PRESTASI KERJA TERNAK SAM DAN KERBAU DALAM MEMBANTU EFISIENSI USAHATANI PERTANIAN Bambang Setiadi (Belai Penelitian Ternak, P.O . Box 221, Bogor 16002)
PENDAHULUAN Untuk mengefisienkan usahatani pertanian, penggunaan/teknik mekanisasi merupakan salah satu pemecahan masalah untuk meningkatkan keuntungan . Penggunan traktor dapat mengolah lahan dengan cepat, sehingga dalam satu musim tanam petani dapat menanam komoditas pertanian cukup banyak . Namun demikian banyak kendala yang membatasi penggunaan traktor. Kendalakendala tersebut antara lain : relatif sempitnya penguasaan lahan oleh sebagian besar petani di Indonesia, tingkat ekonomi petani masih banyak yang belum "mampu", teknologi perawatan masih kurang memadai, disamping masalah topografi clan biaya perawatan yang cukup tinggi . Usaha efisiensi usahatani pertanian di Indonesia masih dapat ditingkatkan dengan teknologi madya . Salah satu teknologi madya ini diantaranya dengan penggunaan bajak yang ditarik sapi/kerbau untuk mengolah lahan usahatani . Keuntungan penggunaan sapi/kerbau sebagai tenaga kerja diantaranya : modal yang diperlukan masih dapat dijangkau oleh petani, dapat berkembang biak, bia ya produksi relatif rendah, penghasil pupuk kanclang. Secara umum dapat diganakan bahwa dengan membudidayakart ternak kerja (sapi/kerbau) ticlak ada nilai penyusutan, bahkan yang clihasilkan adalah nilai tambah yang cukup berarti untuk peningkatan pendapatan petani peternak . Penggunaan tenaga kerja ternak sudah sejak dahulu kala clikenal oleh petani-petani di Indonesia. Pemanfaatan ternak untuk mengolah lahan ada yang menggunakan bajak/garu atau dengan menginjak-injak lahan sawah (merancah) . Perbedaan tatalaksana pengolahan tanah disamping karena bersifat turun-temurun juga tingkat adopsi teknologi pengolahan tanah . Dalam masalah ini dibahas mengenai kemampuan kerja ternak sapi/kerbau dalam mengolah tanah untuk usahatani pertanian . KEDUDUKAN USAHATERNAK SAPI/KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI Usahatani adalah suatu organisasi produksi . Petani sebagai pengelola usahatani mengorganisa-
sikan faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja clan modal) yang ditujukan kepada perolehan produksi pertanian, baik yang didasarkan pada usaha pencarian keuntungan maupun yang bukan Fungsi ternak dalam sistem usahatani tergantung pada tujuan usahatani secara menyeluruh yakni kecukupan pangan, peningkatan pendapatan serta menjamin kelestarian usahatani itu sendiri . Hubungan antara usahaternak clan usahatani pertanian tertera pada Ilustrasi 1 . Dari Ilustrasi 1 nampak bahwa ternak ruminansia besar cukup berperan dalam membantu usahatani pertanian yakni sebagai sumber tenaga kerja clan pupuk kandang. Disamping itu ternak ruminansia clapat memanfaatkan vegetasi alam clan limbah pertanian untuk diubah menjadi hasil ternak yang bermutu tinggi . Dalam kaitannya dengan pendapatan petani, sumbangan dari upah sewa ternak di Kabupaten Sumedang (Lubis clan Suradisastra, 1989) untuk mengolah tanah berkisar 16 - 19% dari seluruh pendapatan usahatani per musim tanam (Rp. 118. 980,00). Persentase yang sama juga didapatkan oleh Suradisastra dkk . (1981) . PENGGUNAAN TERNAK KERJA SEBAGAI ALTERNATIF EFISIENSI USAHATANI PERTANIAN Satu alasan bahwa petani memelihara ternak adalah sebagai sumber tenaga kerja. Peranan ternak sapi/kerbau sebagai tenaga kerja mengolah sa wah dapat merupakan jalinan bermacam-macam, mungkin kompetitif yang artinya tenaga kerja yang satu dapat mengurangi tenaga lain . Mungkin pula substitusionil, artinya peranan tenaga kerja yang satu dapat digantikan tenaga yang lain clan mungkin komplementer, artinya peranan tenaga tersebut Baling melengkapi, yakni penambahan satu tenaga kerja akan dilengkapi tenaga lain ; atau tidak sating berpengaruh . Hasil pengamatan Mulyadi dkk . (1981) menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja ternak tidak nyata berkorelasi dengan penggunaan tenaga kerja keluarga . Hal ini berarti bahwa banyaknya tenaga ternak (kerbau) yang digunakan sama sekali ticlak dipengaruhi clan terlepas dari banyaknya 17
BAMBANG SETIADI : Prestasi kerja ternak sapi dan kerbau
TENAGA KERJA
PERTANIAN - padi - palawija - hortikultur - kehutanan - perkebunan ONFARM : HIJAUAN PAKAN OFFARM : VEGETASI ALAM PANGONAN
Ilustrasi 1 .
Kedudukan usahaternak sapi/kerbau dalam sistem usahatani pertanian.
penggunaan tenaga kerja keluarga . Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja keluarga yang dipergunakan dalam usahatani pada porsi yang berbeda dengan tenaga ternak (membajak clan menggaru) ; yakni pekerjaan memupuk, menyiang clan panen . Demikian pula halnya antara tenaga (manusia) upahan tidak berkorelasi nyata dengan tenaga kerja keluarga . Tenaga upahan sesuai dengan maksud mengupahnya adalah untuk mengerjakan porsi pekerjaan yang berat seperti mencangkul, mengemudi ternak saat membajak/menggaru atau menanam padi . Dari semua ha,sil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja ternak lebih efisien daripada penggunaan tenaga manusia. Keadaan ini memang dimaklumi . Namun apabila dibanding dengan penggunaan traktor masih kalah jauh (Tabel 1) . Hasil analisis yang menarik dilaporkan oleh Kasryno dkk. (1989) bahwa persen perubahan biaya sewa/penggunaan tenaga kerja ternak adalah paling tinggi dibanding dengan upah tenaga kerja manusia clan sewa traktor (Tabel 2) . Dikatakannya 18
BAHAN PAKAN
bahwa ada kecenderungan petani mulai beralih pada penggunaan tenaga kerjs mesin (traktor) . Alasan ini didasarkan pada : Introduksi teknologi baru usahatani pertanian (padi) untuk lahan sawah irigasi, menyebabkan tingginya intensitas panen yang tentunya memerlukan waktu persiapan lahan yang cepat . b . Dengan berkembangnya sistim irigasi yang diikuti dengan perluasan areal sawah, rehabil tasi lahan clan gencarnya penyuluhan, sangat memungkinkan adanya adopsi teknologi modern budidaya padi pada lahan sawah, c . Kurang tersedianya tenaga kerja manusia clan ternak, relatif tersedianya lapangan kerja di luar sektor pertanian clan makin berkurangnya pangonan . a.
Ditambahkannya bahwa alasan utama petani menggunakan tenaga mekanik untuk penyiapan la= han adalah kurangnya tenaga kerja, yang mendo rong peningkatan upah tenaga manusia clan sewa tenaga kerja ternak, disamping lambatnya perkembangan tenaga kerja.
WARTAZOA Vol. 3 No . 2-4, Maret 1994 Tabel
1.
Curahan Tenaga Kerja (CTK) dan Biaya Pengolahan Tanah (BPT) untuk Berbagai Cara Pengolahan Tanah di Daerah Pasang Surut, Karang Agung Ulu (Sumatera Selatan), Musim Kering dan Musim Hujan 1988/1989 . CTK (jam/ha)
Pehgolahan tanah Petani Cangkul 1 Cangkul ke 2 + meratakan Jumlah Ternak sapi Membajak (ke 1) Membajak (ke 2) Garu 1 x Meratakan tanah (tenaga petani) Jumlah Traktor tangan KUBOTA K75 Membajak 1 x Rotary like 1) Rotary (ke 2) Meratakan tanah (tenaga petani) Jumlah Traktor mini KUBOTA B6 .100 Membajak 1 x Rotary (ke 1) Rotary (ke 2) Meratakan tanah (tenaga petani) Jumlah Sumber : Setiadi dkk . Keterangan : 1 HOK tenaga petani 1 HOK mesin 1 HOK tenaga ternak
Tabel 2 .
BPT (Rp 000/ha)
MK
MH
MK
MH
374 261 635
265 201 466
227
268
42 40 21 15 118
28 30 16 174 248
108
138
48 24 12 84
18 14 119 151
94
93
23 13 _
16 9 137 162
61
88
12 48
(1989) . = 7 jam (Rp 2 500,00 pria clan Rp 2 000,00 wanita) . = 8 jam kerja (Rp 10 000,00 traktor tangan dan Rp 12 500,00 traktor mini) . = 5 jam kerja (Rp 5 000,00) .
Perubahan antara Sewa clan upah riil untuk usahatani padi di daerah produksi beras di Jawa antara 19701988 .
Deskripsi
Musim hujana 1970
Tenaga manusia (kg gabah/ha)
Persen perubahan 1970-1980
1970-1988
0,80
1,05
0,63
31,0
-21,3
0,50
0,63
0,44
26,0
-12,0
2,40
3,80
2,53
58,0
5,4
300,00
315,00
243,20
5,0
-18,9
Tenaga wanita tanam padi (kg gabah/ha) Sewa tenaga kerja ternak (kg gabah/ha) Sewa tenaga kerja mesin (kg gabah/ha)
1980
Rata -ratab 1988
Sumber : Kasryno dkk . (1989) . Keterangan : a) Kasryno (1984) . b) Panel Petani Nasional CAER, Bogor .
BAMBANG SETIADI : Prestasi kerja ternak sapi dan kerbau
Kurang tersedianya tenaga kerja di daerah produksi beras di Jawa digambarkan dengan adanya perubahan perubahan harga riil selama 1970-1980 dan 1970-1988 (Tabel 2) . Sewa tenaga kerja ternak meningkat melebihi upah tenaga kerja manusia clan Sewa traktor. Dilaporkan pula bahwa faktor-faktor yang mendorong mekanisasi pertanian antara lain : generasi muda yang cenderung menghindari kerja berat atau mengolah tanah dengan tenaga ternak ; tersedianya fasilitas kredit untuk pembelian traktor, pelayanan purna jual dan penyuluhan usahatani yang berwawasan ekonomik . Perlu disimak bahwa pernyataan Kasryno dkk . (1989) tersebut terjadi pada wilayah-wilayah tertentu yang memang sudah memungkinkan untuk intensifikasi usahatani pertanian (padi) . Dihubungkan dengan perkembangan populasi ternak kerja (sapi/kerbau) clan perkiraan luas lahan yang dapat diolah (Tabel 3), nampak masih ada ke kurangan tenaga kerja . Bahkan diperkirakan kekurangan tenaga kerja ternak lebih besar dari gambaran Tabel 3. Dari pernyataan di atas (Tabel 3) dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha penelitian mengenai ternak kerja sangat diperlukan bagi usaha-usaha pe mecahan masalah efisiensi usahatani pertanian yang sebagian besar berupa usahatani "lahan sempit" . Banyak wilayah Indonesia yang masih belum memungkinkan untuk penggunaan mekanisasi pertanian tetapi ada keterbatasan penggunaan tenaga kerja clan biaya produksi . Pengembangan ternak kerja masih mutlak perlu untuk daerah-daerah transmigrasi. Adanya target program pengembangan ternak kerja pada tahun 1993 yakni 4,75 juta ekor, mencukupi pengolahan lahan 24,4 juta ha clan pupuk kandang yang diproduksi dapat mencapai 98 juta ton (kira-kira 69,5% total produksi kotoran ternak) .
Tabel 3 .
Produksi pupuk kandang cukup memenuhi 5,2 juta ha lahan pertanian (Kasryno dkk., 1989), padahal untuk kelestarian mutu lahan yang akhir-akhir ini dinyatakan cenderung kurang tanggap teihadap pupuk anorganik (buatan) mutlak perlu perbaikan struktur tanah dengan pemberian pupuk organik (kandang).
PRESTASI KERJA Pengamatan prestasi kerja ternak sapi/kerbau dalam mengolah tanah dengan meminimumkan penurunan kondisi tubuh perlu dilaksanakan se bagai salah satu usaha mengetahui kemampuan ternak dan efisiensi kerja . Banyak cara dan unit kerja yang dilakukan petani untuk mengolah lahan pertanian, seperti bentuk rakit (pasangan), pegon (tunggal) dan merancah (luar Jawa) . Di Pulau Jawa pada umumnya petani menggunakan tenaga kerja ternak dalam bentuk rakit. Hasil pengamatan Santoso dkk. (1989) di daerah Subang (lomba membajak) mendapatkan bahwa hasil kerja dalam bentuk rakit per satuan bo bot badan pada ternak sapi (rataan bobot badan 239 kg) nyata lebih tinggi dibanding pada ternak kerbau (rataan bobot badan 381 kg). Hasil yang sama didapatkan pada bentuk pegon (Tabel 4) . Selanjutnya Santoso dkk. (1989) melaporkan bahwa penggunaan unit kerja dalam bentuk rakit dengan bobot badan yang besar (kerbau) memper lihatkan hasil kerja yang lebih baik dibandingkan unit kerja dengan bobot badan yang lebih kecil (sapi atau bentuk pegon) . Akan tetapi berdasarkan persatuan bobot badan unit kerja yang digunakan, maka unit kerja yang lebih keecil memperlihatkan penampilan yang lebih baik .
Populasi Ternak Sapi clan Kerbau, Estimasi Suplai Tenaga Kerja clan Was Lahan yang Dapat Diolah pada Tahun 1984-1986* .
Deskripsi
1984
1985
1986
Trend (°%/Tahun)
9497 12929 6733 16833 17640
1,1 5,1 6,1 6,1 1,3
x 1000 Target populasi (ekor)a . Populasi nyata (ekor) Populasi ternak kerja (ekor)b Lahan yang dapat diolah (ha) Total lahan yang harus diolah ha)
9284 11488 5955 14888 17192
9390 12356 6428 16070 16626
Sumber : Kasryno dkk . (1989) . * Dikutip dari Direktorat Bina Program, Ditjen Peternakan 1988 . a Target populasi tahun 1989 adalah 13,7 juta ekor . b Ternak yang dapat digunakan sebagai tenaga kerja, diperkirakan 52% dari total populasi .
20
WARTAZOA' Vol. 3 No . 2-4, Maret 1994 Tabel 4 . No . 1 2 3
Hasil Kerja per Satuan Bobot Badan (per 1000 kg) Yang Dicapai Masing-Masing Unit Kerja (m 2 /menit) . Sapi (pegon)
Sapi (rakit)
27a 27a 27a
16b
Kerbau (pegon)
Kerbau (rakit)
P
13b
0,0001 0,0001 0,0200
19b
Sumber : Santoso dkk . (1989) . Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata .
Hasil kerja ternak kerbau lebih lambat, namun kapasitas tenaga ternak kerbau relatif lebih kuat . Faktor pembatas lambannya ternak kerbau adalah mudah terkena cekaman panas sehingga daya kerjanya cepat menurun terutama pada musim kemarau. Untuk menghindari penurunan daya kerja karena cekaman panas, perlu penyediaan air atau tempat berkubang . Apabila hasil pengamatan yang didapat Santoso dkk . (1989) clihitung per jam, maka dalam satu jam dicapai luas olahan (ternak kerbau dalam ben tuk rakit) sekitar 546 m2 atau untuk luasan satu ha dapat diselesaikan dalam waktu 18,3 jam. Seclang pada ternak sapi dalam waktu 21,6 jam. Pada bentuk pegon, ternak kerbau memerlukan waktu 22,2 jam clan ternak sapi 26 jam . Hasil pengamatan Sumadi clan Kuncoro (1982) menclapatkan bahwa waktu yang dibutuhkan ternak kerbau membajak sawah seluas satu ha ada lah 29,8 jam clan untuk menggaru memerlukan waktu 6,5 jam . Apabila peternak mengerjakan ternaknya tiga jam perhari, maka untuk membajak lahan seluas satu ha memerlukan waktu 10 hari kerja (dibajak sekali) clan untuk menggaru 4,3 hari kerja (digaru dua kali) . Peneliti lain yang clikutip Sumadi clan Kuncoro (1982) menunjukkan bahkva untuk satu ha lahan dapat dibajak ternak kerbau (bentuk rakit) selama 32,4 jam (Wiryosuharto, 1980) . Dibandingkan laporan beberapa peneliti, hasil kerja yang didapat Santoso dkk . (1989) menunjukkan waktu tercepat . Perhitungan dari hasil pengamatan Santoso dkk. (1989) masih perlu dikoreksi karena sifat pengamatan ini dalam rangka perlombaan . Ternak kerbau sebagai hewan berdarah panas (homeotherm) akan berusaha melepas panas (yang berlebih) sesuai dengan hukum fisika, sebagai usaha mempertahankan panas tubuh yang ideal yakni dengan mekanisme pengeluaran keringat clan mempertinggi frekuensi pernapasan . Namun karena mekanisme "berkeringat" ticlak efisien (kulit tebal clan kelenjar keringat sedikit), maka untuk mempertahankan kondisi yang ideal yakni dengan berendam . Oleh karena itu dalam pengerjaannya
sebaiknya dilaksanakan pagi hari (06 .00 - 10 .00) clan sore hari (15 .00 - 18 .00) . Sesuai dengan sifat fisiologisnya, ternak kerbau lebih cocok digunakan untuk daerah pertanian yang berlumpur, tenaganya kuat, kuku lebar, se nang air clan lumpur, sehingga tenaganya akan lebih balk dari pada ternak sapi . Beberapa faktor teknis yang dapat mempengaruhi perbedaan lama waktu pembajakan sawah diantaranya kedalaman bajak, berat bajak, design bajak, manusia (pengendali ternak/bajak), bobot badan clan kemampuan ternak itu sendiri. Semakin dalam pembajakan, semakin berat daya tariknya, sehingga pergerakan maju makin lamban, akibatnya luas lahan yang dapat dibajak semakin sedikit. Khusus untuk kedalaman bajak, sangat berbeda antara daerah satu dengan lainnya . Seperti dilaporkan Setiadi dkk . (1989) kedalaman bajak di lahan pasang surut sekitar 10 cm adalah cukup baik untuk tetap mempertahankan kesuburan. Hal ini disebabkan karena dekatnya lapisan pirit (FeS 2 ) dengan permukaan tanah (20 - 50 cm), yang apabila terangkat naik ke permukaan akan merusak kesuburan tanah (pH menjadi rendah sekali clan keracunan besi) clan dicirikan tanah berwarna kuning pucat (Widjaja Adhi dkk ., 1989) . Proses ini melalui reaksi . FeS 2 + 15/2 0 2 + 7/2 H 2O -
Fe(OH) 3 + 2 S04 - + 4H +
Sama halnya pada ternak kerbau, hasil pengamatan Santoso dkk. (1989) pada ternak sapi masih lebih cepat dibanding hasil pengamatan Setiadi dkk. (1989) yakni 21,6 berbanding 28 jam/ha . Perbedaan ini banyak disebabkan karena perbedaan struktur tanah, dimana pada pengamatan Setiadi dkk . (1989) dilaksanakan pada lahan berlempung clan pengamatan Santoso dkk. (1989) pada lahan berstruktur remah. Kapasitas mengolah tanah merupakan ukuran penting untuk menentukan kemampuan ternak . Perbandingan hasil kerja pada ternak kuda, sapi clan kerbau berturut-turut 1 : 0,7 : 0,5 . Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya kecepatan gerak 21
BAMBANG SETIADI : Prestasi kerja ternak sapi dan kerbau
masing-masing ternak . Kecepatan gerak maju makin lama makin menurun. Hasil pengamatan Acharya dkk (1979) menunjukkan bahwa kecepatan gerak maju dari ternak yang digunakan untuk membajak menurun drastis setelah digunakan selama tiga jam (satu jam pertama kecepatannya 67 m/menit menjadi 44 m/menit, bahkan pada jam ke enam menjadi 36 m/menit) . Oleh karena itu lama pengerjaan ternak mengolah tanah harus dihubungkan dengan kapasitas kerja . Hasil laporan Sumadi dan Kuncoro (1982)'menunjukkan bahwa lama kerja ternak membajak sawah di Kabupaten Klaten berkisar 3 - 3,5 jam per hari (kerbau), Lubis dan Suradisastra (1989) di Sumedang 4 - 6 jam (sapi) ; Yusran dkk. (1989) di Kabupaten Pasuruan 5,3 - 6,3 jam per hari (sapi) . Kapasitas daya tarik suatu ternak ditentukan oleh faktor-faktor antara lain perbedaan species, bangsa, besar tubuh, umur, kesehatan, nutrisi, la tihan dan postur tubuh. Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama mempengaruhi kapasitas kerja . KESIMPULAN Walaupun penggunaan tenaga mesin pertanian (traktor) secara nyata lebih efisien dalam mengolah tanah, namun secara teknis, sosio-ekonomis dan alasan topografi, penggunaan tenaga kerja ternak masih sangat diperlukan petani, terutama bagi para petani transmigran. Lama waktu penggunaan ternak untuk mengolah tanah (membajak dan menggaru) sebaiknya memperhatikan kapasitas daya kerja dan sifat fisiologis ternak . DAFTAR PUSTAKA Acharya, R.M ., M . Misra and B. Nayak . 1979 . Working capacity and behaviour of Crossbred vs non-descript indigenous breeds under Orrisa condition. Indian J . Dairy Sci . 32(1) : 37-42. Kasryno, F., I.W . Rusastra and P. Simatupang . 1989 . Effect of government policies on draught livestock development in Indonesia . Proc . of an Intern . Res. Symp . of Draught Animals in Rural Development. ACIAR proc . series 27 : 304-308 .
Lubis, A. dan K. Suradisastra . 1989 . Integrasi usahaternak sapi potong dalam sistem usahatani di Kabupaten Sumedang . Proc . Pertemuan Ilmiah Ruminansia, jilid 1 : Ruminansia Besar . Puslitbang Peternakan, Bogor. pp : 132-138. Mulyadi, M ., Santoso dan K. Suradisastra . 1981 . Peranan tenaga kerja ternak kerbau pada usahatani sawah di Sumedang . Bull . Lemb . Penel . Peternakan . 27 : 21-30 . Santoso, Sumanto, R .J . Petheram dan M . Winugroho. 1989 . Hasil dan mutu kerja membajak sawah dengan menggunakan ternak kerbau dan sapi dalam bentuk rakit dan tunggal di daerah Subang, Jawa Barat . Proc . Pertemuan Ilmiah Ruminansia, jilid 1 : Ruminansia Besar. Puslitbang Peternakan, Bogor. pp : 145-151 . Setiadi, B., M .H . Togatorop, 1Comarudin dan P. Sitorus . 1989 . Penggunaan tenaga kerja ternak dan pupuk kandang dalam sistem usaha tani lahan pasang surut. Risalah Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa, Swamps-II. Badan Litbang Pertanian. pp : 333-341 . Sumadi dan Kuncoro . 1982 . Hubungan antara kedalaman bajak, panjang garu dan luas sawah yang dikerjakan dengan ternak kerbau di Kabupaten Klaten . Proc . Seminar Penel. Peternakan . Puslitbang Peternakan, Bogor. pp : 6977 . Suradisastra, K. Santoso dan A. Mulyadi . 1981 . Sumbangan usahaternak sapi potong dalam usahatani sawah di Kabupaten Sumedang . Bull . Lemb . Penel . Peternakan . 30 : 39-49. Widjaja-Adhi, I.P .G ., I .G .M . Subiksa . Ph . Soetjipt o dan B . Radjagukguk. 1989 . Pengelolaan tanah dan air lahan pasang surut, studi kasus Karang Agung, Sumatera Selatan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa ; Swamps-II . Badan Litbang Pertanian. pp : 121-131 . Yusran, M., A .K . Ma'sum and Y. Priyo . 1989 . Profiles of draught animal rearing in two villages in East Java . DAP Project Bull . 9: 2-16 .