Wakaf Dalam Pengembangan
WAKAF DALAM PENGEMBANGAN PESANTREN (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng)
M. Muhsin Kasmin*
Abstract: The development of wakaf in Indonesia began to squirm since the enactment of Law No. 41 of 2004 on Wakaf. Islamic boarding Tebuireng as a religious educational institutions that were born before the era of independence established above ground buildings for educational facilities generally is land endowments, including endowments of Kyai founder of Islamic boarding. At the time of wakaf certificate has not been popular. KH. Hasyim Asy’ari have made pledges so creatively written agreement sugned as entire heir called Boendel Damae Keancoran. In keeping with the times wakaf property of religious scholars and founder of the society by the sitter successor of Islamic boarding Tebuireng has made an official letter in the form of certificates of endowments in order to maintain its sustainability. The entire wakaf property is managed to improve the quality of education boarding school Tebuireng requiring substantial financial support to undertake the development of management become productive endowments. Keywords: Wakaf, Islamic Boarding
*
Dosen Fakultas Dakwah UNHASY Tebuireng Jombang
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
1
M. Muhsin Kasmin
A. PENDAHULUAN Secara bahasa, kata wakaf berasal dari Bahasa Arab ”waqafa” yang berarti menahan atau berhenti. 1 Dalam hukum Islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada nadzir (pengelola wakaf), baik perseorangan maupun badan hukum, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran Syari’at Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik wakif, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum 2. Dalam Islam, wakaf mempunyai sejarah yang panjang, dimulai dengan dibangunnya Masjid Quba’ oleh Rasullah SAW saat hijrah ke Madinah dan menjadi wakaf keagamaan pertama dalam Islam. 3 Dalam perkembangnnya, ia telah menjadi instrumen sosial dan ekonomi yang penting dalam masyarakat Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam mampu memberi solusi jaminan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat. Bahkan dalam sejarah Islam, wakaf tidak hanya menjadi pilar kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjadi pilar ekonomi negara dalam membangun infrastruktur, ekonomi dan ketahanan. Dengan kata lain, wakaf disamping didayagunakan untuk tujuan keagamaan, juga untuk kemaslahatan umum, serta telah memberikan pengaruh yang berarti kepada dunia luas. Sekarang, wakaf telah diterapkan baik di negara muslim maupun di negara non muslim. Di Indonesia, praktek wakaf bisa dilihat terutama di kerajaankerajaan Islam Nusantara ini seperti kerajaan Aceh, Demak, Banten dan Cirebon. Di kerajaan-kerajaan tersebut terdapat banyak harta benda wakaf yang digunakan untuk tempat ibadah dan pengembangan agama 4. Perkembangan wakaf di Indonesia mulai menggeliat sekitar tahun 2000-an sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan 1
Abi Yahya al-Anshari, Fath al-Wahhab bi Syarh Manhaj al-Thullab, juz.I, (Mesir : Musthofa al-Baabi al-Halabi, t.th.), 257. 2 Muhammad Fuad, Membangunkan Raksasa Tidur Problematika Pengeloalaan dan Pendayagunaan Zakat di Indonesiar, (Jakarta : Piramedia, 2000), 32. 3 Hendra Halwani, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, (Jakarta : Pinbuk, 2000), 37. 4 Edwin Nasution, Pendayagunaan Wakaf untuk Umat, (Jakarta: BWI, 2008), 23. 2
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah /atau kesejahteraan umum menurut syari’ah. 5 Dalam Pasal 5 UU tersebut dinyatakan, wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Dari perspektif bendanya, wakaf terdiri atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda tidak bergerak meliputi, anatara lain, hak atas tanah dan bangunan sesuai dengan ketentuan syari’ah dan perundang-undangan. Sedangkan benda bergerak meliputi, antara lain: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan dan benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syari’ah. Dari perspektif peruntukannya, wakaf dibagi menjadi wakaf mutlak (umum) dan wakaf muqayyad (tertentu). Wakaf muqayyad (undefinite wakaf) adalah wakaf yang hanya boleh didayagunakan sesuai dengan ikrar wakif. Misalnya untuk pembangunan masjid, madrasah dan kuburan. Dari perspektif ekonomi, pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan gedung-gedung dan penyediaan lahan pertanian, usaha bisnis dan usaha jasa yang bisa mendukung kelancaran aktivitas pendidikan dan ekonomi masyarakat.6 Sedangkan dari perspektif agama pemanfaatan tanah wakaf bisa membantu tercapainya niat baik wakif untuk beramal jariyah, dan menghindari terjadinya musnahnya tanah wakaf . Berdasarkan data dari Kementerian Agama RI tahun 2010 jumlah tanah wakaf di Indonesia sebanyak 3.312.883.317,8 m2 dan tersebar di 454.635 lokasi di perkotaan dan pedesaan. Dari keseluruhan tanah wakaf yang ada, penggunannya didominasi oleh wakaf fisik yang bersifat sosial. Diantaranya 68 % untuk tempat ibadah, 8,51 % untuk pendidikan, 8,41 % untuk kuburan, dan 14,60 % untuk lain-lain. 7 5
Departemen Agama RI, UU No. 41 Tahun 2004, tentang Wakaf & Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanannya. (Jakarta : Departemen Agama RI, 2006). 6 Syekh Ibrahim al-Baijuri, Syarh al-Matn Abi Syuja’ fii Madzhabi Al-Syafi’I, juz II, (Mesir: Musthofa al-Babi al-Halabi, t.th.), 47. 7 Badan Wakaf Indonesia, Pengelolaan Wakaf, (Jakarta: BWI, 2006), 7. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
3
M. Muhsin Kasmin
B. PEMBAHASAN 1. Pengelolaan Wakaf Pesantren Tebuireng Pesantren dalam konteks kehidupan bernegara dan berbangsa merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang telah melahirkan generasi yang berdedikasi dalam membangun bangsa. Lembaga pendidikan ini juga menjadi garda umat yang mampu memelihara persatuan dan berani tampil dalam barisan terdepan menjaga keutuhan wilayah nusantara. Juga sebagai pusat gerakan masa melawan penjajah yang dalam bahasa da’wah M. Natsir dan M. Saekhu merupakan kubu pertahanan mental umat Islam dari abad ke abad. Nama-nama besar seperti KH. M. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan mempunyai andil besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Kini ribuan alumni pesantren tersebar di berbagai sektor kehidupan baik di instansi pemerintah maupun swasta. Menempati posisi pemerintahan mulai dari lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, sampai pada posisi di lembaga-lembaga tinggi negara MPR dan DPR8. Pada level organisasi sosial keagamaan seperti Nadhatul ’Ulama, Muhammadiyah, PERSIS, Mathla’ul Anwar, al-Wasliyah umumnya dipimpin oleh mereka yang memiliki latar belakang pendidikan berbasis madrasah dan pesantren Semua menjadi fakta bahwa umat Islam di negeri ini, khususnya para kyai dan ’ulama pesantren, adalah nasionalisnasionalis sejati. Dalam konteks keilmuan, pesantren berperan melahirkan mutafaqqih fiddin yang berwawasan ilmu-ilmu syar’i yang mampu tampil mengemban ”al-ulama waratsatul anbiya”.9 Wakaf merupakan bagian tak terpisahkan dari perjalananan panjang sejarah pesantren.10 Lembaga ini sejak dahulu hidup dan berkembang berkat dukungan masyarakat. Lahan tanah yang diatasnya didirikan bangunan umumnya tanah-tanah wakaf. Para kyai berdiri di barisan paling depan memberikan keteladanan mewakafkan tanah untuk
8
Ahmad Sumpeno dan Abd. Mukti Bisri, Pembelajaaran Pesantren, Suatu Kajian Komparatif, (Jakarta, PK Pontren, 2002 ), 28-29. 9 Wasit Aulawi, Pengembangan Pesantren, (Jakarta: BPKP, 1983), 6. 10 Jajat Burhanudin,’Ulama dan kekuasaan, Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia, (Bandung : Mizan Pustaka, 2012), 83-85. 4
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
kepentingan pesantren.11 Para santri juga siap mengelola lahan-lahan sawah tersebut untuk biaya operasional pesantren dan beaya hidup santri. Pesantren yang masih terkesan tradisional, sekarang mulai membuka diri menerima perubahan. Dibenahi kurikulum pendidikannya sembari mengakses berbagai hasil teknologi modern. Ribuan kitab kuning yang semestinya membutuhkan ruang besar cukup disajikan dalam sebuah kepingan VCD. Para Kyai dan Ustadz dituntut hampir 1 x 24 jam setiap hari mencurahkan perhatian kepada para santri sehingga tak banyak waktu untuk berfikir menambah penghasilan, kecuali terbatas tunjangan, honor yang minim diterima dari pesantren. 12 Kondisi seperti itu mendorong pesantren mencari solusi alternatif guna meningkatkan kualitas pendidikannya. Maka, pengembangan wakaf produktif di pesantren menjadi satu keniscayaan. UU Wakaf No. 41 Tahun 2004 telah melahirkan sebuah lembaga independen bernama Badan Wakaf Indonesia (BWI). Lembaga ini menjadi harapan bagi pengembangan perwakafan. Sejalan dengan UU Wakaf diatas Pesantren Tebuireng berusaha mengembangkan potensi wakaf yang dimiliki, mengingat asetaset wakaf masih didominasi oleh wakaf tanah. 2. Sertifikasi Harta Wakaf Pesantren Tebuireng Tanah wakaf pertama Pesantren Tebuireng adalah tanah yang diwakafkan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri pesantren pada tahun l899. Tanah tersebut pada awalnya tidak meliputi seluruh rumah kediaman kyai. Baru setelah beliau wafat, rumah beserta musholla di belakangnya diwakafkan oleh ahli waris. Sejak tahun 1982, tanah wakaf tersebut mulai disertifikatkan demi menjaga kelestariannya. 13 Dasar yang digunakan untuk proses sertifikat tersebut adalah Akte Notaris Yayasan Hasyim Asy’ari yang disahkan oleh Bazron Humam, SH., notaris Jombang, No. 21 Tahun 1983. Wakaf atas peninggalan Hasyim Asy’ari dapat ditelusuri melalui surat kesepakatan ahli waris yang tertuang dalam ”Soerat Boendel Damae Keancoran” yang ditandatangani oleh seluruh ahli waris pada 11
Ahmad Thariq, Kondisi Tanah Waqaf di Lingkungan Pesantren, (Jakarta : 2011), 21. Suryopratondo, Pengelolaan Aset Pesantren, (Jakarta : Paryu Barkah, 1977), 23. 13 Pusat Data Pesantren, Tebuireng dari Masa ke Masa, (Jombang, PDP Tebuireng, 1986), 21. 12
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
5
M. Muhsin Kasmin
tanggal 30 Oktober 1947, tiga bulan setelah wafat beliau (25 Juli 1947). 14 Ini adalah bukti awal betapa ahli waris peduli dan sangat hati-hati dengan wakaf yang telah dilakukan pendiri pesantren. Surat pernyataan yang dibuat ahli waris itu berisi 11 pasal. Pasal I berisi nama-nama ahli waris Hasyim Asy’ari yang berjumlah 9 orang, yakni Choiriyah Hasyim, Wahid Hasyim, Chafidz Hasyim, Karim Hasyim, Yusuf Hasyim, Fatimah Hasyim, Chadijah Hasyim, Ya’cub Hasyim dan Nyai Masruroh (isteri Hasyim Asy’ari) yang dikenal dengan Nyai Kapu (dari Kapu Kediri). Pasal II menerangkan tentang wafatnya Hasyim Asy’ari yang berbunyi: ”Bahwa K.H. Hasjim Asj’ari tadi telah meninggal doenia di roemah sendiri di desa Teboeireng terseboet pada malam Joem’at tanggal 7 Romadlon 1366 H / 25 Juli 1947 M oleh karena sakit biasa” 15. Disusul dengan pasal III yang berbunyi : ”Bahwa sepeninggal KH Hasjim Asj’ari terseboet tiada meninggalkan ahli waris yang berhak dan membagi-bagi dan menerima bagian dari boendel peninggalannya, hanya 9 orang terseboet dalam pasal 1 diatas tadi. Sedang masing-masing mempoenyai bagian adalah sebagai terseboet dibawah ini”. Dari pasal-pasal diatas dapat diketahui bahwa Hasyim Asy’ari wafat karena sakit biasa pada tanggal 25 Juli 1947 dan meninggalkan ahli waris sebanyak 9 orang. Adapun bagian-bagian ahli waris diperinci dalam pasal III yang menyatakan bahwa bagian isteri adalah 1/8 (13/104) dan 8 ahli waris yang lain menjadi ashabah. Anak laki-laki mendapat bagian 14/104, sedangkan anak perempuan mendapat bagian 7/104. Menariknya, pada pasal IV disebutkan tentang cara pengaturan wakaf. Kutipannya adalah sebagai berikut :
14
H. Aboe Bakar, Sejarah Hidup KHA Wahid Hasyim, (Bandung: Mizan Pustaka, 2011), 129. 15 Boendel Waris Keacoran adalah naskah pembagian waris harta peninggalan Hasyim Asy’ari Tebuireng yang disahkan oleh keluarga dan tokoh Islam Jombang pada 30 Oktober 1947. Naskah aslinya sekarang disimpan oleh penulis di Kantor Yayasan Hasyim Asy’ari Pesantren Tebuireng. 6
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
”Bahwa sepeninggal KH. Hasjim Asj’ari tadi ada meninggalkan barang-barang wakafan yang dahoeloe dikoeasai olehnya, akan tetapi barang itoe mesti ditetapkan dan diloeloeskan sebagai mana kehendak dan maksoed orang-orang yang wakaf. Barang-barang wakaf mana, yaitoe : 1. Seboeah masjid, kamar-kamar sekitarnya, semoea roemahroemah pondok yang besar dan yang kecil (kombongan) beserta kamar mandi dan kamar kakoesnya. 2. Seboeah rumah gedung tempat tinggal, yang dahulunya ditempati sendiri oleh almarhoeh KH Hasjim Asj’ari beserta roemah dapoernya, kamar mandinya, kamar kakoesnya yang moeka ataoepoen yang belakang. Melainkan sebuah langgar perempoean dibelakang roemah, itoelah yang boekan barang wakaf, begitu juga sebuah gedogan. Bahwa semoea barang-barang waqafan yang tersebut pada angka 1 dan 2 tadi terdiri atas tanah jajasan boekan waqafan, akan tetapi hak miliknja KH Hasjim Asj’ari sendiri. Setelah boendel peninggalan KH Hasjim Asj’ari dibagi-bagi, maka tanah ini dengan langgar perempoean tadi djatoeh mendjadi bagiannja 5 orang ahli waris jang sudah cukup oemoer, jaitu : Wahid Hasjim, Hafidz Hasjim, Karim Hasjim, Joesoef Hasjim dan Masroeroh (Njai Hasjim). Kemoedian lima orang itoe sama setoejoe mewaqafkan tanah dan langgar perempuan tadi. Karena itoe, maka tanah dan langgar perempoean terseboet adalah menjadi barang waqafan, sama dengan barang-barang waqafan yang terseboet pada angka 1 dan 2 diatas tadi”. Lebih lanjut pasal V mengatur tentang pengelolaan waqaf tercatat sebagai berikut: ”bahwa jang berhak dan berkewadjiban memegang, mengoeasai, memelihara semoea barang-barang waqaf tadi adalah seorang maoepoen ahli waris almarhoem KH Hasjim Asj’ari atau boekan, jang telah oleh semoea ataoe bagian jang terbanjak dari semoea ahli warisnja almahhum KH Hasjim Asj’ari tadi oentoek menjadi kjai doedoek beroemah di roemah waqaf jang terseboet dalam sub II diatas, berlakoe sebagai gantinja almarhoem KH Hasjim Asj’ari
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
7
M. Muhsin Kasmin
dalam uroesan mengadjar, mengatoer, dan mengoeasai para moeridmoerid pondok dan moerid-moerid madrasah di Teboeireng itoe. Bahwa semoea hasil barang waqaf tersebut wadjib digoenakan untoek kemaslahatan, memperbaiki, menambah, dan memakmoerkan masdjid, pondok-pondok dan madrasah-madrasah tersebuoet, melainkan tanah waqaf lima bahoe jang terseboet dalam soeb III diatas, maka hasilnja tanah ini adalah mendjadi haknja kjai yang tersangkoet itoe sendiri. Pasal V diatas menegaskan bahwa pengelola wakaf Tebuireng adalah orang yang dipilih secara musyawarah oleh keluarga besar Hasyim Asy’ari dan harus menempati rumah pengasuh yang dahulunya ditempati pengasuh. Dengan demikian, pemangku jabatan itu mempunyai kewajiban melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran. Selain itu, orang terpilih tersebut harus mampu mengelola aset wakaf secara benar dan tepat sasaran. Bila terjadi penyalahgunaan wewenang, maka ia akan diberhentikan. Mekanisme penggantian kepemimpinan pesantren dijelaskan dalam pasal VI berikut ini: ”Bahwa apa bila kjai yang terangkat itoe ternjata dengan sengaja berboeat perboeatan jang njata membikin roesak ataoe membikin semoea ataoe sebagian dari barang-barang waqaf tersebut, maka semoea ataoe sebagian dari ahli waris KH Hasjim Asj’ari tadi berhak memberhentikan kjai yang terangkat tadi dari menempati dan mengoeasai barang-barang waqaf tersebut dengan mengangkat gantinja. Akan tetapi memberhentikan dan mengangkat ini mesti dengan rapat persetoedjoean para ’alim oelama pendoedoek Djombang jang tua-tua dan jang berpengaruh besar”. Dari pasal VI ini diketahui bahwa kyai yang dianggap tidak amanah, seperti merusak barang wakaf, dapat diberhentikan dari jabatanya dan digantikan oleh pemimpin yang lain. Proses penggantian ini harus dilibatkan para tokoh agama yang berpengaruh di Jombang. Uraian diatas yang bersumber dari bundel damae keacoran menurut hemat penulis adalah bentuk nyata kehati-hatian para pemangku amanah pesantren Tebuireng sepeninggal Hasyim Asy”ari. Di zaman awal kemerdekaan, Boendel Damae Keacoran adalah sebuah langkah maju dalam urusan wakaf. Disaat sertifikat wakaf belum populer dan masih sebatas ikrar lisan, ahli waris Hasyim Asy’ari telah sedemikian kreatif 8
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
membuat ikrar perjanjian tertulis yang dintanda tangani seluruh ahli waris. 3. Model Pengelolaan Harta Wakaf Pada tahap selanjutnya, perkembangan wakaf setelah wafatnya Hasyim Asy’ari sepertinya tidak terdengar gaungnya, baru setelah kepengasuhan pesantren Tebuireng dipegang oleh M. Yusuf Hasyim (1965-2006), bersamaan dengan munculnya problem pengelolaan tanah wakaf di Jombang dan sekitarnya yang merugikan umat Islam. Problem wakaf tersebut mendorong M. Yusuf Hasyim untuk mendata dan memperbaiki pengelolaan tanah wakaf. Setelah itu, seluruh tanah dibuatkan sertifikat wakafnya. 16 Gerakan ini dimulai tahun 1982. Dalam pengelolaan tanah wakaf yang dulunya diterapkan sistem bagi-hasil dengan petani penggarap, diganti dengan sistem pengelolaan mandiri. Maksudnya tanah-tanah sawah dikuasai oleh pesantren, sedangkan pengelolaan dilaksanakan langsung oleh pesantren dibawah koordinasi seorang mandor sawah. Mandor sawah adalah orang yang ditunjuk oleh pesantren untuk mengelola sawah wakaf. Dengan sistem ini, pengelolaan wakaf di pesantren Tebuireng kian jelas dan diharapkan dapat memberikan manfaat lebih banyak untuk kebaikan umat.17 Sebagai hasilnya, Pesantren Tebuireng pernah dinobatkan sebagai pengelola wakaf terbaik ke dua di Jawa Timur setelah pondok modern Gontor oleh Team Penelitian Waqaf IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun sistem peningkatkan hasil wakaf pada era kepengasuhan KH. Salahuddin Wahid, pengasuh membuat kebijaksanaan tentang wakaf dengan terbitnya Surat Susunan Nadzir Pesantren Tebuireng yang disahkan pada tanggal 19 Agustus 2009 oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Diwek Jombang, terdiri dari KH Salahuddin Wahid sebagai ketua, HM. Irfan Yusuf sebagai sekretaris, HM Muhsin Ks sebagai bendahara dan HM. Riza Yusuf, H Edy Yusfan, serta H. Abd. Ghoffar sebagai anggot.a18 16
Rapat Pengurus Pesantren Tebuireng di nDalem Kasepuhan, 12 Februari 1982. Ketetapan Pengasuh Pesantren Tebuireng pada Maret 1981. 18 Surat Pengesahan Nadzir oleh KUA Kec. Diwek Jombang, tanggal 24 Sya’ban 1430 H/ 19 Agustus 2009, ditanda tangani oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Drs. H. Zaenal Arifin, MHI. 17
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
9
M. Muhsin Kasmin
Meskipun manajemen wakaf di pesantren Tebuireng kantornya masih menyatu dengan Kantor Yayasan pesantren, namun pengelolaan wakaf khas pesantren Tebuireng tidak kalah menariknya. Pengelolaan wakaf berbasis pesantren yang diusung Tebuireng memberikan nuansa khas yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga serupa dalam mengelola aset wakafnya. Pengembangan wakaf Tebuireng, tidak lepas dari bekerjasama dengan pihak-pihak terkait, yaitu pihak ekternal dan pihak internal. Pihak ekternal pesantren adalah para wakif dan mauquf ’alaih. Adapun pihak internal adalah para pengelola wakaf yang terdiri dari pengurus pesantren yang ditunjuk sebagai nadzir dan para pelaksana lapangan 19. Dalam melayani pihak eksternal, terutama waqif, pesantren Tebuireng sudah melakukan sejumlah terobosan penting yang menjadikan pengelolaan wakaf di pesantren ini lebih sistematis dan transparan. Terbukti dengan lahirnya ”soerat boendel damae keancoran” tersebut diatas. Mekanisme pengelolaan wakaf, dalam surat perjanjian waris pasal IV disebutkan secara rinci semua benda-benda wakaf di pesantren, juga pasal V surat bundel itu bahwa semua barang-barang wakaf yang telah ditentukan jenis dan jumlahnya menjadi tanggung jawab pengasuh pondok yang berkedudukan di rumah utama pengasuh. Selain itu, pengasuh terpilih wajib mengelola aset wakaf, untuk keselamatan harta wakaf. Bila terjadi penyalahgunaan wewenang, maka ia akan diberhentikan. Mekanisme pergantian kepemimpinan pesantren dijelaskan dalam pasal VI juga. Menurut pasal tersebut, pengasuh yang dianggap tidak amanah, seperti merusak barang wakaf, dapat diberhentikan dari jabatannya dan digantikan oleh pemimpin yang lain 20. Uraian diatas yang bersumber dari surat bundel damae keacoran merupakan bentuk nyata kehati-hatian para pemangku amanat pesantren Tebuireng sepeninggal Hasyim Asy’ari. Ini adala langkah kongkrit para ahli waris yang juga sebagai nadzir wakaf untuk memberikan pelayanan yang baik sebagai waqif sebagai mitra. Apalagi, di saat Indonesia masih 19
Interview dengan KH Fuad Effendi (peneglola sawah wakaf Tebuireng) tgl. 12 Oktober 2014 di Kesamben Jombang. 20 Sudirman, Implementasi nilai Total Quality Management Dalam Pengelolaan Wakaf, (Semarang : IAIN Walisongo, 2011), 214. 10
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
baru saja merdeka, pihak keluarga Tebuireng telah melakukan antisipasi ke depan agar tidak ada permasalahan yang timbul akibat wakaf yang pernah diserahkan oleh waqif. 4. Wakaf dan Peningkatan Pendidikan Pada perkembangan selanjutnya, penjagaan amanat wakif dilanjutkan oleh para pengasuh pesantren Tebuireng. Kegiatan lain yang sukses dilakukan oleh pengasuh ialah ketika pengasuh dipegang oleh KH.M Yusuf Hasyim. Pada masa itu, tanah-tanah wakaf pesantren mulai ditertibkan. Ketika ada tanah yang statusnya belum jelas, langsung ditelusuri dengan pendataan tanah mulai pangkal permasalahan oleh tim yang ditunjuk pesantren. Setelah itu, seluruh tanah dibuatkan sertifikat wakafnya. Gerakan ini dimulai tahun 1981. Lebih lanjut, pesantren Tebuireng melakukan berbagai terobosan mulai perluasan wilayah hingga diversifikasi tanaman. Luas tanah yang hanya sekitar 14 ha kini sudah menjadi 57,6 Ha.. Diversifikasi tanaman di lahan-lahan wakaf diharapkan mampu meningkatkan hasil panen. Bahkan sejak 2004 tanah wakaf Tebuireng yang di Kesamben disewa Telkomsel untuk dibangun menara sinyal. Dari surplus ini pengelola wakaf berencana untuk terus mengembangakan aset wakaf, diantaranya meningkatkan peran PT Tebuireng Berkah Jaya. Terutama yang sudah mulai mengembangkan bisnisnya adalah koperasi Tekad Mandiri, beberapa gerai Bisnis Pesantren di sekitar makam Gus Dur, industri sepatu & sandal, air minum mineral, Jasa Boga dan bisnis lain yang bersifat pengembangan bisnis. Selain bidang ekonomi, tanah-tanah wakaf juga dimanfaatkan sebagai pusat pendidikan yang merupakan kegiatan utama pesantren. Upaya para pengasuh untuk meningkatkan mutu pendidikan terus didengungkan sejak zaman Hasyim Asy’ari masih hdiup. Para penerusnya pun berusaha keras untuk memberikan polesan khas agar pesantren ini dapat tetap eksis dan memberikan pelayanan yang tepat untuk masyarakat. Di bidang pendidikan, dahulu sistem yang diterapkan di Tebuireng adalah murni pendidikan pesantren tradisional dengan model bandongan, sorogan dan halaqah, lalu dikembangkanlah sistem klasikal di era Wahid Hasyim. Tahun 1933 dirintis madrasah ”Nidhomiyah” dengan menyajikan kurikulum agama dan umum pertama di pesantren. Berarti semangat MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
11
M. Muhsin Kasmin
menyesuaikan dengan perkembangan zaman sudah dimiliki oleh para pengasuh pesantren Tebuireng waktu itu. Perubahan besar juga dilakukan oleh KH. M. Yusuf Hasyim. Di era ini lahir lembaga baru seperti Universitas Hasyim Asy’ari (1967), Perpustakaan Wahid Hasyim (1974), SMP-SMA A.Wahid Hasyim (1975), Pusat data Pesantren (1977) dan Ma’had Aly (2006) yang fokus mengembangkan ilmu-ilmu keislaman kontemporer.21 Aktifitas pendidikan di Tebuoreng terus dikembangkan oleh Salahuddin Wahid, yang mulai mengasuh sejak 26 Juni 2006, dimulai dengan menertipkan sistem manajemen administrasi dan keuangan pesantren, pembangunan fisik, meliputi masjid, kamar santri, kelas ruang belajar. Diikuti dengan meningkatkan pengajian kitab-kuning dan sistim hafalan dengan mendatangkan ahlinya dari Pesantren Lirboyo, Sidogiri, dan Pondok Modern Gontor. Untuk pendidikan formal, telah dirintis Madrasah Mu’allimin 6 tahun (2008), Sekolah Dasar Islam (SDI) di Kesamben (2012), SMA Trensains (2014). Disamping itu, juga dirintis unit penunjang pendidikan, diantaranya Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, Tempat Praktek Keterampilan Usaha (TPKU), Bank Sampah, Lembaga Penerbitan Pesantren dan PT Tebuireng Berkah Jaya. KH. Salahuddin Wahid juga terus memperluas tanah wakaf pesantren, baik dengan membeli atau penyerahan tanah dari wakif. 22 Lebih menarik lagi, pesantren Tebuireng juga mempunyai perhatian cukup besar kepada para wakif baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Pengurus menyadari bahwa wakif adalah salah satu unsur utama dalam pengembangan pendidikan. Tanpa wakif mustahil pesantren Tebuireng dapat berdiri tegak hingga saat ini. Hal tersebut dikuatkan oleh Aboebakar Atjeh bahwa pesantren Tebuireng selalu menjalin hubungan yang baik dengan para wakif. Ia menulis:
21
Badan Pembina Santri, Panduan Santri Pondok Pesantren Tebuireng, (Jombang : Panitia Penerimaan Santri Baru Pesantren Tebuireng, , 2007), 13-30. 22 Andy Agung Prihatna, Peduli dan Berbagi, Pola Perilaku Masyarakat Indoensia dalam Berderma, (Jakarta, Piramedia, 2004), 53. 12
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
” .... untuk memelihara hubungan dengan para wakif yang masih hidup, cukup dengan silaturrahmi, tetapi wakif yang sudah meninggal diadakan acara tahlilan untuk mendo’akan para wakif” 23 Dari pernyataan Aboe Bakar diatas dapat dipahami bahwa Pesantren Tebuireng mempunyai perhatian khusus kepada para wakif baik yang msih hidup maupun yang sudah meninggal. Dengan silaturrahmi inilah terjalin komunikasi yang akrab dengan para wakif yang masih hidup termsuk dapat menyampaikan langsung informasi terbaru kepada wakif tentang aset tanah yang telah dikelola. Jika ada usulan/ saran dari wakif, pihak nadzir dapat menapung pendapat atau bahkan kritikan dari wakif dalam acara pertemuan informal itu. Dengan begitu, kepercayaan wakif akan tumbuh dan mereka akan merasa puas dengan pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh pesantren Tebuireng. Adapun bagi wakif yang telah meninggal, kegiatan mengirim do’a melalui acara tahlilan dan tahtimul Qur’an merupakan sarana effektif untuk tetap mengingat jasa-jasa para wakif yang telah dengan ihklas melepaskan kepemilikan tanahnya dan memberikan kepada pesantren Tebuireng. 24 Para ahli waris yang mengetahui hal itu tentu akan bangga bahwa berkat wakaf, orang tuanya senantiasa mendapatkan kiriman do’a yang bagi masyarakat yang berlatarbelakang NU merupakan satu kelebihan tersendiri. 25 Dengan do’a tersebut para wakif yang telah wafat akan mendapatkan pahala secara terus menerus dari wakafnya. C. PENUTUP Sebagai mana kajian diatas, bahwa usaha produktivitas harta wakaf sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Maka, pengembangan wakaf produktif di pesantren menjadi satu keharusan. UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah mendorong lahirnya Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen yang menjadi harapan bagi pengembangan perwakafan. Sejalan dengan itu, pesantren hendaknya bisa berperan sebagai pusat pengembangan perwakafan lokal/regional 23
Aboe Bakar Atjeh, Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar, (Jakarta, Yamunu, 1957), 295. 24 Ibid, 293. 25 Hanum Asrokhah, Pesantren di Jawa, Proyek Pengembangan Pesantren (Jakarta : Depag RI, 2002), 108-110. MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
13
M. Muhsin Kasmin
dibawah bimbingan BWI, mengingat aset-aset wakaf mencapai ribuan hektare tersebar diseluruh pelosok tanah air. Aset-aset tersebut belum optimal dikembangkan secara produktif. Padahal, wakaf merupakan pemberian harta tetap yang pahalnya terus mengalir bagaikan mata air (shodaqoh jariyah) selama pokoknya masih ada dan terus dimanfaatkan. Jika aset wakaf pesantren Tebuireng berkembang produktif, pesantren akan mampu mengembangkan pendidikan secara proporsional dan dapat bersaing dengan lembaga –lembaga pendidikan lainnya. Tidak mustahil santri dan mahasiswa bisa menikmati pendidikan secara murah, bahkan gratis sebagai mana dinikmati oleh ribuan pelajar dan mahasiswa Indonensia yang belajar di Timur Tengah. Konon beasiswa yang mereka terima berasal dari hasil perwakafan yang dikembangkan secara produktif oleh lembaga wakaf produktif di negara tersebut. Dengan dukungan penuh dari masyarakat melalui dana wakaf, baik itu wakaf produktif maupun wakaf tunai, diharapkan pesantren akan tetap menjadi sebuah lembaga pendidikan independen yang selalu mengumandangkan suara yang haq. BIBLIOGRAPHY Al-Anshori, Abi Yahya. t.th., Fath al-Wahhab bi Syarh Manhaj alThullab, juz.I, Mesir: Musthofa al- Baabi Al-Halabi. Asrokhah, Hanum. 2002. Pesantren di Jawa. Jakarta : Proyek Pengembangan Pesantren Depag RI. Atjeh, Aboe Bakar. 1947. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar. Jakarta: Yamunu. Aulawi, Wasit. 1983. Pengembangan Pesantren. Jakarta: BPKP. Badan Pembina Santri. 2007. Panduan Santri Pondok Pesantren Tebuireng. Jombang: Panitia Penerimaan Santri Baru Pesantren Tebuireng. Badan Wakaf Indonesia, 2006, Pengelolaan wakaf, Jakarta: BWI. al-Baijuri, Syekh Ibrahim. t.th. Syarh al-Matn Abi Syuja’ fii Madzhabi Al-Syafi’I, juz II, Mesir: Musthofa al-Babi al-Halabi. Bakar, H. Aboe. 2011. Sejarah Hidup KH. A Wahid Hasyim. Bandung: Mizan Pustaka. 14
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
Wakaf Dalam Pengembangan
Boendel Waris Keacoran. 1947. Naskah tidak diterbitkan. Burhanudin, Jajat. 2012. ’Ulama dan kekuasaan, Pergumulan Elit Muslim dalam Sejarah Indonesia, Bandung: Mizan Pustaka. Departemen Agama RI. 2006. UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf & Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanannya. Fuad, Muhammad. 2000. Membangunkan Raksasa Tidur, Problematika Pengeloalaan dan Pendaayagunaan Zakat di Indonesia, Jakarta: Piramedia. Halwani, Hendra. 2000. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Jakarta: Pinbuk. Nasution, Edwin. 2008, Pendayagunaan Wakaf untuk Umat, Jakarta: BWI. Prihatna, Andy Agung. 2004. Peduli dan Berbagi, Pola Perilaku Masyarakat Indoensia dalam Berderma, Jakarta: Piramedia. Pusat Data Pesantren. 1986. Tebuireng dari Masa ke Masa. Jombang: PDP Tebuireng. Thariq, Ahmad. 2011. Kondisi Tanah Waqaf di Lingkungan Pesantren, Jakarta. Sudirman. 2011. Implementasi nilai Total Quality Management Dalam Pengelolaan Wakaf. Semarang: IAIN Walisongo. Sumpeno, Ahmad dan Abd. Mukti Bisri. 2002. Pembelajaaran Pesantren, Suatu Kajian Komparatif, Jakarta: PK Pontren. Surat Pengesahan Nadzir oleh KUA Kec. Diwek Jombang, tanggal 24 Sya’ban 1430 H/ 19 Agustus 2009, ditanda tangani oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf Drs. H. Zaenal Arifin, MHI. Suryopratondo. 1977. Pengelolaan Aset Pesantren. Jakarta: Paryu Barkah. Wawancara : Interview dengan KH Fuad Effendi (pengelola sawah wakaf Tebuireng) tanggal 12 Oktober 2014 di Kesamben Jombang. Rapat Pengurus Pesantren Tebuireng di nDalem Kasepuhan, 12 Februari 1982.
MENARA TEBUIRENG, Vol. 10, No. 01 September 2014
15