.. PERSETUJUAN .. . . ANTARA . PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN AT AS PENANAMAN MO])AL
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina (selanjutnya disebut sebag~i ''Para Pihak"); Mengingat persahabatan daµ hubungan kerjasama yang telah ierjaliq antara kedua negara dan rakyatnya; , · .'
'. ,,
... '
:•
..
Bcrmaksud untuk ·rrienciptakan kondisi yang menguntungkan bagi penanaman modal oleh para penanam modal dari satu Pihak di wilayah Pihak lainnya didasarkan atas kedaul~tan yarik .. ·.'s ama ·dan saling menguntungkan; c;lan . . ·'
... ;., t•
.
. ,,
• tI
~
Mengakui bahwa Persetujuan Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal tersebut ·akan mendorong untuk merangsang kegiatan investasi di kedua Negara;~ TELAH MENYETUJUI SEBAGAI BERJKUT: .
~
.
'
·..
PASALI DEFINISI
Untuk tujuan Persetujuan ini :
-
...
1.
Istilah " inve~tments" berarti segala bentuk aset yang ditmiam oleh para penanam modal dari satu Pihak di wilayah Pihak lain dan diizinkah sesuai dengan peraturan hukum dan perundang-undangan Pihak terakhir, mencakup tetapi tidak terbatas pada:
........
-
I
a.
benda bergerak dan tidak bergerak termasuk hak-hak lain seperti hipotek, jaminan, gadai, hak pakai hasil, hak-hak istimewa, dan garansi dan hak-hak serupa yang berhubungan dengan hal tersebut;
b.
hak-hak yang diperoleh dari saham, surat obligasi atau setiap bentuk lainnya dari hasil bunga dalam perusahaan atau usaha patungan di wilayah Pihak lain;
c.
tagihan atas uang atau tagihan atas setiap pelaksanaan yang mempunyai n ilai ekonomi;
d.
hak atas kekayaan intelektual, proses teknik, muhibah, dan keahlian;
e.
konsesi usaha yang diberikan oleh undang-undang atau berdasarkan kontrak yang berkaitan dengan penanaman modal termasuk konsesi untuk mencari atau mengeksploitasi sumber daya a lam.
Sctiap perubahan bentuk asset yang ditanamkan tidak akan mempengaruhi karakternya sebagai sebuah penanaman modal yang disetujui sepanjang perubahan tersebut telah pula disetujui atau diakui sesuai Pasal II di bawah ini. 2.
Istilah "penanam modal" berarti subjek-subjek berikut yang telah melakukan penanaman modal di wilayah Pihak lain sesuai dengan Persetuj uan ini: a. Seseorang yang, berdasarkan hukum satu Pihak dinyatakan sebagai warga negaranya; b. Badan hukum yang dibentuk, didirikan atau dalam berbagai hal layak dibentuk dan melakukan kegiatan sesuai dengan undangundang salah satu Pihak dan memiliki kegiatan ekonomi yang efektif di wilayah salah satu Pihak dimana manajemen efektif di laksanakan. 2
..
3.
Istilah "tanpa penundaan" berarti jangka waktu tertentu yang lazim diperlukan untuk penyelesaian syarat-syarat yang dibutuhkan untuk transfer pembayaran .
4.
Istilah "wilayah" berarti: a.
Dalam hubungan dengan Republik Indonesia: Wilayah Republik Indonesia seperti yang ditetapkan dalam perundang-undangannya, dan daerah yang berdekatan dimana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak berdaulat atau yurisdiksi sesuai dengan hukum internasional.
b.
Dalam hubungan dengan Republik Filipina, Istilah Filipina harus merujuk kepada wilayah Republik Filipina seperti yang ditetapkan dalam konstitusinya dan undang-undang termasuk wilayah perbatasan dan wilayah lainnya dimana Republik memiliki hak berdaulat dan hak-hak lain sesuai dengan hukum internasional
PASALII PENINGKATAN, PENERIMAAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL
I.
Salah satu Pihak hams mempromosikan, mendorong dan menciptakan iklim yang menguntungkan bagi penanam modal dari Pihak lain di wi layahnya, serta mengizinkan penanaman modal tersebut sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
2.
Pcnanaman modal dari masing-masing Pihak setiap waktu harus diperlakukan secara wajar dan seimbang serta harus mendapatkan per I indungan dan keamanan yang memadai di wilayah Pihak lain. 3
-
PASAL III KETENTUAN PERLAKUAN NEGARA SAHABAT
1.
Masing-masing Pihak harus menjamin perlakuan yang wajar dan seimbang bagi penanaman modal oleh penanam modal dari Pihak lain dan tidak akan mengganggu, baik dengan tindakan yang tidak rasional maupun tindakan yang bersifat diskriminatif, pengoperasian, rnanajemen, perawatan, penggunaan, pemilikan atau pengaturan penanaman modal tersebut.
2.
Lebih khusus, masing-masing Pihak harus memperlakukan penanaman modal yang disetujui dan pendapatan dari penanaman modal tersebut dalam hal apapun harus tidak kurang menguntungkan dari yang diberikan terhadap penanaman modal yang disetujui dan pendapatan penanaman modal dari penanam modal Pihak ketiga.
3.
Jika salah satu Pihak memberikan perlakuan khusus kepada para penanam modal dari negara Ketiga berdasarkan persetujuan mengenai pembentukan penyatuan pabean, penyatuan ekonomi, penyatuan moneter atau kelembagaan serupa lainnya, atau berdasarkan persetujuan peralihan yang rnengarah pada penyatuan kelembagaan sejenis, Pihak tersebut tidak berkewajiban untuk mernberikan perlakuan khusus tersebut kepada para penanam modal dari Pihak lain.
PASALIV PENGAMBIL-ALlllAN
Masing-masing Pihak harus tidak melakukan tindakan apapun dari pengarnbil-alihan, nasionalisasi, atau segala bentuk pencabutan hak milik lainnya, yang berakibat sama dengan nasionalisasi atau pengambil-alihan terhadap penanaman modal dari penanam modal Pihak lainnya kecuali bcrdasarkan syarat-syarat di bawah ini: a)
tindakan dilakukan untuk kepentingan umum dan sesua1 dengan proses hukum; 4
b)
tindakan tidak berdasarkan diskriminasi;
c)
tindakan yang disertai dengan ketentuan untuk pembayaran ganti rugi yang cepat, memadai dan efektif. Besarnya ganti rugi harus sesuai dengan harga pasar yang pantas bagi kepemilikan tersebut sebelum tindakan pencabutan hak milik diumumkan. Barga pasar tersebut harus ditentukan sesuai praktek-praktek dan metode-metode yang diakui secara internasional, atau bilamana harga pasar tersebut tidak dapat ditetapkan, ganti rugi tersebut harus merupakan jumlah yang wajar sebagaimana disetujui bersama antara Para Pihak, dan jumlah tersebut harus dapat ditransfer secara bebas dalam mata uang yang dapat dipertukarkan secara bebas.
PASALV GANTI RUGI ATAS KERUGIAN
l.
Penanam modal dari satu Pihak, yang penanaman modalnya di wilayah Pihak lain mengalami kerugian karena perang, perang sipil, atau konflik bersenjata lainnya, revolusi, negara dalam keadaan darurat, pemberontakan, kerusuhan di wilayah Pihak yang disebut terakhir, harus diberikan perlakuan oleh Pihak yang disebut terakhir berkenaan dengan restitusi, indemnifikasi, ganti rugi atau penyelesaian lainnya.
2.
Perlakuan tersebut tidak boleh kurang menguntungkan daripada yang diberikan oleh Pihak yang disebut terakhir kepada penanam modal sendiri atau penanam modal dari negara ketiga, yang lebih menguntungkan bagi penanam modal yang bersangkutan.
PASAL VI TRANSFER I.
Masing-masing Pihak harus menjamin dalam lingkup hukum dan perundang-undangannya, yang berhubungan dengan penanaman modal oleh penanam modal, transfer secara bebas untuk: 5
.'
2.
a.
laba, bunga, dividen dan penghasilan lainnya;
b.
dana-dana yang dibutuhkan bagi penanaman modal dan/atau dalam pembayaran kembali pinjaman yang berhubungan dengan penanaman modal;
c.
royalti atau biaya;
d.
pendapatan perorangan;
e.
hasil penjualan atau likuidasi dari penanaman modal;
f.
ganti rugi atas kerugian atau pengambil-alihan.
Transfer tersebut harus dilaksanakan tanpa penundaan dan pada tingkat nilai tukar yang berlaku pada tanggal dilakukan transfer dengan dengan mengacu pada transaksi berjalan dalam mata uang yang ditransaksikan.
PASAL VII SUBROGASI
Jika salah satu Pihak atau perwakilan yang ditugaskan oleh Pihak tersebut tel ah memberikan suatu kontrak asuransi atau bentuk lain jaminan keuangan terhadap resiko non komersial dalam kaitan dengan suatu penanaman modal oleh salah satu penanam modalnya di wilayah Pihak lain, Pihak yang di sebut terakhir harus mengakui hak Pihak pertama karena ketentuan subrogasi terhadap hak-hak penanam modal ketika pembayaran telah dilaksanakan sesuai ketentuan kontrak atau jaminan keuangan oleh Pihak pertama. Akan tetapi, penjamin atau penjamin lain tidak berhak untuk me laksanakan hak-hak lain selain hak-hak yang mana penanam modal berhak untuk melaksanakan.
6
PASAL VIII PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANT ARA PENANAM MODAL DAN PIH AK
1.
Setiap perselisihan antara Pihak dan penanam modal Pihak lainnya, mengenai penanaman modal yang disebut terakhi r di wilayah yang disebut sebelumnya, harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan negosiasi.
2.
Jika perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis bagi penyelesaian, perselisihan tersebut, atas permintaan penanam modal yang bersangkutan, harus disampaikan kepada:
.'
a.
peradilan yang berwenang dari Pihak dimana wi Iayah penanaman modal dilaksanakan; atau
b.
arbitrase internasional Pusat Penyelesaian Persel isihan Penanaman Modal (ICSID), yang didirikan berdasarkan Konvensi Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal antara Negara dan Penanam Modal Negara Lain, yang dibuat di Washington, D.C. pada tanggal 18 Maret 1965.
PASALIX PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANT AR PIHAK MENGENAI PENAFSIRAN DAN PENERAPAN PERSETUJUAN
I.
Para Pihak harus berupaya untuk menyelesaikan setiap perbedaan antara mereka mengenai penafsiran atau penerapan ketentuan Persetujuan ini melalui negosiasi damai atau melalui saluran diplomatik lainnya.
'
J ika perbedaan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan dari tanggal pemberitahuan mengenai perbedaan tersebut, salah 7
satu Pihak dapat mengajukan kepada Peradilan Arbitrase sesua1 dengan ketentuan dalam Pasal ini. 3.
Peradilan Arbitrase tersebut harus dibentuk oleh tiga anggota dan harus didirikan sebagai berikut: dalam masa tiga bulan setelah pemberitahuan salah satu Pihak mengenai keinginan untuk menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase, masing-masing Pihak harus menunjuk satu anggota. Kedua anggota tersebut kemudian harus, dalam waktu tiga puluh hari dari penunjukan anggota terakhir, menyetujui anggota ketiga yang merupakan warga negara dari negara Keti ga dan yang bertindak sebagai Ketua. Penunjukan Ketua tersebut harus disetujui oleh Para Pihak dalam waktu tiga puluh hari dari penunjukan anggota tersebut.
4.
Jika dalam waktu yang ditentukan pada ayat (2) dan (3) Pasal m1, penunjukan yang diperlukan belum dilakukan atau persetujuan yan g diperlukan belum diberikan, salah satu Pihak dapat meminta Presiden Mahkamah Internasional untuk melakukan penunjukan yang diperlukan. Jika Presiden Mahkamah lnternasional berhalangan untuk melaksanakan tugas tersebut atau jika yang bersangkutan merupakan warga negara salah satu Pihak, penunjukan harus dilakukan oleh Wakil Presiden, dan jika yang disebut terakhir berhalangan atau jika yang bersangkutan adalah warga negara salah satu Pihak, penunjukan dilaksanakan oleh anggota Mahkamah Internasional senior yang bukan warga negara salah satu Pihak.
5.
Ketua Peradilan harus merupakan warga negara Ketiga yang memiliki hubungan diplomatik dengan kedua belah Pihak.
6.
Peradilan arbitrase harus mengambil keputusan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, prinsip-prinsip hukum internasional dan prinsip-prinsip umum peraturan yang diakui oleh Para Pihak. Peradilan tersebut harus mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak dan harus menentukan prosedurnya sendiri.
.'
-
8
7.
Masing-masmg Pihak harus menanggung bi a ya bagi anggota arbitrasinya sendiri dan perwakilannya dalam proses arbitrasi. Biaya Ketua dan biaya-biaya lainnya harus ditanggung bersama oleh para Pihak kecuali hal-hal yang disetujui sebaliknya.
8.
Keputusan peradilan arbitrasi harus final dan mengikat terhadap kedua belah Pihak.
.
"'
.
'
PASALX PEMBERLAKUAN PERSETUJUAN
l.
Persetujuan ini akan berlaku terhadap penanaman modal oleh penanam modal dari Republik Filipina di wilayah Republik Indonesia yang diizinkan sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan setiap undang-undang yang mengubah atau menggantikannya, dan terhadap penanaman modal oleh penanam modal Republik Indonesia di wilayah Republik Filipina yang diizinkan sebelumnya sesuai dengan undang-undang dan peraturan dan undangundang yang mengubah atau menggantikannya.
"
Ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini tidak akan berlaku terhadap setiap perselisihan, tuntutan atau perbedaan yang muncul sebelum masa berlakunya Persetujuan ini.
PASALXI PENERAPAN KETENTUAN- KETENTUAN LAIN
Apabila ketentuan hukum dari salah satu Pihak atau kewajiban berdasarkan hukum intemasional yang berlaku sekarang atau dibuat di masa depan antara Para Pihak sebagai tambahan terhadap Persetujuan ini yang memuat peraturan, baik umum maupun khusus, yang memberi hak penanaman modal oleh penanam modal dari Pihak lainnya perlakuan yang lebih menguntungkan daripada yang diberikan oleh Persetujuan ini, maka peraturan yang lebih menguntungkan yang berlaku. 9
PASALXII KONSULTASI DAN PERUBAHAN
l.
Salah satu Pihak dapat meminta diadakannya konsultasi mengenai sctiap masalah yang menyangkut Persetujuan ini. Pihak lain harus memberikan pertimbangan simpatik atas usulan tersebut dan mengupayakan kesempatan yang memadai untuk melakukan konsultasi tersebut .
2.
Persetujuan ini dapat diubah setiap waktu, jika dianggap perlu dengan kesepakatan bersama dari masing-masing Pihak.
.,
PASAL XIII MULAI BERLAKU, JANGKA W AKTU DAN PENGAKllIRAN I.
Persetujuan m1 mulai berlaku tiga bulan setelah tanggal pemberitahuan terakhir secara tertulis dari salah satu Pihak melalui saluran diplomatik mengenai terpenuhinya persyaratan konstitusional dan hukum internal dan prosedur ratifikasi .
..,
Persetujuan ini akan berlaku untuk jangka waktu sepuluh (10) tahun. Persetujuan tersebut akan berlaku seterusnya hingga salah satu Pihak memberitahukan secara tertulis kepada Pihak lainnya akan keinginannya untuk mengakhiri Persetujuan ini. Pemberitahuan pengakhiran harus berlaku efektif satu tahun setelah tanggal pemberitahuan.
3.
Berkaitan dengan penanaman modal yang dilakukan sebelum tanggal pemberitahuan pengakhiran Persetujuan ini, ketentuan-ketentuan Pasal l hingga XII akan tetap berlaku untuk jangka waktu selama sepuluh tahun terhitung sejak tanggal pengakhiran Persetujuan ini.
10
SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini, yang diberi kuasa penuh oleh Pemerintah masing-masing, telah menandatangani Persetujuan mt.
DIBUAT dalam rangkap dua di Jakarta pada tanggal 12 Nopember 200 l dalam Bahasa Indonesia dan lnggris. Semua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Jika terdapat perbedaan mengenai penafsiran, maka naskah dalam bahasa Inggris yang berlaku.
l
~TUK PEMERINTAH
UNTUK PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA
R~~BLIK INDONESI~ Signed
Signed f::E<JNiDES t: CADA'i" Outa Besar Filipina Untuk Indonesia
IBIS ONO Hu bungan Ekonomi Luar Negeri Departemen Luar Negeri Republik [ndonesia
II
AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CONCERNING THE PROMOTION AND PROTECTION OF INVESTMENTS
• -r
The Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of the Philippines hereinafter referred to as the Contracting Parties; Bearing in mind the friendly and cooperative relations existing between the two countries and their peoples; Intending to create favourable conditions for investments by investors of each Contracting Party on the basis of sovereign equality and mutual benefit; and Recognizing that the Agreement on the Promotion and Protection of such Invest111ents will be conducive to the stimulation of investment activities in both countries; HAVE AGREED AS FOLLOWS :
ARTICLE I DEFINITIONS
For the purpose of this Agreement: I.
The term "investments" means any kind of asset invested by investors of one Contracting Party in the territory of the other Contracting Party and admitted in conformity with the laws and regulations of the latter, including, but not exclusively: a.
movable and immovable property as well as other rights such as mortgages, liens, pledges, usufructs, privileges, and guarantees and any other similar rights relative thereto;
b.
rights derived from shares, bond or any other form of interest in companies or joint venture in the territory of the other Contracting Party;
c.
claims to money or to any performance having an economic value;
d.
intellectual property rights, technical processes, goodwill know-how;
e.
business concessions conferred by law or under contract related to investment including concessions to search for or exploit natural resources.
and
Any alteration of the form in which assets are invested shall not affect their character as an admitted investment provided that such alteration has also been approved or admitted under Article II hereof.
r 2.
The term 11 investor" means the following subjects which have made an investment in the territory of the other Contracting Patty in accordance with the present Agreement: a.
natural persons who, according to the law of that Contracting Party, are considered to be its nationals;
b.
legal persons that are constituted, incorporated or in any event, are properly organized and actually doing business under the laws of the respective Contracting Party and have their effective economic activities in the territory of the respective Contracting Patty where effective management is carried out;
3.
The term "without delay" means such period as is normally required for the completion of the necessary formalities for the transfer of payments.
4.
The term "territory" means: a.
In respect of the Republic of Indonesia : the territory of the Republic of Indonesia as defined in its laws and 2
the adjacent areas over which the Republic of Indonesia has sovereignty, sovereign rights or jurisdiction in accordance with international law; b.
'
.
In respect of the Republic of the Philippines: the term "Philippines" shall refer to the territory of the Republic of the Philippines in accordance with its Constitution and laws including adjacent areas and such other areas over which the Republic has sovereign rights and other rights under international law.
ARTICLE II PROMOTION, ADMISSION AND PROTECTION OF INVESTMENTS
I.
Either Contracting Party shall promote, encourage and create favourable conditions for investors of the other Contracting Party to invest in its territory, and shall admit such investments in accordance with its laws and regulations.
2.
Investments of investors of either Contracting Party shall at all times be accorded fair and equitable treatment and shall enjoy adequate protection and security in the territory of the other Contracting Party.
ARTICLE III MOST-FAVOURED-NATION PROVISIONS
1.
Each Contracting Party shall ensure fair and equitable treatment of the investments of investors of the other Contracting Party and shall not impair, by unreasonable or discriminatory measures, the operation, management, maintenance, use, enjoyment or disposal thereof.
2.
More particularly, each Contracting Party shall accord to such admitted investments and returns of investments treatment which in any case shall not be less favourable than that accorded to admitted investments or returns of investments of investors of any third State. 3
3.
..
If a Contracting Party has accorded special advantages to investors of any third State by virtue of agreements establishing customs unions, economic unions, monetary unions or similar institutions, or on the basis of interim agreements leading to such unions of institutions, that Contracting Party shall not be obliged to accord such advantages to investors of the other Contracting Party.
ARTICLE IV EXPROPRIATJON
Each Contracting Party shall not undertake any measures of expropriation, nationalization or any other dispossession, having effect equivalent to nationalization or expropriation against the investments of an investor of the other Contracting Party except under the following conditions : (a)
the measures are taken for a public purpose and in accordance with legal process;
( b)
the measures are non-discriminatory;
(c)
the measures are accompanied by provisions for the prompt payment of adequate and effective compensation. Such compensation shall amount to the fair market value of the prope11ies expropriated before the measure of dispossession became public knowledge. Such market value shall be determined in accordance with internationally acknowledged practices and methods or, where such fair market value cannot be determined, it shall be such reasonable amount as may be mutually agreed upon between the Contracting Parties and it shall be freely transferable and in freely convertible currencies.
ARTICLE V COMPENSATION FOR LOSSES
I.
Investors of one Contracting Party, whose investments in the territory of the other Contracting Party suffer losses owing to war, civil war, or other armed conflict, revolution, a state of national emergency, revolt, insurrection in the territory of the latter Contracting Party, shall be accorded by the latter 4
Contracting Party as regards restitution, indemnification, compensation or other settlement. 2.
Treatment shall not be less favourable than that which the latter Contracting Party accords to its own investors or investors of any third state, whichever is more favourable to the investors concerned.
ARTICLE VI
..
TRANSFER
l.
2.
Either Contracting Party shall allow within the scope of its laws and regulations, in respect to investments by investors of the other Contracting Party the free transfer of: a.
profits, interests, dividends and other current income;
b.
funds necessary for its investment and/or in repayment of loans related to admitted investments;
c.
royalties or fees;
d.
·earnings of natural persons;
e.
the proceeds of sale or liquidation of the investment;
f.
compensation for losses and expropriation.
Such transfer shall be made without undue delay and at the prevailing rate of exchange on the date of transfer with respect to current transaction in the currency to be transacted.
"
5
ARTICLE VII SUBROGATION
..
Where one Contracting Party or an agency authorized by the Contracting Party has granted a contract of insurance or any form of financial guarantee against noncommercial risks with regard to an investment by one of its investors in the territory of the other Contracting Party, the latter shall recognize the rights of the first Contracting Party by virtue of the principle of subrogation to the rights of the investor when payment has been made under the subject contract or financial guarantee by the first Contracting Party. However, the insurer or re-insurer shall not be entitled to exercise any rights other than the rights which the investor would have been entitled to exercise.
ARTICLE VIII SETTLEMENT OF DISPUTES BETWEEN AN INVESTOR AND THE CONTRACTING PARTY
I.
Any dispute between a Contracting Party and an investor of the other Contracting Party, concerning an investment of the latter in the territory of the former, shall be settled amicably through consultations and negotiations.
,.,
If such dispute cannot be settled within a period of six months from the date of a written notification for settlement, the dispute shal I, at the request of the investor concerned, be submitted either: a.
to the competent tribunal of the Contracting Party in whose territory the investment was made; or
b.
to international arbitration of the International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), created by the Convention on the Settlement of Disputes Between States and Nationals of Other States, opened for signature at Washington, D.C, on March 18, 1965.
6
ARTICLE IX SETTLEMENT OF DISPUTES BETWEEN THE CONTRACTING PARTIES CONCERNING INTERPRETATION AND APPLICATION OF THE AGREEMENT
..
.
1.
The Contracting Parties shall endeavor to resolve any difference between them regarding the interpretation or application of the provisions of this Agreement by friendly negotiations or through other diplomatic channels.
2.
If the difference cannot thus be settled within six months following the date of notification of the difference, either Contracting Party may submit it to an Arbitral Tribunal in accordance with this Article.
3.
The Arbitral Tribunal shall be formed by three members and shall be constituted as follows: within three months of the notification by a Contracting Party of its desire to settle the dispute by arbitration, each Contracting Party shall appoint one member. These two members shall then, within thirty days of the appointment of the last one, agree upon a third member who shall be a national of a third country and who shall act ?S the Chairman . The appointment of the Chairman shall be approved by the Contracting Parties within thirty days of that person's nomination.
4.
If within the time limits provided for in paragraphs (2) and (3) of this Article the required appointment has not been made or the required approval has not been given, either Contracting Party may request the President of the International Court of Justice to make the necessary appointment. If the President of the International Court of Justice is prevented from carrying out the said function or if that person is a national of either Contracting Party, the appointment shall be made by the VicePresident, and if the latter is prevented or if that person is a national of either Contracting Party, the appointment shall be made by the most senior Judge of the Court who is not a national of either Contracting Party.
5.
The Chairman of the Tribunal shall be a national of a third country which has diplomatic relations with both Contracting Parties.
6.
The Arbitral Tribunal shall reach its decisions taking into account the provisions of this Agreement, the principles of international law on this 7
subject and the general principles of law as recogn ized by the Contracting Parties. The Tribunal shall reach its decisions by a majority vote and shall determine its procedure. 7.
Each Contracting Party shall bear the cost of the arbitrator it has appointed and of its representation in the arbitral proceedings. The cost of the Chairman and the remaining costs shall be borne in equal parts by the Contracting Parties unless agreed otherwise.
8.
The decision of the Arbitral Tribunal shall be final and binding on both Contracting Parties.
. .. ...
.
ARTICLEX APPLICABILITY OF THIS AGREEMENT
1.
This Agreement shall apply to investments by investors of the Republic of the Philippines in the territory of the Republic of Indonesia which have been granted admission in accordance with the Law No. 1 of 1967 concerning Foreign Investment and any law amending or replacing it, and to investments by investors of the Republic of Indonesia in the territory of the Republic of the Philippines which have been previously granted admission in accordance with its laws and regulations and any law amending or replacing it.
2.
The provisions of this Agreement shall not apply to any disputes, claim or difference which arose before its entry into force.
ARTICLE XI APPLICATION OF OTHER PROVISIONS
r
If the prov1s1ons of law of either Contracting Pat1y or obligations under international Jaw existing at present or established hereafter between the Contracting Parties in addition to the present Agreement contain a regulation, whether general or specific, entitling investments by investors of the other Contracting Party to a treatment more favourable than is provided for by the present Agreement, such regulation shall to the extent that it is more favourable prevail over the present Agreement. 8
,..-....
l
ARTICLE XII CONSULTATION AND AMENDMENT
I.
Either Contracting Party may request that consultations be held on any matter concerning this Agreement. The other Contracting Party shall accord sympathetic consideration to the proposal and shall afford adequate opportunity for such consultations.
2.
This Agreement may be amended at any time, if deemed necessary, by mutual consent of the Contracting Parties.
-.
ARTICLE XIII ENTRY INTO FORCE, DURATION AND TERMINATION
..
I.
The present Agreement shall enter into force three months after the date of the latest notification by the Contracting Parties in writing through diplomatic channels of the accomplishment of their constitutional and internal legal requirements and procedures of ratification.
2.
This Agreement shalI remain in force for a period of ten ( 10) years. It shall remain in force thereafter until either Contracting Patty notifies the other Contracting Party in writing of the intention to terminate this Agreement. The notice of termination shall become effective one year after the date of notification.
3.
In respect of investments made prior to the date when the notice of termination of this Agreement becomes effective, the provisions of Article l to XII shall remain in force for a further period of ten years from the date of termination of the present Agreement.
9
IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, duly authorized thereto by their respective Governments, have signed this Agreement. DONE in duplicate at Jakarta on November 12, 2001 in Indonesian and English languages . . .,. .
,.
All texts are being equally authentic. If there is any divergence concerning the interpretation, the English text shall prevail.
FOR THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
FOR THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF THE PHILIPPINES
Signed
Signed
Dr. M~WIBISONO Dif tar=General for Foreign Economic Relations Department of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia
ILEONJIDESl. CADAY /J Ambassador of the Philippintts to Indonesia
10
/