ANALISIS HUKUM JAMINAN PEMERINTAH PADA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP YANG TELAH BERJALAN STUDI KASUS PROYEK PENYEDIAAN DAN PELAYANAN AIR MINUM KABUPATEN TANGERANG Andhika Padmawan, Wenny Setiawati dan Akhmad Budi Cahyono Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Makalah ini membahas persyaratan dalam peraturan perundang-undangan terkait pemberian Jaminan Pemerintah dalam proyek infrastruktur yang menggunakan skema public private partnership yang telah berjalan. Penelitian ini adalah penelitian normatif (legal research) dengan desain eksplanatoris deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), lembaga yang memberikan Jaminan Pemerintah di Indonesia, tidak bisa memberikan Jaminan Pemerintah untuk proyek public private partnership yang telah berjalan karena tidak terpenuhinya syarat Jaminan Pemerintah hanya dapat diberikan untuk proyek public private partnership yang belum beroperasi secara komersial. Akibat tidak tersedianya Jaminan Pemerintah, PT Aetra Air Tangerang dapat menggunakan alternatif Jaminan Pemerintah untuk melindungi kepentingannya. Agar proyek public private partnership yang telah berjalan bisa mendapatkan Jaminan Pemerintah maka Pemerintah perlu merevisi ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 dan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 terkait waktu penyampaian usulan penjaminan; PT Aetra Air Tangerang dapat menggunakan alternatif atas Jaminan Pemerintah untuk mengelola risiko akibat tidak adanya Jaminan Pemerintah. Kata Kunci: Jaminan Pemerintah, Infrastruktur, Public Private Partnership
Legal Analysis of Government Guarantee to Operating Public Private Partnership Case Study Drinking Water Supply and Services Project Tangerang Regency Abstract This thesis addresses the requirements in law related to Government Guarantee given to infrastructure project in operating phase using public private partnership scheme. This research will be conducted as normative (legal research) with descriptive explanatory design. The research showed that PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), as an agency that provides Government Guarantee in Indonesia, cannot give Government Guarantee for public private partnership project in operating phase due to non-compliance with the provision regarding Government Guarantee can only be given to public private partnership project that is still in planning phase. Since no Government Guarantee available, PT Aetra Air Tangerang could use alternative methods to Government Guarantee to protect its’ interest. Therefore, to make Government Guarantee available to public private partnership project that has been in operating phase the Government should revise provisions in Presidential Decree Number 13/2010 and Presidential Decree Number 78/2010 on when the guarantee proposal should be submitted; PT Aetra Air Tangerang could use the alternative methods to Government Guarantee to mitigate its’ risk due to the absence of Government Guarantee thereof. Keywords: Government Guarantee, Infrastructure, Public Private Partnership
1
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pendahuluan Public Private Partnership (PPP) atau sering diterjemahkan sebagai Kerja Sama Pemerintah Swasta adalah konsep kerja sama antara Pemerintah dengan entitas swasta untuk menyelenggarakan pelayanan publik di mana hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah1. PPP dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur didefinisikan sebagai penyediaan infrastruktur yang dilakukan melalui perjanjian kerja sama atau pemberian izin pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha2. PPP menjadi pilihan dalam penyediaan infrastruktur karena proyek-proyek di bidang ini membutuhkan dana yang besar. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah menggandeng pihak swasta yang mempunyai modal dan kemampuan di bidang tersebut, baik nasional maupun asing untuk mengelola proyek. Setelah waktu habis, maka proyek tersebut akan diserahkan kepada Pemerintah. Krisis keuangan tahun 1997-1998 menjadi pelajaran bagi Pemerintah dan pihak swasta dalam menjalin kerja sama dalam format PPP ketika banyak proyek yang dinegosiasi ulang atau dibatalkan secara sepihak oleh Pemerintah. Belajar dari pengalaman tersebut, pihak swasta dan pihak kreditur (lenders) kini telah meminta komitmen dari Pemerintah untuk menjamin investasi mereka di Indonesia3. Di sektor ketenagalistrikan, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.01/2008 telah memberikan jaminan penuh atas pengembalian pinjaman PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (“PT PLN (Persero)”) yang terkait pendanaan Proyek 10.000 megawatt Tahap 1 terkait penugasan PT PLN (Persero) dalam penyediaan listrik.
1
Asian Development Bank, Public Private Partnership (PPP) Handbook, September 2008, hal. 1.
2
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, Perpres No. 67 Tahun 2005, Pasal 1 angka 5 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. 3
Bambang P.S. Brodjonegoro, Pengamanan Fiskal Melalui Pola Pembagian Risiko Antara Pemerintah dan Swasta, http://pusbinsdi.net/file/1328009835Pengamanan%20Fiskal%20Melalui%20Pola%20Pembagian %20Risiko%20Antara%20Pemerintah%20dan%20Swasta.pdf, diunduh tanggal 5 Desember 2012, hal. 1.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
3
Penjaminan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan PT PLN (Persero) dalam memperoleh kredit dan sekaligus menurunkan biaya modal atas pendanaan proyek4. Sedangkan di bidang transportasi, Proyek Monorail di DKI Jakarta (yang terdiri atas blue line dan green line) diberikan jaminan oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Pembangunan Proyek Monorail Jakarta diberikan jaminan minimum keterisian penumpang (ridership) sebanyak 160.000 penumpang per hari dengan maksimum jaminan sebesar US$11.250.000 per tahun selama lima tahun sejak tanggal operasi komersial dengan syarat Proyek Monorail Jakarta harus sudah beroperasi dengan kemampuan mengangkut 270.000 penumpang per hari5. Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, Jaminan Pemerintah diberikan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebagai badan usaha milik negara yang dibentuk sebagai respon Pemerintah Indonesia terhadap kebutuhan penjaminan terhadap risiko politik yang melekat pada proyek infrastruktur. Ketersediaan penjaminan tersebut, diharapkan dapat mendukung keikutsertaan pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur khususnya melalui skema PPP6. Namun tidak semua proyek PPP mendapatkan Jaminan Pemerintah. Sebagai contoh adalah Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang, yang merupakan proyek PPP di bidang infrastruktur air minum antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PT Aetra Air Tangerang yang tidak menggunakan jaminan7. Alasan Pemerintah tidak bisa memberikan Jaminan Pemerintah adalah Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang belum termasuk dalam program penjaminan oleh PT Penjaminan
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
http://www.trenkonstruksi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=388:kps-pertamadi-indonesia-dalam-pengolahan-air-minum&catid=42:tren-proyek&Itemid=56, diunduh pada 15 November 2012, pukul 13.01 WIB.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
4
Infrastruktur Indonesia (Persero), dan Jaminan Pemerintah tidak dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum proyek tersebut8. Dengan tidak adanya jaminan atas proyek ini baik dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah pusat, maka semua risiko yang dihadapi Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang menjadi ditanggung sepenuhnya oleh PT Aetra Air Tangerang sebagai pihak swasta. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persyaratan dan prosedur yang harus dilakukan agar suatu proyek PPP bisa mendapatkan Jaminan Pemerintah dalam proyek infrastruktur? 2. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur Jaminan Pemerintah bagi proyek PPP yang telah berjalan? 3. Bagaimana PT Aetra Air Tangerang dapat mengelola risiko akibat tidak adanya Jaminan Pemerintah? Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi masalah hukum mengenai Jaminan Pemerintah bagi proyek PPP yang sudah berjalan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui apakah untuk proyek PPP yang sudah berjalan sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dapat diberikan Jaminan Pemerintah yang berlaku surut. 3. Mengidentifikasi pengelolaan risiko yang dihadapi pihak swasta akibat tidak adanya Jaminan Pemerintah.
Tinjauan Mengenai Jaminan Pemerintah Rumusan atau definisi yang tegas tentang jaminan dalam Kitab Undang-Undang tidak ditemukan. Di berbagai literatur digunakan istilah “zekerheid” untuk jaminan dan “zekerheidsrecht” untuk hukum jaminan atau hak jaminan tergantung pada bunyi atau maksud
8
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Perpres No. 13 Tahun 2010, Pasal 17B ayat (4).
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
5
kalimat yang bersangkutan; sebab recht dalam bahasa Belanda dapat berarti hukum, hak atau keadilan, sedangkan hukum menurut bahasa Inggris adalah law dan hak berarti right9. Pada praktiknya definisi penjaminan dan asuransi seringkali disamakan. Hal ini terlihat pada lembaga penjaminan lain seperti Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang menggunakan kata “guarantee” untuk menyebut produknya, namun pada kenyataan produk-produk yang ditawarkannya pada sektor swasta yang berinvestasi di negara-negara berkembang adalah asuransi (insurance), khususnya “political risk insurance” (yang dalam literatur sering disebut juga “political risk guarantee”)10. Perbedaan utama antara jaminan dan asuransi adalah bahwa apabila timbul suatu kejadian yang dijamin, pada perjanjian asuransi penanggung akan membayar tertanggung tanpa tuntutan balik (recourse) kepada kliennya tetapi pada kontrak penjaminan, penjamin yang telah membayar klaim kepada penuntut memiliki hak untuk menuntut kliennya atas jumlah ganti kerugian yang dibayarnya kepada penuntut11. Tujuan penjaminan infrastruktur adalah untuk meningkatkan peringkat kelayakan kredit (credit worthiness) dan kepastian keamanan dana yang diinvestasikan pada proyek infrastruktur yang diselenggarakan berdasarkan perjanjian kerja sama atas risiko-risiko yang diakibatkan oleh tindakan Pemerintah12. Selain itu, Penjaminan infrastruktur perlu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Penjaminan infrastruktur harus dikelola secara kredibel sehingga memiliki peringkat yang lebih tinggi dari peringkat Pemerintah (sovereign rating) atau sama dengan peringkat investasi. 2) Penjaminan infrastruktur harus dikelola agar tidak membahayakan kesinambungan anggaran negara13. 9
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan Jilid 2 Cetakan 3, (Jakarta: Indo Hill-Co, 2009), hal. 6. 10
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Penyusunan Kerangka Kebijakan Penjaminan Proyek Infrastruktur dan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah dan Guarantee Fund, diunduh dari http://www.fiskal.depkeu.go.id/2010/adoku/2012%5Ckajian%5Cpprf%5CRingkasan%20Tim%20Guarantee%20 Fund.pdf tanggal 26 November 2012. 11
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 44.
12
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Loc Cit, hal. 6.
13
Ibid.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
6
Agar suatu jaminan dapat digolongkan ke dalam suatu jaminan yang dapat melindungi baik kepentingan debitur maupun kreditur harus memenuhi kriteria atau syarat-syarat sebagai berikut14: 1) Yang
tidak
secara
mudah
membantu
perolehan
kredit
oleh
pihak
yang
memerlukannya; 2) Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya; 3) Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi. Dalam konteks transaksi proyek PPP, penentuan kewajiban PJPK dalam perjanjian kerja sama PPP (yang dilakukan setelah melakukan analisis risiko sebagai bagian dari studi kelayakan proyek) perlu memenuhi prinsip alokasi risiko15. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal penting demi memaksimalkan value for money, agar tujuan dibuatnya proyek PPP yang lebih efektif dengan memindahkan sebagian risiko kepada pihak swasta daripada proyek dijalankan sepenuhnya oleh Pemerintah dapat tercapai16. Prinsip yang lazim diterapkan untuk alokasi risiko adalah bahwa “risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut17. Secara konseptual, penerapan prinsip tersebut di proyek PPP adalah sebagai berikut: -
Risiko yang berdasarkan pengalaman sulit untuk dikendalikan Pemerintah sebaiknya ditanggung pihak swasta.
-
Risiko yang berada di luar kendali kedua belah pihak, atau sama-sama dapat dipengaruhi kedua belah pihak sebaiknya ditanggung bersama (keadaan kahar).
-
Risiko yang dapat dikelola Pemerintah, karena posisinya lebih baik atau lebih mudah mendapatkan informasi dibandingkan swasta sebaiknya ditanggung Pemerintah.
14
Frieda Husni Hasbullah, Op Cit., hal. 22.
15
Ibid.
16
Darrin Grimsey, dan Mervyn K. Lewis, “Are Public Private Partnership Value For Money? Evaluating Alternative Approaches and Comparing Academic and Practitioner Views,” Accounting Forum 29 (2005), hal. 346. 17
Francesca Romana Medda, Gianni Carbonaro, dan Susan L. Davis, “Public Private Partnership in Transportation: Some Insights from the European Experience,” IATSS Research 36 (2013), hal. 85.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
7
-
Risiko yang walaupun sudah ditransfer, tetap memberikan eksposur kepada Pemerintah atau PJPK (menghambat tersedianya layanan penting ke masyarakat), di mana jika pihak swasta gagal memenuhi kewajiban maka Pemerintah dapat mengambil alih proyek18. Secara umum dalam praktiknya pengalokasian risiko dalam suatu kontrak PPP kepada
para pihak adalah sebagai berikut: -
Pihak swasta biasanya menanggung risiko terkait pendanaan (financing), desain (design), konstruksi (construction)19, operasi dan pemeliharaan (operation and maintenance) (kemudian mengalihkan risiko ke konsultan desain/kontraktor/pemasok/ pengguna atau perusahaan asuransi)20;
-
PJPK mewakili Pemerintah biasanya menanggung risiko politik, termasuk perubahan peraturan perundang-undangan yang faktor pemicunya (relatif atau lebih dapat) dikendalikan oleh Pemerintah,21 termasuk pemerintahan yang tidak stabil, gangguan politik
yang
kuat,
nasionalisasi/pengambilalihan,
kurangnya
dukungan
dari
Pemerintah, perubahan dalam ketentuan perpajakan, hukum yang tidak konsisten, dan kurangnya kerangka hukum22; selain itu risiko permintaan dan pendapatan yang kurang dari perkiraan awal juga pada praktiknya23 dibebankan kepada Pemerintah24; Pemerintah juga menanggung risiko sumber daya atau input dengan melindungi 18
Kerja sama Pemerintah Swasta di Indonesia Acuan Alokasi Risiko, Loc Cit., hal. 19.
19
LiYaning Tang, Qiping Shen dan Eddie W.L. Cheng, “A Review of Studies on Public-Private Partnership Projects in the Construction Industry,” International Journal of Project Management 28 (2010), hal. 685. 20
Istemi Demirag, Iqbal Khadaroo, Pamela Stapleton dan Caral Stevenson, “Risk and the Financing of PPP: Perspective from the Financiers,” The British Accounting Review 43 (2011), hal. 304. 21
Kerja Sama Pemerintah Swasta di Indonesia Acuan Alokasi Risiko, Loc Cit.,, hal. 22.
22
Bon-Gang Hwang, Xianbo Zhao dan Mindy Jiang Shu Gay, “Public Private Partnership Projects in Singapore: Factors, Critical Risks and Preferred Risk Allocation from the Perspective of Contractors,” International Journal of Project Management 31 (2013), hal. 430. 23
D. Tsamboulas, A. Verma dan P. Moraiti, “Transport Infrastructure Provision and Operations: Why Should Governments Choose Private-Public Partnership?” Research in Transportation Economic 38 (2013), hal. 122. 24
Demi Chung, David A. Hensher dan John M. Rose, “Toward the Betterment of Risk Allocation: Investigating Risk Perceptions of Australian Stakeholder Groups to Public Private Partnership Tollroad Projects,” Research in Transportation Economics 30 (2010), hal. 47.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
8
pemegang saham dari tidak adanya pasokan barang dan jasa yang diperlukan untuk operasi proyek (misal bahan bakar, listrik, dan air baku)25; -
Keduanya berbagi risiko terkait keadaan kahar/force majeure26.
Syarat Proyek PPP Yang Dapat Diberikan Jaminan Pemerintah Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur mengatur persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam proyek PPP sebagai berikut27: 1) Pembagian Risiko Infrastruktur antara kedua belah pihak (yaitu PJPK dan pihak swasta) sesuai dengan Alokasi Risiko; 2) Upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak (yaitu PJPK dan pihak swasta) untuk mencegah terjadinya risiko dan mengurangi dampaknya apabila terjadi; 3) Jumlah kewajiban finansial PJPK dalam hal risiko infrastruktur yang menjadi tanggung jawab PJPK terjadi, atau cara perhitungan untuk menentukan jumlah kewajiban finansial PJPK dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat Perjanjian Kerja Sama ditandatangani; 4) Jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan kewajiban finansial PJPK termasuk masa tenggang (grace period); 5) Prosedur yang wajar untuk menentukan kapan PJPK telah berada dalam keadaan tidak sanggup untuk melaksanakan kewajiban finansial PJPK; 6) Prosedur penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul antara PJPK dan pihak swasta sehubungan pelaksanaan kewajiban finansial PJPK yang diprioritaskan melalui mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase; 7) Hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia. 25
United Nations Economic Commission For Europe, Guidebook on Promoting Good Governance in Public-Private Partnerships, (Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2008), hal. 43. 26
Bon- Gang Hwang, Xianbo Zhao dan Mindy Jiang Shu Gay, Loc Cit., 431.
27
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, Perpres No. 78 Tahun 2010, Pasal 5 ayat (1).
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
9
Kemudian, ada pula syarat khusus sebagai berikut28: 1) menerbitkan surat pernyataan mengenai keabsahan Perjanjian Kerja Sama; dan 2) memberikan komitmen tertulis kepada Penjamin untuk: a. melaksanakan usaha terbaiknya dalam mengendalikan, mengelola atau mencegah, dan mengurangi dampak terjadinya Risiko Infrastruktur yang menjadi tanggung jawabnya sesuai Alokasi Risiko sebagaimana disepakati dalam Perjanjian Kerja Sama selama berlakunya Perjanjian Penjaminan; b. memenuhi Regres, yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dengan Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
Metodologi Penelitian Bentuk penelitian yang akan digunakan bersifat normatif (legal research), sedangkan tipologi penelitian yang akan digunakan adalah eksplanatoris deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah bahan pustaka atau data sekunder dari perpustakaan. Data sekunder tersebut diperoleh dari: 1. Bahan hukum primer, yaitu Norma Fundamental Negara (staatsfundamentalnorm), Aturan Dasar
Negara
(staatsgrundgesetz),
undang-undang
(formellgesetz)
dan
aturan
pelaksananya (verordnung dan autonome satzung); 2. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku, jurnal, makalah, skripsi, tesis atau disertasi yang berkaitan dengan topik penelitian; 3. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, manual, ensiklopedia hukum dan sebagainya Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Studi dokumen atau bahan pustaka, yaitu pengumpulan bahan-bahan atau data yang berasal dari buku, majalah, artikel, surat kabar atau dokumentasi lainnya mengenai objek penelitian. 2. Wawancara dengan narasumber, yaitu Bapak Yunan Novaris Arifidianto, Senior Legal Counsel for Vice President PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). 28
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, Perpres No. 78 Tahun 2010, Pasal 5 ayat (2).
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
10
Aturan Internal PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Mengenai Jaminan Pemerintah Tidak Bisa Diberikan Berlaku Surut
Gambar 1. Kaitan Alokasi Risiko PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) dan Kerangka Regulasi Penjaminan Infrastruktur
Operating manual PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) adalah panduan bagi perusahaan dalam mengevaluasi usulan pemberian Jaminan Pemerintah pada proyek yang disampaikan oleh PJPK dan nantinya memberikan Jaminan Pemerintah kepada pihak swasta dalam proyek tersebut. Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang yang dilakukan bersama antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dengan PT Aetra Air Tangerang sudah memenuhi kriteria dalam operating manual PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebagai berikut: 1) Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang merupakan salah satu proyek PPP pertama yang dibentuk berdasarkan skema kerjasama yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; 2) Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang telah melewati proses pengadaan secara transparan dan kompetitif serta sesuai dengan peraturan perundangan sektor air minum, yaitu: Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
11
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; dan b. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. 3) Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang telah layak secara teknis, ekonomi, keuangan dan lingkungan serta tidak berdampak negatif secara sosial. Hal ini dibuktikan dengan telah berjalannya proyek PPP dengan baik dan sejak akhir tahun 2011 sudah mulai beroperasi secara komersial melayani masyarakat di Wilayah Konsesi di Kabupaten Tangerang. 4) Perjanjian PPP harus mencantumkan klausula arbitrase untuk penyelesaian perselisihan. Kriteria ini juga sudah dipenuhi oleh Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang yang mengatur dalam Perjanjian Konsesi Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang pada Pasal 30.4 mengenai Arbitrase, sebagai berikut: 30.4. Arbitrase a. Jika salah satu Pihak tidak menerima keputusan Badan Pengatur sebagaimana diatur dalam Pasal 30.2, atau tidak menerima keputusan BPP SPAM untuk masalah-masalah tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.3, maka Para Pihak sepakat seluruh Perselisihan harus diselesaikan di tingkat pertama dan terakhir berdasarkan peraturan dan prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia oleh arbiter yang ditunjuk berdasarkan peraturan tersebut. Para Pihak menyepakati bahwa tempat dilaksanakannya proses arbitrase adalah Jakarta. b. Keputusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 30.4(a) di atas bersifat final dan mengikat Para Pihak. c. Bahasa yang digunakan dalam proses arbitrase adalah Bahasa Indonesia. d. Biaya arbitrase dibebankan kepada Pihak yang kalah. Alasan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) Tidak Bisa Memberikan Jaminan Pemerintah Atas Proyek PPP Yang Sudah Berjalan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) tidak bisa memberikan Jaminan Pemerintah kepada PT Aetra Air Tangerang karena Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang tidak memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Jaminan Pemerintah kepada badan usaha harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum29. 29
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Perpres No. 13 Tahun 2010, Pasal 17B ayat (4). Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
12
2. Penjaminan Infrastruktur dilakukan berdasarkan usulan penjaminan yang disampaikan oleh penanggung jawab proyek kerja sama, dalam hal ini Bupati Tangerang, kepada badan usaha penjaminan infrastruktur sebelum dimulainya pelaksanaan pengadaan badan usaha30.
Analisis Apakah Peraturan Jaminan Pemerintah Perlu Diatur Berlaku Surut Ada beberapa dampak jika proyek penyediaan dan pelayanan air minum Kabupaten Tangerang dijalankan tanpa Jaminan Pemerintah. Dampak utama dari tidak adanya Jaminan Pemerintah dalam proyek penyediaan dan pelayanan air minum Kabupaten Tangerang adalah PT Aetra Air Tangerang sebagai pelaku usaha menjadi rentan terhadap risiko-risiko yang dihadapinya. Dampak kedua jika Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang dijalankan tanpa Jaminan Pemerintah adalah PT Aetra Air Tangerang tergolong ke dalam kategori financial leverage yang tinggi, yaitu keadaan di mana utang dari kreditur jumlahnya lebih besar dari modal yang ditanamkan pemegang saham PT Aetra Air Tangerang. Hal ini menimbulkan risiko pailit jika PT Aetra Air Tangerang tidak dapat membayar utang tersebut31. Dampak ketiga dari ketiadaan Jaminan Pemerintah adalah nominal Internal Rate of Return (“IRR”) Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang menjadi tinggi akibat dari financial leverage yang tinggi32.
Mitigasi Risiko PT Aetra Air Tangerang 1. Risiko politik PT Aetra Air Tangerang dapat menggunakan asuransi risiko politik yang disediakan oleh lembaga keuangan multilateral (World Bank (Bank Dunia) / Multilateral Investment 30
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, Perpres No. 78 Tahun 2010, Pasal 6 ayat (1). 31
Iwan E. Joesoef, Jaminan Pemerintah (Negara) Atas Kewajiban Utang Investor Dalam Proyek Infrastruktur (Studi Kasus Proyek Jalan Tol), (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 40. 32
Ibid.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
13
Guarantee Agency (MIGA) dan Asian Development Bank (ADB/Bank Pembangunan Asia), atau perjanjian investasi bilateral33. MIGA memberikan perlindungan atas empat kategori risiko non-komersial tapi memungkinkan perlindungan atas risiko non-komersial lain jika ada permintaan bersama oleh pihak swasta dan Pemerintah di mana investasi dilakukan yang disetujui oleh mayoritas Dewan Direksi MIGA. Keempat risiko yang disebutkan dalam Konvensi MIGA adalah: (1) risiko transfer mata uang yang disebabkan oleh adanya kebijakan Pemerintah di mana investasi dilakukan yang melarang konversi atau transfer mata uang; (2) risiko kerugian yang disebabkan oleh tindakan pembuat undang-undang atau tindakan administratif Pemerintah di mana investasi dilakukan yang mengakibatkan berkurangnya kontrol pihak swasta atas investasi yang dilakukannya; (3) pelanggaran kontrak yang dilakukan Pemerintah dalam hal pihak swasta tidak mempunyai akses terhadap forum penyelesaian sengketa atau arbitrase yang kompeten, atau pihak swasta menghadapi keterlambatan yang tidak masuk akal dalam forum tersebut, atau pihak swasta tidak bisa melaksanakan/mengeksekusi putusan dari forum penyelesaian sengketa atau arbitrase yang memenangkan dirinya; dan (4) risiko dari konflik bersenjata dan kekacauan sipil34. Alternatif lain yang bisa digunakan PT Aetra Air Tangerang untuk memitigasi risiko politik adalah menggunakan instrumen perjanjian internasional atau bilateral investment treaty antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura, yaitu Agreement on The Promotion and Protection of Investment yang dibuat pada 16 Februari 2005 dan diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 1 Februari 2006. Perjanjian ini bisa digunakan sebagai payung hukum untuk perlindungan atas risiko politik oleh salah satu pemegang saham PT Aetra Air Tangerang, yaitu Acuatico Pte. Ltd. yang merupakan badan hukum Singapura35. 2. Risiko operasi (risiko akibat menurunnya kualitas dan/atau kuantitas air baku) 33
Eric Neumayer dan Laura Spess, “Do Bilateral Investment Treaties Increase Foreign Direct Investment to Developing Countries?” London: LSE Research Online, Februari 2006, http://eprints.lse.ac.uk/archive/00000627, hal. 9. 34
Ibrahim F. I. Shihata, “The Multilateral Investment Guarantee Agency,” The International Lawyer, Vol. 20, No. 2 (Spring 1986), hal. 489. 35
Agreement Between The Government of The Republic of Singapore and The Government of The Republic of Indonesia on The Promotion and Protection of Investments sebagaimana diratifikasi menjadi Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
14
Menurut peraturan perundang-undangan, daerah aliran sungai Cisadane yang menjadi sumber air baku PT Aetra Air Tangerang termasuk dalam wilayah sungai lintas provinsi sehingga termasuk dalam wewenang pemerintah pusat36. Pejabat Kementerian Pekerjaan Umum yang berwenang untuk mengelola, merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konvervasi sumber daya air dan mengeluarkan izin pemakaian air serta mengeluarkan kebijakan terkait sumber daya air perlu berkoordinasi dan menjaga hubungan baik dengan PT Aetra Air Tangerang dan memberikan komitmen yang dapat dipercaya untuk mengurangi kekhawatiran akibat penurunan kualitas dan kuantitas air baku di Sungai Cisadane. Jika cara tersebut di atas tidak berhasil, pihak swasta hanya bisa menggunakan opsi hukum (legal remedies) yang tersedia, seperti force majeure, sebagai jalan keluar dari kemungkinan kerugian besar yang disebabkan sumber daya yang tidak memadai akibat tidak adanya Jaminan Pemerintah37. Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PT Aetra Air Tangerang dapat mengubah Perjanjian Konsesi Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang dengan memasukkan hal ini ke dalam klausula force majeure karena sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak dan akan mengakibatkan penundaan atau wanprestasi (default) oleh PT Aetra Air Tangerang dalam pelaksanaan kewajiban kontraktualnya hingga kekurangan sumber daya ini teratasi. 3. Risiko Pendapatan dan Permintaan Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat memberikan subsidi kepada PT Aetra Air Tangerang sebagai alternatif atas tidak adanya Jaminan Pemerintah terkait risiko pendapatan dan permintaan. Subsidi tarif dapat diberikan oleh Pemerintah untuk menutupi selisih antara harga komersial penuh dan biaya sebenarnya yang dibebankan kepada pelanggan sehingga menjaga insentif untuk efisiensi pihak swasta38. Sedangkan untuk kontribusi non finansial, Pemerintah Kabupaten Tangerang juga dapat mengeluarkan peraturan daerah mengenai pengendalian pengambilan air tanah. Selain itu Pemerintah Kabupaten Tangerang juga dapat memberikan komitmen dalam 36
Indonesia, Peraturan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai, Perpres No. 12 Tahun 2012.
37
Frank Kung, “Construction Law Client Strategies in the Asia-Pacific Avoiding Disputes and Overcoming Challenges in Construction Projects Risk Allocation and the Taiwanese Construction Industry,” Thomson Reuters/Apastore, 2013 WL 5754981, 1 November 2013. 38
United Nations Economic Commission For Europe, Loc Cit, hal. 41. Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
15
Perjanjian Konsesi mengenai ekslusivitas pelayanan dan penyediaan air minum oleh PT Aetra Air Tangerang39. Komitmen lainnya adalah dengan cara mengeluarkan kontrak konsesi baru untuk melayani daerah baru di Kabupaten Tangerang selama periode waktu tertentu. Bentuk lainnya adalah dengan mengizinkan PT Aetra Air Tangerang untuk mengelola atau menarik biaya atas fasilitas pelayanan air minum yang sudah dibangun40 oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dan atau PDAM Tirta Kerta Raharja.
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan dan prosedur yang harus dilakukan agar suatu proyek PPP bisa mendapatkan Jaminan Pemerintah dalam proyek infrastruktur adalah sebagai berikut memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Selain itu operating manual PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) juga menjelaskan kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu proyek untuk mendapatkan Jaminan Pemerintah sebagai berikut: 1) Proyek PPP yang diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dan perubahannya; 2) Proyek PPP memenuhi ketentuan peraturan terkait dan turunannya dan proses pengadaannya (tender) dilakukan dengan transparan dan kompetitif; 3) Proyek PPP harus layak secara teknis, ekonomis, keuangan dan lingkungan serta tidak berdampak negatif secara sosial; 4) Perjanjian PPP harus mencantumkan klausula arbitrase untuk penyelesaian perselisihan.
39
Fannie Chen, “Structuring Public-Private Partnerships: Implications From the Public-Private Investment Program for Legacy Securities,” Columbia Journal of Law and Social Problems, 46 Colum. J.L. & Soc. Probs. 509, Summer 2013. 40
United Nations Economic Commission For Europe, Loc Cit, hal. 44.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
16
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur mengatur prosedur pemberian Jaminan Pemerintah oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) adalah sebagai berikut: 1) PJPK menyampaikan usulan penjaminan yang disampaikan oleh penanggung, dalam hal ini Bupati Tangerang, kepada badan usaha penjaminan infrastruktur, dalam hal ini PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) sebelum dimulainya pelaksanaan pengadaan badan usaha. 2) Jaminan Pemerintah kepada badan usaha harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum. 2. Peraturan perundang-undangan mengatur Jaminan Pemerintah bagi proyek PPP yang telah berjalan sebagai berikut: 1) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur mengatur Jaminan Pemerintah kepada badan usaha harus dicantumkan dalam dokumen pelelangan umum. 2) Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur mengatur bahwa Penjaminan Infrastruktur dilakukan berdasarkan usulan penjaminan yang disampaikan oleh penanggung jawab proyek kerja sama, dalam hal ini Bupati Tangerang, kepada badan usaha penjaminan infrastruktur sebelum dimulainya pelaksanaan pengadaan badan usaha. 3) peraturan pelaksana kedua pasal tersebut bahwa Penjaminan Infrastruktur dilakukan pada Proyek Kerja Sama yang telah memenuhi kelayakan dari segi teknis maupun finansial. 3. PT Aetra Air Tangerang dapat mengelola risiko akibat tidak adanya Jaminan Pemerintah dengan cara sebagai berikut: 1) Risiko politik, antara lain menggunakan asuransi risiko politik yang disediakan oleh lembaga keuangan multilateral seperti MIGA dan ADB, atau menggunakan instrumen hukum perjanjian investasi bilateral. 2) Risiko operasi akibat menurunnya kualitas dan/atau kuantitas air baku, PT Aetra Air Tangerang dapat berkoordinasi dengan pejabat yang berwenang mengelola sumber daya air dan dengan memasukkan hal ini sebagai peristiwa force majeure. 3) Risiko pendapatan dan permintaan, Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat memberikan subsidi kepada PT Aetra Air Tangerang, mengeluarkan peraturan daerah Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
17
mengenai pengendalian pengambilan air tanah, menjamin eksklusifitas konsesi, mengeluarkan konsesi baru, atau diperbolehkan mengelola fasilitas air minum yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Saran Saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah perlu merevisi Pasal 17B ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan usulan pasal menjadi: “Jaminan Pemerintah kepada badan usaha harus dicantumkan dalam dokumen perjanjian kerja sama.” 2. Pemerintah perlu merevisi Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dengan usulan pasal menjadi: “Penjaminan infrastruktur dilakukan berdasarkan usulan penjaminan yang disampaikan oleh penanggung jawab proyek kerja sama kepada badan usaha penjaminan infrastruktur sesuai dengan kebutuhan proyek kerja sama.” 3. PT Aetra Air Tangerang perlu mempertimbangkan untuk menggunakan alternatifalternatif atas Jaminan Pemerintah untuk memitigasi risiko yang dihadapinya, sebagai berikut: 1) Untuk memitigasi risiko politik PT Aetra Air Tangerang dapat menggunakan asuransi politik lembaga multinasional, misalnya MIGA atau ADB, atau menggunakan instrumen hukum internasional melalui perjanjian investasi bilateral; 2) Untuk memitigasi risiko operasi akibat menurunnya kualitas dan/atau kuantitas air baku, pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pengelola, perencana, pelaksana, pemantau dan pengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air perlu berkoordinasi dan menjaga hubungan baik dengan PT Aetra Air Tangerang dan memberikan komitmen yang dapat dipercaya untuk mengurangi kekhawatiran penurunan kualitas dan kuantitas air baku di Sungai Cisadane. Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
18
Selain menggunakan cara non-hukum di atas, untuk memitigasi risiko ini, Pemerintah Kabupaten Tangerang dan PT Aetra Air Tangerang dapat mengubah Perjanjian Konsesi Proyek Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang dengan memasukkan ketentuan ini ke dalam klausula force majeure. 3) Untuk memitigasi risiko pendapatan dan permintaan, dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut: a) Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat memberikan subsidi jika pendapatan PT Aetra Air Tangerang jatuh di bawah tingkat minimum tertentu. b) Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat mengeluarkan peraturan daerah mengenai pengendalian pengambilan air tanah. c) Pemerintah Kabupaten Tangerang dapat memberikan komitmen dalam Perjanjian Konsesi mengenai mengenai ekslusivitas pelayanan dan penyediaan air minum oleh PT Aetra Air Tangerang. d) Pemerintah Kabupaten Tangerang memberikan kontrak rencana perluasan jaringan dari Wilayah Konsesi yang ada dalam Perjanjian Konsesi Penyediaan dan Pelayanan Air Minum Kabupaten Tangerang. e) Pemerintah Kabupaten Tangerang mengizinkan PT Aetra Air Tangerang untuk mengelola atau menarik biaya atas fasilitas pelayanan air minum yang sudah dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dan atau PDAM Tirta Kerta Raharja.
Daftar Referensi Buku Asian Development Bank. (September 2008). Public Private Partnership (PPP) Handbook. Hasbullah, Frieda Husni. (2009). Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan Jilid 2 Cetakan 3. Jakarta: Indo Hill-Co. Ganie, Junaedy. (2011) Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Joesoef, Iwan E. (2005). Jaminan Pemerintah (Negara) Atas Kewajiban Utang Investor Dalam Proyek Infrastruktur (Studi Kasus Proyek Jalan Tol). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. United Nations Economic Commission For Europe (2008). Guidebook on Promoting Good Governance in Public-Private Partnerships. Jenewa: Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
19
Artikel http://www.trenkonstruksi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=388:kpspertama-di-indonesia-dalam-pengolahan-air-minum&catid=42:tren-proyek&Itemid =56, diunduh tanggal 15 November 2012. Brodjonegoro, Bambang P.S., Pengamanan Fiskal Melalui Pola Pembagian Risiko Antara Pemerintah dan Swasta, diunduh tanggal 5 Desember 2012 dari http://pusbinsdi. net/file/1328009835Pengamanan%20Fiskal%20Melalui%20Pola%2Pembagian%20Ri siko%20Antara%20Pemerintah%20dan%20Swasta.pdf. Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. “Penyusunan Kerangka Kebijakan Penjaminan Proyek Infrastruktur dan Hubungan Kelembagaan Antara Pemerintah dan Guarantee Fund”. Diunduh tanggal 26 November 2012 dari http://www.fiskal.depkeu. go.id/2010/adoku/2012%5Ckajian%5Cpprf%5CRingkasan20Tim%20Guarantee%20F und.pdf. Chen, Fannie. (Summer 2013). “Structuring Public-Private Partnerships: Implications From the Public-Private Investment Program for Legacy Securities.” Columbia Journal of Law and Social Problems. 46 Colum. J.L. & Soc. Probs. 509. Grimsey, Darrin dan Mervyn K. Lewis. (2005). “Are Public Private Partnership Value For Money? Evaluating Alternative Approaches and Comparing Academic and Practitioner Views.” Accounting Forum 29: 345-378. Chung, Demi, David A. Hensher dan John M. Rose. (2010). “Toward the Betterment of Risk Allocation: Investigating Risk Perceptions of Australian Stakeholder Groups to Public Private Partnership Tollroad Projects,” Research in Transportation Economics 30: 4358. Demirag, Istemi, Iqbal Khadaroo, Pamela Stapleton dan Caral Stevenson. (2011). “Risk and the Financing of PPP: Perspective from the Financiers.” The British Accounting Review 43: 294-310. Hwang, Bon-Gang, Xianbo Zhao dan Mindy Jiang Shu Gay. (2013). “Public Private Partnership Projects in Singapore: Factors, Critical Risks and Preferred Risk Allocation from the Perspective of Contractors.” International Journal of Project Management 31: 424-433. Kerja Sama Pemerintah Swasta di Indonesia Acuan Alokasi Risiko. (Maret 2012) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Jakarta. Kung, Frank. (1 November 2013). “Construction Law Client Strategies in the Asia-Pacific Avoiding Disputes and Overcoming Challenges in Construction Projects Risk Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014
20
Allocation and the Taiwanese Construction Industry.” Thomson Reuters/Apastore. 2013 WL 5754981. Medda, Francesca Romana, Gianni Carbonaro, dan Susan L. Davis. (2013). “Public Private Partnership in Transportation: Some Insights from the European Experience.” IATSS Research 36: 83-87. Neumayer, Eric dan Laura Spess. (Februari 2006). “Do Bilateral Investment Treaties Increase Foreign Direct Investment to Developing Countries?” London: LSE Research Online. http://eprints.lse.ac.uk/archive/00000627. Tang, LiYaning, Qiping Shen dan Eddie W.L. Cheng. (2010). “A Review of Studies on Public-Private Partnership Projects in the Construction Industry.” International Journal of Project Management 28: 683-694. Tsamboulas, D., A. Verma dan P. Moraiti. (2013). “Transport Infrastructure Provision and Operations: Why Should Governments Choose Private-Public Partnership?” Research in Transportation Economic 38: 122-127. Shihata, Ibrahim F. I. (Spring 1986). “The Multilateral Investment Guarantee Agency.” The International Lawyer. Vol. 20. No. 2: 485-497.
Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Peraturan Presiden tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres No. 67 Tahun 2005. ------------. Peraturan Presiden tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal. Perpres No. 6 Tahun 2006. LN No. 9 Tahun 2006. ------------. Peraturan Presiden tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres No. 13 Tahun 2010. ------------. Peraturan Presiden tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Perpres No. 78 Tahun 2010. ------------. Peraturan Presiden tentang Penetapan Wilayah Sungai. Perpres No. 12 Tahun 2012.
Universitas Indonesia
Analisis hukum..., Andhika Padmawan, FH UI, 2014