Buku VI
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN PETA PANDUAN (Road Map) 2009 PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
ii
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
KATA PENGANTAR Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014 di bidang perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi ratarata 7 %, tingkat pengangguran menjadi berkisar 5 6%, tingkat kemiskinan diharapkan menjadi 8 -10%, dan diperlukan investasi sekitar Rp. 2.000 triliun tiap tahun. Untuk itu, sektor industri diharapkan menjadi penggerak utama (prime mover) mampu berkontribusi lebih dari 26% terhadap PDB pada tahun 2014, dan mampu tumbuh minimal 1,5% lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh pada tahun 2025, menghadapi tantangan dan kendala yang ada, serta merevitalisasi industri nasional, maka telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT telah tersusun 35 Road Map (peta panduan) pengembangan klaster industri prioritas untuk periode 5 (lima) tahun ke depan (2010-2014) sebagai penjabaran Perpres 28/2008, yang disajikan dalam 6 (enam) buku, yaitu: 1. Buku I, Kelompok Klaster Industri Basis Industri Manufaktur (8 Klaster indutri), yaitu: 1) Klaster Industri Baja, 2) Klaster Industri Semen, 3) Klaster Industri Petrokimia, 4) Klaster Industri Keramik, 5) Klaster Industri Mesin Listrik & Peralatan Listrik, 6) Klaster Industri Mesin Peralatan Umum, 7) Klaster Industri Tekstil dan Produk Tekstil, 8) Klaster Industri Alas Kaki.
KATA PENGANTAR
iii
2. Buku II, Kelompok Klaster Industri Berbasis Agro (12 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Pengolahan Kelapa Sawit, 2) Klaster Industri Karet dan Barang Karet, 3) Klaster Industri Kakao, 4) Klaster Industri Pengolahan Kelapa, 5) Klaster Industri Pengolahan Kopi, 6) Klaster Industri Gula, 7) Klaster Industri Hasil Tembakau, 8) Klaster Industri Pengolahan Buah, 9) Klaster Industri Furniture, 10) Klaster Industri Pengolahan Ikan, 11) Klaster Industri Kertas, 12) Klaster Industri Pengolahan Susu. 3. Buku III, Kelompok Klaster Industri Alat Angkut (4 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Kendaraan Bermotor, 2) Klaster Industri Perkapalan, 3) Klaster Industri Kedirgantaraan, 4) Klaster Industri Perkeretaapian. 4. Buku IV, Kelompok Klaster Industri Elektronika dan Telematika (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Elektronika, 2) Klaster Industri Telekomunikasi, 3) Klaster Industri Komputer dan Peralatannya. 5. Buku V, Kelompok Klaster Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu (3 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, 2) Klaster Industri Fashion, 3) Klaster Industri Kerajinan dan Barang seni. 6. Buku VI, Kelompok Klaster Industri Kecil dan Menengah Tertentu (5 Klaster Industri), yaitu: 1) Klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan, 2) Klaster Industri Garam, 3) Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias, 4) Klaster Industri Minyak Atsiri, 5) Klaster Industri Makanan Ringan. Diharapkan dengan telah terbitnya 35 Road Map tersebut pengembangan industri ke depan dapat dilaksanakan secara lebih fokus dan dapat menjadi:
iv
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
1. Pedoman operasional Pelaku klaster industri, dan aparatur Pemerintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). 3. Informasi dalam menggalang partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri. Kepada semua pihak yang berkepentingan dan ikut bertanggung-jawab terhadap kemajuan industri diharapkan dapat mendukung pelaksanaan peta panduan (Road Map) ini secara konsekuen dan konsisten, sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing. Semoga Allah SWT meridhoi dan mengabulkan cita-cita luhur kita bersama menuju Indonesia yang lebih baik.
Jakarta,
November 2009
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
MOHAMAD S. HIDAYAT
KATA PENGANTAR
vi
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................... iii DAFTAR ISI ......................................................... vii PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN ......
1
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN . ....
9
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIKINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GARAM ..................................... 31 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GARAM ..................................... 39 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS ..... 63
DAFTAR ISI
vii
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN . .... 71 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MINYAK ATSIRI . ........................ 95 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN . .... 103 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MAKANAN RINGAN ..................... 125 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009 PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN . .... 133
viii
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
b. Bahwa industri batumulia dan perhiasan merupakan bagian dari kelompok in dustri kecil dan menengah tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri batu mulia dan perhiasan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan seba gaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Ba tu Mulia dan Perhiasan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Nega ra Republik Indonesia Tahun 1984 No mor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangu nan Nasional (Lembaran Negara Re publik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Re publik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Un dang-Undang Republik Indonesia No mor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Re publik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lem baran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lem baran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Peme rintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Da erah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Ta hun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lem baran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Ber satu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Pre siden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga nisasi dan Tata Kerja Departemen Per industrian;
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Batu Mulia dan Per hiasan Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri z vv vv dan perhiasan untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Batu Mulia dan Perhiasan adalah industri yang terdiri dari:
a. Industri Permata (KBLI 36911);
b. Industri Brang perhiasan Berharga untuk Keperluan Pribadi dari Logam Mulia (KBLI 36912).
3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
4. MenteriadalahMenteriyangmelaksanakan sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Peme rintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan pro gram pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster In dustri Batu Mulia dan Perhiasan, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Batu Mulia dan Perhiasan ataupun sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang duku ngan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan ke bijakan klaster industri ini, yang
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masya rakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Batu Mulia dan Perhiasan dilaksanakan sesuai dengan Peta Pandu an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan.
Pasal 4
(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lam batnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Presiden RI; Wakil Presiden RI; Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Gubernur seluruh Indonesia; Bupati/Walikota seluruh Indonesia; Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI BATU MULIA DAN PERHIASAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
10
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Ruang Lingkup Industri Batu Mulia dan Perhiasan Yang dimaksud dengan produk perhiasan adalah barangbarang perhiasan yang menggunakan bahan baku utama berupa emas dan perak dan bahan campurannya berupa logam kuningan dan tembaga atau campuran logam lainnya. Batumulia adalah mineral yang terbentuk oleh proses alami tanpa bantuan atau usaha manusia. Batumulia atau gemstone merupakan batuan, mineral atau bahan alami lainnya yang setelah diolah memiliki keindahan dan ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang perhiasan. Batuan yang memiliki nilai yang tinggi adalah batuan yang mempunyai kekerasan tertentu dan kilauan yang indah. Industri perhiasan perak di Indonesia adalah industri yang terkenal sejak dahulu, di beberapa daerah di Indonesia terkenal dengan sentra produsen perak baik di dalam maupun di luar negeri. Daerah tersebut adalah Kotagede-Yogyakarta; Bangil/Lumajang-Jawa Timur; Gianyar (Celuk)-Bali; Kota Gadang-Sumatera Barat dan beberapa daerah lainnya. Assesories yang terbuat dari bahan metal dalam hal ini berbahan dasar perak (sterling silver) dengan kadar 925 dan jenis perhiasan yang dikategorikan sebagai fine jewelry dimana desaindesainnya dipadukan dengan batu-batuan yang memiliki kualitas tinggi. Industri perhiasan Indonesia mempunyai potensi be sar untuk dikembangkan, dan sebagai industri padat LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
11
karya mempunyai potensi yang besar pula untuk menyerap tenaga kerja. Potensi ini tergambar dari cukup tersedianya bahan baku berupa emas dan perak (Indonesia produsen emas ketujuh dunia dengan produksi mencapai 160 ton pada tahun 2008) dan mempunyai tambang intan (batumulia) berkualitas bagus di Martapura-Kalimantan Selatan, tenaga kerja terampil dengan akar kompetensi warisan budaya, dan kebiasaan masyarakat untuk memakai asesories (perhiasan) sekaligus menabung (saving) dalam bentuk perhiasan yang terbukti dari besarnya potensi pasar dalam negeri yang menempati peringkat ketujuh dunia (80 ton pada tahun 2008).
B. Pengelompokan Industri Batu mulia dan Perhiasan Industri batumulia dan perhiasan pada dasarnya dike lompokkan menjadi: 1) industri batu permata (loose stone) yang asli maupun imitasi seperti intan, ruby, safir, kecubung, kalimaya dan jenis-jenis batuan lainnya termasuk mutiara, 2) perhiasan (emas, perak dan jenis logam mulia lainnya termasuk yang semi logam mulia seperti tembaga, kuningan, 3) kombinasi antara logam dengan batu permata. Dalam klasifikasi Harmonized System (HS), industri batumulia dan perhiasan mencakup HS 7018, 7101 s/d 7109, 7110 s/d 7118. Rantai nilai industri batumulia dan perhiasan pada dasarnya terdiri dari kegiatan penambangan batu permata; pengolahan/ penggosokan batu permata; dan pengolahan perhiasan secara parsial (loose atau finished) maupun kombinasi. Pada tingkat produsen perhiasan dilakukan proses assem bling atau pemaduan antara batumulia dengan logam pengikat baik dari logam emas, perak ataupun logam
12
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
mulia lainnya. Pada umumnya produsen perhiasan melakukan pemesanan pada industri/perajin batumulia dengan bentuk, ukuran, desain dan jenis batu yang telah ditetapkan. Pemangku kepentingan klaster IKM batumulia dan perhiasan terdiri dari pelaku inti dan pendukung. Pelaku inti meliputi perajin batumulia dan perajin perhiasan (emas dan perak), sementara pelaku pendukung meru pakan anggota klaster lainnya yang bersifat mendukung kegiatan inti seperti; (a) industri mesin dan peralatan batumulia; (b). industri mesin dan peralatan casting; (c) Pusat pelatihan batumulia; (d) pusat pelatihan perhiasan; (e) Unit Pelayanan Teknis (UPT) Casting; (f). Balai Besar Batik dan Kerajinan; (g) Lembaga Sertifikasi Mutu Batumulia dan Instansi terkait di tingkat pusat dan Kabupaten/Kota seperti Pemerintah Daerah, Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, ASEPI, APEPI, Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
13
14
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB II SASARAN
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
BAB II SASARAN
A. Jangka Menengah (2010 – 2014) a. Terbentuknya klaster-klaster industri batumulia dan perhiasan yang akan memberikan nilai tambah a. yang Terbentuknya perhiasan yang lebih klaster-klaster besar padaindustri setiapbatumulia simpuldan kerjasama dan akan memberikan nilai tambahunit yang usaha lebih besar pada setiap simpul meningkatkan jumlah sebesar rata-rata kerjasama dan sebesar meningkatkan jumlah atau unit usaha sebesar 2.572 rata-rata UU per per tahun 5,6% sebesar per serta kerjaUUsebesar atau tahun tahun sebesar 5,6% atautenaga sebesar 2.572 per tahun 5,6% serta tenaga sebesar kurang lebih 7.381 orang per tahun. kerja sebesar 5,6% atau sebesar kurang lebih 7.381 orang per tahun.
A. Jangka Menengah (2010 – 2014)
Tolok ukur Sasaran Pengembangan (2010 – 2014) Tolok ukur Sasaran Pengembangan (2010 – 2014) Batumulia dan Perhiasan Batumulia dan Perhiasan
Tolok Ukur Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Produksi (Rp.) Nilai Tambah ( Rp. )
2010 45.379 Unit 127.815 Orang 40183.148 Juta 201020316 Juta
2014 56.210 Unit 158.919 Orang 602830926 Juta 3.057.058 Juta
b. Terjadinya peningkatan produktifitas, efisiensi dan b. mutu Terjadinya peningkatan produktifitas, dansentramutu (desain/keaneka ragaman) efisiensi produk di (desain/keaneka ragaman) produk kerajinan di sentra-sentra perhiasan ( sentra sentra perhiasan ( sentra perak dan sentra kerajinan perak dan sentra kerajinan batumulia). kerajinan batumulia). c. c. Tumbuhnya perusahaan produk-produk ekspor Tumbuhnya 15 15 perusahaan produk-produk ekspor batumulia dan batumulia dan perhiasan yang mampu bersaing di perhiasan yang mampu bersaing di pasar luar negeri atau sebagai pasar luar negeri atau sebagai pemasok produkpemasok produk-produk batumulia dan perhiasan. produk batumulia dan perhiasan. d. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif melalui sistem perpajakan
d. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif melalui proporsional agar produk-produk perhiasan dapat lebih bersaing baik di sistem perpajakan proporsional agar produk-produk dalam negeri maupun luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor perhiasan dapat lebih bersaing baik di dalam ne sebesar rata-rata mencapai 3% atau US$ 8.000.000/tahun. geri maupun luar negeri dan terjadi peningkatan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
15 3
ekspor sebesar rata-rata mencapai 3% atau US$ 8.000.000/tahun.
B. Jangka Panjang ( 2010 – 2025 ) a. Tercapainya pembinaan model klaster-klaster industri batumulia dan perhiasan dengan jaringan usaha yang solid dan didukung oleh sub-sub sistem pendukung yang kuat dan akan memberikan dampak pada perkembangan jumlah unit usaha sebesar 8.7% atau rata-rata 1.526 UU/tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 8,7% atau 4.376 orang/tahun. a. Terwujudnya industri batumulia dan perhiasan nasional yang mampu bersaing baik di dalam maupun di luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor produk batumulia dan perhiasan rata-rata 6% per tahun atau senilai US$ 1.800.000/tahun. b. Tumbuhnya 45 perusahaan produk ekspor batumulia dan perhiasan yang mampu bersaing di pasar luar negeri. c. Terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui sistem perpajakan dan pengawasan penyeludupan bahan baku batumulia dan intan melalui kerjasama terpadu di antara pihak-pihak yang terkait.
16
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Strategi Pokok 1. Pembinaan Model Klaster 1) Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: a) Diagnosis; b) Sosialisasi; c) Kolaborasi; d) Implementasi dan e) Monitoring. Sistem ini dilakukan melalui penetapan Champion sebagai penghela lokomotif atau yang menginisiasi seluruh anggota dengan melibatkan seluruh stakeholder sesuai dengan fungsi dan perannya. Pada saat ini (2009) telah memasuki tahap implementasi daripada rencana-rencana aksi, antara lain pelaksanaan pelatihan ketrampilan teknis dan disain, pemberian bantuan mesin dan peralatan, pelaksanaan workshop/temu usaha dan Focus Group Discussion (FGD) dalam hal permodalan/pembiayaan, pemecahan masalah bahan baku, pajak pertambahan nilai (PPN), kemitraan dengan BUMN serta memfasilitasi IKM batumulia dan perhiasan ke pameranpameran di dalam maupun di luar negeri. 2) Pengembangan Sentra Produksi melalui bantuan sarana dan prasarana, fasilitasi kemitraan dengan BUMN-BUMN yang punya Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). 3) Pemetaan komoditi dilakukan dengan mendata jenis dan kemampuan produksi dan juga ke mampuan kapasitas dan kemutakhiran peralatan LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
17
yang tersedia serta pemetaan disain-disain yang ada baik disain dari luar negerai maupun disain lokal (muatan seni budaya daerah).
Pemetaan keserasian dan kesesuaian jenis batu mulia misalnya, diukur dari kekerasan dan keindahan kilau yang dipengaruhi oleh struktur geologi dan ketrampilan pengrajin menentukan jenis ikatan logam mulia yang akan digunakan.
2. Dukungan akses terhadap sarana produksi dan dukungan penguasaan teknologi dan peningkatan keterampilan. 3. Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB).
Dilakukan untuk membermudah dalam melakukan pembinaan untuk pencapaian hasil yang efektif dan efisien serta kemudahan dalam administrasi.
4. Kerjasama antar stake holder dan dunia usaha.
Dilakukan untuk menciptakan kerjasama sinerji dengan keterpaduan program pembinaan dan pe ngembangan.
5. Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang sehat.
Dilakukan untuk meningkatkan gairah usaha di sektor kerajinan batumulia dan perhiasan dengan usulan berbagai kebijakan pengaturan, pengem bangan dan pengawasan.
B. Strategi Operasional 1. Peningkatan kapabilitas SdM IKM kerajinan batumulia dan perhiasan. Pengetahuan dan keterampilan da lam aspek teknis (produksi dan desain) maupun manajemen produksi dari pelaku IKM batumulia dan perhiasan yang pada umumnya belum memadai
18
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
terutama para produsen batu mulia/permata. Untuk mengatasi hal ini akan dilakukan peningkatan keterampilan melalui pelatihan-pelatihan yang relevan dengan permasalahan di lapangan. 2. Modernisasi mesin dan peralatan. 1) Sebagian besar produsen/para perajin merupakan industri kecil yang sebagian besar masih mempergunakan alat yang sederhana dan umur mesin yang sudah tua. Demikian pula dengan Unit Pelayanan Teknis yang secara operasional merupakan ujung tombak dalam pengembangan teknologi dan sebagai unit percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah kualitas dan kuantitas produk serta kinerja yang kurang produktif. Untuk mengatasi hal ini strategi operasional yang dilakukan adalah melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan untuk modernisasi/revitalisasi UPT dan pengusaha yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama. 2) Penciptaan iklim usaha yang kondusif;
Sebagai besar industri kerajinan batumulia dan perhiasan terkendala oleh sistem perpajakan yang kurang mendukung, sebagai perbandingan PPN, bea masuk dan jenis pajak lainnya untuk loose diamond, PPN yang berlaku 10%, (CIF+duty), bea masuk 5% dan jenis pajak lainnya sebesar 2,5% (CIF+duty) serta PPn Bm sebesar 75%. Sedangkan di Malaysia loose diamond tidak dikenakan pajak apapun dan di China PPN hanya sebesar 4%. Sementara bahan baku perak di Indonesia hanya kini masih dikenakan pajak PPN 10%. Untuk memberikan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
19
iklim usaha yang lebih kondusif akan dilakukan konsolidasi dan koordinasi untuk me-resceduling penurunan PPN perak dan pajak-pajak lainnnya agar tercipta iklim usaha yang lebih mendorong perkembangan IKM batu mulia dan perhiasan. 3). Pengembangandan Penguatan Kelembagaan;
Hampir semua perajin perhiasan terutama untuk perajin batumulia mempunyai posisi tawar yang lebih terhadap berbagai pihak. Terbentuknya kelembagaan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB), Assosiasi ataupun bentuk lain yang dapat memperbaiki akses terhadap sumber-sumber permodalan dan pasar.
4). Pengembangan jejaring;
20
Kerjasama antar pemangku kepentingan melalui pembentukan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan program lintas sektoral yang mendukung IKM batumulia dan perhiasan yang akan menghasilkan sinerji yang kuat dalam pengembangan industri perhiasan.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI A. Jangka Menengah (2010 – 2014) 1. Iklim Usaha ( Regulasi ) 1) Penerapan kebijakan perpajakan yang lebih rasional, antara lain dengan mengusahakan penyesuaian pajak-pajak perhiasan seperti PPN bahan baku perak dan PPnBM batu permata. 2) Penerapan standardisasi produk ( ISO-9000 dan CE-Mark) dengan memperbanyak sosialisasi dan bimbingan penerapan ISO-9000 dan CEMark terhadap IKM batumulia dan perhiasan. 3) Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya perlindungan terhadap eksploitasi penjualan bahan baku batumulia ke luar negeri yang belum diolah atau masih sedikit pengolahan (poles). 4) Mengupayakan terwujudnya Pembangunan Ka wasan Khusus Pengembangan Industri Perhiasan (KKPIP) yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan di Surabaya-Jawa Timur. 2. Promosi dan Pemasaran. 1) Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN dan LN. 2) Pengembangan pasar spesifik untuk batumulia dan perhiasan. 3) Membangun portal sistem informasi untuk pasar luar negeri/ekspor. 4) Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
21
5) Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan katalog 6) Mengikuti perlombaan desain di luar negeri. 3. Teknologi Produksi. 1) Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu. 2) Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk mengaplikasikan HaKI. 3) Sosialisasi dan penerapan standarisasi. 4) Penerapan Model Gugus Kendali Mutu. 5) Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM serta menjamin kualitas batumulia. 4. Penguatan struktur usaha. 1) Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan dan desain. 2) Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan pemasaran. 3) Fasiltiasi kemitraan dengan instansi terkait dalam rangka pemanfaatan asuransi dan pembiayaan ekspor. 4) Mengadakan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki keunggulan dalam desain dan model. 5) Pemetaan potensi bahan baku batumulia (jenis dan spesifikasi kekerasan) 5. Sumber Daya Manusia. 1) Peningkatan kemampuan dalam bidang teknik produksi dan desain.
22
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
2) Peningkatan kemampuan dalam bidang eksporimpor dan teknik negosiasi. 3) Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu produk. 4) Peningkatan kemampuan dalam pengujian kadar emas dan perak. 5) Peningkatan kemampuan webside dan e-Commerce
dan
pengetahuan
6. Pengembangan Sarana dan Prasarana. 1) Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis (UPT). 2) Bantuan mesin dan peralatan pada Kelompok Usaha Bersama yang potensial untuk dikembangkan. 3) Bantuan sarana jaringan informasi 7. Pengembangan lembagaan.
Institusi
Pendukung
dan
Ke
1) Pendirian Unit Pelayanan Langsung (UPL). 2) Revitalisasi dan pendirian Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dilakukan melalui tahapan studi kelayakan di sentra-sentra potensial.
B. Jangka Panjang ( 2010 – 2025) 1. Pemasaran 1) Pengembangan pasar spesifik untuk produk batumulia dan perhiasan 2) Peningkatan kemampuan market intelegence untuk penetrasi dan perluasan pasar global. 3) Pengembangan showroom/counter di pusat-pusat pariwisata di dalam dan di luar negeri.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
23
2. Teknologi 1) Pengembangan mesin dan peralatan produksi untuk batumulia dan perhiasan. 2) Pendirian lembaga sertifikasi mutu batumulia pada setiap sentra potensial. 3) Pengembangan desain melalui sistem kompu terisasi. 3. Perkuatan Kelembagaan dan Jejaring. 1) Penguatan kelembagaan kelompok produsen batumulia dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha Bersama). 2) Pengembangan jaringan komunikasi dan bisnis melalui internet dan e-Comerce. 3) Pengembangan jejaring (network) IKM dengan Universitas dan Lembaga penelitian untuk pe ngembangan teknologi dan desain produk.
24
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
GambarGambar 1 Kerangka Batu Mulia dan 1 KerangkaPengembangan Pengembangan IndustriIndustri Batu Mulia dan Perhiasan Perhiasan INDUSTRI INTI IKM Batumulia dan Perhiasan
INDUSTRI PENDUKUNG Industri mesin/peralatan, pemasok bahan baku, industri pengolahan dan industri kemasan
INDUSTRI TERKAIT fashion, Gift Item, Perlengkapan Rumah Tangga
Sasaran Jangka Menengah 2010 - 2014 : Sasaran Jangka Panjang (2010 - 2025) : 1 Terbentuknya klaster-klasterIKM Batumulia dan Perhiasan yang mampu 1 Terbentuknya basis produksi batumulia dan perhiasan yang kuat memberikan nilai tambah lebih besar di sentra potensial, sehingga dapat didukung oleh SDA yang terjamin dan SDM yang terampil dan meningkatkan jumlah unit usaha mencapai 56.210 Unit usaha dan tenaga kerja produktif. sebesar 158.919 Orang. 2 Terjadinya peningkatan produktivitas, efisiensi dan mutu produk (desain/keaneka 2 Terwujudnya IKM batumulia dan perhiasan yang berdaya saing di ragaman) di sentra-sentra IKM Batumulia dan Perhiasan pasar dalam dan luar negeri, serta meningkatnya nilai ekspor hingga tahun 2025 mencapai US $ …………………. 3 Digunakannya bahan baku yang standar 3 Berkembangnya 45 perusahaan batumulia dan perhiasan bermerek dan kuat yang mampu bersaing untuk pasar luar negeri atau sebagai pemasok antar klaster industri batumulia dan Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomorperhiasan : 133//M-IND/PER/10/2009 4 Berkembangnya IKM Batumulia dan Perhiasan yang berorientasi ekspor. 4 Semakin tingginya permintaan IKM untuk melindungi produknya melalui HaKI. STRATEGI Strategi Pokok : Strategi Operasional : 1 Pengembangan klaster IKM Batumulia dan Perhiasan 1 Peningkatan kapabilitas SDM IKM batumulia dan perhiasan 2 Pengembangan sentra dan revitalisasi/pendirian UPT IKM Batumulia dan Perhiasan 2 Modernisasi mesin dan peralatan di Sentra-sentra potensial terpilih. 3 Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB) 3 Penciptaan iklim usaha yang kondusif (perpajakan; bea masuk) 4 Kerjasama antara Stakeholder dan Dunia Usaha 4 Pengembangan dan perkuatan kelembagaan. 5 Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang kondusif 5 Pengembangan jejaring kerjasama (Networking) pemasaran. Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) : Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2010-2014) : 1 Iklim Usaha (Regulasi) 1 Pemasaran Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam perlindungan terhadap ► ► Pengembangan pasar spesifik bagi produk-produk batumulia eksploitasi/pengiriman bahan baku batu-batuan (fosil) ke luar negeri. dan perhiasan
► Tersedianya Kawasan Khusus Pengembangan Industri Perhiasan 2 Promosi dan Pemasaran ► Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN dan LN.
► ► ► ► ► ►
Pengembangan pasar spesifik untuk produk-produk batumulia dan perhiasan Membangun portal website bagi informasi pasar ekspor. Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
dan perluasan pasar global.
► Pengembangan showroom/counter/outlet di pusat pasar modern dan pariwisata di dalam negeri.
2 Teknologi ► Pengembangan/modernisasi mesin dan peralatan industri batumulia dan perhiasan
► Fasilitasi sertifikasi mutu
bagi produk batumulia dan perhiasan yang berorientasi ekspor atau terutama yang sudah ekspor.
Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan katalog. Mengikuti perlombaan desain di DN dan LN. Pengembangan sentra produksi batumulia dan perhiasan untuk tujuan wisata.
3 Teknologi Produksi ► Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu
► ► ► ►
► Peningkatan kemampuan market intelegen untuk penetrasi
Mendorong diterapkannya HaKI bagi produk batumulia dan perhiasan Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9001:2000, ISO 14000 Penerapan Gugus Kendali Mutu dan Desain Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik penerapan/pembuatan desain produk batumulia dan perhiasan
4 Penguatan Struktur Usaha ► Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan dan desain. ► Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan pemasaran diikat dengan MoU. ► Fasilitasi kemitraan dengan BUMN atau instansi terkait dalam rangka pemanfaatan dana PKBL ► Fasilitasi kerjasama dengan negara lain yang memiliki keunggulan teknologi, mutu dan desain. ► Pemetaan potensi bahan baku dan kondisi riil sentra/UPT IKM batumulia dan perhiasan
► Pengembangan teknologi tepat guna dan tekniki finishing yang berkualitas.
► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi. 3 Sentra Produksi ► Penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama batumulia dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha Bersama) Pengembangan sistem jejaring bisnis dan pemasaran untuk
►
produk batumulia dan perhiasan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
5 Sumber Daya Manusia ► Peningkatan kemampuan di bidang ketrampilan teknis produksi
► Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-import dan teknik negosiasi.
11
4 Stakeholder ► Pengembangan jaringan kerjasama (network) industri batumulia dan perhiasan dengan Lembaga Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian untuk pengembangan teknologi dan desain produk, terutama pada Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
25
yang berkualitas.
► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi.
3 Teknologi Produksi ► Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu
► ► ► ►
Mendorong diterapkannya HaKI bagi produk batumulia dan perhiasan Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9001:2000, ISO 14000 Penerapan Gugus Kendali Mutu dan Desain Penguatan peran Perguruan Tinggi dalam teknik penerapan/pembuatan desain produk batumulia dan perhiasan
4 Penguatan Struktur Usaha ► Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan dan desain. ► Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan pemasaran diikat dengan MoU. ► Fasilitasi kemitraan dengan BUMN atau instansi terkait dalam rangka pemanfaatan dana PKBL ► Fasilitasi kerjasama dengan negara lain yang memiliki keunggulan teknologi, mutu dan desain. ► Pemetaan potensi bahan baku dan kondisi riil sentra/UPT IKM batumulia dan perhiasan
3 Sentra Produksi ► Penguatan kelembagaan Kelompok Usaha Bersama batumulia dan perhiasan (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha Bersama) Pengembangan sistem jejaring bisnis dan pemasaran untuk
►
produk batumulia dan perhiasan
4 Stakeholder ► Pengembangan jaringan kerjasama (network) industri batumulia dan perhiasan dengan Lembaga Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian untuk pengembangan teknologi dan desain produk, terutama pada Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
5 Sumber Daya Manusia ► Peningkatan kemampuan di bidang ketrampilan teknis produksi
► ► ► ►
Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-import dan teknik negosiasi. Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu dan desain produk. Peningkatan kemampuan dalam memadukan komponen perhiasan dan batu permata Peningkatan kemampuan dan pengetahuan sistem informasi pemasaran produk batumulia dan perhiasan dan e-Commerce.
6 Pengembangan Sarana dan Prasarana ► Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis.
► ► ► ► ►
Bantuan mesin dan peralatan pada KUB/UPT IKM batumulia dan perhiasan Bantuan sarana jaringan informasi. Pengembangan institusi pendukung dan kelembagaan.
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
Pendirian Unit Pendampingan Langsung (UPL). Revitalisasi dan pendirian sentra/UPT dilakukan atas dasar studi kelayakan di sentra-sentra IKM batumulia dan perhiasan yang potensial.
UNSUR PENUNJANG 12 Periodisasi Peningkatan Teknologi : Sumber Daya Manusia (SDM) : 1 Inisiasi (2005-2009) Pengembangan Peningkatan kualitas dan desain produk 1 Memberikan pelatihan sistem manajemen mutu dan desain 2 Pengembangan Cepat Pengembangan teknologi nasional, komputerisasi dan produk (2010-2015) 2 Menyiapkan tenaga ahli pendamping di sentra-sentra produksi finishing produk-produk perhiasan 3 Pematangan (2016-2025) Penyempurnaan Kawasan Khusus Pengembangan 3 Mendorong tumbuhnya WUB di daerah penghasil bahan baku Industri Perhiasan
Pasar : Infrastruktur : 1 Membangun/fasilitasi pendirian outlet di daerah wisata, hotel/terminal airport 1 Melaksanakan litbang disain, bahan bakuserta bantuan 2 Fasilitasi pendirian trading house untuk pemasaran dalam dan luar negeri mesin/peralatan 3 Fasilitasi penyediaan informasi pasar luar negeri melalui website/internet di sentra- 2 Fasilitasi kerjasama dengan instansi terkait untuk program sentra potensial pengembangan sarana/prasarana di sentra potensial terpilih. 4 Fasilitasi promosi dan pemasaran dalam dan luar negeri dengan mitra lokal 3 Fasilitasi pendirian/revitalisasi UPT di sentra-sentra potensial terpilih
26
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
27
Program
1 Pengembangan Iklim Usaha Yang Kondusif
No
Tahun 2011 2012 2013 2014
Pemangku Kepentingan
Kab/Kota
Pemda Prov, Pemda
IKM Batumulia dan Perhiasan
teknologi, pasar dan desain bagi
pengembangan bahan baku/penolong,
Dunia Pendidikan
14
Depdiknas, Meneg BUMN,
Depperin, Depnaker,
Dep. Hut, DKP
Perdagangan, Dep. ESDM,
Depperin, Dep.
Perbankan/Non Bank
Meneg Kop & UKM, BI,
Meneg BUMN, Dep.Keu,
Depperin, BAPPENAS,
& UKM
Perdagangan, Meneg Kop
Meneg BUMN, Dep.
Depperin, BAPPENAS,
Depperin, Depkumham
Depperin, Dep. Keu
Pemda Kab/Kota
Depperin, Pemda Prov,
BPPT, LIPI, Depdiknas,
2010
Depperin, Meneg Ristek,
√
√
Daerah
research & development di bidang √
√
√
√
√
√
√
√
Pusat
8 Memberikan keberpihakan dukungan
SDM bagi IKM Batumulia dan Perhiasan
pendukung untuk peningkatan kompetensi
pengembangan institusi/lembaga
7 Memberikan keberpihakan dukungan
IKM Batumulia dan Perhiasan
bahan baku dalam negeri bagi
6 Memberikan keberpihakan penyediaan
IKM Batumulia dan Perhiasan
yang mudah dan murah bagi
penyediaan scheme kredit pembiayaan
5 Memberikan keberpihakan dalam
pasar dalam negeri bagiIKM Batumulia dan Perhia
pembelian pemerintah dan pengamanan
pemasaran dalam negeri khususnya untuk
4 Memberikan keberpihakan akses
untuk pengurusan HaKI.
3 Memberikan bimbingan dan kemudahan
IKM Batumulia dan Perhiasan
2 Memberikan dukungan insentif fiskal bagi
IKM Batumulia dan Perhiasan
kepastian tempat usaha bagi
dalam pengurusan perijinan usaha dan
1 Memberikan bimbingan dan kemudahan
Rencana Aksi
Tabel 1. Program Dan Rencana Aksi Pengembangan Klaster Ikm Batumulia Dan Perhiasan
Tabel 1. Program Dan Rencana Aksi Pengembangan Klaster Ikm Batumulia Dan Perhiasan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
28
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Produk
3 Pengembangan Standar Teknologi dan Mutu
2 Pengembangan Promosi dan Pemasaran
IKM Batumulia dan Perhiasan
dan standar proses produksi bagi
pendampingan penerapan standar produk
3 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
ISO 9000) bagi IKM Batumulia dan Perhiasan
manajemen mutu (TQM, SNI 19000 dan
pendampingan penerapan sistem
2 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
pasar bagi IKM Batumulia dan Perhiasan
dan atau desain kemasan sesuai potensi
pendampingan penerapan desain produk
1 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
media elektronik, CD, katalog dan brosur.
produkIKM Batumulia dan Perhiasan melalui
5 Memfasilitasi promosi yang intensif untuk
target strategis ekspor bagi IKM Batumulia dan Per
multilateral dengan negara yang menjadi
kerjasama bilateral, regional dan
4 Memfasilitasi perluasan pasar melalui
negeri.
prospectif buyer di dalam maupun di luar
matching) dan atau kemitraan dengan
3 Memfasilitasi temu usaha (business
produk IKM Batumulia dan Perhiasan
2 Memfasilitasi positioning dan branding
internasional di dalam dan di luar negeri.
pameran dagang (trade fair) tingkat
partisipasi pameran (exhibition) atau
1 Memfasilitasi penyelenggaraan dan atau
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
15
Depperin, Depdag, Meneg
Depperin, Depdag
Terkait
Kab/Kota, Lembaga
Pemda Prov, Pemda
Depperin, Dunia Usaha,
Pendidikan, Dunia Usaha
Depperin, Depdag, Dunia
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
Perdagangan, Meneg
Depperin, Dep.
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 133/M-IND/PER/10/2009
29
5 Pengembangan Akses Bahan Baku
4 Pengembangan Kompetensi SDM
lingkungan bagi IKM Batumulia dan Perhiasan
bahan baku dan bahan penolong yang ramah
2 Memfasilitasi dan mendorong penggunaan
IKM Batumulia dan Perhiasan
yang kompetitif bagi
bahan baku yang berkualitas dan harga
1 Memfasilitasi pengamanan pasokan bahan
negeri.
dunia usaha dan institusi terkait di dalam
bekerjasama dengan lembaga pendidikan,
3 Memfasilitasi pengembangan inkubator
dalam maupun di luar negeri.
lembaga pendidikan dan institusi terkait, di
banding bekerjasama dengan dunia usaha,
√
√
√
√
√
√
Kab/Kota
BPPT, LIPI, Pemda
Depperin, Meneg Ristek,
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
16
Depperin, Depdag, Meneg
BUMN
Lembaga Terkait, Meneg
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
dan luar negeri. 2 Memfasilitasi pemagangan dan studi
Depdiknas, Depnaker,
dunia usaha dan institusi terkait di dalam
Usaha, Dunia Pendidikan,
Pemda Kab/Kota, Dunia
bekerjasama dengan lembaga pendidikan,
BUMN, Pemda Prov, √
Depperin, Depdag, Meneg
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
bisnis, kewiraswastaan dan manajemen, √
√
√
Depperin, Dunia
TOT maupun pelatihan ketrampilan bidang teknik,
1 Memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan
IKM Batumulia dan Perhiasan
bahan baku dan bahan penolong bagi
pendampingan pemilihan dan penyimpanan
5 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
IKM Batumulia dan Perhiasan
teknologi produksi tepat guna bagi
pendampingan penggunaan dan perawatan
4 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 133//M-IND/PER/10/2009
30
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
31
b. Bahwa industri garam merupakan bagian dari kelompok industri kecil dan menengah tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri garam;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pem bangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
32
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
33
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lem baran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Ber satu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kemen terian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga nisasi dan Tata Kerja Departemen Per industrian;
34
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GARAM. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Garam Tahun 20102014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri garam untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Garam adalah industri yang terdiri dari Industri Kimia dasar Anorganik Khlor dan Alkali (KBLI 24111);.
3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerin tah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Pene litian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
4. Menteri adalah Menteri yang melaksa nakan sebagian tugas urusan peme rintahan di bidang perindustrian.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
35
Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe merintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Garam, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Garam ataupun sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.
36
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Garam dilaksanakan se suai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) di lakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4
(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lambat nya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
37
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
38
Presiden RI; Wakil Presiden RI; Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Gubernur seluruh Indonesia; Bupati/Walikota seluruh Indonesia; Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GARAM
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
39
40
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Ruang Lingkup Industri Garam Komputer dapat diklasifikasikan menurut The Harmonized commodity Descreption and Coding System (HS) yang dapat diperlihatkan pada table dibawah ini. B. Pengelompokan Industri Garam 1. Berdasarkan perdagangan Internasional, kelompok HS garam dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: •
Garam Meja (Table Salt) dengan HS 2501.00.100 adalah garam hasil olahan dengan tingkat kualitas food grade, kadar NaCl lebih dari 97 % H2O kurang dari 1 %. Garam ini dihasilkan dari rekristalisasi (refinery) garam umumnya sudah dalam bentuk halus dan mengandung bahan tambahan seperti yodium, senyawa anti gumpal (anti cacking) sehingga kristal garam bebas mengurai dan bebas mengalir (free flowing) dan tidak menggumpal. Umumnya garam ini dikemas dalam kemasan yang baik, seperti plastik, botol, maupun karton.
•
Garam Curah (Salt in Bulk) dengan HS 2501.00.2900 adalah garam tambang, tidak diproses atau larutan air. Umumnya jenis garam ini dalam bentuk curah, merupakan bahan baku untuk industri Soda Kostik (Chlore Alkali Plant – CAP) atau bahan baku untuk industri garam konsumsi beryodium. Kualitas garam ini adalah LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
41
industrial grade dengan NaCL lebih dari 98 % maupun common salt dengan NaCl 95 – 97 %. •
Garam lainnya (Other Salt) dengan HS 2501.00.900 meliputi garam farmasi (pharmaeutical salt) atau garam untuk keperluan analisa laboratorium (laboratory salt pure analysis – p.a). jenis ini merupakan garam dengan kualitas NaCl sangat tinggi yaitu lebih dari 99 %.
2. Garam Bahan Baku dan Garam Olahan
42
a
Garam bahan baku adalah garam yang berasal dari pungutan langsung di ladang (tambak) garam yang belum dicuci maupun sudah dicuci dan belum diproses lanjut menjadi garam ber yodium atau garam kemasan. Garam bahan baku ini terdiri dari bahan baku untuk industri garam konsumsi beryodium (SNI 01-44352000) dan garam bahan baku untuk industri Chlor Alkali Plan (CAP)/Industri Soda Kostik.
b
Garam olahan adalah garam bahan baku yang sudah diproses lanjut menjadi garam beryodium ataupun garam kemasan baik untuk keperluan konsumsi maupun industri.
c
Garam beryodium adalah garam konsumsi yang mengandung komponen utama natrium khlorida (NaCl) minimal 94,7%, air maksimal 7% dan Kalium Yodat (KIO3) minimal 30 ppm serta senyawa-senyawa lainnya sesuai Standar Nasional Indonesia 01 - 3556.2 – 2000.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009 3. Jenis garam dan penggunaannya
3. Jenis garam dan penggunaannya AIR LAUT
TEKNOLOGI SOLAR EVAPORATION/ ELEKTRODIALISA
GARAM
GARAM KONSUMSI
GARAM PERMINYAKAN DLL
GARAM INDUSTRI
GARAM RUMAH TANGGA DAN ANEKA PANGAN
GARAM PENGASINAN IKAN
GARAM INDUSTRI PERMINYAKAN DAN LAINNYA
GARAM INDUSTRI CHLOR ALKALI
GARAM FARMASETIS (VACUUM EVAP)
NaCl 94 – 97% Beryodium
NaCl 85 – 95% Beryodium
NaCl 90 – 97 %
NaCl > 98,5 %
NaCl > 99,8 % Non Impurities Non metal & non heavy metal
Garam Masak Garam Meja Garam Bumbu Garam Diet Industri Minyak Goreng, Mentega (Non Yodium) Industri Aneka Pangan (Beryodium) Garam Meja (Beryodium)
Pengasinan Ikan Pengalengan Ikan
Non Yodium Non metal (Fe) & non heavy metal
Perminyakan Industri Tekstil Industri Kulit Garam mandi/Spa Industri Pakan Ternak
Non Imputitis Non metal & non heavy metal
Industri Chlor Alkali (CAP)
Industri Farmasi Reagen Lab
Gambar I.1. Jenis Garam dan Penggunaan Garam
Gambar I.1. Jenis Garam dan Penggunaan Garam
(1)GARAM KONSUMSI, (1) GARAM KONSUMSI, Garam Konsumsi yaitu garam dengan kadar Natrium Garam Konsumsi yaitu garam dengan kadar Chlorida minimum 94,7% atas dasar berat kering –atas adbk- dasar (dry Natrium Chlorida minimum 94,7% basis), dengan kandungan impuritis Magnesium dan kan Kalsium berat kering – adbk(drySulfat, basis), dengan dungan2 impuritis Sulfat, dan Kalsium maksimum % dan sisanya adalahMagnesium kotoran (lumpur, pasir). Kadar air maksimum maksimal 7 %. 2 % dan sisanya adalah kotoran (lumpur, pasir). ini Kadar maksimal 7 %.: food Garam konsumsi masihair dibagi menjadi 3 jenis
grade, medium grade dan low grade.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
43
3
Garam konsumsi ini masih dibagi menjadi 3 jenis : food grade, medium grade dan low grade. • Food atau high grade yaitu garam konsumsi mutu tinggi dengan kandungan NaCl 97 %, kadar air dibawah 0,05 %, warna putih bersih, butiran umumnya berupa kristal yang sudah dihaluskan. Garam jenis ini digunakan untuk garam meja, industri penyedap makanan (bumbu masak, masako dll), industri makanan mutu tinggi (makanan camilan : Chiki, Taro, supermi dan sebagainya), industri sosis dan keju, serta industri minyak goreng. • Medium grade yaitu garam konsumsi kelas menengah dengan kadar NaCl 94,7% - 97% dan kadar air 3 – 7 % untuk garam dapur, dan industri makanan menengah seperti kecap, tahu, pakan ternak. • Low grade, yaitu garam konsumsi mutu rendah dengan kadar NaCl 90 –94.7 %, kadar air 5 –10 %, warna putih kusam, digunakan untuk pengasinan ikan dan pertanian. (2) GARAM INDUSTRI PERMINYAKAN, Garam Industri Perminyakan yaitu yang mem punyai kadar NaCl antara 95 sampai 97% (dry basis), impurities Sulfat maksimum 0.5 %, impuritis Calcium maksimum 0.2% dan impuritis Magnesium maksimum 0,3 % dengan kadar air 3%- 5%. Garam industri jenis ini disebut garam Industri Perminyakan karena umumnya dipakai di Industri perminyakan. Didalam industri perminyakan garam mempunyai 2 kegunaan:
44
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
• Untuk penguat struktur sumur pengeboran agar sumur pengeboran tidak longsor. • Untuk bahan pembantu membuat uap yang digunakan dalam pengeboran minyak secondary atau tertiary drilling method. (3) GARAM INDUSTRI LAINNYA, Garam Industri Lainnya yaitu garam yang digunakan didalam industri kulit, industri teks til, pabrik es dan lain sebagainya. Garam ini mempunyai kadar NaCl > 95% (dry basis), impurities Sulfat maksimum 0.5 %, impuritis Calcium maksimum 0.2% dan impuritis Mag nesium maksimum 0,3 % dengan kadar air 1%- 5%. (4) GARAM INDUSTRI CHLOR ALKALI PLANT (CAP) DAN INDUSTRI FARMASI, Yaitu garam dengan kadar Natrium Chlorida diatas 98,5 % dengan impuritis Sulfat, Mag nesium, Kalium dan kotoran (insoluble matter) yang sangat kecil. CAP (Chlor Alkali Plant) Industrial Salt atau garam Industri untuk industri Soda-Klor, yaitu garam yang mempunyai kadar NaCl diatas 98,5 % (dry basis), impurities Sulfat maksimum 0.2 %, impuritis Calcium maksimum 0.1% dan impuritis Magnesium maksium 0,06 %. Garam ini digunakan untuk proses kimia dasar pembuatan soda dan klor.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
45
Pharmaceutical Salt yaitu garam industri yang mempunyai kadar NaCl diatas 99,5% dengan kadar impuritis mendekati 0. Garam ini digunakan dalam industri pharmasi antara lain untuk pembuatan cairan infus serta cairan untuk mesin cuci ginjal dan dijadikan garam murni untuk analisa kimia (pure analysis–p.a.) untuk keperluan analisa di laboratorium.
46
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB II SASARAN A. Jangka Menengah (2010 – 2014) a. Intensifikasi lahan pegaraman, Peningkatan Produk tivitas Lahan Garam dan Kualitas Produk Garam.
Sasaran: peningkatan produktivitas lahan dari rata-rata 60 ton/ha menjadi 80 ton/ha per musim, rata-rata kualitas garam mencapai 50 % K1, 30 % K2, dan sisanya 20 % K3.
b. Fasilitasi infrasruktur (saluran primer, sekunder & pintu air), penerapan manajemen mutu lahan dan sistem panen untuk meningkatkan produktivitas lahan pegaraman dan kualitas garam rakyat. c. Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium untuk mencapai USI (Universal Salt Iodization), yaitu pemenuhan garam beryodium yang memenuhi syarat pada 90% masyarakat di Kabupaten/Kota. d. Ekstensifikasi Lahan produksi garam
Sasaran: Pengembangan lahan di Madura-Sampang 2000 hektar, NTB Bima (500 ha), NTT Flores 2000 ha, persiapan Kupang 6000 hektar.
B. Jangka Panjang (2010 – 2025) 1. Melanjutkan Intensifikasi industri garam untuk Pe ningkatan Produktivitas Lahan Garam dan Kualitas Produk Garam.
Sasaran: Meningkatkan kapasitas dari rata-rata 80 ton/ha menjadi 100 ton/ha/tahun, rata-rata kualitas LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
47
garam mencapai 65 % K1, 25 % K2, dan sisanya 10 % K3. 2. Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan aneka industri untuk garam dengan kadar NaCl 95% dan sebagian garam industri telah mampu su btitusi impor 30%. 3. Melanjutkan Ekstensifikasi Lahan produksi garam
Sasaran: Melanjutkan pengembangan lahan di NTT Flores 2000 ha dan pengembangan areal Kupang 6000 hektar.
4. Yodisasi garam
48
Sasaran: Produksi distribusi dan konsumsi garam beryodium untuk semua (USI) telah tercapai dan berkesinambungan
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Arah Pembangunan Industri Garam 1. Memenuhi kebutuhan garam nasional dengan meng optimalkan produksi dalam negeri 2. Meningkatkan kesejahteraan petani garam sebagai penyedia bahan baku 3. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam pantai untuk produksi garam 4. Pencapaian Konsumsi Garam Beryodium untuk Semua (KGBS) dengan memenuhi kebutuhan sampai dengan pendistribusian garam beryodium yang me menuhi persyaratan kadar yodium > 30 ppm.
B. Indikator Pencapaian 1. Terpenuhinya kebutuhan aneka industri dan kon sumsi garam nasional. 2. Meningkatnya produksi garam nasional. 3. Menurunnya volume garam impor. 4. Terdistribusinya garam beryodium yang memenuhi persyaratan kadar yodium (> 30 ppm) di seluruh Indonesia di atas 90% dari kebutuhan masyarakat tiap kabupaten/kota
C. Tahapan Implementasi 1. Intensifikasi lahan produksi yang sudah ada (existing) di sentra produksi garam Jawa Bagian Utara (Indramayu, Cirebon, Demak, Pati,Rembang, LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
49
Tuban, Gresik, Pasuruan dan Probolinggo), Madura (Sampang, Pamekasan, Sumenep), NTB (Lombok, Sumbawa dan Bima), NTT (Flores, Kupang), Sula wesi Selatan (Maros, Takalar dan Jeneponto) serta Sulawesi Tengah (Palu, Parigi Moutong) guna me ningkatkan produktivitas lahan dan kualitas hasil produksi garam. 2. Peningkatan kemampuan industri pengolahan garam (pencucian, pengeringan dan yodisasi) guna meningkatkan mutu produk garam bahan baku pasca panen dalam rangka pemenuhan kebutuhan garam yang memenuhi persyaratan bagi industri aneka maupun konsumsi. 3. Pemenuhan garam industri Chlor Alkali dan Farmasi dari impor secara selektif dan terkendali. 4. Extensifikasi lahan produksi garam dengan mendayagunakan lahan potensial dalam rangka perluasan areal produksi dan pemerataan pembangunan industri. 5. Koordinasi instansi terkait dan Pemda dalam rangka pemenuhan garam beryodium yang memenuhi per syaratan kadar yodium > 30 ppm melalui: -
50
Pemenuhan jumlah kebutuhan garam konsum beryodium (sektor produksi); pendistribusian; pemenuhan landasasan hukum (perda di tiap Provinsi/Kabupaten/Kota) serta penegakan hukumnya (law enforcement).
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI A. Jangka Menengah (2010 – 2014) 1. Intensifikasi lahan pegaraman dalam rangka pe ningkatan Produktivitas Lahan Garam dan Kualitas Produk Garam.
Rencana Aksi: a. Pemetaan Lahan Produksi garam b. Pemetaan Kualitas Garam c. Penataan struktur lahan (lay-out), peningkatan teknologi pembuatan garam, penerapan manajemen mutu lahan garam dan perbaikan sistem panen. d. Peningkatan Kemampuan SDM pegaram.
2. Fasilitasi infrastruktur (saluran primer, sekunder & pintu air) untuk meningkatkan produktivitas lahan pegaraman dan kualitas garam rakyat.
Rencana Aksi: a. Pembuatan studi tata ruang dan tata letak sentra produksi garamsebagai implementasi dari pemetaan lahan garam. b. Koordinasi instansi terkait (PU, Lembaga Ke uangan dan Pemda) dan rangka pengembangan infrastruktur sentra produksi garam.
3. Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium untuk mencapai USI (Universal Salt Iodization), yaitu pemenuhan garam beryodium yang memenuhi syarat pada 90% masyarakat di Kabupaten/Kota. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
51
Rencana Aksi: a. Pemetaan kembali teknologi, produksi dan kualitas industri garam olahan (non dan beryodium). b. Pembinaan teknologi, sistim mutu dan peng awasan produksi garam beryodium. c. Pemenuhan perangkat hukum (perda di Provinsi/ Kabupaten/Kota) dalam rangka pemenuhan garam beryodium yang memenuhi persyaratan (produksi, distribusi , pengawasan dan tindakan hukumnya (law enforcement).
4. Ekstensifikasi Lahan
Pengembangan lahan di Madura-Sampang 2000 hektar, NTB Bima (500 ha), NTT Flores 2000 ha, persiapan Kupang 6000 hektar.
Rencana Aksi: b. Identifikasi dan pemetaan potensi lahan yang prospektif dan pembuatan Feasibility Study. c. Fasilitasi infrastruktur d. Promosi investasi e. Pelaksanaan proyek perluasan lahan
5. Pengembangan Kelembagaan a. Pembinaan Asosiasi Produsen Garam Bahan Baku/ Produsen Garam Rakyat dan Produsen Garam Beryodium secara berkesinambungan. b. Fasilitasi berdirinya Unit Usaha Bersama/Ko perasi produsen Garam Bahan Baku/Produsen Garam Rakyat dan Produsen Garam Beryodium di sentra produksi garam. c. Fasilitasi berdirinya UPT garam bahan baku dan garam beryodium di sentra produksi garam.
52
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
d. Koordinasi Instansi/Lembaga terkait di tingkat Pusat dan Daerah dalam rangka pembinaan Industri garam meliputi: -
Iklim industri garam (pengarturan impor dan distribusi garam) yang kondusif.
-
Produksi dan distribusi garam beryodium yang memenuhi persyaratan.
-
Penegakan norma sosial (social enforcement) dan hukum (law enforcement) garam ber yodium.
B. Jangka Panjang (2010 – 2025) 1. Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan aneka industri untuk garam dengan kadar NaCl 95% dan sebagian garam industri telah mampu subtitusi impor 30%. 2. Melanjutkan intensifikasi lahan pegaraman dalam rangka peningkatan Produktivitas Lahan Garam dan Kualitas Produk Garam
Rencana Aksi: a. Melanjutkan penataan struktur lahan (lay-out), peningkatan teknologi pembuatan garam, pe nerapan manajemen mutu lahan garam dan perbaikan sistem panen. b. Peningkatan Kemampuan SDM pegaram.
3. Melanjutkan fasilitasi infrasruktur (saluran primer, sekunder & pintu air) untuk meningkatkan produk tivitas lahan pegaraman dan kualitas garam rakyat.
Rencana Aksi: a. Implementasi hasil studi tata ruang dan tata letak sentra produksi garam. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
53
b. Koordinasi instansi terkait (PU, Lembaga Ke uangan dan Pemda) dan rangka pengembangan infrastruktur sentra produksi garam. 4. Produksi, distribusi dan konsumsi garam beryo dium dalam rangka USI (Universal Salt Iodization berkesinambungan dan dipertahankan (sustainable).
Rencana Aksi: a. Melanjutkan pembinaan teknologi, sistim mutu dan pengawasan produksi garam beryodium. b. Melengkapi pemenuhan perangkat hukum (perda di Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam rangka pemenuhan garam beryodium yang memenuhi persyaratan (produksi, distribusi, pengawasan dan tindakan hukumnya (law enforcement).
5. Ekstensifikasi Lahan
Melanjutkan ekstensifikasi dengan mengembangkan lahan di NTT Flores 2000 ha dan Kupang 6000 hektar.
Rencana Aksi: a. Pembuatan Feasibility Study. b. Fasilitasi infrastruktur c. Promosi investasi d. Pelaksanaan proyek perluasan lahan di NTT Flores 2000 ha dan Kupang 6000 hektar.
6. Pengembangan Kelembagaan a. Pembinaan Asosiasi Produsen Garam Bahan Baku/Produsen Garam Rakyat dan Produsen Garam Beryodium secara berkesinambungan. b. Fasilitasi berdirinya Unit Usaha Bersama/ Koperasi produsen Garam Bahan Baku/ Garam
54
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Rakyat dan Produsen Garam Beryodium di sentra produksi garam. c. Fasilitasi berdirinya UPT garam bahan baku dan garam beryodium di sentra produksi garam. d. Koordinasi Instansi/Lembaga terkait di tingkat Pusat dan Daerah dalam rangka pembinaan Industri garam meliputi : -
iklim industri garam (pengarturan impor dan distribusi garam) yang kondusif.
-
Produksi dan distribusi garam beryodium yang memenuhi persyaratan
-
Penegakan norma sosial (social enforcement) dan hukum (law enforcement) garam ber yodium.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
55
56
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Industri Terkait Industri Kemasan
Industri Pendukung Industri Permesinan dan Kalium Yodat (KIO3)
1. 2. 3. 4.
Pemetaan lahan untuk prioritas intensifikasi dan untuk ekstensifikasi Fasilitasi infra struktur (saluran primer, sekunder pintu air, dermaga, transportasi) Penataan manajemen mutu pegaraman dengan sistem kristalisasi bertingkat Bantuan peralatan untuk produksi garam bahan baku dan pengolahan garam non/beryodium (alat pencuci,pengering dan iodisasi) Pengembangan kompetensi SDM dan kelembagaan
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2010 – 2015)
14
Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2015 – 2025) 1. Pembangunan lahan untuk prioritas intensifikasi dan untuk ekstensifikasi; 2. Fasilitasi infra struktur (saluran primer, sekunder pintu air, dermaga, transportasi); 3. Penataan manajemen mutu pegaraman dengan sistem kristalisasi bertingkat; 4. Bantuan peralatan untuk produksi garam bahan baku dan pengolahan garam non/beryodium (alat pencuci,pengering dan iodisasi); 5. 5. Pengembangan kompetensi SDM dan kelembagaan. Unsur Penunjang SDM : Periodesasi Pembinaan : a. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan SDM tentang proses produksi a. Periode 2010 – 2015 : Penyusunan dan penerapan SNI aneka industri garam; garam bahan baku untuk aneka industri dan garam beryodium; b. Periode 2016 – 2025 : Penerapan dan pengawasan SNI aneka industri garam. b. Memfasilitasi pengembangan SDM dalam mengembangkan usaha baru. c. Mengembangkan kelembagaan usaha (Asosiasi, Koperasi) Pasar : Infrastruktur : a. Pemetaan jenis dan kualitas garam untuk masing-masing kebutuhan industri; a. Fasilitasi penerapan hasil litbang dan perekayasaan dari balai, ristek, b. Meningkatkan akses pasar ekspor produk garam terutama untuk ASEAN; perguruan tinggi, peneliti ; b. Fasilitasi pembangunan infra struktur dan bantuan sarana produksi.
Sektor : Intensifikasi lahan pegaraman dan ekstesifikasi untuk kawasan timur Indonesia Teknologi : Pengembangan teknologi sistem kristalisasi bertingkat.
Sasaran Jangka Menengah (2010 – 2015)
Sasaran Jangka Panjang (2015 – 2025) 1. Terpenuhinya kebutuhan garam nasional; 2. Tercapainya program Universal Salt Iodization yang berkesinambungan; 1. Terpenuhinya kebutuhan garam nasional; 3. Tercapainya swasembada garam untuk aneka industri dengan kadar NaCl < 95% 2. Tercapainya program Universal Salt Iodization; dan substitusi impor 30% 3. Tercapainya swasembada garam untuk aneka industri dengan kadar NaCl < 95%;. 4. Berkembangnya produksi garam untuk kebutuhan industri dasar (khlor alkali) Strategi
Industri Garam Aneka Industri dan Garam Konsumsi Beryodium
Industri Inti
Gambar 1.Gambar Kerangka Pengembangan Industri 1. Kerangka Pengembangan Industri Garam Garam
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
57
Lembaga Litbang/PT BBKK, BARISTAN
Mesin dan Peralatan : - Areal Garam - Unit Pencucian Unit Yodisasi
BAHAN BAKU : Garam Rakyat, Garam PT Garam, Garam Impor, Kalium Yodat
Pemerintah Pusat : Menko Perekonomian, Bappenas, Depkeu, Dep PU,Depdagri, DKP, BSN, DepKes, Koperasi &UKM, BPOM, Depperin, Depdag,
Gambar 2.
JASA: Transportasi, Perbankan
Industri Aneka : Perminyakan, Pakan Ternak, Tekstil, Penyamakan Kul;it, Pengasinan Ikan
Industri Chlor Alkali, Industri Farmasi,Industri Pangan
Industri Garam Bahan Baku : BUMN PT Garam dan Swasta/Rakyat
Forum Komunikasi Working Group Fasilitator Klaster
15
PEMENUHAN PASAR DALAM NEGERI
PASAR LUAR NEGERI
APROGAKOB, APGR
Distributor
Eksportir
Pemda: Dinas Indagkop Bappeda, Dinkes
Kerangka Keterkaitan Industri Garam
Gambar 2. Kerangka Keterkaitan Industri Garam
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
58 0
0
8. Ekstensifikasi lahan : Identifikasi, Studi Kelayakan dan Promosi Investasi untuk pengembangan lahan di Madura, NTB dan NTT; 0
0
0
0
BSN
7. Penyusunan dan penerapan SNI wajib untuk garam aneka Industri dan SNI untuk garam konsumsi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
PT
6. Fasilitasi Infrastruktur lahan garam
0
0
0
Prop
0
Kab
0
0
Perguruan Tinggi dan Litbang
0
0
0
Baristan
0
0
0
Dep.Perin 0
Menko Ekuin, ,Bappenas
0
Dep. Dag
0
Dep Kes, BPOM
0
DepKu 0
Dep Kop.UKM ,DKP
0
Asosiasi
0
Perusahaan Industri
0
Swasta / BUMN PT Garam
0
Pemda
Forum
0
0
0
0
0
0
Working Group
1. Pengamanan/pemenuhan Garam Bahan Baku 2. Pemetaan Lahan Garam dan Kualitas Garam Bahan Baku 3. Melakukan pemetaan industri pengolahan Garam; 4. Pemenuhan Kebutuhan Pasar Domestik; 5. Intensifikasi Produksi; penataan lahan dan penerapan manajemen mutu lahan
Rencana Aksi 2004 – 2009
Pemerintah Pusat
Tabel 1. Peran Kepentingan dalam Pengembangan Industri Garam TabelPemangku 1. Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Garam
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
16
0
0
0
Fasilitas Klaster
BBKK
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Dep.Perin
Menko Ekuin, ,Bappenas Dep. Dag 0
0
BSN 0
0
Dep Kop.UKM ,DKP 0
0
0
0
0 0
0 0
0
0
0
0
0
0
Baristan
0
0
0
0
BBKK
0
0
Dep Kes, BPOM 0
Perguruan Tinggi dan Litbang Forum
0
Working Group
11. Pengembangan Kelembagaan
DepKu
10.Peningkatan kompetensi SDM.
Prop 0
Kab
0
Asosiasi
0
Perusahaan Industri
0
Swasta / BUMN PT Garam
0
Pemda
PT
9. Peningkatan teknologi dan produksi industri pengolah garam (pencucian, pengeringan, pengemasan dan yodisasi)
Rencana Aksi 2004 – 2009
Pemerintah Pusat
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
17
0
0
Fasilitas Klaster
59
60
a. pemetaan lahan pegaraman untuk prioritas intensifikasi Fasilitasi Infrastruktur
a Saluran primer dan sekunder . b Pintu air besar . c Pintu air kecil . d Jalan transportasi . Penataan Lahan Pegaraman (Ha)
2.
3.
7.
Bantuan Alat Pengolah Garam (Pencuci,Pengering,Yodisasi) Pemanfaatan Energi Angin Untuk Sarana Proses Produksi (Alih teknologi tepat guna)
5.
6.
a Guluk dan sorkot . b Alat uji kadar NaCl . Bantuan Sarana Distribusi
(Dermaga dan gudang di Collecting Point)
Bantuan Sarana Produksi
DKP
4.
.
18
Dunia Usaha LSM/ NGO Lit. Bang Dis Prin Pem. Da. Dep.P U /BPN Kkop. UKM
(Sistem Kristalisasi bertingkat
Intensifikasi Lahan Pegaraman
Program Intensifikasi Lahan
Dep Dagri Dep. Kes. Dep. Ku Bappe nas Dep. Perin
1.
Program/Kegiatan Dep Dag
A.
No
Instansi
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
Asosia si
BSN
BPOM
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 134/M-IND/PER/10/2009
61
D.
Penyusunan dan penerapan SNI untuk masing-masing jenis industri
Penegakan norma sosial dan norma hukum
Pengembangan peran kelembagaan asosiasi pegaram, asosiasi pengembangan garam beryodium
a.
b.
c.
Pengembangan Kebijakan dan Kelembagaan
- Bantuan peralatan Kalium Iodat
- Pembinaan, penerapan SNI, dan UKM
Peningkatan produksi garam beryodium disentra garam rakyat - Bantuan peralatan
Peningkatan Produksi Garam Beryodium
C.
a.
Peningkatan Kualitas Garam Rakyat Menjadi Bahan Baku a. Pencucian garam kualitas rendah menjadi garam bahan baku b. Bantuan alat pencuci, pengering dan perlengkapannya
a Pompa air kincir angin . Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Manusia (Pegaram) a Bidang produksi garam bahan baku untuk aneka . industri b Pengembangan produksi garam beryodium . c Bidang mix farming .
B.
8.
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
19
62
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Fasilitasi promosi investasi pembangunan industri garam Pembangunan industri garam industri
b.
I.
Penetapan harga garam
Advokasi Peningkatan Konsumsi Penegakan Norma Sosial dan Norma Hukum
Monitoring harga garam impor
c.
Koordinasi Pengamanan dan Keseimbangan Harga Garam a. Monitoring harga garam rakyat
H.
b.
Monitoring Garam Rakyat dan Garam Beryodium
di Industri Bidang Garam
Penerapan Hasil - Hasil LitBang dan Perekayasaan
c.
Pemetaan lahan pegaraman untuk ekstensifikasi terutama di kawasan timur Indonesia (NTT)
a.
Program Ekstensifikasi
G.
F.
E.
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 134//M-IND/PER/10/2009
20
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri e lektronika dan telematika, industri pe nunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
63
b. Bahwa industri gerabah dan Keramik Hias merupakan bagian dari kelompok industri kecil dan menengah tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri gerabah dan keramik hias;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan seba gaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster In dustri Gerabah dan Keramik Hias;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pemba ngunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lem baran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara
64
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
65
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pem bentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga nisasi dan Tata Kerja Departemen Per industrian;
66
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri gerabah dan keramik hias untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Gerabah dan Keramik Hias adalah industri yang terdiri dari:
a. Industri Barang-barang dari Tanah Liat/Keramik (KBLI 26321);
b. Industri Bahan Bangunan dari Tanah Liat/Keramik selain Bara Bara dan Genteng (KBLI 26324);
c. Industri barang lainnya dari Tanah Liat/Keramik (KBLI 26329).
3. Pemangku Kepentingan adalah Pemerin tah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
67
dan Pengembangan serta Lembaga Ke masyarakatan lainnya.
4. MenteriadalahMenteriyangmelaksanakan sebagian tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe merintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Gerabah dan Keramik Hias ataupun sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang duku ngan sosial-politis maupun kontrol
68
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Gerabah dan Keramik Hias dilaksanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4
(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambatlambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
69
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
70
Presiden RI; Wakil Presiden RI; Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Gubernur seluruh Indonesia; Bupati/Walikota seluruh Indonesia; Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
71
72
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Ruang Lingkup Industri Gerabah dan Keramik Hias Berdasarkan nomor HS, ruang lingkup industri kerajinan Gerabah dan Keramik Hias mencakup nomor HS 691310000 s.d. 691490000 dengan KBLI 26321 Berdasarkan pada teknologi proses dan komposisi bahan baku dan penolong, maka ruang lingkup industri gerabah dan keramik hias dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Industri kerajinan gerabah. Adalah industri yang berbahan baku tanah liat dengan proses produksi menjadi gerabah. 2. Industri kerajinan keramik hias Adalah industri yang berbahan baku clay, feldspar, pasir silika, dan kaolin dengan proses produksi menjadi keramik hias. Berdasarkan pada kegunaannya maka industri gerabah dan keramik hias ada industri untuk perlengkapan rumah tangga (tableware) dan untuk hiasan (interior)
B. Pengelompokan Industri Gerabah dan Keramik Hias 1. Kelompok Industri Hulu Meliputi industri bahan baku gerabah dan keramik hias seperti tanah liat (clay), kaolin, feldspar, pasir kuarsa, dan zircon, serta toseki. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
73
2. Kelompok Industri Antara Meliputi bahan baku body kermik, bahan pewarna, frits dan glasir. 3. Kelompok Industri Hilir Meliputi industri barang jadi gerabah seperti perlengkapan rumahtangga dan interior/hiasan dan barang jadi keramik hias seperti perlengkapan rumahtangga (tableware) dan interior/pajangan (gift items).
74
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB II SASARAN A. Jangka Menengah (2010 -2014) 1. Terbentuknya klaster-klaster industri kerajinan keramik hias yang mampu memicu dan memacu perkembangan industri kecil gerabah dan keramik hias, sehingga akan meningkatkan jumlah unit usaha sebesar rata-rata per tahun sebesar 3,79% atau sebesar 1.243 UU/tahun, tenaga kerja sebesar 3,68% atau sebesar 5.219 orang per tahun dengan nilai produksi sebesar 6,94% atau meningkat Rp. 6.863 juta/tahun. 2. Tersedianya bahan baku yang standard baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun yang disediakan oleh Unit Pelayanan Teknis di sentrasentra potensial, sehingga para perajin dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan produk yang memiliki kualitas baik. 3. Menciptakan 5 perusahaan kerajinan gerabah dan keramik hias yang telah mampu menerapkan CEMark dan 10 perusahaan telah menerapkan ISO 9000, sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja serta dapat mengekspor produknya untuk tujuan Eropa. 4. Terbentuknya Gugus Kendali Mutu Model di 30 perusahaan gerabah dan keramik hias yang dilakukan secara selektif pada perusahaan berorientasi ekspor.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
75
B. Jangka Panjang (2010-2025) 1. Terbentuknya system klaster-klaster industri kerajinan gerabah dan keramik hias dengan jaringan usaha yang solid dan didukung oleh sub-sub system pendukung yang kuat dan akan memberikan dampak pada perkembangan jumlah unit usaha sebesar 8,34% atau rata-rata 3.045 UU/ tahun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 5,2% atau 10.212 orang/tahun dengan nilai produksi rata-rata pengembangan mencapai 18,40%. 2. Penyediaan bahan baku standard melalui UPT, Bali atau perusahaan swasta di 41 sentra IKM Kerajinan Gerabah dan Keramik Hias yang memiliki potensi. 3. Terwujudnya industri kerajinan gerabah dan keramik hias nasional mampu bersaing baik di dalam maupun luar negeri dan terjadi peningkatan ekspor produk gerabah dan keramik hias rata-rata 23,49% per tahun atau senilai US$ 11.013.403 per tahun. 4. Kerjasama dengan RW TUV dan Pusat Standardisasi untuk penerapan CE-Mark pada 30 perusahaan dan ISO 9000 55 perusahaan serta membentuk Gugus Kendali Mutu Model sebanyak 225 perusahaan IKM kerjasama dengan PT. Pilar.
76
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Gerabah dan Keramik Hias 1. Visi Industri Gerabah dan Keramik Hias Visi industri kerajinan gerabah dna keramik hias ialah membangun industri gerabah dan keramik hias nasional yang mempunyai daya saing nasional dan internasional dan mempunyai nilai tambah yang tinggi pada tahun 2025. 2. Arah Pengembangan Arah pengembangan industri kerajinan gerabah dan keramik hias untuk peningkatan nilai tambah. Adanya klaster industri gerabah dan keramik hias diharapkan memperkuat keterkaitan pada semua tingkat rantai nilai (value chain) dari industri hulunya, mampu meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun visi dan misi yang selaras, sehingga mampu meningkatkan produktifitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam industri, dan memfokuskan keterkaitan yang kuat antara sector hulu sampai dengan hilir. 3. Indikator Pencapaian Indikator pencapaian industri kerajinan gerabah dan keramik hias adalah terintegrasinya industri pengolahan gerabah dan keramik hias dengan peningkatan utilisasi dan kapasitas industri gerabah dan keramik hias, yang ditandai dengan: LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
77
•
Kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari dalam negeri
•
Meningkatnya investasi baru dan perluasan usaha industri gerabah dan keramik hias
•
Terpenuhinya kebutuhan dalam negeri akan produk-produk gerabah dan keramik hias
•
Meningkatnya kapasitas industri gerabah dan keramik hias.
4. Tahapan Implementasi
Pengembangan klaster kerajinan gerabah dan keramik hias: Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain: 1) Diagnosis; 2) Sosialisasi; 3) Kolaborasi; 4) Implementasi dan 5) Monitoring. System ini dilakukan melalui penetapan Champion dan pemasok serta pembinaannya dengan melibatkan seluruh stakeholder sesuai dengan fungsi dan perannya.
Prioritas
pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB). Dilakukan untuk mempermudah dalam melakukan pembinaan untuk pencapaian hasil yang efektif dan efisien serta kemudahan dalam administrasi.
Kerjasama antar stake holder dan dunia usaha. Dilakukan untuk menciptakan kerjasama sinerji dengan keterpaduan program pembinaan dan pengembangan.
Peningkatan kapabilitas SDM IKM Kerajinan Gerabah dan Keramik Hias. Pengetahuan dan keterampilan dalam aspek teknis (produksi
78
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
& desain) maupun manajemen produksi dari pelaku industri kecil kerajinan gerabah dan keramik hias yang pada umumnya belum memadai terutama para produsen gerabah dan keramik hias. Untuk mengatasi hal ini akan dilakukan peningkatan keterampilan melalui pelatihan-pelatihan yang relevan dengan permasalahan di lapangan.
Modernisasi mesin dan peralatan. Sebagian besar produsen/para perajin merupakan industri kecil yang sebagian besar masih mempergunakan alat yang sederhana dan umur mesin yang sudah tua. Demikian pula dengan Unit Pelayanan Teknis yang secara operasional merupakan ujung tombak dalam pengembangan teknologi dan sebagai unit percontohan. Dampak dari kondisi ini adalah kualitas dan kuantitas produk serta kinerja yang kurang produktif. Untuk mengatasi hal ini strategi operasional yang dilakukan adalah melalui fasilitasi bantuan mesin dan peralatan untuk modernisasi/revitalisasi UPT dan pengusaha yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama.
Pengembangan dan penguatan kelembagaan. Hampir semua perajin gerabah dan keramik hias mempunyai posisi tawar yang lebih terhadap berbagai pihak. Terbentuknya kelembagaan seperti Kelompok Usaha Bersama (KUB), Asosiasi ataupun bentuk lain yang dapat memperbaiki akses kepada modal usaha dan pasar.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
79
Pengembangan
jejaring. Kerjasama antar pemangku kepentingan melalui pembentukan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan program lintas sektoral yang mendukung IKM kerajinan perhiasan dan batu mulia yang akan menghasilkan sinerji yang kuat dalam pengembangan industri kerajinan perhiasan.
80
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI A. Rencana Aksi Jangka Menengah (2010 – 2014) 1. Promosi dan Pemasaran •
Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN & LN.
•
Pengembangan pasar spesifik yang berkaitan dengan daerah tujuan wisata.
•
Membangun portal system informasi untuk pasar luar negeri/ekspor.
•
Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
•
Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan Katalog.
•
Mengikuti perlombaan desain di luar negeri.
•
Temu usaha/bisnis.
•
Penyusunan Direktory kerajinan gerabah dan keramik hias.
2. Teknologi Produksi •
Peningkatan kemampuan system manajemen mutu.
•
Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk mengaplikasikan HaKI.
•
Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9000.
•
Penerapan Gugus Kendali Mutu Model.
•
Penguatan peran perguruan tinggi dalam teknik perencanaan/pembuatan perhiasan CAD/CAM serta menjamin kualitas batu mulia. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
81
3. Penguatan struktur usaha •
Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan dan desain
•
Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan pemasaran
•
Fasilitasi kemitraan dengan instansi terkait dalam rangka pemanfaatan asuransi dan pembiayaan ekspor
•
Mengadakan kerjasama dengan Negara-negara yang memiliki keunggulan dalam desain dan model
•
Pemetaan potensi jenis bahan baku dan peman faatan/peruntukkannya (kandungan/unsur-unsur bahan baku)
4. Sumber Daya Manusia •
Peningkatan kemampuan dalam bidang desain
•
Peningkatan kemampuan dalam bidang eksporimpor dan teknik negosiasi
•
Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu produk
•
Peningkatan kemampuan website dan E-Commerce
dan
pengetahuan
5. Pengembangan Sarana dan Prasarana
82
•
Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis (UPT)
•
Bantuan mesin dan peralatan pada Kelompok Usaha Bersama yang potensial untuk dikembangkan
•
Bantuan sarana jaringan informasi
•
Penataan organisasi UPT dan reorientasi peran UPT
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
6. Pengembangan Institusi Pendukung dan Kelembagaan •
Pendirian Unit Pelayanan Langsung (UPL)
•
Revitalisasi dan pendirian Unit Pelayanan Teknis yang akan dilakukan melalui studi kelayakan di sentra-sentra potensial
B. Rencana Aksi Jangka Panjang (2010 – 2025) 1. Pemasaran •
Pengembangan pasar spesifik untuk produk gerabah dan keramik hias
•
Peningkatan kemampuan market intelegen untuk penetrasi dan perluasan pasar global
•
Pengembangan showroom/counter di pusatpusat pariwisata di dalam dan di luar negeri
•
Pengembangan pasar kerjasama dengan per hotelan, transportasi dan tempat pariwisata khususnya produk-produk gift item sebagai barang souvenir (welcome souvenir)
2. Teknologi •
Pengembangan mesin dan peralatan produksi untuk pengolahan kerajinan gerabah dan keramik hias
•
Pendirian lembaga sertifikasi mutu gerabah dan keramik hias pada setiap sentra potensial (CEMark)
•
Pengembangan desain produk melalui system komputerisasi
3. Sentra Produksi •
Penguatan kelembagaan kelompok produsen gerabah dan keramik hias (assosiasi, koperasi atau Kelompok Usaha Bersama) LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
83
•
Pengembangan jaringan komunikasi dan bisnis melalui internet dan E-Commerce
•
Pengembangan sentra sebagai tempat wisata belanja dan wisata belajar
4. Stakeholder
84
•
Pengembangan jejaring (network) IKM dengan Universitas dan lembaga penelitian untuk pengembangan teknologi dan desain produk.
•
Pengembangan teknologi dan standardisasi bahan baku dan produk gerabah dan keramik hias kerjasama dengan Balai Besar Keramik dan Unit Pelayanan Teknis Daerah.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
85
INDUSTRI PENDUKUNG INDUSTRI TERKAIT -> Industri Pemasok Mesin/Peralatan Hiasan, Souvenir, Interior, Perlengkapan Rumah Tangga -> Industri Pemasok Bahan Baku/Penolong
► Penerapan standardisasi produk (CE-Mark & ISO 9000)
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) : 1 Iklim Usaha (Regulasi) ► Penerapan kebijakan perpajakan yang lebih rasional
Strategi Pokok : 1 Pengembangan klaster kerajinan Keramik Hias 2 Pengembangan sentra dan revitalisasi/pendirian UPT IKM Kerajinan Barang Seni 3 Prioritas pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUB) 4 Kerjasama antara Stakeholder dan Dunia Usaha 5 Mendorong tumbuhnya iklim usaha yang kondusif
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2010-2014) : 1 Pemasaran ► Pengembangan pasar spesifik bagi produk kerajinan gerabah/keramik hias.
3 Pengembangan dan perkuatan kelembagaan (UPL, KUB, Koperasi, Assosiasi) 4 Pengembangan jejaring kerjasama antara pemangku kepentingan.
Strategi Operasional : 1 Peningkatan kapabilitas SDM IKM Kerajinan barang seni. 2 Modernisasi mesin dan peralatan di Sentra-sentra potensial terpilih.
STRATEGI
Sasaran Jangka Menengah 2010 - 2014 : Sasaran Jangka Panjang (2010 - 2025) : 1 Terbentuknya klaster-klaster industri keramik hias yang akan meningkatkan jumlah 1 Terbentuknya sistem klaster industri kerajinan gerabah/keramik unit usaha sebesar 3,79% atau sebesar 1.243 UU/Tahun, tenaga kerja sebesar hias dengan jaringan usaha yang solid dan didukung oleh sub-sub 3,68% atau sebesar 5.219 orang per tahun dengan nilai produksi sebesar 6,94% sistem pendukung yang kuat. 2 Penyediaan bahan baku setengah jadi yang standard melalui UPT atau meningkat Rp. 6.963 juta/tahun. 2 Tersedianya bahan baku yang standar diproduksi oleh Unit Pelayanan Teknis di 41 sentra potensial. 3 Terwujudnya industri kerajinan keramik hias yang mampu bersaing maupun perusahaan swasta. di DN maupun LN dan terjadi peningkatan ekspor rata-rata 23,94% 3 Menciptakan 5 perusahaan yang mampu menerapkan CE-Mark dan 10 perusahaan per tahun atau senilai US$ 11.013.403/tahun 4 Fasilitasi kerjasama dengan RW Tuv dan Pusat Standardisasi untuk telah menerapkan ISO 9000. penerapan CE-Mark pada 30 perusahaan dan ISO 9000 pada 55 4 Terbentuknya Gugus Kendali Mutu Model di 30 perusahaan dilakukan secara selektif perusahaan serta membentuk GKM Model sebanyak 225 pada perusahaan berorientasi ekspor. perusahaan dengan PT. Pilar Utama dan PT. Wahana Kendali Mutu.
INDUSTRI INTI IKM Gerabah/Keramik Hias
KERANGKA PENGEMBANGAN INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS
86
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Penyusunan Direktory kerajinan gerabah dan keramik hias
Temu Usaha/bisnis
Mengikuti perlombaan desain di LN.
Promosi melalui media cetak/elektronik, leaflet dan katalog.
Studi banding pengusaha/perajin ke luar negeri.
Membangun portal website bagi informasi pasar luar negeri/ekspor.
Pengembangan pasar spesifik untuk kerajinan keramik hias.
Fasilitasi promosi dan pemasaran melalui pameran DN dan LN.
Penerapan Gugus Kendali Mutu Model
Sosialisasi dan penerapan CE-Mark dan ISO 9000
Peningkatan kesadaran serta dorongan untuk mengaplikasikan HaKI.
Peningkatan kemampuan sistem manajemen mutu
dan pembiayaan ekspor. ► Mengadakan kerjasama dengan negara-negara yang memiliki keunggulan dalam desain dan model. ► Pemetaan potensi jenis bahan baku dan pemanfaatan/peruntukkannya (kandungan/unsur-unsur bahan baku)
► Fasilitasi kemitraan pada instansi terkait dalam rangka pemanfaatan asuransi
4 Penguatan Struktur Usaha ► Peningkatan kemitraan dengan perusahaan besar untuk merintis pasar ekspor dan transfer pengetahuan dan desain. ► Kemitraan dengan pemasok/penghasil bahan baku/bahan setengah jadi dan pemasaran diikat dengan MoU.
► ► ► ►
3 Teknologi Produksi
► ► ► ► ► ► ► ►
2 Promosi dan Pemasaran
hias
► Mengupayakan tersedianya kawasan khusus pengembangan industri keramik
eksploitasi pengiriman bahan mentah keramik hias ke luar negeri yang belum di olah.
► Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya perlindungan terhadap dan perluasan pasar global.
untuk
produk gerabah/keramik hias kerjasama dengan Balai Besar Keramik dan Unit Pelayanan Teknis Daerah.
► Pengembangan teknologi dan standardisasi bahan baku dan
4 Stakeholder ► Pengembangan jaringan (network) IKM dengan Universitas dan Lembaga Penelitian untuk pengembangan teknologi dan desain produk
► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi
3 Sentra Produksi ► Penguatan kelembagaan Kelompok produsen gerabah dan keramik hias (Assosiasi, Koperasi atau Kelompok Usaha Bersama)
► Pengembangan desain produk melalui sistem komputerisasi.
pada setiap sentra potensial.
► Pendirian lembaga sertifikasi mutu gerabah dan keramik hias
2 Teknologi ► Pengembangan mesin dan peralatan produksi pengolahan kerajinan gerabah/keramik hias.
pasar kerjasama dengan perhotelan, transportasi dan tempat pariwisata produk-produk gift item sebagai barang souvenir (wellcome souvenir).
► Pengembangan
modern dan pariwisata di dalam negeri.
► Pengembangan show room/counter/outlet di pusat pasar
► Peningkatan kemampuan market intelegen untuk penetrasi
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
87
Peningkatan kemampuan dalam mengglasir Peningkatan kemampuan dan pengetahuan Web Site dan E-Commers.
Peningkatan kemampuan dalam bidang mutu produk.
Peningkatan kemampuan dalam bidang ekspor-import dan teknik negosiasi.
UNSUR PENUNJANG
Pasar : 1 Fasilitasi pendirian outlet di daerah wisata, hotel/terminal airport 2 Menyediakan informasi pasar Luar Negeri dan Desain 3 Fasilitasi promosi dan pemasaran merek lokal ke pasar internasional 4 Fasilitasi pendirian trading house atau kerjasama dengan cargo
Infrastruktur : 1 Mendorong pembangunan outlet di daerah tujuan wisata 2 Fasilitasi Litbang bahan baku setengah jadi yang standard 3 Kerjasama dengan instansi terkait untuk pengurusan "Jalit" (Jalan, Listrik, Air dan Telekomunikasi) di sentra yang potensial/terpilih
Periodisasi Peningkatan Teknologi : Sumber Daya Manusia (SDM) : 1 Inisiasi (2005-2009) Pengembangan kualitas dan desain produk serta 1 Bantuan pelatihan teknologi proses dan desain 2 Fasilitasi bantuan tenaga ahli di sentra produk pengembangan teknologi masinal. 2 Pengembangan Cepat Komputerisasi (CAD/CAM) dan penggunaan finishing anti 3 Pemanfaatan para tenaga konsultan IKM (Alumni Shindan) (2010-2015) 4 Pelatihan fasilitator manajemen mutu dan fasilitator klaster toksin 3 Pematangan (2016-2025) Pengembangan Kawasan Industri Keramik Hias (Sentra) 5 Pelatihan manajemen produksi di sentra-sentra
► Bantuan sarana jaringan informasi. ► Penataan organisasi UPT dan reorientasi peran UPT
6 Pengembangan Sarana dan Prasarana ► Modernisasi mesin dan peralatan untuk Unit Pelayanan Teknis. ► Bantuan mesin dan peralatan pada Kelompok Usaha Bersama yang potensial untuk dikembangkan
► ► ► ►
5 Sumber Daya Manusia ► Peningkatan kemampuan dalam bidang desain
88
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Gambar 2. Kerangka Keterkaitan Pengembangan Industri Gerabah dan Keramik Hias
KERANGKA KETERKAITAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GERABAH DAN KERAMIK HIAS
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
89
Program
1 Pengembangan Iklim Usaha Yang Kondusif
No
Pemangku Kepentingan
IKM Gerabah/Keramik Hias
teknologi, pasar dan desain bagi
pengembangan bahan baku/penolong,
Dunia Pendidikan
BPPT, LIPI, Depdiknas,
Kab/Kota
Pemda Prov, Pemda
Depdiknas, Meneg BUMN,
Depperin, Depnaker,
Dep. Hut, DKP
Perdagangan, Dep. ESDM,
Depperin, Dep.
Perbankan/Non Bank
Meneg Kop & UKM, BI,
Meneg BUMN, Dep.Keu,
Depperin, BAPPENAS,
& UKM
Perdagangan, Meneg Kop
Meneg BUMN, Dep.
Depperin, BAPPENAS,
Depperin, Depkumham
Depperin, Dep. Keu
Pemda Kab/Kota
Depperin, Pemda Prov,
Depperin, Meneg Ristek,
√
√
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
research & development di bidang √
√
√
√
√
√
√
√
Pusat Daerah
8 Memberikan keberpihakan dukungan
SDM bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
pendukung untuk peningkatan kompetensi
pengembangan institusi/lembaga
7 Memberikan keberpihakan dukungan
IKM Gerabah/Keramik Hias
bahan baku dalam negeri bagi
6 Memberikan keberpihakan penyediaan
IKM Gerabah/Keramik Hias
yang mudah dan murah bagi
penyediaan scheme kredit pembiayaan
5 Memberikan keberpihakan dalam
Hias
pasar dalam negeri bagi IKM Gerabah/Keramik
pembelian pemerintah dan pengamanan
pemasaran dalam negeri khususnya untuk
4 Memberikan keberpihakan akses
untuk pengurusan HaKI.
3 Memberikan bimbingan dan kemudahan
IKM Gerabah/Keramik Hias
2 Memberikan dukungan insentif fiskal bagi
IKM Gerabah/Keramik Hias
kepastian tempat usaha bagi
dalam pengurusan perijinan usaha dan
1 Memberikan bimbingan dan kemudahan
Rencana Aksi
MATRIKS PROGRAM DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KLASTER IKM GERABAH/KERAMIK HIAS
90
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Program
Produk
3 Pengembangan Standar Teknologi dan Mutu
2 Pengembangan Promosi dan Pemasaran
No
IKM Gerabah/Keramik Hias
dan standar proses produksi bagi
pendampingan penerapan standar produk
3 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
ISO 9000) bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
manajemen mutu (TQM, SNI 19000 dan
pendampingan penerapan sistem
2 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
pasar bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
dan atau desain kemasan sesuai potensi
pendampingan penerapan desain produk
1 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
media elektronik, CD, katalog dan brosur.
produk IKM Gerabah/Keramik Hias melalui
5 Memfasilitasi promosi yang intensif untuk
Gerabah/Keramik Hias
target strategis ekspor bagi IKM
multilateral dengan negara yang menjadi
kerjasama bilateral, regional dan
4 Memfasilitasi perluasan pasar melalui
negeri.
prospectif buyer di dalam maupun di luar
matching) dan atau kemitraan dengan
3 Memfasilitasi temu usaha (business
produk IKM Gerabah/Keramik Hias
2 Memfasilitasi positioning dan branding
internasional di dalam dan di luar negeri.
pameran dagang (trade fair) tingkat
partisipasi pameran (exhibition) atau
1 Memfasilitasi penyelenggaraan dan atau
Rencana Aksi
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Pusat Daerah
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
Depperin, Depdag, Meneg
Depperin, Depdag
Terkait
Kab/Kota, Lembaga
Pemda Prov, Pemda
Depperin, Dunia Usaha,
Pendidikan, Dunia Usaha
Depperin, Depdag, Dunia
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
Perdagangan, Meneg
Depperin, Dep.
Pemangku Kepentingan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
91
Program
5 Pengembangan Akses Bahan Baku
4 Pengembangan Kompetensi SDM
No
Pemangku Kepentingan
lingkungan bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
bahan baku dan bahan penolong yang ramah
2 Memfasilitasi dan mendorong penggunaan
IKM Gerabah/Keramik Hias
yang kompetitif bagi
bahan baku yang berkualitas dan harga
1 Memfasilitasi pengamanan pasokan bahan
negeri.
dunia usaha dan institusi terkait di dalam
bekerjasama dengan lembaga pendidikan,
3 Memfasilitasi pengembangan inkubator
dalam maupun di luar negeri.
lembaga pendidikan dan institusi terkait, di
banding bekerjasama dengan dunia usaha,
√
√
√
√
√
√
Kab/Kota
BPPT, LIPI, Pemda
Depperin, Meneg Ristek,
Pemda Kab/Kota
BUMN, Pemda Prov,
Depperin, Depdag, Meneg
BUMN
Lembaga Terkait, Meneg
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
2 Memfasilitasi pemagangan dan studi
Depdiknas, Depnaker,
dan luar negeri.
Usaha, Dunia Pendidikan,
dunia usaha dan institusi terkait di dalam
bekerjasama dengan lembaga pendidikan,
Pemda Kab/Kota, Dunia
Depperin, Depdag, Meneg
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
Lembaga Terkait
Pendidikan, Dunia Usaha,
Depperin, Dunia
BUMN, Pemda Prov, √
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
bisnis, kewiraswastaan dan manajemen, √
√
√
Pusat Daerah
TOT maupun pelatihan ketrampilan bidang teknik,
1 Memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan
IKM Gerabah/Keramik Hias
bahan baku dan bahan penolong bagi
pendampingan pemilihan dan penyimpanan
5 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
IKM Gerabah/Keramik Hias
teknologi produksi tepat guna bagi
pendampingan penggunaan dan perawatan
4 Memfasilitasi pengiriman tenaga ahli untuk
Rencana Aksi
92
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Program
7 Pengembangan Kelembagaan Bisnis/Usaha
6 Pengembangan Akses Pembiayaan
No
(online).
langsung (outlet) maupun tidak langsung
pembelajaran perilaku customer secara
Center sebagai sarana uji coba pasar dan
3 Memfasilitasi pengembangan Showvase
inovasi bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
Excellence sebagai sarana kemandirian dan
untuk lebih berperan menjadi Center of
penguatan institusi pendukung UPT dan BDS
2 Memfasilitasi pengembangan dan
IKM Gerabah/Keramik Hias
Asosiasi, KUB, Koperasi UPT bagi
1 Memfasilitasi pengembangan dan perkuatan
√
√
√
√
√
√
Pendidikan, Pemda Prov
Dunia Usaha, Dunia
Kop & UKM, Meneg BUMN,
Depperin, Depdag, Meneg
Prov, Pemda Kab/Kota
Dunia Pendidikan, Pemda
Meneg BUMN, BPPT,
Depperin, Dunia Usaha,
Kab/Kota
Pemda Prov, Pemda
Meneg Kop & UKM,
Depperin, Dunia Usaha,
Kab/Kota
UKM, Dunia Pendidikan,
Non Bank, Meneg Kop &
Depperin, BI, Perbankan/
Pendidikan, Pemda Prov,
Meneg Kop & UKM, Dunia
Perbankan/Non Bank,
Pemda Prov, Pemda
√
√
bank dan BUMN/D
√
√
Depperin, Depkeu, BI,
Pemda Kab/Kota
Kop & UKM, Pemda Prov,
lembaga keuangan perbankan/non
mendapatkan akses pembiayaan dari
IKM Gerabah/Keramik Hias untuk kemudahan
3 Memfasilitasi pembuatan profil usaha bagi
IKM Gerabah/Keramik Hias
keuangan perbankan dan BUMN bagi
2 Memfasilitasi temu usaha dengan lembaga
perusahaan.
proposal dan perbaikan pembukuan
supervisi/advokasi dalam penyusunan
Dunia Pendidikan, Meneg
√
Depperin, Depkeu, BI,
Pemangku Kepentingan
Perbankan/Non Bank,
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
keuangan/perbankan melalui √
Pusat Daerah
untuk mengakses ke lembaga
1 Memfasilitasi peningkatan kemampuan
Rencana Aksi
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 135/M-IND/PER/10/2009
93
Program
(R&D)
8 Pengembangan Research and Development
No
Keramik Hias unggulan daerah.
6 Memfasilitasi eksplorasi potensi IKM Gerabah/
dan peluang pasar bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
5 Memfasilitasi benchmarking produk, trend
IKM Gerabah/Keramik Hias
produk/standar proses produksi bagi
4 Memfasilitasi pengembangan standar
pasar bagi IKM Gerabah/Keramik Hias
untuk mengantisipasi perkembangan tren
3 Memfasilitasi pengembangan inovasi desain
IKM Gerabah/Keramik Hias
efektif dan produktif bagi
teknologi tepat guna yang lebih efisien,
2 Memfasilitasi pengembangan inovasi
IKM Gerabah/Keramik Hias
yang ramah lingkungan untuk
√
√
√
√
√
√
BAPPENAS, BPPT, Meneg
Dunia Pendidikan, BI,
Prov, Pemda Kab/Kota
Dunia Pendidikan, Pemda
Depperin, Dunia Usaha,
Usaha, Dunia Pendidikan
Depperin, Depdag, Dunia
Usaha
Dunia Pendidikan, Dunia
Depperin, BSN, Depdag,
Pendidikan, Dunia Usaha
Depperin, Depdag, Dunia
Pendidikan, Depdiknas.
BPPT, LIPI, Dunia
Depperin, Meneg Ristek,
Pendidikan, Dekdiknas
BPPT, LIPI, Dunia
Depperin, Meneg Ristek,
Pemda Kab/Kota, Depdag.
1 Memfasilitasi pengembangan bahan baku √
Pemangku Kepentingan Depperin, Dunia Usaha,
BUMN, Pemda Prov,
√
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
unggulan daerah dengan pendekatan OVOP
√
Pusat Daerah
pemberdayaan IKM Gerabah/Keramik Hias
pemerintah daerah dalam rangka
tinggi, dunia usaha dan praktisi serta
4 Meningkatkan kerjasama dengan perguruan
Rencana Aksi
94
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lokasi Sentra Jumlah Sentra Perusahaan
Nusa Tenggara Barat
Gambar 3. Lokasi Pengembangan Industri Gerabah dan Keramik Hias
Bali
Jawa Barat, DI.Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali Plered-Purwakarta ( 2 ), Kasongan/Pundong-Bantul ( 2 ), Banyumulek-Lombok Barat ( 3 ), Tabanan ( 2 ) 9 Eman Craft, Timbul Keramik, Subur Keramik, Tanteri Keramik, Cemara Keramik, Bali Keramik
Jawa Barat
: : : :
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MINYAK ATSIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
95
b. Bahwa industri minyak atsiri merupakan salah satu industri kecil dan menengah tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu ditetapkan peta panduan pengembangan klaster industri minyak atsiri;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Minyak Atsiri;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia
96
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
97
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Ber satu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/ P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Ke menterian Negara Republik Indonesia se bagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga nisasi dan Tata Kerja Departemen Per industrian;
98
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MINYAK ATSIRI. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Minyak Atsiri Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri minyak atsiri untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Minyak Atsiri adalah industri yang memiliki kode KBLI 24294.
3. Pemangku Kepentingan adalah Pe merintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
4. Menteri adalah Menteri yang melaksana kan sebagian tugas urusan peme rintahan di bidang perindustrian.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
99
Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe merintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Minyak Atsiri, baik pe ngusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor Industri Minyak Atsiri ataupun sektor lain yang terkait;
c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri.
100
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Minyak Atsiri dilaksa nakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4
(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambat-lam batnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
101
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Presiden RI; Wakil Presiden RI; Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Gubernur seluruh Indonesia; Bupati/Walikota seluruh Indonesia; Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
102
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MINYAK ATSIRI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
103
104
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Ruang Lingkup Industri Minyak Atsiri Minyak atsiri biasa disebut minyak eteris, minyak ter bang atau essential oil. Ciri minyak atsiri antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya, dan umumnya larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air. Pengelompokan minyak atsiri mencakup KBLI : 24294, HS 3301, 3303, SITC 55, 551, 5513. Minyak atsiri merupakan bahan baku penting dalam industri aroma, bahan pewangi dan kosmetik (Flavor, Fragrance and Cosmetic Industry), disamping itu juga digunakan sebagai komponen bahan aktif dalam industri farmasi. Minyak atsiri umumnya diproduksi melalui proses penyulingan menggunakan uap air (steam). Indonesia telah mengekspor 12 jenis minyak atsiri, di antaranya memiliki pangsa pasar dominan seperti minyak nilam, minyak pala, minyak cengkeh, dan minyak kenanga. Nilai ekspor minyak atsiri Indonesia (kode HS 3301) pada tahun 2007 sebesar USD 101 juta dengan pangsa 6,12 % dari total ekspor dunia sebesar USD 1,7 milyar.
B. Pengelompokan Industri Minyak Atsiri Industri Minyak Atsiri dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu: 1. Kelompok Industri Hulu: •
Minyak Kasar (Crude Oil) yang dapat dihasilkan dari proses menyuling daun, tangkai (minyak
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
105
nilam, cengkeh, kenanga, dan minyak kayu putih), buah (minyak pala), akar (minyak akar wangi) kulit / kayu (minyak masoi dan minyak kayu cendana). 2. Kelompok Industri Antara: •
Adalah industri yang mengolah lanjut minyak kasar menjadi turunan minyak atsiri antara lain seperti minyak cengkeh menjadi Eugenol, sereh wangi menjadi Sitronelal, minyak nilam dan akar wangi menjadi Rectified Oil, dsb.
3. Kelompok Industri Hilir: •
106
Industri pengguna minyak atsiri seperti antara lain: industri flavour dan fragrance; industri farmasi/obat tradisional; industri FMCG, misal: makanan, sabun dan detergen (jika mereka mencampur sendiri flavour dan fragrancenya; industri spa, aromatheraphy; industri lain,misal: insektisida dll.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB II SASARAN A. Jangka menengah (2010 – 2014) 1. Kualitatif •
Melanjutkan Penguatan Basis Klaster yang belum terselesaikan hingga tahun 2009;
•
Penyediaan demplot bibit unggul di lokasi pe ngembangan klaster/cultiva
•
Peningkatan kemampuan SDM pelaku minyak atsiri melalui pelatihan GAP dan GMP;
•
Terbentuknya klaster-klaster industri minyak atsiri, antara lain melalui penerapan program Cultiva, khususnya untuk produk prioritas yaitu minyak nilam, minyak pala, minyak cengkeh, minyak kenanga dan minyak akar wangi di beberapa sentra produksi.
•
Terjadinya peningkatan dan stabilitas harga rata-rata produk minyak atsiri di sentra-sentra produksi yang membentuk klaster, melalui penerapan program cultiva di daerah target sasaran.
•
Tercapainya peningkatan volume dan nilai ekspor produk minyak atsiri Indonesia, pemantapan kelembagaan pengumpul minyak atsiri dan penguatan jejaring ekspor.
•
Peningkatan standardisasi peralatan, operator, dan mutu produk industri minyak atsiri, melalui sertifikasi peralatan penyulingan minyak atsiri, penyusunan dan penyempurnaan SNI, penerapan standar mutu minyak atsiri; LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
107
•
Diversifikasi bahan baku minyak atsiri;
•
Pemantapan Kelembagaan di tingkat daerah, melalui pembentukan Badan Penyangga dan penyediaan Dana Penyangga oleh Pemda se tempat;
•
Pendirian pilot proyek industri hilir minyak atsiri (industri flavor dan fragrance);
•
Penyediaan Data Base berbasis GPS yang dapat diakses secara online oleh stake holders.
2. Kuantitatif •
Unit Usaha diharapkan tumbuh sebesar 11% yaitu dari 800 tahun 2008 menjadi 889 pada akhir tahun 2014.
•
Tenaga Kerja diharapkan tumbuh sebesar 30% yaitu dari 4000 orang tahun 2008 menjadi 5200 orang pada akhir tahun 2014.
•
Nilai Produksi diharapkan tumbuh sebesar 40% yaitu dari Rp 1600 milyar tahun 2008 menjadi Rp 2.200 milyar pada akhir tahun 2014.
•
Nilai Tambah diharapkan tumbuh sebesar 61% yaitu dari Rp 555 milyar tahun 2008 menjadi Rp 893 milyar pada akhir tahun 2014.
•
Ekspor diharapkan tumbuh 76% yaitu dari USD 160 juta tahun 2008 menjadi USD 281 juta akhir tahun 2014 atau rata-rata meningkat sekitar 15% pertahun.
B. Jangka Panjang (2015-2025) •
108
Terbentuknya klaster-klaster industri minyak atsiri untuk produk-produk minyak atsiri lainnya, baik komoditas yang sudah ada maupun komoditas
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
minyak atsiri baru, di sentra-sentra produksi masing-masing di berbagai Provinsi di Indonesia. •
Terwujudnya industri minyak atsiri nasional yang memiliki competitive advantages sehingga berdaya saing tinggi di pasar global.
•
Penyiapan tenaga tenaga terdidik/ahli falavor dan fragrance untuk persiapan pendirian industri minyak wangi di Indonesia.
•
Terbentuknya industri hilir minyak atsiri (Industri flavour dan fragrance) di tanah air yang mampu memberikan nilai tambah yang maksimal bagi kekayaan alam Indonesia.
•
Tercapainya posisi Indonesia yang dominan dengan pangsa pasar sekitar 20% sebagai eksportir utama dunia untuk minyak atsiri dan produk turunannya.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
109
110
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Arah Pengembangan Industri 1. Visi: •
Indonesia Sebagai Pusat Keunggulan Atsiri Dunia Pada Tahun 2025 (diharapkan menjadi 5 besar dunia).
2. Misi: •
Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan mutu produk melalui perbaikan metode kerja, teknologi dan penerapan GMP;
•
Meningkatkan penerapan standad proses, alat proses dan produk minyak atsiri;
•
Mendorong peningkatan investasi di bidang in dustri hilir/yang menghasilkan produk derivatif di daerah potensial bahan baku minyak atsiri;
•
Membangun rantai nilai antar industri dari hulu, antaradan hilir melalui promosi investasi pendirian industri flavor dan fragrance;
•
Memperkuat fungsi kelembagaan pelaku industri minyak atsiri;
•
Meningkatkan kemampuan produksi industri peng hasil produk derivatif, agar sesuai persyaratan pasar.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
111
3. Strategi dan Arah Pengembangan Minyak Atsiri: •
Pengembangan minyak atsiri dilakukan dengan pendekatan klaster yang di fokuskan di dua lokasi, yaitu : Garut dan Banyumas;
•
Khusus untuk minyak nilam dilakukan dengan pendekatan penerapan “Program Cultiva” untuk tahap pertama di lima, yaitu: Aceh Besar, Pakpak Bharat, Pasaman Barat, Kuningan dan Blitar;
•
Kedepan untuk jangka menengah dan jangka panjang diarahkan memproduksi minyak atsiri organik serta mempertahankan kelestarian ling kungan.
4. Kebijakan:
112
•
Menetapkan Komoditi Prioritas, yang dilakukan berdasarkan performance masing-masing komo diti terutama yang menyangkut market share dan kemampuan daya saing di pasar dunia. Komoditi prioritas tersebut meliputi: 1) minyak nilam, 2) minyak pala, 3) minyak daun cengkeh, 4) minyak kenanga dan 5) minyak akar wangi;
•
Mengoptimalkan pemanfaatan sumber bahan baku atsiri baru untuk pengembangan produk minyak atsiri baru yang prospektif secara ko mersial.
•
Meningkatkan peran dan pemanfaatan perguruan tinggi dan lembaga penelitian/pengembangan untuk pengembangan dan diseminasi inovasi proses dan produk atsiri.
•
Meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan jejaring antar pemangku kepentingan melalui
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan pro gram yang mendukung pengembangan IKM Mi nyak Atsiri. •
Memperkuat sentra produksi yang didukung oleh infrastruktur yang memadai untuk peningkatan produktivitas dan daya saing.
5. Indikator Pencapaian:
Daya saing minyak atsiri Indonesia masih tergolong rendah, hal ini tercermin dari masih rendahnya produktivitas, antara lain yang disebabkan oleh faktor efisiensi yang masih belum berhasil dicapai serta ongkos produksi dan belum terjaminnya kepastian suplai yang antara lain diakibatkan pola tanam berpindah-pindah terutama untuk tanaman nilam. Meskipun demikian, berdasarkan data perkembangan ekspor-impor data tahun 2003-2007 tingkat daya saing yang diukur dengan menggunakan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), maka Indonesia berada pada urutan ke2 setelah Argentina, dengan perkembangan ISP berkisar antara 0.63 - 0.73, dengan kecenderungan menurun rata-rata 1,45% pertahun. Sementara Argentina, China, India, dan Brazil mengalami peningkatan. Dengan demikian posisi Indonesia sebagai negara pengekspor minyak atsiri mempunyai kecenderungan dikalahkan oleh keempat negara tersebut.
Meskipun demikian Minyak Atsiri Indonesia telah mampu meraih peningkatan pangsa pasar ekspor dari 4,52% pada tahun 2005 menjadi 6,12% pada tahun 2007.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
113
6. Tahapan Implementasi Langkah-langkah yang telah dilakukan:
114
•
Telah dilakukan tahapan sosialisasi, identifikasi permasalahan, persiapan dan pelaksanaan kola borasi klaster industri minyak atsiri melalui pe laksanan forum komunikasi dan working group di 2 (dua) lokasi yaitu: Garut dan Banyumas. Dalam implementasi klaster industri minyak atsiri selalu dilakukan penyesuaian, baik terhadap kondisi maupun jenis tanaman yang sedang ditangani oleh tim untuk dikembangkan. Salah satu jenis atsiri yang menjadi target pengembangana adalah minyak nilam. Mengingat kondisi tanaman nilam memerlukan penanganan yang spesifik, maka mulai tahun 2007 telah diperkenalkan dan diterapkan “Program Cultiva” di 5 (lima) lokasi, yaitu: Aceh Besar, Pakpak Bharat, Pasaman Barat, Kuningan dan Blitar.
•
Pelaksanaan diagnosa permasalahan dalam u paya pengembangan minyak atsiri melibatkan seluruh stake holders melalui pembentukan ke lembagaan, working group dan Forum Group Discussion(FGD). Dari hasil kelompok kerja in dustri minyak atsiri telah dipetakan dan diinven tarisasi di beberapa wilayah potensi tanaman/ sentra minyak atsiri. Sementara itu, pada tujuh lokasi klaster / cultiva telah dilakukan antara lain : (i) Pelatihan Good Manufacturing Practices (GMP), (ii) Bantuan peralatan penyulingan, (iii) peralatan uji, (iv) mesin peralatan fraksi nasi yang diharapkan mampu mendorong tum buhnya industri hilir minyak atsiri. Selain itu, dari Deptan (v) penyediaan demplot bibit unggul
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
dan pelatihan GAP terutama di daerah sasaran pengembangan klaster / cultiva. Hasil yang telah dicapai, diantaranya: •
Telah disusun Roapmap Industri Minyak Atsiri Indo nesia
•
Melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan diversifikasi bahan bakar anatara lain menggunakan batu bara dan arang briket
•
Diagnosis dan Pemetaan potensi tanaman dan pe nyulingan minyak atsiri
•
Penyusunan Panduan GMP minyak akar wangi, nilam, daun cengkeh dan minyak pala.
•
Pelatihan GMP
•
Bantuan alat penyulingan dengan sistem kukus yang menggunakan boiler di utamakan di 7 (tujuh) lokasi pengembangan minyak atsiri.
•
Bantuan peralatan fraksinasi di 3 (tiga) lokasi, yaitu Banyumas, Garut, dan Pakpak Bharat.
•
Bantuan alat uji mutu produk di Garut
•
Promosi investasi dan pemasaran melalui IFEAT dan ISEO.
•
Market share Minyak Atsiri Indonesia telah meningkat 4,52% pada tahun 2005 menjadi 6,12% pada tahun 2007.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
115
116
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI A. Jangka menengah (2010 – 2014) •
Melanjutkan Penguatan Basis Klaster dan Cultiva yang belum terselesaikan hingga tahun 2009;
•
Penyediaan demplot bibit unggul pengembangan klaster/cultiva
•
Peningkatan kemampuan SDM pelaku minyak atsiri melalui pelatihan GAP dan GMP;
•
Peningkatan standardisasi peralatan, operator, dan mutu produk industri minyak atsiri, melalui sertifikasi peralatan penyulingan minyak atsiri, penyusunan dan penyempurnaan SNI, penerapan standar mutu minyak atsiri;
•
Diversifikasi bahan baku minyak atsiri;
•
Pemantapan Kelembagaan di tingkat daerah, melalui pembentukan Badan Penyangga dan penyediaan Dana Penyangga oleh Pemda setempat;
•
Pendirian pilot proyek industri hilir minyak atsiri (industri flavor dan fragrance);
•
Penyediaan Data Base berbasis GPS yang dapat diakses secara online oleh stake holders.
•
Promosi Investasi Pendirian Industri Penghasil Produk Derivatif minyak Atsiri;
•
Membangun Proyek Modern Skala IKM;
•
Memperkuat Kelembagaan Pelaku Industri Minyak Atsiri;
Percontohan
di
lokasi
Penyulingan
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
117
B. Jangka Panjang (2015 – 2025) •
Meningkatkan Kemampuan Produksi, Produktifitas dan Rendemen Minyak Atsiri;
•
Meningkatkan Mutu Minyak Atsiri menuju Standard SNI dan Efisiensi Proses;
•
Membangun Proyek Modern Skala IKM;
•
Meningkatkan Kemampuan Pemasaran Minyak Atsiri di DN dan LN;
•
Mengembangkan Industri Hilir yang memproduksi Produk Derivatif Minyak Atsiri di dalam negeri;
•
Meningkatkan Kemampuan Produksi Industri Penghasil Produk Derivatif Minyak Atsiri agar sesuai persyaratan pasar;
•
Memperkuat Kelembagaan Pelaku Industri Minyak Atsiri;
•
Membangun Rantai nilai antar Industri dari hulu, antara dan hilir melalui Promosi Investasi Pendirian Industri Flavor dan Fragrance di Indonesia;
•
Pengembangan Pasar dalam dan luar negeri Produk Flavor dan Fragrance Indonesia;
118
Percontohan
Penyulingan
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 136//M-IND/PER/10/2009
Gambar 1 Kerangka Pengembangan Industri Minyak Atsiri Gambar 1 Kerangka Pengembangan Industri Minyak Atsiri
Industri Inti Petani/penyuling
Industri Pendukung Industri rekayasa alat penyuling dan alat fraksinasi
Sasaran Jangka Menengah (2010-2014)
Unit Usaha diharapkan tumbuh sebesar 11% yaitu dari 800 tahun 2008 menjadi 889 pada akhir tahun 2014.
Tenaga Kerja diharapkan tumbuh sebesar 30% yaitu dari 4000 orang tahun 2008 menjadi 5200 orang pada akhir tahun 2014.
Nilai Produksi diharapkan tumbuh sebesar 40% yaitu dari Rp 1600 milyar tahun 2008 menjadi Rp 2.200 milyar pada akhir tahun 2014. Nilai Tambah diharapkan tumbuh sebesar 61% yaitu dari Rp 555 milyar tahun 2008 menjadi Rp 893 milyar pada akhir tahun 2014.
Ekspor diharapkan tumbuh 76% yaitu dari USD 160 juta tahun 2008 menjadi USD 281 juta akhir tahun 2014 atau rata-rata meningkat sekitar 15% pertahun.
Industri Terkait Industri makanan minuman, farmasi/obat-obatan, parfum, sabun dan kosmetika
Sasaran Jangka Panjang (2015-2025)
Terbentuknya klaster-klaster industri minyak atsiri untuk produk-produk minyak atsiri lainnya, baik komoditas yang sudah ada maupun komoditas minyak atsiri baru, di sentra-sentra produksi masing-masing di berbagai Provinsi di Indonesia.
Terwujudnya industri minyak atsiri nasional yang memiliki competitive advantages sehingga berdaya saing tinggi di pasar global.
Penyiapan tenaga tenaga terdidik/ahli flavor dan fragrance untuk persiapan pendirian industri minyak wangi di Indonesia. Terbentuknya industri hilir minyak atsiri (Industri flavour dan fragrance) di tanah air yang mampu menghasilkan produk sesuai persyaratan pasar.
Tercapainya posisi Indonesia yang dominan dengan pangsa pasar sekitar 20% sebagai eksportir utama dunia untuk minyak atsiri dan produk turunannya.
Strategi Sektor : Meningkatkan kedalaman rantai proses, memperpendek rantai pemasaran serta memperkuat kemampuan pemasaran khususnya untuk ekspor, meningkatkan dan menstabilkan harga minyak atsiri.
Teknologi : Pengembangan Teknologi Penyulingan Modern dan adopsi melalui lisensi / aliansi dengan MNC untuk teknologi Fraksinasi / Rektifikasi / Derivatisasi Minyak atsiri.
Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2010-2014) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Membangun pilot project penyulingan modern skala IKM di berbagai sentra; Peningkatan produktifitas perusahaan dan mutu produk, melalui perbaikan metode kerja serta pengembangan teknologi; Peningkatan penerapan SNI Bimbingan dan penerapan Sertifikasi peralatan penyulingan; Peningkatan kemampuan SDM IKM Membangun Pilot Project fraksinasi / rektifikasi / derivatisasi skala IKM di berbagai sentra IKM.
Pokok-pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025) 1. 2. 3. 4. 5.
Desiminasi teknologi refraksinasi / rektifikasi / derivatisasi skala IKM di berbagai sentra; Mendorong tumbuhnya industri flavor dan fragrance dan meningkatnya ekspor. Meningkatkan kemampuan tenaga terdidik/ahli flavor dan fragrance; Memfasilitasi pengembangan industri minyak wangi di Indonesia. Meningkatkan kemampuan industri hilir minyak atsiri (Industri flavour dan fragrance) di Indonesia agar mampu menghasilkan produk sesuai persyaratan pasar.
Note : Tahun pencapaian agak sulit ditentukan, karena dipengaruhi oleh banyak variable, seperti faktor keamanan, iklim usaha, termasuk faktor end users di luar negeri.
Unsur Penunjang Periodisasi Peningakatan Teknologi :
SDM :
a.
a.
b.
Pilot Proyek Penyuling Moderndan, Fraksinasi, Rektifikasi/Derivatisasi, sertifikasi alat ; standarisasi dan diversifikasi produk, (2010-2014) Pengembangan cepat (2015-2025) Lisensi dan aliansi parfum dan fragance.
Pasar : a. b. c. d.
Mendorong jaringan pemasaran melalaui kerjasama dengan perusahaan besar baik di DN maupun di LN guna memantapkan dan menstabilkan harga; Mengembangkan merk lokal di pasar global ; Mendorong pengembangan eksportir produsen; Menyediakan informasi harga dan pasar internasional.
b.
Meningkatkan kemampuan SDM IKM melalui Pelatihan GMP, pemasaran / ekspor dan pelatihan managerial; Mendorong tumbuhnya wiraswasta.
Infrastruktur : a. b.
Meningkatkan akses permodalan; Melaksanakan Litbang Fraksinasi/Rektifikasi/Derivatisasi skala IKM, termasuk formulasi pembuatan minyak wangi .
11
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
119
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 136//M-IND/PER/10/2009
Gambar 2 Kerangka Keterkaitan Pengembangan Industri Minyak Gambar 2 Kerangka Keterkaitan Pengembangan Industri Minyak Atsiri Atsiri Pelaku Inti: Petani/Penyuling Budidaya Tanaman Atsiri
Bahan Baku Tanaman Atsiri
Pedagang Pengumpul Penampungan , Pengumpulan
IK - Penyuling Destilasi, Ekstraksi
Minyak Atsiri Kasar
Pedagang Pengumpul Penampungan, Pengumpulan, Pencampuran
Pedagang Perantara Penampungan, Pengumpulan, Pencampuran
Eksportir Minyak Atsiri Kasar
Industri Eksportir Pemurnian, Fraksinasi, Ekspor Minyak Atsiri Murni, Turunan
Industri Pangan, Kosmetik, Farmasi, Toileteries, Parfum, dll
Ind. Terkait
Compounded Flavours & Fragrances
Pengumpulan, Pencampuran, Ekspor
Eksportir
Industri Besar Compouding, Blending Derivatisasi
Industri Pendukung: Ind. Rekayasa alat Penyulingan dan alat Fraksinasi.
12
120
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
121
Uraian
Melanjutkan Penguatan Basis Klaster dan Cultiva yang belum terselesaikan hingga tahun 2009
Penyediaan demplot bibit unggul di lokasi pengembangan klaster/ cultiva
Peningkatan kemampuan SDM pelaku minyak atsiri melalui pelatihan GAP dan GMP
Peningkatan standardisasi peralatan, operator, dan mutu produk industri minyak atsiri, melalui sertifikasi peralatan penyulingan minyak atsiri, penyusunan dan penyempurnaan SNI, penerapan standar mutu minyak atsiri
Diversifikasi bahan baku minyak atsiri
Pemantapan Kelembagaan di tingkat daerah, melalui pembentukan Badan Penyangga dan penyediaan Dana Penyangga oleh Pemda setempat
Pendirian pilot proyek industri hilir minyak atsiri (industri flavor dan fragrance)
Penyediaan Data Base berbasis GPS yang dapat diakses secara online oleh stake holders
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
√
√
√
√
√
√
Dep. Perin
√
√
√
√
Dep. Tan
Dep. Dag
Dep. Keu BKPM
√
BSN
Dep. PU
Dep. ESDM BI
Meneg. Kop/ UKM Polri
√
√
√
Prop.
√
√
√
√
Kab.
√
√
√
√
√
√
Asosia si
√
√
√
√
√
Prsh. Ind.
√
√
√
PT
√
√
√
√
√
BPTP
√
√
√
√
Balitro
√
Daya Saing
√
Working Group
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 136//M-IND/PER/10/2009
13
√
Fasilitasi Klaster/ Cultiva
122
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Membangun Proyek Percontohan Penyulingan Modern Skala IKM
Memperkuat Kelembagaan Pelaku Industri Minyak Atsiri
10.
11.
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√
√
√
√ √
1 Peran Pemangku Kepentingandalam dalam Pengembangan Industri Minyak Atsiri Minyak Atsiri Tabel 1 PeranTabel Pemangku Kepentingan Pengembangan Industri
Promosi Investasi Pendirian Industri Penghasil Produk Derivatif minyak Atsiri
9.
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 136//M-IND/PER/10/2009
14
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 136/M-IND/PER/10/2009
123
Sentra Potensial Jumlah Sentra
Sentra
Indikasi Lokasi
Jabar DI Yogya
Jateng Jatim
Sulsel
NTT
Sultra
Maluku Papua
15
: NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Bengkulu, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, NTT , Sulsel, Sultra, Maluku, Papua : NAD(10) , Sumut(14), Sumbar(6), Riau(2), Bengkulu(2), Jabar(7), Jateng(12), DIY(1), Jatim(2), NTT(10) , Sulsel(2), Sultra(4), Maluku(28), Papua(6) : Aceh Selatan, Dairi, Solok, Mentawai, Kuningan, Bukittinggi, Sukabumi, Garut. : 106
Riau
Bengkulu
Sumbar
Sumut
NAD
Gambar 3 Lokasi Pengembangan IKM Minyak Atsiri Gambar 3 Lokasi Pengembangan IKM Minyak Atsiri
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 136//M-IND/PER/10/2009
124
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MAKANAN RINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka pengembangan industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu; PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
125
b. Bahwa industri makanan ringan meru pakan bagian dari kelompok industri kecil dan menengah tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a maka perlu dite tapkan peta panduan pengembangan klaster industri makanan ringan;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan seba gaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Per industrian tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Makanan Ringan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pemba ngunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indo nesia Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
126
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
127
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pem bentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
12. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional;
13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Orga nisasi dan Tata Kerja Departemen Per industrian;
128
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MAKANAN RINGAN. Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Makanan Ringan Tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri makanan ringan untuk periode 5 (lima) tahun.
2. Industri Makanan Ringan adalah industri yang terdiri dari:
a. Industri Roti dan Sejenisnya (KBLI 15410);
b. Industri Makanan dari Coklat dan Kembang Gula (KBLI 15432);
c. Industri Tempe dan Tahu (KBLI 15494);
d. Industri Makanan dari Kedele dan dan Kacang-kacangan Lainnya sela in Kecap, Tempe dan Tahu (KBLI 15495);
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
129
e. Industri Kerupuk, Keripik, Peyek dan Sejenisnya (KBLI 15496);
f. Industri 15498).
Kue-kue
Basah
(KBLI
3. Pemangku Kepentingan adalah Peme rintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan serta Lembaga Kemasyarakatan lainnya.
4. Menteri adalah Menteri yang melaksana kan sebagian tugas urusan peme rintahan di bidang perindustrian. Pasal 2
(1) Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2) Peta Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
a. Pedoman operasional Aparatur Pe merintah dalam rangka menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
b. Pedoman bagi Pelaku klaster Industri Makanan Ringan, baik pengusaha maupun institusi lainnya, khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sek tor Industri Makanan Ringan atau pun sektor lain yang terkait;
130
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
c. Pedoman koordinasi perencanaan kegiatan antar sektor, antar instansi terkait di Pusat dan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota); dan
d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan klaster industri ini, yang pada akhirnya diharapkan untuk mendorong partisipasi dari masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung dalam kegiatan pembangunan industri. Pasal 3
(1) Program/rencana aksi pengembangan klaster Industri Makanan Ringan dilak sanakan sesuai dengan Peta Panduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pelaksanaan program/rencana aksi se bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemangku Kepentingan sebagaimana tercantum dalam Peta Panduan. Pasal 4
(1) Kementerian Negara/Lembaga membuat laporan kinerja tahunan kepada Menteri atas pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
131
(2) Menteri melaporkan hasil pelaksanaan program/rencana aksi sebagaimana di maksud pada ayat (1) kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun selambatlambatnya pada akhir bulan Februari pada tahun berikutnya. Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
SALINAN Peraturan Menteri ini disampaikan kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Presiden RI; Wakil Presiden RI; Menteri Kabinet Indonesia Bersatu; Gubernur seluruh Indonesia; Bupati/Walikota seluruh Indonesia; Eselon I di lingkungan Departemen Perindustrian.
132
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009 TANGGAL : 14 OKTOBER 2009
PETA PANDUAN PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MAKANAN RINGAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II SASARAN BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI
MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd FAHMI IDRIS
Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
PRAYONO
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
133
134
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
A. Ruang Lingkup Industri Makanan Ringan BAB I
A.
Industri Kecil Menengah (IKM) Makanan Ringan menurut PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah industri makanan ringan yangIndustri memiliki asset sampai dengan Rp.10 milyar, Ruang Lingkup Makanan Ringan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.50 Industri Kecil Menengah (IKM) Makanan Ringan menurut Undang-Undang milyar. Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah
Industri Makanan adalah hasil industri makanan ringan Ringan yang memiliki asset makanan sampai dengan Rp.10olahan milyar, industri yang bukan merupakan makanan pokok tetapi memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.50 milyar. sebagai makanan selingan seperti aneka kerupuk Industri Makanan Ringan adalah makanan hasil olahan industri yang bukan (udang, ikan, bawang); aneka keripik (kacang, ikan, merupakan makanan pokok tetapi sebagai makanan selingan seperti aneka pisang, nangka, singkong, kentang dsb); aneka kipang kerupuk (udang, ikan, bawang); aneka keripik (kacang, ikan, pisang, nangka, (kacang, jagung, ketan dsb); makanan ringan lainnya singkong, kentang dsb); aneka kipang (kacang, jagung, ketan dsb); makanan seperti chiki. ringan lainnya seperti chiki.
B. Pengelompokan Industri Makanan Ringan Makanan Ringan B. Pengelompokan Industri 1. Pengelompokan Industri Makanan Ringan
1. Pengelompokan Industri Makanan Ringan Tabel I.1. Pengelompokkan Industri makanan Ringan Ringan Tabel I.1. Pengelompokkan Industri makanan
No. 1.
Indutri Hulu Buah-buahan
2.
Sayuran
3.
Industri Antara
Industri Hilir Ind. Pengalengan Buah-buahan Ind. Pengasinan/ Pemanisan Buah-buahan Ind. Pengeringan Buah-buahan Ind. Pengalengan Sayuran Ind. Pengasinan/ Pemanisan Sayuran Ind. Pengeringan Sayuran Ind. Pembersihan dan Pengupasan Kacang-kacangan Ind. Pembersihan dan Pengupasan Umbi-umbian
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
135 1
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
No. 4. 5. 6.
7.
Industri Hulu Ind. Pemotongan ayam Ind. Pemotongan daging Pengolahan buah-buahan
Pengolahan Sayuran
Industri Antara
Industri Hilir Nugget daging ayam Nugget daging sapi Nugget daging lainnya Nanas kering Rambutan kering Anggur kering (kismis) Mangga kering Lengkeng kering Jambu kering Jambu lainnya kering Apel kering Kedondong kering Salak kering Pisang kering Cermai kering Buah pala kering Kolang-kaling kering Nangka kering Jeruk kering Emping melinjo Emping jengkol Ceriping kentang Ceriping pisang Ceriping ubi kayu/singkong Ceriping gadung Ceriping tales Ceriping lainnya Keripik pisang Keripik nangka Keripik nanas Jamur dan cendawan kering Bawang merah Bawang putih Bawang Bombay Sayuran daun-daunan kering Rebung kering Jagung muda kering Kentang kering Cabe kering Sayuran lainnya yang dikeringkan Emping ketan Emping beras Emping teki Emping jagung 2
136
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
8.
Ind. Tepung, Ind. Gula
9.
Kacang-kacangan
Emping lainnya Keripik jagung Keripik bayam Keripik kentang Keripik gadung Keripik lainnya Biskuit manis Biskuit tawar Wafel Crackers Kue semprong Wafer Koya Sagon Bapia Simping Putri salju Ledre pidang Sus kering Kuping gajah Astor Pilus Chiki Kue-kue kering lainnya Tempe kedele Tempe benguk Tempe dari kacang-kacangan lainnya Tempe dari ampas kacangkacangan Tempe gembus (ampas tahu) Tempe ampas kacang-kacangan lainnya Oncom kacang tanah Oncom kacang kedele Oncom dari kacang-kacangan lainnya Oncom dari ampas kacangkacangan Oncom ampas tahu Oncom ampas kacang-kacangan lainnya Sari tempe Tahu dari kedele Tahu dari kacang hijau Tahu dari kacang-kacangan lainnya Kembang tahu dari kedele 3
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
137
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
10.
Ind. Tepung
Kembang tahu dari kacang hijau Kembang tahu dari kacangkacangan lainnya Keripik tempe Keripik tahu Keripik oncom Peyek kacang tanah Peyek kacang kedele Peyek kacang hijau Peyek dari kacang-kacangan lainnya Makanan ringan dari kacangkacangan Kacang kapri Kacang asin tak berkulit Kacang asin berkulit Kacang tawar tak berkulit Kacang tawar berkulit Kacang sukro Kacang bogor Kacang bawang/taujin Kacang tolo/ kacang kelitik Kerupuk udang Kerupuk ikan Kerupuk pati (kerupuk terung) Kerupuk singkong Kerupuk jagung Kerupuk beras Kerupuk lainnya
4
138
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB II SASARAN A. Sasaran Jangka Menengah (2010-2014) Jangka menengah (2010-2014) yang secara kualitatif ditujukan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:
Meningkatnya produksi IKM makanan ringan
Meningkatnya kualitas, disain dan kemasan
Meningkatnya ekspor makanan ringan
Meningkatnya penyerapan tenaga kerja
Sementara secara kuantitatif, pembangunan jangka menengah (2010-1014) ingin mencapai sasaran:
Meningkatnya jumlah IKM makanan ringan dari 31.262 UU menjadi 34.000 UU atau tumbuh 2 % per tahun
Meningkatnya nilai produksi dari Rp. 156,31 Trilyun menjadi Rp. 187,500 Trilyun atau tumbuh 5 % per tahun
Meningkatnya nilai tambah dari Rp. 13.145 milyar menjadi Rp. 18.436 milyar atau tumbuh 7 % per tahun
Meningkatnya jumlah tenaga kerja dari 101.500 orang menjadi 115.000 orang atau tumbuh 3 % per tahun
Meningkatnya nilai ekspor dari Rp. 13.145 milyar menjadi Rp. 16.777 milyar atau tumbuh 5 % per tahun
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
139
B. Sasaran Jangka Panjang (2010-2025) Jangka panjang (2010 - 2025) yang diproyeksikan men capai sasaran:
Meningkatnya mutu produk makanan ringan Indo nesia yang semakin higienis, dan memenuhi persya ratan kesehatan, serta ketentuan-ketentuan yang berlaku secara internasional
Terbentuknya klaster-klaster IKM makanan ringan untuk produk-produk kerupuk, dodol, aneka ka cang-kacangan, aneka keripik, baik komoditas yang sudah ada maupun komoditas diversifikasi produk baru, di sentra-sentra produksi di berbagai provinsi di Indonesia
Terwujudnya industri makanan ringan yang memiliki competitive advantages sehingga berdaya saing tinggi di pasar internasional
140
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi dan Arah Pengembangan Industri Makanan Ringan Pembangunan IKM makanan ringan di seluruh pe losok tanah air sangat penting dalam kerangka pe nanggulangan kemiskinan dan upaya membuka lapa ngan kerja, terutama di daerah yang saat ini dikenal sebagai sentra produsen makanan ringan berciri khas lokal. Memperhatikan rencana jangka panjang (20102025), maka visi pembangunan IKM makanan ringan adalah: ”Mewujudkan industri makanan ringan yang tangguh dengan produk yang higienis, sehat dan digemari secara nasional dan mampu membuka peluang lapangan ker ja serta memberikan kontribusi nyata dalam pening katan pendapatan masyarakat dalam kerangka penang gulangan kemiskinan”. Dengan visi seperti ini, arah pembangunan IKM makanan ringan menjadi semakin jelas sejalan dengan misi pembangunan IKM makanan ringan yang dilaksanakan menurut prioritas program dan kegiatan terpilih. Pem bangunan IKM makanan ringan dilakukan secara ber sama-sama dan terpadu antara pemerintah pusat dan daerah mengikuti semangat otonomi daerah.
B. Strategi/Kebijakan 1. Strategi Pokok
Pendekatan klaster untuk pembangunan IKM makanan ringan membutuhkan adanya beberapa LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
141
pelaku usaha atau perusahaan sebagai champion, dengan kriteria (a) bergerak dalam industri pening katan nilai tambah makanan ringan dan sekaligus sebagai pengekspor, (b) mempunyai keterkaitan yang kuat dengan seluruh komponen stakeholders di dalam negeri dan jaringan bisnis di pasar lokal dan global, (c) mempunyai komitmen, keperdulian, dan motivasi terhadap pengembangan makan ringan di Indonesia. Pola pengembangan IKM makanan ringan dengan pendekatan klaster perlu diarahkan kearah peningkatan daya saing di pasar lokal dan internasional. Tiga faktor utama daya saing yang perlu dioptimalkan mencakup mutu (quality), biaya (cost), pelayanan dan penyediaan (service/delivery).
Penentuan komoditas unggulan. Diantara beragam produk ekspor makanan ringan, seperti kerupuk, aneka keripik, aneka jenang, aneka dodol perlu mendapatkan perhatian khusus untuk terus dikem bangkan mengingat kinerja ekspornya dan posisi pentingnya di pasaran regional dan pasar ekspor.
Pengembangan sentra produksi dan pewilayahan komoditi. Kesesuaian agroklimat dan sosial budaya (termasuk tradisi) suatu daerah terhadap kebutuhan suatu daerah tertentu sangat menentukan dalam pengembangan sentra produksi. Dukungan berupa akses terhadap sarana produksi akan meningkatkan produktifitas dan mutu bahan bahan baku suatu sentra produksi.
2. Strategi Operasional Strategi operasional didekati dengan beberapa upaya, seperti:
142
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
•
Penyempurnaan dan perbaikan serta modernisasi peralatan produksi. Sebagian besar produsen ma kanan ringan merupakan industri kecil yang masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana sehingga kurang efisien dan mutu yang dihasilkan umumnya rendah. Penerapan peralatan proses yang memenuhi standar mutu diyakini akan meningkatkan kinerja produksi sekaligus memperbaiki mutu.
•
Peningkatan mutu kemasan dan diversifikasi produk makanan ringan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mampu bersaing di pasar internasional.
•
Optimalisasi kapasitas sumberdaya manusia IKM. Pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam aspek teknis maupun manajemen produksi dari pelaku industri kecil umumnya belum memadai. Hal ini berdampak langsung terhadap kinerja produksi masing-masing. Untuk itu program-program pela tihan yang relevan dan tepat guna sangat diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
•
Stabilisasi dan peningkatan mutu produk. Pengem bangan dan penerapan standar proses produksi (Good Manufacturing Practices, Hazard Analysis Critical Control Point, Halal dan SNI), standar alat, standar mutu yang berlaku dan sesuai dengan permintaan pasar, serta standar harga dikaitkan dengan mutu perlu segera diupayakan. Untuk itu diperlukan dukungan semua pemangku kepentingan untuk terwujudnya berbagai standar tersebut.
•
Penguatan kelembagaan/asosiasi. Organisasi sosial seperti ini perlu ditingkatkan agar lebih berperan dalam pengembangan industri kecil menengah makanan ringan.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
143
•
Diversifikasi produk makanan ringan secara horizontal dan vertikal. Pengembangan makanan ringan baru yang prospektif diperlukan untuk me nambah ragam dan memperbesar pangsa pasar ekpor. Disamping itu, pengembangan produk turunan makanan ringan juga diperlukan untuk memaksimalkan nilai tambah bahan alam Indonesia. Hal ini dicapai dengan memanfaatkan hasil kegiatan lembaga litbang/perguruan tinggi melalui diseminasi ke pelaku usaha.
•
Pengembangan jejaring (network). Kerjasama antar pemangku kepentingan (stakeholders) dilakukan melalui pembentukan asosiasi dan forum-forum yang perannya masih perlu ditingkatkan lagi. Sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan program lintas sektoral yang mendukung pengembangan IKM makanan ringan akan menghasilkan sinergi yang kuat bagi pengembangan industri makanan ringan.
144
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
BAB IV PROGRAM / RENCANA AKSI A. Program Jangka Menengah (2010-2014) 1. Regulasi
Pengkajian dan penyebaran/diseminasi peraturan perundang-undangan
Penerapan dan penegakan hukum yang berlaku
Fasilitasi perlindungan merek
Penerapan kebijakan tentang sertifikasi peralatan dan operator
Penerapan kebijakan tentang standar mutu produk ekspor
Penyediaan insentif bagi produsen dan eksportir
2. Pemasaran
Fasilitasi penyiapan sarana pemasaran
Fasilitasi kerjasama kemitraan antara makanan ringan dengan perusahaan ritel
Penyediaan informasi harga dan peluang pasar ekspor
Peningkatan kerjasama antar pasar modern dan pasar tradicional
IKM
3. Teknologi Produksi
Litbang terapan proses (terciptanya teknologi terapan)
Fasilitasi pengujian BTP dan penerapan SNI.
Fasilitasi kemasan dan merek. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
145
Pengendalian produksi untuk kapasitas yang menguntungkan.
mencapai
Peningkatan kemampuan dan kapasitas produsen peralatan produksi yang berkualitas.
Peningkatan kemampuan SDM untuk melakukan reparasi/modifikasi/pemeliharaan peralatan pro duksi dan penyediaan bantuan sarana produksi.
4. Ekonomi & Finansial
Peningkatan akses terhadap berbagai sumber dan skema pembiayaan bagi IKM makanan ringan serta sistem penjaminannya.
Peningkatan peran BDS (Business Development Services) bagi peningkatan kemampuan bisnis IKM makanan ringan.
5. Sumberdaya Manusia
Peningkatan kemampuan pelaku IKM untuk menghasilkan mutu produk yang stabil dan rendemen yang lebih tinggi.
Pengembangan sikap sadar mutu di kalangan pelaku IKM.
Bimbingan dan supervisi cara produksi yang baik.
6. Pengembangan Infrastruktur
Peningkatan kualitas sarana transportasi dan komunikasi ke sentra produksi.
7. Pengembangan Institusi Pendukung
146
Pengembangan dan peningkatan peran dan fungsi asosiasi.
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Pengembangan dan peningkatan peran dan fungsi asosiasi pada setiap wilayah sentra produksi.
Pengembangan jejaring (network) dengan universitas dan lembaga penelitian terkait.
Focus Group Discussion (FGD).
Peningkatan peran FGD hingga ke lokasi sentra produksi.
B. Program Jangka Panjang (2010-2025) 1. Pemasaran
Pengembangan trading house
Peningkatan kemampuan market penetrasi dan perluasan pasar global
Penguatan daya saing melalui pembentukan competitive advantage
untuk
2. Teknologi
Peningkatan utilisasi kapasitas terpasang dengan menerapkan kerjasama penggunaan peralatan produksi (sharing production facilities)
Pengembangan dan penerapan teknologi proses untuk menghasilkan produk yang higienis
3. Sentra Produksi
Penguatan kelembagaan kelompok produsen (asosiasi atau koperasi)
4. Pemangku Kepentingan
Pengembangan jejaring inovasi produk IKM dengan universitas dan lembaga penelitian untuk inovasi produk.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
147
Pengembangan jejaring pemasaran IKM dengan distributor maupun pasar modern.
Pengembangan jejaring sumber pembiayaan IKM dengan lembaga keuangan, sepert per Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI bankan dan non bank. Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
1 Kerangka Pengembangan IKM Makanan Ringan Gambar Gambar 1 Kerangka Pengembangan IKM Makanan Ringan
Sasaran Jangka Menengah (2009-2014)
Sasaran Jangka Panjang (2010-2025)
1. Meningkatnya mutu produk dan proses sesuai ketentuan keamanan pangan;
Tumbuhnya IKM makanan ringan, termasuk waralaba nasional yang mampu menembus pasar internasional
2. Meningkatnya jumlah IKM makanan ringan yang mampu mengakses ke pasar-pasar modern; 3. Meningkatnya produk makanan ringan yang diekspor; 4. Meningkatnya merk lokal Strategi
Sektor : Meningkatkan mutu dan kemasan melalui penerapan sistem mutu (Good Manufacturing Practices dan HACCP ), mengembangkan promosi, dan pemasaran Teknologi : Mengembangkan teknologi pengolahan dan teknologi pengemasan produk. Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Menengah (2009-2014)
Pokok-Pokok Rencana Aksi Jangka Panjang (2015-2025)
1. Meningkatkan teknologi proses, produk dan kemasan;
Mendorong kemandirian para pengusaha untuk menjadi pewaralaba yang mampu ekspor.
2. Membantu mempersiapkan pewaralaba dengan merek-merek unggulan; 3. Mengembangkan kemasan yang dengan bahan bio-degradable 4. Optimalisasi jejaring sistem keamanan pangan terpadu
148
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
Unsur Penunjang Periodisasi Peningkatan Teknologi: Inisiasi (2009-2014) :Meningkatkan mutu melalui Good Manufacturing Practice (GMP) dan HACCP; Pengembangan Cepat (2010-2014): Sertifikasi dan akreditasi internasional; Pematangan (2015–2025): Pengembangan Bio-degradable packaging.
SDM :
Pasar :
Infrastruktur :
Mendorong kerjasama pemasaran antara retailer dan IKM;
Memberikan bantuan disain kemasan; Meningkatkan akses pembiayaan; Rasionalisasi biaya sertifikasi.
Mengembangkan promosi dan pemasaran melalui penyediaan info pasar dan pameran,
Memberikan pelatihan sistem manajemen mutu dan disain kemasan; Mendorong tumbuhnya wiraswasta
promosi, pembangunan pasar spesifik. Meningkatkan akses dan penetrasi pasar di luar negeri
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Meningkatkan kemampuan eksportir Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009 produsen kecil dan menengah
Gambar 2 Lokasi Pengembangan IKM Makanan Gambar 2 Lokasi Pengembangan IKM Makanan RinganRingan
Jumlah sentra industri pangan 2.747 sentra, Jumlah sentra industri pangan 2.747 sentra, yang terdiri yang dari 35terdiri komoditi.
35industri komoditi. Jumlah sentra makanan ringan Jumlahdari sentra makanan ringan adalahindustri 884, Yang Terdiri Dari Sentra adalah 884, Yang Terdiri Dari Sentra Dodol 34; Sentra
Dodol 34; Sentra Emping 43; Sentra Kerupuk 47; Sentra Kue Basah 52; 15 Sentra Aneka Kue Kering 157; Sentra Roti 79; Sentra Pengolahan Singkong 74; Sentra Tahu/Tempe 302; dan Sentra Tape Ketan 96. Sebaiknya dalam format tabel!! LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA Jumlah sentra 884 ini tersebar di 33 provinsi di Indonesia. NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
149
Indikasi Lokasi
:
NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel,
Emping 43; Sentra Kerupuk 47; Sentra Kue Basah 52; Sentra Aneka Kue Kering 157; Sentra Roti 79; Sentra Pengolahan Singkong 74; Sentra Tahu/Tempe 302; dan Sentra Tape Ketan 96. Sebaiknya dalam format tabel!! Jumlah sentra 884 ini tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Indikasi Lokasi : NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Lampung, babel, DKI, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, NTT, Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulsel, Sulbar, Sul teng, Sultra, Sulut, Gorontalo, Malut, Maluku, Iriran Jaya, Irian Barat. Sentra
: Diseluruh provinsi di Indonesia
Sentra Potensial : Ciamis, Cirebon, Bandung, Sema rang, Rembang, Kudus, Magelang, Purwakarta, Sleman, Bantul, Malang, Sidoarjo, Denpasar, Padang, Bukit tinggi, Makasar, Medan, Palembang dan Indramayu. Jumlah Sentra
150
: 884
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
Pemerintah Pusat Dep. Perindustrian Dep. Perdagangan Meneg UKM Dep. keuangan
Forum Daya Saing Working Group Fasilitator Klaster
Mesin Peralatan Bahan Baku
Bahan Tambahan Pangan
Makanan Ringan
Kerupuk Kue Kering Aneka keripik Dodol Makanan dari kacang
Pemerintah Daerah Dinas Indag Meneg UKM Dinas Pertanian
Eksportir
Pasar DN
Distribut or
Pasar LN
Bahan kemasan
Lembaga Litbang/PT BBIA Balai Industri Lembaga Pengujian Lemmbaga Sertifikasi Perguruan Tinggi
Jasa Perbankan Asuransi
Assosiasi GAPMMI AIMMI APTINDO FAMNI ASPADIN AROBIM AGI AIKMA
3 Kerangka Keterkaitan IKM Makanan Ringan Gambar 3. Gambar Kerangka Keterkaitan IKM Makanan Ringan
17
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
151
152
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Aspek strategis
Aspek Permintaan / Pasar
No
1 Mendorong spesialisasi dalam industri makanan ringan Penguatan kemitraan dan kerjasama pemasaran antara industri skala kecil dan menengah dengan industri besar Memberikan insentif kepada usaha untuk berinovasi Memfasilitasi promosi dan pemasaran produk dalam dan luar negeri Mendorong kegiatan-kegiatan penelitian pasar (market research) guna mencari orientasi dan sasaran pasar yang baru dan bermutu tinggi. Penyediaan fasilitas pemasaran (trading house, market center, dsb) untuk menciptakan rantai pemasaran yang lebih efisien. Mendorong peran berbagai lembaga terkait untuk membantu meningkatkan pemasaran produk IKM Makanan Ringan Peningkatan keahlian dan teknologi untuk mendorong spesialisasi produk Makanan Ringan Memfasilitasi pelaksanaan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk Mendorong penggunaan bahan baku lokal yang baik dan berkualitas tinggi Mendorong peran berbagai instansi terkait untuk membantu meningkatkan kualitas produk industri makanan ringan Mendorong beroperasinya lembaga sertifikasi dan
Peningkatan kualitas produk
Kegiatan
Memfasilitasi perluasan akses pasar
Program
V V V V V V
V V V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V
V
V
V V
V V
V V
2014
2013
TAHUN 2012
2011
2010
Tabel 1. Rencana Aksi Pengembangan Dan Penguatan IKM Makanan Ringan
18
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Tenaga Kerja dan Transimigrasi; Departemen Koperasi dan PKM; Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Badan Standarisasi Nasional Badan POM
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten
Instansi terkait
Tabel 1. Rencana Aksi Pengembangan Dan Penguatan IKM Makanan Ringan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
153
2
Aspek Faktor Produksi
Memfasilitasi penguatan linkage dengan perusahaan-perusahaan besar untuk mengupayakan alih teknologi. Memberikan insentif bagi modernisasi teknologi dan peralatan. Kerjasama pemanfaatan hasil-hasil penelitian dengan lembaga penelitian dan pengembangan atau universitas untuk meningkatkan kapasitas teknologi produksi. Mendorong peran lembaga litbang untuk meningkatkan teknologi produksi
Memberikan bantuan permodalan kepada UKM Mendorong UKM untuk melakukan legalisasi usaha
Peningkatkan ketersediaan
Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pendidikan serta latihan untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil Mendorong peran lembaga-lembaga pendidikan dan latihan dalam peningkatan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja
Peningkatan teknologi produksi
Peningkatan keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja
pengawasam mutu produk IKM makanan ringan Mendorong sistem manajemen produksi yang sistematis dan higienis Memfaslitasi upaya untuk peningkatan kesadaran akan penting tidak menggunakan zat additive dan bahan berbahaya bagi kesehatan.
V
V
V V
V V
V V
V
V
V
V V
V
V
V
V
V
V V
V
V V
V
V
V
V
TAHUN
V V
V
V V
V
V
V
V
V V
V
V V
V
V
V
V
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan
19
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Tenaga Kerja dan Transimigrasi; Departemen Koperasi dan PKM; Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Badan Standarisasi Nasional Badan POM Dinas Kesehatan
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Tenaga Kerja dan Transimigrasi; Departemen Koperasi dan PKM; Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Badan Standarisasi Nasional Dinas Kesehatan/Badan POM
Dinas Kesehatan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
154
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
3
Aspek Strategi, Struktur,
Mempromosikan kerjasama diantara IKM makanan ringan melalui pendekatan partisipatif Mendorong peran asosiasi usaha sebagai basis
Memperluas akses kepada teknologi informasi untuk meningkatkan akses pasar Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi serta telekomunikasi pada lokasi-lokasi industri yang masih sulit diakses
Penyediaan sarana dan prasarana
Peningkatan kerjasama dan jaringan antar
Meninjau ulang kebijakan berbagai kebijakan yang menyangkut ekspor impor bahan baku dan menyusun kebijakan yang dapat menjamin pasokan bahan baku di dalam negeri Mendorong penelitian dan pengembangan bahan baku alternatif Mendorong penggunaan bahan baku yang berkualitas Penggunaan bahan baku lokal yang sesuai dengan potensi setempat
dan perbaikan manajemen usaha Mendorong peran lembaga intermediasi keuangan dalam penyediaan layanan kredit dan modal
Menjamin ketersediaan bahan baku
modal
V V
V
V
V
V
V
V V V
V V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V V
V
V
TAHUN
V
V
V
V
V
V
V
V V V
V V V
V
V
V
V
V
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Badan Standarisasi Nasional Badan POM Dinas Kesehatan
20
Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM;
Departemen Perindustrian
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Badan Standarisasi Nasional Dinas Kesehatan/Badan POM
Departemen Koperasi dan PKM; Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten Departemen Keuangan Lembaga Keuangan dan Perbankan Pusat dan Daerah
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
155
4
Aspek Institusi dan Industri Pendukung
dan Persaingan Usaha
Memberikan insentif kepada IKM yang berpotensi di dalam klaster Memfasilitasi IKM yang berpotensi untuk berperan dalam asosiasi usaha
Mendorong kepemimpinan dalam klaster IKM
Menciptakan kemitraan antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga pendukung dalam meberikan layanan kepada usaha di dalam klaster Memfasilitasi penyebaran informasi mengenai
Melakukan pembinaan serta memeperkuat jaringan pasar IKM Makanan Ringan agar tidak terjadi persaingan harga yang kontra-produktif. Meningkatkan kesadaran pelaku usaha terhadap Hak kekayaan intelektual (HAKI) Mendorong dan memfasilitasi pendaftaran paten, merek, dan hak cipta produk-produk yang dihasilkan oleh usaha Memfasilitasi keberadaan lembaga penyedia layanan HAKI
Penciptaan iklim usaha berkompetisi yang sehat
Meningkatkan peranan institusi pendukung dalam klaster IKM
kerjasama kolektif para pelaku usaha. Memfasilitasi asosiasi usaha untuk melakukan aktivitas-aktivitas bersama (collective action)
usaha
V V V
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
VV
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
TAHUN
V
V
V
V
21
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten KADIN Departemen Luar Negeri Badan POM Departemen Hukum dan HAM
Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
156
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
5
Kelembagaa n Pemerintah
Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan klaster industri
Meningkatkan keterkaitan antara usaha dengan industri hulu dan hilir
Menyederhanakan peraturan di sektor ketenagakerjaan, industri, dan perdagangan sehingga mendukung pengembangan klaster IKM makanan ringan. Mengupayakan kebijaksanaan perpajakan selektif terhadap produk tertentu, dengan menghilangkan pajak berganda dan menetapkan pajak pada produk akhir (PPN), bukan pada bahan baku, Memberikan insentif, subsidi dan kemudahan bagi investasi. Mengupayakan keterpaduan program dan langkah implementasinya yang terfokus pada peningkatan daya saing produk nasional terhadap produk impor. Menjaga kepastian hukum dan melakukan penegakan hukum,
Memberikan insentif dan kemudahan usaha di dalam klaster untuk menarik industri-industri pendukung untuk melakukan investasi Memfasilitasi forum kerjasama dan komunikasi antara usaha dengan industri-industri di sektor hulu dan hilir
layanan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendukung kepada usaha Memberikan insentif kepada usaha skala kecil dan rumah tangga agar dapat mengakses layanan yang diberikan oleh lembaga-lembaga pendukung.
V V
V V V V
V
V V V V
V
V
V
V
V
V V
V V
V
V
V
V
TAHUN
V V
V V
V
V
V
V
V V
V V
V
V
V
V
22
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten KADIN Departemen Luar Negeri Badan POM Departemen Hukum dan HAM
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten KADIN Departemen Luar Negeri Badan POM Departemen Hukum dan HAM
Propinsi dan Kabupaten Badan POM
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
157
6
Aspek Kebijakan Khusus
Pilot Project Pengembangan Klaster IKM Makanan Ringan
Proyek pandu (pilot project) pengembangan IKM makanan ringan (Pengembangan Klaster dimulai dari tahap diagnostik, selanjutnya disusun program aksi, pelaksanaan pilot project klaster hingga tahap self manajemen, monitoring dan evaluasi, baru kemudian model klaster IKM makanan ringan di blow up ke seluruh Indonesia) Untuk daerah
Pengkajian Penyediaan Skim Permodalan yang relatif mudah dan murah untuk diakses oleh IKM makanan Ringan dalam Rangka mendukung Pengembangan Klaster IKM Makanan Ringan
Mengupayakan peran efektif sebagai fasilitator, regulator, dan katalisator pengembangan iklim usaha yang kondusif. Memperbaiki dan meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah di setiap level pemerintahan Menyederhanakan prosedur admininstratif dan menghindari birokrasi yang berbelit-belit untuk mendorong kemudahan usaha untuk melakukan investasi dan perdagangan Menegakkan good-governance dalam praktek kepemerintahan Menghindari peraturan-peraturan daerah yang menghambat investasi dan perdagangan terkait IKM makanan ringan
Pengkajian penyediaan skim permodalan bagi pengembangan klaster
Menciptakan kelembagaan pemerintah yang efisien dan efektif
Memperbaiki mekanisme dan prasarana sarana tataniaga, serta menghilangkan adanya monopoli perdagangan, kartel ataupun monopsoni.
V V
V V
V V
V V
V
V
V
V
V V
V V
V V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
TAHUN
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM Departemen Pertanian Departemen Keuangan
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM; Departemen Pertanian Universitas dan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Terdekat Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Propinsi dan Kabupaten KADIN Departemen Luar Negeri Badan POM Departemen Hukum dan HAM
23
Departemen Perindustrian Departemen Perdagangan Departemen Koperasi dan PKM Departemen Pertanian Departemen Keuangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal daerah, Instansi Terkait Lainnya
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
158
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014
Baseline study (Studi Pendasaran) pengembangan klaster IKM makanan ringan Penyusunan Data dan informasi dasar (base line data) IKM Makanan Ringan (Data dan informasi dasar IKM makanan ringan sangat memprihatinkan, sehingga diperlukan suatu studi pendasaran dalam rangka meningkatkan akurasi data dan informasi dan hal ini dilakukan secara berkesinambungan
pengembangan. V
V
V
TAHUN
24
Departemen Peridustrian Instansi Terkait lainnya di daerah Propinsi dan kabupaten
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK IINDONESIA NOMOR : 137/M-IND/PER/10/2009
159
√ √
10.Menjamin ketersediaan bahan baku
√
8. Peningkatan Penerapan system mutu
9. Pengembangan Desain dan diversifikasi produk
√
7. Pengembangan Teknologi
√
√
6. Pengembangan SDM
√
√
√
5. Pengembangan Keuangan
√
√
√
Kese Perind hatan
4. Pengembangan Pemasaran
3. Pengembangan Produksi
2. Meningkatkan mutu dan keamnan pangan
1. Menjamin Akses Pasar
2004-2009
RENCANA AKSI
√
√
√
Keu angan
Per dag
√
nian
Perta
√
trans
Naker
√
Kop
Meneg
√
√
√
POM
Badan
PEMERINTAH PUSAT (DEPARTEMEN)
√
√
√
Ristek Parbud
√
√
√
√
√
√
√
Prop
√
√
√
√
√
√
√
Kab
Pemerintah Daerah
√
√
√
Asosi asi
√
√
Perusah aan Industri
Swasta
√
√
√
PT
√
√
√
√
√
Asosi asi
√
BPPT
Perguruan Tinggi & Litbang
Tabel 2 Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ikm Makanan Ringan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Daya Saing
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
25
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Working Fasilitasi Group Klaster
Forum
Tabel 2 Peran Pemangku Kepentingan Dalam Pengembangan Ikm Makanan Ringan
Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 137//M-IND/PER/10/2009
160
PETA PANDUAN (Road Map) PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS INDUSTRI KECIL dan MENENGAH TERTENTU Tahun 2010 - 2014