PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Oleh: DINI ANDRIANI A14204038
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN DINI ANDRIANI. “PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” (di bawah bimbingan FREDIAN TONNY NASDIAN”). Peran pesantren selama ini dikenal terbatas pada lembaga pendidikan tradisional berbasis agama dengan kiai dan santri-santri sebagai komponen di dalamnya. Pesantren saat ini telah mengalami banyak kemajuan dalam berbagai bidang, tidak hanya lembaga pendidikan tradisional tetapi juga sebagai cikal bakal perubahan pada masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini penting sebagai media informasi terhadap pemerintah ataupun masyarakat luas bahwa pesantren memiliki peran dalam pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Bagaimana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat? (2) Bagaimana profil komunitas Desa Kertajaya? (3) Bagaimana strategi dan bentuk yang dilakukan oleh pesantren dalam mengembangkan kelembagaannya dalam bidang ekonomi, sosial keagamaan dan pendidikan sebagai upaya pengembangan masyarakat? (4) Kendala apa saja yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan tersebut dan (5) Bagaimana dampak pengembangan kelembagaan tersebut terhadap masyarakat? Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah salah satu pondok pesantren di Cianjur yang berbasis agribisnis dan memiliki biro khusus yang
berkonsentrasi pada perbaikan kualitas masyarakat yaitu Biro Hubungan Masyarakat. Biro ini menaruh perhatian pada masyarakat dengan berbagai macam upaya misalnya melalui pengajian dan pengembangan agribisnis dan juga memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta dalam penggarapan lahan pertanian maupun memelihara hewan ternak milik pesantren. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Strategi studi kasus digunakan karena peneliti berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap kasus yang diteliti yang dibatasi waktu, tempat, dan peristiwa tertentu. Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008. Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan triangulasi metode pengumpulan data kualitatif yaitu berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta serta analisis dokumen. Data sekunder didapatkan melalui studi literatur tentang program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’. Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat terutama masyarakat desa. Pesantren dianggap sebagai tempat pembentukan moral dan memiliki potensi untuk pengembangan sumberdaya manusia yang berlandaskan agama. Seiring perkembangannya, pesantren mulai melebarkan sayap kepada masalah-masalah yang memberikan hal-hal yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ meupakan salah satu pesantren yang menaruh perhatian pada perbaikan hidup masyarakatnya, upaya
yang dilakukan
untuk
mewujudkannya
adalah
dengan mengembangkan
kelembagaan yang ada dalam pesantren itu sendiri. Pengembangan kelembagaan itu meliputi bidang pendidikan, sosial keagamaan dan ekonomi. Pengembangan kelembagaan pada bidang pendidikan dilakukan dengan program Wajar Dikdas 9 tahun yang juga ditunjang oleh fasilitas pendidikan yang memadai seperti fasilitas internet. Pengembagan kelembagaan ekonomi dilakukan pesantren melalui pengembagan dalam bidang agribisnis. Pesantren memiliki lahan yang sangat luas yang memungkinkan untuk dikembangkannya bidang agribisnis. Pengembangan kelembagaan sosial keagamaan dilakukan melalui pengajian-pengajian sebagai upaya pembinaan bagi masyarakat. Pengajianpengajian ini dilakukan secara intensif setiap minggunya baik di mesjid pesantren maupun melalui penyebaran santri senior ke seluruh penjuru desa. Pengembangan kelembagaan ekonomi yang melibatkan masyarakat turut serta membatu memperbaiki ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah. Pesantren memberikan prioritas pada masyarakat ini karena ingin turut serta memberantas kemiskinan. Pengembangan kelembagaan dalam hal sosial keagamaan, memberi dampak khususnya pada kehidupan masyarakat desa. Materi-materi yang diberikan dalam pengajian sedikit demi sedikit diaplikasikan oleh masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan berbagai program pengembangan kelembagaannya, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ tidak luput dari kendala-kendala yang akan memperlambat bahkan menghambat berkembangnya kelembagaan tersebut. Oleh karena itu, pesantren membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Oleh: Dini Andriani (14204038)
SKRIPSI Sebagai Prasyarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2008
FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Dini Andriani
Nomor Pokok
: A14204038
Judul
: Pengembangan Kelembagaan Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. NIP. 131 475 577
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN
YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT
DENGAN
SESUNGGUHNYA
DAN
SAYA
BERSEDIA
MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Juni 2008
Dini Andriani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 28 Juli 1985, dari pasangan Djatmiko dan Entin Kartini. Penulis merupakan anak ke lima dari lima bersaudara, pendidikan formal yang pernah dijalani oleh penulis adalah: 1. SDN Pasir Impun II (1992-1998), di Bandung, Jawa Barat 2. SLTPN 17 Bandung (1998-2001), di Bandung, Jawa Barat 3. SMU Pasundan 1 Cianjur (2001-2004), di Cianjur, Jawa Barat Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada program studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaaan diantaranya KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) tepatnya pada Departemen Kaderisasi dan juga HIMAT (Himpunan Mahasiswa Tjianjur). Pada kedua organisasi tersebut penulis menjabat sebagai Bendahara.
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1. Bapak Ir. Fredian Tonny MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan untuk kelancaran proses penulisan skripsi. 2. Bapak. Ir. Said Rusli MA, selaku dosen penguji utama, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi. 3. Bapak Ir. Dwi Sadono MSi, selaku dosen penguji komisi pendidikan, atas kesediaannya dan telah memberikan masukan dan arahan dalam perbaikan penulisan skripsi. 4. Responden dan Informan yang telah bersedia memberikan informasi sehingga skripsi ini bisa berjalan lancar. 5. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu dan membiayai seluruh keperluan penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor. 6. Keluarga di Cianjur, Papa, Mama, Kakek, Nenek, Teteh-tetehku dan Aaku yang telah memberikan semangat dan dukungan, nasihat yang sangat berarti untuk penulis tanpa mengenal lelah.
7. Mas-Rus-ku yang telah memberikan inspirasi, semangat, motivasi bagi penulis dan selalu sabar untuk mendengarkan keluhan dari penulis sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih bersemangat. 8. Bapak Saiful Uyun Lc, yang telah mengijinkan saya melakukan penelitian di pesantren yang Beliau pimpin dan terima kasih ilmu yang sangat berharga yang diberikan. 9. Al-Kautsar Crew (A Ubed, Teh Rara, Mas Kholil, Mang Iwan, Kang Subhan, Mang Anang, Teh Lilis dan semuanya) yang telah memberikan semua informasi tentang responden dan informan yang saya perlukan. 10. Fauzia Herlin dan Ria Ariyanti, teman satu dosen pembimbing yang selalu bersama dan saling mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Rekan-rekan KPM Angkatan 41 atas semangat dan dukungannya, terutama (Princess thanks to your spirit, coi the agresor love, depu you are the only one miss glamuor.... you are my best friend forever). 12. Rekan-rekan kost As-Sakinah, terutama (Longse, Ma’e dan Mie). Terima kasih atas dukungannya dan motivasinya. 13. Rekan satu perjuangan BUD, Ima dan Ade mudah-mudahan perjuangan kita membawa hasil yang diharapkan. 14. Mas Anton, makasih atas segala inspirasi dan kritikannya sehingga membuka wacana pemikiran penulis menjadi lebih terbuka. 15. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul ” PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT” (Studi Kasus Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Desa Kertajaya Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) merupakan prasyarat kelulusan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana kontribusi pesantren dalam pengembangan masyarakat, mengingat saat ini pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan berbasis agama yang kental dengan aturan yang ketat dan kaku. Oleh karena itu kajian terhadap peran pesantren dalam pengembangan masyarakat sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Juni 2008
Dini Andriani
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI……………………………………………………………....... i DAFTAR TABEL…………………………………………….......................
iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………..........................
iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………...............................
1
1.2 Perumusan Masalah……………………………………...............
7
1.3 Tujuan Penelitian……………………………...............................
10
1.4 Kegunaan Penelitian…………………………..............................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Cakupan Pengembangan Masyarakat.........................
11
2.2 Model-Model Pengembangan Masyarakat.....................................
12
2.3 Pemberdayaan.................................................................................
16
2.4 Partisipasi........................................................................................
20
2.5 Komunitas Desa..............................................................................
22
2.6 Pembangunan Desa.........................................................................
25
2.7 Pesantren.........................................................................................
28
2.8 Perubahan Sosial.............................................................................
38
2.9 Lembaga Masyarakat......................................................................
41
2.10 Kerangka Pemikiran.....................................................................
48
2.11 Hipotesis Pengarah........................................................................
50
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................
51
3.2 Teknik Pengumpulan Data.............................................................
52
3.3 Teknik Analisis Data......................................................................
53
ii
BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA KERTAJAYA 4.1 Gambaran Umum Desa Kertajaya...................................................
54
4.2 Karakteristik Komunitas Desa.........................................................
57
4.3 Kelembagaan Desa..........................................................................
65
4.3 Ikhtisar.............................................................................................
67
BAB V BENTUK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN 5.1 Gambaran Umum Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’.......
69
5.2 Bentuk dan Strategi Pengembangan Kelembagaan..........................
81
5.3 Ikhtisar..............................................................................................
94
BAB VI KENDALA DAN DAMPAK PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN 6.1 Kendala Program Pesantren............................................................
98
6.2 Dampak Program Pesantren..............................................................
102
6.3 Ikhtisar.............................................................................................. 111
BAB VII PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT : SUATU ANALISIS.............................................................................
114
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan.......................................................................................
119
8.2 Saran.................................................................................................
121
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
122
LAMPIRAN..................................................................................................
125
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Lingkup Perubahan Sosial Menurut Tingkatan Struktur .................
40
Tabel 2. Tingkatan Norma Berdasarkan Sanksi Atas Pelanggarannya..........
44
Tabel 3. Penggolongan Kelembagaan Berdasarkan Sektor Di Tingkat Lokalitas...........................................................................................
47
Tabel 4. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Kertajaya.......................................
55
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’..................
74
Tabel 6. Jadwal Kegiatan Harian Santri.........................................................
77
Tabel 7. Jadwal Kegiatan Mingguan..............................................................
79
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Teks Gambar 1. Kerangka Pemikiran ......................................................................
49
Lampiran
Gambar 2. Sketsa Lokasi Penelitian.................................................................
126
Gambar 3. Dokumentasi Penelitian..................................................................
127
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pengembangan masyarakat (community development) adalah konsep dasar
yang menggaris bawahi sejumlah istilah yang digunakan sejak lama seperti community resourse development, rural areas development, community economic development, rural revitalisation dan community based development. Community development menggambarkan makna yang penting dari dua konsep community bermakna kualitas hubungan sosial dan development perubahan ke arah kemajuan yang bersifat terencana dan gradual, makna ini penting untuk arti pengembangan masyarakat
yang
sesungguhnya
(Blackburn
dalam
Nasdian,
2003a).
Pengembangan masyarakat digunakan sebagai cara untuk memperbaiki pelayanan dan fasilitas publik menciptakan tanggung jawab pemerintah lokal, meningkatkan partisipasi masyarakat, memperbaiki kepemimpinan, membangun kelembagaan baru, melaksanakan pembangunan ekonomi dan fisik dan mengembangkan perencanaan fisik dan lingkungan. Dalam definisi formal menurut PBB dalam Nasdian (2003a) , ”community development is a process whereby the effort of Government are united with those of the people to improve the social, cultural, and economics conditions in communities” yaitu sebuah proses usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat. Secara umum, pengembangan masyarakat adalah suatu konsep yang luas, yang mencakup berbagai bentuk dan upaya dengan mengaplikasikan teori
2
dan praktik berupa kepemimpinan lokal, aktivis, dan melibatkan warga dan kalangan profesional untuk meningkatkan berbagai sisi kehidupan dari komunitas. Dari berbagai macam definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan masyarakat adalah suatu usaha yang dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam rangka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari berbagai segi kehidupan baik sosial, ekonomi, kultural dan struktural. Pengembangan masyarakat dapat membantu menanggulangi masalah dan isu-isu penting untuk kesejahteraan komunitas baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh pihak lainnya. Pengembangan masyarakat merupakan upaya-upaya pembangunan ditingkat komunitas yang memfokuskan pada pemberdayaan warga komunitas dengan melakukan power sharing agar masyarakat memiliki kemampuan dan kesetaraan dengan beragam stakeholder lainnya (Nasdian, 2003b). Pelaksanaan program pengembangan masyarakat tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab semua pihak. Jika selama ini program pengembangan masyarakat lebih banyak dilakukan oleh berbagai macam perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab sosial terhadap masyarakat (corporate social responsibility/CSR), maka pada saat ini lembaga pendidikan pun telah turut serta dalam upaya-upaya pengembangan masyarakat Di berbagai negara termasuk Indonesia lembaga pendidikan memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran anggota masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat yang bisa bertahan
3
tanpa pendidikan. Dengan pendidikan setiap individu diharapkan dapat mencapai pembinaan pribadinya sebagai manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya dan demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat. Setiap lembaga pendidikan harus bisa mengembangkan pendekatan ekonomis tanpa mengorbankan kualitas akademis agar mendapatkan partisipasi yang paripurna dan lengkap. Setiap lembaga harus tetap memberikan kesempatan pada anak-anak berbakat dari keluarga tidak mampu untuk mengikuti pendidikan dengan kualitas prima hal ini dilakukan untuk menggali potensi yang ada sehingga mereka bisa menjadi agen perubahan pada masa yang akan datang. Dunia kini dan masa depan adalah dunia yang dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Siapapun yang menguasai keduanya, secara lahiriah akan menguasai dunia. Bila dikatakan ilmu pengetahuan merupakan infrastruktur, maka keduanya merupakan suprastruktur dunia internasional, termasuk kebudayaan, moral, hukum dan juga perilaku keagamaan (Hafidhudin, 1998). Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan khususnya di pedesaan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang telah diakui eksistensinya dan melekat kuat dalam sejarah bangsa. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena pesantren berperan dalam sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah pada masa kolonial (Nandika, 2005). Menurut Assa (2007) Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan
4
kondisi masyarakat, bangsa, dan negara yang terus berkembang. Sementara itu, sebagai suatu komunitas, pesantren dapat berperan menjadi penggerak bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar. Menurut Saefurrohman (2005) kelahiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Kehadiran pondok pesantren sampai saat ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Pada awal berdirinya, pondok pesantren umumnya sangat sederhana. Sistem yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran adalah wetonan, sorogan dan bandongan. Akan tetapi, sejak 1970-an bersamaan dengan program modernisasi pondok pesantren, mulai membuka diri untuk mempelajari pelajaran umum. Pada mulanya, tujuan utama pondok pesantren adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din). Pada saat ini peran pesantren tidak lagi sebagai lembaga pendidikan yang mengkaji agama secara klasik tetapi juga menaruh perhatian kepada masalah sosial khususnya masyarakat sekitar pesantren. Pada saat ini banyak pesantren yang telah maju dalam bidang ekonomi, mereka memiliki lembaga keuangan yang disebut sebagai Kopontren (Koperasi Pondok Pesantren). Lembaga ini telah dikelola dengan baik sehingga dapat mendorong kemajuan ekonomi pesantren dan masyarakat sekitar. Pesantren juga sangat berperan dalam pembangunan sumber daya manusia dalam membangun kualitas kehidupan keagamaan sehingga mencetak lulusan yang berkualitas dan siap berkompetisi dengan lulusan yang menuntut ilmu pada lembaga pendidikan formal.
5
Peran pesantren berada pada garis depan dalam melawan penjajahan yang dimulai dengan penanaman akan nasionalisme yang kuat melalui sistem pendidikan. Bagaimanapun keadaannya sampai saat ini pesantren sangat memegang peranan penting terutama bagi masyarakat pedesaan. Sistem pendidikan pesantren pada saat ini semakin memperbaharui diri untuk mengisi berbagai tugas yang penting dalam kelanjutan hidup berbangsa dan bernegara. Pondok pesantren yang sudah terbukti mencetak lulusan terbaik adalah Pondok Pesantren Gontor dimana para siswanya dituntut memiliki kemampuan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan Arab. Pesantren sebagai lembaga kemasyarakatan merupakan salah satu saluran berjalannya proses perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam hal ini pesantren akan membawa akibat pada lembaga-lembaga lainnya. Hal ini dikarenakan lembaga kemasyarakatan merupakan sistem yang terintegrasi. Pesantren sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas, karena keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa pesantren tidak hanya sebagai lembaga yang kaku dan melulu mengkaji kitab-kitab klasik. Pesantren saat ini turut serta membangun kehidupan masyarakat sekitar, tidak hanya dalam bidang keagamaan tapi juga hal lain misalnya ekonomi, sosial, pendidikan maupun politik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siregar (1995) di Pondok Pesantren Darunnajah Cipining Bogor, dalam rangka membantu perekonomian masyarakat, pesantren membuka lapangan pekerjaan dengan menawarkan masyarakat menjadi
6
karyawan pesantren, baik itu untuk bekerja di bidang bangunan, pertanian maupun lahan peternakan yang dimiliki oleh pesantren. Untuk menambah pendapatan masyarakat desa pesantren ini menerima hasil-hasil pertanian dari masyarakat setempat. Selain itu salah satu upaya melibatkan masyarakat untuk lebih mengembangkan potensinya adalah bahwa pesantren Darunnajah membentuk kelompok tani pelopor di Desa Argapura. Sistem pendidikan pesantren pada masa sekarang lebih bervariasi sehingga santri-santri yang dihasilkan tidak kalah dengan murid-murid yang belajar pada sekolah formal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anwar dan Matahari di Pesantren Al-Basyariyah menunjukan bahwa santri-santri Pesantren AlBasyariyah memiliki kemampuan yang patut dibanggakan mengingat banyak santri-santri yang berhasil masuk ke perguruan tinggi negeri diantaranya Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan perguruan tinggi swasta bahkan ada yang melanjutkan sampai keluar negeri yaitu ke Yordania dan Mesir. Dewasa ini, pertumbuhan dan penyebaran pesantren sangat pesat. Dengan menjamurnya pondok pesantren yang menyuguhkan spesialisasi kajian baik tradisional ataupun modern, membawa dampak positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Kehadiran pondok pesantren telah nyata membantu pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu, pesantren telah menawarkan jenis pendidikan alternatif bagi pengembangan pendidikan nasional. Sejak awal berdirinya pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan
7
memelihara tradisi Islam. Fungsi ini semakin berkembang akibat tuntutan pembangunan nasional yang mengharuskan pesantren terlibat di dalamnya. Perkembangan pesantren yang begitu pesat dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap masyarakat sehingga mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk dijadikan sebagai agen perubahan masyarakat (agent of social change). Di samping itu juga diarahkan untuk fungsionalisasi pesantren sebagai salah satu pusat penting bagi pembangunan masyarakat secara keseluruhan, baik pembangunan jasmani maupun rohani. Melihat berbagai fungsi dan peran pesantren yang semakin beragam dalam pengembangan masyarakat, oleh karena itulah dalam penelitian ini ingin dikaji lebih jauh mengenai bagaimana peran pesantren dalam pengembangan masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang sudah tumbuh dan berkembang sejak beberapa abad yang lalu. Pesantren memiliki kontribusi terhadap pembangunan nasional. Pembangunan yang memberdayakan masyarakat di pedesaan harus menjadi pusat perhatian dan tanggung jawab bersama, membangun masyarakat pedesaan berarti pula membangun sebagian besar penduduk Indonesia. Pesantren sebagai lembaga yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat telah turut serta membangun masyarakat pedesaan melalui berbagai metode yang digunakan. Salah satunya adalah melalui pengembangan kelembagaan yang tumbuh seiring dengan perkembangan pesantren itu sendiri.
8
Pengembangan kelembagaan dalam pesantren adalah penting mengingat kini peran pesantren tidak melulu terbatas pada pengkajian terhadap agama tetapi juga telah meluas pada pengembangan ekonomi, sosial, politik, dan lainnya namun tetap berlandaskan pada nilai-nilai agama. Pondok Pesantren Miftahulhuda AlMusri’ merupakan salah satu pondok pesantren yang sudah lama memberikan perhatian terhadap masyarakat sekitar melalui berbagai macam program yang disusun namun terdapat hal-hal yag harus diperhatikan pesantren dalam setiap programnya yaitu program tersebut harus merupakan program yang dibutuhkan dan sesuai dengan masyarakat sekitar pesantren oleh karena itu dalam upaya pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren terlebih perlu diketahui bagaimana profil komunitas Desa Kertajaya?. Profil komunitas merupakan hal yang penting untuk diketahui terlebih dahulu karena nantinya akan dijadikan bahan acuan untuk mengetahui bagaimana strategi dan bentuk pengembangan kelembagaan yang dilakukan oleh pesantren dalam bidang ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan sebagai upaya pengembangan masyarakat?. Pesantren merupakan lembaga mandiri yang memenuhi kebutuhannya secara otonom dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Pada jaman penjajahan pesantren adalah lembaga yang merupakan pusat aktivitas kegiatan masyarakat disaat lembaga lain belum berfungsi secara penuh. Dengan demikian dapat ketahui bahwa pesantren telah memiliki kedekatan dengan masyarakat sejak jaman dahulu dan sampai saat ini fungsinya sebagai pusat pendidikan berbasis agama belum tergantikan oleh lembaga lain.
9
Terlepas dari berbagai macam kelebihan yang dimiliki selama ini, pesantren juga tidak lepas dari hal-hal yang bisa menghambat upaya pengembangan masyarakat yang selama ini dilakukan, oleh karena itu lebih lanjut dalam penelitian ini ingin diketahui kendala apa saja yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan tersebut?. Kendala-kendala tersebut dapat muncul baik dari dalam diri pesantren itu sendiri maupun datang dari faktor lain yang datangnya dari luar pesantren. Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pesantren harus dirasakan oleh semua pihak, upaya pengembangan masyarakat akan sia-sia jika hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Keterlibatan masyarakat dalam setiap program yang disusun merupakan salah satu indikator yang dapat menjadikan program tersebut berhasil. Masyarakat harus benar-benar merasakan manfaat secara langsung dari setiap program yang disusun. Oleh karena itu untuk mengukur keberhasilan
program
yang disusun oleh Pondok Pesantren
Miftahulhuda Al-Musri’ perlu diketahui bagaimana dampak pengembangan kelembagaan tersebut terhadap masyarakat?. Kajian mengenai kontribusi pesantren terhadap pengembangan masyarakat saat ini masih sedikit dilakukan, oleh karena itu penelitian ini berupaya menampilkan ”sisi lain” dari pesantren yang selama ini dikenal terbatas pada lembaga pendidikan yang berbasis agama dengan berbagai macam aturan ketat yang mengikat. Dengan demikian, masyarakat luas dapat mengetahui bahwa pesantren merupakan salah satu komponen yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam membangun dan memperbaiki kualitas masyarakat baik skala lokal maupun skala nasional.
10
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis peran pesantren dalam pengembangan masyarakat 2. Menganalisis profil masyarakat Desa Kertajaya 3. Menganalisis strategi dan bentuk pengembangan kelembagaan yang dilakukan pondok pesantren sebagai upaya pengembangan masyarakat (ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan). 4. Menganalisis kendala yang dihadapi oleh pesantren dalam pengembangan kelembagaan (ekonomi, pertanian, sosial keagamaan dan pendidikan). 5. Menganalisis dampak pengembangan kelembagaan (ekonomi, pertanian, sosial keagamaan, dan pendidikan).
1.4 Manfaat Penelitian 1. Peneliti ingin mengkaji lebih jauh mengenai program pengembangan masyarakat berbasis pesantren. 2. Memberi informasi baik kepada pemerintah maupun masyarakat luas bahwa pesantren memiliki kontribusi terhadap pengembangan masyarakat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Cakupan Pengembangan Masyarakat Menurut Suharto (2005) Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan
pada
prinsip
partisipasi
sosial.
Pengembangan
masyarakat
merupakan suatu proses swadaya masyarakat yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi masyarakat pada bidang sosial, politik, kultural dan ekonomi. Sebagai suatu metode, pengembangan masyarakat menekankan adanya proses pemberdayaan, partisipasi dan peranan langsung dari warga komunitas. Istilah pengembangan masyarakat dapat berarti untuk beragam orang. Sander dalam Nasdian (2003) mengatakan bahwa pengembangan masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses, metode, program atau gerakan. Pengembangan masyarakat sebagai suatu proses bergerak dalam tahapantahapan dari suatu kondisi-kondisi atau keadaan tertentu ketahap berikutnya, yakni mencakup kemajuan dan perubahan dalam artian kriteria terspesifikasi. Pengembangan masyarakat sebagai suatu metode merupakan cara untuk mencapai tujuan dengan cara sedemikian rupa sehingga beberapa tujuan dapat dicapai. Sebagai suatu program pengembangan masyarakat dinyatakan sebagai gugus prosedur dan isinya dinyatakan sebagai suatu daftar kegiatan. Program pengembangan masyarakat sebagai suatu gerakan merupakan suatu perjuangan sehingga
menjadi
alasan
sehingga
membuat
orang-orang
mengabdi.
Pengembangan masyarakat dalam arti ini cenderung melembaga dan membangun
12
struktur organisasinya sendiri, menerima prosedur dan praktisi profesional dengan demikian
fokusnya
adalah
mendorong
gagasan-gagasan
pengembangan
masyarakat. Definisi pengembangan masyarakat yang dikemukakan oleh PBB (1960) adalah “community development is the processes by which the effort of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economy, sosial, and cultural conditions of communities, to integrate the communities into the life of the nation and enhance the contribute fully to nation progress” yaitu sebuah proses usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian setiap program pengembangan masyarakat harus mampu menanggulangi masalah dan isu-isu penting untuk kesejahteraan komunitas secara konvensional oleh pemerintah ataupun pihak lainnya secara efektif.
2.2 Model-Model Pengembangan Masyarakat Menurut Suharto (2005) terdapat tiga model
yang berguna dalam
memahami konsepsi tentang pengembangan masyarakat yaitu (1) pengembangan masyarakat lokal (locality development) (2) perencanaan sosial (sosial planning) (3) aksi sosial (sosial action). a. Pengembangan masyarakat lokal Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditunjukkan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang
13
unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan. Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada “tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat yang bernuansa bottom up. b. Perencanaan sosial Perencanaan sosial menunjuk pada proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, buta huruf, kesehatan dan lain-lain. Berbeda dengan pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial lebih berorientasi pada “tujuan tugas” (task goal). Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups) atau kelompok rawan sosial ekonomi seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim piatu bahkan wanita tuna sosial.
14
Pekerja sosial berperan sebagai perencana sosial yang memandang mereka sebagai “konsumen” atau “penerima pelayanan” (beneficiaris). Keterlibatan para penerima pelayanan dalam proses pembuat kebijakan, penentuan tujuan dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas karena pengambilan keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga formal. Para perencana sosial dipandang sebagai ahli (expert) dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan. c. Aksi sosial Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan, pendistribusian sumber, dan pengambilan keputusan. Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi “korban” ketidakadilan struktur. Mereka miskin karena dimiskinkan, mereka lemah karena dilemahkan, dan tidak berdaya karena tidak diberdayakan, oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumbersumber politik dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi baik pada tujuan proses maupun hasil. Masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan, dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrasi, kemelaratan dan keadilan. Pengembangan masyarakat (community development) sebagai perencanaan sosial perlu berlandaskan pada azas-azas : (1) komunitas dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan (2) mensinerjikan strategi komprenhensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga (3) membuka akses warga
15
atas bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga dan (4) mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian, dan gagasan warga komunitas (Ife, 1995 dalam Nasdian , 2003). Konsep dan prinsip pengembangan masyarakat antara lain adalah sebagai berikut : 1) Kegiatan-kegiatan
yang
dilaksanakan
harus
berhubungan
dengan
kebutuhan dasar dari masyarakat 2) Pengembangan masyarakat yang penuh seimbang menuntut tindakan bersama dan penyusunan program-program multi tujuan 3) Perubahan sikap orang-orang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dari program-program masyarakat selama tahap-tahap awal pembangunan; 4) Pengembangan masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik dalam masalah-masalah masyarakat 5) Identifikasi, dorongan semangat dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program; 6) Kepercayaan yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat akan memperkuat program-program pembangunan, memapankannya dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang; 7) Proyek-proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah
16
8) Penerapan program-program pengembangan masyarakat dalam skala nasional mamerlukan pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administratrif yang spesifik, perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumberdaya lokal dan nasional, dan organisasi penelitian, eksperimen dan evaluasi 9) Sumberdaya dalam bentuk organisasi-organisasi non pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program-program pengembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional maupun internasional 10) Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang paralel di tingkat nasional
2.3 Pemberdayaan Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Rappaport (1987) dalam Hikmat (2001) pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang. Masih dalam Hikmat (2001), McArdle (1989) mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang selalu konsekuen melaksanakan keputusan
tersebut.
Orang-orang
yang
telah
mencapai
tujuan
kolektif
diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun demikian, McArdle
17
mengimplikasikan hal tersebut bukan untuk mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses pengambilan keputusan. Aziz (2005) mengemukakan konsep pendekatan sosio kultural dalam pemberdayaan. Menurutnya Pendekatan sosio kultural adalah salah satu pendekatan yang dilakukan sebagai upaya melakukan upaya perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat dengan memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Disamping pendekatan sosio kultural ini, sering kali perubahan itu dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktural, yaitu pendekatan dari atas kebawah. Aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat itu adalah agama, budaya, pendidikan, adat istiadat, ekonomi, politik, hukum dan lain sebagainya. Aspek-aspek itulah yang dalam proses perubahan sosial sering disebut dengan dimensi sosio kultural. Diantara berbagai aspek tersebut setiap komunitas memiliki aspek yang dominan yang mempengaruhinya hal ini disebabkan oleh sistem nilai yang dipegang oleh masing-masing masyarakat. Misalnya pada masyarakat perkotaan yang paling berpengaruh adalah dimensi ekonomi dan pendidikan, sedangkan pada masyarakat desa biasanya adalah adat istiadat atau budaya setempat dan agama. Sedangkan pada masyarakat santri nilai yang paling dominan berpengaruh adalah agama. Istilah perubahan sosial sesungguhnya mempunyai arti yang sama dengan pembangunan dan pemberdayaan. Hanya saja istilah pembangunan biasanya bersifat top down yang berarti masyarakat hanyalah sebagai objek dan sasaran dari pembangunan itu, sedangkan pemberdayaan biasanya menggunakan strategi bottom up. Artinya masyarakat sejak awal dilibatkan dalam proses perencanaan
18
sampai pada saat pelaksanaan dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan itu. Dengan demikian disamping menjadi objek dan pelaku pembangunan, masyarakat juga menjadi subjek dan pelaku pembangunan. Antara pembangunan dan pemberdayaan itu, keduanya merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Menurut Azis (2005) Ada beberapa tahapan yang seharusnya dilalui dalam melakukan pemberdayaan antara lain: 1. Membantu masyarakat dalam menentukan masalahnya 2. Melakukan analisa atau kajian terhadap permasalahan tersebut secara mandiri (partisipatif) 3. Menentukan skala prioritas masalah, dalam arti memilah dan memilih masalah yang paling mendesak untuk diselesaikan 4. Mencari cara penyelesaian masalah yang sedang dihadapi, antara lain dengan pendekatan sosio kultural yang ada dalam msyarakat 5. Melaksanakan tindakan nyata untuk menyelesaikan tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi 6. Mengevaluasi seluruh rangkaian dan proses pemberdayaan itu untuk dinilai sejauh mana keberhasilan dan kegagalannya Oleh karena masyarakat sendiri yang paling mengerti kebutuhannya, sehingga agen-agen perubahan itu harus berasal dari masyarakat itu sendiri. Pihak luar hanya berfungsi sebagai fasilitator dan motivator dalam proses perubahan dan pemberdayaan tersebut. Proses pemberdayaan dapat berupa menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kemampuan agar individu menjadi lebih berdaya. Selain itu proses pemberdayaan masyarakat lainnya adalah menekankan proses
19
menstimuli, mendorong, atau memotivasi individu agar lebih mempunyai kemampuan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya. Konsep keberdayaan ini ditinjau dari segi sosial dan ekonomi yang berarti kemampuan dalam menjalin pola-pola hubungan sosial yang mencakup hubungan antara individu-induvidu di dalam kelompok ataupun antar kelompok itu sendiri serta kemampuan untuk membebaskan diri dari ketergantungan pihak luar, mampu meraih, memanfaatkan dan mengembangkan diri dari sektor sosial ekonomi yang tersedia. Strategi
pemberdayaan
masyarakat
digunakan
dalam
pendekatan
pembangunan yang berpusat pada rakyat. Pendekatan ini menyadari tentang betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal yang ditempuh melalui kesanggupan melakukan kontrol internal atas sumberdaya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Pranarka dan Vidyandika (1996) dalam Hikmat (2001) menyatakan bahwa dalam pergeseran aliran pembangunan, pusat perhatian bertumpu pada manusia dan kebutuhan menurut ukuran mereka sendiri, bukan sebagaimana yang diperkirakan para praktisi pembangunan pada masa lampau. Untuk mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak, sehingga ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada spek-aspek apa saja dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan kultural
20
politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu : kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power with).
2.4
Partisipasi Nasdian (2003) mengemukakan bahwa konsep partisipasi berasal dari
bahasa inggris yaitu “participation” yang berarti turut ambil bagian. Partisipasi berarti proses aktif, inisiatif yang diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: (1) warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah difikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain (2) partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar. Sasmita (2006) mengemukakan bahwa partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembagunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.
21
Secara umum, sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih respon terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Ini merupakan suatu cara penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang tepat serta meringankan beban pusat baik sisi dana, tenaga maupun materi. Namun sisi negatifnya, partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas akan sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, serta bentuk program yang berbeda-beda karena masyarakat yang beragam. Di luar itu, program juga berpeluang untuk diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan kelompoknya sendiri. Jika dicermati, konsep partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat. Para ahli telah mengklasifikasikan beberapa model partisipasi, Syahyuti (2005) mengemukakan beberapa model partisipasi yaitu sebagai berikut : 1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka 2. Partisipasi informatif. Disini masyarakat hanya menjawab pertanyaanpertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan 3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta menganalisa masalah dan
22
pemecahannya. Dalam pola ini belum ada peluang untuk pengambilan keputusan bersama. 4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan berupa insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen yang dilakukan. 5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal masyarakat tergantung pada pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan kemandiriannya. 6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda indisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. 7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara sistematis secara bebas (tidak dipengaruhi pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung.
2.5
Komunitas Desa Menurut Soekanto (2002) komunitas ialah suatu unit atau kesatuan sosial
yang terorganisasikan dalam kelompok-kelompok dengan kepentingan bersama (communities of common interest), baik yang bersifat fungsional maupun yang mempunyai teritorial. Istilah community dapat diterjemahkan sebagai ”masyarakat
23
setempat” dan dalam batas-batas tertentu dapat menunjuk pada dusun (dukuh atau kampung), desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok besar maupun kecil hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingakepentingan hidup yang utama. Masyarakat-masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya. Masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan antara hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Selain itu harus ada perasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (community sentiment) yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Seperasaan:
Unsur
seperasaan
akibat
seseorang
berusaha
untuk
mnegidentifikasi dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai ”kelompok kami”, ”perasaan kami” dan sebagainya. Perasaan demikian timbul apabila orang-orang tersebut mempunyai kepentingan yang sama di dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur seperasaan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan ”altruism” yang lebih menekankan pada perasaan solider dengan orang lain. 2. Sepenanggungan: Setiap individu sadar akan perannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri yang memungkinkan perannya, dalam
24
kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnya sendiri. 3. Saling memerlukan: Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada ”komuniiti”-nya yang meliputi kebutuhan fisik maupun psikologis. Dalam mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu: a. Jumlah penduduk b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat d. Organisasi setempat yang saling bersangkutan Kriteria tersebut di atas dapat digunakan untuk membedakan antara bermacam-macam jenis masyarakat yang sederhana dan modern, serta antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Masyarakat yang sederhana apabila dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, terlihat kecil, organisasinya sederhana, sedangkan penduduknya tersebar. Kecilnya masyarakat dan belum berkembangnya masyarakat disebabkan karena perkembangan teknologi yang lambat. Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain. Warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk pedesaan umumnya hidup dari pertanian, kalaupun ada pekerjaan di luar pertanian biasanya pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan
25
sambilan saja sehingga jika tiba musim menanam atau masa panen pekerjaan tersebut akan ditinggalkan.
2.6
Pembangunan Pedesaan Julius Nyerere dalam Syahyuti (2006) mendefinisikan pembangunan
pedesaan (rural development) sebagai “…the participation of people in a natural learning experience involving themselves, their local resources, external change agents, and ouside resources”. Pembangunan desa bertolak dari proposisi bahwa mereka tidak dapat membangun diri sendiri dan mereka hanya akan berkembang bila mau berpartisipasi dengan aktivitas yang akan mempengaruhi kesejahteraan mereka sendiri. Membicarakan pembangunan desa akan sampai kepada seluruh masalah yang ada di desa mulai dari masalah kemiskinan, pengembangan pertanian dengan memproduksi berbagai komoditas, pembangunan subsektor, kehutanan, gender, keagrariaan dan permasalahan sumberdaya air. Istilah “rural” dan “rurality” merupakan pendekatan geografis yang mendefinisikan lokasi dalam hubungannya dengan jarak secara fisik yang jauh dari pusat keramaian, yaitu kota. Jarak fisik menyebabkan timbulnya jarak untuk lalu lintas barang dan jasa serta kesempatan untuk melakukan interaksi sosial. Rural merupakan suatu masyarakat yang heterogen dan berbeda-beda dalam berbagai dimensinya mulai dari aspek demografi, kemampuan ekonomi, pola pasar tenaga kerja, jasa-jasa yang disediakan, kesehatan lingkungan dan berbagai pengukuran subyektif lain seperti kesejateraan (community wellbeing) dan keterkaitannya (connectedness) secara internal maupun eksternal.
26
Terdapat empat strategi pembangunan pedesaan yang dapat diterapkan yaitu strategi modernisasi pertanian, strategi anti kemiskinan, strategi pola baru pertumbuhan dan strategi land reform. Namun, kemudian digulirkan pula konsep pembangunan desa yang baru dengan pendekatan terbalik dibandingkan dengan yang sudah lazim dilakukan selama ini. Hal-hal yang ditempatkan diurutan terakhir, justru didahulukan atau “memulai dari belakang”. Pembangunan pedesaan, menurut sebagian kalangan merupakan bagian dari ilmu “pembangunan wilayah”. Pembangunan wilayah adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdepedensi dan interaksi antara sistem ekonomi, manusia dan lingkungan hidup serta sumberdaya alamnya. Hal ini diterjemahkan dalam bentuk-bentuk pembangunan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun pertahanan keamanan yang seharusnya berada dalam konteks keseimbangan, keselarasan, dan kesesuaian. Konsepsi pembangunan regional, selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah bertujuan pula untuk menjembatani
hubungan
rencana
pembangunan
nasional
dan
rencana
pembangunan daerah. Norman Uphoff dan Milton dalam Syahyuti (2006) mengemukakan empat jenis pembangunan pedesaan yaitu (1) yang berdasarkan kepada potensi pertanian (2) yang multi sektoral (3) yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan dan yang (4) mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Pada hakikatnya pembangunan pedesaan berdiri atas paradigma untuk mengurangi kesenjangan dan kemiskinan. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan berupa peningkatan pendapatan atau pengeluaran riil rumah tangga maupun
27
perkapita. Ada lima tahap pembangunan ekonomi pedesaan desa yaitu (1) pelajari kondisi atau karakteristik dasarnya berkenaan dengan sumberdaya alam, pasar, pendapatan, dan politik yang eksis (2) identifikasi teknologi apa yang sudah dimiliki mereka (3) komoditas atau sektor apa yang berpotensi dikembangkan (4) identifikasi sifat dan mekanisme keterkaitan ekonomi atau jenis kegiatan serta (5) pelajari kelembagaan masyarakat yang ada dan berpotensi dikembangkan. Menurut Sasmita (2006) pembangunan pedesaan harus diletakkan dalam konteks (1) sebagai upaya mempercepat pembangunan untuk memberdayakan masyarakat dan (2) sebagai upaya mempercepat dan memperkokoh pembangunan ekonomi daerah dalam arti luas secara efektif dan kokoh. Rencana pembangunan daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi sekarang Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dari akar rumput bawah atau sering disebut sebagai bottom up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kepedulian, kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program–program yang dilaksanakan di daerahnya. Bentuk partisipasi masyarakat tersebut antara lain mereka bersedia menyerahkan sebagian lahan/tanahnya tanpa pembayaran, kerjasama tanpa mengharap imbalan dan sebagainya.
28
Pembangunan pedesaan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat adalah sangat tepat dan relevan. Masyarakat pedesaan tidak hanya sebagai penonton tetapi mereka harus secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan menikmati hasil pembangunan.
2.7
Pesantren Sistem pendidikan nasional pada hakikatnya mencari nilai tambah melalui
pembinaan dan pengembangan SDM atau kualitas manusia secara utuh : jasmani dan rohani, ia juga harus secara terus menerus dikembangkan agar mampu melayani kebutuhan pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau dengan kata lain agar mampu menghadapi tantangan zaman. Upaya pengembangan sistem pendidikan nasional harus adil dilaksanakan dari kandungan nilai–nilai sosial budaya bangsa terutama dari realita kependidikan yang telah hidup membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia agar tidak tercabut dari akarnya dengan demikian terdapat kesinambungan antara tradisional dan modern sebagai satu kesatuan dan berkelanjutan. Menurut Mastuhu, (1994) pesantren merupakan salah satu realita kependidikan yang telah membudaya dikalangan sebagian bangsa Indonesia. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan bangsa. Amir (2005) pesantren memberikan pengertian bahwa pesantren merupakan tempat pendidikan agama memiliki basis sosial yang jelas karena keberadaannya telah menyatu dengan masyarakat. Ketika lembaga-lembaga sosial yang lain
29
belum berjalan secara fungsional, pesantren telah menjadi pusat aktivitas sosial masyarakat mulai dari belajar agama sampai tempat untuk menyusun perlawanan terhadap musuh. Sebagai lembaga sosial, pada umumnya pesantren hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi pondok pesantren yang sejalan dengan kondisi dan situasi masyarakat, bangsa dan negara yang terus berkembang. Sementara itu sebagai komunitas pesantren dapat berperan menjadi penggerak upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan sosial yang jumlahnya cukup besar. Sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan, keberadaan dan pengembang pesantren harus terus didorong oleh berbagai pihak (Amir, 2005). Namun ada beberapa hal yang dihadapi oleh pesantren pada masa sekarang yaitu : 1. Image pesantren sebagai lembaga tradisional, tidak modern, informal dan bahkan teropinikan sebagai lembaga yang banyak melahirkan terorisme telah mempengaruhi masyarakat untuk meninggalkan pesantren. 2. Sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. 3. Sumberdaya manusia. Sekalipun sumberdaya manusia dalam bidang keagamaan tidak dapat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peran pondok pesantren
dalam kehidupan sosial
masyarakat diperlukan perhatian yang serius. 4. Aksesibilitas dan networking. Peningkatan akses dan networking merupakan salah satu kebutuhan untuk pengembangan pesantren. Peningkatan dalam kedua hal ini sangat dibutuhkan terutama oleh pesantren yang berada di daerah pelosok.
30
5. Manajemen kelembagaan. Manajemen kelembagaan merupakan unsur penting dalam pengelolaan pesantren. Pada saat ini masih terlihat bahwa pondok pesantren dikelola secara tradisional apalagi dalam penguasaan informasi dan teknologi yang belum optimal. 6. Kemandirian ekonomi kelembagaan. Kebutuhan keuangan selalu menjadi kendala dalam melakukan aktivitas pesantren. 7. Kurikulum yang berorientasi life skill santri dan masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang semakin berat, peningkatan kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan semata tetapi juga ditunjang oleh kemampuan yang bersifat keahlian. Nandika (2005) memiliki pandangan bahwa pesantren sebagai institusi pendidikan milik masyarakat, sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat pengembangan
sumberdaya manusia
(SDM) menuju terwujudnya
kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Pesantren dipandang memiliki grounded nature dan pranata sosial yang tangguh dan mewakili aspirasi sebagian besar masyarakat sekitarnya. Pesantren dipandang sangat potensial untuk berperan sebagai basis pembangunan wilayah yang strategis. Seiring dengan kuatnya modernisasi pondok pesantren, maka rekonstruksi peran pondok pesantren yang tadinya hanya mempelajari kitab-kitab Islam klasik kiranya dapat diberdayakan secara maksimal sebagai agen dalam pembangunan wilayah. Melalui pendekatan ini, sumberdaya atau unsur-unsur pondok pesantren termasuk kyai, mesjid, santri, kitab hingga ilmu yang baru dapat didayagunakan dalam proses pendidikan life skill secara berkelanjutan untuk membangun manusia yang memiliki pemahaman ilmu pengetahuan, potensi kemasyarakatan,
31
dan pembagunan wilayah. Dengan demikian diharapkan pondok pesantren tidak hanya menjadi penempa nilai-nilai spiritual saja tetapi juga mampu meningkatkan kecerdasan sosial dan keterampilan dalam membangun wilayah. Pengembangan program dan kegiatan pesantren agar berperan sebagai basis pembangunan wilayah pada dasarnya dimulai dari kemampuan pesantren tersebut untuk memberdayakan potensi-potensi yang ada di lingkunganya oleh sumberdaya manusia yang ada di pesantren. Sumberdaya di pesantren diberikan kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya, sehingga dapat berperan sebagai driving force masyarakatnya. Dengan demikian pembangunan pendidikan dikalangan pesantren memerlukan keterlibatan elemen masyarakat, pemerintah daerah (pemda), baik provinsi maupun kabupaten. Keberhasilan pembangunan nasional sangat tergantung pada partisipasi seluruh lapisan masyarakat. Partisipasi akan muncul berkembang apabila rakyat mengerti dan merasakan manfaat dalam hidup keseharian. Suatu lembaga pendidikan
akan
berhasil
menyelenggarakan
kegiatan
jika
ia
dapat
mengintegrasikan dirinya ke dalam kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Dalam hal ini pesantren telah terbukti mampu hidup menyatu dengan masyarakat sekitar bahkan menjadi rujukan bagi masyarakat sekitar dalam bidang moral. 1. Arti Pesantren Menurut Mankred Ziemek dikutip Wahjoetomo (1997) menyatakan bahwa pondok berasal dari kata funduk (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma yang sederhana, karena pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Kata pesantren berasal dari kata “santri”
32
yang diimbuhi “pe” dan akhiran “an” yang berarti menunjukkan tempat, maka dapat disimpulkan pesantren memiliki arti “tempat para santri”. Kata pesantren juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka menolong). Sehingga kata pesantren tepat berarti “tempat pendidikan manusia lebih baik”. Mastuhu (1994) memberikan definisi pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengajarkan agama islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari –hari. Pengertian “tradisional “ dalam batasan ini menunjuk bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian umat Islam di Indonesia yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia yang telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat bukan “tradisional‘ dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian. Merujuk dua pengertian mengenai pesantren yang telah dikemukakan di atas, maka sebenarnya kedua pendapat tersebut mengarah pada satu pemahaman bahwa inti dari pengajaran di pesantren menekankan pada pendidikan dan ibadah. 2. Tujuan Pesantren Menurut Mastuhu (1994) tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengambangkan kepribadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada Tuhan. Bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah nabi) mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam
33
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah–tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian indonesia. Menurut Dohfier (1982), tujuan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang, dan keagungan duniawi tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata merupakan kewajiban dan pengabdian pada Tuhan. 3. Model Pesantren Pada garis besarnya, pesantren meliputi dua model, yaitu model pesantren salaf dan pesantren khalaf. Menurut Zamaksyari Dhofier, yang dikutip Wahyoetomo (1997) mengemukakan bahwa pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf) sebagai inti pendidikan, sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama. Sebaliknya pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umum seperti SD, SMP, SMU bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. Kedua model di atas memberi batasan jelas bahwa pesantren salaf senantiasa mempertahankan terhadap tradisi-tradisi yang lama, sehingga sistem pengajaran salaf sering menerapkan sistem sorogan dan bandungan. Sebaliknya kedudukan pesantren khalaf dapat dikatakan lebih bersifat modern, karena tidak hanya menitikberatkan pada permasalahan klasik saja, akan tetapi diikuti ilmu yang bersifat umum.
34
4. Komponen Pesantren Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri dimana kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren hidup bersama dalam satu kampus, berlandaskan nilai– nilai agama Islam lengkap dengan norma–norma dan kebiasaan–kebiasaannya tersendiri yang secara eksklusif berbeda dengan masyarakat apa umumya. Ia merupakan suatu keluarga besar dibawah asuhan seorang kyai atau ulama dibantu beberapa ustadz. Semua rambu-rambu yang mengatur kegiatan dan batas-batas perbuatan semua dipulangkan kepada hukum agama dan semua kegiatan dipandang dan dilaksanakan sebagai bagian ibadah keagamaan dengan kata lain semua kegiatan kehidupan selalu dipandang dalam struktur relevansi dengan hukum agama. Pesantren dengan segala kekhasannya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Pondok, sebagai tempat tinggal atau tempat asrama para santri untuk mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kiainya, tetapi juga sebagai tempat latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Kebanyakan pesantren dahulu seluruhnya adalah milik kiai, tetapi sekarang tidak semata-mata milik kiai tetapi juga milik masyarakat dan banyak pula yang berstatus wakaf yang berasal dari orang-orang kaya. 2. Masjid, merupakan pusat aktivitas, pertemuan, pendidikan, administrasi dan kultural. Mesjid dijadikan sebagai pusat kegiatana karena untuk mendidik santri agar selalu dalam kondisi selalu beribadah pada Allah, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan solidaritas sosial, menyadarkan hakhak dan kewajiban manusia sebagi insan pribadi dan sosial, serta memberikan nuansa yang penuh ketentraman.
35
3. Kiai, adanya kiai dalam sebuah pesantren merupakan suatu kemutlakan, sebab kiai merupakan tokoh sentral yang memberikan pengajaran dan pendidikan kepada santri. Kiai merupakan figur yang disegani dan menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kemantapan dan kualitas keilmuan yang dimilikinya tidak heran jika kiai menjadi figur yang berperan dalam memacu perubahan di dalam pondok dan masyarakat. 4. Santri, merupakan unsur pokok dari pesantren karena seorang alim belumlah dikatakan sebagi kiai jika belum mempunyai pondok dan santri yang tinggal di pesantren. 5. Program pendidikan Islam, tidak hanya sebatas pada bentuk pengajaran yang diterapkan di pesantren, baik memakai sistem sorogan, bandongan atau wetonan. Melainkan lebih dari itu pendidikan harus berjalan selama 24 jam sebagai bentuk pembinaan. 6. Dukungan dari masyarakat, bagaimana pun juga pesantren tidak akan pernah lepas dari intervensi masyarakat sekitar. Pesantren ada karena tuntutan dari masyarakat dan misinya pun untuk masyarakat juga. Bahkan eksistensi suatu pesantren hingga saat ini adalah karena masyarakat membutuhkannya. Karena pesantren pada hakekatnya adalah bagian dari masyarakat itu sendiri, maka pesantren harus selalu memberikan yang terbaik untuk masyarakat guna membangun tatanan masyarakat
36
5. Nilai Pesantren Nilai–nilai yang mendasari pesantren dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu (1) nilai–nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak dalam hal ini bercorak fikih sufistik dan berorientasi kepada kehidupan ukhrowi (2) nilainilai agama yang memiliki kebenaran relatif bercorak empiris dan pragmatis untuk memecahkan masalah kehidupan sehari–hari menurut hukum agama. 6. Fungsi Pesantren Keberadaan pesantren memiliki berbagai macam fungsi antara lain adalah sebagai berikut : 1. Sebagai lembaga pendidikan pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi) dan pendidikan non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran – pikiran fikih, hadist, tauhid dan tasawuf yang hidup antara abad ke 7–13 M. 2. Sebagai lembaga sosial pesantren menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membeda–bedakan tingkat sosial ekonomi. 3. Sebagai lembaga penyiaran agama, mesjid pesantren juga berfungsi sebagai mesjid umum yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi masyarakat umum. Sehubungan dengan ketiga fungsi pesantren tersebut maka pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitar dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Pesantren dianggap sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan.
37
7. Prinsip–Prinsip Sistem Pendidikan Pesantren Sesuai dengan tujuan pendidikan dan pendekatan holistik yang digunakan serta fungsinya dan komprehensif sebagai lembaga pendidikan sosial dan penyiaran agama maka prinsip –prinsip sistem pendidikan pesantren manurut Mastuhu (1994) 1 adalah : a. Theocentric. Sistem pesantren mendasarkan filsafat pendidikannya pada filsafat theocentric yaitu pandangan menyatakan bahwa semua kejadian berasal, berproses dan kembali pada kebenaran Tuhan. b. Sukarela dan mengabdi, penyelenggaraan pesantren dilaksanakan secara sukarela dan mengabdi kepada sesama dalam rangka mengabdi kepada Tuhan. c. Kearifan,
pesantren
menekankan
pentingnya
kearifan
dalam
menyelenggarakan pendidikan pesantren dan dalam tingkah laku sehari – hari kearifan dimaksud disini adalah bersikap dan berprilaku sabar, rendah hati, program patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama d. Kesederhanaan, pesantren menekankan pentingnya penampilan sederhana sebagai salah satu nilai luhur pesantren dan menjadi pedoman perilaku sehari–hari bagi seluruh warga pesantren, kesederhanaan yang dimaksud
1
Lima prinsip yang diuraikan adalah sebagian dari 12 prinsip yang dikemukan oleh Mastuhu dalam bukunya “ Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren hal 63-66”
38
disini adalah kemampuan bersikap dan berfikir wajar, proposional dan tidak tinggi hati. e. Kolektivitas,
pesantren
menekankan
pentingnya
kolektivitas
atau
kebersamaan lebih tinggi dari pada individualisme.
2.8 Perubahan Sosial Menurut Selo Soemardjan (1981) dalam Soekanto (2002) perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilainilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Calhoun et al (1994) dalam Sunito (2003) merumuskan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu di dalam pola sikap dan tindak manusia, di dalam kebudayaan dan struktur dari suatu masyarakat. Saluran–saluran perubahan sosial dan kebudayaan merupakan saluransaluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi bahkan lembaga hukum. Lembaga kemasyarakatan yang menjadi titik tolak adalah lembaga yang menjadi cultural focus pada masyarakat pada suatu masa tertentu dan mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat tersebut sehingga menjadi saluran utama perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan lembaga kemasyarakatan
tertentu
akan
membawa
akibat
pada
lembaga-lembaga
kemasyarakatan lain, karena lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
39
2.8.1 Perubahan Struktur Struktur atau struktur sosial adalah jejaring hubungan sosial yang sudah mantap di mana interaksi sudah menjadi rutin dan berulang, antar berbagai peran sosial, grup, organisasi dan institusi atau pranata yang membentuk masyarakat tersebut. Menurut Harper dalam Sunito (2003) perubahan struktur sosial dapat mengambil berbagai bentuk berikut : a. Perubahan pada personel, dalam arti jumlah dan komposisi manusianya. Penduduk dengan pengalaman hidup yang berbeda masuk dan keluar dari suatu struktur sosial. Hal ini umumnya tidak membawa perubahan yang berarti pada struktur sosial. b. Perubahan pada ciri hubungan antara bagian-bagian dari struktur sosial. Misalnya perubahan dalam hubungan antar orang tua dan anak atau perubahan di dalam struktur kekuasaan dan kewenangan, yaitu golongan mana di dalam masyarakat yang memegang kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu dilaksanakan. c. Perubahan di dalam fungsi-fungsi dari strukutur sosial, perubahan dalam hal apa yang dikerjakan dan bagaimana bekerjanya suatu struktur sosial. d. Perubahan dalam hubungan diantara beragam struktur. e. Berkembangnya struktur sosial baru. Struktur sosial baru muncul mendampingi atau menggantikan struktur sosial lama. Perubahan sosial dapat terjadi pada berbagai tingkatan dari struktur sosial. Suatu penelitian adapat memfokuskan diri pada perubahan sosial di tingkatan tertentu, misalnya pada hubungan antara anggota keluarga, pada organisasi besar,
40
atau pada kelembagaan tertentu seperti pendidikan. Walaupun demikian selalu harus diperhatikan keterkaitan antara berbagi struktur sosial. Pada satu sisi diperhatikan dampak makro dari perubahan-perubahan mikro, dan dari sisi yang lain dampak mikro dari perubahan-perubahan di tingkat makro. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Lingkup Perubahan Sosial Menurut Tingkatan Struktur Tingkatan Struktur Sosial Grup Organisasi Institusi/pranata Masyarakat Global
Perubahan Sosial Peran sosial (role); struktur komunikasi; klik; pengaruh Struktur organisasi; struktur hirarki; struktur wewenang (authority); produktivitas Ekonomi; agama; keluarga; pendidikan Stratifikasi; kependudukan; struktur kekuasaan Hubungan internasionan; modernisasi; evolusi
Sumber : Harper (1989:6) dalam Sunito (2003)
Selain pada tingkatan struktur sosial dengan sendirinya penelitian harus difokuskan pada bentuk perubahan sosial tertentu. Perubahan tersebut seperti pada perubahan dari hubungan antara elemen-elemen tertentu yang membentuk struktur sosial atau pada perubahan fungsi dari kelembagaan. 2.8.2 Perubahan Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat (1979) kebudayaan adalah sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara mempelajarinya. Kingsley Davis dalam Soekanto (2002) berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
41
seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial. Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya. Pada dewasa ini proses-proses pada perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu seperti dibawah ini (Soekanto, 2002) : 1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat. 2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. 3. Perubahan-perubahan
sosial
yang
cepat
biasanya
mengakibatkan
disorganisasi yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian diri. 4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat.
2.9
Lembaga Kemasyarakatan Lembaga kemasyarakatan merupakan terjemahan langsung dari istilah social
institution. Akan tetapi ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah social institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang
42
mengatur perilaku anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1979) mengatakan bahwa pranata sosial adalah “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan. Polak dalam Nasdian (2003) memberikan pengertian bahwa kelembagaan merupakan suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat-istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut seperangkat norma atau tata kelakuan . konsisten dengan itu maka fungsi kelembagaan sosial adalah Soekanto (2002) : a. Memberi pedoman berperilaku pada individu/masyarakat: bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah
dalam masyarakat, terutama yang menyangkut
kebutuhan-kebutuhan. b. Menjaga keutuhan: dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka kesatuan masyarakat dapat dipelihara. c. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial, artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap perilaku anggotanya d. Memenuhi kebutuhan pokok manusia/masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut menegaskan bahwa apabila seseorang hendak mempelajari kebudayaan dan masyarakat tertentu maka harus pula diperhatikan
43
dengan teliti kelembagaan-kelembagaan sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan. Terdapat dua perspektif tentang kelembagaan sosial. Pertama, suatu perspektif yang memandang baik kelembagaan dan asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial, yakni sebagai kelompok-kelompok, hanya kelembagaan bersifat lebih universal dan penting. Asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sosial secara abstrak dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk organisasi yang kongkrit. Terlepas dari perbedaan dari kedua perspektif tersebut, kunci dalam memahami kelembagaan sosial terletak pada tekanan akan kebutuhan manusia. Ciri-ciri tersebut antara lain : 1. Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. 2. Memiliki kekekalan tertentu: pekelembagaan suatu norma memerlukan waktu yang lama karena itu cenderung dipertahankan. 3. Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu. 4. Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan. 5. Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu. 6. Mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis. 2.9.1 Pelembagaan Sosial Kelembagaan sosial dalam masyarakat berkembang melalui proses pekelembagaan sosial, yaitu suatu proses pengaturan dan pembinaan pola-pola prosedur (tata cara) disertai beragam sanksi dalam masyarakat. Proses
44
pekelembagaan dimulai dari masyarakat mengenal, mengakui, menghargai, menaati, dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Setelah norma-norma
diterima
berlanjut
sampai
ke
tahap
mendarah
daging
(internalization) atau menghargai norma-norma tersebut. Tingkat
internalisasi
norma-norma
tersebut
dapat
dinilai
dengan
menggunakan tingkatan norma yang melembaga berdasarkan kuat lemahnya ikatan yang dimiliki oleh norma tersebut. Tingkatan norma-norma tersebut dapat diukur berdasarkan sanksi moral dan sanksi masyarakat atas pelanggaran yang dilakukan (Tabel 2). Secara konseptual ada empat tingkatan norma, mulai dari yang terlemah sampai dengan terkuat sanksinya, yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat (customs). Masing-masing tingkatan memiliki dasar yang sama, yakni masing-masing merupakan norma-norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku seseorang yang hidup di dalam masyarakat.
Tabel 2. Tingkatan Norma Berdasarkan Sanksi Atas Pelanggarannya Tingkatan Norma
Sanksi Moral
Masyarakat
Cara (usage)
Tidak pantas
Dianggap janggal
Kebiasaan (folkways)
Malu
Dicela
Tata kelakuan (mores)
Bersalah
Dihukum
Adat (customs)
Berdosa
Dikeluarkan
Sumber : Nasdian (2003)
45
Perincian keempat tingkatan norma tersebut adalah sebagai berikut: a. Cara (usage), lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat atau menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Suatu penyimpangan terhadapnya, secara moral dirasakan sebagai suatu yang tidak pantas oleh pelakunya. Penyimpangan tersebut oleh masyarakat hanya dinilai sebagai sesuatu perbuatan yang dianggap janggal. b. Kebiasaan (folkways), mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dibandingkan cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulangulang dalam bentuk yang sama. c. Tata kelakuan (mores), merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara berperilaku dan diterima sebagi norma-norma pengatur. Tata kelakuan tersebut mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. d. Adat (customs), adalah tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Bila adat istiadat dilanggar, secara moral,
pelanggar
akan
merasa
berdosa
kemudian
masyarakat
mengeluarkan dari komunitasnya. 2.9.2 Penggolongan Kelembagaan Sosial Karena kelembagaan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka ia dapat dikategorikan berdasarkan jenis-jenis kebutuhan pokok tersebut. Koentjaraningrat (1979) mengkategorikannya ke dalam delapan golongan, sebagai berikut :
46
a. Kelembagaan kekerabatan/domestik: memenuhi kebutuhan kekerabatan. Contoh pelamaran, poligami, perceraian, tolong menolong, sopan santun dan lain-lain. b. Kelembagaan ekonomi: memenuhi pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, mendistribusikan harta benda. Contoh: pertanian, peternakan, industri, koperasi, perdagangan, pergudangan, sambatan dan lain-lain. c. Kelembagaan
pendidikan:
memenuhi
kebutuhan
penerangan
dan
pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Contoh: pendidikan dasar, menengah/tinggi, pers, perpustakaan umum dan lain-lain. d. Kelembagaan
ilmiah:
memenuhi
kebutuhan
ilmiah
manusia dan
menyelami alam semesta. Contoh: pendidikan ilmiah, penelitian, metode ilmiah dan lain-lain. e. Kelembagaan estetika dan rekreasi; kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahannya dan rekreasi. Contoh: seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusasteraan dan lain-lainnya. f. Kelembagaan
keagaamaan:
memenuhi
kebutuhan
manusia
untuk
berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib. Contoh: upacara, selamatan, pantangan, penyiaran, bertapa, semedi, penyiaran agama dan lain-lain. g. Kelembagaan politik: memenuhi kebutuhan manusia untuk mengatur kehidupan kelompok secara besar-besaran atau kehidupan bernegara. Contoh: pemerintahan, kepartaian, demokrasi, kepolisian, kehakiman dan lain-lain.
47
h. Kelembagaan sematik: memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia. Contoh: pemeliharaan kesehatan, pemeliharaan kecantikan dan lain-lain. Disamping penggolongan
tersebut,
Uphoff dalam
Nasdian
(2003)
melakukan penggolongan kelembagaan berdasarkan sektor-sektor sosial di tingkat lokalitas. Ketiga sektor tersebut adalah sektor publik (public sektor), sektor partisipatori (participatory sector), sektor swasta (private sector) (lihat Tabel 3).
Tabel 3. Penggolongan Kelembagaan Berdasarkan Sektor Di Tingkat Lokalitas Sektor Publik
Sektor participatory
Administra
Pemerintah
Organisasi
si Lokal
Lokal
Sukarela
Koperasi
Sektor private Organisasi
Bisnis
Pelayanan
Private
Nirlaba
laba
Bentuk Organisasi Birokrasi
Politik
Organisasi
Swadaya
Peranan Individu Dalam Hubungannya Dengan Ragam Bentuk Organisasi Lokal Warga
Pemilih
Anggota
Anggota
Klien
Langganan
Negara Sumber : N. Uphoff dalam Nasdian (2003)
Kelembagaan sektor publik di tingkat lokal mencakup administrasi dan pemerintahan lokal dengan birokrasi dan organisasi politik sebagai bentuk organisasi yang mutakhir. Kelembagaan sektor partisipatori, sesuai dengan namanya, tumbuh dan dibangkitkan oleh masyarakat secara sukarela. Misalnya organisasi non pemerintah. Kelembagaan ini aktif berdasarkan tujuan sesuai minat para pendukungnya, misalnya pada bidang kesehatan, lingkungan dan sebagainya. Terakhir adalah kelembagaan sektor swasta yang berorientasi pada upaya mencari keuntungan yakni dalam bidang jasa, perdagangan, dan industri.
48
2.9
Kerangka Pemikiran Pengembangan masyarakat merupakan suatu metode pekerjaan sosial yang
tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan memaksimalkan potensi sumberdaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri dengan menekankan prinsip patrisipasi sosial. Terdapat tiga organisasi pengelola pengembangan masyarakat yaitu pemeritah, swasta dan lembaga masyarakat. Pemerintah dalam hal ini pemerintah desa memiliki hubungan tidak langsung dalam program pengembangan masyarakat. Pemerintah desa selaku pihak yang memiliki kewenangan berhak mengetahui apa yang dilakukan lembaga yang berada di wilayah desanya. Pemerintah desa juga memiliki kewenangan dan aturan yang secara tidak langsung mempengaruhi lembaga masyarakat menjalankan setiap programnya. Salah satu lembaga yang tumbuh dalam masyarakat adalah pondok pesantren. Upaya pesantren dalam pengembangan masyarakat adalah melalui pengembangan kelembagaan ekonomi, pendidikan, pertanian dan sosial keagamaan. Kelembagaan tersebut merupakan kelembagaan yang dinilai dibutuhkan dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal yang mendasari pesantren mengembangkan kelembagaan dapat diketahui dari motif dan model yang dipakai oleh pesantren dalam pengembangan masyarakatnya. Keberhasilan pengembangan kelembagaan tersebut dapat dilihat dari indikator-indikator yang telah dicapainya diantaranya meningkatnya jumlah pertisipan dimana masyarakat banyak menaruh kepercayaan dan akhirnya ikut bergabung dengan pesantren dalam program pengembangan masyarakat, norma/aturan yang mengatur pihak yang terlibat semakin jelas, meningkatnya
49
Organisasi pengelola pengembangan masyarakat
Pemerintah
Kelembagaan masyarakat
Model pengembangan masyarakat
Motif pengembangan masyarakat
Pesantren
Pengembangan kelembagaan
Ekonomi
Pendidikan
Pertanian
Sosial
Pemberdayaan
Santri
Fasilitator
Masyarakat
Peningkatan kesejahteraan
Gambar 1 Kerangka Analisis Pengembangan Kelembagaan Berbasis Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Masyarakat Keterangan : Mempengaruhi Dikaji Hubungan tak langsung Hubungan timbal balik Hubungan Tak langsung
50
kerjasama dengan pihak luar dalam hal ini salah satunya adalah meningkatnya kerjasama dengan bank-bank yang bersedia memberikan pinjaman kredit lunak kepada pesantren. Pengembangan kelembagaan dilakukan melalui pemberdayaan santri dan masyarakat. Pemberdayaan santri dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan potensi sumberdaya manusia yang cukup besar yang dimiliki pesantren. Pemberdayaan masyarakat sebagai wujud kepedulian pesantren terhadap masyarakat sekitar pesantren sehingga masyarakat merasakan manfaat langsung dari keberadaan pesantren di lingkungannya. Pemberdayaan santri dan masyarakat memiliki tujuan yang berbeda. Pemberdayaan santri diharapkan sebagai fasilitator yang nantinya akan terjun ke masyarakat dan mengoptimalkan potensi yang ada pada masyarakat itu sendiri. Sebaliknya pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan (Gambar 1).
2.11 Hipotesis Pengarah Program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh pondok pesantren memberikan penekanan pada pengembangan SDM yang diharapkan dapat menjadi motivator bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pengembangan SDM ini dimulai dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Kegiatan pendidikan dimulai
dengan
memberdayakan
dan
mengoptimalkan
potensi
santri.
Pengembangan potensi santri ini diharapkan agar mereka menjadi motor penggerak yang akan melakukan perubahan pada masyarakat. Sebaliknya Pemberdayaan masyarakat adalah untuk peningkatan kesejahteraan.
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Strategi studi kasus digunakan karena peneliti berusaha melakukan penelitian mendalam terhadap kasus yang diteliti yang dibatasi waktu, tempat, dan peristiwa tertentu. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Bodgan dan Biklen (1990), bahwa ”studi kasus ialah kajian yang rinci atas satu latar atau satu orang objek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau peristiwa tertentu”. Untuk itu dibutuhkan
kejelian
dalam
memahami,
menganalisis
dan
menafsirkan
kecenderungan yang ada selama proses penelitian.
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Pondok Pesantren
Miftahulhuda Al-Musri’, Cianjur, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih karena Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah salah satu pondok pesantren di Cianjur yang berbasis agribisnis dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan masyarakat sekitar walaupun pada dasarnya pesantren ini merupakan pesantren salafiyah tradisional yang pada umumnya mengkhususkan diri hanya pada pendidikan pesantren tradisional. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ memiliki biro khusus yang berkonsentrasi pada perbaikan kualitas masyarakat yaitu Biro Hubungan Masyarakat. Biro ini menaruh perhatian pada masyarakat dengan berbagai macam upaya misalnya melalui pengajian dan pengembangan agribisnis dan juga
52
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut serta dalam penggarapan lahan pertanian maupun memelihara hewan ternak milik pesantren. Waktu penelitian ini adalah bulan Maret 2008 sampai dengan Mei 2008.
3.2
Teknik Pengumpulan Data Ada dua jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan triangulasi metode pengumpulan data kualitatif yaitu berupa wawancara mendalam, pengamatan berperanserta dan analisis dokumen (Burhan, 2006). Data sekunder didapatkan melalui studi literatur tentang program pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’. Wawancara mendalam dilakukan baik pada responden maupun informan. Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan sistem snowballing sedangkan penentuan responden adalah dengan mengguanakan metode purposive. Responden adalah mereka yang memberikan keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Informan adalah mereka yang mengetahui dan memberikan keterangan mengenai orang lain maupun lingkungannya. Jumlah responden dan informan pada penelitian ini adalah 15 orang. Informan adalah pimpinan pondok pesantren, tokoh masyarakat dan aparat desa sedangkan responden adalah kepala biro setiap unit yang menangani pengembangan masyarakat, warga binaan, dan santri. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan jawaban tentang halhal yang berkaitan dengan upaya pesantren dalam pengembangan kelembagaan lokal, sejarah pesantren, dan sejarah Desa Kertajaya. Pengamatan berperanserta
53
terbatas dilakukan peneliti dengan berperan serta dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ khususnya Biro Hubungan Masyarakat. Analisis dokumen dilakukan adalah untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, baik berupa dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang dimiliki Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Cianjur.
3.3
Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan di lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren
Miftahulhuda Al-Musri’, Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Jawa Barat dengan cara menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan harian. Pengolahan data lanjutan dilakukan saat peneliti sudah sampai ke IPB. Teknik analisis data dilakukan
dengan
matriks
analisis
data,
yaitu
mengkategorikan
atau
mengelompokkan data-data yang sesuai. Data-data yang tidak sesuai direduksi agar tidak menimbulkan kerancuan dalam analisis data. Data-data tersebut dipaparkan secara subyektif berdasarkan sudut pandang responden dan informan.
BAB IV PROFIL KOMUNITAS DESA KERTAJAYA 4.1. Gambaran Umum Desa Kertajaya Desa Kertajaya merupakan desa yang terletak di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa ini terletak kurang lebih 7 KM dari jalan raya Ciranjang yang merupakan jalan yang menghubungkan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Transportasi yang ada untuk menuju desa ini tidaklah sulit karena terdapat dua alat transportasi yang dapat digunakan yaitu angkutan kota dan ojeg. Pada jaman dahulu desa ini merupakan satu kesatuan yaitu Desa Gunung Halu namun karena jumlah penduduk yang sangat banyak maka desa ini dimekarkan menjadi empat desa, yaitu : Desa Sindangsari, Desa Sindangjaya, Desa Kertajaya dan Desa Gunungsari. Batas Desa Kertajaya dan Desa Sindangjaya adalah irigasi yang letaknya dekat dengan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, maka tidak heran jika banyak orang yang mengira pesantren ini termasuk wilayah Desa Sindangjaya karena letaknya yang cenderung sangat dekat dengan kantor Desa Sindangjaya. Batas-batas Desa Kertajaya adalah sebagai berikut: Sebelah timur
: Desa Gunung Sari
Sebelah barat
: Desa Sindangjaya
Sebelah utara
: Kabupaten Bandung
Sebelah selatan : Jalan Raya Bandung Cianjur/Desa Karang Wangi
55
Luas wilayah Desa Kertajaya adalah 382,442 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 6.880 jiwa dengan 3.512 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 3.288 jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarga 1.655 orang laki-laki dan 221 orang perempuan. Sebagian besar (57,28%) penduduk Desa Kertajaya bermata pencaharian sebagai petani dan sisanya adalah pedagang, pegawai, polisi/TNI dan swasta. hal ini disebabkan karena sebagian wilayah desa merupakan wilayah pertanian yang terdiri dari 192 Ha lahan sawah dan 190,44 Ha lahan untuk pertanian kering/ladang. Keragaman jenis pekerjaan penduduk Desa Kertajaya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Kertajaya Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase (%)
Petani
1.400
57,28
Pedagang
837
32,25
Pegawai Negeri Sipil
56
2,29
Polisi/TNI
12
0,49
Swasta
139
5,69
Jumlah total
2.444
100,00
Sumber: Profil Desa Kertajaya (2008)
Penduduk Desa Kertajaya terbagi menjadi dua golongan agama, yaitu Islam dan Kristen Protestan. Hal ini tidaklah mengherankan karena di Desa Kertajaya terdapat sembilan gereja dan beberapa fasilitas lainnya mulai sekolah, koperasi,
56
sampai pusat layanan kesehatan. Menurut beberapa informan, keberadaan komunitas Kristen Protestan ini sudah ada sejak jaman penjajahan, dan jumlahnya penganutnya pun cukup banyak yaitu sekitar 1.027 orang atau 14,92 % dari keseluruhan jumlah penduduk Desa Kertajaya. Hal yang menjadi penyebab mengapa banyak penganut Nasrani ada di Desa Kertajaya adalah karena pada jaman dahulu banyak pendatang dari Desa Cikemas Sukabumi dan Desa Saracau Cililin Kabupaten Bandung, yang terjadi sekitar tahun 1930an. Sebenarnya mereka yang datang dari Desa Saracau pada awalnya merupakan umat muslim, namun mereka bekerja dengan orang-orang Nasrani sebagai pembantu rumahtangga, lama kelamaan banyak dari mereka yang menikah dengan majikannya sehingga pada akhirnya mereka memeluk agama Nasrani. Alasan mereka menjadi pemeluk agama Nasrani adalah karena mereka beranggapan bahwa jika menjadi pemeluk agama Nasrani mereka akan menjadi kaya. Pada jaman dahulu penduduk desa masih memiliki rumah panggung yang beralaskan talapuh (bambu yang dianyam menjadi alas). Pada waktu itu desa masih sangat jarang penduduknya dan sebagian besar masih ditutupi oleh eurih (ilalang). Namun seiring perkembangan yang terjadi, saat ini hampir sebagian besar penduduk sudah memiliki rumah permanen. Tingkat pendidikan penduduk Desa Kertajaya masih tergolong rendah penduduknya hanya tamatan Sekolah Tingkat Pertama (SMP). Hal yang menjadi penyebabnya adalah kendala ekonomi masyarakat yang masih tergolong rendah dan masyarakat belum menilai bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dan patut diprioritaskan.
57
4.2
Karakteristik Komunitas Desa Desa Kertajaya merupakan desa yang masih dikelilingi oleh sawah-sawah
yang cukup luas. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Ciranjang merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur yang merupakan salah satu daerah sentra produksi beras terbesar di Jawa Barat selain Karawang dan Indramayu. Karena wilayah ini merupakan wilayah pertanian, maka tidak heran jika sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini seperti yang diungkapkan Landas (2007) yang mengemukakan bahwa masyarakat desa telah hidup selama beratus-ratus tahun sebagai petani dan bertani bagi masyarakat sudah menjadi identitas kultural. Pekerjaan menjadi petani merupakan pekerjaan utama masyarakat desa, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, dan pekerjaan lainny. Hal itu merupakan pekerjaan sambilan saja dan ketika tiba masa panen pekerjaan tersebut akan ditinggalkan (Soekanto, 2002). Desa Kertajaya merupakan desa agraris namun walaupun begitu sebagian masyarakat desa hanya sebagai petani penggarap saja bukan sebagai petani pemilik lahan. Hal ini terjadi karena sekitar tahun 1982 pemerintah mengadakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di waduk Cirata sehingga masyarakat dituntut untuk menjual tanahnya kepada pemerintah dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah orde baru yang pada saat itu sedang berkuasa. Uang yang didapat dari hasil menjual tanahnya digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, dan karena proyek tersebut datang begitu mendadak menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif dengan uang yang mereka dapatkan.
58
Penjualan lahan pertanian pada pemerintah tersebut menjadi titik awal petani banyak yang menjual lahan pertaniannya kepada ”pihak luar”, hal ini berlangsung hingga sekarang yang mengakibatkan mengapa penguasaan lahan pertanian oleh masyarakat desa semakin berkurang. Lahan-lahan pertanian di Desa Kertajaya justru dimiliki oleh penduduk di luar desa bahkan luar kota. Sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh orang-orang kota seperti Jakarta dan Bandung sedangkan masyarakat sekitar yang masih memiliki lahan hanya berkisar 25% saja. Alasan yang mengakibatkan masyarakat desa menjual tanahnya pada orang luar adalah karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga untuk kebutuhan sekolah anak mereka. Tingkat pendidikan yang rendah dan banyaknya tenaga kerja setengah pengangguran yang ada di pertanian, telah menjadikan sektor pertanian menjadi tidak efisien. Masalah lain adalah banyaknya program pertanian telah dijalankan namun karena usahatani yang dilakukan di bawah skala ekonomi, membuat petani terpaksa bekerja apa saja bahkan sampai menjual tanahnya karena tidak dapat mengandalkan usahataninya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya (Syahyuti, 2006). Pendidikan masyarakat Desa Kertajaya masih rendah, dari keterangan aparat pemerintahan desa setempat dan dari data yang dimiliki diketahui bahwa masyarakat desa hanya mampu menyekolahkan anaknya pada tingkat SMP bahkan masyarakat masih ada yang buta huruf. Oleh karena itu, pemerintah desa terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat dengan berbagai macam cara yaitu melalui program peningkatan pendidikan yang merupakan salah satu dari tiga program prioritas sepanjang tahun 2007-2008 yaitu program
59
peningkatan dan pembinaan mental dan spiritual, peningkatan dan pembinaan kesehatan dan pendidikan juga peningkatan daya beli masyarakat. Hal ini sebagai bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Desa Kertajaya yang sedikit lebih maju dibandingkan desa-desa lain. Mei 1999, UU No.5/1979 (bersamaan dengan UU No.5/1974) dicabut dan diganti dengan UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengaturan mengenai pemerintahan desa menjadi bagian dalam pengaturan pemerintahan daerah. Desa yang dalam UU No.5/1979 diseragamkan, melalui UU No.22/1999 dilonggarkan untuk mencari dan menemukan bentuk aslinya kembali, sedikitnya melalui sebutan atau penamaan desa dan perangkat-perangkatnya. Melalui undang-undang inilah desa memiliki otoritas sendiri untuk mengadakan perbaikan masyarakatnya. Pemerintah desa menyusun berbagai program peningkatan kualitas kehidupan masyarakat desa dalam rangka pembangunan pedesaa. Norman Uphoff dan Milton dalam Syahyuti (2006) mengemukakan empat jenis pembangunan pedesaan yaitu (1) yang berdasarkan kepada potensi pertanian (2) yang multi sektoral (3) yang memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan dan yang (4) mengandalkan kepada pelayanan jasa-jasa sosial berupa kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Pada hakikatnya pembangunan pedesaan berdiri atas paradigma untuk mengurangi kesenjangan dan kemiskinan. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan berupa peningkatan pendapatan atau pengeluaran riil rumah tangga maupun perkapita. Untuk peningkatan pendidikan, pemerintah desa menetapkan program pendidikan Wajar Dikdas dengan sistem pendataan perkeluarga selain itu pemerintah desa bekerjasama dengan gereja dan pesantren yang memiliki lembaga
60
yang mengangani bidang pendidikan. Selain dengan pesantren dan gereja pemerintah desa bekerja sama dengan ibu-ibu pengurus PKK yang sudah mendirikan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang mengkhususkan pada Keaksaraan Fungsional (KF) dengan sistem belajar dengan praktek langsung. Sistem belajar dengan praktek langsung sangat diperlukan karena warga belajar KF adalah ibu-ibu yang sebagian besar sudah berumur lanjut. Melalui sistem praktek langsung dalam hal ini melalui praktek memasak, warga belajar diharuskan menghitung bahan-bahan dan semua yang dibutuhkan dalam memasak. Sistem belajar ini dinilai cukup efektif karena warga lebih bisa memahami materi yang diberikan dan mengaplikasikannya secara langsung. Masyarakat desa nampaknya mulai terpengaruh oleh derasnya arus informasi dari berbagai media massa. Hal ini menyebabkan nilai-nilai keagamaan mulai luntur. Oleh karena itu sebagai upaya peningkatan dan pembinaan moral dan spiritual masyarakat desa, pemerintah desa melakukan kunjungan terhadap pesantren dan gereja yang ada di sekitar Desa Kertajaya untuk membina umatnya namun upaya ini belum terlalu berhasil karena arus informasi yang sangat deras sehingga masyarakat masih cenderung sulit dibina. Untuk program peningkatan kesehatan masyarakat pemerintah desa terus memperbaiki program-programnya. Dahulu pemerintah desa memiliki Pokja GSI (Gerakan Siaga Ibu), pokja ini menaruh perhatian kepada kesehatan ibu-ibu khususnya ibu hamil. Namun pada saat ini desa memiliki program baru yaitu program Desa SIAGA (Siap Antar Jaga) yang bukan hanya menaruh perhatian pada kesehatan ibu tetapi juag pada kesehatan anaknya. Pemerintah memberikan
61
penekanan pada masyarakat bahwa kesehatan ibu dan anak bukan hanya tanggung jawab keluarga maupun pemerintah desa namun seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, untuk memperlancar program tersebut pemerintah desa bekerjasama dengan bidan dan dukun beranak yang ada di sekitar desa. Pemerintah memiliki peraturan desa bahwa bidan desa yang membantu persalinan tidak boleh menerima uang lebih dari 350 ribu dari masyarakat. Sebagai bukti pengawasan, bidan desa harus melaporkan jumlah ibu yang melahirkan kepada pemerintah desa setiap 3 bulan selain menerima laporan dari bidan yang bersangkutan, pemerintah desa juga menerima bantuan dari masyarakat yang bersangkutan, sehingga terdapat laporan yang seimbang dari berbagai pihak. Program peningkatan daya beli masyarakat dilakukan tidak secara langsung namun melalui perbaikan infrastruktur desa yang dilakukan secara gotong-royong bersama masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih berpartisipasi dalam upaya pembangunan desa. Asumsi yang dianut oleh pemerintah desa adalah bahwa jika akses jalan dan transportasi lancar maka masyarakat desa lebih mudah untuk melakukan aktifitas sehingga kegiatan perekonomian lebih lancar. Tiga program yang dirancang oleh pihak pemerintahan Desa Kertajaya merupakan upaya-upaya pengembangan keleompok sosial ekonomi berskala kecil. Melalui pengembangan kelompok tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki kehidupan masyarakat desa seperti mengurangi pengangguran, perbaikan kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat, dan pada gilirannya mampu berdampak ganda terutama memberikan peluang pengembanagan kegiatan ekonomi lokal dan usaha-usaha produktif di tingkat komunitas.
62
Masyarakat Desa Kertajaya merupakan masyarakat yang memiliki semangat gotong-royong yang begitu kuat, hal ini terjadi karena ikatan kekerabatan yang begitu kuat terbentuk antar masyarakat desa selain itu hubungan masyarakat desa dengan pihak pemerintah desa juga terjalin sangat baik sehingga tercipta sinergi yang nantinya akan memudahkan proses pembangunan desa. Hal ini dapat dikatakan sebagai bentuk modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Kertajaya. Melalui pengembangan potensi modal sosial yang ada, maka upaya pengembangan masyarakat dalam rangka peningkatan berbagai segi kehidupan masyarakat desa akan menuju pada pembangunan desa secara keseluruhan. Kerjasama pemerintah dengan masyarakat desa sangatlah penting dalam pengembangan masyarakat karena seperti definisi pengembangan masyarakat yang dikemukakan oleh PBB (1960) yang menyebutkan bahwa pengembangan masyarakat adalah sebuah proses usaha bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kondisi sosial, kultural, dan ekonomi masyarakat. Bentuk sinergi antara masyarakat desa dengan pemerintah desa antara lain pada pembuatan jalan desa dimana masyarakat desa memiliki partisipasi yang besar dalam membangun desanya, bentuk partisipasi masyarakat adalah masyarakat yang memiliki lahan yang berada di pinggir jalan merelakan tanahnya 0,5 meter baik dari arah kiri maupun kanan untuk pelebaran jalan tanpa uang pengganti. Melalui kerjasama yang baik antar pihak pemerintah desa dan masyarakat maka pembangunan desa akan lebih mudah dilakukan.
63
Nasdian (2003) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat turut mendukung mereka untuk ”sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Partisipasi masyarakat menyumbangkan sebagian tanahnya tanpa ada paksaan merupakan bentuk kesadaran masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada sehingga nantinya akan menguntungkan bagi mereka sendiri. Arah pemberdayaan masyarakat desa yang paling efektif dan lebih cepat untuk mencapai tujuan adalah dengan melibatkan masyarakat dan unsur pemerintahan yang memang “pro poor” dengan kebijakan pembangunan yang lebih reaktif memberikan prioritas kebutuhan masyarakat desa dalam alokasi anggaran. Kerjasama masyarakat dan pemerintah desa akan semakin mempercepat perbaikan dalam desa itu sendiri. Masyarakat Desa Kertajaya merupakan masyarakat yang terus mengalami perubahan baik dari segi pembangunan maupun masyarakatnya. Kehidupan masyarakat desa berubah seiring dengan perkembangan jaman yang terjadi. Perilaku sosial masyarakat cenderung berubah kearah yang lebih konsumtif namun perubahan ini masih dalam batas kewajaran tidak malah menjadikan mereka menjadi masyarakat yang tak terkendali. Hal yang menyebabkan masyarakat lebih konsumtif disebabkan pula oleh banyaknya masyarakat yang bekerja di kota-kota besar bahkan di luar negeri menjadi TKW. Kebiasaan hidup di luar kota atau bahkan luar negeri yang lebih mudah dan glamour dibandingkan di desa, menjadikan mereka terbiasa hidup gampang dan pada akhirnya kebiasaan tersebut terbawa ketika mereka kembali ke desa. Tidak
64
sedikit pula dari mereka yang hanya ”kuat” tinggal di desa untuk beberapa bulan saja dan kembali ke luar negeri, tinggal di desa menjadikan mereka jenuh karena tidak memiliki pekerjaan dan akhirnya memutuskan untuk mengadu nasib kembali di negeri orang. Masyarakat bermigrasi dengan alasan karena ingin mencari pekerjaan yang lebih baik dibandingkan dengan tetap berada di desa. Hal ini membuktikan apa yang telah dikemukakan oleh Soekanto (2002) bahwa faktor pendorong orang desa meninggalkan tempat tinggalnya adalah karena di desa lapangan kerja pada umumnya masih kurang, pemuda merasa tertekan oleh adat istiadat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton, dan juga di desa tidak banyak kesempatan untuk menambah pengetahuan. Pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain seperti
sektor pertanian
dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya terpusat di kota-kota (Rahayu, 2007). Pemuda di Desa Kertajaya sudah mulai meninggalkan pertanian. Hal ini disebabkan oleh rasa gengsi yang muncul pada diri mereka jika mereka melakukan pekerjaan yang berkaitan dibidang pertanian. Pada saat ini pekerjaan di bidang pertanian masih banyak dikelola oleh para orang tua, sementara para pemuda lebih memilih mencari pekerjaan di luar desa kalaupun tetap berada di desa pekerjaan yang dipilih adalah pekerjaan di luar pertanian misalnya menjadi tukang ojek.
65
Pembinaan
terhadap pemuda dilakukan pemerintah desa dengan cara
mengadakan pembekalan keterampilan melalui organisasi pemuda dalam hal ini karang taruna. Keterampilan yang diberikan berupa keterampilan servis otomotif dan servis handphone. Namun pembekalan ini dinilai belum cukup berhasil karena masih banyak para pemuda yang tidak memiliki semangat sehingga program tersebut sia-sia. Pemuda desa saat ini masih lebih suka menghabiskan waktunya secara sia-sia misalnya dengan menghabiskan waktunya dengan nongkrong di jalan atau memancing.
4.3
Kelembagaan Desa Desa Kertajaya memiliki beberapa kelembagaan diantaranya adalah LPM,
BPD, PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani dan Koperasi Tani.
Menurut
keterangan dari pihak pemerintah desa semua kelembagaan tersebut berjalan dengan lancar dan aktif melakukan kegiatan-kegiatan. Kelompok tani dan koperasi tani berjalan secara mandiri tanpa ada intervensi dari pihak pemerintah desa. Desa Kertajaya tidak memiliki koperasi umum yang meminjamkan modal pada masyarakatnya, yang ada hanya koperasi tani yang memberikan bantuan berupa saprotan kepada para anggotanya. Koperasi yang meminjamkan modal tergabung di Koperasi Karya Mekar yang keberadaannya di Desa Sindangjaya. Anggota koperasi ini berasal dari empat desa di sekitar yaitu Desa Sindangsari, Desa Sindangjaya, Desa Kertajaya dan Desa Gunungsari. Sasaran utama dari koperasi ini adalah penduduk dengan kriteria miskin, sangat miskin dan hampir
66
miskin. Pinjaman modal berkisar antara Rp.300.000,- hingga Rp.1.000.000,dengan jangka waktu pengembalian minimal satu bulan dan maksimal satu tahun. Koperasi tani yang ada di Desa Kertajaya dintaranya adalah Koptan Mina Cilandak, Koptan Al-Furqon dan Koptan Al-Musri’. Koperasi ini memberikan pinjaman pada masyarakat berupa saprotan seperti pupuk, obat-obatan, benih dan alat-alat pertanian. Koptan Al-Furqon dan Koptan Al-Musri’ merupakan koptan yang didirikan oleh lembaga keagamaan dalam hal ini lembaga agama Islam sehingga anggotanya pun seluruhnya adalah masyarakat yang beragama Islam. Desa Kertajaya memiliki lima kelompok tani, hal ini sangatlah dibutuhkan sebagai wadah bagi masyarakat desa yang sebagaian besar bermata pencaharian sebagai petani. Kelompok tani tersebut antara lain Bina Tani, Itikurih, Mekar Saluyu, Babakan Curug dan Tani Mukti. Pada kelompok Tani Mukti anggota yang bergabung berasal dari pemeluk Islam dan Kristen yang ada di Desa Kertajaya. Lembaga keagamaan lain yang mendirikan koperasi adalah pihak gereja yang mengembangkan usaha pada bidang pembuatan batako, peti jenazah, penyediaan pupuk bahkan pelayanan kesehatan. Koperasi yang didirikan ini bernama Koperasi Kridapala yang berada di bawah naungan Gereja Kristen Pasundan, koperasi ini didirikan pada tahun 1995 namun keberadaaan koperasi ini tidak bertahan lama karena koperasi ini didirikan oleh seorang mahasiswa yang mengadakan penelitian di gereja tersebut dan ketika mahasiswa tersebut selesai melakukan penelitian maka koperasi tersebut tidak berjalan dan akhirnya mati. Walaupun demikian saat ini pihak gereja memiliki komisi yang fungsinya sama dengan koperasi.
67
4.4
Ikhtisar Desa Kertajaya merupakan desa yang terletak di Kecamatan Ciranjang
Kabupaten Cianjur. Desa ini terletak kurang lebih 7 KM dari jalan raya Ciranjang yang merupakan jalan yang menghubungkan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bandung. Pada jaman desa ini merupakan satu kesatuan yaitu Desa Gunung Halu namun karena jumlah penduduk yang sangat banyak maka desa ini dimekarkan menjadi empat desa, yaitu : Desa Sindangsari, Desa Sindangjaya, Desa Kertajaya dan Desa Gunungsari. Penduduk Desa Kertajaya berjumlah sebanyak 6.880 jiwa dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Penduduk Desa Keratajaya terbagi menjadi dua kelompok agama yang besar yaitu agama Kristen Protestan dan agama Islam. Penduduk yang beragama Kristen Protestan sudah ada sejak jaman penjajahan. Namun walapun demikian kehidupan masyarakat yang berlainan agama tersebut berjalan secara harmonis. Tingkat pendidikan masyarakat desa tergolong masih rendah karena sebagian penduduknya hanya mampu bersekolah hingga SMP bahkan masih ditemukan masyarakat yang buta huruf. Selain karena alasan ekonomi hal ini terjadi karena penduduk belum mengganggap bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dan patut diprioritaskan. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, mendorong pemerintah desa membuat program dalam rangka untuk meningkatkan pendidikan masyarakatnya. Program tersebut antara lain dengan mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang ada di Desa Kertajaya seperti pesantren dan
68
gereja. Selain itu, untuk memberantas buta huruf pemerintah desa bekerjasama dengan PKK yang telah memiliki program Keaksaraan Fungsional (KF). Sebagian besar penduduk Desa Kertajaya bermata pencaharian sebagai petani. Namun walaupun begitu mereka hanya sebagai buruh tani bukan pemilik lahan. Kepemilikan lahan pertanian oleh masyarakat desa semakin berkurang karena masyarakat desa telah menjualnya kepada pihak luar dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kepemilikan lahan pertanian yang semakin berkurang juga disebabkan oleh pemuda desa semakin tidak berminat pada bidang pertanian. Mereka lebih memilih mencari pekerjaan ke luar kota dibandingkan mengembangkan pertanian di desa. Desa Kertajaya memiliki beberapa kelembagaan yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat desa pada umumnya. Oleh karena sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, desa ini memiliki lima kelompok tani dan tiga koperasi tani. Masyarakat Desa Kertajaya merupakan masyarakat yang terbuka pada perubahan. Hal itu disebabkan karena arus informasi yang sangat cepat dari berbagai media yang menjadikan nilai-nilai yang ada pada masyarakat semakin luntur. Namun walaupun demikian perubahan ini masih pada tataran yang wajar dan tidak menjadikan mereka menjadi masyarakat yang tak terkendali. Ada nilainilai yang masih kuat pada masyarakat yaitu semangat gotong-royong untuk membangun desa.
BAB V BENTUK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN
5.1
Gambaran Umum Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ Pesantren Miftahulhuda Al-Musri merupakan salah satu pesantren agribisnis yang
ada di Kabupaten Cianjur. Menurut data dari Departemen Agama (Depag) Kabupaten Cianjur, terdapat tiga pesantren yang berbasis agribisnis yaitu Pesantren Miftahulhuda Al-Musri' di Ciranjang, Pesantren Martausshibyan dan Pesantren Nurussalam terletak di kawasan Cianjur Selatan. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional, dimana para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seseorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan kiai di dalamnya, serta adanya masjid sebagai tempat ibadah, ruang belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya, dan biasanya santri tidaklah dipungut biaya, melainkan disuruh membantu sekadarnya dalam rumah kiai, ada juga pondok yang lahir atas inisiatif para santrinya yang datang diterima dan ditampung di rumah kiai sendiri. Disinilah para santri melaksanakan kegiatan ibadah dan belajar dalam kesehariannya kemudian lama-kelamaan semakin bertambah banyak, akhirnya mereka tidak bisa ditampung lagi dirumah kiai sehingga mengharuskan kiai untuk membuat kamar-kamar kecil untuk tempat tinggal santrinya, hal inilah yang menjadi salah satu sejarah mengapa didirikan sebuah pesantren.
68 Pesantren Miftahulhuda Al-Musri didirikan tahun 1957 oleh Almarhum KH. Ahmad Fakih, terletak di Kampung Pasirnangka, Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. KH. Ahmad Fakih adalah seorang alumnus Pondok Pesantren Sukamanah Tasikmalaya, yang pada waktu itu dipimpin langsung oleh KH. Zaenal Mustofa yang dikenal sebagai pahlawan nasional, Beliau menghabiskan waktu beberapa tahun di Pesantren tersebut untuk mempelajari berbagai ilmu agama. Setelah merasa cukup untuk bermukim dan mengembangkan ilmu yang didapat, pada tahun 1939 beliau diberi tugas untuk membuka Pondok Pesantren di kampung halamannya yaitu di Kebon Kalapa Tasikmalaya. Amanat guru beliau yang harus tetap di dalam jalur ahli sunnah waljamaah dan berada pada naungan organisasi NU (Nahdlatul Ulama) dilaksanakan dengan sangat tekun dan istiqomah. Para santri berdatangan dari daerah Cibeureum dan sekitarnya, pada awal tahun 1946 jumlah santrinya mencapai 200 orang. KH. Ahmad Fakih pindah ke Cianjur karena terdorong oleh situasi negara Republik Indonesia yang pada masa awal kemerdekaan belum sepenuhnya aman. Kepergian Beliau konon kabarnya disebabkan oleh pertikaian antara TRI dengan DI/TII. Oleh pihak DI/TII beliau dicurigai sebagai mata-mata TRI, sebaliknya oleh TRI pun dicurigai berkomplot dengan DI./TII yang memang pada saat itu berpusat di Tasikmalaya. Beliau pindah ke Desa Gunung Halu yang kini dimekarkan menjadi empat desa, yaitu : Desa Sindangsari, Desa Sindangjaya, Desa Kertajaya dan Desa Gunungsari. Di Desa Kertajayalah dirintis kembali, desa ini dipilih karena merupakan desa yang berdekatan dengan basis kristenisasi di Jawa Barat.
69 Pada tahun 1970 mulailah beliau menerapkan suatu program belajar cepat dan efektif dan efisien (cepat dan padat) yang beliau namai Al-Musri’ dan nama Miftahulhuda
pun
mengalami
penambahan
menjadi
Miftahulhuda
Al-Musri’.
Penambahan Al-Musri’ ini untuk membedakan dengan Pesantren Miftahulhuda yang didirikan di Manonjaya, Tasikmalaya. Hal ini karena banyak orang menganggap bahwa Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan cabang dari Pesantren Miftahulhuda Manonjaya. Padahal sebenarnya yang lebih dahulu berdiri adalah Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’. a. Keadaan Santri, Kyai dan Guru/Ustadz Pada saat ini Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ terus mengalami perkembangan dan semakin banyak orang tua yang mempercayakan anaknya untuk dididik dan dibina di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, mereka tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar pesantren tetapi juga berasal dari Cianjur, Bogor, Subang, Sukabumi, Karawang, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Jakarta, Serang bahkan tidak sedikit mereka berasal dari luar pulau Jawa. Sampai saat ini jumlah santri di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ mencapai 605 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 355 orang Santriwan dan 250 orang Santriwati. Jumlah ustadz yang mengajar berjumlah 30 orang terdiri dari 11 orang dewan kyai dan 29 orang santri senior. Jumlah alumni yang telah berhasil diluluskan berjumlah 14.020 orang yang tersebar di berbagai daerah, dari jumlah tersebut terdapat alumni yang meneruskan studi ke Saudi Arabia, sampai saat ini tercatat empat orang telah lulus dari jenjang pendidikan dari Timur Tengah.
70 Pada tahun 1983 Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ dibentuk yayasan Pesantren dihadapan notaris Pranoto Arifa SH, dan memperoleh akta No. WB. DI. UM. 07. 08. 1983. Hal ini dilakukan agar pesantren lebih leluasa dan memiliki dasar hukum, tidak saja berusaha mengembangkan pesantren yang mencukupi kebutuhan para santri dalam materi pelajaran tetapi juga membekali ilmu-ilmu sosial keagamaan dan ekonomi yang nantinya siap mengabdi pada masyarakat. Sistem pendidikan di pesantren sangat khusus dan bertujuan untuk melatih para santri memiliki kemampuan mandiri. Para santri tinggal di kobong (asrama), menempati satu ruangna kecil yang diisi antara lima sampai tujuh orang santri. Mereka tidur begitu saja tanpa ada kasur atau alas lainnya, hal ini dilakukan untuk mendidik santri belajar hidup sederhana yang merupakan salah satu prinsip dari pesantren yang dikemukakan oleh Mastuhu (1994). Asrama santri putri dan santri putra berada terpisah, asrama santri putra berada di depan dekat dengan pintu masuk pesantren sedangkan asrama santri putri berada di belakang asrama santri putra dan juga berada dekat dengan rumah kiai. Khusus untuk santri putri biasanya mereka membantu di rumah kiai atau pengurus pesantren, untuk membantu memasak dan hal lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan rumah tangga. Kemampuan untuk belajar mandiri dan bergaul dengan sesama santri merupakan hal yang sangat ditekankan dalam pendidikan pesantren. Sebagai akibatnya, persahabatan tercipta antar sesama santri selama bertahun-tahun, dan dikemudian hari menciptakan basis jaringan yang memekar antara ulama dan santri, hal yang unik dari pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah mereka dapat saling mengenal (khususnya antar santri putra dan santri putri) walaupun santri putri diwajibkan memakai cadar. Oleh karena itu,
71 untuk tetap menjalin persahabatan dan silaturahmi tersebut maka diadakanlah acara reuni santri yang rutin tiap tahunnya. Untuk mendukung program kegiatan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ dengan jumlah santri yang banyak, maka pihak pesantren berusaha menyedikan fasilitas yang cukup refresentatif, yaitu sebagai berikut : a. Asrama santri putra berlantai tiga dengan kontruksi beton yang mampu menampung sekitar 500 orang santri b. Asrama santri putri berlantai dua yang juga berkonstruksi beton c. Satu bangunan madrasah berlantai dua yang mana lantai dua masih dipergunakan untuk penginapan santri putri. d. Masjid dua lantai dengan kontruksi beton e. Ruang pertemuan (Aula) f. Gedung Madrasah Wajar Dikdas g. Gedung Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) h. Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) i. Laboratorium Komputer Pesantren (Labkomtren) j. Ruang percetakan dan kursus menjahit k. Lahan pertanian, perikanan dan peternakan l. Tanah wakaf
72 b. Program Pendidikan dan Metode Pengajaran Para santri tinggal di pesantren untuk beberapa tahun dan tidak boleh pulang kecuali pada waktunya (misalnya setelah kenaikan kelas atau hari raya) dan atas ijin dari pengurus dengan alasan tertentu yang masuk akal dan sangat darurat. Jika pesantren lain bisa menghabiskan waktu sepuluh tahun bahkan lebih untuk menyelesaikan pendidikannya, di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ santri bisa menyelesaikan pendidikan maksimal enam tahun, hal ini karena pesantren menerapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien (cepat dan padat) oleh karena itu pesantren ini dinamai Al-Musri’ yang berarti cepat dan padat. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ memiliki beberapa tingkatan/jenjang pendidikan yaitu (Tabel 6):
73 Tabel 6 Tingkat Pendidikan Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ No
Tingkat/kelas
1
Ibtidaiyah
2
Tsanawiyah
Mata pelajaran
Waktu
Keterangan
Jurumiah, sorof, yaqulu, safinah, sulam taufik, tijan, tajwid, tasrifan, dan munadzaroh.
2 semester • Pengajar : santri senior (1 tahun) (Aliyah, Ma’had Aly dan Dirosatul Ulya)
Alfiyah, tasrifan, tajwid, bajuri, fathul muin Juz 1
3 semester
• Syarat kenaikan kelas, selain lulus tes kenaikan kelas, juga harus hafal diluar kepala (ditalar) jurumiah dan yaqulu • Pengajar : kiai dan santri senior (Aliyah, Ma’had Aly dan Dirosatul Ulya) • Syarat kenaikan kelas, selain lulus tes kenaikan kelas, juga harus hafal diluar kepala (ditalar) alfiyah.
3
Aliyah
Mantiq, jauhar maknun, tajwid, fathul mu’in Juz 2,3,4
3 semester
• Pengajar : kiai dan santri senior (Ma’had Aly dan Dirosatul Ulya) • Syarat kenaikan kelas, selain lulus tes kenaikan kelas, juga harus hafal diluar kepala (ditalar) mantiq.
4
5
Ma’had ‘Aly
Dirosatul ‘Ulya
Ukudul Juman, ma’qulat, falaq, fathul wahab, jam’ul juwami, faroid, tafsir, dan bahasa inggris.
3 semester
Pembacaan tafsir, hadist buchori muslim dan bahasa inggris.
2 semester
• Pengajar : kiai dan santri senior (Dirosatul Ulya) • Syarat kenaikan kelas, selain lulus tes kenaikan • Pengajar : kiai • Praktek mengajar di pesantren tes kelulusan berupa wawancara dihadapan dewan kiai (ijazah untuk persiapan mukim)
Sumber : Direktori Pesantren (Tanpa Tahun)
Mata pelajaran di atas adalah termasuk mata pelajaran wajib (intrakurikuler) sementara yang bersifat ekstrakurikuler antara lain: Qiro’at
Sab’ah, Bahasa arab,
74 peranian, perikanan, dan peternakan, manajemen ekonomi syariah, kursus computer (MS. Office, CorelDraw, Photoshop, Photopaint), kursus menjahit, dan kejar Dikdas. Agar program pendidikan tersebut tercapai, maka Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ menggunakan metode pembelajaran sebagai berikut: a. Sorogan (santri secara individual mengaji kitab kuning ke kiai atau santri senior yang diberi mandat oleh kiai). b. Balagan (santri secara klasikal mengaji kitab kuning ke kiai atau santri senior yang diberi mandat oleh kiai). c. Talaran/hafalan (menghafal kitab-kitab tertentu diluar kepala). d. Setoran (melaporkan hasil menghafal kepada kiai atau santri senior yang diberi mandat oleh kiai). e. Pembacaan kitab kuning (santri membaca kitab kuning dengan disaksikan temannya dan kiai). f. Bahtsul masa’il (santri mengajukan berbagai macam persoalan, baik persoalan agama, maupun kemasyarakatan yang berhubungan dengan agama, kemudian dibahas bersama dengan dewan kiai). g. Tarkiban (debat atau adu argumentasi tetntang tata bahasa arab kaitannya dengan pemahaman ilmu-ilmu agama). h. Tablighan (latihan pidato atau ceramah untuk menempa dan membina santri sebagai kader da’i atau mubaligh). i. Riyadhoh (latihan ibadah berupa wiridan, sholawat, dan i’tikaf).
75 j. Berorganisasi (selain merupakan kegiatan untuk membekali santri agar mampu mengorganisir masyrakat untuk kepentingan syi’ar Islam, juga sarana untuk memperlancar kegiatan pesantren secara keseluruhan). k. Musyawarah (merupakan salah satu kegiatan organisasi untuk melatih santri dalam mengatasi persoalan yang terjadi). l. Muhadatsah (latihan percakapan dengan menggunakan bahasa arab dan bahasa inggris). m. Pengajian umum (sebagai sarana untuk mengadakan pembinaan ilmu agama terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar pesantren). n. Pengajian alumni (merupakan sarana untuk menjalin silaturahmi dan komunikasi antara pihak pesantren dengan para alumininya, juga untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi oleh para alumni di lapangan). o. Keterampilan (merupakan kegiatan untuk membekali santri dengan kemampuan keterampilan hidup (life skill) antara lain: komputer, menjahit, pertanian, peternakan dan perikanan). c. Jadwal Kegiatan Harian Pondok Pesantren Pesantren adalah institusi pendidikan yang tujuannya membina moral dan akhlak seluruh civitasnya, oleh karena itu semua kegiatan disusun secara terstruktur sebagai upaya pembinaan. Untuk mengatur kegiatan santri maka disusunlah jadwal kegiatan setiap harinya, seperti pada tabel berikut ini:
76 Tabel 7 Jadwal Kegiatan Harian Santri No
Waktu
Jenis kegiatan
1
04.00-04.30
Bangun shalat tahajud
2
04.30-05.30
Shalat shubuh berjamaah
3
05.30-07.30
Sorogan al-quran dan kitab kuning
4
07.30-10.00
Pengajian kitab kuning
5
10.00-10.30
Istirahat makan bersama
6
10.30-11.30
Pengajian kitab kuning
7
11.30-13.00
Istirahat,
sholat
dzuhur
berjamaah 8
13.00-15.30
Pengajian kitab kuning
9
15.30-16.30
Sholat ashar berjamaah
10
16.30-18.30
Menghafal bersama dan sholat maghrib
11
18.30-20.00
Sorogan kitab kuning
12
20.00-20.30
Sholat isya berjamaah
13
20.30-23.00
Pengajian kitab kuning
Sumber :Direktori Pesantren (tanpa tahun)
Berdasarkan jadwal kegiatan sebagaimana tersebut di atas menunjukkan padatnya kegiatan santri mulai bangun tidur (04.00) sampai tidur kembali (23.00). kegiatan tersebut dimulai dengan shalat tahajud kemudian shalat shubuh berjamaah dan dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan lain sampai tidur kembali pukul 23.00. Shalat fardhu berjamaah berdasarkan aturan pesantren merupakan kewajiban semua santri (kecuali bagi santri putri yang sedang berhalangan). Apabila santri terlambat berjamaah (masbuq), apalagi kalau tidak mengikuti shalat berjamaah, maka akan dikenakan sanksi berupa pukulan ditelapak kaki sebanyak dua kali bagi yang masbuq dan
77 empat kali bagi yang tidak berjamaah. Pelaksanaan sanksi ini dilakukan oleh petugas keamanan dan petugas piket. Kegiatan pengajian kitab kuning dilakukan sesuai dengan kelas dan jadwal yang telah ditentukan. Dalam pengajian kitab kuning tidak akan mengalami kekosongan, karena kiai/ustadz yang berhalangan digantikan oleh yang lain, sehingga kegiatan pengajian podok pesantren berjalan efektif. Pelajaran ngaji dilakukan secara tradisional. Santri duduk di atas lantai dan membaca kitab kemudian ustadz menerjemahkan kata perkata. Setelah santri dianggap sudah matang, interpretasi atau tafsir diberikan. Akan tetapi bagi santri senior diskusi merupakan bagian yang paling penting. Selain kegiatan shalat fardhu berjamaah dan pengajian kitab kuning, kegiatan istirahat dan makan pun dilakukan secara terjadwal. Santri harus memanfaatkan waktu istirahat dan makan sebaik mungkin, karena waktu yang diberikan sangat terbatas. Biasanya santri memanfaatkan waktu istirahat dengan tidur karena jadwal pelajaran yang begitu padat, maka waktu tidur bagi santri adalah hal yang sangat berharga agar mereka tidak ngantuk apalagi tertidur ketika belajar. Karena jika hal itu terjadi maka santri akan mendapatkan teguran bahkan hukuman dari ustadz. Untuk memenuhi kebutuhan makan para santri dikelola oleh pihak pesantren dalam hal ini Kopontren, santri tinggal makan dengan jatah makan sehari dua kali. Pelaksanaan makan dilakukan secara berkelompok (setiap kamar sebanyak lima orang) dengan memakai piring besar (baki/eblek). Untuk keperluan makan ini, santri membayar infaq sebesar Rp.100.000 (seratus ribu rupiah). Pengelolaan makan santri oleh Kopontren dilakukan agar santri lebih fokus dalam belajar dan tidak memikirkan bagaimana cara
78 membeli atau memasak makanan. Semua kegiatan tersebut di atas pelaksanaannya diawasi secara ketat untuk menanamkan kedisiplinan santri. Selain kegiatan harian Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ memiliki kegiatan mingguan yang dilaksanakan secara rutin. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini; Tabel 8 Jadwal Kegiatan Mingguan No
Waktu
Jenis Kegiatan
Keterangan
1
20.30-21.30
Musyawarah
Malam senin
2
21.30-23.00
Tarkiban
Malam senin
3
21.30-23.00
Tablighan (latihan
Malam rabu
ceramah/pidato) 4
21.30-23.00
Latihan pembacaan kitab
Malam kamis
kuning/bahtsul masa’il 5
20.30-21.30
Riyadhoh sholawatan
Malam jum’at
6
05.30-06.30
Majmu’ah maulid waladiyah
Jum’at pagi
7
08.00-10.00
Pengajian umum laki-laki
Senin
8
08.00-10.00
Pengajian umum perempuan
Jum’at
Sumber :Direktori pesantren (tanpa tahun)
Musyawarah dilaksanakan oleh Organisasi Santri Miftahulhuda Al-Musri’ (OSMA) dengan membahas hal yang menyangkut aspirasi dan persoalan santri yang perlu dibahas. Apabila persoalannya dirasa sangat urgen biasanya dihadiri oleh dewan kiai. Pada kegiatan tarkiban, biasanya peserta dikelompokkan secara campuran dari mulai tingkat ibtidaiyah sampai dengan tingkat ma’had ‘aly. Sedangkan tingkat dirosatul ‘ulya bertindak sebagai pembimbing sekaligus penilai. Setiap kelompok rata-rata terdiri
79 dari lima orang. Bentuk kegiatan tarkiban berupa latihan debat atau adu argumentasi tentang tata bahasa arab kaitannya dengan pemahaman ilmu-ilmu agama. Tablighan merupakan sarana latihan pidato atau ceramah untuk menempa dan membina santri sebagai kader da’i atau mubaligh. Peserta dari kelas tsanawiyah sampai ma’had ‘aly, sementara kelas dirosatul ‘ulya berperan sebagai pembimbing dan penilai (hasil penilaian masuk nilai prestasi santri). Untuk kelas ibtidaiyah berperan sebagai audiens/mustami. Setiap latihan pidato/ceramah dari masing-masing kelas (tsanawiyah sampai ma’had ‘aly) diwakili oleh dua orang mubaligh. Penentuan mubaligh termasuk protokol, pembaca ayat suci al-qur’an, dan pembaca tawasul/shalawat dilakukan secara bergiliran. Pembacaan kitab kuning dilakukan dua minggu sekali (minggu pertama pembacaan kitab kuning, minggu kedua bahtsul masa’il). Dalam pembacaan kitab kuning, santri membaca kitab kuning dengan disaksikan oleh temannya dan oleh dewan kiai. Sedangkan dalam bahtsul masa’il, santri mengajukan berbagai persoalan, baik persoalan agama, maupun persoalan kemasyarakatan yang berhubungan dengan agama, maupun persoalan kemasyarakatan yang berhubungan dengan agama. Kemudian dibahas dengan dewan kiai. Peserta bahtsul masa’il, terdiri dari santri kelas ma’had ‘aly dan dirosatul ‘ulya. Riyadhoh dilaksanakan untuk lebih melatih santri dalam mendekatkan diri pada Alloh SWT. Sedangkan pembacaan Majmuah Maulid Waladiyah (al-barzanji) dilakukan agar santri lebih mengenal sosok Rasululloh SAW.
80 Kegiatan Bulanan Pertama, pengajian Syahriyah Mukmin (pengajian yang mastuminya para alumni pesantren) setiap hari ahad pertama bulan hijriyah. Tujuan pengajian ini sebagai sarana komunikasi antara pihak pesantren dengan para alumni/mukimin. Kedua, temu keluarga/silarurahmi keluarga besar Al-Musri’ setiap malam kamis akhir bulan hijriyah. Acara ini sebagai sarana dan wahana keluarga para pengurus pesantren (dewan kiai) untuk membahas berbagai persoalan yang dialami dan dihadapi pesantren. Kegiatan Tahunan dan Tiga Tahunan Kegiatan tahunan (setahun sekali), yaitu peringatan wafatnya (haul) KH. Ahmad Faqih (pendiri pesantren). Kegiatan tiga tahunan (setiap tiga tahun sekali) dadakan reuni mukimin (alumni). Baik kegiatan tahunan maupun kegiatan tiga tahunan dilaksanakan setiap tanggal 5 sya’ban bertepatan dengan peringatan wafatnya (haul) KH. Ahmad Faqih sebagai pendiri Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’. Kegiatan tersebut selain merupakan sarana/wahana komunikasi atau silaturahmi antara sesama alumni dan para alumni dengan pihak pesantren, juga untuk mengetahui perkembangan syi’ar atau dakwah Islam yang dilakukan oleh para alumni di daerahnya masing-masing.
81 5.2
Bentuk dan Strategi Pengembangan Kelembagaan Pada dasarnya pesantren bisa bertahan sampai sekarang adalah karena adanya
masyarakat yang membutuhkannya. Sebagai lembaga yang berasal dari, dikelola, oleh dan melaksanakan misinya untuk masyarakat, maka pesantren selalu mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap upaya pengabdian dalam membangun masyarakat yang berperadaban. Pesantren merupakan institusi pendidikan yang sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat terutama masyarakat desa. Pesantren dianggap sebagai tempat pembentukan moral dan memiliki potensi untuk pengembangan sumber daya manusia yang berlandaskan agama. Jika dahulu pesantren hanya mengkaji ilmu-ilmu agama yang bersifat klasik dan “kaku” namun pada saat sekarang ini banyak pesantren yang telah mengembangkan sayapnya tidak hanya untuk urusan pendidikan agama saja tapi juga merambah urusan lain misalnya kegiatan wirausaha, pertanian, peternakan, koperasi dan sebagainya yang tidak lepas dari nilai-nilai agama. Pesantren sebagai lembaga sosial mulai berkembang sejak awal tahun 1970-an. Perubahan dan perkembangan ini bisa ditilik dari dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan kualitas luar biasa dan menakjubkan, baik wilayah rural (pedesaan), sub-urban (pinggiran kota), maupun urban (perkotaan). Data Departemen Agama menyebutkan pada 1985 jumlah pondok pesantren sekitar 6.239 buah dengan jumlah santri mencapai 1.084.801 orang. Dua dasawarsa kemudian, tahun 1997, Depag mencatat jumlah pesantren sudah mencapai kenaikan 224% atau 9.388 buah dan kenaikan jumlah santri mencapai 261% atau 1.770.768 orang, dan ketika tahun 2001 jumlah pesantren telah mencapai 11.312 buah dengan santri sebanyak 2.737.805 orang dan pada
82 tahun 2007 jumlah pesantren mencapai 16015 buah dengan jumlah santri 3.190.394 orang. Perkembangan kedua, menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Sejak tahun 1970an bentuk-bentuk pendidikan yang diselenggarakan pesantren sudah sangat bervariasi. Ini adalah kecenderungan memperluas fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga agama, melainkan juga menanggapi soal-soal kemasyarakatan yang hidup dan berkembang di masyarakat. Pekerjaan sosial ini semula mungkin merupakan pekerjaan sampingan atau malahan 'titipan' dari pihak luar pesantren (Haedari, 2007). Penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) terhadap sejumlah pesantren di Jawa Barat pada pertengahan tahun 1970-an menunjukkan bahwa ternyata pesantren telah lama menjalankan peran sosial yang berpengaruh luas. Tugas kemasyarakatan pesantren tidaklah mengurangi arti tugas keagamaannya, karena peran tersebut merupakan penjabaran nilai-nilai hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas. Dengan tugas seperti ini pesantren akan menjadi milik bersama, didukung dan dipelihara oleh kalangan yang lebih luas serta akan berkesempatan melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Pesantren diposisikan sebagai satu elemen determinan dalam struktur piramida sosial masyarakat Indonesia (Depag, 2004). Adanya posisi penting yang disandang pesantren menuntutnya untuk memainkan peran penting pula dalam setiap proses-proses pembangunan sosial baik melalui potensi pendidikan maupun potensi pengembangan masyarakat yang dimilikinya. Pesantren saat ini dikenal dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki misi untuk membebaskan peserta didiknya dari belenggu kebodohan yang selama ini menjadi musuh dunia pendidikan secara umum.
83 Strategi yang dilakukan oleh pesantren saat ini adalah melalui pemberdayaan santri dan masyarakat dalam berbagai bidang yang selama ini dikembangkan. Kelembagaan yang selama ini dikembangkan adalah sebagai berikut: a. Kelembagaan Pendidikan Keberadaan televisi ataupun radio ini mengakibatkan masyarakat di pedesaan sangat tanggap terhadap perkembangan yang terjadi. Namun hal yang mungkin kurang mendukung adalah tingkat pendidikan masyarakat desa yang masih tergolong rendah sehingga perkembangan dan perubahan tersebut tidak diimbangi oleh kemampuan intelektual maupun keterampilan. Oleh karena itu, pesantren sebagai institusi pendidikan milik masyarakat, sangat potensial untuk dikembangkan menjadi pusat pengembangan sumber daya manusia (SDM) menuju terwujudnya kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Mengingat pada saat ini proses pembelajaran di sekolah dan satuan pendidikan formal lainnya sudah banyak bergeser dari tujuan awal, dimana pendidikan formal cenderung lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat materi dan pencapaian nilai akademik semata, serta kurangnya unsur keteladanan guru (Nandika, 2005). Dalam dinamika perkembangannya, pesantren tetap kokoh dan konsisten mengikatkan
dirinya
sebagai
lembaga
pendidikan
yang
mengajarkan
dan
mengembangkan nilai-nilai Islam. Realitas ini tidak saja dapat dilihat ketika pesantren menghadapi banyak tekanan dari pemerintah kolonial belanda, namun pada masa pasca-
84 proklamasi kemerdekaan pesantren justru dihadapkan pada suatu tantangan yang cukup berat yaitu adanya ekspansi sistem pendidikan umum dan madrasah modern1. Di tengah kondisi yang demikian, dimana masyarakat semakin diperkenalkan dengan perubahan-perubahan baru, eksistensi lembaga pendidikan pesantren tetap saja menjadi alternatif bagi pelestarian ajaran agama Islam. Pesantren justru tertantang untuk tetap survive dengan cara menempatkan dirinya sebagai lembaga yang mampu bersifat adaptif menerima dinamika kehidupan. Pesantren telah berupaya meningkatkan keyakinan serta pengetahuan masyarakat desa dan sudah sering melaksanakan dakwah. Di lain pihak, pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional telah memberikan pendidikan yang sistematis untuk para kader yang nantinya akan mengemban kepemimpinan sosial di tengah masyarakat. Pesantren adalah institusi pendidikan berbasis kerakyatan, siapapun boleh menjadi santrinya tanpa ada batasan dan kualifikasi tertentu terlepas dari mana ia berasal karena setiap manusia sama di hadapan Tuhan sehingga tidak ada perbedaan perlakuan antara santri yang satu dengan santri yang lainnya. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pesantren dikenal sebagai intitusi pendidikan berbasis agama, namun pada saat ini Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ sudah mengembangkan bidang pendidikan umum, hal ini didukung oleh keberadaan program Kejar Paket A, paket B dan Paket C yang tidak hanya diperuntukan bagi santri tapi juga anak-anak putus 1
Perguruan
Tinggi
Pesantren
dalam
Persaingan
Global .
rakyat.com/cetak/2005/0705/07/0806.htm. Diakses pada tanggal 8 Januari 2008.
http://www.pikiran-
85 sekolah di desa sekitar pesantren. Tutor yang mengajar di masing-masing kelas adalah santri-santri senior yang memiliki kemampuan baik dalam penguasaan materi pelajaran maupun metode pengajaran. Sistem pondok yang diterapkan di pesantren mendidik para santrinya untuk selalu disiplin. Kegiatan para santri telah terjadwal dengan baik sehingga apabila terjadi pelanggaran maka santri akan mendapat hukuman. Hukuman dapat meningkatkan kemampuan santri karena biasanya hukuman yang diberikan adalah menghafal ayat-ayat dan hal lainnya yang bermanfaat. Pesantren turut serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan masyrakat desa, hal ini dibuktikan dengan adanya kerjasama antara pesantren dengan pihak pemerintahan desa dalam program peningkatan pendidikan masyarakat. Kerjasama ini dapat terjadi karena pihak desa mengetahui bahwa pesantren memiliki fasilitas yang memadai seperti gedung Wajar Dikdas, bahkan laboratorium komputer yang sudah memiliki jaringan internet. Saat ini alasan masyarakat untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan adalah alasan ekonomi. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut pesantren membuka peluang kepada masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah agar dapat tetap bisa mengenyam pendidikan secara gratis. Tidak sedikit santri yang belajar di pesantren namun mereka tidak usah memikirkan masalah biaya. Biasanya mereka mengabdikan diri mereka melalui bekerja di berbagai bidang usaha milik pesantren. Selain itu banyaknya tidak sedikit santri alumni yang juga mendirikan lembaga pendidikan lain sebagai bentuk kepedulian terhadap peningkatan kualitas pendidikan masyarakat. Di Desa Sindangjaya terdapat Pondok Pesantren Al-Huda yang didirikan
86 oleh alumni Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’, namun pesantren ini mengkhususkan bidang pendidikan pada tingkat dasar yang diperuntukan bagi anak-anak usia dini. Strategi yang dilakukan pesantren dalam pengembangan kelembagaan pendidiikan adalah pesantren memiliki kerjasama dengan International Center for Islam and Pluralism (ICIP) dengan dibantu oleh Ford Foundation mengadakan Program Pendidikan Jarak Jauh
Berbasis
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi
(ICT-Information
&
Communications Technology). Tujuannya adalah mewujudkan komunitas pesantren yang akrab dengan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi untuk pencerahan peradaban Islam yang inklusif, humanis, terbuka, dan berorientasi ke depan dan makin memampukan pesantren sebagai agen perubahan yang dapat memberi pencerahan dan manfaat bagi masyarakat sekitar. b. Kelembagaan Ekonomi Peningkatan ekonomi pedesaan bisa dengan memanfaatkan lahan yang kosong untuk kegiatan yang produktif. Masyarakat desa juga tidak harus terfokus dengan kegiatan produktif yang harus menggunakan barang ekonomi dan barang komoditas, sektor jasa juga masih bisa dilakukan dan mengundang banyak minat bagi yang memiliki akses sedikit, yaitu dengan koperasi yang saat ini dilakukan oleh pesantren. Pengembangan kelembagaan dalam bidang ekonomi adalah Unit Simpan Pinjam (USP) yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) yang terbuka bagi masyarakat desa, namun sasaran utamanya adalah masyarakat yang sudah memiliki usaha maupun masyarakat yang belum memiliki usaha namun ingin memulai usaha. Pinjaman yang diberikan adalah minimal sebesar 500 ribu rupiah dan maksimal 3 juta rupiah.
87 jangka waktu pembayaran maksimal 3 tahun. Selain sebagai upaya membantu masyarakat dalam permodalan, hal ini juga dilakukan untuk mencegah masyarakat memijam kepada koperasi milik misionaris yang ada di Desa Kertajaya. Dalam
pengembangan kelembagaan ekonomi, strategi yang dilakukan adalah
melalui kerjasama dengan pihak luar dalam hal ini pesantren memiliki kerjasama dengan Bank Syariah Mandiri untuk lebih memperlancar pengadaan kredit lunak untuk masyarakat. c. Kelembagaan Pertanian Berangkat dari keyakinan bahwa Alloh SWT melimpahkan karunia kepada semua mahluk diantaranya tanah, air, dan beragam tumbuhan dan hewan yang semuanya diperuntukkan
untuk
kepentingan
manusia.
Maka
pesantren
berupaya
untuk
memanfaatkan apa yang telah dinugerahkan oleh Alloh SWT untuk kepentingan seluruh umat. Pesantren memilih bidang agribisnis untuk lebih mengoptimalkan seluruh potensi tersebut. Pesantren memilih mengembangkan agribisnis karena berangkat dari asumsi bahwa segala kebutuhan manusia berasal dari pertanian dan dari keyakinan bahwa jika manusia sering berinteraksi dengan tanah maka umurnya akan cenderung lebih panjang karena manusia diciptakan dari tanah sehingga apabila manusia lebih sering berinteraksi dengan tanah yang merupakan asal muasalnya niscaya manusia akan panjang umur. Hal lain yang menjadi alasan adalah karena pondok pesantren Al-Musri memiliki lahan sekitar tujuh hektar, yang harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan seluruh umat. Pesantren juga memiliki kerjasama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam hal
88 lahan. Pesantren menyewa lahan non produktif milik PLN dengan biaya sewa sebesar 600 ribu rupiah per tahun. Lahan ini dimanfaatkan untuk menanam pakan sapi dan juga untuk perkebunan. Selain itu, karena rasa keprihatinan kepada negara Indonesia yang notabene merupakan negara agraris namun merupakan negara yang rawan pangan. Belum berhasilnya upaya pemberdayaan dan penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah seperti penyediaan kebutuhan pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana umum dan pendampingan, dikarenakan kebijakan program yang selama ini dilakukan merupakan kebijakan dari pemerintah pusat (top down), di mana kebijakan tersebut mempunyai banyak kelemahan yang perlu dikoreksi secara mendasar (Maulana, 2007).
Oleh karena itu pesantren merasa perlu untuk memulainya dari lingkungan
mereka sendiri. Melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kelembagaan ekonomi inilah diharapkan masyarakat desa tidak lagi berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Masyarakat desa diupayakan untuk menggali dan memaksimalkan potensi sumberdaya alam yang ada di desa. Karena selama ini roda perekonomian masih terpusat di kota sehingga menarik masyarakat desa untuk selalu datang ke kota untuk mencari peruntungan. Meminjam istilah dari pimpinan pesantren, roda perekonomian ibarat gula dan masyarakat adalah semutnya, selama gula tersebut masih terpusat di kota niscaya semut akan terus berusaha menggapai gula dengan cara datang ke kota. Namun jika gula tersebut tersedia di desa niscaya semut tidak perlu jauh untuk menggapai gula tersebut.
89 Program agribisnis diperuntukan bagi santri dan masyarakat sekitar. Pesantren menaruh perhatian pada masyarakat sebagai upaya ikut berperan serta terhadap pemberantasan kemiskinan. Program agribisnis antara masyarakat dan santri sebenarnya memiliki perbedaan orientasi. Bagi santri program agribisnis merupakan sarana pelatihan sedangkan bagi masyarakat program agribisnis merupakan sarana peningkatan pendapatan dalam rangka perbaikan ekonomi keluarga. Unit-unit pertanian yang ada di pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ antara lain sebagai berikut: a. Pertanian sawah Pertanian yang saat ini dikembangkan adalah padi sawah, lahan sawah letaknya cukup jauh dari pesantren. Hal ini dikarenakan lahan milik pesantren tidak terpusat pada satu tempat. Jenis padi yang dibudidayakan adalah jenis IR dan Ciherang. Lahan pertanian sawah ini ada yang digarap oleh masyarakat, sasaran yang menjadi prioritas adalah masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah. b.Perkebunan Perkebunan dikelola oleh santri yang merupakan santri-santri terpilih yang memiliki keuletan dan memiliki pengetahuan tentang bidang perkebunan. Lahan yang dipakai untuk perkebunan adalah sekitar 400 bata. Tanaman yang dibudidayakan di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah tomat, kedelai, singkong dan kacang tanah. Tanaman ini ditanam dengan sistem rolling tergantung musim. Hasil dari perkebunan biasanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan
90 santri dan jika bersisa akan dijual kepada tengkulak. Hasil dari sekali musim tanam tomat saja dapat menghasilkan sebanyak 1 ton. Perkebunan pada saat ini masih lebih banyak melibatkan santri, pesantren pernah melibatkan masyarakat namun tidak berlangsung lama. Hal ini karena lahan yang dibuat untuk perkebunan belum terlalu luas dan dengan alasan masih tersedia tenaga santri yang bisa dioptimalkan. c. Peternakan Peternakan yang saat ini dikembangkan oleh pesantren adalah peternakan sapi, domba dan peternakan bebek. Pada unit ini melibatkan masyarakat dan santri. Santri memelihara hewan yang ada di lingkungan pesantren dalam hal ini peternakan bebek dan sapi. Santri memelihara bebek setiap hari dengan memberi makan pada setiap pagi dan sore dan mengganti air minum pada tengah hari. Saat ini bebek yang dimiliki oleh pesantren berjumlah 200 ekor. d. Perikanan Pesantren memiliki dua jenis bidang perikanan yaitu kolam darat dan kolam jaring apung (KJA). Perikanan kolam darat dimulai sejak tahun 1999 sedangkan untuk KJA baru dimulai pada tahun 2006. latar belakang dibuatnya KJA adalah karena permintaan dari masyarakat yang berada di sekitar Desa Calingcing yang letaknya lebih dekat dengan waduk Cirata. Mereka merupakan masyarakat yang sudah menjadi konsumen tetap pesantren dan jika harus pergi ke kolam darat yang letaknya dekat dengan pesantren yang letaknya cukup jauh dengan mereka. Untuk itulah dibuat KJA agar masyarakat tersebut aksesnya lebih dekat.
91 Pada awal dibuatnya KJA yang dimiliki oleh pesantren hanya berjumlah empat petak namun karena usaha ini terus mengalami kemajuan saat ini KJA yang dimiliki oleh pesantren sudah berjumlah delapan petak dengan ukuran 6x6 m2 per petaknya. Sedangkan untuk perikanan kolam darat pesantren memiliki 10 kolam yang letaknya dekat dengan pesantren. Ikan yang dibudidayakan di kolam darat adalah ikan lele, gurame, nila, ikan mas dan saat ini akan mencoba membudidayakan ikan bawal. Sedangkan untuk ikan budidaya di KJA adalah ikan nila gif dan nila super blue. Ikan nila super blue memiliki keunggulan dibandingkan dengan ikan nila lainnya, hal yang membuatnya lebih unggul adalah ukuran ikannya yang lebih besar. Konsumen KJA dan kolam darat adalah masyarakat yang menggunakannya sebagai konsumsi rumah tangga maupun untuk dibudidayakan kembali. Masyarakat yang membeli utnuk dibudidayakan kembali biasanya membeli benih ikan dengan harga Rp. 200.000,- per liternya. Sedangkan untuk mereka yang membeli ikan untuk konsumsi, harga ikan adalah Rp.8000,- per kilonya. Pada bidang perikanan, pesantren memiliki kerjasama dengan pihak BPTP (Balai Pengembangan Teknologi Perikanan), kerjasama tersebut berupa kerjasama dalam hal teknologi jantanisasi ikan. Jantanisasi dilakukan agar ukuran ikan yang dihasilkan lebih besar.
92 Kelembagaan pertanian yang dikembangkan adalah: 1. Sistem bagi hasil, pada pertanian sawah pesantren melibatkan masyarakat untuk menggarap lahan pesantren. Hasil pertanian yang dihasilkan akan dibagi sesuai sistem syariah sehingga kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Bagi hasil ini dilakukan setelah dipotong oleh biaya produksi. 2. Sistem maro, pada bidang peternakan pesantren mempercayakan hewan yang dimiliki untuk dipelihara oleh masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Sistem maro yang dimaksud adalah misalkan domba tersebut beranak dua maka bagi hasil antara pesantren dan masyarakat adalah setengah-setengah sedangkan jika domba tersebut beranak dua maka bagi hasil antara pesantren dan masyarakat adalah satu-satu dan begitu seterusnya. Strategi yang dilakukan pesantren dalam pengembangan kelembagaan pertanian adalah melalui pemberdayaan santri dan masyarakat desa. Pemberdayaan santri dan masyarakat ini dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada selain itu juga agar semua pihak merasa ikut serta dalam perubahan. d. Kelembagaan Sosial Keagamaan Peran
pesantren
dalam
perbaikan
akhlak
masyarakat
dilakukan
melalui
pengembangan kelembagaan pengajian. Pengajian ini dilakukan rutin setiap minggunya sebagai ajang pembinaan akhlak dan moral masyarakat desa. Pengajian merupakan perkumpulan informal yang bertujuan untuk mengajarkan dasar-dasar agama pada masyarakat umum. Sehingga, pengajian sangat vital sekali sebagai upaya islamisasi terhadap massa (Horikoshi, 1987). Pada pengajian ini para ustadz menunjukkan dalil-
93 dalil al-quran kemudian menghubungkannya dengan persoalan-persoalan dunia yang kerap kali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik mengenai persoalan keluarga maupun persoalan masyarakat. Masih Menurut Horikoshi (1987) bagi masyarakat awam pengajian memiliki fungsi yang berbeda, yaitu : Pertama, pengajian merupakan amal kebaikan karena ulama mendorong agar mereka mencari ilmu agama sebanyak-banyaknya, sebab ganjaran untuk beramal saleh adalah lebih besar dibanding sekedar sembahyang; kedua, berfungsi sebagai upaya meningkatkan kembali firman-firman Tuhan yang sudah terlupakan, dan ketiga, untuk bermasyarakat dengan jamaah lain bahkan yang lebih khusus mengadakan silaturahmi dengan ulama yang dikagumi dan dihormati. Pengajian di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ tidak hanya membahas masalah hal tersebut di atas saja bahkan kadang masyarakat yang menggarap lahan atau memelihara hewan milik pesantren mengutarakan hal-hal yang mereka perlukan berkaitan dengan itu pada acara pengajian tersebut. Misalnya mereka memerlukan pupuk atau bahkan mengutarakan masalah apapun yang sedang mereka hadapi. Strategi yang dilakukan dalam pengembangan kelembagaan pengajian ini adalah melalui penyebaran santri senior pada setiap mesjid dan mushola di seluruh penjuru desa selain itu pengajian juga dilakukan rutin setiap minggunya di mesjid pesantren. Pengajian untuk laki-laki diadakan setiap hari senin pagi dan pengajian bagi perempuan diadakan setiap hari jum’at pagi. Pengajian bagi laki-laki yang diadakan di mesjid pesantren biasanya diisi oleh dewan kiai sedangkan bagi perempuan yang memberikan materi biasanya adalah para istri dewan kiai.
94
5.3 Ikhtisar Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan salah satu pesantren agribisnis yang berada di Kabupaten Cianjur. Menurut data dari Departemen Agama (Depag) Kabupaten Cianjur tahun 2007, terdapat tiga pesantren yang berbasis agribisnis yaitu Pesantren Miftahulhuda Al-Musri' di Ciranjang, Pesantren Martausshibyan dan Pesantren Nurussalam terletak di kawasan Cianjur Selatan. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang sudah hidup ditengah masyarakat sejak jaman penjajahan. Eksistensi pondok pesantren hingga saat ini disebabkan karena masyarakat masih membutuhkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan tetapi juga sebagai tempat pembinaan moral. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah salah satu pesantren salafiyah (tradisional) yang terus menerus memperbaiki diri melalui pengembangan kelembagaan yang dimiliki baik untuk santri maupun masyarakat sekitar. Saat ini pengembangan kelembagaan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah pada bidang pendidikan, bidang ekonomi dan bidang sosial keagamaan. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ sangat berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pesantren dikenal sebagai intitusi pendidikan berbasis agama, namun pada saat ini Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ sudah mengembangkan bidang pendidikan umum, hal ini didukung oleh keberadaan program Kejar Paket A, paket B dan Paket C yang tidak hanya diperuntukan bagi santri tapi juga anak-anak putus sekolah di desa sekitar pesantren, untuk mendukung program pengajarannya pesantren
95 telah memiliki jaringan internet. Selain program kejar Dikdas 9 tahun, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri juga mengembangkan pendidikan anak usia dini. Strategi yang dilakukan pesantren dalam pengembangan kelembagaan pendidiikan adalah pesantren memiliki kerjasama dengan International Center for Islam and Pluralism (ICIP) dengan dibantu oleh Ford Foundation mengadakan Program Pendidikan Jarak Jauh
Berbasis
Teknologi
Informasi
dan
Komunikasi
(ICT-Information
&
Communications Technology). Pengembangan kelembagaan dalam bidang ekonomi adalah Unit Simpan Pinjam (USP) yang dikelola oleh Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) yang terbuka bagi masyarakat desa, namun sasaran utamanya adalah masyarakat yang sudah memiliki usaha maupun masyarakat yang belum memiliki usaha namun ingin memulai usaha. Dalam
pengembangan kelembagaan ekonomi, strategi yang dilakukan adalah
melalui kerjasama dengan pihak luar dalam hal ini pesantren memiliki kerjasama dengan Bank Syariah Mandiri untuk lebih memperlancar pengadaan kredit lunak untuk masyarakat. Kelembagaan pertanian yang dikembangkan pesantren adalah sistem bagi hasil dan sistem maro. Hasil pertanian yang dihasilkan akan dibagi sesuai sistem syariah sehingga kedua belah pihak tidak merasa dirugikan. Bagi hasil ini dilakukan setelah dipotong oleh biaya produksi.
96 Strategi yang dilakukan pesantren dalam pengembangan kelembagaan pertanian adalah melalui pemberdayaan santri dan masyarakat desa. Pemberdayaan santri dan masyarakat ini dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada selain itu juga agar semua pihak merasa ikut serta dalam perubahan. Peran
pesantren
dalam
perbaikan
akhlak
masyarakat
dilakukan
melalui
pengembangan kelembagaan pengajian. Pengajian ini dilakukan rutin setiap minggunya sebagai ajang pembinaan akhlak dan moral masyarakat desa. Pengajian di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ tidak hanya membahas masalah hal tersebut di atas saja bahkan kadang masyarakat yang menggarap lahan atau memelihara hewan milik pesantren mengutarakan hal-hal yang mereka perlukan berkaitan dengan itu pada acara pengajian tersebut. Misalnya mereka memerlukan pupuk atau bahkan mengutarakan masalah apapun yang sedang mereka hadapi. Strategi yang dilakukan dalam pengembangan kelembagaan pengajian ini adalah melalui penyebaran santri senior pada setiap mesjid dan mushola di seluruh penjuru desa selain itu pengajian juga dilakukan rutin setiap minggunya di mesjid pesantren. Pengajian untuk laki-laki diadakan setiap hari senin pagi dan pengajian bagi perempuan diadakan setiap hari jum’at pagi. Pengajian bagi laki-laki yang diadakan di mesjid pesantren biasanya diisi oleh dewan kiai sedangkan bagi perempuan yang memberikan materi biasanya adalah para istri dewan kiai.
BAB VI KENDALA DAN DAMPAK PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
6.1
Kendala Program Pesantren harus senantiasa berusaha untuk hidup serasi dan harmonis
dengan masyarakat sekitar. Sekalipun tidak jarang untuk mencapai maksud tersebut diawali oleh berbagai macam kendala sebab harus berusaha untuk perang nilai dengan masyarakat. Masyarakat desa banyak yang masih awam sehingga ketika akan dikenalkan dengan nilai-nilai Islam mereka bertahan untuk mencegah dan menghalanginya. Terlepas dari manfaat yang dirasakan besar bagi masyarakat, dalam menjalankan semua programnya. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ pun menemui berbagai macam kendala yang memperlambat bahkan menghambat upaya pengembangan kelembagaan tersebut. Hal-hal yang menjadi kendala tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a. Kelembagaan Pendidikan Kondisi masyarakat Desa Kertajaya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh tani dengan pendapatan yang masih rendah menjadikan mereka hanya mampu menyekolahkan anaknya hanya pada tingkat SMP. Selain itu masyarakat juga belum mengutamakan pentingnya pendidikan bagi anakanaknya sehingga mereka lebih suka anak-anak mereka bekerja keluar negeri dan menghasilkan uang banyak dari pada melanjutkan pendidikan.
99
b. Kelembagaan Ekonomi dan Pertanian Kendala yang selama ini memperlambat dan menghambat program yang dilakukan oleh pesantren pada kelembagaan ekonomi dan pertanian adalah sebagai berikut: 1. Akses terhadap teknologi yang kurang, dalam hal ini pesantren belum memiliki teknologi canggih untuk proses produksi maupun pengolahan hasil pertaniannya, seperti: traktor, alat pengering padi dan alat penggiling padi. 2. Akses terhadap modal yang kurang dalam hal ini masih banyak pihak bank masih yang enggan memberikan pinjaman terhadap pesantren jika digunakan sebagai modal mengembangkan agribisnis. 3. Akses terhadap distribusi, saat ini pondok pesantren belum memiliki target pasar untuk produk yang dihasilkan. Sehingga produk hasil pertanian masih diorientasikan untuk pemenuhan kebutuhan internal. 4. Perhatian dari pihak pemerintah yang dinilai sangat kurang. Pihak yang berwenang dalam hal ini adalah departemen pertanian yang dinilai masih sangat kurang memberikan dukungan baik moril apalagi materil. Badan Penyuluh Pertanian (BPP) sangat jarang memberikan penyuluhan kalaupun hal itu dilakukan semata-mata karena pihak pesantrenlah yang mengundang mereka. 5. Faktor harga yang tidak menentu juga menjadi alasan mengapa pesantren belum terlalu mengutamakan hasil pertaniannya untuk dijual.
100
6. Faktor alam, untuk pertanian keadaan tanah yang kering dan juga kurangnya air menjadikan tidak semua jenis tanaman bisa ditanam, pesantren harus pintar menyesuaikan jenis tanaman yang akan dibudidayakan. Sedangkan untuk perikanan adanya angin selatan yang bertiup pada bulan Desember sampai bulan Februari. Angin ini menyebabkan ikan enggan bertelur selain itu jika terjadi hujan yang terus menerus maka telur ikan enggan menetas. Hal ini menyebabkan produksi ikan cenderung menurun. Setiap aktivitas (perjuangan) yang berorentasi pada peningkatan kualitas kehidupan orang lain (banyak orang), dapat dikategorikan sebagai pemberdayaan masyarakat. hanya, yang kemungkinan besar berbeda adalah cara dan pendekatannya, sesuai dengan background kehidupan aktornya (A’la, 2007). Upaya pengembangan kelembagaan pesantren yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah jelas merupakan suatu upaya pengembangan masyarakat. Pesantren sebagai lembaga yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat memiliki pendekatan yang khas dan berbeda dengan lembaga lain dalam melakukan program pengembangan masyarakat. Pendekatan yang digunakan oleh pesantren adalah pendekatan melalui metode da’wah bil hal ini terbukti merupakan metode yang efektif untuk pengembangan masyarakat karena masyarakat melihat contoh nyata dari pesantren yang membuat masyarakat segan dan lebih mudah untuk pesantren menjalankan program pengembangan masyarakatnya. Potensi pesantren sebagai agen perubahan sosial di pedesaan memang sangat strategis, karena masyarakat
101
telah memiliki kepercayaan bahwa pesantren memberikan ajara-ajaran yang berlandaskan agama . Di samping secara umum pesantren berada di tengah-tengah masyarakat, hubungan dengan masyarakat juga sangat dekat. Pesantren secara umum menjadi semacam tempat bertanya bagi masyarakat, tidak hanya dalam soal-soal keagamaan, tetapi juga sosial keagamaan. Itulah yang dikenal sebagai da'wah bil hal, yakni seruan kebajikan yang diwujudkan dalam tindakan nyata (Haedari, 2007). Melalui metode ini pesantren semakin memiliki posisi yang kuat di masyarakat karena program-program yang dibuat sangat bermanfaat dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Pendekatan ini dapat dikatakan sebagai pendekatan sosio kultural yang merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan sebagai upaya melakukan upaya perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu terciptanya keadilan
dan kesejahteraan
sosial bagi masyarakat
dengan
memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya (Aziz, 2005). c. Kelembagaan Sosial Keagamaan Masyarakat Desa Kertajaya merupakan masyarakat yang telah terbuka terhadap perubahan dari luar. Arus informasi yang begitu gencar dari berbagai media mengakibatkan masyarakat mudah menerima bahkan meniru informasi dari luar baik yang positif maupun negatif. Media menampilkan berbagai gaya hidup modern yang menjadikan masyarakat desa menjadi lebih sulit dibina. Gaya hidup yang ditampilkan oleh berbagai media massa lama-kelamaan mulai mengikis
102
nilai-nilai yang ada pada masyarakat desa termasuk nilai-nilai pada segi keagamaan.
6.2
Dampak Program Pesantren Eksistensi pondok pesantren dalam menyikapi perkembangan jaman,
tentunya memiliki komitmen untuk tetap menyuguhkan pola pendidikan yang mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Kekuatan otak (berpikir), hati (keimanan) dan tangan (keterampilan), merupakan modal utama untuk membentuk pribadi santri yang mampu menyeimbangi perkembangan jaman (Saefurrohman, 2005). Berbagai kegiatan keterampilan dalam bentuk pelatihan/work-shop (daurah) yang lebih memperdalam ilmu pengetahuan dan keterampilan kerja adalah upaya untuk menambah wawasan santri di bidang ilmu sosial, budaya dan ilmu praktis, merupakan salah satu terobosan konkret untuk mempersiapkan individu santri di lingkungan masyarakat. Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks di lingkungan masyarakat, maka pondok pesantren harus berani tampil dan mengembangkan dirinya sebagai pusat keunggulan. Pondok pesantren tidak hanya mendidik santri agar memiliki ketangguhan jiwa (taqwimu al-nufus), jalan hidup yang lurus, budi pekerti yang mulia, tetapi juga santri yang dibekali dengan berbagai disiplin ilmu keterampilan lainnya, guna dapat diwujudkan dan mengembangkan segenap kualitas yang dimilikinya.
103
Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ pada awalnya merupakan pesantren salafiyah, namun melihat perkembangannya pesantren ini dapat dikategorikan sebagai pesantren semi salaf semi-modern. Kategori ini adalah pesantren salaf dengan manajemen atau pesantren modern dengan tetap mengkaji kitab kuning selain pelajaran umum yang dikembangkan dengan sistem sekolah berdasarkan kurikulum yang dipadukan dengan kurikulum dari pemerintah (Asmani, 2003). Sebagai lembaga yang menaruh perhatian terhadap kemajuan masyarakat Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ mengembangkan kelembagaan yang dimiliki sebagai upaya turut serta dalam pengembangan masyarakat, yaitu: a. Kelembagaan Pendidikan Peran pesantren misalnya di bidang spiritual, sampai sekarang ternyata belum bisa digantikan oleh lembaga-lembaga pendidikan lain. Dengan bermodal keikhlasan dan keteladanan, kiai (pesantren) telah menunjukkan keberhasilannya dalam mentransfer nilai-nilai relegius kepada santrinya, dan juga bahkan kepada masyarakat (A’la, 2007). Pemberdayaan santri memberi dampak kepada peningkatan pendidikan masyarakat desa, hal ini karena pesantren memberi kesempatan pada santri yang berasal dari golongan menengah kebawah dan tidak menuntut biaya pendidikan, pesantren juga memberikan keterampilan santri tersebut melalui bidang agribisnis yang sedang dikembangkan pesantren karena mereka bekerja pada lahan pesantren setelah belajar.
104
Adanya program Wajar Dikdas memungkinkan masyarakat memperoleh pendidikan secara gratis dan akses internet yang terbuka bagi masyarakat desa menjadikan
masyarakat
lebih
bisa
terbuka
kepada
teknologi.
Melalui
pengembangan program pendidikan dan fasilitas yang memadai tersebut memungkinkan masyarakat desa mengalami peningkatan pengetahuan. Pengembangan kelembagaan pendidikan di pesantren melalui peningkatan dan kelengkapan fasilitas menjadikan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ memiliki santri yang semakin bertambah setiap tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat semakin mempercayakan anak-anaknya untuk belajar di pesantren. b. Kelembagaan Ekonomi dan Pertanian Pesantren memiliki standar keberhasilan dalam setiap program yang mereka susun. Dalam hal pengembangan kelembagaan ekonomi standar keberhasilannya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi penggarap atau memelihara hewan ternak milik pesantren. Walaupun tidak dibuktikan secara matematis, namun terdapat perubahan kondisi ekonomi masyarakat yang menjadi penggarap atau memelihara hewan ternak milik pesantren ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, salah seorang responden (Nng 47 tahun) mengatakan bahwa jika sebelum bergabung dengan pesantren ia hanya menjadi buruh tani namun setelah memelihara domba milik pesantren dan memperoleh hasil dari sistem maro, mereka memulai usaha dengan membuka warung kecil.
105
”Sateuacan ngiringan ngurus domba nu pasantren abdi mung sakadar buruh tani, namung saatos abdi ngurus domba nu kagungan pasantren teras domba eta anakan ku abdi di ical teras hasilna dianggo modal dagang, janten unggal dinten teh aya wae pamasukan sawios sakedik-kedikeun oge”. ”Sebelum ikut memelihara domba milik pesantren, saya hanya sekedar menjadi buruh tani, tapi setelah dipercaya memelihara domba milik pesantren dan domba tersebut beranak hasilnya saya jual dan saya gunakan sebagai modal berdagang, sekarang tiap hari ada pemasukan walaupun sedikit”.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat merasakan manfaat dari memelihara hewan milik pesantren yang membawa dampak pada ekonomi rumahtangga masyarakat itu sendiri. Pesantren saat ini sedang membangun untuk kepentingan agribisnis dan juga sebagai tempat untuk menampung anak yatim. Pembangunan ini menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sebagai buruh bangunan yang tentunya mereka bisa bekerja tanpa harus meninggalkan keluarga dan juga tanpa harus mengeluarkan uang makan dan transportasi karena tempat bekerja dekat dengan tempat tinggal. Keberadaan pesantren dengan jumlah santri yang cukup banyak dengan kebutuhan yang beragam memungkinkan santri menjadi konsumen warungwarung kecil yang ada di sekitar pesantren, sehingga warung-warung tersebut tidak perlu merasa khawatir kehilangan konsumen karena pesantren terus melakukan regenerasi santrinya. Pengembangan agribisnis yang dilakukan selama ini hasilnya dirasakan pula oleh masyarakat sekitar. Masyarakat ikut serta menikmati hasil panen dari pertanian yang dikembangkan pesantren. Sebagai contoh ketika pesantren menanam tomat dan hasil panen yang didapat cukup besar yaitu satu ton, kebetulan saat itu harga tomat sedang sangat jatuh pada saat itu pesantren lebih memilih memberikan hasil panennya kepada seluruh masyarakat
desa
106
dibandingkan dengan menjualnya ke tengkulak. Hal ini dilakukan berangkat dari asumsi bahwa jika hasil panen dibagikan kepada masyarakat desa maka akan lebih barokah dan mendapat nilai di mata Tuhan daripada menjualnya kepada tengkulak dan merugi. Unit
Simpan
Pinjam
(USP)
yang
dikelola
oleh
KOPONTREN
memungkinkan masyarakat memperoleh pinjaman modal tanpa bunga yang memberatkan karena masyarakat tidak dibebani oleh bunga pinjaman karena itu merupakan hal yang dilarang oleh agama. Karena hal ini merupakan prinsipprinsip yang dipegang oleh pesantren menurut fiqih muamalah yang bersifat tsawabit (tetap) antara lain: tidak boleh melakukan kegiatan riba, tidak boleh ada unsur penipuan, tidak boleh ada saling menzalimi antara lain tercerminkan dalam prinsip bagi hasil (Hafidhudin, 2003). c. Kelembagaan Sosial Keagamaan Pembinaan masyarakat yang dilakukan melalui pengajian dengan cara menyebar santri ke seluruh pelosok desa maupun pengajian rutin di mesjid pesantren lambat laun memberikan pengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat desa. Para ustadz biasanya membacakan suatu ayat dalam al-qur’an, hadist atau kitab kemudian menjelaskan kandungannya dan aplikasi terhadap kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang diajarkan oleh ustadz-ustadz secara perlahan diaplikasikan oleh masyarakat desa pada setiap segi kehidupan. Pengajian-pengajian ini juga membawa dampak pada akidah masyarakat yang merupakan agama Nasrani. Tidak sedikit umat Nasrani yang ada di Desa Kertajaya yang memang dulunya beragama Islam dan kemudian memeluk agama
107
Nasrani kembali memeluk agama Islam. Hal ini terjadi karena upaya pembinaan dan dakwah yang dilakukan oleh pesantren. Pesantren tidak pernah memaksakan kepada mereka yang beragama Nasrani untuk memeluk agama Islam, namun hal tersebut merupakan kesadaran yang datang dari dalam diri mereka sendiri. Program pengembangan kelembagaan pesantren masih memberi prioritas pada pemberdayaan santri dibandingkan pada masyarakat sekitar, kalaupun melibatkan masyarakat sekitar namun keterlibatan masyarakat masih sangat kecil dibandingkan keterlibatan santri karena santri merupakan unsur penting bagi eksistensi sebuah pesantren sehingga sebuah pesantren tanpa santri ibarat mobil tanpa sopir. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Turmudi (2004) bahwa santri adalah sumber pendukung bagi kiai dan pesantren. Santri tidak saja penting bagi eksistensi pesantren pada saat ini tapi juga untuk menjamin eksistensi di masa mendatang. Santri tidak hanya dibekali ilmu-ilmu agama tetapi juga dibekali dengan berbagai keterampilan seperti komputer, pertanian, menjahit dan hal lainnya yang diharapkan akan menjadi bekal santri jika mereka sudah menyelesaikan pendidikan di pesantren dan terjun ke masyarakat. Di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ keterampilan ini sudah dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan. Disadari
atau tidak
bahwa kecenderungan
untuk mengembangkan
pengetahuan non-agama di pesantren merupakan kebutuhan nyata yang harus dihadapi para lulusan pesantren di masa depan. Justru tantangan untuk berlomba menguasai pengetahuan non-agama merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh pondok pesantren (Wahid dalam Anwar dan Matahari, 2001).
108
Dengan demikian tujuan pengembangan pesantren adalah mengintegrasikan pengetahuan agama dan non-agama, sehingga lulusannya memiliki kepribadian yang utuh dan komprehensif. Akhirnya, keluarannya adalah manusia yang mampu memandang jauh ke depan sekaligus memiliki keterampilan praktis. Pemberdayaan santri ini pun masih kurang melibatkan partisipasi aktif dari santri. Hal ini terjadi karena santri hanya ikut serta dalam pelaksanaan program tanpa terlibat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Perencanaan dan pengambilan keputusan masih dipegang sepenuhnya oleh pemimpin pondok pesantren. Partisipasi santri ini dapat dikatakan sebagai partisipasi pasif atau manipulatif (Syahyuti, 2005) karena santri tidak terlibat dalam keseluruhan program mulai dari perencanaan sampai pengambilan keputusan. Pemberdayaan yang sesungguhnya meletakkan partisipasi aktif kedalam efektifitas, efisiensi, dan sikap mandiri. Menurut Payne (1979) dalam Nasdian (2003) Pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya kuasa untuk mengambil keputusan dan menentukan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Pemberdayaan bisa mempunyai makna yang berbeda-beda, tergantung dari sisi dan latar belakang realitas yang dihadapi oleh sekumpulan maupun individu. Namun yang paling dekat dengan kita, dan yang paling mudah dipahami bahwa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang berarti mampu atau mempunyai kemampuan dalam hal ekonomi, politik dan tentu saja mampu mandiri dalam tatanan kehidupan sosial (Maulana, 2007).
109
Pemberdayaan di pedesaan dan di perkotaan pada umumnya mempunyai kesamaan, yakni peningkatan ekonomi, pendidikan, akses sebagai warga dan hubungan-hubungan yang menghasilkan perilaku politik. Namun beberapa konsep pemberdayaan yang telah dimutakhirkan oleh pemerintah adalah pemberdayaan melalui nilai-nilai universal kemanusiaan yang luntur untuk di bangkitkan kembali, tujuan dari pemberdayaan ini adalah perubahan sikap dan perilaku menjadi lebih baik. Praktiknya tetap saja memakai konsep kesadaran dan kemauan dari dalam masyarakat itu sendiri. Sebagai pesantren tradisional, keputusan kiai masih sangat dijunjung tinggi, karena memang selama ini kiai memegang peranan yang sentral dalam setiap program yang dibuat karena selama ini apa yang dirancang kiai sangat visioner dan penuh inovasi, bahkan pimpinan pondok pesantren saat ini memiliki rencana untuk lebih mengembangkan pesantren dengan cara ingin mengembangkan pabrik pengolahan hasil pertanian mulai dari pabrik pengolahan daging ternak, pengolahan bio gas, pengolahan susu sampai pabrik pembuatan pupuk. Santri mengaku hanya menjalankan perintah yang disampaikan oleh pimpinan pondok pesantren, walapun santri terlibat dalam penyusunan program terkait dengan program yang dijalankan, namun tetap decision maker-nya adalah pimpinan pondok pesantren. Kiai merupakan orang yang sangat dihargai keputusannya hal ini seperti yang dikemukakan oleh Horikoshi (1987) yang mengemukakan fungsi kiai antara lain sebagai pemangku mesjid dan madrasah, pengajar dan pendidik, dan sebagai ahli dan penguasa hukum. Dalam hal ini kiai sebagai pimpinan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan seseorang yang merupakan ahli dan penguasa hukum yang mutlak.
110
Selain sebagai decision maker pada setiap program yang disusun, pengaruh kiai tidak hanya di lingkungan pesantren saja namun juga di lingkungan sekitarnya hingga pada tingkat desa. Hal ini dikarenakan kiai sebagai pimpinan pesantren sangat aktif dan terlibat dalam pemerintahan desa, yang dibuktikan dengan jabatan yang dimiliki kiai selain sebagai pimpinan pondok pesantren juga merupakan wakil ketua Badan Pengawas Desa (BPD). Terlepas dari pengaruh kiai yang begitu kuat namun partisipasi dalam proses pemberdayaan amatlah penting, karena partisipasi dan pemberdayaan merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan dan juga merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya (Hikmat, 2001). Berdasarkan pendapat beberapa ahli inti dari partisipasi adalah keterlibatan langsung anggota masyarakat dalam seluruh proses program pengembangan masyarakat mulai dari perencanaan sampai pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah kehidupan mereka sendiri. Partisipasi sangat penting dalam program pengembangan masyarakat agar masyarakat merasa dilibatkan dalam segala hal yang berkaitan dengan pembangunan. Namun partisipasi memiliki berbagai tipe, ada yang benar-benar murni partisipasi masyarakat adapula partisipasi masyarakat yang bersifat semu. Menurut Syahyuti (2006) partisipasi yang baik itu adalah partisipasi yang disebut dengan partisipasi interaktif, dimana masyarakat berperan dalam proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda indisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis.
111
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusankeputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Dengan menerapkan konsep partisipasi banyak hal positif yang didapatkan dalam penerapan program pengembangan masyarakat yaitu efisiensi dan efektivitas program baik dalam segi biaya, waktu dan materi. Titik awal perubahan sosial yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ adalah melalui pemberdayaan santri. Santri diberi kekuasaan mengatur bidang yang diamanahkan oleh kiai untuk dikembangkan. Dengan cara ini, kemampuan santri dapat dilihat dari berkembang atau tidaknya bidang yang diamanahi tersebut. Karena, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu mereka yang diberdayakan memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mandiri dalam kegiatan sosialnya juga mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan (Suharto, 2005).
6.3
Ikhtisar Dalam menjalankan berbagai program pengembangan kelembagaannya,
Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ pun tidak luput dari kendala-kendala yang akan memperlambat bahkan menghambat berkembangnya kelembagaan tersebut. Terdapat beberapa kendala yang dapat di atasi namun ada juga kendala yang belum bisa di atasi sendiri.
112
Kondisi masyarakat Desa Kertajaya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai buruh tani dengan pendapatan yang masih rendah menjadikan mereka hanya mampu menyekolahkan anaknya hanya pada tingkat SMP. Selain itu masyarakat juga belum mengutamakan pentingnya pendidikan bagi anakanaknya sehingga mereka lebih suka anak-anak mereka bekerja keluar negeri dan mengahasilkan uang banyak dari pada melanjutkan pendidikan. Kendala bagi program pengembangan kelembagaan ekonomi adalah masih sedikitnya pihak bank yang mau memberikan pinjaman kepada pesantren untuk kemudian digunakan untuk memberikan kredit lunak kepada masyarakat yang membutuhkan. Pada kelembagaan pertanian kendala yang ditemui diantaranya adalah kurangnya penyuluhan dari Departemen Pertanian dan kurangnya modal untuk pengembangan kelembagaan mengakibatkan pesantren belum bisa optimal dalam proses pengolahan. Selain itu, kurangnya akses distribusi dan tidak stabilnya harga mengakibatkan pesantren saat ini masih mengutamakan memenuhi kebutuhan internal pesantren dibandingkan untuk menjualnya ke pasar. Untuk mendukung program pengembangan masyarakatnya, Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ sering mengirimkan santrinya untuk mengikuti pelatihan pertanian di luar pesantren misalnya mengikuti pelatihan di IPB maupun mengadakan studi banding sekaligus belajar ke pondok pesantren lain yang telah lebih dulu mengembangkan pertanian seperti Pesantren Al-Ittifaq yang ada di Ciwidey Bandung. Pondok pesantren memiliki peran yang sangat besar bagi kemajuan masyarakat tidak hanya pada skala lokal tapi juga pada tataran nasional. Pesantren dengan segala kekhasannya sampai saat ini belum tergantikan oleh
113
lembaga lainnya. Adanya program Wajar Dikdas memberi kesempatan pada masyarakat golongan menengah ke bawah untuk memperoleh pendidikan. Pengembangan kelembagaan ekonomi yang melibatkan masyarakat turut serta membatu memperbaiki ekonomi masyarakat golongan menengah ke bawah. Pesantren memberikan prioritas pada masyarakat ini karena ingin turut serta memberantas kemiskinan. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri” memiliki Koperasi Pondok Pesantren (KOPONTREN) yang di dalamnya terdapat unit simpan pinjam yang terbuka bagi masyarakat. Unit Simpan Pinjam (USP) ini diperuntukan bagi masyarakat desa yang telah memiliki usaha maupun bagi mereka ingin memulai usaha. Pengembangan kelembagaan dalam hal sosial keagamaan, memberi dampak khususnya pada kehidupan masyarakat desa. Materi-materi yang diberikan dalam pengajian sedikit demi sedikit diaplikasikan oleh masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat orang yang dulunya memang beragama Islam kemudian menjadi beragama Nasrani bisa kembali memeluk agama Islam karena gencarnya dakwah yang dilakukan pesantren dalam pembinaan akhlak masyarakat desa. Terdapat
perubahan ekonomi masyarakat yang menjadi penggarap atau
memelihara hewan ternak milik pesantren. Sebagai contoh, ada responden yang mengatakan jika sebelum bergabung dengan pesantren ia hanya menjadi buruh tani namun setelah memelihara domba milik pesantren dan memperoleh hasil dari sistem maro, mereka memulai usaha dengan membuka warung kecil.
BAB VII PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN MASYARAKAT : SUATU ANALISIS Pesantren merupakan lembaga keagamaan yang tangguh dan sampai saat ini masih bias bertahan serta terus menerus memperbaiki dirinya. Pesantren yang cukup besar bagi peradaban bangsa bahkan semenjak jaman penjajahan. Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki basis sosial yang sudah sangat jelas dan sangat akrab dengan masyarakat. Di saat lembaga lain belum berjalan secara fungsional, pesantren berada pada garda depan sebagai pusat aktivitas masyarakat, mulai dari belajar agama, bela diri, megobati orang sakit, konsultasi pertanian, mencari jodoh bahkan menyusun strategi untuk melawan penjajah. Pesantren juga merupakan lembaga yang memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pada jaman dahulu pesantren bahkan memproduksi tinta dan kertas yang dibuat dari bahan tradisional untuk menulis pelajaran. Namun seiring perkembangan jaman yang terjadi, kegiatan produksi tersebut terhenti karena tergantikan oleh kertas dan tinta yang diproduksi oleh pabrik yang harganya lebih murah dengan kualitas yang lebih baik. Pesantren hidup dari, oleh dan untuk masyarakat, hal ini menuntut adanya peran pesantren yang sejalan dengan situasi dan kondisi masyarakat, bangsa dan Negara yang terus berkembang. Pesantren dapat berperan sebagai motor penggerak perubahan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan berbagai metode yang dimilikinya.
115
Secara umum, hasil penelitian ini membuktikan bahwa pesantren sangat berperan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan salah satu pesantren yang menambah panjang seretan pesantren yang memiliki andil dalam memperbaiki lingkungannya ke arah yang lebih baik. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ merupakan salah satu pesantren yang mengembangkan agribisnis di Kabupaten Cianjur. Fokus utama pesantren mengembangkan
agribisnis
adalah
sebagai
upaya
turut
serta
dalam
mengembangkan pertanian dan sebagai upaya memberantas kemiskinan. Mengingat sebagian besar wilayah Desa Kertajaya yang dikelilingi oleh lahan pertanian yang cukup luas dan sebagian besar masyarakanya pun bermata pencaharian sebagai petani maka program yang disusun tidak jauh dari bidang agribisnis yang memang sudah lekat dengan masyarakat. Berangkat dari keprihatinan terhadap Negara Indonesia yang merupakan negara agraris namun saat ini negara belum mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi rakyatnya dan masih mengimpor dari negara lain yang notabene bukanlah negara yang memiliki sumberdaya yang banyak seperti Indonesia. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang mandiri pesantren mencoba untuk memulai dan mengembangkan pertanian dalam skala kecil yang diharapkan nantinya akan memberikan sumbangan besar bagi bangsa. Pemberdayaan santri merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ dalam pengembangan kelembagaannya. Santri diberikan pengetahuan tidak hanya ilmu agama tapi juga diberikan keterampilan yang bersifat umum seperti komputer dan pertanian. Santri bekerja pada lahan
116
pertanian setelah mereka belajar sehingga tidak mengganggu aktivitas utama mereka di pesantren. Selain memberdayakan santri, pesantren juga memberikan kesempatan pada masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah untuk ikut serta dalam pengembangan kelembagaan pesantren. Pemberdayaan santri dan masyarakat ini menunjukan bahwa pesantren tidak “egois” dalam melakukan perbaikan, karena pesantren bukanlah lembaga eksklusif yang tertuttup bagi dunia luar. Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa fakta bahwa pesantren telah turut serta memperbaiki kehidupan masyarakat desa pada bidang pendidikan, pertanian, ekonomi dan sosial keagamaan. Pada tataran pendidikan Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ memiliki program Wajar Dikdas 9 tahun yang tidak hanya diperuntukkan bagi santri tapi juga bagi masyarakat sekitar. Pengembangan kelembagaan ekonomi dan pertanian memberikan dampak pada peningkatan pendapatan bagi masyarakat desa. Pengembangan kelembagaan dalam bidang sosial keagamaan memberikan kontribusi terhadap perubahan akhlak dan moral masyarakat desa melalui pengajian yang semakin berkembang. Pengembangan kelembagaan pesantren dalam rangka pengembangan masyarakat sebagai cikal bakal perubahan yang nantinya akan menciptakan perubahan yang lebih besar pada masyarakat, bangsa dan negara. Hal yang pertama dilakukan adalah memaksimalkan potensi-potensi yang ada, mulai dari sumberdaya alam sampai sumberdaya manusianya.
117
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosio kultural karena pesantren pesantren merupakan lembaga yang sangat dekat dengan masyarakat. Pendekatan ini dinilai lebih bisa diterima dan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam menciptakan perubahan. Hal yang membuat pendekatan ini berhasil adalah karena program yang selama ini dilakukan pemerintah dangat kuat ditandai oleh model yang sentralistis dan mengikuti jalur birokratis. Dalam sistem semacam ini kendati elit politik selalu mengatakan bahwa pembangunan mengutamakan bottom up planning, mendahulukan musyawarah dari bawah, namun pada kenyataannya pembangunan lebih didominasi oleh keinginan dan kepentingan pemerintah (Usman, 2003). Hal yang menjadikan pesantren berbeda dengan lembaga lain adalah dimana dalam pesantren, dengan kepemipinan kiai dan paar ustadz serta pengelolaan yang khas, tercipta satu komunikasi tersendiri yang di dalamnya terdapat semua spek kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, budaya dan organisasi. Dalam perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh perkembangan dan tuntutan dinamika masyarakat. Saat ini perhatian pemeritah pada upaya pesantren dalam rangka turut serta dalam pengembangan masyarakat dinilai masih belum optimal. Hal ini terbukti di Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ yang merasa kurang mendapatkan penyuluhan pertanian padahal penyuluhan merupakan hal yang sangat dibutuhkan bagi bidang pertanian yang saat ini sedang digalakkan. Pemerintah masih cenderung memberikan perhatian pada pesantren yang lebih modern yang berada di kota besar dibandingkan dengan pesantren tradisional yang berada di desa.
118
Oleh karena itu, pesantren tradisional harus sekuat tenaga mengoptimalkan potensinya dan berjalan sendiri tanpa ada perhatian dari pemerintah. Pada saat ini, keberadaan pesantren tidak memiliki kewenangan langsung untuk merumuskan aturan sehingga perannya dapat dikategorikan sebagai partisipasi. Dalam hal ini, pesantren melalui kiai dan santri didikannya cukup potensial untuk menggerakan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, untuk lebih mengembangkan potensi pesantren, maka diperlukan dukungan dari berbagai elemen mulai dari masyarakat maupun pemerintah. Melalui kerjasama ini dapat berupa dukungan moril dan materil yang akan mempercepat perubahan. Sebagai lembaga yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, pesantren harus terus disegarkan agar tidak kehilangan relevansi pada jaman yang telah berubah dengan sangat cepat. Pesantren harus lebih peka dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya sehingga pengembangan kelembagaan yang dilakukan adalah benar-benar hal yang dibutuhkan masyarakat.
BAB VIII PENUTUP 8.1
Kesimpulan Pesantren memiliki peran yang besar bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Saai
ini telah
banyak
pesantren
yang memiliki program
pengembangan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat ke arah lebih baik. Program pengembangan masyarakat dibuat dengan memperhatikan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri, sehingga program yang dibuat benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Masyarakat Desa Kertajaya merupakan masyarakat yang memiliki karakteristik yang beragam. Kondisi geografis yang sebagian besar masih didominasi oleh areal pertanian adalah hal yang menjadikan desa ini sama seperti desa-desa pada umumnya namun adanya dua agama menjadikan masyarakat Desa Kertajaya memiliki kekhasan yang berbeda dengan desa-desa lainnya. Mayoritas penduduk desa masih berada pada tingkat pendidikan dan ekonomi yang masih rendah. Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’ mengembangkan kelembagaan pada beberapa bidang. Pada bidang sosial keagamaan, kelembagaan yang dikembangkan adalah pengajian-pengajian dengan strategi penyebaran santri ke pelosok desa maupun mengadakan pengajian di lingkungan pesantren. Pada bidang pendidikan kelembagaan yang dikembangkan adalah mengembangkan sistem pendidikan dasar bagi anak-anak usia dini dan juga program Wajar Dikdas 9 tahun. Strategi yang dilakukan pesantren dalam pengembangan kelembagaan pendidiikan adalah pesantren memiliki kerjasama dengan International Center for
120
Islam and Pluralism (ICIP) dengan dibantu oleh Ford Foundation mengadakan Program Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT-Information & Communications Technology). Pada bidang pertanian kelembagaan yang dikembangkan adalah sistem maro dan sistem bagi hasil dengan strategi pemberdayaan masyarakat dan juga santri. Sedangkan pada bidang ekonomi, kelembagaan yang dikembangkan adalah unit simpan pinjam dengan strategi melalui kerjasama dengan pihak luar dalam hal ini pesantren memiliki kerjasama dengan Bank Syariah Mandiri untuk lebih memperlancar pengadaan kredit lunak untuk masyarakat. Upaya pengembangan kelembagaan ini menemukan berbagai macam kendala yang memperlambat program. Kendala tersebut mulai dari kurangnya modal sampai kondisi alam yang tidak menentu. Kendala yang dirasa sangat berpengaruh
adalah
kurangnya
dukungan
dari
pemerintah
atas
upaya
pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri’. Terdapat perubahan kualitas kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik, misalnya pada bidang pertanian dan ekonomi, masyarakat yang terlibat dalam program mengalami peningkatan pendapatan setelah turut serta mengambil bagian dalam program pesantren. Pada bidang pendidikan membawa dampak pada masyarakat golongan ekonomi bawah untuk bisa mengenyam pendidikan secara gratis dan akses internet yang terbuka bagi masyarakat desa menjadikan masyarakat lebih bisa terbuka kepada teknologi. Melalui pengembangan program pendidikan dan fasilitas yang memadai tersebut memungkinkan masyarakat desa mengalami peningkatan pengetahuan. Pengembangan kelembagaan Pengajian
121
membawa dampak pada akidah masyarakat yang merupakan agama Nasrani. Tidak sedikit umat Nasrani yang ada di Desa Kertajaya yang memang dulunya beragama Islam dan kemudian memeluk agama Nasrani kembali memeluk agama Islam.
8.2
Saran Bagi pesantren, sebaiknya pesantren lebih giat membangun jejaring dengan
pesantren lain yang sudah terbukti berhasil dalam upaya pengembangan masyarakatnya. Melalui kerjasama tersebut diharapkan nantinya akan terbentuk kekuatan yang kokoh dan tercipta perubahan sosial yang lebih besar dan berawal dari lembaga keagamaan. Bagi pemerintah, dukungan baik moril dan materil sangat dibutuhkan demi terciptanya kelancaran pengembangan kelembagaan yang dilakukan oleh pesantren. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan diharapkan lebih bekerjasama dan memberikan perhatian khusus pada pesantren agar perubahan dapat berjalan dengan lancar sehingga perubahan kehidupan masyarakat ke arah lebih baik bisa cepat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Asmani, Jamal Ma’mur. 2003. Dialektika pesantren dengan Tuntutan Zaman, dalam Hasyim, M. Affan et al. Menggagas Pesantren Masa Depan: Geliat Suara Santri Untuk Indonesia Baru. Qirtas: Jakarta. Assa, Mosses Caesar. 2007. Pesantren Dalam Sistem Pendidikan Nasional. http://fpks-dpr.or.id/new/main.php?op=isi&id=2948. Diakses pada tanggal 4 Januari 2008. A'la, Ach Syaiful. 2007. www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/07/0806.htm 22k. Diakses pada tanggal 8 Januari 2008. Amir, Syafrudin. 2005. Pesantren Sebagai Pembangkit Moral Bangsa. www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/072006/03/11wacana01.htm. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2007. Anwar dan Matahari. 2006. Peranan Pondok Pesantren Al-Basyariyah Dalam Mempersiapkan Santri Memiliki Daya Saing Tinggi. www.depdiknas.go.id. Diakses tanggal 28 Oktober 2007. Anonim. 2007. Perguruan Tinggi Pesantren dalam Persaingan Global. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0705/07/0806.htm. Diakses pada tanggal 8 Januari 2008. Anonim. Tanpa Tahun. Direktori Pondok Pesantren Miftahulhuda Al-Musri. Tidak diterbitkan: Cianjur. Aziz, Moh. 2005. Model-model Pemberdayaan. LKiS Pelangi Aksara: Jakarta. Bodgan, Robert C dan Biklen, Sari Knopp. 1990. Qualitatif Research for Education: An Introduction to Theory and Theory (Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode). Penerjemah : Munandir. Universitas Terbuka. Jakarta. Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Depag, 2004. Profil Pondok Pesantren Mu’adalah. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam/Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Departemen Agama: Jakarta. Dohfier, Zamakhsyari. 1982.Tradisi Pesantren. Bumi Aksara: Jakarta.
123
Haedari,
Amin. 2007. Perluasan Peran Pesantren. http://tabloid_info.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id =87&Itemid=27 . Diakses pada tanggal 4 Januari 2008.
Hafidhudin, Didin. 1998. Dakwah Aktual. Gema Insani Press: Jakarta. -------------,--------. 2003. Islam Aplikatif. Gema Insani Press: Jakarta. Hikmat, Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama: Bandung. Horikoshi, Hiroko. 1987. Kiai dan Perubahan Sosial. P3M: Jakarta. Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antrolopogi. Rineka Cipta: Jakarta. Landas.
2006. Program Comdev Upaya Mendukung Kesejahteraan. http://menotimika.wordpress.com/2007/11/02/program-comdev-upayamendukung-kesejahteraan/. Diakses tanggal 25 Januari 2008.
Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS: Jakarta. Maulana, Ilham. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Penyadaran Alokasi Dana Desa (ADD). http://www.geocities.com/lokkie2005/pk220306.htm. Diakses tanggal 15 Januari. Nandika, Dodi. 2005. Pesantren Sebagai Basis Pembangunan Wilayah. http://www.republika.co.id/kolomdetail.asp?id=188820&kat_id=6. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2007. Nasdian, Fredian Tonny. 2003a. Diktat Kuliah Pengembangan Masyarakat. Tidak Diterbitkan. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor:Bogor. Nasdian, Fredian Tonny. 2003b. Kelembagaan Sosial dalam Sosiologi Umum. Tidak Diterbitkan.Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Rahayu,
Budi Ana MG. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Desa.http. http://www.binaswadayaoneline.htm. Diakses tanggal 25 Januari 2008.
Sasmita, Adi. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Graha Ilmu: Jakarta.
124
Saefurrohman. 2005. Peranan Pesantren dalam Pemberdayaan Umat. http://www republika.co.id/kolomdetail.asp?id=17890&kat_id=6. Diakses tanggal 4 Januari 2008. Siregar, Halimah. 1995. Peranan Pesantren Sebagai Agen Perubahan (Agent Of Development) Bagi Masyarakat Desa (studi kasus: Pesantren Darrunnajjah Cipining, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Refika Aditama: Bandung. Sunito, Satyawan. 2003. Perubahan Sosial dalam Sosiologi Umum. Tidak Diterbitkan.Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Syahyuti. 2006. Tiga Puluh Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian. Bina Rena Pariwara: Jakarta. Turmudi, Endang. 2004. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. LkiS: Yogyakarta. Usman, Sanyoto. 2003. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Wahyoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren Pendidikan Alternatif Masa Depan. Gema Insani Press: Jakarta.
127
Gambar 3. Gambar Dokumentasi Penelitian
Peternakan bebek
Lahan perkebunan
Aktivitas santri
Kolam Jaring Apung (KJA)
Santri sedang tandur
Koperasi Pondok Pesantren
Peneliti (kiri) sedang beriteraksi dengan santri
Kolam Darat
Lampiran 3
Panduan Pertanyaan No Pertanyaan Penelitian A. Karakteristik Masyarakat 1 Berapa jumlah penduduk Desa Kertajaya? 2 Apa pekerjaan sebagian besar penduduk Desa Kertajaya? 3 Apa agama mayoritas penduduk Desa Kertajaya? 4 Apa pendidikan sebagian besar penduduk? 5 Apakah masyarakat masih sering melakukan kegiatan secara gotong-royong misalnya kerja bakti? 6 Apakah masyarakat masih sering saling membantu misalnya jika ada tetangga yang kesulitan? 7 Bagaimana keadaan ekonomi masyarakat Desa Kertajaya? 8 Apakah di Desa Kertajaya masih banyak pengangguran? 9 Jika ya, mengapa hal itu terjadi? 10 Apakah para pemuda masih mau melaksanakan kegiatan pertanian? 11 Apakah penduduk Desa Kertajaya ada yang migrasi keluar desa misalnya untuk bekerja? 12 Jika ya, apakah ada perubahan perilaku dari penduduk tersebut setelah mereka kembali ke desa? 13 Apakah perubahan perilaku tersebut menyebabkan penduduk lain mengikuti? 14 Apakah masyarakat Desa Kertajaya masih sering mengikuti kegiatan keagamaan? 15 Apakah masyarakat Desa Kertajaya masih banyak yang mempercayai takhayul?misalnya percaya pada dukun dan sebagainya 16 Apakah masyarakat Desa Kertajaya masih sering melakukan kegiatan upacara seremonial?misalnya acara tujuh bulanan B. Peran pesantren dalam pengembangan masyarakat 1 Kapan dibentuknya Biro Hubungan Masyarakat di yayasan Miftahulhuda Al-Musri’? 2 Apa alasan di bentuknya Biro Hubungan Masyarakat? 3 Program apa saja yang dilaksanakan Biro Hubungan Masyarakat? 5 Apakah Biro Hubungan Masyarakat memiliki kerjasama dengan pihak lain (misalnya: Bank, perusahaan) ? 6 Jika ada, bagaimana bentuk kerjasama tersebut? 7 Siapa sasaran program Biro Hubungan Masyarakat? 8 Apakah masyarakat binaan diberikan pelatihan khusus terkait dengan program pengembangan
Informan/Responden Aparat desa Aparat desa Aparat desa Aparat desa Aparat desa, tokoh masyarakat Tokoh masyarakat Aparat desa Aparat desa Aparat desa Tokoh masyarakat, masyarakat desa Aparat desa, tokoh masyarakat Tokoh masyarakat Tokoh masyarakat Tokoh masyarakat, masyarakat desa Tokoh masyarakat, masyarakat desa Tokoh masyarakat, masyarakat desa
Pengurus HUMAS Pengurus HUMAS Pengurus HUMAS Pengurus HUMAS
Pengurus HUMAS Pengurus HUMAS Pengurus HUMAS
129
9
10
11
12
masyarakat yang dilakukan Biro Hubungan Masyarakat? Apa bentuk timbal balik antara masyarakat yang mengikuti program dengan Biro Hubungan Masyarakat? Apakah masyarakat dilibatkan langsung dalam program pengembangan masyarakat Biro Hubungan Masyarakat mulai dari perencanaan sampai pengambilan keputusan? Apakah pengurus dalam Biro Hubungan Masyarakat merupakan orang-orang yang kompeten dalam bidangnya? Apakah Biro Hubungan Masyarakat melakukan pengawasan terhadap masyarakat binaan? Bagaimana teknis pengawasan tersebut?
Pengurus HUMAS, warga binaan. Pengurus HUMAS, warga binaan.
Pengurus HUMAS
Pengurus HUMAS, warga binaan. 13 Pengurus HUMAS, warga binaan. 14 Bagaimana strategi pesantren untuk menjamin Pengurus HUMAS keberlanjutan program? 15 Bagaimana peran aparat desa dalam program Pengurus HUMAS, pemberdayaan? aparat desa 16 Apakah pengurus pesantren menarik dana dari Pengurus HUMAS, masyarakat dalam setiap programnya? warga binaan. 17 Apakah pesantren memiliki standar keberhasilan Pengurus HUMAS program? 18 Bagaimana ukuran atau kriteria keberhasilan Pengurus HUMAS program pengemas menurut pesantren? 19 Kendala apa yang selama ini dihadapi selama Pengurus HUMAS menjalankan program? C. Partisipasi Masyarakat dan Dampak Program 1 Apakah masyarakat mendaftarkan diri untuk Pengurus HUMAS, menjadi warga binaan Biro Hubungan Masyarakat warga binaan, aparat yayasan Miftahulhuda Al-Musri’ atau pengurus desa. yayasan yang mendatangi? 2 Mengapa Anda tertarik untuk bergabung dengan Warga binaan program biro Hubungan Masyarakat yayasan Miftahulhuda Al-Musri’? 3 Apakah masyarakat dilibatkan dalam penyusunan Pengurus HUMAS, program pengembangan masyarakat yang warga binaan. dilakukan oleh Biro Hubungan Masyarakat yayasan Miftahulhuda Al-Musri’? 4 Apakah program yang selama ini dilakukan Biro Pengurus HUMAS, Hubungan Masyarakat yayasan Miftahulhuda Al- aparat desa, warga Musri’ merupakan program yang masyarakat binaan. butuhkan? 5 Apakah masyarakat pernah mengujukan usul Pengurus HUMAS, terhadap program yang mereka inginkan? warga binaan. 6 Apakah Biro Hubungan Masyarakat menerima usul Pengurus HUMAS, masyarakat tersebut? warga binaan. 7 Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengambilan Pengurus HUMAS, keputusan yang berkaitan dengan program? warga binaan. 8
Apakah masyarakat merasa sistem bagi keuntungan Warga binaan.
130
9
10
11 12
13 14 15
yang ditetapkan pesantren sudah cukup adil?(jika responden terlibat dalam bidang pengembangan ekonomi) Apakah ada hal-hal yang memberatkan Ibu/Bapak selama mengikuti program pengembangan masyarakat yang dilakukan Hubungan Masyarakat yayasan Miftahulhuda Al-Musri’? Apakah keberadaan pesantren membawa perubahan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat? Apakah pesantren menjalin hubungan baik baik dengan masyarakat maupun aparat desa? Bagaimana bentuk hubungan tersebut?
Warga binaan.
Warga binaan, aparat desa
Warga binaan, aparat desa Tokoh masyarakat, warga binaan, aparat desa Bagaimana keadaan desa sebelum dan sesudah ada Tokoh masyarakat, pesantren? aparat desa Hal apa yang mendasari penyusunan suatu Pengurus HUMAS program? Apakah yayasan Miftahulhuda Al- Aparat desa, pengurus Musri’melaporkan setiap program yang telah HUMAS disusun kepada aparat desa?
131
Lampiran 4
Teknik Pengumpulan Data No
Kebutuhan Data/Informasi
Sumber data/Informasi
1
Profil lokasi • Administrasi geografi dan topografi desa • Karakteristik masyarakat
2
Sejarah desa • Asal-usul nama desa • Waktu terbentuknya Desa Kertajaya Sejarah pesantren • Pendiri pesantren • Alasan berdiri Pesantren • Jumlah santri dan pengajar Sistem pendidikan pesantren • Metode pengajaran • Aktivitas rutin • Hubungan santri dengan ustadz dan kiai
Data sekunder: Potensi desa dan data monografi Data primer: Aparat desa, tokoh masyarakat, masyarakat desa Data primer : Aparat desa, tokoh masyarakat
3
4
5
Peran pesantren • Ekonomi • Pendidikan • Sosial
6
Program pengembangan masyarakat oleh pesantren • Alasan pembentukan • Program yang disusun • Sasaran program • Target program
7
Perkembangan desa • Kebiasaan masyarakat yang tidak berubah • Kebiasaan masyarakat yang berubah • Hal-hal yang menyebabkan perubahan
8
Perubahan kehidupan masyarakat (pendidikan, sosial, ekonomi) • Perubahan ekonomi
Teknik Pengumpulan Data • Analisis dokumen • Wawancara mendalam Wawancara mendalam
Data sekunder : Direktori Pesantren Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, tokoh masyarakat. Data sekunder : Direktori Pesantren Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, santri.
• Analisis dokumen • Wawancara mendalam
Data primer : pimpinan pondok pesantren, sesepuh pesantren, pengurus BIRO HUMAS, santri, tokoh masyarakat, warga binaan Data sekunder : Direktori Pesantren Data primer : pimpinan pondok pesantren, pengurus BIRO HUMAS, sesepuh pesantren, tokoh masyarakat, warga binaan Data primer : pimpinan pesantren, sesepuh pesantren, aparat desa, tokoh masyarakat
• Wawancara mendalam • Pengamatan berperan serta
Data primer : pengurus BIRO HUMAS, aparat desa, warga binaan, tokoh masyarakat, pimpinan
• Analisis dokumen • Wawancara mendalam • Pengamatan berperan serta
• Analisis dokumen • Wawancara mendalam • Pengamatan berperan serta Wawancara mendalam
Wawancara mendalam
132
9
10
masyarakat • Tingkat pendidikan masyarakat desa • Perubahan nilai-nilai masyarakat • Faktor yang menyebabkan perubahan Partisipasi masyarakat • Tingkat keterlibatan masyarakat dalam penyusunan program • Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan Kendala program • Faktor penghambat program • Upaya mengatasi faktor penghambat
pesantren.
Data primer: pengurus BIRO HUMAS, pimpinan pesantren, warga binaan.
• Wawancara mendalam • Pengamatan berperan serta
Data primer : pengurus BIRO HUMAS, pimpinan pesantren
Wawancara mendalam
133
Lampiran 5
Daftar Responden dan Informan No
Nama Responden/Informan
Status Sosial
1
Bpk. SUY
Pimpinan pondok pesantren
2
Bpk. JND
Kepala Desa Kertajaya
3
Bpk. STN
Sekretaris Desa Kertajaya
4
Bpk. MUB
Manajer pertanian pesantren
5
Bpk. ZLR
Kepala biro perkebunan pesantren
6
Bpk. AM
Kepala biro peternakan pesantren
7
Bpk. DA
Santri mukim
8
Bpk. NNG
Buruh/Warga binaan pesantren
9
Bpk. AJM
Tokoh masyarakat
10
Bpk. MHM
Kepala biro perikanan pesantren
11
Bpk. AS
Ketua RW
12
KHL
Santri
13
SBH
Santri
14
RR
Santri
15
FTR
Santri
134
Lampiran 6
PEDOMAN PENGAMATAN BERPERAN SERTA
A. Petunjuk
: Pengamatan berperan serta dilakukan oleh peneliti secara langsung
di lokasi kajian, selanjutnya peneliti diharuskan
melakukan pencatatan hasil pengamatan dengan alat pencatatan manual maupun alat bantu yang dapat merekam serta memotret kajian yang berkaitan dengan substansi penelitian yang dilakukan. Catatan singkat ditulis dalam ruangan kosong dibawah aspek yang dikaji untuk dikembangkan kemudian menjadi laporan.
B. Contoh Pengamatan Berperan serta Nama kegiatan: Tasrifan Hari/tanggal
: Sabtu/ 26 April 2008
Waktu
: 16.00-17.40
Tempat
: Al-kautsar
Tasrifan adalah mengkaji asal muasal tata bahasa arab. Santri duduk melingkar mengelilingi ustadz. Dalam tasrifan, ustadz membacakan kemudian santri mengikuti apa yang dikatakan oleh ustadz. Setelah itu ustadz menyuruh santri untuk menghafal pelajaran yang telah diberikan kemudian mengetes santri satu persatu. Selama tasrifan berlangsung dapat dilihat kalau santri berusaha keras menghafal pelajaran yang telah diberikan. Pada saat mengetes santri, sesekali ustadz membetulkan hafalan santri.
135
Lampiran 7
SUSUNAN KEPENGURUSAN PONDOK PESANTREN MIFTAHULHUDA AL-MUSRI’ 1. Pendiri utama 2. Penasihat
3. Sesepuh 4. Pimpinan 5. Sekretaris 1 6. Sekretaris 2 7. Bendahara Umum
: a. KH. Ahmad Fakih (alm) b. KH. Zaenal Mustofa (alm) : a. KH. Ijudin Tamliho b. KH. Zaenal Arifin c. KH. Solihin : KH. Mamal M. Murtadlo Lc. : KH.Saeful Uyun Lc. : K. Burhan Rosyidi : M. Anang Suryana : KH. Mahmud Munawar
Biro-biro : 1. Biro Pendidikan : KH. Ade Moh. Mansur 2. Biro Keamanan : K. Ayi Mahdi 3. Biro Kesantrian : KH. Muhtar Gozali 4. Biro Pemuqiman dan nikah: Hj. Siti Maryam 5. Biro Akomodasi : KH. Hilman Abdurrahman 6. Biro Lingkungan Hidup : a. Hj. Azizah b. H. Saepudin Furqon c. Ustdz. Neng Nuraidah 7. Kaur Majelis Ta’lim : a. Ustdz. Cucu Nurjanah b. Ustdz Cucu A 8. Kaur Perijinan Pulang : Hj. Yayah 9. Kaur Humas : a. KH. Maman Abdurrahman b. Drs. Wawan Rodibillah Aziz
PENGURUS KOPONTREN Ketua Sekretaris 1 Sekretaris 2 Bendahara Manajer Kantin Manajer Waserda Manajer USP Manajer Perikanan Manajer Pertanian Manajer Peternakan Manajer Konveksi
: KH.Saeful Uyun Lc. : Drs. Wawan Rodibillah Aziz : M. Anang Suryana : KH. Mahmud Munawar : KH. Mahmud Munawar : Hj. Ifah Atiroh : KH. Mamal M. Murtadlo Lc. : K. Mahmud LK : Moh. Ubeidillah : Ustd. Ariful Kholiq Zaelani : Ustdz. Cucu