PENGALIHAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Intan Dwi Safitri – 0906490191 (Fakultas Hukum Universitas Indonesia) ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai kontradiksi antara Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahu 2012 dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 menyatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan pasal 7A Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 menyatakan bahwa IUP dapat dialihkan dengan syarat kepemilikan sekurangnya 51% saham pada pihak dimana IUP akan dialihkan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa larangan pengalihan IUP harus dipertegas pada Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksananya. Kata kunci: Pengalihan, Saham, Izin Usaha Pertambangan, ABSTRACT This thesis discusses the contradiction between the Government Regulation No. 24 of 2012 and Act No. 4 of 2009 on Mineral and Coal. Article 93 paragraph (1) of Law No. 4 of 2009 states that the Mining Business License (IUP) is not transferable to another party. While Article 7A of Government Regulation No. 24 of 2012 states that IUP can be transferred with the requierement, ownership of minimum 51% of shares the party where IUP will be transferred. This research is a qualitative descriptive design. This research result suggest that prohibition of transferring IUP should be emphasized in mining law and in implementing regulations. Key words: Transfer, Share, Mining Permit
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
1.
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Data dari
Indonesia Mining Asosiation menunjukan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar sebagai Negara yang kaya akan sumber daya tambang. Sebagai gambarannya adalah potensi batubara di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai Negara ke-2 terbesar di dunia sebagai eksportir batubara (203 juta ton). Cadangan emas Indonesia berkisar 2,3% dari cadangan emas dunia dan Indonesia menduduki peringkat ke 7 sebagai Negara dengan potensi emas terbesar di dunia. Sebagai produsen timah, Indonesia memproduksi 26% dari jumlah produksi dunia dan menduduki posisi ke-2 sebagai produsen timah. Untuk tembaga, Indonesia menduduki peringkat ke-2 dari sisi produksi sebesar 10,4% dari produksi dunia. Untuk minyak dan gas, Indonesia juga termasuk ke dalam 25 besar negara sebagai penghasil dan pengekspor minyak di dunia. Untuk gas alam, Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 sebagai pengekspor LNG (liquefied natural gas).1 Melihat potensi pertambangan yang begitu besar terhadap pendapatan negara, pemerintah merasa perlu menjadikan sektor pertambangan umum ini sebagai salah satu bidang usaha yang diatur secara rinci oleh peraturan, sebab sektor pertambangan merupakan salah satu sektor penting. Dengan pengaturan yang baik, pemerintah berharap sektor ini dapat terus meningkat untuk digunakan demi kepentingan rakyat. Kekuasaan negara atas sumber daya alam yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Mineral Dan Batubara2, yaitu : “Pasal 4 : (1) (2)
Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat Penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah”.
1
“Potensi Sumber Daya Alam Indonesia”, http://www.hpli.org/tambang.php# diunduh 24 September 2012. 2 Indonesia, Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No.4 Tahun 2009, LN No.4 Tahun 2009, TLN No. 4959.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Pasal 4 UU Minerba memberikan kekuasaan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam melakukan penguasaan mineral dan batubara. Kekuasaan pemerintah sebagai pengelola sumber daya alam Indonesia telah ada sejak UU Minerba pertama, yaitu UU Pertambangan tahun 1960. Kemudian juga ada di dalam UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Intinya adalah bahwa setiap kali terdapat perubahan undang-undang yang mengatur perihal kegiatan pertambangan, selalu terdapat pasal yang memberikan kewenangan pemerintah di dalam menguasai sumber daya alam. Kekuasaan pemerintah tersebut lahir dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 19453 yang berbunyi : “Pasal 33 : (3)
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, negara dalam hal ini adalah pihak eksekutif yaitu pemerintah,
berhak untuk melakukan penguasaan terhadap kekayaan alam Indonesia, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Rezim pertambangan Indonesia berubah sejak tahun 2009 dengan berlakunya UU Minerba. UU Minerba menghapuskan metode kontak karya atau perjanjian antara negara dengan pelaku usaha untuk memperoleh konsesi tambang sebagaimana diterapkan dalam UU nomor 11 tahun 1967.4 Tujuannya pada rezim kontrak karya, pemerintah berkedudukan sejajar dengan kontraktor karena sistem pemberian kewenangan untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan berupa perjanjian. Karena itu, UU Minerba bermaksud untuk menjadikan pemerintah memiliki posisi yang lebih tinggi selaku pemegang kuasa pengelolaan sumber daya alam yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang. Dengan lahirnya UU Minerba, rezim yang berlaku saat ini adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP).5 Pengusaha yang hendak melakukan kegiatan usaha pertambangan harus mendapatkan izin dari pemerintah berupa IUP. Ada tiga jenis izin yang terdapat di dalam UU Minerba, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin 3
Indonesia, Undang-undang dasar 1945, Ps. 33 ayat (3). “Mengenal Jenis Izin Tambang di Indonesia”, http://belajarhukum.net/mengenal-jenis-izintambang-di-indonesia/ diunduh pada 25 September 2012. 5 Izin Usaha Pertambangan selanjutnya disebut IUP 4
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Ketiganya berbeda tujuan namun dalam satu konsep yang sama yaitu negara sebagai pemegang wewenang menambang dan pihak yang ingin melakukan kegiatan usaha pertambangan harus memperoleh izin dari pemerintah. IUP merupakan metode perolehan izin tambang yang mencakup keseluruhan barang tambang. Pembentuk undang-undang mengkategorikan IUP menjadi dua jenis sesuai tahapan pelaksanaannya. Pertama, IUP Eksplorasi yang mencakup kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Kedua, IUP Operasi Produksi yang mencakup kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Pembagian ini bertujuan untuk mempersingkat proses permohonan izin karena setiap pemohon hanya perlu mengajukan dua izin secara bertahap, tidak di setiap tahapan penambangan. Permasalahan yang muncul dengan diundangkannya UU Minerba terkait dengan pasal 93 UU Minerba, yang berbunyi : “Pasal 93 : (1) Pemegang IUP and IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain. (2) Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu (3) Pengalihan kepemilikan dan/atau saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat : a. Harus memberitahu kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya; dan b. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.” UU Minerba tidak mengizinkan pemilik IUP maupun IUP Khusus6 untuk memindahkan IUP dan IUP Khusus miliknya kepada pihak lain. Padahal yang terjadi sebelumnya, Kuasa Pertambangan dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) seringkali dialihkan kepada pihak lain. Penjelasan pasal 93 UU Minerba mengatakan bahwa pengalihan saham atas Perseroan Terbatas (PT) pemilik IUP atau IUPK dapat dialihkan, baik secara langsung maupun melalui bursa saham Indonesia, 6
Selanjutnya disebut IUPK
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
dengan syarat harus sudah melalui tahapan eksplorasi tertentu, yaitu telah ditemukan 2 (dua) wilayah prospek dalam kegiatan eksplorasi. Pada tanggal 2 Februari tahun 2012, diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara7. Diantara pasal 7 dan pasal 8, disisipkan dua buah pasal, yaitu pasal 7A dan 7B, yang berbunyi : “Pasal 7A : (1) (2)
Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPk-nya kepada pihak lain. Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan udaha yang 51% (lima puluh satu pesersen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK.
Pasal 7B : (1) (2) (3)
IUP atau IUPK yang dimiliki oleh BUMN sebagian WIUP atau WIUPK Operasi Produksinya dapat dialihkan kepada pihak lain. Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan usaha yang 51% (lima puluh satu persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh BUMN pemegang IUP atau IUPK Pengalihan sebagian WIUP atau WIUK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan persetujuan Menteri.” Dengan adanya ketentuan pada Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2012 ini,
syarat suatu IUP untuk dapat dialihkan menjadi bertambah, yaitu hanya bisa dialihkan ke Perseroan Terbatas yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK sebelumnya. Syarat yang terdapat pada UU Minerba pun tetap berlaku, yaitu hanya dapat dialihkan jika telah melalui tahapan eksplorasi tertentu. Dapat disimpulkan bahwa suatu IUP atau IUPK hanya dapat dialihkan apabila telah melalui tahapan eksplorasi tertentu dan hanya dapat dialihkan kepada Perseroan Terbatas (PT) yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP atau IUPK. Ketentuan pasal 7a dan 7b bertentangan dengan ketentuan pada pasal 93 UU Minerba yang mengatur bahwa kepemilikan IUP tidak dapat dialihkan. 7
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No. 24 Tahun 2012, LN No. 45 Tahun 2012, TLN No. 5282. Selanjutnya disebut PP Nomor 24 Tahun 2012.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Berdasarkan pasal 7a PP Nomor 24 Tahun 2012, IUP atau IUPK hanya dapat dialihkan kepada pihak yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP. Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, jenis badan usaha yang terdiri dari saham hanyalah PT. Ketentuan tersebut menimbulkan pertanyaan pada pemilik IUP yang merupakan badan usaha bukan badan hukum atau yang disebut perseorangan oleh pasal 38 UU Minerba, khususnya adalah CV dan Firma. Keduanya tidak dapat memiliki saham atas nama CV atau Firma-nya pada suatu PT, sedangkan ketentuan pasal 7a untuk dapat mengalihkan kepemilikan IUP adalah memiliki minimal 51% saham pada PT dimana IUP akan dialihkan. Hal tersebut akan saya bahas pada tulisan ini. 2.
Pembahasan Setelah lebih kurang 42 (empat puluh dua) tahun Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan berlaku, pada tanggal 12 Januari 2009, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada Lembaran Negara Tahun 2009 nomor 4 dan Tambahan Lembar Negara Nomor 4656. Penggantian undang-undang tersebut dengan pertimbangan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 materi muatannya bersifat sentralistik sehingga sudah tidak sesuai dengan perkembangan kondisi saat ini. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambagan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi8, otonomi daerah9, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.10 8 Demokratisasi
adalah suatu proses menuju kepada suatu bentuk sistem politik yang demokratis. (Hutington. Will More Countries Become Democratic? Dalam Journal Political Science Quarterly99 No.2 1984.) hlm. 93. 9 Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (pasal 1 angka 5 UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). 10 Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di Indonesia, cet.1, (Jakarta: RIneka Cipta, 2012), hal.5.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Pengertian Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdapat di dalam pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yaitu: “Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melakukan pertambangan” Setiap pihak yang hendak melakukan kegiatan usaha pertambangan11 harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). IUP dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada pejabat sesuai dengan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimohonkan. Pejabat yang berwenang mengeluarkan IUP adalah: a. Bupati/walikota, apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota; b. Gubernur apabila WIUP beada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. Menteri, apabila WIUP berada pada lintas wilaah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.12 Pihak yang dapat mengajukan permohonan IUP berdasarkan ketentuan Pasal 38 UU Minerba adalah Badan Usaha, Koperasi, dan Perseorangan. Badan usaha dalam hal ini dapat berupa badan usaha swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Badan usaha swasta tersebut dapat merupakan badan usaha swasta dalam rangka permodalan dalam negeri dan badan usaha swasta dalam rangka permodalan asing.13 IUP dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan.14 Badan usaha dalam hal ini adalah Perseroan Terbatas (PT), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sedangkan perseorangan dalam hal ini berupa orang perseorang, perusahaan firma, dan perusahaan komanditer. Sebelum 11
Usaha pertambangan yang dimaksud adalah usaha pertambangan mineral dan usaha pertambangan batubara. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. Pertambangan batu bara pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. (pasal 1 ayat (4) dan (5) UU Minerba). 12 Ibid., UU Minerba. Pasal 37. 13 Ibid., PP nomor 24 tahun 2012, Pasal 6 ayat (3a). 14 Ibid.. Pasal 38.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
mengajukan IUP, pemohon harus memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Cara untuk memperoleh WIUP mineral logam dan batubara adalah melalui mekanisme lelang.15 Sedangkan untuk WIUP mineral bukan logam dan batuan, dapat diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.16 Terdapat ketentuan baru sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, yaitu 1 (satu) WIUP hanya dapat diberikan 1 (satu) IUP.17 Hal tersebut berarti di dalam satu WIUP tidak boleh dimohonkan IUP lebih dari satu. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih IUP pada satu lahan yang seringkali mengakibatkan sengketa. Menurut Mr. N.M spelt dan Prof. Mr. J.B.J.M ten Bergen, izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin dalam arti sempit).18 Berdasarkan pengertian tersebut, dalam izin dapat dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali diizinkan. Artinya, kemungkinan untuk seseorang atau suatu pihak tertutup kecuali diizinkan oleh pemerintah. dengan demikian, pemerintah mengikatkan perannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan.19 Pendapat Van der Pot megenai izin agak berbeda dengan pendapat Spelt dan ten Bergen. Menurutnya, izin merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan.20 Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2012, pengalihan IUP dapat dilakukan dengan syarat memiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) saham pada PT dimana IUP
15
Ibid., PP No. 23 Tahun 2010, Pasal 8 ayat (3). Ibid., Pasal 8 ayat (4). 17 Ibid., PP No. 24 Tahun 2012, Pasal 6 ayat (5). 18 Mr. N.M. Spelt dan Prof Mr. J.B.J.M ten Berge, disunting oleh Dr. Philipus Hadjon, SH, 1993, hlm. 2-3. 19 Y. Sri Pudyatmoko. Perizinan – Problem dan Upaya Pemenahan. Jakarta: Grasindo, 2009. hlm.7 20 Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleng Djindang, 1995, Pengantar Hukum Administrasi negara Indonesia, Cet. 8, Jakarta: Balai Buku Ictiar, hlm. 143. 16
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
akan dialihkan.21 Dengan diberlakukannya ketentuan ini, maka pengalihan IUP yang sebelumnya tidak dapat dilakukan menjadi dapat dilakukan.22 Pasal 93 ayat (1) berbunyi: “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain” Isi pasal tersebut secara jelas melarang dilakukannya pengalihan kepemilikan IUP dan IUPK kepada pihak lain. Ayat selanjutnya pada pasal 93 ayat (2) berbunyi: “Untuk pengalihan kepemilikan dan atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu.” Selanjutnya, pasal ini mengatakan bahwa “kepemilikan” dapat dialihkan melalui bursa saham di Indonesia. Kata “kepemilikan” pada pasal 93 ayat (2) ini menjadi ambigu23 sebab tidak dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan pasal tersebut apakah kepemilikan yang dimaksud adalah kepemilikan IUP dan IUPK yang sebelumnya dibahas pada pasal 93 ayat (1) atau kepemilikan lainnya. Sebab bunyi pasal 93 ayat (2) berbicara mengenai hal lain juga, yaitu mengenai pengalihan saham pada bursa saham. Akibat dari ketidakjelasan hal tersebut, terjadi berbagai penafsiran yang berbeda terhadap makna kepemilikan tersebut. Terdapat pihak yang mengartikan pasal 93 ayat (2) merupakan penjelasan lebih lanjut dari pasal 93 ayat (1), sehingga pengalihan kepemilikan IUP dan IUPK tetap dapat dilaksanakan. Ketentuan pasal 93 ayat (1) yang berisi larangan pengalihan kepemilikan IUP dan IUPK menjadi tidak diperhatikan. Pihak yang mengartikan demikian diantaranya adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal tersebut tersbukti dari dikeluarkannya Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 3/DBM/2010 tanggal 3 November 2010 tentang Pemindahan IUP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa surat tersebut menyatakan bahwa pengalihan IUP tetap dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, kekuatan hukum Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara tersebut menjadi sebuah pertanyaan hukum. Pasal 93 UU Minerba secara jelas menyatakan bahwa IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan. Isi surat tersebut mengatur hal 21
Ibid., PP Nomor 24 Tahun 2012, Pasal 7 huruf a. Ibid., UU Minerba, Pasal 93 ayat (1). 23 Ambigu adalah bermakna lebih dari satu (sehingga kadang-kadang menimbulkan keraguan, kekaburan, ketidakjelasan, dsb); bermakna ganda; taksa. (KBBI, hlm. 31) 22
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
yang sebaliknya. Di dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara bukan merupakan salah satu peraturan perundangundangan. Surat Keputusan Direjen Minerba tersebut adalah sebuah keputusan Pejabat Tata Usaha Negara. Apabila isi Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU Minerba, maka yang berlaku adalah UU Minerba. Namun hal tersebut harus dibuktikan melalui proses hukum terlebih dahulu. PP Nomor 24 Tahun 2012 dikeluarkan dengan maksud menjadi peraturan pelaksana mengenai pengalihan IUP yang diatur oleh UU Minerba. Berdasarkan pasal 7A ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 2012, pegalihan IUP tidak dapat dilakukan. Ketentuan ini sejalan dengan isi pasal 93 ayat (1) UU Minerba. Kemudian pada ayat selanjutnya pasal 7A, larangan pengalihan IUP diberlakukan apabila pemilik IUP tidak memiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) saham pada pihak dimana IUP akan dialihkan. Katakata yang digunakan pada pasal 7A ayat (2) ini seakan tetap melarang pengalihan kepemilikan IUP sehingga masih sejalan dengan ketentuan pasal 93 ayat (1). Namun, pada penjelasan pasal 7A ayat (2) dikatakan bahwa maksud ketentuan tersebut adalah kepemilikan IUP dan IUPK hanya dapat dialihkan kepada pihak dimana pemilik IUP atau IUPK memiliki saham paling sedikit 51% (lima puluh satu persen). Maksud pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 ini menjadi jelas, yaitu memberikan ketentuan tambahan bahwa IUP dan IUPK hanya dapat dialihkan kepada pihak dimana pemilik IUP atau IUPK memiliki saham paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dan memberikan ketentuan yang jelas bahwa IUP memang dapat dialihkan. Pasal 7A PPNomor 24 Tahun 2012 merupakan pembatasan larangan pengalihan IUP. Penulis berpendapat bahwa ketentuan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 ini menjelaskan lebih lanjut pasal 93 UU Minerba. Namun yang menjadi pertanyaan yuridis adalah keberlakuan PP Nomor 24 Tahun 2012 ini sendiri. Pasal 93 ayat (1) UU Minerba menyatakan dengan tegas bahwa IUP tidak dapat dialihkan. Hal itu berimplikasi kepada peraturan pelaksananya yang harus sejalan, yaitu mengenai pengalihan IUP, tidak dapat dilakukan. Sedangkan, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa pada penjelasan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 mengatakan bahwa IUP dapat dialihkan.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
PP nomor 24 Tahun 2012 pada salah satu pasalnya mengatur mengenai pengalihan IUP. Sebagaimana keberlakuan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia,24 kedudukan Undang-undang berada di bawah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada urutan ketiga setelah Ketetapan MPR. Sedangkan Peraturan Pemerintah berkedudukan di bawah Undang-undang, yaitu berada pada urutan ke empat. Artinya, PP Nomor 24 Tahun 2012 tidak dapat bertentangan dengan UU Minerba sebagai dasar pembentukannya. Apabila bertentangan, maka yang diberlakukan adalah ketentuan yang lebih tinggi, yaitu UU Minerba. Ketentuan tersebut berdasarkan pasal 7 ayat (2) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pada penjelasan pasal 7A ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 2012 secara jelas menyatakan bahwa pengalihan IUP dapat dilakukan dengan ketentuan tambahan. Bunyi ketentuan pada penjelasan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 tersebut bertentangan dengan bunyi pasal 93 ayat (1) UU Minerba sebab pasal tersebut menyatakan dengan tegas bahwa kepemilikan IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan. Berdasarkan analisa penulis terhadap pasal 93 UU Minerba, isi ayat (1) dengan ayat (2) mengacu kepada hal yang berbeda. Pada ayat (1) secara jelas menyatakan IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan. Namun kemudian pada ayat (2) terdapat kata-kata “Untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham pada bursa saham Indonesia…” Kalimat tersebut memunculkan penafsiran berbeda pada tiap pihak yang mengartikannya. Pasal tersebut seharusnya membahas mengenai pengalihan IUP, tetapi kemudian pada ayat (2) pasal tersebut mengatur juga tentang pengalihan saham di bursa saham. Oleh karena itu, penjelasan dari pihak yang berwenang di dalam membentuk dan melaksanakan peraturan tersebut menjadi salah satu pertimbangan mengenai maksud pasal tersebut. Keterangan yang diperoleh dari wawancara dengan Ibu Isbayu Indri Hapsari Staf Bagian Bimbingan Usaha Batubara Dirjen Minerba25, yang menangani permohonan pengalihan IUP di tingkat pusat. Dari keterangan yang penulis peroleh, pengalihan IUP memang dapat dilakukan meski setelah UU Minerba berlaku. Larangan pengalihan IUP 24 Indonesia,
Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No.12 tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011. TLN. No. 5234, ps. 7. 25 Loc. Cit. Wawancara Ibu Isbayu Indri.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
yang diatur pada pasal 93 ayat (1) UU Minerba ternyata tidak berlaku sebab pihak Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral megartikan ketentuan tersebut bersama dengan ayat selanjutnya yang menyatakan bahwa pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham dapat dilaksanakan selama memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud, selain yang telah sampai pada tahapan ekplorasi tertentu dan menemukan paling sedikit 2 (dua) wilayah prospek, adalah rekomendasi dari pihak yang mengeluarkan IUP dan Izin dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pihak yang hendak mengalihkan kepemilikan IUP mengajukan permohonan rekomendasi kepada pihak yang mengeluarkan IUP, yaitu Bupati/Walikota, Gubernur, atau Menteri tergantung kepada dimana WIUP terletak. Penulis menemukan adanya Surat Direktur Pengembangan Mineral dan Batubara Nomor 3/DBM/2010 tanggal 3 Nopember 2010 tentang Pemindahan IUP. Surat ini dibuat oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara yang dialamatkan kepada Kepala Kantor Energi dan Pertambangan pada setiap provinsi. Surat tersebut menyatakan bahwa: 1.
Sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengatur mengenai Implementasi dari pengalihan kepemilikan IUP;
2.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pemegang IUP dapat mengalihkan kepemilikan IUP-nya setelah menyerahkan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri, Pemerintah Provinsi, atau Bupati/Walikota berdasarkan kewenangannya dengan melampirkan dokumen yang diperlukan.
Surat tersebut merupakan pemberiahuan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara yang isinya mengizinkan pengalihan IUP untuk dilakukan. Penulis juga menemukan surat serupa, yaitu izin untuk mengalihkan IUP pada surat bernomor No. 2140/30/DBB/2011 yang dikeluarkan pada tanggal 20 Oktober 2011. Lebih lanjut di dalam surat tersebut dikemukakan bahwa pengalihan IUP dapat dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No. 472K/2001/DJP/1998 tertanggal 15 September 1998. Fakta tersebut menunjukan bahwa pihak yang berwenang mengeluarkan penetapan bisa atau tidaknya sebuah IUP dialihkan adalah Direktorat Jenderal Mineral
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
dan Batubara. Pelaksana PP Nomor 24 Tahun 2012 menentukan bahwa IUP dapat dialihkan selama memenuhi ketentuan perundang-undangan. Setelah PP Nomor 24 Tahun 2012 dikeluarkan, belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai pengalihan IUP. Hingga saat penulis melakukan wawancara dengan staf bidang usaha pada tanggal 20 November 2012, belum ada peraturan yang mengatur mengenai tata cara pengalihan IUP. Pengalihan IUP tidak dilarang untuk dilaksanakan, namun belum ada yang sudah pada tahap akhir dikarenakan tata cara pengalihan belum diatur. Fakta tersebut penulis peroleh dari keterangan narasumber26. Namun, penulis menemukan bahwa akuisisi saham perusahaan tambang lebih dari 51% (lima puluh satu persen) tetap terjadi setelah PP nomor 24 tahun 2012 diberlakukan, yaitu setelah tanggal 21 Februari 2012. Salah satunya adalah akusisi 100% (seratus persen) saham PT Borneo Berkat Makmur oleh PT United Tractors Tbk. melalui anak usahanya PT Tuah Turangga Agung. Perjanjian Sale Purchase Agreement (perjajian jual beli dengan persyaratan) telah ditandatangani pada 9 Agustus 2012. Hal ini menunjukan bahwa pengalihan saham hingga 100% (seratus persen) tetap dapat dilaksanakan meski di dalam proses pengalihan saham tersebut diperlukan juga Izin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Akuisisi ini tidak melanggar hukum sebab tidak ada larangan mengenai pengalihan saham perusahaan pertambangan. Namun, kembali pada pasal 41 UU Minerba bahwa IUP harus dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. Pengalihan saham yang mengakibatkan perubahan pengendalian perusahaan berhubungan erat dengan perubahan peruntukan IUP tersebut. Maksud pernyataan tersebut adalah bahwa IUP tersebut tidak lagi diperuntukan untuk pihak yang sama. Pengalihan kepemilikan saham PT Borneo Berkat Timur dilakukan oleh PT Tuah Turangga Agung, anak usaha PT United Tractors Tbk. Jumlah saham yang dialihkan mencapai 11.600.000 lembar saham yang setara dengan 99,17% (sembilan puluh sembilan koma tujuh belas persen) dan sisanya sebanyak 100.000 atau setara dengan 0,83% (nol koma delapan puluh tiga persen) akan diselesaikan saat persyaratan telah
26
loc.cit.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
terpenuhi.27 Pengalihan saham sebesar 100% (seratus persen) mengakibatkan pihak yang menjalankan kegiatan usaha pertambangan berdasarkan IUP PT Borneo Berkat Makmur beralih. Meski dari keterangan yang penulis peroleh dari Dirjen Batubara Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral belum ada pengalihan IUP yang terjadi, aksi korporasi ini mengakibatkan peralihan pengendali kegiatan usaha penambangan batubara yang sebelumnya dilakukan oleh PT Borneo Berkat Timur. Pengalihan saham sebesar 100% (seratus persen) harus diikuti dengan penawaran saham kepada pihak lain atau mengeluarkan saham baru untuk dimiliki pihak lain dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah akuisisi dilakukan.28 Ketentuan tersebut berlaku sebab pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) pihak. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang ditentukan maka pemegang saham menanggung seluruh tanggung jawab perseroan secara pribadi, dan dengan permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat membubarkan perseroan tersebut. 29 Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 2012 pasal 7A ayat (2) , pihak yang dapat mengalihkan IUP adalah pihak yang memiliki paling tidak 51% (lima puluh satu persen) saham pada pihak dimana IUP akan dialihkan. Dalam kasus akuisisi ini, IUP PT Borneo Berkat Timur tidak dapat beralih kepada PT Tuah Turangga Agung sebab PT Borneo Berkat Timur tidak memiliki saham pada PT Tuah Turangga Agung. Sebaliknya, PT Tuah Turangga Agung dapat mengalihkan IUP yang dimiliki olehnya kepada PT Borneo Berkat Timur. Akusisi ini membawa perubahan terhadap pelaksana IUP yang dimiliki oleh PT Borneo Berkat Timur. Permasalahan hukum yang terjadi adalah IUP yang diberikan kepada PT Borneo Berkat Timur seharusnya digunakan oleh PT Borneo Berkat Timur sendiri sesuai dengan peruntukkan IUP tersebut diberikan.30 Dengan beralihnya kepemilikan saham pada PT Borneo Berkat Timur maka terjadi pergantian pengendalian usaha yang dijalankan, diantaranya adalah kegiatan usaha pertambangan yang dijalankan 27
“United Tractor Tuntaskan Akuisisi Saham Borneo Berkat Makmur Senilai USD 51 juta”. http://financeroll.co.id/news/52290/united-tractors-tuntaskan-akuisisi-saham-borneo-berkat-makmursenilai-usd-51-juta, diakses pada tanggal 31 Desember 2012. 28 Ibid. Pasal 7 ayat (5) UUPT. 29 Ibid. Pasal 7 ayat (5). 30 Ibid. Pasal 41 UU MInerba.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
dengan IUP PT Borneo Berkat Timur. Pada saat mengajukan IUP salah satu persyaratan yang harus dipenuuhi adalah mengisi formulir pengajuan IUP31. Salah satu perihal yang wajib diisi adalah mengenai susunan pemegang saham pamohon (dalam hal ini yang mnegajukan IUP adalah PT). Selain itu, pada IUP sekurang-kurangnya memuat mengenai data perusahaan yang salah satunya adalah daftar pemegang saham (atau pemegang saham pengendali saja apabila yang mengajukan adalah PT publik).32 Apabila terdapat perubahan pemegang saham atau pemegang saham pengendali, maka harus dilaporkan dan terdapat perubahan pada IUP mengenai data pemegang saham. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa pihak yang melakukan kegiatan usaha pertambangan adalah tetap pemilik IUP. Dalam kasus ini, dengan dilakukannya akuisisi sebesar 100% saham PT Borneo Berkat Timur maka pihak yang menjadi pengendali dalam melakukan kegiatan usaha tidak lagi sama. Kepemilikan saham PT Borneo Berkat Timur sepenuhnya menjadi milik PT United Tractor. Penulis meyimpulkan, IUP yang semula diperuntukkan untuk PT Borneo Berkat Timur untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan, saat ini bukan lagi PT Borneo Berkat Timur yang melakukannya sebab pengendalian sepenuhnya ada pada PT Tuah Tungga Agung. Pada praktek seperti ini, kepemilikan IUP PT Borneo Berkat Timur memang tidak beralih kepada PT Tuah Turangga Agung, tetapi pelaksana kegiatan usaha pertambangan yang menjadi beralih. Secara tidak langsung terjadi pengalihan IUP PT Borneo Berkah Makmur kepada PT Tuah Turangga Agung. Pengalihan IUP secara hukum tidak dapat dilakukan sebab PT Borneo Berkat Makmur tidak memenuhi syarat kepemilikan minimum saham 51% saham pada PT Tuah Turangga Agung sebagaimana yang diwajibkan oleh ketentuan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012. Namun secara de facto, IUP beralih kepada PT Tuah Turangga Agung. Selain itu, PT Borneo Berkah Makmur juga memiliki anak usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yaitu, PT Piranti Jaya Utama. PT Piranti Jaya Utama adalah 31 32
Lihat lampiran Formulir Pengajuan IUP wawancara
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
sebuah perusahaan pertambangan yang memiliki konsesi tambang seluas 4800 ha di Desa Barunang, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. PT Borneo Berkah Makmur adalah pemegang atas 60% (enam puluh persen) saham PT Piranti Jaya Utama. Dengan adanya pengalihan kepemilikan 100% seratur persen) saham PT Borneo Berkat Makmur, maka kepemilikan saham PT Borneo Berkat Makmur pada anak perusahaannya menjadi berubah. Meskipun kepemilikan saham pada PT Piranti Jaya Utama tetap dimiliki oleh PT Borneo Berkat Utama, namun pengendali PT Borneo Berkat Utama sudah berubah, serta mengakibatkan perubahan juga terhadap kepemilikan saham PT Piranti Jaya Utama. Oleh karena itu, terjadi perubahan pengendali pada PT Piranti Jaya Utama. IUP PT Piranti Jaya Utama tidak dapat beralih menjadi PT Borneo Berkat Utama sesuai dengan ketentuan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012. Namun pengendali kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan berdasarkan IUP PT Piranti Jaya Utama sudah berubah, yaitu menjadi di bawah pengendalian PT Tuah Turangga Agung. 3.
Penutup Dari hasil analisis yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Pasal 93 ayat (1) menyatakan IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Kemudian pada pasal 93 ayat (2) dinyatakan bahwa untuk pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia hanya dapat dilakukan setelah melalui kegiatan eksplorasi tahap tertentu. Pasal 93 ayat (1) berisi restriksi pengalihan IUP dan IUPK, sedangkan pasal 93 ayat (2) berisi tentang pengalihan kepemilikan dan saham di bursa saham. Kata pengalihan kepemilikan pada pasal 93 ayat (2) menibulkan kerancuan di dalam menafsirkan maksud kepemilikan tersebut. Pasal 93 ayat (2) juga mengatur mengenai pengalihan saham di bursa saham. Kedua hal yang diatur di dalam pasal 93 ayat (2) adalah dua hal yang berbeda. Penulis menyimpulkan kepemilikan yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah kepemilikan saham. Sehingga pengalihan IUP berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 merupakan suatu tindakan yang dilarang. PP nomor 24 Tahun 2012 Pasal 7A ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 2012 menyatakan bahwa IUP dan IUPK tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Kemudian pasal 7A ayat (2) PP Nomor
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
24 Tahun 2012 menyatakan bahwa pihak lain yang dimaksud pada ayat (1) adalah badan usaha yang 51% (lima puluh satu persen) atau lebih sahamnya tidak dimiliki oleh pemegang IUP dan IUPK. Dengan kata lain, ketentuan pasal 7A ayat (2) secara jelas mengatakan bahwa IUP dapat dialihkan apabila pemegang IUP memiliki 51% (lima puluh satu persen) saham atau lebih pada badan usaha lain dimana IUP akan dialihkan. Ketentuan ini bertentangan dengan pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 yang secara tegas melalui ayat (1) menyatakan bahwa IUP tidak dapat dialihkan. PP Nomor 24 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksana bertentangan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 yang menjadi dasar pembentukan PP Nomor 24 Tahun 2012. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan pemerintah kedudukannya berada di bawah undang-undang. Berdasarkan pasal 7 ayat (2) kekuatan hukum peraturan perundang-undangan didasarkan pada hirarki. Oleh karena itu apabila peraturan pemerintah bertentangan dengan undang-undang maka yang berlaku adalah ketentuan yang lebih tinggi yaitu undang-undang. Ketentuan pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 bertentangan dengan pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009, oleh karena itu seharusnya Pasal 7A PP Nomor 24 Tahun 2012 tidak berlaku. 2.
Pada kasus akuisisi PT Borneo Berkat Timur oleh PT Tuah Turangga Agung, saham PT Borneo Berkat Timur diakuisisi sebanyak 100% (seraturs persen) oleh PT Tuah Turangga Agung. Akusisi ini menyebabkan perubahan pengendali kegiatan usaha pertambangan pada PT Borneo Berkat Makmur. Akuisisi tidak diikuti dengan pengalihan IUP PT Borneo Berkat Timur secara hukum. Namun, secara de facto terjadi pengalihan pemegang IUP sebab pihak yang mengalihkan tidak lagi menjalankan kegiatan usaha pertambangan berdasarkan IUP PT Borneo Berkat Timur. Jadi, pada kasus semacam ini pengalihan IUP secara hukum memang tidak terjadi, tetapi secara de facto terjadi.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Saran Dari penelitian ini, penulis dapat menyarankan: 1. Rumusan pasal 93 ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2009 seharusnya diperbaiki, khususnya mengenai kata kepemilikan. Tujuannya adalah agar menjadi jelas mengenai kepemilikan apa yang dimaksud sehingga tidak memberikan alasan pembenaran terhadap pihak yang melakukan pengalihan IUP. 2. Dengan ketidakjelasan pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai pengalihan IUP, pemerintah seharusnya mengeluarkan peraturan pelaksana yang secara khusus mengatur mengenai pengalihan IUP berupa peraturan pemerintah atau peraturan menteri. PP nomor 24 Tahun 2012 memang mengandung pengaturan mengenai pengalihan IUP, tetapi ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 dan bertentangan dengan tujuan UU Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan pelaksana yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pengalihan IUP dan sejalan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009. 3. Akuisisi selalu menyebabkan perubahan pengendalian pada suatu perusahaan, termasuk akuisisi perusahaan pertambangan. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mengeluarkan peraturan yang secara khusus mengatur mengenai pengalihan saham berupa peraturan pemerintah atau peraturan menteri. Pemerintah sebaiknya mewajibkan kepemilikan IUP atas nama pemegang saham pengendali.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Buku Andreae, Fockema. Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia. Diterjemahkan oleh H. Boerhanoedin St. Batuah, (dkk). Bandung: Binacipta, 1983. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi. Kilas Balik 50 Tahun Peertambangan dan Wawasan 25 Tahun Mendatang. Jakarta, 1995. H.S, Salim. Hukum Pertambangan Indonesia. Ed. Revisi. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 1995. Hukum Pertambangan di Indonesia. Cet.5. Jakarta: Rajawali Press, 2010. Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang, Cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Kementerian energi dan Sumber Daya Mineral. Mineral dan Energi Kekayaan Bangsa: Sejarah Pertambangan dan Energi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kementerian energi dan Sumber Daya Mineral, 2009. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Cet.1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999. Purwosutjipto, H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2: Bentuk Perusahaan. Cet.12. Jakarta: Djambatan, 2007. Saleng, Abrar. Hukum Pertambangan, Cet.1. Jogjakarta: UII Press, 2004. Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas. Cet.3. Bandung: CV Nuansa Aulia, 2012. Supramono, Gatot. Hukum Pertambangan Mineral Dan Batu Bara Di Indonesia. Cet.1. Jakarta: RIneka Cipta, 2012. Widjaya, I.G. Rai. Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Uundang-undang di Bidang Usaha: Hukum Perusahaan. Cet.1. Jakarta: Kesaint Blanc, 2000. Hukum Perusahaan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2000. __________Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. 1999. Peraturan Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003. LN No. 70 Tahun 2003. TLN. No. 4297.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
Indonesia, Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012. UU No. 22 tahun 2012. TLN. No. 5254. Indonesia, Undang-Undang tentang Perkoperasian. UU No. 25 Tahun 1992. LN No. 116 Tahun 1992. TLN. No. 3502. Indonesia, Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. UU No.12 tahun 2011. LN No. 82 Tahun 2011. TLN. No. 5234. Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007. TLN. No. 4756. Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007. TLN. No. 4756. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP No. 23 Tahun 2010. LN No. 29 Tahun 2010. TLN No. 5111. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP No. 24 Tahun 2012. LN No. 45 Tahun 2012. TLN No. 5282 Tahun 2012. Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. PP No. 27 Tahun 1998. LN No. 40 Tahun 1998. TLN. No. 3741. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. Permen Energi dan Sumber Daya Mineral. No. 18 Tahun 2009. Artikel Pigome, Martha. “Politik Hukum Pertambangan Indonesia Dan Pengaruhnya Pada Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Era Otonomi Daerah”. Masalah-Masalah Hukum. Jilid 40 No.2, April 2011. Internet “Mengenal Jenis Izin Tambang di Indonesia.” http://belajarhukum.net/mengenaljenis- izin-tambang-di-indonesia/. Diunduh 25 September 2012. KPPU. “KPPU Mengeluarkan Pendapat Mengenai Pengambilalihan PT Duta Sejahtera pleh PT Tuah Turangga Agung.” http://www.kppu.go.id/id/kppumengeluarkan-pendapat-mengenaipengambilalihan-pt-duta-sejahtera-oleh-pt-tuahturangga-agung/. Diunduh 26 Desember 2012.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013
”Pengalihan IUP Masih Menjadi Polemik.” http://www.hukumonline.com/printedoc/lt4f4aff756a3d0. Diunduh 15 September 2012. “Potensi Sumber Daya Alam Indonesia.” http://www.hpli.org/tambang.php#. Diunduh 24 September 2012. “PTBA Masih Tunggu PP untuk Eksekusi Proyek.” http://www.bisnis.com/articles/ptba- tunggu-pp-untuk-eksekusi-proyek. Diunduh 1 Januari 2013. “PTBA Masih Tunggu Peralihan IUP ke Bukit Aasam Banko.” http://investasi.kontan.co.id/news/ptba-masih-tunggu-peralihan-iup-ke-bukit-asam-banko. Diunduh 1 Januari 2013.
Pengalihan izin..., Intan Dwi Safitri, FH UI, 2013