PERJANJIAN KERJA PERSAINGAN (COVENANT NOT TO COMPETE) DAN PELANGGARAN RAHASIA DAGANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA NOMOR 531/Pid/B/2012/PN.Jkt.Ut.) NOVIANA TANSARI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 21 JANUARI 2013 ABSTRAK
Penelitian ini membahas keterkaitan perjanjian kerja persaingan (covenant not to compete) dan pelanggaran rahasia dagang melalui studi kasus antara PT. Biggy Cemerlang dengan mantan pegawainya, yang mana Jaksa Penuntut Umum menuntut mantan pegawai tersebut dengan pelanggaran rahasia dagang Pasal 17 ayat (1) jo. Pasal 13 UU Rahasia Dagang yaitu mengingkari kewajiban tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Melalui penelitian yuridis normatif dengan melakukan analisis deskriptif, penulis berusaha menjelaskan bahwa dengan dilanggarnya covenant not to compete tidak berarti terjadi tindak pidana dalam pelanggaran rahasia dagang. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa yang ditempuh melalui jalur pidana yang terjadi dalam kasus adalah tidak tepat.
Kata Kunci : Pelanggaran Rahasia Dagang, Covenant not to Compete
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
1. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Sebagai anggota dari masyarakat internasional dan anggota dari World Trade
Organization1 (selanjutnya disingkat menjadi “WTO”), Indonesia memiliki kewajiban untuk meratifikasi kesepakatan-kesepakatan WTO di bidang ekonomi dan perdagangan. Salah satu kesepakatan yang harus diratifikasi ke dalam hukum nasional kita adalah Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (yang selanjutnya disebut sebagai “Perjanjian TRIPs”). Esensi dari Perjanjian TRIPs ini adalah untuk menetapkan standar minimum2 dari perlindungan Hak Kekayaan Intelektual3 (selanjutnya disingkat menjadi “HKI”) di seluruh dunia. Sebagai salah satu bagian dari HKI, rahasia dagang atau sering disebut sebagai informasi yang dirahasiakan (Undisclosed Information), juga mendapatkan perlindungan hukum dari penyalahgunaan pihak lain. Perlindungan rahasia dagang di Indonesia diatur dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2000 (selanjutnya disebut sebagai “UU Rahasia Dagang”) yang telah disahkan pada tanggal 20 Desember 2000. Berdasarkan UU Rahasia Dagang, yang dimaksud dengan rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.4 Sering kali pelanggaran rahasia dagang dilakukan oleh pegawai suatu perusahaan, yang karena tugas dan pekerjaannya mengetahui dan menguasai rahasia dagang perusahaan yang bersangkutan. Menurut UU Rahasia Dagang, terdapat 2 (dua) bentuk pelanggaran terhadap rahasia dagang yaitu pengungkapan rahasia dagang tanpa izin dan perolehan atau penguasaan rahasia dagang dengan tidak sah. Terhadap pelanggaran tersebut, maka pelakunya dapat 1
Ratifikasi dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), LN.No. 57 Tahun 1994, TLN.No. 3564. 2
Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, Cet.1, (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), hal. 7.
3
Istilah yang dipakai dalam Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 177 tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 2001. 4
Indonesia (a), Undang-undang tentang Rahasia Dagang, UU No. 30 Tahun 2000, LN No. 242 Tahun 2000, TLN No. 4044 (selanjutnya disebut UU Rahasia Dagang), Pasal 1 angka 1.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
dimintakan pertanggungjawaban baik secara perdata maupun pidana. Di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, pelanggaran terhadap rahasia dagang diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum yang bersifat khusus yang disebut sebagai the action for breach of confidence. Sedangkan di negara-negara yang menganut sistem hukum Civil Law, pelanggaran semacam itu hanya dianggap sebagai perbuatan onrechtsmatigedaad, perbuatan melawan hukum biasa.5” Contoh kasus pelanggaran rahasia dagang yang dilakukan oleh mantan pegawai di Indonesia adalah kasus antara PT. General Food Industries (PT. GFI) dengan kedua mantan pegawainya. Kasus berawal dari kedua mantan pegawai tersebut berpindah tempat kerja ke perusahaan saingan PT. GFI dan terhadap hal ini PT. GFI kemudian melaporkannya kepada polisi pada tahun 2007. Jaksa penuntut umum menuntut kedua mantan pegawai tersebut dengan pelanggaran rahasia dagang sesuai dengan Pasal 17 UU Rahasia Dagang, yaitu bahwa “dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain”. Terhadap kasus ini, hakim telah menjatuhkan putusan bahwa kedua mantan pegawai tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana baik di pengadilan tingkat pertama maupun di pengadilan tingkat banding. Akan tetapi, dalam tingkat kasasi melalui putusan Mahkamah Agung Nomor: 32220/Pan.Pid.Sus/2085K/PID.SUS/2008 telah mengkabulkan permohonan kasasi kedua mantan pegawai
tersebut
serta
membatalkan
No.632/Pid/B/2007/PN.BDG
dan
putusan
putusan
Pengadilan Pengadilan
Negeri Tinggi
Bandung Bandung
6
No.380/Pid/2007/PT.Bandung. Contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap rahasia dagang di Indonesia belum benar-benar dipahami dan dimengerti baik oleh para pihak yang bersangkutan maupun bagi penegak hukum. Sehingga menjadi topik yang menarik untuk diteliti kasus antara PT. Biggy Cemerlang dan mantan pegawainya Hartoko, yang mana pihak perusahaan melaporkan adanya pelanggaran rahasia dagang yang dilakukan mantan pegawai tersebut yang pernah terikat dengan “Perjanjian Kerahasiaan”. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara melalui putusan nomor 531/Pid/B/2012/PN.Jkt.Ut telah menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan pelanggaran rahasia dagang. 5
H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Ed Revisi 6, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 452. 6
“Kasus PT GFI ‘Ceres’ Jadi Yurisprudensi Bagi Hak Buruh,” http://www.reportase.com /2011 / 08 / kasus-pt-gfi-%E2%80%98ceres%E2%80%99-jadi-yurisprudensi-bagi-ham-buruh/, diunduh pada tanggal 10 September 2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Perjanjian kerahasiaan tersebut pada dasarnya merupakan suatu perjanjian keperdataan antara pihak perusahaan dan pegawai untuk tidak membocorkan rahasia dagang perusahaan tersebut. Yang mana salah satu klausul perjanjian mengatur mengenai kewajiban bagi pegawai untuk tidak bekerja di perusahaan yang sejenis setelah 2 (dua) tahun berakhirnya hubungan kerja. Akan tetapi, tuntutan terhadap kasus tersebut telah masuk ke ranah hukum pidana padahal pelanggaran tersebut bersifat privat dan tidak merugikan kepentingan umum. Kasus ini menjadi lebih menarik lagi karena tidak disebutkan kerugian ekonomi yang diderita oleh perusahaan yang melaporkan kasus tersebut kepada polisi serta tidak adanya keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh si mantan pegawai tersebut. 1.2.
Pokok Permasalahan Dalam penelitian mengenai kasus yang terjadi antara PT. Biggy Cemerlang dan mantan
pegawainya (Hartoko), penulis membatasi pokok permasalahan sekitar klausula covenant not to compete yang dilanggar oleh mantan pegawai tersebut. Adapun permasalahan yang dikemukakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keterkaitan antara perjanjian kerja persaingan dengan pelanggaran rahasia dagang? 2. Apakah referensi perusahaan kompetitor kepada pelanggan perusahaan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran rahasia dagang khususnya delik pidana sebagaimana diatur dalam UU Rahasia Dagang? 1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan penelitian secara umum dan tujuan penelitian
secara khusus, adapun tujuan tersebut yaitu: 1. Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah memberikan gambaran secara jelas mengenai keterkaitan antara perjanjian kerja persaingan dengan pelanggaran rahasia dagang. 2. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini secara khusus adalah sebagai berikut:
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
a. Menjelaskan asas-asas hukum yang terkait antara perjanjian kerja persaingan dengan pelanggaran rahasia dagang. b. Mengidentifikasikan pelanggaran rahasia dagang yang dilakukan dalam kasus antara PT. Biggy Cemerlang dan mantan pegawainya.
2. Pembahasan 2.1.
Definisi Rahasia Dagang Sebagai salah satu anggota WTO yang tunduk pada Perjanjian TRIPs, kewajiban
Indonesia untuk memberikan perlindungan atas informasi rahasia berasal dari lampiran 1C Agreement Establishing The World Trade Organization (the Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods) Bagian 7 Pasal 39 tentang Protection of Undisclosed Information, yang berbunyi: “Article 39 1. In the course of ensuring effective protection against unfair competition as provided in Article 10 bis of the Paris Convention (1967), Members shall protect undiclosed information in accordance with paragraph 2 and data submitted to governments or governmental agencies in accordance with paragraph 3. 2. Natural and legal persons shall have the possibility of preventing information lawfully within their control from being disclosed to, acquired by, or used by others without their consent in a manner contrary to honest commercial practices so long as such information: (a)is secret in the sense it is not, as a body or in the precise configuration and assembly of its components, generally known among or readily accessible to persons within the circles that normally deal with the kind of information in question; (b)has commercial value because it is secret; and (c) has been subject to reasonable steps under the circumstances, by the person lawfully in control of the information, to keep it secret. 3. Members, when requiring, as a condition of approving the marketing of pharmaceutical or of agricultural chemical products whichutilize new chemical entities, the submission of undisclosed test or other data, the origination of which involves a considerable effort, shall protect such data against unfair commercial use. In addition, Members shall protect
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
such data against disclosure, except where necessary to protect the public, or unless steps are taken to ensure that the data are protected against unfair commercial use.”7 Perjanjian TRIPs tidak memberikan definisi rahasia dagang, akan tetapi dalam Pasal 39 ayat (2) Perjanjian TRIPs menyebutkan ciri-ciri pokok yang harus dimiliki oleh sebuah rahasia dagang atau informasi informasi yang dirahasiakan, yaitu: 1. Bersifat rahasia, dalam arti bahwa informasi itu secara keseluruhan atau dalam konfigurasi dan gabungan yang utuh dari pada beberapa komponennya, tidak diketahui secara luas atau terbuka untuk diketahui oleh pihak-pihak yang dalam kegiatan sehariharinya biasa menggunakan jenis informasi serupa itu;8 2. Bernilai komersial sebab sifat kerahasiaannya. 3. Telah dijaga kerahasiaannya melalui langkah-langkah yang tepat sesuai dengan keadaan oleh pihak yang mempunyai kontrol atas informasi tersebut secara sah.9 Sedangkan menurut UU Rahasia Dagang, untuk dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Informasi yang tidak diketahui oleh umum Unsur pertama, informasi yang tidak diketahui oleh umum. Menurut Gunawan Widjaja, yang dimaksud dengan informasi adalah informasi yang bersifat tertulis.10 UU Rahasia Dagang tidak mengatur mengenai definisi informasi sehingga secara umum informasi dapat diartikan sebagai 1) penerangan; 2) pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu; 3) keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu11. Sedangkan pengertian “tidak diketahui oleh umum,” berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 UU Rahasia Dagang yang menambahkan kata “masyarakat” di depan kata “umum,” dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “umum” adalah masyarakat 7
“Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property,” www.wto.org/english/docs_e/27-trips.pdf, yang diunduh pada tanggal 1 November 2012. 8
Cita Citrawinda Priapantja, Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi, Cet. 1, (Jakarta: Chandra Pratama, 1999), hal. 160. 9
Tim Lindsey, et al., ed., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Cet. Ke-6, (Bandung: Alumni, 2011),
hal. 237. 10
Gunawan Widjaja I, Seri Hukum Bisnis: Rahasia Dagang, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 78. 11
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Ed. Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.535.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
umum. Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (1) UU Rahasia Dagang terdapat perluasan dari informasi yang tidak diketahui oleh umum yaitu “informasi tersebut bersifat rahasia,” dalam Pasal 3 ayat (2) UU Rahasia Dagang yang dimaksud dengan bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat. 2. Di bidang teknologi dan/atau bisnis Unsur kedua, di bidang teknologi dan/atau bisnis. UU Rahasia Dagang membatasi perlindungan rahasia dagang hanya pada bidang teknologi dan bisnis, akan tetapi tidak memberikan pengertian yang jelas mengenai ruang lingkup teknologi serta ruang lingkup bisnis tersebut. Pasal 2 UU Rahasia Dagang menyebutkan bahwa “Lingkup perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum”. Berdasarkan risalah rapat pembentukan UU Rahasia Dagang, ruang lingkup teknologi berkaitan dengan informasi yang secara murni bersifat teknik, seperti metoda-metoda produksi, formula kimia, cetak-biru (blueprints) atau prototip (prototypes). Contoh: informasi tentang teknologi piranti pemicu senjata nuklir, yang jelas sangat dirahasiakan. Sedangkan informasi rahasia-rahasia yang bersifat komersial, yang mencakup informasi tentang metoda penjualan, metoda pendistribusian, profil pelanggan, strategi pengiklanan dan daftar nama pemasok atau klien. Biasanya definisi tentang subyek rahasia dagang agak luas, dan penetapan final tentang informasi apa yang dapat menjadi sebuah rahasia dagang tergantung pada kondisi khusus masingmasing kasus.12 3. Mempunyai nilai ekonomi Unsur ketiga, mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) UU Rahasia Dagang, informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi. 4. Dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya. 12
Indonesia, Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Desain Industri, Rancangan Undang-Undang Tentang Tata Letak Sikit Terpadu dan Rancangan Undang-Undang Tentang Rahasia Dagang, tanggal 14 Februari 2000, hal. 25.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Unsur keempat, dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya. Cara-cara pemilik rahasia dagang untuk menjaga kerahasiaannya tidak diatur oleh UU Rahasia Dagang. Akan tetapi, terdapat pembatasan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1) yaitu bahwa rahasia dagang dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana mestinya. Selanjutnya dalam penjelasan ayat tersebut, yang dimaksud dengan “upaya-upaya sebagaimana mestinya” adalah semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana rahasia dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Unsur ini menjelaskan bahwa menjaga kerahasiaan rahasia dagang merupakan kewajiban bagi pemiliknya yang dapat dilakukan melalui berbagai cara. 2.2.
Pelanggaran Rahasia Dagang Menurut UU Rahasia Dagang, terdapat 2 (dua) bentuk pelanggaran terhadap rahasia
dagang, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU Rahasia Dagang: 1. Pengungkapan Rahasia Dagang Tanpa Izin Pasal 13 UU Rahasia Dagang mengatur bahwa pelanggaran rahasia dagang terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan. Pengungkapan rahasia dagang tanpa izin dari pemilik atau pemegang rahasia dagang pada prinsipnya adalah orang yang menerima rahasia dagang telah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pemilik atau pemegang rahasia dagang untuk menjaga kerahasiaannya. Contoh penyalahgunaan rahasia dagang ini misalkan pemilik atau pemegang rahasia dagang mengizinkan si penerima rahasia dagang untuk menggunakan rahasia dagang tersebut untuk tujuan tertentu, akan tetapi si penerima rahasia dagang menggunakannya untuk tujuan lain diluar izin yang diberikan. Pelanggaran tersebut
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
mengakibatkan kerugian atau sangat mungkin akan mengakibatkan kerugian komersial. Sehingga dalam hal terjadi pelanggaran tersebut, dapat diajukan gugatan ganti kerugian.13 2. Perolehan atau Penguasaan Rahasia Dagang dengan Tidak Sah Pasal 14 UU Rahasia Dagang mengatur bahwa seseorang dianggap melanggar rahasia dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal pelanggaran seperti ini, pemilik atau pemegang rahasia dagang sama sekali tidak memberikan izin bagi penerima rahasia dagang untuk menggunakan rahasia dagang tersebut. Sebagai contoh, seseorang mencuri rahasia dagang pesaing usahanya atau menipu untuk mendapatkan rahasia dagang tersebut.14 2.3.
Tindak Pidana di Bidang Rahasia Dagang Secara umum, pengaturan tindak pidana terhadap pelanggaran HKI terdapat dalam
Pasal 61 Perjanjian TRIPs. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut: “Members shall provide for criminal procedures and penalties to be applied at least in cases of wilful trademark counterfeiting or copyright piracy on a commercial scale. Remedies available shall include imprisonment and/or monetary fines sufficient to provide a deterrent, consistently with the level of penalties applied for crimes of a corresponding gravity. In appropriate cases, remedies available shall also include the seizure, forfeiture and destruction of the infringing goods and of any materials and implements the predominant use of which has been in the commission of the offence. Members may provide for criminal procedures and penalties to be applied in other cases of infringement of intellectual property rights, in particular where they are committed wilfully and on a commercial scale.”15 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka anggota WTO wajib memiliki ketentuan pidana berserta sanksinya yang setidaknya dapat diterapkan terhadap pelanggaran HKI yang berupa pemalsuan 13
H. Adami Chazawi, Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI): Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual, Cet. Pertama, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal. 215. 14
Ibid.
15
“Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property,” www.wto.org/english/docs_e/27trips.pdf, yang diunduh pada tanggal 1 November 2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
merek dagang yang disengaja dan pembajakan hak cipta. Secara khusus, pengaturan tentang ketentuan pidana terhadap pelanggaran rahasia dagang tidak diatur di dalam Perjanjian TRIPs. Akan tetapi para negara anggota dapat menerapkan ketentuan pidana dan sanksinya untuk kasuskasus pelanggaran HKI yang mana pelanggaran tersebut disengaja dan dalam skala komersial. Dengan demikian, untuk dapat dipidana suatu pelanggaran HKI harus memenuhi syarat bahwa pelanggaran tersebut disengaja dan memiliki skala komersial. Hal ini dapat mengerti mengingat perjanjian TRIPs merupakan salah satu kesepakatan yang terbentuk dalam perundingan mengenai tarif dan perdagangan internasional, yang mana kepentingan terbesar yang ingin dilindungi adalah kepentingan ekonomi para pelaku usaha. Di Indonesia, sebelum adanya UU Rahasia Dagang yang mengatur mengenai ketentuan pidana atas pelanggaran rahasia dagang, terhadap pelanggaran rahasia dagang telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat menjadi “KUHP”) yaitu dalam Bab XVII tentang membuka rahasia Pasal 322 dan Pasal 323 KUHP16. Setelah adanya UU Rahasia Dagang, ketentuan pidana mengenai pelanggaran Rahasia Dagang diatur secara khusus dalam Pasal 17 UU Rahasia Dagang, yang berbunyi: “(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.” Dengan adanya ketentuan tersebut, UU Rahasia Dagang selain memberikan kesempatan bagi korban untuk mengajukan gugatan perdata, juga memberikan kesempatan bagi korban untuk penegakan hukum melalui jalur pidana.17 Dari rumusan Pasal 17 UU Rahasia Dagang di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam UU Rahasia Dagang terdapat tiga bentuk peristiwa pidana atau delik, yaitu: 1. Tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain (Pasal 17 ayat (1) UU Rahasia Dagang). 16
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno, Cet.26, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Pasal 322 – 323. 17
Insan Budi Maulana, Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual), Cet. I, (Jakarta: Penerbit PT. Hecca Mitra Utama Kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 304.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
2. Tindak pidana dengan sengaja mengungkapkan Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban menjaga Rahasia Dagang (Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang). 3. Tindak pidana dengan sengaja memperoleh atau menguasai Rahasia Dagang dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 14 UU Rahasia Dagang). Untuk menentukan ada tidaknya suatu tindak pidana pada kasus pelanggaran rahasia dagang, maka perlu dilakukan penyidikan. Berdasarkan Pasal 16 UU Rahasia Dagang, penyidikan tindak pidana di bidang rahasia dagang selain dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi HKI.18 2.4.
Perjanjian Kerja Kerahasiaan (Confidentiality Agsreement) dan Perjanjian Kerja Persaingan (Covenant not to Compete) Pada umumnya suatu hubungan hukum terjadi karena adanya suatu perjanjian yang
mendahului hubungan hukum tersebut. Begitu juga hubungan hukum yang timbul antara perusahaan dengan pegawainya, terjadi karena adanya suatu perjanjian kerja yang mendahului hubungan hukum di antara mereka. Dewasa ini perjanjian kerja bukanlah satu-satunya perjanjian yang mengatur hubungan antara majikan dengan buruh, seiring dengan perkembangan dunia usaha dan tingginya mobilitas pegawai, semakin banyak ragam perjanjian yang dibuat untuk mengatur hubungan antara majikan dan buruh ataupun pelaku usaha dan pegawainya. Sebagai contoh employee confidentiality agreement yang mengatur kewajiban pegawai untuk menjaga kerahasiaan suatu rahasia dagang, atau contoh lain yaitu covenant not to compete yang mengatur kewajiban masa pasca-kontrak untuk tidak bekerja di bidang yang sama dalam waktu tertentu, yang mana unsur-unsur perjanjian kerja seperti unsur pekerjaan, unsur di bawah perintah, dengan upah dan unsur waktu tertentu, sudah tidak menjadi bagian yang subtansial dalam perjanjian yang dimaksud. Employee confidentiality agreement merupakan perjanjian antara pihak perusahaan dengan pegawai dimana perusahaan sebagai pemilik informasi yang dirahasiakan mencantumkan 18
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Edisi Pertama, Cet. ke-1, (Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2003), hal. 410.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
klausula mengenai kewajiban pegawai untuk menjaga kerahasiaan informasi bisnis perusahaan terhadap pihak lain dan berharap informasi tersebut tetap terjaga kerahasiaannya.19 Intinya perjanjian ini dimaksudkan agar pegawai sadar dan mengetahui posisinya bahwa selama bekerja dengan perusahaan, si pegawai terikat dengan kewajiban menjaga kerahasiaan milik perusahaan tempatnya bekerja.20 Dalam perjanjian ini tertulis secara jelas apa saja yang termasuk ke dalam rahasia dagang yang harus dijaga kerahasiaannya serta kewajiban yang harus dijalankan oleh si pegawai dalam menggunakan rahasia dagang tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian kerja persaingan (Concurentie Beding) yang dikenal dengan istilah “covenant not to compete” merupakan perjanjian formal yang mewajibkan mantan pegawai untuk tidak bekerja di bidang yang sama dengan bidang usaha perusahaan sebelumnya dalam suatu area untuk jangka waktu tertentu setelah berhenti bekerja.21 Perjanjian ini dapat berupa perjanjian yang terpisah dengan perjanjian kerja maupun disatukan dalam bentuk klausa-klausa dalam perjanjian kerja. Dapat disimpulkan bahwa employee confidentiality agreement berlaku selama ada hubungan kerja antara perusahaan dan pegawai sedangkan covenant not to compete berlaku setelah berakhirnya hubungan kerja.
2.5.
Kasus Posisi Sebuah perusahaan (PT. Biggy Cemerlang) yang menduga adanya pelanggaran rahasia
dagangnya, melaporkan mantan pegawainya (Hartoko) ke kepolisian. Dugaan adanya pelanggaran rahasia dagang tersebut dimulai pada tanggal 21 Juli 2011, saat itu pihak perusahaan kedatangan sebuah truk dari pelanggan (PT. Bronson) yang ingin mengangkut barang pesanannya sedangkan pada hari itu dari pihak perusahan tidak ada jadwal pengambilan barang oleh pelanggan tersebut. Dari supir truk yang bersangkutan pihak perusahan mendapatkan surat Delivery Order yang ditanda tangani oleh Sdri. Yohana (PT. Bronson) yang ditujukan kepada 19
Mark J. Hanson, Joe R. Thompson, dan Joel J. Dahlgren, Overview of Confidentiality Agreements, www.extension.iastate.edu/agdm/wholefarm/html/c5-80.html,yang diunduh pada tanggal 10 November 2012.“Confidentiality agreements, also referred to as non-disclosure agreements, are agreements that are used when the owner of confidential information wishes ti disclose that information to another party (either an individual or a company) usually in the course of business negotiations, and wishes the information to remain confidential”. 20
Cita Citrawinda Priapantja, op.cit., hal. 269.
21
Roger E. Schechter, Unfair Trade Practices and Intellectual Property, 2nd Ed., (St. Paul: West Publishing Co, 1993), P. 162.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Hartoko atas nama PT. Kentaplast. Langkah selanjutnya, pihak perusahaan melakukan pengecekan ke PT. Bronson dan mendapatkan hasil bahwa benar PT. Bronson telah membuat surat Delivery Order tertanggal 20 Juli 2011 yang ditujukan kepada PT. Kentaplast Tangerang atas nama Hartoko. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebelum adanya kejadian ini, PT. Bronson sudah beberapa kali membuat order pembelian untuk barang yang sama dan selama itu tidak ada permasalahan dalam pengiriman. Hanya kali ini, supir truk PT. Bronson salah alamat yang seharusnya mengambil barang di PT. Kentaplast ternyata ke PT. Biggy Cemerlang. Berdasarkan laporan dari pihak perusahaan, kemudian kasus tersebut pun diselidiki lebih lanjut oleh pihak kepolisian. Oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa dituntut dengan Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang dengan melakukan perbuatan “dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis untuk menjaga rahasia dagang.” Menurut Jaksa Penuntut Umum, perbuatan terdakwa dilakukan secara sengaja dan telah tanpa seijin PT. Biggy Cemerlang, yaitu menggunakan rahasia dagang pihak lain, yang mana terdakwa telah melanggar ketentuan dalam surat Perjanjian Kerahasiaan No. 001/BC-HRD/I/06 tanggal 23 Januari 2006 yang ditandatangani oleh terdakwa dan Riston Marpaung, S.H. selaku Manager HRD PT. Biggy Cemerlang pada angka 15 “Dalam periode 2 tahun setelah Pekerja tidak lagi menjadi karyawan pada Perusahaan, Pekerja, baik langsung maupun tidak langsung maupun dengan cara apapun juga, dilarang untuk melakukan tindakantindakan pada institusi usaha yang memiliki bidang usaha yang menjadi kompetitor secara langsung dengan Perusahaan, baik sebagai pemilik, pemegang saham, direktur, komisaris, manager, karyawan, perwakilan, distributor, rekanan maupun konsultan, atau apapun istilahnya, dari institusi usaha dimaksud”.22 Menurut Hartoko, dia tidak melanggar perjanjian tersebut, karena perbuatan yang dilakukannya hanyalah memberikan referensi kepada PT. Bronson yang pada saat itu membutuhkan supplier gelas plastik. PT. Bronson merupakan pelanggan PT. Biggy Cemerlang, dan hal tersebut adalah berkat usaha Hartoko yang pada saat itu bekerja di PT. Biggy Cemerlang. Berdasarkan informasi dari PT. Bronson, PT. Biggy Cemerlang mengalami kendala untuk menyiapkan gelas plastik yang dibutuhkannya, sehingga PT. Bronson (Sdri. Yohana) menghubungi Hartoko untuk menanyakan apakah ada teman yang dapat menyuplai gelas plastik 22
Surat Tuntutan No. Reg. Perk: PDM-217/JKTUT/04/2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
tersebut. Setelah lewat beberapa waktu, Hartoko kemudian memberikan nomor telepon pihak Sdri. Yohana tersebut kepada Sdri. Carolina (PT. Kentaplast). Kemudian adanya transaksi antara PT. Bronson dan PT. Kentaplast, diberitahukan oleh Sdri. Carolina setelah terjadinya transaksi.23 Dalam proses pembuktian, Jaksa Penuntut Umum selain menghadirkan saksi-saksi dari pihak perusahaan (PT. Biggy Cemerlang) juga menghadirkan seorang saksi ahli yaitu Agung Darmasasongko, S.H., M.H. Saksi ahli menyatakan tindakan terdakwa masih dalam tenggang waktu berlakunya Surat Perjanjian Kerahasiaan No. 001/BC-HRD/I/06 sehingga tindakan terdakwa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran rahasia dagang. Terhadap kasus ini, Majelis Hakim pengadilan negeri Jakarta Utara telah memutuskan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Pasal 17 ayat 1 UU Rahasia Dagang, oleh karena itu terdakwa harus dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. 2.5.1. Analisis Kasus – Pelanggaran Rahasia Dagang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Rahasia Dagang, yang dimaksud sebagai rahasia dagang setidaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. informasi yang tidak diketahui oleh umum, 2. di bidang teknologi dan/atau bisnis, 3. mempunyai nilai ekonomi, dan 4. dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya. Sebagai syarat yang kedua, informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi berkaitan dengan informasi yang secara murni bersifat teknik, seperti metoda-metoda produksi, formula kimia, cetak-biru (blueprints) atau prototip (prototypes). Contoh: informasi tentang teknologi piranti pemicu senjata nuklir, yang jelas sangat dirahasiakan. Sedangkan informasi rahasia-rahasia di bidang bisnis mencakup informasi tentang metoda penjualan, metoda pendistribusian, profil pelanggan, strategi pengiklanan dan daftar nama pemasok atau klien. Biasanya definisi tentang subyek rahasia dagang agak luas, dan penetapan final tentang informasi apa yang dapat menjadi sebuah rahasia dagang tergantung pada kondisi khusus masing-masing kasus. Dalam kasus ini, PT. Kentaplast merupakan data pemasok yang bergerak di bidang yang sama dengan PT. Biggy Cemerlang dan bukanlah data pelanggan. Tindakan yang 23
Wawancara lisan dengan Hartoko, S.E., selaku pihak terdakwa, tanggal 8 Agustus 2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
dilakukan terdakwa adalah mereferensikan PT. Kentaplast kepada PT. Broson (pelanggan PT. Biggy Cemerlang) setelah dihubungi oleh PT. Bronson yang sedang membutuhkan supplier gelas plastik. Selain itu, PT. Bronson dapat menjadi pelanggan PT. Biggy Cemerlang adalah atas usaha pekerjaan terdakwa sebagai marketing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PT. Bronson tidak dapat dikategorikan sebagai data pelanggan yang merupakan rahasia dagang milik PT. Biggy Cemerlang. Dengan demikian, di dalam kasus ini tidak terdapat rahasia dagang. Ketiadaan rahasia dagang dalam kasus ini dengan sendirinya telah mengakibatkan tidak adanya tindakan pelanggaran terhadap rahasia dagang sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU Rahasia Dagang. Tindakan terdakwa yang mereferensikan PT. Kentaplast sebagai pemasok kepada PT. Bronson setelah dihubungi oleh PT. Bronson yang sedang membutuhkan supplier gelas plastik tidak termasuk dalam ruang lingkup kedua bentuk pelanggaran rahasia dagang. Dengan demikian, tindakan terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran rahasia dagang. 2.5.2. Analisis Kasus – Klausul Covenant not to Compete Surat “Perjanjian Kerahasiaan” No. 001/BC-HRD/I/06 tanggal 23 Januari 2006 dibuat antara PT. Biggy Cemerlang dengan Hartoko yang pada intinya mengatur mengenai kewajiban Hartoko selaku pegawai PT. Biggy Cemerlang untuk menjaga rahasia dagang PT. Biggy Cemerlang. Kewajiban menjaga rahasia dagang sebagaimana tertuang dalam confidentiality agreement No. 001/BC-HRD/I/06 tersebut mengikat pegawai selama adanya hubungan kerja dan dengan berakhirnya hubungan kerja tersebut maka dengan sendirinya confidentiality agreement tersebut sudah tidak mengikat lagi. Hubungan kerja antara PT. Biggy Cemerlang dan Hartoko sudah berakhir pada saat Hartoko mengundurkan diri pada tanggal 30 Oktober 2009. Sedangkan klausul covenant not to compete yang terbalut dalam perjanjian kerja kerahasiaan tersebut, tetap berlaku walaupun Hartoko sudah tidak bekerja lagi. Berdasarkan klausul covenant not to compete tersebut, Hartoko dibatasi kebebasannya setelah mengundurkan diri dari PT. Biggy Cemerlang untuk tidak bekerja di bidang usaha yang sama hingga tanggal 30 Oktober 2011. Dalam proses pembuktian di persidangan, tindakan terdakwa pada bulan Maret 2011 yang menghubungi PT. Kentaplast yang bergerak di bidang yang sama dengan PT. Biggy Cemerlang dan kemudian memberikan nomor kontak PT. Bronson kepada PT. Kentaplast sehingga terjadi kesepakatan di antara mereka, telah melanggar klausul covenant not to compete.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Pelanggaran terdakwa terhadap klausul covenant not to compete tidaklah berarti terdakwa melanggar seluruh isi confidentiality agreement. Hartoko pada saat bekerja di PT. Biggy Cemerlang tidak pernah sekali pun melakukan tindakan yang mengingkari kewajibannya dalam menjaga rahasia dagang perusahaan.24 Pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa adalah pelanggaran terhadap klausul covenant not to compete yang mana terdakwa mengingkari kewajibannya untuk tidak bekerja di bidang usaha yang sama dengan PT. Biggy Cemerlang dan bukan pelanggaran rahasia dagang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 UU Rahasia Dagang yaitu mengingkari kewajiban tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Atas pelanggaran covenant not to compete yang dilakukan oleh terdakwa hanya dapat diajukan gugatan wanprestasi. 2.5.3. Analisis Putusan Akhir Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak menggunakan rahasia dagang pihak lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang. Tindakan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang, yang mana mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 17 ayat (1) jo.Pasal 13 UU Rahasia Dagang merujuk kepada seseorang yang dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Unsur-unsur tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut: 1. Barangsiapa, merujuk kepada manusia sebagai subyek hukum; 2. Dengan sengaja Menurut H. Adami Chazawi, arti “dengan sengaja” dalam tindak pidana Rahasia Dagang menurut Pasal 17 ayat (1) jo. Pasal 13, sebagai berikut: “Pembuat menghendaki-mengungkapkan rahasia dagang, menghendaki mengingkari kesepakatan dan atau menghendaki mengingkari kewajiban tertulis dan lisan. Dengan kata lain, pembuat menghendaki mewujudkan tindak pidana. Pembuat mengerti apa yang diperbuatnya. 24Wawancara
lisan dengan Hartoko, S.E., selaku pihak terdakwa, tanggal 8 Agustus 2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Pembuat mengerti bahwa rahasia dagang tidak boleh diungkapkan pada orang yang diketahuinya tidak berhak. Pembuat mengerti ada kesepakatan dan kesepakatan tidak boleh dingkari, serta mengerti ada kewajiban lisan atau tertulis, wajib dilaksanakan.”25 3. mengungkapkan rahasia dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang Dilihat dari sudut perbuatan terdapat tiga perbuatan yang masing-masing terpisah dan dapat berdiri sendiri yaitu: Pertama tindakan mengungkapkan rahasia dagang; Kedua tindakan mengingkari kesepakatan tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang; serta Ketiga tindakan mengingkari kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Tindakan mengungkapkan adalah perbuatan dengan wujud dan cara apa pun terhadap rahasia dagang sehingga rahasia dagang tersebut diketahui oleh pihak lain yang semula tidak mengetahuinya.26 Sedangkan tindakan perbuatan mengingkari, baik mengingkari kesepakatan maupun kewajiban lisan atau tertulis mengandung makna bahwa adanya suatu perikatan. Perikatan yang bersumber dari perjanjian tersebut mengandung makna bahwa adanya hubungan hukum antara dua atau lebih orang (pihak) dalam bidang/lapangan harta kekayaan, yang menerbitkan atau melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum tersebut.27 Kewajiban tersebut dapat berupa perbuatan memberikan sesuatu, melakukan sesuatu dan/atau untuk tidak melakukan sesuatu, yang disebut dengan prestasi. Prestasi untuk melaksanakan kewajiban ini memiliki dua unsur, yaitu: Pertama, unsur yang berhubungan dengan persoalan tanggung jawab hukum atas pelaksanaan prestasi tersebut oleh pihak yang berkewajiban (schuld); dan Kedua unsur yang berkaitan dengan pertanggungjawaban pemenuhan kewajiban tanpa memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban untuk memenuhinya (haftung). Pada umumnya, dalam setiap perikatan pemenuhan yang berhubungan dengan kedua unsur tersebut terletak pada salah satu pihak dalam perikatan. Jadi setiap pihak yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan juga dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan padanya berdasarkan pada perjanjian yang dibuatnya.28 Dengan 25
H. Adami Chazawi, op.cit., hal. 216 – 217.
26
Ibid., hal. 219.
27
Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam Hukum Perdata, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), selanjutnya disebut sebagai Gunawan Widjaja II, hal. 311. 28
Ibid., hal. 314.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat memenuhi unsur Pasal 13 UU Rahasia Dagang, harus terlebih dahulu terdapat suatu perjanjian yang melahirkan perikatan dengan kewajiban untuk menjaga rahasia dagang suatu perusahaan selama berlangsungnya perjanjian tersebut. Dalam kasus, perjanjian tertulis yang telah dibuat oleh pihak PT. Biggy Cemerlang dan terdakwa merupakan employee confidentiality agreement dan covenant not to compete. Yang mana klausul perjanjian yang sebenarnya dilanggar oleh terdakwa dalam kasus merupakan klausul covenant not to compete. Sehingga dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas pelanggaran rahasia dagang adalah tidak terbukti. Terdakwa selama bekerja pada perusahaan dan terikat dengan perjanjian kerja kerahasiaan tersebut, tidak pernah mengingkari kewajiban tertulis untuk menjaga rahasia dagang. Di samping itu selama proses pembuktian di persidangan, tidak terbukti adanya rahasia dagang. PT. Biggy Cemerlang yang dilanggar oleh terdakwa. Oleh karena dengan tidak adanya rahasia dagang maka pelanggaran terhadap rahasia dagang pun dengan sendirinya tidak terbukti. Dengan demikian, unsur kedua, “dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14”, adalah tidak terpenuhi. Dengan tidak terpenuhinya unsur Pasal 17 ayat (1) UU Rahasia Dagang tersebut, maka seharusnya putusan hakim adalah lepas.29 3. Penutup 3.1.
Kesimpulan 1. Bahwa pelanggaran terhadap covenant not to compete bukan berarti adanya pelanggaran rahasia dagang. Perusahaan biasanya untuk mengantisipasi adanya penyalahgunaan informasi yang dirahasiakan dengan mewajibkan pegawai untuk menandatangani perjanjian kerja persaingan (covenant not to compete) yang mana melarang pegawai yang sudah tidak mempunyai hubungan kerja lagi untuk berkompetisi dengan perusahaan dalam wilayah tertentu dan jangka waktu terbatas. Tindakan perusahaan ini dapat dimengerti, mengingat meningkatnya pengeluaran biaya untuk riset dan pengembangan sumber daya manusia, besarnya mobilitas karyawan dan kegiatan pengusaha, rumitnya
29
Indonesia (e), Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209, Pasal 191 ayat (2).
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
persaingan bisnis baik secara nasional maupun internasional. Akan tetapi, pelanggaran terhadap covenant not to compete tersebut bukanlah berarti adanya pelanggaran rahasia dagang. Tujuan dari covenant not to compete adalah untuk mengantisipasi penyalahgunaan (misappropriation) rahasia dagang, dengan demikian maka atas penyalahgunaan tersebut pemilik rahasia dagang berhak atas ganti kerugian yang dapat dinilai dengan uang. Sedangkan berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 UU Rahasia dagang, tindakan pelanggaran rahasia dagang merupakan tindakan seseorang yang berupa: pengungkapan rahasia dagang tanpa izin dan perolehan atau penguasaan rahasia dagang dengan tidak sah. Dalam kasus yang terjadi antara PT. Biggy Cemerlang dan mantan pegawainya Hartoko, Jaksa Penuntut Umum menggunakan pelanggaran ketentuan covenant not to compete sebagai dasar dakwaannya terhadap pelanggaran rahasia dagang. Menurut penulis, Jaksa Penuntut Umum telah salah mengartikan ketentuan Pasal 13 UU Rahasia Dagang, yang mana “mengingkari kewajiban tertulis untuk menjaga rahasia dagang” disamakan artinya dengan “mengingkari perjanjian tertulis.” Pada kenyataannya, covenant not to compete tersebut dijadikan satu dengan perjanjian kerja kerahasiaan (employee confidentiality agreement) yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. Inti dari employee confidentiality agreement ini dimaksudkan agar pegawai sadar dan mengetahui posisinya bahwa selama bekerja dengan perusahaan, si pegawai terikat dengan kewajiban menjaga kerahasiaan milik perusahaan tempatnya bekerja. Akan tetapi, klausul yang dijadikan dasar dakwaan merupakan klausul perjanjian kerja persaingan (covenant not to compete), karena terdakwa sudah tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak perusahaan lagi. Employee confidentiality agreement dan covenant not to compete merupakan dua perjanjian yang berbeda. Dengan demikian, sudah seharusnya putusan Majelis Hakim adalah lepas, karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat dibuktikan dan tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang. Atas pelanggaran covenant not to compete yang dilakukan oleh terdakwa hanya dapat diajukan gugatan wanprestasi. 2. Bahwa tindakan terdakwa berupa memberikan referensi PT. Kentaplast (perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama dengan PT. Biggy Cemerlang) kepada PT. Bronson bukanlah tindak pidana pelanggaran rahasia dagang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) jo Pasal 13 UU Rahasia Dagang. Data yang diberikan oleh pihak terdakwa
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
merupakan data pemasok, bukan data pelanggan yang dapat dikategorikan sebagai informasi rahasia di bidang bisnis. Selain itu, tindakan terdakwa merupakan penggunaan pribadi yang tidak dalam skala komersial, karena tidak adanya kentungan komersial yang didapat oleh terdakwa. Dengan demikian tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran rahasia dagang yang dapat dipidana berdasarkan Pasal 61 perjanjian TRIPs. Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk dapat memidanakan suatu pelanggaran HKI setidaknya harus memenuhi dua syarat minimum yaitu harus disengaja dan dalam skala komersial. 3.2.
Saran 1. Bagi para penegak hukum, perlunya dilakukan sosialisasi serta peningkatan pengetahuan mengenai HKI khususnya rahasia dagang, terutama hakim-hakim di Indonesia. Banyak sekali kasus pelanggaran rahasia dagang dilakukan oleh pegawai atau mantan pegawai yang karena tugas pekerjaannya, mereka memang mengetahui dan menguasai informasi yang dirahasiakan termasuk rahasia dagang. Dalam hal ini Majelis Hakim memegang peranan penting untuk menentukan apakah subyek dari suatu informasi dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang dan tindakan yang dilakukan oleh seorang tergugat maupun seorang terdakwa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran rahasia dagang. Jika timbul kasus pelanggaran terhadap rahasia dagang, maka hal pertama yang harus dibuktikan adalah ada tidaknya rahasia dagang. Langkah selanjutnya adalah membuktikan siapakah pemilik sebenarnya rahasia dagang tersebut. Rahasia dagang meskipun dapat diidentifikasi, tetap merupakan sesuatu yang abstrak dan sulit untuk dibuktikan siapa pemilik sebenarnya rahasia dagang tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya sistem pendaftaran pada rahasia dagang. 2. Perlunya perubahan UU Rahasia Dagang serta pembentukan peraturan perundangundangan di bawah undang-undang yang sifatnya lebih teknis. Secara umum, kita perlu menyadari bahwa sosialisasi dan pemahaman HKI termasuk rahasia dagang masih terasa sangat kurang. UU Rahasia Dagang dibentuk dengan tujuan agar dapat memberikan manfaat bagi para pengusaha nasional dalam menghadapi persaingan global, selain itu juga untuk memenuhi kewajiban Indonesia sebagai negara anggota WTO. Akan tetapi dengan ketidakjelasan ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya telah membuat para
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
pengusaha terbatas ruang geraknya untuk bersaing dan memberikan peluang bagi perusahaan sebagai pihak yang kuat untuk mengeksploitasi pegawainya. Oleh karena itu, sudah seharusnya sistem perlindungan rahasia dagang kita tidak usah terlalu berlebihan. Dengan memasukkan ketentuan pidana sebagai upaya hukum terhadap pelanggaran rahasia dagang sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Rahasia Dagang, telah melampaui sistem yang sudah diterapkan di negara-negara yang tingkat pemahamannya lebih baik dibandingkan Indonesia. Yang penting adalah kita mampu membuat sistem perlindungan hukum rahasia dagang yang sesuai dengan keadaan serta tingkat kebudayaan Indonesia dan memenuhi standar minimal sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian TRIPs. Karena esensi dari perjanjian TRIPs adalah melindungi kepentingan para pelaku usaha atau pengusaha dan bukanlah menitikberatkan pada kriminalisasi pelanggaran HKI. Pasal 61 perjanjian TRIPs hanya mewajibkan anggota WTO wajib memiliki ketentuan pidana berserta sanksinya yang setidaknya dapat diterapkan terhadap pelanggaran HKI yang berupa pemalsuan merek dagang yang disengaja dan pembajakan hak cipta. Sedangkan ketentuan pidana untuk pelanggaran HKI lainnya harus memenuhi syarat bahwa pelanggaran tersebut disengaja dan memiliki skala komersial. 3. Pengefektifan penyelesaian perkara rahasia dagang melalui jalur perdata. Pada dasarnya HKI termasuk hak atas rahasia dagang merupakan hak-hak perdata (private rights) yang dihasilkan melalui perundingan mengenai tarif dan perdagangan internasional, memiliki tujuan untuk melindungi kepentingan para pelaku usaha dan menegakkan etika bisnis mereka, maka alangkah baiknya jika pengadilan di Indonesia lebih mengefektifkan pelaksanaan penyelesaian perkara perdata dengan ganti rugi sebagai sanksinya daripada harus mengefektifkan penyelesaian perkara pidananya. Perlu kita sadari bahwa penyelesaian perkara secara perdata akan lebih menjamin kerahasiaan suatu rahasia dagang dibandingkan dengan penyelesaian perkara secara pidana. Hal ini terlihat dalam Pasal 18 UU Rahasia Dagang yang mengatur bahwa yang dapat meminta sidang dilakukan secara tertutup adalah para pihak saja, maka dalam perkara pidana hanya Jaksa Penuntut Umum dan pihak terdakwa saja yang dapat meminta sidang secara tertutup. Sedangkan, pihak pelapor sebagai pihak yang dirugikan karena adanya pelanggaran rahasia dagang yang dimilikinya tidak memiliki hak untuk meminta sidang secara tertutup. Hal ini jelas sangat merugikan kepentingan pemilik rahasia dagang tersebut.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU: Budi, Henry Soelistyo. “Rahasia Dagang (Trade Secrets).” dalam Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 10 – 11 Februari 2004. Cet. Pertama. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004. Cahyono, Akhmad Budi dan Surini Ahlan Sjarif. Mengenal Hukum Perdata. Ed.1. Cet.1. Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2008. Chazawi, H. Adami. Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI): Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual. Cet. Pertama. Malang: Bayumedia Publishing, 2007. Daliyo, J.B. et. al. Pengantar Ilmu Hukum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Prenhallindo, 2001. Djumadi. Hukum Perburuhan: Perjanjian Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori Dan Prakteknya di Indonesia). Cet. ke-I. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Dirdjosisworo, Soedjono. Antisipasi Terhadap Bisnis Curang: Pengalaman Negara Maju Dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property) Dan Pengaturan ECommerce Serta Penyesuaian Undang-Undang HKI Indonesia. Cet. Pertama. Bandung: CV. Utomo, 2005. Edenborough, Michael. Intellectual Property Law – (Lecture Notes Series). I Title II Series. Great Britain: Cavendish Publishing, 1995. Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Ed. 1. Cet. 2. Jakarta: Kencana, 2011. Lindsey, Tim. et al. Ed. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Cet. Ke-6. Bandung: Alumni, 2011. Mamudji, Sri. dkk. Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum. Cet. Pertama. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Maulana, Insan Budi. Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual). Cet. I. Jakarta: Penerbit PT. Hecca Mitra Utama Kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. McManis, Charles R. Intellectual Property and Unfair Competition in A Nutshell. Fifth Edition. St. Paul: Thomson West, 2004. Priapantja, Cita Citrawinda. Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi. Cet. 1. Jakarta: Chandra Pratama, 1999. Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Ed. 1. Cet. 2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005. Saidin, H. OK. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Ed. Revisi 6. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Sardjono, Agus. Membumikan HKI di Indonesia. Cet.1. Bandung: Nuansa Aulia, 2009. . Hak Kekayaan Intelektual & Pengetahuan Tradisional. Cet. Ke-1. Ed. Kedua. Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2010. Schechter, Roger E. Unfair Trade Practices and Intellectual Property. Second Ed. St. Paul: West Publishing Co., 1993. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 1983. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3. Jakarta: UI Press, 2010. Soekanto, Soerjono dan Purnadi Pubacaraka. Sendi-Sendi Ilmu Hukum Dan Tata Hukum. Cet. VI. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Suharnoko. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus. Ed. 1. Cet. 6. Jakarta: Kencana, 2009. Subekti. Hukum Perjanjian. Cet. 20. Jakarta: PT. Intermasa, 2004. Tim Pengajar Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Seri Buku Ajar: Hukum Perburuhan Buku A. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000. Usman, Rachmadi. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Edisi Pertama. Cet. ke-1. Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2003. Utrecht, E. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I: Suatu Pengantar Hukum Pidana untuk Tingkat Pelajaran Sarjana Muda Hukum Suatu Pembahasan Pelajaran Umum. Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 2000.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Rahasia Dagang. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001. . Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) Dalam Hukum Perdata. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006. Willborn, Steven L. Stewart J. Schwab dan John F. Burton, JR.. Employment Law: Cases and Materials. Charlottesville, Virginia: The Michie Company, 1993. Zulfa, Eva Achjani. Gugurnya Hak Menuntut; Dasar Penghapus, Peringan, dan Pemberat Pidana. Cet.1. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: Indonesia. Undang-undang Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). UU No. 7 Tahun 1994. LN No. 57 Tahun 1994. TLN No. 3564. . Undang-undang Tentang Rahasia Dagang. UU No. 30 Tahun 2000. LN No. 242. Tahun 2000. TLN No. 4044. . Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. LN No. 39 Tahun 2003. TLN No. 4279. . Undang-Undang Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. UU No. 30 Tahun 1999. LN. No. 138 Tahun 1999.
TLN No. 3972.
. Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia. UU No. 39 Tahun 1999. LN No. 165 Tahun 1999. TLN No. 3886. . Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana. UU No. 8 Tahun 1981, LN No. 76 Tahun 1981. TLN No. 3209. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek] dengan tambahan UndangUndang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 40. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. Diterjemahkan oleh Moeljatno. Cet.26. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perma No. 1 Tahun 2008.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
C. ARTIKEL INTERNET: “Kasus
PT
GFI
‘Ceres’
Jadi
Yurisprudensi
Bagi
Hak
Buruh.”
http://www.reportase.com/2011/08/kasus-pt-gfi-%E2%80%98ceres%E2%80%99-jadiyurisprudensi-bagi-ham-buruh/. Diunduh pada tanggal 10 September 2012. Padma
D
Liman.
“Prinsip
Hukum
Perlindungan
Rahasia
Dagang”.
http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/04/23/prinsip-hukum-perlindungan-rahasiadagang-bagian-v. Diunduh pada tanggal 1 November 2012 Hanson, Mark J. Joe R. Thompson dan Joel J. Dahlgren. Overview of Confidentiality Agreements, www.extension.iastate.edu/agdm/wholefarm/html/c5-80.html. Diunduh pada tanggal 10 November 2012. “Covenant
Not
to
Compete.”
http://business-law.freeadvice.com/business-
law/trade_regulation/covenanat_not.htm. Diunduh pada tanggal 1 November 2012. “Agreement
on
Trade-Related
Aspects
of
Intellectual
Property.”
www.wto.org/english/docs_e/27-trips.pdf. Diunduh pada tanggal 1 November 2012. “Summary of the Paris Convention for the Protection of Industrial Property (1883).” www.wipo.int/treaties/en/ip/paris/summary_paris.html.
Diunduh
pada
tanggal
1 November 2012. “Paris
Convention
for
the
Protection
of
Industrial
www.wipo.int/treaties/en/ip/paris/trtdocs_wo020.html#P213_35515.
Property.”
Diunduh
pada
tanggal 1 November 2012. http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4dabfd138dc99/klausul-kerahasiaan-dalam-perjanjiankerja. Diunduh pada tanggal 10 November 2012. Holly
Jackson.“Calif.
Supreme
Court
finds
noncompete
http://news.cnet.com/8301-1001_3-10010724-92.html.
Diunduh
clauses pada
invalid”. tanggal
30
November 2012. Arthur K. Engle. Confidentiality and Non-Compete Agreements: Do They Pass The Reasonableness
Test?.
http://www.rucciburnham.com/newsandarticles/articles/ConfidentialityandNonCompeteAgreements.htm. Diunduh pada tanggal 1 Januari 2013.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013
D. KAMUS: Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Ed. Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. E. WAWANCARA: Wawancara lisan dengan Hartoko, S.E., selaku pihak terdakwa. Jakarta, 8 Agustus 2012. Wawancara lisan dengan Ivan Wibowo, S.H., LL.M. (Wibowo & Partners), selaku kuasa hukum dari PT. Biggy Cemerlang. Jakarta, 21 November 2012. Wawancara lisan dengan DR. Cita Citrawinda, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Konsultan HKI. Depok, 3 Desember 2012.
Perjanjian kerja ..., Noviana Tansari, FH UI, 2013