PROFIL PENDIDIKAN DI INDONESIA Dra. T. IRMAYANI Msi Fakultas FISIPOL Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum bahwa mutu pendidikan di Indonesia kini terpuruk kejurang yang dalam. Pada tahun 1970-an bisa dikatakan kualitas pendidikan di Indonesia masih cukup baik. Pada saat itu Malaysia banyak membawa guru-guru dan dosen-dosen Indonesia ke Malaysia. Selain tenaga pengajar formal, tenaga pengajar non formal seperti ustadz dan mubalig juga banyak yang mengajar di Malaysia dengan penghasilan yang memuaskan. Disamping itu, banyak para mahasiswa Malaysia yang menimba ilmu di negeri kita ini. Negara yang dulu menjadi “murid” kita kini telah menjadi negara maju. Komitmen mereka terhadap pembangunan Sumber Daya Manusia yang dicanangkan sejak kemerdekaannya telah mengambil konsekwensi alokasi anggaran belanja negara untuk pendidikan sampai 25 persen. Ditambah lagi dengan kewajiban masyarakat dunia usaha memberi donasi dari setiap keuntungan usahanya. Itu gambaran keberhasilan Malaysia yang pernah jadi “murid” kita. Mutu pendidikan di Indonesia dari hasil survei Asiaweek edisi 30 Juni 2000 terhadap beberapa universitas negeri terkemuka berada di bawah peringkat 50, UI Jakarta di peringkat ke 61, UGM Yogyakarta peringkat ke 68, UNDIP Semarang peringkat ke 73, dan UNAIR Surabaya peringkat ke 75. Indonesia yang pernah jadi guru menjalani situasi terbalik saat ini kenapa itu terjadi ? Ada beberapa faktor yang menyebabkannya (1) Pemerintah; (2) Sumber Daya; (3) Masyarakat; (4) Kurikulum, dan Sistem Pengajaran; (5) Masalah pendidikan tidak pernah dianggap sebagai isyu politik. Faktor-faktor ini akan dijelaskan dalam tulisan ini agar kita memahami bagaimana profil pendidikan di Indonesia dan apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki mutu pendidikan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan faktorfaktor apa yang menyebabkan terjadinya krisis mutu pendidikan di Indonesia. Secara minor dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana peran pemerintah 2. Bagaimana sumber daya yang tersedia 3. Apakah masyarakat peduli terhadap pendidikan di tanah air ? 4. Bagaimana dengan kurikulum dan sistem pengajaran yang ada 5. Bagaimana kepedulian partai politik terhadap pendidikan kita.
2002 digitized by USU digital library
1
C. Tujuan 1. 2. 3. 4.
Untuk Untuk Untuk Untuk
mengetahui mengetahui mengetahui mengetahui
bagaimana sistem pendidikan kita seberapa besar anggaran pendidikan mutu dan jumlah guru yang tersedia bagaimana partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan.
2002 digitized by USU digital library
2
BAB II KEWENANGAN DI BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, menyebutkan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat di bidang pendidikan sebanyak 10 (sepuluh) buah. Kesepuluh kewenangan Pemerintah Pusat di bidang pendidikan, meliputi : a) Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya. b) Penetapan standar materi pelajaran pokok c) Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik d) Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan e) Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikat siswa, warga belajar, dan mahasiswa f) Penetapan persyaratan pemintakan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya serta persyaratan penelitian arkeologi. g) Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional. h) Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah. i) Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh serta pengaturan sekolah internasional. j) Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia. Kesepuluh kewenangan Pemerintah Pusat di bidang pendidikan tadi, pada esensinya mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah, pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, sekolah internasional, cagar budaya, arkeologi, museum, galeri, naskah arsip, monumen, serta bahasa dan sastra. Dan kewenangan-kewenangan di bidang pendidikan tadi dituangkan dalam bentuk : 1. Penetapam standar : a. Kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar nasional dan pedoman pelaksanaannya. b. Materi pelajaran pokok. 2. Penetapan persyaratan : a. Perolehan dan penggunaan gelar akademik b. Penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa. c. Pemintakan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya serta pendidikan arkeologi. 3. Penetapan Pedoman ; a. Pembiayaan penyelenggaraan pendidikan. 4. Penetapan kalender : a. Pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah.
2002 digitized by USU digital library
3
5. Pengaturan dan pengembangan : a. Pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta pengaturan sekolah internasional 6. Pembinaan dan Pengembangan : a. Bahasa dan sastra Indonesia 7. Pengelolaan : a. Museum nasional dan galeri nasional 8. Pemanfaatan : a. hasil penelitian arkeologi nasional, naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional. Sementara itu, berdasarkan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Provinsi sebagai Daerah Otonom memiliki kewenangan Provinsi di bidang pendidikan tersebut adalah : a. Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu. b. Penyediaan bantuan pengadaan buku pelajaran pokok/modul pendidikan untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah. c. Mendukung/membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi dan pengangkatan tenaga akademis. d. Pertimbangan pembukuan dan penutupan perguruan tinggi. e. Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/atau penataran guru. f. Penyelenggaraan museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan. Kajian sejarah dan nilai tradisional, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah. Keenam kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom di bidang pendidikan pada esensinya mencakup pendidikan taman kanak-kanak. Pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah, pendidikan tinggi, sekolah luar biasa, pelatihan dan/atau penataran, museum, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, bahasa dan budaya. Dan kewenangan-kewenangan Provinsi tadi dituangkan ke dalam bentuk : 1. Penetapan kebijakan : a. Penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan tidak mampu. 2. Penyediaan bantuan : a. Pengadaan buku pelajaran pokok/modul pendidikan untuk taman kanakkanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan luar sekolah. b. Penyelenggaraan pendidikan tinggi (kecuali kurikulum, akreditasi dan pengangkatan tenaga akademis). 3. Pertimbangan : a. Pembukuan dan penutupan perguruan tinggi. 4. Penyelenggaraan : a. Sekolah luar biasa dan balai pelatihan dan/atau penataran guru. b. Museum provinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional. 5. Pengembangan : a. Bahasa dan budaya daerah.
2002 digitized by USU digital library
4
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pendidikan merupakan salah satu dari 11 (sebelas) kewenangan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Sejalan dengan kewenangan Pemeritnah Pusat dan Provinsi sebagai Daerah Otonom di bidang pendidikan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000. Maka, kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di bidang pendidikan, antara lain : 1. Penyelenggaraan : a. Pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah, serta pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, dan sekolah internasional. b. Penilaian hasil belajar secara nasional (pembuatan soal, pencetakan, dan penyelenggaraan) sekolah dasar, menengah, dan luar sekolah. c. Kurikulum nasional d. Pembiayaan pendidikan e. Kalender pendidikan dan jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah. f. Penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu. g. Museum Kabupaten, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisional. 2. Penetapan standar : a. Materi pelajaran tambahan 3. Pengembangan : a. Bahasa dan budaya daerah Sekalipun ketujuh kewenangan tadi secara normatif adalah merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Namun, desentralisasi pendidikan kepada Daerah Kabupaten/Kota pada esensinya bukan hanya pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, tapi kewenangan pendidikan juga seharusnya diberikan kepada lembaga-lembaga sekolah yang ada di Daerah Kabupaten/Kota.
2002 digitized by USU digital library
5
BAB III PEMBAHASAN A. Pemerintah Pemerintah yang dimaksud di sini adalah pemerintah pusat dan pemertintah daerah, baik yang eksekutif maupun legislatif. Pemerintah harus menyadari bahwa pendidikan nasional mempunyai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, dan memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Darmaningtyas,1999 : 4-5). Tujuan itu dapat dicapai dengan mutu pendidikan yang baik, oleh karena itu pemerintah harus menyadari bahwa investasi terpenting dan terbaik yang harus dilakukan adalah dalam pendidikan khususnya dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia umumnya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan maka sistem pendidikan yang sentralistik harus dihapuskan. Maksudnya semua unsur administratif dan manajemen mulai dari perencanaan, penguatan lembaga/institusi pendidikan hingga supervisi dan evaluasi pendidikan diatur dari atas oleh pusat yang dilaksanakan oleh kementrian pendidikan nasional, kantor wilayah (kanwil) yang ada di Tingkat I (propinsi) dan dinas yang ada di daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya). Hirarki ini secara administratif menunjukkan siklus birokrasi yang panjang dan berliku0liku yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kinerja pendidikan nasional. Terlalu kuatnya dominasi pemerintah pusat dalam manajemen mikro penyelenggaraan pendidikan secara sistematik telah memadamkan akuntabilitas lembaga pendidikan kepada masyarakat. Oleh sebab itu strategi yang diperlukan adalah strategi pembangunan yang memberdayakan, memberikan kepercayaan yang lebih luas dan mengembangkan urusan pengelolaan pendidikan kepada lembaga pendidikan. Peran pemerintah lebih banyak ditekankan pada pelayanan agar proses pendidikan di sekolah berjalan secara efektif dan efesien (Republika, 30 Oktober 2000). Hal ini haris dilakukan katena sistem sentralisasi terbukti tidak terlalu kondusif bagi upaya peningkatan mutu pendidikan. Berdasarkan pengalaman pada banyak negara yang menyelenggarakan desentralisasi pendidikan, memperlihatkan bahwa praktek desentralisasi pendidikan bukan hanya kepada Pemerintah Daerah, tapi juga kepada lembaga-lembaga sekolah. pAda negara-negara yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) misalnya, kewenangan-kewenangan bidang pendidikan diserahkan kepada lembaga sekolah. Diantaranya, kewenangan dalam organisasi dan proses belajar mengajar, manajemen guru, struktur dan perencanaan, serta sumber daya. Penjelasan lebih lanjut mengenai beberapa kewenangan bidang pendidikan yang diserahkan kepada lembaga-lembaga sekolah dapat dilihat pada Tabel berikut :
2002 digitized by USU digital library
6
Tabel : Desentralisasi kewenangan pada Lembaga Sekolah Jenis-Jenis Kewenangan Organisasi dan Proses Belajar Mengajar
Manajemen Guru
Struktur dan Perencanaan
Sumber Daya
Uraian Menentukan sekolah yang dapat diikuti murid Waktu belajar di sekolah Penentuan buku yang digunakan Kurikulum Metode pembelajaran Memilih dan memberhentikan Kepala Sekolah Memulih dan memberhentikan guru Menentukan gaji guru Memberikan tanggung jawab pengajaran kepada guru Menentukan dan mengadakan pelatihan guru Membuka dan menutup sebuah sekolah Menentukan program yang ditawarkan sekolah Defenisi dari isi mata pelajaran Pengawasan atas kinerja sekolah Program pengembangan sekolah Alokasi anggaran untuk guru dan tenaga administrasi (personnel) Alokasi anggaran non-personnel Alokasi anggaran untuk pelatihan guru
Sumber : Burki, Sahid J., Guilemno E. Perry, dam William R. Dillinger Beyond the Centet : Decetralizing the State. Whashingtong DC. World Bank, 1999. Hal. 17. Mengamati pengalaman praktek desentralisasi pendidikan pada negara-negara yang tergabung dalam OECD tadi., maka sebagian kewenangan di bidang pendidikan yang sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sudah seharusnya sebagian kewenangan di bidang pendidikan lainnya diserahkan kepada lembagalembaga sekolah. B. Sumber Daya Rendahnya anggaran pendidikan merupakan kendala yang besar. Pemerintah seharusnya membuat sebuah ketentuan anggaran pembangunan pendidikan sekurang-kurangnya 25% dari APBN. Hal ini harus diusahakan bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan mengikut sertakan masyarakat bisnis. Tampaknya pemerintah belum menyadari pentingnya pendidikan bagi pembangunan bangsa, ini tampak dari anggaran pendidikan sekitar 8%, turun menjadi 6% untuk tahun anggaran 1999/2000, dan semakin turun pada tahun anggaran 2000/2001 menjadi hanya sekitar 5%. Rendahnya anggaran pendidikan diperburuk lagi dengan sistem pengelolaan anggaran yang terpusat. Pengelolaan anggaran pendidikan secara terpusat telah mengakibatkan penggunaan sumber daya sangat tidak efisien. Seringkali pemerintah pusat mengasumsikan sendiri kebutuhankebutuhan yang diperlukan oleh lembaga pendidikan (sekolah) dan kemudian mendistribusikannya. Padahal apa yang dibutuhkan oleh sekolah belum tentu sesuai dengan yang diasumsikan oleh pusat, tentu ini menjadi sia-sia.
2002 digitized by USU digital library
7
Rendahnya anggaran pendidikan juga mengakibatkan tidak sebandingnya jumlah sekolah, guru dan jumlah siswa. Dari data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) yang diperoleh yaitu pada tahun 1997 jumlah siswa SD 19.281.216 orang dengan jumlah guru 1.165.785 dan sekolah 150.595 buah, ini berarti 1 buah SD hanya mempunyai 8 orang guru. Jumlah siswa SMP ada 13.054.712 orang dengan jumlah guru 430.981 dan sekolah 20.544 buah, artinya 1 buah SMP hanya mempunyai 20 orang guru dengan melayani 635 siswa. Untuk siswa SMA berjumlah 7.608.785 orang dengan jumlah guru 323.416 dan tersebar pada 11.465 buah sekolah, artinya 1 buah SMA mempunyai 28 orang guru dengan melayani 644 siswa. Perguruan Tinggi (Negeri + Swasta) mempunyai siswa 2.350.971 orang dengan jumlah tenaga edukatif 158.357 orang dan tersebar pada 1370 Perguruan Tinggi maka setiap Perguruan Tinggi rata-rata mempunyai 115 staf pengajar. Minimnya jumlah tenaga pendidik ditambah lagi dengan kecilnya gaji yang diterima dan berbagai penyelewengan yang berlangsung secara struktural dan kelembagaan yang terus terjadi, seperti pemotongan gaji guru, manipulasi dan bantuan operasi pendidikan, pungli dalam urusan kenaikan pangkat dan sebagainya, mengakibatkan semakin runtuhnya mutu pendidikan kita. Di samping itu kemiskinan pendidikan kita tambah lagi dengan minimnya sarana dan prasarana perpustakaan dan mahalnya harga buku terutama buku-buku impor, karena dengan mahalnya harga buku dan sulitnya mendapat buku-buku impor menyebabkan tertinggalnya informasi perkembangan ilmu pengetahuan. C. Masyarakat Jika kita lihat saat ini partisipasi masyarakat masih rendah terhadap perkembangan pendidikan. Masyarakat yang teridiri dari berbagai unsur, baik partai pollitik, lembaga swadaya masyarakat, dan berbagai organisasi kemasyarakatan belum sadar atau belum merasa berkepentingan bahwa ada pendidikan yang baik, yaitu bermutu, dapat dijangkau oleh semua orang yang memerlukan, dan menghasilkan kemampuan dalam berbagai keahlian. Jika berbicara soal mutu bukan tidak ada sekolah di Indonesia yang bermutu, ada sekolah Global Jaya, sekolah Pelita Harapan dan Sekolah Bina Nusantara. Sekolah di Jakarta yang go internasional seperti ini memang mempunyai muttu yang baik, akan tetapi tidak semua masyarakat kita mampu sekolah disana. Misalnya untuk menyekolahkan seorang anak di sekolah Global Jaya, kita harus mengeluarkan uang pangkal Rp.38,5 juta, sedangkan uang sekolah perbulan Rp. 2,1 juta. Di sekolah nasional plus yang lain, sekolah Pelita harapan di Tanggerang menentukan uang sekolah dibayar dengan dolar AS. Seorang siswa SMU Pelita Harapan, umpamanya pertahun harus membayar antara US $ 2.500. biaya sekolah seorang SMU Bina Nusantara maksimal Rp. 3 juta perbulan. Di sini, sistem belajarnya seperti di Perguruan Tinggi. Siswa tidak dikelompokkan menurut kelas 1,2 dan 3, tapi digabungkan menurut mata pelajaran. Itu sebabnya biaya bervariasi, bergantung pada jumlah mata pelajaran yang diambil, (Tempo, 18 Maret 2001). Kita menyadari bahwa sekolah yang bermutu itu sangat dibutuhkan, akan tetapi ternyata tidak semua orang yang memerlukannya dapat menjangkaunya. Ternyata kesenjangan kaya dan miskin tercermin juga dalam dunia pendidikan. Ketika sekolah yang baik demikian mahal dan sekolah yang murah juga kualitas belajar mengajarnya, kewajiban masyarakat/kita semua berperan aktif dan mencari solusi agar pemerataan pendidikan yang baik bisa direalisasi.
2002 digitized by USU digital library
8
D. Kurikulum dan Sistem Pengajaran Sistem pendidikan yang sentralisasi termasuk kurikulum pendidikan telah melahirkan berbagai permasalahan. Siswa dibebani dengan kurikulum-kurikulum nasional sehingga tidak mengenal daerahnya sendiri. Misalnya siswa harus mengnal seluruh propinsi yang ada di tanah air, tetapi tidak diperkenalkan Kabupaten/Kota yan gada didaerahnya. Siswa diperkenalkan dengan hasil-hasil bumi dari daerah lain, ttapi tidak diperkenalkan apa hasil dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di daerahnya. Siswa diwajibkan untuk mengetahui sejarah berdirinya negara kita, tetapi tidak diwajibkan untuk mengetahui bahkan tidak diberitahukan sejarah daerahnya sendiri. Di samping itu pelajaran wajib kita berputar-putar pada pendidikan agama, Pancasila dan Bahasa Indonesia. Sementara kita lupa betapa pentingnya pelajaran olah raga, seni rupa, musik, sastra atau humaniora, karena pelajaran-pelajaran tersebut meningkatkan kreativitas dan inovasi siswa. Sistem pengajaran yang lebih demokrasi dan komunikatif harus lebih dikembangkan. Seringkali kita lihat dalam proses belajar mengajar terjadi satu arah, pengajar menerangkan dan siswa hanya mendengar san mencatat. Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa sistem pengajaran ini sering dipakai yaitu, ruangan dan tenaga pengajar yang tersedia kurang mencukupi kebutuhan, padahal jumlah siswa yang ditampung cukup besar. Masalah lain adalah tidak dimungkinkannya pengajar memiliki bentuk pengajaran lain. Misalnya jadwal mata kuliah atau mata pelajaran ditentukan tanpa terlegih dahulu berunding dengan pengajar yang bersangkutan. Hal ini tentu tidak memungkinkan pengajar untuk memiliki bentuk mengajaran secara lebih leluasa. Untuk pengembangan pendidikan pengajar harus melakukan aksi dan mengadakan interaksi. Pengajar tidak cukup bila hanya berbicara saja. Ia juga perlu membuat variasi di dalam peragaan, dan dia juga harus menunjukkan sesuatu. Dengan kata lain, aksi dikombinasikan dengan demonstrasi atau peragaan. Untuk merangsang daya pikir siswa maka dalam pembicaraan atau diskusi antar pengajar dan siswa. Diskusi di dalam setiap pelajaran mempunyai dua fungsi. Di satu pihak menimbulkan dan menggerakkan motivasi dalam diri siswa, sedangkan di pihak lain memberi kesempatan kepada pengajar untuk memeriksa perbendaharaan pengetahuan siswa tentang masalah yang diajarkan (Ad. Rooijakkers, 1991 : 75). Dengan diskusi pemikiran kritis sangat dirangsang, siswa belajar menerima kritik, belajar mempertahankan sesuatu pendirian, serta belajar bagaimana memperhitungkan rekan-rekan diskusinya. E. Masalah Pendidikan Tidak Pernah Dianggap Sebagai Isyu Politik Selama ini masalah pendidikan tidak pernah dianggap sebagai isyu politik. Dalam setiap kebijakan atau visi dan misi yang dikemukakan oleh kepala daerah dapat dikatakan hampir tidak ada menyentuh masalah pendidikan. Kita tidak tahu arah kecenderungan sikap dan apresiasi mereka mengenai pentingnya pendidikan. Kalaupun secara kognitif tahu bahwa pendidikan itu penting, akan tetapi tuntutantuntutan mendesak mengenai berbagai sektor yang bersikap fisik dan proyek-priyek yang menyangkut kepentingan jangka pendek jauh lebih banyak dikalangan politisi dadakan yang berkuasa didaerah-daerah dewasa ini. Kita akan semakin kuatir dengan tidak adanya suatu ketentuan akan sebuah peraturan yang mengatur berapa besarnya alokasi anggaran untuk sektor pendidikan. Bagaimana mengharapkan apresiasi mengenai pentingnya pendidikan dari para anggota DPRD yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang memadai dan tingkah laku yang cenderung ``mabuk demokrasi``, bahkan 2002 digitized by USU digital library
9
kekuasaan partai-partai politik bisa menentukan bermacam-macam agenda yang belum tentu sesuai dan menunjang upaya bangsa untuk mengunggulkan agenda pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia. Agar supaya terjamin bahwa pemerintah berada di tangan orang-orang yang mempunyai apresiasi pentingnya pendidikan, maka dalam masyarakat harus ada kehidupan dan proses politik yang dinamis. Kita sudah berkewajiban untuk mengusahakan agar lembaga legislatif dan eksekutif diduduki orang-orang yang tepat. Apabila ternyata kurang memenuhi kepentingan masyaraakat (dunia pendidikan) dalam pemilihan berikut orang tersebut diganti dengan orang lain yang lebih tepat. Masyarakat harus memperjuangkan bahwa hanya orang-orang dengan kesadaran tinggi tentang pendidikan bermutu yang terpilih sebagai anggota legislatif dan eksekutif.
BAB IV PENUTUP Tantangan untuk perbaikan sistem pendidikan dimasa yang akan datang adalah memperbaiki mutu pendidikan serta meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pendidikaan. Ada dua hal penting untuk melihat pendidikan masa depan. Pertama, menyangkut soal substansi filosofis pendidikan, yaitu apa tujuan dilaksanakannya pendidikan sebagai konsekwensi yang dimunculkan nantinya mengenai kebijakan dan strategi yang mampu mendukungnya. Kedua, menyangkut dimensi politis yaitu bagaimana posisi pendidikan dalam konstelasi politik nasional. Akhirnya kita tahu bahwa masalah pendidikan merupakan masalah paling utama jika kita sungguh-sungguh memahami hakikat pembangunan nasional sebagai pembangunan kualitas manusia Indonesia yang seutuhnya. Oleh karenanya kita harus sudah mulai membangun lenbaga pendidikan sebagai perusahaan besar yang menghasilkan alat vital dari seluruh perusahaan lainnya. Artinya management building akan menjadi prioritas dan konsentrasi kegiatan.
2002 digitized by USU digital library
10
DAFTAR PUSTAKA
Darmaningtyas, 1999, Pendidikan Pada dan Setelah Krisis (Evaluasi pendidikan di masa krisis); Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Badan Pusat Statistik (BPS), Data Partisipas Pendidikan di Indonesia Harian Republika, Sabtu, 19 Agustus 2000; Senin, 30 Oktober 2000. Majalah Tempo, Edisi 18 Maret 2001. Rooijakkers, Ad.,.1991, Mengajar dengan sukses (Petunjuk untuk merencanakan dan menyampaikan pengajaran), Jakarta, PT.Grasindo. Suryadi, Ace dan Tilaar,A.R.,1993, Analisis Kebijakan Pendidikan (Suatu Pengantar), Bandung, Rosdakarya.
2002 digitized by USU digital library
11
KATA PENGANTAR Pembangunan adalah usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kemampuan, kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahanperubahan sosial dan budaya, pembangunana adalah mengisi kemerdekaan untuk membahagiakan manusia Indonesia dan pembangunan itu sendiri adalah strategi kesejahteraan untuk generasi sekarang dan untuk kehidupan generasi akan datang yang lebih baik. Dari makna di atas, maka pendidikan merupakan modal dasar bagi generasi muda agar siap dalam menjalani hidup. Oleh karenanya pendidikan yang ``baik`` yang didukung oleh sarana dan prasarana, dana dan fasilitas sangat kita butuhkan. Sebuah pendidikan yang ``baik`` membutuhkan biaya yang sangat besar. Akan tetapi dengan partisipasi masyarakat dan kepedulian pemerintah terhadap mutu pendidikan, maka modal yang ditanam ini sangat bernilai pada masa yang akan datang. Modal yang ditanam di bidang pendidikan tidak tampaak saat itu juga, akan tetapi sangat berarti bagi masa depan bangsa. Profil pendidikan ini sangat baik untuk dikaji karena menyangkut kelangsungan masa depan bangsa ini. Semoga tulisan ini bermanfaat. Medan,
Januari
2002 Penulis, Dra.T.Irmayani,Msi. NIP. 132096757
2002 digitized by USU digital library
12
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN
2002 digitized by USU digital library
13
PERANAN KEPALA DESA SEBAGAI PELOPOR PEMBANGUNAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rakyat Indonesia telah berkembang, dilihat dari segi ketatanegaraan, jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Telah terdapat lembaga-lembaga pemerintah yang pada dasarnya aada tiga tingkat, pertama nasional (Raja), kedua tingkat Kabupaten (Bupati) dan ketiga tingkat Desa (Kepala Desa). Hidup bersama melahirkan tata hidup yang berkembang menjadi adat, yang ditaati tanpa syarat oleh segenap anggota masyarakat. Adat adalah tidak lain dari hukum yang tidak tertulis, turun temurun sejak adanya nenek moyang, hukuman bagi yang melanggar berupa sikap tindakan dari keseluruhan golongan. Oleh karena itu masyarakatnya disebut masyarakat hukum (rechts gemeenschap). Dengan demikian maka tiap daerah mempunyai adat istiadatnya masing-masing, mengatur dan mengurus hidup bersama. Istilah ``mengatur`` berarti bahwa ada orangnya yang mengatur, yang dapat terdiri dari satu atau lebih orang atau suatu lembaga. Istilah lain dari mengatur ialah ``memerintah`` maka lembaganya sisebut pemerintah. Ada tiga unsur pokok pada pemerintahaan desa, pertama Kepala Desa, kedua Pamong Desa dan ketiga Rapat Desa. Kepala Desa adalah penguasa tunggal dalam pemerintahan desa. Bersama-sama dengan pembantunya ia merupakan Pamong Drsa. Kepala Desa adalah pelaksana dan penyelenggara urusan rumah tangga desa, dan di samping itu ia menyelenggarakan urusan-urusan pemerintaah. Meskipun demikian di dalam melaksanakan tugasnya ia mempunyai batas-batas tertentu, ia tidak dapat menuruti keinginannya sendiri. Dalam membuat peraturan desa, kepala desa harus meminta pendapat mesyarakat dalam rapat desa, khususnya mengenai urusan yang menyangkut Desa, urusan yang sangat penting, Kepala Desa wajib berunding dengan rakyat yang berhak memilih Kepala Desa dan orang yang dipandang sesepuh dan menurut adat dipandang terkemuka. Oleh karena itu, Kepala Desa merupakan administrator pembangunan, administrator pemerintaah dan administrator kemasyarakatan Desa. Ia mengadakan koordinasi dan kontrol atas segala kegiatan pembangunan di desa, terutama yang dilaksanakan oleh, untuk dan dari desa, yang diselenggarakan oleh lembagalembaga desa. Derasnya laju pembangunan di desa adalah mencerminkan dari kegiatan, kreatifitas dan daya inisiatif Pemerintah Desa, tepatnya Kepala Desa untuk terlaksananya pembangunan tersebut. Pembangungunan desa diusahakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan taraf hidup dan kehidupan masyarakat Desa yang meliputi peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan perumahan, pengembangan usaha ekonomi desa dan pengembangan Lembaga Keuangan Desa serta ketertiban dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat menambah kemampuan dan kesanggupan masyarakat desa menaikkan hasil produksinya. Dengan meluaskan produksi akan bertambah luas lapangan kerja dan bertambahnya lapangan kerja akan menaikkan pendapatan masyarakat. Ini merupakan pekerjaan rumah Kepala Desa yang tidak mudah. B. MASALAH
2002 digitized by USU digital library
14
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah yang muncul dalam tulisan ini adalah Apa Kewajiban Kepala Desa sebagai pelopor pembangunan ?. C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui apa kewajiban Kepala Desa sebagai pelopor pembangunan desa ? 2. Untuk mengetahui apa makna pembangunan desa ?
2002 digitized by USU digital library
15
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Desa Desa menurut pasal 1 BAB I UU No. 22/99 adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setmpat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yanmg diakui dalam Sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. Dari pengertian diatas maka dapat kita lihat bahwa pada hakikatnya Desa bukanlah daerah otonom, sebab dalam pasal 2 ayat 1 UU No.22/99 telah dijelaskan bahwa hanya ada dua tingkat daerah otonom yaitu Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Desa juga bukan merupakan suatu satuan wilayah yang berdiri sendiri tetapi adalah satuan ketatanegaraan yang berkedudukan langsung dibawah kecamatan. Satuan ketatanegaraan maksudnya mencakup wilayah yang tertentu batas-batasnya, jumlah penduduk yang merupakan masyarakat tertentu, dan suatu satuan organisasi pemerintahan yang disebut Pemerintah Desa. B. Unsur-Unsur Desa Yang dimaksud dengan unsur-unsur Desa ialah komponen-komponen pembentuk Desa sebagai satuan ketatanegaraan. Komponen-komponen tersebut ialah : a. Wilayah Desa Yang dimaksud dengan wilayah Desa ialah suatu satuan wilayah yang tertentu batas-batasnya, yang secara fisik terdiri atas unsur daratan, angkasa dan bagi desa pantai, desa pulau atau desa kabupaten, suatu perairan, sebagai lokasi pemukiman dan sumber nafkah yang memenuhi persyaratan tertentu. Dari pengertian tersebut maka wilayah Desa haruslah memenuhi persyaratan tertentu agar dapat dikelola secara efektif dan efesien, baik keluar maupun kedalam. Syarat-syarat itu antara lain : ! Sedapat-dapatnya dapat berfungsi sebagai kesatuan wilayah pelayanan pemrintah yang terkecil. ! Harus utuh, tidak terpecah, bagian-bagiannya tidak terpecah atau sama lain. ! Potensial bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. b. Penduduk atau Masyarakat Desa Dipandang dari segi demografis, penduduk suatu Desa ialah setiap orang yang terdaftar sebagai penduduk atau bertempat kedudukan didalam wilayah Desa yang bersangkutan, tidak masalah dimana ia mencari nafkahnya. Penduduk setiap Desa haruslah merupakan suatu satuan masyarakat yang utuh. Setiap satuan masyarakat perlu diberi atau memiliki tanggung jawab tertentu secara langsung dalam soal-soal pemerintah dan pembangunan. Agar setiap satuan masyarakat meras bertanggung jawab secara langsung atas pembangunan dan pemerintahan desanya, masyarakat itu harus diberi atau memiliki peranan atas suatu atau beberapa fungsi atau langkah-langkah pemerintahan dan pembangunan. c. Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 pasal 94, disebutkan di desa dibentuk pemrintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan pemerintahan Desa. Dalam melaksanakan tugasnya pemerintah Desa dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari sekretaris desa dan kepala-kepala dusun. Kepala desa dalam kedudukannya memiliki fungsi dan peranan ganda, yang menempatkannya pada kedudukan dan peranan strategis dalam mata rantai administrasi pembangunan. Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim mengatakan bahwa, disatu pihak ia mewakili dan berfungsi sebagai alat pemerintah, 2002 digitized by USU digital library
16
dan dipihak lain ia berfungsi sebagai alat dan mewakili masyarakat. Pemerintah Desa diharapkan menjadi sarana yang efektif, baik dalam rangka meningkatkan keberhasilan program pemerintah maupun dalam rangka menggerakkan partisipasi masyarakat. Tomothy mahoney (dalam Gary E. Hansen; 1984 : 184) berpendapat bahwa dengan komunikasi yang semakin intensif dengan dunia luar, fungsi ganda Kepala Desa/Lurah berkembang menjadi intermediator yang berperanan penting. Kepala Desa berkedudukan sebagai alat pemerintahan desa dan pelaksanaan pemerintahan diatas desa. Sesuai dengan kedudukan dimaksud, Kepala Desa mempunyai tugas pokok untuk pemerintahan urusan rumah tangga sendiri, menjalankan urusan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat, dan menumbuhkan serta mengembangkan semangat gotong royong masyarakat sebagai sendi yang utama pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di desa. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut Kepala Desa mempunyai fungsi untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangganya, menggerakkan partisipasi masyarakat dalam wilayah desanya, melaksanakan kegiatan dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, melaksankan koordinasi dan menyelenggarakan kegiatan dalam rangka urusan dari pemrintahan lainnya. Menurut UU No.22 tahun 1999 pasal 101, Tugas dan Kewajiban Kepala Desa adalah : a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa b. Membina Kehidupan masyarakat desa c. Membina perekonomian desa d. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa e. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa dan f. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya. Untuk membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dibentuklah sekretaris desa sebagai unsur stafnya. Adapun kedudukan, tugas dan fungsi sekretaris desa adalah sebagai berikut : a. Sekretaris desa berkedudukan sebagai unsur pembantu pimpinan dibidang ketatausahaan. b. Sesuai dengan kedudukan tersebut, sekretaris desa mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan pelaksanaan administrasi pemerintahan, administrasi pembangunan, administrasi kemasyarakatan dan memberikan pelayanan ketatausahaan. c. Untuk menyelenggarakan tugas pokok dimaksud, sekretaris desa mempunyai fungsi untuk melaksanakan urusan administrasi umum dan melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan dan laporan, melaksanakan urusan keuangan serta tugas Kepala Desa dalam hal Kepala Desa berhalangan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk memperlancar tugas-tugas dan fungsi sekretaris desa maka dibentuklah kepala-kepala urusan. Kepala urusan mempunyai tugas untuk menjalankan kegiatan pemerintah desa dalam kepemimpinan Kepala Desa di wilayahnya. Sedangkan fungsi kepala-kepala urusan adalah melaksanakan kegiatankegiatan urusan pembangunan, kesejahteraan, dan urusan-urusan umum sesuai bidang tugasnya masing-masing serta melaksanakan pelayanan administrasi Kepala Desa. Selanjutnya demi kelancaran tugas dan jalannya pemerintahan desa, maka dalam desa dibentuk dusun yang dikepalai oleh kepala dusun, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 tahun 1981.
2002 digitized by USU digital library
17
Kepala dusun adalah unsur pelaksana tugas kepala desa dengan wilayah kerja tertentu. Kepala Dusun diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala daerah Tingkat II atas usul Kepala Desa. Dengan gambaran tersebut diatas maka dapatlah dikatakan bahwa perangkat pemerintah desa mempunyai tugas serta peranan yang sangat penting dalam terlaksananya pemerintahan desa yang menyangkut masalah pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat desa, sehingga pembangunan nasional dapat terwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat pedesaan khususnya. C. Pembangunan Desa Sejak dahulu di Indonesia telah ada satuan-satuan masyarakat kecil yang menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. (Bayu Suryaningrat; 1976 : 4). Selanjutnya sesuai dengan perkembangan jaman desa terus berkembang dan menjadi perhatian utama di banyak negara-negara berkembang. Untuk itu pembangunan desa mau tidak mau harus dilaksanakan dalam rangka pengentasan kemiskinan masyarakat. Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan pembangunan masyarakat desa adalah meninggikan taraf penghidupan masyarakat desa dengan jalan melaksanakan pembangunan yang integral dari masyarakat desa, berdasarkan asas kekuatan sendiri serta asas pemufakatan bersama antara anggota-anggota masyarakat desa dengan bimbingan serta bantuan alat-alat pemerintah yang bertindak sebagai suatu keseluruhan dalam rangka kebijaksanaan umum yang sama. Pembangunan desa ditujukan untuk segenap masyarakat, dengan demikian pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat desa. Pembangunan desa bukanlah terfokus dalam satu bidang saja, akan tetapi harus seimbang, serasi dan mencakup segala bidang. Jelasnya dikatakan bahwa keseluruhan kegiatan pembangunan yang berlangsung di pedesaan dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong-royong (Keppres No.21/1989 : 26). Pembangunan desa adalah suatu pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dan didasarkan kepada tugas dan kewajiban masyarakat desa (Agusthoa Kaswata; 1985 : 24). Dari beberapa pendekatan atas pelaksanaan pembangunan desa dapat dikemukakan : a. Pembangunan desa yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya adalah suatu pembangunan akan langsung menyentuh kebutuhan sebahagian besar rakyat Indonesia, dimana lebih dari 80% penduduk bermukim di pedesaan. b. Pembangunan desa mencakup keseluruhan aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat desa, dan terdiri atas sektor dan program yang saling berkaitan yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah melalui berbagai departemen dan non tanggung jawab masing-masing. c. Pembangunan desa mempunyai makna yang lebih hakiki bagi masyarakat Indonesia karena dalam realisasi fisiknya justru bersifat menyeluruh dan menyebar luas keseluruh pelosok pedesaan serta dengan menggali segala potensi dengan menggerakkan partisipasi masyarakat untuk memadukannya. d. Pembangunan desa mempunyai arti yang sangat strategis dalam rangka pembangunan nasional, karena desa beserta masyarakatnya merupakan landasan atau basis dari kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Ini dapat diartikan sebagai titik sentral dari pembangunan nasional, karena pembangunan desa merupakan pembangunan yang langsung 2002 digitized by USU digital library
18
bersangkutan dengan masyarakat yang berada di pedesaan. Semua jenis pembangunan, baik pembangunan sektoral, pembangunan regional maupun pembangunan khusus (inpres), semuanya diarahkan kepedesaan. e. Pada akhirnya pembangunan desa tidak mungkin hanya dilakukan oleh sepihak saja tanpa koordinsasi dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah pusat, daerah sampai pemerintah desa. Dari sini pulalah perlu inisiatif bahwa, beban dan tanggung jawab pembangunan bukanlah tugas ringan, justru berhasil tidaknya pembangunan desa akan berakibat langsung kepada kehidupan dan penghidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan melihat pendekatan pembangunan desa yang dilaksanakan oleh warga desa maka pembangunan desa dapat dilihat sebagai suatu proses dan metode. Dikatakan sebagai proses kare memperlihatkan jalannya proses perubahan yang berlangsung dari cara yang tradisional ke arah yang lebih maju dan lebih menekankan kepada aspek perubahan yang terjadi pada masyarakat, baik yang menyangkut aspek sosial maupun aspek pisikologisnya. Dan sebagai metoda berarti bahwa pembangunan desa akan mengusahakan agar masyarakat berkemampuan dan sumber-sumber yang mereka miliki. Dalam pelita VI dikatakan bahwa : pembangunan desa adalah usaha pembangunan dari masyarakat pada unit pemerintahan terendah yang harus dilaksanakan dan dibina secara terus menerus, sistematis dan terarah sebagai bagian penting dalam usaha pembangunan negara yang menyeluruh (Depdagri Dirjend Bangdes; 1981 : 12). Pembangunan desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di pedesaan dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terus menerus dengan mengembangkan swadaya gotong-royong (I. Nyoman Beratha; 1982 : 71). Berdasarkan uraian-uraian diattas maka dapat dikatakan bahwa pembangunan desa dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan imbangan kewajiban yang serasi antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah wajib memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan dan fasilitas yang diperlukan, sedangkan masyarakat memberikan partisipasinya dalam bentuk swakarsa dan swadaya gotong-royong masyarakat pada setiap pembangunan yang diinginkan. Partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan tersebut diwujudkan melalui Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dan program pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Dengan demikian jelaslah didalam melaksanakan pembangunan desa, prakarsa dan swadaya gotong-royong masyarakatlah yang utama yang memegang faktor kunci dalam mencapai keberhasilan pembangunan desa tersebut. Pemerintah hanyalah membimbing, mengawasi, menumbuhkan dan mengembangkan prakarsa dan swadaya serta inisiatif dari masyarakat dengan jalan memberi bantuan baik material, saran, prasarana maupun dalam peningkatan kecakapan dan penyelenggaraan kursus-kursus serta latihan-latihan kerja. Jadi jelaslah bahwa pembangunan desa tersebut dilaksanakan dari, oleh dan untuk masyarakat desa itu sendiri sehingga keberhasilan pembangunan desa tersebut ditentukan oleh dan dari masyarakat itu sendiri dengan melihat rasa tanggung jawab didalam mambangun desanya.
2002 digitized by USU digital library
19
BAB III PENUTUP Kepala Desa meskipun sebagai pimpinan di desa yang harus mampu mempelopori pembangunan harus didukung oleh masyarakatnya. Kepala Desa harus mampu meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat, kepala desa harus mampu menggerakkan masyarakatnya agar sadar lingkungan, mampu mengembangkan usaha ekonomi desa dan mengembangkan keuangan desa. Sebagai pembuat kebijaksanaan bersama-sama dengan lembaga-lembaga lain yang dibentuk, Kepala Desa juga sekaligus sebagai pelaksana kebijaksanaan dan melakukan pembinaan dan pengawasan pembangunan di desanya. Agar pembangunan yang diharapkan dapat terwujud, maka Kepala Desa harus mampu menggerakkan masyarakat agar berpartisipasi dan mempunyai kesadaran yang cukup tinggi dalam rangka membangun desanya.
2002 digitized by USU digital library
20
DAFTAR PUSTAKA Bayu Surjaningrat, Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan, Aksara Baru, Jakarta, 1985. Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar AdministrasiPembangunan, LP3ES, Jakarta, 1986. Departemen Dalam Negeri Dirjen Bangdes, Himpunan Peraturan-Peraturan Tentang LKMD, Jakarta, 1981. F.X.Siola, Pembangunan dan Pengembangan Desa Terpadu, Usaha Nasional, Surabaya, 1985. Koentjaraningrat, Masalah-Masalah Pembangunan, LP3ES, Jakarta 1984. LAN, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Haji Mas Agung, Jakarta, 1993. Soewarno Handajaningrat dan R. Hindratmo, Landasan dan Pedoman Kerja Administrasi Pemerintahan Daerah, Kota dan Desa, Gunung Agung, Jakartaa, 1984. Soetarjo, K. Desa, Balai Pustaka, Jakarta, 1984. Suwarsono dan Alvin Y.SO, Perubahan Sosial dan Pembangunan Indonesia, PL3ES, Jakarta, 1991. Suwigno, Administrasi Pembangunan Desa dan Sumber-Sumber Pendapatan Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986. Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Bina Aksara, Jakarta, 1984. --------, Pembangunan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1990.
2002 digitized by USU digital library
21