PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP*) Riana Panggabean**) Abstrak Tulisan ini bertujuan merumuskan strategi pengembangan Koperasi dan UKM (KUKM) dengan pendekatan One Village One Product (OVOP). Hasil analisa menunjukkan bahwa (1) koperasi dan pihak stakeholder belum siap melakukan kegiatan OVOP, (2) database KUKM belum memadai baik pada OVOP yang sudah berjalan maupun yang direncanakan, (3) belum adanya petunjuk (Grand Design) pengembangan KUKM dengan pendekatan OVOP di tingkat kabupaten, (4) peran UKM dalam kegiatan OVOP menyebar di semua subsistem baik input produksi, produksi, pengolahan, pemasaran maupun sarana penunjang namun belum terintegrasi satu dengan lain sedangkan peran koperasi belum jelas di masing-masing subsistem, (5) pengembangan KUKM belum disiapkan dengan baik ditunjukkan oleh belum adanya kesiapan pembina di tingkat kabupaten untuk merencanakan arah pengembangannya, (6) belum semua stakeholder berperan dalam kegiatan OVOP. Disarankan agar (1) pemerintah tingkat Kabupaten mempersiapkan pendataan KUKM secara valid; (2) perlu disusun Grand Design pengembangan KUKM di tingkat kabupaten secara terpadu; (3) perlu disusun action plan bersama antara koperasi, UKM dengan stakeholder; (4) koperasi perlu ditumbuhkan, dan atau diperkuat baik organisasi maupun usaha; (5) strategi pengembangan koperasi mengikuti kegiatan OVOP yang ada dimasing-masing tempat dan perannya disesuaikan dengan kondisi komoditas yang di-OVOP-kan; (6) UKM yang menyebar di masing-masing subsistem agar diintegrasikan supaya nilai tambah dari semua subsistem dapat dinikmati semua pelaku yang ada di OVOP. Kata kunci : Koperasi, UKM, Strategi dan Kebijakan OVOP Abstract This paper aims to describe strategies for the development of cooperatives and SMEs with the approach of OVOP. The showe that (1) cooperative and the stakeholders have not prepared to do OVOP activities, (2) the Database of Cooperatives and SMEs has been inadequate in both planning OVOP, (3) lack of instruction enpowing of Cooperatives and SMEs OVOP at the district (kabupaten) level, (4) the role of SMEs in the OVOP activity has spread across subsystem input, suck as production facilities, processing, marketing and support, alhaus not, it has *) Artikel diterima 7 April 2011, peer review 10-26 Mei 2011review akhir 14 Juni 2011 **) Peneliti Utama pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
133
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
integrated with one another, (5) development of Cooperatives and SMEs has not been well prepared which is shown by the lack of preparedness of supervisors at the district level to plan the direction of its development, (6) not all stakeholders participate in the activities of OVOP. It is recommended that (1) government should prepare district-level data collection of Cooperatives and SMEs, (2) need to prepare an integrated Grand Design of Cooperative and SME development at the district level, (3) preparing an action plan jointly by the cooperatives, SMEs and Stakeholders, (4) cooperatives need to be grown, and/or strengthened both in organizations and enterprises, (5) cooperative development strategy has to follow the activities of existing OVOP in respective places and roles tailored to the conditions of the commodities for OVOP, (6) SMEs that has spread in respective subsystem needs to be integrated, so that value added of all subsystems can be undertaken by all actors in OVOP. Keywords: Cooperative, SME, Strategy and OVOP policy I.
PENDAHULUAN Pendekatan pengembangan UKM melalui OVOP diadopsi dari Program OVOP yang dikembangkan di Jepang dan One Tambon One Product (OTOP) dikembangkan di Thailand sejak tahun 2000. Pengembangan OVOP merupakan pengembangan kearifan lokal yang dalam waktu relatif singkat dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Iskandar Andi Nuhung, 2007). Keberhasilan kedua negara ini memberi inspirasi di Indonesia untuk mengimplementasikan program yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan situasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program OVOP di Thailand adalah: (1) adanya konsistensi pembangunan bertahap; (2) adanya keberpihakan pemerintah kepada pengusaha ekonomi lemah; (3) adanya koordinasi diantara para pelaku pembangunan; (4) adanya faktor rujukan dari raja (panutan dari atas); dan (5) pemanfaatan sumberdaya teknologi; serta (6) memiliki data base yang valid untuk memulai program (Sahat, 2007; Kadin, 2007). Sasaran pengembangan OVOP antara lain: (1) mendorong usaha mikro, usaha kecil dan menengah yang menghasilkan berbagai produk spesifik lokal menjadi usaha komersial dan berkelanjutan; (2) mendorong produk-produk lokal khas daerah yang berasal dari pertanian termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan menjadi bagian dari kearifan lokal bernilai tinggi; (3) mendorong industrialisasi/usaha ekonomi pedesaan untuk menghasilkan produk komersial dan membuka pasar lokal, regional dan internasional; (4)
134
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
mendorong terjadinya kerjasama antar stakeholder untuk mengembangkan produk lokal melalui fasilitasi dan pengaturan. Kementerian Koperasi dan UKM c.q. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK mulai tahun 2008 merintis pengembangan program OVOP di Indonesia. Rintisan tersebut meliputi: (1) koperasi Mitra Tani Parahyangan dibidang komoditas sayur mayur; (2) koperasi Unit Desa Cisurupan Kec. Cisurupan, Kab. Garut dibidang komoditas paprika; (3) koperasi Al-Amin di Kota Tasikmalaya, dibidang komoditas bordir; (4) koperasi Usaha Bahari Tunas Mandiri Kec. Susut, Kab. Bangli Prov. Bali, dengan komoditas buahbuahan; (5) koperasi Kultura Kalamansi Bengkulu, Provinsi Bengkulu dengan komoditas Jeruk Kalamansi; (6) komoditas nenas di Kabupaten Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan; dan (7) komoditas carica di Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Sesuai dengan “Panduan Operasional (Blue Print One Village One Product) Tahun 2010. Kelembagaan koperasi dalam program OVOP bertujuan untuk: (1) memfasilitasi kepastian hukum pada UKM, agar dapat akses dengan pembiayaan; (2) melayani kebutuhan UKM, petani dan kelompok tani dalam penyediaan bahan baku; (3) akses dalam pemasaran dan (4) sarana penunjang yang berkaitan dengan kegiatan OVOP. Hasil pengamatan pada program rintisan tersebut menunjukkan bahwa: (1) pada tujuh kegiatan belum semua koperasi berperan dalam kegiatan OVOP; (2) di beberapa lokasi belum semua UKM berperan pada semua kegiatan OVOP; (3) kesiapan Pembina di tingkat kabupaten untuk memberdayakan petani/pengrajin belum jelas, hal ini ditunjukkan bahwa belum semua Dinas terkait memiliki data base terkait dengan kegiatan OVOP, misalnya: (i) berapa jumlah petani/pengrajin, berapa jumlah UKM dan apa kegiatannya,(ii) berapa produksi komoditas bersangkutan per tahun, (iii) komoditas tersebut diolah untuk apa, (iv) produk olahan akan dijual kemana untuk jangka menengah dan panjang, (v) masalah packaging, angkutan dan prasarana jalan yang belum memadai. Mengingat kegiatan OVOP adalah kegiatan yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir maka informasi seperti itu perlu diketahui dengan jelas. Data dan informasi tersebut diperlukan untuk membuat perencanaan arah pengembangan KUKM. Hasil akhir dari kegiatan ini akan dinilai dari seberapa besar nilai tambah dari semua kegiatan usaha untuk menambah pendapatan semua pelaku yang ada dalam kegiatan OVOP. Oleh sebab itu diperlukan adanya strategi pengembangan KUKM pada kegiatan OVOP.
135
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi upaya merumuskan strategi pengembangan KUKM melalui pendekatan OVOP. II.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN PENGERTIAN OVOP 1.
Kebijakan Umum Pembangunan Koperasi Pembangunan Koperasi Pedesaan tidak terlepas dari pembangunan koperasi secara keseluruhan yang diatur melalui UU Nomor 25 Tahun 1992. Koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh agar mampu melaksanakan fungsi dan perannya dalam perekonomian nasional. Oleh sebab itu sasaran pembangunan kopersi di masa datang adalah menetapkan terwujudnya koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, tangguh, kuat, dan mandiri serta sebagai sokoguru perkonomian nasional. Koperasi diharapkan sebagai wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat di semua kegiatan perekonomian nasional sehingga mampu berperan utama dalam meningkatkan kondisi dan kesejahteraan. Masalah pokok yang dihadapi koperasi adalah (1) masih belum meluasnya pemahaman tentang koperasi sebagai suatu lembaga ekonomi, (2) kurangnya sosialisasi tentang praktek-praktek berkoperasi yang benar (best practise) yang mengakibatkan rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Oleh sebab itu, menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Melaksanakan keseluruhan prinsip koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial, yang meliputi:
136
1)
Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2)
Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3)
Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota
4)
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5)
Kemandirian
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
Ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh koperasi agar mampu melayani anggota dengan ciri-ciri sebagai berikut:
2.
1)
Usaha koperasi aktif, dimana mekanisme manajemen koperasi berlangsung, seperti RAT, audit, proses POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling), aktivitas bisnis berjalan dan ketaatan terhadap Peraturan Perundangan yang berlaku.
2)
Kinerja usaha yang semakin sehat, yang ditunjukkan dengan membaiknya struktur permodalan, kondisi kemampuan penyediaan dana, penambahan aset, peningkatan volume usaha, peningkatan kapasitas produksi dan peningkatan keuntungan.
3)
Adanya prinsip kohesivitas, yaitu rasa keterikatan anggota terhadap organisasi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persentase kehadiran dalam rapat, loyalitas/kesetiaan terhadap keputusan organisasi, tanggung renteng (risk sharing) dan lain-lain.
4)
Memiliki partisipasi kuat dari anggota, yaitu kewajiban dan dukungan anggota. Hal ini nampak dalam hal pemenuhan simpanan pokok dan wajib, menghadiri rapat proses pengambilan keputusan, memanfaatkan pelayanan koperasi dan lain-lain.
5)
Orientasi pelayanan khususnya pada anggota dan umumnya pada masyarakat, dicirikan dengan usaha anggota dan adanya pendidikan bagi anggota koperasi.
Kebijakan Umum Pembangunan Koperasi Pedesaan Tujuan pembangunan koperasi di pedesaan adalah (1) agar koperasi di pedesaan mampu memberikan kesempatan dan menumbuhkan prakarsa masyarakat pedesaan untuk meningkatkan usaha yang sesuai dengan kebutuhan mereka serta sekaligus mampu memberikan pelayanan yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka, (2) meningkatkan kualitas koperasi yang mampu melayani anggota, (3) meningkatkan kemampuan usaha dan perannya untuk mendorong berkembangnya agrobisnis, agroindustri, industri pedesaan, jasa keuangan, dan jasa lainnya termasuk penyediaan kebutuhan pokok, (4) mengembangkan koperasi sekunder yang secara khusus menangani komoditas tertentu, terutama yang mempunyai nilai komersial tinggi untuk pasar dalam dan luar negeri sesuai dengan potensi masyarakat setempat, (5) meningkatkan kualitas pelayanan usaha koperasi di pedesaan serta (6) meningkatkan jaringan kerja sama antar koperasi dan kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya. 137
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
3.
4)
Pengertian One Vilage One Product (OVOP) 1)
OVOP adalah suatu pendekatan pengembangan produk unggulan daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam wadah KUKM.
2)
Tujuan pengembangan OVOP adalah (1) mengembangkan produk unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun internasional, (2) mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri (impor) dan (3) meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
3)
Kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam pengembangan OVOP harus memberdayakan Koperasi sebagai wadah masyarakat (petani, pengepul dan UKM).
Prinsip Gerakan OVOP: (1) Lokal Tapi Global Pengembangan Gerakan OVOP ditujukan untuk mengembangkan dan memasarkan satu produk yang bisa menjadi sumber kebanggaan rakyat setempat. (2)
Kemandirian dan Kreativitas Prinsip kedua dari Gerakan OVOP adalah kemandirian dan kreativitas. Penghela dari gerakan adalah warga sendiri. Bukanlah pejabat pemerintah yang harus menentukan produk spesifik lokal yang harus dipilih dan dikembangkan, tetapi harus menjadi pilihan rakyat untuk merevitalisasi daerah mereka. Poin penting yang perlu dijadikan pertimbangan adalah jangan memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat setempat.
(3)
Pengembangan Sumberdaya Manusia Prinsip ketiga dari Gerakan OVOP adalah pengembangan sumberdaya manusia. Inilah merupakan komponen terpenting dari kampanye gerakan ini. Bukanlah pemerintah, tetapi warga masyarakatlah yang harus menghasilkan kekhasan. Kita harus
138
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
mampu mendorong sumberdaya manusia yang inovatif yang mampu melakukan tantangan baru di sektor pertanian, pemasaran, pariwisata dan bidang lainnya. 5)
Peran pemerintahan provinsi lebih ke arah bantuan teknis.
Sebagai contoh, menyediakan panduan kepada masyarakat tentang bagaimana cara baik mengembangkan jamur shiitake dan bagaimana membuat minuman baru dan membuat produk olahan dari jeruk. Pemerintah provinsi juga terlibat dalam aktivitas promosi di kotakota besar seperti Jakarta. Dalam kaitan ini pemerintah berperan seperti penjual. Tetapi bagian penting dari semuanya, masing-masing desa, kecamatan dan kota di Indonesia haruslah mampu membuat dan memasarkan produk mereka sendiri dengan sumberdaya, uang dan kemampuannya sendiri.
6)
Kriteria Penetapan Program OVOP (1)
Merupakan unggulan daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan secara turun-temurun
(2)
Merupakan produk khas/unik daerah setempat
(3)
Berbasis pada sumberdaya alam setempat/lokal
(4)
Memiliki penampilan dan kualitas produk yang baik
(5)
Memiliki peluang pasar yang luas, baik domestik maupun internasional
(6)
Memiliki nilai tambah produk yang tinggi
(7)
Bisa menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat
III. OVOP DAN KOPERASI SERTA UMK Mengapa pengembangan koperasi dan UKM dilakukan dengan pendekatan OVOP. Kegiatan OVOP merupakan salah satu kegiatan yang harus dikembangkan karena kegiatan banyak berkaitan dengan agribisnis. Salah satu arah pengembangan koperasi di pedesaan adalah mendorong berkembangnya agrobisnis, agroindustri, dan industri pedesaan. Kebijakan ini berkaitan dengan arah pembangunan wilayah di desa (Wardoyo, 1993). Dengan demikian pengembangan kegiatan koperasi juga harus diarahkan kepada kegiatan untuk memenuhi kebutuhan anggota dan masyarakat pedesaan,
139
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
khususnya melalui penggunaan teknologi pertanian di desa, ditambah laju pertambahan penduduk dan semakin sempitnya areal pertanian di desa, telah menyebabkan meningkatnya urbanisasi. Oleh sebab itu, pembangunan dan alokasi sumber-sumberdaya ekonomi perlu lebih diarahkan ke pedesaan. Ada tiga alasan yang dikemukakan Raharjo (1984), terkait dengan pentingnya pembangunan pedesaan yaitu: (1) diperhitungkan kemungkinan besar timbul krisis bahan pangan, (2) krisis energi dan (3) krisis tenaga kerja. Dengan demikian salah satu bagian penting dari strategi pembangunan harus menjamin adanya keseimbangan, baik keseimbangan antara kota dan desa, sehingga akibat-akibat buruk dari revolusi hijau bisa diatasi. Pemikiran yang lebih luas dikemukanan oleh Owens (1977), yaitu bahwa perubahan kelembagaan dan organisasi petani agar mereka bisa berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan perlu dilakukan, disamping menganjurkan pertumbuhan industri yang menyebar di desa. Dalam pemikiran ini tersimpul gagasan mendekatkan kegiatan industri dengan pertanian yang saling menunjang. Menurut Bungaran Saragih dan Lanny Syamsir (Kompas, 4 Oktober 1994), koperasi/KUD perlu mengantisipasi cara pandang baru. Pada masa lalu, pertanian cenderung dipandang dalam arti sempit, pertanian tidak hanya disisi on-farm saja tetapi juga dari sisi off-farm. Cara pandang baru ini adalah sistem agribisnis. Pendekatan sistem agribisnis merupakan salah satu kegiatan untuk mendukung membantu mengembangkan usaha tani (on-farm). Kegiatan disektor pertanian dititikberatkan pada sisi on farm, yang umumnya menghasilkan barang primer yang biasanya jika produksinya meningkat harganya cenderung turun. Hal ini sering mengakibatkan tidak naiknya bahkan kadangkala turunnya pendapatan petani. Agribisnis mencakup tiga aspek utama, yaitu produksi pertanian, agroindustri serta jasa penunjang. Secara stuktural agribisnis berarti kumpulan unit usaha atau bisnis yang melaksanakan fungsi dari masing-masing sub sistem. Pengertian sistem agribisnis tidak hanya mencakup bisnis pertanian dalam unit skala menengah dan besar, tetapi juga dalam unit usaha skala kecil. Pengembangan agribisnis dapat mewujudkan tiga sasaran pokok, yaitu (1) meningkatkan nilai tambah produk, (2) terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta (3) menguatkan daya saing di pasaran dalam negeri dan pasaran internasional, sehingga dengan demikian akan dapat menghasilkan devisa dari sektor non migas. Berkembangnya agribisnis, khususnya off farm akan meningkatkan permintaan terhadap komoditi pertanian. Sebagai bisnis, sisi off-farm khususnya agroindustri memiliki keunggulan dan prospek yang cerah. Ciri-ciri bisnis tersebut adalah memiliki elastisitas permintaan 140
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
terhadap harga produk dan pendapatan yang relatif elastik, struktur pasar yang lebih kompetitif, dan difersivikasi produk yang luas agar lebih luwes dalam menghadapi perubahan pasar. Keunggulan kegiatan agribisnis adalah dalam integrasi antar sub sistem. Jika integrasi tersebut berjalan dengan baik, maka seluruh dan setiap usaha dalam sistem akan memiliki keragaan yang baik pula, dan sebaliknya. Kegiatan agribisnis yang dominan selama ini masih berbasis perkebunan dan kehutanan. Misalnya tebu diproses menjadi gula, kelapa sawit dan karet. Pada masa yang akan datang sudah saatnya untuk juga mengembangkan agribisnis peternakan, tanaman pangan, perikanan dan holtikultura. Selain untuk lebih meningkatkan nilai tambah, pengembangan ini juga akan menyebabkan diversifikasi produk. Agar dapat menikmati lebih banyak nilai tambah, petani harus berusaha sejauh mungkin memiliki dan melaksanakan kegiatan tersebut. Karena off farm agribisnis petani umumnya berskala kecil, maka koperasi merupakan badan usaha yang layak untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk itu koperasi harus berusaha merebut lebih banyak kegiatan off-farm agar nilai tambah yang dihasilkan juga dapat dinikmati oleh anggotanya. Berkaitan dengan pentingnya kegiatan agribisnis ditangani oleh koperasi, Amin Aziz (1993) berpendapat kegiatan agribisnis dapat meningkatkan kemampuan koperasi untuk menciptakan dan memanfaatkan peluang usaha. Bila hal ini dilakukan, koperasi dapat memberi peluang kepada anggotanya sekaligus meningkatkan skala usaha dan meningkatkan mendapatkan akses pasar yang lebih besar. Kegiatan agribisnis dapat meningkatkan kemampuan koperasi untuk menjamin pasar dan harga, hal ini memampukan koperasi menciptakan mekanisme kegiatan usaha. Ini berarti koperasi akan mendorong produktivitas dan efisiensi usaha anggota dan masyarakat untuk memperkuat posisi koperasi dalam mekanisme pasar. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen yang dapat ditempuh dengan menyempurnakan struktur organisasi koperasi sehingga terwujud organisasi yang kuat dan luwes untuk dapat memanfaatkan berbagai peluang usaha yang ada. Kondisi ini akan tercipta melalui pelibatan anggota dalam proses perencanaan dan pengawasan. Kondisi ini dapat dicapai melalui meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat untuk menyimpan dan menyertakan modal dalam koperasi, disamping merupakan modal dari dalam koperasi melalui cadangan yang lebih besar akibat meningkatnya skala usaha.
141
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
Jaringan usaha merupakan wujud keterkaitan integratif atau interdependen antar koperasi maupun antara koperasi dengan Usaha Milik Swasta dan Negara. Kegiatan tersebut merupakan titik masuk bagi koperasi untuk meningkatkan kepercayaan anggota yang untuk jangka panjang tercipta semangat kekeluargaan dalam koperasi. Unsur-unsur Penting dalam Perencanaan OVOP dan Agribisnis Beberapa unsur-unsur yang memperlihatkan strategisnya kedudukan koperasi dalam perencanaan OVOP, antara lain:
142
(1)
Pergeseran struktur dan sistem perekonomian dari pertanian ke industri (agribisnis) memerlukan perubahan sikap ke arah yang lebih modern. Menurut Herrick (1983) “Pabrik dan Fatalisme”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa usaha Koperasi yang mengarah pada industrialisasi mengharuskan Pengurus Koperasi maupun anggotanya memiliki sifatsifat modern. Ciri-ciri manusia modern menurut Soekanto (1983), yaitu: (1) terbukanya terhadap pengalaman baru, (2) senantiasa siap menerima perubahan, (3) peka terhadap masalah yang terjadi di sekitarnya, (4) mempunyai informasi yang lengkap, (5) tidak pasrah pada nasib, (6) menyadari potensi dan (7) berorientasi ke masa datang. Melalui koperasi terbuka kemungkinan melakukan perubahan sikap ke arah yang lebih modern.
(2)
Pertanian yang mengarah ke industrialisasi memerlukan percepatan perubahan teknologi. Menurut Herrick (1993), teknologi lebih cepat maju dalam aplikasi industri dari pada pertanian, sebab penelitian lebih banyak diarahkan kepada industri. Sukirno (1985), menyatakan perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri disebabkan perubahan teknologi yang terus menerus berlangsung. Perubahan teknologi yang terjadi dalam proses pembangunan akan menimbulkan perubahan struktur produksi yang bersifat “compulsory” dan “inducive”. Artinya, teknologi dapat meningkatkan produktifitas kegiatan-kegiatan ekonomi dan pada gilirannya akan memperluas pasar serta kegiatan perdagangan. Walaupun dalam kegiatan usaha koperasi selama ini, masalah peningkatan teknologi telah diperhatikan, akan tetapi dalam menangani OVOP perlu penanganan yang berbeda. Karena dalam penanganannya perlu terintegrasi satu sama lain.
(3)
Usaha OVOP menuntut ketersediaan bahan baku berupa produk pertanian. Dengan demikian sektor pertanian harus menjamin kualitas hasil sehingga menjamin terwujudnya keunggulan komparatif. Banyak faktor yang mempengaruhi tersedianya bahan baku pertanian dalam
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
jumlah yang tepat. Dalam hal ini peranan Koperasi perlu ditingkatkan terutama dalam melayani petani sebagai pelaku dalam meningkatkan produksi. (4)
Peningkatan produktivitas kerja merupakan sesuatu yang dituntut oleh sektor industri termasuk OVOP. Menurut Herrick (1983), produk marginal kerja lebih tinggi dalam industri daripada dalam pertanian. Peningkatan produktivitas kerja ini akan meningkatkan pendapatan dan melalui peningkatan pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi. Artinya, tenaga kerja lebih banyak mengkonsumsi barang hasil industri (pertanian). Peranan koperasi dalam mempertinggi produktivitas kerja terkait dengan kemungkinan perluasan lapangan kerja, tidak saja meliputi pertanian akan tetapi juga dalam memproduksi beberapa jenis-jenis barang atau memproses bahan makanan yang diperuntukkan bagi konsumsi penduduk di kota-kota. Koperasi perlu diarahkan pada pembentukan keterampilan-keterampilan yang diperlukan oleh industri pengolahan.
(5)
Pengembangan OVOP cenderung memerlukan modal, sebagian besar dari modal ini dapat diperoleh dari tabungan anggota baik ia sebagai petani, peternak pengrajin petani yang telah dapat meningkatkan pendapatannya.
(6)
Untuk lebih menunjang perkembangan OVOP dapat dilakukan dengan skala ekonomi (economics of scale) yaitu upaya penurunan ongkos/unit. Menurut Herrick (1983) skala ekonomi (internal) harus dikaitkan dengan perubahan dalam ukuran perusahaan dan keluaran per unit waktu. Selanjutnya, skala ekonomi dapat diwujudkan oleh adanya pembagian kerja (jika ditangani oleh tenaga kerja yang profesional), penggunaan mesin-mesin kapasitas yang besar, kesempatan menggunakan prinsip pertanggungan dalam keseluruhan barang-barang.
(7)
Agar produk OVOP tersebut memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, maka produk yang dikembangkan adalah tropical based comodities yang memiliki nilai komersial yang tinggi (Saragih dan Syamsir, 1994).
(8)
Untuk dapat merebut dan mempertahankan pangsa pasar, maka produk OVOP tersebut juga harus dapat bersaing dalam hal kualitas dan harga, kepastian/jaminan kelangsungan pasok dan mengikuti corak costumized product (Ibid, 1994).
(9)
Karena kegiatan yang memberikan nilai tambah terbesar adalah disisi off-farm agribisnis, maka peranan agroindustri dan perdagangan 143
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
menjadi sangat penting. Selama ini, agroindustri masih dilaksanakan dalam proses yang bersifat sederhana. Untuk itu, agar nilai tambah dapat lebih ditingkatkan, diperlukan pendalaman terhadap struktur agroindustri dengan menggunakan teknologi yang lebih maju (Ibid, 1994). (10) Karena keterkaitan antara berbagai subsistem dalam agribisnis adalah melalui transaksi maka sistem agribisnis akan berkembang bila biaya transaksi dapat ditekan sehingga volume transaksi dapat ditingkatkan. Untuk itu pengembangan koperasi yang terkait langsung dengan pelaku ekonomi lainnya merupakan alternatif pengembangan agribisnis agar biaya transaksi dapat diminimumkan (Ibid, 1994). (11) Sebagai bentuk kelembagaan usaha, ada beberapa kemungkinan meningkatkan kedudukan koperasi dengan anggotanya. Koperasi dapat memiliki kedudukan sebagai wahana pengumpulan daya anggota, sebagai fasilitator bagi kegiatan usaha anggota serta sebagai suatu perusahaan yang mandiri atau bahkan menjalankan beberapa kegiatan dalam kegiatan OVOP (12) Pengembangan enterpreneurship dan penerapan manajemen profesional juga harus dapat dinilai secara rasional. Dalam kaitannya dengan sistem agribisnis, koperasi harus mampu mengembangkan usaha-usaha yang bersifat komplementer terhadap usaha pokok (diversifikasi vertikal) ke arah hulu atau hilir baik melalui penggabungan usaha antar sesama koperasi maupun melalui kemitraan dengan BUMN atau perusahaan swasta (Ibid, 1994). (13) Kerjasama vertikal antara Koperasi Primer, Pusat Koperasi dan Induk Koperasi perlu dikembangkan lebih lanjut agar koperasi dapat memenuhi economics of scale, sehingga dapat merebut kegiatan offfarm agribisnis termasuk perdagangan internasional. Kemitraan tersebut dapat dilakukan untuk mengelola secara utuh ataupun hanya mengelola suatu subsistem tertentu dalam keseluruhan kegiatan agribisnis (ibid, 1994). (14) Alternatif lain untuk mengembangkan koperasi sebagai “pemeran utama” dalam agribisnis suatu komoditi secara lebih utuh adalah dengan menjadikan koperasi sebagai inti dan anggotanya sebagai plasma, seperti konsep PIR atau TIR (Ibid, 1994). (15) Dalam mengembangkan koperasi, image masyarakat tentang koperasi selama ini perlu terus diperbaiki. Untuk itu, konsep koperasi OVOP akan dapat memberikan image yang lebih baik. 144
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
(16) Masing-masing komoditas mempunyai ciri dan karakter yang berbeda pada masing-masing subsistem. Untuk itu peranan penelitian sangat menunjang perencaaan dan pelaksanaan OVOP. IV.
KERANGKA KONSEPTOR Pendekatan analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah pendekatan analisis diskriptif diawali dengan membangun kerangka konseptual Gambar 1. Pengumpulan data dilakukan dengan diskusi/temu kordinasi di masing masing kabupaten yang dilakukan melalui diskusi untuk mengidentifikasi masalah.
Gambar 1 . Model Pengembangan Koperasi dan UKM dengan Pendekatan OVOP
V.
HASIL IDENTIFIKASI Hasil identifikasi terhadap program rintisan OVOP/Agribisnis yang sudah dilaksanakan mulai tahun 2008 sampai 2011, dijelaskan dalam Tabel 1. Secara umum Tabel 1 menjelaskan bahwa dari 11 OVOP/Agribisnis yang sudah diidentifikasi belum semua memiliki informasi dan data yang lengkap. Kurang lengkapnya data ini berdampak terhadap perencanaan pengembangan KUKM berikutnya. Dari 11 OVOP/Agribisnis, hanya 7 kegiatan yang ada koperasi. Sedangkan 4 kegiatan OVOP lain belum memiliki koperasi. Koperasi dalam kegiatan OVOP/Agribisnis belum sepenuhnya berperan dan mereka belum membangun jaringan usaha dengan UKM. Pada umumnya UKM lebih aktif dari koperasi dan sudah berperan pada input produksi, pengolahan,
145
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
pemasaran bahkan ada yang sudah berperan pada angkutan, packing dan promosi. Masalah dalam kegiatan OVOP/agribisnis, antara lain SDM yang masih lemah, belum semuanya UKM maupun koperasi mempunyai akses terhadap sumber modal, masih menggunakan teknologi sederhana, kurangnya kebersamaan antar UKM dan koperasi (capital social yang lemah), pemasaran dan lemahnya komitmen dan perhatian Stakeholder khususnya Pemerintah setempat untuk mendukung kegiatan ini. Sampai saat ini kegiatan ini masih lebih banyak bersifat seremonial, belum ada arah pengembangan Koperasi dan UKM yang jelas di tingkat kabupaten.
Tabel 1. Daftar Rintisan dan Peranan Koperasi dan UKM dalam OVOP
Sumber: Panduan Operasional/Blue Print OVOP 146
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
Di bawah ini ada beberapa komoditas OVOP yang sudah diidentifikasi namun informasi belum lengkap, adalah sebagai berikut : 1.
Komoditas Carica Kabupaten Wonosobo Budidaya Carica Dieng telah dimulai sejak tahun 1980 dan sampai sekarang sudah berkembang menjadi suatu usaha yang mulai tersistem dari bahan baku, budidaya produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Namun sistem ini belum terintegrasi dengan baik. Produk olahannya dari buah meliputi koktil, Sirup, Selai, Jus, dan dodol. Dari produk kulit carica terdiri dari enzim papain, bio gas, pupuk organik dan dari produk biji bibit, farmasi, pupuk dan pakan. Keberhasilan ini merupakan perjuangan semua pelaku usaha yang ada di dalamnya. Hal ini perlu didukung oleh Pemerintah agar semua pelaku meliputi: 200 orang petani, 22 Gapoktan, 22 orang pemasok, 25 unit UKM sebagai produsen mendapat nilai tambah dari hasil usaha ini Tanaman carica adalah komoditas unggulan daerah Wonosobo setelah tanaman kentang mulai surut. Tanaman ini selain potensial untuk dikembangkan juga berguna untuk memulihkan kesuburan tanah. Tanaman Carica hanya tumbuh di Pegunungan Dieng Kabupeten Wonosobo. Direncanakan komoditas ini akan menjadi salah satu komoditas gerakan OPOV dalam rangka menjabarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Percepatan Sektor Riel. Dalam kaitan ini lebih lanjut akan dikembangkan koperasi untuk membantu para petani, kelompok tani dan UKM yang sudah ada menjembatani penyediaan kebutuhan antar pelaku dalam semua sistem (bahan baku, produksi, pemasaran dan penunjang lainnya). Hal ini sesuai dengan fungsi koperasi untuk membantu para anggotanya meliputi (1) melakukan fungsi peningkatan produksi, (2) melakukan prosessing dan pemasaran hasil produksi anggota (3) menyediakan fasilitas kredit, (4) sebagai pemasok bagi kebutuhan anggota, (5) mempercepat alih teknologi melalui pendidikan dan (6) meningkatkan nilai tambah produk anggota. Prospek usaha Carica sangat potensial dilaksanakan oleh KUKM dari hulu hingga hilir agar nilai tambah dapat dinikmati semua pelaku yang ada dalam kegiatan ini. Dukungan data yang ada perlu divalidasi untuk membuat konsep operasional pengembangan koperasi dan OVOP. Informasi seperti pada Tabel 2 perlu dilengkapi dan divalidasi. Permasalahan yang dihadapi antara lain kondisi kultur para petani, belum ditemukan figur pemrakarsa (pioneer) di kalangan para petani, 147
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
lemahnya pemasaran, lemahnya akses permodalan, langkanya kegiatan promosi, kesenjangan keterlibatan pemerintah untuk mendukung kegiatan sentra carica, dan lemahnya pendampingan. Untuk pengembangan KUKM berikutnya ada beberapa hal yang perlu dilakukan mulai dari menumbuhkan koperasi, memvalidasi data, membangun jaringan usaha antar UKM sambil menunggu perkembangan koperasi, penguatan kelembagaan. Dalam penguatan koperasi perlu memperhatikan manajemen yang aktif, kinerja yang sehat, prinsip kohesivnes, anggota koperasi perlu berpartisipasi aktif dan kuat dan koperasi mengutamakan pelayanan bagi anggotanya. Pengembangan usaha carica berikutnya perlu didukung data base. Data base yang ada perlu divalidasi untuk membuat rencana pengembangan berikutnya, mengkordinasikan penyusunan grand desain pengembangan KUKM secara terpadu. Tabel 2. Profil Klaster Carica Kab. Wonosobo
Sumber : Trisila Juantara Kab Wonosobo, 2010 2.
Profil Sentra Holtikultura Kabupaten Cianjur Tabel 3 menjelaskan di sentra holtikultura yang sudah ada Koperasi Tani Parahiangan dengan anggota sebanyak 328 orang. Koperasi ini menangani usaha beras, saprotan dan sayur mayur. Jumlah tenaga kerja
148
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
yang diserap sebanyak 180 orang. Koperasi Tani Parahiangan telah berperan dalam input produksi, produksi dan pemasaran dan telah bermitra dengan Carrefour, Super Indo, Hotel, Restoran dan Catering. Pengembangan KUKM lebih lanjut memerlukan data dan informasi yang akurat. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian untuk menyusun data base yang berguna untuk membuat perencanaan yang akurat dan valid. Menyusun action plan bersama antara Koperasi, UKM dan stakeholder yang terlibat. Kondisi koperasi yang ada saat ini perlu diperkuat dengan memberikan pengetahuan yang memadai tentang budidaya sayuran, kemitraan dan pemasaran. Hal tersebut perlu diperjelas melalui kebijakan yang terpadu dengan instansi yang terlibat. Tabel 3. Profil Sentra Holtikultura Kab Cianjur
Sumber : Panduan Operasional (Blue Print OVOP 2010) 149
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
3.
Profil Sentra Holtikultura Kabupaten Garut. Pada sentra hortikultura di Kabupaten Garut telah ada Koperasi Mandiri Cisurupan. Jumlah anggota pada koperasi ini tidak jelas, namun tercatat anggota bergabung dalam 14 kelompok tani. Koperasi ini berperan pada teknik budidaya pertanian dibantu oleh pendamping/ penyuluh. Jumlah tenaga kerja, produksi belum jelas. Komoditas hortikultura yang diusahakan adalah sayur-sayuran buah yaitu paprika merah hijau dan kuning. Teknik budidaya sayur di sentra ini telah menganut sistem semi modern. Sentra ini telah mendapatkan bantuan hibah sebesar Rp 100.000.000 untuk pengadaan sarana pertanian/green house dari Menteri KUKM. Profil seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Profil Sentra Holtikultura Kab Garut
Sumber : Panduan Operasional (Blue Print OVOP 2010) Pengembangan koperasi dan UKM berikutnya membutuhkan data based yang valid dan akurat untuk menyusun rencana tindak (Action Plan) bersama antara Koperasi, petani, UKM dan stakeholder lainnya. Action plan ini didukung oleh kebijakan dari Pemerintah setempat untuk pengembangan koperasi dan UKM. 150
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
Penguatan Koperasi baik organisasi dan usaha perlu dilakukan dibantu dengan peningkatan kemampuan tentang peningkatan kualitas produk, kemitraan dan pasar Program berikutnya adalah penguatan koperasi dan peningkatan produk sayur dan peningkatan kualitas. Dalam pengembangan KUKM berikutnya perlu dilakukan pendataan ulang dan membangun jaringan usaha antara KUKM. 4.
Profil Sentra Holtikultura Kabupaten Bangli Di sentra holtikultura Kabupaten Bangli telah ada Koperasi Batari Tunas Mandiri dengan anggota sebanyak 16.000 orang tergabung dalam 12 kelompok. koperasi telah berperan pada input budaya produksi (usaha benih, pupuk, dan pestisida), produksi dan pemasaran. Produk agribisnis adalah sayur mayur organik terdiri dari paprika, brokoli, tomat chery, kubis, sawi, cabe merah dan terong. Buah-buahan: Jeruk Kintamani, manggis, strawbery, kopi. Sarana produksi, benih, pupuk dan pestisida. Untuk pengembangan berikutnya perlu diperkuat kelembagaan koperasi dan membangun jaringan usaha dengan UKM. Tabel 5. Profil Sentra Holtikultura Kab. Bangli
151
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
Sumber : Panduan Operasional (Blue Print OVOP 2010) 5.
Komoditas Gerabah Desa Banyumulek di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat terdapat Sentra Industri Gerabah. Sentra kerajinan ini sudah cukup terkenal di Pulau Lombok dan pulau sekitarnya, serta telah dijadikan desa wisata andalan yang menjadi tujuan wisatawan saat mencari cenderamata/souvenir yang akan dibawa pulang ke wilayah/ negeri asalnya. Kawasan Banyumulek yang dalam bahasa Sasak berarti air jernih dikenal sebagai wilayah dengan kualitas tanah lempung nomor satu di Pulau Lombok. Tidak aneh, jika pengrajin gerabah banyak muncul di desa ini, dan akhirnya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai sentra industri gerabah unggulan Nusa Tenggara Barat. Menurut informasi yang beredar secara turun-temurun, perempuan di desa ini digambarkan sebagai pembuat gerabah selao atau gentong yang sangat ulung. Sedangkan, lelaki dewasanya menjajakan gentong tersebut dengan cara memikulnya keliling kampung. Namun, sejak pariwisata Lombok mulai berkembang (1990-an), gambaran tentang Desa Banyumulek pun mulai berubah. Tak ada lagi lelaki yang memikul gerabah keliling kampung karena telah muncul beberapa art shop yang khusus menjual produk-produk kerajinan gerabah. Sejak tahun-tahun tersebut, kerajinan gerabah Banyumulek pun mulai bervariasi dan tidak hanya membuat kerajinan gentong saja, melainkan telah mulai memproduksi jenis gerabah lain, seperti anglo, wajan, periuk, kendi, dan masih banyak lainnya. Informasi lain yang menggambarkan kedekatan masyarakat Lombok dengan gerabah dijelaskan dalam cerita rakyat (legenda) tentang Dewi Anjani. Menurut legenda tersebut, Dewi Anjani mengirimkan seekor burung pembawa pesan (Manuk Bre) untuk menolong sepasang manusia yang kebingungan menanak beras hasil panen pertama mereka. Melalui burung tersebut, Dewi Anjani lalu
152
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
rnengajari manusia mengolah tanah gunung menjadi periuk. Mungkin, cerita ini sedikit menggambarkan bagaimana masyarakat Lombok dari dulu memang telah dekat dan menggeluti kerajinan gerabah. Tabel 6. Profil Sentra Gerabah di Provinsi NTB
Sumber : Profil Sentra UKM. Dinas Koperasi dan UKM 2008 Pada komoditas gerabah UKM telah berperan dari hulu sampai ke hilir dan UKM telah melakukan pemasaran ekspor sedangkan koperasi belum berfungsi dengan baik. Di sentra gerabah ini stakeholder telah menyusun Grand Design pengembangan KUKM. Grand Design akan digunakan untuk pengembangan KUKM lebih lanjut. Masalah pada sentra ini adalah bahwa data yang ada perlu di update, memperjuangkan awik-awik guide yang sudah ditetapkan di tingkat Kecamatan ditingkatkan menjadi awik-awik ditingkat Gubernur agar dapat digunakan semua pelaku usaha di sentra gerabah. Usaha gerabah dapat di OVOP karena memenuhi syarat, yaitu dilaksanakan secara turun temurun, merupakan produk khas/unik daerah setempat, berbasis pada sumberdaya alam setempat/lokal, memiliki penampilan 153
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
dan kualitas produk yang baik, memiliki peluang pasar yang luas, baik domestik maupun internasional, memiliki nilai tambah produk yang tinggi dan menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat. VI. STRATEGI PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DAN OVOP 1.
Strategi Unsur yang berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) meliputi: perubahan sikap KUKM dari on-farm kepada sikap off-farm, meningkatkan kemampuan untuk bersaing dalam harga maupun mutu, meningkatkan kemampuan untuk memilih teknologi dan memanfaatkan teknologi yang sesuai, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kemampuan berusaha agar lebih efisien, meningkatkan kemampuan untuk pendalaman terhadap struktur agroindustri, meningkatkan kemampuan KUKM menjadi enterpreneurship, meningkatkan kemampuan menjalin kerjasama secara vertikal dan horizontal, mempersiapkan Koperasi sebagai inti, dan meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan skala usaha yang efisien dan menguntungkan. Unsur yang berkaitan dengan subsistem input produksi dan produksi, meliputi: bahan baku, untuk input dan hasil produksi anggota yang tersedia dan kontinu, teknologi, dan prasarana. Unsur yang berkaitan dengan subsistem pengolahan, meliputi: teknologi, kualitas bahan baku yang sesuai dengan spesifikasi sarana teknologi, sarana dan fasilitas pemasaran. Unsur yang berkaitan dengan subsistem pemasaran, meliputi: kebijakan, penelitian, penyuluhan, informasi dan kondisi pasar. Strategi pertama adalah (1) mengadakan penelitian potensi OVOP/agribisnis dan memetakan semua pelaku yang terlibat dalam OVOP/agribisnis. Pelaku dalam OVOP terdiri: jumlah petani/pengrajin, pengepul dan UKM, dan menentukan koperasi yang terlibat; (2) potensi komoditas meliputi komoditas, luas areal, produksi, pengolahan, pasar dan sarana penunjang yang berkaitan; (3) mengadakan sosialisasi kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan OVOP; (4) menyusun rencana pengembangan OVOP/agribisnis secara bersama antara Koperasi, Petani/pengrajin/pengepul dan UKM serta stakeholder yang terlibat di tingkat kabupaten.
154
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
Strategi kedua merencanakan produk olahan apa yang akan diproduksi dan menetapkan teknologi yang kompatibel dengan keterampilan pelaku OVOP/agribisnis dan masyarakat dan lingkungannya. Prinsip pengadaan bahan baku yang tersedia dan berkesinambungan diperlukan untuk mendukung struktur agribis yang akan dikembangkan. Strategi ketiga yang berhubungan dengan bidang pemasaran, meliputi: (1) memilih arah pengembangan pemasaran pasar lokal atau ekspor, (2) jaminan harga dan jaminan pasar seperti kegiatan yang telah diatur tataniaganya berupa pengadaan pangan, tata niaga cengkeh, kopi, jeruk, coklat dan komoditi lainnya. Strategi ini menciptakan gugus kesempatan anggota untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam menghadapi kondisi mekanisme pasar, (3) kebutuhan jasa pemasaran dan perkreditan. Strategi keempat: (1) penguatan koperasi meliputi menyempurnakan struktur organisasi dan (2) manajemen Koperasi sesuai dengan usaha OVOP yang akan dikembangkan. Strategi kelima: (1) antisipasi terhadap pembiayaan yang diperlukan untuk kegiatan OVOP, (2) menyusun studi kelayakan. Mengenai pembiayaan ini agar kegiatan OVOP mendapat kemudahan untuk memperoleh fasilitas kredit dari pemerintah seperti: KUR, modal kerja dari LPDB dan sumber permodalan lainnya. Strategi keenam: upaya yang berkaitan dengan perdagangan OVOP baik yang bersifat regional, nasional dan global. Untuk ini KUKM dapat memanfaatkan Jaringan Usaha Koperasi (JUK) kalau masih ada dikembangkan oleh Dewan Koperasi Indonesia (Barijambek, 1992). JUK adalah suatu sistem komunikasi yang bertujuan untuk mengkonsolidasikan kegiatan koperasi dalam satu sistem terpadu berdasarkan komoditi serta persamaan kegiatan, membentuk subsistem dalam bidang produksi, pemasaran, dan distribusi, keuangan dan jasa pelayanan konsultasi, audit. Strategi ketujuh: peranan Pemerintah dalam upaya pengembangan OVOP terutama dalam pemberian bimbingan teknis dan manajemen serta bantuan dan kemudahan yang berkaitan dengan peluang usaha dalam OVOP. Bantuan diperlukan agar memberikan arah dan strategi pengembangan KUKM dalam kegiatan OVOP.
155
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
2.
Model Pola Pengembangan Agribisnis Koperasi dan UKM Berdasarkan pelaksanaan beberapa rintisan OVOP/agribisnis seperti yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu direncanakan beberapa bentuk/model pola pengembangan OVOP/agribisnis bagi Koperasi/KUD. Model ini bersifat gambaran saja. Model yang riel untuk dilaksanakan tentunya sangat tergantung pada masing-masing pengguna sesuai kebutuhannya. Di antaranya: (1) pola inti dan plasma, (2) pola integrasi koperasi dengan sekunder, (3) pola integrasi dengan koperasi sejenis, (4) pola kerjasama swasta BUMN dan koperasi, (5) pola integrasi koperasi dengan kelompok tani dan kelompok sejenis. Kelima model di atas, dikelompokkan menjadi dua yaitu: model pemantapan jaringan usaha Koperasi dan model kerjasama atau kemitraan antara Koperasi dengan pihak swasta dan BUMN. Model pemantapan jaringan usaha koperasi bertujuan untuk membina kerjasama antar Koperasi (cooperative network) dan membina kewirakoperasian (enterpreneurship) agar menjadi kuat dan berdaya guna dalam masyarakat dalam mengemban peranan koperasi sebagai pelaku ekonomi. Jika jaringan ini menjadi suatu sistem (Koperasi - Pusat Koperasi - Induk Koperasi) mereka dapat memacu efisiensi teknis dan efisiensi sosial sehingga mempunyai kekuatan untuk merebut pasar. Bentuk kerjasama yang diperkirakan dapat dilakukan. Misalnya koperasi sebagai pemasok bahan baku ataupun sebagai pembeli hasil produksi dari anggota, Puskoperasi bertindak dalam subsistem pengolahan atau pemasaran. Kerjasama harus saling menguntungkan dan resiko yang dihadapi diusahakan sedapat mungkin rendah (Mutis, 1992; Iwantono, 1993). Model atau pola-pola pengembangan OVOP/agribisnis untuk pemantapan jaringan usaha koperasi dalam agribisnis yaitu: 1)
Pola Inti dan Plasma Pola ini sudah dilaksanakan untuk tanaman perkebunan dan perikanan, dimana inti adalah BUMN/Swasta. Namun posisi koperasi dan petani masih selalu lemah, sebab harga produksi ditentukan oleh pihak inti. Untuk mengatasi masalah ini diharapkan Inkud atau Puskud suatu ketika menjadi Inti, sedangkan plasma adalah koperasi dengan anggota yang tergabung dalam kelompok tani atau kelompok lain sesuai jenis usahanya. Peranan Inti dalam subsistem pemasaran dan subsistem penunjangnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing subsistem
156
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
2)
Pola Integrasi Koperasi dengan Koperasi Sekunder Pola ini merupakan pola agribisnis gabah menjadi beras, perluasan kegiatan agribisnis yang ditangani KUD-KUD Agar KUD dapat melakukan sistem agribisnis beras secara utuh. Dalam pola ini kehadiran Inkud atau Puskud sangat diharapkan untuk membantu KUD dalam perbaikan teknologi (penggilingan beras KUD-KUD) dan pemasaran beras baik untuk stok nasional maupun untuk pasar umum. Dalam pola ini KUD tetap melakukan pembelian dan mengkoordinir petani melalui kelompok tani untuk meningkatkan produksinya. Pola ini juga dapat digunakan untuk membantu perluasan pola agribisnis susu sapi perah
3)
Integrasi Koperasi/KUD-KUD sejenisnya Pola ini direncanakan untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan pengrajin kerupuk, pisang sale, dan sejenisnya menjadi kegiatan agribisnis yang dikelola oleh KUD. Saat ini kegiatan ini banyak ditangani oleh kelompok ibu-ibu PKK di daerah industri rumah tangga, yang kesulitan dalam memperoleh teknologi pengolahan dan pemasaran (Badan Litbang, 1994). Dalam pola ini KUD-KUD sejenis berintegrasi (kerja sama) untuk melakukan kegiatan agribisnis. Peran Koperasi/KUD diharapkan dalam subsistem pengolahan dan pemasaran, kelompok tani atau kelompok lain bertindak selaku pemasok bahan baku dari usaha taninya sendiri. Subsistem penunjang diusahakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing subsistem.
4)
Pola Integrasi Koperasi Potensial dengan Koperasi/KUD Pola ini direncanakan akan dilaksanakan oleh koperasi/KUD yang potensial yang ada disetiap kabupaten, untuk melakukan atau mengembangkan kegiatan OVOP/agribisnis yang sudah ada dan kegiatan yang bakal dikembangkan. Dalam pola ini Koperasi potensial/KUD berperan menangani subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran, sedangkan koperasi/KUD-KUD yang ada di kabupaten bersangkutan berperan menangani kegiatan input produksi dan subsistem produksi.
5)
Model Kemitraan Antara Koperasi dengan BUMN dan Swasta Model ini bertujuan untuk memperluas jaringan kerjasama koperasi/KUD baik ditingkat regional, nasional dan internasional. Misalnya dalam kegiatan impor dan ekspor. 157
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
Bentuk kerjasama yang diperkirakan dapat dilakukan, antara lain koperasi/KUD sebagai pemasok bahan baku ataupun sebagai pembeli hasil produksi dari anggota, BUMN atau Swasta bertindak dalam subsistem pengolahan atau pemasaran. Kerjasama harus saling menguntungkan resiko yang dihadapi diusahakan sedapat mungkin rendah (Thoby Mutis, 1992 dan Wiwantono, 1993). Bentuk kerjasama lain yang dapat dilaksanakan antara Koperasi dengan Swasta dan BUMN : (1) joint venture dan (2) pemilikan saham oleh koperasi. Joint venture adalah kerjasama dalam usaha patungan antara koperasi dan BUMN/swasta membentuk usaha secara bersama, dimana BUMN bertindak selaku pemasok bahan baku dalam subsistem input dan produksi atau selaku pengelola subsistem pengolahan dan pemasaran. Masalah permodalan koperasi dapat diatasi melalui pemberian kredit lunak dengan menggunakan penyisihan keuntungan BUMN/Swasta yang diperuntukkan bagi pembinaan koperasi. Melalui usaha patungan ini proses teknologi maupun “Know how” dapat dilakukan tanpa kedua belah pihak merasa dikurangi hak-hak ekonominya. Pemilikan saham BUMN oleh koperasi, kerjasama ini dapat ditempuh melalui penyisihan keuntungan Koperasi/KUD. Koperasi sebagai pemasok, atau lainnya. Sehingga dalam jangka waktu tertentu pemilikan saham itu sudah jelas share-nya. Namun demikian pemilikan saham oleh koperasi ini seyogyanya dilakukan sebagai suatu proses perkembangan yang kemitraan usaha yang lebih maju. Pemilikan saham BUMN oleh koperasi yang garis usahanya sama sekali tidak terkait, perlu dihindari. Sebab jika tidak terdapat kepentingan ekonomi antara kedua belah pihak, dalam hal ini sulit dipertahankan hubungan yang langgeng. 3.
Program Pelaksanaan Garis besar bentuk program pelaksanaan direncanakan dalam (1) jangka pendek, (2) jangka menengah dan (3) jangka panjang. 1)
Jangka Pendek Kegiatan yang perlu dilakukan untuk jangka pendek meliputi: (1) melakukan sosialisasi kepada semua pihak pelaksana OVOP/ Agribisnis, (2) membangun komitmen dengan pihak terkait untuk melaksanakan OVOP, (3) melakukan penelitian ulang terhadap
158
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
semua OVOP/agribisnis dalam rangka penyempurnaan data dan menganalisis kelayakan koperasi melakukan kegiatan OVOP. Penelitian ini diarahkan untuk membuat data based: jumlah petani/ pengepul dan UKM, luas areal identifikasi keberadaan koperasi, (4) penguatan kelembagaan koperasi, (5) membangun jaringan usaha antara KUKM, (6) membuat rencana pengembangan KUKM dengan petani/pengepul, (7) menyusun Grand Strategi Pengembangan KUKM melakukan OVOP/Agribisnis, (8) action plan termasuk pemantapan kegiatan yang sudah ditangani seperti kegiatan agribisnis hortikultura, sapi perah, gabah beras dan tahu tempe. Pelaksanaan kegiatan OVOP/agribisnis, dengan memperhatikan unsur-unsur dan strategi sebagaimana telah dijelaskan diatas dan (9) mengadakan monitoring dan evaluasi untuk membuat nilai keberhasilan KUKM diukur dengan adanya perubahan/peningkatan organisasi dan usaha KUKM dan adanya nilai tambah pendapatan semua pelaku yang terlibat dalam OVOP/agribisnis. 2)
Jangka Menengah Kegiatan yang dilaksanakan untuk jangka menengah: (1) action plan sesuai dengan rencana dimasing-masing OVOP/agribisnis atau memantapkan kegiatan agribisnis yang sudah jalan, (2) melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap semua kegiatankegiatan agribisnis yang telah dilakukan oleh koperasi/KUD dalam rangka menentukan arah pengembangan koperasi/KUD. Pada saat ini harus ditentukan koperasi/KUD mana yang dikembangkan menjadi industri besar yang diarahkan untuk pasar ekspor, pasar regional dan nasional, (3) menyusun strategi, kegiatan mana yang perlu dikembangkan dan kegiatan yang tidak perlu dilanjutkan, (4) mempersiapkan kebijakan yang diperlukan, (5) mengadakan monitoring dan evaluasi untuk membuat nilai keberhasilan koperasi dan UKM diukur dengan adanya perubahan/peningkatan organisasi dan usaha KUKM dan adanya nilai tambah pendapatan semua pelaku yang terlibat dalam OVOP/agribisnis.
3)
Jangka Panjang Kegiatan agribisnis koperasi/KUD untuk jangka panjang adalah (1) melaksanakan sistem OVOP/agribisnis secara utuh dan mantap, (2) mengadakan monitoring dan evaluasi untuk membuat nilai keberhasilan KUKM diukur dengan adanya 159
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
perubahan/peningkatan organisasi dan usaha Koperasi dan UKM dan adanya nilai tambah pendapatan semua pelaku yang terlibat dalam OVOP/agribisnis. Pada masa ini koperasi/KUD tidak lagi sebagai alat namun koperasi/ KUD sebagai pemeran utama dalam jenis kegiatan tertentu dalam sistem OVOP/agribisnis, agar koperasi/KUD dapat menjadi (1) soko guru perekonomian, (2) badan usaha dan (3) gerakan ekonomi rakyat di pedesaan. VII. KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Kesimpulan Dari penjelasan di atas ada beberapa kesimpulan yang perlu diperhatikan, dijelaskan sebagai berikut: (1) bahwa koperasi dan pihak stakeholder belum siap melakukan kegiatan OVOP; (2) databased KUKM belum memadai baik pada OVOP yang sudah berjalan dan direncanakan; (3) belum adanya petunjuk pengembangan KUKM di tingkat kabupaten (Grand Design); (4) dalam kegiatan OVOP ada yang sudah ada koperasi namun belum berfungsi dan ada koperasi yang tidak ada perlu dibentuk; (5) peran UKM dalam kegiatan OVOP menyebar di semua subsistem input produksi, produksi, pengolahan, pemasaran dan sarana penunjang namun belum terintegrasi satu dengan lain; (6) pengembangan KUKM belum disiapkan dengan baik ditunjukkan oleh belum adanya kesiapan Pembina di tingkat kabupaten untuk merencanakan arah pengembangannya; (7) belum semua stakeholder berperan dalam kegiatan OVOP; (8) strategi pengembangan KUKM dibuat untuk jangka pendek, menengah dan panjang (lihat pada halaman sebelumnya).
2.
Implikasi Kebijakan Dari kesimpulan di atas, direkomendasikan beberapa saran, yaitu: (1) pemerintah tingkat kabupaten setempat perlu mempersiapkan pendataan KUKM secara valid; (2) perlu disusun Grand Design pengembangan KUKM di tingkat kabupaten secara terpadu dengan stakeholder; (3) perlu disusun action plan bersama antara koperasi, UKM dengan stakeholder; (4) pada kegiatan OVOP yang sudah ada koperasi perlu diperkuat organisasi maupun usaha; (5) pada kegiatan OVOP yang belum ada koperasi, koperasi perlu ditumbuhkan; (6) strategi pengembangan koperasi mengikuti kegiatan OVOP yang
160
PENGEMBANGAN KOPERASI DAN UKM DENGAN PENDEKATAN OVOP (Riana Panggabean)
ada dimasing-masing tempat dan perannya disesuaikan dengan kondisi komoditas yang di-OVOP-kan; (7) UKM yang menyebar dimasingmasing subsistem agar diintegrasikan supaya nilai tambah dari semua subsistem dapat dinikmati semua pelaku yang ada di OVOP; (8) perlu adanya kebijakan terpadu (Grand Design Pengembangan KUKM dengan pendekatan OVOP/agribisnis) di tingkat kabupaten untuk pelaksanaan kegiatan OVOP. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2010. Panduan Operasional (Blue Print One Vilage One Product). Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. -----------------. 2008. Profil Sentra UKM dan Profil Business Development Service (BDS). Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Asosiasi Wirausaha Desa Indonesia. One Desa One Product (ODOP). Kadin Indonesia. Badanlitbang. 1994. Kajian Kegiatan Agribisnis yang dikelola oleh KUD. Barijambek. 1992. Jaringan Usaha Koperasi (JUK). Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN). Bruce Herrick/Charles P P Kindleberger. 1983. Economic Development. Mc Graw Hill, Inc. Mutis, Thoby. 1992. Pengembangan Koperasi Kumpulan dan Karangan Seri Pendidikan Ekonomi. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Pasaribu, Sahat. 2007. Program OTOP Thailand dan Tantangan Pengembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil Dan Menengah Di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Makalah Seminar Tanggal 7 Mei 2007 di Kementerian Negara Koperasi dan Menegah. PSP-IPB. 1995. Penyusunan Pola Pengembangan Kegiatan Agribisnis dan Agroindustri Melalui KUD Kerja sama Ditjen Pembinaan Koperasi Pedesaan Dept Koperasi dan PPK dengan Pusat Studi Pembangunan (PSP-IPB) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Saragih, Bungaran. 1994. Pengembangan Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional sebagai “ a Leading Sektor” . Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. 161
INFOKOP VOLUME 19 – JULI 2011 : 133 - 162
---------------------. 1994. Pembangunan Agribisnis Peternakan Dalam Era Industrialisasi. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. ----------------------. 1998. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Trisula Juantara. 2010. OVOPcaricaDieng. http//caricadieng.blogspost.acom. com/2208/07/sirup-buah.
162