Position Paper KORELASI SYARAT CALON ANGGOTA BAWASLU RI DENGAN PERKEMBANGAN KEWENANGAN BAWASLU DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN Oleh Adelline Syahda Veri Junaidi Adam Mulya
KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF Jakarta 2016
Bab I Pendahuluan A. Latar belakang masalah Rencana pemerintah untuk melakukan kodifikasi pada UU paket kepemiluan telah didepan mata. Penggabungan terhadap tiga UU, yaitu UU Nomor 15 Tahun 2011tentang Penyelenggara pemilu, UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota legislatif dan UU No 42 tahun 2008 tentang pemilu Presiden dan Wakil Presiden tersebut telah dibuatkan draft RUU versi pemerintah pada 20 Oktober lalu. Saat ini draft tersebut berada di tangan DPR dan siap untuk dibahas Pansus untuk disahkan menjadi UU penyelenggaraan pemilu. Penggabungan tiga UU ini kemudian membawa perubahan signifikanterhadap Bawaslu, salah satunya adalah penguatan legitimasi yang berhubungan dengan tugas dan kedudukan sebagai lembaga penyelenggara pemilu yang berwenang mengawasi jalannya Pemilihan di seluruh Indonesia. Penguatan signifikan tersebut jelas terlihat pada kewenangan Bawaslu dalam proses penyelesaian sengketa pemilu. Atau dalam RUU disebut sebagai sengketa proses pemilu. Saat ini Bawaslu punya kewenangan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam tahapanpencalonan khusus nya terhadap tiga point, yaitu terkait verifikasi partai politik peserta pemilu yang tidak diloloskan sebagai peserta pemilu, kemudian penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota, serta penetapan calon Presiden dan wakil presiden. Penguatan ini sejalan juga dengan perkembangan Bawaslu dan pendistribusian kewenangan penyelesaian sengketa pencalonan pada Panwaslu Kabupaten/Kota dalam konteks pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Misal secara berurutan dalam UU Pilkada yaitu UU No 1 Tahun 2015 disebutkan Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota punya kewenangan dalam penyelesaian sengketa pemilihan (pasal 143), dalam UU No 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa sengketa pemilihan tersebut adalah akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, KPU Provinsi/Kabupaten/Kota. Kemudian dalam UU No 10 Tahun 2016 pasal 144 ayat (1) disebutkan bahwa putusan Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota terhadap sengketa pemilihan adalah bersifat mengikat (pasal 144). Dalampelaksanaankewenanganini pada Pilkada serentak jilid I 2015 lalu,Bawaslu ProvinsidanPanwasluKabupaten/Kota telahmenangani sengketa penetapan calon peserta Pilkada, sebanyak 69 permohonan sengketa pencalonan. Dengan komposisi tidak diregistrasi 6 permohonan, yang tidak diterima 1 permohonan. Dari 62 yang diregistrasi, jumlah yang sedang berproses 38 permohonan, dinyatakan gugur 4 permohonan dan sekitar 20 yang sudah diputus, serta satu kasus berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN). Hal tersebut terkonfirmasi dari data yang dilaporkan Bawaslu RI kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam rapat dengar pendapat (RDP) tertanggal 1 September 2015. 1 Jabaran paragraf diatas menjadi bukti betapa Bawaslu berperan sangat vital dan punya kewenangan yang super dalam perkembangannya. Peningkatan list kewenangan Bawaslu ini tentu sebanding dengan penguatan Bawaslu secara kelembagaan sebagai penyelenggara pemilu. Namunmengiringi eksistensi Bawaslu tersebut timbul pertanyaan, apakah 1Hasil kajian kode inisiatif dengan judul “pelaksanaan penyelesaian sengketa pencalonan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak tahun 2015” hlm.2
perkembangan kewenangan yang dimiliki Bawaslu dari masa ke masa kemudian sudah atau cukup kompatibel dengan syarat calon untuk menjadi anggota Bawaslu seperti yang sedang berlangsung prosesnya hari ini? Sehingga kewenangan yang begitu strategis dan besar ini benar- benar diisi oleh orang-orang yang punya kompetensi baik dan bisa melaksanakan tugas penyelesaian sengketa. Terhadap tahapan seleksi pencalonan yang masih berjalan hari ini dan untuk menyongsong Pilpres + Pileg serentak 2019 dan pilkada serentak di 101 daerah pada tahun 2017, Pilkada tahun 2018 dan tahun tahun berikutnya, maka mengawal proses tahapan menjadi anggota Bawaslu (tahap tes tertulis & kesehatan, wawancara, FPT dan penentuan nama oleh Presiden) menjadi agenda penting. Pengawalan ini pun tidak menutup kemungkinan untuk memberikan masukan kepada Pansel terhadap hasil kajian yang dapat mendorong peningkatan kualitas dan kapasitas calon anggota Bawaslu nantinya. Oleh sebab itu sebagai bagian dari proses pengawalan tahapan seleksi tersebut, maka kajian ini hendak melihat korelasi syarat calonanggota Bawaslu dengan perkembangan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilihan. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam kajian ini sebagai berikut : a. Bagaimana perkembangan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilu? b. Bagaimana pelaksanaan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa? c. Apakah kompatibel antara syarat menjadi anggota bawaslu dengan perkembangan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilu?
Bab II Analisi Hasil A. Perkembangan Kewenangan Bawaslu dalam Penyelesaian Sengketa Pemilu Kehadiran Bawaslu sejatinya diinisiasi untuk mengawal proses pemilihan umum demi terlindunginya asas-asas pemilihan umum yang langsung umum, jujur, dan adil sebagaimana amanat konstitusi. Selain itu harapan untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan membangun kepercayaan publik melalui pemilihan umum memiliki keterkaitan dengan keberadaan lembaga penyelenggara yang tangguh, termasuk Bawaslu sebagai badan pengawas pemilu. Pembangunan terhadap Bawaslu telah memperlihatkan fase dimana penguatan secara legal policy atau dalam aturan UU selalu dilakukan. Semulanya Bawaslu yang hanya bertindak sebagai “kantor pos”, karena hanya memiliki kewenangan menerima aduan dan laporan pelanggaran pemilusaja, sebagaimana dalam UU No 15 Tahun 2011. Namun seiring berjalannya waktu dinamika kelembagaan Bawaslu terus berjalan dengan perubahan beberapa UU terkait. Secara kelembagaan, pada akhirnya Bawaslu dilekatkan kewenangan menyelesaian sengketa pemilu. Selain itu kehadiran Bawaslu dalam penyelesaian sengketa diharapkan dapat memberikan keadilan pemilu dan menghadirkan jaminan kepastian hukum bagi subjek hukum yang mengajukan sengketa proses pemilu. Subjek hukum tidak diinginkan lagi proses penyelesaian sengketa pemilu yang inkonsisten yang akan berakibat pada penghilangan hak konstitusional pasangan calon tertentu. Sekiranya harapan ini lah yang ditumpangkan kepada Bawaslu dan jajarannya semenjak berwenang dalam penyelesaian sengketa pemilu. Awal mula kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa secara normatif tertera dalam UU Penyelenggara pemilu Nomor 15 tahun 2011, kemudian secara berturut turut diikuti oleh UU Pemilu Legislatif dan UU pemilu Presiden dan Wapres , UU Pilkada dan terakhir adalah RUU Penyelenggaraan Pemilu. Perubahan kewenangan Bawaslu dari masa pemberlakuan UU dijelaskan dalam tabel berikut : N o
1
2 3 4 5
Perubahan KewenanganBawaslu, Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota Pasal 74 ayat (1) huruf b. TugasdanWewenangBawasluadalahmenerimalaporandu gaanpelanggaranterhadappelaksanaanperaturanperund UU 22/2007 ang-undanganmengenaiPemilu (penyelenggara Pasal 78 ayat (1) huruf c pemilu) TugasdanwewenangPanwasluKabupaten/Kota adalahpenyelesaikantemuandanlaporansengketapenyel enggaraanPemilu yang tidakmengandungunsurtindakpidana Pasal 4 ayat (2) UU 42/2008 (Pilpres PengawasanpenyelenggaraanPemiludilaksanakanolehBa dan wapres) waslu UU 15/2011 Pasal 73 ayat (4) huruf c (penyelenggara Dalammelaksanakantugassebagaimanadimaksudpadaaya pemilu) t (2), Bawasluberwenang: menyelesaikansengketapemilu Pasal 6 ayat (2) UU 8/2012 PengawasanpenyelenggaraanPemiludilaksanakanolehBa (Pileg) waslu UU 1/2015 Pasal 135 Ayat (1) hurf c (Pilkada) Undang-Undang
6
7
8
LaporanpelanggaranPemilihansebagaimanadimaksudda lamPasal 134 ayat (1) yang merupakan: c. sengketaPemilihandiselesaikanolehBawaslu Pasal 143 ayat (1) BawasluProvinsidanPanwasluKabupaten/Kota berwenangmenyelesaikansengketasebagaimanadimaks uddalamPasal 142. Pasal 142 SengketaPemilihanterdiriatas: a. sengketaantarpesertaPemilihan; dan b. UU 8/2015 (Pilkada) sengketaantaraPesertaPemilihandanpenyelenggaraPemili hansebagaiakibatdikeluarkannyaKeputusan KPU Provinsidan KPU Kabupaten/Kota Pasal 144ayat (1) PutusanBawasluProvinsidanPutusanPanwasKabupaten/K ota mengenaipenyelesaiansengketaPemilihanmerupakanPutu sanbersifatmengikat. Ayat (2) KPU Provinsidan/atau KPU Kabupaten/Kota wajibmenindaklanjutiputusanBawasluProvinsidan/ataup UU 10/2016 utusanPanwasKabupaten/Kota (Pilkada) mengenaipenyelesaiansengketaPemilihansebagaimanadi maksudpadaayat (1) paling lambat 3 (tiga) harikerja. Ayat (3)Seluruh proses pengambilanPutusanBawasluProvinsidanPutusanPanwas Kabupaten/Kota wajibdilakukanmelalui proses yang terbukadandapatdipertanggungjawabkan. Ayat (4)Ketentuanlebihlanjutmengenaitatacarapenyelesaianse ngketadiaturdenganPeraturanBawaslu. Pasal 76 Ayat (5) huruf c Draft RUU Dalammelaksanakantugassebagaimanadimaksudpadaaya PenyelegaraanPemilu t (3), Bawasluberwenang: menerimadanmenyelesaikansengketaPemilu Dalam UU No 15 Tahun 2011 yang menjadi cikal lahirnya kewenangan Bawaslu ditegaskan dalam Pasal 73 ayat (4) huruf (c )Bawaslu memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa Pemilu. Tata cara dan mekanisme penyelesaiansengketa pemilu disini kemudian diatur dalam UU yang mengatur pemilu. Namun dalam UU ini tidak dijelaskan maksud dari sengketa pemilu tersebut. Kemudian sebagai tindak lanjut dari UU penyelenggaraan pemilu, diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Dalam UU ini Bawaslu ditugasi dalam hal pengawasan penyelenggraan pemilu (pasal 6 ayat (2). Pengawasan ini meliputi, pengawasan atas pelaksanaan verifikasi parpol calon peserta pemilu,jika ada temuan kelalaian maka disampaikan pada KPU dan wajib ditindaklanjuti. Pengawasan pemutakhiran Data pemilih, jika ada temuan kelalaian maka disampaikan ke KPU dan wajib ditindak lanjuti. Pengawasan terhadap pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi calon anggota legislatif, jika ada temuan kelalaian disampaikan ke KPU dan wajib ditindak lanjuti.Kemudian terkait dnegan kewenangan sengketa pemilu diselesaikan oleh Bawaslu (258 ayat 1). Lalu dalam beberapa UU Pilkada yang dalam dua tahun terakhir , kewenangan Bawaslu juga mengalami perubahan. Dalam UU No 1 Tahun 2015 pasal 135 ayat (1) huruf (c) menjelaskan sengketa pemilihan diselesaikan oleh
bawaslu.. Pasal 143 ayat (1) Bawaslu provinsi dan Panwaslu kabupaten/kota menyelesaikan snegketa pemilihan. Lalu dalam UU No 8 tahun 2015 , pasal 142 memberi penegasan bahwa sengketa pemilihan adalah akibat adanya Putusan KPU, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ketentuan ini yang sebelumnya tidak dijelaskan dalam UU No 1 Tahun 2015. Kemudian UU No 10 tahun 2016 Penegasan bahwa putusan Bawaslu provinsi dan panwaslu Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa pemilihan merupakan putusan yang bersifat mengikat. Pengaturan sebelumnya memberikan konsturuksi hukum bahwa putusan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilihan merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat. Pasal 76 ayat (5) huruf c , bawaslu menerima dan menyekesaikan sengketa pemilu. Terakhir dalam draft RUU Penyelenggaraan Pemlu yang menjadi penggabungan dari ketiga UU sebelumnya. Memberikan kewenangan penyelesaian sengketa pemilu pada Bawaslu di pasal 76 ayat (5) huruf (c).Sebagai lanjutannya dalam bab sengketa proses pemilu dijelaskan pada pasal 444- 447 bahwa sengketa proses pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan ppenyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Putusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan Keputusan KPU Kabupaten/Kota. Dalam RUU ini Bawaslu dan jajarannya menerima laporan sengketa yang disampaikan tertulis oleh peserta pemilu. Sengketa proses yang menjadi domain kewenangan Bawaslu dalam RUU ini termasuk dalam hal menentukan keikutsertaan partai politik peserta pemilu atau tidak, menentukan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota hingga menentukan pasangan calon Presiden dan Wakil dalam pemilihan umum. Ketiga hal ini menjadikan posisi Bawaslu menjadi sangat strategis. Jadi uraian tabel diatas, terlihat bahwa terdapat eskalasi perubahan kewenangan bawaslu sebagai penyelenggara pemilu secara drastis. Semulanya Bawaslu hanya mengurusi soal pengawasan melulu, dan bertindak sebatas penerima laporan dan aduan dari pelanggaran pemilu saja. Namun kita kewenangan yang serba terbatas tersebut telah dikembangkan hingga ke ranah penyelesaian sengketa. B. Pelaksanaan Kewenangan Bawaslu Dalam Penyelesaian Sengketa Pengertian Sengketa Dalam pasal 444 RUU Penyelenggaraan pemilu disebutkan : Sengketa proses Pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar Peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi, dan Keputusan KPU Kabupaten/Kota. Berbeda hal nya dalam UU No 10 tahun 2016 jo UU No 8 Tahun 2015 yang berbeda istilah yaitu sengketa pemilihan. Dalam UU No 1 Tahun 2015 juga menggunakan istilah sengketa pemilihan, namun tidak menjelaskan sengketa tersebut ditimbulkan sebagai akibat dari putusan KPU, KPU Provinsi/kabupaten kota. Dalam UU No 15 Tahun 2011 istilah ini disebut sebagai sengketa pemilu. Ketentuan ini bermakna sama dengan UU No 8 Tahun 2012 sebelumnya , namun istilah nya adalah sengketa pemilu. Dari perkembangan pengertian sengketa yang dimaksud dengan sengketa pemilihan, dan sengketa proses pemilu jelas bahwa objek sengketa proses pemilu adalah Keputusan KPU dan Subjek dari sengketa proses pemilu adalah antara peserta melawan peserta atau antara peserta pemilu melawan penyelenggara pemilu. Dari ketentuan diatas apabila dicermati secara objek adalah Putusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, dan melihat mencermati subjek berdasarkan ketentuan (point of view) melalui pendekatan penafsiran tata
bahasa atau gramatikal, maka kesimpulan terhadap jenis sengketa terdiri dari : (1). Sengketa yang melibatkan pasangan calon peserta dengan pasangan calon peserta. (2). Sengketa yang melibatkan pasangan calon peserta dengan Penyelenggara. Kedua jenis sengketa tersebut bermuara pada: a. Perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu mengenai suatu masalah kegiatan dan/atau peristiwa yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Keadaaan dimana terdapat pengakuan yang berbeda dan/atau penolakan penghindaran antarpeserta Pemilihan atau antara peserta Pemilihan dengan penyelenggara Pemilihan; dan c. Keputusan KPU Provinsi atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota. Kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa Dalam penyelenggaraan pemilu terdapat berbagai jenis sengketa, salah satunya adalah sengketa pemilu/pemilihan/proses pemilu. Maka ketersediaan wadah/ kanal untuk menyampaikan keberatan dan komplain dari peserta pemilu sangat urgent untuk menentukan kepuasan dan keberhasilan penyelenggara dalam menumbukan kepercayaan publik (public trust) terhadap proses yang berjalan fair dan transparan. Kanal yang dimaksud ini adalah mekanisme penyelesaian sengketa dalam pemilu. Penyelesaian sengketa pemilu ini penting melihat fakta bahwa sengketa antar peserta atau peserta dengan penyelenggara tak pernah absen tiap kali pemilu. Dan membuktikan betapa kewenangan penyelesaian sengketa pemilihan menjadi jantung dalam proses pemilu itu sendiri. Dan terkait ini maka harus ada evaluasi terhadap proses dan mekanisme penyelesaian yang hari ini telah berlangsung di Bawaslu. Prosedur mekanisme penyelesaian sengketa oleh Bawaslu dan jajarannya merupakan kewenangan yang terus diupgrade oleh para pembuat UU. Saat ini berkaca pada Draft RUU Penyelenggaraan pemilu diawali dengan pengajuan laporan yang disampaikan kepada Bawaslu terkait dengan sengketa proses pemilu ini harus disampaikan oleh peserta pemilu secara tertulis, dan paling lambat disampaikan 7 (tujuh) hari sejak tanggal penetapan penetapan putusan KPU. Sengketa ini nantinya akan diselesaikan oleh Bawaslu dan dapat didelegasikan kepada Bawaslu Provinsi/ Kabupaten Kota , Panwaslu Kecamatan, PPL dan Pewasku LN. Rentang waktu pemeriksaan dan pemutusan proses pemilu paling lama adalah 12 hari sejak diterimanya laporan atau temuan. Tahapan yang dilakukan oleh Bawaslu dalam penyelesaian sengketa prises pemilu adalah : (a) menerima dan mengkaji laporan atau temuan dan (b) mempertemukan pihak- pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian sengketa. Namun alternatif ini tidak diuraikan secara jelas dalam pasal ini.Dan tidak juga dijelaskan kualifikasi pembeda antara temuan dan laporan. Sengketaterhadapkeputusan KPU terkait dengan verifikasi parpol, penetapan daftar calon tetang anggota caleg dan penetapan pasangan calonmestinyatidakdiselesaikanmelaluimekanismemusyawarahdanmufakatDima nadalampenyelesaianinijustruakanmenimbulkansituasidimanaBawasludanparap ihakakanmengompromikankeberlakuanundang-undang yang menjadidasarbagi KPU dalampengambilankebijakanberupakeputusanpenyelenggarapemilu. MisalnyaKeputusanterhadappenetapanpasangancalon, jika KPU memutuskanbakalpasangancalontidakmemenuhisyaratkarenatidakmemperoleh dukungan, parapihaktidakbisasertamertabermufakatmelanggarundangundangdenganmeloloskanpasangancalontersebut.. Dansengketa inipun harus berdasarkan temuan tidak lagi laporan karena berpengaruh pada subjektifitas penyelnggara pemilu.Lebih lanjut keputusan bawaslu tentang penyelesaian
sengketa adalah putusan yang sifatnya terakhir dan mengikat, namun dikecualikan berkaitan dengan verifikasi parpol peserta pemilu, penetapan daftar calon tetap calon anggota legislatif dan penetapan pasangan calon. Terhadap ke tiga sengketa ini harus terlebih dahulu diselesaiakn di Bawaslu.Jika masih merasa dirugikan maka para pihak dapat mengajukan gugatan tertulis ke PTUN dan maish ada upaya banding ke PTTUN. Berdasarkan kewenangan yang diuraikan diatas, maka muncul pertanyaan apakah Bawaslu dan jajarannya secara institusional/ kelembagaan sejauh ini dapat dikatakan sudah siap melaksanakan amanat UU sebagai lembaga pengawas yang memiliki kewenangan penyelesaian sengketa? Hal ini tentu dapat terjawab ketika kewenangan krusial dalam penyelesaian sengketa ini sebanding dengan kapasitas calon anggota Bawaslu. Point untuk menjawab apakah syarat calon anggota Bawaslu RI sudah kompatibel untuk mengimbangi perkembangan kewenangan Bawaslu mesti jadi perhatian penting yang harus dikritisi oleh Pansus pada saat pembahasan Draft RUU Penyelenggaraan pemilu nanti. Disamping itu Tim sel mesti punya pandangan dan kesadaran bahwa terlepas sebagai lembaga penyelenggara dalam konsentrasi pengawasan, namun kewenangan yg paling kuat dari Bawaslu adalah dalam hal penanganan sengketa. Dan kewenangan ini yang juga banyak bermasalah. Sehingga tim selharus responsif melihat ini sebagai kebutuhan yang mesti terpenuhi untuk mengisi kursi calon anggota. C. Syarat Calon dengan penyelesaian sengketa
kewenangan
yang
dimiliki
Bawaslu
dalam
Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu dan jajarannyaa diatur dalam draft RUU penyelenggara pemilu pada pasal 89. Syarat- syarat tersebut adalah sebagai berikut : Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, dan PPL, serta Pengawas TPS adalah sebagai berikut : a.1) Warga Negara Indonesia; a.2) pada saat pendaftaran berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun untuk calon angota Bawaslu, berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota Bawaslu Provinsi, berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon anggota Bawaslu kabupaten/kota, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon anggota Panwaslu Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS; a.3) setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; a.4) mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil; a.5) memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu; a.6) berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu kabupaten/kota dan berpendidikan paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk anggota Panwaslu Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS; a.7) berdomisili di wilayah Republik Indonesia untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi yang bersangkutan untuk anggota Bawaslu Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk anggota Bawaslu kabupaten/kota yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk; a.8) mampu secara jasmani dan rohani; a.9) mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon; a.10) bersedia mengundurkan diri dari kepengurusan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum apabila telah terpilih menjadi anggota
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota, dibuktikan dengan surat pernyataan; a.11) tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; a.12) bersedia bekerja penuh waktu, dibuktikan dengan surat pernyataan dan surat keterangan dari instansi tempat bekerja atau tempat mengajar, serta menandatangani pakta integritas; a.13) bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih; dan a.14) tidak berada dalam satu ikatan perkawinan dengan sesama Penyelenggara Pemilu. Dari empat belas point tentang syarat untuk menjadi anggota Bawaslu tersebut, syarat yang harus diperhatikan lebih lanjut adalah point 5 yaitu “memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu”. Jika syarat ini dihubungkan dengan kewenangan Bawaslu sebagai lembaga yang menangani sengketa proses pemilu, maka syarat ini tentu tidak menjawab keterbutuhan terhadap syarat personal calon anggota bawaslu tersebut. Korelasi syarat ini akan sangat mempengaruhi kewenangan yang harus dijalankan oleh Bawaslu terdapat dalam pasal 445 ayat (1) yaitu Bawaslu, Bawaslu Provinsi , Bawaslu Kabupaten/Kota, panwaslu Kecamatan, PPL dan Pewaslu LN menerima laporan sengketa proses pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan Kota. Penanganan sengketa yang telah diterima ini dilakukan oleh Bawaslu dan dapat didelegasikan pada bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota , Panwaslu Kcamatan, PPL dan Pewaslu LN. Jika melihat kewenangan bawaslu diatas maka terdapat korelasi dengan syarat calon anggota sebagaimana diuraikan. Berkaca pada konteks pemilihan umum serentak 2015 lalu sarat dengan sengketa pemilu yang diselesaikan oleh Bawaslu. Pada 2015 lalu, terdapat indikasi inkonsistensi antara Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota dalam menerapkan hukum yang berakibat pada hilangnya hak konstitusional pemohon. Inkonsistesi ini disebabkan karena pemahaman yang tidak seragam antara Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten Kota. Menyikapi permasalah ini diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pengisian jabatan calon anggota Bawaslu dimulai dari tahapan pencalonan guna mengantisipasi agar kejadian yang sama tak berulang kembali. Evaluasi yang berkaitan dengan tahapan pencalonan yang hari ini masih berjalan adalah dengan mempertegas klausul dalam syarat calon sebagai mana telah dijelaskan diatas. Syarat calon sebagai syarat formil seperti : pertama, terhadap syarat calon harus ditegaskan dengan memiliki keahlian dibidang hukum, karena tugas dan tanggung jawab Bawaslu adalah dibidang penegakan hukum kepemiluan. konteks memiliki keahlian dibidang hukum ini dipahami dengan memahami, mengetahui dan punya latar belakang hukum. Latar belakang ini bisa dari pendidikan formal, bisa informal dari pengalaman di bidang kepemiluan. Karna dalam menjalankan tugasnya ini akan berkaitan dengan permasalahan di lapangannya akan di selesaikan oleh Bawaslu dan jajarannya. Problem hari ini yang punya latar
belakang hukum tidak menjadi syarat formil dalam seleksi calon anggota bawaslu. Kedua, syarat memiliki pengalaman dan keahlian dibidang penyelenggaraan, pengawasan dan penyelesaian sengketa. Karena kedua point ini akan sangat menentukan kinerja Bawaslu kedepannya. Sehingga akan ada keseimbangan antara syarat berlatar belakang hukum dengan syarat berpengalaman di bidang pengawasana atau penyelenggaraan. D. Rekomendasi Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait antara korelasi syarat calon anggota Bawaslu RI dnegan perkembangan kewenangan Bawaslu dalam penyelesaian sengketa pemilihan : a. Mendorong Pansus RUU Pemilu mencermatipenguatankewenanganBawasludalamsengketadengansyaratkeanggota anBawasludenganmemperhatikankompetensidalamkepemiluan, sengketa/konflikdanhukum. b. Mendorong Tim seleksianggota KPU danBawasluresponsif melihat perkembangan kewenangan yang dimiliki Bawasludenganketerpilihancalon. c. Mendorong Bawaslu untuk meningkatkan kapasitas dukungan organisasi dalam menjalankan kewenangan penyelesaian sengketa pemilu