EDISI 4, APRIL 2015
BAWASLU BULETIN
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia
Peneliti LIPI, Siti Zuhro
Pimpinan Bawaslu RI, Daniel Zuchron
Pilkada Serentak Jangan Dikacaukan Masalah Lama
Bawaslu Tingkatkan Kesiapan Pengawasan Pilkada
HAL: 26
HAL: 19 BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
www.bawaslu.go.id
UM
BADAN
N
PE
AS PEMIL AW IH A NG
UM
IK INDO
A S L U
I
N
E
B
BL
W
R
P
U
SI
A
RE
A
-
Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.
Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Prof. Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs. Hengky Pramono, M.Si, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, M Zain, Ali Imron, Hendru Wijaya, Anastasia, Irwan, Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. www.bawaslu.go.id
2
Tak terasa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia sudah berusia tujuh tahun. Usia yang masih sangat muda. Jika dianalogikan kepada manusia, usia tujuh tahun merupakan usia dimana seorang anak mulai mengecap pendidikan dasar. Belajar mengenal aksara dan menghitung jumlah angka. Namun di usia yang relatif muda tersebut, Bawaslu sudah dihadapkan dengan rentetan peristiwa penting di republik ini. Bawaslu diamanatkan Undang-Undang untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Mengawal dan mengawasi pelaksanaan pemilu yang lebih demokratis dibanding periode sebelumnya. Mungkin akan terdengar arogan bila di usia semuda ini Bawaslu telah menorehkan cukup banyak prestasi. Tetapi sejak berdiri, Bawaslu adanya memang berupaya mengawal pelaksanaan pesta demokrasi di bumi Indonesia. Salah satunya adalah kesuksesan Bawaslu bersama KPU menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014. “Bawaslu ini, walau masih anakanak, tapi prestasinya sudah luar biasa, spektakuler,” begitu kata Ketua DPD Irman Gusman saat perayaan ulang tahun Bawaslu ke-7. Pernyataan Irman tersebut memang bernada pujian. Namun, pujian itu juga
menjadi catatan bagi Bawaslu. Laiknya anak berusia tujuh tahun, Bawaslu harus terus belajar meningkatkan kemampuannya. Bawaslu juga harus berbenah dan mengetahui apa target jangka panjang yang harus dicapai. Serta bagaimana cara mencapainya. Singkatnya, Bawaslu harus punya citacita. Bawaslu juga harus mencatat lalu mengevaluasi segala kekurangan dan kelemahan selama tujuh tahun ke belakang. Dengan begitu, posisi, kedudukan, dan fungsi Bawaslu dalam meningkatkan kehidupan berdemokrasi di Indonesia bisa dicapai. Seperti disampaikan Ketua Bawaslu Muhammad, bahwa kerja optimal Bawaslu dalam mengawasi proses demokrasi dan pemilu juga dipengaruhi oleh dukungan publik. Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, Bawaslu menerapkan pengawasan partisipatif dengan melibatkan semua unsur masyarakat. “Kami menyadari, struktur atau perangkat Bawaslu tidak sampai ke bawah hingga dapat menjangkau semua. Tapi dukungan, support dan peran masyarakat ikut membantu kami,” kata dia. Dari Bawaslu Kita Selamatkan Pemilu Indonesia.
Tujuh Tahun Mengawal Demokrasi, Bawaslu Unjuk Gigi
Salam Awas
DAFTAR ISI Dari Redaksi Laporan Utama Tujuh Tahun Mengawal Demokrasi, Bawaslu Unjuk Gigi Opini Membangun Pengawasan Investigatif dalam Pemilihan Umum
2
Ujung Tombak Pengawasan Sorotan Kisruh Internal Parpol Ancam Eksistensi Parpol di Daerah Awas! Bandar Narkoba Bisa Jadi Kepala Daerah Investigasi Membaca Potensi Konflik di Balik Pilkada Serentak Bawaslu Terkini Era Baru Duduki Jabatan Struktural
7
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
3
6
9 10 13 16
Info Bawaslu (Briefing) Melanjutkan Tradisi Baik dalam Upaya Suksesi Reformasi Birokrasi Divisi Update Bawaslu Tingkatkan Kesiapan Pengawasan Pilkada 2015 PNS Bawaslu Punya Posisi Strategis Sudut Pandang Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas: Pengawas Pemilu Harus Mampu Deteksi Dini Potensi Pelanggaran Profil Siti Zuhro Ekspose Daerah Bawaslu Jateng Lantik 63 Panwas Kabupaten/Kota Inspirasi Pelajaran tentang Tata Krama Galeri
18 19 23
24 26 28 30 32
HUMAS
Ketua Bawaslu RI Muhammad memotong tumpeng peringatan HUT ke-7 Bawaslu RI disaksikan Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah
Tujuh tahun sudah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berdiri sebagai lembaga permanen. Menurut ukuran usia manusia, usia tersebut belum dapat disebut dewasa, namun masih bagai anak-anak. Namun, meski begitu, Bawaslu telah mampu bertindak layaknya orang dewasa dalam mengawal pemilu dan demokrasi di Indonesia.
HAL itulah yang diungkapkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman. Menurut Irman, meski perjalanan dan pengalamannya belum panjang, Bawaslu mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat pada demokrasi dan pemilu di Indonesia. “Bawaslu ini masih anak-anak, tetapi prestasinya spektakuler,” ujar Irman pada peringatan hari ulang tahun ke-7 Bawaslu, Kamis (9/4) di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat. Berdasarkan survei yang dirilis pada enam bulan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kepercayaan publik pada sistem demokrasi di Indonesia mencapai 75 persen. Artinya, masyarakat masih menginginkan Negara
dijalankan berdasarkan sistem demokrasi untuk mencapai kesejehateraannya. Bagi masyarakat Indonesia, demokrasi adalah pilihan terbaik. “Saya pun terkejut dengan tanggapan masyarakat itu. Dan Bawaslu berperan dalam menjaga kepercayaan itu,” ujar politisi yang juga mengetuai DPD pada periode 2009-2014 itu. Irman berpendapat, keberadaan Bawaslu sangat penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, terutama dalam penyelenggaraan pemilu. Ia menyampaikan hal itu berdasarkan pengalamannya sebagai peserta pemilu sejak 1999, terutama pada pada penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014 lalu.
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
3
Pada pesta demokrasi itu, kata Irman, Bawaslu dan jajarannya di daerah mampu dan berani menunjukkan taringnya sebagai pengawas dan penegak hukum pemilu. Bawaslu menunjukkan perannya untuk menjaga demokrasi. Dia mengisahkan, saat melakukan kampanye pemilu, di daerah pemilihannya, yaitu Dapil Sumatera Barat, dirinya sempat diberi peringatan jika memang ada potensi pelanggaran dalam pelaksanaan kampanye. Bawaslu Provinsi Sumbar, ujar dia, tidak segan menegurnya jika memang ada kesalahan yang dilakukannya, meski saat itu dia telah menjabat Ketua DPD. “Kalau pemilu salah, disemprit (diberi sanksi) juga oleh Bawaslu di dapil saya di Sumbar. Jadi efeknya itu membuat masyarakat lebih hati-hati. Begitu juga peserta Pemilu,” kata Irman. Dia mengatakan, peran Bawaslu juga sangat terasa dalam pemilihan anggota DPR. Menurut Irman, pemilihan calon anggota DPR di Indonesia adalah pemilihan yang sangat kompleks. Sebab, kata dia, persaingan bukan hanya terjadi antarpartai, namun juga antar-calon anggota
”
Peran Bawaslu dalam membuat kualitas demokrasi kita menjadi lebih baik ini perlu kita beri apresiasi.
”
Irman Gusman KETUA DPD RI
legislatif (caleg) dalam satu partai. “Proses ini, tanpa kuatnya pengawasan pemilu, bayangkan bagaimana sengketa itu bisa kita selesaikan dengan baik. Syukur ada Bawaslu yang bisa menyelesaikan kerja itu dengan baik, sehingga pileg bisa berhasil,” kata dia. Hal yang sama juga terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Pilpres 2014 adalah pemilu dengan tensi politik paling tinggi sepanjang sejarah pemilu Indonesia. Namun, kata Irman, Bawaslu mampu meredam suhu politik yang tinggi, hingga akhirnya pemilu dapat berlangsung tanpa konflik yang besar. Padahal, banyak pihak yang memprediksi Pilpres 2014 akan berujung konflik besar. Faktanya, tidak ada konflik besar yang sampai menganggu ketertiban dan keamanan masyarakat yang terjadi saat itu. Semua peran Bawaslu itu, ujar Irman, dapat menjadi pembelajaran bagi negara lain yang sedang membangun sistem demokrasinya. “Peran Bawaslu dalam membuat kualitas demokrasi kita menjadi lebih baik ini perlu kita beri apresiasi,” sam(Kiri-kanan): Sekjen Bawaslu RI, Gunawan Suswantoro, Pimpinan Bawaslu RI, Nelson Simanjuntak, Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah dan Daniel Zuchron
FOTO-FOTO: HUMAS
Ketua Bawaslu RI, Muhammad memberikan cinderamata kepada Mantan Anggota Bawaslu Wirdyaningsih dan Wahidah Suaib
4
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
bung Irman. Ketua Bawaslu Muhammad mengatakan, secara biologis, usia tujuh tahun tentu tergolong muda, bahkan, dalam ukuran manusia, masih kanak-kanak. Namun, usia tentu tidak dapat menjadi indikator kualitas kinerja sebuah lembaga. Bagi Muhammad, sebuah lembaga bisa saja masih berumur muda. Namun bukan berarti lembaga tersebut tidak mampu beradaptasi dan melakukan evolusi bagi diri dan lingkungannya agar dapat menunjukkan perannya bagi lingkungannya. Keyakinan itu pulalah yang dirasakan Muhammad pada lembaga yang dipimpinnya sejak 2012 itu. Secara kelembagaan Bawaslu memang masih berumur tujuh tahun. Namun, menurut Guru Besar Ilmu Politik Univesitas Hasanuddin itu, kemudaan tersebut tidak serta merta mengecilkan peran Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu. Peran Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu tidak dapat dipandang sebelah mata. “Kami pun tidak menutup mata dan telinga terhadap apa yang menjadi
catatan kritis kita semua, catatan dari publik, terhadap kinerja Bawaslu,” tutur Muhammad. Bawaslu tentu memerlukan masukan dari banyak pihak untuk meningkatkan kualitas pengawasan pemilu di Indonesia. Karena itu, kata Muhammad, pihaknya membuka diri pada catatan publik, terutama mengenai kelemahan Bawaslu yang belum tersentuh pihaknya namun memerlukan perhatian besar. Dia mengatakan, Bawaslu tidak mampu bekerja optimal tanpa perhatian dan dukungan publik. Selain catatan kritis, Bawaslu juga membutuhkan partisipasi publik dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu. Dengan pengawasan partisipatif, Bawaslu berupaya mengikutsertakan semua unsur masyarakat untuk berperan mengawal penyelenggaraan pesta demokrasi. “Tidak mungkin Bawaslu bisa bekerja optimal dalam dua pemilu lalu (Pileg dan Pilpres 2014, red) dan Pilkada serentak (2015) nanti kalau tidak mendapat perhatian pemangku kepentingan,” kata dia. Media massa, perguruan tinggi, lem-
baga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat semua harus terlibat untuk mengawasi Pemilu. Bawaslu, kata Muhammad, sangat mengharapkan semua pihak tersebut terlibat aktif dalam Pilkada mendatang dengan ikut mengawasi setiap proses dan tahapannya. Masih menurut Irman Gusman, Indonesia adalah Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Meski demikian, ternyata dari segi kualitas, demokrasi di Indonesia tidak terlampau menggembirakan. Untuk itulah, kata Irman, peran Bawaslu sangat dibutuhkan. Program pengawasan pemilu secara partisipatif yang digagas Bawaslu ini menjadi perhatian pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bahkan, Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan, Presiden telah memasukkan program pengawasan pemilu partisipatif dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Program tersebut, dinilai sejalan dengan visi Nawacita yang dicanangkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. [DA]
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
5
Opini
Opini
Membangun Pengawasan Investigatif dalam Pemilihan Umum Oleh: Yugha Erlangga*
I
barat mantera, investigasi adalah rapal yang ditakuti. Jika dianalogikan pisau, sayatannya tidak hanya merobek kulit, tetapi membedah lapis demi lapis hingga inti terdalam. Di sisi lain, praktik kotor dalam pesta demokrasi butuh pengawasan yang lebih canggih daripada pelaku kecurangan itu sendiri. Pengawasan investigatif pun dirancang oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia untuk menemukan kecurangan yang kian masif. Sejarah panjang dan kian berkembanganya metode investigasi layak dicermati demi bentuk pengawasan yang lebih baik.
Sejarah Panjang Investigasi Bicara investigasi takkan lepas dari topik jurnalisme investigasi sebagai cara kerja yang sukses membongkar kejahatan sistematis. Sejarah telah mencatat ampuhnya metode ini dalam membongkar skandal Watergate pada awal dekade 70-an. Ketika kasus itu mencuat, dua jurnalis muda The Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein, menginvestigasi skandal itu. Naluri kewartawanan mereka mencium pembobolan kantor Partai Demokrat itu sebagai “bukan tindak kriminal biasa”. Pekerjaan tersebut memakan waktu berbulan-bulan. Woodward dan Bernsten menelusuri berbagai dokumen, mengejar narasumber yang sebagian besar memilih “tutup mulut” hingga mengandalkan Deep Troath sebagai whistle blower atau narasumber kunci. Titik terang pun terlihat, skandal pembobolan untuk menyadap kantor Partai Demokrat adalah kejahatan sistemik. Kerja panjang Woodward dan Bernstein menghasilkan laporan berseri tentang skandal tersebut di The Washington Post. Laporan investigatif mereka membongkar keterlibatan Presiden Richard Nixon berikut lingkaran dalamnya dalam skandal Watergate. Nixon pun dimakzulkan pada 8 Agustus 1974. Laporan Woodward dan Bernstein itu diganjar Pulitzer, penghargaan tertinggi bagi insan pers di Amerika Serikat, lalu dibukukan dan difilmkan dengan judul sama: All The President’s Man. Tak hanya di Amerika, jurnalisme investigasi menjadi perangkat untuk membongkar skandal di tanah air. Harian Indonesia Raya yang dipimpin Mochtar Lubis berhasil membongkar megakorupsi Pertamina era Ibnu Sutowo pada 1969. Korupsi itu hampir membuat bangkrut perusahaan minyak tersebut, namun di sisi lain menguntungkan sejumlah oknum di dalam perusahaan tersebut. Reputasi jurnalisme investigasi juga dicatat oleh Bondan Winarno, mantan wartawan yang juga presenter acara kuliner. Bondan melakukan investigasi terhadap skandal tambang emas di Busang, Kalimantan Timur. Ia berhasil membongkar kecurangan perusahaan tambang Bre-X asal Kanada yang memanipulasi deposit emas di Busang. Hasil investigasi itu lalu dijadikan buku berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi.
6
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Bicara investigasi tidak semata-mata menjadi domain jurnalisme. Bidang akuntansi juga mengenal istilah audit investigatif. Auditor-auditor hebat, seperti halnya jurnalis, mampu membongkar skandal dari manipulasi data keuangan. Sebuah nama yang mendunia tentunya Elliot Ness, akuntan andal dan penyidik, yang membongkar kejahatan mafia Al Capone. Ness dan tim khususnya berhasil menjerat Al Capone dengan tuduhan pengemplangan pajak. Perlu diingat, manipulasi keuangan adalah kejahatan klasik yang kian hari kian canggih modusnya. Karena itu, audit investigatif tidak hanya mengandalkan kegiatan telisik laporan keuangan sebuah institusi. Amien Sunaryadi, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2007, yang dikenal sebagai auditor andal, dalam penelusuran untuk membuktikan suatu kasus, melakukan uji forensik komputer. Penelusuran model ini mampu menelusuri jejak kecurangan yang tersimpan dalam bentuk softcopy. Bagaimana Investigasi Bekerja? Investigasi, dalam hal ini jurnalisme, menjadi cara kerja untuk membongkar sebuah peristiwa yang diduga ada skandal di baliknya. Jurnalisme Investigasi, menurut Septiawan Santana Kurnia, memiliki empat ciri utama, yaitu riset dan reportase mendalam (in depth) berjangka waktu panjang, penelusuran dokumen-dokumen penunjang (paper/material trail), wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait dengan investigasi, hingga pemakaian metode penyelidikan polisi dan peralatan anti-kriminalitas. Dalam ranah akuntansi, audit investigatif adalah proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkap terjadi atau tidaknya suatu kegiatan. Audit investigatif meliputi kegiatan mengenali (recognize), mengidentifikasi (identify), dan menguji (examine) secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya. Hasil audit nantinya digunakan sebagai bukti untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang merugikan sebuah institusi. Pengertian investigasi, baik dalam konteks jurnalisme dan akuntansi, memiliki kesamaan ciri yaitu aktivitas penelusurannya. Mengacu pada penelusuran tersebut, ada tiga cara yang bisa dilakukan, yaitu Material Trail, Money Trail, dan People Trail. Tiga cara ini masih mengacu pada metode jurnalisme investigasi. Pertama, Material Trail, yaitu penelusuran dokumen-dokumen atau rekaman audio video yang dianggap memberikan informasi penting terkait kasus yang sedang diinvestigasi. Kedua, Money Trail, lazim dikenal dengan slogan follow the money. Aliran uang diyakini memiliki hulu hingga hilir yang jelas, sehingga mampu melacak pelaku-pelaku utama. Kalimat “follow
the money” diucapkan oleh Deep Throath, saksi kunci kasus ‘Watergate’. Terakhir, People Trail, menelusuri keterkaitan seseorang dalam membongkar sebuah kasus. Prospek Pengawasan Investigatif Pemilu kita Hajatan Pemilu idealnya mirip bangunan panopticon yang didesain oleh Jeremy Bentham pada abad ke-18. Sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyebutnya “Rumah Kaca”. Dalam bangunan imajiner ini, penghuni bangunan kerap diawasi oleh sang penjaga. Tindak-tanduk mereka dibatasi oleh minimnya ruang untuk berbuat sesuatu di luar aturan. Terlepas dari sisi negatif bangunan Panopticon dipahami selama ini, sisi baiknya bisa dilihat pada pelaksanaan Pemilu. Intinya, semakin paripurna bangunan Panopticon, makin transparan pelaksanaan pemilu itu sendiri. Kecurangan dalam pemilihan umum di Indonesia, baik pemilihan legislatif, presiden, hingga kepala daerah kerap disorot. Politik uang (money politics), manipulasi data, hingga pemalsuan surat suara. Perbuatan curang dalam Pemilu seolah menemukan celah. Karena itu, pengawasan investigatif sebagai pola pengawasan baru terhadap pelaksanaan pesta demokrasi itu
mulai didengungkan. Sebagai “barang baru”, pengawasan investigatif dalam pemilihan umum memerlukan kajian mendalam. Fondasi konsep investigasi telah ditawarkan oleh ranah jurnalisme dan akuntansi. Penelusuran dokumen, aliran uang, dan keterkaitan orang dalam kecurangan pemilu adalah simpul utama dalam pengawasan. Hal utama yang perlu digarisbawahi dalam pengawasan investigatif adalah kerja terus-menerus, memakan waktu yang tidak sebentar, dan mampu membuktikan dugaan awal. Pendeknya waktu serta kurangnya bahan bukti, menjadikan investigasi tak maksimal dalam membuktikan sebuah kecurangan dalam Pemilu. Meski begitu, tak dapat dipungkiri, angin segar bertiup ke arah bidang pengawasan Pemilu yang diemban Bawaslu seiring diperkenalkannya pengawasan investigatif. Mesti wujudnya masih dibangun, namun niatnya jelas: Pemilu yang lebih baik. Kuncinya adalah itikad, mengutip Goenawan Mohamad, politik adalah sebuah tiwikrama, ketika manusia bergulat untuk mengubah keadaan jadi sebuah dunia yang lebih baik. *) Penulis adalah Staf Teknik Pengawasan Pemilu Setjen Bawaslu RI
Ujung Tombak Pengawasan
P
Oleh Tri Indra Purnama*
emilu bukan sekadar ritual warga datang mencoblos dan mencelupkan jari pada tinta, kemudian pergi. Tetapi, perlu makna lebih, yakni bagaimana mereka ikut terlibat mengawasi proses pemilu itu sendiri. Bicara pemilu di Indonesia paskareformasi penuh akan cerita. Dari para calon yang menggelontorkan dananya demi kemenangan, hingga suara warga di sudut daerah yang berteriak “Amplopnya mana? Kalo enggak ada amplopnya, buat apa kita milih sampean”. Ironi memang. Namun, begitulah adanya. Elite dan massa sama-sama membenarkan praktik money politics. Bagi mereka hal tersebut adalah lumrah. Uang dan jabatan seolah-olah jadi dambaan. Tak lagi mengenal moralitas. Nilai-nilai agama yang sedari kecil ditanam, hanya ada jauh di dasar pikiran. Politik uang melukai nilai-nilai demokrasi yang dibangun sejak reformasi. Ketika pemilu datang, banyak warga yang berganti profesi dadakan menjadi tim sukses pasangan calon. Mereka berlomba-lomba memenangkan figur yang diusung. Praktik tersebut menghalalkan segala cara. Pandangan umum masyarakat mengenai pemilu tidak lain sebagai ladang mata pencaharian. Janji-janji manis dari pasangan calon mengalir deras namun fana. Tak heran, pascapemilu, banyak warga mengeluh akan janji palsu. Pemilu menjadi ajang transaksi kekuasaan dan permainan uang.
sendiri. Tugas pengawasan secara legal adalah milik Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dengan mandat dari undang-undang, Bawaslu berperan sentral untuk dalam mengawal pemilu dan menjaga pemilu dari proses kecurangan dan pelanggaran dari segala arah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, lembaga ini hadir dalam bentuk yang tetap. Sebelumnya lembaga ini bersifat adhoc, hanya ada ketika pemilu tiba, lalu dibubarkan. Dengan beragam nama, lembaga ini bertransformasi menjadi Bawaslu yang sekarang ini ada. Kewenangan Bawaslu meliputi pengawasan pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, dan kode etik. Hadirnya Bawaslu linier dengan penguatan demokrasi di Indonesia. Minimnya kecurangan dalam pemilu adalah bentuk dari demokratisasi. Dengan pemilu yang berasas LUBER dan JURDIL, lembaga ini siap mengawasi hiruk pikuk pemilu. Ketika kita bicara mengenai pengawasan pemilu, eksistensi Bawaslu sebagai lembaga yang sah tidaklah cukup. Lembaga ini memiliki keterbatasan untuk bisa memantau semua proses pemilu. Perlu adanya personel tambahan, yakni masyarakat. Pagar pengawasan ini harus benar-benar tinggi dan kuat agar tangan kejahatan tak mampu masuk.
Hadirnya Bawaslu Untuk mengurangi bentuk-bentuk pelanggaran, seperti politik uang, perlu adanya pengawasan dari proses pemilu itu
Pengawasan Partisipatif Dalam praktiknya, Bawaslu terus merumuskan pelbagai kebijakan. Strategi pengawasan pun digodok dan diterapkan. NaBULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
7
Opini mun, hal itu tidaklah cukup. Butuh terobosan baru yang solutif untuk mengoptimalkan aspek pengawasan. Bawaslu sadar perlu adanya sebuah mekanisme baru dalam menjalankan tugasnya. Di tahun 2010, lembaga ini mulai menggagas strategi pengawasan partisipatif. Gagasan tersebut dimaknai, bahwa pengawasan pemilu bukan hanya milik Bawaslu namun seluruh rakyat Indonesia. Penegasan pengawasan, yakni sebagai aktivitas memastikan proses tahapan-tahapan pemilu dengan cara mengumpulkan data, informasi serta menginventarisasi temuan kasus terkait pelaksanaan pemilu yang dilakukan oleh kelompok masyarakat atau organisasi yang independen dan non partisan. Bawaslu melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja. Kelompok Pemantau Pemilu dan Perguruan Tinggi dibentuk sebagai mitra kerja bagi Bawaslu. Pengawasan partisipatif masyarakat ini dinamakan Mitra Pengawas Pemilu (MPP). Strategi ini muncul akibat keterbatasan personel Bawaslu di tingkat daerah. Kuku-kuku Bawaslu belum dapat menancap luas. Gema pengawasan belum mampu menyelimuti semua wilayah. Penguatan demokrasi dengan mengurangi pelanggaran dalam pemilu jelas butuh waktu. Mengutip Lenin, anggapan bahwa demokratisasi dapat dilakukan dengan cepat adalah “penyakit kiri kekanak-kanakan” (inftantile leftism). Demokrasi tidak dapat dijalankan dengan gedubrak-gedubruk. Demokrasi memerlukan masyarakat turut aktif secara politik. Bagi Sydney Verba dan Norman Nie, partisipasi politik adalah jantung dari formula demokratis (1972). Melalui diskusi, kepentingan umum, memilih dan keterlibatan politik lain yang tujuannya kemasyarakatan, perlu ditegaskan dan dilakukan. Tanpa keterlibatan publik dalam prosesnya, demokrasi kehilangan legitimasi dan kekuatannya. Pengawasan partisipatif yang melibatkan masyarakat adalah mutlak. Warga negara harus sadar dengan pentingnya pemilu
yang berasaskan LUBER dan JURDIL. Pengawasan bertujuan untuk mengurangi kecurangan dan pelanggaran sekaligus menguatkan sendi-sendi demokrasi. Beban berat Bawaslu sedikitsedikit berkurang. Sikap dan tindakan positif terhadap penguatan demokrasi harus ada dari semua elemen masyarakat. Bagi Larry Diamond (1999), kepercayaan pada prinsip-prinsip demokrasi harus ada di tingkatan massa. Sikap tersebut harus tercermin dalam tindakanny, salah satunya partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu. Resonansi pengawasan partisipatif harus bergetar hingga seluruh elemen masyarakat. Mereka memantau, mengamati, dan melaporkan pelbagai kecurangan pada lembaga terkait. Jika Bawaslu dan masyarakat turut menjaga demokrasi dengan cara pengawasan pemilu, penguatan demokrasi adalah keniscayaan. Derasnya gelombang politik uang bisa diredam. Peserta pemilu pun merasa gundah ketika semakin banyak masyarakat menolak pundi-pundi rupiah. Masyarakat lebih kritis dan menjadi corong perubahan tersebut. Tugas pengawasan secara legal memang milik Bawaslu. Namun, jika kita bicara siapakah yang harus menjaga demokrasi di Indonesia, jawabannya adalah kita, rakyat Indonesia. Segala kekurangan Bawaslu harus dilengkapi oleh rakyatnya. Sinergi itu penting. Pengawasan pemilu datang dari dua arah, atasbawah, yaitu Bawaslu dan masyarakat. Strategi di atas perlu dikuatkan. Jangan sampai menyerah pada kecurangan dan merelakan praktik kotor yang menggerogoti demokrasi. Membangun demokrasi minus partisipasi masyarakat merupakan hal semu. Meminjam adagium Imam Syafi’I dalam karyanya, AlRisalah, “Maa la yudroku kulluhu, lam yuthrak julluhu” (Jika tidak dapat meraih seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya). *) Penulis adalah Staf Teknik Pengawasan Pemilu Setjen Bawaslu RI
Political Quotes “Negarawan sejati adalah orang yang sudi mengambil risiko dalam tindakan dan keputusannya.” “Politik adalah perang tanpa pertumpahan darah sedangkan perang adalah politik dengan pertumpahan darah” Mao Zedong Pendiri Republik Rakyat Cina
8
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Charles de Gaulle
Pimpinan militer dan negarawan Perancis
Kisruh Internal Parpol Ancam Eksistensi Parpol di Daerah PARTAI Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi sorotan akhir-akhir ini. Kisruh yang terjadi pasca pelaksanaan Pilpres 2014 berbuntut panjang, karena ada dua pihak di masing-masing partai yang menyatakan sebagai pemimpin sah partai-partai yang ada sejak orde baru tersebut. Riak-riak kisruh dualisme kepemimpinan di partai beringin (Golkar ,-red) diawali pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Partai yang berdiri pada 20 Oktober 1964 itu terpecah menjadi dua seiring adanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju. Ical-panggilan akrab Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie yang sebelumnya mendeklarasikan diri menjadi Capres justru mendukung pasangan calon presiden Prabowo-Hatta Rajasa dan bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Keputusan tersebut ditentang sebagian pihak internal, karena menganggap Golkar yang memiliki suara cukup besar dalam Pileg layak mengusung kadernya sendiri untuk menjadi capres atau cawapres. Karena alasan itu, sebagian kader Golkar memilih mendukung pasangan Calon Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang dianggap lebih merepresentasikan ideologi partai. Seperti diketahui, Jusuf Kalla merupakan mantan Ketua Umum Partai Golkar periode 2004-2009 yang sejak awal sudah berkarir politik di partai berlambang beringin itu. Tak jauh berbeda, konflik internal di tubuh Partai Persatuan Pembangunan juga bermula dari kontestasi Pilpres lalu. Kala itu, sebagian internal PPP mempermasalahkan keberadaan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dalam kampanye Partai Gerindra yang mengusung Prabowo Subianto menjadi Capres. Padahal, belum ada kesepakatan secara internal partai untuk mendukung salah satu pasangan calon. Konflik partai berlambang Ka’bah berlanjut, dipicu oleh muktamar versi Romahurmuziy yang digelar 15-17 Oktober di Surabaya. Muktamar yang dihadiri 25
bisa mengikuti pemilihan kepala daerah, meskipun kepengurusan partai politik mereka di tingkat pusat terbelah. Sebab dualisme kepengurusan parpol di tingkat pusat, belum tentu memecah kepengurusan tingkat lokal. Demikian dikatakan Pimpinan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) Nasrullah di Jakarta. “Jangan sampai konflik kepengurusan parpol di tingkat pusat, membuat pengurus lokal yang sebenarnya www.sorotnews.com tidak terpecah menjadi kehilangan hak politiknya,” tambahnya. Dewan Pimpinan Wilayah PPP dan 405 Dia mengatakan hak konstitusional Dewan Pimpinan Cabang PPP itu mengukuhkan Romy sebagai Ketua Umum dan partai politik di tingkat lokal untuk menmemberhentikan SDA-sebutan Surya- gajukan pasangan calon tidak boleh didharma Ali- sebagai Ketum. Kubu SDA batasi. UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang pun bereaksi, hingga menggelar Munas Pilkada pun menjamin hak partai politik di serupa, dan mengesahkan Djan Faridz se- tingkat lokal untuk mengajukan calon kepala daerah. Sementara pengurus tingkat bagai Ketum menggantikan SDA. Dualisme kepemimpinan partai-partai pusat hanya memberikan persetujuan. Seharusnya, kata Nasrullah, persetudi atas tentu membingungkan masyarakat dan kader-kader di tingkat bawah. Poli- juan pengurus di tingkat pusat itu bisa tik yang dilakukan masing-masing pihak dikesampingkan jika terjadi konflik. Secenderung arogan, menjelek-jelekkan bab yang paling penting parpol di tingkat satu sama lain, bahkan anarkis. Akibat- lokal diberikan haknya mengajukan pasnya, masyarakat hanya melihat partai se- angan calon. “Selama tidak ada problem bagai ajang untuk membagi-bagi kekua- kepengurusan (partai) daerah, maka biarsaan tanpa memikirkan nasib kepentingan kan saja,” katanya. Seperti diketahui UU 8/2015 meyang lebih luas. Apalagi, Pilkada serentak pada 2015 wajibkan pasangan calon kepala daerah akan segera digelar. Konflik yang tidak harus diajukan oleh partai politik atau kunjung usai tersebut, sangat menguras gabungan partai politik di daerah tersehabis tenaga dan sumber daya di masing- but. Pengajuan itu pun harus berdasarmasing partai. Padahal, ada tugas utama kan persetujuan dari pengurus parpol di mereka yang jauh lebih penting, yakni tingkat pusat. Pasal undang-undang ini menyiapkan dan membekali kader-kader dapat menjadi kendala bagi partai Golkar untuk menjadi calon kepala daerah yang dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) baik dan siap memajukan daerah yang untuk mengikuti Pilkada. Sebab saat ini kedua partai tersebut terbelah kepenguruakan dipimpinnya. Kisruh perebutan tampuk kepemimpi- sannya dan masih dalam proses sengketa nan partai yang terjadi di tingkat pusat bisa di pengadilan. Komisi Pemilihan Umum berimbas ke daerah. Sebab, nantinya partai (KPU) masih melakukan rapat konsultasi politik di tingkat I dan II yang akan ber- dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tarung dan berkompetisi dalam Pilkada. untuk membahas rancangan peraturan Namun, dengan tidak jelasnya kepemim- KPU mengenai tahapan pencalonan. Hapinan partai, maka potensi kekisruhan di sil konsultasi tersebut yang bakal tertuang tingkat daerah kemungkinan besar terjadi. dalam PKPU, menentukan keikusertaan Oleh karena itu, KPU harus tetap Golkar dan PPP dalam pilkada serentak menjamin pengurus partai di daerah tetap 2015. [FS/VD] BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
9
Masyarakat Permisif Uang
Awas! Bandar Narkoba Bisa Jadi Kepala Daerah PERTARUNGAN politik akan kembali terjadi di Bulan Desember 2015, saat itu sebanyak 269 provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia akan menggelar pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Kendati pendaftaran calon kepala daerah belum dimulai, banyak calon kepala daerah mulai aktif mendekati partai politik sekaligus tebar pesona kepada calon pemilihnya. Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak menyebut, calon kepala daerah harus memikirkan bagaimana dan dengan cara apa mendapatkan dukungan parpol pengusung dan masyarakat. Semua berakhir pada kebutuhan dana politik yang harus dikeluarkan. Seorang calon kepala daerah pada umumnya harus mengeluarkan dana besar agar terpilih. Dana itu digunakan antara lain untuk kampanye dan dibagi-bagikan ke masyarakat agar memilih yang bersangkutan. “Saya kira kita sudah melihat banyak contoh, banyak kepala daerah masuk penjara karena korupsi. Pengorbanan dana yang besar dari calon, ketika dia jadi kemudian dia akan mempertanggungjawabkan uang yang sudah dikeluarkan, uang dari mana? Jadi jangan mengharapkan calon itu mengeluarkan uang yang besar untuk jadi kepala daerah,” kata Nelson Simanjuntak saat sosialisasi tatap muka dan pendidikan pengawasan pemilu di Kabupaten Tobasa di SMAN 2 Yayasan Sopo Surung, Balige, Rabu (15/4) . Data Kementerian Dalam Negeri Bulan Juli 2014, terdapat 330 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi atau sekitar 86,22 persen dari jumlah provinsi, kabupaten/kota di Indonesia. Mendagri Gamawan Fauzi saat itu menyebut sejak otonomi daerah, semakin banyak kepala derah tersangkut kasus korupsi. Modus korupsi politik yang dilakukan antara lain menerima setoran dari kongkalikong pengadaan barang dan jasa dan suap pemberian berbagai izin pengelolaan sumber daya alam. Nelson lebih lanjut mengatakan, mahalnya biaya politik menyebabkan calon kepala daerah harus memutar otak untuk mendapatkan uang menjelang pemilihan. Dikhawatirkan hal ini dapat dimanfaat-
10
www.google.com
kan seorang bandar narkoba atau orang suruhannya menguasai birokrasi pemerintahan melalui pemberian sejumlah uang sebagai modal menjadi kepala daerah. Apalagi sikap permisif masyarakat yang menginginkan kompensasi berupa bantuan barang maupun uang untuk membeli suaranya. “Kalau kita terus menerus seperti ini pada akhirnya kita tidak mendapatkan proses demokrasi yang baik kedepannya. Sampai kapan akan seperti itu?. Katakanlah yang punya uang dapat warisan untuk menjadi kepala daerah. Bisa jadi suatu ketika bandar narkoba yang punya banyak uang yang menjadi kepala daerah karena dia punya banyak uang untuk dibagi-bagikan. Jadi siapa yang mau bupatinya atau walikotanya bandar narkoba?,” kata Nelson mengingatkan. Bagi-bagi uang kepada masyarakat menjelang pemilihan kepala daerah diakui Walikota Pematang Siantar Hulman Sitorus saat berbicara pada sosialisasi tatap muka Bawaslu di Kampung Univesitas Simalungun, Pematang Siantar (14/4). Dikatakan, dirinya memberi kompensasi kepada pemilihnya karena pada saat kampanye, pemilihnya meninggalkan pekerjaannya. “Demokrasi itu tidak bisa ditahan, demokrasi adalah suara, suara itu adalah uang, dari dulu itu. Cuma celakanya pengeluaran kami tidak pernah diperhitungkan. Diharapkan pemerintahan kita bersih tapi kita keluar 30 miliar, apa uang
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
saya yang mau disumbangkan. Coba lah dulu deklarasi, gak usah dikasih transport, gak usah dikasih makan. Ini yang sulit, kita berdemokrasi di strata perekenomian rakyat yang belum bagus, ini kan masalah besar. Jadi kalau dibilang masuk ke ranah politik uang, ini juga sulit membahasnya. Karena orang datang ke pertemuan kita, dia tinggalkan pekerjaannya, kan ini masalah, mengganti tadi (pekerjaannya dengan) apa,” papar Hulman Sitorus saat berbicara kepada peserta sosialisasi Pidana Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak mengatakan, money politics merupakan kejahatan dan dapat dipidana. Kendati ketentuan pidana tidak diatur dalam Undang-undang pemilu namun pelaku politik uang dapat saja dipidana berdasarkan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). “Dalam undang-undang kita sekarang memberikan uang tidak ada sanksi pidana tetapi ada sanksi pidana di KUHP. Disitu setiap orang, jadi siapa pemberi dan penerima bisa kena. Memberikan uang kepada pemilih adalah kejahatan,” kata Nelson. Lebih lanjut dikatakan, calon kepala daerah yang melakukan praktik politik uang biasanya adalah putra daerah pendatang yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya. Yang bersangkutan tidak mau repot-repot membangun daerah dan kepercayaan masyarakat sejak jauh-jauh hari, hanya menginginkan hal instan yakni
mendapatkan sebagian besar suara masyarakat dan terpilih sebagai kepala daerah. “Sebenarnya yang merusak (masyarakat), putra-putra daerah yang pendatang juga, misalnya saya sudah lama sekali meninggalkan Tobasa tapi kembali ke kampung untuk menjadi bupati/walikota. Saya mau cepat, ya bagi-bagi uang ke masyarakat,” kata Nelson mencontohkan. Kendati sikap permisif masyarakat terhadap uang tidak bisa sepenuhnya hilang dalam proses pemilihan kepala dae-
rah, Nelson mengatakan, setidaknya terus berkurang dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik bagi daerahnya yakni mereka yang berkomitmen membangun daerah dan menyejahterakan masyarakat. Karenanya Bawaslu, kata Nelson, dalam pengawasan pilkada lebih mengedepankan pencegahan pelanggaran baik yang dilakukan penyelenggara maupun peserta pilkada. Caranya antara lain dengan sosialisasi terus menerus guna membangun kesadaran stakeholders dan
masyarakat. Sebab sumber daya manusia dan dana Bawaslu tidak akan sanggup mengawasi keseluruhan proses dan tahapan pilkada. Tentunya, hasil pilkada yang diharapkan adalah kepala daerah yang terpilih karena komitmennya membangun daerah melalui pemerintahan yang bersih dan dikehendaki masyarakatnya. Sehingga seorang calon yang bersih dan berkomitmen membangun daerah namun terbatas dana dapat juga menjadi kepala daerah di tempat asalnya. Semoga. [RS]
Relawan Pengawas Pemilu, Masihkah Dipertahankan? SEJAK Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2014, Bawaslu mengusulkan adanya Pengawas Pemilu di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Namun, pada waktu itu selain karena tidak ada dasar anggaran dalam Undang-Undang, ide ini ditolak oleh Kementerian Keuangan, karena tidak adanya anggaran yang cukup untuk membiayai operasional pengawas TPS tersebut. Padahal, Bawaslu meyakini sumber kecurangan juga banyak terjadi pada saat pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan, jumlah Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) tidak sebanding dengan jumlah TPS yang ada. Akibatnya, Bawaslu memprediksi akan banyak TPS yang tidak terawasi dengan baik dan pelanggaran akan masif terjadi. Untuk mengantisipasi hal itu, Bawaslu menciptakan terobosan dengan merekrut relawan-relawan pengawas pemilu yang berasal dari unsur mahasiswa dan ormas untuk menjadi kepanjangan tangan Bawaslu melaksanakan pengawasan di tingkat TPS. Perekrutan dilakukan secara masif di seluruh provinsi di Indonesia, dengan catatan relawan-relawan tersebut tidak dibayar sepeser pun. Hasilnya, terobosan Bawaslu tersebut sangat efektif dan mampu menekan tingkat pelanggaran yang sudah dipetakan sebelumnya. Efektivitas tersebut dapat juga dinilai dari banyaknya laporan yang disampaikan oleh relawan hingga ‘terse-
lamatkannya’ form C1-KWK atau berita acara penghitungan suara. Relawan Pengawas Pemilu ini juga mendapatkan banyak pujian dari beberapa stakeholders dan pemantau pemilu, karena Bawaslu berhasil menghadirkan partisipasi masyarakat dengan jumlah yang cukup besar, yakni sekitar 800 ribu orang relawan. Tetapi, bagaimanakah nasib relawan pengawas pemilu pada Pilkada 2015 ini? Sedangkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, telah diatur mengenai adanya Pengawas TPS yang menjadi struktur resmi dari Bawaslu. Mungkinkah keberadaan relawan akan hilang dalam Pilkada yang rencananya digelar serentak pada Desember 2015 mendatang?. Menurut Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi, Bawaslu merupakan lembaga yang paling potensial dalam mengakomodasi relawan-relawan yang mau terjun dalam mengawasi pelaksanaan pemilu di Indonesia. Oleh sebab itu, keberadaannya tetap diperlukan dan merupakan perpaduan luar biasa antara gerakan non pemerintah dengan pemerintah. “Bawaslu adalah laboratorium partisipasi publik. Tujuan utama gerakan relawan yakni menyiasati kemampuan Bawaslu yang terbatas,” ujarnya. Walaupun belum ada indikator efektivitas relawan yang jelas, namun menurut
mantan Anggota Pokjanas Gerakan Satu Juta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) ini, keberadaan relawan di TPS juga bisa memberikan efek cegah potensi pelanggaran yang mungkin muncul serta laporan pelanggaran yang ditindaklanjuti oleh Bawaslu. “Dulu Informasi relawan bisa dikonversi jadi temuan Bawaslu. Sekarang, tugas itu sudah diambil oleh Pengawas TPS, maka peran relawan menjadi back up bagi Pengawas TPS dalam menjalankan tugasnya,” tuturnya. Sementara itu, Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan, bahwa partisipasi publik dalam pengawasan pemilu terdiri dari dua bentuk. Pertama, pengawasan pemilu yang melibatkan unsur-unsur lembaga negara. Ini untuk menjangkau kemampuan Bawaslu yang terbatas. “Untuk mengawasi lembaga penyiaran kami butuh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), untuk mengawasi hakim kami butuh KY (Komisi Yudisial), untuk dana kampanye kami butuh KPK dan PPATK, dan seterusnya. Bawaslu jadi leading sector,” kata Nasrullah. Di samping itu, ada pengawasan yang melibatkan unsur-unsur masyarakat sipil seperti ormas, media massa, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil lainnya. Hal ini dilakukan karena masyarakat merupakan stakeholders terbesar dan sangat penting untuk dilibatkan. Jad kemungkinan besar keberadaan relawan tetap diperhitungkan dalam pelaksanaan Pilkada yang rencananya digelar serentak pada Desember 2015 tersebut. [FS]
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
11
10 PTN Buka Program Studi Tata Kelola Pemilu KABAR baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia berhembus dari dunia pendidikan tinggi di tahun 2015. Sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) ternama, akhirnya membuka program studi baru strata dua (S-2) bidang Tata Kelola Pemilu sebagai wujud kepedulian perguruan tinggi akan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pembukaan program studi S-2 ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Ketua Bawaslu RI dengan 10 PTN di Kantor Bawaslu di Jakarta, Rabu (1/4) siang. Bagi penyelenggara Pemilu baik Bawaslu RI, KPU RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, program studi baru ini tidak saja dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang demokrasi dan pemilu di Indonesia melainkan juga ajang studi untuk pengembangan dan perbaikan konsep pemilu di Indonesia pada masamasa mendatang. Kesepuluh PTN yang membuka program studi S-2 Tata Kelola Pemilu yaitu Universitas Gajah Mada (UGM) di Yogyakarta, Universitas Indonesia di Jakarta, Universitas Airlangga di Surabaya, Universitas Andalas di Padang, Universitas Sam Ratulangi di Manado, Universitas Lampung di Lampung, Universitas Nusa Cendana di Kupang, Universitas Cendrawasih di Jayapura, Universitas Padjajaran di Bandung dan Universitas Hasanuddin di Makassar. Ketua Bawaslu RI Prof. Muhammad mengapresiasi program studi S-2 Tata Kelola Pemilu. Upaya ini merupakan langkah penyelenggara Pemilu untuk meningkatkan pengetahuan kepemiluan di Indonesia yang diapresiasi dengan baik oleh perguruan tinggi. “Meskipun soal-soal demokrasi dan pemilu sudah ada dalam studi ilmu politik, namun studi yang khusus mempelajari kepemiluan belum pernah ada. Ini langkah maju bagi kehidupan demokrasi kita,” ujar Muhammad. Indonesia yang dikenal memiliki sistem kepemiluan paling rumit di dunia untuk memilih anggota legislatif dan presiden, setidaknya telah melewati dan mengalami empat fase kehidupan pemilu dan demokrasi yakni fase orde lama dimulai tahun 1955, fase orde baru, fase
12
transisi tahun 1999 dan fase orde reformassi hingga terakhir tahun 2014. Dalam seluruh fase ini, Indonesia telah berhasil melewatinya dengan cukup aman dan damai. Sebagai negara demokratis menurut Muhammad, Indonesia harus dapat menghadirkan pemilu yang benar-benar memenuhi harapan rakyat, yakni pemilu akuntabel dan transparan. Setidaknya ada dua faktor untuk mewujudkannya, yakni internal dan eksternal. Internal terkait kesiapan sumber daya manusia penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu. Namun pada kenyataannya, cukup banyak jajaran KPU dan Bawaslu harus di sidang di DKPP. Hal ini antara lain disebabkan rekruitmen KPU dan Bawaslu berasal dari multi disiplin ilmu sehingga tidak memiliki sikap dan pengetahuan memadai tentang bagaimana seharusnya menjadi penyelenggara pemilu. “Lalu faktor eksternal adalah tidak hadirnya pendidikan politik yang sehat kepada masyarakat. Sikap-sikap permisif masyarakat terjadi di depan mata, istilah itu NPWP, Nomor Piro Wani Piro. Masyarakat tidak malu-malu menerima sesuatu yang sebenarnya tidak beradab dalam pemilu. Basis pendidikan politik yang cerdas yang seharusnya di semaikan kepada masyarakat, tidak terbangun. Pun partai politik tidak mengambil peran-peran pendidikan politik. Parpol sepertinya asyik berorgasme dengan kursi-kursi saja atau kepentingan politik jangka pendek saja. Melupakan bagaimana menghadirkan, mempersiapkan peradaban bangsa dengan pendidikan politik yang santun dan beradab. Masyarakat hanya digiring saat pemilu dengan duit, dengan sembako dan materi-materi yang sangat pragmatis. Untuk kepentingan itulah hadirnya pendidikan Tata Kelola Pemilu adalah keniscayaan yang tidak terhindarkan lagi,” kata Muhammad memaparkan. Sementara itu perwakilkan PTN dari Konsorsium Universitas Gajah Mada, Dr. Abdul Gaffar Karim mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman antara PTN dengan Bawaslu telah dirintis sejak tahun 2013 lalu. Dari semula hanya 8 PTN yang dijajaki untuk membuka program khusus pendidikan pemilu menjadi 10 PTN.
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
“Ini adalah langkah yang kesekian kali untuk kita kalangan perguruan tinggi menyumbang pada penguatan SDM di Bawaslu dan KPU. Dulu diawali dengan pembicaraan informal dengan ketua KPU dan Australia Electoral Comission yang kemudian sepenuhnya mensupport penguatan SDM pemilu di Indonesia. Kalau Pak Sekjen (Bawaslu), ide beliau tentang penguatan SDM sudah disemaikan di DPR namun saat itu belum cukup support,” papar Abdul Gaffar. Lebih lanjut dikatakan, untuk tahun 2015, mahasiswa program studi Tata Kelola Pemilu hanya berasal dari kalangan pegawai Bawaslu RI dan KPU RI. Kedepannya, akan ditawarkan ke parpol, anggota dewan, lembaga atau organisasi pegiat pemilu dan masyarakat umum. Untuk kurikulum, tim konsorsium PTN telah menyusunnya secara bertahap termasuk mendapatkan masukan dari calon mahasiswa dengan menggelar try out yang diikuti puluhan pegawai Bawaslu dan KPU selama tiga minggu di kampus UGM perwakilan Jakarta. Hasil try out tersebut antara lain berupa 15 essay visioner tentang pemilu dan perbaikanperbaikan pemilu di masa-masa mendatang. Ditambahkan, tahun 2015 merupakan tahun awal pembukaan program studi S-2 Tata Kelola Pemilu sehingga program ini telah dibuka di PTN yang telah siap melaksanakannya. Bagi PTN yang belum membuka program S-2 Tata Kelola Pemilu tahun 2015 akan menyelenggarakannya di tahun 2016 sambil melihat respon stakeholder yang berkepentingan. Hadir saat penandatanganan nota kesepahaman yakni Ketua Bawaslu RI Muhammad, Pimpinan Bawaslu RI Nasrullah, Sekjend Bawaslu RI Gunawan Suswantoro. Sementara dari PTN antara lain DR Abdul Gaffar Karim (UGM), Dr Arie Setiabudi Soesilo M.Sc (UI), David Segoh M.Ed (Unair), Prof Dr Helmi MSc (Unand), Drs Philep Morse Regar MS (Sam Ratulangi), Prof Dr Jhon Hendry (Unila), Frans Gana (Univ Nusa Cendana), Septinus MSi (Uncend), Dr Med Setiawan (Unpad), Prof Dr Syamsul Bachri dan Prof Dr Amin (Unhas). Hadir pula Direktur Australian Electoral Commission, Shan Strugneld. [RS]
Membaca Potensi Konflik di Balik Pilkada Serentak Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilihan kepala daerah di Indonesia, pemilihan akan dilakukan secara serentak pada Desember 2015 nanti. Setidaknya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pemilihan akan dilakukan secara bersamaan di 269 provinsi, kabupaten dan kota.
P
emilihan gubernur, bupati dan walikota diputus secara serentak setelah Undang-Undang Pilkada dibahas cukup lama. Perjalanan panjang pembahasan UU Pilkada tersebut mengantarkan Indonesia kepada babak baru pemilihan kepala daerah yang diharapkan lebih efektif dan efisien. Pemilihan akan dilakukan secara bersamaan pada hari dan tanggal yang sama. Hingga saat ini diputuskan 9 Desember 2015 sebagai hari pemilihan pada pilkada serentak 2015. Banyak dinamika yang terjadi hingga sistem pemilihan serentak tersebut disepakati bersama oleh DPR dan pemerintah. Dinamika tidak hanya berhenti saat keputusan pemilihan serentak ditetapkan. Dalam penyusunan aturan teknis, perencanaan dan penyusunan tahapan dinamika semakin meninggi. Tidak hanya terkait kepentingan politik. Namun juga bayang-bayang konflik dalam penyelenggaraan pilkada tersebut. Institut Titian Perdamaian (ITP) merilis hasil penelitiannya tentang Tren Konflik dan Kekerasan di Indonesia dalam pilkada serentak. Direktur ITP Mohammad Miqdad mengatakan, konflik memang berkaitan erat dengan proses demokratisasi di Indonesia. “Momentum elektoral menjadi mo-
Persentase Insiden Konflik Kekerasan
mentum dan arena pertarungan dari sejumlah konflik yang sudah ada sebelumnya,” kata Mohammad dalam diskusi publik di Gedung Bawaslu medio April 2015. Konflik yang sudah ada menurut Mohammad seperti konflik komunal masif yang pernah terjadi di beberapa daerah. Misalnya di Poso, Ambon, dan Ternate. Konflik di daerah tersebut bersinggungan kuat dengan momentum politik. Pilkada, lanjut Mohammad, tidak terlepas dari berlakukan desentralisasi di Indonesia. Sayangnya, desentralisasi tidak selalu equivalent dengan demokratisasi yang sudah berjalan baik. Beberapa hasil studi menjelaskan fenomena ini. Seperti terlihat dalam laporan riset “Politik Lokal di Indonesia; Klinken dan Nordhot. Ed (2006). Pada kenyataannya, desentralisasi masih berkutat dalam pengaturan kembali lapangan-lapangan kekuatan yang sudah ada. Menurut Mohammad, hanya sedikit yang memperlihatkan konfigurasi elit baru dan perubahan peta politik yang terbarukan. “Jika pada orde baru terdapat fenomena kriminalitas dari atas, bukan primordialisme dari bawah. Era setelah transisi justru kebalikannya,” ungkap Mohammad. Pilkada, lanjut dia, memang bukan-
lah menjadi satu-satunya faktor penentu konflik. Namun sebagai arena bagi cross cutting issues momentum pilkada menjadi faktor akselerator. Titik tolak konflik tidak semata berpusar pada proses penyelenggaraan dan kesiapan lembaga pelaksana pemilu. Melainkan memperhitungkan persenyawaan berbagai faktor konflik di daerah yang bersifat partikular. ITP mengidentifikasi beberapa isu penting dalam pilkada yang berpotensi menimbulkan konflik. Isu-isu tersebut meliputi mobilisasi yang menggunakan sentimen primordial, independensi lembaga penyelenggara, perlawanan terhadap dinasti politik maupun kecurangan-kecurangan. Selain itu kesiapan daerah terutama daerah dengan potensi konflik maupun pasca konflik komunal juga harus diperhatikan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ungkap Mohammad harus mengantisipasi reproduksi konflik yang memanfaatkan momentum pilkada. Dualisme Kepengurusan Parpol Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J Vermonte, mengatakan beberapa faktor pe-
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
13
micu konflik saat penyelenggaraan pilkada serentak. Salah satu hal yang dia khawatirkan adalah menjalarnya kisruh internal partai politik ke basis massa bakal calon kepala daerah. “Ada situasi konflik internal partai yang mungkin akan sampai ke bawah. Ini akan memengaruhi proses pencalonan,” kata Philips. Philips berkata, dualisme kepengurusan parpol bisa mempertarungkan kelompok-kelompok massa pendukung dua calon kepala daerah yang berasal dari parpol yang sama. Perselisihan antarelite di Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan merupakan ancaman nyatanya. Philips juga menyebut ketidaksiapan elite partai menerima kekalahan sebagai faktor yang kerap memicu konflik pilkada. Hal ini akan diperparah jika masyarakat di daerah tersebut memiliki persepsi yang buruk terhadap profesionalitas dan imparsialitas penyelenggara pemilu. Berdasarkan data hasil monitoring lembaganya, Philips menuturkan, masa kampanye merupakan titik konflik paling rawan. Pada saat pemilihan eskalasi cenderung menurun, namun kembali meningkat pada tahap rekapitulasi suara. Ancaman Nyata atau Ketakutan Belaka? Belum lepas di ingatan kita tentang kejadian saat Pilkada di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, dimana terjadi bentrok antara dua kubu terkait dengan Pilkada di daerah itu pada 2011 lalu, yang mengakibatkan korban luka dan meninggal dunia dalam jumlah yang tidak sedikit. Bahkan masih ada di ingatan kita saat ratusan massa yang kecewa calonnya dibatalkan oleh KPU akibat tidak memenuhi syarat membakar kantor KPU Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Berbagai kisah pilu di atas, hanya sebagian kecil contoh konflik yang ditimbulkan dari Pilkada dan masih banyak lagi. Bagaimana nasib Pilkada ke depan? Salah satu sumber menyebut, Internasional Crisis Group (ICG) mencatat sekitar 10 persen dari 200 pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang digelar sepanjang tahun 2010 diwarnai aksi kekerasan. Seperti di Mojokerto, Jawa Timur, Tana Toraja di Sulawesi Selatan, dan Toli-toli di Sulawesi Tengah. ICG menyebutkan bahwa kekerasan dalam Pilkada antara lain dipicu oleh
Isu dan Insiden Konflik Kekerasan
Tahun Insiden
Isu Konflik
2010 40 231 96 149 490 1006
Konflik Bernuansa Agama/Etnik Konflik Politik Konflik Sumber Daya Alam Konflik Sumber Daya Ekonomi Tawuran Total
4% 23% 10% 15% 49% 100%
2011 25 132 139 118 512 926
Total 3% 14% 15% 13% 55% 100%
65 363 235 267 1002 1932
% 3% 19% 12% 14% 52% 100% Sumber: ITP
lemahnya posisi penyelenggara pemilu, seperti KPU kabupaten/kota dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pilkada di tahun berikutnya. KPU sudah menetapkan jadwal bahwa Pilkada dengan format baru, yakni Pilkada serentak akan dilaksanakan pada Desember 2015 mendatang. Saat ini Penyelenggara Pemilu pun mulai berbenah diri, untuk melanjutkan kesuksesan menyelenggarakan dan mengawasi pelaksanan Pileg dan Pilpres 2014 lalu. Namun, yang perlu diingatkan juga, penyelenggara pemilu harus
mampu membuat kebijakan-kebijakan yang nantinya dapat mencegah konflik horizontal terjadi. Antisipasi konflik bila dilihat dari tupoksinya menjadi pekerjaan rumah bagi Bawaslu dan jajarannya. Bawaslu tidak boleh memandang sebelah mata, karena sesukses apapun menyelenggarakan pemilu, namun jika berujung konflik sedikit saja, maka itu akan menjadi preseden buruk bagi penyelenggara pemilu. Salah satu indikator suksesnya pemilu adalah pemilu atau pemilihan itu berlangsung tertib, damai, dan berjalan demokratis.
Penyebaran Konflik Kekerasan di Indonesia
Provinsi
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung Kepulaun Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Total
KBA/E 2 5 1 0 0 0 0 0 0 0 1 17 1 0 7 2 1 2 0 1 0 1 1 0 1 4 0 0 3 1 0 14 0 65
KP 9 19 1 4 9 3 5 3 0 6 28 37 16 6 20 23 2 22 3 2 2 1 5 4 7 46 29 4 9 22 5 5 6 363
ISU KONFLIK KSDA 10 33 6 7 6 4 7 3 0 4 11 15 3 1 19 5 3 14 9 1 1 3 7 3 5 12 16 3 8 9 2 4 1 235
KSDE 9 30 5 4 5 1 2 4 1 6 26 44 4 2 26 9 6 16 3 2 0 2 7 6 5 13 8 2 4 10 1 4 0 267
T 9 35 20 11 8 23 9 8 2 7 185 155 54 7 86 61 8 25 10 4 0 0 7 10 25 106 23 4 10 49 12 22 7 1002
Total 39 122 33 26 28 31 23 18 3 23 251 268 78 16 158 100 20 79 25 10 3 7 27 23 43 181 76 13 34 91 20 49 14 1932 Sumber: ITP
14
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Mengapa Pilkada Berujung Konflik? Pada awalnya Pilkada (baca:Pemilu) dilaksanakan untuk mengakomodasi adanya konflik yang muncul dalam pergantian kekuasaan antara satu kepala daerah dengan kepala daerah lainnya. Namun, khasanah baik Pilkada tergeser karena adanya pemaksaan kepentingan yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik. Akibatnya, ada kecenderungan saat ini Pilkada malah menjadi sumber potensi konflik itu sendiri. Biasanya Pemilu yang berujung konfik terjadi karena faktor ketidakpuasan, baik terhadap lawan politik maupun pada penye-lenggara Pemilu. Kedekatan antara calon kepala daerah dengan masyarakat dalam Pilkada menjadikan potensi konflik di Pilkada jauh lebih besar. Tingkat pendidikan serta kesehjateraan juga bisa menjadi pemicu potensial konflik tersebut. Selain itu, jika melihat dari struktur masyarakat plural, Pilkada tidak bisa lagi dilihat hanya sekedar persoalan rekruitmen kepala daerah, tetapi lebih kompleks daripada itu, Pilkada menyangkut persoalan “hidup mati” sebuah komunitas. Komunitas inilah yang memiliki kekuatan potensial konflik yang lebih besar daripada masyarakat biasa,
”
Masyarakat sudah semakin dewasa. Selain itu, masyarakat punya trauma dan ketakutan terhadap dampak konflik yang membuat instabilitas keamanan di daerah,
”
Nasrullah Pimpinan Bawaslu karena komunitas biasanya memiliki ideologi dan tujuan tersendiri. Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengungkapkan walaupun sejumlah pihak mengklaim bahwa potensi konflik dalam Pilkada cukup besar, namun ia meminta masyarakat dan stakeholders agar tidak paranoid (ketakutan yang berlebihan). Pasalnya, ada kecenderungan masyarakat sudah semakin dewasa berpolitik, dan tidak mudah terpancing. “Masyarakat sudah semakin dewasa. Selain itu, masyarakat punya trauma dan ketakutan terhadap dampak konflik
yang membuat instabilitas keamanan di daerah,” tutur Nasrullah, baru-baru ini. Dalam setiap kunjungannya Nasrullah selalu mengingatkan kepada masyarakat di daerah-daerah tentang bahaya dan dampak konflik yang pernah terjadi di Poso, Ambon, Sampit, dan sebagainya. Melalui contoh tersebut, ia meminta agar setiap elemen masyarakat tidak terpancing terhadap segala hal yang dapat memicu konflik, apalagi terkait Pilkada. Ia juga mengimbau agar para pemangku kepentingan di daerah berlaku serupa, yakni berupaya melakukan pendekatan kepada masyarakat yang lebih persuasif. “Terakhir pada 2012, Pilkada di Maluku Utara dan Bali yang diprediksi akan terjadi konflik, ternyata tidak terjadi apapun. Itu berarti, potensi konflik sudah mulai bergeser. Masyarakat sudah makin dewasa dan tidak mudah terpancing,” tambah Nasrullah. Media massa, kata Nasrullah, adalah pemegang peran utama untuk meminimalisasi konflik dalam Pilkada. Sehebat apapun penyelenggara pemilu merancang Pilkada tanpa melakukan pendekatan terhadap media massa, maka potensi konflik bisa muncul kapan saja. [Ira S dan Falcao S]
20 Besar Kabupaten/Kota Rawan Konflik INSIDEN KEKERASAN KOMUNAL 2010-2011 KABUPATEN/KOTA
TOTAL
SETELAH DIINDEKSASI KABUPATEN/KOTA
SKORING
Kota Makassar
108
Kota Makassar
2607
Kota Ambon
56
Kab. Bima
1479
Kab. Bima
41
Kab. Mimika
1156
Kab. Mimika
29
Kota Ambon
967
Kota Kendari
27
Kab. Seram Barat
693
Kota Palu
22
Kab. Polewali Mandar
646
Kab. Polewali Mandar
19
Kota Palu
554
Kab. Sukabumi
18
Kota Ternate
550
Kab. Tasikmalaya
16
Kab. Jayapura
365
Kab. Cirebon
16
Kota Kendari
317
Kota Samarinda
16
Kab. Pasaman Barat
311
Kab. Jayapura
16
Kab. Cirebon
262
Kota Ternate
15
Kab. Deli Serdang
252
Kab. Deli Serdang
13
Kab. Garut
222
Kota Binjai
10
Kab. Siigi
212
Kab. Lamongan
10
Kab.Sukabumi
204
Kab. Lombok Tengah
10
Kab. Temanggung
89
Kab. Sigi
10
Kab. Gorontalo
181
Kota Palopo
10
Kab. Langkat
176
Kab. Gorontalo
10
Kab. Kampar
175
Sumber: ITP
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
15
Era Baru Duduki Jabatan Struktural Tiga Pejabat Eselon II di Lantik
ADA suasana tak biasa di ruang rapat besar lantai 4 Gedung Bawaslu Jalan MH Thamrin nomor 14 pada hari Kamis (9/4) pagi. Saat itu sebanyak 14 orang pegawai negeri dari internal dan eksternal Sekretariat Jenderal Bawaslu RI mengikuti test tertulis untuk seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi (kepala biro) di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu. Test tertulis yang diikuti pegawai negeri dengan golongan 4 B keatas merupakan pertama kalinya di gelar Bawaslu RI sejak lahir sebagai lembaga negara tanggal 9 April Tahun 2008. Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro agaknya ingin mengembangkan budaya seleksi terbuka guna mengisi pejabat eselon II yang profesional, tepat di usia Bawaslu RI ke-7. Seleksi terbuka untuk jabatan pimpinan tinggi kementerian/lembaga negara sebenarnya merupakan amanat Undangundang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pasal 32 ayat 1 huruf a. Kendati amanat undangundang, belum semua kementerian/lembaga menerapkan seleksi terbuka untuk jabatan pimpinan tinggi. Bawaslu RI, satu
dari sedikit lembaga negara yang memulai budaya seleksi terbuka. Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan, sudah saatnya rekruitmen pejabat eselon II di lingkungan Bawaslu RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI dilakukan secara objektif dan profesional. Karenanya, Sekjen Bawaslu mengajak serta Prof. Saldi Isra, Prof. Siti Zuhro, Imam Prasodjo dan pejabat Badan Kepengawaian Negara, Djatmiko untuk menjadi panitia seleksi. “Pansel sudah sepakat dan saya sudah menyetujui bahwa nanti yang terbaik, artinya rangking satu hasil pansel itulah yang diangkat menjadi eselon II. Saya jamin,” kata Gunawan dalam jumpa pers seleksi terbuka di Kantor Bawaslu, Kamis (9/4). Empat jabatan tinggi pratama yang diseleksi adalah Kepala Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal (H2PI), Kepala Biro Administrasi, Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan dan Pengawasan Pemilu (TP3) dan kepala Biro Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kesungguhan Sekjen Bawaslu Gunawan dalam seleksi terbuka ditunjukkan
dengan menjadikan Profesor Saldi Isra sebagai ketua panitia seleksi. Selain itu, Sekjen Bawaslu tidak dalam posisi memberikan penilaian terhadap peserta seleksi terbuka yang berasal dari lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu RI. Guna memeriksa latar belakang dari seluruh peserta seleksi, Pansel meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tujuannya, melacak transaksi keuangan mencurigakan diantara peserta dan latar belakang pekerjaan peserta seleksi baik di pusat maupun di daerah, sebagai rekomendasi. Pasalnya PPATK dan BPK dipastikan memiliki catatan pejabat atau mantan pejabat yang memiliki kinerja tidak baik atau catatan hitam. Ketua Panitia Seleksi Terbuka Bawaslu RI Prof. Saldi Isra dan Anggota Pansel Prof. Siti Zuhro mengappresiasi positif langkah Komisioner Bawaslu RI dan Sekjen Bawaslu RI mengadakan seleksi terbuka pejabat eselon II. Menurut mereka, langkah ini guna mendapatkan pejabat eselon II yang profesional memahami tugas dan fungsi pengawasan pemilu, mana-
gerial sekaligus mempunyai prestasi dan latar belakang yang baik. “Demokratisasi mensyaratkan perbaikan birokrasi dan itu ditandai dengan rekruitmen pejabat eselon tertentu. Ini langkah terobosan yang positif untuk nantinya Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, pengawas pemilu dihuni pejabat-pejabat yang memahami betul kepemiluan, penegakan hukum, birokrasi yang bersih, akuntabel dan birokrasi yang partisipatif. Jadi menurut saya, ini merupakan bagian penting dari gerakan reformasi birokrasi yang dilakukan Indonesia sejak tahun 2010,” papar Siti Zuhro, anggota Pansel. Siti Zuhro dan Saldi Isra bercerita mereka berdua dan sosiolog Imam Prasodjo sebelumnya diminta kesediaannya oleh Sekjen Bawaslu menjadi bagian dari panitia seleksi pejabat eselon II Bawaslu RI dan DKPP RI. Langkah ini dinilai tepat dan objektif karena mengambil panitia seleksi dari kalangan profesional di luar jajaran Bawaslu RI. “Kami juga mau menjadi bagian dari proses ini karena pak sekjen .berani memberikan jaminan bahwa hasil seleksi akan dilakukan sangat objektif tanpa intervensi,” ujar Saldi, Ketua Pansel. Selain tes tertulis, peserta seleksi terbuka menjalani test wawancara pada hari Jumat (10/4) dan Sabtu (11/4). Dari wawancara inilah diketahui visi dan kepemimpinan calon pejabat pimpinan tinggi untuk mengawal Bawaslu sehingga memiliki prestasi lebih baik lagi. Hanya delapan hari, sejak tes tertulis seleksi terbuka tanggal 9 April 2015, Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro
akhirnya melantik 3 tiga kepala biro hasil seleksi terbuka. Dari empat biro di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu, hanya Biro DKPP yang sementara kosong dikarenakan belum ada yang dinilai mampu menduduki jabatan tersebut. Para pejabat eselon II yang lulus dan dilantik adalah, Dermawan Adhi Santoso sebagai Kepala Biro Administrasi, sebelumnya menjabat Kabag Perencanaan di Biro yang sama. Kepala Biro Teknis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu diisi Bernad D. Sutrisno yang sebelumnya Kabag Teknis Pengawasan Pemilu. Sedangkan Kepala Biro Hukum, Humas, dan Pengawasan Internal dijabat oleh Ferdinand Eskol Tiar Sirait yang sebelumnya Kabag Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran. Sekjen Bawaslu Gunawan Suswantoro mengatakan, para pejabat yang terpilih merupakan hasil seleksi ketat. Karenanya,
mereka yang lulus diharuskan mengemban amanah sebaik-baiknya. “Pansel menitipkan pesan kepada saya untuk memberikan peringatan kepada anda-anda yang sudah dilantik agar menjaga amanah dengan sebaik-baiknya. Jika ada indikasi pelanggaran yang dilakukan seperti korupsi, maka mereka sendiri yang akan melaporkan kepada penegak hukum,” katanya Selain melantik tiga kepala biro, Sekjen Bawaslu juga melantik Kepala Bagian Sosialisasi Pengawasan Johnly Pedro Merentek, Kepala Bagian Analisis Teknis Pengawasan dan Potensi Pelanggaran Feizal Rahman, Kepala Bagian Temuan dan Laporan Pelanggaran Yusti Erlina, Kepala Bagian Penyelesaian Sengketa Agung Gede Bagus I.A, dan Kepala Bagian Teknis Pengawasan Harimurti Wicaksono. Mereka semua menandatangani 10 pakta integritas untuk bekerja sesuai amanah. [RS]
FOTO-FOTO: HUMAS
16
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
17
Briefing
Melanjutkan Tradisi Baik Dalam Upaya Suksesi Reformasi Birokrasi
P
Sekretaris Jenderal Bawaslu RI
18
gan prinsip ini diyakini maka masyarakat dapat percaya bahwa tidak ada lagi rekrutmen CPNS yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini merupakan lanjutan dari tradisi kepemimpinan yang baik secara internal di Bawaslu. Para pejabat dan CPNS yang terpilih merupakan hasil seleksi ketat yang melibatkan tokoh-tokoh seperti Guru Besar Universitas Andalas Profesor Saldi Isra, Dosen Universitas Indonesia Imam Prasojo, dan Peneliti Senior LIPI Profesor Siti Zuhro, yang memiliki kompetensi dan integritas yang tidak diragukan lagi. Tokoh-tokoh tersebut sengaja dipilih untuk memastikan bahwa pejabat yang terpilih serta para CPNS merupakan yang terbaik dari beberapa banyak pelamar yang ada. Tokoh-tokoh nasional tersebut memiliki kepedulian tinggi terhadap birokrasi yang sehat di Indonesia. Bawaslu patut berbangga hati, karena mereka ingin terlibat dan bersedia mempertaruhkan reputasinya demi kemajuan birokrasi, yang dinilai menjadi roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, mereka berpesan dan berharap penuh para pejabat dan CPNS yang terpilih dapat mengemban tugas yang diberikan se-
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Bawaslu Tingkatkan Kesiapan Pengawasan Pilkada 2015 Menjelang Pemilihan Kepala Daerah di 269 titik Penyelenggara khususnya Bawaslu perlu menyiapkan strategi pengawasan untuk mengidentifikasi sejumlah potensi kerawanan. Untuk itu sebagai upaya pencegahan pelanggaran haruslah diantisipasi sedini mungkin dalam pelaksanaan pilkada 2015 mendatang.
P
Oleh:
GUNAWAN SUSWANTORO
ada 17 April 2015, Bawaslu melantik Jabatan Tinggi Pratama Eselon II untuk menduduki posisi sebagai Kepala Biro di lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu RI. Pejabat-pejabat tersebut merupakan hasil penyaringan lewat seleksi ketat yang bersifat terbuka untuk umum. Open biding (seleksi terbuka) ini memberikan ruang kepada Warga Negara Indonesia yang mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil. Secara personal, para calon pejabat tersebut juga harus memiliki integritas, kepemimpinan, penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan, komunikatif, memiliki perencanaan dan organisasi yang baik, pemikiran yang strategis, pola membangun hubungan, orientasi pada hasil, fleksibel, memiliki jiwa membangun, serta dapat bernegosiasi. Sebelumnya, dalam melaksanakan rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS), Bawaslu menekankan prinsipprinsip serupa. Pola-pola perekrutan CPNS konvensional dan terindikasi ada ‘permainan mata’ di beberapa lembaga/ kementerian mulai diubah dengan prinsip transparansi dan keterbukaan. Den-
Divisi Pengawasan
cara penuh sebagai abdi negara. Para tokohtokoh ini berjanji untuk tidak segan-segan memperkarakan jika ada oknum-oknum yang ternyata tidak mampu mengemban tugas dengan baik dan menyalahgunakan wewenangan yang telah diberikan. Reformasi birokrasi yang tengah digalakkan menuntut perubahan mendasar dari cara bekerja, cara berpikir, dan cara bertindak para aparatur sipil negara (ASN). Tuntutan reformasi birokrasi harus dibangun dengan pondasi yang kuat sejak awal, karena jika tidak maka di depan akan muncul tembok besar yang harus ditembus, yakni budaya dan kebiasaan buruk para oknum birokrat. Tidak mudah memang, namun reformasi birokrasi merupakan keniscayaan dan harus dihadapi. Mau tidak mau, semua birokrat di Indonesia akan menghadapi hal itu dan hanya birokrat yang siap yang akan mampu melewati itu dengan baik dan berada dalam birokrasi yang bersih dan bermartabat demi kemajuan Indonesia ke depan. Sebagai Sekretaris Jenderal Bawaslu, saya ingin membawa lembaga ini menjadi bagian dari suksesi reformasi birokrasi di Indonesia. n
impinan Bawaslu Daniel Zuchron mengatakan, untuk memetakan berba-gai masalah dan kerawanan di beberapa daerah, perlu mengenal dan mengukur Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk lebih memastikan pelaksanaan pemilu lebih transparan dan akuntabel. “Agar dapat memetakan skala untuk mengidentifikasi sejumlah potensi kerawanan adanya pelanggaran, hal ini diperlukan untuk mengintegrasikannya di sejumlah daerah yang akan melakukan Pilkada di tahun 2015 ini,” ujarnya saat membahas IKP Pilkada 2015 di Gedung Bawaslu RI, Senin (13/4). Daniel menjelaskan, dilakukannya pengukuran IKP adalah untuk memetakan dan memberi skor kerawanan daerah menjelang pelaksanaan Pilkada serentak yang baru pertama kali diselenggarakan. Dengan adanya pemetaan tersebut diharapkan menjadi pengingat dini semua pihak terutama pengawas terhadap kerawanan yang sangat mungkin terjadi dan menjadi tren pelanggaran di Pilkada 2015. “IKP 2015 akan memotret beberapa aspek yang dianggap paling rawan dan potensial memunculkan pelanggaran dalam Pilkada serentak 2015. Misalnya profesionalitas penyelenggara, politik uang, aspek pengawasan, dan partisipasi masyarakat,” ujar Koordinator Divisi Pengawasan ini. Daniel menambahkan, Bawaslu Provinsi yang melakukan rumusan ter-
HUMAS
Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron (kanan) dan Kepala Biro H2PI, Ferdinand Eskol Tiar Sirait. hadap indikasi potensi pelangaran, perlu menjadikan hasil rumusan tersebut sebagai basis pemetaan kerawanan Pemilihan Umum (Pemilu) di beberapa daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak 2015. “Basis pemetaan bisa dari aspek pengawasan, misalnya pada kondisi geografis daerah yang data pelanggarannya dianggap berat. Basis kerawanan tersebut bisa dilihat dari kondisi geografis daerah,” ujarnya.
”
Saya prediksi politik uang akan tetap marak dan menjadi salah satu kerawanan Pilkada,
”
Daniel Zuchron
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu RI
Ia mencontohkan beberapa aspek yang dianggap paling rawan dan memunculkan potensi pelanggaran dalam Pilkada serentak 2015, seperti politik uang yang merupakan salah satu hal yang kerap terjadi. Bahkan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014 lalu, politik uang dianggap sebagai Pemilu yang paling marak adanya politik
uang. “Saya prediksi politik uang akan tetap marak dan menjadi salah satu kerawanan Pilkada,” ujar Daniel. Senada dikatakan oleh Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Mochamad Afifudin. Ia menilai, politik uang akan menjadi isu utama dalam pemetaaan kerawanan Pilkada serentak 2015. Sebab, di antara indikator tren pelanggaran pemilu dan hasil laporan menunjukan politik uang paling banyak ditemukan pada Pileg dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. “Banyaknya pemberitaan tentang politik uang di media merupakan indikator maraknya pelanggaran tersebut sehingga menjadi masalah utama dalam Pemilu sebelumnya,” ujarnya. Afif mengatakan, maraknya pelanggaran politik uang bisa dilihat dari beberapa faktor, seperti angka kemiskinan yang semakin melonjak, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dan laporan yang ditemukan pada Pileg dan Pilpres. Salah satunya adalah adanya peningkatan dana bantuan sosial yang signifikan di tahun pelaksanaan Pilkada serta adanya bantuanbantuan yang mencurigakan ke pihak tertentu seperti Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). “Peningkatan yang sangat tidak wajar dari bantuan sosial dan dana siluman kepada Ormas merupakan indikator potensi pelanggaran terkait politik uang,” paparnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut,
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
19
Divisi Pengawasan lanjut Afif, Bawaslu harus memiliki data pelanggaran berdasarkan pengalaman pada Pileg dan Pilpres lalu yang nanti diinventarisir oleh Bawaslu Provinsi. Bawaslu Provinsi yang nantinya menguraikan secara sistematis beberapa aspek yang dianggap paling rawan berdasarkan daerahnya masing-masing. “Saya rasa dengan membuat peta masalah bisa jadi pegangan mengenali pelanggaran dan masalah yang akan terjadi dalam Pilkada serentak nanti,” ujarnya. Tidak hanya itu, guna memperkuat kerja Bawaslu dalam melakukan pengawasan pada Pilkada serentak 2015 nanti, partisipasi pengawasan publik lebih ditingkatkan. Sementara itu, kegiatan sosialisasi juga terus dilakukan Bawaslu. Di bulan April ini kegiatan sosialisasi dilakukan melalui tatap muka dengan stakeholders dan masyarakat tentang pengawasan dan penanganan pelanggaran di Kota Bukittinggi dan Kabupaten Tana Datar Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan tersebut dilakukan mengingat tingginya tingkat pelanggaran dan kecurangan yang terjadi selama ini dalam pelaksanaan Pilkada dan kurang maksimalnya pemahaman tentang aturan Pemilu oleh petugas pengawasan. Pimpinan Bawaslu RI Endang Wihdatiningtyas saat membuka acara ini di Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sabtu (11/4), mengatakan bahwa sosialisasi yang bertujuan untuk menyukseskan Pilkada yang bersih dan bebas dari berbagai kecurangan dan pelanggaran ini dilaksanakan dalam tiga kelas, yakni kelas sosialisasi, kelas pengawasan, dan kelas penanganan pelanggaran dan sengketa Pemilu yang masing-masing kelas diikuti oleh peserta sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Berbicara tentang pengawasan Pemilu, Endang mengatakan bahwa Bawaslu tidak akan sukses tanpa adanya kerja sama antar instansi terkait dan masyarakat dalam menjalin hubungan kerja. Selain itu Endang juga mengharapkan, setelah ini Bawaslu yang dibantu oleh masyarakat dan instansi terkait dapat melakukan pencegahan dini terhadap pelanggaran Pemilu karena mencegah itu lebih baik daripada melakukan penindakan setelah adanya pelanggaran. Pada kesempatan tersebut KPU Bukittinggi yang diwakili oleh Komisioner Divisi Hukum Tanti Endang Lestari menyebutkan, keterlibatan aktif KPU Bukittinggi dalam kegiatan sosial-
20
isasi pengawasan pelanggaran yang dilaksanakan oleh Bawaslu diharapkan dapat memperkuat sinergi kerja antar penyelenggara Pemilu demi kesuksesan pelaksanaan Pilkada serentak di tahun 2015 ini. Sementara itu pada hari kedua, di Gedung Pertemuan Kantor Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, Minggu (12/4), Bupati Tanah Datar M. Shadiq Pasadigoe yang juga ikut hadir menyampaikan bahwa sosialisasi ini sangat penting agar seluruh kegiatan selama proses Pilkada serentak dapat terkawal dengan baik dan aman. Dia juga meminta kepada seluruh peserta agar melaporkan seluruh pelanggaran dan kecurangan kepada Bawaslu supaya dapat cepat ditindak sebelum ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Berkaitan dengan kesiapan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menghadapi Pilkada serentak tahun 2015, Sekda Provinsi Sumatera Barat Ali Asmar menyatakan bahwa pemerintah provinsi sudah secara intensif melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi serta KPU Kabupaten dan Kota se-Sumatera Barat sebagai penyelenggara teknis. Menurut Ali, koordinasi yang dilakukan ini selain dalam rangka mempersiapkan anggaran juga terkait dengan pemutakhiran data kependudukan serta penyiapan kesekretariatan di tingkat kabupaten, kota, kecamatan dan desa. Dia juga berharap, Pilkada serentak pada bulan Desember 2015 yang akan datang dapat berjalan dengan aman dan sukses dengan tingkat partisipasi pemilih yang cukup tinggi. Anggaran Pilkada 2015 Belum Jelas Segala persiapan telah dilakukan Bawaslu menuju penyelenggaraan Pilkada serentak 2015 mendatang namun persoalan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada serentak ini masih belum jelas. Pimpinan Bawaslu Nasrullah mengatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak yang akan dilakukan pada bulan Desember 2015 memiliki kendala serius dalam anggaran. Pasalnya pemerintah masih belum serius dalam menganggarkan biaya Pilkada tersebut pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015. “Pemerintah daerah masih belum sungguh-sungguh dalam penyelenggaraan Pilkada 2015. Paradigma pemerintah masih berorientasi pada persoalan keamanan dan ketertiban,” ujar Koordinator Divisi Sosialisasi, Humas dan Kerjasama Antar
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Lembaga ini pada saat menghadiri Rapat Kerja Teknis Bareskrim Polri dengan mengusung tema Revolusi Mental penyidik Polri dengan Meningkatkan Profesional, Prosedural dan Akuntabel di Jakarta, Selasa (14/4). Nasrullah mengungkapkan, berdasarkan data temuan Bawaslu pada masa persiapan, terdapat 127 daerah yang tidak siap dukungan fasilitas dan prasarana dari total 269 daerah yang menyelenggarakan Pemilu secara serentak pada Desember 2015. “Ada daerah yang cukup, ada daerah yang tidak cukup, dan ada yang tidak menyediakan,” ujarnya. Ia menambahkan, akibat kendala anggaran tersebut akan berdampak pada tahapan Pilkada serentak yang dijadwalkan pada tanggal 17 April 2015 di mana tahapan akan dimulai dalam kurun waktu sepekan mendatang. “Belum terkoordinasinya penyelenggara, pemerintah, dan pemerintah daerah dalam pengganggaran penyelenggaraan Pilkada, akan berdampak juga pada tahapan yang berlangsung,” ujarnya. Sementara itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, dari data KPU terdapat 68 daerah yang belum memiliki anggaran untuk melaksanakan Pilkada serentak 2015 disebabkan pemerintah daerah belum menyediakan anggaran yang bersumber dari APBD. “Pemerintah daerah belum menyediakan anggaran yang cukup. Belum satu pun dari otoritas tersebut disediakan dan masih bersifat ditangguhkan. Padahal sumber pendanaan Pilkada ada pada APBD. Akibatnya seluruh kegiatan KPU belum bisa terlaksana karena diasumsikan anggaran APBD tidak mencukupi,” kata Husni. Mengingat sudah mulainya tahapan Pemilu, Husni berharap pemerintah bisa menuntaskan persoalan anggaran dengan menyiapkan anggaran dari APBD. Dalam pemaparannya terkait Pilkada serentak 2015, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan akan melakukan koordinasi terkait anggaran antara penyelengara untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan guna membahas payung hukum untuk daerahdaerah yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak 2015. “Nanti kami akan konsultasikan kepada KPU dan Bawaslu untuk duduk bersama Kementerian Keuangan membahas payung hukum anggaran Pilkada serentak,” jelasnya. [AI, FS, HW]
Divisi Pengawasan
Hadapi Pilkada 2015, Penyelenggara Harus Bersatu
HUMAS
Bawaslu, KPU dan DKPP
Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) masih memiliki persoalan terkait dengan berbagai hal, baik dari batasan-batasan peraturan perundangan, aspek penyelenggara, penyelenggaraan dan peran serta pemangku kepentingan lainnya. Untuk menghindari persoalan tersebut, dibutuhkan sinergi antara penyelenggara terkait regulasi dan usaha untuk membangun persamaan persepsi.
S
alah satunya adalah dilakukannya kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dipadukan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dimasing-masing institusi penyelenggara. Tujuannya adalah mensinergikan ketiga lembaga tersebut yang akan menyelengaraan Pilkada secara serentak di 269 daerah. Ketua Bawaslu Muhammad dalam sambutannya pada acara Bimbingan teknis yang diselenggarakan di Bukittinggi, Sumatera Barat mengatakan membangun pemahaman yang sama antara penyelenggara, yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan perwujudan membangun sebuah komitmen menuju pemilu berintegritas. Untuk itu, Muhammad menekankan menjelang dilakukannya Pilkada serentak pada 2015 mendatang, penyeleng-
gara khususnya KPU dan Bawaslu harus memiliki tekad yang kuat untuk menyamakan persepsi dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu berkualitas dan berintegritas. “Untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, jangan beri celah sedikitpun bagi pihak lain masuk ke dalam kepentingan penyelenggara. Untuk itu KPU dan Bawaslu harus bersatu,” ujar Ketua Bawaslu Muhammad. Muhammad mengatakan sosialisasi antara penyelenggara penting dilakukan untuk kesamaan persepsi. Antara KPU, Bawaslu, dan DKPP harus ada kesamaan pemahaman terkait regulasi yang menjadi aturan main penyelenggaraan pilkada. “Saya berharap dalam penyelenggara tidak ada lagi perbedaan persepsi dalam menghadapi penyelenggaraan Pilkada 2015,” ujarnya. Muhammad menuturkan, KPU dan
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
21
Divisi Pengawasan Bawaslu adalah lembaga yang memiliki posisi sentral dalam mengawal suara rakyat. “Dengan menyamakan persepsi dalam penyelenggaraan Pilkada yang dilakukan secara langsung saya harap KPU dan Bawaslu mempunyai komitmen bersama. Kita yakinkan suara rakyat, tingkat pusat sampai ke desa tidak akan berubah hasilnya baik dari tingkat TPS, Kabupaten dan Kota Provinsi serta Pusat. Hal tersebut adalah komitmen dan tidak ada lagi tawar menawar,” ujarnya. Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin itu juga menjelaskan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Eksekutif 2014 lalu merupakan bukti perwujudan dari komitmen bersama antara penyelenggara untuk membangun sebuah pemilu berintegritas. Hal tersebut dibuktikan atas diapresiasinya kinerja Bawaslu dan KPU dalam melaksanakan proses berdemokrasi. “Sewaktu diundang ke Mesir dan Tunisia ketika menjadi narasumber penyelenggara dari Indonesia, Pak Husni dan saya mendapat apresiasi karena keberhasilan penyelenggara dalam melakukan proses Pemilu Legislatif dan Pilpres lalu dan dinilai sangan independen. Bahkan sempat dikatakan bahwa kami akan menjadi Negara yang direferensikan sebagai penyelenggara yang sudah melakukan proses keberhasilan dalam berdemokrasi,” ujarnya. Muhammad berharap, atas apa yang sudah dilakukan berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pileg dan Pilpres dapat menjadikan pemilu kedepan ke arah yang lebih baik. Ia meyakini bahwa bekal semangat untuk mendorong terciptanya pemilu yang berintegritas harus memiliki tanggung jawab bersama pada jajaran KPU dan Bawaslu dalam menghadapi Pilkada serentak 2015. “Harus ada tanggung jawab bersama, agar penyelenggara tidak akan diragukan lagi integritasnya oleh pihak – pihak lain. Untuk itu Kami (Bawaslu dan KPU) tidak akan tinggal diam, akan mengawal, mengayomi, untuk menghadapi kompetisi dengan cara-cara yang terhormat dan tidak akan membuat anda (jajaran KPU dan Bawaslu) mengalami kesulitan,” ujarnya. Hal senada dikatakan oleh Ketua KPU Husni Kamil Manik. Menurutnya membangun pemahaman bersama adalah mengurangi perselisihan perbedaan pendapat antar sesama penyelenggara.
22
Ia meyakini tanpa adanya sinergi yang kuat antara KPU dan Bawaslu proses pemilu tidak akan berjalan dengan lebih baik terutama dalam menjalankan tugasnya dalam proses penyelenggaraan pemilu “Apabila memiliki pemahaman bersama tidak ada lagi pertengkaran di tingkat bawah. Tidak ada lagi selisih pemahaman,” ujarnya. Menurut Husni, persiapan matang diperlukan untuk para penyelenggara, kesamaan pemahaman kedua lembaga penyelenggara Pemilu dari tingkat pusat sampai daerah terhadap regulasi yang menjadi aturan main, menjadi sasaran penting untuk dimengerti bersama. “Kegiatan ini untuk yang pertama kalinya, dengan menggabungkan bersama penyelenggara dalam bentuk bimbingan teknis, kami menginginkan dari diskusi ini tercipta sinergi yang kuat antara penyelenggara Pemilu,” ujarnya. Sementara itu Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie mengatakan standar pemilu yang berkualitas dan berintegritas tidak
”
Untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, jangan beri celah sedikitpun bagi pihak lain masuk ke dalam kepentingan penyelenggara. Untuk itu KPU dan Bawaslu harus bersatu
”
Muhammad Ketua Bawaslu
cukup dengan mengikuti prosedurprosedur formal hukum, tetapi juga harus mengikuti prosedur formal dan subtansial dari sistem etika pemilihan umum. Sehingga pada saatnya nanti yang harus beretika bukan hanya penyelenggara pemilu tetapi juga peserta pemilu dan pemilih. “Jadi, standar penyelenggaraan pemilu yang berintegritas harus tunduk pada rules of law and rule of ethics
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
(Aturan Hukum dan Kode Etik),” ujarnya Menurutnya Jimly, penyelenggaraan Pemilu akan mencapai hasil yang maksimal atau bisa dikatakan berintegritas, jika dimulai dari penyelenggara yang sadar menjunjung tinggi nilai etika dalam penyelenggaraan Pemilu, karena peyelenggara merupakan filter dari hasil proses demokrasi itu sendiri. Jimly mengatakan, penyelenggara pemilu sebagai pilar demokrasi. Menurutnya, penyelenggara pemilu memiliki posisi yang sangat strategis karena dinilai the fourth branch of government (cabang kekuasaan keempat) yang disebut the electoral branch of government. Selain dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maka kekuasaan yang keempat adalah penyelenggara pemilu. “Bahkan demokrasi di masa depan, harus diintegrasikan dalam satu manajemen. Misalnya, manajemen kepartaian idealnya diserahkan ke penyelenggara pemilu. Bawaslu yang memiliki kewenangan mengawasi pemilu, harus kita konstruksikan sebagai (pihak yang memiliki) legal standing untuk mempersoalkan kalau ada partai politik yang melanggar undang-undang,” tegas Jimly. Sebagai informasi, pemungutan suara pilkada serentak akan diselenggarakan 9 Desember 2015. Di mana pilkada tersebut diselenggarakan di 269 daerah. Pilkada serentak untuk gelombang pertama akan dilakukan pada Desember 2015, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2015 serta pada semester pertama 2016. Pilkada serentak untuk gelombang kedua akan dilaksanakan pada Februari 2017, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2017. Pilkada serentak gelombang ketiga akan dilaksanakan pada Juni 2018, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Pilkada serentak gelombang keempat akan dilaksanakan pada 2020 untuk kepala daerah hasil pemilihan tahun 2015. Pilkada serentak gelombang kelima akan dilaksanakan pada 2022 untuk kepala daerah hasil pemilihan pada tahun 2017. Pilkada serentak gelombang keenam akan dilaksanakan pada 2023 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018. Kemudian, dapat dilakukan pilkada serentak secara nasional pada 2027. [HW]
Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia
PNS Bawaslu Punya Posisi Strategis Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia dari tahun ke tahun semakin sulit, itu karena kuota yang terbatas dan sistem rekrutmen yang dibuat sangat ketat. Oleh karena itu, CPNS Bawaslu yang lulus dari seleksi harus memiliki niat baik sejak awal.
“Saudara sudah berada dalam posisi yang terhormat sebagai CPNS, maka mau tidak mau jangan sampai anda terganggu karena tidak mencintai profesi anda sebagai aparatur sipil negara. Awali sebuah pekerjaan setelah niat yang benar lalu berusaha mencintai profesi,” ujar Ketua Bawaslu Muhammad, saat membuka orientasi PNS 2013 dan CPNS 2014, di Bogor, Selasa (14/4). Menurut Muhammad, dimanapun kita berada kalau kita mencintai pekerjaan maka yang berat akan menjadi ringan, begitupun sebaliknya. Ada prinsip yang selalu saya ingatkan kepada diri saya, kawan-kawan dan termasuk anda yang telah menjadi bagian dari Bawaslu, memulai suatu pekerjaan, pertama kerja tulus, niat dalam bahasa arab yaitu nawaitu. “Jadi saudara-saudara harus bersyukur terlahir menjadi PNS atu CPNS dengan proses yang sangat jujur dan terhormat. Banyak di luar sana yang mempunyai kemampuan setara dengan anda (PNS/CPNS Bawaslu RI), tapi saya yakin ada kekuatan Allah melalui doa orang tua yang menyertai keberhasilan saudara ,” tambahnya. Selain itu Muhammad mengatakan, untuk menjadi PNS di Bawaslu lebih berat daripada menjadi PNS di KPU. Undang-Undang No. 15 tahun 2011 berbunyi bahwa untuk syarat untuk menjadi anggota KPU adalah mengetahui tentang Kepemiluan, sedangkan untuk menjadi Pengawas Pemilu butuh kemampuan dalam Kepemiluan dan Pengawasan. “Pengawas pemilu harus lebih pintar daripada KPU termasuk PNS, tidak mungkin berdaya komisioner Bawaslu kalau tidak didukung oleh staf PNS dan non PNS yang potensial. Kalau
Prof. Dr. Muhammad, S.IP, M.Si
staf PNS nya tidak bersinergi dengan komisioner maka akan menjadi sebuah ancaman dan menjadi beban bagi Bawaslu dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu. “Posisi anda (PNS Bawaslu) lebih strategis daripada posisi lima Pimpinan Bawaslu, karena anda berada di Bawaslu sepanjang karir anda. Berbeda dengan Komisioner yang hanya datang dan pergi selama lima tahun sekali,” ungkapnya. Bangun Motivasi dan Integritas Sementara itu dalam orientasi PNS dan CPNS Bawaslu RI, Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro menyampaikan, maksud dan tujuan dari orientasi ini yaitu untuk mendapatkan pemahaman dan pola pikir yang sama bahwa sebagai PNS Bawaslu harus siap me-
layani masyarakat. Diharapkan PNS Bawaslu RI dapat membangun pondasi integritas dalam menjalankan tugasnya sebagai jajaran pengawas pemilu. Perlu diketahui dari 32 PNS angkatan 2013 selama masa percobaan 1 tahun, ada yang bermasalah. “Dengan sangat terpaksa saya berhentikan satu orang karena telah melanggar nilai integritas sebagai CPNS Bawaslu. Siapapun yang melanggar nilai integritas, perilaku tidak baik sebagai CPNS maka saya akan mengambil sikap tegas dengan memberhentikan yang bersangkutan sebagai PNS atau CPNS,” tambah Gunawan. Tujuan dari orientasi ini sangat penting untuk membangun kekompakan, pengertian, saling mengenal antara CPNS Bawaslu Tahun 2014 agar menjadi satu keluarga dan menjadi birokrat Bawaslu. Selain itu Gunawan mengatakan, ada strategi menjadi PNS yang efektif dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru, yaitu undang-undang No. 5 tahun 2014, bahwa kesempatan menjadi pejabat struktural di lembaga atau kementerian berdasarkan undang-undang ASN itu hanya ketika posisi eselon I dan II, karena eselon III dan IV pada prinsipnya telah dihapus. “Nantinya, perkuat dan kembangkan fungsional masing-masing. Dengan begitu maka posisi pejabat struktural akan semakin cepat diraih,” ungkap Sekjen. [IR]
Sekjen Bawaslu RI, Gunawan Suswantoro memberikan pengarahan kepada PNS dan CPNS Bawaslu RI di Bogor, Jawa Barat
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
23
Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas
Pilkada Serentak
Menagih Tanggung Jawab Moral Lembaga Survei Peran lembaga survei dalam pemilu modern dianggap cukup strategis. Lembaga survei maupun konsultan politik digandeng baik untuk menjaring kandidat, mengetahui peta kontestasi atau memperbesar peluang menang. Pasca Reformasi 1998, kemungkinan hampir tidak ada pemilihan, baik di pemilu legilatif, pemilu presiden, maupun pemilihan kepala daerah yang partai atau kandidatnya tidak melibatkan lembaga survei. Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei dan Opini Publik (Persepi), Hamdi Muluk
tribunnews.com
Menilik makin strategisnya peran yang dijalankan, lembaga survei seharusnya tidak melulu berkutat pada urusan memotret opini publik guna mengetahui karakter pe-
Sekretaris Jenderal Persepi, Yunarto Wijaya
Dalam perjalanannya, terdapat lembaga survei yang objektif namun ada pula lembaga survei yang mengabaikan hal tersebut dengan melakukan berbagai manipulasi terhadap hasil survei. Akibatnya tidak jarang muncul adanya hasil survei yang berbeda-beda, seperti ditemukan dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden 2014 lalu. Pada pilpres lalu Persepi bahkan telah menjatuhkan sanksi berupa dikeluarkan dari keanggotaan Persepi terhadap dua lembaga survei yang hasil surveinya berbeda dan tidak mau diaudit. Yunarto Wijaya mengingatkan, bahwa “permainan” dari lembaga survei dalam pilkada serentak akan jauh lebih mengerikan ketimbang pilpres lalu. Menurutnya lebih banyak wilayah abu-abu di pilkada yang bisa dimanfaatkan lembaga survei nakal dalam memanipulasi data dan hasil
24
milih, keinginan, dan preferensinya yang akan berkorelasi dengan strategi pemenangan kandidat. Apalagi jika sebuah lembaga survei sampai terjebak menjadi ladang bisnis yang mengorbankan integritas dengan memanipulasi hasil survei demi kepentingan klien. “Lembaga survei harus punya tanggung jawab moral. Sudah saatnya lembaga survei jangan hanya mikirin duit. Karena hasil dari survei itu, sedikit banyak akan didengar publik dan bisa mempengaruhi publik,” kata Hamdi Muluk dalam sebuah diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya lembaga-lembaga survei mesti menunjukkan tanggung jawab moralnya dalam pilkada serentak Desember 2015 mendatang. Lembaga survei diminta jangan sekadar bermain prosentase, namun juga punya perspektif untuk pendidikan politik publik. Seperti, ikut memberdayakan masyarakat dengan mengangkat masalah-masalah yang dirasa publik mausurvei. Salah satu peluang lembaga survei untuk manipulasi, adalah saat melakukan survei pendahuluan yang biasanya digunakan partai untuk menentukan kandidat yang akan diusung. “Ini harganya luar biasa, karena akan mempengaruhi berapa mahar yang mesti dikeluarkan kandidat untuk partai. Mahar ini kan harganya miliaran, daripada bayar misalnya Rp 5 miliar untuk mahar, lebih baik beri Rp 1 miliar untuk survei, namun hasilnya diplintir,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika ini. Yunarto mengungkapkan, biaya survei untuk tingkat kabupaten/kota biasanya sekitar Rp 150 juta, sementara untuk provinsi Rp 250 juta. Menurutnya dalam survei pendahuluan seperti itu sangat memungkinkan lembaga survei untuk berbohong. Sebab hasil survei itu baru akan diuji sekitar delapan bulan kemudian, yakni saat hasil pemungutan suara pilkada keluar.
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
pun menggugah keinginan publik untuk berpartisipasi dalam pilkada. Tanggung jawab moral lembaga survei itu, ditambahkan Hamdi, juga bisa dilakukan dengan cara mempromosikan orangorang berkualitas baik serta berintegritas di wilayah setempat. Apabila mengetahui kliennya adalah orang yang tidak baik dan kurang disukai publik, lembaga survei mestinya menolak bekerjasama. Jangan malah, sambung dia, menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk mendapatkan banyak uang dari yang bersangkutan dengan terus memberikan ‘angin surga’. “Karena tidak bisa dipungkiri, opini publik dan media punya peran besar menjadikan orang populer. Akan jadi tangung jawab yang tidak baik, jika promosikan kandidat yang ‘maling’. Lembaga survei harus menolak jika kualitas kliennya dan cari orang-orang baik, sehingga kualitas demokrasi kita akan lebih maju kedepannya,” paparnya. [HS]
Pengawas Pemilu Harus Mampu Deteksi Dini Potensi Pelanggaran
Menjelang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang akan diselenggarakan serentak di Indonesia pada 9 Desember 2015, Badan Pengawas melaksanakan program sosialisasi tatap muka stakeholders dan masyarakat dalam rangka pengawasan dan penanganan pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015. Program sosialisasi ini adalah salah satu upaya dari Bawaslu pusat maupun daerah berlomba-lomba melakukan hal-hal yang baik dalam penyelenggaraan Pemilu sehingga kepercayaan baik dari masyarakat maupun peserta Pemilu untuk penyelenggara pemilu senantiasa ada. Demikian dikatakan Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dalam Sosialisasi Tatap Muka kepada Stakeholders dan Masyarakat yang dilaksanakan di Aula Pemerintah Kota Manado, Minggu (26/4). Hadir dalam sosialisasi tersebut antara lain Walikota Kota Manado Vicky Lumentut, Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Herwyn Malonda, Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, Johnny Alexander Suak dan Syamsurizal Musa beserta jajaran Panwas Kota Manado, anggota Bawaslu Provinsi Bangka Belitung dan anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah, KPU Kota Manado, tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat (LSM), mahasiswa dan media massa. Dalam kesempatan tersebut Endang mengingatkan bahwa pemilihan kepala daerah bukan yang pertama kali dilakukan, tetapi tidak tertutup kemungkinan terdapat potensi pelanggaran dalam tahapan pemilihan kepala daerah, sehingga perlu dilakukan pemetaan atau deteksi dini terkait potensi pelanggaran. “Seorang Pengawas Pemilu ketika sudah masuk tahapan pemilihan harus mampu melakukan pemetaan atau deteksi dini terkait potensi pelanggaran yang mungkin terjadi. Kalau sudah bisa melakukan deteksi dini dia akan mencari solusi bagaimana potensi pelanggaran itu jangan sampai terjadi. Itu tugas utama seorang pengawas Pemilu. Dengan demikian harus dipahami dan diketa-
FOTO: KARTIKA
hui oleh pengawas Pemilu seluruh rangkaian tahapan menjelang pemilihan,” tegasnya. Selanjutnya Endang menyampaikan bahwa tanggung jawab akan sukses tidaknya pemilihan kepala daerah itu tidak sematamata ada dipundak penyelenggara Pemilu. Kewajiban untuk mengajukan protes maupun nanti hasil siapa pemimpin yang terpilih ini adalah tanggung jawab kita bersama, tidak hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu. Dengan demikian pengawas pemilu harus menyampaikan apa yang menjadi tupoksinya. “Proses yang dilakukan pengawas pemilu harus dipahami kita bersama. Sehingga pengawas pemilu bisa bekerja optimal dibantu bapak ibu sekalian bahkan proses-proses itu perlu diawasi masyarakat. Jadi jangan biarkan pengawas pemilu berjalan sendirian, perlu diawasi oleh bapak/ibu sekalian. Bila ada oknum yang berniat untuk pelanggaran akan berpikir beriburibu kali sebelum melakukan niat itu karena banyak pasang mata memandang pada orang yang bertugas atau lembaga Bawaslu yang terlibat dalam proses pemilihan kepala daerah,” katanya.[CK]
Peneliti Senior CSIS, Philip J. Vermonte
Konflik, Bukan Karena Ketidaksiapan Masyarakat google.com
“Lembaga survei yang bohong itu bisa berdalih, bahwa dulu survei kliennya bagus, namun saat kampanye terjadi penurunan dan lainnya,” ujarnya. Bagaimana mencegah agar survei di pilkada nantinya tidak diwarnai manipulasi data dan hasil, menurut Yunarto satu-satunya cara adalah dengan membuka data mentah survei. Transparansi akan menjadi satusatunya filter, walaupun dalam praktiknya akan butuh waktu mengingat banyak pihak belum peduli terhadap hal tersebut. [HS]
Sejumlah pihak mengklaim bahwa potensi konflik dalam Pilkada cukup besar. Namun ada kecenderungan masyarakat sudah semakin dewasa berpolitik dan tidak mudah terpancing. Peneliti Senior CSIS Philip J. Vermonte menilai, konflik horizontal yang selama ini ditakutkan bukan merupakan ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi Pilkada. “Justru, elite-elite politiklah yang menyebabkan konflik itu terjadi. Pada dasarnya, masyarakat bisa menerima apapun hasil dari Pilkada, tetapi tindakan
para elit untuk memobilisasi (konflik,red) yang patut diwaspadai,” ungkapnya. Elite-elite yang dimaksud oleh Philip adalah Calon Kepala daerah, Tim Sukses, dan Partai Politik. Mereka diyakini memiliki kemampuan untuk membuat instabilitas jika dinyatakan kalah. Oleh karena itu, menurutnya proses pendewasaan terhadap elite-elite ini perlu dilakukan. Ia juga yakin bahwa daerah-daerah yang pernah mengalami konflik atau bersentuhan langsung dengan terjadinya konflik, justru akan lebih siap dalam menyelenggarakan Pilkada. Terutama, agar
google.com
konflik Pilkada tersebut tidak terjadi. [FS]
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
25
”
Siti Zuhro
Pilkada Serentak Jangan Dikacaukan Masalah Lama
pilkada ulang. Hal seperti itu menurutnya banyak terjadi dalam perhelatan Pilkada 2015 tidak boleh pilkada selama rentang mengulang pengalaman waktu 2005-2014 lalu. pilkada sebelumnya yang Karena itu untuk pilkasenantiasa kurang siap da serentak 2015 harus dengan DPT. Untuk itu, dilakukan sesempurna mungkin mengingat konisu politisasi DPT tidak flik maupun sengketa boleh terulang. KPU harus pilkada ikut berdampak bekerja ekstra keras untuk terhadap perkembangan memperbaiki masalah DPT politik di daerah. tersebut,” “Kelemahan-kelemahan selama pilkada sejauh ini harus menjadi pembelajaran untuk Siti Zuhro memperbaiki penyelenggaraan pilkada 2015,” Siti menambahkan. Bagi profesor riset ilmu politik ini, mengingat semua tahapan pilkada yang akan dilalui rentan konflik, maka perlu antisipasi secara cerdas dan tangkas. Khususnya oleh penyelenggara mulai tingkat nasional sampai daerah yakni KPU dan Bawaslu. Peran penting KPU sebagai penyelenggara pemilu yang netral dan tidak partisan. Sementara Bawaslu memegang peran penting sebagai lembaga yang mencegah penyimpangan dan mengawasi penyelenggaraan pilkada. “KPU dan Bawaslu perlu bersinergi dan tidak boleh bermusuhan. Hubungan mereka yang profesional berpengaruh terhadap kualitas pilkada,” ujar perempuan yang akrab disapa Wiwik ini. Selain KPU dan Bawaslu serta semua jajarannya, peran partai politik juga dinilai sangat signifikan. Sebagai pihak yang terkait langsung dalam pilkada, partai dengan pendukung atau massa politiknya adalah kekuatan poilitik yang harus ikut bertanggungjawabn menjaga situasi politik, sosial, dan keamanan. “Partai politik seharusnya menjadi pilar penting demokrasi dan kekuatan pemersatu bangsa. Bukan malah sebaliknya mengacau keamanan dan mengancam stabilitas politik,” katanya. Dia menganggap kegaduhan politik, konflik antarelite politik cende-
”
ANTARAJATENG.COM
Kendati berpandangan seharusnya pilkada serentak diujicobakan terlebih dulu di satu provinsi, R. Siti Zuhro tetap menggantungkan harapan tinggi terhadap pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang akan digelar serentak di 269 daerah pada 9 Desember 2015 mendatang. Bagi Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, perhelatan pilkada yang baru pertama kalinya akan dilaksanakan secara serentak tersebut harus berjalan lancar dan sukses. Ujungnya, hasil dari kontestasi Pilkada harus mampu menjadi jembatan terwujudnya kesejahteraan rakyat di daerah-daerah di Indonesia.
26
Perempuan kelahiran Blitar, Jawa Timur, 7 November 1959 ini menuturkan, salah satu prasyarat agar pilkada serentak dikatakan sukses adalah minimnya permasalahan dalam prosesnya. Dia berharap persoalan klasik yang muncuat tiap kali pemilihan seperti tidak akuratnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak kembali muncul. Manajemen administrasi kependudukan secara nasional, serta kompetensi dan manajerial kepemiluan lembaga penyelenggara pemilu, perlu ditingkatkan agar meminimalisir masalah. “Pilkada 2015 tidak boleh mengulang pengalaman pilkada sebelumnya yang senantiasa kurang siap dengan DPT. Untuk itu, isu politisasi DPT tidak boleh terulang. KPU harus bekerja ekstra keras untuk memperbaiki masalah DPT tersebut,” kata Siti. Lewat pelaksanaan pilkada secara langsung, menurut dia berdampak positif membuat masyarakat melek politik. Kendati demikian Siti tidak menutup mata terhadap munculnya kecenderungan negatif dalam pilkada, yakni politik transaksional.
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
“Salah satu faktor yang dapat mengganggu pelaksanaan pilkada berkualitas adalah praktik politik uang,” imbuhnya. Penerapan politik transaksional saat kompetisi pilkada diyakini berhubungan erat dengan banyaknya kepala daerah terpilih yang terjerat kasus hukum terutama korupsi. “Buktinya sebanyak 346 kepala daerah dan wakil kepala daerah terjerat kasus hukum,” ujar Siti Zuhro. Terkait praktik politik uang, dia berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu berani bersikap tegas. Sanksi diskualifikasi terhadap pasangan calon kepala daerah yang terbukti melakukan praktik politik uang harus dilakukan agar praktik kotor tersebut tidak makin subur kedepannya. Peraih Ph. D. bidang Ilmu Politik dari Curtin University, Perth, Australia ini menambahkan, jika pelaksanaan pilkada tetap diwarnai berbagai kekurangan maka pada akhirnya akan memicu konflik serta gugatan terhadap hasil pilkada dan tuntutan
rung marak pasca pilkada karena mereka gagal membangun rasa saling percaya. Jangan sampai pada gelaran pilkada serentak nantinya, para elite partai belum siap kalah. [HS] Profil • Prof. (Ris) Dr. R. Siti Zuhro M.A • S3 - Curtin University of Technology • S2 - Flinders University • S1 - FISIP Universitas Jember • SMA Negeri Pasuruan • SMP Muhammadiyah Pasuruan • SD Negeri Sukodono Penghargaan • Bawaslu Awards kategori Pengamat Politik Terfavorit, 12 Desember 2014 [2] • MIPI Awards 2014 kategori Ilmuwan Pemerintahan [3] • Narasumber terbaik RRI, 2012 • Satyalancana Karya Satya X tahun 1999 dan XX tahun 2009 Keanggotaan Profesional • Anggota Tim Pakar Revisi UU 32/2004 tentang Pemda (20072009) dan RUU Pilkada (2010-2014) di Kemendagri RI • Anggota Tim Pakar Komite 1 DPD RI (2007, 2010-2011) • Narasumber Lemhannas (2006-sekarang) • Pengajar Pascasarjana Ilmu Komunikasi UMJ (sejak 2006) • Pengajar Pascasarjana Ilmu Komunikasi UMRI (sejak 2009) • Pembimbing dan Penguji Ahli mahasiswa Pascasarjana FISIP UI (2010-2012) • Penguji Ahli mahasiswa S3 Fakultas Ekologi Manusia IPB (2011) • Penguji Seminar hasil penelitian mahasiswa S3 Studi Pascasarjana Antropologi UI (2011) • Pengajar Program Doktor FISIPOL UGM (2010-2012) • Penguji Ahli mahasiswa S3 FE-UI (2014) • Tenaga Ahli Kemkominfo (2008-2009) • Chief Editor Postscript The Habibie Center (2005-2010) • Manajer Riset The Habibie Center (2005-2010) • Wakil Pemred Jurnal Demokrasi & HAM (2006-2010) • Anggota Mitra Bestari Jurnal IPB (sejak 2010)
Prof. Siti Zuhro bersama dengan Ketua Bawaslu, Muhammad hadir pada Sosialisasi Hasil Pengawasan Dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Tahun 2014
BULETIN BULETINBAWASLU BAWASLU||EDISI EDISI4, 4,APRIL APRIL2015 2015
27
Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Abhan melantik dan mengambil sumpah dan janji 63 Panwas Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
WISNU
Bawaslu Jateng Lantik 63 Panwas Kabupaten/Kota
Setelah melalui rangkaian seleksi yang ketat, mulai dari seleksi administrasi, tertulis hingga seleksi wawancara Bawaslu Provinsi Jawa Tengah melantik 63 Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di 21 Kabupaten/Kota dalam rangka Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015, Selasa (28/4). Ke-63 Anggota Panwas tersebut diharapkan segera bekerja dan berkoordinasi dengan seluruh lapisan masyarakat, baik Pemda, KPUD, maupun para stakeholder. “Kami menghimbau kepada saudara-saudari yang baru saja dilantik agar segera melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, lalu berkoordinasi dengan KPU Kabupaten/Kota sebagai mitra penyelenggara Pemilu juga berkoordinasi dengan stakeholders yang ada di daerah masing-masing”, sambut Ketua Bawaslu Jawa Tengah, Abhan. Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu RI, Muhammad meminta agar pemerintah daerah memfasilitasi jajarannya agar dapat bekerja dengan baik. Seperti diketahui, Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
28
”
Kami menghimbau kepada saudara-saudari yang baru saja dilantik agar segera melakukan kordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, lalu berkoordinasi dengan KPU Kabupaten/Kota sebagai mitra penyelenggara Pemilu juga berkordinasi dengan stakeholder yang ada di daerah masing-masing
” Abhan
Ketua Bawaslu Jawa Tengah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.44 Tahun 2015. “Kita ikuti Permendagri, sekali lagi Permendagri itu sudah memberikan solusi jalan keluar kalau tidak dianggarkan dalam APBD boleh dianggarkan dalam APBD-P atau mungkin ada format lain yang dimung-
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
kinkan dalam rasionalisasi anggaran sebagaimana arahan Kemendagri, Jadi tidak ada alasan (tidak memberikan) lagi terkait anggaran,” tegasnya usai pelantikan kemarin. Pada Bab VI pada pasal 18 ayat 1 Permendagri No.44 Tahun 2015 mengenai ketentuan lain-lain menyatakan bahwa dalam hal pemerintah daerah belum menganggarkan dalam APBD tetapi belum sesuai dengan standar kebutuhan, Pemda dapat menganggarkan pendanaan kegiatan Pemilihan mendahului penetapan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, melalui perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD, selanjutnya diusulkan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD. Selain itu, terkait kerawanan penyalahgunan dana bantuan sosial (bansos) yang sering terjadi menjelang Pilkada oleh incumbent, Muhammad mengingatkan bahwa akan ada konsekuensi hukum. “Itu ada pengaturan sendiri. Jadi Kepala Daerah jangan menggunakan dana bansos di luar ketentuan yang ada. Pengalaman Pileg dan Pilpres kemarin memberikan panduan untuk lebih berhati-hati. Pelanggaran terhadap penggunaan uang negara akan dikenakan sanksi,” pungkas Muhammad. [WB/FS]
Walikota Manado Sambut Baik Sosialisasi Bawaslu
P
emilihan kepala daerah, Gubernur, Bupati dan Walikota tinggal beberapa bulan lagi. Pemungutan suara akan dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Indonesia, direncanakan 9 Desember 2015. Menjawab hal tersebut masyarakat perlu mempersiapkan diri supaya pesta demokrasi ini dapat berjalan dengan aman, lancar dan sukses. Salah satu hal yang disiapkan sebaik-baiknya adalah pengawasan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pilkada adalah pesta demokrasi, dimana setiap warga yang mempunyai hak memilih dapat memberikan suaranya kepada calon gubernur/bupati/walikota sesuai dengan pilihannya. Namun masyarakat tidak boleh menutup mata akan adanya kesempatan yang dapat dipakai oleh pihak-pihak yang ingin menggenggam kemenangan melalui jalan pintas. Pelanggaran dan kecurangan adalah hal yang memalukan bukan hanya bagi masyarakat namun juga bagi kelangsungan demokrasi itu sendiri. Demikian dikatakan Walikota Manado, Vicky Lumentut dalam sambutannya pada sosialisasi tatap muka Stakeholders dan Masyarakat dalam rangka Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2015 yang diselenggarakan Bawaslu di gedung Aula Pemerintah Kota Manado, Minggu (26/4). Vicky Lumentut mengatakan bahwa Prinsip integritas sudah seharusnya dikedepankan, bukan hanya dalam masyarakat saja namun juga dalam hal politik karena integritas juga berarti kedewasaan diri. Masyarakat yang dibina dengan jiwa sportif niscaya akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas untuk memajuan bangsa dan negara ini. “Selaku pemerintah kota Manado saya menyambut dengan senang hati kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu RI melalui Bawaslu Provinsi Sulut. Sosialisasi ini merupakan upaya mulia untuk memberikan pengenalan dan pemahaman kepada kita semua mengenai apa dan bagaimana Pilkada yang sesuai aturan, supaya kita terhindar dari pelanggaran apalagi kecurangan dalam Pilkada nanti,” kata Vicky. Selanjutnya Vicky yang mewakili masyarakat kota Manado berharap agar Pemilihan Kepala Daerah 9 Desember nanti akan berlangsung dengan aman dan sukses. “Kesuksesan itu berawal dari upaya kita sekarang dalam mengawal tahapan pilkada supaya bebas dari pelanggaran,” tegasnya. [CK]
Bawaslu Jabar Lantik Panwas 5 Kabupaten Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat (Bawaslu Jabar) melantik Panitia Pengawas (Panwas) untuk Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pemilihan GBW) Tahun 2015 di Bandung, Jumat (17/4). Adapun Panwas yang dilantik adalah Panwas Kabupaten Bandung, Karawang, Indramayu, Sukabumi dan Pangandaran, Ketua Bawaslu Jabar, Harminus Koto, mengungkapkan bahwa pelantikan Panwas Kabupaten ini merupakan proses awal penyelenggaraan pengawasan pemilihan GBW yang akan dilaksanakan secara serentak pada akhir Tahun 2015 ini. “Banyak hal yang harus segera dipersiapkan setelah pelantikan ini, diantaranya perencanaan penganggaran pengawasan pemilihan bupati, pembentukan kesekretariatan dan juga koordinasi dengan stakeholders terkait. Khususnya koordinasi dengan pemerintah daerah dan DPRD terkait penganggaran Panwas, sehingga pelaksanaan kegiatan pengawasan pemilihan bupati dapat berjalan dengan baik, “ lanjut Koto. Harminus Koto juga mengharapkan peran aktif masyarakat lebih meningkat untuk ikut mengawasi setiap pelaksanaan tahapan Pemilihan GBW serentak ini, dalam pengawasan partisipatif. “Selain lembaga pengawas pemilu yang diberikan kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan pemilihan Bupati, juga perlu adanya partisipasi aktif masyarakat yang kita dorong bersama,” jelas Koto. Adapun susunan Panwas 5 kabupaten yang dilantik yaitu: Kabupaten Bandung 1) ADE AKHMAD SULAEMAN, SH 2) ARI HARIYANTO, S.Pd 3) JANUAR SOLEHUDIN,S.H.I Kabupaten Indramayu 1) ABDULLAH IRLAN, SH 2) SUPANDI, S.Pd.I 3) TARJONO, SH Kabupaten Karawang 1) Ir. AGUS SUPRIYADI 2) RONI RUBIAT MACHRI, SE 3) SYARIF HIDAYAT, SH Kabupaten Sukabumi 1) BUDI ARDIANSYAH,S.Sy 2) NINA RAHMANIAH, S.IP, S.Pd.I 3) HOERUDIN, S.Ag Kabupaten Pangandaran 1) IMAM IBNU HAJAR, S.Ag 2) IWAN YUDIAWAN, S.Ag 3) URI JUWAENI, S.Ag Hadir dalam pelantikan Panwas Kabupaten ini antara lain, Kepala Biro Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Pimpinan KPU Provinsi Jawa Barat, Bupati yang diwakili Asisten Daerah dan Anggota DPRD dari 5 kabupaten yang akan melaksanakan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Disamping itu juga hadir Perwakilan Polres dan Perwakilan KPU Kabupaten yang dilaksanakan di Aula Korpri, Jalan. Turangga Nomor 25, Bandung Jawa Barat. [Angga Nugraha/Bawaslu Jabar] BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
29
Inspirasi
Anekdot
Pelajaran tentang Tata Krama Suatu pagi, terlihat seorang wanita berpenampilan menarik berusia 40an membawa anaknya memasuki area perkantoran sebuah perusahaan terkenal. Karena masih sepi, mereka pun duduk di taman samping gedung untuk sarapan sambil menikmari hamparan hijau nan asri.
S
elesai makan, dengan santai si wanita membuang sembarangan tisu bekas pakai. Tidak jauh dari situ, ada seorang kakek tua berpakaian sederhana memegang gunting untuk memotong ranting. Dengan diam, kakek itu menghampiri, memungut sampah tisu dan membuangnya ke tempat sampah. Beberapa waktu kemudian, kembali wanita itu membuang bekas makanan tanpa rasa sungkan. Kakek itu pun dengan sabar memungut dan membuangnya ke tempat sampah. Sambil menunjuk ke arah sang kakek, si wanita itu lantang berkata ke anaknya,”Nak, kamu lihat kan, jika tidak sekolah dengan benar, nanti masa depan kamu cuma seperti kakek itu. Kerjanya mungutin dan buang sampah! Kotor, kasar, dan rendah seperti dia. Jelas, ya?”
(Cerita Humor) Obat Aneh
Si kakek meletakkan gunting dan menyapa ke wanita itu, “Permisi, ini adalah taman pribadi, bagaimana Anda bisa masuk ke sini?” Wanita itu dengan sombong menjawab, “Aku adalah calon manager yang dipanggil oleh perusahaan ini.” Di waktu yang bersamaan, seorang pria dengan sikap sopan dan hormat menghampiri sambil berkata,”Pak Presdir, mau mengingatkan saja, rapat sebentar lagi akan segera dimulai.” Sang kakek mengangguk. Lalu sambil mengarahkan matanya ke wanita di situ, dia berkata tegas, “Manager, tolong untuk wanita ini, saya usulkan tidak cocok untuk mengisi posisi apa pun di perusahaan ini.” Sambil melirik ke arah si wanita, si manager menjawab cepat, “Baik Pak Presdir, kami segera atur sesuai perintah Bapak.” Setelah itu, sambil berjongkok, sang kakek mengulurkan tangan membelai kepala si anak yang dari tadi memperhatikannya. “Nak, di dunia ini, yang penting adalah belajar untuk menghormati setiap orang, siapa pun dia, entah direktur atau tukang sampah Matematika mengajarkan padaku ... bahwa setiap yang belum diketahui pastilah ada nilainya .... karena itu .... jangan menyepelekan dan memandang rendah orang lain yang belum engkau kenal .... ingatlah selalu .... “ pasti ada nilainya “ ...
Cerita di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain. Semoga dapat membawa manfaat. 30
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
Cerimor Pasien : Dok, tolonglah sembuhkan penyakit saya. Saya sering berjalan di waktu tidur. Dokter : Ini kotak yang bisa menyelesaikan persoalanmu. Setiap malam, ketika Anda sudah bersiap untuk tidur keluarkan isi kotak itu dan taburkan di lantai sekeliling tempat tidurmu. Pasien : Kotak apa ini, Dok? apakah sejenis serbuk penenang? Dokter : Bukan. Ini kotak paku payung. http://eposlima.blogspot.com
Senjata Makan Tuan
Seorang wartawan sedang meliput peristiwa kecelakaan. Karena banyak orang yg mengerumuni lokasi kecelakaan, wartawan tsb tdk dpt menerobos untuk melihat korban dari dekat. Setelah berpikir keras, wartawan tsb dpt ide. “Minggir-minggir semua, saya ayah korban!” ia berseru. “Saya minta jalan. “ Benar saja.....kerumunan itu membiarkan dia lewat. Semua mata terarah kepada wartawan tsb. (wartawan GR, dalam hati: “Berhasil juga!!!) Ketika sampai di tengah kerumunan, ia terpana melihat... SEEKOR ANAK MONYET tergeletak tak berdaya! http://eposlima.blogspot.com
Kakek Sombong
Seorang kakek bercerita tentang penga-lamannya sewaktu berperang pada jaman perang dulu. Percakapan mereka sebagai berikut: kakek :”Dulu kakek pergi berperang, ketika kakek dan teman-teman kakek akan pergi menyerang musuh pakai pesawat, ternyata di tengah perjalanan pesawat kami tertembak oleh musuh sehingga pesawat kami hancur dan semua yang ada dipesawat itu meninggal termasuk sang pilot” cerita kakek dengan bangga. cucu :(Dengan nada heran) “Tapi kenapa kakek sampai sekarang masih hidup ?” kakek : (Menjawab dengan penuh kebanggaan) “Karena kakek ketinggalan pesawat!!!”
http://aryo-cerita.blogspot.com/
Proyek Pembangunan Jembatan
Pada suatu hari seorang dari partai politik datang ke sebuah kampung untuk melakukan kampanye pemilihan kepala daerah. “Kita akan membangun sebuah jembatan yang besar di kampung ini.”
http://fredyputrajogja.blogspot.com/
3 Zombie
aksinya. ia kembali dalam waktu 20 detik dengan muka dan badan penuh darah. lalu ia berkata “kamu lihat peternakan yang luas itu. semua hewannya sudah aku makan”. Lalu, zombie ke-3 menunjukan aksinya. ia kembali dalam waktu 10 detik dengan muka dan badan penuh darah, mata dan mulut bengkak. lalu ia berkata “kamu lihat tiang itu. sialan aku gak liat (kejedot)”.
Pada suatu hari ada 3 zombie yang sangat hebat. mereka saling mengaku bahwa merekalah yang paling hebat. hingga suatu saat ada zombie yang memutuskan untuk saling adu kekuatan. ke-3 zombie itupun setuju. zombie ke-1 menunjukan aksinya. ia kembali dalam waktu 30 detik dengan muka penuh darah. lalu ia berkata “kamu lihat kampung itu. semua orangnya sudah aku makan”. kemudian zombie ke-2 menunjukan
Salah seorang waga di situ bertanya, “Tapi pak, di sini tidak ada sungai, buat apa membangun jembatan?” Politisi itu pun dengan senyum ramahnya menjawab, “Kalau begitu, nanti tentu saja kita akan membangun sungai juga di sini.” http://www.ketawa.com/2013/02/8632proyek-pembangunan-jembatan.html
BULETIN BAWASLU BAWASLU || EDISI EDISI 4, 4, APRIL APRIL 2015 2015 BULETIN
31
DOK BAWASLU
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menggelar sosialisasi tatap muka stakeholders dan Masyarakat di Provinsi D.I Yogyakarta yang dilaksanakan di dua Kabupaten yakni, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Bantul, di DIY (5/4). Hadir dalam kesempatan itu Pimpinan Bawaslu RI, Nasrullah, Ketua Bawaslu DIY, Muhammad Najib, Wakil Bupati Gunung Kidul, Himawan Wahyudi dan Asek I Pemerintahan Gunung Kidul.
P S EMI A W L A IH G A N
UM
BADAN
N
PE
DOK BAWASLU
Prof. Siti Zuhro, Prof. Saldi Isra, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro hadir konferensi pers seleksi terbuka pejabat eselon II, Kamis(9/4) sore di Kantor Bawaslu RI.
UM
A S L U DOK BAWASLU
Ketua Bawaslu Kalsel, Mahyuni melantik dan mengambil sumpah dan janji panwaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi Kalimantan Selatan. Pelantikan ini juga dihadiri Sekretaris Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro.
32
BULETIN BAWASLU | EDISI 4, APRIL 2015
I
N O IK IND
R
W
SI
BL
E
P
A
B
U
A
DOK BAWASLU
Ketua Bawaslu RI, Muhammad, Ketua KPU RI Husni Kamil Manik, bersama Susi Pudjiastuti (Menteri KKP), Wiranto (Ketua Partai Hanura), Rosiana Silalahi ( Presenter TV), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Putri Mantan Presiden RI Ke-2) menghadiri Konferensi Asia Afrika Tahun 2015 yang digelar di Jakarta dan Bandung.
RE
DOK BAWASLU
Pimpinan Bawaslu RI, Endang Wihdatiningtyas menjadi pembicara pada Sosialisasi Jadwal Retensi Arsip (JRA) Bawaslu sesuai Perbawaslu No. 21 Tahun 2014 tentang Jadwal Retensi Arsip di Lingkungan Badan Pengawas Pemilihan Umum, di Yogyakarta, Kamis (3/4).
-
DOK BAWASLU
Pimpinan Bawaslu Nelson Simanjuntak melakukan sosialisasi tatap muka dengan stakeholder dan masyarakat Kabupaten Tobasa, di Yayasan Sopo Surung SMAN 2 Balige, Rabu, (15/4).