perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunian-Nya, tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk menempuh derajat magister pada Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Indonesia. Penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan memberikan apresiasi secara tulus kepada semua pihak, terutama kepada : 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidkan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin penulisan tesis; 3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., Selaku Ketua Program Studi S2 Program Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan ijin penulisan dan memberikan kesempatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar; 4. Prof. Dr. Andayani, M. Pd. Selaku Sekretaris Program Studi S2 Program Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan kesempatan sehngga selesai dengan lancar; 5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., selaku pembimbing I, atas segala bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik; 6. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd., selaku pembimbing II, bimbingan dan bantuannya sehngga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik; 7. Istriku tercinta, Sri Hastuti, yang dengan setia dan penuh kesabaran membantu setiap langkah yang ditempuh sehingga semua berjalan dengan baik; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
8. Anak-anakku tersayang: Ilham, Hafidh, Hafish dan Al-Kautsar, yang selalu menjadi kekuatan untuk menyelesaikan tesis ini; Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi karya yang lebi baik.
Surakarta, September 2014
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Samsuri, NIM S840908029. Kajian Sosiologi Sastra dan Resepsi Novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer. Tesis. Program Pascasarjana, Fakultas Pendidikan Bahasa Indonesia. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2014. ABSTRAK Sastra merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki berbagai genre dan dapat dinilai dengan berbagai pendekatan. Sosiologi sastra salah satu pendekatan yang akan memberikan gambaran tentang pengaruh latar belakang sosial budaya pengarang, dan kondisi pengarang saat menciptakan novel Arok Dedes, serta penerimaan pembaca terhadap novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar belakang sosial budaya pengarang dari Arok Dedes; (2) mendeskripsikan korelasi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan dalam sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari; (3) mendeskripsikan resepsi pembaca; mahasiswa dan guru bahasa Indonesia; (4) mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Arok Dedes. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif diskriftif dengan pendekatan sosiologi sastra dan resepsi. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa dan kalimat dalam novel Arok Dedes. Sumber data adalah novel Arok Dedes karya Pramudya Ananta Toer, kitab Pararaton dan informan. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis dokumen berupa data teks novel Arok Dedes, kitab Pararaton dan komentar pembaca. Teknk pengumpulan data menggunakan metode pustaka. Analisis data dilakukan secara analisis interaktif. Validitas data dilakukan dengan Trianggulasi data atau sumber
Kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu; (1) Latar belakang sosial budaya pengarang novel Arok Dedes, yaitu Pramudya Ananta Toer merupakan sastrawan yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya, (2) Ada relevansi antara novel Arok Dedes dan kenyataan sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari, yaitu dari segi pelaku (tokoh cerita) dan peristiwa yang digambarkan.(3) Resepsi pembaca mengenai Pramudya Ananta Toer yang mempunyai pemikiran cerdas sehingga dalam novel Arok Dedes dapat mempengaruhi pembaca mengenai sosok Ken Arok, (4) Novel Arok Dedes sarat akan nilai pendidikan untuk pembacanya terdiri dari nilai moral yang menggambarkan sifat manusia; murah hati, menghormati orang tua, dan melaksanakan kewajiban, nilai agama yang menyerahkan semua kejadian berasal dari ketentuan Tuhan, nilai kepahlawanan yang memegang janji dalam melindungi seorang pemimpin, nilai kebudayaan yang masih mengerjakan tradisi leluhur atau nenek moyang.
Kata Kunci : novel, sosiologi sastra, resepsi pembaca, nilai pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Samsuri, NIM S840908029 Literature and Sociology Study Novel reception Arok Dedes work Pramoedya Ananta Toer. Thesis. Graduate Program, Faculty of Education Indonesian. University March Surakarta. , 2014. ABSTRACT Literature is one of the disciplines that have a variety of genres and can be assessed with a variety of approaches. Sociology of literature one of the approaches that will give you an idea of the influence of socio-cultural background of the author, and the author of the current conditions create novel Arok Dedes, as well as acceptance of the readers of the novel Arok Dedes works of Pramoedya Ananta Toer. The aims of this research to (1) describe the socio-cultural background of the author of Arok Dedes; (2) describe the correlation between the novel Arok Dedes by the fact in the history of Ken Arok and Ken Dedes at times Singosari; (3) describe the reception readers; Indonesian students and teachers; (4) describe the educational values inherent in the novel Arok Dedes This research is a qualitative descriptive approach with sociology of literature and receptions. Methode data in this study in the form of words, phrases and sentences in the novel Arok Dedes. The data source is a novel Arok Dedes works Pramoedya Ananta Toer.Dalam this study used the method of data analysis in the form of text documents novel Arok Dedes, and reader comments. Teknik data collection using libraries. Data analysis was conducted in an interactive analysis. The conclusion of this study, namely; (1) socio-cultural background Arok Dedes novelist, Pramoedya Ananta Toer is a writer who still uphold the customs and culture, (2) There is a relevance between the novel Arok Dedes and Ken Arok historical fact and Ken Dedes Singosari era, ie from in terms of actors (characters) and the events described. (3) reception on Pramoedya Ananta Toer readers who have thought that in a novel intelligent Arok Dedes can affect the reader about the figure of Ken Arok, (4) novel Arok Dedes will be full of educational value to readers consist of moral values which describe human nature; generous, respect for parents, and obligations, religious values are handed all the events coming from provisions of God, the value of heroism that holds promise in protecting a leader, cultural values are still working on the ancestral tradition or ancestors.
Keywords: novel, literary sociology, reader reception, the value of education commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
MOTTO
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain
(Q.S. Al-Insyiroh 5-7)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk: Istriku, permaisuri hatiku Anak-anakku, semangat hidupku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .........................................................................................
ii
PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
PENGESAHAN ...........................................................................
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI .................................................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................
vi
ABSTRAK ....................................................................................
viii
ABSTRACT ................................................................................
ix
MOTTO .......................................................................................
x
PERSEMBAHAN .........................................................................
xi
DAFTAR ISI .................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................
4
C. Tujuan Penelitian ...............................................................
4
D. Manfaat Penelitian .............................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ........
6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................
6
1. Novel ..................................................................................
6
a. Pengertian dan Karakteristik ......................................
6
b. Unsur Instrinsik ........................................................
8
c. Unsur Ekstrinsik .......................................................
17
2. Sosiologi Sastra .............................................................
21
3. Resepsi Sastra ...............................................................
24
4. Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer ....................
30
5. Nilai Pendidikan Karya Sastra ........................................ to user a. Nilai Religius (Agama)commit .............................................
34 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
b. Nilai Estetis ............................................................
37
c. Nilai Moral (Etika) ..................................................
38
d. Nilai Kepahlawanan (Heroik) ....................................
38
e. Nilai Sosial ..............................................................
39
B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan ...............................
41
C. Kerangka Berpikir ..........................................................
44
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................
45
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................
45
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .........................................
46
C. Sumber Data ..................................................................
46
D. Teknik Pengumpulan Data ..............................................
46
E. Teknik Analisis Data ......................................................
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............
49
A. Hasil Penelitian .............................................................
49
1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang .......................
49
2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dengan Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari.. 3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes ...............
54 63
4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes ..............................................
67
B. Pembahasan ....................................................................
71
1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang ........................
71
2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dengan Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari..
73
3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes ...............
74
4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes ..............................................
77
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .........................
81
A. Simpulan ........................................................................
81
B. Implikasi ....................................................................... commit to user C. Saran ...............................................................................
83 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
88
LAMPIRAN .................................................................................
90
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
DAFTAR LAMPIRAN 1. Catatan Lapangan Reseptor 1 2. Tanggapan Peneliti 3. Catatan Lapangan Reseptor 2 4. Tanggapan Peneliti 5. Sinopsisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Karya sastra tidak dapat dilihat dengan hanya sebagai suatu sistem norma saja, karena karya sastra merupakan suatu sistem yang terdiri dari struktur yang saling mengisi. Dengan demikian, menganalisis karya sastra secara mendetil haruslah melihat struktur dari karya itu (Seniwati: 2003: 1). Karya sastra juga merupakan respon pada karya yang terbit sebelumnya. Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan karya sastra hasil imajinasi dan penghayatan pengarang terhadap masyarakat. Novel sebagai karya sastra lebih mengemukakan sesuatu yang bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci dan melibatkan permasalahan yang kompleks (Nurgiyantoro, 1995:10-11). Novel merupakan karya sastra yang memiliki cakupan luas dan dengan kedalaman isinya membawa manusia menjelajahi kekayaan yang tidak dimiliki karya sastra lainnya. Melalui novel, manusia dapat menggali lebih dalam sisi kemanusiannya. Novel sebagai karya sastra mengandung banyak makna dan ideologi di dalamnya. Seorang pembaca dapat mengambil makna yang ia perlukan tergantung dari sudut pandang yang digunakan dan dimanfaatkan untuk diterapkan dalam kehidupan. Salah satu yang penting adalah anggapan bahwa novel merupakan cermin kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial. Hal ini berarti pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang dibuatnya. Novel sebagai kreasi manusia yang diangkat dari realitas kehidupan, tetapi realitas yang terdapat didalamnya bukan lagi realitas yang utuh, namun sudah mengalami proses imajinasi dari diri pengarang. Dengan kata lain realitas tersebut adalah gambaran oleh pengarangnya dengan mengunakan daya imajinasi sesuai dengan kenyataan jiwa pengarang, yang berupa pengalaman hidup yang manis, menarik perhatian, menyegarkan commit perasaan to user penikmatnya, pengalaman jiwa 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang terdapat dalam karya sastra memperkaya kehidupan batin manusia khususnya pembaca. Keberadaan karya sastra (novel) di tengah masyarakat adalah hasil imajinasi pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya (world vision) kepada subjek kolektifnya. Hubungan yang menggabungkan subjek individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan bahwa sastra berakar pada kultur dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil yang erat terhadap karya sastra baik dalam segi isi maupun bentuk. Keberadaan pengarang dalam lingkungan sosial masyarakat tertentu, ikut pula mempengaruhi karya yang dibuatnya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu yang ditempati pengarang akan dengan sendirinya mempengaruhi jenis sastra tertentu yang dihasilkan pengarang. Dengan kata lain karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan, kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tidak luput dari pengaruh sosial dan budaya. Pengaruh tersebut bersifat timbal balik, artinya karya sastra dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat. Kecenderungan ini didasarkan pada pendapat bahwa tata kemasyarakatan bersifat normatif. Hal ini berarti terdapat paksaan bagi masyarakat mematuhi nilai-nilai yang berada di masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang harus ikut diperhatikan dan menentukan terhadap jenis tulisan pengarang, objek karya sastra, pasar karya sastra, maksud penulisan, dan tujuan penulisan. Karya sastra, khususnya novel, menampilkan latar belakang sosial budaya masyarakat. Menurut Waluyo (2002: 51) latar belakang yang ditampilkan meliputi: tata cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, dan sebagainya. Latar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
belakang sosial budaya tersebut menjadi deskripsi permasalahan yang diangkat dalam cerita novel. Karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptanya. Suryanata (1999: 8) menyatakan bahwa sifat-sifat sastra menuntut orang untuk melihat kenyataan sebagaimana adanya, bukan melihat apa yang seharusnya terjadi, sehingga sastra yang baik merupakan cermin realitas masyarakat zamannya. Pramoedya Ananta Toer adalah pengarang fenomenal dan sampai akhir hidupnya, ia merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar kandidat Pemenang Nobel Sastra. Sebagai sastrawan yang juga terlibat di dalam kancah politik di tanah air, dengan afiliasinya ke partai yang berhaluan Marxis dengan fahamnya realisme sosialis, tidak mungkin melepaskan begitu saja karya-karyanya itu dari pandangan dan ideologi yang dianutnya. Akibat yang ditimbulkan dari keberpihakannya secara politis itu, menjadikan dia harus mendekam di penjara selama kekuasaan Orde Baru. Selain itu, karyakaryanya juga dilarang beredar dan dibaca masyarakat. Latar belakang hidup yang demikian tentunya akan sangat mempengaruhi karya-karya yang dihasilkannya, termasuk novel Arok Dedes. Jika melihat dari sudut pandang ini, maka menganalisis novel Arok Dedes ini tentu tidak cukup secara tekstual, melainkan harus juga mengungkapkan proses produksi teks sastra itu dan konteks sosialnya. Paling tidak, berusaha sampai pada pemikiran dan pandangan pengarang sebagai penghasil novel tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian sosiologi sastra dan resepsi dengan judul “Kajian Sosiologi Sastra dan Resepsi Novel Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer.” Mengingat masalah yang ditawarkan dunia sastra sangat luas dan kompleks,
dalam
kesempatan
ini
penulis
membatasi
ruang
lingkup
permasalahannya dengan maksud agar pembahasan tidak melebar. Pembatasan tersebut adalah pemahaman terhadap novel Arok Dedes dengan berdasarkan sosiologi sastra dan resepsi. Sosiologi sastra merupakan satu kajian yang rumit commit ruang to userlingkup permasalahan hanya dari dan luas, karena itu penulis membatasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
aspek sosiologi pengarang, yakni permasalahan status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Resepsi dalam konteks penelitian ini adalah tanggapan dari pembaca (mahasiswa dan guru bahasa Indonesia).
B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan pendekatan yang penulis pergunakan dalam penelitian ini, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah latar belakang sosial budaya pengarang dari Arok Dedes dalam novel Arok Dedes ? 2. Bagaimanakah relevansi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari ? 3. Bagaimanakah resepsi pembaca mengenai novel Arok Dedes ? 4. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Arok Dedes ?
C. Tujuan Penelitian Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya pengarang dari novel Arok Dedes. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan korelasi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan dalam sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari. 3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan resepsi pembaca ; mahasiswa dan guru bahasa Indonesia. 4. Untuk
mendiskripsikan
dan
menjelaskan
nilai-nilai
pendidikan
yang
terkandung dalam novel Arok Dedes.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi secara teoretis dan praktis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
1.
Manfaat Teoretis Memperkenalkan kepada pencinta sastra bahwa kajian sosiologi sastra dan resepsi sastra merupakan cabang kritik sastra yang akan membawa pembaca dalam suasana karya itu dibuat juga dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang nilai-nilai ajaran yang baik sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat Praktis a.
Bagi pembaca Hasil penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi pembaca akan nilai-nilai positif dan negatif dalam kehidupan.
b.
Bagi guru Hasil penelitian
dapat menambah pengetahuan guru dalam mencari
alternatif materi ajar yang tepat dalam pengajaran novel. c.
Bagi Siswa Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi siswa dalam pengetahuan tentang manfaat dan nilai-nilai yang ada dalam novel.
d.
Bagi Peneliti lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Novel a.
Pengertian dan Karakteristik Secara etimologis, novel berasal dari kata latin novella yang berarti kabar atau pemberitahuan. Novella diturunkan menjadi kata inovelis yang berarti baru. Dapat dikatakan baru karena novel hadir sebagai genre sastra setelah puisi dan drama yang terlebih dahulu ada. Bentuk novel dapat dikatakan sama dengan roman karena keduanya sama-sama menceritakan hal-hal yang terjadi pada kehidupan para tokohnya dan perubahan nasib para tokohnya. Goldmann (dalam Faruk, 2003: 29) mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yagn otentik dalam dunia yang terdegradasi pula. Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan antara sang hero dengan dunia. Sebagai karya yang kompleks, novel memiliki karakteristik yang menjadi ciri novel tersebut. Waluyo (2002: 37) mengungkapkan bahwa di dalam novel terdapat perubahan nasib dari tokoh cerita, ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya, dan biasanya tokoh utama tidak sampai mati. Novel dapat dibedakan dengan melihat karakteristik jenisnya. Waluyo (2002: 38-39) membedakan jenis novel menjadi dua, yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai sastra (tinggi), sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya diragukan (rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya Di pihak lain Goldmann (dalam Ratna, 2003: 126), yang memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas commit to user kultural, mengungkapkan bahwa novellah karya sastra yang berhasil 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
merekonstruksi struktur mental dan kesadaran sosial secara memadai, yaitu dengan cara menyajikannya melalui tokoh-tokoh dan peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga merupakan salah satu keunggulan novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan memahami gejala sosial, perilaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis (Ratna, 2003: 127). Ratna (2004:314) menyimpulkan bahwa dari segi struktur, sebuah novel sastra maupun novel populer mengandung unsur-unsur yang paling lengkap. Novel menyediakan cerita dengan peristiwa, tokoh, dan latar, sehingga menulis dianggap berdialog dengan orang lain. Novel memanfaatkan bahasa biasa, bahasa sehari-hari, yang juga merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan penulis. Novel juga menyediakan media yang sangat luas, sehingga pengarang
memiliki
kemungkinan
yang
seluas-luasnya
untuk
menyampaikan pesan. Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1989:282) mengungkapkan bahwa novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari jaman pada saat novel itu ditulis. Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat meyakinkan), sebagai sebuah cerita yang sebenarnya, sebagai sejarah cerita hidup seseorang pada jamannya (Wellek, 1989:276). Nurgiyantoro (2007:4) menyebutkan bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar dan sudut pandang yang bersifat imajinatif. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam sebuah cerita novel kehidupan itu sering terasa benar adanya, seolah-olah terjadi secara kenyataan. Hal ini dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan atau dianalogikan dengan dunia nyata, lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar commit to user aktualnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya fiksi yang memiliki tema, alur, latar, tokoh, dan gagasan pengarang. Selain itu, novel juga menampilkan rangkaian cerita kehidupan seseorang yang dilengkapi dengan peristiwa, permasalahan, dan penonjolan watak setiap tokohnya.
b. Unsur Intrinsik Baik buruk dan menarik tidaknya sebuah cerita rekaan (roman, cerpen, maupun novel) sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan antara unsur-unsur pembentuk cerita. Unsur-unsur pembentuk cerita dalam novel yang berasal dari dalam disebut unsur intrinsik, sedangkan unsurunsur pembentuk cerita yang berasal dari luar disebut unsur ekstrinsik. Menurut Damono (2000:10), pendekatan intrinsik dilakukan jika peneliti memisahkan karya sastra dari lingkungannya. Dalam pendekatan ini karya sastra dianggap memiliki otonomi dan bisa dipahami tanpa harus mengaitkannya dengan lingkungannya seperti penerbit, pembaca, dan penulisnya. Novel misalnya, merupakan sistem formal yang analisisnya meliputi tema, alur dan pengaluran, latar, tokoh dan penokohan, dan penceritaan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik terhadap karya sastra dilakukan jika penelitian ditujukan untuk mengungkapkan hubungan-hubungan yang ada antara karya sastra dengan lingkungannya, antara lain pengarang, pembaca, dan penerbit. Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun sebuah karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut secara otomatis mampu membangun cerita dan membuat novel memiliki roh. Sebaliknya, unsur ekstrinsik yang menitikberatkan karya sastra dan hubungannya dengan pengarang, pembaca, dan lingkungan, akan lebih banyak berkonsentrasi pada peristiwa dan sudut pandang penceritaan. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan intrinsik dilakukan jika penelitian menitikberatkan kajian to user dari lingkungan tempat karya kepada karya sastra dancommit memisahkannya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
tersebut dilahirkan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik dilakukan jika penelitian lebih menitikberatkan kajian kepada karya sastra dan hubungannya dengan pengarang, pembaca, lingkungan, peristiwa, dan sudut pandang. Berdasar dari uraian di atas, unsur-unsur intrinsik novel adalah sebagai berikut: 1) Tema Tema merupakan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman, 1990:78). Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2007:67) menyatakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007:74) tema dalam sebuah karya sastra fiksi hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun cerita
yang
lain,
yang
secara
bersama
membentuk
sebuah
kemenyeluruhan. Ada beberapa macam tema yaitu tema yang sifatnya didaktis, pertentangan antara baik dan buruk; tema yang eksplisit dan implisif; cinta, kehidupan keluarga; tema yang biasa dan tidak biasa; dan tema konflik kejiwaan (Sudjiman, 1988:50). Selain itu, Shipley (dalam Nurgiyantoro, 2007:80) mencoba menjelaskan tingkatan tema, diantaranya: a)
Tema tingkat fisik Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menunjukkan banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan.
b) Tema tingkat organik Tema
karya
sastra
pada
tingkat
ini
lebih
banyak
mempermasalahkan seksualitas, khususnya kehidupan seks yang menyimpang, misalnya berupa penyelewengan dan pengkhianatan suami istri, atau skandal-skandal seksual lainnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
c)
Tema tingkat sosial Tema
karya
sastra
pada
tingkat
ini
lebih
banyak
mempermasalahkan ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda, dan lain sebagainya. d) Tema tingkat egoik Tema
karya
sastra
pada
tingkat
ini
lebih
banyak
mempermasalahkan egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. e)
Tema tingkat divine Tema
karya
sastra
pada
tingkat
ini
lebih
banyak
mempermasalahkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiusitas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan keseluruhan yang terkandung dalam sebuah cerita. 2) Alur dan Pengaluran Alur adalah urutan peristiwa yang dihubungkan secara kausal. Peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain (Stanton dalam Sugihastuti, 2000:46). Nurgiyantoro (2002:10) mengungkapkan alur adalah salah satu unsur yang mendukung terbentuknya sebuah cerita. Kenney (dalam Nurgiyantoro, 2007:113) mendefinisikan alur adalah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat. Forster (dalam Nurgiyantoro, 2007:113) mendefinisikan alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Nurgiyantoro
(dalam
Sugihastuti,
2000:46)
kembali
mengungkapkan bahwa sebuah peristiwa terjadi karena adanya aksi commit tooleh user tokoh cerita, baik yang bersifat atau aktifitas yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
verbal maupun non verbal, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur merupakan cerminan perjalanan tokoh dalam berpikir, bertindak dalam menghadapi berbagai macam masalah kehidupan. Analisis alur difokuskan pada fungsi utama yang membentuk sebuah alur cerita. Fungsi utama disusun berdasarkan hubungan sebab akibat sebuah peristiwa dalam cerita. Fungsi utama diperoleh berdasarkan sekuen yang memiliki hubungan sebab akibat satu dengan lainnya. Sementara itu Sumardjo dan Saini (1986:49) menjabarkan struktur atau tahapan alur, yaitu: pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal Zaimar (1991:32) menjelaskan bahwa pengaluran adalah pemilihan dan pengaturan peristiwa pembentuk cerita tersebut. Cerita diawali dengan peristiwa dan diakhiri juga dengan peristiwa tanpa terikat urutan waktu. Analisis struktur cerita bertujuan untuk mendapatkan susunan teks. Satuan teks biasa disebut sekuen. Menurut Todorov (1985:50), sekuen yaitu satuan motif (kalimat) atau satuan cerita yang memberikan kesan atau suatu keutuhan sempurna. Syarat satu sekuen diantaranya: satu titik perhatian (fokalisasi), satu kurun waktu tertentu, dan ditandai hal-hal lain seperti lay out. Jenis pengaluran terbagi atas: (1) Ingatan atau flashback, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa lalu. Ada dua jenis ingatan, yaitu sorot balik dan kilas balik. (a) Sorot balik yaitu peristiwa masa lalu yang ditampilkan dalam rangkaian peristiwa. (b) Kilas balik yaitu peristiwa masa lalu yang ditampilkan hanya dalam satu peristiwa. (2) Linear atau realitas fiktif, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa kini (dalam teks). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
(3) Bayangan, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa yang belum terjadi. Peristiwa itu hanya ada dalam benak tokoh cerita, termasuk di dalamnya adalah mimpi yang dialami tokoh tersebut. Dari beberapa pendapat mengenai alur, dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan peristiwa dan konflik-konflik yang tersusun secara logis. Sedangkan pengaluran adalah satuan urutan peristiwa dalam sebuah cerita. 3) Latar Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990:48). Menurut Wellek dan Warren (1989:290), latar didefinisikan sebagai alam sekitar atau lingkungan, terutama lingkungan dalamnya dapat dipandang sebagai pengekspresian watak secara metonimik dan metaforik. Latar yaitu ruang dan waktu terjadinya peristiwa, objek-objek, kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya yang ada pada ruang dan waktu terjadinya peristiwa itu (Faruk, 1998:32). Sementara itu Nurgiyantoro (2007:227) mengklasifikasikan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, diantaranya: a) Latar tempat Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas. Keberhasilan latar tempat ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keterpaduannya
dengan
unsur
latar
yang
lain
sehingga
keseluruhannya bersifat saling mengisi. b) Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya to user dalam sebuah karya fiksi. peristiwa-peristiwacommit yang diceritakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
c) Latar sosial Latar sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Kehidupan masyarakat tersebut berupa kebiasaan hidup,
adat
istiadat,
tradisi, keyakinan,
pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Kenny (dalam Sudjiman, 1988:44) menyebutkan unsur latar secara terperinci meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh; waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelektual, sosial dan emosional para tokoh. Hudgon (dalam Sugihastuti, 2002:54) membedakan latar menjadi dua, yaitu: 1) Latar fisik atau material Adapun yang termasuk latar fisik atau material adalah tempat, waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita. 2) Latar sosial Yang termasuk latar sosial adalah penggambaran keadaan masyarakat atau kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu tempat atau waktu tertentu, pandangan hidup, dan adat istiadat yang melatari sebuah peristiwa. Aminudin (2002:67) mengungkapkan bahwa ada dua aspek fungsi setting dalam karya fiksi, diantaranya:1) Setting berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. 2) Setting memiliki fungsi psikologis yaitu nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasanasuasana tertentu yang menggerakkan emosi aspek kejiwaan pembacanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah penjelasan mengenai suasana, waktu, tempat, dan perilaku lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang ada dalam sebuah cerita. 4) Tokoh dan Penokohan Tidak ada cerita yang tidak memiliki tokoh, sekalipun tokoh tersebut tidak berupa manusia. Tokoh cerita dapat berupa hewan dan tumbuhan yang dipersonalisasikan. Contoh personalisasi tokoh hewan dan tumbuhan biasanya muncul dalam sebuah fabel. Tokoh cerita dapat didefinisikan sebagai subjek sekaligus objek peristiwa dan pelaku yang berperan dalam sebuah cerita. Seperti telah disebutkan di atas bahwa definisi singkat tokoh merujuk pada pelaku cerita, sedangkan definisi penokohan lebih merujuk pada penggambaran tokoh-tokoh cerita yang mempunyai watak-watak tertentu. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:165) berpendapat bahwa tokoh cerita (character) orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Nurgiyantoro (2007:176), tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: a) Tokoh utama dan tokoh tambahan yaitu tokoh utama (central character atau main character) yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh ini merupakan yang paling banyak diceritakan dan senantiasa hadir dalam setiap kejadian. Tokoh tambahan (peripheral character) yaitu tokoh yang pemunculannya sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama. b) Tokoh protagonis dan tokoh antagonis.Tokoh protagonis yaitu tokoh yang digambarkan commit to user pengejewantahan norma-norma, sebagai hero-tokoh yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
nilai-nilai yang ideal yakni sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang menyebabkan konflik, beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung maupun tak langsung dan bersifat fisik ataupun batin. c) Tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana (simple atau flat character) yaitu tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, sifat dan tingkah lakunya bersifat datar dan monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu, mudah dikenal dan dipahami, lebih familiar, dan cenderung stereotip. Tokoh bulat (complex atau round character) yaitu tokoh yang memiliki watak dan tingkah laku bermacam-macam, perwatakannya sulit dideskripsikan secara tepat, bahkan dapat bertentangan dan sulit diduga. d) Tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis atau biasa disebut tokoh tidak berkembang (static character) yaitu tokoh yang memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita. Tokoh ini juga kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahanperubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. Tokoh berkembang (developing character) yaitu tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot. Tokoh ini secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, dan lainnya, yang kesemuanya akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Sikap dan watak dari tokoh berkembang mengalami perkembangan dan perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita. e) Tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal (typical character) yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral (neutral character) yaitu tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Tokoh netral merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Tokoh ini dihadirkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
semata-mata de mi cerita, atau bahkan dialah empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Penokohan tokoh cerita secara tipikal pada hakikatnya dapat dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, dan tafsiran pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata. Tanggapan itu mungkin bernada negatif seperti terlihat dalam karya yang bersifat menyindir, mengkritik, bahkan mungkin mengecam, karikatural atau setengah karikatural. Namun sebaliknya juga mungkin bernada positif seperti yang terasa dalam nada memuji. Tanggapan juga dapat bersifat netral, artinya pengarang melukiskan seperti apa adanya tanpa disertai sikap
subjektivitasnya
sendiri
yang
cenderung
memihak
(Nurgiyantoro, 2007:191). Aminudin (2002:80) mengungkapkan bahwa ada sembilan cara untuk
memahami watak tokoh dalam cerita, diantaranya: tuturan
pengarang terhadap karakteristik
pelakunya, gambaran yang
diberikan pengarang melalui gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, menunjukkan bagaimana perilakunya, melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, memahami bagaimana jalan pikirannya, melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya, melihat bagaimana tokoh-tokoh lain memberikan reaksi terhadapnya, melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku cerita yang dimunculkan dalam sebuah karya naratif. Sedangkan penokohan adalah cara pengarang memberi gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai tokoh dan perwatakannya dalam sebuah cerita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
5) Penceritaan Dalam menganalisis penceritaan, menurut Genete (dalam Todorov, 1985:25) harus mempertimbangkan 2 kategori, yaitu kategori modus dan kategori tutur. Kategori tutur disebut juga penceritaan. Kehadiran pencerita terdiri atas 2 jenis, yaitu: a) Pencerita dalam (intern). Pencerita dalam terlibat secara langsung sebagai tokoh cerita. Ciri-cirinya adalah ditemukannya kosakata “aku” atau “saya” di dalam cerita tersebut.b) Pencerita luar (ekstern). Pencerita luar sama sekali tidak terlibat sebagai tokoh cerita. Ciri-cirinya adalah ditemukannya kosakata “dia”, “ia” atau penunjuk kata ganti orang ketiga lainnya. Tipe penceritaan terbagi atas tiga jenis, diantaranya: 1) Wicara yang dialihkan: pencerita menyajikan pikiran-pikiran dan perasaan yang dialami para tokoh, 2) Wicara yang dinarasikan: pencerita menyajikan peristiwa dan tindakan yang dialami para tokoh. 3) Wicara yang dilaporkan: Pencerita menyajikan dialog-dialog para tokoh cerita. Sementara
itu
Todorov
(dalam
Nurgiyantoro,
2002:94)
berpendapat bahwa penceritaan merupakan peristiwa-peristiwa yang membentuk dunia fiktif tidak dikemukakan sebagaimana aslinya, akan tetapi menurut penuturan tertentu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penceritaan adalah cara pengarang menyajikan peristiwa yang ada dalam cerita, serta pikiran dan perasaan yang dialami oleh tokoh cerita.
c.. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik novel adalah unsur pembentuk cerita yang berasal dari luar karya sastra, seperti karya sastra dengan lingkungan, pengarang, pembaca, dan penerbitnya. Selain itu, unsur ekstrinsik juga lebih banyak berkonsentrasi pada peristiwa dan sudut pandang penceritaan. Menurut Nurgiyantoro (2007:24), unsur ekstrinsik novel adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan sistem organisme karya sastra. Sementara itu, commit to user Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007:24) menjelaskan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
unsur yang dimaksud antara lain adalah subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata, unsur sosiologi, biografi pengarang, keadaan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya dapat menentukan ciri karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik yang lain misalnya pandangan hidup suatu bangsa (Nurgiyantoro, 2007:24). Dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur ekstrinsik sangat berpengaruh besar terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan sudut pandang pengarang yang memiliki perbedaan lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya. d. Pendekatan Sosiologi Pengarang Dari beberapa macam pendekatan yang ada dalam mengkaji karya sastra, pendekatan sosiologi sastra dan sosiologi pengarang dapat dikatakan sebagai pendekatan yang tidak pernah sepi untuk digunakan. Hal ini terjadi mengingat karya sastra selalu mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakatnya. Ratna (2004:60) menyebutkan bahwa dasar pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang; b) pengarang adalah anggota masyarakat; c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat; d) hasil karya sastra dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Pengarang adalah anggota masyarakat, memperoleh pengetahuan melalui masyarakat, dan yang terpenting pengarang menyajikan sudut pandang sesuai dengan masyarakat yang mengkondisikannya. Secara faktual, pengarang jelas memegang peranan penting, bahkan menetukan. Tanpa pengarang karya sastra dianggap tidak ada. Tanpa pengarang fakta-fakta sosial hanya terlihat melalui satu sisi, pada permukaan. Melalui daya imajinasinya, pengarang berhasil melihat fakta-fakta secara commit to user gejala. Kemampuannya dalam multidimensional, gejala di balik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
menghasilkan karya sastra disebabkan oleh perbedaan kualitas, yaitu kualitas dalam memanfaatkan emosionalitas dan intelektualitas, bukan perbedaan jenis (Ratna, 2004:302-303). Pandangan dalam masyarakat lama maupun masyarakat modern, pengarang termasuk sebagai kelompok elite, sebagai kelas menengah atas. Dalam masyarakat lama, pengarang dianggap memiliki kemampuan tersendiri dalam mengakumulasikan gejala-gejala sosial. Sedangkan dalam masyarakat modern, pengarang memperoleh
posisi terhormat
tanpa harus memperoleh gelar akademis. (Ratna, 2004:333) Pada umumnya para pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional. Pendek
kata,
pengarang
merupakan
indikator
penting
dalam
menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra (Ratna, 2004:334). Penonjolan paling besar pada pengarang diberikan dalam zaman Romantik. Selain itu, bangsa Yunani Kuno menganggap bahwa pengarang mendapat ilham dari dewa (Luxemburg 1991:7). Sejarah sastra abad ke-19 sudah mulai memperhatikan bagaimana karya sastra lahir dan dapat dijelaskan sedetil-detilnya dengan meneliti riwayat kejadian, peristiwa yang dialami oleh pengarang dan lingkungan geografis serta historis tempat pengarang dibesarkan. Menurut Luxemburg (1991:8), paling banyak karya sastra merupakan teks yang di dalamnya terjalin fakta biografis. Setiap pengarang akan mengatur kesan dari kehidupan dan pengalamannya sendiri, mengubahnya dan memanfaatkannya untuk menyusun teks. Untuk memahami suatu teks seutuhnya, kita tidak cuma harus membaca teksnya, tapi juga memahami penulisnya. Selain penulisnya, juga kondisi jaman serta lingkungan dimana ia hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
e. Perspektif Pengarang Kualitas responsif dan representatif, entitas dan integritas karya sastra di tengah-tengah masyarakat, mengandaikan bahwa karya sastra secara keseluruhan mengambil bahan di dalam dan melalui kehidupan masyarakat. Dengan demikian, karya sastra, seperti juga karya-karya dalam ilmu kemanusiaan yang lain, mengesahkan dan mengevaluasikan bahan-bahan yang sama, tetapi dengan cara pandang dan cara pemahaman yang berbeda. Dengan memanfaatkan kualitas manipulatif medium bahasa, karya sastra bahkan dapat menunjukkan maksud yang sama dengan cara yang sama sekali bertentangan (Ratna, 2003:35). Menurut Hellwig (2007:62), tidak hanya pengarang novel yang menciptakan bayangan tentang masyarakat, para ahli sejarah, antropologi dan sosiologi juga demikian. Setiap pengarang, ilmuwan ataupun tidak, dikekang
oleh
prasangka-prasangkanya
masing-masing
dan
membubuhkan nilai-nilai serta ideologi-ideologinya pada materi yang disajikannya. Masih menurut Hellwig (2007:62), dalam karya fiksi diciptakan dunia khayalan dengan pelaku-pelaku serta kejadian yang dikarang. Sekalipun kejadian-kejadian itu tidak pernah benar-benar terjadi, dan watak atau tokoh-tokohnya bukan tokoh sejarah, namun mereka mewakili nilai-nilai, norma-norma, dan ideologi-ideologi suatu kurun waktu tertentu. Dalam sebuah tulisannya mengenai novel-novel Charles Dickens, salah satunya Oliver Twist, Raymond Williams (1973) merinci keterkaitan antara novel dengan gagasan sosial. Menurutnya, ada tujuh macam cara yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan sosialnya ke dalam novel, yaitu mempropagandakannya, menambahkan gagasan ke dalamnya, memperbantahkan gagasan, menyodorkan gagasan sebagai konvensi, dan memunculkan gagasan sebagai tokoh, melarutkan gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi maupun menampilkannya sebagai commit to user super struktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Dapat disimpulkan bahwa perspektif pengarang dalam karya sastra, dalam hal ini novel, selalu dihubungkan dengan pemasukan ideologiideologi, nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh pengarang yang bersangkutan. 2. Sosiologi Sastra Istilah ”sosiologi sastra” dikenalkan pada tulisan-tulisan kritikus dan ahli sejarah sastra yang perhatian utamanya ditujukan dengan cara-cara seorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju (Abrams, 1981:178). Sosiologi sastra memperlakukan karya sastra sebagai karya yang ditentukan (dipersiapkan) secara tidak terhindarkan oleh keadaan-keadaan masyarakat dan kekuatankekuatan pada zamannya, yaitu dalam pokok masalahnya, penilaianpenilaian kehidupan yang implisit dan eksplisit yang diberikan, bahkan juga dalam bentuknya. Sosiologi sastra didasarkan atas pengertian bahwa setiap fakta kultural lahir dan berkembang dalam kondisi sosiohistoris tertentu. Sistem produksi
karya
seni,
karya
sastra
khususnya,
dihasilkan
melalui
antarahubungan bermakna, dalam hal ini subjek kreator dengan masyarakat. Meskipun demikian sistem produksi karya sastra tidak didasarkan atas komunikasi linier antara pengarang, penerbit, patron, dan masyarakat pembaca pada umumnya, melainkan juga tradisi dan konvensi literer. Sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsifungsi
sastra,
karya
sastra
sebagai
produk
masyarakat
tertentu.
Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mesti memberikan masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang menghasilkannya. Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam pengertian yang negatif. Artinya, antarhubungan yang terjadi tidak merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antarhubungan akan menghasilkan proses regulasi dalam sistemnya masing-masing. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra memiliki paradigma dengan asumsi berbeda daripada yang telah digariskan oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut (Soemanto, 1993; Levin, 1973:56). Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani objek sasarannya. Sementara itu, Pospelov (1967:354) berpendapat sebagai berikut: What is the relationship between literature and sociology? Literature is an art that develops in human society throughout the ages quite independently of sociology, whereas sociology ias a science whose purpose is to discover the objective laws of social life in all its manifestations including creative art. Dalam pendapat lain, Rushing (2004) juga berpendapat bahwa : Sociology of literature a brach of literary study that examines the relationship between literary work and their social, modes of publicational dramatic presentation, and the social class position of authors and readers Metode sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi/cerminan masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis. Sebagai anggota masyarakat, penulis tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial budaya, politik, keamanan, ekonomi dan alam yang melingkupinya. Selain merupakan suatu eksperimen moral yang dituangkan oleh pengarang melalui bahasa, sastra dalam kenyataannya menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial (Damono, 1978:1). Seperti halnya karya seni yang lain, karya sastra adalah refleksi pengalaman hidup dan kehidupan manusia,
baik secara nyata
ataupun hanya rekaan semata, yang dipenggal-penggal dan kemudian commit to persepsi user dirangkai kembali dengan imajinasi, dan keahlian pengarang serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
disajikan melalui sebuah media (bahasa). Bagaimanapun peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan Tuhan, alam semesta, masyarakat, manusia lainnya, dengan dirinya sendiri. Hubungan hakiki itulah yang kemudian melahirkan berbagai masalah yang dihadapi manusia, misalnya : maut, tragedi, cinta, loyalitas, harapan , makna dan tujuan hidup. Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (1956) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi yaitu: a) sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang; b) sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya; c) sosiologi sastra: yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat. Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat oleh Ian Watt (Damono, 1978) dengan melihat hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Telaah suatu karya sastra menurut Ian Watt akan mencakup tiga hal, yakni: a) konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya; b) sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat; c)Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan masyarakat bagi pembaca. Umar Junus (1985) mengemukakan bahwa yang menjadi pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah sebagai berikut: a) karya commitsosio-budaya; to user sastra dilihat sebagai dokumen b) penelitian mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
penghasilan dan pemasaran karya sastra; c) penelitian tentang penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya; d) pengaruh sosio-budaya terhadap penciptaan karya sastra, misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan pendekatan
Marxis
yang
berhubungan
dengan
pertentangan
kelas;
e)pendekatan strukturalisme genetik dari Goldman; dan f) pendekatan Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk sastra. Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa metode sosiologi sastra mempunyai prinsip dasar bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra(kesusastraan) itu ditulis, atau dengan kata lain karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat.
3.
Resepsi Sastra Resepsi sastra, pada dasarnya sudah di mulai oleh Mukarovsky dan Vodicka, dengan konsep karya seni sebagai objek estetik, bukan artefak. Dengan adanya peranan dan aktifitas pembacalah, yang disertai dengan peranan masa lampaunya terjadi pertemuan antara objek dengan subjek, yang dengan sendirinya menimbulkan kualitas estetis. Teeuw (dalam Ratna,2004: 201) menganggap studi resepsi sastra seperti ini sangat tepat untuk sastra Indonesia sebab Indonesia memiliki khazanah sastra, khususnya sastra lama yang sangat beragam. Resepsi sastra berasal dari kata latin “recipare” yang berarti menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Jika pembaca merasa nikmat dalam memahami karya sastra berarti karya sastra tersebut dipandang sukses. Resepsi sastra adalah pendekatan penelitian sastra yang tidak berpusat pada teks. Karena teks bukan satu-satunya objek penelitian, pendekatan ini tidak murni meneliti sastra. Resepsi sastra justru meneliti teks sastra dalam kaitannya tertentu. Teks sastra di teliti dalam kaitannya dengan pengaruh yakni keberterimaan pembaca (Ratna, 2004: 169), karena itu. Dasar commit to user pemikirannya adalah teks sastra ditulis dengan segala struktur estetik yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
ada untuk disajikan kepada pembaca, maka dalam hal ini seorang pembaca mempunyai peranan penting dalam memahami makna teks sastra tersebut (Endraswara, 2003: 118) Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan.
Dalam
memberikan
sambutan
dan
tanggapan
tentunya
dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial (Sastriyani 2001:253). Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu (Ratna dalam Walidin 2007). Sementara itu, Jurt (2005:1) menyatakan bahwa reception theory, despite its influence, has been criticised for its lack of attention to the social contexts of reception. It has also mainly been applied within one national context. Menurut Pradopo (2007:218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo 2007:207) menegaskan bahwa resepsi termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang memberikan nilai. Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah commit memanifestasikan to user sastra sangat penting, yang terakhir dirinya sebagai proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru. Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks
yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan
pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya (Jauss 1983:21). Metode resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo 2007:209). Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan pembacanya. Pradopo (2007:210-211) mengemukakan bahwa penelitian resepsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini menggunakan pembaca yang berada dalam satu periode. Sedangkan penelitian diakronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca pada setiap periode. Menurut Ratna (2009:167-168), resepsi sinkronis merupakan penelitian resepsi sastra yang berhubungan dengan pembaca sezaman. Dalam hal ini, sekelompok pembaca dalam satu kurun waktu yang sama, commit tosuatu user karya sastra secara psikologis memberikan tanggapan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
maupun sosiologis. Resepsi diakronis merupakan bentuk penelitian resepsi yang melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian resepsi diakronis ini membutuhkan data dokumenter yang sangat relevan dan memadai. Pada penelitian resepsi sinkronis, umumnya terdapat norma-norma yang sama dalam memahami karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan horizon harapan pada setiap pembaca, maka pembaca akan menanggapi sebuah karya sastra dengan cara yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan karena latar belakang pendidikan, pengalaman, bahkan ideologi dari pembaca itu sendiri. (Pradopo 2007:211). Penelitian resepsi sinkronis ini menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca yang berada dalam satu kurun waktu. Penelitian ini dapat menggunakan tanggapan pembaca yang berupa artikel, penelitian, ataupun dengan
mengedarkan
angket-angket
penelitian
pada
pembaca.
Resepsi diakronis umumnya menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari pembaca pada tiap periode. Pada penelitian diakronis ini mempunyai kelebihan dalam menunjukkan nilai senia sebuah karya sastra, sepanjang waktu yang telah dialuinya (Pradopo 2009:211). Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua langkah sebagai berikut: a) setiap pembaca perorangan maupun kelompok yang telah ditentukan, disajikan sebuah karya sastra. Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan baik lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh dari pembaca tersebut kemudian dianalisis menurut bentuk pertanyaan yang diberikan. Jika menggunakan angket, data penelitian secara tertulis dapat dibulasikan. Sedangkan data hasil penelitian, jika menggukan metode wawancara, dapat dianalisis secara kualitatif; b) Setelah memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemudian pembaca tersebut diminta untuk menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya. Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah to usermelalui kepuasan media massa. resepsi, digunakan strategicommit dokumenter
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Hasil kupasan tersebut yang nantinya akan dikaji oleh peneliti (Endraswara 2008:127). Menurut Abdullah (dalam Jabrohim 2001:119), penelitian resepsi secara sinkronis dan diakronis, dimasukan ke dalam kelompok penelitian resepsi menggunakan kritik teks sastra. Dalam penelitian resepsi sastra, Abdullah membagi tiga pendekatan, yaitu (1) penelitian resepsi sastra secara eksperimental, (2) penelitian resepsi lewat kritik sastra, dan (3) penelitian resepsi intertekstualitas. Secara umum, dari tiga pendekatan ini dapat dimasukkan ke dalam penelitian sinkronis dan diakronis, tidak hanya pada penelitian melalui kritik sastra saja. Penelitian eksperimental dapat dimasukan ke dalam peneitian sinkronis, karena dalam penelitian eksperimental ini mengunakan subjek penelitian yang berada dalam satu kurun waktu. Sedangkan penelitian dengan pendekatan yang ketiga, yaitu melalui intertekstualitas, dapat dimasukkan ke dalam penelitian diakronis. Karena dapat diteliti hasil konkretisasi melalui teks-teks sastra yang muncul pada setiap periodenya. Tetapi penelitian ini dapat digunakan pada teks sastra yang memiliki hubungan intertekstual dengan teks sastra yang menjadi acuan penelitian. Abrams (dalam Pradopo, 2005) membagi kritik sastra kedalam empat tipe yaitu kritik mimetik, kritik ekspresif, kritik objektif, dan kritik pragmatik. Kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan, pencerminan atau penggambaran dunia kehidupan manusia. Kritik ekspresif memandang karya sastra terutama dalam hubunganya dengan penulis sendiri. Kritik objektif memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia yang mengelilinginya. Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada pembaca. Kritik pragmatik disebut juga dengan resepsi sastra. Resepsi sastra dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi teks reaksi atau commit to user tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu dapat bersifat pasif atau aktif.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Tanggapan yang bersifat pasif adalah bagaimana seorang pembaca dapat memaknai karya itu atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Tanggapan yang bersifat aktif yaitu bagaimana pembaca mereaksinya (Junus, 1985: 1). Tanggapan pembaca terhadap karya sastra yang dibacanya sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuannya (Ratna, 2004: 170). Pembaca mengharapkan sesuatu terhadap karya sastra. Harapan pembaca tersebut, disebut dengan cakrawala harapan. Cakrawala harapan pertama kali diperkenalkan oleh Jauss. Jauss (dalam Pradopo, 1995: 207) berawal dari penelitiannya tentang sejarah sastra yang tidak lagi memaparkan nama pengarang dan jenis sastra melainkan bagaimana suatu karya sastra dapat diterima oleh pembacanya. Di mulai dari karya sastra itu terbit pertama kali sampai masa berikutnya. Dari suatu masa ke masa lain tersebut terdapat jarak yang akan dijembatani oleh cakrawala harapan dari pembaca terhadap karya sastra dalam arti pembaca sudah mempunyai konsep atau pengertian dan pemahaman tentang suatu karya sastra sebelum ia membaca karya sastra tersebut pemahaman antara pembaca satu dengan yang lain tentang karya sastra pasti berbeda, hal itulah yang menimbulkan cakrawala harapan pembaca yang ditentukan oleh tiga kriteria yaitu: a) pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap karya sastra sebelumnya; b) norma-norma dalam karya sastra yang telah dibaca pembaca; dan c) perbedaan fiksi dan kenyataan. Resepsi sastra berpandangan bahwa sastra dipelajari dalam kaitannya dengan reaksi pembaca. Menurut Jabrohim (2001: 119-120) dalam meneliti karya sastra berdasarkan resepsi dapat dilakukan dengan tiga cara yang akan dipaparkan sebagai berikut: a) intertektualitas yaitu penelitian resepsi intertektualitas dapat dilakukan melalui suatu karya sastra tertentu. Penelitian ini meneliti tanggapan pembaca karya sastra tertentu yang mempunyai hubungan dengan karya sastra yang diteliti, misalnya: Novel layar terkembang mempunyai hubungan dengan dengan commit to user novel Belenggu, maka untuk meneliti novel Belenggu dapat meneliti novel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Layar Terkembang; b) Eksperimental yaitu penelitian resepsi sastra diperkenalkan terhadap karya sastra pada satu periode yaitu masa kini. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan angket atau kuesioner dengan meminjam metodologi penelitian sosial; c) kritik sastra yaitu penelitan resepsi sastra dalam metode kritik sastra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara metode sinkronik dan diakronik, metode sinkronik dilakukan dalam satu kurun waktu atau periode tertentu. Kritik atau tanggapan pembaca dapat diambil dari penerbitan periode yang diteliti. Metode diakronik dilakukan melalui kritik pembaca dari satu periode ke periode berikutnya. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyimpulkan tanggapan pembaca ahli sehingga wakil pembaca dari setiap periode dapat diwakili. Berdasar dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan resepsi sastra adalah satu metode kritik sastra yang menitik beratkan pada pendapat atau tanggapan pembaca dalam menilai karya sastra.
4.
Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer Pramoedya dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925 sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap commit to dia userdan pemerintahan Soekarno. korupsi. Ini menciptakan friksi antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
a. Hoakiau di Indonesia Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan proKomunis Chinanya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di pulau-pulau di sebeluah timur Indonesia. Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang . Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanaya
Minke,
bangsawan
kecil
Jawa,
dicerminkan
pada
pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga commit user negara hingga 1999, dan juga 1992, serta tahanan kota dan to tahanan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun. Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995). b. Kontroversi Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsasay Award, 1995, diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat 'protes' ke yayasan Ramon Magsasay. Mereka tidak setuju, Pramoedya yang dituding sebagai "jubir sekaligus algojo Lekra paling galak, menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang" di masa demokrasi terpimpin, tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya. Tetapi
beberapa
hari
kemudian,
Taufik
Ismail
sebagai
pemrakarsa, meralat pemberitaan itu. Katanya, bukan menuntut 'pencabutan', tetapi mengingatkan 'siapa Pramoedya itu'. Katanya, banyak orang tidak mengetahui 'reputasi gelap' Pram dulu. Dan pemberian
penghargaan
Magsasay
dikatakan
sebagai
suatu
kecerobohan. Tetapi di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam mengembalikan hadiah Magsasay yang dianugerahkan padanya di tahun 1958, jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama. Lubis juga mengatakan, HB Yassin pun akan mengembalikan hadiah Magsasay yang pernah diterimanya. Tetapi, ternyata dalam pemberitaan berikutnya, HB Yassin malah mengatakan yang lain sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis. Dalam berbagai opini-opininya di media, para penandatangan petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965. Dan mereka menuntut pertanggungan jawab Pram, untuk mengakui dan meminta commit user pada 'masa paling gelap bagi maaf akan segala peran 'tidaktoterpuji'
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
kreativitas' pada jaman demokrasi terpimpin. Pram, kata Mochtar Lubis, memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya. Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan pidatonya di masa pra-1965 itu tidak lebih dari 'golongan polemik biasa' yang boleh diikuti siapa saja. Dia menyangkal terlibat dalam pelbagai aksi yang 'kelewat jauh'. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut membakar buku segala. Bahkan dia menyarankan agar perkaranya dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup. Kalau tidak cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya boleh menjawab dan membela diri, tambahnya. Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran. c. Multikulturalis Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, mengakhiri tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya membuat perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru selama masa 1970-an. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan kolumnis. Ia memperoleh Hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalisme, Sastra,
dan
Seni
Komunikasi
Kreatif
1995.
Ia
juga
telah
dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan user2000 dan pada 2004 Norwegian Hadiah Budaya Asia commit Fukuokato XI
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Authors' Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan memenangkan hadiah dari Universitas Michigan. Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan sedang dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan jantungnya melemah. Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya. Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya. Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
5. Nilai Pendidikan Karya Sastra
Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memiliki nilai, termasuk di dalamnya nilai edukatif atau pendidikan. Nilai yang terkandung di dalam karya sastra dapat dijadikan pedoman bagi penikmatnya, terutama bagi anak-anak atau generasi muda. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik, yaitu: nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya, dan nilai-nilai lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada dasarnya mengandung nilainilai yang perlu ditanamkan pada anak atau generasi muda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi dan Uhbiyati (1991: 69) bahwa nilai dalam sastra dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya. Sutrisno (1997: 63) juga menyatakan bahwa nilai-nilai dari to user sebuah karya sastra dapatcommit tergambar melalui tema-tema besar mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
siapa manusia, keberadaannya di dunia dan didalam masyarakat; apa itu kebudayaannya dan proses pendidikannya; semua ini dipigurakan dalam refleksi konkret fenomenal- berdasar fenomena eksistensi manusia- dan direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi. Nilai edukatif disebut juga nilai pendidikan. Nilai pendidikan dapat diperoleh pembaca setelah membaca karya sastra. Dengan membaca, memahami, dan merenungkannya pembaca akan memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya sastra itu sendiri. Karya sastra dapat memberikan pengalaman yang tidak diberikan media lain (Suyitno, 2000:3). Bertolak dari pendapat Suyitno tersebut, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat atau petuah bagi pembaca, namun juga dapat berupa kritikan pedas bagi seseorang, kelompok atau sebuah struktur sosial yang sesuai dengan harapan pengarang dalam kehidupan nyata. Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah. Sugono (2003: 111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: a) nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; b) nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; c) nilai kultural, yaitu nilai commit to userhubungan yang mendalam dengan yang dapat memberikan atau mengandung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; d) nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan e) nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo (dalam Tuloli, 1999: 232) menjelaskan bahwa sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Tillman (2004: xx-xxi) mengemukakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sastra, yaitu: a) kedamaian, merupakan suatu keadaan yang ditandai tidak adanya kekerasan, adanya penerimaan, komunikasi keadilan, komunikasi, ketenangan, dan sebagainya; b) penghargaan, yaitu mengenal kualitas individu, karena setiap individu adalah berharga; c) cinta, maksudnya dalam pribadi yang baik selalu ada cinta yang tulus, memberikan kebaikan, pemeliharaan dan pengertian, melenyapkan kecemburuan, dan menjaga tingkah laku; d) toleransi, yakni sifat terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan atau saling menghargai melalui saling pengertian; e) kejujuran yang berarti menyatakan bahwa kebenaran tidak ada kontradiksi dalam pikiran, kata atau tindakan serta tidak ada kemunafikan; f) kerendahan hati, artinya mengizinkan diri untuk tumbuh dalam kemuliaan dan integritas; g) kerja sama yang disebabkan karena ada prinsip saling menghargai, keberanian, pertimbangan pemeliharaan, membagi keuntungan, dan adanya penerimaan; h) Kebahagiaan sebagai akibat adanya kepuasan; to userkewajiban dengan sepenuh hati; i) tanggung jawab, yaitucommit melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
j) kesederhanaan, maksudnya kemampuan mempertimbangkan hal-hal yang tidak perlu; k) kebebasan yang berarti adanya keseimbangan antara
hak
dan
kewajiban
dan
pilihan
seimbang
dengan
konsekuensinya; dan l) Persatuan yang merupakan keharmonisan antara individu dalam suatu kelompok serta dibangun dari saling berbagi pandangan, harapan, dan tujuan mulia atau demi kebaikan bersama. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karya sastra mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya atau penikmatnya. Peneliti menyimpulkan bahwa secara umum nilai-nilai didik yang terdapat dalam karya sastra yaitu: a) nilai religius (agama); b) nilai moral (etika); c) nilai estetis; d) nilai kepahlawanan; dan e) nilai sosial. a.
Nilai Religius (Agama) Agama dapat bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Sebuah karya sastra yang mengangkat masalah kemanusiaan yang berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Hal itu tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan karya sastra, yaitu: kehidupan agama, sosial, dan individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan keyakinan agamanya ( Sugono, 2003: 115).
b.
Nilai Estetis Horatius (penyair Romawi kuno) menyatakan manfaat karya sastra dengan ungkapan commit toyang user padat, yaitu 'dulce et utile'
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
menyenangkan dan bermanfaat. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang ditawarkannya, sedangkan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang diberikan sastra (Sugono, 2003: 61). Keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut : 1) karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntunnya melihat berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimiliki;
2) karya itu mampu membangkitkan aspirasi
pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan 3) karya itu mampu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, dan politik masa lalu yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan. c.
Nilai Moral (Etika) Nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Dendy Sugono (2003: 182) yang menjelaskan bahwa karya sastra dikatakan memunyai nilai moral apabila karya sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai kehidupan yang berlaku.
d.
Nilai Kepahlawanan (Heroik) Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan kepunyaannya demi membela kebenaran. dan berusaha mewujudkan keyakinan tersebut. Kepahlawanan yang dimaksud adalah sifat atau karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam lagu, berjuang mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh yang diceritakan dalam lagu to membela commit user keyakinannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
e.
Nilai Sosial Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Kritik tersebut sendiri dilatarbelakangi dorongan untuk memprotes ketidakadilan yang dilihat, didengar, maupun dialaminya. Dendy Sugono (2003: 111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang
terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: 1) nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; 2) nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; 3) nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; 4) nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan 5) nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sastrowardoyo (dalam Tuloli, 1999: 232) menjelaskan bahwa sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum. Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang dituangkan dalam karya sastra. Waluyo (1990: 27) mengemukakan bahwa nilai sastra berarti usersastra bagi kehidupan. Nilai sastra kebaikan yang ada dalamcommit makna to karya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Setiap karya sastra yang baik selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun secara fungsional mempunyai ciri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain. Suatu nilai jika dihayati seseorang, maka akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindakdemi mencapai tujuan hidupnya. Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan keadilan, sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya yaitu berupa ajaran agama, logika, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Sementara itu, menurut Suyitno nilai merupakan sesuatu yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi. Nilai-nilai berarti tidak melanggar norma-norma, menjunjung budi pekerti,
sedangkan
pelanggaran
terhadap
nilai-nilai
merupakan
pelanggaran norma atau susila. Nilai-nilai ditunjukkan oleh perilaku baik yang sesuai dengan norma-norma atau aturan yang ada dan pelanggaran nilai-nilai berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik serta melanggar norma atau aturan yang ada. Nilai atau nilai-nilai merupakan suatu konsep, yaitu pembentukan mentalita yang dirumuskan dari tingkah laku manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik dan perlu dihargai sebagaimana mestinya. Nilai-nilai menyediakan prinsip umum dan yang menjadi acuan serta tolok ukur standar dalam membuat keputusan, pilihan tindakan, dan tujuan tertentu bagi para anggota suatu masyarakat. Lebih lanjut Grana menjelaskan bahwa nilai merupakan gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik buruk dalam suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan mengharuskan warga untuk menghayati serta mengamalkan nilai yang dianggap ideal itu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Dari teori di atas tersirat pengertian bahwa pendidikan merupakan usaha untuk membentuk nilai hidup, sikap hidup, kepribadian, dan intelektualitas seseorang. Karya sastra dapat berperan sebagai media pendidikan masyarakat. Selain itu, sastra dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan dorongan, semangat, memulihkan kepercayaan diri, dan melepaskan ketegangan batin.
B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Herlina S (2013) melakukan penelitian kajian sosiologi sastra, resepsi sastra dan nilai pendidikan terhadap novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia. Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan (1) latar belakang sosial budaya masyarakat pinggiran novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia, (2) pengaruh latar belakang sosial pengarang terhadap proses penciptaan novel Rumah tanpa Jendela Karya Asma Nadia, (3) resepsi pembaca novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia, (4) nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia. Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan resepsi sastra. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian adalah membaca, mencermati, menafsirkan isi novel Rumah Tanpa Jendela. Hasil dari kegiatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk kalimat-kalimat. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Herlina S adalah: (1) latar belakang sosial budaya yang terdapat dalam novel Rumah Tanpa Jendela tampak kebiasaan-kebiasaan, ajaran-ajaran tertentu, dan sifat kemandirian. (2) hal yang yang mempengaruhi latar belakang sosial pengarang terhadap proses penciptaan novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia adalah keadaan ekonomi keluarga pengarang, dan keyakinan yang kuat terhadap agama yang dianutnya. (3) tanggapan pembaca terhadap novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia dinilai positif, sebab novel ini dapat mampu membawa pengaruh positif dalam diri pembacanya.. (4) nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel Rumah Tanpa Jendela karya commitagama, to usermengajarkan kepada pembacanya Asma Nadia yaitu nilai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
agar selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah melalui shalat dan berdoa. Nilai pendidikan sosial, mengajarkan kepada pembacanya agar mengutamakan gotong royong dan kepedulian terhadap sesama. Nilai pendidikan adat istiadat mengajarkan kepada pembacanya, khususnya orang tua akar tidak memaksakan kehendaknya. Nilai pendidikan moral mengajarkan kepada pembacanya agar tidak mengutamakan kepentingan pribadi dan segala perbuatan kita jangan sampai merugikan orang lain. Almiza Dona meneliti “Novel Madogiwa No Totto Chan Karya Tetsuko Kuroyana di Kalangan Pendidik, Tinjauan Resepsi Sastra.” Dalam penelitiannya,
Almiza
menggunakan
pendekatan
kuantitatif.
Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, kuesionaer dan kepustakaan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden menilai novel tersebut sangat bagus dan mendidik. Novel tersebut juga berpengaruh terhadap diri mereka dimana responden menjadi lebih terbuka dan lebih memahami murid serta memperlakukan muridnya dengan lebih baik. Beberapa responden mencoba menerapkan cara yang dilakukan oleh tokoh utama dalam novel dan ternyata hasilnya lebih baik. Pada tahun 2011, Yelmi Andriani juga melakukan penelitian terhadap novel Negeri Perempuan karya Wisran Hadi dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra khususnya sosiologi karya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan sosial yang terdapat dalam novel Negeri Perempuan. Perubahan sosial yang digambarkan dalam novel ini berkaitan erat dengan persoalan adat dan budaya Minangkabau yang mengalami perubahan karena perubahan zaman dan masuknya budaya asing. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengungkapkan bentuk-bentuk perubahan dan faktor-faktor penyebab perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terjadi dalam karya sastra dengan menjabarkan teks-teks yang terdapat dalam novel. Di samping menghadirkan sebuah tulisan ilmiah yang menghubungkan antara karya sastra dengan pembacanya. Bardasarkan analsis ditemukan bentukbentuk perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terdapat dalam novel to user Negeri Perempuan meliputi:commit (1) perubahan pola prilaku, (2) perubahan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
tentang gelar penghulu, (3) perubahan terhadap konsep Rumah Gadang. Faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang terjadi dalam novel Negeri Perempuan adalah: (1) dijadikannya Nagariko sebagai objek pariwisata, (2) lemahnya tingkat ekonomi, rendahnya pendidikan dan dasar agama yang goyah, (3) pengaruh kebudayaan lain, (4) tidak dilaksanakannya fungsi sosial, (5) status sosial seseorang. Efita Sari pada tahun 2012 melakukan penelitian Analisis Sosiologis Pada Novel al-Karnak Karya Najib Mahfudh dan Implikasinya Tehadap Pembelajaran Telaah Prosa. Novel al-Karnak bercerita tentang masyarakat Mesir pasca revolusi 1952. Untuk mengungkapkan keterkaitan novel alKarnak dengan fakta yang terjadi pada masyarakat Mesir adalah dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Pengkajian sosiologi sastra pada novel al-Karnak berdasarkan pada analisis terhadap sosiologi pengarang yaitu Najib Mahfudz, dan penggambaran masyarakat Mesir pada tahun 1952 pada novel al-Karnak. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi sosiologis pada novel Najib Mahfudz yang ber judul Al-Karnak. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sosiologi pengarang dan gambaran kondisi masyarakat Mesir pada novel Al-Karnak. Hasil penelitian ini adalah (1) dalam novel al-Karnak karya Najib mahfudz terdapat fakta sosial kehidupan Najib Mahfudz yang merupakan bagian dari posisi sosial dan profesionalisme Najib Mahfudz dalam masyarakat Mesir yaitu mencakup tokoh aku sebagai subjek kolektif, integrasi sosial dan ideologi Najib Mahfudz yang mencakup Najib Mahfudz dan perdamaian Palestina Israel, serta Najib Mahfudz dan revolusi 1952. (2) Penggambaran masyarakat Mesir pada novel al-Karnak merupakan refleksi realitas sejarah yang pernah ada dalam masyarakat Mesir pasca revolusi 1952, di antaranya adalah kesesuaian revolusi Mesir 1952 dengan pembuatan novel al-Karnak, masyarakat yang menjujung tinggi revolusi Mesir 1952, masyarakat yang kecewa dengan kekalahan dunia Arab melawan Israel, serta adanya pemberangusan kelompok Ikhwanul Muslimin oleh pemerintah. (3) Analisis user mahfudz dapat dikaitkan dan sosiologis pada al-Karnak commit karya to Najib
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
disarankan untuk menjadi contoh kajian sosiologis dalam
pembelajaran
Telaah Prosa sesuai kajian yang telah dilakukan peneliti.
C. Kerangka Berpikir Novel Arok Dedes merupakan hasil imajinasi pengarang yang diwarnai dengan peristiwa kehidupan yang sesungguhnya pada masa karya sastra itu diciptakan.
Penelitian ini mengkaji novel “Arok Dedes” yang
meliputi latar belakang, ide, gagasan dan wawasan pengarang dalam menulis novel Arok Dedes, bagaimana korelasi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan dalam sejarah
masyarakat Indonesia,
bagaimana tanggapan
pembaca; mahasiswa dan guru bahasa Indonesia mengenai novel Arok Dedes, serta nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel Arok Dedes. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada alur kerangka berpikir pada gambar berikut: Novel Arok Dedes
latar belakang sosial budaya pengarang
relevansi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari
resepsi pembaca; mahasiaw a dan guru bahasa
Simpulan Gambar Kerangka Berpikir
commit to user
nilai-nilai pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini tidak terikat tempat penelitian karena obyek yang dikaji berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga memerlukan bahan pustaka sebagai referensi yang banyak didapatkan di perpustakaan. Penelitian ini bukan penelitian lapangan yang statis melainkan sebuah analisis yang dinamis. Adapun waktu penelitian selama delapan bulan yaitu Desember 2013 sampai dengan Juli 2014. Tabel 1.Jadwal Kegiatan dan Waktu Penelitian No
Kegiatan
Bulan dan Tahun Des
Jan
Feb
2013
2014
2014
2014
xxxx
xxxx
1.
Persiapan
xx--
2.
Penyusunan
--xx
Maret April
Mei
Juni
Juli
2014
2014
2014
2014
xxxx
xxxx
xxxx
xx--
x---
proposal penelitian 3.
Pengumpulan
-xxx
dan Analisis data 4.
Penyusunan laporan penelitian
5.
Ujian
--xx
45 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif dengan metode
content analysis atau analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Metode content analysis atau analisis isi yang digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen, dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud adalah novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. Isi dokumen novel Arok Dedes tersebut ditelaah dengan pendekatan sosiologi dengan menggunakan purposive sampling yaitu memilih informasi berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan permasalahan ini secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Namun demikian informasi yang dipilih dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan manfaat dalam memperoleh data. Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan resepsi sastra untuk mengetahui pandangan pembaca terkait isi novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer. C. Sumber Data Secara umum sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: pustaka dan narasumber. Sumber data pustaka yang utama adalah novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer dan kitab Pararaton. Sumber pustaka lain berupa buku-buku dan artikel baik yang membahas tentang novel Arok Dedes, kitab Pararaton maupun sang pengarangnya sendiri. Nara sumber diperlukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan resepsi terhadap obyek penelitian. Nara sumber dalam penelitian ini adalah pembaca novel Arok Dedes yaitu guru mewakili dari kalangan pendidik dan mahasiswa mewakili dari pembaca kalangan pelajar. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen yang berasal dari novel, kitab Pararaton serta wawancara dengan pembaca. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
1.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data untuk analisis dokumen sebagai berikut: (1) membaca novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer dan secara kitab Pararaton berulang-ulang; dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap, dengan menggunakan teknik cuplikan yaitu mengambil penggalan-penggalan kalimat atau kata-kata dari novel Arok Dedes sebagai bukti otentik untuk mendukung penelitian dan
(2)mencatat kalimat-kalimat yang mendukung untuk
menjawab masalah 2.
Teknik wawancara Menurut Moleong (2006)
yang dimaksud
wawancara adalah:
“Percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilaksanakan oleh dua pihak yaitu wawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan”. Wawancara dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik wawancara mendalam karena peneliti merasa belum mengetahui hal yang diinginkan. Dengan demikian, wawancara dilakukan dengan pertanyaan open ended, dan mengarah pada kedalaman informasi. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Drs. Suwito, M.Pd ( guru SMP N 22 Surkarta) dan Ponco (mahasiswa PBI FKIP UNS) E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi tiga komponen, yaitu : 1. reduksi data (data reduction); 2.sajian data (data display); dan 3. penarikan simpulan (conclution drawing). Berikut penjelasannya: 1.
Reduksi Data ( Data Reduction) Pada langkah ini yang dilakukan peneliti adalah mencatat data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Data yang diambil berupa kata-kata atau kalimat tertulis dalam novel Arok Dedes karya to wawancara user Pramoedya Ananta Toer,commit dan hasil dengan Drs. Suwito, M.Pd
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
( guru SMP N 22 Surkarta) dan Ponco Nugroho (mahasiswa PBI FKIP UNS) yang menjadi data penelitian ini. 2.
Sajian Data (Data Display) Pada langkah ini, peneliti menyusun informasi/data secara teratur dan terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan peneliti analisis secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan analisis data dilakukan dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, dan hasil wawancara dengan Drs. Suwito, M.Pd ( guru SMP N 22 Surkarta) dan Ponco Nugroho (mahasiswa PBI FKIP UNS).
3.
Penarikan Simpulan (Conclution Drawing) Pada langkah ini, sudah memasuki tahap membuat simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung.
Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus dari mulai awal, saat penelitian berlangsung dan sampai akhir penelitian. Tahap-tahap kegiatan analisis data secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut: Masa pengumpulan data REDUKSI DATA Antisipasi
Selama PENYAJIAN DATA
Pasca = Analisis
Selama Pasca PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI Selama
Pasca
Gambar 2. Flow Model of Analysis (Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 18)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang Latar belakang sosial budayanya menjadi sumber penciptaan yang mempengaruhi teknik dan isi karya sastranya. Karya sastra merupakan wadah dari ide, gagasan, pemikiran seorang pengarang mengenai gejala sosial yang ditangkap, permasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang dan dialami pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya sastra. Aspek sosial suatu karya sastra menangkap kenyataan kehidupan melalui berbagai permasalahannya, dalam hal ini termasuk kehidupan pengarangnya. Selaras dengan itu , Nyoman Kutha Ratna menyatakan bahwa: Analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mesti memberikan masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang menghasilkannya. Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam pengertian yang negatif. Artinya, antar hubungan yang terjadi tidak merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antarhubungan akan menghasilkan proses regulasi dalam sistemnya masing-masing (Ratna, 2003:11). Latar belakang
sosial budaya pengarang dalam hal ini
Pramudya adalah masyarakat dan kondisi sosial budaya dari mana pengarang dilahirkan, tinggal, dan berkarya. Latar belakang tersebut, secara langsung maupun tidak langsung akan memiliki hubungan dengan karya sastra yang dihasilkannya. Sebagai manusia dan makhuk sosial, pengarang akan dibentuk oleh masyarakatnya. Dia akan belajar dari apa yang ada di sekitarnya (lingkungan dimana dia berada) commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Demikian pula Pramudya Ananta Toer dalam perjalanan penciptaan karyanya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan lingkungan sekitarnya. Pada awal penulisan karyanya masih menyoroti tentang budaya jawa namun dengan perkembangan setelah dia menjadi salah satu orang yang ikut dalam duta pertukaran budaya di Belanda tahun 1950-an maka hasil karya mengalami perubahan, dengan membuat karya berjudul “Korupsi” fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno. Pada dekade berikutnya Pramoedya Ananta Toer mempelajari tentang penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Hal ini sangat mempengaruhi dalam membuat karya sastra. Sekali lagi dia membuat friksi dengan pemegang kekuasaan waktu itu, dalam setiap karyanya selalu bersinggungan dengan pemerintahan Soeharto. Penciptaan novel Arok Dedes pun tak lepas dari pribadi Pramudya yang menentang pemerintahan Soeharto dalam mengambil alih kekuasaan pemerintahan dari tangan Soekarno. Berikut ini data yang berkaitan dengan latar belakang sosial budaya pengarang dari novel Arok Dedes karya Pramudya Ananta Toer, yaitu : a. Data berkaitan dengan aspek sosial 1) Kalian kaum brahmana lebih pongah dalam pikiran, tapi menunduknunduk merangkak-rangkak dihadapanku. Itu tidak jujur, Dedes. Juga kau tidak jujur, kau menantang-nantang dihadapanku begini, tapi kau sudah ada dalam tanganku, dan kau tahu, kau tak dapat menolak Tunggul Ametung. Tidak dapat, demi Hyang Wisynu ( hal 114) 2) Arok mengangkat telah sembah pada sidang menandakan ucapannya telah berakhir. Waktu ia berpaling pada Dang Hyang Lohgawe, ia melihat mahaguru itu menitikkan airmata karena kefasihannya bercerita dalam Sansakerta, berkisah dengan caranya commitkeberaniannya to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
sendiri dan keberaniaannya menyatakan pendapat pada sidang tertiggi kaum brahmana yang tidak berdaya itu. (hal 208) 3) “Sahaya talah ikuti uraian dan pembicaraan, pertikaian dan saran. Hanya satu yang tidak pernah disinggung: dimanakah sebenarnya kekuatan kaum brahmana? Seluruh ilmu dan pengetahuan, milik paling berharga dari kaum brahmnana yang tak dapat diragukan ini, dikerahkan hanya untuk memburuk-burukkan yang tidak disukai, tidak menjadi kekuatan yang mengungguli yang lain-lain.” (hal 210) 4) ‘Caranya, Cucu, sama seperti yang pernah dilakukan oleh raja-raja besar terdahulu: bijaksana, berhenti hanya mengurus diri sendiri, mulai mengurus kawula.” (hal 257) 5) “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan pongah di mata si miskin; orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu; orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut; juga sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak terkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana; orang pengecut terkesan hina pada si gagah-berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus mengenal mereka lebih dahulu.” (hal 328) 6) “Kau mencurigai Kediri, Empu!’ “Hanya dugaan, Yang Mulia. Baik di Tumapel maupun Kediri, semua pandai besi berada dalam pengawasan negeri. Tetapi tidak mustahil pejabar-pejabat rakus itu menjualnya untuk dirinya sendiri. Besi dari Sofala itu terlalu kotor, dan tak bisa ditentukan secara pasti berapa sampahnya. Dari perhitungan yang sudah pasti itu mereka dapat memperkaya dirinya.” (hal 384) 7) Gandring telah menerima emas dan besi daripadanya, telah menempa besi itu menjadi senjata. Tetapi anakbuahnya tetap belum pernah berhasil mendapatkan di mana barang-barang itu telah disimpan. Dengan semua senjata pesanannya itu paling tidak Gandring akan bisa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
mempersenjatai pasukan kecil untuk modal untuk menumpas seorang demi seorang para tamtama. ( hal 260) 8) “Darah pencuci kaki Hyang Mahadewa Syiwa diperlukan anak Mpu Parwa. Begitulah sepanjang sejarah titah di atas bumi ini.Kuatkan hatimu, jangan jatuh ke bumi sebagai buah membusuk tak mampu matang.Kau brahmani, kuat hati, kuat ilmu.Hapuskan airmatamu!” (hal 471) 9) “Yang Mulia, dari semua itu Yang Mulia sendiri sekarang yang menentukan.Kami dari gerakan Empu Gandring hanya dharma melaksanakan untuk Yang Mulia.” (414)
b. Data berkaitan dengan aspek budaya : 1) Sebagai brahmana penganut Syiwa, ia tidak rela mengangkat sembah pada arwah seorang raja, biarpun dikeramatkan sebagai titisan Hyang Wisynu,
Seperti
kaum
brahmana
selebihnya
ia
juga
tidak
membenarkan adat baru mengangkat arwah raja menjadi dewa yang harus disembah dan dipinta restunya. Tak pernah itu diajarkan dalam kitab-kitab suci purba. Orang-orang Wisynu dimulai dengan Erlangga yang membuka adat memuja arwah leluhur, perbuatan khianat pada para dewa. Semua para dewa yang menentukan, bukan petani-petani bodoh itu. (hal 36) 2) “Tidak, Bapa Mahaguru, orang tak patut melupakannya. Juga sahaya tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang pernah sahaya temui, hanya mengecam-ngecam, menyumpah dan mengutuk. Tak seorangpun pernah berniat menghadap Sri Baginda Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya. Kaum brahmana itu sendiri yang sebenarnya tak punya keberanian, mereka ketakutan dan justru ketakutan sebelum berbuat, ketakutan untuk berbuat itu yang menyebabkan para brahmana telah kehilangan kedudukannya selama duaratus tahun ini. Apa sebabnya ketakutan, Bapa mahaguru? commit to user Bukankah itu juga pendapat sendiri? Dan apalah artinya mengetahui,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
berpendapat, kemudian takut padanya? Lihatlah, ini muruid Bapa sudah bicara.” ( Hal 66 ) 3) “Yang Mulia Akuwu tidak mengurus pekuwuan ini. Yang Mulia paramesywari, tapi mengurus negeri. Selingkup pekuwuan ini di tangan Yang Mulia. Yang Mulia tinggal jatuhkan perintah, dan semua akan terjadi.” (hal 131) 4) Ia tersenyum puas mengetahui wujud dari kekuasaannya sebagai Paramesywari. Pendopo itu dikelilinginya. Dalam hati tak hentihentinya ia mengucap syukur kepada Hyang Mahadewa. Kekuasaan ini adalah indah dan nikmat. Ia takkan melepaskannya lagi, dan ia akan jadikan benteng untuk dirinya sendiri, juga terhadap dukacita dan rusuh hati. (hal 133) 5) Tiada sesuatu cedera bakal menimpa kalian. Ingat-ingat hari ini. Mulai saat ini kembalilah memuliakan para dewa, tinggalkan dosa para satria. Hilangkan leluhur itu dari pikiran, dari hati, dari pura dan dari candi. Para dewalah yang sesungguhnya berkuasa, bukan leluhur siapapun, Celakalah yang mendewakan leluhur. Lihat kalian di langit sebelah barat sana ...(hal 146) 6) Mendekati tempat pendulangan segerombolan budak bersenjata menempatkan diri, bersujud dan meletakkan kening di atas tanah. Mereka adalah penjaga wilayah emas yang terpercaya. Semua lidah mereaka telah dipotong untuk keselamatan kerahasiaan. ( hal 233) 7) “Setiap kerusuhan di sesuatu negeri, bukan hanya Tumapel, adalah pencerminan dari ketidakmampuan yang memerintah, Cucu.” ‘Di manakah letaknya ketidakmampuan itu Yang Suci?” Dedes meneruskan “Ketidakmampuan itu berasal dari diri semua yang memerintah, Dedes, ketidakmampuan mengerti kawulnya sendiri, kebutuhannya, kepentingannya.” (hal 254) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
2. Relevansi antara Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari dengan Novel Arok Dedes Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari dalam Kitab Pararaton : a. Akhirnya sesudah genap bulannya, lahrlah anak laki-laki. Ken Endok membuang anaknya ke kuburan bayi. Selanjutnya ada seorang pencuri, bernama Lembong tersesat di kuburan bayi. Ia melihat benda bercahaya dan kemudian mendatanginya. Ia mendengar tangis bayi. Setelah Lembong datang mendekat, nyatalah baginya, benda yang bercahaya itu ternyata bayi yang menangis tadi. Lembong lalu mengambil dan membawa bayi itu pulang serta mengakuinya sebagai anaknya. (h. 14) b. Perilaku Ken arok makin lama makin rusuh. Ia merampok orang yang melalui jalan. Berita ini sampai negara Daha maka ia ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama Tunggul Ametung.(h. 18) c. Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang, kebetulan yang seoarang sedang pergi mengeringkan empangan, tinggal 1ima orang; yang sedang pergi itu diganti menanam oleh ken Angrok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata kepada penguasa daerah: "Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar, tadi mengungsi kemari." meanjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak disini; anak kami enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain disini" Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar. Kata penguasa daerah kepada ken Angrok: "Pergilah kamu, buyung, jangan jangan kembali commit yang mengejar to user kamu, kalau kalau ada yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
membicarakan kata kataku tadi, akan sia sia kamu berlindung kepadaku, pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken Angrok: "Semoga berhenti lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Angrok bersembunyi di dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu. (h.19) d. Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari Kebalon, bernama Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada kepala desa tertua di Kebalon yang seakan akan sudah berbadankan kepandaian
membuat
barang
barang
emas
dengan
sesempurna
sesempurnanya. (h. 21) e. Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan Ken Angrok. Setelah datang di Turyantapada, Ken Angrok diajar ilmu kepandaian membuat barang barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu Palot, selanjutnya Ken Angrok diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama Turyantapada dinamakan daerah Bapa.(h22) f. para guru Hyang, sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa pukul perunggu, bersama sama mengejar dan memukul Ken Angrok dengan
pukulan
memperlihatkan
perunggu
itu,
kehendaknya
maksud untuk
para
petapa
membunuh
Ken
itu
akan
Angrok.
Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu, wahai para petapa, anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam tengah ini." Demikan1ah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa. Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala. (h. 22) g. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha.. (h. 23) h. Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan: "Siapakah yang pantas menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan para dewa semua. Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku, seorang manusia
yang lahir dari orang Pangkur, itulah commit memperkokoh tanah Jawa." (h.24)to user
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
i. Kini keluarlah Ken Angrok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa; semua dewa menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru, demikian itu pujian dari dewa dewa, yang bersorak sorai riuh rendah. Diberi petunjuklah Ken Angrok agar mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja dari Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada brahmana di sebelah timur Kawi. (h.24) j. Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu saya aku anak, buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja kamu pergi." Ken Angrok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana itu. (h.25) k. Setelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat ingin menghamba pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. (h.25) l. Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut aliran Mahayana, bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu Purwa. Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum menjadi pendeta Mahayana.
Anak perempuan itu luar biasa cantik
moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi sampai Tumapel. Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung menuju ke desa Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul Ametung
sangat
senang
melihat
gadis
cantik
itu.
Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes sekonyong konyong dilarikan oleh Tunggul Ametung. (h.26) m. Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul Ametung, Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja to usermengandung,. (h. 27) Ken Dedes menampakkancommit gejala gejala
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
n. Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Angrok memberitahu kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang, ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah demikian itu, tanda buruk atau tanda baikkah itu". Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung". Kata Ken Angrok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang kelihatan rahasianya oleh hamba". Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling utama, buyung, berdosa, jika memperisteri perempuan itu, akan menjadi maharaja." (h. 27) o. Ke Angrok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala rahasianya itu yalah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian akuwu, saya akan bunuh dan saya ambil isterinya, Sang akuwu pasti mati di tanganku jika Bapa mengijinkanku.” Jawab Dang Hyang , “Ya, tentu matilah Tunggul Ametung olehmu, anakku. Hanya saja aku tak pantas memberimu izin. Karena itu bukan tindakan seorang pendeta. Batasnya adalah kehendakmu sendiri.”(h. 27) p. Aku mempunyai teman, seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap buatannya, tak perlu dua kali ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh membuat keris kepadanya, jikalau keris ini sudah selesai dengan itulah hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara rahasia." Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Angrok. (h.29) q. Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia menyuruh membuatkan keris kepada Mpu Gandring. (h. 29) r. Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang mengasah dan memotong motong keris pesanan Ken Angrok. Kata Ken Angrok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring." Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Angrok." commit to user Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Angrok.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada tuan Gandring ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang celaka, inikah rupanya yang tuan kerjakan selama lima bulan itu." Menjadi panas hati Ken Angrok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring keris buatan Gandring itu. Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua, diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua. Kini Gandring berkata: "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu." Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal. (h. 30) s. Sekarang Ken Angrok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu, kata Ken Angrok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang." Lalu pulanglah Ken Angrok ke Tumapel. (h.30) t. Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Angrok menyisip keris baru, berhulu kayu cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar, senanglah Kebo Hijo melihat itu. Ia berkata kepada Ken Angrok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu." Diberikan oleh Ken Angrok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang memakai melihatnya itu. Lamalah keris Ken Angrok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel yang tidak pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya. (h. 31) u. Tak lama kemudian keris itu dicuri oleh Ken Angrok dan dapat diambil oleh yang mencuri itu. Selanjutnya Ken Angrok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah akuwu, saat itu baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga disertai nasib baik , ia menuju ke peraduan Tunggul Ametung, tidak commit to user terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul Ametung oleh Ken Angrok,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga. Keris buatan Gandring ditinggalkan dengan sengaja. (h.31) v.
Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris
Kebo
Hijo
yang
biasa
dipakai
tiap
tiap
hari
kerja.
Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel. Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo. (h.31) w. Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes. (h.32) Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Arok Dedes : a. Dedes masih juga belum membuka mulut dalam empat puluh hari. Ia selalu terkenang pada ayahnya. Tanpa pembenaran dan restunya, semua hanya akan menuju pada bencana. b. Borang Pemuda yang mempengaruhi penduduk desa Bantar tentang kesalahan mereka yang takut pada Tunggul Ametungng daripada takut pada hyang Wisnu (h. 19) dengan bala tentara nya telah mengepung desa bantar. c. Pertemuan dah Hyang Loh Gawe dengan para muridnya. Salah satu muridnya berbicara lantang dan diberi kesempatan bicara maka pada akhirnya Dah Hyang Loh Gawe, menyebut muridnya tersebut kaulah “AROK” kaulah pembangun ajaran, pembangun ngeri sekaligus. (h. 68) d. Para prajurit pengejar itu
memasuki ladang dan memeriksa mereka
berenam, bertanya pada bapak itu:tosiapa commit user saja semua ini?’
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
“Anakku semua,” jawabnya, kemudian menuding ke jurusan rumah, “dan itu rumahku.”(h. 73) e. Ki lembung menemukan bayi dibuang orang tua di gerbang sebuah pura desa tengah malam.(h. 91) f. Seorang bujang datang berlari-lari, memberitakan: “Datang seorang penunggang kuda ke rumah, Ayu, mencari Sang Mpu Parwa.” “Tiada kau katakan sedang pergi?” “Sudah.
Menakutkan
orangnya,
Ayu.
Seorang satria
bergelang,
berkroncong binggal, dan berkalung serba emas.”.................(h. 108) “Ayah! Tolong!” pekik Dedes. Tapi suara tak keluar dari mulutnya. “Jangan sentuh aku!” ia merasa dirinya kotor tersentuh oleh seorang Wisynu. “Betapa galak, seperti brahmana lain-lain, dan semuanya,” ia tangkap tangan Dedes, dihadapkan padanya, “Sebagai akuwu aku melarang kau menjadi pedanda. Mari Permata, aku iringkan kau ke Kutaraja, naik kuda, ke tempat terlayak bagimu. Mari, sayang.” (h. 110) g. Ken dedes sudah dapat menguasau Tumapel, Juga ia dengar tentang ayahnya: ia telah pulang, mengutuk penduduk desa, menyumpahi mereka kematian sumber air, agar tunggul ametung akhirnya tumpas dibunuh orang.(h. 161) h. Bukankah kau menjadi Tunggul Ametung melalui cara yang sama seperti dilakukan oleh mereka sekarang? (h. 224) i. Tunggul ametung dan ken dedes mengujungi Dah Hyang Loh Gawe di desa Pangkur untuk meminta petunjuk cara menghentikan kerusuhan arok bersama hayam mendatangi empu gandring supaya dibuatkan senjata, terjadi percakapan yang intinya bahwa empu gandring membuat senjata karena diberi upah sesuai pekerjaannya.(h. 268) j. arok kembali ke randu alas menemui ki bango samparan untuk meminta ijin membunuh Tunggul commit Ametung, di sana bertemu dengan tanca dan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
umang (wanita yang sangat disayangi), disitu tanca sudah mempunyai pasukan kecil anggotanya para pemuda desa k. Arok memesan senjata yaitu seribu pedang dan tiga ribu tombak kembar pada Empu gandring. Waktu yang diberikan untuk membuat Empu Gandring memberi setahun tapi ken Arok memberi waktu enam bulan dengan biaya seribu saga emas. Dan empu gandring pun disuruh bersumpah demi Hyang Pancagina l. Bisikan Loh gawe kepada arok :”Garudaku”, hanya kau yang dapat tumbangkan Akuwu Tumapel. Hanya dengan cara ini yang bisa ditempuh.Kau harus mendapat kepercayaan dari Tunggul ametung. Dengan kepercayaan itu kau harus bisa menggulingkannya “Pegang Tumapel dan hadapi kediri” kata loh gawe. (h. 317) m. Paramesywari turun dari tandu, Ia terpesona oleh kecantikannya. Kulitnya gading. Angin meniup dan kainnya tersingkap memperlihatkan pahanya yang seperti pualam. (h.330) n. pesan loh gawe “ Jatuhnya Tunggul Ametung seakan tidak karena tanganmu. Tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang itu harus dihukum di depan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu. Tanpa jatuhnya Tumapel, kita takkan bisa menghadapi Kediri. Tumapel adalah modal pertama, Arok, jangan kau lupa. (h. 347) o. “ Dengarkan, tak ada lagi budak di pukuwuan ini. Atas perintah paramesywari. Sampaikan pada kepalamu. (h. 359) p. Dadung sungging sering menemui Empu Gandring di rumah dan pabrik. Benar Dadung Sungging seorang anggota gerakan rahasia, dan semua gerakan itu berpusat pada Empu Gandring. “terkutuk kau Empu Gandring. Dasar sudra berkepala anjing! Awas kau! Sekali lagi menipu aku ......”(h. 404) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
q. Kata Empu Gandring kepada Kebo ijo “ Apa artinya semua emas dibandingkan dengan Ken Dedes? Semua tamtama telah ditangan kita. Kau satu-satunya turunan satria. Tak patutu kau marah seperti itu pada seorang yang telah menempatkan semua rencana untukmu. Kembali kau ke pakuwuan, kalungkan Hyang Pancagina ini pada lehermu. Usahakan agar dedes melihatmu........”(h. 406) r. “Yang Mulia, Empu Gandringlah yang membikin para tamtama bersepakat mempersembahkan semua balatentara ke bawah duli Yang Mulia Paramesywari.” (h.411) s. Kami dari Gerakan Empu Gandring, Yang Mulia, lebih menghendaki Yang Mulia Paramwsywari yang memegang kekuasaan Tumapel.” (h 412) t. “Yang Mulia, dari semua itu Yang Mulia sendiri sekarang yang menentukan. Kami dari gerakan Empu Gandring hanya dharma melaksanakan unuk Yang Mulia.” (h. 214) u. “Janganlah Yang Mulia lupa, yang Yang Mulia hadapi adalah Arok. Lihatlah pasukan sahaya, “katanya dengan suara lebih keras. “Setiap saat bisa lindas semua tentara Yang Mulia. Tetapi itu bukan tugas Arok dari Yang Suci Dang Hyang Lohgawe.” (h 428) v. Yang paling berbahaya adalah Empu Gandring.. dialah penghasut pertama agar
para
tamtama
ingkar
pada
Tunggul
Ametung
dalam
kemerosotannya......(h. 460) w. Ken Arok ke rumah Empu gandring untuk mengambil pesanannya berupa senjata.tetapi Empu gandring menolak yang diminta arok karena merasa tidak menerima pesanan senjata. x. Empu Gandring di bawa ke asrama arok dan diperiksa\, serta membeberkan kesalahannya a. Senjata yang kamu buat ke tumapel hasilnya jelek b. Melalui Dadung Sungging, kau telah mematai-matai pekuwuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
c. Engkau mencoba mengadu domba antara Sang Akuwu, Sang Pramesywari dan aku, melalui pesuruhmu yang menamakan dirinya Kebo Ijo d. Melalui Kebo Ijo itu juga kau menyatakan seluruh balatentara Tumapel ada dalam tanganmu, dan kau mempersembahkannya untuk paramesywari....(h. 467) y. Kata Arok” Gerakan Empu Gandring itu sungguh-sungguh dahsyat. Hanya Empu Gandring itu saja dapat melakukan pekerjaan raksasa itu.” z. “Tidak,” ia tarik Dedes pada dirinya dan dirabanya kandungan istrinya. “Baik, semua ini untuk bea kau, anak, anak yang tidak kukenal.” (h. 500) aa. Semua yang melongok ke Bilik Agung melihat Kebo Ijo berdiri dengan pedang di tangan. (h. 524) bb. Dia telah persembahkan kemenangan untuk kawula Tumapel dengan muslihat bermuka ganda dan cara tanpa bilangan (h. 552) cc. Ia melirik pada suaminya (Ken Arok) yang sedang tenggelam di samping kirinya. (h.552) dd. Lelaki di sebelah kirinya memang sangat berharga untuknya, sangat berharga untuk cinta dan hidupnya. Dia telah persembahkan kemenangan unuk kawula Tumapel dengan muslihat bermuka ganda dan cara tanpa bilangan. (h. 552)
3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes a. Pandangan pembaca tentang tokoh Pramudya Ananta Toer 1) Pramudya itu cerdas, (mengungkapkan sebuah cerita bukan langsung dari kata-kata itu, pembaca secara tidak langsung dituntut mencari apa maksud cerita itu. Jadi pembaca juga harus cerdas, jadi tidak langsung A sama dengan A tapi dalam A itu ada B, C dan lainnya. Pramudya juga cenderung kepada kritik. (W, R2, 1) 2) Seorang tokoh yang kontraversi waktu itu. (W, R1, 1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
3) Selalu diincar, karyanya selalu disingkirkan dan sebagai pembelot, ditinjau dari isinya mencerminkan kudeta ala jawa dengan begitu cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan dengan licik tapi cerdik. (W, R1, 2) 4) Gambaran karyanya antipati pada pemerintah tetapi aslinya tidak, dia hanya
memberikan
gambar
pemerintah
itu
seperti
ini,
menggambarkan pemerintahan seperti ini kalau jelek ya jelek, ada sisi yang lain. (W, R2, 9)
b. Pandangan pembaca tentang novel Arok Dedes 1) Setelah membaca novel ini, pandangan saya berubah 175%, dulu saya mendegar cerita Ken Arok dan Ken Dedes di kelas 4 SD dari guru IPS, ceritanya begini; Ken Arok itu orang jahat, dia membunuh Tunggul Ametung dengan keris Mpu Gandring yang disalahkan Kebo Ijo, seolah-olah Ken Arok sebagai penjahatnya, tidak dilihat watak dari Tunnggul Ametung, hanya mengecap Ken Arok itu pembunuh dan penjahat, sedangkan tidak diceritakan mengapa arok berbuat seperi itu. Di novel ini diceritakan Ken Arok memberontak itu karena terjadi ketidakadilan di Tumapel. Tunggul Ametung itu mantan sudra , dia arok maksudnya dia itu dulu merampok memang pekerjaannya merampok tapi Ken Arok merampok itu karena terjadi ketidakadilan saat itu. Ken Arok itu orangnya setia ; ia pernah berjanji dengan bapak pertamanya Ki Lembung yaitu ingin mensejahterakan keluarganya setelah dewasa dan berhasil ia tidak melupakan janjinya. Demikian juga pada Umang, dia akan menyayangi sampai kapan pun terbukti Ken Arok menjadikan Umang istrinya meskipun tidak secantik Ken Dedes. Ken Arok itu juga cerdas; cerdas dalam berkata-kata terbukti dalam berseteru dengan Mpu Gandring, waktu membuat senjata Mpu Gandring tidak mau maka dengan berargumentasi Mpu gandring kalah setelah ditagih janjinya Mpu Gandring kalah. Mpu Gandring berdusta to usergina karena Ken Arok tegas maka dan berkhianat dengancommit Yang Panca
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Ken Arok menghukum ia tidak pandang bulu termasuk pada sahabatnya. Tapi disisi lain tetap memberi pilihan pada sahabatnya, tegas pada tunggul ametung yang telah membunuh anak sendiri. Rasa kasih sayang pada ibu dan ayahnya juga membalas budi. (W, R2, 2) 2) Bahasanya sangat simpel, langsung banyak memakai makna sebenarnya, kata-kata yang menggunakan simbol mudah diterka karena dikaitkan dengan kalimat berikut. (W, R1, 7)
c. Perbandingan Cerita Ken Arok Dedes yang Diketahui Pembaca dengan Cerita Ken Arok Dedes yang Ada di Novel Arok Dedes 1) Saya masih kecil dicekoki apapun diterima, arok sebagai penjahat. Arok cerdas menyampaikan apa yang dia pikirkan, tunggul ametung dulu orang baik tapi ternyata dia penjahat yang juga akan mengkhianati Kerajaan Kediri, tunggul Ametung mencuri emas darikaum syiwaa, padahal tunggul Amtung itu akuwu harus memberi contoh yang baik tapi kok malah merampok. Perbedaan berikutnya tentang keris, kalau cerita lama ken arok memesan keris pada Mpu Gandring
karena kerisnya belum selesai maka Mpu Gandring
dibunuh, ternyata tidak kalau di Arok Dedes yang berkhianat Mpu gandring dicerita pertama yang salah ken arok tapi yang kedua yang salah Mpu gandring karena berkhianat apa yang telah dijanjikan tetapi ternyata senjata bukan keris,
dihalaman terakhir kebo ijo mau
mengambil alh istana “iki eken arok ngeini keris kapan? Ternyata yang saya pahami selama ini salah meskipun ini sastra tapi bisa ditelaah secara logis. (kalau yang dulu ada kutukan tapi sekarang tidak ada) (W, R2, 3) 2) sang raja yang diingikan tahta, harta, wanita. Ken arok asli yang diutamakan wanita dulu, dia kan jatuh cinta bukan tahtanya dulu, tapi yang arok dedes ada perbedaan yang signifikan kalau yang arok dedes itu bukan tentang wanitanya tetapi tentng kudeta aau politik yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
halus bahkan para pelakunya tidak begitu kentara dalam melihat peperangan. (W, R1, 3) 3) yang asli tentang wanita, tapi yang sekarang tentang kekuasaan bahkan tidak ada unsur asmara , terus adanya keris yang dibuat Mpu gandring dibawa terus dipinjam kebo ijo terus dicuri lagi idisitu kelihatan kelicikan ken arok dengan maksud untuk mendapat nama bahwa dia baik sehingga menjadi pengawal ken dedes. Terus timbul asmara tetapi untuk tahta beum muncul. Di arok dedes tidak ada kaitan antara keris satu dan dua .ditegskan hanya keris , pramudya menyelipkan misi politik ala jawa lebih simpel dan tidak menakutkan masyarakat. (W, R1, 4) 4) kalau zaman kerajaan singosari dimulai dari wanita dulu baru tahta, tapi di novel Arok Dedes diawal merebut tahta baru mendapatkan wanita (W, R1, 8)
d. Kaitan Novel Arok Dedes dengan Peristiwa Sejarah 1) ada, meloncatnya ke orde baru pram ini kritik yang pedas untuk orde
baru, dia mengambil kelicikan dari pemberontakan orde baru meskipun terdapat perbedaan cerita, sehingga mend setnya jadi berbeda. (W, R2, 4) 2) ada 2 karena pro dengan pemerintah atau benar-benar kritis, seorang
sastrawan tidak boleh terlalu kritis dalam menyampaikan kebenaran, jadi hanya menyampaikan kebenaran sesuai dengan sejarahnya yang baik tidak yang positif. (W, R2, 6) 3) sama, menurut sayang lingkaran setan; maksudnya pemerintahan
berulang dari orde lama ke orde baru terus ke orde reformasi. (W, R2, 7) 4) kondisi sekarang kudeta tidak langsung, dari kelompok atau partai yang
intinya menggulingkan satu partai. (W, R2, 5) 5) sama-sama menggulingkan tapi yang ala jawa begitu tertutup rapi dan
commit to R1, user6) cerdik hasilnya memuaskan. (W,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
e. Nilai Didik dalam Novel Arok Dedes 1) peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di lingkungannya, setia
pada
kawan
maupun
lawan,
saling
menghormati,
tegas,
menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi. (W, R2, 5) 2) ya betul dari sudut pandang masing-masing. Ada falsafah jawa sopo
nandur bakal ngunduh. (W, R1, 10) f. Pandangan Pembaca tentang Novel Arok Dedes 1) arok dedes sangat luar biasa bisa merubah mean set saya selama ini
tentang ken arok. Buku ini sangat luar biasa. (W, R2, 11) 2) menggambarkan politik ala jawa kudeta secara jawa , ibarat main catur
bagaimana orang yang berperan itu pandai-pandai menjalankan bidak dengan umpan dan pengorbanan yang hasilnya ingin menang. (W, R1, 11) 4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes a. Agama 1. Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah membikin kalian mengidap kemiskinan tidak terkira. Dengan segala yang diambil dari kalian Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk bercumbu dengan perawan-perawan kalian sampai lupa pada Hyang Wisynu. Dengan apa yang diambil dari kalian juga Sri Baginda Kretajaya di Kediri sana tk lebih baik perbuatannya. Sama sekali tak ada artinya dibandingkan kemuliaan Hyang Wisynu. ( hal 19) 2. Kalian penyembah Hyang Wisynu yang kurang baik. Kesetiaan telah kalian persembahkan pada Tunggul Ametung, bukan pada Hyang Wisynu. Yang kalian sembah bukan dewa cinta-kasih, bukan Sri Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi gandarwa ketakutan. ( hal 23) 3. Seorang pemuja Hyang Syiwa adalah orang yang tahu diri, karena selalu menimbang masa dan harilewat, menghukum diri sendiri untuk setiap kekeliruan dan kesalahan ( hal 106 ) 4. “Dedes,” bisik Tunggul Ametung dan ia rasai kumisnya menyentuh commit to user pipinya, “teruskan cakaran dan gigitanmu. Tidak Mau? Baik, teruskan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
umpatanmu terhadapku pada suatu kali kau akan tahu semua itu akan jadi tak ternilai indahnya dalam kenangan setiap kali kau mengingatnya kembali, dank au akan bertambah berbahagia. Hyang Wisynu telah tentukan aku jadi suamimu. Nasib tidak bias kau elakkan. Akupun lakukan ini bukan atas kehendak sendiri hanya karena petunjuknya juga.” ( hal 115 ) 5. “Jangan menangis, Permataku. Para dewa telah berikan dirimu padaku. Kau hanya menjalani sebagaimana juga aku. Tak pernah ada wanita menantang, melawan dan menolak Tunggul Ametung. Hanya kau! Karena itu kau dipilih lebih daripada putrid-putri Tumapel, Kediri, dan seluruh buana. (hal 118) 6. “Apakah dengan demikian manusia itu kejam sudah sudah pada dasarnya, ya, Bapak.’ “Makin jauh dari Mahadewa dia semakin kejam. Bukanah kau tahu betul kekejaman Tunggul
Ametung? Sri Baginda Kretajaya tidak
kurang dari itu. Arok, pada dasarnya manusia adalah hewan yang paling membutuhkan ampun.” (hal 179) b. Moral 1. Di sebelah selatan kota tanah telah rengkah dan longsor, menyeret barang duapuluh lima rumah dalam timbunan kayu bakar, dan api menandingi Kelud. Mendekati surya terbit angin mulai meniup pelahan, kemudian kencang sejadi-jadinya menjurus ke barat. Ia awasi sendiri penyelamatan rumah yang masih bisa diselamatkan, korban yang berjajar dalam balai kota, membubungkan orang, rintih dan aduh. Ia masuki balai kota dan melihat sendiri seorang dokter membedah kaki seorang bocah untuk mengeluarkan kepingn kayu dari dalamnya. Kaki dan tangan bocah itu diikat pada ambin dalam keadaan pingsan. (hal 148) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
2. ‘Kekuatan tanpa Nandi, berkaki empat, bersintuhan langsung dengan bumi, tidak mungkin mengejawantahkan diri sebagai kekuatan di atas bumi. Dia tinggal kekuatan dalam angan-angan,” Arok tersenyum. “Empat kaki Nandi, para Yang Terhormat: teman, kesetiaan, harta dan senjata …..”(hal 212) 3. Seorang brahmana tidak bersenjatakan pedang , Yang Mulia,” tegah Belakangka, “Dia bersenjatakan kata, setiap patah diboboti sidhi dari para dewa.” Waktu mata skuwu itu membeliak padanya, ia tidak peduli. Meneruskan, “Cedera bagi orang seperti dia akan membakar amarah semua pemeluk Syiwa. Dia harus didekati, dibaiki, diambil hatinya.” (hal.240) 4. Arok berdiri dan membopong emaknya masuk ke rumah. Dari sinar damar ia lihat wanita itu bukan seorang ibu muda yang dulu, tetapi telah tua dengaan muka telah dirusak usia.(hal 285) 5. Bango Samparan melangkah mundur kemudian juga berlutut mencium tanah. “Biarlah aku memuliakan kau, Bapak. Inilah anakmu, anakmu sendiri si Temu “Inilah Ki Bango Samparan, bapakku. Hormati dia seperti kalian menghormati aku, karena sebentar lagi aku akan tinggalkan tempat ini. (hal 302) 6. “Baik. Berangkat kau dengan duaratus orang pada malam ini juga. Hindari jalanan negeri, dan berkampung kalian di desa Randu Alas. Muliakan ibuku, Nyi Lembung. ……”(hal 337) 7. Kalian sudah tolong ibu kalian mengangkuti harta benda keluar dari sini.
Sekarang,
keselamatannya,
muliakan dan
ibu
jangan
kalian,
sekali-kali
jaga
hatinya,
mencampuri
jaga urusan
pekuwuan.Serahkan pertahanan pekuwuan padaku seluruhnya, tanpa syarat.” (hal 474) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
8. “Kalian lihat, aku adalah seorang Syiwa, istriku, Umang, orang Wisynu, bapa angkatku, Bango Samparan dan Ki Lembung juga orang Wisynu, guruku, Yang Terhormat Tantripala adalah Buddha, mahaguruku, Yang Suci Dang Hyang Lohgawe adalah Syiwa. Aturanaturan yang baik selama duaratus tahun ini adalah karunia raja Wisynu, Sri Erlangga. Yang jadi ukuran baik tidaknya seseorang bukan bagaimana menyembah para dewa, tetapi dharma pada sesamanya.” (hal 547)
c. Kepahlawanan 1. “Ucapkan janjimu, Arok.” “Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan
Sang
Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel. (hal 320) 2. “Janganlah Yang Mulia lupa,yang Yang Mulia hadapi adalah Arok. Lihatlah pasukan sahaya,”katanya dengan suara lebih keras. “Setiap saat bisa lindas semua tentara Yang Mulia.Tetapi itu bukan tugas Arok dari Yang Suci Dang Hyang Lohgawe.” ( hal 427 ) 3. “Jangan kau kira seluruh balatentara Tumapel bisa kalian kuasai. Lihat, ini Arok, yang tetap mempertahankan Tumapel. Dia dan pasukannya akan mempertahankannya sampai titik darah terakhir. Bukan karena imbalan uang, emas dan perak dan singgasana.Hanya karena kesetiaan pada janji. Kau sendiri sudah dengar ucapan Arok di tengah-tengah medan pertempuran, langsung di hadapan Sang Akuwu. Arok dan pasukannya akan tetap setia menjaga keselamatan Sang Akuwu, Paramesywari dan Tumapel.” (hal 468)
d. Tradisi/Kebudayaan 1. Ken Dedes tahu betul tentang persoalan itu. Wayang adalah permainan bodoh dari orang-orang bodoh yang tak mengerti ajaran. Hanya para brahmana yang toberhak commit user menafsirkan dan menerangkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
tentang para dewa. Tetapi Sang Hyang Erlangga setelah sepuluh tahun naik tahta telah menitahkan: bukan hanya kaum brahmana saja yang berhak tahu tentang para dewa, semua boleh tahu, pergelarkan melalui wayang, karena bayang-bayang pada leluhur dalam wayang adalah sama dengan bayang-bayang para dewa. ( hal 127) 2. Ken Dedes membawa suaminya naik ke pendopo yang telah digelari dengan hidangan daging babi dan kambing, karena kaum Wisynu menurut adat tidak makan daging hewan yang membantu pertanian. (hal 430)
B. Pembahasan 1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang Novel Arok Dedes Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Semi (1993: 73) yang berpendapat bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pencerminan kehidupan masyarakat. Pengarang sendiri adalah seorang anggota masyaakat yang melihat dan mungkin mengalami masalah-masalah yang ada dalam masyarakat tersebut dan kemudian menuangkannya ke dalam karya sastra. Selanjutnya karya sastra itu dinikmati oleh masyarakat. Di dalam novel Arok Dedes aspek sosial budaya cukup kental baik gejala sosial maupun latar belakang sosial budayanya. Ratna (2004:60) menyebutkan bahwa dasar pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang; b) pengarang adalah anggota masyarakat; c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat; d) hasil karya sastra dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Hal ini tercermin dalan novel Arok Dedes bagian dari aspek sosial yang bahwa sopan santun selalu dijaga dalam kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, bahwa budaya masyarakat waktu yang masih menghormati guru selalu dipegang teguh juga sopan santun masih dilaksanakan commit to user meskipun seorang anak atau murid telah mempunyai kedudukan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
lebih tinggi, ini sejalan dengan pendapat Luxemburg (1991:8), paling banyak karya sastra merupakan teks yang di dalamnya terjalin fakta biografis. Setiap pengarang akan mengatur kesan dari kehidupan dan pengalamannya sendiri, mengubahnya dan memanfaatkannya untuk menyusun teks. Sedang tentang rasa tanggung jawab digambar Ken Arok yang telah berjanji di hadapan Tunggul Ametung dan istrinya Ken Dedes yang disaksikan gurunya Dah yang Lohgawe akan menyatakan selalu setia kepada Tunggul Ametung dan akan selalu melindungi beserta istrinya dan seluruh penduduk Tumapel, demikian hal yang dengan Pramudya Ananta Toer yang selalu memegang teguh janji untuk kebaikan negaranya, senada dengan pendapat Demikian juga dialog Ken Dedes dengan Dah Hyang Loh Gawe seperti kutipan berikut : ‘Caranya, Cucu, sama seperti yang pernah dilakukan oleh raja-raja besar terdahulu: bijaksana, berhenti hanya mengurus diri sendiri, mulai mengurus kawula.” (hal 257) “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan pongah di mata si miskin; orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu; orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut; juga sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak terkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana; orang pengecut terkesan hina pada si gagah-berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus mengenal mereka lebih dahulu.” (hal 328) Dialog di atas senada dengan pendapat Raymond Williams (1973) merinci keterkaitan antara novel dengan gagasan sosial. Menurutnya, ada tujuh macam cara yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan sosialnya ke dalam novel, yaitu mempropagandakannya, menambahkan gagasan ke dalamnya,
memperbantahkan gagasan, menyodorkan commit to user
gagasan
sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
konvensi, dan memunculkan gagasan sebagai tokoh, melarutkan gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi maupun menampilkannya sebagai super struktur “Sebagai brahmana penganut Syiwa, ia tidak rela mengangkat sembah pada arwah seorang raja, biarpun dikeramatkan sebagai titisan Hyang Wisynu, Seperti kaum brahmana selebihnya ia juga tidak membenarkan adat baru mengangkat arwah raja menjadi dewa yang harus disembah dan dipinta restunya. Tak pernah itu diajarkan dalam kitab-kitab suci purba. Orang-orang Wisynu dimulai dengan Erlangga yang membuka adat memuja arwah leluhur, perbuatan khianat pada para dewa. Semua para dewa yang menentukan, bukan petani-petani bodoh itu.” Perkataan Ken dedes di atas yang ditujukan kepada Tunggul Ametung menandaskan bahwa ia masih tidak mau melakukan peerbuatan yang dilarang dalam tuntunan agama apapun yaitu menyembah arwah para leluhur yang telah meninggal meskipun itu arah seorang raja, dalam agama dan keperayaan apapun perbuatan itu sangat dilarang, pengangkatan sembah hanya diberikan kepada yang Mahakuasa saja..
2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dan Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari Kerajaan Singasari yang masa hidupnya berlangsung antara tahun 1222 sampai dengan 1292 M. Dipimpin oleh Ken Arok. Dalam sejarah diceritakan Ken Arok merebut kepemimpinan Tumapel dari Tunggul Ametung dengan cara membunuh Tunggal Ametung lewat tangan Kebo Ijo, sehingga dalam perebutan kekuasaan itu Ken Arok tidak terlihat sebagai seorang pemberontak. Pramoedya Ananta Toer dalam novel Arok Dedes nmenggambarkan perebutan kekuasaan dari Orde lama yang dipimpinan Presiden Soekarno direbut oleh Soeharto dengan cara dan upaya sama dengan Ken Arok merebut kekuasaan Tumapel dari Tunggul Ametung. Dengan cara-cara yang licik serta cerdik sehingga orang menganggap bahwa perebutanan kekuasaan itu sah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Seperti dikisahkan sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam di dada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja. Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel. Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo. Hal ini senada dengan pendapat dalam penelitian yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan Oleh Efita Sari pada tahun
2012 melakukan
penelitian Analisis Sosiologis Pada Novel al-Karnak Karya Najib Mahfudh. Novel al-Karnak bercerita tentang masyarakat Mesir pasca revolusi 1952. Untuk mengungkapkan keterkaitan novel al-Karnak dengan fakta yang terjadi pada masyarakat Mesir adalah dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Yang berkesimpulan penggambaran masyarakat Mesir pada novel al-Karnak merupakan refleksi realitas sejarah yang pernah ada dalam masyarakat Mesir pasca revolusi 1952.
3. Resepsi Pembaca Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer Dalam novel Arok Dedes banyak ditemukan hal-hal yang menarik yang dapat dipetik secara sosiologis maupun pendidikan. Hal ini tidak lepas dari peran pembaca yang memberikan apresiasi atas novel Arok Dedes, yang dalam penciptaan Pramoedya Ananta Toer masih di dalam bui masa pemerintahan presiden Soeharto, maka pembaca sering mengkaitkan karya ini dengan suasana batin Pramoedya yang tidak ada kecocokan dengan pemerintahan waktu itu. Maka dengan dasar itu peneliti memilih 2 reseptor untuk mengkritisi novel ini. Adapun pembahasan reseptor sebagai berikut : a) Drs. Suwito, M.Pd. (Guru SMP N 22 Surakarta) Suwito adalah salah satu staf pengajar di SMP N 22 Surakarta. Sebagai seorang guru yang telah bekerja lebih dari 20 tahun. Suwito commit to yang user sangat kompeten di bidangnya. termasuk guru Bahasa Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Kemampuan intelektualnya yang membanggakan di antaranya sering membaca literatur yang menunjang profesinya dan juga ia sebagai penulis buku Bahasa Indonesia SMP tingkat nasional. Penelitian mengajukan sebelas pertanyaan kepada Suwito di ruang guru, peneliti menganggap bahwa jawaban yang diutarakan dapat mewakili hal-hal yang diharapkan oleh peneliti untuk menunjang data penelitian. Sebagai contoh, saat peneliti memberi pertanyaan tentang tema novel Arok Dedes, Suwito menjawab bahwa tema novel tersebut kudeta ala jawa dengan begitu cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan dengan licik tapi cerdik, jawaban tersebut peneliti anggap sudah cukup karena memang yang terjadi dalam novel tersebut adalah sebuah kudeta kekuasaan dari Ken Arok kepada Tunggul Ametung yang telah direncanakan tapi tidak menyentuh siapa pemberontak sebenarnya. Bagi Suwito secara sosiologis peristiwa yang terjadi dalam novel Arok Dedes banyak terjadi di dunia nyata karena bisa dilihat orang , penyebab kejadian itu. Jawaban itu senada dengan pendapat di bawah ini: Sebagai ilmu sosial sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi juga mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar atau abnormal atau gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial ( Soekanto, 395 ) Sedangkan dalam kaitannya dengan nilai pendidikan, Suwito menganggap bahwa pendidikan khusus dunia perpolitikan harus dikenalkan dari sejak dini, sehingga dalam perkembangan masyarakat akan memilih dan memilah sendiri mana hal-hal yang dianggap positif dan negaif dalam berpolitik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
b) Ponco Nugroho Ponco Nugroho atau sering dipanggil Ponco adalah seorang mahasiswa PBS FKIP Univeersitas Sebelas Maret Surakarta, dalam kebiasaan di kampus Ponco sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang khusus berkaitan dengan kesusasteraan. Sebagai seorang penikmat karya sastra Ponco selalu meluangkan waktu untuk membaca karya sastra khususnya novel, baginya novel bisa memberikan jalan alternatif lain aabila dalam kehidupannya menemui hal-hal yang belum pernah dialami. Penelitian mengajukan sebelas pertanyaan kepada Ponco sama dengan Drs. Suwito, M.Pd. di Lobi Kampus C FKIP UNS , peneliti juga beranggappan bahwa jawaban yang diutarakan sudah mewakili hal-hal yang diharapkan oleh peneliti untuk menunjang data penelitian. Sebagai contoh, saat peneliti memberi pertanyaan tentang tema novel Arok Dedes, Ponco memberikan jawaban bahwa tema novel ketidakadilan yang dilakukan oleh Tunggul Ametung kepada penduduk Tumapel, semua penduduk harus menyetorkan emas yang dimiliki kepada Tunggul Ametung apabila tidak mau maka para penduduk dibunuh, sedangkan hasil rampasan emas setengah saja yang dikirim ke Kediri sebgaai upeti sisa hasil rampasan unuk diri sendiri. Jawaban Ponco selanjutnya mengenai konflik atau masalah yang muncul, konflik yang ada sangat kompleks melibat banyak pihak, kalau ditinjau dari perspektif sosial. Baginya, konflik atau permasalahan yang ada sangat kompleks karena banyak sekali konflik yang beragam dan saling terkait antaa satu dengan yang lain, wajar dan manusiawi karena banyak sekali terjadi dalam realitas kehidupan, penuh intrik karena melibatkan sebagian anggota masyarakat yang menganggap posisinya lebih superior dibandingkan dengan yang lain. Jawaban ini sesuai dengan pendapat Wellek dan Werren (1982:122) yang menyatakan bahwa hubungan antara sastra dan masyarakat adalah sebegai dokumen sosial yang menunjukkan potret kenyataan sosial. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Menurut Ponco dalam novel Arok Dedes, seorang Ken Arok mempunyai sifat yang mungkin tidak dipunyai manusia lain yaitu cerdas, setia, mempunyai rasa kasih sayang dan ingin membalas kebaikan semua orang yang telah membantunya.
Sedangkan dalam kaitannya dengan nilai pendidikan, Ponco menganggap bahwa sikap peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di lingkungannya, setia pada kawan maupun lawan, saling menghormati, tegas, menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi . 4.
Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes Setiap karya sastra yang baik selalu mengungkpkan nilai-nilai luhur yang sangat bermanfaat bagi pembacanya, Nilai tersebut bersifat mendidik dan mengajak pembaca untuk merenung. Nilai pendidikan yang dapat mencakup nilai pendidikan agama, moral dan sosial. a.
Nilai Agama Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya hingga mempunyai satu keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu ; menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan, menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan. Nilai Agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani dan kebebasan pribadi yang dimiliki manusia. Nilai agama bersifat mutlak, semua manusia yang beragama yakin da percaya karena ajaran agama merupakan petunjuk hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
manusia. Sudah menjadi kewajiban bagi manusia sebagai hamba untuk selalu patuh dan taat pada aturan-Nya. Bagi manusia yang beragama dan beriman, nilai ini dijadikan dasar dalam mencapai tujuan hidupnya. Apabila kita mencari nilai keagama dalam novel Arok Dedes terlihat seperti perkataan Ken Dedes “Kalian penyembah Hyang Wisynu yang kurang baik. Kesetiaan telah kalian persembahkan pada Tunggul Ametung, bukan pada Hyang Wisynu. Yang kalian sembah bukan dewa cinta-kasih, bukan Sri Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi gandarwa ketakutan. “ Penyembbahan berhala yang terjadi saat itu tumbuh subur dan terus dilestarikan pemerintahan Tunggul Ametung telah merusak jiwa masyarakat dan mempengaruhi ketaat beribadah kepada yang mahakuasa. Hal ini senada dengan pendapat Sugono (2003:115) bahwa sastra dapat berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan keyakinan agamanya. Akuwu Tumapel Tunggul Ametung juga percaya bahwa semua kejadian ini atas kehendak yang Kuasa, kita tinggal menjalani saja. Hyang Wisynu telah tentukan aku jadi suamimu. Nasib tidak bisa kau elakkan. Akupun lakukan ini bukan atas kehendak sendiri hanya karena petunjuk-Nya juga. Bentuk kepasrahan dalam menjalani kehidupan semua atas kehendak yaang kuasa diajarka oleh semua agama, sebagai hamba kita cuma tinggal menjalankan saja yang sudah digariskan oleh Tuhan. Sejalan dengan pembahansa nilai pendidikan keagamaan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Herlina tahun 2013 dengan judul Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia ( Kajian Sosiologi Sastra, Resepsi Pembaca dan Nilai Pendidikan) yang menyimpulkan bahwa agama, melalui sholat dan berdoa pada umumunya dihayati sebagai tempat bersandar, memasrahkan segala commit to user nasib hidup dan menjadi kekuatan menghadapi setiap cobaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
b.
Nilai Moral Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral ( Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320 ) Moral identik dengan agama, sosial dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat. Penelitian Herlina tahun 2013 dengan judul Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia ( Kajian Sosiologi Sastra, Resepsi Pembaca dan Nilai Pendidikan) yang menyimpulkan bahwa ajaran pendidikan moral dalam novel tersebut yakni mengajarkan kepada anak untuk tidak selalu mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan orang banyak selain itu juga diajarkan segala perbuatan jangan sampai merugikan orang lain. Dalam Novel Rumah Tanpa Jendela juga nampak pesan moral bahwa seorang anak harus selalu patuh kepada orang tuanya dan menghargai teman. Hal tersebut juga dijelaskan dalam novel Arok Dedes yang di dalamnya juga diajarkan hal tersebut. Hal baik ini harus diajarkan kepada anak didik supaya mengerti akan pentingnya nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai moral ini ditunjukkan oleh tokoh Ken Dedes dalam kehidupan keseharian di dalam keraton tidak pernah sombong meskipun ia seorang istri akuwu (pemimpin) Tumapel yang selalu dihormati, contoh di sebelah selatan kota tanah telah rengkah dan longsor, menyeret barang duapuluh lima rumah dalam timbunan kayu bakar, dan api menandingi Kelud, Ia awasi sendiri penyelamatan rumah yang masih bisa diselamatkan, korban yang berjajar dalam balai kota, membubungkan orang, rintih dan aduh. Ia masuki balai kota dan melihat sendiri seorang dokter membedah kaki seorang bocah untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
mengeluarkan kepingn kayu dari dalamnya. Kaki dan tangan bocah itu diikat pada ambin dalam keadaan pingsan.
c. Nilai Tradisi/kebudayaan Cara atau kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan sejak dahulu kala dapat dikatakan sebagai adat atau tradisi. Kebiasaan yang dimaksud sering kali sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Kebiasaan ini dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan sikap. Berdasarkan
penjelasan
tersebut,
Koentjaraningrat
(1985:15)
mengemukakan pendapatnya bahwa pada dasarnya sistem nilai budaya terdiri atas konspsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Nilai-nilai budaya yang terkandung di dalam cerita dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita. Ken Dedes tahu betul tentang persoalan itu. Wayang adalah permainan bodoh dari orang-orang bodoh yang tak mengerti ajaran. Hanya para brahmana yang berhak menafsirkan dan menerangkan tentang para dewa. Tetapi Sang Hyang Erlangga setelah sepuluh tahun naik tahta telah menitahkan: bukan hanya kaum brahmana saja yang berhak tahu tentang para dewa, semua boleh tahu, pergelarkan melalui wayang, karena bayangbayang pada leluhur dalam wayang adalah sama dengan bayang-bayang para dewa. Wayang sebagai satu bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung unsur pendidikan bisa sebagai sarana dalam mengembangkan karakter budaya bangsa secara umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. SIMPULAN Simpulan dari penelitian novel Arok Dedes dengan Ken Arok pada masa Singosari sebagai berikut : 1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang Novel Arok Dedes Pramudya Ananta Toer merupakan sastrawan yang tidak melupakan akar budaya Jawa sebagai tanah kelahirannya serta masih menjunjung tinggi adat istiadat maka dalam Arok Dedes budaya Jawa disajikan dengan baik, juga nuansa keagamaan ala Jawa yang begitu pasrah dengan kondisi yang ada saat ini sebagai bentuk dari pengabdian atas kuasa Tuhan. Dalam perjalanan menciptakan karya sastra Pramudya mengalami perubahan yang sangat signifikan, pertama Pramudya menyajikan hal-hal yang humanis, dia menyoroti kondisi masyarakat yang ada saat itu dengan pendekatan sosial yang tidak ada muatan apapun, dia menganggap seni untuk seni tapi dengan perubahan lingkungan juga teman-teman yang berada dipanggung politik, juga sebagai pribadi yang kenal dengan orang mancanegara, terutama dari RRC maka dapat merubah dalam mencipta karya sastra, demikian juga dalam penbuatan novel Arok Dedes tidak terlepas dari kondisi saat itu pun. Pemerintahan yang carut marut, pertentangan yang ada dalam pemerintahan, pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, maka pribadi Pramudya tidak mau tinggal diam, dia muncul dan sebagai pribadi pemberontak yang mengkritisi pemerintahan, juga lewat novel Arok Dedes dia coba menggambarkan kejadian yang sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat, pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk menggulingkan pemeritahan yang resmi menurut pandang Pramudya dilakukan dengan perencanaan yang sangat teliti sehingga orang menganggap tindakan itu tidak melanggar norma-norma hukum yang ada. 81 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dan Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari yang terdapat dalam kitab Pararton merupakan cerita yang dikenang oleh masyarakat Indonesia sampai kapan pun, sejarah yang tiada ternilai harganya, dengan pemeran atau tokoh-tokoh yang selalu ada pada benak pembaca serta pendapat yang berbeda tergantung siapa pembacanya . Pramudya dengan kecerdasan mengolah cerita sejarah dan menampilkan kembali pelaku-pelaku yang masih sejalan dengan kondisi masa kini. Novel Arok Dedes yang menceritakan perjuangan Ken Arok dalam merebut Tumapel dengan cara yang sangat halus sangat sejalan dengan cerita Ken Arok pada zaman kerajan Singosari terbukti dengan tokoh-tokoh yang sama dan karakter mempunyai kesamaan dari berbagai segi, yatu nama, karater (watak) tokoh-tokohnya. Peristiwa perebutan kekuasaan dari Tunggul Ametung yang memimpin Tumapel telah direbut oleh Ken Arok, demikian hal dengan perebutan kekuasaan dari presiden Soekarno juga telah direbut oleh Soeharto dengan strategi dan cara yang sangat rapi sehingga tidak ada kesan sebuah perebutan kekuasaan yang mengorbankan banyak rakyat. Peristiwa yang terjadi dari dua cerita sama-sama menceritakan bagaimana sebuah cita-cita dan cinta harus diraih dengan penuh perjuangan serta pengorbanan. Ken Arok telah mengorbankan hidupnya demi sebuah kekuasaan dan seorang wanita yang diidamkan. Semua daya dan upaya dilakukan namun sisi kebaikan ( atau kelicikan) itu yang menjadi daya tarik tersendiri dari novel Arok Dedes dan cerita Ken Arok kitab Pararaton.
3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes Menurut pembaca novel Arok Dedes karya Pramudya dapat membuka wawasan baru mengenai kondisi yang ada pada saat itu, dan pandanganpandangan yang berbeda mengenai berbagai hal tentang kehidupan bernegara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Kecerdasan Pramudya membuktikan bahwa sebuah karya sastra bisa merubah pola pikir atau pendapat seseorang mengenai berbagai hal. Hai ini akan memjadi pembelajaran bagi pembaca bahwa dengan menggunakan akal pikiran dan cara-cara yang disusun secara rapi semua hal dapat diraih dengan sukses. Novel Arok Dedes yang berdasar sejarah Ken Arok sebagai Raja Singosari dalam perjalanan perebutan kekuasaan tdak bisa dilakukan dengan seorang diri, juga harus disertai perjuangan yang tidak mengenal lelah. Novel ini mempunyai kaitan erat dengan peristiwa perebutan kekuasaan dari pemerintahan orde lama ke pemerintahan orde baru.
4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes Setiap karya sastra yang dihasilkan pasti mempunyai maksud dan tujuan yang akan dicapai oleh penulis. Salah satunya adalah nilai-nilai pendidikan yang dipaparkan. Dalam novel Arok Dedes nilai-nilai didik yang terkandung antara lain pendidikan tentang moral, agama, kepahlawanan dan tradisi (kebudayaan), hal ini sebagai cerminan untuk para pembaca (penikmat) karya sastra. Nilai agama yang didapat adalah kita harus bisa menerima apa yang ada sekarang ini sebagai wujud dari kepasrahan kita kepada yang Mahakuasa, menantati segala ketetapan, hukum, aturan yang diyakini berasal dari Tuhan, nilai moral yaitu selalu menghormati kedua orang tua meskipun kita mungkin sudah mempunyai kedudukan atau jabatan yang tinggi, bermurah hati kepada siapapun
B. 1.
IMPLIKASI
Implikasi Teoretis Implikasi secara teoritis, bahwa dengan pesatnya ilmu pengetahuan tentang penelitian sastra dengan berbagai pendekatan, maka kajian sastra commit user memperkaya masalah telaah dan dengan pendekatan intelektualitas initodapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
kritik sastra. Ada banyak hal yang harus disiapkan oleh para peneliti bahwa model kajian secara sosiologis dan resepsi dapat menjadi acuan pengkajian sastra dengan pendekatan yang berbeda. Kajian sosial
akan membawa kepada pembaca untuk lebih
mengetahui karya sastra dari sudut pandang yang berbeda, pembaca diajak melihat sastra dari mana asal penulisan, ide-ide atau tujuan yang diharapkan oleh pengarang sehingga pembaca tidak hanya memaknai karya sastra sebagai sebuah tulisan saja namun mempunyai makna atau arti dalam kehidupan sehari-hari. Kajian budaya akan menggambar penulis tentang budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat waktu karya itu diciptakan, pembaca diharap mampu untuk memaknai budaya apa yang sedang berkembang dan berlangsung sehingga pembaca dapat menyikapi dengan arif dan bijaksana. Dalam perjalanan menciptakan karya sastra Pramudya mengalami perubahan yang sangat signifikan, pertama Pramudya menyajikan hal-hal yang humanis, dia menyoroti kondisi masyarakat yang ada saat itu dengan pendekatan sosial yang tidak ada muatan apapun, dia menganggap seni untuk seni tapi dengan perubahan lingkungan juga teman-teman yang berada dipanggung politik, juga sebagai pribadi yang kenal dengan orang mancanegara, terutama dari RRC maka dapat merubah dalam mencipta karya sastra, demikian juga dalam penbuatan novel Arok Dedes tidak terlepas dari kondisi saat itu pun. Pemerintahan yang carut marut, pertentangan yang ada dalam pemerintahan, pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat kecil, maka pribadi Pramudya tidak mau tinggal diam, dia muncul dan sebagai pribadi pemberontak yang mengkritisi pemerintahan, juga lewat novel Arok Dedes dia coba menggambarkan kejadian yang sebenarnya yang terjadi di tengah masyarakat, pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk menggulingkan pemeritahan yang resmi menurut pandang Pramudya dilakukan dengan perencanaan yang sangat teliti sehingga orang menganggap tindakan itu tidak melanggar norma-norma hukum yang ada. commit to user 2. Implikasi Praktik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Implikasi secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai koleksi kelengkapan perpustakaan yang berguna bagi para pengunjung perpustakaan juga para penggemar pembaca karya sastra dengan harapan karya itu akan berdampak positif. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai dasar penelitian berikutnya, serta pengembangan penelitian yang lebih luas juga dengan hasil penelitian yang lebih berkembang. Khususnya dalam apresiasi sastra penelitian ini bisa menjadi memperbanyak kasanah penelitian sosiologi sastra yang berkembang pesat, sosiologi sastra sebagai satu kajian akan memberikan pemahaman kepada pembaca lebih utuh untuk sebuah cerita sehingga penafsiran tidak terkungkung pada hal yang sempit. Sedang untuk pengembangan karakter penelitian ini dapat membawa pembaca untuk memiliki sifat atau karakter yang positif mengenai suatu karya sastra, karena setiap penciptaan karya sastra oleh pengarang pasti mempunyai tujuan yang jelas, dan setiap tokoh mempunyai sifat-sifat yang ada pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan analisis juga ditemukan banyak nilai moral dan nilai edukatif yang dapat dipetik dalan novel Arok dedes, dan dapat dijadikan sebagai katarsis dalam menjalani hidup dan kehidupan. Sebuah karya sastra akan bernilai baik dan bermanfaat apabila ia menjadi pencerah bagi pembacanya. Dalam hal ini, karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan intropeksi diri sesuai dengan tujuan pengarang menciptakan karya tersebut. Dilihat dari segi peran moral yang diberikan, adanya gambaran mengenai berbagai hal baik positif maupun negatif. Gambaran negatif tersebut tidak selamanya tidak memberikan kontribusi apa-apa. Jika pembaca mampu mengolah dengan benar maka terdapat pelajaran hidup yang dapat dipetik. Sebuah gambaran (contoh) terlihat buruk jika ada contoh yang baik, dan gambaran (contoh) akan terlihat baik ketika terdapat contoh buruk. Nilai moral yang terkandung dalam novel Arok Dedes kebanyakan bercerita mengenai akibat dari suatu perbuatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Selain itu, jika ditinjau dari segi materi pembelajaran novel Arok dedes mudah dipahami sehingga pelajar (siswa) dapat mempelajari gambaran kehidupan budaya dan politik Jawa yang sesungguhnya serta sebagai bahan pembinaan dan pengembangan pengajaran apresiasi sastra Indonesia pada di sekolah-sekolah dan forum-forum ilmiah lainnya.
C. SARAN Tindak lanjut dari penelitian ini, peneliti memberikan beberapa hal yang sekiranya dapat dijadikan sebagai saran dalam memanfaatkan novel Arok Dedes. Adapun saran peneliti sebagai berikut : 1.
Bagi pembaca Dalam memanfaatkan novel Arok Dedes, hendaknya pembaca tidak terjebak pada nilai-nilai negatif yang ditampilkan oleh tingkah laku tokoh cerita. Pembaca hendaknya tidak mengikuti jejak Tunggul Ametung yang memperistri Ken dedes dengan cara tidak baik yaitu menculik dari orang tuanya. Yang harus dicontoh adalah sikap Ken Dedes yang selalu menjunjung darma dan orang tua.
2.
Bagi siswa Novel Arok Dedes merupakan novel yang cukup berbobot dan baik dari segi bahasa tidak terlalu rumit sehingga cocok dijadikan sebagai bahan ajar bagi siswa SMP dan SMA. Saran peneliti, hendaknya siswa mampu dan memanfaatkan novel tersebut untuk menambah pengetahuan perbendaharaan kata. Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel tersebut dapat memberikan pengetahuan budaya jawa kepada siswa.
3.
Bagi pengajar Nilai-nilai moral yang terdapat novel tersebut hendaknya dapat dijadikan sebagai suatu alternatif dalam memilih bahan pembelajaran apresiasi sastra, khususnya tingkat SMP dan SMA dan sederajat. Penggunaan novel sebagai sebuah materi ajar harus disertai dengan pemberian penjelasan atau pengantar agar siswa tidak terjebak dalam nilai-nilai negatif yang terdapat dalam novel commit to user tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
4.
Bagi peneliti sastra Penelitian sastra yang dilakukan ini merupakan sebagian kecil dari sekian luas ruang penelitian dan pengkajian sastra di Indonesia. Masih banyak pendekatan dan pengkajian sastra yang dapat dilakukan. Oleh karena itu para peneliti sastra hendaknya dapat mengkaji karya sastra dengan pendekatan yang lainnya, sehingga dapat menemukan sendi-sendi kesastraan dan dapat memperkaya khasanah penelitian sastra.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
DAFTAR PUSTAKA
A. Michael Huberman Miles, Mattew B.. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press. Damono Sapardi Djoko . 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Den Boef, August Hana dan Kees Snoek. 2008. Saya Ingin Lihat Semua Ini berakhir: Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Komunitas Bambu. Endraswara Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Faruk.. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Goldman, Lucien. 1967. “The Sociology of Literature: Studies and Problem of Method,” International Science Journal, Volumen XIX, No.4 pp. 493516 Hong Liu, Goenawan Muhammad, Kumit Sumar Mandal. Pram dan Cina. Jakarta: Komunitas Banbu. Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. yogyakarta: Hanindita Graha Widya Masyarakat. Junus Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Jurt, Joseph. 2005. The Trans-National Reception of Literature: The Reception of Franch nationalism in Germany. Volume II, No.1, pp. 3-4 Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka Komandoko, Gamal (penulis ulang), 2006. Pararaton: Legenda Ken Arok dan Ken Dedes. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Leenhardt, Jacques. 1967. “The Sociology of Literature: Some Stages in its History.” Volume. XIX, No. 4, pp. 517-533 Moeleong Lexy J.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). 88user Bandung: Remaja Rosdacommit Karya to
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Nurgiyantoro Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar _____________, 2002, Kritik Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta: Gama Media Ratna, I Nyoman Kutha. 2009. Teori,134 Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Cetakan ke 5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ............... . 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Semi Atar . 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa. Suroso, Puji Santoso, Pardi Suratno. 2009. Kritik Sastra, Ygyakarta: Elmatera Publishing Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar, Teori, dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Uns Press Tarigan Henry Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Toer Pramoedya Ananta, 2009. Arok Dedes. Jakarta Timur: Lentera Dipantara. Toer, Koesalah Soebagyo. 2009. Bersama Mas Pram : Memoar Dua Adik Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Gramedia Tuloli, H. Nani. 1999. Peranan Sastra dalam Masyarakat Modern. (Editor: Hasan Alwi dan Dendy Sugono). Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa. Waluyo Herman J. 2002. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widya Sari Press Wellek, Rene Dan Warren Austin, 1956, Theory of Literature. New York: A Harvest Book Harcourt, Brace & World Inc.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
LAMPIRAN 1: Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca Ahli ( Guru Bahasa Indonesia ) Nomor Catatan Lapangan Nama Reseptor Profesi Hari, tanggal wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara
:1 : Drs. Suwito, M.Pd. : Guru Bahasa Indonesia (SMP N 22 Surakarta) : Senin, 10 Maret 2014 : 09.00 – 10.00 WIB : Ruang Guru
Peneliti (Pen) : Bagaimana pandangan Anda tentang Pramudya Ananta Toer Reseptor (R)(1) : Seorang tokoh yang kontraversi waktu itu Pen
: Apa maksudnya kontraversi ?
R (2)
: Selalu diincar, karyanya selalu disingkirkan dan sebagai pembelot, ditinjau dari isinya mencerminkan kudeta ala jawa dengan begitu cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan dengan licik tapi cerdik.
Pen
: Bagaimanakah cerita Arok Dedes dibandingkan dengan cerita asli Ken Arok?
R (3)
: sang raja yang diingikan tahta, harta, wanita. Ken arok asli yang diutamakan wanita dulu, dia kan jatuh cinta bukan tahtanya dulu, tapi yang arok dedes ada perbedaan yang signifikan kalau yang arok dedes itu bukan tentang wanitanya tetapi tentng kudeta aau politik yang halus bahkan para pelakunya tidak begitu kentara dalam melihat peperangan.
Pen
: kalau perbedaan yang mencolok
R (4)
: yang asli tentang wanita, tapi yang sekang tentang kekuasaan bahkan tidak ada unsur asmara , terus adanya keris yang dibuat Mpu gandring dibawa terus dipinjam kebo ijo terus dicuri lagi idisitu kelihatan kelicikan ken arok dengan maksud untuk mendapat nama bahwa dia baik sehingga menjadi pengawal ken dedes. Terus timbul asmara tetapi untuk tahta beum muncul. Di arok dedes tidak ada kaitan antara keris satu dan dua, ditegskan hanya commit keris , pramudya menyelipkan misi politik ala to user jawa lebih simpel dan tidak menakutkan masyarakat. 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Pen
: kalau dikaitan dengan kondisi sekarang
R (5)
: kondisi sekarang kudeta tidak langsung, dari kelompok atau partai yang intinya menggulingkan satu partai.
Pen
: kan sama – sama menggulingkan
R (6)
: sama-sama menggulingkan tapi yang ala jawa begitu tertutup rapi dan cerdik hasilnya memuaskan
Pen
: Bagaimana Arok Dedes ditinjau dari sastra?
R (7)
: bahasanya sangat simpel , langsung banyak memakai makna sebenarnya, kata-kata yang menggunakan simbol mudah diterka karena dikaitkan dengan kalimat berikut.
Pen
: Apa perbedaan Ken Arok masa singosari dengan Ken Arok dalam novel Arok Dedes ?
R (8)
: kalau jaman kerajaan singosari dimulai dari wanita dulu baru tahta, tapi di novel Arok Dedes diawal merebut tahta baru mendapatkan wanita.
Pen
: Bagaimana pendapat Bapak tentang Pramudya?
R (9)
: gambaran karyanya antipati pada pemerintah tetapi aslinya tidak, dia hanya memberikan gambar pemerintah itu seperti ini, menggambarkan pemerintahan seperti ini kalau jelek ya jelek, ada sisi yang lain.
Pen
: berarti dari mana sudut pandang pembaca?
R (10)
: ya betul dari sudut pandang masing-masing. Ada falsafah jawa sopo nandur bakal ngunduh
Pen
: Apa inti dari arok dedes
R (11)
: menggambarkan politik ala jawa kudeta secara jawa , ibarat main catur bagaimana orang yang berperan itu pandai-pandai menjalankan bidak dengan umpan dan pengorbanan yang hasilnya ingin menang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
TANGGAPAN PENELITI (TP)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Drs. Suwito, M.Pd. pada hari Senin, 10 Maret 2014, dapat diketahui bahwa tema dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer yaitu menggambarkan politik ala jawa kudeta secara jawa , ibarat main catur bagaimana orang yang berperan itu pandai-pandai menjalankan bidak dengan umpan dan pengorbanan yang hasilnya ingin menang. Pendapatnya tersebut tidaklah berlebihan karena baginya hal-hal yang diungkapkan Pramudya dalam Arok Dedes sangat menyoroti pergantian pemerintahan dari Tunggul Ametung yang direbut oleh Ken Arok hal ini dikaitan dengan pergantian pemerintahan dari presiden Soekarno ke tangan presiden Soeharto. Sedangkan untuk nilai pendidikan, Suwito mengkritis satu hal dalam bahasa Jawa sopo nandur bakal ngunduh (siapa menanam pasti memetik hasilnya) memberi pengertian bahwa siapapun orang yang menanam kebaikan ia akan mendapati kebaikan itu untuk diri sendiri sebaliknya yang menananm keburukan makan pada akhirnya ia sendiri yang akan mendapatkan keburukan itu. Secara umum, Suwito menilai bahwa novel Arok Dedes merupakan karya sastra yang penuh pembelajaran dalam arti luas. Pembaca tidak hanya sekedar diajak membaca karya sastra, tetapi juga diajak menengok sejarah bangsa Indonesia mengenai perpindahan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto. Bagi Suwito, novel Arok Dedes banyak memuat amanat yang layak dijadikan bahan refleksi bagi pembaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
LAMPIRAN 2: Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca Umum (Mahasiswa) Nomor Catatan Lapangan Nama Reseptor Profesi Hari, tanggal wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara Peneliti (Pen)
:2 : Ponco Nugroho : Mahasiswa (Bahasa Indonesian, FKIP-UNS : Senin, 17 Maret 2014 : 09.00 – 10.00 WIB : Lobi Kampus C FKIP UNS
: Bagaimana pandangan Anda tentang Pramudya Ananta Toer
Reseptor (R) (1) : pramudya itu cerdas, (mengungkapkan sebuah cerita bukan langsung dari kata-kata itu, pembaca secara tidak langsung dituntut mencari apa maksud cerita itu. Jadi pembaca juga harus cerdas, jadi tidak langsung A sama dengan A tapi dalam A itu ada B, C dan lainnya. Pramudya juga cenderung kepada kritik. Pen
: Bagaimanakah pendapat Anda mengenai novel Arek Dedes
R (2)
: Setelah membaca novel ini, pandangan saya berubah 175%, dulu saya mendegar cerita Ken Arok dan Ken Dedes di kelas 4 SD dari guru IPS, ceritanya begini; Ken Arok itu orang jahat, dia membunuh Tunggul Ametung dengan keris Mpu Gandring yang disalahkan Kebo Ijo, seolah-olah Ken Arok sebagai penjahatnya, tidak dilihat watak dari Tunnggul Ametung, hanya mengecap Ken Arok itu pembunuh dan penjahat, sedangkan tidak diceritakan mengapa arok berbuat seperi itu. Di novel ini diceritakan Ken Arok memberontak itu karena terjadi ketidakadilan di Tumapel. Tunggul Ametung itu mantan sudra , dia arok maksudnya dia itu dulu merampok memang pekerjaannya merampok tapi Ken Arok merampok itu karena terjadi ketidakadilan saat itu. Ken Arok itu orangnya setia ; ia pernah berjanji dengan bapak pertamanya Ki Lembung yaitu ingin mensejahterakan keluarganya setelah dewasa dan berhasil ia tidak melupakan janjinya. Demikian juga pada Umang, dia akan menyayangi sampai kapan pun terbukti Ken Arok menjadikan Umang istrinya meskipun tidak secantik Ken Dedes. commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Ken Arok itu juga cerdas; cerdas dalam berkata-kata terbukti dalam berseteru dengan Mpu Gandring, waktu membuat senjata Mpu Gandring tidak mau maka dengan berargumentasi Mpu gandring kalah setelah ditagih janjinya Mpu Gandring kalah. Mpu Gandring berdusta dan berkhianat dengan Yang Panca gina karena Ken Arok tegas maka Ken Arok menghukum ia tidak pandang bulu termasuk pada sahabatnya. Tapi disisi lain tetap memberi pilihan pada sahabatnya, tegas pada tunggul ametung yang telah membunuh anak sendiri, Rasa kasih sayang pada ibu dan ayahnya juga membalas budi. Pen
: Bagaimana kisah ken Arok yang saudara dengar selama ini dengan Arok Dedes yang mencolok ?
R (3)
: saya masih kecil dicekoki apapun diterima, arok sebagai penjahat. Arok cerdas menyampaikan apa yang dia pikirkan, tunggul ametung dulu orang baik tapi ternyata dia penjahat yang juga akan mengkhianati Kerajaan Kediri, tunggul Ametung mencuri emas dari kaum syiwa, padahal tunggul Ametung itu akuwu harus memberi contoh yang baik tapi kok malah merampok.
Pen
R (4)
Perbedaan berikutnya tentang keris, kalau cerita lama ken arok memesan keris pada Mpu Gandring karena kerisnya belum selesai maka Mpu Gandring dibunuh, ternyata tidak kalau di Arok Dedes yang berkhianat Mpu gandring dicerita pertama yang salah ken arok tapi yang kedua yang salah Mpu gandring karena berkhianat apa yang telah dijanjikan tetapi ternyata senjata bukan keris, dihalaman terakhir kebo ijo mau mengambil alih istana “iki eken arok ngeini keris kapan? Ternyata yang saya pahami selama ini salah meskipun ini sastra tapi bisa ditelaah secara logis. (kalau yang dulu ada kutukan tapi sekarang tidak ada) : pembuatan novel itu pram di pulau buru, ada tidak kaitan dengan masa itu ? : ada, meloncatnya ke orde baru pram ini kritik yang pedas untuk orde baru, dia mengambil kelicikan dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
pemberontakan orde baru meskipun terdapat perbedaan cerita, sehingga mend setnya jadi berbeda Pen
: nilai didik apa yang dapat diambil
R (5)
: peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di lingkungannya, setia pada kawan maupun lawan, saling menghormati, tegas, menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi.
Pen
: bagaimana tanggapan dengan sastra yang berlatarbelakang sejarah
R (6)
: ada 2 karena pro dengan pemerintah atau benar-benar kritis, seorang sastrawan tidak boleh terlalu kritis dalam menyampaikan kebenaran, jadi hanya menyampaikan kebenaran sesuai dengan sejarahnya yang baik tidak yang positif.
Pen
: bagaimana dengan kondisi pemerintahan sekarang
R (7)
: sama, menurut sayang lingkaran setan; maksudnya pemerintahan berulang dari orde lama ke orde baru terus ke orde reformasi
Pen
: berarti ken arok indonesia masih terus berulang
R (8)
:bukan ken arok tapi kelicikannya yang diambil, ken arok bertindak memang harus ditindak
Pen
: kalau ken arok sendiri bertindak dari hati dan memang harus dilakukan
R (9)
: setelah ken arok memerintah Singosari kan jadi besar, pemimpin satu komunitas dan besar berarti pemimpin itu hebat, berarti Ken Ariok itu hebat. Bisa mengalahkan kediri meskipun licik
Pen
: maksudnya licik bagaimana
R (10)
: dalam peperangan tidak ada kebaikan dan kejahatan, adanya kalah atau menang, tidak ada benar atau salah, mereka mempunyai keyakinan masing-masing
Pen
: pendapat anda sendiri khusus arok dedes
R (11)
: arok dedes sangat luar biasa bisa merubah meansed saya commitken to user selama ini tentang arok. Buku ini sangat luar biasa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
TANGGAPAN PENELITI (TP) Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ponco Nugroho pada hari Senin, 17 Maret 2014, dapat diketahui bahwa tema dalam novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer yaitu menggambarkan politik yang ada di Indoensia dari orde lama ke orde baru dan orde reformasi. Pendapatnya tersebut tidaklah berlebihan karena baginya hal-hal yang diungkapkan Pramudya dalam Arok Dedes sangat menyoroti pergantian pemerintahan dari Tunggul Ametung yang direbut oleh Ken Arok hal ini dikaitan dengan pergantian pemerintahan dari presiden Soekarno ke tangan presiden Soeharto. Sedangkan untuk nilai pendidikan, Ponco Nugroho berpendapat ada beberapa hal antara lain: kepedulian dengan ketidakadilan di lingkungannya, setia pada kawan, saling menghormati, tegas, menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi . Secara umum, Ponco Nugroho menilai bahwa novel Arok Dedes merupakan karya sastra yang penuh pembelajaran dalam arti luas. Pembaca tidak hanya sekedar diajak membaca karya sastra, tetapi juga diajak menengok sejarah bangsa Indonesia mengenai perpindahan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto. Bagi Suwito, novel Arok Dedes banyak memuat amanat yang layak dijadikan bahan refleksi bagi pembaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Sinopsis Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer
Dikisahkan, berita tentang kecantikan seorang perempuan yang juga putri seorang Brahmana bernama Mpu Purwa, sampai ke telinga Tunggul Ametung. Tunggul Ametung lalu memerintahkan untuk menculiknya dan kemudian dinikahinya secara paksa. Perempuan itu adalah Dedes. Mpu Purwa yang tidak pernah mengakui kekuasaan Tunggul Ametung mengetahui anak gadisnya diculik marah dan bersumpah, bahwa Tungul Ametung akan mati terbunuh sedangkan dari rahim Dedes akan lahir orang-orang besar (raja). Ametung berkuasa hanya karena keberanian dan kekejamannya, sesungguhnya ia adalah orang bodoh, tidak bisa membaca ataupun menulis. Ia seorang dari kelas sudra. Ia mewajibkan upeti kepada rakyatnya untuk kemudian sebagian ia serahkan pada Kediri. Dengan begitu kekuasaannya tetap terlindungi. Pemerintahan Tunggul Ametung tidak membawa kemakmuran bagi rakyatnya,
tetapi
justru
sebaliknya
membawa
penderitaan.
Salah
satu
penyebabnya adalah tindakan para aparat pemerintahnya yang sewenang-wenang merampas tanah milik rakyat. Tindakan semena-mena seperti ini telah menimbulkan keresahan dan perlawanan rakyat di Tumapel. Di tempat terpisah, hidup seorang pemuda bernama Arok. Dikisahkan, saat masih bayi Arok dibuang ibu kandungnya kemudian ditemukan dan dijadikan anak pungut oleh Ki Lembung. Suatu hari sepulang menggembala, Ki Lembung mendapati satu kambingnya hilang, ia marah dan Arok pun diusirnya. Arok tidak mengakui jika kambingnya itu ia berikan pada penduduk desa yang harta bendanya habis dirampok prajurit Tunggul Ametung. Kejadian itu pula yang membuatnya menyadari kekejaman penguasa Tumapel dan mulai tumbuhnya benih kebenciaan terhadap Tunggul Ametung. Arok kemudian bertemu dengan Bango Samparan dan dijadikan anak angkatnya, yang kemudian mengantarkannya untuk berguru pada seorang brahmana yatu Mpu Trantipala. Kecerdasan dan commit user ketangkasanya telah memikat hati parato brahmana. Mereka mempunyai satu 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
kesamaan: menginginkan Tunggul Ametung turun dari kekuasaannya. Arok pun di nobatkan sebagai;’garuda harapan kaum brahmana.’ Dengan kepandaian yang dimiliki Arok berhasil menyatukan semua pemberontak yang menginginkan Tunggul Ametung turun dari kekuasaannya. Strategi pun dimulai untuk menggulingkan kekuasaan Tunggul Ametung. Dengan koneksi yang dimiliki seorang brahmana bernama Lohgawe, Arok masuk dalam lingkungan kekuasaan Tunggul Ametung sebagai seorang prajurit. Karirnya dalam jajaran prajurit Tunggul Ametung melesat karena Arok selalu berhasil memadamkan setiap pemberontakkan. Padahal tak pernah ada pertempuran antara prajurit Arok dan pemberontak karena Arok lah yang mengatur dan membawahi pemberontakkan itu. Kehadiran Arok dilingkungan penguasa Tumapel, dengan kepandaiannya dalam membaca dan menulis sansekerta menarik perhatiaan Dedes. Terlintas dipikirannya bahwa Arok (seorang brahmana muda cerdas) yang lebih pantas menjadi pendampingnya dan menjadi penguasa Tumapel, Pada waktu yang bersamaan, Mpu Gandring, seorang pandai besi pembuat dan pemilik pabrik senjata di Tumapel, menyusun strategi lain untuk melakukan kudeta. Ia menghasut beberapa prajurit dibawah komando Kebo Ijo untuk berada dipihaknya dengan imbalan emas dan sebagian kekuasaan. Rencana kudeta Arok yang didukung para Brahmana bukan semata menginginkan penguasa yang dinilai bijak dan baik, para brahmana menginginkan Arok mengembalikan kebesaran dewa Syiwa karena selama di bawah kekuasaan Tunggul Ametung, dewa Wisnu yang di agung-agungkan, dewa yang dianut kebanyakan kelas sudra. Jadi di sini ada kepentingan agama yang dipertaruhkan. Mpu Purwa, Ayah Dedes, salah satu brahmana yang mendukung kudeta ini. Arok menyusup ke dalam pekuwuan Tumapel dengan menjadi prajurit atas bantuan dang Hyang Lohgawe dan bertemu dengan Dedes. Dalam pertemuan ini mereka memutuskan untuk bekerja sama menggulingkan kekuasaan Tunggul Ametung. Hal ini membuat Dedes, mau tidak mau, terlibat secara langsung dalam pembunuhan
suaminya
sendiri. Untuk menjatuhkan Tunggul Ametung. commit to user Kesadaran, bahwa ia sedang menempa maker, dirasakannya suatu hal yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
besar dan tubuhnya kurang kuat menampung. Melintas wajah Mpu Parwa di hadapannya, ayah tercintanya ini mengangguk membenarkan. Kemudian melintas wajah
Dang
Hyang
Lohgawe.
Brahmana
itu
dilihatnya
mengangguk
membenarkan. Selama perencanaan kudeta Ken Dedes mulai terlibat secara langsung pada urusan istana. Sebelumnya ia mengurung diri sebagai bentuk rasa bencinya pada suaminya, Tunggul Ametung. Namun hatinya mulai bergejolak, bagaimana pun Tunggul Ametung adalah ayah dari bayi yang baru di kandungnya 2 bulan. Ia tidak menginginkan anaknya lahir tanpa seorang ayah. Di lain pihak, dukungannya terhadap pembunuhan suaminya berarti baktinya terhadap orang tua dan dewa Syiwa. Ada Kelompok lain akan menggulingkan Tunggul Ametung adalah kelompok yang dipimpin oleh Yang Suci Belakangka. Kelompok ini ingin menempatkan kekuasaan Kediri langsung di Tumapel. Caranya dengan menggulingka kekuasaan Tunggul Ametung dan mengangkat keluarga Sri Baginda sebagai penguasa di Tumapel. “Belakangka merasa puas dapat menggengam pasukan kuda Tumapel di dalam kekuasaan Kediri. Dalam waktu belakangan ini utusan-utusanya tak pernah mengalami gangguan atau hilang di tengah jalan. Ia selalu perintahakan utusan menempuh jalan utara yang bercabang-cabang , sehingga pencegatan dan penyusulan lebih mudah dapat dihindari, kecuali bila benar-benar kepergok. Ia telah berhasil melumpuhkan sag pati dan para menteri. Mereka tinggal menjadi boneka-boneka yang patuh. Ia telah mengisyaratkan pada Kediri agar sudra terkuat yang seorang satria dan bahwa waktu untuk itu telah hamper selesai. Bila kerusuhan-kerusuhan telah dapat dipadamkan, Tunggul Ametung sudah akan sangat lelah, dan keluarga sri Baginda dengan mudah akan dapatdi tempatkan di Tumapel Runtuhnya kekuasaan Tunggul Ametung di Tumapel akibat perlawanan rakyat yang diwujudkan dengan mobilisasi kekuatan rakyat bersenjata ke pusat pemerintahan Tumapel di Kutaraja. Perlawanan ini di pimpin oleh seorang lelaki bernama Arok. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Kini mereka mulai mengetahui, benar-benar pasukan besar Arok sudah datang menerjang kota dari tiga jurusan. Tak ada tempat yang mereka gunakan untuk berlindung. Asrama yang pada mula mereka gunakan untuk berkumpul, kini mereka tinggalkan lagi dalam keadaan bingung tanpa perwira tanpa tamtama. Mereka hanya bisa mengangkuti harta benda paling berharga, membela diri secara perorangan danmelarikan diri ke arah timur. Daerah hutan belantara yang belum terjamah manusia. Gelombang dari luar kota menguasai Kutaraja setapak demi setapak, meninggalkan prajurit-prajurit Tumapel bergelmpangan, dan mendesak terus Tunggul Ametung di Tumapel. Gedung pekuwuan terkepung rapat dengan tombak. Sorak parau makin menderu-deru, menggetarkan para tamtama yang kebingungan menunggu di pendopo. Kemudian orang melihat Kebo Ijo keluar dari bilik dengan pedang berlumuran darah. Paramesywari didampingi oleh Arok dan dikawal oleh regu besar bertobak naik dari depan ke pendopo. Orang bersorak menyambut. Pada akhirnya, ambisi Ken Arok tercapai. Tunggul Ametung dengan sebuah keris buatan Mpu Gandring miliknya yang selama ini ia titipkan pada Kebo Ijo. Istana gempar, kesempatan itu digunakan Arok untuk membunuh Kebo Ijo yang dituduh membunuh Tunggul Ametung. Dengan meninggalnya Tunggul Ametung Arok menjadi penguasa Tumapel beristrikan Ken Dedes. Dan Lohgawe pun memberikan gelar Ken yang digunakan di depan namanya. Sebelumnya Arok telah menikah dengan seorang perempuan bernama Umang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
commit to user