Analisis Pemberhentian Anggota Direksi Perseroan Terbatas Menurut Hukum Perusahaan Indonesia Dikaitkan Dengan Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia( Studi putusan Mahkamah Agung No. 197 K/Pdt.Sus/2010 Antara PT. National Utility Helicopter Melawan Ridwan Ramli)
Priya Lukdani., Yetty Komalasari, Melania Kiswandari Program Kekhususan Hukum Tentang Kegiatan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai masalah sifat hubungan hukum antara Direksi dengan Perseroan Terbatas. Apakah pemberhentian Direksi Perseroan Terbatas dari jabatannya sebagai Direksi adalah juga merupakan pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Permasalahan yang dikaji adalah mengenai sifat hubungan hukum (legal nature) antara Direksi dengan Perseroan Terbatas, serta status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai anggota Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hasil temuan penelitian terhadap permasalahan-permasalahan tersebut adalah terdapat tiga (3) konsep sifat hubungan hukum antara Direksi dengan Perseroan Terbatas yaitu, konsep ketenagakerjaan, konsep perwakilan dan konsep kombinasi antara perwakilan dan ketenagakerjaan. Mengenai status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah terdapat dua kemungkinan apakah Ridwan Ramli berasal dari internal (pemegang saham/pekerja) atau eksternal Perseroan Terbatas. sedangkan Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan status hukum Ridwan Ramli setelah pemberhentian tersebut adalah masih sebagai pekerja di PT.National Utility Helicopter. Pemberhentian seseorang sebagai pekerja diatur secara detil meliputi sebab yang sah bagi putusnya hubungan kerja, prosedur pemutusan hubungan kerja sampai dengan akibat hukum berupa kompensasi atas putusnya hubungan kerja tersebut dalam bentuk paket pesangon. Kata Kunci : Sifat hubungan hukum Direksi, akibat hukum penurunan Direksi
Abstract This thesis discusses the nature of the problem with the legal relationship between the Board of Directors with Limited Liability Company. Whether the dismissal of the Board of Directors from 1
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
his position as Directors is also a termination of employment under the labor Act. This study uses normative legal research. Problem studied is the nature of the legal relationship (legal nature) between the Board of Directors of the Limited Liability Company, as well as the legal status Ridwan Ramli once dismissed as a member of the Board of Directors pursuant to the Limited Liability Company Act and the labor Act. The findings of research on these issues is that there are three (3) concept of legal nature of the relationship between the Board of Directors of the Limited Company namely, employment concept, the concept of representation and the concept of combination between representation and employment. Ridwan Ramli legal status after being laid off as the Board of Directors pursuant to the Limited Liability Company Act is there are two possibilities whether from internal Ridwan Ramli (shareholder / employee) or external Company Limited. while Under the Labor Act Ridwan Ramli legal status after the dismissal is still a worker in PT.National Utility Helicopter. Dismissal of a person as an employee includes a detailed set of legitimate reasons for the breakup of work, termination procedure due to the legal form of compensation for the breakup of work in the form of severance packages. Keywords: The nature of the legal relationship of Directors, the legal effect of the decline of Directors I. PENDAHULUAN Masyarakat dalam menjalani usaha melalui perusahaan banyak yang memilih bentuk usaha berbentuk Perseroan Terbatas.1 Krisis sosial, ekonomi dan politik berkepanjangan yang menimpa Indonesia dan belahan dunia lainnya berdampak kepada dunia usaha sehingga pada ahirnya banyak Perseroan Terbatas yang dipailitkan atau dibubarkan. Keadaan demikian tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal saja, namun faktor internal juga sangat mempengaruhi sehat atau tidaknya suatu Perseroan Terbatas. Faktor internal berarti Perseroan Terbatas dengan segala perangkat dan organ-organnya harus dapat mengelola kegiatan Perseroan Terbatas dengan baik dan sesuai etos atau standar kerja yang berlaku serta sejalan dengan keputusan/kebijakan yang telah diputuskan oleh Perseroan Terbatas, baik yang berasal dari keputusan pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham maupun dari Direksi/ Dewan Komisaris2. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
1
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003), hal.1. Fitri, Irmawati “Aspek Hukum Penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perusahaan Publik” (Tesis Magister Univeritas Indonesia, Jakarta, 2005), hal. 2. 2
2
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
terbagi dalam saham3, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sehingga
sebagai badan hukum
4
mempunyai ciri-ciri : a. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut b. Memiliki hak-hak dan kewajiban yang terpisah dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjalankan kegiatan badan-badan tersebut c. Memiliki tujuan tertentu d. Berkesinambungan (memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaanya tidak terikat pada orang-orang tertentu, karena hak-hak dan kewajiban-kewajibannya tetap ada meskipun orang-orang yang menjalankannya berganti. Walaupun Perseroan Terbatas adalah subjek hukum, dalam kenyataannya dijalankan oleh organ-organ Perseroan Terbatas berupa Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan Komisaris5 dan Direksi6. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan Terbatas yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar Perseroan Terbatas.7 Sesuai dengan namanya RUPS merupakan organ dimana para pemegang saham membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan Perseroan Terbatas. RUPS merupakan salah satu organ Perseroan Terbatas selain Dewan Komisaris dan Direksi yang menurut undangundang No. 1 tahun 1995 memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Dewan Komisaris atau Direksi8.
3
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN 106 Tahun 2007, TLN NO. 4756, Pasal.1 angka 1. 4 Mochtar Kusumaatmaja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I. (Bandung : Alumni, 2000), hal. 82-83 5 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, pasal 1 angka 6 Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 6 Ibid, pasal 1 angka 5 Direksi adalah Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 7 Ibid, pasal 1 angka 4 8 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 1 Tahun 1995, Pasal 1 angka 4
3
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Dalam undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas9, menyatakan ketiga organ itu berkedudukan dari atas ke bawah, dengan kekuasaan yang berpuncak pada Rapat Umum Pemegang Saham, dengan Dewan Komisaris berada dibawahnya, dan yang paling bawah adalah Direksi.10 Jika Dewan Komisaris dan Direksi mempunyai kekuasaan, maka kekuasaan itu dianggap tidak lain berasal dari limpahan Rapat Umum Pemegang Saham, maka perintah tersebut dianggap mengikat yang harus dipatuhi oleh Dewan Komisaris dan Direksi.11 Ketentuan mengenai RUPS sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan Terbatas telah dihilangkan dalam Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Kedudukan RUPS sebagai salah satu organ dalam Perseroan Terbatas adalah sama dengan organ perseroan yang lain seperti Dewan Komisaris dan Direksi12. RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi adalah sejajar. Artinya yang satu tidak lebih tinggi dari yang lain. Masing-masing memiliki tugas dan wewenangnya sendiri-sendiri menurut anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan13. Maksudnya agar tercipta check and balance, sebagai jaminan terciptanya “pengelolaan pengurusan yang baik” (good corporate gorvernance).14 Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan Terbatas yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.15 Menurut UUPT Dewan Komisaris diberikan kewenangan untuk memberhentikan Anggota Direksi sementara waktu yang kemudian diputuskan oleh RUPS.16 Direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.17 Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang saham yang akan bekerja 9
Diundangkan pada tanggal 7 maret 1995, merupakan sebagai pengganti dari ketentuan tentang Perseroan Terbatas yang termuat dalam Kitab Undang-Undang hukum Dagang, (KUHD, Wetboek van Koophandel, staatsblad 1847-23). Dikutip dari I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Undang-Undang dan Peratran Pelaksanaan UndangUndang Di Bidang Usaha, cet. 1, (Jakarta : Mega Poin, 2000), hal. 8-9. 10 Rudhi Prasetya, Teori & Praktik Perseroan Terbatas (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal. 40. 11 Ibid. 12 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta : Jala Permata Aksara, 2009), hal. 97. 13 Rudhi Prasetya, op. cit., hal 40. 14 Ibid. 15 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, pasal 1 angka 6. 16 Ibid, pasal 106 17 Ibid, pasal 1 angka 5.
4
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
untuk kepentingan Perseroan Terbatas.18 Direksi memberikan pertanggung jawabannya dalam bentuk laporan keuangan kepada RUPS, yang lebih dahulu sudah harus disetujui dan atau melalui komisaris, yaitu dengan jalan komisaris diminta ikut menandatangani laporan keuangan yang bersangkutan.19 Ibarat sebuah kapal yang berlayar, Direksi adalah nahkoda kapal yang dapat menghantar seluruh penumpangnya ke tempat tujuan dengan selamat atau bahkan menenggelamkan kapal itu.20 Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.21 Hal ini menunjukan bahwa para pemegang saham melalui RUPS memiliki kewenangan untuk memberhentikan Direksi kapan saja mereka berkeinginan untuk itu. Meskipun RUPS mempunyai kewenangan untuk memberhentikan anggota Direksi, itu tidak berarti RUPS dapat semena-mena memecat anggota Direksi. Kepada anggota Direksi yang hendak diberhentikan harus diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.22 Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap Perseroan Terbatas, Direksi bertanggung jawab terhadap Perseroan Terbatas dan para pemegang saham Perseroan Terbatas atas segala tindakannya yang berhubungan dengan Perseroan Terbatas, serta tanggung jawabnya terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan Perseroan Terbatas.23Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk Direksi, di satu sisi Direksi diperlakukan sebagai penerima kuasa dari Perseroan Terbatas untuk menjalankan Perseroan Terbatas sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan Perseroan Terbatas sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas namun di sisi lain diperlakukan sebagai karyawan Perseroan Terbatas dalam hubungan atasan-bawahan yang mana berarti Direksi tidak diperkenakan untuk melakukan sesuatu yang tidak atau bukan menjadi tugasnya.24 Mengingat Direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas, baik di dalam maupun 18
Fitri, Irmawati, op. cit., hal. 2. Rudhi Prasetya, op. cit., hal 32. 20 Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Edisi Kedua), cet I, (Bogor: Ghalia Indonesia 2008), hal. 2. 21 Ibid, pasal 105 ayat (1). 22 Ibid, pasal 105 ayat (2). 23 Ahmad Yani, et al., Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), hal. 19
98.
24
Kurniawan, Tanggung Jawab Direksi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Bedasarkan UndangUndang Perseroan Terbatas, Mimbar Hukum, Volume. 24, Nomor 2, Juni 2012, hal. 220-221.
5
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar,25 maka muncul pertanyaan bagaimana hubungan hukum Direksi dengan Perseroan Terbatas, apakah Direksi diperlakukan sebagai penerima kuasa dari Perseroan Terbatas atau Direksi diperlakukan sebagai karyawan Perseroan Terbatas melalui hubungan atasan bawahan. Sehubungan dengan hal diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pemberhentian atau perubahan anggota Direksi dalam kasus antara PT. National Utility Helicopter (“NUH”) dan Ridwan Ramli selaku mantan anggota Direksi dari PT tersebut, yang mana hubungan hukum antara Ridwan Ramli dan PT. NUH pada awalnya adalah hubungan kerja, dengan didasari kemampuan dan prestasi kerja yang dimiliki Ridwan Ramli maka PT.NUH mengangkat Ridwan Ramli sebagai Direksi dengan tugas dan tanggung jawab di bidang keuangan pada tahun 2002, dan telah disetujui dalam RUPS tanggal 30 November 2001 yang tertuang dalam akta No. 14 Tahun 2002. Pada perkembangan selanjutnya sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselengarakan pada tanggal 18 Desember 2008, telah diputuskan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009, Ridwan Ramli diberhentikan dari jabatannya sebagai anggota Direksi. Sehubungan dengan hal tersebut pada tanggal 10 Februari 2009, telah diadakan suatu pertemuan diantara PT. NUH dengan Ridwan Ramli, yang sebagaimana menurut pihak Ridwan Ramli telah terjadi perselisihan hubungan industrial. Sebagai dari akibat perselisihan tersebut dan tidak tercapainya perdamaian dalam tahap negoisasi dan mediasi, maka pihak Ridwan Ramli mengajukan gugatan terhadap perselisihan tersebut atas dasar pemutusan hubungan kerja kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pemberhentian Direksi Perseroan Terbatas dari jabatannya sebagai Direksi adalah juga merupakan pemutusan hubungan kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan-permasalahan yang menjadi fokus penelititan dan pengkajian skripsi ini adalah: 1. Bagaimana sifat hubungan hukum (legal nature) antara Direksi dengan Perseroan Terbatas ? 2. Bagaimana status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai anggota Direksi menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung NO. 197 K/PDT. SUS/2010 ) ? 25
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, pasal 1 angka 5.
6
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
II. Kedudukan Direksi dalam Suatu Perseroaan Terbatas Perseroan Terbatas menurut undang-undang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undangundang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaanya. Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka Perseroan Terbatas adalah badan hukum. Badan hukum (rechtpersoon, legal persons, persona moralis) adalah subjek hukum.26 Pengertian badan hukum (rechtpersoon) menurut Utrecht adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia dan menjadi bagian penting pergaulan hukum karena badan itu mempunyai kekayaan (vermongen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu berupa korporasi.27 Adapun pengertian badan hukum menurut subekti adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan, seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau mengugat di depan hakimhakim.28 Perseroan Terbatas menjadi badan hukum, setelah akta pendirian yang didirikan oleh dua orang atau lebih, dengan akta notaris29 yang dibuat dalam bahasa Indonesia, mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Menkeh).30 Setiap Perseroan Terbatas mempunyai orang yang diangkat untuk menjalankan usaha-usaha, yang dikenal sebagai Direktur. Mereka bertindak atas nama dan demi kepentingan Perseroan Terbatas, berbeda dengan orang Perseorangan (Natural Person), karena Perseroan Terbatas suatu artificial person31, maka Perseroan Terbatas mutlak memerlukan Direksi sebagai wakilnya. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatakan Direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan 26
Chidir Ali, Badan Hukum (Bandung : Alumni, 1999), hal. 18. Ibid., 28 Ibid., hal, 19. 29 Dibuat dengan akta notaris yang berarti harus dibuat secara otentik, tidak boleh dibawah tangan melainkan dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum, dan dalam bahasa Indonesia, bukan dalam bahasa inggris atau bahasa lain. Hal ini tidak berarti tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya (Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) 30 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal.7 ayat 1. 31 An entity, such as a corporation, created by law and given certain legal rights and duties of a human being; a being, real or imaginary, who for purpose of legal reasoning is treated more or less as a human being. Black’s Law Dictionary, page 1162. 27
7
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Perseroan Terbatas untuk kepentingan dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar32. Anggota Direksi adalah pengurus Perseroan Terbatas yang menjalankan fungsi manajerial; merupakan organ atau alat perlengkapan dari badan hukum,33 artinya setiap orang baik warga Negara Indonesia atau orang asing dapat menjadi Direksi suatu Persroan Terbatas apabila memenuhi syarat-syarat perundang-undangan. Oleh karena Perseroan Terbatas adalah asosiasi modal (dimungkinkan untuk mempunyai modal yang sangat besar dan pemegang saham yang sangat banyak) maka pengurus yang menjalankan Perseroan Terbatas haruslah seorang professional (tidak harus dikaitkan pengurus tersebut dengan pemegang saham).34 Direksi sebagai pengurus Perseroan Terbatas, adalah “pejabat” Perseroan Terbatas. Jabatannya adalah anggota Direksi atau Direktur Perseroan (a Director is an officer of the company).35 Untuk menjabat sebagai seorang Direksi dalam suatu Perseroan Terbatas tidaklah perlu ia adalah pemegang saham, yang terpenting adalah ia harus mampu untuk memimpin Perseroan Terbatas dan mempunyai kemampuan manajerial yang tinggi.36 Untuk mengetahui hubungan hukum Direksi dengan Perseroan Terbatas terdapat tiga (3) pendapat yaitu : 1. Hubungan ketenagakerjaan.37 Pendapat ini menyatakan bahwa disini ada hubungan subordinasi, hubungan antara atasan dengan bawahan. Konsekuensi lebih lanjut dari
32
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 1 butir 5. Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hal. 60. 34 Rudhi Prasetya, op. cit., Hal. 17. 35 MC. Oliver and EA Marshal, Company Law, Eleventh Edition, (The M & E Handbook Series, 1991), hal. 271. 36 Sebagai contoh : Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 Tentang Bank Umum, disyaratkan bahwa jumlah anggota Direksi Bank Umum sekurang-kuranganya 2 (dua) orang. Lalu disebutkan bahwa sekurangkurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Direksi harus berpengalaman di bidang perbankan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun. 37 “in a free-enterprise, privat property system, a corporate executive is an employee of the owners of business. He has direct responsibility to his employers.”Milton Friedman, The social Responsibility of Business is to Increase its profit’, The New York Times Magazine, 13 September 1970,dikutip dari Teddy Anggoro op. cit., http://www.colorado.edu/studentgroups/libertarians/issues/friedman-soc-resp-business.html diakses pada tanggal 6 April 2013. 33
8
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
hubungan ini anggota Direksi harus tunduk terhadap Perseroan Terbatas selaku majikan.38 2. Hubungan hukum perwakilan (volmacht), pendapat ini dengan secara spesifik mengambil jenis perwakilan yang disebut (bewindvoder).39 Anggota Direksi mewakili Perseroan Terbatas dalam mengurus dan memelihara Perseroan Terbatas. Dia yang diberi wewenang oleh Perseroan Terbatas melalui RUPS untuk mengurus dan memelihara Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas dengan mengacu pada anggaran dasar.40 3. Hubungan hukum kombinasi antara hubungan ketenagakerjaan (karena menerima gaji) dan hubungan pemberi kuasa/volmacht, karena mewakili Perseroan Terbatas.41 Ruang lingkup hubungan pemberi kuasa tersebut ditentukan oleh isi volmacht itu sendiri. Apabila volmacht hanya dirumuskan dalam rumusan yang umum, maka volmacht hanya akan berisi kewenangan mengenai perbuatan pengurusan saja.42 Padahal anggota Direksi itu tidak hanya berwenang mengurus (beheer daden) Perseroan Terbatas tetapi juga berwenang untuk menguasai atau memelihara (beschikking daden) Perseroan Terbatas.43 Menurut sistem hukum Indonesia hubungan antara Direksi dengan Perseroan Terbatas adalah bersifat kontraktual. Artinya, antara Perseroan Terbatas dengan Direksi tidak terdapat suatu kontrak tertentu, tetapi oleh hukum “dianggap” ada kontrak pemberian kuasa.44 Konsekuensi yuridisnya, Direksi sebagai pemegang kuasa tidak boleh bertindak melebihi dari 38
Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal Di Indonesia,(Bandung :Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 87. 39 Bewindvouder adalah Pengelola suatu property untuk kepentingan orang lain dan pihak ketiga (beneficiary), secara konsep memiliki kesamaan dengan konsep Trust dalam Common Law, yang membedakan adalah Trustee mempunyai kewenangan megelola atas dasar legal owner title yang diberikan oleh hukum Common Law atas kekayaan trust, sedagkan bewinvoerder keweangan mengelola itu timbul atas dasar hubungan perwakilan atas kuasa. Teddy Anggoro op. cit., hal 35. Sebagaimana dikutip dari Robert T. Kimborough, Summary of American Law. Leaderman Jass 1996, The Hand Book Of Asset Backed Securities. Clevland Ohio, 1974., hal. 2. 40 Nindyo Pramono op. cit., 91. 41 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Bentuk-Bentuk Perusahaan, (Jakarta : Djambatan), 2007, hal. 91. 42 Rudhi Prasetya, op. cit., Hal. 72. 43 Rudhi Prasetya, op. cit., Hal.19-20. 44 Munir Fuady (ii), Hukum Perusahaan, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,2002), hal. 93.
9
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
kekuasaan yang diberikan kepadanya, melainkan disesuaikan dengan kekuasaan tertentu sebagaimana terdapat dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Apabila Direksi bertindak melampaui wewenang yang diberikan kepadanya tersebut maka Direksi tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika Perseroan Terbatas yang bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak cukup oleh harta Perseroan Terbatas (harta pailit), maka Direksipun ikut bertanggung jawab secara renteng.45 Selanjutnya perlu untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya pengaturan tentang anggota Direksi Perseroan Terbatas dari sisi hukum ketenagakerjaan berdasarkan ketentuanketentuan dalam undang-undang ketenaga kerjaan. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, Direksi adalah organ Perseroan Terbatas, yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar46. Adapun Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenal istilah Pengusaha, yang diartikan sebagai47: 1. Orang perseorangan, perekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3. Orang pereorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Adapun pekerja di sisi lain, yang didefinisikan sebagai setiap orang yang bekerja dan menerima upah dalam bentuk lain.48 Untuk dapat disebut sebagai pekerja, seseorang harus memiliki hubungan kerja, yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja yang didasarkan pada suatu perjanjian kerja antara dirinya dengan unsur-unsur perjanjian kerja atau lebih dikenal dengan esensialia perjanjian kerja. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak
45
Ibid., hal. 93. Ibid., Pasal 1 butir 5. 47 Indonesia, undang-undang tentang ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003 pasal 1 butir 5. 48 Ibid., Pasal 1 butir 3 46
10
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban.49 Perjanjian kerja menurut pasal 1601a Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, pengusaha, selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah. Perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha tetap dilihat sebagai sebuah perjanjian yang terikat. Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yan seluas-luasnya kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.50 Perjanjian kerja harus berdasarkan atas pernyataan kemauan yang bersepakat. Dari pihak pekerja, kemauan yang ditanyakan dan menyatakan untuk bekerja pada pihak pengusaha dengan menerima upah dan dari pihak pengusaha kemauan yang dinyatakan dan menyatakan akan memeperkejakan pekerja itu dengan membayar upah.51 Di samping kemauan yang sepakat antara kedua belah pihak, harus pula ada persesuaian antara pernyataan kehendak dan kehendak yang dinyatakan itu sendiri serta kehendak itu harus dinyatakan secara bebas dan sunguh-sungguh.52 Bertitik tolak dari paparan di atas, Direksi sebagaimana terdapat pengaturannya dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas lebih mendekati pengertian pengusaha daripada pekerja. Pandangan demikian diperoleh berdasarkan hal-hal berikut ini: 1. Sumber Status Hukum Direksi Sumber status hukum Direksi berdasarkan pengangkatannya sebagai Direksi melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)53, bukan pekerjaan yang diperoleh dari perjanjian kerja. 2. Kewenangan Direksi Direksi mempunyai serangkaian pekerjaan dan tugas-tugas yang harus mereka laksanakan dengan berpegang teguh pada anggaran dasar dan guna tercapainya tujuan didirikannya Perseroan Terbatas terebut selain tentunya mencari keuntungan sebesarbesarnya. Dalam tujuan Perseroan Terbatas dapat juga mereka mengambil inisiatif guna mewujudkan kepentingan Perseroan Terbatas. Tentunya hal ini harus dalam batas-batas yang diperbolehkan serta dalam ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Jelas unsur 49
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan : Bidang Hubungan Kerja, Cet VI, (Jakarta : Djambatan, 1987), hal,
1.
50
Subekti, Hukum Perjanjian, cet IV (Jakarta: PT. Intermasa, 1979), hal. 13. Yamitema T.J. Laoly, op. cit., hal. 22. 52 Iman Soepomo, op. cit., hal. 115-116. 53 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 94. 51
11
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
perintah tidak terakomodir dari jabatan seorang Direksi. Direksi, Komisaris dan RUPS merupakan organ Perseroan Terbatas. Perbedaan diantara ketiganya adalah pada tugas, kewajiban dan wewenang yang seluruhnya diatur baik dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas maupun anggaran dasar dari Perseroan Terbatas itu sendiri. 3. Sifat Sub Ordinatif dalam Hubungan Kerja Direksi adalah organ Perseroan Terbatas, yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas serta mewakili Perseroan Terbatas, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar54. Keleluasan yang cukup dalam pengurusan dan bertindak untuk dan atas nama Perseroan Terbatas. Berbeda dengan pekerja. Ada orang di bawah pimpinan orang lain adanya pimpinan orang lain yang berarti ada unsur wewenang perintah. Dalam perjanjian kerja unsur wewenang perintah ini memegang peranan pokok sebab tanpa adanya unsur wewenang perintah, berarti bukan perjanjian kerja. Adanya unsur wewenang perintah berarti antara kedua belah pihak ada kedudukan yang tidak sama. Kedudukan yang tidak sama ini diatur ada sub-ordinasi artinya ada pihak yang kedudukannya di atas (yang memerintah) dan ada pihak yang kedudukannya di bawah (yang diperintah)55. 4. Fungsi Upah dan Tunjangan Direksi Upah sebagai Imbal jasa, termasuk juga tunjangan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham.56 Ketentuan besarnya gaji dan tunjangan Direksi ditetpakan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham dalam menentukan gaji dan tunjangan Direksi, dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris. Dalam hal kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham dilimpahkan kepada Dewan Komisaris, besarnya gaji dan tunjangan ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. Sedangkan pekerja dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah ditetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup yang layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.57
54
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 1butir 5. Djumadi op. cit. 56 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 96 ayat (1). 57 Indonesia, undang-undang tentang ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003 pasal 88 ayat (4). 55
12
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
III. Metode Penelitian Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian normatif atau penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara menelusuri dan menganalisis bahan pustaka dan dokumen yang berhubungan dengan substansi penelitian.58 Dalam menulis skripsi ini, penulis mewujudkan penulisan dalam bentuk penelitian deskriptif, yang merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan sifat suatu gejala atau kelompok tertentu59 yang dimaksudkan untuk memberikan data atau informasi mengenai Sifat dan hubungan hukum anggota Direksi dengan Perseroan Terbatas dan proses pemberhentian Direksi dikaitkan dengan Pemutusan Hubungan Kerja Menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan.60 Data sekunder ini terdiri dari : a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan perundangundangan yang berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat.61 Dalam penelitian ini bahan hukum yang akan dipakai adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan putusan hakim yang sudah berkekuatan tetap yaitu Putusan Mahkamah Agung perkara No. 197 K/PDT. SUS/2010 b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang kesemuanya berhubungan dengan Hukum Perseroan Terbatas dan Hukum Perburuhan Beberapa buku yang penulis gunakan adalah, buku berjudul Teori dan Praktik Perseroan Terbatas,62 didalam buku ini dijabarkan mengenai mengenai teori dan pendapat para ahli, dan bagaimana dalam praktiknya, buku lain yang penulis gunakan adalah Hukum Perseroan Terbatas,63 didalam buku ini dijabarkan mengenai filosofi dari ketentuan undang-undang, membandingkan ketentuan antara UU 58
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet. 8, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 14. 59 Mamudji et al, op. cit., hal. 4. 60 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji op. cit., hal. 28. 61 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hal.52 62 Rudhi Prasetya, op. cit., 63 Binoto Nadapdap, op. cit.,
13
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
No.40 tahun 2007 dengan UU No. 1 tahun 1995. Selain itu buku lain yang penulis gunakan adalah Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT,64 didalam buku ini menjelaskan pedoman bertindak bagi direksi dan komisaris serta menjelaskan pemberlakuan tanggung jawab pribadi pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris menurut UUPT c. Bahan hukum tertier Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.65 Bahan hukum tersier memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. Beberapa bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah kamus yang berjudul Oxford advanced Learner’s Dictionary of Current English.66 Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis data yang dipergunakan yaitu data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka atau dari suatu sumber yang sudah dikumpulkan oleh pihak lain, baik berupa bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, putusan Mahkamah Agung No. 197 K/Pdt.Sus/2010, maupun bahan hukum sekunder yaitu buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait dengan topik sebagai referensi penulisan skripsi ini, serta bahan hukum tersier yang terdiri atas kamus hukum seperti yang sudah penulis bahas di atas. Dan ditambah dengan data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau sumbernya.67 Dalam hal ini yaitu melalui pihak terkait dengan pokok-pokok pembahasan topik penulisan hukum ini, yaitu Kuasa Hukum dari pihak PT. National Utility Helicopter dan kuasa hukum dari pihak Bapak. Ridwan Ramli. Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara :
64 Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, cet.1, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008) 65 Soerjono Soekanto op. cit., hal. 52. 66 Sally Wehmeier et.al., Oxford advanced Learner’s Dictionary of Current English (Oxford: Oxford University Press, 2000) 67 Soerjono Soekanto op. cit., hal. 51
14
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Studi kepustakaan dimana data didapat melalui data-data dan keterangan-keterangan dari buku, peraturan perundang-undangan, Putusan Pengadilan, kamus, dan sebagainya.68 Wawancara dimana data diperoleh dengan pertanyaan lepas. Setelah data terkumpul, data diolah
dan
dianalisis
secara
kualitatif
guna
menemukan
jawaban
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. IV. Analisis Hubungan Hukum Anggota Direksi Dari PT. NUH Serta Analisa Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 197 K/PDT.SUS/2010 a. Para Pihak : 1. PT. NATIONAL UTILITY HELICOPTER, yang berkedudukan Di Cilandak Commercial Estate, Building 304, Jl. Raya Cilandak KKO, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada Ari Zulfikar, SH. Dkk. Advokad pada kantor AZP Legal Consultants, berkantor di menara Sudirman Lt. 23, Jalan Jendral Sudirman Kav. 60, Jakarta Selatan, Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; 2. Ridwan Ramli, bertempat tinggal di Jalan Pondok I, Blok N/9, Komplek Bumi Pesanggrahan Mas, Kelurahan Pertukangan, Jakarta Selatan, Termohon Kasasi dahulu Penggugat. b. Fakta Hubungan hukum antara Ridwan Ramli dan PT. NUH pada awalnya adalah hubungan kerja. Dengan didasari kemampuan dan prestasi kerja yang dimiliki Ridwan Ramli maka PT.NUH mengangkat Ridwan Ramli sebagai Direksi dengan tugas dan tanggung jawab di bidang keuangan pada tahun 2002. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT.National Utility Helicopter69, Ridwan Ramli diberhentikan dari jabatannya sebagai Direksi. Setelah Ridwan Ramli diberhentikan sebagai Direksi PT.National Utility Helicopter pada bulan Januari 2009, sesuai dengan Peraturan Perusahaan Ridwan Ramli mengambil cuti panjang selama 1 (satu) bulan pada bulan Januari 2009, setelah menjalani cuti panjang dan ketika hendak kembali bekerja di 68
Ibid, hal 21 yang diselenggarakan pada tanggal 18 desember 2008 di Pasific Place Resident Tower Lantai 28, diputuskan terhitung sejak tanggal 1 januari 2009, Ridwan Ramli diberhentikan dari jabatannya sebagai Direksi. 69
15
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
PT.National Utility Helicopter, Ridwan Ramli mengetahui tidak lagi mendapatkan upah berikut tunjangan di bulan Januari 2009 dari PT.NUH. Dalam pertemuan terahir antara Ridwan Ramli dengan PT.NUH, dimana dalam pertemuan tersebut PT. NUH menyampaikan kepada Ridwan Ramli hal-hal sebagai berikut : a. Telah terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap Ridwan Ramli terhitung sejak 1 Januari 2009 berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT.NUH yang diselenggarakan pada tanggal 18 Desember 2008 b. PT. NUH akan memberikan uang penghargaan/uang jasa/pensiun kepada Ridwan Ramli c. PT. NUH akan menerbitkan mengenai pemutusan hubungan kerja kepada Ridwan Ramli. Dari penjelasan tersebut telah menimbulkan perselisihan hubungan industrial antara Ridwan Ramli dengan PT. National Utility Helicopter. Yang menjadi perselisihan adalah mengenai kebijakan PT. National Utility Helicopter yang menganggap telah terjadi pemutusan hubungan kerja sejak 1 Januari 2009 terhadap Ridwan Ramli dan hanya memberikan uang penghargaan kepada Ridwan Ramli. c. Analisis Terhadap Putusan Terhadap Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 197 K/PDT. SUS/2010 Dilihat Dari Anggaran Dasar, UUPT dan UUTK Dalam putusan ini majelis hakim menguatkan putusan pengadilan negeri Nomor 195/PHI.G/2009/PN.JKT.PST yang menghukum PT. National Utility Helicopter selaku tergugat untuk membayar uang kompensasi sebagai akibat dari pemutusan hubungan kerja kepada Ridwan Ramli secara tunai sebesar Rp. 1.671.000.000 (satu milyar enam ratus tujuh puluh satu juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut : Uang pesangon : Rp 60.000.000 X 16 = Rp 960.000.000; Uang penghargaan masa kerja : Rp 60.000.000 X 3 = Rp 180.000.000; Uang Penggantian Hak : 15% X Rp. 1.140.000.000 = Rp 171.000.000; Gaji/Upah Proses selama 6 bulan
= Rp
360.000.000, sehingga total uang kompensasi yang diterima Ridwan Ramli sejumlah = Rp 1.671.000.000,Permasalahannya adalah terkait pemberhentian Ridwan Ramli sebagai Direksi dan ternyata (berdasarkan pendapat PT. National Utility Helicopter) sekaligus juga 16
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
sebagai pekerja, analisis akan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Apakah pemberhentian sebagai Direksi memang secara otomatis berlaku sebagai pemberhentian yang bersangkutan sebagai pekerja? Dasar hukum apakah yang seharusnya berlaku, dan bilamana mulai diterapkannya? Ridwan Ramli dapat disebut sebagai pekerja karena memiliki hubungan kerja, yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja yang didasarkan pada suatu perjanjian kerja antara dirinya dengan unsur-unsur perjanjian kerja atau lebih dikenal dengan esensialia perjanjian kerja. Hubungan kerja antara Ridwan Ramli dengan PT. National Utility Helicopter adalah pada saat dibuat dan ditandatanganinya perjanjian kerja pada tanggal 5 September 2001 dan mulai bekerja pada tanggal 17 September dengan pembagian kerja sebagai berikut : Unsur Pekerjaan :sebagai Chief Financial Officer/Kepala Bagian Keuangan; Unsur Upah : Rp. 27.500.000,- perbulan; Unsur Perintah : bertanggung jawab kepada Presiden Direktur. Karena dalam perjanjian kerja tersebut tidak ada unsur jangka waktu, maka perjanjian kerja tersebut termasuk dalam jenis perjanjian kerja waktu tidak tertentu.70 Oleh karena perjanjian Ridwan Ramli memenuhi unsur-unsur perjanjian kerja pada umumnya serta telah ditandatangani oleh para pihak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dengan demikian memang telah terjadi suatu hubungan kerja antara Ridwan Ramli dan PT. National Utility Helicopter. Atas hubungan kerja tersebut, Ridwan Ramli memperoleh status kepegawaiannya di PT tersebut sebagai pekerja, yang menjadi dasar pemberian penugasan maupun pengangkatan dalam jabatan lain oleh Pengusaha. Dalam pemekerjaan seseorang, dimungkinkan bahwa yang bersangkutan diberi penugasan tertentu atau dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Demikian halnya dengan Ridwan Ramli, yang semula memiliki jabatan CFO, namun kemudian diangkat sebagai Direktur keuangan. Analisis yang perlu dilakukan adalah tentang pengangkatan Ridwan Ramli dan akibat hukumnya terhadap status kepegawaiannya. Pengangkatan Ridwan Ramli dilakukan melalui (proses & syarat), hal mana telah sesuai dengan 70
Perjanjian kerja waktu tidak tertentu merupakan perjanjian kerja yang tidak ditentukan waktunya, bersifat tetap dan berlaku untuk selamanya sampai terjadi pemutusan hubungan kerja, http://legalakses.com/perjanjian-kerjapkwt-pkwtt/ diakses pada tanggal 1 Juli 2013.
17
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas.71 Terkait pengangkatan tersebut, hukum perusahaan di Indonesia menganut pendapat bahwa ketika seseorang diangkat sebagai Direksi, maka yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan pengurusan dan mewakili Perseroan Terbatas sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.72 Dengan demikian, konsekuensi hukum dari pendapat dan pengaturan tersebut adalah bahwa orang tersebut beralih hubungan hukumnya, dari semula pekerja menjadi (wakil) pengusaha. Di sisi lain, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga mengenal pengertian pengusaha73 sebagai juga wakil pengusaha melalui Pasal 1 butir ke 5 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di sisi lain, status kepegawaiannya sebagai pekerja di PT. National Utility Helicopter secara teoritis masih terus berlangsung/melekat pada diri pekerja yang bersangkutan sepanjang tidak terjadi/dilakukan pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.74 Dengan demikian, pengangkatan Ridwan Ramli sebagai Direksi dipandang sebagai penugasan khusus tertentu/sementara oleh Pengusaha yang tidak menghapuskan statusnya sebagai pekerja. Pemberhentian Ridwan Ramli sebagai Direksi sarat dengan penerapan teoritis dari hukum perusahaan, khususnya Undang-Undang Perseroan Terbatas, dan pada konsekuensi lebih lanjutnya adalah hukum ketenagakerjaan. Pertanyaannya adalah apakah dengan pemberhentian sebagai Direksi maka status kepegawaian yang bersangkutan juga ikut hapus/selesai. 71
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 93 menyebutkan yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah : dinyatakan pailit, menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan Terbatas dinyatakan pailit atau dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. Dalam Pasal 94 dan penjelasannya menyebutkan anggota Direksi diangkat oleh RUPS, kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada organ Perseroan Terbatas lainnya atau pihak lain. 72 Ibid., Pasal 94 ayat (1). 73 Indonesia, undang-undang tentang ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003 pasal 1 butir 5 menjelaskan Pengusaha adalah : Orang perseorangan, perekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 1)Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 2)Orang pereorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 74 Ibid., Pasal 61 menyatakan perjanjian kerja berakhir apabila : a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjajian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
18
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, pemberhentian Ridwan Ramli atau anggota Direksi diatur dalam Pasal 105 ayat (1) yang mengatur keputusan Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan dengan alasan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksi yang ditetapkan dalam undang-undang ini, antara lain melakukan tindakan yang merugikan Perseroan Terbatas atau karena alasan lain yang dinilai tepat oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Penurunan Ridwan Ramli melalui proses Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dan akibat hukumnya telah sesuai dengan pengaturan yang ada dan berlaku saat ini berhenti segala haknya sebagai Direksi yaitu upah/tunjangannya sebagai Direksi dan kewenangannya untuk mewakili Perseroan Terbatas. Adapun berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, sebagaimana juga telah dipaparkan di atas, pemberhentian Ridwan Ramli sebagai Direksi tidak memenuhi syaratsyarat utama suatu pemutusan hubungan kerja terhadap hubungan kerja yang telah terjadi.
Syarat-syarat pemutusan hubungan kerja termaksud adalah apabila Ridwan
Ramli dianggap melakukan pelanggaran/kesalahan, maka harus ada mekanisme pembinaan terlebih dahulu75, namun demikian jika yang bersangkutan dianggap tidak melakukan kesalahan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan berdasarkan mekanisme-mekanisme seperti pengunduran diri pekerja, meninggalnya pekerja, pensiun, pekerja masih dalam masa percobaan kerja.76 Oleh karena itu, seharusnya status kepegawaian Ridwan Ramli belum berakhir dan kalaupun dilakukan pemutusan hubungan kerja maka hal tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meliputi prosedur serta akibat hukum terkait, utamanya adalah pemenuhan paket pesangon yang bersangkutan sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan. Putusan Majelis hakim dalam Putusan No. 195/PHI.G/2009/PN.JKT.PST sudah tepat, karena dalam putusan tersebut sesuai dengn fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa Ridwan Ramli memang terbukti sebagai seorang pekerja bukan sebagai seorang pengusaha. Dikarenakan bahwa hubungan kerja 75
Ibid., Pasal 161 menjelaskan dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. 76 Ibid., Pasal 154 pemutusan hubungan kerja yang tidak diperlukan adanya penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerjaoleh lembaga penyelesaian hubungan industrial.
19
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
antara Ridwan Ramli dan PT. National Utility Helicopter77, yang mana perjanjian tersebut dalam pengangkatannya sebagai Direksi belum pernah dimintai pembatalan atau disepakati untuk dibatalkan. Berdasarkan analisis yang telah diuraikan sebelumnya, terdapat perbedaan paradigma yang cukup signifikan tentang hubungan hukum Direksi dengan Perseroan Terbatas,
menurut
Undang-Undang
Perseroan
Terbatas
dan
Undang-Undang
Ketenagakerjaan. Dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 197 K/PDT. SUS/2010 yang menjadi obyek penelitian dalam skripsi ini, baik Mediator Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Hubungan Industrial maupun Mahkamah Agung secara konsisten menerapkan pendapat bahwa status hubungan hukum pekerja dan Direksi adalah dua hal yang berbeda. Ridwan Ramli memperoleh statusnya sebagai pekerja berdasarkan hubungan kerja akibat perjanjian kerja yang ditandatanganinya dengan perusahaan, sedangkan status Direksinya diperoleh sebagai akibat pengangkatan melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pemberhentian yang bersangkutan sebagai Direksi, tidak serta merta memutuskan hubungan hukumnya sebagai pekerja dengan PT. National Utility Helicopter. Terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan perundang-undanganan Ketenagakerjaan bagi suatu tindakan hukum bidang ketenagakerjaan untuk dapat dinyatakan sebagai pemutusan hubungan kerja. Pemberhentian Ridwan Ramli sebagai Direksi adalah sah sesuai ketentuan hukum perusahaan, khususnya Undang-Undang Perseroan Terbatas, namun demikian pandangan PT. National Utility Helicopter bahwa pemberhentian tersebut sekaligus juga merupakan pemutusan hubungan kerja adalah tidak sah, tidak memenuhi ketentuan hukum ketenagakerjaan. Sehubungan dengan nominal paket pesangon yang dipermasalahkan dalam kasus ini, maka apabila kemudian Ridwan Ramli diputuskan hubungan kerjanya per tanggal 5 November 2009 berdasarkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial termaksud, penghitungan paket pesangonnya sudah sesuai dengan ketentuan UndangUndang Ketenagakerjaan yaitu sesuai dengan Pasal 164 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, karena pemutusan Hubungan Kerja Pekerja tanpa suatu kesalahan menurut kebiasaan yang berlaku selama ini berhak mendapatkan pesangon, yaitu berupa 77
Berdasarkan Perjanjian Kerja tertanggal 5 September 2001.
20
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 berupa total keseluruhan sebesar Rp. 1.671.000 dengan perincian sebagai berikut : Ridwan Ramli memiliki masa kerja selama 7 tahun 6 bulan dengan upah pokok sebesar Rp. 60.000.000,- maka pesangon yang didapatkan Ridwan Ramli adalah 2 x 8 x Rp. 60.000.000 = Rp. 960.000.000. Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu: “Perhitungan uang pesangon … masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah, masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih 9 (sembilan) bulan upah.” Kemudian uang penghargaan masa kerja Ridwan Ramli adalah sebesar 1 x 3 x Rp. 60.000.000 = Rp. 160.000.000. Hal tersebut telah sesuai dengan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu : “Perhitungan uang penghargaan masa kerja … masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah; masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah …” Selanjutnya uang penggantian hak yang diterima Ridwan Ramli sebesar 15 % x Rp. 1.140.000.000 = Rp 171.000.000. Hal tersebut telah sesuai Pasal 156 ayat (4) UndangUndang Ketenagakerjaan yaitu : “Uang penggantian hak … penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.” Bertitik tolak dari hal-hal tersebut diatas, terdapat perbedaan prinsip pengaturan terkait pemberhentian Ridwan Ramli selaku Direksi berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan: a. Pemberhentian Direksi dilakukan berdasarkan keputusan RUPS78 atau cara lain sesuai anggaran dasar, meliputi : permohon berhenti secara tertulis, dinyatakan gila, atau meninggal dunia. Berdasarkan anggaran dasar Perseroan Terbatas, setiap RUPS dapat memberhentikan Direksi. Di sisi lain, dalam hal Direksi adalah karyawan, maka pemutusan hubungan kerjanya dilakukan oleh pengusaha berdasarkan peraturan 78
Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, Pasal 105.
21
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
peraturan dibidang ketenagakerjaan, dalam hal ini Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. b. Pemberhentian Direksi oleh RUPS menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas dilakukan tanpa meminta persetujuan/penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sedangkan pemutusan hubungan kerja dilakukan pengusaha terhadap pekerja setelah mendapat penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.79 c. Dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas tidak diatur bahwa terhadap Direksi yang diberhentikan oleh RUPS akan diberikan uang pesangon sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sebaliknya dalam peraturan tersebut dengan tegas disebutkan bahwa terhadap pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja berhak atas pesangon, uang jasa dan ganti kerugian. d. Pemberhentian Direksi tunduk pada ketentuan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas. Sah tidaknya pemberhentian Direksi tersebut diukur dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Adapun pengakhiran hubungan kerja tunduk pada Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana dalam melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja pengusaha harus terlebih dahulu mendapat penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika tidak maka tindakan pemutusan hubungan kerja tersebut tidak sah atau batal demi hukum. Demikian Direksi bukanlah sebagai pekerja atau karyawan Perseroan Terbatas. Pemberhentian Direksi oleh Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas tidak dapat diperlakukan sama atau dipersamakan dengan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja, maka peraturan ketenagakerjaan yang mengatur tentang pemutusan hubungan kerja tidak dapat menjadi dasar. Oleh karena itu pada Direksi yang diberhentikan oleh RUPS berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas tidak mengatur pemberian uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian. Pemberhentian Direksi tunduk pada ketentuan Undang-Undang Perseroan 79
Indonesia, undang-undang tentang ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003 pasal 152.
22
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Terbatas dan anggaran dasar Perseroan Terbatas, tidak tunduk pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, mengenai pemutusan hubungan kerja. Jadi pengangkatan dan pemberhentian Direksi telah diatur secara tegas dalam anggaran dasar Perseroan Terbatas dan berbeda dengan yang dinamakan sebagai pekerja. Untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan yang sama karena adanya domain hukum tersebut, dan untuk meniadakan atau mengurangi permasalahan hubungan hukum, maka apabila seseorang pekerja diangkat menjadi anggota Direksi, maka seyogyanya diselesaikan dulu semua hak-hak yang bersangkutan sebagai pekerja melalui perundingan (termasuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi dengannya atau berpotensi timbul di kemudian hari). Artinya pekerja yang bersangkutan terlebih dahulu diberhentikan, baik sementara atau dipensiunkan dan dipenuhi hak-haknya berkenaan dengan hubungan kerja, baru kemudian diangakat menjadi anggota Direksi yang memiliki domain hukum dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang berbeda.80
V. Kesimpulan 1. Terapat 3 (tiga) sifat hubungan hukum (legal nature) Direksi dengan Perseroan Terbatas yaitu : hubungan hukum ketenagakerjaan; hubungan hukum perwakilan; dan hubungan hukum kombinasi antara ketenagakerjaan dengan perwakilan. Pada hubungan hukum ketenagakerjaan, anggota Direksi adalah bawahan atau subordinasi dari Perseroan Terbatas. Konsekuensi pendapat ini adalah Direksi bekerja untuk Perseroan Terbatas dan mendapat upah dari Perseroan Terbatas. Pada hubungan hukum perwakilan, disini anggota Direksi mewakili Perseroan Terbatas dalam mengurus dan memelihara Perseroan Terbatas untuk kepentingan Perseroan Terbatas sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas dengan mengacu pada anggaran dasar. Sedangkan pada hubungan hukum kombinasi antara ketenagakerjaan (karena menerima gaji) dan hubungan perwakilan (volmacht), karena mewakili Perseroan Terbatas. Ruang lingkup pemberian hubungan kuasa tersebut ditentukan oleh isi volmacht itu sendiri. Apabila volmacht hanya berisi kewenangan mengenai perbuatan pengurusan saja. Padahal anggota Direksi itu tidak hanya berwenang mengurus Perseroan Terbatas tetapi juga berwenang menguasai 80
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4608/karyawan-diangkat-jadi-direksi, diakses pada tanggal 1 Juli 2013.
23
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
atau memelihara Perseroan Terbatas. Jika dicermati Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Ketenagakerjaan menganut pendapat kedua yaitu hubungan hukum perwakilan karena Direksi sebagai salah satu organ atau perlengkapan Perseroan Terbatas, selain memiliki kedudukan dan kewenangan untuk “mewakili” Perseroan Terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Perseroan Terbatas karena undang-undang, selain itu bersama dengan ke dua organ lainnya yang memiliki tugas, kewajiban dan kewenangan yang berbeda yang seluruhnya diatur dalam undang-undang Perseroan Terbatas maupun anggaran dasar dari Perseroan Terbatas. 2. Status hukum Ridwan Ramli setelah diberhentikan sebagai Direksi menurut UndangUndang Perseroan Terbatas adalah karena Ridwan Ramli status hukumnya berasal dari karyawan Perseroan Terbatas, maka setelah diturunkan dari anggota Direksi status hukumnya kembali lagi menjadi internal (pekerja) PT. Nuh tersebut. Oleh karena itu berlakulah undang-undang ketenagakerjaan terhadap dirinya. Berdasarkan UndangUndang Ketenagakerjaan status hukum Ridwan Ramli setelah pemberhentian tersebut adalah masih sebagai pekerja di PT.National Utility Helicopter. Pemberhentian seseorang sebagai pekerja diatur secara detil meliputi sebab yang sah bagi putusnya hubungan kerja, prosedur pemutusan hubungan kerja sampai dengan akibat hukum berupa kompensasi atas putusnya hubungan kerja tersebut dalam bentuk paket pesangon.
VI. Saran Perlu dilakukan kaji ulang terhadap definisi pengusaha dalam Undang-undang Ketenagakerjaan agar tidak terjadi dualisme pemahaman tentang status hukum seseorang terkait pemberian jabatan-jabatan/penugasan tertentu dalam pelaksanaan pekerjaan. Selanjutnya, dipandang perlu untuk memberikan wawasan pemahaman hukum perusahaan terhadap para petugas pelaksana dilingkungan peradilan hubungan industrial, agar putusan yang dihasilkan lebih sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Refrensi BUKU
24
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Ali, Chaidir. Badan Hukum. Bandung : Alumni, 1999. Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002. Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1992. Fuady, Munir. Perseroan Terbatas Paradigma Baru. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003. Fuady, Munir. Hukum Perusahaan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002. Harahap, M. Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Ichsan, Achmad. Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan. Cet. 4. Jakarta : Pradnya Paramita, 1987. Kusumaatmaja, Mochtar dan Arief Sidharta, B, Pengantar Ilmu Hukum : Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku I. Bandung : Alumni, 2000. Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. MC. Oliver and EA Marshal, Company Law. Eleventh Edition, The M & E Handbook Series, 1997. Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009. Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Bentuk-Bentuk Perusahaan. Jakarta : Djambatan, 2007. Prasetya, Rudhi. Teori & Praktik Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika, 2011. Pramono, Nindyo. Sertifikasi Saham PT. Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997. Rai Widjaya, I.G. Hukum Perusahaan Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Di Bidang Usaha. Cet. 1. Jakarta : Mega Poin, 2000. Subekti. Hukum Perjanjian. Cet.4. Jakarta : PT. Intermasa, 1979. 25
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Soekanto. Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet 8. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Pres, 1986. Soepomo, Imam. Hukum Perburuhan : Bidang Hubungan Kerja. Cet IV. Jakarta : Djambatan, 1987. Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perseroan Terbatas. Bandung : PT. Alumni, 2007. Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT. Cet 1. Jakarta : Forum Sahabat, 2008 Widoyono, Try. Direksi Perseroan Terbatas (Edisi Kedua). Cet. 1. Bogor : Ghalia Indonesia, 2008. Wilamarta, Misahardi. Pertanggungjawaban Direksi dan Komisaris Atas Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perseroan Terbatas Serta Perlindungan Hukum Terhadap Shareholders dan Stakeholders. Depok : Center for Edcation and Legal Studies, 2007. Winardi. Asas-Asas Manajemen. Bandung : Alumni, 1983. Woon, Walter. Company Law. Singapore : Longman Singapore Publisher Pte Ltd, 1998. Yani, Ahmad. Et al., Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999.
INTERNET Kasim,
Umar.
”Karyawan
Diangkat
Jadi
Direksi,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4608/karyawan-diangkat-jadi-direksi, Diakses pada tanggal 1 Juli 2013.
26
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Kusumasari,
Diana.
“Fiduciary
duty
Direksi
dan
Dewan
Komisaris
PT,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4058/fiduciary-duty-direksi-dan-dewankomisaris-pt, diakses pada tanggal 24 Juni 2013. http://legalakses.com/perjanjian-kerja-pkwt-pkwtt/, Diakses pada tanggal 1 Juli 2013. TESIS Anggoro, Teddy. “Akibat Hukum Yang Timbul Karena Tidak Dilakukannya Pemberitahuan Kepada Menteri Oleh Direksi Baru Atas Pengangkatan Dirinya Sendiri,” Tesis Magister Universitas Indonesia. Jakarta, 2009. Irmawati, Fitri. “Aspek Hukum Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Pada Perusahaan Publik”, Tesis Magister Universitas Indonesia. Jakarta, 2005. Susili, Hannywati. “Tanggung Jawab dan Kedudukan Anggota Direksi dan Komisaris Dalam Perseroan Terbatas”, Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. T.J. Laoly, Yamitema, “Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Yang Dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja”, Tesis Magister Universitas Indonesia. Jakarta, 2008.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2006 Tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Komisaris Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Permen BUMN No. PER-03MBU, Tahun 2006. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Upah, PP No. 8 Tahun 1981. Indonesia. Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 1 Tahun 1995. Indonesia. Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007. Indonesia. Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003.
27
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Diterjemahkan oleh Soesilo dan Pramudji R. Jakarta: Wipres, 2007.
JURNAL Kurniawan. (2012). Tanggung Jawab Direksi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Mimbar Hukum, Volume 24.
PUTUSAN Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negri Jakarta Pusat, No. 195/PHI.G/2009/PN.JKT.PST. Putusan Mahkamah Agung, No. 197 K/Pdt.Sus/2010.
28
Analisis pemberhentian..., Priya Lukdan, FH-UI, 2013