Analisis Yuridis Pengeluaran Saham yang Dapat Ditarik Kembali (Redeemable Shares) oleh PT X terhadap Ketentuan Pembelian Kembali (Buy Back) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Made Grazia Valyana Ustriyana, Wenny Setiawati Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Skripsi ini membahas implementasi pengeluaran saham yang dapat ditarik kembali (redeemable shares) terhadap pengaturan pembelian kembali saham (buy back) dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research) dengan studi kepustakaan. Metode penelitian tersebut dipakai untuk menjawab permasalahan; pertama teori tentang pengeluaran saham yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan kedua kedudukan hukum dari redeemable shares terhadap pengaturan mengenai buy back dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa mekanisme pelaksanaan hak-hak di bawah redeemable shares yang akan dikeluarkan harus dijelaskan dan diberikan batasan-batasan terlebih dahulu agar tidak melanggar ketentuan yang telah berlaku dalam peraturan perundang-undangan, terutama mengenai buy back. Kata kunci: Saham, redeemable shares, buy back, Perseroan Terbatas This thesis discusses the implementation of issuance of shares that are redeemable (redeemable shares) of the buy back shares arrangement (buy back) in Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies. This research is a juridical-normative (legal normative research) with a literature study. The research method was used to answer the problems: first the theory of issuance of shares stipulated in Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies, and second the legal position of redeemable shares to buy back arrangements regarding the Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies. The results suggest that the mechanism of the exercise of the rights under the redeemable shares to be issued shall be explained and given the constraints in advance in order not to violate the provisions that have been enacted in legislation, especially regarding the buy back shares. Key words: Shares, redeemable shares, buy back, limited liability company
Pendahuluan Saham merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Saham ini dikeluarkan dalam rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal dasar,
1 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
atau peningkatan modal dasar.1 Di sisi lain, bagi investor, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.2 Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan. Dengan menyertakan modal, maka pihak tersebut memiliki hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut “RUPS”), menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi, serta menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang.3 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga mengatur klasifikasi saham yang dapat dikeluarkan perusahaan di Indonesia, yaitu saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; saham yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; dan saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.4 Perusahaan dapat menerbitkan saham dengan klasifikasi seperti tersebut dengan berdiri sendiri maupun yang merupakan gabungan dari dua klasifikasi atau lebih.5 Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, saham tidak hanya dapat dikeluarkan saat suatu perusahaan pertama kali didirikan, tetapi juga dapat dikeluarkan saat perusahaan berjalan sebagai pilihan pendanaan perusahaan, selain dengan cara melakukan pinjaman (hutang). Selain itu, perusahaan juga dapat menerbitkan saham baru sebagai konversi atas hutang perusahaan itu sendiri. Dalam hal perusahaan mengeluarkan saham baru dengan klasifikasi dapat ditarik kembali dalam jangka waktu tertentu (redeemable shares), maka perusahaan tersebut harus memperhatikan ketentuan pembelian kembali saham (buy back) yang juga diatur oleh peraturan perundang-undangan, yang merupakan mekanisme penarikan saham tersebut. 1
M. Irsan Nasarudin, dkk., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2010), hlm. 188. “Ekuitas” http://www.idx.co.id/Home/Information/ForInvestor/Equities/tabid/168/language/idID/Default.aspx, diunduh 17 Oktober 2012. 3 Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Pasal 52 ayat (1). 2
4
Ibid., Pasal 53 ayat (4).
5
Ibid., Penjelasan Pasal 53 ayat (4).
2 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Pembelian kembali saham merupakan tindakan perusahaan untuk membeli kembali kembali saham yang telah dikeluarkan atau telah berada di tangan pemegang saham (tidak terbatas pada redeemable shares saja). Pembelian kembali saham merupakan salah satu aksi korporasi atau corporate action yang berpengaruh secara material terhadap saham dan pemegang saham dalam suatu perusahaan. Pada dasarnya konsep pembelian kembali yang berlaku di Indonesia adalah “buy back program” maksudnya adalah saham yang telah dibeli kembali dapat dikuasai oleh perusahaan untuk jangka waktu tertentu yang kemudian dapat dijual kembali atau ditarik melalui pengurangan modal.6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur ketentuan pembelian kembali saham dalam Bab II Bagian Kedua tentang Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan dari Pasal 37 hingga Pasal 40.7 Undang-undang juga mengatur konsekuensi hukum pembelian kembali saham dimana pembelian kembali saham, baik secara langsung mau pun tidak langsung, yang bertentangan dengan Pasal 37 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas batal karena hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perusahaan, dan perusahaan wajib mengembalikan saham yang telah dibeli tersebut kepada pemegang saham. Namun demikian, permasalahan muncul berkaitan dengan pengaturan pembelian kembali saham apabila diterapkan dalam hal pengeluaran klasifikasi saham yang dapat ditarik kembali (redeemable shares). Undang-undang membatasi bahwa pembelian kembali saham hanya dapat dilakukan terhadap sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perusahaan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di pasar modal.8 Dengan demikian, apabila hal ini terjadi dalam perusahaan tertutup yang tidak tunduk dalam ketentuan pasar modal, maka ketentuan tersebutlah yang berlaku. Masalah hukum yang timbul adalah ketiadaan pengaturan mengenai pembatasan persentase saham yang dapat dikeluarkan dengan klasifikasi dapat ditarik kembali agar tidak menyalahi ketentuan buy back dalam perundang-undangan.
6
BS Kusuma Negara, “Peranan Notaris dalam Pembelian Kembali atas Saham pada Kondisi Pasar Normal dan Kondisi Pasar Berpotensi Krisis,” (Tesis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2010), hlm. 7. 7
Dengan memperhatikan pula ketentuan Pasal 91, 92, 95 dan 96 UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bagi Perseroan Terbuka. 8 Indonesia, Op.cit., Pasal 37 ayat (1) huruf b.
3 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Apabila perusahaan mengeluarkan redeemable shares lebih dari batasan saham yang dapat dibeli kembali oleh Perseroan, maka dapat memberikan peluang kerugian bagi pemegang saham tersebut. Pemegang redeemable shares, yang menginginkan sahamnya dibeli kembali oleh perusahaan pada akhir jangka waktu yang telah ditetapkan, dapat kehilangan haknya tersebut apabila persentase redeemable shares yang dibeli kembali oleh perusahaan pada saat itu melebihi batas maksimal yang diatur undang-undang. Oleh karena itulah, dalam hal UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengakomodirnya, perusahaan beserta organ-organnya harus dapat mengatasinya dengan mengatur secara jelas dalam keputusan RUPS atau pun bentuk perjanjian lainnya. Mekanisme dan jangka waktu pelaksanaan pembelian kembali atas saham tersebut harus ditentukan dengan tegas sejak saham dikeluarkan. Salah satu perusahaan yang mengeluarkan saham dengan klasifikasi dapat ditarik kembali adalah PT X.9 Pengeluaran saham tersebut merupakan akibat dari pengkorvesian hutang perusahaan, dimana PT X melalui keputusan pemegang saham di luar RUPS (cicular resolution) menyatakan akan mengeluarkan saham dengan klasifikasi tersebut lebih dari sepuluh persen dari jumlah yang ditempatkan perseroan. Melalui konversi hutang menjadi saham, suatu perusahaan menerbitkan saham baru kepada kreditur sebagai bentuk pembayaran atas kewajibannya. Akibat dari dilakukannya konversi hutang menjadi saham tersebut, hutang perusahaan akan berkurang, bahkan lunas terbayarkan, modal disetor perusahaan bertambah, pihak kreditur berubah menjadi pemegang saham dan kepemilikan pemegang saham yang ada menjadi terdilusi. PT X telah menentukan bahwa mekanisme pembelian kembali saham-saham tersebut akan mengikuti ketentuan pembelian kembali saham dalam perundang-undangan. Namun demikian, dalam circular resolution PT X mengenai jangka waktu redeemable shares tersebut hanya dinyatakan selama lima tahun sejak tanggal penerbitan saham, dapat dibeli kembali atau menukarkan klasifikasi saham tersebut dengan klasifikasi saham yang lain. Oleh karena itulah, timbul pertanyaan sejauh manakah hal-hal yang telah diatur dalam circular resolution dan perjanjian pinjaman, dalam kasus PT X, berlaku dan mengikat para pihak dalam perjanjian? Bagaimanakah penerapan ketentuan pembelian kembali saham yang diatur dalam undang-undang dalam hal pengeluaran saham yang dapat ditarik kembali ini? Berdasar atas latar belakang di atas, maka dibuatlah penelitian ini, dengan judul “Analisis Yuridis Pengeluaran Saham yang dapat
9
Nama PT disamarkan atas permintaan Perseroan yang bersangkutan, selanjutnya semua pihak yang terlibat juga akan disamarkan.
4 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Ditarik Kembali (Redeemable Shares) terhadap Ketentuan Pembelian Kembali (Buy Back) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas”. Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan mengenai pengeluaran saham dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas? 2. Bagaimanakah pengaturan dan mekanisme pembelian kembali saham (buy back) yang berlaku saat ini? 3. Bagaimanakah kedudukan hukum dari saham yang dapat ditarik kembali (redeemable shares) oleh PT X terhadap pengaturan mengenai pembelian kembali saham (buy back) dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
Tinjauan Teoritis Istilah Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. “Perseroan” merujuk pada modalnya yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham, dan kata “terbatas” merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut “UUPT”) sendiri mendefinisikan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut “Perseroan”) sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan
yang
ditetapkan
dalam
undang-undang
ini
serta
peraturan
pelaksanaannya.10 Perseroan dikualifikasikan sebagai subjek hukum karena telah memenuhi kriteria untuk disebut sebagai badan hukum. Adapun kriteria yang dimaksud adalah:11 1. adanya pemisahan harta kekayaan antara Perseroan dengan pemilik; 2. adanya tujuan Perseroan yang jelas; dan 3. adanya organ atau pengurus di dalam Perseroan. Sebagai badan hukum, Perseroan hanya dapat mengambil keputusan atau berbuat dengan perantaraan alat perlengkapannya (organ), yaitu orang atau orang-orang dalam hubungan tertentu dengan Perseroan yang mengambil keputusan atau berbuat tidak untuk diri sendiri tetapi atas
10 11
Ibid., Pasal 1 angka 1. Ibid.
5 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
nama Perseroan, yakni Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris. Keputusan atau perbuatan demikian asal dilakukan dalam batas kewenangan yang telah ditentukan dalam hukum atau akta pendirian mengikat perseroan dan tidak mengikat orang-orang yang menjalankan secara pribadi.12 Berkaitan dengan permodalan Perseroan, sebagaimana disebutkan dalam UUPT di atas, terdiri dari modal yang ditempatkan sebagai saham, yang dikuasai oleh para pemegang saham.13 Hak-hak apa saja yang melekat pada saham bergantung pada jenis atau klasifikasi saham yang dimiliki. Adapun yang dimaksud dengan klasifikasi saham adalah pengelompokan saham berdasarkan karakteristik yang sama.14 Anggaran Dasar Perseroan dapat menentukan adanya satu klasifikasi saham dalam Perseroan atau lebih, dimana setiap jenis saham dengan klasifikasi yang sama memberikan hak yang sama pula kepada setiap pemiliknya. 15 Berdasarkan pembagian klasifikasi saham menurut undang-undang maupun secara teoritis di atas, pada umumnya terdapat 4 (empat) jenis klasifikasi saham dikenal pada Perseroan, yaitu: saham biasa (common/ordinary shares), saham preferensi (preferred shares), saham tebusan (redeemable shares), dan saham prioritas (priority shares). Dalam Pasal 48 ayat (1) UUPT dikemukakan bahwa saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dalam penjelasan pasal ini juga disebutkan bahwa Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk. Oleh karena itu, dibuat Daftar Pemegang Saham untuk mengetahui siapa pemilik saham dari suatu Perseroan.16 Selain Daftar Pemegang Saham, dalam pasal tersebut terdapat pula pengaturan mengenai Daftar Khusus yang berisi informasi mengenai kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya pada Perseroan yang bersangkutan maupun pada Perseroan Lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.17 Apabila Perseroan yang ingin mengeluarkan saham baru yang akan mengakibatkan perubahan kepemilikan saham, maka perubahan tersebut dicatatkan pula dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus. 12
Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 Bentuk-Bentuk Perusahaan, Cet. 11, (Jakarta: Djambatan, 2007), hlm.130. 13
Man S. Sastrawidjaya, Perseoan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang, (Bandung: Alumni, 2008),
hlm. 81. 14
Indonesia, Op.cit., Penjelasan Pasal 53 ayat (1). Indonesia, Op.cit., Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2). 16 Indonesia, Op.cit., Pasal 50. 17 Sentosa Sembiring, Op.cit., hlm. 123. 15
6 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Selain ketentuan di atas, UUPT juga mengatur larangan yang berkaitan dengan pengeluaran saham oleh Perseroan, dalam Pasal 36 UUPT, yang berbunyi:
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan. (2) Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat. (3) Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak dilarang memiliki saham dalam Perseroan. (4) Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan perundang undangan di bidang pasar modal.18
Larangan ini dapat dipahami karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain dan bukan Perseroan, sehingga demi kepastian, Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut tidak hanya berupa larangan kepemilikan saham rangkap, tetapi termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yang memiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.19 Namun demikian, larangan tersebut di atas tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setoran dana dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan Pasal 36 ayat (1) UUPT. Tanggung jawab pemegang saham dalam Perseroan hanya sebatas jumlah maksimum nilai nominal saham yang dikuasai, sehingga selebihnya pemegang saham tidak bertanggung jawab.20 Menurut Ridwan Khairandy, di sinilah terdapat pentingnya salah satu karakteristik Perseroan, yakni adanya pembatasan tanggung jawab. Sedangkan, selama saham belum diambil 18 19
20
Ibid., Pasal 36. Gunawan Widjaja (1), Op.cit., hlm. 31. Ridwan Khairandy, Op.cit., hlm. 11.
7 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
bagian atau ditempatkan oleh pemegang saham maka saham tersebut masih merupakan saham dalam simpanan atau saham dalam portofolio dan belum menjadi milik siapapun.21 Roy Mangapon Nababan dalam penelitiannya yang berjudul “Pembelian Kembali Saham (Buyback) sebagai Sarana Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan” menyebutkan bahwa saham sebagai benda bergerak dan dapat dipindahtangankan tetap berbeda dengan komoditas lain. Saham memiliki keistimewaan karena saham tersebut adalah adalah modal dari sebuah Perseroan.
Setiap lembar saham yang diperdagangkan di bursa itu mewakili Perseroan yang harganya bisa naik turun. Sedangkan dalam kondisi riil penurunan harga saham tersebut bisa tidak sebanding dengan dengan nilai rill perseroan dan jika tidak dilakukan tindakan penyelamatan maka berpeluang perseroan tersebut untuk mengalami ketidakmampuan berproduksi yang mengakibatkan perseroan tersebut bangkrut.22
Berkaitan dengan hal tersebut, Perseroan dapat melakukan tindakan untuk menyelamatkan kondisi Perseroan itu sendiri, dengan melakukan pembelian saham kembali. Pembelian kembali merupakan salah satu aksi korporasi yang sangat dikenal dan lazim dilakukan oleh sebuah Perseroan, baik itu Perseroan terbuka maupun Perseroan tertutup. Secara umum, aksi korporasi adalah tindakan atau aksi yang dilakukan oleh Perseroan, yang berdampak signifikan terhadap berbagai kepentingan, antara lain kelangsungan operasi Perseroan, harga saham, serta pemegang saham.23 Pembelian kembali saham merupakan tindakan Perseroan untuk membeli kembali kembali saham yang telah dikeluarkan atau telah berada di tangan pemegang saham. Buy back dapat dilakukan oleh Perseroan, baik itu Perseroan terbuka maupun tertutup. Ketentuan mengenai pembelian kembali saham yang berlaku saat ini dapat ditemukan dalam
21
BS Kusuma Negara, Op.cit., hlm. 16.
22
Roy Mangapon Nababan: “Pembelian Kembali Saham (Buyback) sebagai Sarana Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan,” (Skripsi Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010), hlm. 3. 23
Andy Porman Tambunan, Menilai Harga Saham Wajar, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008),
hlm. 39.
8 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
UUPT dan Peraturan Nomor XI.B.2, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor Kep-105/BL/2010 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik (selanjutnya disebut “Peraturan XI.B.2”). Keberlakuan pengaturan buy back tersebut berlaku sesuai dengan status Perseroan yang akan melaksanakannya. Apabila dilakukan oleh Perseroan yang tertutup, tentu tunduk pada ketentuan dalam UUPT saja. Sedangkan apabila dilakukan oleh Perseroan terbuka, maka akan tunduk pada UUPT, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal sebagaimana disebutkan di atas. UUPM sendiri tidak mengatur adanya ketentuan mengenai pembelian kembali saham perusahaan publik atau Emiten yang telah dilepas ke pasar modal. Perusahaan publik atau Emiten dapat melakukan pembelian kembali atas sahamnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 37 dan Pasal 39 UUPT tanpa melanggar ketentuan Pasal 91, 92, 95, dan 96 UUPM tentang manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam, sepanjang memenuhi Peraturan XI.B.2. Larangan ini berkaitan dengan ketentuan yang mengatur tentang penipuan, manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam. Sebuah perusahaan publik atau Emiten tidak diperkenankan untuk menguasai sendiri saham yang telah dikeluarkannya ke dalam bursa, sebab dapat mengakibatkan perdagangan menjadi semu dan Emiten dapat mengatur sedemikian rupa terkait harga sahamnya, sehingga kondisi pasar menjadi tidak sempurna. Selain itu, perusahaan publik atau Emiten dapat pula membeli kembali sahamnya dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 62 UUPT. Oleh karena itulah, Perseroan terbuka dapat melakukan pembelian kembali atas saham dengan memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan XI.B.2. Berdasarkan penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa Perseroan sendiri dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan undangundang. Ketentuan mengenai pembelian kembali saham dalam UUPT terdapat pada Pasal 37-40 dan Pasal 62 UUPT.24 Pembelian saham kembali akan mengakibatkan saham kehilangan hak-hak
24
selanjutnya pembahasan akan dikhususkan bagi Perseroan tertutup.
9 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
yang melekat padanya.25 Menurut UUPT, Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:26 a. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi sepuluh persen dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dalam hal ini juga harus dijelaskan pembelian saham kembali oleh Perseroan tidak dapat mengakibatkan pengurangan modal terkecuali saham tersebut ditarik kembali oleh Perseroan. Dan yang dimaksud dengan kekayaan bersih Perseroan adalah seluruh harta kekayaan Perseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.27
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis, dimana peraturan perundang-undangan yang berlaku diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu, sehingga terdapat instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan, yakni studi kepustakaan. Dalam melakukan kajian terhadap permasalahan-permasalahan di atas, digunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung melalui penelusuran kepustakaan atau dokumentasi, dengan mengandalkan bahan hukum primer, yaitu peraturan perundangundangan, seperti Kitab Undang-undang Hukum Perdata, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan berbagai peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan bahan
25
Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas menentukan bahwa saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian kembali tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar serta tidak berhak mendapat pembagian dividen. 26 27
Indonesia, Op.cit., Pasal 37 ayat (1). Ibid., Penjelasan Pasal 37 ayat (1).
10 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
hukum lain yang masih berlaku yang terkait dengan masalah pengeluaran saham dan pembelian kembali atas saham, dan bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, baik dari buku, artikel, maupun hasil penelitian terdahulu, yang nantinya dapat memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan pembelian kembali atas saham. Selain itu, untuk memperjelas istilah-istilah hukum yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan bahan hukum tersier, yakni berupa kamus.28 Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, dimana penulis/peneliti akan melakukan analisis data-data yang telah dikumpulkan dengan pemaknaan sendiri. Dari sudut sifat dan bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, eksplanatoris, evaluatif, dan analitis, yang bertujuan menjelaskan lebih dalam suatu ketentuan hukum yang dijadikan bahan penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang relevan terkait permasalahan yang ada, sehingga dapat ditarik kesimpulan yang tidak kontradiktif antara bahan hukum yang satu dengan yang lainnya, sehingga, akan didapatkan bentuk hasil penelitian hukum ini yang berupa deskripfitf-analitis. Apabila dilihat dari tujuannya, tipe penelitian ini adalah penelitian penemuan fakta (fact finding), dimana penelitian ini bertujuan mengetahui fakta terhadap pengaturan tentang pengeluaran saham dan pembelian kembali atas saham yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta menjelaskan kedudukan hukum dari saham yang dapat ditarik kembali (redeemable shares) terhadap pengaturan mengenai pembelian kembali saham (buy back) dalam undang-undang tersebut. Menurut ilmu yang dipergunakan, penelitian ini adalah penelitian mono disipliner, artinya laporan penelitian ini hanya didasarkan pada satu disiplin ilmu, yaitu ilmu hukum.29 Dalam hal ini, akan dicari pengaturan yang berkaitan dengan pengeluaran saham dan pembelian kembali atas saham di dalam peraturan yang berlaku dan dari pengaturan tersebut akan dikaji kedudukan hukum dari saham yang dapat ditarik kembali (redeemable shares) terhadap pengaturan mengenai pembelian kembali saham (buy back).
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), 1986), hlm. 51-52. 29
Sri Mamudji, dkk.,Op.cit., hlm. 4-5.
11 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Hasil Penelitian Salah satu Perseroan yang mengeluarkan redeemable shares adalah PT X. PT X merupakan suatu Perseroan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, yang berkedudukan di Jakarta Selatan. PT X berusaha dalam bidang jasa konsultasi perekayasaan dan pelaksanaan konstruksi bidang sipil dan mekanikal. Kasus ini dimulai dari adanya tiga Perjanjian Peminjaman antara PT X dengan X Ltd, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh Y Ltd, masing-masing tertanggal 30 Desember 2009, 1 April 2010, dan 1 Desember 2010. Selain itu, PT X juga dimiliki oleh Y Ltd. Dengan kata lain, PT X dan X Ltd merupakan anak perusahaan dari Y Ltd, dimana X Ltd dan Y Ltd berkedudukan di India. Berdasarkan Anggaran Dasar PT X, adapun komposisi pemegang saham dalam Perseroan adalah sebagai berikut:30 Komposisi Pemegang Saham PT X Nama
Klasifikasi
Pemegang
Saham
Saham
Y Ltd
Kelas
Kelas
A
B
800
7.000
Nilai Saham
Kepemilikan Kelas A
US$
Rp atau
944.800.000,5
-
Saham
Kelas B
400,000 US$ 3,500,000 99,936 %
atau
Mr. X
Persentase
Rp
4.661.500,-
US$
2,500 -
atau
Rp
0,064 %
5.905.000,Sumber: Anggaran Dasar PT X sebagaimana tercantum dalam Akta Keputusan RUPS No. 21, tertanggal
26 Juni 2008, dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM No.SHU-57080.AH.01.02.Tahun 2008, tertanggal 1 September 2008, sebagaimana telah diamandemen dengan Akta Keputusan RUPS No. 5, tertanggal 18 Maret 2010, dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM No.AHU-AH.01.10-09753, tertanggal 22 April 2010 (selanjutnya disebut Anggaran Dasar PT X). (telah diolah kembali)
30
Anggaran Dasar PT X sebagaimana tercantum dalam Akta Keputusan RUPS No. 21, tertanggal 26 Juni 2008, dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM No.SHU-57080.AH.01.02.Tahun 2008, tertanggal 1 September 2008, sebagaimana telah diamandemen dengan Akta Keputusan RUPS No. 5, tertanggal 18 Maret 2010, dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM No.AHU-AH.01.10-09753, tertanggal 22 April 2010 (selanjutnya disebut Anggaran Dasar PT X).
12 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Adapun jumlah hutang PT X adalah US$ 20,120,100.31 PT X dan X Ltd kemudian sepakat agar hutang tersebut dikonversi menjadi saham dalam PT X, dengan mengkompensasikan jumlah hutang yang dipinjam PT X terhadap kewajiban pembayaran kepada X Ltd sebagai setoran atas penerbitan saham baru Kelas C.32 PT X telah memperoleh penilaian independen terhadap harga pasar saham Kelas C tersebut, yaitu US$ 1,829.10 per saham.33 Dengan demikian, PT X juga telah menetapkan bahwa nilai nominal untuk setiap saham Kelas C akan menjadi US$ 1,829.10. Selain itu, PT X menginginkan untuk melakukan pengeluaran saham baru Kelas C dengan hak menarik kembali (redeemable shares), yang akan disetorkan oleh X Ltd sebagai akibat dari konversi hutang PT X kepada X Ltd menjadi saham PT X. Sebagaimana saham pada umumnya, saham dengan klasifikasi dapat ditarik kembali (redeemable shares) yang akan diterbitkan oleh PT X sebagai setoran X Ltd akibat dari konversi hutang PT X kepada X Ltd, juga akan melahirkan hak-hak bagi pemegang sahamnya. Namun, hak-hak tersebut berbeda dengan saham biasa. Dalam hal ini, PT X akan menerbitkan redeemable shares tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan opsi untuk menukarkan redeemable shares tersebut menjadi saham dengan klasifikasi lain pada akhir jangka waktu yang ditentukan, yang akan disetorkan oleh X Ltd, atau PT X akan melakukan pembelian kembali atas redeemable shares tersebut. Jumlah saham baru yang akan dikeluarkan PT X adalah sebelas ribu lembar (setara dengan 58,5% dari modal yang ditempatkan dalam PT X).34 Selanjutnya, dalam circular resolution PT X dinyatakan bahwa jangka waktu redeemable shares tersebut hanya dinyatakan selama lima tahun sejak tanggal penerbitan saham, dapat dibeli kembali atau menukarkan klasifikasi saham tersebut dengan klasifikasi saham yang lain.35 Dengan demikian, apabila pemegang saham memilih opsi agar PT X membeli kembali redeemable shares tersebut, maka mekanisme pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu UUPT.
31
Keputusan Para Pemegang Saham di Luar Rapat PT X, hlm. 2. Ibid. 33 Informasi dari Kuasa Hukum PT X. 34 Keputusan Para Pemegang Saham di Luar Rapat PT X, hlm. 2. 35 Ibid., hlm. 5. 32
13 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Pembahasan Sebagaimana penjabaran di atas, pengeluaran saham baru dengan klasifikasi Kelas C dapat ditarik kembali oleh PT X dilakukan akibat adanya konversi hutang PT X kepada X Ltd. Berdasarkan UUPT, hutang Perseroan kepada pemegang saham atau kreditur memang dapat dikonversi menjadi saham dengan mengkompensasi hutang terhadap kewajiban pembayaran pemegang saham atau kreditur sebagai setoran atas saham baru yang diterbitkan, dengan ketentuan telah disetujui oleh RUPS.36 Persetujuan RUPS tersebut akan dianggap sebagai persetujuan atas pengabaian pre-emptive right pemegang saham atas saham baru yang diterbitkan dalam sebuah Perseroan.37 Selain ketentuan di atas, UUPT juga mengatur larangan yang berkaitan dengan pengeluaran saham oleh Perseroan, dalam Pasal 36 UUPT, yakni larangan kepemilikan saham rangkap dan larangan kepemilikan silang (cross holding). Sepintas dapat dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran atas larangan kepemilikan silang dalam penerbitan redeemable shares yang akan dilakukan oleh PT X secara tidak langsung. Dalam hal ini adalah kepemilikan Y Ltd atas saham pada PT X melalui kepemilikan pada X Ltd. Namun demikian, pada kenyataannya persetujuan dari BKPM tersebut telah didapat PT X berdasarkan surat BKPM No. 1273/A.8/PMA/2012 tertanggal 2 Agustus 2012 untuk peningkatan modal dasar, modal disetor, dan modal ditempatkan Perseroan sebagaimana dimaksud di atas. Selain itu, perlu dicermati bahwa larangan yang diatur oleh UUPT ini berlaku bagi Perseroan, dalam arti perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia. Dengan demikian, X Ltd dan Y Ltd tidak tunduk pada ketentuan ini, sehingga tidak terjadi kepemilikan silang yang dilarang oleh UUPT. Perseroan dapat menerbitkan redeemable shares dengan mengikuti ketentuan dalam Anggaran
Dasar
yang
telah
ditentukan
oleh
Perseroan
yang
bersangkutan.
Pengeluaran/penerbitan redeemable shares oleh PT X dapat setelah adanya Keputusan RUPS atau circular resolution PT X menyetujui hal tersebut serta Pasal 4 dan 5 Anggaran Dasar PT X diamandemen. Selain itu, amandemen terhadap Anggaran Dasar PT X juga harus meliputi hal-hal sebagai berikut, agar dapat memenuhi ketentuan penerbitan redeemable shares:
36 37
Indonesia, Op.cit., Pasal 35 ayat (1). Ibid. Penjelasan Pasal 35 ayat (1).
14 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
1. Dalam hal pembelian kembali saham atau terjadinya penurunan modal, harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembelian kembali saham dan pengurangan modal yang berlaku; dan 2. Dalam hal pengurangan modal, pembelian kembali terhadap redeemable shares harus mendapat persetujuan kreditur. Sebelum penerbitan redeemable shares tersebut dilakukan, PT X harus melakukan pengumuman mengenai konversi hutang menjadi saham terlebih dahulu pada 2 (dua) surat kabar harian. Berdasarkan Pasal 6 PP 15/1999 dan Penjelasannya, pengumuman tersebut harus dimuat pada satu surat kabar harian yang diterbitkan dan disalurkan di tempat kedudukan PT X dan pada satu surat kabar harian nasional. Selanjutnya, PT X memberikan pemberitahuan kepada para karyawan mengenai perubahan kepemilikan dalam Perseroan yang terjadi akibat konversi hutang menjadi saham tersebut. Pemberitahuan kepada para karyawan harus juga mencantumkan pernyataan bahwa tidak akan ada restrukturisasi di dalam Perseroan, hak-hak dan kewajiban kayawan, dan ketentuan dalam kontrak kerja karyawan maupun peraturan perusahaan yang akan dilakukan berkenaan dengan perubahan kepemilikan tersebut. Penambahan modal dasar dalam PT X yang juga berimplikasi pada perubahan Anggaran Dasar melahirkan kewajiban bagi PT X untuk mendapatkan persetujuan Menteri Hukum dan HAM sebelumnya, yang kemudian dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.38 PT X juga harus menyampaikan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM terkait penerbitan saham baru dan perubahan komposisi kepemilikan saham pada Perseroan.39 Setelah hal-hal tersebut dilaksanakan, PT X dapat menerbitkan redeemable shares yang dimaksud dan X Ltd dicantumkan dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa prosedur untuk menerbitkan redeemable shares adalah prosedur yang sama seperti penerbitan saham secara umum yang diatur undang-undang. Sedangkan prosedur tentang cara melakukan “penarikan” (redemption) saham tersebut merupakan masalah yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut. UUPT tidak mengatur mengenai prosedur untuk melaksanakan hak di bawah redeemable shares. Sebagaimana dijelaskan dalam circular resolution PT X, redeemable shares yang akan diterbitkan memiliki jangka waktu selama 5 tahun sejak tanggal diterbitkannya saham tersebut,
38 39
Indonesia, Op.cit., Pasal 21 ayat (2) dan (4). Ibid., Pasal 21 ayat (3).
15 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
yang kemudian memberikan opsi kepada pemegang saham untuk menukarkan saham tersebut dengan klasifikasi lain atau meminta PT X melakukan pembelian kembali (buy back). Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa, pada saat jangka waktu berakhirnya redeemable shares maka salah satu dari hak opsi tersebut dipilih dan dilaksanakan. Dalam hal diputuskan untuk menukar klasifikasi redeemable shares menjadi klasifikasi saham lain, dapat dilakukan dengan mengamandemen Anggaran Dasar Perseroan begitu pula dengan Daftar Pemegang Saham Perseroan, serta kewajiban-kewajiban lain yang mengikutinya. Namun demikian, permasalahan muncul apabila opsi yang dipilih adalah dengan melakukan pembelian kembali atas redeemable shares tersebut. Suatu tindakan pembelian kembali saham harus disetujui oleh RUPS dan dilakukan dengan tunduk pada kondisi-kondisi berikut: a. buy back tersebut tidak akan menyebabkan aktiva bersih Perseroan menjadi kurang dari modal disetor Perseroan, ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan oleh Perseroan; dan b. nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan (dan dari semua saham yang dijaminkan ke Perseroan atau ke Perseroan yang dimiliki secara langsung maupun tidak langsung oleh Perseroan yang bersangkutan) tidak akan melebihi sepuluh persen dari modal disetor Perseroan. Selain memperoleh persetujuan RUPS, persetujuan BKPM dan pelaporan ke Menteri Hukum dan HAM harus dilakukan untuk menyelesaikan proses pembelian kembali saham ini. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, setiap pembelian kembali saham, yang merupakan pelanggaran dari kondisi di atas, akan menjadi batal demi hukum.40 Selain itu, Direksi dari Perseroan yang bersangkutan akan bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diderita oleh pemegang saham yang beritikad baik karena batal dan tidak berlakunya pembelian kembali saham tersebut.41 Di sinilah terletak permasalahan dalam kasus ini, yakni tidak adanya mekanisme yang jelas mengenai pelaksanaan hak opsi di bawah redeemable shares yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan buy back dalam UUPT.
40 41
Ibid.,Pasal 37 ayat (2). Ibid., Pasal 37 ayat (3).
16 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Dalam hal ini terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi saat jangka waktu redeemable shares yang akan diterbitkan oleh PT X berakhir, sebagai berikut: 1.
Kemungkinan pertama adalah apabila pemegang saham dan dengan persetujuan Perseroan memutuskan untuk menukarkan klasifikasi redeemable shares menjadi saham dengan klasifikasi lain dalam Perseroan. Apabila berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku hal tersebut dimungkinkan, maka dapat saja dilakukan. Untuk tujuan ini, persetujuan RUPS dan BKPM serta penyampaian laporan kepada Menteri Hukum dan HAM akan diperlukan.
2.
Kemungkinan selanjutnya adalah apabila beberapa persen dari jumlah redeemable shares tersebut ditukarkan menjadi klasifikasi saham lain, sementara sisanya dibeli kembali oleh PT X agar memenuhi ketentuan buy back saham, yakni maksimal nilai nominal saham yang dibeli kembali tidak melebihi sepuluh persen dari modal ditempatkan Perseroan. Dalam kasus ini, apabila PT X memutuskan untuk melakukan buy back atas saham-saham yang redeemable tersebut (sesuai dengan ketentuan dalam UUPT), PT X hanya dapat menahannya selama 3 (tiga) tahun, dimana selanjutnya PT X memiliki pilihan untuk: a. menjual saham tersebut kepada pihak lain; atau b. menarik kembali saham tersebut dengan cara pengurangan modal. Pengurangan modal oleh Perseroan merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh UUPT, dengan syarat-syarat sebagai berikut:42 a. Adanya persetujuan RUPS b. Pengumuman di koran c. Keberatan dari kreditur d. Pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri, jika diperlukan e. Persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM Selain itu, karena PT X merupakan perusahaan penanaman modal asing (PT PMA), setelah adanya persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM tersebut, PT X harus mengajukan permohonan persetujuan dari BKPM.
42
Ibid., Pasal 44-46.
17 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
3.
Apabila yang terjadi adalah kemungkinan ketiga, yakni opsi yang dipilih adalah pembelian kembali atas seluruh redeemable shares yang diterbitkan oleh Perseroan, tentu akan mengakibatkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan buy back yang diatur oleh UUPT. Sebagaimana diketahui, redeemable shares yang akan diterbitkan oleh PT X merupakan saham mayoritas di PT X yang nilai nominalnya melebihi sepuluh persen dari modal ditempatkan PT X, sehingga apabila Perseroan tetap melakukan pembelian kembali atas saham-saham tersebut, akan menjadi batal demi hukum. Kemungkinan di atas adalah realistis mengingat bahwa pembelian kembali saham sebelumnya harus dilakukan dengan adanya persetujuan RUPS. Dalam hal ini, X Ltd, yang akan menjadi pemegang saham mayoritas di PT X yang juga memiliki hak suara sebagaimana pemegang saham lainnya, dapat “meloloskan” persetujuan RUPS mengenai pembelian kembali atas redeemable shares miliknya oleh PT X. Namun demikian hal tersebut nantinya akan mengakibatkan buy back yang dilakukan menjadi batal demi hukum. Meskipun kemungkinan di atas dapat terjadi, Perseroan (PT X) tetap memiliki pilihan untuk tidak melaksanakannya. Keputusan RUPS tidak mewakili satu atau lebih pemegang saham tertentu, melainkan seluruh pemegang saham Perseroan. Oleh karena itulah, sering dipandang bahwa keputusan RUPS merupakan keputusan “mutlak” bagi Perseroan. Padahal, sebagaimana diketahui organ yang berhak mengurus dan mengelola Perseroan yang diatur dalam UUPT adalah Direksi. Dengan demikian, apabila kemungkinan terakhir di atas terjadi, yakni adanya keputusan RUPS agar PT X membeli kembali seluruh redeemable shares yang ada pada waktu yang bersamaan (saat jangka waktu redeemable shares berkahir), pada dasarnya Direksi memiliki pilihan untuk tidak melaksanakan hal tersebut. Direksi sepatutnya mengetahui akibat yang akan timbul apabila keputusan RUPS tersebut dilaksanakan, sehingga Direksi dapat menolak untuk melaksanakan keputusan RUPS yang bersangkutan. Tindakan Direksi ini akan dilindungi oleh konsep business judgment rule, yang merupakan aturan yang memberkan kekebalan atau perlindungan bagi Direksi dari setiap tanggung jawab yang lahir sebagai akibat dari transaksi atau kegiatan yang dilakukan olehnya sesuai dengan batas-batas kewenangan dan kekuasaan
18 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
yang diberikan kepadanya, dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut telah dilakukan dengan memperhatikan standar kehati-hatian dan itikad baik.43 Aturan business judgment rule didasarkan pada konsepsi bahwa Direksi lebih tahu dari siapapun juga mengenai keadaan Perseroan yang bersangkutan, dan karenanya menjadi landasan dari setiap keputusan yang diambil olehnya. Setiap pihak yang menyangkal, meragukan, atau mempertanyakan keputusan yang diambil Direksi Perseroan wajib untuk membuktikan terlebih dahulu apakah keputusan yang diambil tersebut telah dilakukan dengan cara: a. tidak memenuhi proses, tata cara, atau prosedur yang diwajibkan; b. tidak dilakukan semata-mata untuk kepentingan Perseroab dan para stakeholdersnya, yaitu bahwa keputusan tersebut: i. diambil dengan kecurangan (fraud); ii. mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) di dalamnya; iii. terdapat unsur perbuatan yang melanggar hukum (illegality); iv. terjadinya kelalaian berat (gross negligence); v. melanggar fiduciary duty.44 Sebaliknya, apabila Direksi tetap melaksanakan pembelian kembali sebagaimana diputuskan dalam keputusan RUPS, Direksi dari Perseroan yang bersangkutanlah yang akan bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diderita oleh pemegang saham yang beritikad baik karena batal dan tidak berlakunya pembelian kembali saham tersebut. Meskipun hal ini harus dibuktikan lebih lanjut. Redeemable shares yang dikeluarkan PT X adalah sebanyak sebelas ribu lembar saham atau setara dengan 58,5% dari modal yang ditempatkan dalam PT X, dengan jangka waktu selama lima tahun sejak saham dikeluarkan. Namun, terkait dengan pelaksanaan hak di bawah redeemable shares tersebut di PT X tidak dijelaskan mengenai pelaksanaan hak opsi di bawah redeemable shares yang bersangkutan. Sebagaimana telah dijabarkan di atas, ketidakjelasan tersebut dapat melahirkan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaannya, termasuk yang dapat mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan buy back dalam UUPT.
43 44
Gunawan Widjaja (1), Op.cit., hlm. 66. Ibid., hlm. 67.
19 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Ketidakjelasan dalam mekanisme pelaksanaan hak opsi di bawah redeemable shares juga dapat mengakibatkan kerugian-kerugian. Pemegang redeemable shares (saham Kelas C) PT X, yang saat ini adalah X Ltd, dapat menjual sahamnya kepada pihak lain. Apabila hal tersebut dilakukan, akan terjadi perubahan kepemilikan dalam PT X yang juga akan mengakibatkan perubahan pengendalian. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi pemegang saham lain di PT X (Kelas A dan Kelas B). Selain itu, ketidakjelasan mekanisme pelaksanaan hak di bawah redeemable shares ini akan berakibat pada pemegang redeemable shares itu sendiri. Dalam hal ini, X Ltd tidak ditutup kemungkinannya untuk melakukan opsi ketiga sebagaimana telah dijabarkan di atas. Akan tetapi, apabila hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Direksi PT X, maka X Ltd harus melaksanakan kemungkinan lainnya, meskipun di luar keinginannya. Oleh karena itulah, menurut Penulis, mekanisme pelaksanaan hak-hak di bawah redeemable shares yang akan diterbitkan tersebut harus dijelaskan dan diberikan batasan-batasan yang diperlukan terlebih dahulu agar tidak melanggar ketentuan yang telah berlaku dalam peraturan perundang-undangan, sebelum saham tersebut dikeluarkan, baik dalam Keputusan RUPS atau circular resolution Perseroan yang bersangkutan.
Kesimpulan Berdasarkan penjabaran di atas, adapun kesimpulan yang dapat ditarik Penulis adalah: 1.
Terkait dengan pengeluaran saham, maka dalam setiap pengeluaran saham Perseroan, nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Rupiah. Nilai nominal saham adalah nilai yang tertulis dengan angka dan huruf pada saham. Sebagaimana ketentuan Pasal 48 UUPT, saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan berdasarkan penjelasan Pasal 48 Ayat (1) tersebut bahwa ”Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk”. Selain itu, berkaitan dengan pengeluaran saham baru oleh Perseroan, UUPT juga mengatur ketentuan tertentu yang harus dilaksanakan. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menawarkan saham tersebut ke pemegang saham lama dan karyawan terlebih dahulu sebelum menawarkan kepada pihak lain, dalam hal anggaran dasar mengharuskannya, sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) UUPT. Namun demikian, dalam hal pengeluaran saham dilakukan sebagai konversi atas hutang Perseroan kepada pemegang saham maupun kreditur lainnya, maka hak didahulukan pemegang 20 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
saham lainnya untuk mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.45 Selain ketentuan di atas, UUPT juga mengatur larangan yang berkaitan dengan pengeluaran saham oleh Perseroan yang diatur dalam Pasal 36 UUPT. 2. Pengaturan mengenai buy back saham terdapat di dalam Pasal 37 ayat (1), Pasal 37 ayat (2), Pasal 37 ayat (3), Pasal 37 ayat (4), Pasal 38 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1), Pasal 40 ayat (2), Pasal 61 ayat (1), Pasal 61 ayat (2), Pasal 62 ayat (1), dan Pasal 62 ayat (2). Dalam undang-undang tersebut pembelian kembali saham hanya diijinkan hingga sepuluh persen dan dengan syarat-syarat lainnya. 3. Pengeluaran redeemable shares yang dilakukan oleh PT X telah memenuhi ketentuan mengenai pengeluaran saham, baik yang diatur oleh UUPT maupun peraturan perundangundangan lainnya. Redeemable shares PT X dikeluarkan sejumlah sebelas ribu lembar saham (setara dengan 58,5% dari modal yang ditempatkan dalam PT X) dan memiliki jangka waktu selama lima tahun sejak tanggal diterbitkannya saham tersebut, yang kemudian memberikan opsi kepada pemegang saham untuk menukarkan saham tersebut dengan klasifikasi lain atau meminta PT X melakukan pembelian kembali (buy back) saat jangka waktu berakhir. Dalam hal diputuskan untuk menukar klasifikasi redeemable shares menjadi klasifikasi saham lain, dapat dilakukan dengan mengamandemen Anggaran Dasar Perseroan begitu pula dengan Daftar Pemegang Saham Perseroan, serta kewajiban-kewajiban lain yang mengikutinya. Namun demikian, permasalahan muncul apabila opsi yang dipilih adalah dengan melakukan pembelian kembali atas redeemable shares tersebut. Letak permasalahan dalam kasus ini, yakni tidak adanya mekanisme yang jelas mengenai pelaksanaan hak opsi di bawah redeemable shares yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan buy back dalam UUPT. Apabila pemegang redeemable shares menentukan opsi yang dipilih adalah pembelian kembali atas seluruh redeemable shares yang diterbitkan oleh Perseroan, tentu akan mengakibatkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan buy back yang diatur oleh UUPT. Sebagaimana diketahui, redeemable shares yang akan diterbitkan oleh PT X merupakan saham mayoritas di PT X yang nilai nominalnya melebihi sepuluh persen dari modal ditempatkan PT X, sehingga apabila Perseroan tetap melakukan pembelian kembali atas saham-saham tersebut, akan menjadi batal demi hukum. Oleh karena itulah, mekanisme 45
Indonesia, Op.cit., Penjelasan Pasal 35 ayat (1).
21 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
pelaksanaan hak-hak di bawah redeemable shares yang akan diterbitkan tersebut harus dijelaskan dan diberikan batasan-batasan yang diperlukan terlebih dahulu agar tidak melanggar ketentuan yang telah berlaku dalam peraturan perundang-undangan, terutama mengenai pembelian kembali saham.
Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, Penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemerintah sebaiknya membuat regulasi yang khusus mengatur mengenai buy back dalam suatu aturan yang lengkap. Saat ini buy back memang telah diatur oleh UUPT dan beberapa peraturan Bapepam (untuk Perseroan Terbuka). Akan tetapi, pengaturan tersebut nyatanya belum cukup mengatur buy back saham yang terjadi pada prakteknya karena masih ada beberapa hal yang belum diatur, seperti syarat dan mekanisme yang jelas untuk melaksanakan buy back. Diharapkan akan ada aturan baru yang lebih komplit dan memiliki kekuatan hukum (dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diakui sesuai hirarki dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan), agar dapat mengatur berjalannya buy back dengan segala permasalahan yang mungkin saja dihadapi, termasuk dalam hal diterbitkannya redeemable shares. 2. Perseroan yang akan melakukan pengeluaran saham dengan klasifikasi dapat ditarik kembali dan/atau melakukan pembelian kembali atas saham agar lebih bertanggungjawab dan mengikuti aturan yang ada, serta agar lebih teliti dalam memperhatikan langkahlangkah yang harus dilakukan agar tidak merugikan kedua belah pihak. Selain itu, masyarakat sebagai pihak yang akan bertransaksi, baik sebagai pemegang saham perseorangan maupun dalam menjalankan suatu Perseroan seharusnya taat pada peraturan-peraturan mengenai hukum perusahaan yang berlaku, serta meningkatkan kehati-hatian dalam bertransaksi, khususnya mengenai saham.
Kepustakaan Achmad Daniri, Mas. Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia. Jakarta: Ray Indonesia, 2005.
22 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Adji, Habib. Status Badan Hukum, Prinsip-prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas. Bandung: Mandar Maju, 2008. Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003. Darmadji dan Fakhruddin. Pasar Modal Di Indonesia: Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2001. Departemen Keuangan, Badan Pelaksana Pasar Modal. Kamus Khusus Pasar Modal dan Uang. Jakarta: Badan Pelaksana Pasar Modal, 1974. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1995. Fuady, Munir (1). Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. Bandung: CV Utomo, 2005. Fuady, Munir (2). Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002) Fuady, Munir (3). Perbuatan Melawan Hukum, Cet. 1. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. Horne, Van, James C. dan John M. Wachowicz. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan Edisi 12 [Fundamental of Financial Management 12th ed]. Diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari dan Deny Amos Kwary. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2007. Khairandy, Ridwan. Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Perundang-undangan dan Yurisprudensi, Cet. 3. Yogyakarta: Kreasi Total Media Yogyakarta, 2009. Mamudji, Sri. dkk. Metode Penelitian dan Penelitian Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Nasarudin, M. Irsan. dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana. 2010. Porman Tambunan, Andy. Menilai Harga Saham Wajar. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008. Purwosutjipto, H. M. N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan, 2007. Raharjo, Handri. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2009. Sastrawidjaya, Man S. Perseoan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang. Bandung: Alumni, 2008. Satrio Wicaksono, Frans. Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas (PT). Jakarta: Transmedia Pustaka, 2009. 23 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Sembiring, Sentosa. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas Edisi Revisi. Bandung: CV Nuansa Aulia, 2012. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet. III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. Soekardono, R. Hukum Dagang Indonesia Jilid I (Bagian Kedua), Cet. 4. Jakarta: Rajawali, 1981. Soemitro, Rochmat. Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf. Bandung: Eresco, 1993. Subekti, R. Aneka Perjanjian. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995. Widjaja, Gunawan (1). 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas. Jakarta: Forum Sahabat, 2008. Widjaja, Gunawan (2). Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris, & Pemilik PT. Jakarta: Forum Sahabat, 2008. Widjaja, Gunawan (3). Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat, 2008. Budiyono, Tri: “Problema Pembelian Kembali Saham dalam UU Perseroan Terbatas dan UU Pasar Modal.” MMH Universitas Diponegoro (Jilid 40 No. 1, Januari 2011). Nababan, Roy Mangapon. “Pembelian Kembali Saham (Buyback) sebagai Sarana Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan.” Skripsi Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan, 2010. Negara, BS Kusuma. “Peranan Notaris dalam Pembelian Kembali atas Saham pada Kondisi Pasar Normal dan Kondisi Pasar Berpotensi Krisis.” Tesis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2010. Sagala, Ronald U. P. “Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham dan Hal-Hal yang Menghapuskan Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 21/SIP/1973).” Tesis Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 2010. Usman, Marzuki, Singgih Riphat dan Syahrir Ika. “Pengetahuan Dasar Pasar Modal.” Jurnal Keuangan dan Moneter Badan Analisa Keuangan dan Moneter Departemen Keuangan Republik Indonesia (1997).
24 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013
Yurikosari, Andari. “Konsiliasi sebagai Paradigma Baru dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.” Makalah disampaikan pada Bimbingan Teknis bagi Konsiliator yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Cisarua, 6 Juli 2007. Badan Koordinasi Penanaman Modal. Peraturan Kepala BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. Perka BKPM No. 12 Tahun 2009. Berita Negara Republik Indonesia No. 508 Tahun 2009. Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2009. Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Bentuk-bentuk Tagihan Tertentu yang dapat Dikompensasikan sebagai Setoran Saham. PP No. 15 Tahun 1999. LN No. 28 Tahun 1999, TLN No. 3812. ________. Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. PP No. 27 Tahun 1998. LN No. 40 Tahun 1998. TLN No. 3741. ________. Undang-undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. LN No. 39 Tahun 2003, TLN No. 4279. ________. Undang-undang tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608. ________. Undang-undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 1 Tahun 1995. LN No. 13 Tahun 1995, TLN No. 3587. ________. Undang-undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756. __________.
“Deviden
dan
Capital
Gain”
http://www.ellen-
may.com/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=157&Itemid=14
2.
Diunduh 7 September 2012. __________. “Ekuitas” http://www.idx.co.id/Home/Information/ForInvestor/Equities/tabid/168/language/idID/De fault.aspx, Diunduh 17 Oktober 2012. __________.
http://www.financialregulations.com/inglese/o_consolidated_law_
(finance)/o_international_communication/04/iosco_report_161_of_x_feb_04.htm. Diunduh 10 November 2012. 25 Analisis yuridis pengeluaran..., Made Grazia Valyana, FH UI, 2013