Editorial
Peran Riset di Bidang Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan
Siswanto Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI
Pendahuluan Selama lima dekade terakhir, ilmu pengetahuan, termasuk ilmu kesehatan dan kedokteran, telah berkembang dengan sangat pesat di berbagai belahan dunia. Penemuan berbagai alat, cara diagnosis, dan obat-obatan telah berkembang begitu luar biasa. Namun demikian, masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan negara berkembang lainnya, misalnya malaria, tuberkulosis, AIDS, Dengue fever, malnutrisi, dan lain-lain, tetap merajalela. Masalah ketidakmerataan, ketidakadilan, rendahnya mutu pelayanan, dan tidak efisiennya sistem pelayanan kesehatan juga masih belum terpecahkan. Semua masalah tersebut mengindikasikan adanya malfungsi sistem kesehatan di suatu negara. The World Health Report 2000 memaparkan pencapaian kinerja sistem kesehatan (health system performance) negara-negara di dunia dengan menilai pencapaian tujuan (goals), masukan, dan mengukur tingkat efisiensi sistem kesehatan di negara yang bersangkutan. Sistem kesehatan memiliki tiga tujuan, yaitu meningkatkan derajat kesehatan yang ditunjukkan oleh parameter umur harapan hidup berkualitas (healthy adjusted life expectancy), keadilan kontribusi pembiayaan kesehatan (fairness of financial contribution), dan tingkat ketanggapan (responsiveness).1 Jepang menduduki peringkat pertama dari 191 negara
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007
anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam pencapaian tujuan sistem kesehatan; peringkat terendah diduduki oleh Sierra Leone; Indonesia berada di peringkat ke-106. Dilihat dari tingkat efisiensinya, yakni dengan membandingkan outcome (tujuan sistem kesehatan) dengan input (belanja kesehatan per kapita), maka Jepang bergeser ke nomor 9, sementara Indonesia menjadi nomor 92. Yang menarik, Jepang jauh mengungguli Amerika Serikat dalam tingkat pencapaian tujuan maupun tingkat efisiensi sistem kesehatan.1 Dengan sedikit memodifikasi metode penilaian, Badan Litbang Kesehatan Depkes RI telah memetakan tingkat pencapaian outcome, input, dan efisiensi sistem kesehatan kabupaten/kota di Indonesia. Dibuktikan bahwa telah terjadi maldistribusi (inekuitas) tingkat pencapaian tujuan sistem kesehatan, yakni umur harapan hidup, keadilan dalam pembiayaan, dan ketanggapan pelayanan kesehatan, baik antar propinsi maupun antar kabupaten/kota. Sebagai ilustrasi, umur harapan hidup tertinggi berada di Propinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, yakni 70,4 tahun untuk laki-laki dan 74,2 tahun untuk wanita; sementara umur harapan hidup terendah berada di Propinsi Nusa Tenggara Barat, yakni 57,4 tahun untuk laki-laki dan 61 tahun untuk wanita. Selain itu, beberapa kabupaten terbukti mampu mencapai kinerja
69
Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan optimal (mendekati production frontier), yakni Soppeng di Sulawesi Selatan, Wonogiri di Jawa Tengah, Kulonprogo di DI Yogyakarta, dan Madiun di Jawa Timur.2 Adanya maldistribusi tingkat pencapaian tujuan sistem kesehatan baik pada level dunia berdasarkan pemetaan oleh WHO, maupun pada level nasional berdasarkan pemetaan oleh Badan Litbang Kesehatan, mengindikasikan bahwa masing-masing negara atau daerah mempunyai keunikan dalam mengelola sistem kesehatannya. Dengan kata lain, perlu dicari jawaban mengapa sistem kesehatan di suatu negara atau daerah tertentu sangat efisien sedangkan di negara atau daerah lain tidak efisien. Untuk menjawab pertanyaan ini, riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan berperan penting dalam rangka menemukan komposisi struktur sistem kesehatan yang kokoh, untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien, dan merata. Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan Penelitian atau riset adalah proses investigasi ilmiah terhadap sebuah masalah yang dilakukan secara terorganisir, sistematis, kritis dan obyektif berdasarkan data yang terpercaya, dan bertujuan untuk menemukan jawaban atau pemecahan atas satu atau beberapa masalah yang diteliti.3 WHO dalam buku Designing and Conducting Health Systems Research Projects mendefinisikan riset sebagai pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang dikerjakan secara sistematis untuk menjawab pertanyaan tertentu atau menyelesaikan suatu masalah.4 Secara sederhana, riset dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni riset dasar dan riset terapan. Riset dasar dibutuhkan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi baru untuk memberikan solusi berbagai masalah kesehatan.4 Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah riset klinik, penemuan vaksin, pemetaan genomik, penemuan obat, dan sebagainya. Sementara riset terapan dibutuhkan untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan, merancang serta mengevaluasi kebijakan dan program kesehatan untuk memaksimalkan manfaat sumber daya yang tersedia.4 Contoh riset terapan adalah riset di bidang manajemen pelayanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, evaluasi program kesehatan, dan sebagainya. Definisi sistem kesehatan menurut WHO adalah keseluruhan komponen yang meliputi semua aktor, organisasi, lembaga, dan sumber daya yang dicurahkan untuk tujuan peningkatan kesehatan.1 Di banyak negara, sebuah sistem kesehatan mencakup komponen pelayanan pemerintah, swasta, tradisional, dan informal. Hal ini juga berlaku di Indonesia; kita mengenal pelayanan kesehatan formal (poliklinik, dokter praktik, puskesmas, rumah sakit) dan pelayanan kesehatan informal (jamu, pijat, tusuk jarum, dan lain-lain). Di pendahuluan telah disebutkan bahwa terdapat tiga tujuan sistem kesehatan, yaitu derajat kesehatan, keadilan dalam pembiayaan, dan ketanggapan pelayanan. Untuk 70
mencapai ketiga tujuan tersebut, sebuah sistem kesehatan mempunyai setidaknya empat fungsi yang harus diemban, yaitu upaya kesehatan (providing services), penciptaan sumberdaya (investasi dan diklat), pembiayaan (collecting, pooling and purchasing), dan pengarahan atau kebijakan (stewardship).1 Sebagian orang mengidentifikasi tujuan normatif sistem kesehatan sebagai efektivitas, efisiensi, mutu, ekuiti, dan kesinambungan dalam pelayanan kesehatan.5 Sesungguhnya tidak terdapat pertentangan antar kedua model tersebut, karena pada dasarnya keduanya mempunyai tujuan akhir yang sama, yakni peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Model pertama, model WHO, mencoba mengurai fungsi yang harus diemban oleh sebuah sistem kesehatan. Sementara model kedua mengidentifikasi berbagai parameter tujuan normatif sebuah sistem kesehatan. Selaras dengan uraian di atas, dokumen sistem kesehatan nasional (SKN) mendefinisikan SKN sebagai suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.6 Ada enam subsistem (komponen) dalam SKN, yaitu (1) subsistem upaya kesehatan, (2) subsistem pembiayaan kesehatan, (3) subsistem sumber daya manusia kesehatan, (4) subsistem obat dan perbekalan kesehatan, (5) subsistem pemberdayaan masyarakat, dan (6) subsistem manajemen kesehatan. Selanjutnya, tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.6 Sebenarnya tidak ada perbedaan tujuan maupun komponen sistem yang mendasar antara pendekatan WHO maupun SKN; di dalam SKN fungsi pengarahan (stewardship) dianalogkan dengan fungsi manajemen kesehatan. Selama tiga dekade terakhir, telah terjadi evolusi pendekatan riset kesehatan masyarakat menuju aspek-aspek manajerial pembangunan kesehatan. Pendekatan riset seperti ini telah dilabel dengan beberapa istilah khusus, misalnya riset operasional, riset pelayanan kesehatan, riset manajemen kesehatan, riset terapan, riset sistem kesehatan, riset kebijakan kesehatan, dan terakhir riset sistem dan kebijakan kesehatan.4,7 Dengan demikian, secara evolusioner telah terjadi perkembangan istilah dimulai dari “riset pelayanan kesehatan” menjadi “riset sistem kesehatan”, lalu menjadi “riset kebijakan kesehatan”, dan sekarang ini dilabel sebagai “riset sistem dan kebijakan kesehatan”. Oleh karena itu, kata “sistem” dan “kebijakan” dalam “riset sistem dan kebijakan kesehatan” tidak dapat dipisahkan.7 Makna riset sistem dan kebijakan kesehatan adalah riset terapan di bidang sistem kesehatan yang diarahkan untuk perbaikan kebijakan pengelolaan pembangunan kesehatan, guna mencapai peningkatan mutu, efisiensi dan ekuiti pelayanan kesehatan. Pengertian di atas selaras dengan definisi WHO tentang
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007
Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan riset sistem kesehatan, yaitu “riset yang diarahkan untuk peningkatan kesehatan masyarakat, dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa, dengan melibatkan semua stakeholder”.4 Sementara, Alliance for Health Policy and Systems Research (A-HPSR) mendefinisikan riset sistem dan kebijakan kesehatan sebagai “produksi dan pemanfaatan pengetahuan untuk meningkatkan metode bagaimana masyarakat mengorganisir dirinya dalam meningkatkan derajat kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan upaya kesehatan, juga analisis peran, perspektif dan kepentingan aktor lain dalam upaya kesehatan”.7
Tabel 1. Identifikasi Tema Penelitian dalam rangka Memperkuat Sistem Kesehatan di Indonesia 7,9 No 1
2
Memperkuat Sistem Kesehatan Melalui Riset Sebagaimana telah dikemukakan di awal tulisan, sistem kesehatan adalah keseluruhan komponen baik menyangkut upaya maupun sumber daya yang diarahkan untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah suatu cabang ilmu kesehatan yang sangat kompleks dan melibatkan multidisiplin ilmu. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Sir Donald Acheson, “Public health is the art and science of preventing disease, promoting health, and extending life through the organized efforts of society”.8 Tak pelak, riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan bersifat multidisplin yang melibatkan banyak ilmu dalam kelompok “soft science”, seperti antropologi, epidemiologi, ilmu politik, sosiologi, manajemen, dan ekonomi. Hal demikian berbeda dengan penelitian dasar yang banyak berangkat dari kelompok “hard science”, seperti parasitologi, biologi, fisiologi, biokimia, biomolekuler, atau ilmu kedokteran.7 Karena riset sistem dan kebijakan kesehatan bersifat multidisiplin, maka lembaga sebagai host penelitian di bidang ini bisa berada di mana saja, misalnya Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi, Fakutas Sosial Politik, atau lembaga penelitian kesehatan masyarakat lainnya.7 Sistem kesehatan di negara berkembang, termasuk di Indonesia, menghadapi banyak masalah terkait dengan kekurangan dan maldistribusi sumber daya (pembiayaan, sumber daya manusia, obat dan perbekalan kesehatan, dan pengetahuan) serta masih rendahnya cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. Di samping hal tersebut, masalah lain yang dihadapi oleh sistem kesehatan di Indonesia adalah isu-isu yang berhubungan dengan manajemen dan kebijakan kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.6 Permasalahan sistem kesehatan di banyak negara, termasuk Indonesia, sebenarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) permasalahan yang secara langsung dapat ditanggulangi dengan intervensi manajemen, dan (2) permasalahan yang masih bersifat ambigu dan membutuhkan riset dan pengembangan. Di Tabel 1 ditampilkan tema-tema riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan dalam rangka memperkuat sistem kesehatan di Indonesia. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007
3
4
5
Subsistem
Tema Riset
SDM kesehatan − Produksi dan pemanfaatan SDM kesehatan − Kompetensi SDM kesehatan − Sistem imbalan (remunerasi) SDM kesehatan − Penyebaran SDM kesehatan − Pendidikan dan pelatihan − Legislasi dan regulasi − Sistem informasi SDM kesehatan − Kinerja SDM kesehatan − Pengaruh situasi makro ekonomi dan politik terhadap kebijakan SDM kesehatan Pembiayaan − Asuransi kesehatan masyarakat miskin kesehatan (Askeskin) − Riset pengembangan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) kesehatan (penghitungan ATP, WTP pelayanan kesehatan, dan premi asuransi kesehatan) − Casemix dan diagnostic related groups (DRGs) − Askes pegawai negeri sipil (PNS) − National health account, provincial health account, district health account − Community health insurance (Dana Sehat) − Analisis anggaran kesehatan pemerintah − Perilaku konsumen dan provider dalam sistem asuransi kesehatan − Pembiayaan kewenangan wajib-standar pelayanan minimal (KW-SPM) − Public-private mix dalam pelayanan kesehatan Obat dan perbe- − Kebijakan dan manajemen obat kalan kesehatan − Kebijakan dan manajemen perbekalan kesehatan − Struktur harga obat − Kebijakan harga obat − Pengobatan rasional − Obat tradisional − Penapisan alat kesehatan Upaya kesehatan − Mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya − Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit − Penerapan standar pelayanan kesehatan − Akreditasi rumah sakit − Penerapan standar medik − Penerapan Balanced Score Cards (BSC) di rumah sakit − Pelayanan prima di institusi pelayanan kesehatan − Pengobatan alternatif dan komplementer Pemberdayaan − Assessment Desa Siaga masyarakat − Evaluasi kinerja upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat / UKBM (Posyandu, Pos Obat Desa, Pos Kesehatan Kerja, dan lain-lain) − Peran joint health council dan district health council dalam pembangunan kesehatan − Model pemberantasan penyakit menular (DBD, Avian Influenza, diare, dan lain-lain) dengan pemberdayaan masyarakat − Perilaku pencarian kesehatan − Sosiobudaya kesehatan
71
Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan
No 6
Subsistem Manajemen dan kebijakan kesehatan
Tema Riset − Review peraturan perundangan kesehatan di Indonesia − Evaluasi kebijakan atau program kesehatan − Model perencanaan kesehatan terpadu (PKT) − Evaluasi penyusunan Sistem Kesehatan Daerah − Kinerja sistem kesehatan − Burden of diseases (DALY, DALE, HALE) − Economic analysis (cost effectiveness analysis, cost utility analysis, cost benefit analysis) dari intervensi kesehatan − Analisis biaya satuan dan penetapan tarif pelayanan kesehatan − Analisis kebijakan − Ekuiti dalam pembiayaan dan pelayanan kesehatan − Advokasi kesehatan − Quality management di institusi pelayanan kesehatan (Puskesmas dan rumah sakit) − Desentralisasi kesehatan
Dari Tabel 1 terlihat bahwa ruang lingkup riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan cenderung bersifat “tematik”, yang notabene sangat berbeda dengan riset di bidang biomedis yang cenderung berangkat dari “penyakit”. Namun demikian, perbedaan ini tidak terlalu jelas (clear-cut), karena setiap intervensi pencegahan, pemberantasan, pengobatan, dan rehabilitasi suatu penyakit akan selalu terkait dengan pengelolaan program intervensi di masyarakat. Pengelolaan program intervensi kesehatan di masyarakat inilah yang menjadi obyek penelitian di bidang sistem dan kebijakan kesehatan. Pada dasarnya, riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan berusaha menemukan jawaban bagaimana mengelola sumber daya yang terbatas untuk mencapai sistem kesehatan yang efisien, bermutu, adil, dan berkesinambungan dari berbagai “menu” intervensi yang tersedia. Gambar 1 memperlihatkan perbedaan kedudukan antara riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan versus riset di bidang biomedis. Riset di bidang biomedis berusaha menemukan intervensi medis suatu masalah kesehatan (misalnya pengembangan vaksin Avian Influenza atau HIV/ AIDS) atau mencoba memperbaiki suatu intervensi yang sudah ada tapi mahal dan atau kurang efektif (misalnya antiretroviral untuk HIV/AIDS atau artemisinin untuk malaria) menjadi intervensi yang lebih aman, efektif, dan murah. Apabila intervensi efektif terhadap suatu penyakit sudah ditemukan, maka tidak ada jaminan bahwa setiap orang yang membutuhkan akan memperoleh akses intervensi secara mudah. Fakta menunjukkan bahwa meskipun telah ditemukan
72
intervensi yang efektif untuk penyakit tertentu, ternyata masih banyak penduduk yang sakit dan meninggal karena tidak punya akses pelayanan kesehatan. Riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan akan mampu meningkatkan efisiensi dan keadilan untuk menjamin akses universal terhadap penduduk suatu negara. Dengan kata lain, untuk mengimplementasikan suatu intervensi kesehatan di masyarakat, agar bermutu, efisien, adil, dan berkesinam-bungan, diperlukan riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan. Masalah kesehatan yang tidak dapat ditanggulangi dengan intervensi yang ada Masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi secara efektif dengan suatu kombinasi intervensi tertentu
Masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi dengan intervensi yang masih perlu ditingkatkan efisiensinya
Masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi dengan intervensi tertentu tapi tidak costeffective
RISET BIOMEDIS DAN PENGEMBANGAN GUNA MENEMUKAN INTERVENSI YANG EFEKTIF RISET BIOMEDIS ATAU PENGEMBANGAN PERBAIKAN EFISIENSI INTERVENSI
RISET DAN PENGEMBANGAN DI BIDANG SISTEM DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
Gambar 1. Riset sebagai Alat untuk Menanggulangi Masalah Kesehatan Masyarakat (Diadaptasi dari Alliance for Health Policy and Sys tems Research)
Menjembatani Riset Dengan Kebijakan Dalam perspektif riset terapan, maka riset yang paling dekat hubungannya dengan pengambil kebijakan, manajer kesehatan, dan pemberi pelayanan adalah riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan. Setidaknya ada tiga tujuan dalam melakukan riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, yaitu (1) mengidentifikasi besarnya masalah kesehatan (misalnya studi burden of diseases, studi epidemiologi, survei), (2) mengidentifikasi atau menemukan alternatif intervensi yang cost-effective (misalnya studi operasional, pengembangan model pelayanan, analisis ekonomi), dan (3) studi evaluasi kebijakan dan program kesehatan di masyarakat (misalnya penilaian program desa siaga, evaluasi program askeskin).10,11 Hanney et.al. telah menyusun model pemanfaatan riset untuk kebijakan dan program kesehatan, seperti yang ditampilkan di gambar 2 (hasil adaptasi).11 Dalam gambar tersebut tampak bahwa publikasi hasil penelitian pada jurnal ilmiah tidak mempunyai dampak langsung kepada kebijakan, namun hanya memberi tambahan koleksi pada stok ilmu pengetahuan. Agar probabilitas pemanfaatan hasil penelitian menjadi meningkat, maka peneliti dan klien, yakni penentu kebijakan dan praktisi, harus duduk bersama pada tahap interface (a), yaitu identifikasi topik penelitian dan pertanyaan penelitian yang dibutuhkan, dan tahap interface (b), yaitu penyampaian hasil penelitian dalam format forum kebijakan, dan bukannya seminar ilmiah antar peneliti. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007
Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan
STOK PENGETAHUAN Systematic review
Stadium 0 Asesmen Penilaian kebutuhan penelitian
Interface (a): Spesifikasi, seleksi dan pemesanan proyek riset
Dunia penelitian Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Masukan Proses riset Luaran untuk riset (pengumpul- primer dari (proposal an data, riset dan sumber analisis) (publikasi) daya)
LINGKUNGAN SOSIOPOLITIK
Interface (b): Diseminasi dan pemanfaatan hasil riset
Dunia kebijakan dan praktek Stadium 4 Stadium 5 Stadium 5 Luaran Aplikasi oleh Dampak akhir sekunder (peningkatan penentu (input kebijakan & mutu, efisiensi & ekuiti sistem kebijakan) praktisi kesehatan)
Policy Forum (forum diskusi antara peneliti dan penentu kebijakan)
Keterlibatan stakeholder lain
Keterangan: • Interface (a): identifikasi kebutuhan penelitian, harus didiskusikan dengan pengguna (penentu kebijakan dan praktisi) • Interface (b): diseminasi hasil penelitian di depan penentu kebijakan dan praktisi (melalui policy forum) • Garis tebal menunjukkan komunikasi langsung, garis putus-putus menunjukkan komunikasi tidak langsung Gambar 2. Hubungan antara Riset dan Kebijakan dalam Perspektif Pemanfaatan Hasil Riset (Diadaptasi dari Hanney S.R. et al 11)
Telah lama disadari bahwa pemanfaatan publikasi ilmiah untuk masukan kebijakan oleh penentu kebijakan banyak mengalami kendala, karena perbedaan paradigma dunia penentu kebijakan dan dunia peneliti. Perbedaan kedua paradigma tersebut terlihat jelas di Tabel 2. Penentu kebijakan cenderung melihat suatu masalah secara makro dan sistemis; sementara peneliti cenderung melihat suatu masalah secara parsial (hanya menggunakan kaca mata disiplin ilmu tertentu) agar data dan informasi dapat dikumpulkan dan dianalisis secara jelas dan sistematis. Metode yang diperlukan untuk mendorong pemanfaatan hasil riset oleh klien, khususnya riset di bidang sistem dan kebijakan kesehatan, adalah dengan mendorong produsen riset (peneliti dan manjer lembaga riset) masuk ke dalam lingkaran pengambilan keputusan dan sekaligus menarik klien (penentu kebijakan dan praktisi) ke dalam kancah dunia riset (penemuan fakta).13 Oleh karena itu, dalam konteks memperkuat sistem kesehatan menjadi lebih efisien, bermutu, Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007
Tabel 2. Perbedaan Paradigma Penentu Kebijakan dan Peneliti 8,12 Penentu kebijakan
Peneliti
Dihadapkan pada masalah kebijakan yang kompleks Fokus pada solusi masalah
Simplifikasi masalah agar dapat diteliti Tertarik pada hubungan antar isu (variabel) Mengurangi ketidakpastian Menemukan kebenaran Memerlukan kecepatan Menggunakan waktunya untuk berfikir Bergelut dengan aspek kontrol Bergelut dengan aspek publikasi dan tunda atau buang (publish or perish) Pendekatan manipulasi Pendekatan eksplanasi Berusaha mendapatkan solusi yang Berusaha eksplorasi dengan pemi visible dan pragmatis kiran yang mendalam Lebih menyukai masukan bahasa Lebih menyukai bahasa tulisan, oral dibandingkan bahasa tulisan, karena tuntutan performance karena tuntutan kecepatan sebagai peneliti
73
Peran Riset Sistem dan Kebijakan Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan adil, dan berkesinambungan, para peneliti harus bekerja sama dengan para penentu kebijakan dan praktisi mulai dari penetapan agenda riset sampai dengan penyusunan protokol penelitian.12
4.
5. 6.
Kesimpulan Kemajuan intervensi di bidang pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi penyakit (ilmu kedokteran) tidak akan mampu meningkatkan status kesehatan masyarakat secara adil (equal) bila tidak dibarengi dengan pengelolaan sistem kesehatan yang tepat, yaitu dengan memaksimalkan manfaat untuk kepentingan masyarakat banyak. Peran riset sistem dan kebijakan kesehatan adalah untuk memperkuat sistem kesehatan suatu negara guna mencapai tujuan normatif sistem kesehatan, yakni peningkatan efisiensi, mutu, ekuitas, dan kesinambungan pelayanan kesehatan. Agar riset di bidang ini dapat diaplikasikan oleh penentu kebijakan dan praktisi, maka peneliti dan klien harus bekerja sama dalam keseluruhan proses riset.
7.
8.
9.
10. 11.
12.
Daftar Pustaka 1. 2.
3.
74
World Health Organization. The World Health Report 2000. Health systems: Improving performance. Geneva: WHO; 2000. National Institute of Health Research and Development, MOH RI. Sub-National Health System Performance Assessment. Jakarta: NIHRD; 2005. Ferdinand, A. Metodologi Penelitian Manajemen. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2006.
13.
Varkevisser CM, Pathmanatahn I, Brownlee A. Designing and Conducting Health Systems Research Projects. Health Systems Research Training Series, Vol. 2 Part 1, Ottawa: IDRC; 1993. Partnership for Health Reform. Measuring Health Performance: A Handbook of Indicators. Maryland: Abt Associates Inc; 1997. Departemen Kesehatan RI. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI; 2004. Alliance for Health Policy and Systems Research. Strengthening Health System: The Role and Promise of Policy and Systems Research, Global Forum for Health Research. Geneva: WHO; 2004. World Health Organization. The World Report on Knowledge for Better Health: Strengthening Health System. Geneva: WHO; 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Rencana Strategis Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan Tahun 2005-2009. Surabaya: Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan; 2006. Haas PJ, Springer JF. Applied Policy Research: Concepts and Cases. New York; London: Garland Publishing Inc.; 1998. Hanney SR, Gonzalez-Block MA, Buxton MJ, Kogan M. The utilisation of health research in policy-making: concepts, examples and methods of assessment. Health Research Policy and Systems 2003; 1(2). Siswanto. The effort to link research with policy: An experience from the Center for Health Policy and Systems Research and Development, NIHRD, MOH RI. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 2006; 9(2). Lavis JN. Enhancing the Uptake of Research Knowledge in Health Policy. Program in Policy Decision Making Seminars, McMaster University, 23 December 2004.
EV
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007