyah Surakarta. b. Alat dan bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ekstrak bayam hijau (Amarathus Hybridus l) yang mengandung Fe 60 mg dan suplemen Fe 60 mg, Alat penelitian Alat pemeriksaan kadar hemoglobin adalah Hemoglobin Testing System Quick-Check set, lancet, kapas kering, kapas alkohol 70% dan tissue. c. Populasi dan sampel penelitian Populasi terjangkaunya adalah ibu hamil trimester II-III di Puskesmas Gambir sari Surakarta sejumlah 74 orang, dengan MXPODK VDPSHO UHVSRGHQ +E JGO yang dibagi kelompok I sejumlah 17 orang (konsumsi ekstrak bayam), dan kelompok II sejumlah 17 orang (konsumsi suplemen Fe). Metode atau cara pengambilan sampel dengan simple random sampling dengan amplop tertutup.
Data yang ditampilkan dalam analisa univariat adalah distribusi frekuensi, nilai rata-rata, nilai maksimum dan minimum kadar Hemoglobin. Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel untuk mengetahui adanya hubungan atau korelasi. Dilihat dari jumlah sampel yang digunakan, maka uji distribusi data dengan test of normality Shapiro-Wilk tanpa atau dengan proses transformasi (untuk sampel d”50). Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dan suplement Fe terhadap perubahan kadar Hb pada ibu hamil. Untuk menguji beda rata-rata kadar Hb sebelum dan seseudah intervensi masingmasing kelompok, kelompok I berdistribusi normal menggunakan uji paried t-test dan kelompok II berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji non parametrik alternatif uji t tidak berpasangan dengan Wilcoxon. Untuk menguji perbedaan kadar hemoglobin antara kelompok I dan kelompok II menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney. Uji statistik menggunakan interval kepercayaan (FRQ¿GLHQFH interval) 95% .
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. a.
Analisa Univariat Uji homogenitas Uji homogenitas bertujuan untuk melihat kesetaraan antara variabel, data kategorik meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, umur kehamilan yang mendapat ekstrak bayam hijau dan suplemen tablet Fe dengan menggunakan uji chi square test
3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasy experiment dengan rancangan randomized pretest and posttest with control group design. 63
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Homogenitas Responden Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, paritas dan pekerjaan. Dari keempat karakteristik responden tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang VLJQL¿NDQ DQWDUD \DQJ PHQGDSDWNDQ SHUODNXDQ ekstrak bayam hijau dan suplemen tablet Fe. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden antara kelompok setara DWDXKRPRJHQ+DOLQLMXJDPHQJLGHQWL¿NDVLNDQ bahwa pengaruh karakteristik responden terhadap kadar hemoglobin dapat dikontrol 2.
Ekstrak bayam hijau terhadap kadar hemoglobin ibu hamil
Tabel 4.2 Hasil pengukuran kadar hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi ekstrak bayam hijau di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Kelompok I
Mean
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi (7 hari)
10.06 10.60
Nilai H Nilai Hb minimal maksimal 9.1 9.7
10.8 12.4
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa pemeriksaan kadar Hb dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil penellitian menunjukkan bahwa rerata kadar Hb awal sebesar 10,06 g/ dl, rerata Hb akhir 10,60 g/dl. Rerata kadar Hb awal 10,06 g/dl dengan nilai minimum 9,1 g/dl dan maksimum 10,8 g/dl. Rerata kadar Hb akhir 10,60 g/dl dengan nilai minimum 9,7 g/dl dan maksimum 12,4 g/dl. Gambaran selengkapnya dapat dilihat dalam gambar 4.1
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kadar hemoglobin darah sebelum dengan sesudah diberikan ekstrak bayam hijau dimana dengan menggunakan uji paired sample t-test diperoleh t: 4,716 dan niali p 0,000 (p GLGDSDWNDQQLODLS+DOLQL menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan ekstraksi di Lab. Teknologi Pangan UNS dan Fresh dryer di Lab SEFA UMS dan analisis kandungan dengan metode AAS di Lab. MIPA UNS terdapat kandungan zat besi sebesar 21 mg/gr. Kadar besi tersebut lebih besar dibandingan dengan kandungan besi segar bayam hijau yang dapat membantu pembentukan hem dan globin dalam tubuh. Bayam hijau memiliki manfaat baik bagi tubuh karena merupakan sumber kalsium, kandungan vitamin pada bayam adalah vitamin A, B2, B6, B12, C, K, mangan, magnesium, zat besi, kalsium, kalium, dan fosfor. serat, dan juga betakaroten. Selain itu, bayam juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi untuk mencegah anemia.kandungan mineral dalam bayam cukup tinggi, terutama Fe yang dapat digunakan untuk mencegah kelelahan akibat anemia. Bayam hijau mudah diolah menjadi berbagai macam makanan atau ekstrak herbal yang lebih variatif dibanding dengan bahan makanan lain mengandung Fe. Kadar besi tersebut dapat membantu pembentukan hem dan globin dalam tubuh. 3.
Suplemen Fe terhadap kadar Hemoglobin ibu hamil Tabel 4.3 Hasil pengukuran kadar hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi suplemen tablet Fe di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17)
Gambar 4.1 Kadar Hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian ekstrak bayam hijau di wilayah kerja Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17)
Kelompok II
Mean
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi (7 hari)
10.22 10.44
Nilai H Nilai Hb minimal maksimal 9.1 9.8
10.9 11.4
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan kadar Hb dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil penellitian menunjukkan bahwa rerata kadar Hb awal sebesar 10,22 g/dl, rerata Hb akhir 10,44 g/ dl. Rerata kadar Hb awal 10,22 g/dl dengan
64
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
nilai minimum 9,1 g/dl dan maksimum 10,9 g/ dl. Rerata kadar Hb akhir 10,44 g/dl dengan nilai minimum 9,8 g/dl dan maksimum 11,4 g/ dl. Gambaran selengkapnya dapat dilihat dalam gambar 4.2 dibawah ini.
NDQ
Gambar 4.2 Kadar Hemoglobin sebelum dan sesudah pemberian suplemen Fe di wilayah kerja Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17)
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kadar hemoglobin darah sebelum dengan sesudah diberikan suplemet tablet Fe dimana dengan menggunakan uji wilcoxon test. yang hasilnya nilai z -1,881 GDQ VLJQL¿NDQVL p 0,060 (p>0.050). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol diterima. World Health Organitation menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan XQWXN PHPHQXKL NHEXWXKDQ ¿VLRORJLN VHODPD kehamilan, namun banyak literatur yang menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. sesuai dengan yang diharapkan kadar Hb dapat normal pada ibu hamil yang mengkonsumsi Fe, karena kebutuhan zat besi pada Trimester II dan III tidak dapat dari hanya dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan mengandung zat besi yang banyak dan absorsinya tinggi. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh 2. a.
Analisa Bivariat Uji Normalitas Ekstrak Bayam Hijau terhadap kadar hemoglobin
Tabel 4.4 Uji normalitas hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi ekstrak bayam hijau di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Kelompok II Sebelum Intervensi Setelah Intervensi (7 hari)
Mean SD Sig 10.06 0.54 0.483 10.66 0.67 0.125
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan shapiro wilk hasil sebelum dilakukan intervensi VHODPD KDUL QLODL VLJQL¿NDQVL OHELK EHVDU GDUL nilai alpha. Nilai (0.483 >0.05) dan sesudah intrvesi nilai signifkansi (0.125>0.05) maka H0 diterima, yang artinya kadar hemoglobin sebelum dan sesudah intervensi pada perlakuan kelompok I pemberian ekstrak bayam hijau berdistribusi normal sehingga menggunakan uji paired sample t-test. Hasil uji paired sample t-test diperoleh nilai t: 4,716 dan nilai p 0,000 (p \DQJ EHDUWL DGDSHUEHGDDQ\DQJVLJQL¿NDQNDGDUKHPRJORELQ sebelum dan sesudah pemberian ekstrak bayam hijau. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.5 uji paired sample t-test berikut ini. Tabel 4.5 Uji normalitas paired sample-test kadar hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi ekstrak bayam hijau di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) 95% CI Intervensi Mean SD Lower Upper T P Ekstrak 0.541 0.473 0.297 0.784 4.176 0.000 Bayam Hijau
b.
Perbandingan Selisih Kadar Hemoglobin antara perlakuan Kelompok I dan kelompok II
Tabel 4.6 Uji normalitas hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi suplemen tablet Fe di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Kelompok II Sebelum Intervensi Setelah Intervensi (7 hari)
Mean 10.22 10.44
SD 0.64 0.50
Sig 0.028 0.072
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan shapiro wilk hasil sebelum dilakukan intervensi VHODPD KDUL QLODL VLJQL¿NDQVL OHELK NHFLO GDUL QLODL DOSKD WLGDN EHUGLVWULEXVL normal dan sesudah intrvesi nilai signifkansi (0.072>0.05), maka H0 ditolak. Artinya kadar 65
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
hemoglobin sebelum dan sesudah intervensi pada perlakuan kelompok II pemberian Tablet Fe berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji non parametrik dengan uji wilcoxon. Dari uji non parametrik dengan wilcoxon test. \DQJ KDVLOQ\D QLODL ] GDQ VLJQL¿NDQVL p 0,060 (p>0.050) jadi dapat disimpulkan tidak DGD SHUEHGDDQ VLJQL¿NDQ VHEHOXP GDQ VHVXDK intervesi pemberian suplemet tablet Fe. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.7 uji wilcoxon berikut ini. Tabel 4.7 Uji non parametrik wilcoxon test kadar hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi suplemen tablet Fe di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Intervensi
Suplement tablet Fe
N (17)
Mean Rank
Sum of Rank
Negative Ranks
12
9.67
116.00
Positive Rank
5
7.40
37.00
Z
P
-1.881 0.060
Untuk mengetahui perbandingan rata-rata kadar hemoglobin sebelum dan sesudah intervensi pada perlakuan kelompok I dan kelompok II, menggunakan uji non parametrik Man Whitney dikarenakan tidak berdistribusi normal dan kedua kelompok tidak saling berhubungan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.8 berikut ini : Tabel 4.8 Perbandingan kadar Hemoglobin pada kelompok I dan kelompok II di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Variabel
Kelompok I (n=17) Kadar Hemoglobin Sebelum 10.06 Sesudah 10.60
c.
Kelompok II (n=17)
Sig.
p value
10.21 10.44
0.14 0.008
0.316 0.579
dan kelompok II membandingkan sebelum dan sesudah intervesi selama 7 hari pemberian ekstrak bayam hijau dan suplemet tablet Fe menggunakan uji non parametrik Mann Whitney test. yang hasilnya diperoleh nilai z: -2.071 dengan nilai p: 0.038 (p PDND +R GLWHULPD \DQJ EHDUWL DGDSHUEHGDDQ\DQJVLJQL¿NDQNDGDUKHPRJORELQ antara kelompok I dan kelompok II. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Uji non parametrik Mann Whitney test kadar hemoglobin sebelum dan sesudah konsumsi suplemen tablet Fe di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17)
17
Mean Rank 21.03
Sum of Rank 357.50
17
13.97
237.50
Intervensi
N
Ekstraks Bayam Hijau Suplemen tablet Fe
Z
P
-2.071 0.038
Hasil Analisa : Dengan menggunakan uji non parametrik Man Whitney test diperoleh nilai p 0.038, karena nilai pPDNDGDSDWGLVLPSXONDQDGDSHUEHGDDQ pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dan pemberian tablet Fe dalam perubahan kadar hemoglobin ibu hamil. Setelah dilakukan intervensi dengan mengkonsumsi ekstrak bayam hijau dan suplemet Fe dengan dosis 60 mg secara teratur selama 7 hari, rata-rata kadar hemoglobin kelompok I mengalami peningkatan sebesar 0.541 gr/dl. Dan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok yang mengkonsumsi suplement tablet Fe dengan teratur selama 7 hari mengalami peningkatan sebesar 0.22 gr/dl. Perbedaan kadar Hemoglobin pada kelompok I dan kelompok II untuk Gambaran selengkapnya dapat dilihat dalam gambar 4.3 dibawah ini.
Perbandingan Selisih Kadar Hemoglobin antara perlakuan Kelompok I dan kelompok II
Tabel 4.9 Perbandingan Selisih kadar Hemoglobin pada kelompok I dan kelompok II di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17) Variabel Selisih kadar Hb
Kelompok I (n=17) 0.541
Kelompok II (n=17) 0.224
p value 0.038
Berdasarkan tabel 4.9 selisih kadar hemoglobin dari masing-masing kelompok I
Gambar 4.3 Selisih Kadar hemoglobin sebelum dan sesudah pada kelompok I dan II di wilayah Kerja Puskesmas Gambirsari Kota Surakarta (N=17)
66 PDND GDSDW GLVLPSXONDQ DGD SHUEHGDDQ PDND
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Dari hasil penelitian ini dengan menggunakan uji non parametrik Man Whitney test diperoleh nilai p 0.038, karena nilai pPDNDGDSDWGLsimpulkan ada perbedaan pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dan pemberian tablet Fe dalam perubahan kadar hemoglobin ibu hamil. Rata-rata kadar hemoglobin kelompok I yang mengkonsumsi Ekstrak bayam hijau lebih baik daripada rata-rata kadar hemoglobin kelompok perlakuan yang mengkonsumsi tablet Fe. Setelah dilakukan intervensi dengan mengkonsumsi ekstrak bayam hijau secara teratur selama 7 hari, rata-rata kadar hemoglobin kelompok I mengalami peningkatan sebesar 0.541 gr/dl. Dan rata-rata kadar hemoglobin pada kelompok yang mengkonsumsi suplement tablet Fe dengan teratur selama 7 hari mengalami peningkatan sebesar 0.22 gr/dl. Peningkatan kadar Hb ibu hamil tidak hanya dipengaruhi oleh pemberian suplement Fe semata tetapi didukung oleh konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan vitamin B12 yang dibutuhkan dalam sintesis hemoglobin. Untuk sintesis globin diperlukan asam amino, biotin, asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Selanjutnya interaksi antara heme dan globin akan menghasilkan hemoglobin. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk sintesis hemoglobin diperlukan beberapa zat gizi yang saling terkait.33 Sintesis hemoglobin merupakan proses biokimia yang melibatkan beberapa zat gizi atau senyawa antara. Proses sintesis ini terkait dengan sinsesis heme dan protein globin. Selanjutnya interaksi antara heme dan globin akan menghasilkan hemoglobin. Vitamin C merupakan asam organik yang sangat membantu penyerapan besi non heme dengan merubah bentuk ferri menjadi bentuk ferro karena bentuk ferro lebih mudah diserap, selain itu vitamin C membentuk gugus besi akorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi dalam duodenum.
5. KESIMPULAN a.
Mengkonsumsi esktrak bayam hijau selama 7 hari dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan rata-rata peningkatan sebesar 0.541 gr/dl lebih besar dibandingkan dengan konsumsi suplemen Fe program
pemerintah rata-rata peningkatan kadar hemoglobin 0.22 gr/dl. b. Dalam 1 gr bayam hijau yang sudah dilakukan ekstraksi di Lab. Teknologi Pangan UNS dan Fresh dryer di Lab SEFA UMS dan analisis kandungan dengan metode AAS di Lab. MIPA UNS terdapat kandungan zat besi sebesar 21 mg/gr. F $GDQ\DSHQLQJNDWDQNDGDU+E\DQJVLJQL¿kan setelah konsumsi ekstrak bayam hijau GHQJDQ XML VWDWLVWLN QLODL VLJQL¿NDQVL OHELK kecil dari nilai alpa p 0,000 (p d. Tidak ada perbedaan kadar hemoglobin pada pemberian suplemen Fe sebelum dan sesuGDKLQWHUYHQVLGHQJDQQLODLVLJQL¿NDQVLOHELK besar p 0,060 (p>0.050). e. Dengan menggunakan uji non parametrik Man Whitney test diperoleh nilai p 0.038, karena nilai pPDNDGDSDWGLVLPSXONDQ ada perbedaan pengaruh pemberian ekstrak bayam hijau dan pemberian tablet Fe dalam perubahan kadar hemoglobin ibu hamil.
6. REFERENSI Aril, 2009. Fisiologis Tubuh Manusia. Jakarta: KDT Cuningham, G. William, 2007. Obstetri. Edisi 21 jakarta: ECG. Depkes RI, 2010. 3UR¿O .HVHKDWDQ ,QGRQHVLD. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2011. 3UR¿O.HVHKDWDQ3URSLQVL'LQDV.HVHKDWDQ. Jakarta. Fatimah, Hadju et al, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Maros,Sulawesi Selatan. Makara, Kesehatan. 2011;Vol. 15(1):31-36 )DWLPDK 6LWL 6WXGL .DGDU .ORUR¿O GDQ zat besi (Fe) pada beberapa jenis bayam terhadap jumlah eritrosit tikus putih (rattus norvegicus) anemia. Tesis. UIN Malang. Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Jakarta: EGC. Manuaba, I.B.G., I.A, 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran ECG. 2010; 44-46, 89
67
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Midelton. Meatment For womenwith post iron GH¿VLHQF\ DQHPLD UHYLHZ WKH FRFKUDQH library wiley. Jurnal Internasional. 2007. Prawiroharjo, 2010. Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Rukmana, R, 2006. Bayam, Bertanam dan Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Saifudin, 2010. Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta. 2010 SDKI. 6XUYH\ 'HPRJUD¿ .HSHQGXGXNDQ Indonesia AKI dan AKB Tahun 2012. http:// www.depkes.co.id. Diakses tanggal 7 Maret 2014. World Health Organization (WHO). 2007. Raised Blood Pressure. http://www.who. int /gho/ncd/risk_factors/blood_preeure_ prevalence_yext/en/. Diakses tanggal 06 Mei 2014
-oo0oo-
68
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
PEDOMAN PENULISAN NASKAH FILOSOFI Jurnal Kesehatan Kusuma Husada disingkat Jurnal KesMaDaSka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kusuma Husada Surakarta merupakan publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan. Artikel yang dimuat berupa : artikel penelitian (hasil penelitian asli), kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah lain, yang belum pernah dimuat di media lain.
PEDOMAN 1. 2.
Redaksi menerima naskah dari peneliti dan pemerhati ilmu-ilmu kesehatan. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, STIKes Kusuma Husada Surakarta Jl. Jaya Wijaya No. 11 Surakarta 57127, Telpon / Fax (0271) 857724 Email :
[email protected] 3. Naskah dikirim rangkap dua, disertai VRIW¿OH dalam rekaman CD dan diketik dalam program Microsoft Word. Ditulis spasi tunggal, font size 11, huruf Times New Roman, maksimal 8 halaman ukuran A4 (kuarto), *DPEDUJUD¿NGLFHWDNGHQJDQSURJUDPSHQJRODKDQGDWD\DQJNRPSDWLEHO*DPEDULOXVWUDVLGDQIRWR GLPDVXNNDQGDODP¿OHQDVNDK
FORMAT PENULISAN Sistematika artikel Hasil Penelitian adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Abstrak, Pendahulaun, Metodologi (Bahan dan Cara Penelitian), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (bila ada) dan Daftar Pustaka. Sedangkan artikel berupa Kajian Kepustakaan atau Ulasan Ilmiah lain, sistematikanya adalah : Judul, Nama dan Instansi (para) Penulis, Ringkasan, Pendahuluan, Bab Bagian yang diulas, Kesimpulan dan Daftar Pustaka. Judul Ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan jelas. Nama dan Instansi (para) Penulis Ditulis tanpa gelar akademik, instansi ditulis di bawah nama dengan cara diberi superskrip 1), 2), 3) dan seterusnya. Abstrak dan Ringkasan Ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maksimum 300 kata, berisi tentang highlight hasil penelitian yang menonjol dan terkait dengan judul artikel. Kajian kepustakaan / ulasan ilmiah lain mengikuti. Pendahuluan Berisi latar belakang dan rumusan masalah, sitasi kepustakaan, tujuan dan manfaat, kontribusi hasil. Metodologi Berisi tentang waktu dan tempat penelitian, jenis dan teknis pengambilan data, hipotesis (bila ada), teknik analisis dan interpretasi data.
69
Jurnal KesMaDaSka - Januari 2016
Hasil dan Pembahasan -XGXO7DEHOPDXSXQ*DPEDUJUD¿NLOXVWUDVLGLEHULQRPRUGDQGLDZDOLKXUXIEHVDUVHODQMXWQ\DKXUXI kecil. Bila ada foto (hitam putih), harus dicetak pada kertas putih mengkilat dan disertai keterangan. Dalam membahas hasil penelitian, sebaiknya diikuti tinjauan pustaka yang terkait. Simpulan (dan saran) Penarikan kesimpulan didasari dari hasil yang diperoleh dengan mengacu kepada judul penelitian, dapat dikemukakan saran yang terkait. Ucapan Terima Kasih (bila ada) Dapat ditulis nama perseorangan atau instansi yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka Disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis utama, judul karangan buku ditulis dengan huruf besar pada setiap awal kata yang bukan kata sambung, sedangkan untuk jurnal hanya awal kata saja. Contoh bila kepustakaan diambil dari jurnal ilmiah : 3LSSHQ(/GDQ(30HFFKL+\GURJHQVXO¿GHDGLUHFWDQGSRWHQFLDOO\LQGLUHFWFRQWULEXWRUWR cook chicken aroma. J.Food Science, 34 : 443. Contoh bila kepustakaan diambil dari buku : Pippen, J.R., 1984. Sensory Analysis of Food. Elsevier Applied Science, Prentice-Hall Inc. Englewood Cliff. New Jersey. Contoh bila diambil dari internet : Abadi , C.J., 2002. Kumis kucint. http :www.changjaya-abadi.com/jamu-jawa04html.tanggal akses 12 Desember 2003.
-oo0oo-
70