Tanggung Jawab Sekutu Atas Perbuatan Melawan Hukum Sekutu Lainnya Dalam Suatu Persekutuan Komanditer (Commanditaire Venootschap) : Studi Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/Pdt.G/PN.Sal Ruth Vinera, Yetty Komalasari Dewi
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Artikel ini membahas tentang tanggung jawab sekutu komplementer lainnya terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh sesama sekutu komplementer dalam suatu Persekutuan Komanditer. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persekutuan Komanditer menganut Aggregate Theory atau teori yang menyatakan bahwa dalam suatu perkumpulan orang yang diutamakan adalah keberadaan orang-orang tersebut atau gabungan orang, bukan kesatuan dari orang-orang tersebut sebagai suatu badan (Entity Theory). Hal ini mengakibatkan Persekutuan Komanditer tidak berstatus badan hukum, keberadaan Persekutuan Komanditer ditentukan oleh para sekutunya, dan hubungan hukum diantara para sekutu tidak terpisahkan. Oleh karena itu, apabila sekutu komplementer melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan Persekutuan Komanditer harus membayar ganti kerugian, maka sekutu komplementer lainnya dapat turut menanggung kerugian tersebut; Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dalam kasus CV. Sinar Patimura Nomor 34/Pdt.G/2011/PN.Sal yang menyatakan bahwa hanya sekutu komplementer CV. Sinar Patimura yang melakukan perbuatan melawan hukum saja yang bertanggung jawab kurang tepat karena sekutu komplementer tersebut melanggar prinsip kesetiaan (duty of loyalty) dan prinsip (duty of care) dengan melakukan penggelapan dan kelalaian dalam pengurusan pembukuan CV. Sinar Patimura. Sekutu komplementer tersebut melanggar kewajibannya berdasarkan janji/ kesepakatan diantara para sekutu untuk setia (duty of loyalty) dan penuh kehati-hatian (duty of care) dalam pengurusan CV. Sinar Patimura sebagaimana tercantum dalam Akta Pendirian CV. Sinar Patimura. Sehingga, sekutu komplementer tersebut telah melakukan Wanprestasi terhadap sekutu komplementer lainnya. Dengan demikian, sudut pandang perbuatan melawan hukum yang digunakan Majelis Hukum PN. Salatiga bahwa sekutu komplementer tersebut melakukan perbuatan melawan hukum kurang tepat Kata kunci: Persekutuan, Persekutuan Komanditer, sekutu, tanggung jawab sekutu, tanggung menanggung, aggregate theory, entity theory, kewajiban, perjanjian, wanprestasi, perbuatan melawan hukum.
Partner’s Liability on the Wrongful Acts (Perbuatan Melawan Hukum) Commited by Fellow Partner in A Limited Partnership (Commanditaire Venootschap) : Case Study Salatiga District Court Decision No. 34/Pdt.G/2011/PN.Sal Abstract This research discusses about the liability of managing partners (beherende venoot) on the unlawful acts (Perbuatan Melawan Hukum) committed by the fellow managing partner (beherende venoot) in a Limited Partnership (Commanditaire Venootschap). Using a normative legal research, the research shows that Limited Partnership
1 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
(Commanditaire Venootschap) is seen as the totality of the partners or consists of people who are bound by an agreement, instead of an entity with a separate legal existence apart from its partners (Entity Theory). This is called Aggregate Theory, Limited Partnership (Commanditaire Venootschap) is not a legal entity that it is considered as an integral part of the partners/ as one unity with the partners. Therefore, if managing partner (beherende venoot) committed an unlawful acts that caused Limited Partnership (Commanditaire Venootschap) to pay amends, fellow managing partner (beherende venoot) is at place to compensate as well; Consideration made by Court Judges District of Salatiga in CV. Sinar Patimura case District Court Decision No. 34/ Pdt.G/2011/ PN. Sal which stated that only the managing partner (beherende venoot ) who has done the unlawful acts that has to take the liability is not precisely right because the managing partner (beherende venoot ) himself breaks the principle of duty of loyalty and duty of care based on the obligation between partners. Akta Pendirian CV. Sinar Patimura has stated duties of partners to act on behalf CV. Sinar Patimura within loyalty and care while that managing partner (beherende venoot) has shown his disloyalty by claiming CV. Sinar Patimura‘s property and has done negligence to his duty on maintaining CV. Sinar Patimura‘s bookkeeping. Therefore, that managing partner (beherende venoot ) himself has done Wanprestasi (breach of contract) to fellow managing partner (beherende venoot ) in CV. Sinar Patimura. Thus in conclusion, the view point of the unlawful acts (Perbuatan Melawan Hukum) used by Court Judges District of Salatiga in this case is not completely right. Keywords: Partnership, Limited Partnership, beherende venoot, partner‘s liability, joint liability, aggregate theory, entity theory, duty, contract, Wanprestasi, Perbuatan Melawan Hukum.
Pendahuluan
Istilah
perusahaan
(bedrijf)
1
dan
perbuatan-perbuatan
mengenai
perusahaan
(bedrijfshandeligen) mulai digunakan setelah berlakunya Staatblad 1938-278 pada 17 Juli 1938.2 Namun, istilah perusahaan (bedrijf) yang digunakan tersebut tidak disertai dengan penjelasan resmi (authentieke interpretie), sehingga Prof. Soekardono mengambil kesimpulan bahwa kekuasaan perundang-undangan berkehendak menyerahkan penetapan pengertian perusahaan kepada dunia keilmuan dan kepada yurispuridensi.3
1
R. Rochmat Soemitro, Himpunan Kuliah-Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, (Bandung: PT. Eresco, 1966), cet. 7. Hal. 37-38. Bedrijf yang berarti kesatuan teknik untuk produksi seperti misalnya Huisvlijt (home insdustry/industri rumah tangga atau rumahan, Nijverheid (kerajinan atau suatu keterampilan khusus), Fabriek (pabrik). 2
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid 1 (Bagian Pertama) (Jakarta: Dian Rakyat, 1993), hal. 16. Terjadi perubahan besar dalam Hukum Dagang dengan Staatblad (Nederland) tahun 1934-347 (Wet tertanggal 2 Juli 1934) yang menghapuskan seluruh Titel 1 dari Buku 1 Wetboek van Koopenhandel yang memuat Pasal 2 sampai 5 mengenai pengertian pedagang dan pengertian perbuatan perniagaan dan sebagai gantinya dimasukkan istilah perusahaan (bedrijf) dan perbuatan-perbuatan mengenai perusahaan (bedrijfshandeligen). Berdasarkan azas konkordasi dalam Pasal 131 Indies Staatsregeling yang berlaku, diadakan pula dengan Staatblad 1938-278 yang berlaku 17 Juli 1938. 3
R. Soekardono, Op. Cit., hal. 18.
2 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada, bentuk asalnya adalah Perkumpulan.4 Perkumpulan yang dimaksudkan disini adalah perkumpulan dalam arti luas, dimana tidak mempunyai kepribadian tersendiri. Perkumpulan dalam dunia perusahaan adalah Persekutuan Perdata, Persekutuan dengan Firma, dan Persekutuan Komanditer. Perkumpulan-perkumpulan tersebut didirikan atas dasar suatu perjanjian antara beberapa orang yang berkehendak mendirikan perkumpulan itu dengan tujuan untuk mencari laba.5 Penulisan ini mengangkat salah satu dari permasalahan yang ada mengenai Persekutuan Komanditer yang telah dipaparkan secara singkat sebelumnya, yaitu mengenai tanggung jawab sekutu komplementer dalam sebuah Persekutuan Komanditer. Permasalahan mengenai adanya dua jenis sekutu dalam Persekutuan Komanditer terkait dengan tanggung jawab hukum yang berbeda pula menjadi perhatian yang cukup menarik. Permasalahan mengenai tanggung jawab sekutu komplementer dalam suatu Persekutuan Komanditer yang akan dibahas adalah Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/Pdt.G/2011/PN.Sal,6 Bagian dalam putusan yang menjadi hal yang menarik untuk diteliti ialah kerancuan mengenai tanggung jawab sekutu komplementer yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, yakni penggelapan terhadap pemasukan Persekutuan Komanditer dan kaitannya dengan sesama sekutu komplementer lainnya yang tidak ikut melakukan perbuatan melawan hukum.
Tinjauan Teoritis
Penulisan ini menggunakan dua teori, yaitu Aggregate Theory dan Teori Perbuatan Melawan Hukum.
4
R.T. Sutantya dan Sumantoro¸Pengertian Pokok Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1992), hal. 9. 5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-Bentuk Perusahaan, cet.10, (Jakarta: Djambatan, 2005) hal. 10. 6
Putusan Pengadilan Negeri No. 34/ Pdt. G/ 2011/ PN.Sal (2011).
3 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Sifat hubungan hukum diantara para sekutu di dalam persekutuan dan terhadap masyarakat ekonomi dengan siapa para sekutu beinteraksi (pihak ketiga) hingga kini masih menjadi perdebatan.7 Teori yang menganggap Persekutuan Komanditer sebagai kumpulan orang adalah contract aggregate, atau partnership theory yang memandang bahwa persekutuan dianggap sebagai kumpulan atau gabungan orang-perorangan atau individu yang menjalankan usaha yang sama. 8 Jika sekutu komplenter bertanggung jawab penuh sampai ke harta pribadi atas semua kewajiban persekutuan, maka persekutuan dipandang sebagai suatu perkumpulan orang. Berdasarkan Aggregate Theory, sekutu adalah pemilik bersama persekutuan dan persekutuan bukan badan yang terpisah dari para sekutunya.9 Hal ini mengakibatkan terciptanya kepentingan bersama atas kekayaan persekutuan, yang disebut dengan ―tenancy of partnership”,yaitu suatu konsep di mana setiap sekutu memiliki secara bersama-sama kekayaan persekutuan.10 Penggunan Aggregate Theory ini juga menciptakan ketentuan yang menyatakan bahwa para sekutu memiliki kewajiban tidak saja kepada persekutuan, tetapi juga kepada para sekutu lainnya dan bertanggung jawab secara bersama pula atas kewajiban persekutuan. 11 Uraian mengenai Aggregate Theory sebelumnya bertujuan untuk menentukan apakah hubungan hukum yang terjadi dengan pihak ketiga mengikat persekutuan atau para sekutu. Menurut Aggregate
7
Yetty Komalasari Dewi, Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Vennootschap (CV) Studi Perbandingan KUHD dan MvK Serta Pengadilan Indonesia dan Belanda, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011., hal. 73. 8
Tiffany A. Hixson, ―The Revised Uniform Partnership Act: Breaking Up (or Breaking Off) Is Hard To Do: Why the Right to ―Liquidate‖ Does Not Guarantee A Forced Sale Upon Dissolution of the Partnership, “Western New England Law Review Vol. 31 (2009),p.797-831. 9
Mark H. Hager, ―Bodies Politic: The Progressive History of Organizational ‗Real Entity‖ Theory,‖ University Pittsburgh Law Review Vol. 50 (1989), p. 575 and 579-580, Mark H. Hager menyatakan bahwa aggregate atau contract theory memandang perseroan sebagai ―partnership of individual members”. 10
Yetty Komalasari Dewi, Op. Cit., hal. 74.
11
Ibid., hal. 76. Berpendapat dalam Pasal 1643 KUHPer menyatakan bahwa para sekutu dapat dituntut oleh kreditur dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu dalam persekutuan adalah kurang daripada bagian sekutu yang lainnya: kecuali apabila sewaktu utang tersebut dibuatnya dengan tegas diteteapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar utangnya menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan. Sedangkan, joint liability dalam Black’s Law Dictionary adalah ―liabiity shared by two or more parties” Lihat: Bryan A. Gardner, ed., Op. Cit.,p. 416.
4 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Theory, hubungan hukum yang terjadi adalah antara persekutuan dan general partner yang mengelola persekutuan dengan pihak ketiga.12 Penguraian unsur-unsur dari suatu perbuatan melawan hukum dilakukan berdasarkan pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berasal dari Pasal 1382 Code Civil Perancis yang kemudian oleh R. Subekti diterjemahkan sebagai berikut, ―Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut‖. Hoffman menjelaskan bahwa untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum harus dipenuhi empat unsur, yaitu:13 (1) En moet een daad zijn verricht (Harus ada yang melakukan perbuatan); (2) De daad moet onrechmatige zijn (Perbuatan itu harus melawan hukum); (3) De daad moet aan een ander schade (Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian pada orang lain); (4) De daad moet aan schuld zijn te wijen (Perbuatan itu karena kesalahan yang dapat ditimpakan kepadanya). Sealiran dengan Hoffman, hanya dengan menambahkan satu unsur, Mariam Darus Badrulzaman menambahkan unsur ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan (1) Ada perbuatan; (2) Perbuatan Tersebut Melawan Hukum; (3) Adanya Kerugian; (4) Adanya Kesalahan; (5) Kausalitas Antara Perbuatan dengan Kerugian.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif 14 karena dilakukan dengan cara meneliti pengaturan-pengaturan di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab UndangUndang Hukum Dagang. Penelitian hukum normatif ialah jenis penelitian yang lazim digunakan dalam kegiatan pengembanan ilmu hukum yang biasa disebut dogmatika hukum.15 Penelitian ini
12
James M. Fischer, ―Representing Partnership: Who Is/ Are The Client(s)?‖ Pacific Law Journal Vol.26 (July, 1995), p. 961 and 963. 13 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), hal 8. 14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. 11, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 13-14. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian bahan pustaka atau data sekunder. 15
Benhard Arief Sidharta, ―Pengantar Hukum Normatif: Analisis Penelitian Filosofikal dan Dogmatikal,‖ dalam Sulistyowati dan Sidharta, ed., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), hal. 142.
5 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
menggunakan metode penelitian hukum normatif karena yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah masalah hukum.16 Jenis data yang dalam penelitian ini adalah data sekunder 17 yang diperoleh dari studi kepustakaan. Data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier, yaitu sebagai berikut: (a) Bahan hukum primer,18 terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koopenhandel) Pasal 19 sampai dengan Pasal 21, Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/Pdt.G/2011/PN.Sal. (b) Bahan hukum sekunder 19 yang digunakan antara lain, adalah Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Vennootschap (CV) Studi Perbandingan KUHD dan MvK Serta Pengadilan Indonesia dan Belanda karya Yetty Komalasari Dewi,20 Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, BentukBentuk Perusahaan karya H.M.N. Purwosutjipto, 21 Perbuatan Melawan Hukum karya Rosa Agustina. 22 . Selain bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku tentang Persekutuan Komanditer, bentuk perusahaan dan Perbuatan Melawan Hukum, penelitian ini juga
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 57-61.
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), hal. 12. Ciri-ciri umum dari data sekunder, adalah pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan dengan segera; baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh penelitipeneliti terdahulu, sehingga penelitian kemudian, tidak mengawasi pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa maupun konstruksi data; tidak terbatas oleh waktu maupun tempat. 18
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum,(Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 30. Bahan hukum primer yaitu yang bahan-bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat kepada masyarakat. 19
Ibid., hal 31. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya. 20
Yetty Komalasari Dewi, Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Vennootschap (CV) Studi Perbandingan KUHD dan MvK Serta Pengadilan Indonesia dan Belanda, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011). 21
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-Bentuk Perusahaan, cet.10, (Jakarta: Djambatan, 2005). 22
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan,
2003).
6 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri dari jurnal ilmiah, serta media cetak dan internet. (c) Bahan hukum tersier,23 terdiri dari kamus yakni, Black’s Law Dictionary.24
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persekutuan Komanditer menganut Aggregate Theory atau berkumpulnya orang-orang berdasarkan perjanjian, sehingga Persekutuan Komanditer tidak berstatus badan hukum dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan para sekutunya. Oleh karena itu, sekutu komplementer lainnya dapat turut dibebankan ganti kerugian atas perbuatan melawan hukum sekutu komplementer; Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Kasus CV. Sinar Patimura (Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/ Pdt.G/2011/ PN. Sal) yang menyatakan hanya sekutu komplementer CV. Sinar Patimura saja yang melakukan perbuatan melawan hukum yang bertanggungjawab kurang tepat karena sekutu komplementer yang mewakili Persekutuan Komanditer dengan tidak setia dan penuh kehatihatian adalah bentuk Wanprestasi yaitu dengan tidak melaksanakan kewajiban sesuai yang tertuang dalam Akta Pendirian CV. Sinar Patimura yang menjadi dasar CV. Sinar Patimura. Maka, sudut pandang perbuatan melawan hukum yang digunakan Majelis Hakim kurang tepat dalam memutus perkara tersebut.
Pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak memberikan definisi yang tegas mengenai Persekutuan Komanditer. 25 Namun, Pasal 19 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyatakan semacam struktur organisasi intern sebuah Persekutuan Komanditer, yaitu terdiri 23
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum,(Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 31. Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupuin penjelasan terhadap sumber primaer atau sumber sekunder. 24
Bryan A. Gardner, ed., Black’s Law Dictionary, 9th Edition, (St, Paul, Minn: Thomson Reuters, 2009).
25
Agus Sardjono, Buku Ajar Hukum Dagang Bagian Keperdataan, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 50. Uniform Limited Partnership Act memberikan definisi Limited Partnership sebagai ―a partnership formed by two or more persons under a limited partnership statute, having as members one or more general partners and one or more limited partners” Lihat: Harry c. Henn & John R. Alexander, Laws of Corporations,3 edition., St. Paul Minn, West Publishing Co., 1983, hal. 57.
7 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
dari sekutu bertanggung jawab 26 dan sekutu yang tidak bertanggung jawab terhadap pihak ketiga. 27 Pasal 19 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang memberikan pengertian Persekutuan Komanditer dilihat bagaimana sekutu-sekutu dalam Persekutuan Komanditer melakukan hubungan hukum, yakni dalam kondisi sekutu komplementer Persekutuan Komanditer berjumlah lebih dari satu (1) orang, maka terbentuklah Persekutuan dengan Firma disitu karena seolah terlihat seluruh sekutu dalam jumlah melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga dan melakukan pengurusan. Sedangkan, bila sekutu komplementer hanya satu (1) orang, maka Persekutuan Komanditer itu akan tampil sebagai perusahaan perseorangan, karena hanya ada satu orang yang melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Pengaturan Persekutuan Komanditer berada diantara pengaturan mengenai Persekutuan dengan Firma, letak pengaturan Persekutuan Komanditer yang berada diantara pasal-pasal yang mengatur Persekutuan dengan Firma itu sudah sepatutnya, karena Persekutuan Komanditer adalah Persekutuan dengan Firma dengan bentuk khusus.28 Bentuk khusus yang dimaksudkan terletak pada adanya sekutu komanditer yang tidak dimiliki oleh Persekutuan dengan Firma. Dengan demikian, jelaslah bahwa Persekutuan Komanditer adalah juga Persekutuan dengan Firma, dan Persekutuan dengan Firma adalah juga Persekutuan Perdata. Hubungan antara Persekutuan Komanditer dan Persekutuan dengan Firma sebagai dua bentuk perusahaan Persekutuan Perdata yang memiliki sifat khusus ialah pada ketentuanketentuan hukum yang digunakan. Dalam hal tertentu, harus pula melihat ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUHPer. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa Persekutuan Komanditer berlaku dua ketentuan hukum, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dan untuk hal-hal tertentu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. A. Dua Macam Sekutu Dalam Persekutuan Komanditer 1. Sekutu Komanditer Sekutu Komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan pada persekutuan, sedangkan dia tidak ikut turut campur dalam pengurusan 26
Untuk selanjutnya akan digunakan sekutu komanditer bagi sekutu tidak bertanggung jawab atau pasif dan sekutu komplementer bagi sekutu bertanggungjawab atau aktif. 27
Agus Sardjono,Op. Cit.,hal. 50. H.M.N. Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk Perusahaan (Jakarta: Djambatan, 1987), hal.75. 28
8 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
atau penguasaan dalam persekutuan.29 Terkait dengan tanggung jawab, sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang telah disanggupkan untuk disetor. Posisi sekutu komanditer dalam konsep dasar Persekutuan Komanditer ialah mempercayakan uang atau barangnya bagi persekutuan, dimana mempercayakan dimaksudkan sebagai menyerahkan hak milik atas modal yang bersangkutan kepada sekutu komplementer. Maka, selama berjalannya Persekutuan Komanditer, modal yang diserahkan tidak dapat ditagih kembali melainkan dikemudian hari pada akhirnya penyelesaian persekutuan setelah pemecahannya, apabila ternyata ada sisa yang menguntungkan. 2. Sekutu Komplementer Sekutu komplementer (beherende venoot) ialah sekutu yang menjadi pengurus persekutuan demi berjalannya perusahaan, dan kedudukannya sama dengan sekutu pada Persekutuan dengan Firma, 30 yakni mengurus dan mengelola persekutuan, serta memiliki tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. B. Hubungan Hukum Antarsekutu Hubungan intern antarsekutu adalah hubungan hukum antara sekutu komplementer dengan sekutu komanditer.31 Hubungan intern antarsekutu ini terdapat dalam bagian kedua, Bab VIII, Buku II, Pasal 1624 hingga Pasal 1641 KUHPer tentang perikatan-perikatan antara para sekutu. Sekutu komplementer dalam Persekutuan Komanditer, pada dasarnya memiliki kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab, sebagaimana seorang sekutu dalam Persekutuan dengan Firma, kecuali apabila UU Persekutuan Komanditer atau anggaran dasar Persekutuan Komanditer mengatur lain.32 Tugas dan wewenang sekutu komplementer dirinci sebagai berikut: 33
(1) Sekutu komplementer berwenang dan bertanggung jawab atas tindakan pengurusan dan
tindakan pemilikan; (2) Sekutu komplementer mewakili Persekutuan Komanditer didalam dan 29
Ibid., hal. 74.
30
R. Ali Rido, Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan dalam PT dan Penswastaan BUMN, (Bandung: CV. Remadja Karya, 1988), hal. 116. 31
H.M.N Purwosutjipto, Op. Cit.,hal. 81.
32
Pasal 15 KUHD jo. Pasal 1 KUHD.
33
Ali Rido, Op. Cit., hal. 133.
9 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
diluar pengadilan.Seorang sekutu komplementer dalam Persekutuan Komanditer memiliki kewajiban kehati-hatian dan kewajiban untuk setia dan bertindak untuk kepentingan persekutuan, walaupun tanpa menamakannya “fiduciary”.34 Pemasukan (kontribusi) atau inbreng, merupakan salah satu hal yang penting. Kontribusi adalah prestasi tiap-tiap sekutu dalam hubungannya dengan permodalan persekutuan. 35 Bahwa tidak akan ada persekutuan jika terdapat sekutu yang tidak memberikan kontribusi atau inbreng ke dalam persekutuan. Dengan kata lain, pemasukan adalah unsur mutlak dari suatu persekutuan. 36 Pemasukan masing-masing sekutu, termasuk komanditer, dapat berupa uang, barang, atau selain uang dan barang (zijne nijverheid),37 yang berupa tenaga, kemampuan (skill), pengetahuan (know-how), dan lain-lainnya yang dapat dinilai dengan uang.38 Kontribusi berupa barang dapat dilakukan dengan menyerahkan kepemilikan barang tersebut atau menyerahkan kenikmatannya (fungsinya) saja. Dalam pengurusan atau pengelolaan Persekutuan Komanditer, kewajiban mendahulukan kepentingan Persekutuan Komanditer yang dimiliki oleh sekutu komplementer (beherende venoot) terhadap Persekutuan Komanditer dan sekutu lainnya harus dilakukan setidaknya dengan tiga cara, yaitu: 39 Sekutu komplementer (beherende venoot) selalu memikirkan Persekutuan Komanditer dan bertindak sebagai wali (trustee) Persekutuan Komanditer, Sekutu komplementer tidak boleh berhubungan atau bertransaksi dengan persekutuan dalam bidang kegiatan atau bidang usaha persekutuan atau melakukan pembubaran persekutuan dalam kegiatan atau mewakili pihak lain yang memiliki kepentingan berbeda dengan kepentingan persekutuan, dan Sekutu komplementer tidak boleh bersaing dengan persekutuan dalam mengelola kegiatan atau melakukan pembubaran persekutuan. 34
Pasal 1628 dan Pasal 1629 KUHD.
35
Agus Sardjono, Op. Cit., hal. 53.
36
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Bagian Kedua, (Jakarta: Rajawali, 1983) hal. 41.
37
Pasal 1619 KUHPer.
38
Dalam hal ini jika tidak diperjanjikan sebelumnya, maka pemasukan selain uang dan barang akan dinilai sama dengan pemasukan uang atau barang yang dinilainya paling kecil. Lihat: Pasal 1633 KUHPer. 39
Fred B.G. Tumbuan ―Hubungan Hukum Internal dan Eksternal Para Sekutu,‖ makalah disampaikan pada Program Sertifikasi Hakim Pengadilan Niaga, diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI berkerjasama dengan Indonesia Anticoruption & Commercial Court Enchancement Project, USAID, 3-13 Maret 2008, Bogor.
10 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, kontribusi atau pemasukan modal adalah syarat mutlak dari suatu persekutuan. Bagi sekutu yang memasukkan inbreng berupa uang, maka diwajibkan menyerahkan ke dalam kas Persekutuan Komanditer dengan ketentuan akan dikenakan bunga apabila ia tidak menyerahkan uang tersebut segera Persekutuan Komanditer terbentuk. 40 Pemasukan berupa tenaga manusia yakni pekerjaan maupun pikiran memiliki kewajiban untuk menjalankan dengan penuh kehati-hatian, kelalaian dalam melaksanakan kewajibannya ialah penggantian kerugian terhadap kerugian yang ddiderita Pereskutuan Komanditer.41 Hal yang paling penting dalam memasukan nilai modal adalah mencantumkan jumlah atau nilainya secara jelas didalam akta pendirian. Pencantuman ini erat kaitannya dengan masalah pembagian laba dan rugi nantinya. Pembagian untung rugi diatur dalam Pasal 1633 sampai dengan 1635 KUHPer. Umumnya mengenai pembagian untung rugi diatur dalam perjanjian pendirian Persekutuan Komanditer, jika hak tersebut tidak diatur42 maka berlaku ketentuan Pasal 1633 KUHPer.
C. Hubungan Hukum Dengan Pihak Ketiga Pengaturan Persekutuan Komanditer di Indonesia menganut Aggregate Theory, dengan memperhatikan Pasal 1618 jo. 1619 ayat (2) KUHPer. Pendukung pendapat ini menyatakan bahwa persekutuan (perjanjian pendirian persekutuan) adalah perjanjian (Aggregate Theory) karena dasar dari persekutuan adalah kerja sama yang harus diperjanjikan, serta pasal 1618 KUHPer dengan tegas menyatakan bahwa persekutuan perdata adalah perjanjian.43 Uraian mengenai Aggregate Theory dan Entity Theory sebelumnya bertujuan untuk menentukan apakah hubungan hukum yang terjadi dengan pihak ketiga mengikat persekutuan atau para sekutu. Menurut Aggregate Theory, hubungan hukum yang terjadi adalah antara
40
Pasal 19 ayat (2) jo. Pasal 16 KUHD jo. Pasal 1626 KUHPer.
41
Pasal 19 ayat (2) jo. Pasal 16 KUHD jo. Pasal 1647 KUHPer.
42
C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia Edisi Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal 75. menyarankan bahwa pembagian untung rugi diatur dalam perjanjian persekutuan, mengingat risiko serta tanggung jawab yang dipikul para sekutu komplementer, maka tidaklah mengherankan apabila pembagian untung rugi diatur sesuai serta sebanding dengan tanggung jawab tersebut. 43
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit.,hal. 10.
11 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
persekutuan dan general partner yang mengelola persekutuan dengan pihak ketiga, sedangkan entity theory, hubungan hukum yang terjadi hanyalah antara persekutuan dan pihak ketiga.44 Di Indonesia, status badan hukum Persekutuan Komanditer di Indonesia masih bukan badan hukum, berarti Indonesia masih menganggap bahwa Persekutuan Komanditer adalah suatu perjanjian (aggregate atau contract theory). Dengan memandang Persekutuan Komanditer sebagai suatu perjanjian, maka yang dapat bertindak dimuka hukum adalah para sekutu didalam Persekutuan Komanditer tersebut, dan bukan Persekutuan Komanditer. D. Pertanggungjawaban Sekutu Dalam Persekutuan Komanditer Tanggung jawab, dalam istilah hukum berarti keterikatan atas konsenkuensi hukum dari setiap tindakan, kelalaian atau kecerobohan; dalam bahasa sederhana berarti bertanggung jawab atas tindakan seseorang atau kata-kata, membawa konsekuensi dari tindakan.45 Terdapatnya dua jenis sekutu dalam Persekutuan Komanditer, yaitu sekutu komplementer dan sekutu komanditer mengakibatkan terdapatnya dua jenis tanggung jawab pula, yaitu tanggung jawab tidak terbatas (unlimited liability) dan tanggung jawab terbatas (limited liability). Tanggung jawab tidak terbatas atau pribadi (personal liability) artinya bahwa kreditur dapat menuntut kewajiban persekutuan tidak saja dari aset persekutuan tetapi juga dari aset pribadi para sekutu.46 Ketentuan Pasal 20 KUHD mengatur mengenai tanggung jawab sekutu komanditer yang hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkan atau akan disetorkan ke dalam Persekutuan Komanditer, dengan syarat sekutu komanditer tersebut tidak ikut serta dalam pengurusan Persekutuan Komanditer dan keberadaannya tidak diketahui oleh pihak ketiga. Pasal 20 KUHD secara eksplisit menyatakan larangan sekutu komanditer melakukan pengurusan terhadap Persekutuan Komanditer, meskipun berdasarkan surat kuasa tetapi tidak berarti bahwa sekutu komanditer tidak berperan sama sekali masuk ke dalam kepengurusan Persekutuan Komanditer.47 Sekutu komanditer boleh mengawasi pengurusan itu, dengan syarat 44
James M. Fischer, ―Representing Partnership: Who Is/ Are The Client(s)?‖ Pacific Law Journal Vol.26 (July, 1995), p. 961 and 963. 45
Yetty Komalasari Dewi, Op. Cit., hal 182.
46
Ibid.
47
Ali Rido, Op. Cit.,hal. 132.
12 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
ditetapkan demikian dalam akte pendirian. Pengawasan yang dilakukan oleh sekutu komanditer tersebut harus bersifat intern, berarti tindakan pengawasan tersebut tidak boleh menimbulkan kesan seolah-olah sekutu komanditer itu juga pengurus Persekutuan Komanditer. Selain itu, diperbolehkan juga untuk dinyatakan dalam perjanjian atau akte pendirian, mengenai beberapa perbuatan pemeliharaan tertentu yang tentunya sangat penting sifatnya tak boleh dilakukan tanpa pembenaran atau pemberian kuasa terlebih dahulu oleh sekutu komanditer. 48 Jadi, kecuali tindakan pengawasan dan pemberian izin pada perbuatan pengurusan tertentu, yang diperkenankan oleh perjanjian atau akte pendirian, sekutu komanditer dilarang mencampuri persoalan pengurusan.49 Ketentuan Pasal 20 KUHD memiliki konsekuensi bagi sekutu komanditer, tercantum dalam Pasal 21 KUHD. Sanksi bagi sekutu komanditer yang melanggar ketentuan Pasal 20 KUHD adalah perluasan tanggung jawab sehingga sama dengan sekutu komplementer, yaitu pribadi untuk keseluruhan.50 Tanggung jawab yang berlaku bagi sekutu komplementer ialah sama dengan sekutu dalam Persekutuan dengan Firma. Tanggung jawab secara tanggung menanggung dikenal pula dengan tanggung jawab renteng, yaitu para sekutu komplementer bertanggung jawab sampai pada kekayaan pribadi terhadap perjanjian yang dilakukan oleh salah seorang sekutu dengan pihak ketiga untuk seluruhnya. Pertanggungjawaban kepada pihak ketiga memiliki makna ―pribadi untuk keseluruhan‖ dalam Pasal 18 KUHD berarti tiap-tiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi pada semua perikatan persekutuan, meskipun yang dibuat oleh sekutu lain, termasuk perikatan-perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum51 serta kerugian yang timbul karena pengurusan atau pengelolaan yang sesuai dengan tujuan Persekutuan Komanditer atau sekutu komplementer melakukan tindakan atas nama Persekutuan Komanditer. Tanggung jawab pribadi atau tanggung jawab tidak terbatas bagi sekutu komplementer memiliki manfaat bagi persekutuan dan menjamin
48
Soekardono, Op. Cit., hal. 106.
49
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hal. 82.
50
Ali Rido., Op. Cit., hal. 132.
51
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hal 62.
13 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
pihak ketiga. 52 Tanggung jawab pribadi mendorong sekutu komplementer membuat keputusan yang lebih berhati-hati. Jika pengurus bertanggung jawab secara pribadi atas kewajiban perusahaan yang melebihi jumlah aset perusahaan, maka ia akan mempunyai insentif untuk menghindari resiko terjadinya transaksi yang gagal.53 E. Analisa Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 34/Pdt.G/2011/PN.Sal E1. Kasus Posisi Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/ Pdt. G/ 2011/PN. Sal ialah perkara antara Penggugat I, Ny. Iroh Hamroh sebagai peserta komaditer54 CV. Sinar Patimura dan Penggugat II, Zuhriyadi sebagai Direktur I CV. Sinar Patimura melawan Tergugat I, Widodo Budi Santoso sebagai Direktur II CV. Sinar Patimura dan Tergugat II, Ny. Arini Heruwati dengan jabatan Marketing dalam CV. Sinar Patimura, dan Tergugat III, Sonata alias Soni dengan jabatan bagian Administrasi dan Keuangan CV. Sinar Patimura. Perkara ini bermula ketika Para Penguggat dan Tergugat I bersama-sama mendirikan CV. Sinar Patimura dihadapan Notaris, Supriyadi, S.H., pada tanggal 14 April 2008, dengan nama ―CV. Sinar Patimura‖, berkedudukan di Salatiga, berkantor di Jalan Patimura RT.02/RW.08, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Salatiga. Pendirian Persekutuan Komanditer ini dicatatkan dalam Akta Pendirian tertanggal 14 Maret 2008 No. 51. Akta Pendirian CV. Sinar Patimura memuat susunan organisasi dimana CV. Sinar Patimura diwakili oleh Komisaris atau Ny. Iroh Hamroh atau Penggugat I, Direktur I atau Zuhriyadi atau Penggugat II, Direktur II atau Widodo Budi Santoso atau Tergugat I serta menyebutkan karyawan-karyawan bidang Marketing dan Administrasi dan Keuangan, yaitu Ny. Arini Heruwati atau Tergugat II dan Soni atau Tergugat III.55 Pembentukan CV. Sinar Patimura diikuti dengan kesepakatan kerja sama yaitu mengenai pemasukan modal/inbreng dari tiap sekutu yang terikat didalamnya. Penggugat II memasukkan modal/inbreng berupa tanah milik Penggugat II seluas 3.300 m² terletak di Jalan Patimura – 52
Ali Rido, Op. Cit., hal. 143.
53
Ibid.
54
Dalam gugatan yang diajukan, Para Penggugat menggunakan istilah Peserta Komanditer, Penulis tetap menggunakan Sekutu Komanditer dan Sekutu Komplementer bagi istilah Direktur untuk selanjutnya. 55 Istilah Komisaris menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas sebagai sekutu komanditer dan Direktur adalah seorang sekutu komplementer. Para karyawan tidak termasuk dalam bagian internal sekutu Persekutuan Komanditer karena terikat hubungan perburuhan.
14 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Domas, Salatiga. Perhitungan harga tanah disepakati oleh kedua belah pihak senilai Rp. 379.500.000,- (3.300 m2 x Rp. 115.000,-). Sedangkan Tergugat I hanya memasukkan modal/inbreng berupa tenaga dan pikiran. Meskipun demikian, Tergugat I dibebankan tugas sebagai pelaksana harian pekerjaan dan memiliki tanggung jawab untuk membuat pembukuan tentang semua usaha persekutuan dengan cara yang sempurna, yakni dengan membuat neraca dan perhitungan laba-rugi dari tahun-tahun sebelumnya dan setiap pengesahan pembukuan wajib ditandatangani secara bersama-sama oleh setiap sekutu. Para Penggugat mulai curiga terhadap Para Tergugat yang dinilai tidak transparan dalam pengelolaan keuangan yang didasarkan atas jumlah keseluruhan penjualan sebesar Rp. 2.140.700.000,00,- (dua milyar seratus empat puluh juta tujuh ratus ribu rupiah) tetapi persekutuan tidak memperoleh sepeserpun keuntungan. Kemudian, Para Penggugat melakukan pemeriksaan internal pembukuan perseroan pada tanggal 18 Februari 2009 dan berdasarkan pemeriksaan internal yang dilakukan oleh Para Penggugat dengan menunjuk seorang auditor, Tergugat I tidak dapat mempertanggungjawabkan sejumlah uang yang merupakan hak persekutuan dan seharusnya dimasukkan kedalam pembukuan persekutuan. Para Penggugat telah berulang kali meminta pertanggungjawaban kepada Para Tergugat atas kerugian yang diderita secara kekeluargaan namun diabaikan oleh Para Tergugat. Akhirnya, Para Penggugat menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan perkara ini dengan mengajukan gugatan. Dalam petitumnya Para Tergugat meminta Pengadilan Negeri Salatiga untuk menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan mengganti kerugian yang diderita persekutuan sejumlah nilai yang seharusnya dipertanggungjawabkan oleh masingmasing Tergugat. Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan bahwa Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan CV. Sinar Patimura Salatiga dan menghukum tiap Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada CV. Sinar Patimura secara tunai dan sekaligus senilai jumlah yang seharusnya dipertanggungjawabkan. Selain itu, Pengadilan negeri mengabulkan sita jaminan atas sebidang tanah dan bangunan milik Tergugat II agar terdapat kepastian pembayaran ganti rugi dari Para Tergugat. E2. Analisis Kasus CV. Sinar Patimura merupakan sebuah Persekutuan Komanditer yang memiliki dua (2) orang sekutu komplementer yang termuat dalam Akta Pendirian sebagai Direktur I, Zuhriyadi 15 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
dan Direktur II, Widodo Budi Santoso, serta seorang Komisaris, Ny. Iroh Hamroh. KUHD tidak mengenal istilah jabatan Direktur dan Komisaris bagi Persekutuan Komanditer. Istilah Komisaris menunjuk kepada kapasitas seorang sekutu komanditer yaitu yang menyerahkan uang, barang, atau tenaga kepada persekutuan sebagai pemasukan. Dalam Kasus CV. Sinar Patimura, Direktur II, Widodo Budi Santoso atau Tergugat I56 melakukan penggelapan yang merugikan CV. Sinar Patimura dengan tidak menyetorkan sejumlah uang untuk dicatatkan kedalam kas pembukuan CV. Sinar Patimura yang diterimanya sebagai bentuk pembayaran dari konsumen. Sebelum menentukan, apakah sekutu komplementer lainnya dalam kasus ini wajib mempertanggungjawabkan secara renteng perbuatan penggelapan yang dilakukan sesama sekutu komplementer atau tidak, maka harus dipahami dahulu sifat Persekutuan Komanditer di Indonesia menurut Aggregate Theory. Aggregate Theory menjelaskan bahwa Persekutuan Komanditer sebagai kumpulan orang, memandang bahwa persekutuan dianggap sebagai kumpulan atau gabungan orang-perorangan atau individu yang menjalankan usaha yang sama.57 Persekutuan adalah perjanjian (Aggregate Theory) dikarenakan dasar dari persekutuan adalah kerja sama yang harus diperjanjikan. 58 Lebih lanjut, Pasal 1618 KUHPer menyatakan dengan tegas bahwa Persekutuan Perdata
59
adalah perjanjian. Maka, dalam suatu Persekutuan
Komanditer, terdapat pihak-pihak atau orang-perorangan yang didalamnya saling mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih pada awal mula terbentuknya persekutuan. Berdasarkan teori ini, pula sekutu adalah pemilik bersama persekutuan dan persekutuan bukan badan yang terpisah dari para sekutunya atau dengan kata lain, merupakan suatu kesatuan. Bentuk Persekutuan Komanditer di Indonesia menganut Aggregate Theory sebagai kumpulan (aggregate) orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian, maka secara internal, tiaptiap sekutu dan diantara mereka memiliki kedudukan dan kapasitas serta tanggung jawab yang setara seperti halnya melakukan perjanjian pada umumnya. Tiap sekutu memiliki kewajiban yang 56
Tergugat I, Widodo Budi Santoso adalah seorang sekutu komplementer dan selanjutnya akan digunakan istilah Tergugat I. 57
Tiffany A. Hixson, ―The Revised Uniform Partnership Act: Breaking Up (or Breaking Off) Is Hard To Do: Why the Right to ―Liquidate‖ Does Not Guarantee A Forced Sale Upon Dissolution of The Partnership, ―Western New England Law Review Vol. 31 (2009), p. 797-831. 58
H.M.N. Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk-Bentuk Perusahaan (Jakarta: Djambatan, 1987), hal. 10.
16 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
harus dipertanggungjawabkan tidak saja kepada persekutuan, tetapi juga kepada para sekutu lainnya dan bertanggung jawab secara bersama pula atas kewajiban persekutuan. Oleh karena kasus ini merupakan masalah diantara para sekutu yang saling memiliki hak dan kewajiban, terutama kewajiban Para Tergugat terhadap kekayaan persekutuan. Maka penggunaan konsep tanggung jawab pribadi yang didalilkan oleh Para Tergugat tidak relevan untuk membebankan sekutu komplementer lainnya dalam menanggung kerugian atas perbuatan yang dilakukan Para Tergugat. Disisi lain, Majelis Hakim yang memeriksa perkara CV. Sinar Patimura menguraikan permasalahan mengenai tanggung jawab dengan sudut pandang perbuatan melawan hukum. Perbuatan Tergugat I dalam menggelapkan pemasukan kas CV. Sinar Patimura tidak dapat dilihat menggunakan sudut pandang perbuatan melawan hukum dengan 2 (dua) alasan. Pertama, Persekutuan Komanditer di Indonesia menganut Aggregate Theory, maka unsur kesalahan lebih tepat untuk ditelaah melalui konsep Wanprestasi dimana Tergugat, seorang sekutu komplementer, tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk mengelola dan mengurus persekutuan dengan kehati-hatian dan kesetiaan. Terkhusus dalam Akte Pendirian CV. Sinar Patimura, telah dinyatakan bahwa sekutu komplementer wajib untuk melakukan pembukuan tentang semua usaha persekutuan dengan cara sempurna, yakni dengan membuat neraca persekutuan dan perhitungan laba-rugi. Maka, jelaslah ada kewajiban yang tidak dapat dipenuhi oleh Tergugat I. Kedua, Perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan atau melanggar hak subjektif orang lain, 60 artinya dalam perbuatan hukum harus ada pihak lain yang haknya dilanggar. Apabila diterapkan Aggregate Theory, maka para sekutu adalah suatu kesatuan dalam haknya sehingga sebagai suatu kesatuan, maka tidak ada pihak lain (pihak ketiga) yang dilanggar hak subjektifnya untuk memenuhi unsur perbuatan yang melanggar hukum. Dengan kata lain, tidak dapat satu kesatuan menuntut dirinya sendiri. Dengan demikian, penggelapan yang dilakukan Tergugat I, seorang sekutu komplementer adalah suatu bentuk Wanprestasi dari perjanjian yang mengikatkan dirinya dalam persekutuan. Ia
60
Perbuatan Melawan Hukum harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan atau melanggar: (a) hak subjektif orang lain; (b) kewajiban hukum pelaku; (c) kaidah kesusilaan; (d) kepatutan dalam masyarakat.
17 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
telah melakukan dengan apa yang dikenal sebagai breach of contract61 dalam Hukum Kontrak, dimana pihak yang telah mengikatkan diri memutuskan atau membatalkan perjanjian dengan atau tanpa melakukan sesuatu. Berdasarkan penjabaran sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hakim dalam kasus CV. Sinar Patimura sekutu komplementer lainnya tidak dapat turut dimintakan pertanggungjawaban terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh sekutu komplementer lainnya dan Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 34/ Pdt. G/ 2011/PN. Sal yang menyatakan demikian adalah kurang tepat.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, Sekutu komplementer dalam suatu Persekutuan Komanditer dapat turut dibebankan tanggung jawab apabila sesama sekutu komplementer lainnya melakukan perbuatan melawan hukum dengan pembebanan ganti kerugian. Hal ini karena Persekutuan Komanditer di Indonesia menganut Aggregate Theory yang menyatakan bahwa dalam suatu perkumpulan orang yang diutamakan adalah keberadaan orang-orang tersebut atau gabungan dari orang-orang, bukan kesatuan dari orang-orang tersebut sebagai suatu badan atau lembaga (Entity Theory). Persekutuan Komanditer dianggap sebagai kumpulan atau gabungan orang-perorangan atau individu yang menjalankan usaha yang sama, sehingga mengakibatkan Persekutuan Komanditer tidak berstatus badan hukum, keberadaan Persekutuan Komanditer ditentukan oleh para sekutunya, dan hubungan hukum para sekutu tidak terpisahkan. Oleh karena itu, apabila sekutu komplementer melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan Persekutuan Komanditer harus membayar ganti kerugian, maka sekutu komplementer lainnya dapat turut menanggung kerugian tersebut. Sekutu komplementer memiliki kewenangan menjalankan perusahaan untuk dan atas nama Persekutuan Komanditer yang harus dilakukan sesuai dengan tujuan persekutuan serta para sekutu komplementer bertanggungjawab secara tanggung menanggung. 61
AJ. Pannet, Law of Torts, (London: Pitman Publishing, 1992) p.137. The Scope of inducement to breach of contract ,the tort is generally recognised as being capable of arising in the following ways: (a) Direct persuasion of one of the contracting parties to break his contract. (b) physical interference in contract. (c) indirect inducement.
18 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Kedua, Pertimbangan Hukum Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Salatiga No. 34/Pdt.G/2011/PN.Sal. yang menyatakan hanya sekutu komplementer CV. Sinar Patimura Salatiga yang melakukan perbuatan melawan hukum saja yang bertanggungjawab adalah kurang tepat menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Pasal 1618 KUHPer menyatakan tentang dasar utama persekutuan dan Pasal 19 jo. Pasal 18 KUHD mengenai tanggung jawab pribadi sekutu komplementer. Pasal 1618 KUHPer menyatakan bahwa Persekutuan adalah suatu perjanjian diantara dua orang atau lebih untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya. Pasal ini merupakan dasar persekutuan, termasuk Persekutuan Komanditer dengan menitikberatkan pada perjanjian diantara para sekutu yang menjadi dasar Persekutuan Komanditer. Dalam kasus CV. Sinar Patimura, Akta Pendirian yang merupakan bentuk perjanjian dari para sekutu CV. Sinar Patimura telah mengatur kewajiban sekutu-sekutunya. Akta Pendirian CV. Sinar Patimura mengatur kewajiban Tergugat I sebagai salah satu sekutu komplementer untuk mewakili untuk dan atas nama CV. Sinar Patimura dan mengelola pembukuan secara sempurna dengan kesetiaan (duty of loyalty) dan penuh kehati-hatian (duty of care), yang tidak dilaksanakan oleh Tergugat I dengan melakukan penggelapan dan melakukan kelalaian dalam mengurus pembukuan kas CV. Sinar Patimura. Dengan adanya Akta Pendirian yang menjadi dasar CV. Sinar Patimura, maka kasus CV. Sinar Patimura harus diuraikan dengan sudut pandang Wanprestasi karena tindakan Tergugat I yang melakukan penggelapan dan kelalaian dalam mengurus pembukuan CV. Sinar Patimura telah melanggar kewajibannya berdasarkan janji/ kesepakatan diantara para sekutu untuk setia (duty of loyalty) dan penuh kehati-hatian (duty of care) dalam pengurusan CV. Sinar Patimura sebagaimana yang tercantum dalam Akta Pendirian CV. Sinar Patimura. Sehingga, Tergugat I yang adalah sekutu komplementer yang melakukan penggelapan dan kelalaian mengelola pembukuan, telah melakukan Wanprestasi terhadap sekutu komplementer lainnya. Dengan demikian, sudut pandang perbuatan melawan hukum yang digunakan Majelis Hakim dalam Pertimbangan Hukum Kasus CV. Sinar Patimura bahwa Tergugat I melakukan perbuatan melawan hukum kurang tepat. Sedangkan berdasarkan Pasal 19 jo. Pasal 18 KUHD yang mengatur mengenai tanggung jawab pribadi sekutu komplementer tidak dapat diaplikasikan dalam kasus CV. Sinar Patimura seperti yang menjadi dasar argumentasi Tergugat I agar sekutu komplementer lainnya dalam CV. Sinar Patimura turut dibebankan tanggung jawab. Hubungan hukum diantara sekutu-sekutu dalam CV. Sinar Patimura 19 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
ialah kumpulan orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk berkerja sama dengan mencapai tujuan ekonomis. Maka, tiap-tiap sekutu dan diantara mereka memiliki kedudukan dan kapasitas serta tanggung jawab yang setara, juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasi. Dengan kedudukan dan kapasitas serta tanggung jawab yang setara dalam Akte Pendirian CV. Sinar Patimura yang mengikat para sekutu, maka tanggung jawab pribadi tidak relevan untuk dijadikan dasar agar sekutu komplementer lainnya dapat turut dibebankan tanggung jawab atas kelalaian sekutu komplementer dalam melakukan kewajibannya sesuai yang tercantum dalam Akta Pendirian CV. Sinar Patimura.
4.2. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, beberapa saran disampaikan untuk melengkapi hasil penelitian, yaitu: Pertama, Pengaturan hukum tentang tanggung jawab para sekutu terutama terkait dengan tanggung jawab sekutu komplementer secara tanggung menanggung dalam Persekutuan Komanditer masih diperlukan mengingat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang belum mengatur secara jelas mengenai batas-batas tanggung jawab dalam persekutuan termasuk batasan tanggung jawab sekutu komplementer dalam suatu Persekutuan Komanditer. Sekutu komplementer dalam suatu Persekutuan Komanditer dapat bertanggung jawab karena pelanggaran kewajibannya terhadap hak sekutu lainnya dan melanggar Undang-Undang. Oleh karena itu, perlu dibentuk aturan secara tegas yang membedakan tanggung jawab sekutu komplementer karena pelanggaran perjanjian dan Undang-Undang secara umum. Kedua, Pengetahuan mengenai Hukum Persekutuan masih diperlukan bagi para penegak hukum, diantaranya Hakim. Hakim di Indonesia yang tidak terikat kepada yurisprudensi atau putusan Hakim terdahulu menimbulkan peluang bagi Hakim untuk menemukan atau menciptakan hukum yang baru sehingga dapat mengikuti perkembangan masyarakat dalam putusanputusannya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung perlu meningkatkan pendalaman dan pembaharuan pengetahuan serta wawasan atau capacity building melalui pendidikan dan pelatihan bagi para Hakim (in service training) dan juga bagi para calon Hakim (pre training).
20 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan, 2003. Ali, Chidir. Yurisprudensi Indonesia tentang Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Mahkamah Agung , 1970. Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 1996. Badrulzaman, Mariam Darus. KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni, 1996. Cooke, John. Law of Tort. London: Pitman Publishing, 1992. Dewi, Yetty Komalasari. Pemikiran Baru Tentang Commanditaire Venootschap (CV) Studi Perbandingan KUHD dan WvK Serta Pengadilan Indonesia dan Belanda. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011. Djojodirjo, M.A.M. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita, 1979. Gardner, Bryan A. Black's Law Dictionary. 9th Edition. Minnesota: Thomson Reuters, 2009. Ichsan, Achmad. Hukum Dagang: Lembaga Perserikatan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan. Jakarta: Pradnya Paramita, 1987. Kansil, C.S.T. Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia. Ed. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2013. Kanter, E.V., and S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Grafika, 2002. Keraf, A. Sonny. Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntunan dan Relevansinya. Jakarta: Kanisius, 2006. Mahadi. Sumber-Sumber Hukum. Jakarta: N.V. Soeroengan, 1958. Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
21 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2007. Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Cet. 3. Yogyakarta: Liberty, 2007. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010 Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 1985. —. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: CV. Mandar Maju, 2000. Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk - Bentuk Hukum Perusahaan. Jakarta: Djambatan, 1987. —. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 1987. Rido, Ali. Hukum Dagang tentang Surat Berharga, Perseroan Firma, Perseroan Komanditer, Keseimbangan Kekuasaan dalam PT dan Penswastaan BUMN. Bandung: CV. Remadja Karya, 1988. Sarjono, Agus. Buku Ajar Hukum Dagang Bagian Keperdataan. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001. Satrio, J. Gugat Perdata Atas Dasar Penghinaan Sebagai Tindakan Melawan Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005. Setiawan, Rachmat. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1979. —. Tinjauan Elementer Perbuatan Melanggar Hukum. Jakarta: Alumni, 1982. Sidharta, Benhard Arief. "Pengantar Hukum Normatif : Analisa Penelitian Filosofikal dan Dogmatikal" Dalam Metode Penelitian Hukum: Kostelasi dan Refleksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009. Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Cet. 11. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009. —. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Cet. 11. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009. 22 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid 1 (Bagian Pertama). Jakarta: Dian Rakyat, 1993. Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I (Bagian Kedua). Jakarta: Dian Rakyat, 1993. Warren, Edward H. Corporate Advantage Without Incorporation. New York: W.S. Hein. 1982. Soemitro, R. Rochmat. Himpunan Kuliah-Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi. Bandung: PT. Eresco, 1966. Sutantya, R.T., and Sumantoro. Pengertian Pokok Hukum Perusahaan Bentuk - Bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia. Jakarta: Rajawali, 1992. Widjaja, Gunawan. Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat, 2008. —. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis, Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer. Jakarta: Kencana, 2006. B. JURNAL Burge, Tyler. ―A Theory of Aggregates.‖ Nous, Vol. 11 No. 2 (May, 1977). Drake. ―Partnership Entity.‖ Michigan Law Review Vol. 15. (1917). —. ―Partnership Entity and Tenancy in Partnership: The Struggle for a Definition.‖ Michigan Law Review, Vol. 15, No. 8 (Jun, 1917). Fischer, James M. ―Representing Partnership: Who is / Are The Client(s)?‖. Pacific Law Journal Vol. 26. (July, 1995). Hager, Mark H. ―Bodies Politic: The Progressive History of Organizational ‗Real Entity‘ Theory‖. University Pittsburgh Law Review Vol. 50. (1989). Henn, Harry C and John R. Alexander. ―Laws of Corporation.‖ Hixson, Tiffany A. ―The Revised Uniform Partnership Act: Breaking Up (or Breaking Off) Is Hard To Do: Why the Right to ―LIdiquate‖ Does Not Guarantee A Forced Sale Upon Dissolution of the Partnership‖ Western New England Law Review Vol. 31. (2009) 23 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
J.C.A. ―Partnership. Dissolution. Permanent Incapacity of Partner.‖ University of Pennsylvania Law Review and American Law Review, Vol. 62, No. 1 (Nov, 1913). Lewis. ―Uniform Partnership Act.‖ Yale Law Review Vol. 24. (1915) Merrit, Robert L. ―The Partnership as a Legal Entity.‖ Columbia Law Review Vol. 41 No. 4. (April, 1941). Pompe, S. ―The Usaha Dagang: A Commercial Venture Within Indonesian State Law.‖ Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 147, 4de Afl. (1991). The Michigan Law Review Association. ―Suit against Partnership in Firm Name.‖ Michigan Law Review, Vol. 3, No. 2 (Dec, 1904). The Michigan Law Review Association. ―Partnership: Legal Entity Theory.‖ Michigan Law Review, Vol. 10, No. 7 (May, 1912). C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007. TLN. No. 4756. —. Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan, UU No. 8 Tahun 1997, LN No. 18 Tahun 1997. TLN. No. 3674. —.Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU No. 3 Tahun 1982, LN No. 3 Tahun 1982. TLN. No. 3214. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang [Burgerlijk van Koophandel]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 20. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet 40. Jakarta: Pradnya Paramita, 1976. D. ARTIKEL Setiawan. ―Empat Kriteria Perbuatan Melawan Hukum dan Perkembangan Yurisprudensi.‖ Varia Peradilan Nomor 16 Tahun II. (Januari 1987), hal. 176.
Dalam
E. TESIS Ariesi, Hexxy Nurbaiti. ―Tanggung Jawab Pengurus Persekutuan Komanditer Dalam Keadaan Pailit‖. Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro. Semarang, 2007. 24 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014
F. PUTUSAN Fa. Nusantara v. CV. Flamboyant Indah No. 136/Pdt/G/1990/P.N. Jak.Sel (1990). PT. New Ratna Motor dan Namosco Group v. CV. Karya Bhakti Pemuda, No. 2243 K/Pdt/2012 (2012). G. INTERNET Devita, Irma. ―Prosedur, Cara dan Syarat Pendirian CV.‖
diunduh 30 April 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. <www.pusatbahasa.diknas.go.id.> diunduh 28 April 2014. Kusumasari, Diana. ―Akibat Hukum Jika Sekutu Komanditer Melakukan PMH.‖
diunduh 30 April 2014. —.
―Tanggung Jawab Direktur dan Sekutu Komanditer Jika CV Merugi.‖ diunduh 1 Maret 2014.
Mon.
―Sekelumit Tentang Persekutuan Komanditer.‖ diunduh 1 Maret 2014.
Mys.
―Dinamika Pemikiran Tentang Persekutuan Komanditer.‖ diunduh 1 Maret 2014.
25 Tanggung jawab..., Ruth Vinera, FH, 2014