69
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat, yaitu dengan mengidentifikasi Kelompok Pemakai Air Bersih (Pokmair) Sayom. Dalam perjalanan pengelolaannya sampai sekarang, pernah dua kali masa bakti kepengurusan berhenti sebelum masa bakti berakhir, yaitu masa bakti 2000-2003, kurang beberapa bulan minta berhenti, walaupun banyak pihak menginginkan melanjutkan periode kepengurusan berikutnya, tetapi tetap tidak bersedia dengan alasan tidak kuat dengan berbagai tekanan anggota karena alasan ketidakpuasan terhadap pelayanan pengurus dengan kata-kata yang tidak enak didengar yang menganggu ketenangan keluarga. Saat itu sudah mulai diterapkan aturan tata tertib secara ketat dengan adanya AD/ART (hasil proses pendampingan dengan Puskesmas/Dinas Kesehatan) dan menerapkan sistem meteran bagi yang mampu, sayangnya kurang dikuatkan dengan dasar hukum dari Pemerintahan Desa, karena pengurus hanya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa serta kurangnya sosialisasi AD/ART, ditunjang dengan adanya musim kemarau panjang. Adapun kepengurusan masa bakti masa bakti 2003-2006 baru berjalan satu tahun dari tiga tahun masa bakti, Ketua tidak bersedia melanjutkan, karena tekanan anggota seperti di atas. Kemudian dilanjutkan kepengurusan transisi, dan pada saat inilah dengan adanya pendaftaran konsumen baru yang tanpa menggunakan sistem meteran, sehingga berdampak pada distribusi air yang tidak seimbang, karena pada waktu sebelumnya dengan menggunakan sistem gravitasi dimana air mengalir berputar terus tanpa berhenti dengan kendali sistim meteran dan bak pelepas tekan. Disisi lain ada beberapa jaringan yang tanpa kendali meteran, akhirnya terjadi banyak perusakan meteran, kembali lagi ke sistem tanpa meteran, apalagi banyak
anggota
yang
membuat/memperbaiki
jaringan
sendiri,
tanpa
70
sepengetahuan pengurus, yang mengakibatkan rusaknya jaringan. Untuk mengatasi pengelolaan yang tidak terkendali, diadakan musyawarah anggota dengan pemerintahan desa di Balai Desa, maka terbentuklah susunan pengurus Pokmair Sayom tahun 2006-2009, berdasarkan SK. Kepala Desa Bumijawa No.07/III/2007, tertanggal 31 Maret 2006, dengan ketua Sdr. Untung Sumardi,S.Pd (Susunan Pengurus, terlampir). Perjalanan kepengurusan inilah yang akan menjadi bahan kajian penelitian dalam menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi Kapasitas Kelembagaan Pengelolaan Air Bersih Berbasis Masyarakat di Desa Bumijawa. Kapasitas Pengurus Kepemimpinan Kepemimpinan dalam kepengurusan Pokmair Sayom, yaitu dengan melihat dan mengamati serta mendapatkan informasi tentang perilaku yang dimiliki oleh Ketua atau pengurus harian Pokmair Sayom serta kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain dalam mengelola air bersih. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa anggota dan pengurus, dalam kepengurusan periode sekarang realisasi program pertemuan rutin baik sesama pengurus maupun dengan anggota melalui perwakilan tidak bisa berjalan lancar. Hal ini penting dilakukan sebagai forum untuk mengevaluasi baik masalah distribusi air bersih ke konsumen, termasuk hak dan kewajiban pengurus maupun anggota serta memberikan masukan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan jaringan air bersih dan kondisi debet air bersih ataupun hal lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom. Dalam mengambil keputusan ataupun program-program perbaikan jaringan lebih banyak hasil keputusan beberapa pengurus yang aktip, terutama apabila ada ketidaklancaran jaringan induk dan di sumber air baru memperbaiki karena berdampak secara keseluruhan, tetapi kurang melihat distribusi air di setiap anggota atau kelompok yang tidak lancar, disisi lain anggota juga sebagian sudah menganggap hal biasa berkaitan dengan kesulitan air bersih, karena hampir selalu terjadi di setiap tahun. Pertemuan-pertemuan lebih banyak dilakukan oleh anggota
71
yang membuat kelompok-kelompok kecil ( 15 sampai 20 anggota), biasanya dengan mengundang pengurus induk, terutama berkaitan dengan mengatasi permasalahan agar distribusi air bersih bisa lancar, pada umumnya dengan membangun bak penampung secara swadaya, dengan membuat jaringan baru, pendistribusian dilakukan melalui bak penampung, bahkan ada dengan bantuan mesin sanyo. Pengambilan keputusan dalam mengatasi permasalahan kebutuhan anggota dalam
mengatasi
ketidaklancaran
distribusi
air
bersih
lebih
banyak
mengakomodasi kepentingan kelompok yang penting bisa lancar. Di sisi lain menimbulkan permasalahan baru, karena kelompok lain kadang terganggu jaringannya. Dalam program-program yang berkaitan dengan pembangunan dan perbaikan sarana air bersih yang diajukan oleh pemerintahan desa atau dinas terkait, selama ini selalu melibatkan pengurus Pokmair Sayom, termasuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi, contoh yang baru dilaksanakan pata tahun 2007, yaitu program PAKET P2KP untuk Pembangunan dan Perbaikan Sarana Air Bersih Sayom. Bahkan dalam pelaksanaannya, pada tahap kedua lebih banyak insiatif dari pengurus Pokmair Sayom. Pada saat peneliti dilapangan ikut serta dan melihat sendiri dengan pengadaan dan pemasangan jaringan air bersih dari sumber air Lemper (selama ini tidak pernah dimanfaatkan, setelah terkena bencana alam), melalui pipanisasi langsung ke Bak Induk Desa. Pada awal tahun 2007, pernah terjadi bencana alam yang mengakibatkan kerusakan jaringan pada sumber air Putri, secara insiatif pengurus (Ketua dan Bendahara) Pokmair Sayom mencari pinjaman dana kepada pihak ketiga, karena kalau tidak segera diperbaiki, maka distribusi air ke pemukiman mati atau tidak mengalir sama sekali, disinilah adanya rasa tanggung jawab pengurus terhadap permasalahan air bersih Sayom. Pendidikan Pendidikan yang akan dilihat ialah tingkatan pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki oleh pengurus. Rata-rata mereka telah menempuh
72
pendidikan formal pada sekolah menengah, seperti ketua adalah seorang guru SD Negeri pendidikan D-2 sedang mengikuti proses pendidikan S-1, sedangkan wakil ketua hanya SLTP, sedangkan sekretaris juga seorang guru SD, pendidikan D-2, dan Bendahara SLTA, adapun petugas teknis dari tiga orang yang aktip, yang dua orang. khusus menangani teknis di sekitar sumber air, tidak tamat SD, karena berbekal pengalaman bekerja, sejak dibangunnya sarana air bersih Sayom. Jadi secara umum untuk pengurus harian pendidikan formal sangat menunjang, karena berkaitan dengan ketrampilan atau kecakapan, terutama dalam penguasaan teknologi, kemampuan mengelola informasi dan manajerial, hanya petugas teknis saja yang berpendidikan rendah, karena lebih banyak dituntut kemampuan tenaga dan pengalaman lapangan yang berkaitan dengan jaringan pipa air bersih pedesaan. Tingkat pendidikan pengurus secara lebih rinci disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 7. Nama, Jabatan dan Tingkat Pendidikan Pengurus Pokmair Sayom Tahun 2006 – 2009 No.
Nama
Jabatan
Pendidikan
1.
Untung Sumardi
Ketua
D-2
2.
Slamet Riyadi
Wakil Ketua
SLTP
3.
Saefudin
Sekretaris
D-2
4.
Sutrisno
Bendahara
SLTA
5.
Sudrajat
Bag. Teknis Jaringan
SLTA
5.
Suparman
Bag.Teknis Jaringan
SLTA
6.
Wasro
Bag. Teknis Sumber Air
Tidak Tamat SD
7.
Dasro
Bag. Teknis Sumber Air
Tidak Tamat SD
Sumber: Hasil Wawancara dengan Ketua Pokmair Sayom
Pada umumnya bahwa tingkatan pendidikan formal yang dimiliki oleh personal pengurus berkaitan sesuatu yang sudah dimiliki sebelum menjadi pengurus yang menjadi modal dasar dalam pola berpikir dan wawasan berkaitan dengan pengelolaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara
73
berkelanjutan. Berkaitan dengan konsep pemberdayaan sebagai proses pemberian kekuatan atau daya dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan politik, sehingga pada akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat (Kindervatter, 1979). Hal inilah yang bisa dimiliki sebelum maupun selama menjadi pengurus, baik melalui program pelatihan, pendampingan teknis yang diselenggarakan pemerintah daerah, studi banding, maupun pengalaman-pengalaman yang dimiliki sebelumnya berkaitan dengan pengelolaan air bersih baik dalam manajerial teknis maupun
administrasi.
Pada
periode
kepengurusan
sebelumnya,
pernah
mendapatkan pelatihan Unit Pengelola Sarana (UPS) Air Bersih Pedesaan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa dan juga
mendapatkan pendampingan teknis dari Dinas Kesehatan melalui UPTD Puskesmas Kecamatan Bumijawa. Namun sejak kepengurusan periode sekarang tidak pernah mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan dan pendampingan yang sejenis, hanya mengandalkan pengalaman yang dimiliki oleh personal pengurus baik yang didapat sebelumnya (seperti petugas teknis sumber air dan jaringan) serta didapat dari proses pengalaman selama menjadi pengurus. Kemampuan mengelola Pokmair Sayom Kemampuan mengelola Pokmair Sayom yang dimaksud ialah kemampuan dalam mengelola secara organisatoris, administrasi maupun teknis. Sebagaimana dalam uraian pada faktor pendidikan di atas, yang menyangkut pemberdayaan berkaitan dengan kesempatan mengikuti pelatihan, mendapatkan pendampingan teknis maupun studi banding yang tidak pernah didapat selama kepengurusan sekarang, sehingga dalam melaksanakan pengelolaan baik secara organisatoris, administrasi maupun teknis tergantung pada kemampuan yang dimiliki individu pengurus. Secara umum, kepengurusan sekarang, berjalan sebatas apa adanya dalam arti mengelola jaringan air bersih yang sudah ada, kalaupun ada perbaikan hanya
74
sebatas karena adanya kerusakan yang menganggu jaringan induk. Kelancaran jaringan ke konsumen lebih banyak insiatif anggota yang membentuk kelompokkelompok kecil, sedangkan iuran bulanan tergantung keaktifan kelompok dalam menarik iuran pada anggotanya masing-masing. Pertemuan yang seharusnya dilakukan secara rutin atau berkala oleh pengurus, baik yang menyangkut pertemuan pengurus maupun pertemuan pengurus dengan anggota, hampir tidak dapat dilaksanakan, kalaupun ada pertemuan juga karena insiatif kelompok-kelompok kecil dalam rangka pembangunan bak penampung atau perbaikan jaringan agar distribusi air bisa lancar. Berdasarkan hasil wawancara dan melihat langsung administrasi Pokmair Sayom, kurang dikerjakan secara rutin atau tidak diikuti perkembangannya, sifatnya insidentil atau sewaktu-waktu, baik menyangkut buku induk anggota, keuangan maupun yang menyangkut kegiatan yang dilakukan oleh pengurus Pokmair Sayom. Penegakkan Aturan (Norma Kelompok) Penegakkan aturan yang dilakukan pengurus yang menyangkut kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pelayanan terhadap anggota sesuai dengan aturan/norma kelompok yang sudah disepakati bersama baik oleh pengurus maupun anggota. Kepengurusan periode sekarang kurang mampu menerapkan aturan (norma kelompok), terutama kepada anggota yang tidak lancar, bahkan tidak pernah membayar iuran bulanan dan membiarkan anggota yang memperbaiki sendiri tanpa sepengetahuan pengurus yang kadang merugikan anggota lainnya dengan memberikan sangsi yang tegas. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Pokmair Sayom (Sdr. Untung Sumardi) : Sejak saya menjadi ketua, pernah mencoba meminta arsip AD/ART Pokmair Sayom dari kepengurusan sebelumnya, tetapi sampai sekarang tidak pernah mendapatkan apalagi melihat, sehingga bagaimana kami mau merevisinya atau menegakkan aturan sesuai AD/ART, akhirnya berjalan apa adanya hanya sekedar menghimbau untuk melaksanakan kewajiban tiap bulan maupun kalau ada kerusakan jangan memperbaiki sendiri tanpa sepengetahuan pengurus, tetapi pada kenyataan banyak anggota yang tidak
75
mematuhi kewajibannya, termasuk kebiasaan memperbaiki sendiri, tanpa sepengetahuan pengurus, kami tidak berdaya untuk berbuat tegas karena disamping memang dasarnya kurang kuat, dan apalagi saya hanya membantu Bapak Kepala Desa dalam mengelola air bersih paling lama hanya 3 tahun. Kami selaku pengurus mengakui kelemahan dalam hal menegakkan aturan yang tegas, karena tidak mau mengambil resiko bermusuhan dengan anggota/masyarakat dan yang penting semua anggota mendapatkan air bersih dengan lancar, semoga kedepan hal yang penting dalam pengelolaan air bersih, disamping memperkuat kelembagaannya, termasuk aturan yang tegas, sehingga problem kesulitan air bersih bisa diatasi. Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Nurkholik, S.Pd (Ketua LKMD): Sepanjang sepengetahuan saya, memang yang mampu tegas dalam melaksanakan aturan tehadap anggota pada saat kepengurusan Bapak Basuki, karena pada saat itu situasi yang mendukung, termasuk orang masih melihat sosok ketua yang masih aktif sebagai anggota POLRI, juga mampu membuat AD/ART yang dibutuhkan oleh anggota, tetapi kepengurusan sekarang hampir cenderung membiarkan, dalam arti menunggu kesadaran anggota, baik dari segi kewajiban iuran bulanan maupun kelompok maupun individu memperbaiki jaringan sendiri, sehingga jaringan semakin tidak teratur. Juga diungkapkan oleh anggota/konsumen air bersih Sayom (Sdr. Haryono, 43 tahun): Kedahe pengurus saged ngge aturan tegas, sampun pandang bulu, biasanipun kangge tokoh masyarakat utawi tiyang ingkang mampu, toyone saged lancar, walaupun ngge mesin sanyo kadangkala ngrugiaken anggota lintunipun, kenyatanipun pengurus sakniki kadosipun mboten saged ngatur distribusi air saged merata lan adil, tingali mawon, sami ndadosi piyambak-piyambak, ingkang penting saged lancar, termasuk iuran bulanan ingkang lancar kalih mboten, sami mawon (Seharusnya pengurus bisa melaksanakan aturan yang tegas, tanpa pandang bulu, biasanya buat toma atau orang yang mampu, distribusi air bersih bisa lancar, walupun dengan bantuan mesin sanyo, padahal merugikan anggota lainnya, kenyataannya pengurus sekarang tidak berbuat tegas dalam mengatur distribusi air biar merata dan adil, termasuk iuran bulanan antara yang lancar dan tidak lancar tidak ada bedanya). Kapasitas Anggota Partisipasi Partisipasi ialah peranserta seseorang atau sekelompok orang melalui suatu proses kegiatan, karena adanya prasyarat kesempatan, kemauan, kemampuan
76
dengan melakukan tindakan dalam bentuk pemikiran, dana, dukungan, pengambilan keputusan maupun tenaga. Melihat dalam proses perencanaan pengembangan pengelolaan air bersih oleh Pokmair Sayom, kurang adanya keterlibatan anggota, karena tidak adanya kesempatan dalam bentuk pertemuan berkala yang dilakukan oleh pengurus yang seharusnya sebagai forum laporan dan evaluasi sekaligus masukan-masukan dari anggota terhadap pengurus. Seperti disampaikan oleh anggota Pokmair Sayom (Bp. Supardji, 58 tahun): Sebenarnya, saya sebagai anggota ingin sekali memberikan masukan, berkaitan dengan permasalahan pengelolaan air bersih, berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan, melihat tidak adanya ketegasan aturan, jaringan yang tidak teratur, anggota atau kelompok berjalan sendiri-sendiri untuk mementingkan kepentingan sendiri tanpa melihat kepentingan orang lain,...................... seharusnya pengurus melaksanakan pertemuan secara bulanan atau tri bulanan, sehingga anggota diberi kesempatan untuk memberikan masukan atau ikut sumbang saran demi kebaikan pengurus sendiri. Secara esensial, pemberdayaan menurut Kreisber yang dikutip oleh Anwar (2007) memiliki dua ciri, Pertama, sebagai refleksi kepentingan yang mendorong masyarakat
berpartisipasi
secara
kolektif
dalam
pembangunan.
Kedua,
pemberdayaan merupakan proses pelibatan diri individu atau masyarakat dalam proses pencerahan, penyadaran dan pengorganisasian kolektif sehingga mereka dapat berpartisipasi. Melihat kenyataan di lapangan dan berdasarkan hasil wawancara dengan anggota Pokmair Sayom dan petugas teknis jaringan, sejak tahun 2007 partisipasi anggota melalui kelompok-kelompok kecil cukup tinggi. Partisipasi yang dilakukan dengan mengadakan pertemuan anggota (antara 10 sampai 20 anggota) yang mengundang pengurus induk berkaitan dengan permasalahan distribusi air bersih tidak lancar, mereka memberikan jalan keluar dengan membangun bak penampung maupun penataan jaringan di setiap kelompok dengan biaya secara swadaya, bahkan per-kelompok mengeluarkan biaya swadaya antara 2 sampai 4 juta rupiah.
77
Hal ini juga sangat membantu kelancaran iuran bulanan anggota, karena setiap kelompok kecil membuat pengurus sendiri, termasuk secara rutin bulanan juga menarik iuran wajib yang kemudian disetorkan ke pengurus induk. Kalau melihat partisipasi dana swadaya untuk membangun bak penampung kelompok antara tahun 2007 sampai awal tahun 2008 berkisar 40 juta rupiah, belum termasuk penataan jaringan kemasing-masing konsumen. Berdasarkan penuturan anggota Pokmair Sayom (Sdr. Nasiruddin, 40 tahun): Di sekitar lingkungan kami RT 03 RW 02 dan sebagian kecil RT 02 RW 02, yang berjumlah 20 anggota, karena selalu mengalami kesulitan distribusi air, akhirnya sepakat melakukan pertemuan dengan mengundang pengurus induk, dengan membuat bak penampung dari jaringan pipa induk secara swadaya dengan biaya sampai 4 juta rupiah, belum termasuk penataan jaringan ke anggota, adapun distribusinya diatur secara bergilir, termasuk kami membentuk kepengurusan kelompok kecil yang mengatur giliran dan menarik iuran bulanan, kalau sudah terkumpul disetorkan kepengurus induk, sisanya untuk kas kelompok. Juga diungkapkan oleh anggota Pokmair Sayom (Bp. Suparman, 62 tahun): Di sekitar tempat tinggal saya RT 01 RW 02, berjumlah 16 anggota sepakat untuk mengatasi kesulitan distribusi air bersih, dengan membuat bak penampung secara swadaya dengan menghabiskan biaya sampai dua juta lima ratus ribu rupiah, sekaligus menata jaringan masing-masing anggota dengan biaya swadaya juga, dilanjutkan membentuk pengurus kelompok untuk mengatur giliran, termasuk menarik iuran bulanan, apabila sudah terkumpul disetorkan ke pengurus induk. Ditegaskan oleh petugas teknis jaringan Pokmair Sayom (Sdr. Parman, 30 tahun): Dalam kurun waktu tahun 2007 sampai sekarang, insiatif anggota melalui kelompok-kelompok kecil yang berjumlah antara 10 sampai 20, untuk mendapatkan distribusi air bersih dengan lancar, mereka berinsiatif membuat bak penampung dan menata jaringan dengan dana swadaya secara keseluruhan dari 12 kelompok, antara 30 sampai 50 juta rupiah. Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan pengurus induk Pokmair Sayom, karena mereka membuat pengurus kelompok, selain mengatur distribusi air bersih, juga membantu kelancaran iuran bulanan anggota yang dihimpun di masing-masing kelompok. Partisipasi dalam bentuk dana yang dilakukan oleh anggota, seperti diuraikan di atas, sangat potensial dikembangkan dalam rangka pengembangan
78
kelembagaan pengelolaan air bersih, tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga bersifat ekonomi dalam hal penggalian dana swadaya, apalagi dengan iuran bulanan anggota dapat tercapai seratus persen, sangat menunjang operasional pengelolaan untuk mengarah ke profesionalitas dan kemandirian. Adapun partisipasi dari terpeliharanya proses ekologi yang esensial, seperti memelihara keberlanjutan sumberdaya air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, dengan adanya program peduli sumber air yang dilakukan oleh Karang Taruna Taman Kusuma Desa Bumijawa bekerjasama dengan stakeholders terkait, seperti UPTD Tanbunhut, UPTD PMKB dan KESOS Kecamatan yang juga melibatkan anggota masyarakat, termasuk pengurus dan anggota Pokmair Sayom. Menurut pengakuan yang disampaikan Ketua Karang Taruna Taman Kusuma Desa Bumijawa (Sdr. Slamet Widodo, 46 tahun): Pada bulan Nopember tahun 2006, kami dari Karang Taruna Taman Kusuma, melihat potensi sumber air yang dimiliki dan ada di sekitar wilayah Desa Bumijawa, baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat maupun oleh pihak luar, apalagi khususnya masyarakat Desa Bumijawa yang memanfaatkan sumber air Sayom dan Putri setiap musim kemarau, selalu kekurangan air bersih, maka tergerak untuk peduli terhadap keberlangsungan sumber air tersebut dengan gerakan menanam dengan tanaman karet bulu, dengan bekerjasama dengan dinas terkait seperti Dinas sosial dan Dinas Tanbunhut, yang dalam pelaksanaannya melibatkan generasi muda dan masyarakat, khususnya anggota Pokmair Sayom. Harapan kedepan, agar lingkungan di sekitar sumber air dapat dipelihara secara bersama-sama, apalagi termasuk wilayah perbatasan hutan negara, karena seperti yang sudah terjadi adanya penebangan liar hutan negara, berdampak juga semakin berkurangnya debet air Sayom dan Putri serta lemper yang sementara baru dimanfaatkan kembali. Hal ini juga diungkapkan oleh Asper Bumijawa (Bapak Risto, 48 tahun): Kami mengakui, sejak masa reformasi berdampak pada keberanian masyarakat pada petugas Perhutani, sehingga dengan segala keterbatasan, kami tidak mampu mengendalikan penggundulan hutan, yang sebenarnya berdampak pada masyarakat juga, apalagi masyarakat Desa Bumijawa banyak memanfatkan sumber air yang ada di perbatasan dan wilayah Perhutani, tetapi sekarang berupaya bersama pemerintahan desa dengan LMDH Wana Subur,..................... Asper juga siap bekerjasama dengan masyarakat Bumijawa, termasuk Pokmair Sayom, apalagi ada program atau gerakan penanaman di sekitar area sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk dijaga kelestariannya.
79
Dari partisipasi anggota tersebut di atas, merupakan implementasi dari penerapan konsep pendekatan Community Based Natural Resource Management (CBNRM), dengan kemampuan finansial dalam keswadayaan membangun bakbak penampung serta memperbaiki jaringannya serta kepedulian dalam penghijauan di sekitar sumber air bersih untuk menjaga keberlangsungannya yang diharapkan dapat dinikmati generasi yang akan datang. Di dalam insiatif kegiatankegiatan yang dilakukan oleh anggota juga mengimplementasikan aktifitas yang menekankan kepada pengelolaan sumberdaya alam oleh, untuk dan dengan komunitas. Pendidikan Pendidikan yang dimaksud disini ialah tingkat pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota Pokmair Sayom. Berdasarkan tingkat pendidikan anggota Pokmair Sayom (berdasarkan nama KK) masih rendah, yang sebagian besar berpendidikan tingkat dasar (SD/tamat atau tidak tamat SD). Adapun perincian tingkat pendidikan anggota Pokmair Sayom dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 8. Jumlah dan Prosentase Tingkat Pendidikan Anggota Pokmair Sayom Tahun 2007 No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Prosentase
210
56,76
1.
SD
2.
SLTP
51
13,78
3.
SLTA
63
17,03
4.
Diploma (D-2/D-3)
12
3,24
5.
S-1
34
9,19
Sumber: Hasil Wawancara dan Buku Induk Anggota/Konsumen Pokmair Sayom.
Dengan kondisi prosentase tertinggi anggota Pokmair Sayom ialah pendidikan dasar SD (56,76 %) juga mempengaruhi pada kondisi perilaku, cara berpikir dan pola usaha dalam memperoleh pekerjaan yang berkaitan penghasilan keluarga. Hal ini akan berdampak pada upaya peningkatan kesadaran perilaku hemat air dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan berkaitan dengan
80
keberlangsungan sumber air Sayom dan Putri, karena dengan melihat dari hasil pemetaan sosial (PL I) maupun saat peneliti melakukan pengamatan di lapangan, ditunjang dengan semakin sulitnya memperoleh BBM, pola memanfaatkan kayu bakar semakin meningkat, juga mempengaruhi pada terjaganya kelestarian lingkungan di sekitar kawasan hutan negara yang juga merupakan lokasi sumber air. Hal ini diungkapkan oleh Sdr. Sutaryono, S.ST (Sanitarian UPTD Puskesmas Kec. Bumijawa): Pada dasarnya, secara teknis pipanisasi air bersih di Desa Bumijawa, karena sebelumnya pernah mengaktifkan dengan sistem meteran, sehingga jaringan yang ke perumahan dengan sistem gravitasi, jadi aliran air selalu berputar terus, apabila tidak diimbangi kesadaran bahwa pola hemat air, dimana konsumen/anggota dengan menggunakan stop kran, maka selamanya tidak akan terjadi pola distribusi yang adil dan merata, maka kami menyarankan untuk segera mengadakan penyuluhan kembali kepada anggota tentang kesadaran pola hemat air dengan sistem meteran atau sementara dengan stop kran, kebetulan di Dinas Kesehatan ada ahlinya dan siap sewaktu-waktu diundang oleh Pokmair atau pemerintahan desa Bumijawa. Upaya untuk meningkatkan kapasitas anggota, dengan latar belakang pendidikan mayoritas tingkat dasar (SD), maka diperlukan pemberdayaan melalui penyuluhan atau memberikan informasi berkaitan dengan pemanfaatan air bersih dengan sistem gravitasi, hal ini akan memberikan pencerahan dan kesadaran sikap dan perilaku hemat air bersih oleh stakeholders seperti Dinas Kesehatan. Derajat Ketaatan (Norma Kelompok) Derajat Ketaatan yaitu kesadaran rasa tanggung jawab terhadap kewajiban sebagai anggota dalam melaksanakan aturan/norma kelompok. Norma-norma terdiri atas pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan, dan tujuantujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Normanorma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama pada masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Fukuyama yang dikutip oleh Suharto, 2007). Norma-norma di dalam kelompok ini biasanya mengandung sangsi yang bisa mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam komunitasnya.
81
Norma atau aturan dalam Pokmair Sayom, seperti iuran bulanan peranggota tiga ribu rupiah, memanfaatkan air bersih Sayom harus terdaftar sebagai anggota/konsumen di pengurus, tidak boleh memperbaiki jaringan dari pipa induk tanpa sepengetahuan pengurus apalagi merugikan anggota lainnya. Hal ini, seperti diungkapakan oleh Sdr. Sutrisno, 43 tahun (Bendahara Pokmair /sayom): Saya dan pengurus lainnya, sampai sekarang tidak pernah mendapatkan AD/ART Pokmair Sayom dari pengurus sebelumnya, maka kami pengurus periode 2006-2009, membuat edaran tata tertib yang menyangkut kewajiban anggota, seperti iuran bulanan tiga ribu rupiah per-bulan yang telah disepakati bersama, semua pengguna air bersih melalui jaringan pipa induk Sayom harus terdaftar di pengurus, memperbaiki jaringan harus sepengetahuan pengurus, dan apabila ketentuan tersebut tidak diindahkan, pengurus akan memberikan sangsi pemutusan melalui proses persetujuan pengurus. Tetapi dalam pelaksanaannya, banyak anggota yang kurang mengindahkan aturan tersebut, contoh sederhana iuran bulanan saja yang masuk tidak lebih tiga puluh persen dari jumlah yang ada, belum kasus memperbaiki jaringan tanpa sepengetahuan pengurus, dan saya melihat keadaan di lapangan ternyata pengguna jaringan air bersih sampai enam ratusan, berarti hampir dua kali lipat yang terdaftar resmi. Kami sulit untuk menerapkan sangsi, mengingat kedudukan yang belum kuat tanpa di dukung oleh pemerintahan desa atau tokoh masyarakat. Juga disampaikan oleh Mantan Ketua Pokmair Sayom 2003-2006 (Bp. Chaeri, 66 tahun): Saat kepengurusan saya, waktu itu sistem meteran masih efektif digunakan, dan masih memanfaatkan kantor sekretariat untuk aktivitas kepengurusan dan pelayanan anggota, tetap saja masih banyak anggota yang kurang mengindahkan aturan kelompok, terutama kewajiban iuran bulanan, apalagi sekarang pengurus tidak pro-aktif menarik iuran bulanan, berkesan pasif dalam arti iuran atau tidak iuran dibiarkan, jadi memang perlu adanya aturan yang lebih kuat melalui aturan pemerintahan desa, sehingga untuk menegakkan aturan tidak hanya tanggung jawab pengurus, tetapi juga didukung penuh oleh tokoh masyarakat dan pemerintahan desa. Insya Allah, anggota mau mematuhi dan melaksanakan kewajibannya, yang terpenting juga meningkatkan pelayanannya, agar distribusi air bersih bisa lancar dan merata. Ketidaktegasan pengurus dan kesadaran anggota yang kurang mendukung, dalam melaksanakan aturan yang telah disepakati demi kelancaran dalam pengelolaan air bersih oleh pengurus Pokmair Sayom, sehingga selalu timbul permasalahan di lapangan. Kesemuanya bermuara dari kekuatan hukum yang
82
kurang kuat termasuk sosialisasi melalui pertemuan yang direncanakan secara rutin antara pengurus dan anggota, atau sesama pengurus sendiri. Kebijakan dan Intervensi Pemerintah Keberhasilan program pembangunan desa selain ditentukan oleh kesiapan aparat dan organisasi penyelenggara program juga dipengaruhi oleh kesiapan masyarakat penerima program (Soetomo, 2006). Hal itu disebabkan input program berupa bantuan yang bersifat material dan finansial maupun berupa pelayanan, baru efektif bila mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Tanggapan tersebut terutama berupa munculnya aktivitas lokal yang dirangsang oleh program. Selanjutnya, melalui aktifitas lokal tersebut masyarakat diharapkan akan dapat memetik manfaat dari program berjalan. Diawali adanya program pembangunan sarana air bersih pada tahun 1976, berupa bangunan bak induk di sumber air Sayom dan bak pelepas tekan serta jaringan perpipaan sampai kepemukiman penduduk, termasuk pembangunan bangunan bak penampung induk desa yang menampung aliran air bersih langsung dari sumber air Sayom, kemudian baru disalurkan ke hidran umum yang ada di setiap blok/kelompok. Proses selanjutnya adalah pengelolaan diserahkan kepada pemerintahan
desa,
yang
pada
awalnya
dikelola
oleh
Lembaga
KetahananMasyarakat Desa (LKMD), dan tepatnya pada tanggal 5 Nopember 2000 dengan dibentuknya Kelompok Pemakai Air Bersih Sayom yang kemudian disingkat dengan nama Pokmair Sayom (istilah Sayom, diambil dari nama sumber air yang pertama kali dibangun dan diimanfaatkan oleh masyarakat), maka secara resmi dikekelola oleh masyarakat yang didukung oleh Kepala Desa Bumijawa. Pada tahun 2003, melalui APBD I mendapat Paket Pembangunan Air Bersih, melalui sumber air Putri untuk menambah debet air Sayom sebesar seratus tujuh puluh lima juta rupiah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal. Selanjutnya pada tahun 2004, mendapatkan dana APBD II sebesar delapan puluh juta rupiah, untuk melanjutkan jaringan sumber air Putri, termasuk jaringan yang pemanfaatannya untuk Puskesmas Rawat Inap Bumijawa (Sumber: Ka. UPTD Puskesmas Bumijawa).
83
Pada tahun 2005, ada bantuan perbaikan proyek bencana alam, termasuk memperbaiki dan menambah bak induk dan bak pelepas tekan “Sayom”, juga memanfaatkan sumber air baru “Lemper” melalui rekanan pemborong swasta (Sumber air “Lemper”, setelah terkena bencana alam tahun 2006, tidak dimanfaatkan lagi). Kemudian pada tahun 2007 melalui program PAKET P2KP mendapatkan dana sebesar tujuh puluh delapan juta rupiah, untuk menambah bak penampung dan jaringan di RW VII (pemukiman sekitar sumber air). Bagi program
yang menyangkut pembangunan sarana air bersih, tidak
semata hasil wujud fisiknya, yang pada saat itu juga dirasakan hasil pemanfaatannya langsung oleh masyarakat, tetapi yang lebih penting juga berorientasi pemberdayaan, dimana keberhasilan yang dibutuhkan adalah tumbuhnya kapasitas lokal untuk menghasilkan perbaikan yang bersifat mandiri serta kesinambungan dan berkelanjutan manfaat program pada saat maupun setelah program berakhir. Keadaan di lapangan, menunjukkan bahwa sudah beberapa kali bantuan dan intervensi program pemerintah melalui APBN, APBD I maupun APBD II, tetapi sampai waktu penelitian berlangsung, tetap terjadi kekurangan air bersih, dalam arti distribusi air bersih tidak merata, termasuk lembaga pengelolaan masyarakat yang semakin kurang berdaya. Hal ini diungkapkan oleh Sdr. Iwan, 40 tahun (Anggota BPD): Masyarakat RW I, II dan sebagian RW III, sebagai pusat “perkotaan” Desa Bumijawa, selama pengelolaannya masih seperti sekarang, dibangun setiap tahun dengan menambah sumber air atau bahkan diambilkan dari Kali “Gung” (Sungai terbesar yang ada di Bumijawa yang membelah wilayah kabupaten Tegal sampai ke pantai utara), tetap akan kekurangan, akibatnya pemerintahan desa akan terkonsentrasi pada pusat perkotaan, tanpa memperhatikan daerah pinggiran Juga disampaikan oleh salah seorang tokoh agama/ulama (Kyai Akhsinuddin, 70 tahun): Desa Bumijawa yang kaya akan sumber air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Tegal, Kabupaten Tegal, bahkan oleh perusahaan kemasan air minum “Swasta”, malah masyarakatnya kesulitan mendapatkan air bersih, mohon diperhatikan lembaga pengelolanya agar diberi payung hukum dari pemerintahan desa, karena kalau pengelolaannya masih seperti sekarang,
84
sampai kapanpun masyarakat desa Bumijawa akan terus kekurangan air bersih. Program pendampingan oleh Dinas Kesehatan kabupaten Tegal pada kurun waktu tahun 2000, termasuk penyuluhan program pipanisasi air bersih masyarakat pedesaan, sistem pengelolaannya, sehingga menghasilkan rumusan AD/ART, penggunaan sistem meteran, untuk menuju kearah kemandirian. Sayangnya program pendampingan tidak berkelanjutan, sehingga pada saat selanjutnya yang terjadi pengelolaan kembali ke sistem manual (tanpa meteran). Program yang berhasil menumbuhkan perbaikan jangka panjang adalah program yang mampu mendorong perbaikan berkelanjutan secara mandiri melalui kehadiran institusi masyarakat yang juga ditopang oleh pemerintahan desa. Institusi tersebut tidak hanya merupakan suatu organisasi melainkan juga mengandung pranata atau sistem aktivitas yang sudah melembaga, termasuk peningkatan kapasitas masyarakatnya yang mampu merespon terhadap perubahan, pembaharuan yang sedang berjalan. Adapun dokumentasi dari hasil kajian di lapangan berkaitan dengan pengelolaan air bersih berbasis masyarakat dapat dilihat pada lampiran empat, halaman 138 sampai 143.