PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah)
YUDO JATMIKO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, 13 Pebruari 2009
Yudo Jatmiko NRP. I. 35407035
ABSTRACT
YUDO JATMIKO. Capacity Building of Community Based Clean Water Management Institution. (Case Study at Bumijawa Village, Bumijawa Subdistrict, Tegal Regency, Central Java Province). Supervised by DJUARA P. LUBIS and CAROLINA NITIMIHARDJO. Clean water management through a group of clean water user which has been operating on for eight years is not yet well developed in terms of institution and its management. The aim of this study was to analyze the management of institution capacity and to identify the factors which influence community Based Clean Water Management. The study used qualitative approach with case study strategy through descriptive implementation. The technique of data collection was documentation study, participatory observation, in-depth interview and Focused Group Discussion (FGD). The study result showed that capacity limitation of community based clean water management institution was due to the managerial capacity (leadership. education, managerial capability, group’s rule/norm enforcement), member’s capacity (participation, education, and degree of group’s norm loyality) and the factors such as goverment policy/intervention.The programs planning process through FGD, are: Structural reinforcement program of clean water management institution; Program for increasing member’s independent participation, Skill program in clean water management for manager’s, Program for structure and infrastructure rehabilitation of clean water resource and its network. Keywords: capacity building, community based management
RINGKASAN
YUDO JATMIKO. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah). Di bimbing oleh DJUARA P. LUBIS sebagai Ketua dan CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai anggota Komisi Pembimbing. Penyediaan air bersih bagi masyarakat erat kaitannya dengan kemampuan kapasitas pengelolaan air bersih oleh masyarakat itu sendiri. Berdasarkan keadaan di lapangan selama ini yang terjadi dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga di Desa Bumijawa melalui Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) yang berjalan selama delapan tahunan, kurang mampu berkembang dengan baik, dimana struktur dan peran kepengurusan yang kurang berfungsi optimal, melemahnya norma atau nilai yang ada dalam kelompok, rendahnya partisipasi anggota dalam kemandirian, kurang mampu menjaga keberlangsungan ekosistem di sekitar sumber air. Hal yang mendukung dalam pengelolaan air bersih berbasis masyarakat ialah dari sisi budaya masyarakat, karena mereka biasa bekerjasama, tipe solidaritas organik, adanya dukungan finansial terutama dari masyarakat yang tergolong mampu. Keberadaan sumberdaya air berdasarkan penuturan petugas sanitarian Puskesmas Bumijawa sangat layak kualitasnya yang bisa dikonsumsi langsung melalui jaringan pipa pedesaan. Adanya jaringan air bersih sampai ke pemukiman, juga merubah orientasi masyarakat terhadap air yang mempunyai nilai ekonomis. Tujuan kajian ini ialah menganalisis kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitasnya dan menyusun rencana strategis program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga. Pendekatan kajian ini ialah kualitatif dengan strategi studi kasus melalui terapan deskriptif. Teknik pengumpulan data, ialah studi dokumentasi, observasi berpartisipasi, wawancara mendalam dan Diskusi Kelompok Terfokus atau Focus Group Discussion (FGD). Hasil kajian menunjukkan bahwa keragaan pengelolaan air bersih oleh komunitas, sejak adanya jaringan pipa air bersih dari sumber Sayom ke pemukiman penduduk pada tahun 1976. Pengelolaan di awali oleh LKMD, karena perkembangan kebutuhan air bersih masyarakat yang semakin meningkat dan adanya kesadaran pentingnya akses dan kontrol masyarakat, pada tanggal 5 Nopember 2000 dibentuk Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom. Kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih melalui Pokmair Sayom mengalami keterbatasan sarana dan prasarana, terutama berkaitan dengan tidak berfungsinya tempat sekretariat sebagai sarana pelayanan terhadap anggota maupun untuk koordinasi antar pengurus, administrasi anggota dan keuangan tidak dilaksanakan secara rutin dan tertib, kurangnya pemeliharaan jaringan serta
mengantisipasi keberlanjutan sumber air. Sedangkan pengelolaan anggaran kurang mampu menggali finansial dari anggota untuk biaya operasional pengelolaan; kurang kuatnya norma/aturan tertulis, seperti tidak adanya payung hukum yang kuat, tidak mampu melaksanakan hak dan kewajiban pengurus maupun anggota; kurang mampu menjalin kerjasama dengan stakeholders yang peduli dengan pengelolaan air bersih masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitasnya yaitu, faktor kapasitas pengurus meliputi kepemimpinan, di mana dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya kurang mampu memberikan kepercayaan kepada anggota; tingkat pendidikan formal yang dimiliki tidak diimbangi kemampuan teknis pengelolaan yang memberikan kepercayaan terhadap anggota maupun menguatkan struktur kelembagaannya. Sedangkan kemampuan pengelolaan dalam implementasinya tidak mampu mengembangkan secara profesional dan mandiri; menegakkan aturan/norma kelompok, yang praktis tidak mampu melaksanakan secara konsekwen dan tegas. Faktor kapasitas anggota meliputi partisipasi, dimana peran serta anggota dalam wujud pemikiran, tenaga, dukungan dalam proses perencanaan sampai menikmati hasil kurang di dukung adanya kesempatan melalui pelaksanaan kegiatan forum pertemuan secara rutin oleh pengurus, sedangkan dana dalam bentuk iuran bulanan maksimal hanya 30 persen dari 270 anggota yang ada, karena faktor krisis kepercayaan terhadap pengurus; potensi pendidikan formal yang dimiliki kurang didayagunakan dalam mengembangkan kelembagaannya; derajat ketaatan dalam mematuhi aturan kelompok kurang didukung oleh ketegasan pengurus. Adapun faktor kebijakan/intervensi pemerintah, cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bangunan fisik, tanpa memperhatikan keberlanjutan dalam pemeliharaan maupun pengelolaan oleh masyarakat secara mandiri. Bentuk pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang diharapkan dalam wujud Badan pengelola ataupun lembaga Pengelola Air Bersih Berbasis Masyarakat secara profesional dan mandiri, yang dikuatkan dengan Peraturan Desa maupun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Adanya penataan jaringan ke rumah tangga dengan sistim meteran secara swadaya melalui kerjasama dengan Badan Keswadayaan Masyarakat Satria Desa Bumijawa, sesuai dengan kriteria pemanfaatan air bersih serta kemudahan akses masyarakat miskin melalui subsidi silang. Proses penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat melalui FGD, diawali dengan mengidentifikasi potensi, masalah dan kebutuhan anggota, dilanjutkan dengan penyusunan program, yaitu: Program penguatan struktur kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat, yang dijabarkan dengan kegiatan: penyusunan dan penetapan Perdes serta AD dan ART Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, pemetaan dan registrasi ulang anggota, mengembangkan program kemitraan dengan stakerholders. Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian, meliputi kegiatan: sosialisasi dan pelaksanaan Perdes serta AD/ART, pelaksanaan
penyuluhan tentang jaringan air melalui pipa pedesaan, pelaksanaan pertemuan secara rutin dan berkelanjutan. Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus, dengan kegiatan: pendampingan teknis dan administrasi oleh Dinas Kesehatan, pelatihan pengelolaan air bersih masyarakat oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, studi banding pengurus ke lokasi pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang berkembang dengan baik. Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Jaringannya, dengan kegiatan: penataan dan rehabilitasi jaringan dengan sistim meteran, menambah jaringan dari sumber air baru untuk menambah debet air, penghijauan dan pemeliharaannya di sekitar sumber air setiap tahun, merehab ringan kantor sekretariat untuk difungsikan sebagai tempat pelayanan anggota. Kata kunci: kapasitas kelembagaan, pengelolaan berbasis masyarakat
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah)
YUDO JATMIKO
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.
Judul Tugas Akhir
Nama NRP
: Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah). : Yudo Jatmiko : I. 35407035
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua
Dr. Hj. Carolina Nitimihardjo, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Tanggal Ujian: 13 Pebruari 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Kajian Pengembangan Masyarakat ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian melalui Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah sejak bulan Oktober sampai dengan Nopember 2008, ialah Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Dr. Hj. Carolina Nitimihardjo, MS selaku komisi pembimbing serta Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku penguji di luar komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran hingga kesempurnaan kajian ini. Di samping itu penulis menyampaikan penghargaan kepada Ketua Program Studi dan seluruh Dosen beserta Sekretariat yang mengelola Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, juga Departemen Sosial yang telah memberikan beasiswa, Pemerintah Kabupaten Tegal yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil, khususnya Badan Kepegawaian Daerah dan BAPPEDA, Kepala Desa Bumijawa beserta jajarannya, tokoh masyarakat dan warga masyarakat yang telah memberikan informasi dan data serta suksesnya pelaksanaan Diskusi Kelompok Terfokus. Khusus penulis persembahkan kepada Ibunda, Istri, ananda Yessi dan Vinny tercinta yang telah memberikan doa dan restu, rekan-rekan MPM angkatan V semoga sukses. Semoga Kajian Pengembangan Masyarakat ini bermanfaat.
Bogor, 13 Pebruari 2009
Yudo Jatmiko
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegal, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 29 Mei 1963 dari Ayah Soemarto (Almarhum) dan Ibu Hj. Sunampiharti. Penulis merupakan putra ke tiga dari tujuh bersaudara yang kesemuanya sudah berkeluarga. Tahun 1988 penulis menyelesaikan kuliah S-1 di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Jakarta jurusan Pembangunan Masyarakat dan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, kemudian pernah menjadi pengajar/guru pada Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial Marsudirini Jakarta dari tahun 1988 sampai dengan akhir tahun 1991. Pada bulan Maret 1992 mulai bekerja sebaga Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Kabupaten Tegal. Riwayat Jabatan struktural, yaitu: Tahun 1994-2004 sebagai Pengawas PLKB, di era otonomi daerah tepatnya pada tahun 2004-2007 menjadi pegawai Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Sosial. Tahun 2007 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S-2 beasiswa Departemen Sosial pada program studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Menikah dengan Nurcholisoh, yang dikaruniai dua anak, bernama Yasinta Nur Amanda dan Vionidya Fitria Rafliyanti.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ...
xv
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang ....................................................................................... Rumusan Masalah .................................................................................. Tujuan Kajian ........................................................................................ Manfaat Kajian ......................................................................................
1 3 5 6
TINJAUAN TEORITIS .............................................................................. ...
7
Tinjauan Pustaka .................................................................................... Pengembangan Kapasitas ................................................................. Kelembagaan ..................................................................................... Pemberdayaan Masyarakat ................................................................ Partisipasi Masyarakat ........................................................................ Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat ..................................... Kerangka Berfikir .............................................................................. ... Definisi Operasional ...............................................................................
7 7 11 13 15 18 20 23
METODOLOGI .......................................................................................... ...
27
Pendekatan dan Strategi Kajian ............................................................ Tipe dan Aras Kajian ............................................................................ Lokasi dan Waktu Kajian ...................................................................... Teknik Pengumpulan dan Analisis Data .............................................. Penyusunan Rencana Program ..............................................................
27 27 28 29 31
PETA SOSIAL DESA BUMIJAWA, KECAMATAN BUMIJAWA ...........
36
Lokasi .................................................................................................... Kependudukan ...................................................................................... Potensi Sumber Daya Alam .................................................................. Organisasi dan Kelembagaan ................................................................
36 38 43 45
KERAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI DESA BUMIJAWA ........................... .....
49
Budaya Masyarakat ............................................................................... Kehidupan Sosial Kemasyarakatan ................................................... Nilai Air dan Teknologinya ............................................................... Pemanfaatan Sumber Daya Air .............................................................. Sejarah Pengelolaan Air Bersih ............................................................. Program Pengembangan Masyarakat melalui Panitia Kemitraan (Pakem) Tirta Sayom .............................................................................
49 49 50 51 53 57
Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat.. Sarana dan Prasarana ........................................................................ Anggaran .......................................................................................... Norma/Aturan Tertulis ..................................................................... Jejaring Kerjasama ...........................................................................
58 59 64 65 68
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT ............................................................................................
69
Kapasitas Pengurus ................................................................................ Kepemimpinan ................................................................................. Pendidikan ........................................................................................ Kemampuan mengelola Pokmair Sayom .......................................... Penegakkan Aturan/Norma Kelompok ............................................. Kapasitas Anggota ................................................................................. Partisipasi .......................................................................................... Pendidikan ........................................................................................ Derajat Ketaatan (Norma Kelompok) ............................................... Kebijakan dan Intervensi Pemerintah ....................................................
70 70 71 73 74 75 75 79 80 82
PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT ............................................................................................
85
Harapan dan Dukungan yang diinginkan oleh Anggota, Pengurus dan Stakeholders ............................................................................................ 86 Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat. 89 Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Anggota ........................ 90 Identifikasi Potensi ........................................................................... 91 Identifikasi Masalah dan Kebutuhan ................................................ 94 Penyusunan Rencana Program ............................................................... 98 Program Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat ......................................................................... 98 Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian ....... 101 Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus ............................................................................................ 104 Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Jaringannya ..................................................................................... 106 Evaluasi Pelaksanaan Program .............................................................. 110 Penentuan Waktu Monitoring dan Evaluasi .......................................... 111 Penentuan Pelaku Evaluasi Program ..................................................... 111 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ......................... ...... 112 Kesimpulan ............................................................................................ 112 Rekomendasi Kebijakan ........................................................................ 114 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 116 LAMPIRAN – LAMPIRAN .......................................................................... 119
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jadwal Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat ......................... ....
28
2 Tujuan, Variabel, Parameter, Sumber Data dan Instrumen Kelengkapan Metode Pengumpulan Data .....................................................................
32
3 Jumlah dan Prosentase Jenis Lahan di Desa Bumijawa Tahun 2007 ......
37
4 Jumlah dan Prosentase Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Desa Bumijawa Tahun 2007 .....................................
39
5 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Desa Bumijawa Tahun 2007 ..............................................................................................
42
6 Nama Sumber Air, Lokasi dan Pemanfaat di Desa Bumijawa ...............
52
7 Nama, Jabatan dan Pendidikan Pengurus Pokmair Sayom Tahun 2006-2009 ...................................................................................
72
8 Jumlah dan Prosentase Tingkat Pendidikan Anggota Pokmair Sayom Tahun 2007 ..............................................................................................
79
9 Hasil Analisis Peran Stakeholders dalam Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat .................. 87 10 Hasil Identifikasi Masalah, Sebab-sebab, Kebutuhan dan Prioritas Program ..............................................................................
96
11 Rencana Tiga kegiatan, Tujuan, Pelaksana, Metode, Dinas Instansi Pendukung, Waktu Pelaksanaan dan Sumber Dana Program Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat .... 100 12 Rencana Tiga Kegiatan, Tujuan, Pelaksana, Metode, Dinas Instansi Pendukung, Waktu Pelaksanaan dan Sumber Dana Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian ............. 103 13 Rencana Tiga Kegiatan, Tujuan, Pelaksana, Metode, Dinas Instansi Pendukung, Waktu Pelaksanaan dan Sumber Dana Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus .............................. . 105 14 Rencana Lima Kegiatan, Tujuan, Pelaksana, Metode, Dinas Instansi Pendukung, Waktu Pelaksanaan, Sumber Dana Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Jaringannya ................................. . 108
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Komponen-komponen dari Pranata Sosial ............................................ ..
12
2
Kerangka Pemikiran Kajian .................................................................... .
22
3
Piramida Penduduk Desa Bumijawa Tahun 2007 ................................. .
41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Instrumen Penelitian ............................................................................... 119
2
Peta Kabupaten Tegal .............................................................................. 136
3
Peta Desa Bumijawa ................................................... ........................... 137
4
Dokumentasi (Foto-Foto) Pelaksanaan Penelitian ....... .......................... 138
5
Surat Undangan Pelaksanaan FGD ............................ ............................ 144
6
Daftar Hadir Pelaksanaan FGD .............................................................. 145
7
Surat Keputusan Kades Bumijawa tentang Tim Perumus Rancangan Perdes dan AD/ART Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat ........ 146
8
Rancangan Perdes tentang Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Desa Bumijawa ..................................................... 149
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan makhluk hidup lainnya. Keberadaan air merupakan bagian dari alam (nature) sehingga eksistensi air terkait dengan semua yang ada di alam ini dan mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Konferensi Dublin mengenai Air dan Lingkungan Tahun 1992, menyatakan bahwa hak dasar (basic right) yang pertama bagi semua umat manusia adalah akses air dan sanitasi dengan harga yang terjangkau (FAO, 1995 yang dikutip oleh Fabby, 2003), karena itu perlu dijaga adanya hak setiap orang untuk mendapatkan air bersih secara adil dan dengan biaya yang terjangkau. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33, Ayat 3 yang menyebutkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Undang-Undang Nomor 7/2004, tentang Sumber Daya Air pada Bab I Pasal 5 menyatakan bahwa, “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Dalam perhitungan Unesco, dari 220 penduduk Indonesia hanya 78 persen yang bisa mendapatkan akses air bersih, itupun dominan di perkotaan. Akses penduduk kota terhadap air bersih mencapai 89 persen, sementara akses penduduk desa hanya 69 persen. Mereka sebagian besar mendapatkan air bersih dari penyaluran air, usaha air secara komunitas, atau sumur air dalam (Suara Merdeka, 2008). Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals) Tahun 2004 menyatakan bahwa rumah tangga yang menggunakan sumber air pipa/ledeng hanya 13,6 persen, sekitar 41,2 persen menggunakan air dari sumber air yang layak dan memperhitungkan jarak dari
2
pembuangan tinja serta sekitar 8,4 persen menggunakan air dari sumber air yang layak tanpa memperhitungkan jarak dengan pembuangan tinja (Bambang, 2006). Keterbatasan kemampuan penyediaan air bersih di satu pihak dan permintaan air bersih yang terus meningkat di pihak lain, pada akhirnya akan menjadikan air sebagai benda langka atau memunculkan terjadinya krisis air, meskipun keberadaan air sesungguhnya bersifat tak terbatas karena sumbernya selalu diperbaharui. Hal ini dapat dipandang sebagai gejala terancamnya kemampuan memenuhi permintaan air bersih dari masyarakat karena kurangnya suplai air oleh kemampuan penyediaan air bersih melalui peningkatan efisiensi dalam pengelolaan air bersih di tingkat masyarakat. Krisis air pada umumnya disebabkan oleh kelemahan manajemen sumberdaya air, seperti lemahnya kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya air, pengelolaan yang parsial, peraturan yang tidak memadai, pencemaran air makin meluas, dan pemakaian air yang tidak efesien. Selain itu pengelolaan air bersih semakin rumit dengan meningkatnya jumlah penduduk dan menyusutnya debet sumber-sumber air. Menurut Tim Aksi Penguatan Kelembagaan IPB (2004), dari perspektif kelembagaan, terdapat hubungan kausal (sebab-akibat) antara fenomena sumberdaya alam dan lingkungan serta sistem sosialnya. Pengelolaan sumberdaya air, erat kaitannya dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi pada tingkat rumah tangga, kelompok dan organisasi sosial, komunitas, dan masyarakat. Pengelolaan air bersih melalui kelembagaan yang berbasis masyarakat agar dapat berkelanjutan, juga tidak lepas dari konsep pembangunan berkelanjutan menurut Soemarwoto (2001), ialah : (a) terpeliharanya proses ekologi yang esensial, (b) tersedianya sumberdaya yang cukup dan (c) lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Di dalam pengelolaan kelembagaan air bersih oleh komunitas peran pemerintah selanjutnya adalah menjembatani agar kelembagaan semacam ini memberikan manfaat sosial-ekonomis dan ekologis, dan membatasi timbulnya eksternalitas negatif. Dorongan dan pengakuan atas hak dan pengaturan komunal merupakan pengakuan atas kemampuan masyarakat untuk mengorganisasi dalam
3
membantu kondisi mereka sendiri, sekaligus menjaga sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005, tentang Sistem Pengembangan Air Minum, masyarakat diperbolehkan ikut mengelola sumberdaya air, sehingga memberi ruang bagi penerapan pengelolaan berbasis masyarakat (community based management). Ketiadaan dukungan pemerintah, dalam bentuk kebijakan di tingkat regional atau nasional, bisa menurunkan kelangsungan organisasi lokal semacam ini, dan jika terus menerus terjadi maka masyarakat tidak lagi berupaya membentuk suatu tatanan untuk kepentingan kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi dalam jangka panjang. Ini berarti suatu kemunduran bagi upaya pencapaian keberlanjutan pembangunan. Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat menjadi lebih penting dalam pengertian proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Asumsi dasar yang melandasi penerapan konsep ini adalah insiatif masyarakat dalam pengelolaan kawasan yang mereka ketahui, mereka miliki, mereka butuhkan untuk keperluan pokok sehari-hari, akan jauh lebih efektif dibandingkan bila pengelolaannya diserahkan terpusat oleh mereka yang di luar kawasan, baik dari sisi pemanfaatan sumberdaya lokal maupun keuntungan ekonomis. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti melakukan analisis hasil kajian, kemudian bersama stakeholders terkait melakukan Diskusi Kelompok Terfokus dengan menyusun rencana program pengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Rumusan Masalah Kendala utama sekarang, pengelolaan air melalui Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom yang berjalan sejak tahun 2000 sampai sekarang, dimana struktur dan peran kepengurusan yang tidak berfungsi optimal,
melemahnya
norma atau nilai yang ada dalam kelompok, rendahnya partisipasi anggota dalam kemandirian, kurang mampu menjaga keberlangsungan ekosistem di sekitar
4
sumber air. Di satu sisi, dengan bertambahnya jumlah konsumen air bersih di tingkat rumah tangga hanya mengandalkan sumber air Sayom dan Putri (bantuan pemerintah), tetapi tidak mampu memanfaatkan natural capital yang berupa kekayaan sumberdaya air yang ada di sekitar lokasi Desa Bumijawa dengan membuat jaringan dari sumber air lainnya untuk memasok debet air karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh Pokmair Sayom secara swadaya. Kapasitas
pengurus Pokmair
Sayom,
dalam
pengelolaannya
lebih
menekankan aspek sosial dengan iuran bulanan yang kurang mampu untuk operasional bulanan, sehingga aspek ekonomi dalam menggali finansial dan ekologi dalam memelihara keberlangsungan ekosistem di sekitar sumber air kurang diperhatikan, sedangkan tenaga teknis dan administrasi kurang optimal dalam pelayanannya. Ketegasan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam menerapkan aturan tertulis, seperti penerapan sangsi bagi anggota yang tidak disiplin dalam membayar iuran bulanan dan memperbaiki jaringan tanpa sepengetahuan pengurus yang menguntungkan diri sendiri, tetapi merugikan anggota lainnya. Anggota Pokmair Sayom sebagai konsumen air bersih, lebih banyak menuntut hak agar terpenuhi kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga, hal ini ditunjukkan dengan tekanan terhadap pengurus, khususnya ketua Pokmair Sayom dalam dua periode, berhenti sebelum masa baktinya berakhir, tetapi
kurang
diimbangi dengan kewajiban dalam membayar iuran bulanan yang menurut penuturan bendahara, uang iuran rata-rata perbulan masuk sekitar 30 persen dari jumlah anggota sebanyak dua ratus tujuh puluh. Sedangkan perilaku hemat air, kepedulian serta tanggung jawab bersama dalam pemeliharaan jaringan dan keberlanjutan ekosistem di sekitar sumber air kurang mendapat perhatian. Adapun program pemerintah yang telah dilaksanakan berorientasi proyek melalui anggaran APBN maupun APBD. Realisasinya dalam bentuk bangunan fisik, tanpa menyentuh pada keberlanjutan dalam aspek peningkatan kualitas pengelolaan oleh masyarakat, yang pada akhirnya selalu memunculkan permasalahan pada tidak meratanya distribusi air bersih di tingkat rumah tangga, sehingga masyarakat menjadi ketergantungan pada pemerintah.
5
Hal yang mendukung dalam pengelolaan air bersih berbasis masyarakat ialah dari sisi budaya masyarakat, karena mereka biasa bekerjasama, tipe solidaritas organik, adanya dukungan finansial terutama dari masyarakat yang tergolong mampu. Keberadaan sumberdaya air berdasarkan penuturan petugas sanitarian Puskesmas Bumijawa sangat layak kualitasnya yang bisa dikonsumsi langsung melalui jaringan pipa pedesaan. Adanya jaringan air bersih sampai ke pemukiman, juga merubah orientasi masyarakat terhadap air yang mempunyai nilai ekonomis. Berdasarkan pengembangan
uraian
di
masyarakat
atas, tentang
maka
peneliti
bagaimana
melaksanakan
pengembangan
kajian
kapasitas
kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Adapun rumusan kajian yang dapat peneliti susun adalah : 1. Bagaimana kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat? 3. Bagaimanakah
rencana
strategis
program
pengembangan
kapasitas
kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga? Tujuan Kajian Tujuan kajian ini adalah: 1. Menganalisis
kapasitas kelembagaan pengelolaan air
bersih
berbasis
masyarakat. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. 3. Menyusun rencana strategis program pengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga.
6
Manfaat Kajian Hasil kajian pengembangan masyarakat yang dilakukan di Desa Bumijawa secara lebih khusus diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Pemerintah Kabupaten Tegal, dapat dijadikan bahan pustaka ilmiah dan rekomendasi dari hasil penelitian atau Kajian Pengembangan Masyarakat untuk pertimbangan dalam menentukan dan merumuskan kebijakan di tingkat kabupaten berkaitan dengan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. 2. Pemerintah Desa Bumijawa, dapat dijadikan rekomendasi dalam penyusunan
kebijakan dan penyempurnaan program untuk memberdayakan masyarakat melalui program pengelolaan air bersih berbasis masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan air bersih. 3. Masyarakat
Desa Bumijawa, menumbuhkan kesadaran dan peranserta
tanggungjawab sosial masyarakat secara profesional tentang keberadaan lembaga Pengelola Air Bersih Berbasis Masyarakat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Desa Bumijawa. 4. Akademisi dan praktisi pengembangan masyarakat, mampu mewujudkan
gagasan-gagasan baru dalam bentuk kajian ilmiah sebagai implementasi yang didapatkan selama perkuliahan dipadukan dengan hasil pengamatan, penelitian dan pengalaman di lapangan serta pengertian-pengertian yang komprehensif berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah.
7
TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengembangan Kapasitas Pengembangan
Kapasitas
(capacity
building),
diartikan
sebagai
peningkatkan kemampuan masyarakat di segala bidang, termasuk mengorganisir diri sendiri dan mengembangkan jaringan (Gunardi, dkk, 2007). Sumpeno yang dikutip oleh Gunardi, dkk (2007), mengartikan pengembangan kapasitas sebagai peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi, dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Peningkatan kemampuan individu mencakup perubahan daya, dalam hal pengetahuan, sikap, dan ketrampilan; peningkatan kemampuan kelembagaan meliputi perbaikan organisasi dan manajemen, keuangan, dan budaya organisasi; peningkatan kemampuan masyarakat mencakup kemandirian, keswadayaan, dan kemampuan mengantisipasi perubahan. Peningkatan kapasitas sangat diperlukan agar program dapat berkelanjutan, karena tanpa kemampuan yang besar, masyarakat akan tergantung pada pihak luar untuk mengatasi masalahnya. Ada tiga level yang dapat menjadi obyek dalam capacity building, yaitu: (a) level individu dan group, (b) level institusi dan organisasi, dan (c) level sistem institusi secara keseluruhan. Peningkatan kapasitas individu biasanya berupa pelatihan-pelatihan untuk memperbaiki pengetahuan dan ketrampilan, untuk institusi dan organisasi dikenal dengan pendekatan social learning process, sedangkan kapasitas masyarakat secara umum akan tergantung kepada institusi yang sehat (viable institutions), kepemimpinan yang memiliki visi, dukungan finansial dan sumberdaya material, ketrampilan sumberdaya manusia, dan kerja yang efektif termasuk sistem, prosedur dan insentif kerja yang sesuai (Syahyuti, 2006). Pengembangan
kapasitas
masyarakat
merupakan
suatu
pendekatan
pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata (Maskun, 1999 yang dikutip oleh Kolopaking dan Tonny, 2007). Kekuatankekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan
8
sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa. Organisasi-organisasi lokal diberi kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, kebutuhan penting disini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas masyarakat, yang mencakup
kapasitas
institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Di dalam kerangka kebijakan untuk pengembangan kelembagaan dan kawasan berbasis komunitas menjelaskan bahwa kapasitas kelembagaan (institutional capacity) merupakan program bottom-up, berupa program pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, yang berupa aksi kolektif (Kolopaking, Tonny, 2007). Menurut Kolopaking dan Tonny (2007), dalam pedoman umum kebijakan untuk pengembangan kelembagaan perlu berlandaskan prinsip-prinsip : 1. “Partisipatif”, yakni dimulai dengan suatu proses perencanaan partisipatif di aras mikro yang dilakukan bersama komunitas dengan melibatkan Pemerintah Komunitas, Badan Permusyawaratan Komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga swadaya masyarakat. 2. “Keseimbangan” antara pembangunan di aras mikro dan makro. Dalam mengimplementasikan kedua aras tersebut perlu melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk kebijakan pemerintah, maupun pihak swasta. Partisipasi dari pihak pemerintah lokal dalam hal ini dengan memberikan kemudahan dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya yang dimiliki. 3. “Keterkaitan” sosial, ekonomi, dan ekologis. Prinsip ini menekankan pentingnya bahwa dalam kelembagaan dan komunitas-komunitas tersebut memiliki ikatan, sebagai suatu: “local society”, yang secara sosial ekonomi memiliki keterkaitan dalam konteks struktur sosial dan kultural; local ecology, yakni secara ekologis diantara kelompok-kelompok masyarakat memiliki pola adaptasi ekologi dalam menghadapi dinamika dan perubahan sosial ekonomi yang sedang berlangsung, dan collective action, yaitu suatu aksi kolektif dalam bentuk kapital sosial dan kelembagaan sebagai wadah proses kehidupan dan pembangunan di kawasan perkomunitasan.
9
4. “Sinergis” antar kelembagaan dan antar sektor pembangunan, artinya dalam pengembangan perlu dilakukan antara public sector, private sector, dan participatory
sector.
pengembangannya
yang
Dalam
manajemen
difasilitasi
pembangunan
pemerintah,
sinergi
antar
untuk sektor
pembangunan dan antar institusi pemerintah menjadi suatu prinsip yang sangat krusial yang dimanifestasikan dalam bentuk rencana pembangunan. 5. “Transparansi”
dalam
proses
pengembangan
kelembagaan.
Prosesnya
dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, sehingga seluruh warga komunitas dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses yang sama terhadap informasi tentang rencana dan pengembangan. Syahyuti (2003)
menjelaskan bahwa untuk
menguatkan kapasitas
kelembagaan perlu dianalisa variabel-variabel yang ada di dalam kelembagaan tersebut. Dengan demikian kita dapat menentukan indikator-indikator yang menunjukkan kekuatan dari kelembagaan tersebut, sekaligus potensi dan kesempatan
untuk
ditingkatkan
kapasitasnya.
Variable-variabel
dalam
kelembagaan yang perlu dianalisa adalah nilai, norma yang berlaku, dan group atmosphere (berkaitan dengan perilaku kolektif). Menurut Floyd Ruch yang dikutip oleh Santoso (2004), group atmosphere menyangkut hal-hal berikut : 1. Keadaan fisik tempat/kelompok, seperti tersedianya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan anggota. 2. Treat Reduction (rasa aman), menyangkut ketentraman anggota untuk tinggal dalam kelompoknya (tidak ada ancaman, tidak saling curiga, tidak saling bermusuhan). 3. Distributive
leadership
(kepemimpinan
bergilir),
adanya
pemindahan
kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap kelompoknya. Dengan demikian, tiap anggota yang diberi kekuasaan akan dapat mengetahui kemampuan mereka masing-masing dan lebih dari itu akan menanamkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kelompok secara keseluruhan, baik pada saat menjadi pimpinan maupun sebagai anggota kelompok. 4. Goal formulation (perumusan tujuan), yang menjadi arah kegiatan bersama.
10
5. Flexibility (fleksibilitas). Segala sesuatu yang menyangkut kelompok seperti suasana, tujuan, kegiatan, struktur, dapat mengikuti perubahan yang terjadi. 6. Concensus (mufakat). Dengan mufakat yang ada dalam kelompok, semua perbedaan angggota dapat teratasi sehingga tercapai keputusan yang memuaskan semua anggota. 7. Process awareness (kesadaran berkelompok). Adanya peranan, fungsi, dan kegiatan masing-masing anggota dalam kehidupan berkelompok maka tiap-tiap anggota pasti timbul rasa kesadaran terhadap kelompoknya, terhadap sesama anggota, dan pentingnya berorientasi satu sama lain. 8. Continual evaluation (penilaian yang kontinyu). Kelompok yang baik seringkali mengadakan penilaian secara kontinyu terhadap perencanaan kegiatan dan pengawasan kelompok sehingga dapat diketahui tercapai/tidaknya tujuan kelompok. Kluckkon dalam Syahyuti (2003) memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berguna untuk mengetahui nilai dalam kelembagaan tersebut. Inti pertanyaan tersebut adalah untuk mengupas nilai yang berlaku dari sistem tata nilai, jenis nilai dan orientasi dari nilai tersebut. Sedangkan norma dilihat berupa aturanaturan yang merupakan kesepakatan bersama dan dilakukan oleh masyarakat dalam kelembagaan tersebut. Sementara group atmosphere lebih menyangkut kinerja kelembagaan tersebut dan masyarakat yang ada di dalamnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, penguatan kapasitas kelembagaan dapat dilakukan dalam berbagai aspek, yaitu: (a) Perubahan peran dan fungsi kelembagaan, (b) Pengertian nilai dan norma, (c) Pengertian kelembagaan melalui pengertian program teknologi, informasi, jejaring dan kepemimpinan. Apabila dikaitkan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih komunitas, yang dilakukan ialah dengan melakukan perubahan peran dan fungsi, termasuk norma/aturan kelompok berdasarkan kebutuhan komunitas, termasuk mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan komunitas. Keberhasilan suatu masyarakat dalam menjalankan pola pengelolaan sumberdaya air yang berbasis masyarakat akan ditentukan oleh kemampuan kelembagaan dalam meningkatkan kapasitas dengan pendekatan partisipatori.
11
Konsep partisipatori mengandung makna masyarakat memiliki peran dalam pengelolaan sumberdaya air. Adapun prinsip-prinsip pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan masyarakat adalah: pengembangan kapasitas masyarakat dengan pendekatan pembangunan berbasis kekuatan dari bawah (kekuatan sumberdaya manusia, sumberdaya ekonomi, sumberdaya alam) atau local capacity; kapasitas lokal (kapasitas pemda, lembaga swasta, komunitas) untuk pengembangan masyarakat; organisasi lokal menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakat (Tonny, 2007). Kelembagaan Mempelajari kelembagaan merupakan sesuatu
yang esensial, karena
masyarakat modern beroperasi dalam organisasi-organisasi. Tiap perilaku individu selalu dapat dimaknai sebagai representatif kelompoknya. Seluruh hidup kita dilaksanakan dalam organisasi, mulai dari lahir, bekerja, sampai meninggal. Kegiatan manusia, baik sengaja maupun tidak sengaja selalu diulang-ulang, akhirnya menjadi melekat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan serta mengatur aktivitas manusia itu sendiri. Kelembagaan sendiri merupakan terjemahan langsung dari istilah “social institution”. ‘Social institution’ dan ‘social organization’ berada dalam level yang sama, untuk menyebut apa yang kita kenal dengan kelompok sosial, group, social form dan lain-lain yang relatip sejenis. Kata kelembagaan lebih disukai karena memberi kesan lebih sosial, lebih menghargai budaya lokal, lebih humanis dan mengindikasikan suatu keinginan serta harapan yang murni, karena lebih menuju inti pokok suatu sistem sosial, sesuatu yang mengakar dan datang dari bawah (Syahyuti, 2003). Secara keilmuan, seluruh apa yang dikenal dengan organisasi, institusi, asosiasi baik formal maupun non formal disebut kelembagaan, karena mengandung aspek yang sama, yaitu aspek kultural terdiri dari nilai, norma, dan aturan. Sementara aspek struktural berupa sesuatu yang lebih visual dan statis yaitu struktur, penetapan peran, tujuan, keanggotaan. Sedangkan pengembangan
12
kelembagaan hanya difokuskan kepada kelembagaan yang memiliki struktur, serta organisasi yang potensial untuk dikembangkan (Syahyuti, 2006). Adapun institution atau pranata ialah sebagai kelakuan berpola dari manusia dalam pengaruh dari tiga wujud kebudayaan, yaitu: (1) sistem norma dan tata kelakuan dalam konteks wujud ideal kebudayaan, (2) kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan, dan (3) peralatannya untuk wujud fisik kebudayaan. Ditambah dengan personelnya sendiri, dari empat komponen tersebut yang saling berinteraksi satu sama lain (Koentjaraningrat, 2002). Gambar komponenkomponen pranata atau institution, dapat dilihat pada gambar 1: Sistem Norma
Pranata yang berpusat pada suatu kelakuan berpola Peralatan fisik
Personal
Gambar 1: Komponen-komponen dari Pranata Sosial
Aktivitas manusia yang berulang-ulang terus menjadi bagian dari manusia dan masyarakatnya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian
prosesnya menjadi kerangka pengaturan untuk memenuhi kebutuhan yang terbentuk-tumbuh-berkembang-berubah-mati-berganti-berbentuk
yang
baru,
kemudian seterusnya menjadi siklus kehidupan dinamakan kelembagaan sosial (Kolopaking dan Tonny, 2007). Dari hasil analisis kajian potensi kelembagaan lokal bagi pengelolaan sumberdaya air berbasis masyarakat salah satu kesimpulannya, yaitu: Kondisi kelembagaan ideal bagi sistem Community Based Management adalah apabila masyarakat setempat memiliki bentuk kelembagaan dengan tingkat kepemimpinan, rule of law, derajat ketaatan dan penegakkan yang tinggi (Suharno, 2005).
13
Dari pendapat para ahli tentang kelembagaan, namun apa yang dimaksud pada umumnya adalah sama, merupakan sesuatu yang stabil, mantap, berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat, ditemukan dalam sistem sosial tradisional
maupun modern dan berfungsi untuk mengefisiensikan
kehidupan sosial.
Ada dua aspek dalam kelembagaan, yaitu: (a) aspek
kelembagaan perilaku; (b) aspek keorganisasian-struktur, dimana keduanya merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial. Perilaku dan Struktur sebagai bagian utama aspek kelembagaan dan aspek keorganisasian saling membutuhkan satu sama lain, ibarat dua sisi mata uang (Syahyuti, 2003). Sedangkan menurut pendekatan konseptual kelembagaan berkelanjutan, karena faktor-faktor internal (kepemimpinan, pendidikan dan ketersediaan anggaran) dan faktor-faktor eksternal ( kebijakan pemerintah lokal dan insentif kelembagaan). Hasil studi ilmiah dirumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan komunitas lokal dalam pengelolaan DAS Citanduy, yaitu: (a) jejaring kerjasama; (b) intervensi positif pemerintah; (c) kecukupan anggaran dan (d) aturan-aturan tertulis (Tonny, 2004). Pemberdayaan Masyarakat Proses peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat diterapkan dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat. Istilah keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu-individu lainnya dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan (Anwar, 2007). Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang berada dalam kondisi tidak mampu dengan mengandalkan kekuatannya sendiri sehingga dapat keluar dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau proses memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan merupakan sebuah proses untuk mendapatkan energi yang cukup yang bisa digunakan untuk mendayagunakan kemampuannya memperoleh daya saing, untuk membuat keputusan sendiri, dan mudah mengakses sumbersumber kehidupan yang lebih baik (Dharmawan, 2000 yang dikutip oleh Tonny,
14
2007). Konsep pemberdayaan (empowerment) dalam wacana pengembangan masyarakat selalu dikembangkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2006). Pemberdayaan masyarakat, mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah pemahaman pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek pembangunan yang ikut menentukan masa depan kehidupan masyarakat secara umum (Hikmat, 2006). Dilihat dari sasaran dan ruang lingkupnya, menurut Wasistiono dalam Roesmidi dan Riza (2006) pemberdayaan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu pemberdayaan individu, anggota organisasi atau masyarakat; pemberdayaan pada tim atau kelompok masyarakat ; pemberdayaan pada organisasi dan pemberdayaan pada masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini adalah pemberdayaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dengan pengembangan kapasitas kelembagaannya. Pemberdayaan kawasan perkomunitasan adalah sebuah proses pemampuan, empowering, komunitas dan masyarakatnya untuk menemu-kenali, menggali potensi potensi komunitas yang ada dan membuat kebijakan-kebijakan (Perdes, Perda) dan program yang kondusif bagi upaya pemanfaatan secara maksimum bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Kolopaking, Tonny, 2007). Studi kasus mengenai Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyediaan Air Bersih di Pedesaan,
disimpulkan bahwa untuk
mewujudkan pengelolaan berbasis
masyarakat, perlunya keterlibatan warga baik secara fisik, pemikiran, material maupun finansial akan dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki proses dan hasil pembangunan di komunitas (Pipip, 2004).
15
Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Sumardjo dan Saharuddin (2007); mengandung makna peranserta seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu pihak dalam suatu kegiatan atau upaya mencapai sesuatu yang secara sadar diinginkan oleh pihak yang berperanserta tersebut. Bila menyangkut partisipasi dalam pembangunan masyarakat, maka menyangkut keterlibatan secara aktif dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Sebagaimana diketahui, pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan yang bersifat komulatif dari partisipasi masyarakat melalui berbagai tindakan bersama dan aktivitas lokal tadi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut yang dilandasi oleh kesadaran dan determinasi. Prasyarat untuk berpartisipasi ( Kolopaking dan Tonny, 2007), yaitu adanya: 1. Kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. 2. Kemauan, adanya sesuatu yang mendorong menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. 3. Kemampuan, adanya kesadaran dan keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya. Adanya kesempatan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang,
kelompok
atau
masyarakat
senantiasa
dapat
memberikan
16
konstribusi/sumbangan
yang
dapat
menunjang
keberhasilan
program
pembangunan dengan berbagai bentuk atau jenis partisipasi. Adapun bentukbentuk jenis partisipasi sosial menurut Sulaiman (1985), ada lima macam, yaitu: 1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka 2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang, atau barang dalam kegiatan partisipatori, dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri 3. Partisipasi dalam bentuk dukungan 4. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 5. Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia. Selanjutnya, agar tindakan bersama tersebut lebih bersandar pada prakarsa dan partisipasi masyarakat sendiri dibutuhkan adanya kompetensi masyarakat terhadap proses pembangunan di lingkungannya. Menurut Ndraha (1987) yang dikutip oleh Soetomo (2006) menyebutkan komunitas yang kompeten merupakan kehidupan bersama yang memiliki empat komponen, yaitu: (a) mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas; (b) mampu mencapai kesepakatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritas; (c) mampu menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai sasaran yang telah disepakati bersama; (d) mampu bekerjasama secara rasional dalam bertindak mencapai sasaran. Adapun untuk mengembangkan partisipasi, dilihat dari proses belajar maka pendekatan partisipasi atas permintaan setempat lebih sesuai dan banyak digunakan dalam praktek lapangan. Kegiatan ini peranan pihak eksternal lebih bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar (Mikkelsen, 2003). Di samping merupakan perwujudan dari upaya pengembangan kapasitas masyarakat, partisipasi dalam identifikasi masalah juga lebih menjamin program pembangunan yang dirumuskan akan lebih relevan dengan persoalan dan kebutuhan aktual masyarakat yang bersangkutan. Lebih lanjut, partisipasi
17
masyarakat dalam perumusan program, tidak semata-mata sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut, sehingga kemudian juga mempunyai tanggungjawab bagi keberhasilannya. Oleh sebab itu masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahaptahap berikutnya. Dengan demikian keterkaitan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya, bukan karena dimobilisasi oleh pihak luar. Apabila hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang, maka akan memacu semakin cepat terwujudnya proses institusionalisasi atau keterlembagakannya perilaku membangun dalam masyarakat. Hal itu disamping merupakan suatu bentuk perwujudan dari berlakunya prinsip pengelolaan yang berbasis komunitas juga akan menjamin proses yang berkelanjutan karena masyarakat telah mempunyai kapasitas swakelola. Partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi akan membawa dampak positif bagi penyempurnaan dan pencarian alternatif yang terus menerus. Hasil evaluasi yang dilakukan akan dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan program-program berikutnya.
Dengan demikian,
melalui
partisipasi masyarakat akan terjadi proses bekerja sambil belajar secara berkesinambungan. Melalui proses bekerja sambil belajar, pola aktivitas yang semakin baik juga akan terjadi proses penguatan kelembagaan pembangunan dalam masyarakat lokal, sebagai institusi pembangunan yang ada bukan semata-mata dalam bentuk wadah organisasi, melainkan terutama adalah suatu sistem dan pola aktivitas yang sudah terintegrasi dalam kehidupan keseharian masyarakatnya. Tidak kalah pentingnya adalah partisipasi dalam menikmati hasil. Melalui bentuk partisipasi ini hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat secara profesional.
18
Studi Kasus mengenai Peningkatan Partisipasi Anggota Organisasi PKK dalam Pengembangan Masyarakat, bahwa dalam rancangan program Pelatihan Pengembangan Masyarakat secara partisipatif bagi pengurus PKK, disimpulkan bahwa pelibatan anggota dalam pengambilan keputusan dan implementasinya, sehingga pelaksanaan program-programnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan anggota, yang pada akhirnya timbul rasa memiliki, tanggung jawab dan berkelanjutan program tersebut (Rokna, 2004). Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat merupakan penerapan dari konsep Community Based Resource Management (CBRM). Menurut Syahyuti (2006) CBRM adalah suatu pendekatan pembangunan yang menekankan kepada kesalinghubungan manusia dengan segala hal yang ada di lingkungannya, yang dimulai dengan pengembangan komunitas yang terdiri dari individu-individu yang paham tentang ekosistemnya, dan ingin berkerja dengan orang lain secara inklusif, hormat untuk memperbaiki dan menjaga lingkungannya, mencoba untuk menyediakan kehidupan yang sustain untuk generasi sekarang dan mendatang, serta komitmen dengan keadilan sosial (social justice). Dari konsep ini lahirlah pendekatan Comunnity-Based Natural Resource Management (CBNRM) dengan tekanan pada sumberdaya alam. CBNRM yaitu suatu aktivitas yang menekankan kepada manajemen sumberdaya alam oleh, untuk, dan dengan komunitas lokal (Syahyuti, 2006). Untuk mengimplementasikan CBRM atau CBNRM pada suatu desa menurut Syahyuti (2006), kunci keberhasilannya, adalah dari faktor internal yaitu perlu kepemimpinan organisasi yang cakap, strategi dan tujuan organisasi yang jelas, sumberdaya manusia dan logistik yang cukup, pendekatan pengelolaan yang dapat diadaptasikan dalam situasi dan konteks yang berubah-ubah, harapan-harapan yang wajar terhadap waktu dan usaha yang diperlukan, serta keberlanjutan keterlibatan dengan masyarakat. Pengelolaan air bersih berbasis komunitas memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (a) masyarakat bertanggung jawab atas perawatan, perbaikan, manajemen lokal, pengorganisasian dan finansial; (b) masyarakat membuat keputusan dalam pemilihan teknologi, tingkat pelayanan,
19
bentuk organisasi lokal, peraturan dan pengaturan penggunaan setempat, mekanisme finansial, dan perumusan sangsi; (c) masyarakat memiliki kontrol dalam hal kepemilikan sarana, hasil pembuatan keputusan, serta kualitas kerja dan fungsi sarana ( IRC, 1999). Pengelolaan
air
bersih
oleh
komunitas
merupakan
perwujudan
terselenggaranya desentralisasi. Sudah tentu untuk terselenggaranya desentralisasi dalam bentuk swakelola dengan berbagai perubahan metode dalam proses pengambilan keputusan tersebut, diperlukan beberapa prasyarat: (a) Mekanisme baru dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan sumberdaya alam perlu difasilitasi dalam bentuk institusi sosial yang cukup mengakar dalam masyarakat, bukan hanya suatu kelompok/organisasi atau lembaga formal, tetapi lebih sebagai suatu pola aktivitas yang sudah menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat; (b) pemberian kewenangan kepada masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan yang didukung oleh kapasitas masyarakat; (c) desentralisasi mengandung makna pendelegasian wewenang kepada level yang lebih rendah, dalam hal ini kepada masyarakat lokal (Soetomo, 2006). Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut dibutuhkan proses perubahan dalam berbagai dimensi yang menyesuaikan dengan dimensi kesejahteraan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perubahan fisik, teknologi dan ekonomi saja belumlah cukup. Salah satu bentuk perubahan sosial yang penting adalah perubahan kelembagaan. Sajogyo (1997), menyatakan bahwa setiap perubahan adalah pembangunan, dimana keberhasilan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan apabila dalam proses perubahan tersebut terkandung perubahan kelembagaan dan organisasi yang mampu menggerakkan masyarakat secara mandiri. Studi Kasus mengenai Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat di Desa Cibodas, dengan membentuk Badan Pengelola Air Bersih dan Sanitasi Cibodas (BPABS). Adapun struktur kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan teknisi-teknisi, serta dibuat penyusunan tata tertib/peraturan dan tarif air, dengan administrasi yang rapih, sehingga mendapatkan keuntungan yang tidak sedikit dari sistem yang telah dibuat dan telah disalurkan bagi pembangunan
20
desa Cibodas dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan jumlah mata air bertambah dari yang tadinya tergantung satu mata air, sekarang menjadi tiga buah mata air yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat (Suci, 2007). Pengalaman di beberapa tempat seperti pengolahan dan pengelolaan air bersih di Ngampilan Yogyakarta, penanganan air bersih dari konsep, konstribusi hingga manajemen bagi masyarakat di Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur, menunjukkan bahwa masyarakat merupakan “center point” yang harus diikutsertakan agar bersama-sama menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui bentuk-bentuk seperti “community participatory”. Jelas pula pengalaman kami menunjukkan bahwa sistim dapat berfungsi dengan baik dan terbukti harga/tarif dari air bersih relatif terjangkau oleh masyarakat (Peteryan, 2004). Tidak termanfaatkan pasokan air bersih itulah yang dikatakan sebagai krisis manajemen air, bukan karena krisis ketersediaan air bersih. Krisis manajemen air menyebabkan terganggunya pasokan air bersih ke konsumen kelompok masyarakat. Terganggunya akses air bersih ini bukan karena ketersediaan air terbatas, melainkan karena kelembagaan pengurusan air tidak siap dalam mengantisipasi dan mengatasi tantangan permasalahan akses masyarakat atas sumberdaya air (Chary, 2008). Kerangka Berfikir Pengelolaan sumber daya berbasis komunitas (Community Based Resources Management) merupakan strategi pembangunan masyarakat yang memberi peran dominan kepada masyarakat pada tingkat komunitas untuk mengelola proses pembangunan, salah satunya dalam mengontrol dan mengelola sumber daya air yang dapat memenuhi kebutuhan lokal dan bernilai produktif. Oleh sebab itu, dalam strategi pengelolaan sumber daya air berbasis komunitas ini sangat diperlukan peranan prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pengembangan kapasitasnya. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diusahakan ada kesinambungan dan peningkatan partisipasi masyarakat
21
melalui berbagai tindakan bersama dan aktivitas lokal, termasuk adanya perubahan kelembagaan dan organisasi yang mampu menggerakan masyarakat secara mandiri. Dengan demikian, berarti pendekatan partisipatoris harus dilihat sebagai pendekatan utama dalam strategi pengelolaan sumberdaya air berbasis komunitas. Permasalahan mendasar adalah keterbatasan manajemen pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang diharapkan dapat menumbuhkan kapasitas kelembagaan dengan mensinergikan insentif-insentif kelembagaan dalam bentuk pembangunan
infrastruktur
maupun
fasilitas
program
pemerintah
yang
mendukung pengelolaan sumber daya air dengan adanya tanggung jawab sosial masyarakat dalam bentuk partisipasi. Apabila didukung dengan tingkat kemampuan yang memadai dan adanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam menentukan aspek pemanfaatan, pelestarian dan pengendalian dalam pengelolaan sumberdaya air, maka masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan air bersih bagi kepentingan rumah tangga secara adil dan dengan biaya yang terjangkau. Menganalisis kapasitas kelembagaan air bersih berbasis masyarakat, harus melihat pengelolaan yang telah dilakukan oleh masyarakat, yaitu dengan menganalisis dari aspek
sarana dan prasarana,
ketersediaan anggaran,
norma/aturan kelompok, dan jejaring yang dikembangkan oleh Pokmair Sayom. Adapun untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelompok pengelola air bersih Sayom, yaitu dengan mengidentifikasi faktor kapasitas pengurus, seperti kepemimpinan, tingkat pendidikan
pengurus, kemampuan
pengelolaannya (termasuk mengelola anggaran/dana), penegakkan aturan kelompok yang telah disepakati dan sudah menjadi sistem nilai/aturan kelompok; serta mengidentifikasi faktor kapasitas anggota Pokmair Sayom seperti, partisipasi anggota dalam kemandirian, pendidikan, derajat ketaatan terhadap aturan kelompok. Faktor kebijakan dan intervensi program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan air bersih yang diharapkan dapat memposisikan sebagai mitra dalam proses belajar dan pemberdayaan masyarakat, termasuk memberikan peluang dan ruang membuka jejaring kerjasama dengan stakeholders lainnya.
22
Dengan
pendekatan
partisipatoris,
setelah
menganalisis
kapasitas
kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dan mengidentifikasi faktor-faktornya, maka melalui Focus Group Discussion dapat menyusun program pengembangan kapasitas kelembagaan dalam rangka adanya proses perubahan yang dibarengi perubahan sosial dalam kelembagaan Pokmair Sayom, sehingga mampu menggerakkan masyarakat secara mandiri, dengan menekankan pada pendekatan proses, dari mulai proses identifikasi, perumusan masalah, kebutuhan, kemudian menyusun rencana program kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang mampu mengembangkan kapasitas dalam pelayanan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Gambar kerangka pemikiran kajian tertera berikut ini:
Kapasitas Pengurus: 1. Kepemimpinan 2. Pendidikan 3. Kemampuan penge lolaan (termasuk anggaran/dana) 4. Penegakkan aturan (Norma Kelompok) Kapasitas Anggota ,Komunitas: 1. Partisipasi 2. Pendidikan 3. Derajat Ketaatan (Norma Kelompok)
Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat: ---------------------------------1. Sarana dan Prasarana 2. Anggaran 3. Norma/Aturan 4. Jejaring kerjasama
Kebijakan dan Intervensi Pemerintah
Gambar 2: Kerangka Pemikiran Kajian
Penyusunan Rencana Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan
23
Definisi Operasional 1. Variabel-Indikator : Kapasitas Pengurus a) Kepemimpinan : Perilaku yang dimiliki oleh Ketua Pokmair Sayom serta kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain 1) Hubungan anggota dengan Ketua Pokmair Sayom; 2) Hubungan pengurus dengan Ketua Pokmair Sayom; 3) Keterlibatan dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi; 4) Keterlibatan dalam menghadapi dan mengatasi setiap persoalan; 5) Frekwensi mengontrol jaringan dan administrasi; b) Pendidikan : Tingkat pendidikan formal dan non formal yang dimiliki pengurus 1) Pendidikan formal terakhir yang ditempuh; 2) Pelatihan tentang pengelolaan teknis air bersih yang pernah diikuti c) Kemampuan mengelola Pokmair Sayom: Kemampuan mengelola baik secara organisatoris, administratif maupun secara teknis. 1) Status dalam kepengurusan (Pengurus harian, Seksi-seksi/Pembantu Umum); 2) Keberhasilan melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara organisatoris, teknis dan adminstrasi sesuai dengan jabatan dalam kepengurusan secara rutin. d) Penegakkan aturan (Norma Kelompok); Kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan terhadap anggota sesuai dengan aturan/norma kelompok. 1) Adanya aturan tetulis tentang sangsi dan penghargaan terhadap anggota dan pengurus berdasarkan kesepakatan; 2) Merealisasikan aturan sangsi dan penghargaan terhadap anggota dan pengurus. 2. Variabel-Indikator: Kapasitas Anggota a) Partisipasi: Peranserta seseorang atau sekelompok orang melalui suatu proses
kegiatan,
karena
adanya
prasyarat
kesempatan,
kemauan,
24
kemampuan dengan melakukan tindakan dalam bentuk pemikiran, dana, dukungan, pengambilan keputusan maupun tenaga. 1) Adanya kesempatan, kemauan, dan kemampuan sebagai prasyarat yang mendukung dalam melaksanakan partisipasi. 2) Keterlibatan dalam proses kegiatan dalam berbagai bentuk (dukungan, tenaga, dana, pemikiran, pengambilan keputusan). 3) Kehadiran di dalam forum pertemuan Pokmair Sayom. b) Pendidikan : Tingkatan pendidikan formal dan non formal yang dimiliki pengurus 1) Pendidikan formal terakhir yang ditempuh; 2) Pelatihan tentang pengelolaan teknis air bersih yang pernah diikuti. c) Derajat ketaatan: Kesadaran rasa tanggung jawab terhadap kewajiban sebagai anggota dalam melaksanakan aturan/norma kelompok. 1) Keaktifan melaksanakan kewajiban iuran bulanan 2) Adanya stop kran di jaringan air bersih rumah tangga; 3) Keaktifan memfungsikan stop kran, di saat kebutuhan air bersih sudah terpenuhi. 3. Variabel-Indikator: Kebijakan dan Intervensi Program Pemerintah a) Kebijakan Pemerintahan Desa: Keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan oleh pemerintahan Desa Bumijawa yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya air, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni masyarakat. 1) Realisasi kebijakan pemerintahan desa Bumijawa yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih di Desa Bumijawa (Perdes, Keputusan Kades, Surat Perintah Tugas, tidak ada). b) Intervensi Program Pemerintah 1) Intervensi Program Pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan sarana air bersih;
25
2) Alokasi anggaran yang pernah dilakukan berkaitan intervensi program pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan sarana air bersih (APBN, APBD I, APBD II); 3) Pembinaan atau pelatihan yang berkaitan dengan teknis pengelolaan air bersih. 4. Variabel-Indikator: Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat. a) Sarana dan prasarana: fasilitas dan perlengkapan yang dimiliki dan dibutuhkan dalam menunjang pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi anggota. 1) Adanya kantor sekretariat; 2) Adanya kelengkapan administrasi Pokmair Sayom; 3) Adanya peralatan teknis untuk perawatan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom; 4) Banyaknya/Jumlah Sumberdaya air yang dikelola (lebih dari satu sumber, satu sumber); 5) Terpenuhinya kebutuhan minimum air bersih. b) Ketersediaan anggaran: Jumlah dana yang dikelola dari hasil iuran wajib bulanan anggota, yang dapat mencukupi untuk kebutuhan operasional. 1) Adanya pemasukan dana dari iuran wajib anggota setiap bulan; 2). Tersedianya dana operasional bulanan untuk pengurus; 3) Tersedianya dana operasional bulanan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan; 4) Tersedianya kas/tabungan, setelah dikurangi pengeluaran bulanan. c) Norma/Aturan tertulis: Nilai-nilai dan aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah disepakati berdasarkan hasil musyawarah anggota dan pengurus. 1) Adanya AD/ART Pokmair Sayom; 2) Kalau tidak ada, aturan tertulis dalam bentuk (Surat Keputusan Pengurus, Tata Tertib, Aturan tidak tertulis);
26
3) Dasar Hukum keberadaan kepengurusan Pokmair Sayom dari hasil musyawarah anggota (Perdes, SK. Kepala Desa, Surat Tugas Kepala Desa, Tidak ada). d) Jejaring kerjasama: Adanya kerjasama dalam hal pembinaan teknis, keuangan, administrasi, ekologis dengan stakeholders lain 1) Adanya pembinaan teknis pengelolaan air bersih dari stakeholders pemerintah/swasta; 2) Adanya
pembinaan
administrasi
pengelolaan
air
bersih
dari
stakeholders; 3) Adanya pelatihan teknis dan administrasi pengelolaan air bersih dari stakeholders; 4) Adanya kerjasama administrasi dan keuangan dengan stakeholders; 5) Adanya
kerjasama
dalam
kegiatan pemeliharaan keberlanjutan
sumberdaya air dengan stakeholders.
27
METODOLOGI Pendekatan dan Strategi Kajian Sesuai dengan latar belakang dan tujuan serta kerangka pemikiran, maka kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial (lapangan). Kebaruan informasi itu berupa upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial (Sugiyono, 2005). Strategi Kajian dengan Studi Kasus untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa yang bersangkutan tak dapat dimanipulasi dan suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bila batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas, dimana multi sumber bukti dimanfaatkan (Yin, 2003). Studi Kasus merupakan pilihan yang relevan untuk mengkaji suatu permasalahan di tingkat komunitas, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan eksploratori ‘bagaimana’. Hal ini berkenaan dengan kaitan-kaitan operasional yang menuntut pelacakan waktu tersendiri, dengan melakukan analisis historis dari hasil studi dokumentasi, yang diperkuat dari hasil wawancara mendalam dan melakukan observasi dan dilanjutkan dengan pelaksanaan Fokus Group Discussion untuk menyusun rencana aksi program. Dengan studi kasus merupakan instrumental yang bersifat deskriptif terhadap permasalahan pemenuhan kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga melalui Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom di Desa Bumijawa. Tipe dan Aras Kajian Tipe Kajian adalah kajian terapan deskriptif, dengan suatu rumusan masalah yang memandu peneliti untuk mengungkapkan atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga. Aras Kajian melalui pendekatan subyektif-mikro, yaitu mengkaji pandangan, keyakinan dan konstruksi realita sosial, dimana
28
pendekatan ini mengharuskan adanya interaksi langsung antara peneliti dengan subyek yang diteliti (Sitorus dan Agusta, 2006). Lokasi dan Waktu Kajian Kajian pengembangan masyarakat dilakukan di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah, sesuai dengan lokasi pelaksanaan Praktek Lapangan I yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 Januari sampai dengan 29 Pebruari 2008 yang menghasilkan pemetaan sosial dan pelaksanaan Praktek Lapangan II pada tanggal 19 Mei sampai dengan 14 Juni 2008 yang menghasilkan evaluasi program pengembangan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya air berbasis masyarakat dan pemenuhan kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga. Hasil praktikum PL I dan PL II, dijadikan bahan untuk kajian pengembangan kapasitas pengelolaan kelembagaan air bersih berbasis masyarakat melalui Kelompok Air Bersih Sayom untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga. Penelitian (kajian) direncanakan pada awal Oktober sampai dengan Nopember 2008. Kegiatan pelaksanaan kajian, mulai dari penyusunan proposal, kolokium, penelitian di lapangan, seminar, sampai ujian dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Jadwal Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat (KPM) Kegiatan Juli Rencana Kajian Kolokium Penelitian KPM Penulisan Laporan Hasil KPM Bimbingan Penulisan Seminar Ujian Penulisan Akhir KPM
Agsts
Tahun 2008 Sept. Okt.
Nop.
Des.
Tahun 2009 Jan. Febr. Mrt.
29
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini adalah : 1. Studi Dokumentasi, yaitu untuk mengumpulkan data sekunder dengan mempelajari dokumen-dokumen/data yang terkait dengan pemetaan sosial dan kegiatan pengembangan masyarakat Panitia Kemitraan (Pakem) Tirta Sayom, potensi sumberdaya air, sarana dan prasarana Pokmair Sayom, intervensi program pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan air bersih dan pengelolaan sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga yang berbasis masyarakat, baik yang ada dalam arsip pemerintahan desa, UPTD Puskesmas (bidang sanitasi/pengelolaan air bersih masyarakat), BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) Satria Desa Bumijawa, Administrasi Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom. 2. Observasi berpartisipasi, dengan melakukan pengamatan dan berinteraksi sosial secara aktif mengenai perilaku anggota Pokmair dalam memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari melalui jaringan pipanisasi serta keterlibatan akses dan kontrol pengelolaan air bersih komunitas, perilaku pengurus dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan administrasi dan teknis dalam melayani kebutuhan air bersih anggotanya, serta melihat secara langsung kondisi jaringan pipanisasi, sumber air yang dimanfaatkan oleh Pokmair Sayom (Sayom, Putri dan Lemper), Bak Induk Penampung Desa, Bak Pelepas Tekan, Eks Kantor Sekretariat Pokmair Sayom. 3. Wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu untuk mengumpulkan data primer dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dengan informan baik tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita, kelompok pemakai air bersih desa (pengurus dan anggota), Kepala Desa, BPD, LKMD, BKM Satria, Karang Taruna Taman Kusuma, Ketua TP. PKK Desa, Kasi Pembangunan Masyarakat Desa Kecamatan, UPTD Tanbunhut (Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan) Kecamatan, UPTD Puskesmas Kecamatan, Asper Perhutani Wilayah Bumijawa, secara informal dalam suasana kesetaraan, keakraban untuk memahami pandangan-pandangan, pemikiran, ide, gagasan, pengalaman-
30
pengalaman, termasuk permasalahan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat, intervensi program pemerintah, swadaya masyarakat dan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. 4. Diskusi dengan informan yang mewakili tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh wanita, Kepala Desa, BPD, LKMD, BKM Satria, Karang Taruna Taman Kusuma, pengurus dan anggota Pokmair Sayom, stakeholders terkait melalui Focus Group Discussion (FGD), untuk mendapatkan data tentang potensi, permasalahan dan alternatif pemecahan dalam bentuk penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa. Dalam
pelaksanaan
teknik
pengumpulan
data
di
lokasi,
dengan
menggunakan pedoman studi dokumentasi, observasi,wawancara mendalam dan FGD sebagaimana dalam lampiran satu, halaman 119 sampai 135. Pengolahan dan Analisa Data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : 1. Reduksi data, kegiatan ini peneliti mengumpulkan, memilah dan meringkas data hasil studi dokumentasi, observasi, wawancara mendalam kemudian mengkategorisasikan data yang memiliki arti dan berkaitan dengan variabel kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih, seperti sarana dan prasarana, pengelolaan anggaran, norma/nilai yang berlaku, jejaring kerjasama yang dilakukan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaannya, seperti faktor kapasitas pengurus, faktor kapasitas anggota, faktor kebijakan dan intervensi program pemerintah yang berkaitan dengan air bersih di masyarakat serta data potensi, masalah dan kebutuhan. 2. Penyajian Data, yaitu mengkonstruksi data dalam bentuk narasi dan grafik atau bagan, sehingga mempermudah dalam analisis masalah. Data yang telah dikategorisasi bersama disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan bagan. 3. Analisis dan Interpretasi, yaitu langkah yang sepenuhnya dilakukan oleh peneliti untuk konseptualisasi informasi yang telah dikategorikan, seperti analisis peran stakeholders yang dapat dilakukan dalam pengembangan kapasitas kelembagaan, serta menganalisis dan menginterpretasikan data sesuai dengan kerangka teori dan pemikiran tentang kapasitas dan faktor-faktor yang
31
mempengaruhi kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Selanjutnya menganalisis dan menginterpretasikan potensi, masalah dan kebutuhan yang dikembangkan dalam forum FGD yang menghasilkan rencana program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Penyusunan Rencana Program Penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dilakukan dengan pendekatan partisipatif melalui Fokus Group Discussion, baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan maupun evaluasi agar program strategis dalam bentuk aksi program dengan kondisi dan kemampuan masyarakat lokal. Penyusunan program dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Merumuskan fokus masalah berdasarkan informasi, data hasil observasi, wawancara mendalam, dengan berbagai informan, kemudian menganalisis kapasitas
kelembagaan
pengelolaan
air
bersih
berbasis
masyarakat,
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas Pokmair Sayom, yaitu kapasitas pengurus dan anggota Pokmair Sayom serta kebijakan dan intervensi program pemerintah tentang pemenuhan kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga melalui pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Selanjutnya melakukan tukar pendapat dengan informan kunci maka didapatkan fokus masalah tentang pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. 2. Identifikasi peserta FGD, berdasarkan hasil analisis dan interpretasi dari hasil data wawancara mendalam tentang peran yang dapat dilakukan stakeholders dalam pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, maka berdasarkan persetujuan Kepala Desa, peserta FGD, yaitu: Pengurus Pokmair Sayom, Kepala Desa, BPD, LKMD. TP. PKK Desa, Tokoh Masyarakat dan Agama, perwakilan konsumen air bersih Sayom yang tercatat sebagai anggota.
32
3. Menyusun rencana program, dengan tahapan melakukan identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan serta menganalisis yang dilanjutkan dengan penyusunan program pengembangkan kapasitas kelembagaan Pokmair Sayom sehingga dapat mandiri dan berkelanjutan melalui FGD. Adapun tabel kelengkapan Metode Kajian Pengembangan Masyarakat, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 2.
No. 1.
Tujuan, Variabel, Parameter, Sumber Data dan Instrumen Kelengkapan Metode Kajian Pengembangan Masyarakat. Tujuan
Menganalisis kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat
Variabel a. Sarana dan prasarana
b. Anggaran
c. Norma/Atur an d. Jejaring kerjasama
Parameter a. Adanya kantor sekretariat, kelengkapan adminstrasi (buku dan arsip), adanya peralatan yang dibutuhkan oleh petugas teknis untuk perbaikan dan perawatan jaringan, pemanfaatan sumber air dan debetnya. b. adanya pemasukan dana iuran wajib angggota tiap bulan 100 persen, tersedianya dana operasional bulanan untuk pengurus dan perawatan/pemeli haraan jaringan air bersih, adanya kas/tabungan. c. Adanya AD/ART,aturan tertulis lainnya. d. Adanya pembinaan dan pelatihan teknis, administrasi pengelolaan air bersih dari stakeholders lain, adanya kerjasama
Sumber Data a. Pengurus Pokmair Sayom. b. Anggota Pokmair Sayom/ c. Kepala Desa. d. Petugas Sanitarian. e. Ketua BKM Satria
Instrumen a. Pedoman Observasi b. Pedoman wawancara mendalam c. Pedoman studi dokumentasi
33
administrasi dan keuangan, serta kegiatan pemeliharaan keberlanjutan sumberdaya air dengan stakeholders lain 2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom dalam mengelola air bersih masyarakat.
a. Kapasitas pengurus
b. Kapasitas Angota.
1) Kepemimpinan (aktif dalam menangani setiap persoalan yang muncul, memimpin langsung setiap pertemuan, aktif mengontrol jaringan dan adminstrasi). 2) Tingkat pendidikan. 3) Kemampuan pengelolaan air bersih (termasuk anggaran/dana): melaksanakan tugas dan tanggung jawab teknis dan administrasi secara rutin. 4) Penegakkan aturan (Norma Kelompok)
a. Pengurus Pokmair Sayom periode 20062009.
1) Tingkat partisipasi anggota dalam bentuk (pemikiran, tenaga, dana, dukungan, pengambilan keputusan) maupun prosesnya.
i. Asper Bumijawa.
2) Tingkat Pendidikan anggota.
b. Anggota Pokmair Sayom. c. Buku Administrasi Pokmair Sayom. d. Kepala Desa. e. Kasi Pemerintahan Desa Bumijawa. f. Ketua/anggota Badan Perwakilan Desa (BPD). g. Mantan Ketua/anggota Pakem Tirta Sayom. h. Ketua BKM Satria Desa Bumijawa.
j. Tokoh Masyarakat/Agama. k. Kasi Pembangunan Masyarakat Desa dan Lingkungan Hidup Kantor Kecamatan Bumijawa.
3) Derajat ketaatan l. Kepala UPTD Puskesmas. dalam mematuhi m. Kepala UPTD aturan (Norma
a. Pedoman Obsevasi. b. Pedoman wawancara mendalam. c. Pedoman Studi dokumentasi
34
c. Kebijakan dan intervensi pemerintah
3.
Menyusun rencana program dalam mengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga.
a. Program Penguatan Struktur Kelembagaan
b. Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian
Kelompok). 1) Bentuk kebijakan pemerintahan desa berkaitan dengan keberadaan Pokmair Sayom. 2) Bentuk program pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan sarana air bersih masyarakat dan kelestariannya. 1) Adanya kekuatan hukum yang kuat tentang kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat 2) Terbentuknya struktur kelembagaan berdasarkan Perdes dan AD/ART 3) Tertib administrasi keanggotaan 4) Mengembangkan dan menerapkan struktur kelembagaan 1) Memperoleh hak serta melaksanakan kewajiban sebagai anggota 2) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran tentang pemanfaatan jaringan air bersih pipa pedesaan
Tanbunhut
a. Kepala Desa. b. Ketua dan Anggota BPD. c. Ketua LKMD. d. Ketua BKM Satria. e. Pengurus Pokmair Sayom. f.
Ketua TP.PKK Desa.
g. Ketua Karang Taruna. h. Tokoh Masyarakat. i.
Perwakilan anggota Pokmair Sayom.
j.
Kepala UPTD Puskesmas.
k. Kepala UPTD Tanbunhut. l.
Asper Perhutani Bumijawa
a. Pedoman FGD
35
3) Meningkatnya partisipasi dalam forum pertemuan anggota dan pengurus maupun iuran wajib bulanan c. Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi pengurus d. Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air Bersih dan Jaringannya.
1) Adanya pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang lebih profesional, mandiri 1) Sterilisasi jaringan induk dari jaringan liar dan penggunaan jaringan konsumen dengan sistim meteran 2) Berfungsinya bak penampung induk Desa untuk menyalurkan ke jaringan para anggota yang mengalami ketidak lancaran distribusi air. 3) Menambah debet air melalui pembangunan penambahan sarana sumber air bersih di luar Sayom, Putri dan Lemper. 4) Terpeliharanya ekosistem di sekitar sumber air 5) Berfungsinya kantor sekretariat
36
PETA SOSIAL DESA BUMIJAWA Lokasi Desa Bumijawa termasuk ibukota Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. Jarak terjauh ke ibukota kecamatan adalah tiga kilometer (Dk. Bawangan/RW VIII, Dk. Wadasgantung/RW IV) dengan waktu tempuh kurang lebih 15 menit, menggunakan ojeg dengan biaya Rp.4000,-. Jarak terdekat ke ibukota Kabupaten (Slawi) sejauh 33 km dengan waktu kurang lebih 45 menit menggunakan kendaraan umum ”engkel” (istilah lokal) atau mini bus dengan biaya Rp.10.000,Topografi dan bentang wilayah berbukit dengan iklim tropis, suhu udara berkisar 18 sampai 33 derajat celcius, curah hujan 159 hari per tahun dan rata-rata 393 mm, dengan ketinggian dari permukaan laut kurang lebih 800 m serta luas wilayah 6,043 km2. Adapun posisi Desa Bumijawa, dapat dilihat dalam peta Kabupaten Tegal pada lampiran dua, halaman 136. Batas Desa Bumijawa meliputi, sebelah Utara Desa Sumbaga dan Desa Sokasari, sebelah Selatan Desa Batumirah dan Desa Guci, sebelah Barat Desa Muncanglarang dan Desa Traju Kecamatan Bumijawa, sebelah Timur Kecamatan Bojong. Secara administratif, dibagi menjadi 11 Dukuh, delapan RW dan 43 RT, terdiri dari Dukuh Bandarsari (RW I/9 RT), Dukuh Krajan (RW II/6 RT), Dukuh Bumijawa Utara (RW III/6 RT), Dukuh Keseran dan Dukuh Wadasgantung (RW IV/4 RT), Dukuh Aren (RW V/5 RT), Dukuh Karang Anyar dan Dukuh Bulakwaru (RW VI/6 RT), Dukuh Gupakan, Dukuh Germadang, Dukuh Tembelang (RW VII/3 RT), Dukuh Bawangan (RW VIII/4 RT). Mengenai peta Desa Bumijawa dapat dilihat pada lampiran 3, halaman 137. Berdasarkan kondisi di lapangan sampai saat ini Desa Bumijawa, terlihat bahwa akses dari pusat desa menuju keseluruhan dukuh bisa terjangkau dengan jalan beraspal dengan mengandalkan angkutan mobil bak terbuka atau sepeda motor ojeg, kecuali jalan antar dukuh atau jalan lingkar desa masih ada yang berupa makadam. Sedangkan sarana angkutan umum antar desa dalam
atau
keluar wilayah Kecamatan Bumijawa menggunakan mobil angkudes, mobil bak terbuka atau sepeda motor ojeg. Sedangkan pedukuhan yang penduduk miskin
37
prosentasenya tertinggi ialah Dukuh Bawangan (RW VIII) yang sebagian besar penduduknya 71 persen keluarga Pra Sejahtera (Pendataan Keluarga Tahun 2007), mengingat mayoritas bekerja sebagai buruh tani, buruh swasta (termasuk pembantu rumah tangga) dan akses jalan cukup lama terisolir (jalan berbatu/makadam), baru sekitar bulan Desember 2007 masyarakat menikmati jalan aspal. Desa Bumijawa, merupakan daerah siklus hidrologi yang utama, ditunjukkan dengan adanya bangunan Sumber air Bulakan sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda yang sampai sekarang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Tegal dan sumber air bersih kali pesing dan kalisela oleh pihak perusahaan kemasan air minum swasta, tetapi ironisnya masyarakat RW 01, 02, 03, 07 dan sebagian RW 04, 05 sampai sekarang setiap musim kemarau (tiga sampai lima bulan) mengalami krisis air bersih, walaupun sudah ada jaringan air bersih dengan memanfaatkan sumber air Sayom, Putri sampai kelingkungan pemukiman dan adanya pengelolaan oleh kelompok masyarakat. Berdasarkan buku Data Potensi Wilayah dan Agro Ekosistem Desa Bumijawa-PPL Pertanian Tahun 2007, bahwa luas wilayah Desa Bumijawa : 1034,1 Ha atau 6,04 km2.
Jumlah dan Prosentase Penggunaan Jenis lahan
wilayah Desa Bumijawa dapat dilihat berikut ini: Tabel 3. Jumlah dan Prosentase Jenis Lahan di Desa Bumijawa Tahun 2007 No
Jenis Lahan
Jumlah (Ha)
Prosentase (%)
1.
Sawah
120,4
11,64
2.
Tanah Tegalan/Kebun
259,2
25,07
3.
Pemukiman dan Pekarangan
165,0
15,96
4.
Hutan Rakyat
12,2
1,18
5.
Hutan Negara
430,0
41,58
6.
Lain-lain (Fasilitas/Makam)
47,3
4,57
1.034,1
100,00
Jumlah
Sumber: Buku Data Potensi Wilayah dan Agro Ekosistem Desa Bumijawa Tahun 2007.
38
Berdasarkan komposisi penggunaan lahan tersebut, sebagian besar wilayah Desa Bumijawa adalah hutan negara dan tanah tegalan kebun, khususnya Dukuh Bawangan, Dukuh Gupakan, Dukuh Germadang, Dukuh Tembelang, Dukuh Bulakwaru dan Dukuh Karang Anyar (RW VI, VII dan VIII) yang juga merupakan wilayah program pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan dibentuknya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Masyarakat diberi kesempatan untuk bekerja sebagai penyadap getah pinus oleh Perhutani, atau sebagai “pesanggem” (penanam bibit pohon pinus di hutan Negara). Adapun untuk tanaman tegalan/kebun, hanya sebagian kecil ditanami cengkeh, lainnya ditanami bambu, palawija (jagung, ketela pohon, tanaman keras lainnya) yang belum banyak memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat, padahal sekitar 30 tahun yang lalu merupakan daerah sentra buahbuahan jeruk keprok dan alpukat yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, tetapi setelah terkena hama/penyakit, cenderung berganti tanaman cengkeh. Kependudukan Dalam
memetakan penduduk Desa Bumijawa dapat
digambarkan
berdasarkan aspek dalam kependudukan, yaitu berdasarkan komposisi penduduk, pertumbuhan dan perkembangan penduduk, analisis mortalitas, analisis fertilitas, analisis mobilitas penduduk. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jumlah penduduk Desa Bumijawa berdasarkan Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2007 dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
39
Tabel 4. Jumlah dan Prosentase Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Desa Bumijawa Tahun 2007. Kelompok Umur (Tahun)
Σ
%
1
0-4
621
2
5-9
3
No.
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
%
Sex Ratio
Σ
%
10,2
507
8,5
1.128
9,4
122
714
11,8
668
11,3
1.382
11,5
107
10 - 14
461
7,6
472
8
933
7,8
98
4
15 - 19
445
7,3
435
7,3
880
7,3
102
5
20 - 24
426
7,1
439
7,4
865
7,2
97
6
25 - 29
450
7,4
489
8,2
939
7,8
98
7
30 - 34
484
8
513
8,6
997
8,3
94
8
35 - 39
522
8,6
460
7,8
982
8,2
113
9
40 - 44
450
7,4
422
7,1
872
7,3
107
10
45 - 49
423
7
373
6,3
796
6,6
113
11
50 - 54
375
6,2
308
5,2
683
5,7
122
12
55 - 59
330
5,4
248
4,2
578
4,8
133
13
60 - 64
213
3,5
320
5,4
533
4,5
67
14
65 ke atas
149
2,5
281
4,7
430
3,6
53
6.063
100,00
5935
100,00
100,00
102
Jumlah
11.998
Sumber : Pendataan Keluarga Tahun 2007
Berdasarkan data pada tabel 4, jumlah penduduk Desa Bumijawa sebanyak 11.998 jiwa yang terdiri dari 3114 Kepala Keluarga, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki : 6063 jiwa (50,53 persen) dan jumlah penduduk perempuan : 5935 jiwa (49,47 persen) dengan perbandingan sex ratio sebesar 102. Hal ini menggambarkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 102 orang penduduk laki-laki, artinya kemungkinan mortalitas penduduk laki-laki lebih tinggi daripada mortalitas penduduk perempuan atau karena angka harapan hidup bayi laki-laki lebih tinggi daripada bayi perempuan.
40
Berdasarkan data di atas, maka tingkat Rasio Beban Tanggungan (RBT) penduduk masyarakat Desa Bumijawa yaitu sebesar 47,67 persen, artinya setiap 100 orang penduduk usia produktip (15 sampai 64 tahun) menanggung beban 48 orang penduduk yang tidak produktip (0 sampai 14 tahun dan 65 tahun keatas). Hal ini sangat mempengaruhi terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan, apalagi bila usia produktip tersebut mempunyai tingkat penghasilan rendah, maka akan sulit bagi pemerintahan desa dalam memperoleh partisipasi yang optimal dari masyarakat desa, dengan kondisi saat sekarang penghasilan yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok sehari-hari. Berdasarkan indikator rasio beban tanggungan ini, maka penduduk Desa Bumijawa dapat disimpulkan penduduknya masih merupakan beban pembangunan. Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk, maka jumlah penduduk Desa Bumijawa berdasarkan usia dan jenis kelamin, sebagai berikut :
41
Gambar 3. Piramida Penduduk Desa Bumijawa Tahun 2007
Berdasarkan Gambar Piramida penduduk di atas, maka karakteristik penduduk dengan melebar pada bagian bawah, cenderung mengerucut pada bagian atas menurut (Said Rusli, 1983) termasuk karakteristik penduduk kelompok ekspansif, dimana sebagian besar penduduk berada dalam kelompok umur muda dengan pertumbuhan penduduk masih tinggi, akibat masih tingginya tingkat kelahiran dan sudah mulai menurunnya tingkat kematian. Dengan bertambahnya jumlah penduduk tingkat kebutuhan air bersih semakin meningkat. Petugas Sanitarian Puskesmas Kecamatan Bumijawa, menjelaskan bahwa debet air sumber air Sayom dan Putri di saat musim kemarau kurang mencukupi kebutuhan warga, apalagi semakin tahun jumlah penduduk semakin banyak. Kebutuhan air bersih masyarakat pedesaan setiap orang ialah 60 liter/hari, apabila dalam pengelolaan air bersih oleh masyarakat tidak dikembangkan secara profesional dengan mensinergikan aspek sosial, ekonomi
42
dan ekologis maka setiap musim kemarau selalu terjadi kekurangan air bersih di tingkat rumah tangga. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kualitas penduduk suatu wilayah daerah/negara ditentukan dengan angkaangka dalam Indek Pembangunan Manusia (IPM), dimana salah satunya ialah angka partisipasi pendidikan. Komposisi jumlah penduduk Desa Bumijawa menurut tingkat pendidikan, dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: Tabel 5. Jumlah dan Prosentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Bumijawa Tahun 2007 No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Prosentase(%)
1.
Tidak tamat SD/belum tamat SD
3.878
37,08
2.
Tamat SD
2.642
25,26
3.
Tamat SLTP
1.996
19,08
4.
Tamat SLTA
1.467
14,03
5.
Tamat Diploma/Sarjana
475
4,55
10.458
100,00
Jumlah Sumber : Buku Isian Profil Desa Bumijawa Tahun 2007.
Data Isian Profil Desa Tahun 2007, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Bumijawa Belum/Tidak tamat SD : 3878 jiwa (37,08 persen) dan Tamat SD : 2642 (25,26 persen). Hal ini berpengaruh pada jenis mata pencaharian yang sebagian besar buruh Tani dan buruh bangunan/swasta. Rendahnya penghasilan
penduduk
yang
bekerja
sebagai
buruh
Tani
dan
buruh
bangunan/swasta menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah masyarakat miskin di Desa Bumijawa. Hal ini juga mempengaruhi terhadap kepedulian pentingnya menjaga lingkungan, terutama pelestarian lingkungan hutan yang merupakan siklus hidrologi, terutama di saat maraknya penggundulan hutan, dimana masyarakat menebang pohon hutan untuk dijual karena tuntutan kebutuhan makan atau
43
kemiskinan. Di tahun 2006 di Desa Bumijawa, pernah terjadi pencurian pohon hutan oleh seorang penduduk Dukuh Bulakwaru (RW VI) Desa Bumijawa yang ditembak mati oleh polisi, dan yang lebih tragis orang tersebut dari keluarga miskin. Pertumbuhan dan Perkembangan Penduduk Melihat jumlah penduduk Desa Bumijawa tahun 2007: 11.997 dengan perbandingan luas wilayah 6,04 km2, maka kepadatan penduduk ialah 1986 jiwa per-km2, tetapi luas wilayah yang ada hampir 45 persen adalah hutan negara, berarti tidak mungkin perluasan wilayah pemukiman ke area hutan negara, justru sangat membahayakan terhadap keberlanjutan daerah hidrologis utama, baik untuk kepentingan air masyarakat Desa Bumijawa sendiri maupun Kota Tegal dan Slawi sekitarnya. Perkembangan penduduk selalu berhubungan dengan kebutuhan akan penyediaan pangan, kesempatan lapangan pekerjaan, pengembangan pendidikan, termasuk dengan kebutuhan air bersih yang semakin meningkat. Potensi Sumberdaya Alam Adapun potensi sumberdaya alam yang berkaitan dengan fungsi ekonomi, diantaranya: 1. Sumber Mata Air Desa Bumijawa sebagai daerah siklus hidrologi utama, ditunjukkan dengan adanya Sumber air “Bulakan” yang telah dibangun dan dimanfaatkan sejak pemerintahan kolonial Belanda tahun 1906 (tulisan pada bangunan induk) untuk masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya sampai sekarang pengelolaannya oleh PDAM Kota Tegal. Selanjutnya sumber air “ Kali Pesing” dimanfaatkan oleh perusahaan kemasan air minum PT. Setya Wijaya Bakti Sentosa dan sumber air “Kalisela” sekarang sedang dikembangkan untuk tempat wisata “Water Boom”, serta penggunaan sumber air lainnya oleh pemilik kompleks penginapan/villa “COTEL” yang cukup luas. Keberadaan sumber air “Sayom” dan “Putri” yang dimanfaatkan oleh masyarakat RW I, RW II, RW III, RW IV, RW V dan VII yang debet airnya
44
bila musim kemarau hanya 2 sampai 3 liter per-detik, padahal kebutuhan air bersih per-jiwa di pedesaan ialah 60 liter per-hari (Petugas Sanitarian Puskesmas Bumijawa), sehingga setiap musim kemarau sampai sekarang terjadi “krisis air bersih”, walaupun sudah dikelola oleh kelompok pemakai air bersih (Pokmair) “Sayom” dan mendapat beberapa kali bantuan dana dalam bentuk bangunan induk dan jaringan sampai ke lokasi pemukiman oleh pemerintah. Sedangkan sumber air Lemper (RW VII), selama kurang lebih satu tahun ini, sampai awal penelitian tidak berfungsi atau dimanfaatkan, karena kerusakan terkena bencana alam pada awal tahun 2007. 2. Hutan Hutan yang dapat dikontrol secara langsung dalam arti mempunyai hak kepemilikan ialah hutan rakyat dengan luas : 12,2 Ha. Jenis tanamannya beragam yaitu berbagai macam tanaman keras seperti albasia, mahoni, ada juga yang ditanami pohon pinus, tetapi menurut penjelasan dari petugas lapangan kehutanan, tanaman hutan rakyat kurang diimbangi dengan pola tanam yang benar dan perawatan yang berkelanjutan, sehingga hasilnya kurang berkualitas dan nilai jualnya rendah. Hutan negara yang menjadi kewenangan Perum Perhutani, mengingat Desa Bumijawa merupakan wilayah Asisten Perhutani (Asper) mempunyai luas : 430 Ha (41,58 %) dari luas lahan yang ada di Desa Bumijawa, terutama yang bermukim dengan perbatasan hutan, seperti Dukuh Karang Anyar dan Dukuh Bulakwaru (RW VI), Dukuh Tembalang, Dukuh Germadang, Dukuh Gupakan (RW VII) dan Dukuh Bawangan (RW VIII) yang juga merupakan komunitas binaan Perhutani melalui LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Menurut penuturan Kepala Desa, disamping mendapat bagi hasil keuntungan produksi berupa uang melalui kelompok, terutama mereka yang sebagai penyadap getah pinus, juga memperoleh akses menanam tanaman palawija di sela-sela tanaman pohon pinus serta mendapatkan penyuluhan tentang pentingnya kelestarian tanaman hutan baik dari Perhutani maupun Pemerintahan Desa.
45
Adapun yang memprihatinkan bagi masyarakat yang memang terdesak kebutuhan ekonomi keluarga, seringkali memanfaatkan tanaman hutan untuk dijadikan kayu bakar dan dijual ke masyarakat sekitar, sehingga terjadilah penggundulan hutan yang lebih jauh akan merusak ekosistem termasuk mengurangi debet sumber air yang menjadi kebutuhan air bersih utama masyarakat Desa Bumijawa, seperti Sumber air “Sayom”. Organisasi dan Kelembagaan Organisasi dan Kelembagaan Sosial yang ada di Desa Bumijawa, dibentuk sesuai kebutuhan, baik berdasarkan insiatif masyarakat lokal maupun pihak pemerintahan desa ataupun stakeholders
lainnya.
Semakin
berkembang
masyarakat, maka semakin banyak dan kompleks kelembagaan yang dimiliki. Organisasi dan Kelembagaan ini bisa bersifat khusus (Keagamaan, Politik) ataupun bersifat umum (Kemasyarakatan). Kelembagaan, yang selama ini mengelola kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga, yaitu : Kelompok Pemakai
Air Bersih atau sering
dikenal dengan nama Pokmair Sayom, (mengambil nama sumber air “Sayom” yang berlokasi di RW VII) yang dimanfaatkan oleh warga masyarakat di wilayah RW I, II, III, sebagian RW IV, V dan RW VII melalui jaringan pipa pedesaan. Pokmair Sayom
dibentuk pada tanggal 5 Nopember 2000 sampai sekarang
mengalami pergantian kepengurusan selama tiga kali, dimana dua kali kepengurusan Ketua berhenti sebelum masa baktinya berakhir (tiga tahun), yaitu saat kepengurusan Bapak Basuki (Tahun 2000-2003) dan Bapak Chaeri ( Tahun 2004-2006) karena adanya tekanan masyarakat sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap pelayanan distribusi air bersih di tingkat rumah tangga. Pada periode sekarang, yaitu kepengurusan Pokmair Sayom masa bakti 2006-2009, dikuatkan Surat Tugas Kepala Desa No.07/III/2006 dengan Ketua Sdr. Untung Sumardi. Tugasnya membantu Kepala Desa dalam mengelola kebutuhan air bersih, karena sering terjadi potensi konflik, karena distribusi air bersih yang tidak merata, apalagi hampir setiap musim kemarau tiba, selalu terjadi “krisis air bersih”.
46
Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Satria merupakan lembaga masyarakat di tingkat kelurahan atau desa-perkotaan (BPS) yang cukup mengakar, representatif, dan kepemimpinan kolektif yang terbentuk sebagai proses pendampingan proyek P2KP di Desa Bumijawa yang berdiri pada tahun 2001 dengan Ketua Sdr. Drs. Nurokhim. BKM Satria sebagai representatif masyarakat melakukan perencanaan partisipatif melalui Rembug Tahunan Warga (RTW) dengan merumuskan Perencanaan Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) untuk waktu 3 tahun, yang kemudian selalu ditinjau ulang setiap tahun, berdasarkan hasil pemetaan swadaya, diantaranya menjalin kemitraan dengan Pokmair Sayom dalam menggalang keswadayaan. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dahulu dikenal dengan Badan Perwakilan Desa yang dipilih langsung masyarakat, sekarang dipilih secara musyawarah antara Pemerintahan Desa dengan Ketua RT/RW serta tokoh masyarakat perwakilan dukuh. Komposisi keanggotaan berjumlah 8 (delapan) orang. BPD masa bakti 2006-2011 dengan Ketua Sdr. Drs. A. Khumedi melalui Keputusan Bupati Tegal No. 188.4/1212/2006, tertanggal 19 September 2006. Fungsi BPD yaitu menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurut penuturan Ketua BPD sejak dilantik bulan September 2006, kemudian dilanjutkan memilih Ketua, Wakil dan Sekretaris serta musyawarah kerja, diantaranya membentuk Panitia pemilihan Kades, yang kemudian telah dilaksanakan dan berjalan lancar, juga menyerap dan menampung aspirasi masyarakat untuk usulan Musrenbang baik mulai dari tingkat RT, RW, Desa sampai tingkat Kecamatan, walaupun diakui sampai sekarang baru merencanakan pembuatan Perdes, termasuk harapan membuat Perdes Pengelolaan Air Bersih Masyarakat. Sedangkan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) masa bakti Tahun 2007-2012 dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa No. 05/VII/2007, tertanggal 12 Juli 2007, yang fungsinya membantu dan melaksanakan tugas serta melakukan koordinasi dengan instansi terkait tentang pelaksanaan Pemerintahan Desa. Di dalam kepengurusan Pokmair Sayom setiap periode Ketua LKMD selalu menjadi Penasehat yang dapat memberikan
47
pertimbangan-pertimbangan dalam pengelolaannya berdasarkan situasi yang terjadi di masyarakat. Untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan PKK, mulai dari PKK tingkat RT, RW, sedangkan untuk tingkat desa dilaksanakan setiap tanggal 6, sudah melembaga dalam melaksanakan pertemuan rutin bulanan, dengan ikatan Arisan dilanjutkan acara pengajian dan beberapa informasi dan pemberian ketrampilan oleh pengurusnya masing-masing. Hal ini diakui oleh Kepala Desa dan Ketua LKMD serta Ketua BPD, bahwa kegiatan pertemuan rutin PKK RT, RW dan Desa setiap bulan sekali secara berjenjang, merupakan sarana efektif untuk menyampaikan informasi segala kegiatan desa termasuk sudah mampu menggalang dana sosial, termasuk untuk kegiatan tingkat desa. Ditegaskan oleh Ibu Kepala Desa selaku Ketua TP.PKK Desa, bahwa dalam pertemuan PKK dari tingkat RT, RW dan Desa, partisipasi dari seluruh ibuibu dari segala lapisan sangat baik, disinilah arena silaturahmi tanpa membedakan status ekonomi dan pekerjaan. Ketua TP. PKK Desa didalam kepengurusan Pokmair Sayom sebagai Penasehat yang dapat memberikan konstribusi berkaitan dengan peran ibu-ibu dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga. Karang Taruna “Taman Kusuma” Desa Bumijawa, menurut penuturan Ketuanya Sdr. Slamet Widodo, pada tahun 2006 dan tahun 2007, menjadi juara Karang Taruna tingkat Kabupaten Tegal, dan berbagai prestasi yang telah dicapai baik tingkat Kabupaten, eks. Karesidenan maupun Propinsi Jateng, dan berdasarkan SK. Dinas Sosial No. 04/KPTS/IX/96, klasifikasi Karang Tarunanya berstatus “Maju”. Kepengurusan periode 2006-2009, berdasarkan hasil Temu Karya Desa pada tanggal 23 Juni 2006, telah dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa No. 15/VI/2006. Adapun aktifitasnya, selalu menjadi penggerak setiap panitia pelaksanaan kegiatan tingkat desa, melaksanakan pekan penghijauan dengan peduli sumber air bersih dengan menanam tanaman karet disekitar sumber-sumber air di Desa Bumijawa. Pada bulan Pebruari 2007 dengan bekerjasama Dinas PMKB dan
48
Kesos dan Dinas Tanbunhut Kab. Tegal serta donatur dari warga masyarakat yang sukses diperantauan dengan membantu dana untuk mendukung kegiatan tersebut. Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Bumijawa, diantaranya ada petugas sanitarian yang menangani secara langsung membina dan mengawasi tentang pemanfaatan air bersih masyarakat, termasuk pengelolaan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga. Pengurus Mesjid Besar AlMuttaqien Desa Bumijawa yang terletak di RW II, disamping menangani kegiatan keagamaan juga kegiatan sosial kemasyarakatan, karena mempunyai akses dan pengaruh secara langsung dan tidak langsung pada masyarakat, seperti pada saat kesulitan air bersih dan mengarah ke potensi konflik, sering disinggung dalam materi khotbah Jum’at tentang pentingnya kelestarian sumberdaya air dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
49
KERAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT DI DESA BUMIJAWA Budaya Masyarakat Desa Bumijawa Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam kehidupannya (Koentjaraningrat, 2002). Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimilikinya. Sistem norma/nilai merupakan unsur pokok kebudayaan atau kehidupan yang mempengaruhi perilaku masyarakatnya. Kehidupan Sosial Kemasyarakatan Desa Bumijawa, sebagai wilayah pedesaan dengan nuansa kehidupan yang agraris, religius dan semangat kegotongroyongan sangat tinggi. Hal ini ditunjukan dalam kehidupan sehari-hari semangat kebersamaan dalam kehidupan keagamaan yang hampir semua warga masyarakat yang sudah berkeluarga, baik laki-laki maupun perempuan mengikuti kelompok jamiyahan, kegiatan rutin setiap tahun adanya program sunatan masal dan bedah rumah bagi keluarga miskin dengan dana swadaya masyarakat dan donator yang tidak mengikat. Di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, bila ada keluarga yang sakit di rawat di Puskesmas atau Rumah Sakit, secara umum setiap RT hampir mempunyai dana sosial untuk membantu meringankan biaya dengan menjenguk secara kelompok atau perorangan, begitupun bila ada keluarga yang meninggal kebiasaan “melayat” (mengunjungi) keluarganya dengan memberikan sumbangan uang atau beras. Kebiasaan sampai sekarang masih melekat pada masyarakat yaitu setiap ada keluarga mempunyai hajat sunatan atau pernikahan, dengan membentuk kepanitiaan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada acara hajatan tersebut dari para tetangga dekat secara suka rela. Ada hal yang menarik dan khas, dimana kegiatan ibu-ibu secara berjenjang dari tingkat RT, RW sampai tingkat Desa, yang pada awalnya merupakan kebutuhan program pemerintah, sampai sekarang sudah melembaga, yaitu
50
kegiatan pertemuan rutin bulanan PKK yang diikuti semua ibu-ibu yang sudah berkeluarga tanpa kecuali dengan ikatan arisan serta mengumpulkan dana sosial. Menurut penuturan Ibu Ketua Tim Pengggerak PKK Desa dan beberapa pengurus PKK tingkat RT, pengurus PKK tingkat RW, pertemuan rutin bulanan secara berjenjang merupakan sarana efektif untuk memberikan informasi dan kepentingan sosial kemasyarakatan, termasuk program-program ketrampilan ibuibu. Dari tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Bumijawa, Keluarga Pra Sejahtera (42,28 persen) dari jumlah 3114 Kepala Keluarga yang ada (Pendataan Keluarga, 2007). Sedangkan melihat pemanfaaatan jaringan air bersih yang dikelola oleh Pokmair Sayom untuk Keluarga Pra Sejahtera RW I (27,61 persen), RW II (28,47 persen) dan RW III (36,59 persen). Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya potensi dalam pengelolaan air bersih secara profesional dengan sistim meteran, karena banyaknya prosentase tahapan keluarga di atas Pra Sejahtera atau mempunyai kemampuan secara finansial. Nilai Air dan Teknologinya Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, yakni peradaban manusia. Tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air merupakan dasar peradaban manusia. Sebelum tahun 1976 di Desa Bumijawa, masyarakat masih mengandalkan kebutuhan air bersih dari sumur buatan (pada saat itu dimiliki oleh beberapa orang dan sumber air yang keluar masih baik, karena masih berfungsinya embung air “rancah buyur” yang ada di tengah Desa, sebagai resapan air) dengan cara mengangsu/ menimba dengan ember secara manual. Secara umum masyarakat, juga memanfaatkan air bersih untuk keperluan rumah tangga dari sumber air “Bulakan” yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari pemukiman, sehingga saat itu kebutuhan air bersih masyarakat dianggap tidak masalah.
51
Perkembangan berikutnya, setelah pasca pembangunan jaringan air bersih pada tahun 1976 dari sumber air Sayom, disertai dengan pembangunan hidran umum di beberapa lokasi pemukiman, sehingga masyarakat menjadi terbiasa dalam memenuhi kebutuhan air bersih dekat pemukiman atau melalui jaringan pipa sampai ke rumah melalui pengelolaan air bersih masyarakat dengan sistim iuran bulanan bahkan pernah juga diterapkan sistim meteran. Walaupun Desa Bumijawa dikenal mempunyai kekayaan sumberdaya air, tetapi dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga, masyarakat sudah terbiasa dengan memanfaatkan jaringan pipa sampai ke pemukiman, sehingga sudah menganggap air yang mempunyai nilai sosial juga mempunyai nilai ekonomi. Hal ini juga mengakibatkan pergeseran budaya tentang kesulitan air bersih, bukan karena kekurangan sumber air bersih di tingkat Desa tetapi karena tidak lancarnya distribusi air bersih melalui jaringan pipa ke pemukiman. Kejadian pada awal penelitian, dimana keluarga yang mengalami kesulitan distribusi jaringan air bersih sampai ke pemukiman, dengan membeli air bersih melalui bak besar yang diangkut mobil bak terbuka atau tangki air bersih yang dimiliki oleh perusahaan kemasan air minum. Biasanya untuk keperluan air bersih rumah tangga mengeluarkan biaya antara lima ribu rupiah per hari, sedangkan bagi keluarga yang masih memiliki sumur buatan dengan menggunakan mesin sanyo, dengan resiko menambah biaya beban listrik. Pemanfaatan Sumber Daya Air Desa Bumijawa merupakan salah satu dari 287 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Tegal, yang letak geografisnya di wilayah hulu selatan (desa pegunungan) sesungguhnya merupakan daerah lokasi potensi sumber daya air. Adapun sumber daya air yang dimanfaatkan baik oleh masyarakat maupun stakeholders, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
52
Tabel 6. Nama Sumber Air, Lokasi dan Pemanfaat di Desa Bumijawa No
Nama Sumber Air
Pemanfaat
Lokasi
Keterangan
1.
Sayom
Pokmair Sayom (RW I, II, III, VII sebagian RW IV, RW V).
RW VII (Dukuh Gupakan) Perbatasan dengan hutan negara
Dibangun jaringan air bersih (pipanisasi) sampai ke pemukiman oleh Pemda pada tahun 1976.
2.
Putri
Pokmair Sayom (RW I, II, III, VII).
RW VII (Dukuh Gupakan)/Wilayah hutan negara
Dibangun pada tahun 2003 dan 2004, sebagai pemasok atau tambahan debet sumber air Sayom oleh APBD.
3.
Lemper
Pokmair Sayom (RW I, II, III, VII).
RW VII (Dukuh Gupakan)/Wilayah hutan negara
Dibangun pada tahun 2004, tetapi setelah terkena bencana alam pada awal tahun 2007 tidak dapat berfungsi karena jaringan rusak.
4.
Bulakan
PDAM Kota Tegal
RW II (Dukuh Krajan)
Dibangun sejak masa pemerintahan Belanda, untuk masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya
5.
Kalipesing
PT. Setia Wijaya Bhakti Sentosa (Perusahan Kemasan Air Minum Swasta)
RW I (Dukuh Bandarsari)
Dibangun pada tahun 1993, di dekat lokasi sumber air.
6.
Kalisela
Perusahaan Swasta perorangan, untuk wisata Water Boom
RW I (Dukuh Bandarsari)
Sampai saat penelitian masih dalam proses pembangunan.
Sumber Data: Hasil Wawancara dengan Kepala Desa dan Ketua BPD
Pemanfaatan sumber air yang ada di wilayah Desa Bumijawa oleh PDAM Kota Tegal maupun oleh pihak swasta lainnya, ternyata kurang memberikan konstribusi langsung dalam pengelolaan air bersih masyarakat untuk memenuhi kebutuhan tingkat rumah tangga. Berdasarkan penuturan Kepala Desa dan Ketua BPD, bahwa PDAM Kota Tegal memberikan konstribusi ke pemerintahan desa Bumijawa baru mulai tahun 2007 sebesar l5 juta rupiah per tahun, sebelumnya hanya sekedar memberikan sumbangan kepada kegiatan peringatan 17 Agustus yang berkisar maksimal lima ratus ribu rupiah. Sedangkan Perusahaan Kemasan Air Minum, hanya memberikan konstribusi dengan memberikan peluang kerja bagi warga masyarakat, sedangkan berdasarkan penuturan Ketua BPD, hanya membantu membelikan pakaian Hansip Desa Bumijawa setiap tahun.
53
Sejarah Pengelolaan Air Bersih Desa Bumijawa merupakan wilayah yang dikenal dengan potensi sumberdaya air, karena sejak pemerintahan Belanda sudah memanfaatkan sumber air ‘Bulakan’ sebagai pemasok untuk kebutuhan air bersih masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya, yang sampai sekarang masih dalam pengelolaan PDAM Kota Tegal. Pada tahun 1976 Pemerintah Kabupaten Tegal membangun jaringan air bersih pipanisasi sampai ke pemukiman penduduk dari sumber air ‘Sayom’ dengan bak induk penampung yang mampu menampung 250 meter kubik dengan beberapa hidran umum. Sejak saat itulah masyarakat menikmati air bersih sampai ke lokasi pemukiman, yang sebelumnya selama bertahun-tahun harus berjalan kaki ke sumber air Bulakan yang jaraknya kurang lebih satu kilo meter dari pemukiman penduduk. Adapun awal pengelolaan air bersih masyarakat dilakukan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dari tahun 1976 sampai dengan tahun 1999, yang pada saat itu masyarakat lebih banyak memanfaatkan air bersih melalui hidran umum yang ada di beberapa lokasi pemukiman. Perkembangan berikutnya, pengurus LKMD mulai membuka pendaftaran untuk memasang jaringan sampai ke rumah-rumah secara swadaya tetapi dilakukan secara ketat dengan iuran per bulan dimulai dari dua ratus rupiah sampai seribu lima ratus rupiah. Hasil keuangan yang ada digunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan, hidranhidran umum serta honor pengurus. Menurut penuturan Bapak H. Munadirin selaku mantan pengurus LKMD, pengelolaan air bersih pernah diambil alih oleh Kepala Desa melalui perangkat desa pada tahun 1982 tetapi hanya berlangsung kurang dari satu tahun kemudian diserahkan kembali kepada pengurus LKMD, karena perkembangannya secara teknis banyak mengalami kesulitan dan menganggu tugas pokok yang melayani masyarakat di bidang pemerintahan desa. Pada tanggal 5 Nopember 2000, berdasarkan hasil musyawarah pemakai jaringan air bersih Sayom, dengan dihadiri oleh Kepala Desa, LKMD, Ketua RT dan RW serta tokoh masyarakat, dibentuklah Kelompok Pemakai Air Bersih yang disingkat Pokmair “Sayom” (mengambil istilah dari nama sumber air Sayom) dengan periode kepengurusan
54
selama tiga tahun. Hal ini mendasari pertimbangan dari sebagian besar pemakai jaringan air bersih Sayom, yang berkeinginan agar pengelolaannya dari, oleh dan untuk anggota dengan difasilitasi oleh Kepala Desa, LKMD. Disamping itu untuk mengantisipasi perkembangan jumlah anggota yang memasang jaringan pipa ke rumah yang harus diimbangi dengan upaya menambah debet air bersih melalui penambahan sumber air di luar Sayom, termasuk pemeliharaan dan menjaga kelestarian sumberdaya air secara mandiri dan berkelanjutan, sekaligus menjawab adanya keinginan sebagian kelompok kecil masyarakat agar pengelolaannya diambil alih oleh PDAM. Kepengurusan pertama yaitu masa bakti tahun 2000-2003, di pimpin oleh Bapak Basuki dengan jumlah anggota berdasarkan hasil registrasi awal ada 298 (termasuk kantor-kantor, baik pemerintahan desa, sekolahan maupun pemerintahan kecamatan). Mengingat perkembangan berikutnya, semakin meningkatnya pemakaian air bersih oleh anggota, sementara debet air bersih tetap bahkan ada kecenderungan berkurang karena faktor kerusakan ekosistem di sekitar lokasi sumber air (perbatasan dengan hutan negara), maka pengurus melakukan upaya penambahan debet air melalui pasokan sumber air di luar Sayom melalui pemerintahan desa maupun Dinas Kesehatan. Pada tahun 2001 Pokmair Sayom
mendapatkan
pendampingan teknis dari Dinas Kesehatan (Puskesmas Kecamatan Bumijawa), maka pengurus melangkah dengan menggunakan sistim meteran, dengan ketentuan per-meter kubik dua ratus rupiah dengan minimal penggunaan per bulan anggota membayar tiga ribu rupiah. Untuk kelancaran operasional dengan menempati sekretariat di lokasi bangunan di bawah Bak Induk Penampung Desa sebagai tempat pelayanan anggota, terutama dalam membayar setoran bulanan. Pada kurun waktu tahun 2003, terjadi musim kemarau panjang yang berdampak pada berkurangnya secara drastis debet sumber air Sayom dan Putri yang dikelola oleh Pokmair Sayom, pengurus berupaya dengan sistim giliran yang direncanakan per blok. Namun upaya pengurus, oleh sebagian kecil anggota menimbulkan ketidakpuasan dengan mengambil tindakan provokatif kepada pengurus. baik secara langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain pengurus
55
ingin melakukan tindakan tegas berdasarkan AD/ART yang saat itu ada, tetapi kurang mendapat perlindungan dari pemerintahan desa melalui Kepala Desa. Hal tersebut di atas, menimbulkan pro dan kontra di antara anggota dan tokoh masyarakat, sesungguhnya sebagian besar menginginkan kepengurusan dilanjutkan oleh ketua (Bapak Basuki), tetapi yang bersangkutan tidak bersedia, dengan alasan non teknis dimana keluarga tidak kuat mendengar perkataanperkataan yang tidak mengenakan serta tekanan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh sebagian kecil anggota. Padahal pada saat itu bisa mengembangkan potensi kemandirian anggota dari pembayaran tarif bulanan sistim meteran, dimana pada akhir kepengurusan melaporkan keadaan keuangan sampai mengasilkan kas sebesar 19 juta lima ratus ribu rupiah, serta memberikan konstribusi untuk pemerintahan desa sebesar dua juta rupiah per tahun. Kepengurusan periode ke dua tahun 2004-2006, yaitu dengan ketua Bapak Chaeri dengan dikuatkan Surat Keputusan Kepala Desa No. 02/I/2004. Pada saat awal kepengurusan dengan melanjutkan sistim meteran,
tetapi kurang
memperhitungkan kapasitas antara jumlah minimum debet air dengan jumlah pemakaian anggota, apalagi dengan tidak membatasi pendaftaran anggota baru yang tidak memakai sistim meteran. Belum sampai berjalan satu tahun, Ketua mengundurkan diri dengan alasan non teknis seperti tersebut di atas. Kemudian pengelolaan diambil alih oleh wakil ketua sampai kepengurusan berakhir, dimana dengan meninggalkan situasi dimana sistim meteran secara keseluruhan tidak difungsikan kembali. Pada kepengurusan periode ke tiga masa bakti tahun 2006-2009 (periode sekarang) dengan ketua Sdr. Untung Sumardi berdasarkan Surat Tugas Kepala Desa No. 07/III/2006, tertanggal 31 Maret 2006. Berdasarkan hasil registrasi ulang keanggotaan berjumlah 270, dan keadaan yang terjadi sampai sekarang iuran bulanan dengan rata-rata tiga ribu rupiah per bulan, padahal pipanisasi dengan sistim gravitasi, dimana aliran air melalui jaringan pipa terus mengalir berputar secara mekanik menuju tempat-tempat yang terbuka (kran terbuka) dan kembali ke bak pelepas tekan atau bak penampung. Hal ini apabila tidak menggunakan sistim meteran, atau anggota tidak menggunakan stop kran, maka
56
lokasi-lokasi yang tidak strategis, selalu akan mengalami kekurangan air bersih, apalagi kepengurusan ini tidak memfungsikan Sekretariat dan Bak Penampung. Berdasarkan uraian sejarah pengelolaan air bersih masyarakat di atas, maka dari kepengurusan periode pertama, ternyata mampu mengembangkan potensi financial capital dengan menggali dana kemandirian dari anggota melalui sistim jaringan meteran sampai menghasilkan kas sebesar 19 juta lima ratus ribu rupiah serta mampu memberikan konstribusi kepada pemerintahan desa sebesar dua juta rupiah per tahun. Hal ini juga adanya AD/ART dan sistim meteran mempengaruhi perilaku hemat air. Sedangkan kelemahannya pengurus tidak mampu mengantisipasi aspek ekologi, melalui kegiatan memelihara dan menjaga ekosistem di sekitar sumberdaya air dengan bekerjasama dengan Asper Perhutani atau stakeholders lainnya. Dari sisi pengalaman Bapak Basuki (Ketua Pokmair Sayom), dalam mengelola kebutuhan hajat hidup masyarakat (air bersih) ternyata juga diperlukan adanya peraturan pemerintahan desa yang kuat, sehingga pengurus merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum mengenai struktur dan peran yang harus dilakukan dalam mengelola air bersih di masyarakat. Pada kepengurusan periode kedua dan ketiga yang sedang berjalan, justru semakin melemahnya struktur dan peran pengurus Pokmair Sayom, termasuk kepercayaan anggota terhadap pengurus atau sebaliknya, termasuk dengan tidak memberlakukan sistim meteran dengan kondisi jaringan sistim gravitasi, semakin menambah ketidaklancaran distribusi air bersih, melemahnya perilaku hemat air, dan tidak mampu memaksimalkan financial capital yang mampu menggali kemandirian, dalam memelihara keberlangsungan pengelolaan air bersih. Menurut penuturan Ketua Pokmair Sayom (Sdr. Untung Sumardi), sebenarnya ada keinginan dari anggota dan tokoh masyarakat, agar pengelolaan air bersih lebih difokuskan atau diprofesionalkan oleh pemerintahan desa, misalnya dikuatkan dengan Peraturan Desa (Perdes), mengingat ke depan
kebutuhan air bersih
masyarakat semakin meningkat, seiring meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya debet air bersih dari sumber air yang terbatas.
57
Program Pengembangan Masyarakat melalui Panitia Kemitraan (Pakem) Tirta Sayom. Pengembangan Masyarakat
adalah gerakan
yang dirancang untuk
meningkatkan kehidupan seluruh komunitas dengan partisipasi aktif dan atas prakarsa komunitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh lembagalembaga non pemerintah (Adi, 2008). Panitia Kemitraan yang disingkat dengan Pakem merupakan pelaksana kegiatan program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET) P2KP yang dilaksanakan di Desa Bumijawa pada tahun 2007, karena menurut BPS merupakan wilayah Desa-Perkotaan. Dari hasil Rembug Warga Tahunan (RWT) yang dilakukan oleh BKM Satria dengan Kepala Desa, menghasilkan Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) Desa Bumijawa, dengan prioritas pertama yaitu: Warga kekurangan air bersih, terutama di musim kemarau, karena jaringan air bersih rusak, debet air kurang, belum kuatnya kelembagaan Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom, khususnya di RW I, II, III, IV, VI dan VII. Adapun program PAKET P2KP, yaitu: Pembangunan dan Perbaikan Sarana Air Bersih Sayom, khususnya untuk mengembangkan jaringan air bersih di pemukiman warga miskin yang ada di RW VII (lokasi sumber air). Pakem dinamakan Tirta Sayom, mengambil nama program yang akan dilaksanakan berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom, merupakan kemitraan sinergis dan kolaboratif antara dinas teknis, pemerintahan desa, dan masyarakat yang peduli dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Keterlibatan pengurus Pokmair Sayom, merupakan unsur yang mewakili kelompok peduli yang mengelola air bersih masyarakat. Pakem Tirta Sayom, yang diketuai oleh Bapak Basuki (mantan ketua Pokmair Sayom) dengan jumlah anggota 15 orang, terdiri dari unsur Pemerintahan Desa (2 orang), BKM (1 orang), BPD (1 orang), LKMD (2 orang), TP. PKK (1 orang), Tokoh Masyarakat (2 orang), Pengurus Pokmair Sayom (2 orang), Karang Taruna (1 orang) dan warga miskin (2 orang) yang menjadi sasaran program serta dinas teknis UPTD Puskesmas (1 orang).
58
Pelaksanaan kegiatannya, secara teknis yang bekerja di lapangan ialah pengurus Pokmair Sayom, yaitu Sdr. Untung Sumardi (Ketua Pokmair) dan Sutrisno (Bendahara Pokmair), dengan membangun bak penampung di lokasi pemukiman RW VII yang selama ini belum tersentuh jaringan air bersih dan banyak warga miskinnya. Pada saat akhir penelitian, ada tindak lanjut dari pelaksanaan program Pakem Tirta Sayom, yaitu memfungsikan sumber air “Lemper” (nama sumber air, yang hampir satu tahun tidak berfungsi, karena terkena bencana alam) dengan membuka jaringan pipanisasi langsung ke Bak Penampung Desa. Pakem Tirta Sayom, yang secara langsung melibatkan pengurus Pokmair Sayom dengan program pengembangan masyarakat dalam bentuk Pembangunan Bak Penampung Baru di lokasi pemukiman RW VII (lokasi sumber air Sayom), agar masyarakat sekitar mudah untuk mengakses air bersih dan memasang jaringan baru dengan memfungsikan sumber air Lemper langsung ke Bak Penampung Induk Desa yang mampu menampung 250 meter kubik, ternyata lebih berorientasi pada pembangunan fisiknya, tanpa menyentuh pada pemberdayaan kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat. Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa melalui wadah lembaga Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom, yang berdiri sejak tanggal 5 Nopember 2000 atas insiatif dari masyarakat yang memanfaatkan jaringan pipa air pedesaan, bak induk, bak penampung dari sumber air Sayom. Perkembangan selanjutnya juga memanfaatkan sumber air Putri dan Lemper dengan difasilitasi oleh pemerintahan desa. Untuk menganalisa kapasitas kelembagaannya ialah dengan melakukan studi dokumentasi, observasi dan wawancara mendalam tentang Pokmair Sayom masa bakti tahun 2006-2009, meliputi sarana dan prasarana, anggaran, norma/aturan tertulis dan jejaring kerjasama.
59
Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana yang dimaksud yaitu fasilitas dan perlengkapan yang dimiliki dan dibutuhkan dalam menunjang pengelolaan dan pelayanan air bersih bagi anggotanya oleh pengurus Pokmair Sayom. Pelayanan administrasi yang dilakukan oleh pengurus sekarang dilakukan di rumah Ketua atau Bendahara. 1. Kantor Sekretariat Dalam melayani iuran bulanan anggota, karena Kantor Sekretariat Pokmair Sayom, yang pernah digunakan pada kepengurusan periode sebelumnya, ternyata telah dikontrakan selama 10 tahun oleh salah satu tokoh masyarakat (Pensiun PNS) tanpa sepengetahuan Kepala Desa. Adapun alasan beliau punya hak untuk menggunakan bangunan tersebut berdasarkan pengalaman saat masih aktif sebagai PNS (walaupun tanpa ada bukti tertulis yang kuat). Kepengurusan Pokmair Sayom, pernah berupaya untuk mengambil alih kantor sekretariat, tetapi banyak kendala yang dihadapi menyangkut kredibilitas tokoh masyarakat tersebut, sehingga sampai sekarang tidak adanya sekretariat sangat mempengaruhi kinerja pelayanan pengurus terhadap anggota, seperti yang dikemukakan oleh Sdr Untung Sumardi (ketua Pokmair Sayom): ............................................... Setelah dikonfirmasi, ternyata bangunan tersebut sudah dikontrakkan kepada pedagang pasar oleh seorang tokoh masyarakat selama 10 tahun tanpa sepengetahuan Kepala Desa, padahal sejak dulu selalu dimanfaatkan oleh kepengurusan sebelumnya. Kami pernah mencoba berupaya untuk memanfaatkan kembali bangunan tersebut untuk sekretariat, tetapi banyak mengalami hambatan yang berkaitan dengan dampak terjadinya konflik personal tersebut, sehingga terpaksa mengalah, dimana pelayanan administrasi dilakukan di rumah dan ini dirasakan sangat tidak efektif, termasuk kendala untuk melakukan koordinasi antar pengurus. Hal ini juga ditegaskan oleh Bendahara Pokmair (Sdr. Sutrisno): Dengan tidak adanya Kantor Sekretariat Pokmair, saya merasakan hambatan dalam melaksanakan tugas pelayanan administrasi dan tak terasa juga berakibat kurangnya koordinasi antar pengurus, karena tanpa disadari dengan pelayanan dirumah pribadi pengurus semua sudah dapat di atasi, sementara pengurus lainnya merasa “rikuh” (tidak enak). Hal ini berdasarkan pengalaman tidak cukup sekali yang dialami oleh pengurus
60
beberapa pengurus adanya keberatan dari pihak keluarga untuk kumpulkumpul sebagai tempat sekretariat Pokmair. Adanya kantor sekretariat sebagai fasilitas umum Pokmair Sayom, sangat diperlukan sebagai tempat rutin untuk membayar iuran bulanan bagi anggota ataupun sarana untuk saling berkoordinasi antar pengurus serta antara anggota dan pengurus. Hal ini berdampak tidak efektifnya pelayanan pengurus, sehingga dengan alasan tidak enak datang ke rumah pribadi pengurus, terpaksa pengurus dalam melayani iuran bulanan harus “jemput bola” (ke rumah konsumen), padahal personal pengurus sangat terbatas, termasuk diantaranya berdampak pula pada kurangnya koordinasi pengurus, dibuktikan selama kepengurusan ini, baru melakukan rapat pengurus 2 (dua) kali, bahkan ada pengurus yang tidak aktif. 2. Administrasi Administrasi yang dimiliki, hanya ada buku Daftar Anggota, Kartu Pembayaran, dan Buku Keuangan, yang kurang dikerjakan secara rutin atau diikuti perkembangannya. Hal ini dibuktikan, daftar anggota yang tercatat dalam buku anggota, berjumlah 370 (tiga ratus tujuh puluh) dari hasil registrasi awal kepengurusan ini sampai sekarang tidak ada perubahan, padahal pada masa kepengurusan sebelumnya tercatat sekitar 450 (empat ratus lima puluh), begitupun buku keuangan tidak tercatat secara rapih, hanya dibuat secara insidental, mengingat pengurus tidak membuat laporan perkembangan keuangan kepada Pemerintahan Desa Bumijawa maupun anggota. Seperti diungkapkan oleh Bapak H. A. Adjiono (Kepala Desa Bumijawa): Saya, selama menjabat Kepala Desa Bumijawa dari bulan Pebruari 2007 sampai sekarang, tidak pernah mendapat laporan secara lisan maupun tertulis tentang perkembangan keuangan Pokmair Sayom. Adapun alasan pengurus tidak membuat laporan keuangan Pokmair Sayom, karena memang kondisi keuangan yang selalu minus, karena hutang Pokmair saat memperbaiki jaringan yang terkena bencana alam baru terbayarkan pada bulan Agustus 2008, karena prosentase yang aktif membayar iuran bulanan maksimal 30 persen dari konsumen yang ada, termasuk untuk membayar tenaga teknis saja tidak lancar. Aspek lainnya, pengurus dalam mengelola air bersih merasa berjalan
61
sendiri, karena selama ini kurang adanya perhatian dari pihak pemerintahan desa tentang kesulitan-kesulitan yang dialaminya dalam mengelola air bersih, disamping juga ada beberapa pengurus yang tidak aktif tanpa alasan yang jelas. Hal ini juga diungkapkan oleh Ketua BPD (Sdr. Drs. A. Khumedi): Saya selaku Ketua BPD tidak pernah tahu laporan perkembangan Pokmair Sayom, apalagi masalah keuangan sama sekali tidak tahu, mungkin karena pengurus selama ini mengalami kesulitan dalam penarikan iuran bulanan anggota, karena pengurus yang aktif hanya Ketua dan Bendahara serta petugas teknis, lainnya tidak jelas. Menurut Sdr. Bendahara Pokmair Sayom dikatakan, bahwa: Saya sebagai bendahara atau pengurus Pokmair Sayom, hanya berdasarkan Surat Tugas Kepala Desa Bumijawa, jadi tidak mempunyai kewajiban membuat laporan keuangan ke anggota tetapi bila diperlukan hanya kepada Kepala Desa, seharusnya segera ada Surat Tugas Kepala Desa Bumijawa yang sekarang (dilantik tahun 2007). Sementara yang akan saya laporkan keuangan selalu minus, sedangkan kalau ada kesulitan pemerintahan desa atau anggota tidak mau tahu, tetapi selalu menuntut distribusi air bersih lancar. Seperti diungkapkan oleh Bapak Imam (Anggota Pokmair Sayom): Saya tidak mau membayar, karena pengurus Pokmair Sayom, tidak mau memperdulikan kelancaran distribusi, sudah laporan tidak ada tindak lanjutnya sampai sekarang, sedangkan sebagai anggota tidak pernah mendapatkan laporan penggunaan keuangan, minimal pemberitahuan melalui perwakilan. Ditegaskan oleh Bapak Sofwan (Anggota Pokmair Sayom): Sebenarnya saya menyadari, bahwa ketidaklancaran distribusi air bersih terutama pada musim kemarau (antara 2-3 bulan), tetapi setelah itu akan kembali lancar, tetapi mau membayar iuran bulanan, sekarang pengurus tidak tegas dalam menerapkan sangsi antara yang tidak pernah membayar dan membayar rutin tidak ada bedanya, apalagi laporan penggunaan keuangan juga tidak jelas, karena sebagai anggota tidak pernah tahu. Upaya pengurus Pokmair, dengan membuat Kartu Pembayaran dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggalian dana melalui iuran bulanan, ternyata berjalan beberapa bulan, karena anggota cenderung kurang aktif membayar iuran bulanan, karena harus didatangi tiap rumah, sementara jumlah pengurus yang aktif terbatas. Alasan lain Pokmair tidak mempunyai sekretariat seperti dahulu, kalau mambayar di rumah pengurus belum tentu yang bersangkutan ada di rumah, dan
62
tidak adanya sangsi yang tegas antara anggota yang tidak pernah membayar dan yang rutin membayar sama saja serta seringnya distribusi air tidak lancar. 3. Peralatan Teknis Menurut penuturan tenaga teknis Pokmair Sayom (Sdr. Suparman), selama ini kalau ada perbaikan jaringan induk maupun ke rumah pemukiman, peralatan yang digunakan adalah milik sendiri maupun pinjam kepada anggota, karena pengurus hanya memiliki peralatan sangat terbatas, seperti kunci rantai. Hal ini juga diakui oleh Ketua Pokmair Sayom, sejak melaksanakan tugas kepengurusan, memang tidak ada serah terima inventaris peralatan, paling sekarang yang dimiliki hanya kunci rantai, persediaan sok penyambung pipa dan pipa. Keterbatasan anggaran pengurus tidak mampu membeli peralatan secara lengkap yang dibutuhkan untuk perbaikan dan perawatan jaringan. Apalagi kenyataan di lapangan, honor tenaga teknis saja tidak mampu dibayar secara rutin tiap bulannya, sehingga berdampak kinerja pelayanan dalam pemeliharaan jaringan pipa induk maupun yang ke konsumen/anggota. 4. Sumber Daya Air Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom, dalam mengelola jaringan ke pemukiman anggota sangat tergantung dengan keberadaan sumber air “Sayom” (dibangun tahun 1976) dan sumber air Putri (dibangun tahun 2003) yang terletak di RW VII (Dukuh Gupakan dan Dukuh Tembelang) yang berada di perbatasan wilayah hutan negara. Adapun keberadaan sumber air “Lemper” yang dibangun pada tahun 2004 untuk memasok debet air “Sayom”, setelah terkena bancana alam tidak dimanfaatkan sampai awal penelitian ini. Menurut penuturan petugas Sanitarian UPTD Puskesmas Bumijawa (Sdr. Sutaryono): Berdasarkan perhitungan kami selaku petugas yang membidangi air bersih masyarakat, dengan debet air di saat musim hujan dari dua (2) sumber air Sayom dan Putri lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang sekarang ada, sedangkan disaat musim kemarau, kalau dengan menggunakan sistem gravitasi secara konsekwen melalui giliran, saya kira juga cukup. Dengan catatan, selama pengelolaan masih seperti ini,
63
berapapun sumber air dimanfaatkan, di saat musim kemarau akan selalu kekurangan. Hal ini juga ditegaskan oleh Sdr. Untung Sumardi (Ketua Pokmair Sayom): Saya optimis, dengan memaksimalkan keberadaan sumber air Sayom dan Putri, apalagi ditambah dengan memfungsikan kembali sumber air Lemper, dengan didukung kesadaran anggota, dan keberadaan Pokmair lebih ditingkatkan, minimal ada payung hukum Perdes dan lebih diprofesionalkan, dapat memenuhi kebutuhan air bersih anggota. 5. Debet Sumber Air Berdasarkan data dari Buku Daftar Anggota/Konsumen Air Bersih Pokmair Sayom, tercatat sejumlah 370 KK, dengan asumsi setiap KK rata-rata 5 anggota keluarga (Asumsi jumlah jiwa penduduk Desa Bumijawa: 11.998, KK: 2548, maka rata-rata per-KK: 4,78 atau 5; Sumber data: Pendataan Keluarga Tahun 2007), maka didapat kebutuhan air bersih per-hari: 370 x 5 x 60 = 111.000 liter. Kalau berdasarkan pengamatan Pengurus Pokmair pengguna/pemakai air bersih (termasuk yang tidak terdaftar sebagai anggota), dengan jumlah : 600 KK, maka kebutuhan air bersih per-hari: 600 x 5 x 60 = 180.000 liter. Hal ini dengan memperhitungkan pemakaian oleh warga yang tidak terdaftar sebagai anggota Pokmair Sayom yang ada di RW VII: 1088 jiwa dan RT 01 RW V : 324, total: 1412 x 5 x 60 = 423.600 liter. Menurut petugas sanitarian UPTD Puskesmas Bumijawa, debet air bersih di kedua sumber, baik “Putri” maupun “Lemper” di musim kemarau adalah 2 liter/detik, maka debet per-jam, kotor: 2 x 1 x 60 x 60 = 7200 liter, berarti dalam 24 jam/per-hari, kotor = 172.800 liter, karena ada dua (2) sumber 172.800 x 2 = 345.600 liter. Berarti kebutuhan minimal per-jiwa sehari untuk air bersih pedesaan, adalah 60 liter/hari, dengan kondisi normal di atas (jaringan steril, tidak ada kebocoran) dapat mencukupi kebutuhan anggota bahkan pemakai air bersih lainnya, dimana di saat musim ini dengan sistem giliran, apalagi kalau memfungsikan kembali sumber air “Lemper” akan dapat memenuhi, tanpa sistem giliran. Sedangkan di saat musim hujan (Desember sampai Juni), debet air bersih normal 4 liter/detik, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih anggotanya, termasuk pengguna air bersih yang ada di RW V dan RW VII.
64
Anggaran Anggaran yang dimaksud disini ialah jumlah dana yang dikelola dari hasil iuran wajib bulanan anggota maupun dana lainnya, yang dimanfaatkan untuk kebutuhan operasional pengelolaan air bersih. Pengelolaan dana oleh Bendahara Pokmair Sayom, hanya mengandalkan dari iuran bulanan anggota Rp. 3.000,- perbulan, yang pada kenyataan hanya bisa masuk maksimal 30 persen dari jumlah anggota yang ada atau dana yang masuk berkisar Rp.330.000,- itupun tidak selalu tiap bulan, kadang 2 sampai 3 bulan sekali, bahkan sampai ada yang 6 bulan sekali. Padahal untuk memberikan honor tenaga teknis, sejumlah 3 (tiga) orang, sejumlah Rp. 220.000,-, belum untuk keperluan operasional perawatan jaringan, sehingga seringkali petugas teknis honor bulanannya sering tidak terbayarkan, bahkan pada awal tahun 2007, jaringan sumber air “Lemper” dan “Putri” terkena bencana alam, terpaksa pengurus Pokmair harus meminjam dana kepada pihak ketiga untuk memperbaiki pipa yang hilang terkena banjir, agar air dapat mengalir kembali. Hal ini diungkapkan Sdr. Sutrisno (Bendahara Pokmair Sayom): Pada awal tahun 2007, jaringan sumber air “Lemper” dan “Putri” terkena bencana alam,................................... dengan terpaksa saya dan ketua mencari pinjaman dana pada pihak ketiga karena mendesak harus diperbaiki, agar bisa mengalir kembali, sampai menghabiskan dana tiga juta lima ratus ribu rupiah, itupun yang bisa diperbaiki hanya sumber air “Putri” dan baru dikembalikan pada bulan Agustus 2008, karena dana dari iuran bulanan anggota tidak lancar, kalaupun masuk maksimal 30 persen dari jumlah angggota keseluruhan, itupun kadang 3-6 bulan sekali alias tidak bisa rutin setiap bulan membayar. Padahal saya setiap bulan, harus rutin mengeluarkan honor khusus untuk 3 orang petugas teknis, sebesar dua ratus dua puluh ribu rupiah. Diperkuat dengan pernyataan Ketua Pokmair Sayom (Sdr. Untung Sumardi): Saya selaku Ketua Pokmair Sayom, merasakan beban sedikit terkurangi, setelah bulan Agustus 2008 bisa mengembalikan pinjaman pada pihak ketiga selama 20 bulan, sebesar tiga juta lima ratus ribu rupiah guna memperbaiki jaringan di sekitar sumber air Putri pada awal tahun 2007, sedangkan sumber air “Lemper” terpaksa tidak mampu memperbaiki alias tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk memasok sumber air “Sayom” hanya menyelematkan aset pipa besi dan pralon yang terkena banjir.
65
Kesulitan upaya untuk menggali dana swadaya melalui iuran bulanan agar dapat lancar dan masuk seratus persen, apalagi keinginan untuk menaikkan tarif iuran bulanan diatas tiga ribu rupiah, maka diperlukan dukungan dari pihak pemerintahan desa dan tokoh masyarakat, mengingat kondisi jaringan yang memang sudah tidak teratur dan secara rutin tiap tahun problem distribusi air yang tidak merata selalu terjadi.
Hal ini, tentunya memerlukan perawatan dan
perbaikan secara rutin, sementara petugas teknis, hak honornya setiap bulan tidak lancar, sehingga mempengaruhi kinerjanya. Seperti yang dikemukakan Sdr Dasro (Petugas teknis bagian sumber air): Kulo, nyambut damel ngurusi sumber air ngge masyarakat awit dipun bangun “Sayom” tahun 1976, wekdal meniko dipun bayar tigang ewu sewulan, lajeng sedoso ewu, sak niki perjanjianipun sewidak ewu se-wulan, namung sakniki mboten saged lancar setiap wulanipun, kadang 3 wulan sepindah, pokokipun nek disamper pengurus nggih pangkat ndadosi, padahal kedahipun setiap dinten kedah dikontrol, namung mboten imbang kalih honoripun.(Saya, bekerja mengontrol jaringan dan keadaan di sekitar sumber air untuk masyarakat, sejak pertama kali dibangun “Sayom” tahun 1976, waktu itu dibayar hanya tiga ribu rupiah se-bulan, hingga sepuluh ribu se-bulan, sekarang perjanjiannya enam puluh ribu se-bulan, ternyata tidak lancar setiap bulannya, biasanya 3 bulan sekali baru dibayar, pokoknya kalau diajak pengurus baru berangkat memperbaiki jaringan, seharusnya setiap hari harus selalu dikontrol, tetapi tidak imbang dengan jumlah honornya). Ini juga diungkapkan oleh Sdr. Suparman (Petugas teknis bagian jaringan kepemukiman konsumen/anggota): Sejak saya bekerja menjadi petugas teknis jaringan pada kepengurusan sekarang, khususnya menyangkut jaringan induk dan jaringan yang ke kelompok atau ke pemukiman konsumen/anggota, menerima honor tidak sesuai perjanjian awal, yaitu dibayar setiap bulan seratus ribu rupiah, kenyataan saya menerima dari pengurus sampai sekarang baru dua kali, paling sekedar uang bensin, akhirnya saya bekerja tidak optimal, hanya mengingat untuk kepentingan masyarakat. Norma/Aturan Tertulis Norma/Aturan tertulis ialah nilai-nilai dan aturan-aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah disepakati berdasarkan hasil musyawarah anggota dan pengurus. Berdasarkan penjelasan pengurus Pokmair Sayom periode
66
sekarang, baik Ketua maupun lainnya, sejak mendapatkan SK. Kepala Desa dalam mengelola air bersih belum pernah melihat dan mendapatkan AD/ART dari kepengurusan sebelumnya, sehingga aturan-aturan yang dipakai sesuai dengan surat edaran pengurus tentang ketentuan iuran bulanan. Sejak berdirinya Pokmair Sayom pada tanggal 5 Nopember 2000, yaitu pada saat kepengurusan masa bakti tahun 2000-2003 telah membuat aturan yang tertuang dalam AD/ART. Hal ini menjadi pedoman dalam melaksanakan pengelolaan air bersih, sehingga anggota aktif melaksanakan kewajiban iuran bulanan, termasuk tidak berani memperbaiki kerusakan jaringan tanpa sepengetahuan pengurus. Kepengurusan masa bakti 2006-2009, cenderung lebih menekankan pada himbauan kepada anggota, agar dapat mengatur diri melalui kelompok-kelompok kecil, yaitu dengan dibangunnya beberapa bak penampung serta jaringan-jaringan yang diatur dalam kelompok kecil secara swadaya, dimana masing-masing kelompok mempunyai pengurus sendiri, sehingga pengurus induk hanya pasip menerima dari pengurus kelompok-kelompok kecil. Hal inilah menimbulkan ketidakpuasan dari anggota, karena tidak ada ketegasan pengurus, terutama membiarkan mereka memperbaiki jaringan sendiri tanpa sepengetahuan pengurus, dan cenderung merugikan konsumen lainnya. Dari hasil wawancara dengan anggota masyarakat yang memanfaatkan air bersih Sayom dan Putri menanggapi dengan berbagai ragam, ada yang pesimis pengelolaan air bersih tetap begini, tanpa ada payung hukum yang kuat dari pemerintahan desa, ditambah sumber air seberapapun akan tetap kekurangan. Mereka mengganggap kepengurusan tidak tegas dan berani membuat aturan yang ketat. Sebagian lagi optimis kalau ada aturan hukum yang kuat dari pemerintahan desa, seperti Peraturan Desa (Perdes), dengan pengelolaan air bersih yang lebih profesional, adanya keseimbangan fungsi sosial, ekonomi dan kelestarian lingkungan sumber air, akan berdampak lebih baik. Seperti yang diungkapkan tokoh masyarakat (Bapak H. Munadirin):
67
Masyarakat Desa Bumijawa, sudah hampir lima tahun ini, setiap musim kemarau selalu meributkan kekurangan air bersih, selama pengelolaan air bersih tanpa dukungan dasar hukum yang kuat dari pemerintahan desa, saya kasihan pengurus selalu menjadi korban suudhon (prasangka negatip) oleh masyarakat, saya setiap kesempatan selalu mengusulkan kepada BPD dan Kepala Desa, agar air bersih dikelola yang kuat dan profesional, pengurus diberi honor yang layak sesuai UMR. Sesuai Keputusan Gubernur Jateng No. 561.4/52/2008 tentang Penetapan Upah Minimum 35 Kab/Kota, khusus Kab. Tegal UMK Tahun 2009: enam ratus ribu rupiah, sedangkan Tahun 2008: lima ratus enam puluh ribu rupiah (Suara Merdeka, 2008). Hal ini diakui oleh Bapak Basuki (Mantan Ketua Pokmair Sayom periode tahun 2000-2003): Sewaktu saya mengelola Pokmair Sayom, pendampingan teknis dari Dinas Kesehatan melalui Puskesmas Kecamatan Bumijawa rutin dilakukan, bahkan waktu itu sudah merumuskan AD/ART, dan memberlakukan sistem meteran, saya berusaha melaksanakan aturan tegas..............................tetapi karena tidak didukung aturan hukum yang kuat dari pemerintahan desa, saya seperti bekerja sendirian, akhirnya merasa berat mendapat tekanan dari masyarakat. Juga disampaikan oleh salah seorang ibu rumah tangga (Ny. Yuliati, 33 tahun): Kulo tah, ngraosaken setiap musim terang kados niki (sampun berjalan sekawan wulanan) bade mendet toyo kedah ngangsu, wonten jaringan tapi mboten nate mili, mboten kados jamane saweg ngge meteren, penginipun diatur ingkang tertib, teratur, ingkang jelas kedah ditata malih ben adil, nek disuwun iuran sareng-sareng kulo mboten keberatan, sing penting dikelola ingkang adil lan tegas, mboten sekarepe piyambak (Saya merasakan setiap musim kemarau seperti ini (sudah berjalan 4 bulanan) mau mengambil air harus mengambil dengan ember dari hidran umum/kran umum, ada jaringan tetapi tidak pernah mengalir, tidak seperti dulu sewaktu masih menggunakan sistem meteran, inginnya diatur yang tertib, adil, kalau diminta iuran bersama-sama tidak keberatan). Dari hasil wawancara beberapa kalangan, baik anggota/konsumen, tokoh masyarakat, maupun stakeholders yang peduli terhadap air bersih masyarakat, bahkan dari anggota BPD dan LKMD maupun Ketua TP. PKK Desa, menginginkan pengelolaan yang profesional dan aturan yang tegas serta
68
mempunyai dasar hukum yang kuat dari pemerintahan desa dan disosialisasikan ke seluruh masyarakat, sehingga mendapat dukungan semua pihak. Jejaring Kerjasama Jejaring kerjasama yaitu adanya kerjasama dalam hal pembinaan teknis, keuangan, administrasi, ekologis dengan stakeholders lain. Adapun dari hasil wawancara dengan Asper Perhutani, Kepala UPTD Puskesmas, Kepala UPTD Tanbunhut, maupun pihak BKM Satria, sesungguhnya semua stokeholders siap dan terbuka untuk bekerjasama membantu sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya dalam mengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat. Adapun yang pernah melakukan kerjasama membantu pada masa kepengurusan Pokmair sekarang, yaitu Karang Taruna Taman Kusuma dengan kegiatan penghijauan di sekitar sumber air dengan tanaman karet “bulu” pada tahun 2007. Pada masa kepengurusan Pokmair tahun 2000-2003, UPTD Puskesmas secara rutin melakukan pendampingan teknis kepada pengurus, bahkan tidak hanya memberikan dana, tetapi diantaranya bersama-sama merumuskan AD/ART Pokmair Sayom, sedangkan BKM Satria bekerjasama dalam hal pinjaman dana dalam bentuk pengadaan alat meteran bagi anggota/konsumen air bersih dengan cara mengangsur.
69
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, yaitu dengan mengidentifikasi Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom. Dalam perjalanan pengelolaannya sampai sekarang, pernah dua kali masa bakti kepengurusan berhenti sebelum masa bakti berakhir, yaitu masa bakti 2000-2003, kurang beberapa bulan minta berhenti, walaupun banyak pihak menginginkan melanjutkan periode kepengurusan berikutnya, tetapi tetap tidak bersedia dengan alasan tidak kuat dengan berbagai tekanan anggota karena alasan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurus dengan kata-kata yang tidak enak didengar yang menganggu ketenangan keluarga. Saat itu sudah mulai diterapkan aturan tata tertib secara ketat dengan adanya AD/ART (hasil proses pendampingan dengan Puskesmas/Dinas Kesehatan) dan menerapkan sistem meteran bagi yang mampu, sayangnya kurang dikuatkan dengan dasar hukum dari Pemerintahan Desa, karena pengurus hanya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa serta kurangnya sosialisasi AD/ART, ditunjang dengan adanya musim kemarau panjang. Adapun kepengurusan masa bakti masa bakti 2003-2006 baru berjalan satu tahun dari tiga tahun masa bakti, Ketua tidak bersedia melanjutkan, karena tekanan anggota seperti di atas. Kemudian dilanjutkan kepengurusan transisi, dan pada saat inilah dengan adanya pendaftaran konsumen baru yang tanpa menggunakan sistem meteran, sehingga berdampak pada distribusi air yang tidak seimbang, karena pada waktu sebelumnya dengan menggunakan sistem gravitasi dimana air mengalir berputar terus tanpa berhenti dengan kendali sistim meteran dan bak pelepas tekan. Disisi lain ada beberapa jaringan yang tanpa kendali meteran, akhirnya terjadi banyak perusakan meteran, kembali lagi ke sistem tanpa meteran, apalagi banyak
anggota
yang
membuat/memperbaiki
jaringan
sendiri,
tanpa
70
sepengetahuan pengurus, yang mengakibatkan rusaknya jaringan. Untuk mengatasi pengelolaan yang tidak terkendali, diadakan musyawarah anggota dengan pemerintahan desa di Balai Desa, maka terbentuklah susunan pengurus Pokmair Sayom tahun 2006-2009, berdasarkan SK. Kepala Desa Bumijawa No.07/III/2007, tertanggal 31 Maret 2006, dengan ketua Sdr. Untung Sumardi,S.Pd (Susunan Pengurus, terlampir). Perjalanan kepengurusan inilah yang akan menjadi bahan kajian penelitian dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat di Desa Bumijawa. Kapasitas Pengurus Kepemimpinan Kepemimpinan dalam kepengurusan Pokmair Sayom, yaitu dengan melihat dan mengamati serta mendapatkan informasi tentang perilaku yang dimiliki oleh Ketua atau pengurus harian Pokmair Sayom serta kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain dalam mengelola air bersih. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota dan pengurus, dalam kepengurusan periode sekarang realisasi program pertemuan rutin baik sesama pengurus maupun dengan anggota melalui perwakilan tidak bisa berjalan lancar. Hal ini penting dilakukan sebagai forum untuk mengevaluasi baik masalah distribusi air bersih ke konsumen, termasuk hak dan kewajiban pengurus maupun anggota serta memberikan masukan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan jaringan air bersih dan kondisi debet air bersih ataupun hal lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom. Dalam mengambil keputusan ataupun program-program perbaikan jaringan lebih banyak hasil keputusan beberapa pengurus yang aktip, terutama apabila ada ketidaklancaran jaringan induk dan di sumber air baru memperbaiki karena berdampak secara keseluruhan, tetapi kurang melihat distribusi air di setiap anggota atau kelompok yang tidak lancar, disisi lain anggota juga sebagian sudah menganggap hal biasa berkaitan dengan kesulitan air bersih, karena hampir selalu terjadi di setiap tahun. Pertemuan-pertemuan lebih banyak dilakukan oleh anggota
71
yang membuat kelompok-kelompok kecil ( 15 sampai 20 anggota), biasanya dengan mengundang pengurus induk, terutama berkaitan dengan mengatasi permasalahan agar distribusi air bersih bisa lancar, pada umumnya dengan membangun bak penampung secara swadaya, dengan membuat jaringan baru, pendistribusian dilakukan melalui bak penampung, bahkan ada dengan bantuan mesin sanyo. Pengambilan keputusan dalam mengatasi permasalahan kebutuhan anggota dalam
mengatasi
ketidaklancaran
distribusi
air
bersih
lebih
banyak
mengakomodasi kepentingan kelompok yang penting bisa lancar. Di sisi lain menimbulkan permasalahan baru, karena kelompok lain kadang terganggu jaringannya. Dalam program-program yang berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan sarana air bersih yang diajukan oleh pemerintahan desa atau dinas terkait, selama ini selalu melibatkan pengurus Pokmair Sayom, termasuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi, contoh yang baru dilaksanakan pata tahun 2007, yaitu program PAKET P2KP untuk Pembangunan dan Perbaikan Sarana Air Bersih Sayom. Bahkan dalam pelaksanaannya, pada tahap kedua lebih banyak insiatif dari pengurus Pokmair Sayom. Pada saat peneliti dilapangan ikut serta dan melihat sendiri dengan pengadaan dan pemasangan jaringan air bersih dari sumber air Lemper (selama ini tidak pernah dimanfaatkan, setelah terkena bencana alam), melalui pipanisasi langsung ke Bak Induk Desa. Pada awal tahun 2007, pernah terjadi bencana alam yang mengakibatkan kerusakan jaringan pada sumber air Putri, secara insiatif pengurus (Ketua dan Bendahara) Pokmair Sayom mencari pinjaman dana kepada pihak ketiga, karena kalau tidak segera diperbaiki, maka distribusi air ke pemukiman mati atau tidak mengalir sama sekali, disinilah adanya rasa tanggung jawab pengurus terhadap permasalahan air bersih Sayom. Pendidikan Pendidikan yang akan dilihat ialah tingkatan pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki oleh pengurus. Rata-rata mereka telah menempuh
72
pendidikan formal pada sekolah menengah, seperti ketua adalah seorang guru SD Negeri pendidikan D-2 sedang mengikuti proses pendidikan S-1, sedangkan wakil ketua hanya SLTP, sedangkan sekretaris juga seorang guru SD, pendidikan D-2, dan Bendahara SLTA, adapun petugas teknis dari tiga orang yang aktip, yang dua orang. khusus menangani teknis di sekitar sumber air, tidak tamat SD, karena berbekal pengalaman bekerja, sejak dibangunnya sarana air bersih Sayom. Jadi secara umum untuk pengurus harian pendidikan formal sangat menunjang, karena berkaitan dengan ketrampilan atau kecakapan, terutama dalam penguasaan teknologi, kemampuan mengelola informasi dan manajerial, hanya petugas teknis saja yang berpendidikan rendah, karena lebih banyak dituntut kemampuan tenaga dan pengalaman lapangan yang berkaitan dengan jaringan pipa air bersih pedesaan. Tingkat pendidikan pengurus secara lebih rinci disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 7. Nama, Jabatan dan Tingkat Pendidikan Pengurus Pokmair Sayom Tahun 2006 – 2009 No.
Nama
Jabatan
Pendidikan
1.
Untung Sumardi
Ketua
D-2
2.
Slamet Riyadi
Wakil Ketua
SLTP
3.
Saefudin
Sekretaris
D-2
4.
Sutrisno
Bendahara
SLTA
5.
Sudrajat
Bag. Teknis Jaringan
SLTA
5.
Suparman
Bag.Teknis Jaringan
SLTA
6.
Wasro
Bag. Teknis Sumber Air
Tidak Tamat SD
7.
Dasro
Bag. Teknis Sumber Air
Tidak Tamat SD
Sumber: Hasil Wawancara dengan Ketua Pokmair Sayom
Pada umumnya bahwa tingkatan pendidikan formal yang dimiliki oleh personal pengurus berkaitan sesuatu yang sudah dimiliki sebelum menjadi pengurus yang menjadi modal dasar dalam pola berpikir dan wawasan berkaitan dengan pengelolaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara
73
berkelanjutan. Berkaitan dengan konsep pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat (Kindervatter, 1979). Hal inilah yang bisa dimiliki sebelum maupun selama menjadi pengurus, baik melalui program pelatihan, pendampingan teknis yang diselenggarakan pemerintah daerah, studi banding, maupun pengalaman-pengalaman yang dimiliki sebelumnya berkaitan dengan pengelolaan air bersih baik dalam manajerial teknis maupun
administrasi.
Pada
periode
kepengurusan
sebelumnya,
pernah
mendapatkan pelatihan Unit Pengelola Sarana (UPS) Air Bersih Pedesaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa dan juga
mendapatkan pendampingan teknis dari Dinas Kesehatan melalui UPTD Puskesmas Kecamatan Bumijawa. Namun sejak kepengurusan periode sekarang tidak pernah mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan dan pendampingan yang sejenis, hanya mengandalkan pengalaman yang dimiliki oleh personal pengurus baik yang didapat sebelumnya (seperti petugas teknis sumber air dan jaringan) serta didapat dari proses pengalaman selama menjadi pengurus. Kemampuan mengelola Pokmair Sayom Kemampuan mengelola Pokmair Sayom yang dimaksud ialah kemampuan dalam mengelola secara organisatoris, administrasi maupun teknis. Sebagaimana dalam uraian pada faktor pendidikan di atas, yang menyangkut pemberdayaan berkaitan dengan kesempatan mengikuti pelatihan, mendapatkan pendampingan teknis maupun studi banding yang tidak pernah didapat selama kepengurusan sekarang, sehingga dalam melaksanakan pengelolaan baik secara organisatoris, administrasi maupun teknis tergantung pada kemampuan yang dimiliki individu pengurus. Secara umum, kepengurusan sekarang, berjalan sebatas apa adanya dalam arti mengelola jaringan air bersih yang sudah ada, kalaupun ada perbaikan hanya
74
sebatas karena adanya kerusakan yang menganggu jaringan induk. Kelancaran jaringan ke konsumen lebih banyak insiatif anggota yang membentuk kelompokkelompok kecil, sedangkan iuran bulanan tergantung keaktifan kelompok dalam menarik iuran pada anggotanya masing-masing. Pertemuan yang seharusnya dilakukan secara rutin atau berkala oleh pengurus, baik yang menyangkut pertemuan pengurus maupun pertemuan pengurus dengan anggota, hampir tidak dapat dilaksanakan, kalaupun ada pertemuan juga karena insiatif kelompok-kelompok kecil dalam rangka pembangunan bak penampung atau perbaikan jaringan agar distribusi air bisa lancar. Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung administrasi Pokmair Sayom, kurang dikerjakan secara rutin atau tidak diikuti perkembangannya, sifatnya insidentil atau sewaktu-waktu, baik menyangkut buku induk anggota, keuangan maupun yang menyangkut kegiatan yang dilakukan oleh pengurus Pokmair Sayom. Penegakkan Aturan (Norma Kelompok) Penegakkan aturan yang dilakukan pengurus yang menyangkut kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan terhadap anggota sesuai dengan aturan/norma kelompok yang sudah disepakati bersama baik oleh pengurus maupun anggota. Kepengurusan periode sekarang kurang mampu menerapkan aturan (norma kelompok), terutama kepada anggota yang tidak lancar, bahkan tidak pernah membayar iuran bulanan dan membiarkan anggota yang memperbaiki sendiri tanpa sepengetahuan pengurus yang kadang merugikan anggota lainnya dengan memberikan sangsi yang tegas. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Pokmair Sayom (Sdr. Untung Sumardi) : Sejak saya menjadi ketua, pernah mencoba meminta arsip AD/ART Pokmair Sayom dari kepengurusan sebelumnya, tetapi sampai sekarang tidak pernah mendapatkan apalagi melihat, sehingga bagaimana kami mau merevisinya atau menegakkan aturan sesuai AD/ART, akhirnya berjalan apa adanya hanya sekedar menghimbau untuk melaksanakan kewajiban tiap bulan maupun kalau ada kerusakan jangan memperbaiki sendiri tanpa sepengetahuan pengurus, tetapi pada kenyataan banyak anggota yang tidak
75
mematuhi kewajibannya, termasuk kebiasaan memperbaiki sendiri, tanpa sepengetahuan pengurus, kami tidak berdaya untuk berbuat tegas karena disamping memang dasarnya kurang kuat, dan apalagi saya hanya membantu Bapak Kepala Desa dalam mengelola air bersih paling lama hanya 3 tahun. Kami selaku pengurus mengakui kelemahan dalam hal menegakkan aturan yang tegas, karena tidak mau mengambil resiko bermusuhan dengan anggota/masyarakat dan yang penting semua anggota mendapatkan air bersih dengan lancar, semoga kedepan hal yang penting dalam pengelolaan air bersih, disamping memperkuat kelembagaannya, termasuk aturan yang tegas, sehingga problem kesulitan air bersih bisa diatasi. Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Nurkholik, S.Pd (Ketua LKMD): Sepanjang sepengetahuan saya, memang yang mampu tegas dalam melaksanakan aturan tehadap anggota pada saat kepengurusan Bapak Basuki, karena pada saat itu situasi yang mendukung, termasuk orang masih melihat sosok ketua yang masih aktif sebagai anggota POLRI, juga mampu membuat AD/ART yang dibutuhkan oleh anggota, tetapi kepengurusan sekarang hampir cenderung membiarkan, dalam arti menunggu kesadaran anggota, baik dari segi kewajiban iuran bulanan maupun kelompok maupun individu memperbaiki jaringan sendiri, sehingga jaringan semakin tidak teratur. Juga diungkapkan oleh anggota/konsumen air bersih Sayom (Sdr. Haryono, 43 tahun): Kedahe pengurus saged ngge aturan tegas, sampun pandang bulu, biasanipun kangge tokoh masyarakat utawi tiyang ingkang mampu, toyone saged lancar, walaupun ngge mesin sanyo kadangkala ngrugiaken anggota lintunipun, kenyatanipun pengurus sakniki kadosipun mboten saged ngatur distribusi air saged merata lan adil, tingali mawon, sami ndadosi piyambak-piyambak, ingkang penting saged lancar, termasuk iuran bulanan ingkang lancar kalih mboten, sami mawon (Seharusnya pengurus bisa melaksanakan aturan yang tegas, tanpa pandang bulu, biasanya buat toma atau orang yang mampu, distribusi air bersih bisa lancar, walupun dengan bantuan mesin sanyo, padahal merugikan anggota lainnya, kenyataannya pengurus sekarang tidak berbuat tegas dalam mengatur distribusi air biar merata dan adil, termasuk iuran bulanan antara yang lancar dan tidak lancar tidak ada bedanya). Kapasitas Anggota Partisipasi Partisipasi ialah peranserta seseorang atau sekelompok orang melalui suatu proses kegiatan, karena adanya prasyarat kesempatan, kemauan, kemampuan
76
dengan melakukan tindakan dalam bentuk pemikiran, dana, dukungan, pengambilan keputusan maupun tenaga. Melihat dalam proses perencanaan pengembangan pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom, kurang adanya keterlibatan anggota, karena tidak adanya kesempatan dalam bentuk pertemuan berkala yang dilakukan oleh pengurus yang seharusnya sebagai forum laporan dan evaluasi sekaligus masukan-masukan dari anggota terhadap pengurus. Seperti disampaikan oleh anggota Pokmair Sayom (Bp. Supardji, 58 tahun): Sebenarnya, saya sebagai anggota ingin sekali memberikan masukan, berkaitan dengan permasalahan pengelolaan air bersih, berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan, melihat tidak adanya ketegasan aturan, jaringan yang tidak teratur, anggota atau kelompok berjalan sendiri-sendiri untuk mementingkan kepentingan sendiri tanpa melihat kepentingan orang lain,...................... seharusnya pengurus melaksanakan pertemuan secara bulanan atau tri bulanan, sehingga anggota diberi kesempatan untuk memberikan masukan atau ikut sumbang saran demi kebaikan pengurus sendiri. Secara esensial, pemberdayaan menurut Kreisber yang dikutip oleh Anwar (2007) memiliki dua ciri, Pertama, sebagai refleksi kepentingan yang mendorong masyarakat
berpartisipasi
secara
kolektif
dalam
pembangunan.
Kedua,
pemberdayaan merupakan proses pelibatan diri individu atau masyarakat dalam proses pencerahan, penyadaran dan pengorganisasian kolektif sehingga mereka dapat berpartisipasi. Melihat kenyataan di lapangan dan berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Pokmair Sayom dan petugas teknis jaringan, sejak tahun 2007 partisipasi anggota melalui kelompok-kelompok kecil cukup tinggi. Partisipasi yang dilakukan dengan mengadakan pertemuan anggota (antara 10 sampai 20 anggota) yang mengundang pengurus induk berkaitan dengan permasalahan distribusi air bersih tidak lancar, mereka memberikan jalan keluar dengan membangun bak penampung maupun penataan jaringan di setiap kelompok dengan biaya secara swadaya, bahkan per-kelompok mengeluarkan biaya swadaya antara 2 sampai 4 juta rupiah.
77
Hal ini juga sangat membantu kelancaran iuran bulanan anggota, karena setiap kelompok kecil membuat pengurus sendiri, termasuk secara rutin bulanan juga menarik iuran wajib yang kemudian disetorkan ke pengurus induk. Kalau melihat partisipasi dana swadaya untuk membangun bak penampung kelompok antara tahun 2007 sampai awal tahun 2008 berkisar 40 juta rupiah, belum termasuk penataan jaringan kemasing-masing konsumen. Berdasarkan penuturan anggota Pokmair Sayom (Sdr. Nasiruddin, 40 tahun): Di sekitar lingkungan kami RT 03 RW 02 dan sebagian kecil RT 02 RW 02, yang berjumlah 20 anggota, karena selalu mengalami kesulitan distribusi air, akhirnya sepakat melakukan pertemuan dengan mengundang pengurus induk, dengan membuat bak penampung dari jaringan pipa induk secara swadaya dengan biaya sampai 4 juta rupiah, belum termasuk penataan jaringan ke anggota, adapun distribusinya diatur secara bergilir, termasuk kami membentuk kepengurusan kelompok kecil yang mengatur giliran dan menarik iuran bulanan, kalau sudah terkumpul disetorkan kepengurus induk, sisanya untuk kas kelompok. Juga diungkapkan oleh anggota Pokmair Sayom (Bp. Suparman, 62 tahun): Di sekitar tempat tinggal saya RT 01 RW 02, berjumlah 16 anggota sepakat untuk mengatasi kesulitan distribusi air bersih, dengan membuat bak penampung secara swadaya dengan menghabiskan biaya sampai dua juta lima ratus ribu rupiah, sekaligus menata jaringan masing-masing anggota dengan biaya swadaya juga, dilanjutkan membentuk pengurus kelompok untuk mengatur giliran, termasuk menarik iuran bulanan, apabila sudah terkumpul disetorkan ke pengurus induk. Ditegaskan oleh petugas teknis jaringan Pokmair Sayom (Sdr. Parman, 30 tahun): Dalam kurun waktu tahun 2007 sampai sekarang, insiatif anggota melalui kelompok-kelompok kecil yang berjumlah antara 10 sampai 20, untuk mendapatkan distribusi air bersih dengan lancar, mereka berinsiatif membuat bak penampung dan menata jaringan dengan dana swadaya secara keseluruhan dari 12 kelompok, antara 30 sampai 50 juta rupiah. Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan pengurus induk Pokmair Sayom, karena mereka membuat pengurus kelompok, selain mengatur distribusi air bersih, juga membantu kelancaran iuran bulanan anggota yang dihimpun di masing-masing kelompok. Partisipasi dalam bentuk dana yang dilakukan oleh anggota, seperti diuraikan di atas, sangat potensial dikembangkan dalam rangka pengembangan
78
kelembagaan pengelolaan air bersih, tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga bersifat ekonomi dalam hal penggalian dana swadaya, apalagi dengan iuran bulanan anggota dapat tercapai seratus persen, sangat menunjang operasional pengelolaan untuk mengarah ke profesionalitas dan kemandirian. Adapun partisipasi dari terpeliharanya proses ekologi yang esensial, seperti memelihara keberlanjutan sumberdaya air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, dengan adanya program peduli sumber air yang dilakukan oleh Karang Taruna Taman Kusuma Desa Bumijawa bekerjasama dengan stakeholders terkait, seperti UPTD Tanbunhut, UPTD PMKB dan KESOS Kecamatan yang juga melibatkan anggota masyarakat, termasuk pengurus dan anggota Pokmair Sayom. Menurut pengakuan yang disampaikan Ketua Karang Taruna Taman Kusuma Desa Bumijawa (Sdr. Slamet Widodo, 46 tahun): Pada bulan Nopember tahun 2006, kami dari Karang Taruna Taman Kusuma, melihat potensi sumber air yang dimiliki dan ada di sekitar wilayah Desa Bumijawa, baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat maupun oleh pihak luar, apalagi khususnya masyarakat Desa Bumijawa yang memanfaatkan sumber air Sayom dan Putri setiap musim kemarau, selalu kekurangan air bersih, maka tergerak untuk peduli terhadap keberlangsungan sumber air tersebut dengan gerakan menanam dengan tanaman karet bulu, dengan bekerjasama dengan dinas terkait seperti Dinas sosial dan Dinas Tanbunhut, yang dalam pelaksanaannya melibatkan generasi muda dan masyarakat, khususnya anggota Pokmair Sayom. Harapan kedepan, agar lingkungan di sekitar sumber air dapat dipelihara secara bersama-sama, apalagi termasuk wilayah perbatasan hutan negara, karena seperti yang sudah terjadi adanya penebangan liar hutan negara, berdampak juga semakin berkurangnya debet air Sayom dan Putri serta lemper yang sementara baru dimanfaatkan kembali. Hal ini juga diungkapkan oleh Asper Bumijawa (Bapak Risto, 48 tahun): Kami mengakui, sejak masa reformasi berdampak pada keberanian masyarakat pada petugas Perhutani, sehingga dengan segala keterbatasan, kami tidak mampu mengendalikan penggundulan hutan, yang sebenarnya berdampak pada masyarakat juga, apalagi masyarakat Desa Bumijawa banyak memanfatkan sumber air yang ada di perbatasan dan wilayah Perhutani, tetapi sekarang berupaya bersama pemerintahan desa dengan LMDH Wana Subur,..................... Asper juga siap bekerjasama dengan masyarakat Bumijawa, termasuk Pokmair Sayom, apalagi ada program atau gerakan penanaman di sekitar area sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk dijaga kelestariannya.
79
Dari partisipasi anggota tersebut di atas, merupakan implementasi dari penerapan konsep pendekatan Community Based Natural Resource Management (CBNRM), dengan kemampuan finansial dalam keswadayaan membangun bakbak penampung serta memperbaiki jaringannya serta kepedulian dalam penghijauan di sekitar sumber air bersih untuk menjaga keberlangsungannya yang diharapkan dapat dinikmati generasi yang akan datang. Di dalam insiatif kegiatankegiatan yang dilakukan oleh anggota juga mengimplementasikan aktifitas yang menekankan kepada pengelolaan sumberdaya alam oleh, untuk dan dengan komunitas. Pendidikan Pendidikan yang dimaksud disini ialah tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota Pokmair Sayom. Berdasarkan tingkat pendidikan anggota Pokmair Sayom (berdasarkan nama KK) masih rendah, yang sebagian besar berpendidikan tingkat dasar (SD/tamat atau tidak tamat SD). Adapun perincian tingkat pendidikan anggota Pokmair Sayom dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 8. Jumlah dan Prosentase Tingkat Pendidikan Anggota Pokmair Sayom Tahun 2007 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Prosentase
210
56,76
1.
SD
2.
SLTP
51
13,78
3.
SLTA
63
17,03
4.
Diploma (D-2/D-3)
12
3,24
5.
S-1
34
9,19
Sumber: Hasil Wawancara dan Buku Induk Anggota/Konsumen Pokmair Sayom.
Dengan kondisi prosentase tertinggi anggota Pokmair Sayom ialah pendidikan dasar SD (56,76 %) juga mempengaruhi pada kondisi perilaku, cara berpikir dan pola usaha dalam memperoleh pekerjaan yang berkaitan penghasilan keluarga. Hal ini akan berdampak pada upaya peningkatan kesadaran perilaku hemat air dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan berkaitan dengan
80
keberlangsungan sumber air Sayom dan Putri, karena dengan melihat dari hasil pemetaan sosial (PL I) maupun saat peneliti melakukan pengamatan di lapangan, ditunjang dengan semakin sulitnya memperoleh BBM, pola memanfaatkan kayu bakar semakin meningkat, juga mempengaruhi pada terjaganya kelestarian lingkungan di sekitar kawasan hutan negara yang juga merupakan lokasi sumber air. Hal ini diungkapkan oleh Sdr. Sutaryono, S.ST (Sanitarian UPTD Puskesmas Kec. Bumijawa): Pada dasarnya, secara teknis pipanisasi air bersih di Desa Bumijawa, karena sebelumnya pernah mengaktifkan dengan sistem meteran, sehingga jaringan yang ke perumahan dengan sistem gravitasi, jadi aliran air selalu berputar terus, apabila tidak diimbangi kesadaran bahwa pola hemat air, dimana konsumen/anggota dengan menggunakan stop kran, maka selamanya tidak akan terjadi pola distribusi yang adil dan merata, maka kami menyarankan untuk segera mengadakan penyuluhan kembali kepada anggota tentang kesadaran pola hemat air dengan sistem meteran atau sementara dengan stop kran, kebetulan di Dinas Kesehatan ada ahlinya dan siap sewaktu-waktu diundang oleh Pokmair atau pemerintahan desa Bumijawa. Upaya untuk meningkatkan kapasitas anggota, dengan latar belakang pendidikan mayoritas tingkat dasar (SD), maka diperlukan pemberdayaan melalui penyuluhan atau memberikan informasi berkaitan dengan pemanfaatan air bersih dengan sistem gravitasi, hal ini akan memberikan pencerahan dan kesadaran sikap dan perilaku hemat air bersih oleh stakeholders seperti Dinas Kesehatan. Derajat Ketaatan (Norma Kelompok) Derajat Ketaatan yaitu kesadaran rasa tanggung jawab terhadap kewajiban sebagai anggota dalam melaksanakan aturan/norma kelompok. Norma-norma terdiri atas pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan, dan tujuantujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Normanorma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama pada masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Fukuyama yang dikutip oleh Suharto, 2007). Norma-norma di dalam kelompok ini biasanya mengandung sangsi yang bisa mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam komunitasnya.
81
Norma atau aturan dalam Pokmair Sayom, seperti iuran bulanan peranggota tiga ribu rupiah, memanfaatkan air bersih Sayom harus terdaftar sebagai anggota/konsumen di pengurus, tidak boleh memperbaiki jaringan dari pipa induk tanpa sepengetahuan pengurus apalagi merugikan anggota lainnya. Hal ini, seperti diungkapakan oleh Sdr. Sutrisno, 43 tahun (Bendahara Pokmair /sayom): Saya dan pengurus lainnya, sampai sekarang tidak pernah mendapatkan AD/ART Pokmair Sayom dari pengurus sebelumnya, maka kami pengurus periode 2006-2009, membuat edaran tata tertib yang menyangkut kewajiban anggota, seperti iuran bulanan tiga ribu rupiah per-bulan yang telah disepakati bersama, semua pengguna air bersih melalui jaringan pipa induk Sayom harus terdaftar di pengurus, memperbaiki jaringan harus sepengetahuan pengurus, dan apabila ketentuan tersebut tidak diindahkan, pengurus akan memberikan sangsi pemutusan melalui proses persetujuan pengurus. Tetapi dalam pelaksanaannya, banyak anggota yang kurang mengindahkan aturan tersebut, contoh sederhana iuran bulanan saja yang masuk tidak lebih tiga puluh persen dari jumlah yang ada, belum kasus memperbaiki jaringan tanpa sepengetahuan pengurus, dan saya melihat keadaan di lapangan ternyata pengguna jaringan air bersih sampai enam ratusan, berarti hampir dua kali lipat yang terdaftar resmi. Kami sulit untuk menerapkan sangsi, mengingat kedudukan yang belum kuat tanpa di dukung oleh pemerintahan desa atau tokoh masyarakat. Juga disampaikan oleh Mantan Ketua Pokmair Sayom 2003-2006 (Bp. Chaeri, 66 tahun): Saat kepengurusan saya, waktu itu sistem meteran masih efektif digunakan, dan masih memanfaatkan kantor sekretariat untuk aktivitas kepengurusan dan pelayanan anggota, tetap saja masih banyak anggota yang kurang mengindahkan aturan kelompok, terutama kewajiban iuran bulanan, apalagi sekarang pengurus tidak pro-aktif menarik iuran bulanan, berkesan pasif dalam arti iuran atau tidak iuran dibiarkan, jadi memang perlu adanya aturan yang lebih kuat melalui aturan pemerintahan desa, sehingga untuk menegakkan aturan tidak hanya tanggung jawab pengurus, tetapi juga didukung penuh oleh tokoh masyarakat dan pemerintahan desa. Insya Allah, anggota mau mematuhi dan melaksanakan kewajibannya, yang terpenting juga meningkatkan pelayanannya, agar distribusi air bersih bisa lancar dan merata. Ketidaktegasan pengurus dan kesadaran anggota yang kurang mendukung, dalam melaksanakan aturan yang telah disepakati demi kelancaran dalam pengelolaan air bersih oleh pengurus Pokmair Sayom, sehingga selalu timbul permasalahan di lapangan. Kesemuanya bermuara dari kekuatan hukum yang
82
kurang kuat termasuk sosialisasi melalui pertemuan yang direncanakan secara rutin antara pengurus dan anggota, atau sesama pengurus sendiri. Kebijakan dan Intervensi Pemerintah Keberhasilan program pembangunan desa selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara program juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program (Soetomo, 2006). Hal itu disebabkan input program berupa bantuan yang bersifat material dan finansial maupun berupa pelayanan, baru efektif bila mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Tanggapan tersebut terutama berupa munculnya aktivitas lokal yang dirangsang oleh program. Selanjutnya, melalui aktifitas lokal tersebut masyarakat diharapkan akan dapat memetik manfaat dari program berjalan. Diawali adanya program pembangunan sarana air bersih pada tahun 1976, berupa bangunan bak induk di sumber air Sayom dan bak pelepas tekan serta jaringan perpipaan sampai kepemukiman penduduk, termasuk pembangunan bangunan bak penampung induk desa yang menampung aliran air bersih langsung dari sumber air Sayom, kemudian baru disalurkan ke hidran umum yang ada di setiap blok/kelompok. Proses selanjutnya adalah pengelolaan diserahkan kepada pemerintahan
desa,
yang
pada
awalnya
dikelola
oleh
Lembaga
KetahananMasyarakat Desa (LKMD), dan tepatnya pada tanggal 5 Nopember 2000 dengan dibentuknya Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom yang kemudian disingkat dengan nama Pokmair Sayom (istilah Sayom, diambil dari nama sumber air yang pertama kali dibangun dan diimanfaatkan oleh masyarakat), maka secara resmi dikekelola oleh masyarakat yang didukung oleh Kepala Desa Bumijawa. Pada tahun 2003, melalui APBD I mendapat Paket Pembangunan Air Bersih, melalui sumber air Putri untuk menambah debet air Sayom sebesar seratus tujuh puluh lima juta rupiah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal. Selanjutnya pada tahun 2004, mendapatkan dana APBD II sebesar delapan puluh juta rupiah, untuk melanjutkan jaringan sumber air Putri, termasuk jaringan yang pemanfaatannya untuk Puskesmas Rawat Inap Bumijawa (Sumber: Ka. UPTD Puskesmas Bumijawa).
83
Pada tahun 2005, ada bantuan perbaikan proyek bencana alam, termasuk memperbaiki dan menambah bak induk dan bak pelepas tekan “Sayom”, juga memanfaatkan sumber air baru “Lemper” melalui rekanan pemborong swasta (Sumber air “Lemper”, setelah terkena bencana alam tahun 2006, tidak dimanfaatkan lagi). Kemudian pada tahun 2007 melalui program PAKET P2KP mendapatkan dana sebesar tujuh puluh delapan juta rupiah, untuk menambah bak penampung dan jaringan di RW VII (pemukiman sekitar sumber air). Bagi program
yang menyangkut pembangunan sarana air bersih, tidak
semata hasil wujud fisiknya, yang pada saat itu juga dirasakan hasil pemanfaatannya langsung oleh masyarakat, tetapi yang lebih penting juga berorientasi pemberdayaan, dimana keberhasilan yang dibutuhkan adalah tumbuhnya kapasitas lokal untuk menghasilkan perbaikan yang bersifat mandiri serta kesinambungan dan berkelanjutan manfaat program pada saat maupun setelah program berakhir. Keadaan di lapangan, menunjukkan bahwa sudah beberapa kali bantuan dan intervensi program pemerintah melalui APBN, APBD I maupun APBD II, tetapi sampai waktu penelitian berlangsung, tetap terjadi kekurangan air bersih, dalam arti distribusi air bersih tidak merata, termasuk lembaga pengelolaan masyarakat yang semakin kurang berdaya. Hal ini diungkapkan oleh Sdr. Iwan, 40 tahun (Anggota BPD): Masyarakat RW I, II dan sebagian RW III, sebagai pusat “perkotaan” Desa Bumijawa, selama pengelolaannya masih seperti sekarang, dibangun setiap tahun dengan menambah sumber air atau bahkan diambilkan dari Kali “Gung” (Sungai terbesar yang ada di Bumijawa yang membelah wilayah kabupaten Tegal sampai ke pantai utara), tetap akan kekurangan, akibatnya pemerintahan desa akan terkonsentrasi pada pusat perkotaan, tanpa memperhatikan daerah pinggiran Juga disampaikan oleh salah seorang tokoh agama/ulama (Kyai Akhsinuddin, 70 tahun): Desa Bumijawa yang kaya akan sumber air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Tegal, Kabupaten Tegal, bahkan oleh perusahaan kemasan air minum “Swasta”, malah masyarakatnya kesulitan mendapatkan air bersih, mohon diperhatikan lembaga pengelolanya agar diberi payung hukum dari pemerintahan desa, karena kalau pengelolaannya masih seperti sekarang,
84
sampai kapanpun masyarakat desa Bumijawa akan terus kekurangan air bersih. Program pendampingan oleh Dinas Kesehatan kabupaten Tegal pada kurun waktu tahun 2000, termasuk penyuluhan program pipanisasi air bersih masyarakat pedesaan, sistem pengelolaannya, sehingga menghasilkan rumusan AD/ART, penggunaan sistem meteran, untuk menuju kearah kemandirian. Sayangnya program pendampingan tidak berkelanjutan, sehingga pada saat selanjutnya yang terjadi pengelolaan kembali ke sistem manual (tanpa meteran). Program yang berhasil menumbuhkan perbaikan jangka panjang adalah program yang mampu mendorong perbaikan berkelanjutan secara mandiri melalui kehadiran institusi masyarakat yang juga ditopang oleh pemerintahan desa. Institusi tersebut tidak hanya merupakan suatu organisasi melainkan juga mengandung pranata atau sistem aktivitas yang sudah melembaga, termasuk peningkatan kapasitas masyarakatnya yang mampu merespon terhadap perubahan, pembaharuan yang sedang berjalan. Adapun dokumentasi dari hasil kajian di lapangan berkaitan dengan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dapat dilihat pada lampiran empat, halaman 138 sampai 143.
85
PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT Pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas (Community Based Resources Management) ini peranan prakarsa, kreatifitas dan partisipasi masyarakat dalam keseluruhan menjadi sangat sentral. Untuk maksud tersebut diperlukan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal dalam melakukan identifikasi kebutuhan, identifikasi sumber daya, merumuskan program dan mengelola serta mendayagunakan sumber daya lokal (Soetomo, 2006). Pengembangan kapasitas kelembagaan berbasis masyarakat merupakan program bottom-up, berupa program pemberdayaan dan partisipasi masyarakat yang berupa aksi kolektif. Pedoman umum kebijakan berlandaskan prinsipprinsip: partisipatif bersama antara komunitas dengan melibatkan pemerintah komunitas, Badan Perwakilan Kominitas, dan pemangku kepentingan lainnya; keseimbangan; keterkaitan sosial, ekonomi dan ekologis; sinergis, tranparansi (Kolopaking dan Tonny, 2007). Menurut Huraerah (2007) bahwa memberdayakan masyarakat terkait dengan konsep-konsep kemandirian (self-help), partisipasi (participation), jaringan kerja (net working) dan pemerataan (equity). Disamping itu, untuk mendorong
tumbuhnya
kreativitas
serta
kapasitas
masyarakat
dalam
melaksanakan usaha secara mandiri melalui institusionalisasi, pendampingan pemerintah
seringkali
juga
dibutuhkan
dalam
pengembangan
kapasitas
pengetahuan dan ketrampilan. Adapun perspektif pengembangan masyarakat bisa dengan pendekatan perubahan kelembagaan, dimana solusi yang diajukan terhadap permasalahan berfokus pada pembentukan, perubahan, pengembangan kelembagaannya sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat (Jim Ife, 2003).
86
Harapan dan Dukungan Yang Diinginkan oleh Anggota, Pengurus dan Stakeholders. Dari beberapa hasil wawancara maupun diskusi dengan anggota, pengurus, pemerintahan desa, tokoh masyarakat serta berbagai pihak stakeholders yang peduli dengan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di Desa Bumijawa, maka banyak harapan dan dukungan akan mewujudkan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang mampu mensinergikan antara fungsi sosial, ekonomi dan ekologis. Keberadaan Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom, yang hampir berjalan delapan tahun, melalui proses tiga kali masa kepengurusan, dan diselingi masa transisi. Melihat sisi kelebihan maupun kelemahan, sebagaimana harapan dan keinginan sebagian besar anggota, pengurus, tokoh masyarakat dan pemerintahan desa bersepakat untuk mengembangkan kapasitas pengelolaan air bersih
berbasis
masyarakat,
melalui profesionalitas pengelolaan dengan
melakukan revitalisasi kelembagaan dan kepengurusan, membuat aturan hukum yang kuat oleh pemerintahan desa, meningkatkan kesadaran akan jaringan air bersih dengan sistim gravitasi bagi anggota dengan perilaku hemat air melalui penyuluhan oleh dinas terkait, mengembangkan jejaring kerjasama dengan stakeholders dalam rangka mengembangkan fungsi sosial, ekonomi dan ekologis. Menurut anggota Pokmair Sayom (Bp. Muchroni, 58 tahun): ..... yang penting ke depan, bahwa jaringan sumber air Sayom yang ada sekarang, merupakan aset yang tak ternilai harganya, kalau dikelola dengan baik bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama dikelola oleh generasi muda yang berpendidikan tinggi, potensial dan mampu atau mampu memberikan pekerjaan bagi yang lainnya dengan mendapatkan honor yang layak, seperti PDAM ala Desa, sebelumnya pemerintahan desa harus membuat aturan hukum, pembenahan pengelolaannya sambil menata jaringan yang sudah tidak teratur. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Djoko, 53 tahun (Anggota Pokmair): ..... padahal kalau kepengurusan dalam mengelola secara profesional, didukung aturan hukum yang kuat dari pemerintahan desa, masyarakat pasti mendukung, yang penting dapat terpenuhi kebutuhan air bersih dengan lancar dan adil, ada forum secara berkala. minimal tiga bulanan
87
antara anggota dan pengurus yang difasilitasi Kepala Desa, dan ini berjalan bersamaan penataan jaringan, agar semua jaringan induk bisa steril dan langsung ke bak induk, Insya Allah kebutuhan air bersih masyarakat bisa terpenuhi secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, diskusi kelompok dengan para stakeholders berkaitan dengan peran yang bisa dilakukan dalam pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih, maka dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 9. Hasil Analisis Peran Stakeholders dalam Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat No.
Stakeholders
Peran yang bisa dilakukan
1.
Pemerintahan Kecamatan, melalui Kasi PMD dan LH
Memfasilitasi usulan tentang kebutuhan pengelola air bersih melalui Kepala Desa, tentang program kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat baik yang menyangkut fisik maupun non fisik ke Pemerintah Kabupaten Tegal.
2.
Asper Perhutani
Membantu penuh program pelestarian dan pengamanan wilayah sekitar sumber air Sayom, Putri dan Lemper yang ada di wilayah hutan negara, terutama berkaitan dengan program penghijauan bersama masyarakat.
3.
UPTD Tanbunhut
Membantu penuh, dengan menyusun program tahunan penanaman di sekitar sumber-sumber air yang di wilayah Kecamatan Bumijawa. khususnya di Desa Bumijawa, termasuk rehabilitasi embung air “rancah buyur” sebagai lokasi resapan air yang dapat menghidupkan sumur-sumur di wilayah RW I, II dan III.
4.
UPTD Puskesmas
Memberikan pendampingan program Sanitasi dan pengelolaan air bersih oleh masyarakat, termasuk secara rutin memeriksa kelayakan air bersih yang dikonsumsi masyarakat di lokasi sumber-sumber air Desa Bumijawa.
5.
Kepala Desa
a. Membentuk Tim Perumus Rancangan Perdes dan AD/ART Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Masyarakat; b. Menetapkan, mensosialisasikan dan melaksanakan Perdes bersama BPD; c. Menyusun skala prioritas dalam forum Musrenbangdes, termasuk program kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih
6.
BPD
a. Menyusun rancangan materi Perdes Pengelolaan air bersih masyarakat;
88
b. Menetapkan, mensosialisasikan, mengawal pelaksanaan Perdes bersama Kepala Desa; 7.
LKMD
a. Membantu penyusunan rancangan Perdes dan AD/ART; b. Membantu pelaksanakan Perdes ; c. Membantu pelaksanaaan program-program kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat
8.
TP. PKK Desa
a. Membantu penyusunan Perdes dan AD/ART; b. Melaksanakan sosialisasi Perdes dan AD/RT yang telah ditetapkan dalam setiap forum pertemuan PKK tingkat RT sampai tingkat Desa.
9.
BKM Satria Desa
a. Mengakomodir kepentingan masyarakat dalam rehabilitaasi jaringan air bersih dan sumber air bersih melalui Perencanaan Jangka Menengah-Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) Desa Bumijawa; b. Memberikaan kesempatan penyertaan modal dalam meningkatkan pelayanan air bersih masyarakat, seperti pengadaan alat meteran, atau modal keuangan; c. Membantu menyusun Perdes dan AD/ART
9.
Karang Taruna
a. Membantu menyusun Perdes dan AD/ART b. Mengintegrasikan program Karang Taruna dengan pengurus air bersih masyarakat, baik dari segi tenaga maupun pemikirannya.
10.
Tokoh Masyarakat
a. Ikut memberikan masukan materi penyusunan Perdes dan AD/ART; b. Ikut melaksanakan sosialisasi Perdes dan AD/ART yang telah ditetapkan; c. Mendukung program-program kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih dengan pendekatan ketokohannya.
11.
12.
Pengurus Sayom
Pokmair
Masyarakat/Anggota
a. Membantu menyusun materi Perdes dan AD/ART; b. Melaksanakan Perdes a. Memberikan masukan materi Perdes dan AD/ART; b. Memberikan masukan tentang usulan-usulan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih, berdasarkan potensi, permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan masyarakat; c. Melaksanakan dan mengamankan Perdes dan AD/ART serta program-program kegiatan penembangan kapasitas pengelolaan air bersih .
Sumber Data: Hasil Olah Data Wawancara Mendalam dan Diskusi Kelompok serta FGD.
89
Bentuk Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Dari hasil tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya dukungan dari semua pihak, baik dari masyarakat maupun stakeholders untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dengan potensi sumberdaya air yang dimiliki, adanya dukungan finansial dari masyarakat yang mampu secara ekonomi, serta adanya kesadaran memberikan kemudahan akses air bersih bagi masyarakat yang tidak mampu, dengan mengembangkan kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang profesional dan mandiri. Kelembagaan pengelolaan air bersih harus mempunyai kekuatan hukum yang kuat dari Pemerintahan Desa Bumijawa yang diwujudkan dalam Peraturan Desa dengan mengakomodir kepentingan semua golongan masyarat, baik dalam akses maupun kontrol. Bentuk kelembagaan, berdasarkan ketentuan yang sudah tertuang dalam perencanaan Peraturan Desa (Perdes) maupun Anggaran Dasar dan Anggaran Tumah Tangga (AD dan ART)
tentang Pengelolaan Air Bersih Berbasis
Masyarakat, dimana impelementasinya berwujud Badan Pengelola Air Bersih Masyarakat atau Lembaga Pengelola Air Bersih Masyarakat. Adapun struktur kepengurusan terdiri dari Pengurus Harian dan beberapa bidang atau seksi sesuai dengan kebutuhan di tingkat pelayanan air bersih masyarakat dengan mengedepankan efektifitas dan efisien kerja pengurus secara profesional. Di dalam pengelolaannya, pengurus bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Desa sebagai penangung jawab dan Badan Penasehat yang terdiri dari perwakilan anggota, perwakilan lembaga desa yang jumlahnya ganjil, maksimal lima orang, dengan membuat laporan secara tertulis maupun melalui pertemuan rutin bulanan. Sedangkan kontrol anggota terhadap pengelolaan air bersih, secara langsung setiap waktu bisa disampaikan melalui perwakilannya yang ada di Badan Penasehat, ataupun melalui forum pertemuan yang sudah diagendakan secara rutin (semesteran, tahunan) antara anggota dan pengurus serta penanggung jawab dengan Badan Penasehat, sekaligus sebagai forum evaluasi baik terhadap pengurus maupun anggota yang menyangkut hak dan kewajibannya.
90
Dari sisi kepengurusan atau sumberdaya manusia dalam mengelola kelembagaan, harus yang mempunyai kemampuan pengalaman manajerial dan kepemimpinan yang kuat, mempunyai latar belakang pendidikan minimal SMA/SMK, mempunyai kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Kompensasi yang diperoleh oleh pengelola atau pengurus, yaitu dengan mendapatkan honor/penghasilan bulanan yang layak secara bertahap minimal sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Tegal Tahun 2009, yaitu sebesar enam ratus ribu rupiah. Sistim pengelolaan jaringan air bersih ke rumah tangga dengan memfungsikan kembali sistim meteran, dimana bagi anggota/konsumen yang masih memiliki meteran bisa dipasang kembali oleh pengurus, bagi yang tidak memiliki bisa membeli pengadaan meteran secara langsung maupun dengan sistim kredit melalui BKM Satria Desa Bumijawa. Ketentuan tarif meteran akan di atur secara terperinci dalam AD/ART sesuai dengan kemampuan masyarakat melalui kriteria pemanfaatannya, seperti untuk keperluan rumah tangga, usaha ekonomi produktif, sosial-keagamaan (mesjid, mushola, pendidikan, perkantoran). Adapun bagi masyarakat miskin, melalui subsidi silang dengan memfungsikan aspek sosial, melalui hidran umum yang dikendalikan dengan jadwal waktu, atau melalui sistim meteran dengan tarif 50 persen dari ketentuan umum yang berlaku. Segala pemanfaatan kekayaan hasil pengelolaan keuangan akan diatur secara terperinci dan transparan di dalam AD/ART, dengan memberikan peluang pengembangan kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat sebagai Badan Usaha Milik Desa, dengan memperhatikan adanya kesempatan akses dan kontrol masyarakat. Kontrol masyarakat bisa melalui forum perwakilan maupun secara langsung yang juga diatur secara formal, baik melalui AD/ART maupun ketentuan pengurus/pengelola air bersih masyarakat. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Anggota Berdasarkan
hasil
wawancara
mendalam,
diskusi
kelompok
yang
dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD), maka peneliti mendapatkan data tentang sebab akibat, menganalisis dan mencari alternatif pemecahannya
91
melalui rancangan program atau kegiatan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut: Identifikasi Potensi Potensi pembangunan masyarakat adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan terhadap masyarakat yang berkembang dari waktu ke waktu dalam upaya peningkatan kesejahteraan. Potensi ini merupakan faktor intern, seperti sumber daya alam, kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan sosial yang ada (Sumardjo dan Saharuddin, 2007). Dalam rangka pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa, berdasarkan hasil PL I, PL II dan wawancara, diskusi dengan anggota, pengurus serta stakeholders yang terkait yang dilanjutkan FGD selama penelitian atau KPM, maka menghasilkan identifikasi potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan, antara lain: 1. Natural Capital (sumber daya alam) yang berupa sumber daya air yang ada di Desa Bumijawa dan sekitarnya sangat potensial, seperti sumber air Bulakan dimanfaatkan PDAM Kota Tegal dan desa sekitarnya, sumber air Kali Pesing dimanfaatkan oleh perusahan kemasan air minum swasta, sumber air Kalisela yang pada saat penelitian berlangsung sedang dibangun “water boom” oleh pihak swasta. Hal ini merupakan potensi untuk menjadi sumber dana bagi pemerintahan desa dalam pemberdayaan masyarakat, sedangkan PDAM Kota Tegal bisa menjadi mitra dalam pendampingan teknis pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Sedangkan sumber air Sayom dan Putri yang selama ini dimanfaatkan melalui jaringan pipanisasi ke pemukiman dan pada saat akhir penelitian ini, juga memfungsikan kembali sumber air Lemper dengan memasang kembali jaringan pipa langsung ke Bak Induk Desa, sehingga dengan debet air yang ada pada saat musim kemaraupun mampu dimanfaatkan secara merata ke anggota Pokmair Sayom, khususnya di RW II, sebagian RW I, RW III, RW IV dan RW VII (lokasi sumber air Sayom dan Putri), dengan
92
ketentuan adanya penataan jaringan dan kelembagaannya agar lebih profesional. 2. Human Capital (sumber daya manusia) di Desa Bumijawa berdasarkan komposisi status pendidikan anggota, potensial dimanfaatkan seperti 12,43 persen berpendidikan diploma dan sarjana, sedangan SLTA ada 17,03 persen. Melihat kenyataan di lapangan, bahwa adanya pengelolaan air bersih oleh Kelompok
Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom yang dikelola dengan
kekuatan sumber daya manusia yang ada, ternyata sampai sekarang mampu bertahan, walaupun dengan segala kelemahan dan kelebihannya. 3. Adanya bangunan fisik, berupa Bak Induk di Sumber Air Sayom, Sumber Air Putri, Sumber Air Lemper beserta jaringan pipanisasi sampai kepemukiman masyarakat serta adanya Bak Penampung Induk yang mampu menampung 250 m3. Disamping itu, banyak anggota Pokmair Sayom yang masih mempunyai atau menyimpan alat meteran air bersih yang sewaktu-waktu siap dipasang, apabila memfungsikan sistim meteran kembali. 4. Adanya kelembagaan sosial masyarakat yang mengelola jaringan air bersih, yaitu Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom yang berdiri sejak tahun 2000 dan sampai sekarang masih berjalan, dalam prosesnya pernah mengalami periode pengelolaan dengan menggunakan sistem meteran. Hal inilah merupakan potensi, dengan mensinergikan kelebihan pengalaman masingmasing periode kepengurusan dan dengan menyesuaikan perkembangan kebutuhan anggotanya yang dipadukan dengan adanya kekuatan hukum dari pemerintahan desa, maka dapat menjadi kelembagaan lokal yang potensial untuk berkembang menjadi pengelolaan yang lebih profesional
(kualitas
pengelolaan maupun pelayannya). Hal ini seperti disampaikan oleh Bapak Basuki (Mantan ketua Pokmair Sayom periode tahun 2000-2003): Saya optimis, kalau jaringan air bersih ditertibkan kembali dan diberlakukan sistem meteran, tetapi bersamaan itu juga pemerintahan desa harus membuat Perdesnya, kemudian AD/ART yang pernah ada disesuaikan dengan perkembangan sekarang dan harus lebih profesional, merupakan aset potensial yang tidak hanya dapat memberikan peluang kerja dan pengabdian
93
pada pemuda yang berpendidikan tetapi belum mendapatkan kesempatan bekerja, juga dapat menambah aset penghasilan desa melalui iuran bulanan. Diperkuat oleh pernyataan Bapak Supriyanto, 48 tahun (Mantan Pengurus Pokmair Sayom): Walaupun keadaan sekarang, pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom kurang berkembang dengan baik atau kurang memuaskan anggotanya, tetapi juga sayang kalau sampai diambil oleh PDAM, karena merupakan aset milik Desa yang tak ternilai harganya, karena saya yakin masyarakat masih mampu untuk melakukan perubahan dalam pengelolaan yang lebih profesional dengan membuat aturan hukum yang kuat dari pemerintahan desa serta menempatkan orang-orang yang “pinter, bener, kober” (“pandai, benar dipercaya, bersedia penuh keikhlasan). 5. Financial Capital, adanya kemampuan masyarakat yang dapat digali melalui kemandirian dengan mengintensifkan iuran bulanan yang dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan, karena kenyataan pada periode kepengurusan Pokmair Sayom tahun 2000-2003, mampu menghasilkan kas sampai Sembilan belas juta lima ratus ribu rupiah dan mampu memberikan konstribusi dua juta rupiah per-tahun kepada pemerintah desa. Hal ini seperti disampaikan Sdr. Drs. Nurokhim, 39 tahun (Ketua BKM Satria): Pada saat kepengurusan Bapak Basuki (tahun 2000-2003), ternyata Pokmair Sayom berdasarkan laporan pertanggungjawaban tertulis, dari hasil iuran wajib bulanan anggota, sampai ada kekayaan/kas sebesar Sembilan belas juta lima ratus ribu rupiah, bahkan mampu memberikan honor pengurus dan konstribusi ke pemerintah desa per-tahun dua juta rupiah. Potensi-potensi tersebut di atas, selama ini belum dikembangkan secara optimal, karena belum mampu menjawab perkembangan kebutuhan anggota, seperti distribusi air bersih yang adil dan merata, kemandirian serta keberlanjutan sumber daya air, apalagi dengan belum adanya respon aturan hukum berupa Peraturan Desa tentang pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang berdampak dengan tidak adanya ketegasan aturan terhadap anggota dan penertiban jaringan air bersih ke pemukiman.
94
Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Masalah pembangunan masyarakat adalah suatu kesenjangan antara kondisi yang ideal dengan kondisi yang ada pada saat ini. Kondisi yang ideal bisa berupa kondisi yang diharapkan atau diidam-idamkan atau dicita-citakan, tetapi bisa juga sesuatu yang sebenarnya bisa dicapai tetapi karena sesuatu hal ternyata belum diwujudkan (Sumarjo dan Saharuddin, 2007). Kebutuhan pembangunan masyarakat adalah suatu kondisi ketegangan psikologis pada warga masyarakat disebabkan adanya suatu ketidakseimbangan psikologis antara harapan dan kenyataan atau karena adanya masalah pembangunan. Apabila suatu kebutuhan pembangunan sudah dapat dirasakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut, sehingga kreatifitas, inisiatif dan semangat masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan (felt needs) tersebut akan benar-benar menjadi kebutuhan internal pembangunan masyarakat (Sumarjo dan Saharuddin, 2007). Berdasarkan analisis dari data dan informasi melalui observasi, wawancara dan diskusi kelompok dengan anggota dan pengurus Pokmair Sayom, tokoh masyarakat, serta stakeholders yang terkait mengenai kapasitas kelembagaan, kapasitas pengurus, kapasitas anggota dan faktor
kebijakan dan intervensi
program pemerintahan yang mendukung pengelolaan air bersih berbasis masyarakat
pada
bulan Oktober
sampai
Nopember
2008.
Selanjutnya
melaksanakan diskusi kelompok terfokus atau FGD (Focus Group Discussion) yang dihadiri Kades, BPD, LKMD, Pengurus Pokmair Sayom, Ketua Karang Taruna, Ketua BKM, Tokoh Masyarakat pada tanggal 18 Nopember 2008, secara bersama-sama mengidentifikasi dan menyusun skala prioritas permasalahan dan kebutuhan berkaitan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa. Adapun surat undangan pelaksanaan FGD dapat dilihat pada lampiran lima halaman 144 dan daftar hadir pelaksanaannya pada lampiran enam, halaman 145. Dalam pelaksanaan FGD, di awali dengan pemaparan hasil kajian di lapangan berupa hasil analisis tersebut di atas, termasuk memaparkan beberapa
95
permasalahan dan kebutuhan anggota/konsumen air bersih Sayom, dengan harapan mendapat tanggapan dan masukan dari peserta. Mereka sangat antusias untuk memberikan masukan dan ide-ide pemikiran agar permasalahan pokok mengenai kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga melalui pengelolaan air bersih yang selama ini dilakukan oleh Pokmair Sayom lebih diberdayakan dan profesional. Pada awalnya, terjadi pertentangan antara mana yang harus dilakukan, antara penambahan debet air bersih, melalui usaha pembangunan sarana air bersih dan jaringan baru dari sumber air Tini (sumber air baru, untuk menambah debet air yang sudah ada), yang diharapkan akan mendapatkan dari APBD Tahun 2009, dengan mengabaikan program pengembangan kapasitas kelembagaannya, cukup dilakukan oleh lembaga Pokmair Sayom yang ada sekarang. Disisi lain, mendasari permasalahan dan kebutuhan yang banyak dikemukakan baik oleh para anggota/konsumen air bersih Sayom, maupun tokoh masyarakat, dengan alasan dan fakta-fakta yang sudah terjadi di masyarakat selama ini, walaupun adanya penambahan debet air bersih dan pembangunan dan perbaikan sarana air bersih, mulai dari sumber air Sayom, Putri, dan yang terakhir Lemper, ternyata hanya dapat mengatasi dalam jangka pendek, selanjutnya terjadi kembali distribusi air bersih yang tidak merata. Hal ini juga dikuatkan dengan adanya perhitungan debet air dari ke tiga sumber air bersih yang dilakukan peneliti bersama dengan UPTD Puskesmas Bumijawa, di saat musim kemarau saja seharusnya mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat, maka prioritas utama dan mendesak yaitu mengembangkan kapasitas kelembagaan air bersih berbasis masyarakat dengan jangka waktu, sebelum proyek penambahan debet air bersih melalui sumber air Tini selesai, yang diperkirakan akan dimulai pada bulan Pebruari 2009. Dari hasil FGD tersebut, diperoleh hasil identifikasi masalah, kebutuhan dan analisa prioritas seperti pada tabel berikut ini:
96
Tabel 10. Hasil Identifikasi Masalah, Sebab-sebab, Kebutuhan dan Analisa Prioritas Program Prio-
Topik
Perincian
ritas
Masalah
Masalah
1.
Tidak adanya aturan tertulis yang tegas yang mengatur hak, kewajiban dan sangsi bagi pengurus dan anggota.
Sebab – Sebab
Kebutuhan
a. Tidak adanya payung hukum yang kuat
1) Kepengurusan, hanya a) Adanya payung berdasarkan Surat hukum dari Tugas Kades pemerintahan desa (Peraturan 2) Kepengurusan Desa/Perdes) periode sekarang, tidak pernah melihat b) Penerapan sangsi yang AD/ART dari tegas, tanpa pandang kepengurusan yang bulu, bagi anggota lama. yang merusak jaringan dan melalaikan kewajiban
b. Tidak tertibnya administrasi keanggotaan dan keuangan.
1) Banyaknya pemakai/pemanfaat jaringan air bersih yang tidak terdaftar secara resmi
a) Pendataan ulang sekaligus penertiban anggota/konsumen
b) Keterbukaan pengelolaan 2) Tidak lancarnya keuangan, baik tertulis iuran wajib bulanan maupun melalui anggota laporan dalam forum pertemuan 3) Tidak adanya laporan rutin pengelolaan keuangan
2.
Kurang a. Kurang menjalin 1) Keterbatasan struktur a) Bantuan pembinaan terjalinnya kemitraan dan kelembagaan teknis administrasi, kerjasama dengan jejaring dengan pengelolaan dan stakeholders stakeholders yang pinjaman dana lunak terkait. dari stakeholders yang terkait
3.
Kurangnya pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan air bersih
a. Tidak teraturnya 1) Jaringan dengan a) Perbaikan dan atau jaringan induk sistem gravitasi, rehabilitasi jaringan dan atau jaringan tetapi tidak induk serta jaringan ke anggota memfungsikan yang ke meteran dan atau anggota/konsumen. stop kran di setiap b) Pola distribusi air anggota bersih yang adil dan 2) Perbaikan jaringan merata, dengan sistim yang dilakukan oleh sementara individu atau menggunakan stop kelompok, tanpa kran, melalui bak sepengetahuan penampung kelompok pengurus kecil (10-20 anggota) b. Tidak
1) Sistim jaringan pipa a) Memperoleh jaringan induk yang langsung air bersih yang lancar,
97
berfungsinya bak penampung Desa c. Berkurangnya debet air bersih di musim kemarau
d. Tidak adanya tempat pelayanan anggota dalam melaksanakan iuran wajib bulanan 4.
Keterbatasan Kapasitas Anggota
a. Kurang optimalnya partisipasi anggota dalam kemandirian
ke bak penampung tidak difungsikan.
1) Kurangnya a) Penambanahan debet pemeliharaan sumber air bersih, dengan air dengan penambahan sumber ekosistemnya. air melalui usulan ke pemerintahan daerah 1) Tidak berfungsinya bangunan eks sekretariat Pokmair Sayom, karena telah disewa kepada pedagang pasar
a) Adanya Sekretariat Pengelola Air Bersih
1) Kurangnya memahami jaringan air bersih pedesaan dengan sistem gravitasi
a) Pengetahuan tentang jaringan air bersih pedesaan dengan sistem gravitasi oleh stakeholders yang terkait.
2) Tidak adanya forum pertemuan secara berkala antara pengurus, anggota dan pemerintahan desa 3) Ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurus dalam mengatur distribusi air yang adil dan merata, pengelolaan keuangan yang transparan dan penerapan sangsi yang tegas bagi anggota yang tidak membayar iuran bulanan. 5.
Keterbatasan Kapasitas Pengurus
a. Keterbatasan ketrampilan pengelolaan air bersih dengan sistem jaringan pipanisasi pedesaan.
b. Lemahnya
melalui bantuan bak penampung induk
1) Pengurus ditunjuk, tidak berdasarkan kapasitas ketrampilan dan pengalaman 2) Tidak adanya pendampingan dan pembinaan teknis secara berkesinambungan dari stakeholders terkait. 3) Kepengurusan
b) Mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan dan adanya kesempatan memberikan masukan informasi ke pengurus c) Adanya ketegasan pengurus dalam mengatur distribusi air bersih secara adil dan merata, membuat laporan keuangan baik lesan maupun tertulis dalam forum pertemuan, penerapan sangsi bagi anggota yang tidak membayar iuran bulanan a) Pengurus yang “pinter, kober dan bener” ( pandai; bersedia dan selalu menyempatkan tenaga, pikiran, waktu; dapat dipercaya) b) Adanya pendampingan teknis dari stakeholders terkait secara berkelanjutan c) Kepengurusan yang
98
profesionalitas pengurus
berdasarkan formalitas Surat Tugas Kades, tanpa didukung adanya kepastian mendapatkan finansial (honor) yang layak
profesional dan dasar hukum yang kuat.
Sumber: Hasil Olah Data dari wawancara, diskusi kelompok dan FGD, 2008
Penyusunan Rencana Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Menindaklanjuti pelaksanaan diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD), setelah bersama-sama melakukan kegiatan mengidentifikasi dan menyusun skala prioritas permasalahan dan kebutuhan tersebut di atas, kemudian dilanjutkan menyusun rancangan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dilaksanakan penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam upaya pengelolaan yang lebih profesional yang mensinergikan faktor sosial, ekonomi dan ekologis sehingga kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan rumah tangga dapat terpenuhi secara adil dan merata serta mandiri, berkelanjutan. Adapun program yang akan dilaksanakan, yaitu : 1. Program Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat Latar Belakang Sejak berdirinya Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Masyarakat yaitu Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom tahun 2000, walaupun didukung dengan adanya kebijakan program pemerintah dalam pembangunan dan perbaikan sarana air bersih dari sumber air “Sayom”, “Putri”, “Lemper”, ternyata sampai saat penelitian dan penyusunan KPM, masih terjadi distribusi air bersih yang tidak merata, dimana anggota yang posisi rumahnya lebih dekat dengan jaringan maka distribusi air akan selalu lancar sedangkan yang posisinya paling akhir atau tidak
99
menguntungkan selalu kekurangan air bersih. Hal ini berdampak pada krisis kepercayaan pada pengurus Pokmair di setiap periode. Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom yang telah berjalan selama delapan tahun, melalui proses pengelolaan melewati tiga kali pergantian kepengurusan, dengan satu kali masa transisi. Dalam proses masa kepengurusan, hampir disetiap periodenya mengalami permasalahan yang berkaitan dengan keterbatasan kapasitas kelembagaannya, baik yang menyangkut sarana dan prasarana; anggaran; norma/aturan; jejaring kerjasama. Adapun dalam pengelolaan air bersih di Desa Bumijawa, tidak mampu mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologis karena yang lebih dominan pada penekanan aspek sosial. Hal ini dibuktikan dengan adanya iuran bulanan, baik yang kaya dan miskin maupun penggunaan banyak/sedikit sama saja tiga ribu rupiah. Disisi lain aspek ekonomi dimana pemeliharaan dan perbaikan jaringan itu mahal dan memerlukan biaya tinggi kurang diperhatikan yang seharusnya mampu menggali swadaya melalui iuran bulanan dengan sistim meteran sesuai dengan penggunaannya. Sedangkan aspek ekologis juga kurang mendapatkan perhatian, baik yang menyangkut kebiasaan hemat air maupun keberlangsungan ekosistem di sekitar sumber air Sayom, Putri maupun Lemper. Tujuan Program Tujuan secara umum adalah menguatkan struktur kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat agar lebih profesional dengan mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologis. Sasaran Program Sasaran Program adalah Pengurus dan Anggota Pokmair Sayom. Kegiatan dan Tahapan Pelaksanaan Kegiatan yang diusulkan untuk dapat mencapai tujuan program terinci seperti pada tabel 11 berikut ini:
Tabel 11 Rencana Kegitan-kegiatan dalam Pelaksanaan Program Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat No
Masalah
Kegiatan
1.
Lemahnya Penyusunan dan Dasar hukum Penetapan Perdes pengelolaan air dan AD/ART bersih oleh Pokmair Sayom
Tujuan
Adanya kekuatan hukum yang kuat tentang kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang lebih profesional
Pelaksana
Metode
BPD
Diskusi Pemerintahan desa Curah Pendapat Tatap Muka melalui
Kepala Desa
Dinas Instansi Pendukung
Waktu Pelaksanaan
Sumber Dana
JanuariApril 2009
ADD
Januari – April 2009
ADD dan Swadaya.
AprilDesember 2009
ADD
forum pertemuan
Pengurus
Terbentuknya struktur kelembagaan pengelolaan air bersih yang sesuai dengan Perdes dan AD/ART 2.
Kurang tertibnya administrasi keanggotaan
Pemetaan dan Registrasi ulang anggota
Dapat memperhitungkan kebutuhan air bersih, antara jumlah debet air yang ada dengan jumlah anggota
Perangkat Desa Pengurus pengelola air bersih
Tertib administrasi keanggotaan/konsumen air bersih 3.
Kurangnya menjalin jejaring kemitraan dengan stakeholders
Penyusunan program kemitraan; penerapan sistim meteran, penghijauan, pendampingan .
FGD, 18 Nopember 2008
Dapat melaksanakan program kemitraan dengan stakeholders yang saling menguntungkan
Kepala Desa Pengurus
Wawan muka
Pemerintahan Desa
Tatap Muka Pemetaan keanggotan berdasarkan wilayah pemukiman
Pendampingan Dinas Kesehatan., teknis, Administrasi, Asper Perhutani, Keuangan UPTD Tanbunhut,BKM Tatap muka melalui Satria forum pertemuan
101
2. Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian Latar Belakang Penggunaan sistim meteran jaringan air bersih melalui pipa yang ada di Desa Bumijawa dilakukan pada awal pengelolaan oleh Pokmair Sayom, dengan biaya terendah per meter kubik dua ratus rupiah dan dengan tarif bulanan minimal sebesar tiga ribu rupiah. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi dana kemandirian anggota, termasuk membiasakan perilaku hemat air bagi anggota. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, termasuk bertambahnya anggota, tetapi kurang diantisipasi dengan adanya penurunan debet air (terutama di musim kemarau), sehingga menimbulkan krisis air bersih. Keterbatasan kemampuan pengurus dalam mengatasinya, mengakibatkan ketidak puasan anggota, sehingga secara umum sistim meteran tidak difungsikan lagi, apalagi banyak anggota/kelompok yang memperbaiki atau mengubah jalur jaringan, yang justru merugikan anggota lainnya. Hal tersebut di atas, mengakibatkan jaringan air bersih semakin tidak teratur, rusaknya sistim gravitasi karena anggota tidak menggunakan sistim meteran, sehingga bagi anggota yang distribusi airnya lancar semakin tak terkendali, sementara anggota/kelompok yang posisinya tidak menguntungkan semakin tidak kebagian distribusi air. Kejadian ini berlangsung dalam kurun waktu lima tahunan, dimana banyak anggota merasakan kurangnya pelayanan pengurus dengan pengelolaan yang tidak profesional, sehingga terjadi krisis kepercayaan, begitupun juga terjadi pada anggota dimana rendahnya partisipasi dalam kemandirian, bisa dilihat dari kewajiban iuran bulanan hanya masuk maksimal tiga puluh persen, termasuk menurunnya perilaku hemat air karena tarif bulanan tidak tergantung jumlah pemakaian, tetapi dengan sistim rata-rata tiga ribu rupiah per bulan. Karena pengelolaan air bersih sangat membutuhkan dana kemandirian guna keperluan biaya pemeliharaan dan perbaikan jaringan serta biaya operasional pengelolaannya, sehingga perlu adanya upaya meningkatkan partisipasi anggota dalam kemandirian melalui iuran wajib bulanan, maka diperlukan program
102
sosialisasi pelaksanaan Perdes dan AD/ART sehingga memberikan kesadaran untuk melaksanakan kewajiban sebagai anggota, mengikuti penyuluhan/KIE tentang jaringan air bersih pedesaan melalui sistim gravitasi, dan terjadwalnya pelaksanaan pertemuan rutin bulanan antara anggota dan pengurus. Tujuan Meningkatnya partisipasi anggota dalam bentuk dana, pikiran, tenaga, proses pengambilan keputusan, dukungan sehingga akan meningkatkan kebiasaan hemat air, keswadayaan melalui kewajiban iuran bulanan serta kepedulian pada pelestarian sumberdaya air. Sasaran Sasaran program ini ialah seluruh anggota Pokmair Sayom dan atau yang memanfaatkan jaringan pipanisasi air bersih dari sumber air Sayom, Putri, Lemper. Kegiatan dan Tahap Pelaksanaan Kegiatan yang diusulkan untuk dapat mencapai tujuan program terinci seperti pada tabel 12 berikut ini:
Tabel 12. Rencana Kegiatan-kegiatan dalam Pelaksanaan Program Peningkatan Partisipasi Anggota dalam Kemandirian No
Masalah
1.
Kurang partisipasi anggota dalam kemandirian
Kegiatan
Tujuan
Sosialisasi dan Pelaksanaan Perdes dan AD/ART tentang Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat.
Memahami dan
Penyuluhan/KIE tentang Jaringan Air Bersih Pipa Pedesaan melalui Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat
Meningkatkan
Pertemuan rutin bulanan antara anggota dan pengurus
Meningkatkan
FGD, 18 Nopember 2008
memperoleh hak serta melaksanakan kewajiban sebagai anggota
Pelaksana
Metode
BPD Kepala Desa LKMD Pengurus
Ceramah Tanya Jawab Diskusi Rapat tingkat
Pengelola Air Bersih
Kepala Desa
pengetahuan dan kesadaran tentang pemanfaatan jaringan air besih pipa pedesaan dengan sistim gravitasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dengan mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologis. partisipasi dalam forum pertemuan anggota dan pengurus maupun iuran wajib bulanan
Pengurus
pemerintahan desa
Dinas Instansi Pendukung
Pemerintahan
Waktu Pelaksanaan
Sumber Dana
April‘09
ADD
April-Mei ‘09
ADD
desa
Pemerintah Kecamatan
Ceramah Diskusi Tanya Jawab
Pemerintahan
Diskusi Tanya Jawab Musyawarah
Pemerintahan Januari-
Desa Pemerintahan Kecamatan Dinas Kesehatan
Desa
Desember
Swadaya
104
3. Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus Latar Belakang Sistim jaringan air bersih melalui pipa yang ada di Desa Bumijawa pada awal pengelolaan oleh Pokmair Sayom, ialah sistim gravitasi, dengan menggunakan meteran. Distribusi air mengalir ke anggota/konsumen, langsung melalui jaringan induk sesuai dengan posisi rumah atau pemukiman dan apabila berputar terus langsung ke bak penampung induk desa. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, termasuk bertambahnya anggota, tetapi kurang diantisipasi dengan adanya penurunan debet air (terutama di musim kemarau), sehingga menimbulkan krisis air bersih. Keterbatasan kemampuan pengurus dalam mengatasinya, mengakibatkan ketidak puasan anggota, sehingga secara umum sistim meteran tidak difungsikan lagi. Kejadian ini berlangsung dalam kurun waktu lima tahunan, dimana banyak anggota merasakan kurangnya pelayanan pengurus dengan pengelolaan yang tidak profesional, sehingga terjadi krisis kepercayaan. Kesemuanya karena keterbatasan kapasitas pengurus, maka perlunya program pelatihan manajemen dalam mengelola air bersih pedesaan, program pendampingan teknis, studi banding bagi pengurus untuk mewujudkan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang profesional, mandiri dan berkelanjutan. Tujuan Meningkatnya kapasitas pengurus dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan melalui kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat yang mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Sasaran Sasaran program ini ialah Pengurus Pengelola Air Bersih/Pokmair Sayom Kegiatan dan Tahap Pelaksanaan Kegiatan yang diusulkan untuk dapat mencapai tujuan program terinci seperti pada tabel 13 berikut ini:
Tabel 13. Rencana Kegiatan-kegiatan dalam Pelaksanaan Program Peningkatan Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus No
Masalah
1.
Kurangnya ketrampilan managemen dalam mengelola jaringan air bersih masyarakat
Kegiatan
Pendampingan Teknis
Pelatihan UPS Air Bersih
Studi Banding
Tujuan
Pelaksana
Metode
Meningkatkan
UPTD
Pendampingan Pemerintah
ketrampilan manajemen dalam mengelola jaringan air bersih masyarakat
Kepala Desa
Adanya pengelolaan air
Pemerintah
bersih berbasis masyarakat yang lebih profesional dengan mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologis
Mampu menerapkan sistim pengelolaan/manajemen air bersih berbasis masyarakat (Administrasi, maupun teknis) yang sudah berhasil di suatu wilayah
Sumber : Hasil Olah Data FGD, 18 Nopember 2008
Puskesmas
Dinas Instansi Pendukung
Waktu Pelaksanaan
Sumber Dana
Juni 2009
ADD
Kecamatan
APBD II
Dinas Kesehatan
Kecamatan
Pengurus
Ceramah Badan PM dan Desa Diskusi Kab. Tegal Tanya Jawab
Studi Banding
Pemerintahan Desa
Agustus 2009
ABPD
Oktober 2009
Swadaya
106
4. Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air bersih dan Jaringannya Latar Belakang Keberadaan sumber air yang selama ini dimanfaatkan, yaitu sumber air Sayom dan sumber air Putri, dan pada saat penelitian berlangsung pengurus bekerjasama dengan Kepala Desa, memanfaatkan sumber air Lemper (Selama ini, setelah terkena bencana alam awal tahun 2007, tidak dimanfaatkan) dengan memasang jaringan pipa baru yang langsung dimasukan ke bak penampung Induk Desa, berdasarkan perhitungan jumlah debet air tersebut saat musim kemaraupun sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan air bersih seluruh anggota, termasuk dengan memperhitungkan pemakaian masyarakat RW VII (lokasi sumber air), tetapi pada kenyataan kebutuhan air bersih tidak bisa terpenuhi atau distribusi air tidak merata. Pada awal pembentukan kelompok pengelola air bersih oleh masyarakat, bahwa jaringan menggunakan sistim gravitasi dengan menerapkan kepada semua anggota memakai meteran, tetapi pada perkembangan selanjutnya alat meteran tidak difungsikan, sehingga pemakaian tidak terkendali. Hal inilah diantaranya penyebab distribusi air bersih tidak merata, mengingat kondisi alam yang tidak datar, ada posisi konsumen yang diuntungkan disisi lain ada yang dirugikan, apalagi dalam perjalanannya banyak anggota atau kelompok yang memperbaiki bahkan membuat jaringan baru tanpa sepengetahuan pengurus yang cenderung merugikan anggota/konsumen lainnya. Dengan adanya program penguatan kelembagaan melalui perangkat lunak, seperti Perdes, AD/ART, termasuk revitalisasi pengelolaannya yang lebih profesional, sehingga adanya ketegasan aturan dan penegakkan disiplin dalam memanfaatkan jaaringan air bersih, maka perlu kiranya dibarengi dengan penertiban jaringan secara keseluruhan dengan sistem gravitasi sekaligus memfungsikan kembali bak penampung induk yang dapat menampung 250 m3.
107
Tujuan Program Tujuan secara umum, agar seluruh jaringan induk dan jaringan ke konsumen/anggota/kelompok dapat tertata dengan tertib tanpa ada kebocoran dan dapat dideteksi melalui denah/gambar jaringan melalui sistim gravitasi, serta memfungsikan kembali bak penampung induk Desa. sehingga dapat menampung sumber air lemper untuk dapat mengatasi kelompok-kelompok masyarakat yang mengalami distribusi air tidak lancar. Sasaran Program Seluruh Sumber Air Sayom, Putri, Lemper dan jaringan induk serta jaringan yang ke konsumen/anggota/pengguna (bukan anggota). Kegiatan dan Tahap Pelaksanaan Kegiatan yang diusulkan untuk dapat mencapai tujuan program terinci seperti pada tabel 14 berikut ini:
Tabel 14. Rencana Kegiatan-kegiatan dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Air Bersih serta Jaringannya No
Masalah
Kegiatan
Tujuan
Pelaksana
Metode
1.
Tidak teraturnya jaringan induk dan jaringan ke konsumen atau anggota
Penataan dan rehabilitasi jaringan Induk dan jaringan ke anggota melalui penggunaan sistim meteran
Sterilisasi jaringan
Pengurus
Pengerjaan
induk dari penggunaan jaringan liar (tanpa sepengetahuan pengurus) dan merugikan jaringan lainnya
Pengelola air bersih
Kepala Desa
secara swadaya
Dinas Instansi Pendukung
Pemerintahan Desa
Pemasangan Bak Penampung Induk jaringan baru dari Desa dapat berfungsi sumber air kembali, yang dapat Lemper yang mengatasi pemerataan langsung pola distribusi air bersih dialirkan ke bak penampung desa Pola distribusi air bersih yang adil dan merata, untuk menambah melalui bak penampung debet air. atau jaringan khusus kelompok-kelompok
Maret – Desember ‘09
ADD, Swadaya
Karya
LKMD MaretDesember 2009
masyarakat dengan menggunakan sistim gravitasi yang hemat air, melalui kelompokkelompok kecil. Tidak berfungsinya Bak Penampung Induk Desa.
Sumber Dana
PU Cipta
Jaringan air bersih
2.
Waktu Pelaksanaan
Pengurus Pengelola air bersih
Kepala Desa
Pengerjaan Pemerintahan secara swadaya Desa
Desember ‘08
ADD dan Swadaya.
kecil (10-20 anggota) 3.
4.
Berkurang-nya debet air di musim kemarau
Tidak adanya kantor sekretariat Pengelola Air Bersih
Pembangunan sarana air bersih dan jaringannya melalui sumber “Tini”
Memenuhi kebutuhan air Kades bersih masyarakat, untuk BPD mengantisipasi meningkatnya LKMD konsumen/anggota (jumlah penduduk). Pengurus Penghijauan Terpeliharanya Pengelola air sekitar sumber air ekosistem di sekitar bersih dengan tanaman sumber air Karang Taruna karet bulu atau tanaman keras lainnya.
Proyek
Pemdes
PL
PU Cipta Karya
Rehab ringan dan Adanya Kantor Pengecatan eks Sekretariat Pengelola Kantor Adanya sarana Sekretariat koordinasi antar Pokmair Sayom pengurus dan antara pengurus dengan anggota.
Penugasan
Pemdes
Kerja bakti
UPT Pasar
Adanya tempat pelayanan iuran bulanan Sumber : Hasil Olah Data FGD, 18 Nopember 2008
Pengurus Pengelola air bersih
Swadaya
Kerja Bakti Pekan Penghijauan
Tanbun-hut Asper Perhutani
Desember 2008Desember 2009
Swadaya
Sepanjang musim hujan
Swadaya, dana Dinas (APBD)
April 2009
Kas Pokmair dan ADD
APBD
Dinas Kesehatan
Gerakan Peduli sumber Air
110
Evaluasi Pelaksanaan Program Evaluasi pelaksanaan program tersebut di atas, diperlukan untuk pengumpulan informasi bahan bagi penyempurnaan dan melakukan koreksi terhadap kesalahan yang telah dilakukan. Dengan demikian evaluasi dilakukan bukan hanya pada saat program telah berakhir, melainkan dapat juga dilakukan pada saat program sedang berjalan. Kegiatan evaluasi sebelum program dilaksanakan, berarti melakukan penilaian terhadap desain program yang dibuat dan kelayakan program, yang dimungkinkan dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan desain program; evaluasi pada saat program berjalan, untuk menilai pelaksanaan yang sedang dilaksanakan, termasuk penggunaan teknik dan metode pelaksanannya, sehingga lebih awal kelemahan atau penyimpangan dalam pelaksanaan program; evaluasi setelah program untuk menilai keberhasilan atau kegagalan keseluruhan program, sekaligus dapat digunakan untuk bahan penyusunan laporan akhir dari pelaksanaan program dan sekaligus sebagai pertanggungjawaban profesional atas pelaksanaan program yang bersangkutan. Hasil tindak lanjut dari FGD, mengenai implementasi penyusunan program yang sudah dilakukan, yaitu membentuk Tim Perumus Peraturan Desa (Perdes) dan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga tentang Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, yang dapat dilihat pada lampiran tujuh, halaman 146. Hasil
rancangan Perdes
diserahkan
kepada
Kepala
Desa
dan
Badan
Permusyawaratan Desa, yang kemudian untuk ditetapkan sebagai Perdes Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, sedangkan rancangan AD dan ART akan dipaparkan dalam Rapat tingkat Pemerintahan Desa, yang lebih lanjut akan ditetapkan dalam forum sidang tersebut. Mengenai hasil rancangan Perdes tentang Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat dapat dilihat pada lampiran delapan, halaman 149 sampai 161.
111
Penentuan Waktu Monitoring dan Evaluasi Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan sudah berjalan dengan baik atau belum, apakah tujuan suatu program telah tercapai apa belum, maka perlu dilakukan evaluasi
terhadap
pelaksanaannya.
Adapun penentuan waktu
monitoring dan evaluasi, disesuaikan dengan waktu pelaksanaan program tersebut di atas, dimulai dari awal hingga setelah pelaksanaan program berakhir. Penentuan Pelaku Evaluasi Adapun pelaksana evaluasi terhadap pelaksanaan program, adalah Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) dan pihak-pihak yang terkait sesuai dengan kebutuhan evaluasi terhadap program bersangkutan.
112
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Berdasarkan pemetaan sosial, evaluasi program, hingga pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat dengan melakukan studi dokumentasi, observasi berpartisipasi, wawancara mendalam, Focus Group Discussion atau diskusi kelompok terfokus yang menghasilkan penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, maka dapat disimpulkan: 1. Pengelolaan air bersih berbasis masyarakat melalui Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom yang berdiri sejak tangga 5 Nopember 2000, dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Desa Bumijawa, khususnya warga RW I, RW II, RW VII dan sebagian RW III, IV, V dalam proses perjalanannya ternyata belum mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada anggotanya, termasuk belum mampu mengembangkan kelembagaan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan. 2. Keberlanjutan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maupun jumlah anggota Pokmair Sayom, berkurangnya debet air bersih, ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas kelembagaannya, termasuk keterbatasan sarana dan prasarana, pengelolaan anggaran, tidak adanya aturan yang tegas dengan menyesuaikan perkembangan masyarakat, serta kurangnya menjalin jejaring kerjasama dengan stakeholders terkait. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat di Desa Bumijawa, diantaranya faktor kapasitas pengurus, kapasitas anggota dan adanya kebijakan serta intervensi program pemerintah. 4. Kapasitas Pengurus dengan melihat kepengurusan periode tahun 2006-2009 walaupun didukung dengan faktor pendidikan formal yang memadai, tetapi kepemimpinannya kurang kuat ditunjukkan dengan belum mampu memberikan
113
solusi permasalahan yang selalu terjadi dalam pemerataan distribusi air bersih kepada anggota, tidak adanya aturan yang tegas, keterbatasan kemampuan pengelolaan pengurus ditunjukkan dengan tidak adanya forum pertemuan antar pengurus maupun antara pengurus dengan anggota secara berkala, kurang tertibnya administrasi keanggotaan yang pada kenyataan di lapangan justru pengguna jaringan air bersih yang berjumlah antara enam ratusan, tetapi anggota yang terdaftar hanya dua ratus tujuh puluh. Sedangkan laporan keuangan tidak dilaksanakan secara rutin baik ke Kepala Desa apalagi ke anggota, termasuk ketidakmampuan menggali dana kemandirian dengan mengintensifkan iuran wajib bulanan anggota. 5. Kapasitas Anggota dengan melihat tingkat partisipasi yang belum optimal, hal ini ditunjukkan dengan adanya kewajiban iuran anggota yang hanya tiga ribu rupiah per bulan, ternyata maksimal yang masuk hanya tiga puluh persen dari jumlah anggota yang ada, sehingga kurang memberikan konstribusi demi keberlanjutan dan kemandirian pengelolaannya, sedangkan dalam hal memberikan sumbangan pemikiran karena tidak adanya kesempatan dalam bentuk forum pertemuan anggota dan pengurus, kalaupun ada pertemuan di tingkat kelompok kecil (10 sampai 20 anggota) dalam rangka memberikan alternatif pemecahan masalah kesulitan distribusi air bersih yang pada umumnya dengan membangunan bak penampung secara swadaya; dengan tidak adanya aturan yang tegas, sehingga anggota juga menganggap hal biasa kalau tidak memenuhi hak dan kewajibannya. 6. Kebijakan dan intervensi program pemerintah, terutama dengan melihat kebijakan pemerintah desa Bumijawa dalam pengelolaan air bersih berbasis masyarakat,
lebih
berorientasi
pada
pemenuhan
kebutuhan
proyek
pembangunan sarana air bersih, belum menyentuh pada pemberdayaan pengelolaan air bersih, hal ini ditunjukkan dengan belum adanya perangkat lunak dalam bentuk Peraturan Desa tentang Pengelolaan Air Bersih, program pemberdayaan, termasuk kepedulian terhadap keberlangsungan sumber air yang dimanfaatkan masyarakat dan keberlangsungan pengelolaan air bersih oleh masyarakat. Intervensi program pemerintah baik melalui APBD, APBN
114
dengan pembangunan sarana air bersih Sayom, Putri, Lemper sifatnya lebih menekankan aspek proyek dalam bentuk penyelesaian fisik, tetapi kurang menyentuh pada keberlangsungan di tingkat kelembagaan pengelolaannya oleh masyarakat 7. Mendasari permasalahan tersebut di atas dan harapan anggota atau konsumen air bersih, adanya program pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, karena didukung budaya masyarakat, seperti kebiasaan bekerjasama, tipe solidaritas organik, adanya dukungan finansial, kualitas sumberdaya air, serta orientasi tentang air yang mempunyai nilai ekonomis. Adapun implementasinya dalam bentuk Badan Pengelola atau Lembaga Pengelola Air Bersih Masyarakat yang profesional dan mandiri dengan menggunakan sistim meteran serta memberikan kemudahan akses masyarakat miskin melalui subsidi silang. 8. Hasil pelaksanaan FGD pada tanggal 18 Nopember yang dihadiri Kepala Desa, BPD, LKMD, Pengurus Pokmair Sayom, BKM Satria, Ketua Karang Taruna, Tokoh Masyarakat, maka menghasilkan penyusunan program, diantaranya: Penguatan Struktur Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, Peningkatan
Partisipasi
Anggota
dalam
Kemandirian,
Peningkatan
Ketrampilan Pengelolaan Air Bersih bagi Pengurus dan Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Sumber Air dan Jaringannya. Rekomendasi Kebijakan Dalam rangka pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dalam kajian ini telah berhasil menyusun rancangan program yang disusun secara bersama-sama dengan masyarakat melalui FGD. Untuk mendukung terlaksananya program yang telah disusun tersebut perlu adanya rekomendasi kebijakan terhadap: 1. Pemerintah Kabupaten Tegal a. Perlu adanya Perda yang mengatur tentang pemanfaatan sumberdaya air yang menurut UUD 1945, dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-
115
sebesar kemakmuran rakyat, dengan adanya sharing dana yang memadai dari pihak stakeholders yang memanfaatkan untuk kepentingan swasta untuk kegiatan program pengembangan masyarakat. b. Agar mengakomodasi penyusunan program pelatihan Pengelolaan sumber daya air berbasis masyarakat, bagi wilayah pedesaan yang telah mendapatkan program Pembangunan sarana Air Bersih secara berkelanjutan sampai ke tingkat mandiri. 2. Pemerintahan Desa Bumijawa a. Menjalin program kemitraan dengan stakeholders baik pihak swasta maupun PDAM Kota Tegal yang memanfaatkan sumber daya air di wilayah Desa
Bumijawa
dalam
program
pendampingan
dan
pelatihan
pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih masyarakat. b. Kelembagaan pengelolaan air bersih melalui Pokmair Sayom yang sudah berjalan delapan tahun, hendaknya segera direvitalisasi melalui langkahlangkah penyusunan dan penetapan Perdes dengan mengakomodasi kepentingan masyarakat yang mensinergikan aspek sosial, ekonomi dan ekologis.
116
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Agus Kusyanto, Bambang, 2007. Komunikasi untuk Peningkatan Akses Air bagi Masyarakat Miskin. Bandung: K3A. Anwar, 2007. Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Alfabeta. Asdek, Chary, 2008. Akses Publik atas Air Bersih. Bandung: Lembaga Penelitian Fakultas Teknologi Industri Pertanian UNPAD. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Tegal, 2006. Materi Sosialisasi Perundangundangan tentang Desa. Slawi: Setda Kab. Tegal. BPS, 2007. Kecamatan Bumijawa dalam Angka Tahun 2007. Slawi: BPS. Conyers, D, 1991. An Introduction to Social Planning in The Third World. John Wiley & Sons Ltd. Terjemahan Gama Press Tahun 1994. Gunardi, dkk, 2007. Pengantar Pengembangan Masyarakat: Tajuk Modul SEP520. Bogor: Pascasarjana IPB. Hasbullah, Jousairi, 2006. Social Capital. Jakarta: United Press. Hikmat, Harry, 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama. Huraerah, Abu, 2007. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Bandung: Humaniora. Ife, Jim, 1995. Community Development (Creating Community Alternatives, Vision, Analysis and Practice). Melbourne Australia: Longman Australia Pty Ltd. International Resource Centre (IRC), United Nations Children’s Fund, 1999. Pengelolaan yang berkesinambungan dalam Program Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Jakarta: Yayasan Dian-Desa. Israel, Arturo, 1992. Pengembangan Kelembagaan (Pengalaman Proyek-proyek Bank Dunia). Jakarta: LP3ES. Kartasasmita, 1996. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep yang berakar pada Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kodoate, Robert. J dan Basuki. M, 2005. Kajian Undang-Undang Sumber Daya Air. Bandung: Fokusmedia. Kodoate, Robert J, dkk, 2002. Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta: ANDI. Koentjaraningrat, 2002. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.
117
Kolopaking, Lala M dan Fredian Tony, 2007. Pengembangan Masyarakat dan Kelembagaan Pembangunan: Tajuk Modul KPM-53C. Bogor: Departemen KPM dan Sekolah Pascasarjana IPB. Mikkelsen, Britha, 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan (Alih bahasa: Matheos Nalle). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mudiyono, Oelin Marliyantoro, Sugiyanto, 2005. Dimensi-Dimensi Masalah Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: APMD Press. Murni, Rokna, 2004. Peningkatan Partisipasi Anggota Organisasi PKK dalam Pengembangan Masyarakat: Studi Kasus di RW 01 Kelurahan Cipadung Kidul, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung (KPM). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Nashihah, M. 20 Oktober 2008. Air Bersih Kian Langka. Suara Merdeka: 15 (14). Peteryan, 2004. Sistem Pengelolaan http://www.kppm.or.id (28 Juli 2008).
Air
Bersih
Berbasis
Masyarakat.
Rif’ah, Pipip, 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyediaan Air Bersih di Pedesaan: Studi Kasus di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor (KPM). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Roesmidi, Riza Risyanti, 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang: Alqaprint Jatinangor. Sajogyo, 1997. Menciptakan Visi mendukung Pengembangan Kelompok Swadaya Mandiri dalam Gerakan Nasional PPK. Jakarta: Puspa Swara dan Pusat P3R-YAE. Sitorus, MTF dan Ivanovic Agusta, 2003. Metodologi Kajian Komunitas. Bogor: Pascasarjana IPB. Santoso, Slamet, 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suharno, 2005. Potensi Kelembagaan Lokal Bagi Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat: Project Working Paper Series No.11. Bogor: Pusat Studi Pembangunan-IPB. Suharto, Edi, 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama. Sulaiman, Holil, 1985. Partisipasi Sosial. Bandung: STKS. Sumardjo dan Saharuddin, 2007. Metode-metode Partisipatif dalam Pembangunan Masyarakat: Tajuk Modul KPM-53H. Bogor: Departemen KPM dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sumarwoto, Otto, 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Jambatan.
118
Sunaryo, Tri.M, Tjoek Walujo, Aris Harnanto, 2007. Pengelolaan Sumber Daya Air. Malang: Bayumedia Publishing. Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: ANDI. Syahyuti, 2003. Bedah Konsep Kelembagaan Strategi pengembangan dan Penerapannya dalam Penelitian Pertanian, Jakarta: CV. Cipruy. Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian.Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara. Tim Aksi Penguatan Kelembagaan-IPB. Pembentukan Wadah Pengelolaan Bersama Sumberdaya Air DAS Citanduy: Project Working Paper Series No.13. Bogor: Pusat Studi Pembangunan-IPB. Tonny, Fredian, 2004. Perspektif Kelembagaan dalam Pengelolaan Daerah aliran Sungai Citanduy: Project Working Paper Series No.04. Bogor: Pusat Studi Pembangunan-IPB. Tonny Nasdian, Fredian dan Arya H. Dharmawan, 2007. Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat: Tajuk Modul SEP-51B. Bogor: Departemen KPM dan Sekolah Pascasarjana IPB. Usman, Sunyoto, 2006. Pembangunan Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
dan
Pemberdayaan
Masyarakat.
VCM Tumiwa, Fabby, 2003. Reformasi Sumber Daya Air di Indonesia. http://www.kompas.com/sorotan/index.htm (30 Juli 2008) Wasistiono, Sadu dan Tahir, Irawan, 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung: Fokusmedia. Yin, Robert.K, 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
119
LAMPIRAN 1: I.
INSTRUMEN PENELITIAN
Pedoman Studi Dokumentasi A. Dokumentasi Pemerintahan Desa Bumijawa 1. Profil Desa Bumijawa 2. Program-program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ada di Desa Bumijawa B. Dokumentasi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Satria Desa Bumijawa 1. Profil BKM Satria Desa Bumijawa 2. Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Program Penanggulangan Kemiskinan (Pronangkis) Desa Bumijawa Tahun 2007-2009 3. Laporan Kegiatan Pembangunan Sarana Air Bersih Sayom melalui program PAKET P2KP C. Dokumentasi Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom Desa Bumijawa 1. Profil Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom 2. Buku Administrasi Kepengurusan dan Keuangan Pokmair Sayom 3. Laporan pertanggungjawaban kepengurusan Pokmair Sayom periode-periode sebelumnya.
II. Pedoman Observasi Partisipasi (Pengamatan berperan serta) A. Kegiatan dan Eksistensi Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom 1. Aktivitas kepengurusan Pokmair Sayom (termasuk kepemimpinannya) 2. Kondisi sarana dan prasarana Pokmair Sayom 3. Interakasi sosial antara pengurus Pokmair Sayom dengan anggota 4. Bentuk kerjasama Pokmair Sayom dengan stakeholders lain. B. Kegiatan masyarakat/anggota Pokmair Sayom dalam memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga 1. Aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga 2. Aktivitas melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota Pokmair Sayom. C. Keterlibatan Stakeholders lain dalam pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat melalui Pokmair Sayom 1. Bentuk kerjasama stakeholders lain dalam pengelolaan air bersih masyarakat melalui Pokmair Sayom
120
III. Pedoman Wawancara Mendalam DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KEPALA DESA --------------------------------------------------------------------------------------------------A. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Umur Pendidikan Masa bakti jabatan Alamat
: ......................................................................... : .................... tahun L/P : ......................................................................... : Tahun .................. s/d .................................... : RT ........ RW ..............
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah di rumah Bapak memanfaatkan jaringan air bersih Sayom? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih berjalan lancar? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Menurut pengamatan Bapak, apakah jaringan air bersih Sayom sudah dimanfaatkan secara merata oleh warga masyarakat (RW I, II, III, IV, V dan VII)? 5. Apakah setiap musim kemarau warga masyarakat masih mengalami kesulitan air bersih? 6. Bagaimana dengan pengelolaan air bersih Sayom oleh Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom ? Apakah dapat mengembangkan dan menggali dana swadaya melalui iuran bulanan konsumen/anggota? 7. Apakah Bapak pernah melakukan pembinaan kepada pengurus Pokmair Sayom? 8. Apakah pengurus Pokmair Sayom secara rutin melaporkan perkembangan pengelolaan air bersih masyarakat kepada Bapak, selaku Kepala Desa ? 9. Bagaimana menurut kepemimpinannya ?
Bapak tentang
kepengurusan Pokmair
Sayom dan
10. Selama kepemimpinan Bapak, kebijakan (usulan dan pelaksanaan program pembangunan) apa yang telah dilaksanakan, khususnya berkaitan dengan program air bersih untuk masyarakat ? 11. Bagaimana menurut Bapak, setelah adanya pelaksanaan program-program pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom ? 12. Adakah usulan program yang berkaitan dengan air bersih Sayom dan Pokmairnya dalam Musbangdes tahun 2007-2008 ? 13. Kebijakan apa yang akan ditempuh Kepala Desa, berkaitan dengan pengelolaan air bersih oleh masyarakat melalui Pokmair Sayom ?
121
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KASI PEMERINTAHAN DESA --------------------------------------------------------------------------------------------------A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ....................................................................
2. Umur
: ........................... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: ....................................................................
4. Masa pengabdian
: ................... Tahun
5. Alamat
: RT .............. RW ..................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah di rumah Bapak/Sdr memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Apakah masih melihat warga masyarakat yang masih kesulitan air bersih, terutama dimusim kemarau ? 5. Bagaimana menurut pengamatan Bp/Sdr tentang pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom ? 6. Apakah pernah mendapat tugas dari Kepala Desa, untuk membina dan melihat administrasi Pokmair Sayom ? 7. Setiap pelaksanaan program dari pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan sarana air bersih Sayom, apakah ada partisipasi anggota atau pengurus Pokmair Sayom ? bagaimana bentuk partisipasinya ? 8. Menurut pengamatan saudara, bagaimana dengan kepengurusan Pokmair Sayom dan kepemimpinannya 9. Bagaimana usulan program berkaitan dengan pengelolaan air bersih yang dikelola oleh Pokmair Sayom ?
122
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KETUA/ANGGOTA BPD ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ......................................................................
2. Umur
: ............... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: .....................................................................
4. Masa Bakti
: Tahun ............. s/d Tahun .......................
5. Alamat
: RT .........
L/P
RW .........................................
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah Bapak/Sdr di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Apakah warga masyarakat sudah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom secara merata ? 5. Apakah warga masyarakat setiap musim kemarau masih mengalami kesulitan mendapatkan air bersih ? 6. Bagaimana pendapat Bapak/Sdr dengan pengelolaan air bersih Sayom oleh Pokmair Sayom ? 7. Apakah pernah mendapatkan laporan perkembangan tentang pengelolaan air bersih Sayom dari pengurus Pokmair ? 8. Apakah pernah menghadiri pertemuan pengurus dan anggota Pokmair Sayom ? 9. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom ? 10. Bagaimana kepemimpinan pengurus Pokmair Sayom menurut saudara/Bapak? 11. Bagaimana upaya BPD yang sedang dan akan dilaksanakan berkaitan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat dan keberadaan Pokmair Sayom ?
123
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KETUA LKMD --------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ....................................................................
2. Umur
: .................. Tahun
3. Pendidikan terakhir
: ....................................................................
4. Masa pengabdian
: ................. Tahun
5. Alamat
: RT ................. RW ..................................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah Bapak di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila Ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Menurut pengamatan Bapak, apakah warga masyarakat, setiap musim kemarau masih ada yang mengalami kesulitan memperoleh air bersih ? 5. Bagaimana tanggapan Bapak tentang keberadaan Pokmair Sayom ? 6. Apakah Bapak pernah mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan air bersih oleh pengurus Pokmair Sayom ? 7. Apakah pernah membina, melihat adminstrasi Pokmair Sayom ? 8. Apakah Bapak pernah menghadiri pertemuan anggota dan pengurus Pokmair Sayom ? 9. Bagaimana kepemimpinan Ketua Pokmair Sayom menurut Bapak ? 10. Menurut pengalaman Bapak, apakah ada partisipasi dari anggota dan pengurus Pokmair Sayom dalam pelaksanaan program pemerintah tentang pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom ? 11. Apa yang akan diusulkan oleh LKMD berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat dan pengelolaannya oleh Pokmair Sayom
124
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KETUA TP. PKK DESA --------------------------------------------------------------------------------------------------A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ..................................................................
2. Umur
: ............... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: .................................................................
4. Pekerjaan
: .................................................................
5. Alamat
: RT ................ RW .................................
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah ibu di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setiap musim kemarau (1-2 bulan) selalu terjadi kesulitan memperoleh air bersih di tingkat rumah tangga. bagaimana pendapat ibu berkaitan dengan keberadaan Pokmair Sayom ? 5. Menurut pengamatan ibu, walaupun tidak musim kemarau, apakah masih ada warga masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan air bersih ? 6. Apakah ibu pernah mendapatkan keluhan dari ibu-ibu dalam pertemuan rutin PKK atau jamiyahan tentang permasalahan air bersih ? 7. Apakah ibu pernah mendapatkan laporan tentang perkembangan pengelolaan air bersih oleh Pengurus Pokmair Sayom ? 8. Apakah ibu pernah mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Pokmair Sayom ? 9. Apakah ibu pernah membina dan melihat administrasi Pomair Sayom ? 10. Bagaimana kepemimpinan dalam kepengurusan Pokmair Sayom menurut ibu 11. Apa yang akan diusulkan ibu selaku Ketua TP. PKK Desa berkaitan pemenuhan kebutuhan air bersih di tingkat rumah tangga dan keberadaan Pokmair Sayom
125
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KETUA BKM “SATRIA” ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ...................................................................
2. Umur
: ......................... Tahun
3. Pendidikan terkahir
: ...................................................................
4. Masa pengabdian
: Tahun .............. s/d Tahun .....................
5. Alamat
: RT .............. RW ...................................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah Bapak/Sdr di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Dalam mengidentifikasi permasalahan kemiskinan dan sosial, apakah masalah kebutuhan air bersih masyarakat masih menjadi prioritas usulan program dalam Perencanaan Jangka Menengah Program penanggulangan Kemiskinan
Desa
Bumijawa ? 5. Dalam program yang pernah dilaksanakan melalui BKM mengenai pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom, apakah menurut Bp/Sdr adanya partisipasi aktif dari anggota dan pengurus Pokmair Sayom ?bentuknya apa ? 6. Apakah ada kerjasama atau kemitraan dalam bentuk pengelolaan keuangan antara Pokmair Sayom dengan BKM Satria ? 7. Apakah pernah mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan air bersih oleh pengurus Pokmair Sayom ? 8. Apakah pernah mengikuti pertemuan anggota dan pengurus Pokmair Sayom ? 9. Bagaimana pengamatan saudara tentang kepemimpinan Pokmair Sayom ? 10. Apa usulan Bp/Sdr tentang rencana program berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarkat di tingkat rumah tangga dan keberadaan Pokmair Sayom ?
126
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK TOKOH MASYARAKAT/TOKOH AGAMA ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ...................................................................
2. Umur
: ............................ Tahun. L/P
3. Pendidikan terakhir
: ...................................................................
4. Kedudukan di masyarakat
: ...................................................................
5. Alamat
: RT ................ RW .................................
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah Bp/Ibu/Sdr di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar “ 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Menurut pengamatan Bp/Ibu/Sdr apakah masih ada warga masyarakat yang mengalami kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga ? 5. Bagaimana komentar tentang pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom ? 6. Bagaimana dengan pengelolaan pengurus Pokmair periode sekarang dan kepemimpinannya ? 7. Apakah pernah mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom ? 8. Apakah pernah mengikuti pertemuan anggota dan pengurus Pokmair Sayom ? 9. Apa usulan program dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat dan keberadaan Pokmair Sayom ?
127
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK MANTAN PENGURUS POKMAIR SAYOM ----------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: .....................................................................
2. Umur
: ................. Tahun
3. Pendidikan terakhir
: .........................................................................
4. Masa kepengurusan
: Tahun ............. s/d Tahun ........................
5. Alamat
: RT .................. RW ...................................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah bapak/Ibu di rumah memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Mohon dijelaskan tentang sejarah pengelolaan air bersih Sayom di Desa Bumijawa? 5. Kejadian-kejadian apa yang pernah dialami selama menjadi pengurus Pokmair Sayom, berkaitan dalam mengelola dan melayani kebutuhan air bersih masyarakat (baik positip maupun negatip) ? 6. Hal-hal apa yang penting dan sulit dari permasalahan pengelolaan air bersih masyarakat ? 7. Bagaimana tanggapan Bapak/Sdr tentang kepengurusan dan kepemimpinan Pokmair Sayom sekarang ? 8. Apakah sekarang pernah menghadiri pertemuan antara anggota dan pengurus Pokmair Sayom ? 9. Apakah pernah mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan air bersih oleh pengurus Pokmair Sayom ? 10. Apa usulan program yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air bersih untuk keperluan rumah tangga dan keberadaan Pokmair Sayom ?
128
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK PENGURUS POKMAIR SAYOM
---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ....................................................................
2. Umur
: .................... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: ....................................................................
4. Pelatihan yang pernah diikuti
: ....................................................................
5. Jabatan dalam Pokmair
: ....................................................... ............
6. Alamat
: RT ................... RW .................................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Bagaimana sejarah pengelolaan air bersih Sayom di desa Bumijawa ? 2. Kejadian-kejadian apa yang pernah dialami selama mengelola air bersih Sayom ? 3. Apa yang menjadikan alasan untuk menjadi pengurus Pokmair Sayom ? 4. Apakah memahami tugas yang harus dilaksanakan sebagai pengurus Pokmair Sayom ? 5. Bagaimana hubungan antar pengurus Pokmair Sayom dalam melaksanakan tugas mengelola air bersih ? 6. Apakah ada pertemuan rutin pengurus Pokmair Sayom ? kalau ada frekwensinya berapa minggu/bulan/triwulan/semester/tahun sekali ? 7. Apakah layak honor yang diterima sebagai pengurus Pokmair sayom ? 8. Apakah pernah mendapatkan bimbingan, pembinaan, pelatihan, studi banding berkaitan dengan pengelolaan air bersih ? 9. Bagaimana partisipasi anggota dalam melaksanakan kewajiban membayar iuran bulanan ? 10. Bagaimana teknis distribusi air bersih ke anggota, di saat musim kemarau, agar seluruh anggota tetap terlayani ? 11. Bagaimana perilaku hemat air yang dilakukan oleh anggota dan pengurus dalam memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 12. Apakah pernah memberikan sangsi terhadap anggota atau sesama pengurus yang melanggar aturan tertulis Pokmair Sayom ? 13. Kesulitan apa yang paling urgen dalam pengelolaan air bersih Sayom ? 14. Apakah selalu rutin dalam membuat pelaporan perkembangan pengelolaan air bersih kepada anggota dan pemerintahan desa serta pihak-pihak terkait.
129
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK ANGGOTA POKMAIR SAYOM ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ......................................................................
2. Umur
: ............ Tahun
3. Pendidikan terakhir
: .....................................................................
L/P
4. Pelatihan yang pernah diikuti: ..................................................................... 5. Alamat
: RT ................ RW ....................................
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah distribusi air bersih Sayom di rumah lancar ? 2. Pemanfaatan air bersih di rumah untuk apa saja ? 3. Apakah dalam memenuhi kebutuhan air bersih di rumah, juga memanfaatkan sumber air lain ? 4. Apakah jaringan air bersih di rumah selalu menggunakan stop kran ? bila ya, apakah digunakan, apabila air melimpah ? 5. Apakah rutin membayar iuran bulanan ? 6. Apakah selalu mengikuti pertemuan, apabila mendapat undangan dari pengurus Pokmair Sayom ? 7. Apakah pernah mendapatkan laporan perkembangan pengelolaan air bersih, termasuk laporan keuangan ? 8. Apakah pernah mengikuti kerja bakti dalam memperbaiki jaringan air bersih Sayom, ataupun penanaman di sekitar sumber yang dilakukan oleh pengurus bersama pihak lain ? 9. Bagaimana tanggapan Bp/Ibu/Sdr tentang kepengurusan dan kepemimpinan Pokmair Sayom ? 10. Apa usulan yang diajukan dalam rangka terpenuhinya kebutuhan air bersih dan pengelolaan oleh Pokmair Sayom ?
130
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK UPTD PUSKESMAS ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ..........................................................................
2. Umur
: ..................... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: ......................................................................
4. Jabatan
: ......................................................................
5. Alamat
: RT ............. RW .......................................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah kantor UPTD Puskesmas memanfaatkan sumber air Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, menggunakan sumber air apa ? 4. Apakah dalam tupoksi UPTD Puskesmas, ada petugas yang membina teknis pengelolaan dan pemanfaatan air bersih masyarakat ? 5. Apakah secara rutin selalu merekam laporan perkembangan pengelolaan dan pemanfaatan air bersih masyarakat ? 6. Apakah secara rutin selalu membina dan mengecek kualitas dan debet air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat ? 7. Apakah pernah ada proyek kegiatan pembangunan dan perbaikan sarana air bersih Sayom melalui UPTD Puskesmas/ Dinas Kesehatan ? 8. Apakah pernah ada permintaan pembinaan teknis dari pemerintahan desa Bumijawa atau Pokmair Sayom ? 9. Bagaimana menurut pengamatan Bp/Ibu/Sdr tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air bersih ?
131
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK UPTD TANBUNHUT ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ...................................................................
2. Umur
: ................. Tahun
3. Pendidikan
: ...................................................................
4. Jabatan
: ...................................................................
5. Alamat
: RT ............. RW ..................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah pernah menerima permintaan bibit pohon tanaman keras untuk penghijauan dari Pokmair Sayom atau stakeholders lain, untuk penghijauan di sekitar sumber ? 2. Apakah pernah bekerjasama dengan pengurus Pokmair Sayom berkaitan dengan penghijauan di sekitar sumber-sumber air di Desa Bumijawa ? 3. Apakah Dinas Tanbunhut, melalui UPTD merencanakan program penanaman pepohonan di sekitar sumber-sumber air ?
132
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KARANG TARUNA TAMAN KUSUMA ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: .....................................................................
2. Umur
: ...................... Tahun
3. Pendidikan terakhir
: .....................................................................
4. Jabatan dalam Karang Taruna
: .....................................................................
5. Alamat
: RT ......................... RW ............................
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah Sdr dirumah juga memanfaatkan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bila ya, apakah distribusi air bersih lancar ? 3. Bila tidak, memanfaatkan sumber air apa ? 4. Bagaimana tanggapan Sdr. terhadap masyarakat tentang kepedulian pelestarian sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri ? 5. Apakah Karang Taruna pernah melaksanakan program pelestarian sumberdaya air di Desa Bumijawa ? bagaimana bentuknya ? sumber biaya darimana ? apakah ada partisipasi dari masyarakat ? bentuknya apa ? 6. Apakah kedepan ada rencana program pelestarian di sekitar sumberdaya air bekerjasama dengan Pokmair Sayom ?
133
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KASI PEMBANGUNAN DAN L.H KECAMATAN BUMIJAWA ---------------------------------------------------------------------------------------------------
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ...................................................................
2. Umur
: .................. Tahun
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah pernah ada program pemerintah di Desa Bumijawa, berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan jaringan air bersih Sayom ? 2. Bagaimana pengamatan Bapak, dalam pelaksanaannya, apakah partisipasi dan swadaya masyarakat cukup tinggi dan baik ? bentuknya apa ? 3. Apakah ada program yang berkaitan dengan peningkatan sumberdaya manusia dalam pengelolaan air bersih berbasis masyarakat pedesaan ?
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK ASPER PERHUTANI WILAYAH BUMIJAWA --------------------------------------------------------------------------------------------------A. IDENTITAS RESPONDEN 1. N a m a
: ....................................................................
2. Umur
: ................ Tahun
L/P
B. DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah pernah ada permintaan, berkaitan kerjasama penanaman penghijauan di wilayah hutan negara yang berdekatan sumber air Sayom dari pihak pemerintahan desa atau Pokmair Sayom atau Karang Taruna 2. Apakah ada rencana program penanaman jenis tanaman khusus, yang merupakan lokasi sumber-sumber air yang dimanfaatkan masyarakat dari pihak Perhutani?
134
IV. Pedoman Fokus Group Discussion (FGD) 1.
Topik : Penyusunan Strategi Kebijakan dan Aksi Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat melalui Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal.
2.
Tujuan : Untuk merumuskan Kebijakan dan beberapa aksi program, sesuai dengan kemampuan anggota yang didukung pemerintahan desa dan seluruh stakeholders yang terkait dengan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat melalui Pokmair Sayom.
3. Moderator :, Ketua BPD Desa Bumijawa 4. Notulen
: Peneliti didampingi Ketua UPK BKM Satria
5. Peserta
:
a. Kepala Desa b. Ketua dan anggota BPD Desa Bumijawa c. Ketua LKMD dan pengurus harian d. Ketua BKM Satria Desa Bumijawa e. Ketua Karang Taruna Taman Kusuma Desa Bumijawa f. Pengurus Pokmair Sayom periode Tahun 2006-2009 g. Tokoh masyarakat h. Mantan Pengurus Pokmair Sayom, periode sebelumnya i. Peneliti 6.
Tempat
: Aula Pertemuan R.M “MOGA”
7.
Alokasi Waktu : 3 - 4 jam
8.
Susunan Acara : a. Pembawa acara, sekaligus mengantarkan acara FGD oleh Ketua BPD b. Sambutan tunggal oleh Kepala Desa Bumijawa c. Moderator menjelaskan tema, maksud dan tujuan FGD
135
d. Diskusi,
diawali
dengan
presentase
(oleh
peneliti)
tentang
permasalahan dari bahan kajian di lapangan berkaitan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih melalui Pokmair Sayom, yang berdasarkan usulan dari seluruh peserta untuk mendapatkan kesepakatan penyusunan program sesuai dengan identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat konsumen air bersih Sayom yang didukung oleh pemerintahan desa dan semua stakeholders yang hadir e. Pelaksanaan permasalahan penyusunan
FGD,
diawali
dan
kebutuhan
aksi
program
dari
mengidentifikasi
sampai dalam
menghasilkan pengembangan
potensi, rumusan kapasitas
kelembagaan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat, sebagai bahan rekomendasi bagi kebijakan pemerintahan desa. f. Kesimpulan dan Penutup
136
LAMPIRAN II: PETA KABUPATEN TEGAL
Kota Tegal
Kab. Brebes
Laut Jawa
Slawi (Ibu Kota Kab. Tegal
Kab. Pemalang
Desa Bumijawa
Kab. Banyumas
Gn. Slamet
137
LAMPIRAN III:
138
LAMPIRAN IV: DOKUMENTASI (FOTO-FOTO) PELAKSANAAN PENELITIAN DI DESA BUMIJAWA
Gambar 1: Menyampaikan Surat Ijin Penelitian dan Wawancara dengan Camat Bumijawa (Bp.Suripno,S.IP).
Gambar 2: Wawancara dengan Kades, Ketua BPD, Kasi Pemdes, Bendahara Pokmair.
Gambar 5: Wawancara dengan Ka.UPTD Puskesmas dan petugas Sanitasi di Kantor UPTD Puskesmas Bumijawa
139
Gambar 6: Wawancara dengan Asper, para Mantri Perhutani Bumijawa di Kantor Asper.
Gambar 15: Wawancara dengan beberapa anggota Pokmair Sayom.
Gambar 17: Krisis Air Bersih, dengan memperbaiki jaringan sendiri.
140
Gambar 18: Agar mendapatkan air bersih, dengan memasang mesin Sanyo dekat jaringan induk.
Gambar 19: Seorang Ibu mengambil air bersih dari hidran umum ke rumah.
Gambar 22: Kesulitan air bersih di rumah, akhirnya mandi, cuci di Sungai “Bulakan” (jarak dari rumah ± 1 km)
.
141
Gambar 27: Rapat Persiapan Pelaksanaan FGD di Balai Desa (Kades, Ketua BPD, Ketua Pokmair, Ketua BKM, Ketua Karang Taruna).
Gambar 28: Pelaksanaan Fokus Group Discussion (FGD) tentang Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Masyarakat Desa Bumijawa, dari Jam 16.30 – 19.30 WIB, dihadiri Kepala Desa, BPD, Tokoh Masyarakat, Karang Taruna, BKM, dan Pokmair. LKMD.
Gambar 31: Peneliti menyampaikan fokus permasalahan dari hasil kajian di lapangan tentang pengembangan kapasitas kelembagaan pengelolaan air bersih.
142
Gambar 34: Bak Induk di lokasi Sumber Air “Sayom
Gambar 35: Bak Induk di lokasi sumber air “Putri”
Gambar 36: Sumber air “Lemper”, karena terkena bencana alam, tidak dimanfaatkan.
143
Gambar 23: Bak Penampung Kelompok, dibuat secara swadaya, upayamengantisipasi debet air kecil dengan sistim bergilir
Gambar 37: Pemipaan kembali, untuk mensterilkan jaringan ke konsumen, langsung ke Bak Penampung (Induk) di Desa.
Gambar 38: Di atas bangunan bak penampung Induk yang mampu menampung 250 m3.
144
LAMPIRAN V: SURAT UNDANGAN PELAKSANAAN FGD
145
LAMPIRAN VI : DAFTAR HADIR PELAKSANAA
146
LAMPIRAN VII: SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA BUMIJAWA TENTANG PEMBENTUKAN TIM PERUMUS RANCANGAN PERDES DAN AD/ART PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT.
147
148
149
LAMPIRANVIII : RANCANGAN PERATURAN DESA (PERDES) TENTANG PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL PEMERINTAH DESA BUMIJAWA (RANCANGAN) PERATURAN DESA BUMIJAWA NOMOR: ...... TAHUN 2009
TENTANG BADAN PENGELOLA AIR BERSIH DESA BUMIJAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BUMIJAWA, Menimbang :
a. bahwa desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan yang memiliki kewenangan mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakatnya sendiri, termasuk dalam hal mengelola sumberdaya air; b.
bahwa sumberdaya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Desa Bumijawa dan sekitarnya;
c.
bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumberdaya air wajib dikelola dengan memperhatikan keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi ekologis dan fungsi ekonomis;
d.
bahwa pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar dukuh, antar RW, antar RT, antar sektor, antar generasi; e. bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterpaduan yang harmonis dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, dalam memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga, masyarakat perlu diberi peran dalam mengelola sumberdaya air;
f.bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55, Pasal 68 ayat 1 (a), Pasal 68, 69, 78, 79 dan Pasal 89 Peraturan Pemerintah No. 72 tentang Desa, Pasal 17
150
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 33 dan 34 PP No. 16 Tahun 2006 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, maka perlu mengatur dan menetapkan ketentuan organisasi Badan Pengelola Air Bersih oleh masyarakat (sesuai dengan pemanfataan sumberdaya air) di wilayah Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal; g.bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Desa Bumijawa tentang Badan Pengelola Air Bersih Desa Bumijawa, yang kemudian disingkat BPABDES Mengingat :
1.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, ayat 3, bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
2.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tengan Sumber Daya Air;
3.
UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
4.
Peraturan Pemerintah No, 72 Tahun 2005 tentang Desa;
5.
PP. No. 16 Tahun 2004 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
6.
Peraturan Daerah No. 07/2006 tentang BPD;
7.
Perda No. 08/2006 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa;
8.
Perda No. 09/2006 tentang Sumber Pendapatan Desa;
9.
Perda No. 10/2006 tentang Alokasi Dana Desa; Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUMIJAWA, dan KEPALA DESA BUMIJAWA MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DESA BUMIJAWA TENTANG BADAN PENGELOLA AIR BERSIH DESA BUMIJAWA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan : 1. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-susul dan
151
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 4. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. 5. Kepala Desa adalah Kepala Pemerintah Desa yang dipilih langsung oleh masyarakat desa setempat melalui Pemilihan Kepala Desa di wilayah Desa Bumijawa Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal. 6. Sumberdaya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. 7. Air, dalam hal ini adalah air yang terdapat di sumber air atau melalui sungai yang dimanfaatkan melalui jaringan air bersih, guna keperluan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga masyarakat Desa Bumijawa. 8. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami, yang terdapat di atas atau di bawah permukaan tanah, seperti Sayom, Putri, Lemper, atau sumber air lainnya, yang dibuatkan bak Induk, kemudian dialirkan melalui pipa induk ke jaringan masyarakat yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga masyarakat Desa Bumijawa, 9. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/ atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat dan lingkungann Desa Bumijawa. 10. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. 11. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitatif dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang maupun masa yang akan datang. 12. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya pendayagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna. 13. Pengendalian daya rusak air adalah upaya mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. 14. Daya rusak air adalan daya air yang dapat merugikan kehidupan.
152
15. Badan Pengelola Air Bersih adalah sebuah Lembaga Pengelola sumber daya air yang dimanfaatkan melalui jaringan pipanisasi ke tingkat rumah tangga di tingkat Desa, Dukuh dan atau antar Dukuh/RW yang ada di wilayah Desa Bumijawa, melalui perencanaan, operasi, pemeliharaan prasarana sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan minimal air bersih masyarakat dan bertanggung jawab melalui Pemerintahan Desa Bumijawa dan atau Dewan/Tim yang dibentuk oleh Pemerintahan Desa Bumijawa. 16. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan air bersih. 17. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air melalui pipanisasi ke tingkat rumah tangga, sehingga terpenuhinya kebutuhan minimal air bersih masyarakat Desa Bumijawa. 18. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air. 19. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lainnya (termasuk jaringan pipa) yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung 20. Fungsi sosial adalah fungsi pemenuhan hak kebutuhan minimal air bersih masyarakat tanpa membedakan status sosial, ekonomi baik kaya maupun miskin. 21. Fungsi Ekologis adalah fungsi menjaga, memelihara dan melestarikan sumber daya air dan lingkungannya, sehingga menjamin keberlanjutan dan kelestarian sumber daya air dan lingkungannya sampai ke generasi yang akan datang. 22. Fungsi Ekonomi adalah mengelola, memelihara, mendayagunakan dan melestarikan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, memerlukan biaya mahal, sehingga diperlukan pengelolaan melalui partisipasi dana masyarakat, sekaligus berfungsi untuk mengendalikan pemborosan penggunaan air bersih, sehingga akan membudayakan hemat air. 23. Desa Bumijawa, adalah Desa ibu kota Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, yang merupakan wilayah hidrologis utama yang kaya sumber daya air, dengan tipologi desapegunungan dengan wilayah berbukit, sedangkan menurut BPS adalah merupakan DesaPerkotaan. BAB II KEDUDUKAN DAN KELEMBAGAAN BPABDES DESA BUMIJAWA Pasal 2 1)
BPABDES berkedudukan sebagai institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air secara teknis dan non teknis, melalui jaringan pipa transmisi dan distribusi serta sambungan rumah.
153
2)
Pengelolaan teknis melalui sistem pipanisasi, termasuk perencanaan, operasi, pemeliharaan dan menggali keswadayaan untuk memenuhi kebutuhan minimal air bersih masyarakat Desa Bumijawa.
3)
Pengelolaan non teknis, terdiri dari administrasi dan pelayanan
4)
Kelembagaan BPABDES, dibentuk berdasarkan dari hasil musyawarah Konsumen air bersih tingkat BPABDES yang dihadiri juga unsur Pemerintahan Desa
5)
Pemerintahan Desa, yaitu terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, termasuk LKMD serta BPD
6)
Konsumen air bersih bersih, atau dengan kata lain sebagai “anggota BPABDES” yaitu warga masyarakat Desa Bumijawa yang memanfaatkan jaringan air bersih dari sumber air “Sayom”, “Putri”, “Lemper”, dan atau Sumber air lainnya yang masih dalan lingkup wewenang dan tanggung jawab Kepala Desa Pasal 3
1)
Calon yang duduk dalam kepengurusan BPABDES, adalah penduduk yang berdomisili di Desa Bumijawa dan atau sebagai konsumen air bersih (anggota); bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; minimal berpendidikan setingkat SLTP; mempunyai jiwa kepemimpinan dan ketokohan serta mampu, sanggup untuk mengelola air bersih secara mandiri serta mengembangkan kerjasama dengan stakeholderss, sehingga dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat desa Bumijawa.
2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan calon kepengurusan BPABDES akan diatur dengan Peraturan Kepala Desa Bumijawa, dan atau tertuang dalam AD/ART BPABDES BAB III MEKANISME MUSYAWARAH DAN MUFAKAT PENETAPAN KEPENGURUSAN KELEMBAGAAN BPABDES Bagian Pertama Tahapan Pasal 4
Tahapan penetapan kepengurusan BPABDES adalah sebagai berikut : a.rapat tingkat pemerintahan desa; b.
musyawarah konsumen air bersih/Anggota tingkat BPABDES;
c. penetapan hasil musyawarah; d.
pengesahan dan pengucapan/ sumpah/janji
154
Paragraf 1 Rapat tingkat Pemerintahan Desa Pasal 5 1)
Kepala Desa menyelenggarakan rapat tingkat pemerintahan desa, untuk: a. menetapkan jumlah anggota BPABDES dan alokasi kuota/perwakilan setiap RT /RW/Dukuh atau Blok Jaringan ; b. membentuk panitia, dengan susunan terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara dan seksiseksi yang dibutuhkan
2) Rapat tingkat pemerintahan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh unsur Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan staf serta anggota BPD), LKMD, dan atau pihak-pihak yang dianggap perlu, yang sifatnya terbatas dalam rangka membentuk panitia dan sekaligus persiapan pelaksanaan musyawarah 3) Pembentukan Panitia Musyawarah sebagaimana dimaksud pada pasal (1) ayat (b), ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Desa. Pasal 6 Panitia Musyawarah mempunyai tugas pokok : a. Menyusun rencana kegiatan musyawarah, tata tertib, draft AD/ART BPABDES, termasuk anggaran pelaksanaannya, draft Berita Acara; b. Menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan musyawarah; c. Membuat dan mengedarkan undangan peserta musyawarah BPABDES; d. menyelenggarakan musyawarah konsumen air bersih tingkat BPABDES; e. menyampaikan hasil musyawarah BPABDES kepada Kepala Desa, dengan tembusan BPD. Paragraf 2 Musyawarah Konsumen Air Bersih tingkat BPABDES Pasal 7 1)
Panitia Musyawarah menyelenggarakan musyawarah tingkat BPABDES, yang dihadiri Kepala Desa, BPD, LKMD, TP. PKK Desa, Ketua RW, Ketua RT, Tokoh Masyarakat/Agama,
anggota
BPABDES
(perwakilan
konsumen
air
bersih
per-
RT/RW/Dukuh/Blok Jaringan) yang telah ditetapkan oleh Rapat tingkat pemerintahan desa sebagaimana pada Pasal 5, ayat (a). 2)
Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang selanjutnya merupakan kekuasaan tertinggi dalam BPABDES betugas untuk memilih dan menetapkan nama lembaga serta kepengurusan BPABDES, merumuskan dan menetapkan AD/ART BPABDES, merumuskan dan menetapkan garis besar program kerja BPABDES;
155
3)
Musyawarah sebagaimana dalam ayat (2), sesuai dengan tata tertib yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib yang telah disepakati sebelumnya dalam forum Musyawarah BPABDES ini.
4)
Apabila pelaksanaan musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berhasil menetapkan kepengurusan, AD/ART, Garis Besar Program Kerja, maka rapat ditunda paling lama 30 menit.
5)
Selama waktu penundaaan sebagaimana pada ayat (4), peserta musyawarah dapat melakukan upaya-upaya untuk memperoleh kesepakatan.
6)
Apabila musyawarah penetapan kepengurusan BPABDES, maka mekanisme musyawarah ditempuh melalui pemungutan suara yang dihadiri oleh utusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).
7)
Penetapan kepengurusan BPABDES sebagaimana dimaksud pada ayat (6) didasarkan pada suara terbanyak. Paragraf 3 Pasal 8 Penetapan Hasil Musyawarah
1)
Hasil pelaksanaan musyawarah konsumen air bersih tingkat BPABDES dituangkan dalam Berita Acara yang ditandangani oleh Pimpinan Sidang dan atau Ketua Panitia Musyawarah;
2)
Panitia Musyawarah menyampaikan Berita Acara Hasil Penetapan Anggota BPABDES kepada Kepala Desa paling lama 3 hari, setelah acara Musyawarah dilaksanakan. Pasal 9
1)
Kepala Desa wajib membuat Keputusan tentang Penetapan Kepengurusan BPABDES, setelah menerima Berita Acara dari Panitia Musyawarah
2)
Dan apabila memungkinkan, Surat Keputusan Kepala Desa, bisa dibuat pada akhir atau sebelum penutupan pelaksanaan Musyawarah, sekaligus pengesahan dan pengucapan Sumpah/Janji; Paragraf 4 Pengesahan dan Pengucapan Sumpah/Janji Pasal 10 Sejak diterimanya Berita Acara Penetapan Hasil Musyawarah sebagaimana dimaksud
pada Pasal 8 ayat (2) atau Pasal 9, Kepala Desa menetapkan Keputusan tentang pengesahan Kepengurusan BPABDES
156
Pasal 11 Sejak ditetapkannya Keputusan Kepala Desa tentang Pengesahan Kepengurusan BPABDES sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, seluruh pengurus BPABDES mengucapkan sumpah/janji dihadapan forum yang dipandu oleh Kepala Desa sebelum memangku jabatannya. Pasal 12 Kata-kata sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 adalah sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Pengurus BPABDES dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya untuk mengelola air bersih untuk memenuhi kebutuhan minimal air bersih masyarakat di tingkat BPABDES. Bahwa saya dalam melaksanakan tugas pelayanan masyarakat di bidang air bersih untuk keperluan rumah tangga, selalu berpedoman pada AD/ART. Bahwa saya akan menegakkan AD/ART BPABDES, demi kepentingan masyarakat Desa Bumijawa Bagian Kedua Biaya Pasal 13 Sumber biaya penyelenggaraan musyawarah, penetapan dan pelantikan kepengurusan BPABDES diperoleh dari APB Desa, Bantuan Dinas/Instansi terkait, dan sumber lain yang sah serta tidak mengikat. BAB IV ORGANISASI BPABDES Pasal 14 Susunan Organisasi BPABDES terdiri dari : a. Musyawarah Konsumen Air Bersih (Anggota) tingkat BPABDES b. Penanggung Jawab c. Dewan Penasehat d. Pengurus e. Anggota atau Konsumen Air Bersih tingkat BPABDES Paragraf 1 MUSYAWARAH ANGGOTA TINGKAT BPABDES Pasal 15 Musyawarah Konsumen Air Bersih (Anggota) tingkat BPABDES yang dimaksud dalam Pasal ini ialah kelanjutan setelah terbentuk kelembagaan BPABDES, merupakan kekuasaan tertinggi dalam Organisasi BPABDES, dan diatur lebih lanjut dalam AD/ART BPABDES.
157
Paragraf 2 Pasal 16 PENANGGUNG JAWAB BPABDES Penanggung Jawab BPABDES adalah Kepala Desa Bumijawa, yang mempunyai hak mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul/pendapat; meminta keterangan kepada pengurus, memperoleh tunjangan sesuai dengan AD/ART BPABDES dan mempunyai kewajiban memperhatikan kepentingan dan kebutuhan serta membina keberlangsungan BPABDES, bersama pengurus untuk menegakkan AD/ART BPABDES. Paragraf 3 Pasal 17 DEWAN PENASEHAT Dewan Penasehat adalah berjumlah antara 3 – 5 (ganjil), terdiri dari unsur BPD, LKMD, TP.PKK Desa, Tokoh Masyarakat/Agama, Unsur Anggota yang mempunyai hak menyampaikan usul/pendapat, mengajukan pertanyaan demi kepentingan BPABDES, memperoleh tunjangan yang diatur dalam AD/ART dan mempunyai kewajiban melakukan pembinaan, dan bersama pengurus memperkuat sangsi bagi anggota yang melanggar AD/ART. Paragraf 4 Pasal 18 PENGURUS 1)
2)
Susunan Pengurus terdiri dari : a. Ketua
: 1 orang
b. Wakil Ketua
: 2 orang
c. Sekretaris
: 2 orang
d. Bendahara
: 2 orang
e. Seksi-seksi
: Teknis Jaringan, Perlengkapan, Kesekretariatan
Pengurus dimaksud ayat (1) Pasal ini diangkat dan diberhentikan oleh Musyawarah Anggota, yang dikukuhkan dan dilantik melalui Surat Keputusan Kepala Desa Bumijawa.
3)
Masa jabatan pengurus paling lama lima (5) tahun dan dapat dipilih kembali bilamana anggota menghendaki untuk periode kepengurusan berikutnya.
4)
Pengurus BPABDES, diberi kewenangan untuk mengangkat petugas khusus, baik pencatat meteran, penarik iuran bulanan, penjaga sumber air, pengawas jaringan, pebaikan jaringan, apabila diperlukan dan biaya operasional memungkinkan. Pasal 19
158
Pengurus mempunyai tugas dan tanggung jawab : a.
Melaksanakan AD/ART
b.
Membuat rencana kerja dan anggaran biaya untuk pepemeliharaan, perbaikan dan pengembangan jaringan perpipaan di wilayah kerjanya;
c.
Melaksanakan tugas-tugas BPABDES;
d.
Menyelenggarakan Rapat-rapat Pengurus, Anggota baik secara berkala maupun sewaktuwaktu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan;
e.
Memberikan pelayanan yang sama pada setiap anggota dan memelihara kerukunan diantara anggota serta menjauhkan segala hal yang bisa menimbulkan perselisihan;
f.
Mengusahakan adanya dana tambahan di luar iuran, baik yang berasal dari subsidi Pemerintah maupun dana-dana lainnya;
g.
Menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang berkaitan dengan saluran air dan jaringan perpipaan;
h.
Melakukan pembinaan/pengawasan terhadap anggota;
i.
Melakukan koordinasi dengan pihak pemerintahan desa maupun dinas terkait;
j.
Membuat laporan perkembangan bulanan kepada Kepala Desa dan Dewan Penasehat;
k.
Membuat laporan tahunan sebagai pertanggungjawaban Pengurus Paragraf 5 ANGGOTA Pasal 20
1)
Anggota BPABDES adalah semua warga masyarakat desa Bumijawa yang memanfaatkan air bersih melalui sambungan rumah (pipanisasi) dari sumber air “Sayom”; “Putri”, “Lemper”, “Tini”; atau sumber air lainnya yang masih menjadi tanggung jawab Kepala Desa dan menyatakan dirinya menjadi anggota.
2)
Anggota BPABDES dimaksud pada ayat (1) ini mempunyai kewajiban : a. Memenuhi dan melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam Musyawarah Anggota dan atau Rapat Pengurus; b. Mematuhi peraturan/perundangan yang berlaku (Perdes dan AD/ART); c. Melestarikan jaringan perpipaan; d. Membayar iuran; e. Siap menerima resiko sangsi, akibat tidak melaksanakan kewajiban pada ayat (2), poin a, b, c, dan d. Pasal 21
Anggota BPABDES mempunyai hak : a.
Mendapatkan pelayanan air bersih sesuai dengan ketentuan pembagian air yang telah ditetapkan;
159
b.
Mengeluarkan usul/pendapat dalam Musyawarah Anggota;
c.
Memilih dan dipilih menjadi Pengurus
BAB V KEKAYAAN DAN PENDAPATAN Pasal 22 Kekayaan dan pendapatan BPABDES didapat dari : a.
Iuran Anggota;
b.
Sumbangan dan Bantuan;
c.
Usaha lain yang sah menurut Hukum BAB VI KEDUDUKAN KEUANGAN Pasal 23
1)
Kepengurusan BPABDES menerima honorarium bulanan, sesuai dengan kemampuan keuangan BPABDES
2)
Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam AD/ART BPABDES.
3)
Penanggung jawab dan Dewan Penasehat menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan BPABDES yang ditetapkan dalam AD/ART BPABDES;
4)
Tenaga khusus, yang diangkat atau ditunjuk oleh Pimpinan BPABDES dengan persetujuan Kepala Desa, juga mendapat honorarium bulanan, sesuai dengan kemampuan keuangan BPABDES, dituangkan dalam Surat Tugas dan Surat Keputusan Ketua BPABDES. Pasal 24
1)
Untuk kegiatan BPABDES disediakan biaya operasional sesuai kemampuan keuangan yang dikelola oleh Bendahara BPABDES;
2)
Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam rencana anggaran dalam forum rapat kepengurusan BPABDES, dengan berpedoman AD/ART.
3)
Rencana Anggaran dimaksud pada ayat (2) pasal ini sekurang-kurangnya memuat: a. Penerimaan : Sisa uang pada akhir tahun anggaran; Penerimaan iuran wajib; Penerimaan uang pendaftaran anggota; Penerimaan uang denda pelanggaran; Penerimaan bantuan/sumbangan; Penerimaan lain-lain b. Pengeluaran : Pengeluaran rutin bulanan (operasional, honor,);
160
Pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan jaringan perpipaan serta bangunan prasarana air bersih lainnya di wilayah kerja BPABDES; Pembelian perlengkapan administrasi dan inventaris; Pengeluaran tunjangan; Pengeluaran lain-lain Pasal 25 Anggaran biaya BPABDES Tahunan, dimulai dari tanggal 1 Januari dan diakhiri tanggal 31 Desember . BAB VII FUNGSI DAN WEWENANG Bagian Pertama Pasal 26 Fungsi BPABDES mempunyai fungsi mengelola jaringan air bersih dan sumber air bersih, termasuk keuangan, sarana dan prasarana untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan air bersih rumah tangga di tingkat BPABDES Bagian Kedua Pasal 27 Wewenang BPABDES mempunyai wewenang : a. Menjabarkan rencana kegiatan/program dari AD/ART periode bulanan, tribulanan, semesteran, tahunan; b. Melaksanakan AD/ART, termasuk memberikan sangsi kepada konsumen air bersih yang melanggar ketentuan AD/ART BPABDES; c. Mengelola keuangan, jaringan air bersih (termasuk memperbaiki, memelihara, dan membangun jaringan baru serta memutus jaringan yang mengganggu umum), sumber air bersih (termasuk menambah sumber air bersih); d. Menunjuk dan mengangkat petugas khusus yang membantu sehari-hari operasional BPABDES; e. Menyusun dan menerapkan Tata Tertib pemanfaatan air bersih oleh konsumen, yang belum tertuang dalam AD/ART BAB VIII HUBUNGAN KERJA Pasal 28
161
1) BPABDES sebagai lembaga pengelola air bersih melalui jaringan pipa transmisi dan distribusi serta sambungan rumah tingkat BPABDES, hubungan kerja dengan Kepala Desa dan BPD serta LKMD bersifat konsultatif, koordinatif dan kemitraan dalam rangka melaksanakan fungsi, wewenang, hak dan kewajiban; 2) Setiap bulannya, BPABDES mempunyai kewajiban membuat laporan bulanan tentang perkembangan pengelolaan air bersih kepada Kepala Desa BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 1) Kelompok Pengelola Air Bersih Sayom yang saat ini ada tetap melaksanakan tugas, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban sampai dengan habis masa jabatannya; 2) Paling lama 3 (tiga) bulan setelah ditetpkannya Peraturan Desa (Perdes) ini, Pemerintah Desa wajib mengadakan penetapan BPABDES berdasarkan Peraturan Desa ini BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 30 Peraturan Desa ini disebut Peraturan Desa tentang Badan Pengelola Air Bersih Desa Bumijawa, yang kemudian disingkat PERDES BPABDES. Pasal 31 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Desa dan atau Peraturan Pengurus BPABDES. Pasal 32 Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, Pemerintahan Desa segera mensosialisasikan ke masyarakat. Ditetapkan di Bumijawa pada tanggal, ............................... 2009 KEPALA DESA BUMIJAWA,
H. AKHMAD ADJIONO