ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI TERHADAP GUGATAN OLEH INVESTOR YANG BERUBAH MENJADI PEMEGANG SAHAM, STUDI KASUS: PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG No. 319 PK/ PDT TAHUN 2004 Yellis Rahmadhanita Dianis Wenny Setiawati Program Studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Skripsi ini memberikan gambaran mengenai pertanggungjawaban Direksi dalam menjalankan Peseroan Terbatas. Pertanggungjawaban Direksi terhadap gugatan oleh investor yang berubah menjadi pemegang saham dengan lingkup bahasan Putusan Mahkamah Agung No. 319 PK/PDT Tahun 2004. Kewenangan Direksi dalam aksi korporasi yang dijalankan harus tunduk pada prinsip fiduciary duty yaitu ketika investasi berubah menjadi setoran saham sehingga menimbulkan debt to equity swap dan kewenangan dalam pengelolaan dana investasi yang menjadi modal perseroan. Prosedur pelaksanaan akuisisi dilakukan dengan cara langsung dari pemegang saham/ perseorangan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskripsi analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status investor berubah menjadi pemegang saham ketika investasi berubah menjadi setoran saham dan tidak adanya pertanggungjawaban Direksi dalam prosedur akuisisi yaitu tidak adanya RUPS ketika melakukan rancangan akuisisi. Kata kunci: Akuisisi; Direksi; Investor; Pemegang Saham; Pertanggungjawaban; Pertimbangan Hakim.
Abstract This thesis provides an overview of the responsibilities of Directors in carrying Limited Company. Liability of Directors of the lawsuit by investors who transformed into a shareholder with the scope of the Supreme Court Decision No. 319 PK/ PDT 2004. Authority Board of Directors in corporate actions that must be executed subject to the fiduciary duty principle that when an investment turns into a deposit shares giving rise to the debtto-equity swap and authority in the management of investment funds into the company's capital. The procedure is done by the implementation of acquisition directly from shareholders / individual. This study is a qualitative research design an analytical description. The results showed that the status of investors turn into shareholders when investment turned into a stock deposit and lack of accountability that the Board of Directors in the absence of the acquisition procedure when doing draft GMS acquisition. Keywords: Accountability; Acquisition; Directors; Investor; Judge Considerations; Shareholder.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Perusahaan menurut pembentuk undang-undang adalah perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus, terang-terangan dalam kedudukan tertentu untuk mencari laba.1 Untuk itu perusahaan dituntut untuk menemukan terobosan-terobosan baru dibidang manajemen yang dinilai layak dan mempunyai potensi laba yang tinggi, sehingga mampu memperkuat struktur modal serta dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan disini didominasi dalam artian sebagai Perusahaan Terbatas atau Perseroan (Badan Hukum). “Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”2 Makna dari “Terbatas” dalam perseroan terbatas mengandung arti terdapat keterbatasan tanggung jawab organ-organ perusahaan seperti Direksi, Komisaris dan RUPS serta terbatasnya kewenangan pemegang saham sesuai saham yang ditempatkan di perseroan. Secara ekonomis tanggung jawab terbatas merupakan umpan bagi investor untuk menanamkan modalnya karena dengan tanggung jawab terbatas terlebih dahulu dapat diramalkan berapa besar resiko kerugian yang mungkin di derita.3 Ketika suatu perusahaan mengalami suatu kemunduran dalam perolehan laba atau mengalami kesulitan finansial yang disebabkan hutang yang terlampau besar maka dibutuhkan suatu usaha penambahan modal. Penambahan modal biasanya dalam praktik akan berlangsung dengan sendirinya sepanjang dibutuhkan seiring dengan pengembangan usaha. Dalam struktur ekonomi pasar, persaingan yang sehat merupakan “conditio sine qua non”. 4 Oleh karenanya perusahaan dituntut secara terus menerus mengoptimalkan segala sumber daya yang ada padanya dengan mengacu pada efisiensi dan produktivitas yang tinggi.5 Terdapat tiga organ penting dalam perseroan yaitu Direksi, Komisaris dan RUPS. Organ perseroan yang mempunyai kewenangan penuh dalam semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan adalah Direksi. Tugas kepengurusan Direksi tidak terbatas 1
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang 2, cet.9, (Jakarta : Djambatan, 1999), hlm. 2.
2
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Ps. 1 angka (1). 3
Purwosutjipto, op., cit., hlm. 10.
4
Ibid., hlm. 20.
5
Ibid.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
pada kegiatan rutin, melainkan juga berwenang dan wajib mengambil insiatif membuat rencana dan perkiraan mengenai perkembangan perseroan untuk masa mendatang dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan persero dan pertanggungjawabannya kepada pemegang saham. Kewenangan Direksi disini tidak bisa dipisahkan dengan upaya melakukan terobosan manajemen yang diberlakukan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang dan tuntutan mengoptimalkan efisiensi dan efektivitas yaitu berupa pengambilalihan saham antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, merger atau dalam bentuk konsolidasi dimana ketiganya disebut sebagai Business Combination atau Business Amalgamation, baik sejenis atau tidak yang merupakan perwujudan ekspansi yang bersifat eksternal.6 Meskipun ketiganya tidak bisa dipisahkan karena cenderung mempunyai tujuan yang sama tetapi dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada pertanggungjawaban Direksi ketika terjadi permasalahan dengan pemegang saham dalam menjalankan perseroan khususnya dalam hal pengambilalihan saham dan pengelolaan dana perseroan. Pengambilalihan saham ini lebih dikenal sebagai akuisisi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Dimana akuisisi juga sebagai “Market for Corporate Control”. Meskipun secara harfiah akuisisi sudah dikenal lama sebelumnya, baru pada awal dekade 1990-an akuisisi menjadi lebih popular di kalangan pelaku bisnis. Akuisisi yang banyak dilakukan oleh kalangan pelaku bisnis cenderung digunakan sebagai alat rekayasa di dalam “menyehatkan” keuangan perusahaaan.7 Bahkan, akuisisi ini cenderung dilakukan sedemikian rupa agar pertama kali terlihat kinerja dan kondisi keuangan dari perusahaan yang akan diakuisisi tersebut sehat. Akuisisi sendiri juga terdapat beberapa resiko yang ditimbulkan terutama bagi pemegang saham dalam perusahaan tersebut. Mandelker menjelaskan : “The effect of acquisitions on the wealth of shareholders of the acquired firm also bears on the question whether management controls the modern corporation to the detriment of the shareholders.”8 Bahwa yang perlu ditekankan dalam praktik akuisisi adalah perlindungan terhadap pemegang saham. Pada dasarnya pengaturan tata cara perlindungan atas pemegang saham dalam suatu 6
Mar’ie Muhammad, “Aspek Perpajakan Dalam Praktek Business Combination,” Makalah Yang Disampaikan Dalam Seminar Sehari Business Combination, Jakarta, September 1991). 7 Ibid. 8
Richard A. Posner and Kennet E. Scott, Economics Of Corporation Law And Securities Regulation, (Canada : Little, Brown & Company (Canada) Limited, 1980), hlm. 195.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
perseroan sudah terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dan diperbaharui dengan adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Direksi sebagai organ yang sangat berperan dalam melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan dalam hal pihak yang mengambil saham alih maupun yang diambilalih harus mengemukakan alasan dan penjelasan mengenai persyaratan serta tata cara pengambilalihan tersebut. Ketentuan itu menghendaki adanya transparansi sebagaimana dikehendaki dalam Undang-Undang. Masalah pokok dalam resiko pengambilalihan saham yaitu pertanggungjawaban terhadap pemegang saham tetapi peran Direksi juga diperlukan dalam prosesnya. Ketentuan Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang No. 1 Tahu 1995 dan Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan ketika terjadi perselisihan dalam pertanggungjawaban ini maka setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Direksi ke Pengadilan Negeri apabila pemegang saham dirugikan karena tindakan Direksi yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar serta tidak menggunakan prinsip kehatihatian ketika melakukan tindakan atas nama perseroan. Dari uraian pertanggungjawaban Direksi terhadap pemegang saham diatas menjadi menarik ketika dihubungkan dengan putusan Mahkamah Agung No.319 PK/ Pdt Tahun 2004, disebabkan dalam posita perkara ini dimana tindakan Direksi dalam melakukan perbuatan hukum terdapat pelanggaran terhadap prinsip umum perseroan yaitu ketika Direksi dianggap tidak mengindahkan itikad tidak baik dalam prosedur akuisisi yang dijalankan. Dalam perkara yang disidangkan sampai ke tingkat peninjauan kembali Mahkamah Agung tersebut, pihak yang merasa dirugikan adalah pemegang saham mayoritas dimana awalnya sebagai investor dan melakukan debt equity swap. Dana yang seharusnya menjadi haknya dari hasil pembayaran dari proses akuisisi belum terbayarkan dan dana indikasi investasi awal tidak digunakan secara bertanggung jawab oleh Direksi. Oleh karena itu, untuk mengetahui aspek hukum pertanggungjawaban Direksi sejauh mana dalam kasus diatas dan apakah perbuatan hukum yang dilakukan Direksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta pertimbangan hakim dalam kasus tersebut apakah sudah baik atau perlu dikaji secara teoritis, maka Penulis ingin meneliti lebih lanjut dan membahasnya dalam skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Gugatan Oleh Investor Yang Berubah Menjadi Pemegang Saham, Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung No. 319 PK/PDT Tahun 2004.”
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
B. Permasalahan Pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana status hukum Ahmad Karamah Azzubadi dan Ir. Fauzi sebagai investor dalam hal berubahnya investasi menjadi setoran saham PT Subah Mulya Jaya?
2.
Bagaimana pertanggungjawaban Direksi PT Subah Mulya Jaya dalam proses akuisisi?
C. Tujuan Penelitian 1.
Menjelaskan status hukum Ahmad Karamah Azzubadi dan Ir. Fauzi sebagai investor dalam hal berubahnya investasi menjadi setoran saham PT Subah Mulya Jaya.
2.
Menjelaskan pertanggungjawaban Direksi PT Subah Mulya Jaya dalam proses akuisisi.
TINJAUAN TEORITIS Direksi merupakan organ “kepercayaan” perseroan, yang akan bertindak mewakili perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya untuk mencapai tujuan dan kepentingan perseroan. Berkaitan dengan prinsip kepercayaan tersebut, ada dua hal yang dapat dikemukakan antara lain : a.
Direksi adalah trustee bagi perseroan (duty of loyality and good faith)
b.
Direksi adalah agen bagi perseroan dalam mencapai tujuan dan kepentingannya (duty of care and skill).9 Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas diatur bahwa Direksi menjalankan
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan antara lain pengurusan sehari-hari Perseroan.10 Anak kalimat “pengurusan seharihari Perseroan“ ini sejalan dengan pandangan para ahli di bidang hukum bisnis yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan pengurusan (beheer van daden) adalah 9
Paul L.Davies, Gower’s Principles of Modern Company Law, (London: Sweet Maxwell, 1997), hlm.
.508-599. 10
Pasal 92 ayat (1) jo Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Perseroan Terbatas . Ketentuan ini merupakan penyempurnaan rumusan Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 85 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Pengurusan untuk kepentingan perusahaan juga ditegaskan dalam kasus Guttman v. Huang, 823 A.2d 492, 506 (Del. Ch. 2003), dimana pengadilan menyatakan “a director cannot act loyally towards the corporation unless she acts in the good faith belief that her actions are in the corporation’s best interest.”
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
tiap-tiap perbuatan yang perlu atau termasuk golongan perbuatan yang biasa dilakukan untuk mengurus atau memelihara perserikatan perdata, termasuk perseroan.11 Menurut Accounting Principles Board (APB) Opinion No. 16 (APB, 1970), Penggabungan usaha (Business Combination) adalah: “A business combination occurs when a corporation and one or more incorporate or unicorporated business are brought together into one accounting entity. The single entity carries on the activities of previously separate independent enterprise”. Di dalam Pasal 125 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijabarkan
lebih
luas
mengenai
pengambil
alihan
(akuisisi).
Pengambil
alihan
saham mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Pasal 125 ayat 1 menyatakan bahwa Pengambil alihan dilakukan dengan 2 (dua) cara : 1.
Pengambil alihan saham oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau;
2.
Langsung dari pemegang saham atau perseorangan. Dalam mengambil inisiatif untuk melakukan proses akuisisi tersebut, Direksi dapat
menggunakan fiduciary duty yang ada padanya, terkait dengan duty to act bona fide I the interest of the company, jika opsi akuisisi memang merupakan suatu kebutuhan bagi perusahaan, termasuk dalam rangka menyelamatkan kepentingan pihak-pihak yang terkait denga perusahaan, seperti pemegang saham, karyawan, manager, pelanggan, pemasok, kreditor, masyarakat dan pemerintah. Pada perusahaan akuisisi disamping atas inisitiaf Direksi sebagai fiduciary duty juga bisa dipengaruhi oleh keadaan perusahaan yang harus segera dilakukan penyehatan. Mengingat opsi akuisisi tersebut termasuk salah satu persoalan yang sangat disoroti terkait dengan duty to exercise power for proper purpose, maka hal tersebut diatur secara khusus dalam UUPT, untuk menghindari Direksi menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh RUPS. Dengan demikian, jika Direksi berpandangan bahwa perusahaan membutuhkan suatu opsi restrukturisasi yang berupa akuisisi, maka kewenangan Direksi hanya sebatas membuat suatu rancangan akuisisi melalui negoisasi-negoisasi dengan pihak yang akan mengakuisisi
11
Promono, Het Verbintenissen Recht naar het Nederland Burgerlijk Wetboek, sebagaimana dikutip dari, Pitlo, (Amheim , Gouda Quint, 1964), hlm. 21.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
perusahaan yang dipimpinnya.12 Rancangan akuisisi tersebut, sekurang-kurangnya memuat nama PT yang akan diakuisisi dan badan hukum atau orang perseorangan yang akan mengakuisisi, sebagai alasan dan penjelasan mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham PT yang diakuisisi.13
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder.14 Tipologi penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif bertujuan menjelaskan mengenai status investor yang berubah menjadi pemegang saham beserta peran Direksi dalam peralihan status yang menyebabkan Debt Equity Swap. Jenis data yang yang diperlukan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka.15 Selain menggunakan studi dokumen, untuk pengumpulan data juga diperoleh melalui observasi secara tidak terlibat dan wawancara dengan narasumber. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data atau bentuk hasil penelitian berupa deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata dengan meneliti dan mempelajari objek penelitian yang utuh, mengenai manusia, yang bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti.16
PEMBAHASAN A. Kasus Posisi PT Subah Mulya Jaya adalah perusahaan perseroan yang bergerak di bidang konstruksi dan berkedudukan di Jakarta. Didirikan dengan Akte PT Subah Mulya Jaya No. 23 pada tanggal 16 Maret 1981, dengan susunan kepengurusan menurut Akta Pernyataan 12
Gunawan Widjaja, op. cit., hlm. 24.
13
Ibid.
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), hlm. 53.
15
Ibid., hlm. 51.
16
Sri Mamudji, et al, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbitan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Keputusan Rapat No. 52 adalah Direktur Utama: Subah bin H. Salam, Direktur: Zakar Zamhuri, Komisaris: Ny. Dajjah. Pada perkembangannya PT Subah Jaya tidak mendapatkan kemajuan yang berarti sehingga Direktur dan Pemegang Saham yaitu Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri berusaha mencari investor untuk meningkatkan modal perusahaan. Pada bulan Mei 1996 terdapat investor yang akan menanamkan modal ke PT Subah Mulya Jaya yaitu Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi dengan membuat Perjanjian Kesepakatan dengan Direktur dan Pemegang Saham untuk menanamkan modal sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dengan isi kesepakatan bahwa PT Subah Mulya Jaya dapat menyelesaikan proyek Perumahan Mekarsari Indah yang terletak di desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak, Jawa Barat seluas 500.000 m2 dengan dibebaskannya lahan dan selesainya bukti kepemilikan lahan berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan. Untuk menguatkan bentuk kerjasama dan sebagai kompensasi atas dana yang ditanamkan oleh investor maka dibuatlah Akta Pernyatan Keputusan Rapat PT Subah Mulya Jaya No. 12 dan Akta Jual Beli Saham No. 19, 20 dan 21 tertanggal 4 Juni 1996. Setelah adanya penambahan modal tersebut maka komposisi kepemilikan saham pada PT Subah Mulya Jaya mengalami perubahan yaitu : Kepemilikan
Saham Awal
Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi
-
Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri
Saham Akhir 2750 lembar saham atau 55% saham 2250 saham atau
-
45% saham
Dalam periode 9 April 1996 sampai dengan 10 Juni 1997, dana yang disalurkan oleh investor sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) tersebut dalam perjalanannya melebihi kesepakatan awal menjadi Rp. 1.700.000.000,- (satu milyar tujuh ratus juta rupiah). Ternyata setelah didakan audit, dana yang diperuntukkan untuk pembangunan proyek Perumahan Mekarsari Indah tidak dapat terealisasikan dengan baik yaitu dengan belum terbebaskannya lahan sesuai dengan dana yang disalurkan (hanya seluas 56.000 m2) dan belum terealisasikannya Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Perusahaan. Mengetahui hal tersebut Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi berusaha untuk meminta pertanggungjawaban terhadap Direktur atas dana yang tidak dipergunakan sebesar Rp
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
950.000.000,- (sembilan ratus lima puluh juta rupiah) sebaik mungkin namun Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi tidak mendapatkan tanggapan yang positif. Pada tanggal 5 Mei 1997 dan tanggal 27 Mei 1997 dengan iktikad tidak baik Direktur megatasnamakan Perusahaan mengadakan Kesepakatan mengenai Pengalihan/Penjualan PT Subah Mulya Jaya beserta asset perusahaan terutama tanah Proyek yang terletak di Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak. Pembayaran Pengalihan/Penjualan Perusahaan disepakati sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dengan pihak ketiga yaitu PT Tristar Global Development tanpa sepengetahuan dan persetujuan Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi sebagai pemegang saham 55% dari PT Subah Mulya Jaya. Dimana proses Pengalihan/Penjualan Perusahaan dilakukan melalui prosedur Akuisisi Perusahaan yaitu dengan mengumumkan Rancangan Pengambilalihan PT Subah Mulya Jaya oleh PT Tristar Global Development pada harian umum Republika dan Media Indonesia tertanggal 31 Mei 1997 dan 4 Juni 1997. Setelah mengetahui hal tersebut Ahmad Karamah Azzubaidi dengan iktikad baik dan demi terselesaikannya permasalahan yang timbul dengan Subah bin H. Salam menyampaikan surat pemberitahuan tertanggal 4 Juni 1997 dengan Nomor Surat 01/KU-PT SMJ/V/97 kepada PT Tristar Global Development yang berisi pemberitahuan bahwa proses pengalihan/penjualan perusahaan tidak dapat terlaksana tanpa persetujuan Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi. Setelah adanya surat pemberitahuan tersebut maka diadakan Rapat tertanggal 16 Juni 1997 antara Ahmad Karamah Azzubaidi dan Direktur PT Subah Mulya Jaya serta PT Tristar Global Development dan dicapai kata sepakat bahwa Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi menyetujui penjualan/pengalihan Perusahaan melalui Prosedur Akuisisi dengan kesepakatan bahwa hasil Pengambil alihan Perusahaan sebesar Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dengan porsi pembayaran sebesar Rp. 2.700.000.000,- (dua milyar tujuh ratus juta rupiah) bagi Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi serta porsi sebesar Rp. 2.300.000.000,- (dua milyar tiga ratus juta rupiah) bagi Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri. Dalam rapat yang diadakan tanggal 16 Juni 1997 tersebut juga disepakati tentang pembayaran atas pengalihan/penjualan perusahaan menurut perjanjian kesepakatan tertanggal 5 Mei 1997 bahwa tahap pembayaran disesuaikan dengan RINCIAN PEMBAYARAN yang disepakati oleh semua pihak. Tahap pembayaran pertama sebesar Rp 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah), dan sisanya akan dibayarkan kemudian. Dengan itikad baik prosedur Pengalihan Perusahaan dengan proses Akuisisi disetujui oleh Ahmad Karamah
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Azzubaidi dan Ir. Fauzi dengan menandatangani Akta Jual Beli Saham No. 90 dan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Subah Mulya Jaya dihadapan Ny. Dahlina Zurnaili SH, Notaris di Bekasi tertanggal 19 Juni 1997. Tanggal 24 Juni 1997 Ahmad Karamah Azzubaidi dan Subah bin H Salim menandatangani Kwitansi Pembayaran Tahap Pertama dari PT Tristar Global Development sebesar Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) yang dananya akan dimasukkan ke rekening bersama antara Ahmad Karamah Azzubaidi dan PT Tristar Global Development pada Bank Indonesia Raya (Bank BIRA) Cabang Arteri Pondok Indah. Bahwa sampai gugatan diajukan yaitu tanggal 5 Mei 1999 pembayaran tersebut belum diterima oleh Ahmad Karamah Azzubaidi. Ternyata PT Tristar Global Development menyalurkan pembayaran mengikuti rancangan pembayaran dari Subah bin H. Salam tanpa mengikuti kesepakatan pembayaran tanggal 16 Juni 1997. Sisa pembayaran pengalihan/penjualan saham PT Subah Mulya Jaya sebesar Rp. 3.400.000.000,- (tiga milyar emapat ratus juta rupiah) belum dibayarkan. Dari permasalahan tersebut Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi pada tanggal 4 Mei 1999 mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan Wanprestasi ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena merasa telah dirugikan atas perbuatan hukum yang dilakukan Subah bin H. Salam, Zakar Zamhuri dan PT Tristar Global Development beserta Direksinya. Dimana Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri sebagai Tergugat I, II dan PT Tristar Global Development, Penza Sofyan, Widhyastono sebagai Tergugat III, IV, dan V. Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ditujukan kepada Subah bin H.
Salam dan Zakar Zamhuri (Tergugat I dan II) karena dengan itikad tidak baik menyalahgunakan dana investasi sebesar Rp. 950.000.000,- (sembilan ratus lima puluh juta rupiah) secara tidak bertanggung jawab. Gugatan Wanprestasi ditujukan kepada PT Tristar Global Development, Penza Sofyan, Widhyastono sebagai Tergugat III, IV, dan V terhadap pelaksanaan pembayaran dari proses akuisisi PT Subah Mulya Jaya yang belum dibayarkan sampai gugatan ini diajukan. B. Putusan Pengadilan - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.231/Pdt.G/1999/ PN. Jak.Sel
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Pada tanggal 23 Desember 1999, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memutuskan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan Wanprestasi yang diajukan Penggugat (Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi) sebagai berikut: AMAR PUTUSAN : Dalam Pokok Perkara 1.
Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, yaitu Tergugat I dan II melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Bahwa kegunaan uang sejumlah Rp. 1.700.000.000,- yang disalurkan Penggugat adalah untuk kepentingan proyek pembangunan Mekarsari namun ada tagihan yang belum dibayarkan oleh Tergugat yaitu tagihan pengesahan IMB dan SitePlan sebesar Rp. 950.000.000,-. Dana tersebut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
2.
Menyatakan Tergugat III dan IV telah melakukan Wanprestasi; Berdasarkan berdasarkan bukti kwitansi pembayaran tanggal 24 Januari 1997 PT Tristar Global Development dan Penza Sofyan (Tergugat III dan IV)
telah
membayar
pembayaran
tahap
pertama
sebesar
Rp.
1.600.000.000,- yang diterima Penggugat I dan II tetapi sisanya belum dibayarkan sebesar Rp. 3.400.000.000,-. -
Putusan Mahkamah Agung No. 319 PK/Pdt/2004 Pada tanggal 30 April 2009, Mahkamah Agung memutuskan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan PT Tristar Global Development, Penza Sofyan, Widhyastono (Para Pemohon) sebagai berikut: AMAR PUTUSAN 1.
Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali;
2.
Menghukum Para Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) ;
C. Status Investor Ketika Investasi Berubah Menjadi Setoran Saham
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Pada kasus posisi bagian pembahasan diatas dijelaskan bahwa tanggal 5 Mei 1996 terjadi Perjanjian Investasi antara Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi dengan Direksi PT Subah Mulya Jaya yaitu Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri, dengan menanamkan uang ke PT Subah Mulya Jaya sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Kemudian Perjanjian Investasi tersebut pada Akta Pernyataan Keputusan Rapat PT Subah Mulya Jaya No. 12 tertanggal 4 Juni 1996 diubah menjadi kepemilikan saham dengan jumlah investasi yang bertambah menjadi Rp. 1.700.000.000,- (satu milyar tujuh ratus juta rupiah). Sehingga Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi memiliki saham 55% dari investasi yang ditanamkan. Perubahan Perjanjian Investasi menjadi Kepemilikan Saham mengakibatkan perubahan status Investor menjadi Pemegang Saham. Aksi korporasi ini disebut Debt Equity Swap. “Debt Equity Swap is where a lender agrees to reduce the amount of debt it is owed by the borrower by agreeing to subscribe for new shares in the borrower equal to the value of reduction of the debt.”17 Ketentuan tentang Debt Equity Swap terdapat dalam Pasal 35 ayat (2) UndangUndang No. 40 Tahun 2007.18 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai Debt Equity Swap, dimana Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 menyebutkan pengaturan mengenai tagihan yang dapat dikonversikan menjadi setoran saham diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998. Dari penjelasan Debt Equity Swap dapat dijelaskan bahwa perubahan Perjanjian Investasi menjadi Setoran Saham mengakibatkan perjanjian investasi berakhir. Berakhirnya perjanjian investasi tersebut menurut Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yaitu karena adanya pembaharuan utang yang diperjelas dalam Pasal 1413 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dimana terdapat pembaharuan utang dalam
perjanjian investasi yang digantikan dengan kesepakatan
kepemilikan saham. 17
Bryan A, Garner. (Ed.). Black’s Law Dictionary 9th Edition for iphone/ipad/ipod touch, Version: 2.0.0 (B10239). Copyright 2010. Thomson Reuters. 18
“Hak tagih terhadap Perseroan yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena: a. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang; b. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau c. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.”
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Jadi, modal sebesar Rp. 1. 700.000.000,- (satu milyar tujuh ratus juta rupiah) bukan lagi milik pribadi Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi tetapi milik perseroan. Dari perubahan tersebut berubah pula hak dan kewajiban yang harus diemban Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi dari investor ke pemegang saham. Dalam uraian kasus disebutkan bahwa dana yang disetor sebesar Rp. 1.700.000.000,(satu milyar tujuh ratus juta rupiah). Setelah diadakan audit, dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Direksi sebesar Rp. 950.000.000,- (sembilan ratus lima puluh juta rupiah) yaitu dengan indikasi penyalahgunaan pembayaran tagihan IMB dan SitePlan tanah untuk pembangunan Perumahan Mekarsari Indah yang terletak di desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak, Jawa Barat seluas 500.000 m2. Tanah yang sudah terbebaskan hanya seluas 56.000 m2 dan belum terealisasikannya Sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Perusahaan. Ketika Direksi diberi wewenang untuk melakukan pembayaran tagihan IMB dan SitePlan serta pembagian wewenang tersebut sudah ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), maka sesuai ketentuan Pasal 92 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Direksi diberikan kewenangan penuh dalam pengurusan perseroan selama digunakan untuk kepentingan perseroan. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya jika dana yang diberikan tidak bisa digunakan secara maksimal dikarenakan terdapat kendala maka itu tidak bisa menjadi kesalahan Direksi. D. .Pertanggungjawaban Direksi PT Subah Mulya Jaya Dalam Proses Akuisisi Berdasarkan teori dan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 103 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Dilihat dari jenis akuisisi yang dilaksanakan oleh Direksi PT Subah Mulya Jaya kepada PT Tristar Global Development yaitu jenis akuisisi dari Pemegang saham (langsung). Dimana Direksi bertindak bukan sebagai manajemen perusahaan tetapi bertindak sebagai sebagai pemegang saham yang mempunyai saham sebesar 45%. Ketentuan Pasal 103 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 menegaskan bahwa akuisisi perseorangan (langsung dari pemegang saham) bahwa pengambil alihan harus berdasarkan persetujuan keputusan RUPS. Dikaitkan dengan kasus ini, Direksi dalam melakukan penawaran akuisisi berdasarkan kapasitasnya sebagai pemegang saham tetapi pelaksanaannya tanpa sepengetahuan pemegang saham lain dan tanpa adanya RUPS. Maka dari itu prosedur akuisisi yang dilakukan Direksi tidak sesuai dengan ketentuan
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
undang-undang. Dari sinilah pertanggungjawaban Direksi dalam pelaksanaan akuisisi tidak diindahkan. Sehingga Direksi tidak mengindahkan prinsip fiduciary duty nya. Pada akhirnya Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi sebagai pemegang saham mayoritas mengetahui dan menyetujui rencana akuisisi dan membawa rancangan tersebut ke RUPS serta semua pihak ikut menandatangani Akta Jual Beli Saham No. 90 dan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Subah Mulya Jaya dihadapan Ny. Dahlina Zurnaili SH, Notaris di Bekasi tertanggal 19 Juni 1997. Tetapi yang dilihat disini adalah tidak adanya iktikad baik dari Subah bin H. Salam dan Zakar Zamhuri dalam pemberitahuan tentang akan direncanakannya akuisisi PT Subah Mulya Jaya oleh PT Tristar Global Development. Bahwa Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi mengetahui adanya rancangan akuisisi dari pengunguman pada harian umum Republika dan Media Indonesia tertanggal 31 Mei 1997 dan 4 Juni 1997. Oleh karena itu, terdapat pelanggaran Prinsip perseroan tentang harus adanya iktikad baik (duty of loyalty and good faith) antar organ perseroan karena tidak adanya RUPS pada pelaksanaan awal rancangan akuisisi. Pasal 85 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengatur tentang pertanggungjawaban Direksi dalam kepengurusan perseroan jika tidak dilakukan dengan itikad baik. Akibat dari pelanggaran prinsip duty of loyalty and good faith jika menimbulkan kerugian bagi perseroan maka Direksi bertanggung jawab penuh atas kerugian yang ditimbulkan. Pada kasus diatas implementasi dari pelaksanaan akuisisi tidak terpenuhi. Hal ini dibuktikan dengan pelanggaran perjanjian tanggal 16 Juni 1997 tentang Rincian Pembayaran dari proses akuisisi yang dilakukan oleh PT Tristar Global Development. Dalam perjanjian tersebut dituangkan tahap pembayaran akuisisi PT Subah Mulya Jaya dilakukan dengan tiga tahap yaitu tahap pertama Rp. 1.600.000.000,- (satu milyar enam ratus juta rupiah) dan tahap selanjutnya akan dibayar kemudian. Dalam pelaksanaan perjanjian hanya tahap pertama yang dibayarkan oleh PT Tristar Gobal Development, sisa sebesar Rp. 3.400.000.000,- (tiga milyar empat ratus juta rupiah) belum dibayarkan sampai gugatan ini diajukan yaitu 4 Mei 1999. Pelanggaran perjanjian oleh PT Tristar Global Development tentang tahap pembayaran kedua dan ketiga dari proses akuisisi yang belum terbayarkan diatur dalam ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) bahwa PT Tristar Global Development dianggap lalai dalam pemenuhan perikatan. Oleh karena itu, benar adanya jika diajukan gugatan Wanprestasi terhadap PT Tristar Global Development oleh pemegang saham yang merasa dirugikan atas pelanggaran tersebut yaitu Ahmad Karamah
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Azzubaidi dan Ir. Fauzi sehingga penerapan pertimbangan hakim dalam Putusan Pegadilan sudah tepat. Perjanjian tahap pembayaran dilakukan pada tanggal 16 Juni 1997 dan gugatan diajukan pada tanggal 4 Mei 1999. Pengajuan gugatan dilakukan oleh pemegang saham yaitu Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi. Dalam jangka waktu 2 tahun tersebut seharusnya Direksi melakukan pertanggungjawaban atas pembayaran hasil akuisisi yang belum terlaksana. Direksi harus menggunakan prinsip fiduciary duty yang melekat pada kewenanganya sesuai dengan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 untuk beritikad baik melakukan penagihan pembayaran kepada PT Tristar Global Development. Karena setiap kerugian perseroan menjadi tanggung jawab Direksi. Ketika proses penagihan sudah tidak bisa diselesaikan dengan itikad baik maka Direksi harus mengajukan gugatan wanprestasi ke Pengadilan tidak menunggu selang waktu 2 tahun dalam pengajuan gugatan tersebut. Uraian analisis diatas menegaskan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini sudah benar. Dimana PT Tristar Global Development beserta Direksi diputuskan melakukan wanprestasi atas pelanggaran janji pembayaran tahap kedua dan ketiga dari proses akuisisi PT Subah Mulya Jaya. Hakim mengabulkan gugatan wanprestasi Ahmad Karamah Azzubaidi dan Ir. Fauzi dan mengabulkan permohonan untuk dilakukan pembayaran secepatnya beserta bunga yang harus ditanggung.
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan sebelumnya, simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Status hukum Ahmad Karam Azzubaidi dan Ir. Fauzi sebagai investor ketika terjadi perubahan investasi ke setoran saham berubah menjadi pemegang saham dimana terdapat konversi hutang sebesar Rp. 1.700.000.000,- (satu milyar tujuh ratus juta rupiah) menjadi setoran saham sebesar 55% yang disebut dengan aksi korporasi debt to equity swap. Dari perubahan status hukum tersebut berakhirlah perjanjian investasi antara investor dengan Direksi PT Subah Mulya Jaya dan berubah pula hak dan kewajiban yang diemban investor menjadi pemegang saham. Direksi dalam melakukan pengelolaan dana perseroan harus berdasar pada prinsip fiduciary duty
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
terutama duty of loyalty and good faith sesuai dengan Pasal 85 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995. Sehingga ketika penyalahgunaan dana tidak bisa dibuktikan dengan adanya penggunaan untuk kepentingan pribadi maka Direksi tidak bisa dikenakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 2.
Pertanggungjawaban Direksi PT Subah Mulya Jaya dalam proses akuisisi meliputi dua hal yaitu prosedur pelaksanaan akuisisi dan implementasi pelaksanaan akuisisi. Prosedur pelaksanaan akuisisi dalam perkara ini tidak sesuai dengan pengaturan perundang-undangan dimana jenis akuisisi yang digunakan adalah akuisisi secara langsung dari pemegang saham tetapi tidak memenuhi salah satu prosedur yaitu tidak adanya RUPS sehingga melanggar Pasal 125 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Implementasi pelaksanaan akuisisi tidak berjalan dengan baik dimana terdapat pelanggaran janji bayar oleh PT Tristar Global Development terhadap perjanjian tahap pembayaran kedua dan ketiga sehingga melanggar ketentuan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Wanprestasi. Tidak adanya upaya Direksi PT Subah Mulya Jaya dalam penagihan tahap pembayaran yang melampaui jangka waktu pembayaran sehingga Direksi PT Subah Mulya tidak mengindahkan prinsip fiduciary duty dalam menjalankan perseroan. Pertanggungjawaban Direksi melakukan penagihan ke PT Tristar Global Development tetapi tidak adanya itikad baik pembayaran sehingga berujug gugatan Pengadilan.
SARAN 1.
Pengetahuan Hakim tentang pengaplikasian Pasal dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dalam melakukan pertimbangan hukum Putusan Pengadilan terhadap perkara perseroan sehingga tidak menggunakan pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2.
Memperketat pengawasan Komisaris terhadap tindakan Direksi dalam Perseroan Tertutup karena lingkupnya lebih kecil sehingga sering terjadi penyalahgunaan kewenangan Direksi dan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007.
3.
Penekanan sanksi pidana terhadap pelanggaran kewenangan Direksi. Dalam perkara Perseroan Terbatas pihak yang dirugikan lebih menekankan sanksi perdata tetapi penekanan sanksi pidana kurang diperhatikan. Sanksi pidana memberikan efek jera kepada Direksi perseroan dalam menjalankan kewenangannya sehingga pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 bisa diminimalisir.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
KEPUSTAKAAN Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 1 Tahun 1995. LN No. 13 Tahun 1995, TLN No. 3587. ________. Undang-Undang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. ________. Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. PP No.27 Tahun 1998. LN No. 40 Tahun 1998, TLN No. 3741. ________. Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. PP No. 28 Tahun 1999. LN No. 61 Tahun 1999, TLN No. 3840. ________. Surat Keputusan tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum. SKBI No. 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Cet 73. Diterjemahkan oleh R. Soebekti. Jakarta: Pradnya Paramita,
Buku Ais, Chatamarrasjid. Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung. 2004. Brown, Gordon W., dan Paul A. Sukys. Business Law, New York: Glencoe McGraw-Hill, 2001. Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. Clark, Robert Charles. Corporate Law, Little. Boston-Toronto: Brown and Company, 1986. Davies, Paul L. Gower’s Principles of Modern Company Law. London: Sweet Maxwell, 1997. Ginting, Jamin. Hukum Perseroan Terbatas (UU. No. 40 Tahun 2007). Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007. Lipton, Phillip and Abraham Herzberg. Understanding Company Law. Brisbane: The Law Book Company, 1992. Mamudji, Sri, dkk. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014
Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009. Sastrawidjaja, Man, S. Bunga Rumpai Hukum Dagang. Bandung: Alumni, 2005. Majalah/Artikel/Bab dalam buku/Artikel Fuady, Munir. “Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law.” Dalam Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. hlm. 63. Harahap, Rudi Dogar, “UU PT dan Tanggung Jawab Direksi,” Opini. Harian Waspada: Rabu, 27 Februari 2008.
Thesis Yuliati, Ernie. “Penerapan Fiduciary Duty Direksi Menurut UUPT Dan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.” Thesis Magister Universitas Indonesia. Jakarta, 2012.
Internet Blanchard, Gerald L. “Director and Officer Liability.” WestLaw Journal: Lender Liability: Law, Practice and Prevention 23 (March, 2009). http:// www.westlaw. com. Diunduh tanggal 19 Februari 2014. Permata Bank Review dan Tips Keuangan. “Pengertian investor.” http://www. bi. go.id. diunduh tanggal 18 September 2013. Prasodjo, Ratnawati W. “UU PT Pertegas Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris.” http ://www.hukumonline.com. Diunduh tanggal 31 Maret 2014.
Analisis yuridis…, Yellis Rahmadhanita Dianis, FH UI, 2014