1
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
NURAINI DWI ASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
2
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, September 2008
Nuraini Dwi Astuti NRP I 354060245
3
ABSTRAK NURAINI DWI ASTUTI, Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASOJO dan NURMALA K. PANJAITAN. Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Kekurangan air menimbulkan penyakit bahkan kematian. Kebutuhan air sangat dirasakan oleh masyarakat miskin yang tinggal di kawasan kumuh perkotaan, khususnya di bantaran sungai. Penyediaan air bersih merupakan kewajiban pemerintah seperti tercantum dalam Undang-Undang RI No.7, Pasal 5 tahun 2004. Untuk wilayah yang sulit dijangkau oleh pelayanan pemerintah dan secara ekonomis dirasa tidak menguntungkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Berdasar kebijakan pemerintah berbasis masyarakat, warga Jetisharjo, membentuk paguyuban pengelolaan air bersih dengan memanfaatkan sumber air yang berada di tebing atas dan lembah sungai Code. Atas bantuan pemerintah dan perguruan tinggi, paguyuban pengelolaan air pada bulan April 2001 berubah menjadi organisasi Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana”. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah profil, operasionalisasi, pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi UAB ”Tirta Kencana” guna penguatan kelembagaan yang keberlanjutan. Pendekatan kualitatif dipakai dalam kajian ini dengan metode tindak eksplanatif dan memakai aras kajian mikro dengan pendekatan subyektif dan menggunakan strategi kajian logical framework analysis. Pengumpulan data primer dan sekunder guna analisis data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil kajian dan temuan masalah guna penyusunan program penguatan kelembagaan dilakukan dengan focus group discussion (FGD) bersama masyarakat. Hasil kajian menunjukkan bahwa UAB ”Tirta Kencana” secara organisasi telah memiliki struktur sekalipun masih sederhana, bersifat kekeluargaan dan belum memiliki AD/ART. Belum adanya perencanaan kegiatan, pelaksanaan cenderung bersifat rutin, sanksi yang berlaku masih lemah, pengawasan dilakukan sebatas pengurus, kurang keterbukaan informasi, dan partisipasi masyarakat masih rendah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa UAB ”Tirta Kencana” telah melaksanakan kegiatan organisasi, namun belum secara optimal. Seperti halnya, pengurus masih rangkap jabatan, kurangnya komunikasi dan transparan dalam pengelolaan organisasi, belum maksimal memanfaatkan sumber daya air, manusia dan modal sosial yang memunculkan permasalahan dana, jangkauan pelayanan, kurang partisipasi, kurangpuas dan kekhawatiran keberlangsungan penyediaan air. Dalam rancangan penguatan kelembagaan untuk keberlanjutan organisasi kegiatan yang dilakukan adalah membuat pelatihan perencanaan program secara partisipatif dan teknis pengelolaan air, membentuk forum komunikasi, menyusun aturan, mengadakan penyuluhan tentang organisasi untuk menumbuhkan kesadaran anggota, meningkatkan kualitas pelayanan dan menggali sumber dana, melakukan studi banding dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Kata kunci: organisasi, manajemen, keberlanjutan.
4
RINGKASAN NURAINI DWI ASTUTI, Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh NURAINI W. PRASOJO dan NURMALA K. PANJAITAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa air manusia dapat terjangkit penyakit bahkan kematian. Permasalahan air bersifat universal, tekanan sangat dirasa khususnya di kawasan kumuh perkotaan negara berkembang dan menjadi fokus penanganan Milleneum Development Goals (MDGs). Kawasan kumuh perkotaan sangat padat dengan pertumbuhan penduduk hingga 7% dengan fasilitas publik khususnya air bersih sangat terbatas. Seperti yang dialami masyarakat di lembah sungai Code, Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena lembah Code terletak di area yang sulit dijangkau oleh jaringan pelayanan air PDAM dan mayoritas penduduk miskin, maka secara ekonomi, pembangunan jaringan air akan berpengaruh pada tarif yang relatif mahal untuk kelompok tersebut. UU RI No. 7, Pasal 5 tahun 2004 adalah memberikan kesempatan pihak swasta dan masyarakat untuk mengelola usaha pelayanan air bersih. Atas bantuan pemerintah dan perguruan tinggi, ”paguyuban” penyediaan air bersih masyarakat Code, pada bulan April 2001 menjadi organisasi UAB ”Tirta Kencana”. Melihat kondisi masyarakat lembah Code yang sangat padat dan mayoritas penduduknya miskin yang sangat membutuhkan air telah melakukan usaha mandiri dalam memanfaatkan sumber air dan membentuk organisasi. Namun pengelolaan organisasi belum optimal, sedang prospek sangat baik. Disamping itu, terdapat kekawatiran keberlanjutan penyediaan air. Oleh karena itu, kajian itu penting baik untuk penguatan dan kelangsungan organisasi juga untuk acuan daerah lain yang memiliki masalah yang sama. Tujuan kajian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah profil, operasionalisasi, pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi UAB ”Tirta Kencana” guna penguatan kelembagaan yang keberlanjutan. Pedekatan dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tindak eksplanatif dan memakai aras kajian mikro dengan pendekatan subyektif. Data primer dan sekunder guna analisis data dilakukan melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam dan dokumentasi. Strategi kajian logical framework analysis dengan melaksanakan: 1) melaksanakan analisis masalah berasal dari informasi masyarakat; 2) melaksanakan analisis tujuan berdasarkan perumusan hasil analisis permasalahan; 3) membuat matrik alternatif kegiatan atas dasar analisis tujuan dan merumuskan analisis strategi guna penguatan organisasi; 4) menyusun analisis pihak terkait berdasarkan hasil identifikasi dan 5) menyusun matrik rancangan program penguatan UAB ”TK” dengan focus group discussion (FGD) bersama masyarakat. Manulang (1971) membedakan organisasi ke dalam bentuk statis maupun dinamis. Statis sebagai badan dan dinamis sebagai bagan. Sebagai badan, organisasi merupakan kumpulan individu yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Sedang bagan menggambarkan skema hubungan diantara individu dalam organisasi atau antara pengurus dan anggota. Dalam organisasi dilakukan manajemen yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
5
pengawasan (POAC) (terry, 1960). Dalam penerapan manajemen organisasi, tidak terlepas dari aturan atau norma organisasi (Polak, 1996), kepemimpinan guna mendorong keterlibatan semua pihak dalam kegiatan organisasi (Terry, 2006). UAB ”Tirta Kencana” sebagai organisasi jua memiliki aspek kharakteristik sebagaimana organisasi tersebut di atas. Hasil kajian menunjukkan bahwa UAB ”Tirta Kencana” secara organisasi telah memiliki struktur sekalipun masih sederhana, bersifat kekeluargaan. Struktur organisasi terdiri dari ketua sekaligus sebagai koordinator, dibantu 4 warga sebagai petugas teknis, administrasi dan bendahara. Dalam melaksanakan kegiatan UAB ”Tirta Kencana” cenderung bersifat rutinitas belum memiliki AD/ART. Namun demikian dalam melaksanakan kegiatan UAB ”Tirta Kencana” telah menggunakan fungsi manajemen yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksaan dan pengawasan. Dalam perencanaan selama ini masih dilakukan sebatas pengurus dan bersifat insidental, maksudnya dalam proses merencanakan maupun pelaksanaannya belum melibatkan anggota dan belum memperhatikan kebutuhan jangka panjang atau terprogram. Dilihat dari segi pengorganisasian, kepemimpinan cenderung kurang fokus dalam melaksanakan kegiatan. Hal ini dikarenakan satu sisi sebagai pengurus wilayah (ketua RW) di sisi lain sebagai ketua UAB ”Tirta Kencana”. Dari aspek pelaksanaan, unsur kepemimpinan memegang peranan yang penting dalam suatu organisasi. Dalam melaksanakan kegiatan dan memberikan pelayanan yang lebih baik, upaya yang dilakukan adalah memenuhi anggaran pendapatan organisasi dengan kenaikkan tarif, menerapkan sangsi yang berupa denda bagi yang menunggak. Untuk menjamin standar kesehatan dan kualitas air dengan memberi cairan desinfektan. Dari aspek pengawasan, pertanggungjawaban pengurus belum transparan dan tidak disosialisasikan secara rutin pada anggota. Secara empiris organisasi saat ini menghadapi permasalahan berkaitan dengan anggaran, jangkauan pelayanan, kurang partisipasi dan kurang puas anggota atas pelayanan yang ada dan kekhawatiran keberlangsungan penyediaan air. Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka dibutuhkan alternatif pemecahan dengan menyusun program guna keberlanjutan organisasi. Kegiatan yang dilakukan adalah membuat pelatihan perencanaan program secara partisipatif yaitu penguatan human capital seperti pelatihan manajemen dan teknis pengelolaan air, penyuluhan organisasi untuk menumbuhkan kesadaran, meningkatkan kualitas pelayanan dan menggali sumber dana. Penguatan social capital dengan mendorong partisipasi anggota, membentuk forum komunikasi antar anggota dan pengurus dan membuat aturan secara partisipatif. Melakukan studi banding dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait serta menjajaki pembentukan koperasi. Program penguatan kelembagaan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pada anggota secara kuantitatif dan kualitatif, meningkatkan partisipasi anggota, tersedianya modal dan aturan yang sesuai dengan kebutuhan, terbentuknya jaringan kerjasama dengan berbagai pihak. Adanya keterlibatan seluruh anggota dan pihak terkait memunculkan kerjasama dalam pengelolaan usaha yang sesuai dengan harapan dan permasalahan yang dirasakan anggota. Hal tersebut kemudian memunculkan kesadaran dan trust yang dibutuhkan pengurus dalam pengelolaan dan keberlanjutan usaha air bersih.
6
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
7
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
NURAINI DWI ASTUTI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
8
Judul Tugas Akhir : Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih (Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nama Mahasiswa : NURAINI DWI ASTUTI NRP : I 354060245
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Nuraini W.Prasodjo, MS Ketua
Dr. Nurmala K.Panjaitan, MS.DEA Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 22 Agustus 2008
Tanggal Lulus :19 September 2008
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dra. Winati Wigna, MDS
10
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rakhmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat berhasil diselesaikan dengan penuh perjuangan dan keteguhan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah ”PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH”, Studi di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Nuraini W. Prasojo, MS dan Ibu Dr. Nurmala K. Panjaitan, MSDEA. selaku pembimbing, serta Ibu Winati Wigna, MDS selaku penguji dari luar komisi pembimbing. Di samping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Musmodiyono selaku Ketua RW 07 Kampung Jetisharjo dan Bapak Totok Pradopo sebagai perintis berdirinya Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana” dan anggota atau pelanggan UAB ”Tirta Kencana”, yang telah berkenan membantu penulis dalam memberikan informasi guna penyusunan tugas akhir ini. Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang telah berkenan memberi bantuan baik moril maupun materiil demi keberhasilan studi penulis. Dengan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada suami Darmanto yang telah banyak berkorban dengan penuh kesabaran dalam mendorong keberhasilan studi penulis dan kepada ananda Dini Darmastuti, Dita Darmastari dan Doni Darmasetiadi yang tak henti-hentinya menanti dengan iringan doa dan kasih sayangnya agar penulis dapat segera berkumpul kembali dengan selesainya studi ini, hanyalah ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan kepada mereka. Untuk rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan yang telah memberi dukungan maupun semangat, penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2008
Nuraini Dwi Astuti
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 16 Februari tahun 1955, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Soenardi dan Parilah (alm). Pada tanggal 18 Oktober 1979, penulis menikah dengan Ir. Darmanto, Dip.H.E., M.Sc, dan mempunyai dua putri dan satu putra yakni Dini Darmastuti, Dita Darmastari dan Doni Darmasetiadi. Penulis telah menyelesaikan pendidikan: SD Marsudi Rini Yogyakarta lulus pada tahun 1969, SMP Negeri 5 Yogyakarta lulus pada tahun 1972, SMA Stella Duce Yogyakarta lulus pada tahun 1974, Pendidikan Strata I pada Jurusan Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus pada tahun 1982, dan Pendidikan Strata II pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB mulai pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2008. Pengalaman pekerjaan yang penulis emban sejak tahun 1982 hingga sekarang sebagai tenaga pengajar tetap pada Yayasan Tentara Pelajar ”17” Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
12
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Permasalahan ................................................................................ 1.3 Tujuan Kajian ............................................................................... 1.4 Manfaat Kajian .............................................................................
1 1 4 5 6
II
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Kelembagaan atau Organisasi Sosial: Peran dan Fungsi .............. 2.1.1 Organisasi: Fungsi dan Manajemen .................................... 2.1.2 Fungsi Organisasi ................................................................ 2.2 Organisasi UAB”Tirta Kencana” dan Partisipasi Masyarakat ...... 2.3 Kerangka Berpikir .........................................................................
7 7 9 10 12 14
III
METODE KAJIAN ............................................................................ 3.1 Tipe Kajian .................................................................................... 3.2 Aras Kajian .................................................................................... 3.3 Strategi Kajian ............................................................................... 3.4 Lokasi Kajian dan Waktu Pelaksanaan ......................................... 3.4. Lokasi Kajian ........................................................................ 3.4.2 Waktu Pelaksanaan Kajian .................................................. 3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 3.5.1 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 3.5.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................ 3.5.3 Data Kajian .......................................................................... 3.6 Analisis dan Pelaporan .................................................................. 3.7 Rancangan Penyusunan Program ..................................................
18 18 18 18 19 19 19 20 21 21 22 23 24
IV PETA SOSIAL KELURAHAN COKRODININGRATAN ............. 4.1 Keadaan Geografis ........................................................................ 4.2 Kependudukan ............................................................................... 4.2.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...... 4.2.2 Mata Pencaharian Penduduk ................................................ 4.3 Struktur Komunitas ....................................................................... 4.4 Kelembagaan atau Organisasi Sosial ............................................
26 26 27 28 29 29 31
V EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KAMPUNG JETISHARJO ................................................................
32
VI
ORGANISASI UAB ”TIRTA KENCANA” ....................................
38 42 41
13
6.1 Sejarah Terbentuknya UAB ”Tirta Kencana” ............................... 6.2 Profil UAB ”Tirta Kencana” ........................................................ 6.2.1 Tujuan UAB ”Tirta Kencana”............................................... 6.2.2 Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” .......................... 6.2.3 Pembagian Pekerjaan dalam Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” ................................................................... 6.3 Norma UAB ”Tirta Kencana”......................................................... 6.4 Karakteristik Anggota UAB ”Tirta Kencana”................................
41 42 44 45 47
50 50 VII PENGELOLAAN UAB ”TIRTA KENCANA” ................................ 52 7.1 Manajemen UAB ”Tirta Kencana” ............................................... 55 7.1.1 Perencanaan UAB ”Tirta Kencana” .................................... 64 7.1.2 Pengorganisasian UAB ”Tirta Kencana” ............................ 71 7.1.3 Pelaksanaan UAB ”Tirta Kencana” .................................... 7.1.4 Pengawasan UAB ”Tirta Kencana”..................................... VIII PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN 75 UAB ”TIRTA KENCANA” .............................................................. 75 8.1 Identifikasi Potensi dan Identifikasii Masala ............................... 75 8.1.1 Identifikasi Potensi ............................................................. 76 8.1.2 Identifikasii Masalah .......................................................... 81 8.2 Program Penguatan Kelembagaan UAB ”Tirta Kencana”............ 84 8.3 Penyusunan Program Penguatan Kelembagaan ........................... 84 8.3.1 Tujuan Program................................................................... 84 8.3.2 Sasaran Program ................................................................. 84 8.3.3 Kegiatan-kegiatan Dalam Penguatan Kelembagaan UAB ”Tirta Kencana” .................................................................. 90 iX KESIMPULAN dan REKOMENDASI .......................................... 90 9.1 Kesimpulan .................................................................................... 91 9.2 Rekomendasi .................................................................................. 92 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 95 LAMPIRAN .................................................................................................
14
DAFTAR TABEL Halaman 1
Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat .......................
20
2
Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengambilan Data ...............
22
3
Luas Tanah Menurut Penggunaannya ...................................................
26
4
Sebaran Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin............................
27
5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......................
28
6
Sebaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ..............................
29
7
Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan P2KP ..................................
34
8
Norma UAB “Tirta Kencana” ...............................................................
47
9
Contoh Pemakaian Air Anggota UAB “Tirta Kencana” .......................
71
10 Matrik Pihak Terkait Dalam Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana” ...............................................................................................
81
11 Program Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih Di Kampung Jetisharjo ..............
88
15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Gambar Kerangka Berpikir ..................................................................
17
2
Struktur Organisasi UAB “Tirta Kencana” ..........................................
43
3
Skema Operasionalisasi Peralatan Dan Pendistribusian Air ................
61
4
Analisis Masalah Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana”.....
78
5
Rancangan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Air Bersih UAB “Tirta Kencana” ..............................................................
86
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta Administrasi Kota Yogyakarta ..................................................... 96 2 Peta Administrasi Kelurahan Cokrodiningratan dan Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta, Provinsi DIY ...........................................................
97
3 Foto Kegiatan Lapangan ......................................................................
98
4 Panduan Studi Dokumen ......................................................................
114
4 Diskusi Perumusan Masalah dan Kebutuhan .......................................
120
5 Dokumentasi Kegiatan Lapangan ........................................................
123
17
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Dalam kehidupan ekonomi modern, air merupakan hal utama untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup orang banyak, yang sama halnya dengan sanitasi, listrik, transportasi umum, dan kesehatan. Sebagaimana dikemukakan oleh Ghai (1977) dalam Friedman (1992): (1) essential services of collective consumption provided by and for the community at large (safe drinking water, sanitation, electricity, public transporation and health and educational facilities); (2) minimum requirements of a family for private consumption (food, shelter, clothing etc.); (3) the participation of the people in making the decisions that affect them. Manusia mampu bertahan hidup beberapa waktu tanpa makan, tetapi tanpa air manusia dapat menderita berbagai penyakit dan bahkan kematian. Hampir setengah penduduk dunia, khususnya di negara-negara berkembang menderita penyakit akibat kekurangan air, seperti: penyakit kulit dan diare. Menurut World Health Organization (WHO), 2 milyar orang menderita diare, dan setiap tahun lebih dari 5 juta anak meninggal dunia akibat diare (Middleton, 2008). UNDP dalam majalah World Water 1981–1990, menambahkan bahwa sedikitnya terdapat 30.000 orang meninggal dunia setiap hari, akibat kekurangan air atau kelangkaan persediaan air bersih dan fasilitas sanitasi (Soerjani dkk,1990). Ketersediaan air menjadi masalah universal, artinya tidak saja dialami oleh negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju. Pembagian dan pemanfaatan air sering menimbulkan konflik. Sebagai contoh, di dunia terdapat lebih dari 200 sungai yang digunakan oleh 2 negara atau lebih. Sedang, di Afrika terdapat lebih dari 57 sungai besar, lembah atau danau yang digunakan bersama oleh 2 negara atau lebih. Terjadinya konflik antar kelompok dan negara sering dipicu oleh perebutan memperoleh air bersih. Berdasarkan data UNDP tahun 2002 terdapat sekitar 16 negara, dimana kurang dari 50% penduduknya memiliki akses terhadap “Improved Water Sources,” dan sekitar 1,2 milyar penduduk dunia kurang memiliki akses terhadap “Clean Water” (Parahita, 2007). Demikian pentingnya air bagi kehidupan manusia ditunjukkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yang merupakan hasil dari
18
kesepakatan bersama World Water Forum (WWF) ke 2 di the Haque, Belanda pada tahun 2000. Salah satu target MDGs tahun 2015 yaitu mengurangi kurang lebih setengah jumlah penduduk dunia yang tidak memiliki akses terhadap “Safe Drinking Water.” Agenda KTT Bumi tahun 2002, di Johannesburg mengharapkan setiap negara dapat meningkatkan cakupan pelayanan air minum di perkotaan menjadi 80% dan 40% di perdesaan (Purnaningsih, 2007). Kira-kira 20 negara berkembang di seluruh dunia memiliki sumber air yang dapat diperbaharui kurang dari 1000 m3 untuk setiap orang. Sedang 18 negara lainnya memiliki di bawah 2000 m3. Menurut data Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2000, di Indonesia terdapat kurang lebih 19% jumlah penduduk Indonesia yang dapat menikmati air bersih. Dari jumlah tersebut yang memperoleh melalui sistem perpipaan sebanyak 39% berada di perkotaan dan 5% di pedesaan (Parahita, 2007). Tekanan akan kebutuhan air sangat dirasakan, khususnya di kawasan perkotaan dimana pertumbuhan penduduknya mencapai lebih dari 3,5%. Kawasan perkotaan yang kumuh dan padat justeru menyerap pendatang miskin baru. Laju pertumbuhan kawasan tersebut mencapai 7% (Middleton, 2008). Kawasan kumuh sering berada di lokasi perkotaan atau di atas tanah yang sulit dijangkau oleh sarana prasarana umum, termasuk penyediaan air bersih yang dikelola oleh Pemerintah Kota, seperti di kawasan bukit-bukit terjal atau bantaran sungai. Bagi penduduk kota yang mampu secara ekonomi dapat berlangganan melalui PDAM atau membuat sumur gali sendiri. Sedang, bagi penduduk miskin terpaksa memperoleh air dari sungai atau sumber mata air yang memancar dari tebing-tebing sungai. Melihat kenyataan ini, dapat dikatakan bahwa tidak semua penduduk perkotaan dapat memperoleh fasilitas air bersih. Memperhatikan berbagai permasalahan dalam penyediaan air, dapat enjadi petunjuk bahwa penyediaan air bersih di Indonesia pada umumnya masih menhhadapi berbagai kendala antara lain kelembagaan, sikap masyarakat, anggaran, pencemaran, dan tehnologi. (Ayu, 2007). Dalam masalah tersebut pemerintah berkwajiban memberikan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa air bagi penduduk. Hal tersebut telah diamanatkan dalam Undang-Undang RI No.7, Pasal 5 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa negara
19
menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan kebutuhan pokok minimal seharihari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif, termasuk dalam hal ini kebutuhan pelayanan penyediaan air bersih. Seperti diketahui bahwa selama ini, Pemerintah telah berupaya memberikan dan meningkatkan cakupan pelayanan air bersih bagi seluruh warganya, namun demikian upaya pemerintah tersebut di atas belum memenuhi kebutuhan sesuai dengan harapan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah berupaya mengembangkan pola kemitraan dengan pihak swasta. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 294/PRT/M/ 2005 tentang badan pendukung pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Bab 1 Pasal 1 (ayat 4) yang berbunyi: ”penyelenggaraan SPAM yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum”. Selain sebagai pengguna masyarakat juga dapat aktif dan berfungsi sebagai pengelola sarana dan prasarana air bersih. Selanjutnya penyediaan air bersih dapat dilakukan oleh komunitas dan menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih dilingkungannya baik dari aspek teknis maupun non teknis. Ternyata, dalam pelaksanaan pola kemitraan, pemerintah menghadapi kendala berkaitan dengan tarif yang relatif tinggi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (Republika, 19 Juni 2008). Oleh sebab itu, pemerintah akhirnya menerapkan model penyediaan air bersih berbasis masyarakat. Model penyediaan air bersih berbasis masyarakat adalah menempatkan masyarakat tidak saja sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pengelola sarana dan prasarana air bersih, yang secara aktif bergerak melalui kelompok swadaya masyarakat. Penyediaan air bersih yang dilakukan oleh masyarakat atau komunitas ini, secara mandiri diharapkan dapat menjamin keberlangsungan penyediaan air bersih di lingkungannya. Mengingat usaha penyediaan air bersih berbasis masyarakat merupakan sesuatu yang baru, maka sangatlah menarik untuk dikaji lebih lanjut, guna keberkelanjutan organisasi tersebut dalam pemenuhan kebutuhan air dan juga kemungkinan pengembangan organisasi tersebut, bagi wilayah-wilayah dengan permasalahan penyediaan air yang sama. I.2. Permasalahan
20
Program penyediaan air bersih berbasis masyarakat salah satunya terdapat di Jetisharjo, salah satu kampung di bantaran sungai Code. Sungai Code membelah Yogyakarta menjadi 2 bantaran. Kondisi topografi Jetisharjo relatif rendah dengan tebing sungai yang cukup terjal. Karena dekat dari pusat perekonomian kota, letak Jetisharjo sangat strategis dan menarik pendatang bermukim di lokasi tersebut. Di bagian atas tebing, banyak dihuni oleh penduduk dengan tingkat perekonomian relatif mapan dan digunakan untuk kegiatan perekonomian. Sedang di kawasan lembah, umumnya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Alasan tersebut
menjadikan
laju
perkembangan
pemukiman dan pertambahan penduduk wilayah bantaran sungai Code relatif cepat. Pertambahan penduduk yang cepat, jika tidak diimbangi dengan peningkatan penyediaan sarana prasarana air bersih yang memadai akan menimbulkan berbagai masalah. Sebagai akibatnya, kualitas hidup masyarakat lembah Code khususnya menjadi semakin buruk. Terdapat 2 alasan, mengapa masyarakat lembah sungai Code hingga saat ini belum mendapat layanan air bersih dari Pemerintah kota Yogyakarta: 1) lembah Code terletak di area yang sulit dijangkau oleh jaringan pelayanan air minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Marta”, dan; 2) jumlah penduduk yang tinggal di lembah relatif sedikit dibandingkan dengan yang berada di atas lembah. Dilihat dari segi ekonomi, pembangunan jaringan pelayanan air di lokasi lembah akan memakan biaya lebih besar dibandingkan dengan di wilayah atas. Hal tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap penentuan tarif atau harga. Harga yang relatif mahal sangat memberatkan bagi mayoritas warga yang berpenghasilan rendah. Kondisi dilematis ini, pada akhirnya ditanggapi oleh masyarakat bantaran sungai Code secara bersama-sama dan membuahkan kesepakatan untuk membangun prasarana penampung pancaran air dari sumber mata air di tebing sungai. Mengingat usaha penyediaan air bersih oleh masyarakat secara yuridis diperbolehkan, maka dalam perkembangannya ”paguyuban” penyediaan air bersih berubah menjadi kelompok Usaha Air Bersih (UAB), bernama “Tirta Kencana.” Pada bulan April 2001, UAB ”Tirta Kencana” menjadi organisasi resmi. Dalam perjalanan waktu, usaha penyediaan air bersih, UAB ”Tirta Kencana” menghadapi
21
kendala, seperti yang dialami oleh Pemerintah pada umumnya, yaitu berkaitan dengan faktor geografis, kondisi sosial-ekonomi masyarakat, kelembagaan, anggaran, pencemaran air, maupun teknologi (Latifah, 2007). Dilihat dari kemampuan penyediaan air saat ini, UAB ”Tirta Kencana” Jetisharjo baru mampu menghasilkan air sebanyak 2,6 ltr/dtk yang berasal dari 2 sumber mata air. UAB ”Tirta Kencana” sesungguhnya mempunyai 6 sumber mata air. Empat diantaranya belum dikelola. Jumlah air yang dihasilkan saat ini hanya mampu melayani kebutuhan 132 KK di lingkungan RW 07. Padahal, menurut Sudarmadji (1991) kebutuhan minimal air bersih perorang perhari rata-rata 100 ltr/orang/hari, sehingga pelanggan yang tinggal di bagian atas bantaran sungai masih mengalami kelangkaan air. Jika UAB “Tirta Kencana” mengelola keempat sumber lainnya dan mengoptimalkan potensi air yang ada dapat menghasilkan air 9,8 ltr/dtk. Apabila hal ini terwujud, maka penyediaan air bersih oleh UAB ”Tirta Kencana” dapat menjangkau wilayah yang lebih luas hingga ke luar lingkungan RW 07. Dari permasalahan tersebut, perlu diketahui data awal dari hal-hal yang terkait dengan pertanyaan seperti berikut. 1. Bagaimanakah profil organisasi UAB “Tirta Kencana”? 2. Bagaimana operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana? 3. Bagaimana pengelolaan UAB “Tirta Kencana”? 4. Program apa sajakah yang dapat dilaksanakan dalam penguatan UAB “Tirta Kencana”, sehingga mampu mendukung pengembangan dan berkelanjutan? 1.3. Tujuan Kajian Tujuan kajian kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih, dapat dirinci sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan organisasi UAB “Tirta Kencana”. 2. Mendeskripsikan operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana. 3. Mengkaji pengelolaan UAB “Tirta Kencana”. 4. Menyusun program penguatan kelembagaan guna menunjang pengembangan dan berkelanjutannya. 1.4. Manfaat Kajian 1. Melalui kegiatan pengembangan masyarakat, hasil kajian diharapkan dapat
22
digunakan sebagai acuan bagi lembaga pengelola air dalam memberikan pelayanan air bersih secara berkelanjutan. 2. Hasil kajian digunakan sebagai bahan diskusi kelompok terfokus dan untuk menyusun program penguatan kelembagaan guna menunjang pengembangan dan keberlanjutannya. 3. Hasil kajian diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait lainnya, khususnya kepada pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan khususnya air bersih di kawasan masyarakat miskin perkotaan 4. Hasil kajian diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif, mandiri dan berkelanjutan khususnya dalam pengelolaan air.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelembagaan atau Organisasi: Peran dan Fungsi Untuk memberikan batasan kelembagaan sosial, perlu dibedakan pengertian antara kelembagaan dalam artian institusi dan kelembagaan dalam pengertian pranata. Berdasarkan kosa kata dari bahasa Inggris, institution berarti institusi atau pranata, dan institute adalah lembaga atau organisasi. Menurut Nasdian (2003) pengertian kelembagaan dibedakan ke dalam 2 (dua) perspektif. Pertama, suatu perspektif yang memandang kelembagaan maupun asosiasi sebagai bentuk organisasi sosial atau sebagai kelompok-kelompok. Kelembagaan bersifat lebih universal dan penting, sedang asosiasi bersifat kurang penting dan bertujuan lebih spesifik. Kedua, perspektif yang memandang kelembagaan sebagai kompleks peraturan dan peranan sosial secara abstrak, dan memandang asosiasi-asosiasi sebagai bentuk-bentuk organisasi yang konkrit. Perbedaan antara kelembagaan dengan organisasi, menurut Soekanto (1990) adalah terletak pada penekanan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok manusia, dimana ciri-ciri pokok kelembagaan adalah sebagai berikut: 1. Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya. 2. Memiliki kekekalan tertentu: pelembagaan suatu norma-norma
23
memerlukan waktu yang lama karena itu cenderung dipertahankan. 3. Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu. 4. Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan. 5. Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu. 6. Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis. Terbentuknya organisasi menurut Biersted (1982) dalam Wahyuni (2003) diuraikan bahwa kelompok sosial terbentuk melalui sekelompok orang mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain dan saling berinteraksi secara informal berdasarkan nilai, norma dan tujuan yang sama. Karena adanya tujuan, nilai dan norma yang disepakati bersama maka grup berbeda dengan kolektifitas atau agregasi sosial. Grup merupakan dasar untuk membentuk kesatuan orang menjadi suatu organisasi. Dan ini merupakan suatu kontinuum dari kumpulan orang yang tidak berbentuk menjadi grup hingga organisasi dan birokrasi. Menurut Soekanto (2003) organisasi (organization) mempunyai tiga pengertian yaitu: 1) organisasi diartikan sebagai sistem sosial yang dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, artinya hubungan antar individu dan kelompok dalam suatu organisasi menciptakan harapan bagi perilaku individu. Harapan ini diwujudkan dalam peran-peran tertentu, seperti peran sebagai pemimpin dan peran sebagai anggota (pengikut); 2) organisasi merupakan suatu kelompok yang mempunyai diferensiasi peranan, artinya setiap individu dapat memainkan peran lebih dari satu; dan 3) organisasi adalah sekelompok orang yang sepakat untuk mematuhi seperangkat norma, artinya ketika orang masuk dalam organisasi, orang tersebut secara sukarela harus patuh terhadap norma organisasi. Organisasi pada dasarnya adalah unit sosial (pengelompokan manusia) yang sengaja dibentuk dan atau dibentuk kembali dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi pencapaian suatu tujuan tertentu. Sedang Berelson and Steiner et. al. (1964) dalam Kolopaking dkk (2003) memandang organisasi adalah gejala sosial resmi (formalisasi struktur sosial) yang berkaitan dengan seperangkat peraturan tertulis. Menurut Coleman (1974), organisasi adalah alat utama untuk bertindak dalam masyarakat modern. Menurut Etzioni (1964) “Organizations are social units (or human groupings) deliberately constructed and reconstructed to seek
24
specific goals”. Sebagai lembaga modern, organisasi membentuk peran-peran formal dan prosedural untuk melaksanakan aturannya. Oleh karena itu, aturanaturan yang bersifat kelembagaan mempunyai kekuatan memaksa ketika telah dikodifikasikan secara eksplisit. Mengingat organisasi memainkan peran kunci dalam masyarakat modern, kecepatan dan arah perubahan sangat tergantung pada tanggapan dari orang-orang yang membentuk organisasi tersebut, dan keragaman dari organisasi yang bersangkutan. Menurut Manulang (1971) dalam Fuat (2001), organisasi dapat diartikan secara statis maupun dinamis. Statis menunjukkan sebagai badan dan bagan. Sebagai badan, adalah sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu,
sedang, organisasi sebagai bagan adalah menggambarkan
skematik tentang hubungan kerjasama diantara orang-orang yang ada di dalam organisasi. Organisasi dalam artian dinamis adalah suatu proses penetapan dan pemberian pekerjaan, pembatasan tugas dan tanggungjawab serta penetapan hubungan antara unsur-unsur organisasi, sehingga memungkinkan orang bekerjasama secara efektif. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai perbedaan pengertian antara kelembagaan sebagai organisasi sekaligus sebagai pranata, maka dapat dikatakan bahwa UAB “Tirta Kencana” adalah merupakan suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu berupa air. Dibentuk atas dasar pemikiran bersama, dikelola berdasar ketentuan organisasi yaitu adanya pimpinan sebagai pengurus dan pelanggan sebagai anggota. Masingmasing memiliki peran-peran formal serta prosedur pelaksanaan aturan bagi anggotanya. Aturan yang dilaksanakan dalam organisasi baik tertulis maupun tidak. Kecepatan dan perubahan organisasi sangat tergantung pada tanggapan anggotanya. 2.1.1 Organisasi: Fungsi dan Manajemen Ciri-ciri utama organisasi menurut Etzioni et al (1982) dalam Kolopaking dkk (2003) adalah: 1) mempunyai pembagian dalam pekerjaan, kekuasaan dan tanggungjawab komunikasi yang tidak dipolakan begitu saja atau disusun menurut cara-cara tradisional, tetapi sengaja direncanakan untuk dapat lebih meningkatkan usaha mewujudkan tujuan tertentu; 2) pengendalian usaha-usaha organisasi
25
mempunyai
beberapa pusat wewenang yang berfungsi mengawasi serta
mengarahkan organisasi mencapai tujuan; dan 3) mempunyai prosedur pengganti tenaga mahir, anggota atau mereka yang menjadi pengurus organisasi. Secara garis besar manajemen adalah ilmu atau seni untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Terry (1960) fungsi manajemen meliputi: Planning, Organizing, Actuating and Controlling (POAC). Guna menjaga keberlangsungan organisasi UAB “Tirta Kencana” dalam mengelola penyediaan air bersih secara berkecukupan, tidak saja bagi warga yang tinggal di sekitar sumber air tetapi juga bagi warga yang tinggal jauh dari sumber, maka faktor “POAC” merupakan prasarat paling penting yang harus dilakukan oleh pengelola bersama-sama dengan seluruh anggotanya. Dari pemahaman tentang organisasi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa UAB ”Tirta Kencana” merupakan suatu organisasi yang memiliki bagan hubungan antara pengurus, pengelola dan anggota, disamping itu secara dinamis, terdapat pembagian kerja, tugas dan tanggungjawab antar semua pihak yang dilaksanakan secara efektif.
2.1.2 Fungsi Organisasi Menurut Terry (1960) organisasi mempunyai fungsi sebagai berikut: 1) memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan; 2) menjaga keutuhan masyarakat; dan 3) memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), atau sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa fungsi organisasi adalah mengatur hubungan antar manusia di dalam masyarakat, dan seluruh sumberdaya yang ada di lingkungannya, seperti sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia (SDM) dan modal sosial. Perencanaan adalah proses yang diatur agar suatu sasaran atau tujuan masa depan yang masih samar-samar menjadi lebih jelas (Silalahi, 2001). Menurut Siagian (1997) perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan
26
secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Tujuan yang telah direncanakan hendaknya dirumuskan secara jelas, sederhana dan realistis. Sifat perencanaan adalah luwes, terdapat keseimbangan baik untuk kepentingan luar maupun dalam, efektif dan efisien dalam penggunaan biaya, tenaga dan sumberdaya yang tersedia. Berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” sebagai suatu organisasi memiliki perencanaan guna mencapaian tujuan bersama dan tujuan tersebut dirumuskan secara jelas, sederhana dan realistis yaitu mengelola sumber air yang ada guna kepentingan bersama. Pengorganisasian,
menurut
Terry
(1960)
adalah
suatu
tindakan
mengusahakan hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, hingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu
guna mencapai tujuan atau
sasaran tertentu.
Pengorganisasian
menyebabkan timbulnya suatu struktur organisasi yang merupakan penggabungan usaha-usaha manusia dengan baik. Dengan kata lain, tugas pengorganisasian adalah mengharmonisasikan kelompok yang berbeda, dan mempertemukan berbagai macam kepentingan serta memanfaatkan seluruh kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengorganisasian dapat menimbulkan effek yang sangat baik dalam usaha menggerakkan dan pengawasan manajerial.
Masyarakat
Jetisharjo secara umum bekerjasama secara efektif dan terstruktur dalam wadah UAB “Tirta Kencana” untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Dalam pengorganisasian UAB “Tirta Kencana” di dalamnya terdapat pengurus sebagai pengelola organisasi dan masyarakat sebagai pelanggan atau anggota. Pelaksanaan atau actuating adalah upaya menggerakkan orang guna melaksanakan aktifitas organisasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Terry (2006) actuating adalah ”usaha untuk menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa, sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan yang bersangkutan, dan sasaran-sasaran anggota perusahaan tersebut oleh karena anggota itu ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut”. Menggerakkan membutuhkan adanya kematangan pribadi dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan berbeda dan dinamis,
27
sehingga membutuhkan adanya sinkronisasi. Fungsi pelaksanaan lebih rumit mengingat harus berhadapan langsung dengan anggota, sehingga fungsi leadership sangat dibutuhkan. Menurut Perrow (1986) bahwa pimpinan yang baik umumnya bersifat demokratis daripada otoriter, yang memusatkan perhatian pada anggota serta hubungan antara pengurus dengan anggota, daripada memusatkan perhatian pada peraturan-peraturan yang berlaku. Kepemimpinan yang baik akan mendorong semangat yang tinggi para anggotanya dan semangat yang tinggi akan meningkatkan upaya-upaya dalam mencapai hasil yang lebih baik. Pada gilirannya menghindari adanya anggota ataupun pengurus yang meninggalkan organisasi. Demikian halnya dengan organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam upaya menggerakkan anggotanya, membutuhkan kepemimpinan yang baik, bersifat demokratis dan mampu memperhatikan kebutuhan anggotanya. Pengurus mampu mensinkronisasikan antara karakter anggota dan semua kepentingan yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus (berkesinambungan) pelaksanaan kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi (perbaikan) terhadap penyimpangan yang terjadi. Untuk menjalankan fungsi ini diperlukan adanya standar pelaksanaan kerja yang jelas. Selain itu juga memberikan pemahaman dalam organisasi mengenai pengertian tipe, proses, dan pentingnya pengawasan dalam suatu organisasi demi suksesnya pengelolaan organisasi atau setiap kegiatan yang telah direncanakan secara matang dan terarah. Menurut Handoko (2003) pengawasan adalah penetapan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengawasan positif adalah untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai dengan efisien dan efektif.
Sedang pengawasan negatif untuk menjamin tidak terjadinya
kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan. Guna mewujudkan tujuan bersama diperlukan adanya pengawasan terhadap proses pelaksanaan kerja UAB “Tirta Kencana” dan hasil dari pengawasan akan dipergunakan untuk koreksi terhadap penyimpangan yang ada dalam organisasi, guna keberhasilan usaha pengelolaan air bagi seluruh masyarakat.
28
Dari pelaksanaan organisasi sebagai badan sekaligus bagan UAB ”Tirta Kencana” dapat dikatakan berhasil apabila memenuhi kriteria tersebut di atas. Bagaimana pencapaian tujuan organisasi, apakah telah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama dengan warganya. Bagaimana pengawasan dan evaluasi dilakukan terhadap pengelola maupun anggota. Sudahkah pengelola memperoleh penghargaan atau insentif sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawab yang telah dilakukan. Apakah forum komunikasi antara pengelola dan anggota telah ada dan berjalan sebagaimana mestinya. Apakah masyarakat terlibat dan berpartisipasi secara sadar dalam organisasi tersebut. 2.2. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” dan Partisipasi Masyarakat Secara harafiah, partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai “bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan” (Moeliono, 2004). Menurut Bamberger dan Shams (1989), terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi. Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumber daya dan prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus mempertimbangkan adanya intervensi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai. Menurut Simon (1976) pengambilan keputusan seseorang untuk berpartisipasi dalam organisasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) keputusan seseorang untuk bergabung dan meneruskan berpartisipasi dalam suatu organisasi, dan; 2) keputusan seseorang karena diminta berpartisipasi dalam organisasi. Secara umum pengambilan suatu keputusan dapat melalui beberapa tahapan, berdasarkan pendapat Wahyuni (2003) terdapat 4 (empat) tahapan, yaitu: tahapan orientasi, penilaian, pilihan dan pemulihan keseimbangan. Tahap orientasi adalah
29
tahapan dimana masing-masing anggota menentukan pilihan kegiatan yang dapat mereka lakukan, tukar-menukar informasi dan mengusulkan pemecahan masalah. Tahapan penilaian adalah mengevaluasi berbagai kemungkinan. Tahap pilihan adalah membuang pilihan-pilihan yang tidak dikehendaki dan memilih yang terbaik. Tahapan pemulihan keseimbangan adalah upaya menormalisasi hubungan-hubungan dalam kelompok setelah menghadapi tekanan berat pada saat proses pengambilan keputusan. Dapat dikatakan di sini bahwa seseorang atau anggota kelompok dalam upaya berpartisipasi sangat ditentukan juga atas pertimbangan orientasi, penilaian, pemilihan maupun pemulihan keseimbangan. Pentingnya ketepatan dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh pada keberhasilan pembentukan maupun keberlangsungan suatu organisasi. Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Sedang, menurut Mubyarto (1985) dalam Sumardjo dan Saharudin, (2005), partisipasi adalah kesadaran untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri serta anggotanya. Jika dikaitkan dengan pembangunan masyarakat, partisipasi adalah menyangkut keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemeliharaan, evaluasi dan menikmati hasilnya atas suatu usaha perubahan masyarakat yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Ndraha (1990) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat digolongkan ke dalam 5 bentuk: 1) partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain sebagai awal perubahan sosial; 2) partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam artian menerima, menerima dengan syarat, maupun menolaknya; 3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan; 4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional; dan 5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai pelaksanaan pembangunan apakah sudah sesuai dengan rencana dan tingkatan hasil yang diharapkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
30
Menurut Draig dan Mayo dalam Hikmat (2004), partisipasi merupakan komponen penting dalam menumbuhkan kemandirian dan proses pemberdayaan. Dengan keterlibatan orang dalam suatu kegiatan akan mendorong orang tersebut untuk lebih memperhatikan hidupnya dan menemukan rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan serta mengembangkan keahlian baru. Semakin banyak ketrampilan yang dimiliki, maka semakin baik kemampuan seseorang dalam berpartisipasi. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam pengelolaan penyediaan air bersih guna memenuhi kebutuhan anggotanya, tidak lepas dari partisipasi seluruh pihak yang terlibat didalamnya termasuk pengelola atau pengurus dan anggota atau pelanggan. 2.3. Kerangka Berpikir Aspek sosial, ekonomi, budaya yang dimiliki oleh individu atau masyarakat akan menentukan seberapa banyak atau besar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Perbedaan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar akan membagi masyarakat ke dalam masyarakat mampu dan tidak mampu. Masyarakat mampu akan dengan mudah memperoleh pelayanan publik secara layak. Sebaliknya, masyarakat tidak mampu akan sulit mendapatkan pelayanan publik atau bahkan tidak jarang mereka terpinggirkan dari pelayanan publik. Seperti halnya yang terjadi pada masyarakat yang memiliki keterbatasan sosial, ekonomi dan budaya yang tinggal di perkotaan atau masyarakat perdesaan yang mengalami kesulitan hidup di daerah asalnya kemudian berurbanisasi ke perkotaan untuk mengadu nasib. Kedua golongan masyarakat tersebut, umumnya memilih tinggal di daerah yang strategis dan ekonomis yaitu dekat dengan pusat keramaian perekonomian kota. Daerah yang dekat dengan pusat perekonomian kota dan terjangkau harganya bagi masyarakat tidak mampu, umumnya berupa tanah-tanah liar atau hamparan tanah yang sulit dan terjal di sepanjang bantaran sungai. Karena jumlah penduduk yang tinggal di atas tanah tersebut sangat tinggi, maka daerah hunian
umumnya merupakan kawasan kumuh dengan fasilitas
layanan umum yang sangat terbatas. Seperti, pelayanan jaringan air bersih dari PDAM sangat jarang tersedia bahkan hampir dapat dikatakan tidak ada. Guna memenuhi
kebutuhan
akan
air,
biasanya
masyarakat
tidak
mampu
31
memperolehnya dari bak-bak penampungan air, sumur-sumur umum atau dari sungai. Air merupakan kebutuhan sangat pokok dalam kelangsungan hidup masyarakat. Dan penyediaan air merupakan tanggungjawab Pemerintah. Namun, karena keterbatasan anggaran, maka tidak semua wilayah dan masyarakat dapat memperoleh pelayanan tersebut. Untuk membantu terpenuhinya air bersih, Pemerintah selanjutnya mengeluarkan kebijakan bagi pihak swasta maupun masyarakat untuk mengusahakan penyediaan air bersih sendiri. Kebijakan pemerintah tersebut disambut baik oleh masyarakat miskin dalam mengelola penyediaan air bersih secara mandiri. Ini pula yang dilakukan oleh masyarakat Jetisharjo, kota Yogyakarta yang tinggal di bantaran lembah sungai Code. Mengingat lokasi medan yang sulit dan tidak ekonomis bagi PDAM membuat jaringan saluran air ke kawasan tersebut, maka masyarakat Jetisharjo dengan kesepakatan bersama membuat paguyuban pengelolaan air bersih. Hal ini dilakukan mengingat terdapatnya 6 sumber mata air yang keluar dari tebing sungai Code yang dapat diberdayakan guna pemenuhan akan air bersih warganya. Dengan bantuan dari berbagai pihak baik dari kelurahan, Pemerintah, Departemen Pekerjaan Umum, lembaga-lembaga swasta dan perguruan tinggi, usaha ini dapat berkembang hingga menjadi Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana.” Dengan terbentuknya organisasi UAB ”Tirta Kencana”, maka diperlukan pihak-pihak yang mampu mengelola dan memelihara usaha tersebut agar pemenuhan kebutuhan air bersih warga dapat terpenuhi secara layak, cukup, dan berkelanjutan. Mengingat organisasi tersebut relatif merupakan sesuatu hal yang baru bagi mayoritas masyarakat Jetisharjo yang relatif rendah sosial, ekonomi statusnya, maka sistem pengelolaannyapun masih sangat terbatas dan sederhana, sehingga hasilnyapun tidak atau belum optimal. Berdasarkan teori-teori organisasi dan manajemen, suatu organisasi terdiri atas badan dan bagan, dan yang melakukan
perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan, jika tujuan organisasi ingin dicapai secara berkesinambungan. Dalam badan mencakup struktur organisasi dimana terdapat pengelola atau pengurus dan anggota atau pelanggan. Sedang bagan adalah pelaksanaan kerja dan adanya aturan-aturan yang secara rasional dan formal
32
diberlakukan. Disamping tentunya adanya sarana prasarana, insentif, dan modal baik sosial maupun kapital. Akhirnya, transparansi dan partisipasi sangat diperlukan. Dari persyaratan organisatoris tersebut di atas, UAB ”Tirta Kencana” sekalipun telah memiliki hampir seluruh kriteria organisasi yang ada, namun pengelolaan secara rasional, formal, profesional, pencapaian tujuan nampaknya belum optimal. Oleh karena itu dirasa perlu adanya suatu program penguatan kelembagaan
UAB
”Tirta
Kencana”
agar
tujuan
tercapai
secara
berkesinambungan. Seperti diketahui bahwa setiap masyarakat mempunyai potensi atau kekuatan yang dapat didayagunakan guna meningkatkan kualitas hidupnya. Namun, tidak semua masyarakat menyadari hal tersebut, khususnya bagi kelompok miskin yang memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan dorongan dan bantuan riel dari pihak lain seperti pemerintah dan pihak swasta maupun perguruan tinggi. Seperti dalam hal keterbatasan kapasitas pengurus dalam pengelolaan organisasi serta sarana dan prasarana yang ada tentunya berpengaruh terhadap seberapa jauh jangkauan pelayanan yang mampu diberikan terhadap anggota. Apakah pelayanan telah memuaskan masyarakat atau masih adakah keluhan dan hambatan dirasakan oleh semua pihak baik pengurus maupun anggota. Seberapa banyak keterlibatan warga dalam pengelolaan UAB ”Tirta Kencana” ini. Semua perlu dievaluasi dan dibenahi guna kepentingan bersama. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka berpikir dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
33
Gambar 1 Kerangka Berpikir
• Kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat • Dukungan pemerintah: - Dinas PU - PDAM - Kelurahan • Perguruan Tinggi • Swasta
Keterangan: : mempengaruhi
• -
Keragaan UAB “Tirta Kencana” Modal Jml. Anggota Pemanfaatan sumber air Pelayanan Aturan Partisipasi Manajemen Perencanaan Pengorganisasian Pelaksanaan Pengawasan
Program Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana” Keberlangsungan Kelembagaan Pengelolaan UAB “Tirta
Kencana”
34
III. METODE KAJIAN
3.1. Tipe Kajian Kajian ini menggunakan tindak eksplanatif. Tindak eksplanatif adalah suatu kajian yang menggali informasi dengan mengamati interaksi dalam masyarakat. Interaksi yang dimaksud adalah hubungan antara masyarakat sebagai anggota dan pengurus atau pengelola organisasi UAB ”Tirta Kencana”. Subyek kajian adalah organisasi UAB ”Tirta Kencana”, sedang unit analisis adalah pengurus dan masyarakat sebagai anggota. 3.2. Aras Kajian Kajian ini menggunakan aras mikro dengan pendekatan subyektif, yaitu memahami realitas sosial termasuk di dalamnya adalah hubungan interaksi komunitas dalam upaya memenuhi kebutuhan air masyarakat miskin. 3.3. Strategi Kajian Strategi kajian menggunakan logical framework analysis. Adapun alasan penggunaan metode ini disebabkan karena kajian yang akan diambil adalah kajian aksi yang mengharapkan suatu respon dalam bentuk pembuatan rancangan kegiatan guna memecahkan masalah yang ada. Di samping itu, penggunaan analisis logical framework adalah untuk mempermudah menganalisis masalah, tujuan hingga penyusunan suatu program. Adapun tahapan-tahapan logical framework analysis menurut Sumardjo dan Saharuddin (2006) adalah sebagai berikut: 1. Melaksanakan analisis masalah berasal dari informasi masyarakat. 2. Melaksanakan analisis tujuan berdasarkan perumusan hasil analisis permasalahan. 3. Membuat matrik alternatif kegiatan atas dasar analisis tujuan dan merumuskan analisis strategi guna penguatan organisasi UAB ”Tirta Kencana”. 4. Menyusun analisis pihak terkait berdasarkan hasil identifikasi. 5. Menyusun rencana kegiatan penguatan organisasi.
35
3.4. Lokasi Kajian dan Waktu Pelaksanaan 3.4.1. Lokasi Kajian Kajian ini dilakukan di wilayah kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Yogyakarta. Pemilihan lokasi kajian berdasar pertimbangan sebagai berikut: 1. Secara geografis kampung Jetisharjo berada di tengah perkotaan Yogyakarta, di bantaran sungai Code. Kondisi topografi bantaran sungai relatif terjal. Wilayah yang strategis secara ekonomi telah menarik banyak pendatang dari berbagai lapisan, untuk bertempat tinggal di sini. Wilayah ini menjadi semakin padat dan menghadapi masalah penyediaan air bersih. Dengan usaha dan kesepakatan bersama, masyarakat membentuk usaha pengelolaan air bersih secara mandiri, yang hingga saat ini masih berlangsung. 2. Sumber air bersih yang ada di wilayah ini belum dimanfaatkan dan dikelola secara optimal, untuk kepentingan seluruh warga masyarakat . 3.
Organisasi UAB ”Tirta Kencana” yang ada mempunyai prospek
perkembangan apabila dilaksanakan secara optimal. 4. Muncul kekhawatiran akan keberlangsungan UAB ”Tirta Kencana” disebabkan karena keterbatasan masyarakat berpenghasilan rendah dalam menanggung beban biaya operasional dan pemeliharaan serta pengembalian modal investasi.
3.4.2. Waktu Pelaksanaan Kajian Kajian dilaksanakan secara bertahap. Pengambilan data awal dilakukan melalui praktek lapangan I (pemetaan sosial) pada tanggal 2 sampai dengan 11 Januari 2007 dan praktek lapangan II (evaluasi program) pada tanggal 16 April 2007 sampai dengan 16 Mei 2007. Penyusunan proposal dilaksanakan 27 Juni sampai dengan 26 Juli 2007, dilanjutkan dengan seminar kolokium pada akhir 3 Agustus 2007. Pengambilan data kajian dan penyusunan program dilaksanakan pada awal hingga akhir bulan November 2007. Jadwal selengkapnya dapat diketahui pada Tabel 1 berikut:
36
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Kajian Tahun 2007 Jenis kegiatan
1 2
3
4
5 6
7
8
9 10
Tahun 2008 1
1 2
1
2
3
4 5
6 7
8
9
1. Pemetaan sosial 2. Evaluasi program 3. Kajian PM 4. Analisis data 6. Penulisan laporan 7. Seminar & Ujian
3.5. Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam kajian ini meliputi : 1. Studi dokumen, yaitu memperlajari data yang bersumber dari dokumen UAB “Tirta Kencana” dan dokumen Kelurahan. Studi dokumen ini meliputi data tentang administrasi, aset, program pengembangan keswadayaan masyarakat di Kelurahan, Dinas Pekerjaan Umum, PDAM, Perguruan Tinggi. 2. Pengamatan berperan serta yaitu melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data dan berinteraksi sosial dengan subyek kajian dalam lingkungan subyek kajian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktivitas pengurus dan anggota mencakup: ketrampilan pengurus dalam memberikan pelayanan, interaksi antara pengurus dan pihak-pihak yang terlibat dalam UAB ”Tirta Kencana”. 3. Wawancara mendalam, yaitu mengumpulkan data dengan temu muka antara peneliti dengan responden maupun informan dalam suasana kesetaraan, keakraban untuk memahami pandangan hidupnya, pengetahuan yang dimilik, pengalaman, motivasi, sikap dan perilakunya dalam mengelola lembaga. 4. Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) yaitu mengadakan diskusi secara sistimatis dengan melibatkan penasehat, pengurus, anggota, aparat
37
kalurahan, dalam rangka meningkatkan pelayanannya. Pada diskusi ini, peneliti berperan sebagai fasilitator dan bekerjasama dengan orang yang mampu untuk membantu sebagai penulis.
3.5.2. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data dalam kajian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari responden dan informan. Responden terdiri dari pengurus dan anggota organisasi UAB “Tirta Kencana.” Yang menjadi kasus kajian adalah: pengurus organisasi dan masyarakat sebagai anggota. Jumlah kasus kajian sebanyak 10 informan. Cara penentuan kasus kajian berdasarkan purposive random sampling mengingat informasi yang ingin diperoleh adalah berkaitan dengan usaha pengelolaan air yang dapat diperoleh berasal dari seseorang yang bertanggungjawab, mengetahui atau berhubungan dengan UAB “Tirta Kencana”. Tehnik yang dipakai adalah snowball sampling.
3.5.3. Data Kajian Data yang terkumpul dalam kajian ini meliputi: 1. Permasalahan dalam UAB”Tirta Kencana” yang mencakup: a. Belum optimalnya kinerja lembaga, kemampuan pengelola, peningkatan kinerja lembaga dalam meningkatkan pelayanan pada anggota serta dalam pengembangan masyarakat. b. Kekawatiran akan keberlangsungan UAB ”Tirta Kencana”, karena beban operasional yang harus ditanggung sedangkan masyarakat memiliki keterbatasan untuk menanggung beban tersebut. c. Sumber daya air yang ada belum dimanfaatkan secara optimal, dalam mencukupi kebutuhan seluruh warga masyarakat 2. Peluang pengelolaan kemandirian UAB ”Tirta Kencana”, mencakup: a. Peluang pengembangan kapasitas pengurus, yang meliputi motivasi, pengetahuan dan ketrampilan dalam administrasi dan manajemen. b. Peluang pengembangan aset, yaitu sumber daya air, pengelolaan, dan perkembangannya.
38
c. Peluang pengembangan mitra usaha, yang meliputi pihak-pihak yang menjadi mitra dan bentuk -bentuk kemitraan yang dapat mendukung pengembangan UAB ”Tirta Kencana”. d. Peluang pengembangan masyarakat, meliputi partisipasi dalam penyusunan rencana, pelaksanaan pelayanan, pengawasan, dan evaluasi kegiatan UAB”Tirta Kencana”. e. Peluang peningkatan pelayanan, dari aspek kuantitas yang meliputi peningkatan jumlah anggota/pelanggan, dan dari aspek kualitas terus diusahakan kualitas air bebas dari kuman. 3. Dukungan dari pihak luar, yaitu program-program pemerintah dari tingkat kota, provinsi, dinas pekerjaan umum, perusahaan daerah air minum (PDAM), perguruan tinggi yang dapat diimplementasikan dalam usaha pengembangan UAB ”Tirta Kencana”. 4. Strategi penguatan kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih, yang diharapkan dapat mempertemukan semua pihak yang berkepentingan dalam kelembagaan pelayanan usaha air. Tehnik pengumpulan data disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tujuan, Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Tujuan Mendeskripsikan organisasi UAB “Tirta Kencana”
Jenis Data Data primer Data sekunder Dokumen tirta kencana meliputi: - Struktur organisasi
Sumber Data Pengurus “TK”
Teknik Pengumpulan Data - wawancara - pengamatan - studi dokumunetsi
-Tugas dan tanggung jawab pengurus -Tugas dan tanggung jawab petugas teknis
Mendeskripsikan operasionalisasi dan pemanfaatan sarana prasarana
Data primer: - modal awal (uang, material, tenaga) - asal bantuan - bentuk/jenis bantuan Data sekuder: Dokumen UAB “Tirta Kencana” meliputi: - Pemasukan retribusi/bln - Pengeluaran rutin/bln
-Pengurus ”TK” - Tokoh masykt. - Pelanggan - Perintis - Pengurus
Wawancara mendalam
- Studi dokumunetsi
39
Mendeskripsikan pengelolaan UAB ”Tirta kencana
Menyusun program penguatan UAB ”Tirta Kencana” yang melibatkan stakeholder untuk menjadi kegiatan yang berkelanjutan
- Pengeluaran tidak rutin - Pihak luar pernah memberikan bantuan - Jenis bantuan yang diberikan - Pengurus Data primer : Perencanaan, meliputi: - Pelanggan - Proses sosialisasi program, - Tokoh masy. - Sarat menjadi anggota, pelaksanaan, meliputi: - Pemilihan ketua - Syarat menjadi ketua Dokumen UAB ”Tirta kencana : - Pengurus”TK” - Proses sosilasi program - “TK”.kehadiran anggt dl.pertemn - Sarat menjadi anggota Pelaksanaan: - Pemilihan ketua - Pengelolaan hsl.iuran anggta - Tk.kehadiran anggt.dl.pertman - Keaktifan anggt.dl.pertemuan - Ketaatan anggt. dl.pertemuan - Tnggpn.anggt.thp.lap.pengrs - Byk.sedkitnya anggota - Byk,sedikitnya peraturan Data sekunder : - evaluasi - kegiatan pelaporan - jaringan - kegiatan pengorgnisasian Data primer: - Pengurus”TK” - permasalahan UAB ”TK” - Anggota - pihak-pihak terkait atau - Tokoh masy. stakeholders - Aspirasi anggota, masyarakat
- Wawancara mendalam - Studi dokumtsi
Studi dokumtsi
- Diskusi kelpk/ FGD - Wawancara dg. tokohtokoh masy.
3.6. Analisis dan Pelaporan Sebelum melakukan analisis dan pelaporan terdapat beberapa tahapan yang tentang
perlu dilakukan guna memperoleh gambaran serta informasi lengkap profil organisasi UAB “Tirta Kencana”, operasionalisasi dan
pemanfaatan sarana prasarana, pengelolaan, program-program yang dilakukan dalam penguatan kelembagaan, serta permasalahan apa yang dihadapi oleh masyarakat berkaitan dengan penyediaan air bersih. Semua informasi yang diperlukan diperoleh secara langsung melalui focus group discussion, wawancara dengan pengurus atau pengelola dan masyarakat sebagai anggota atau pelanggan. Kesemua aktifitas tersebut direkam baik dalam bentuk catatan hasil wawancara,
40
dokumentasi berupa photo maupun rekaman pembicaraan. Konfirmasi atas kebenaran informasi dilakukan juga dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak dan instansi terkait, pemerintah daerah setempat, ataupun dengan mempelajari dan memperbandingkan informasi dengan dokumentasi yang ada. Kumpulan dari semua informasi baik data primer maupun sekunder menjadi bahan analisis. Hasil pengumpulan informasi tersebut selanjutnya diuraikan dan diuji kebenaran maupun relevansinya dengan teori-teori yang telah diajukan. Dalam hal ini artinya penganalisaan atas kesesuaian kondisi empiris dan teoritis dilakukan secara sistematis dan berdasarkan argumen-argumen yang dibuat sebelumnya. Dari analisis tersebut akan diperoleh suatu penjelasan secara rinci tentang organisasi UAB “Tirta Kencana” apakah sesuai dengan argumentasi atau adakah penyimpangan dan permasalahan yang dijumpai yang muncul dari hasil kajian tersebut. Dengan kata lain, setelah melakukan analisis data yang dikaitkan dengan teori maupun kondisi riel setempat, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai subyek kajian. Selanjutnya, temuan-temuan baru dari hasil analisis dan permasalahan yang dihadapi dengan ditemukan hasil tersebut, membuahkan suatu bentuk saran ataupun rekomendasi, yang mana semua itu dipakai sebagai landasan pembuatan suatu rancangan penyusunan program sebagai satu solusi bagi permasalahan maupun saran dan rekomendasi bagi penguatan kelembagaan UAB “Tirta Kencana” (Gambar 6). Tahapan kegiatan yang dilakukan itu semua dituangkan dalam bentuk laporan akhir.
3.7. Rancangan Penyusunan Program Dari pemahaman tentang kondisi yang ada, maka guna perbaikan dan peningkatan serta kesinambungan dari organisasi UAB ’Tirta Kencana”, perlu disusun suatu rancangan program. Rancangan program dibuat bersama-sama dengan melibatkan semua unsur masyarakat. Pendekatan partisipatif dilakukan terhadap masyarakat untuk menggali pengetahuan tentang potensi-potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan yang dirasa mendesak, permasalahan yang dihadapi, serta menentukan prioritas permasalahan yang perlu segera diatasi. Dengan mengetahui dan memahami potensi, kebutuhan, permasalahan, dan
41
prioritas penanganan, maka disusunlah program yang mendukung bagi penguatan kelembagaan. Program diperoleh dari hasil diskusi kelompok dengan pihak terkait (stakeholders), seperti: pengurus UAB ”Tirta Kencana”, anggota atau pelanggan, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW, serta aparat pemerintah terkait. Dalam diskusi dibahas mengenai hasil analisa terdahulu, kemudian secara bersama-sama menyusun program penguatan kelembagaan.
42
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN COKRODININGRATAN 4.1. Keadaan Geografis Secara
administrasi
kampung
Jetisharjo
berada
di
Kelurahan
Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kampung Jetisharjo terletak di ujung utara kota Yogyakarta, berbatasan dengan Kabupaten Sleman. Batas wilayah Kelurahan Cokrodiningratan adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara
: Kelurahan Karangwaru, Kecamatan Tegalrejo
2. Sebelah timur
: Kelurahan Gowongan, Kecamatan Jetis
3. Sebelah barat
: Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis
4. Sebelah selatan
: Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman
Kelurahan Cokrodiningratan terdiri dari 11 rukun warga (RW), 60 rukun tetangga (RT), dengan luas wilayah 0,66 km. Secara fisik Kelurahan Cokrodiningratan dilalui jalan propinsi yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman, juga dilalui sungai Code yang membagi kota Yogyakarta. Jarak/orbitasi Kelurahan Cokrodiningratan sebagai berikut: 1. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan
: 1 km
2. Jarak dari pusat pemerintahan kota
: 6 km
3. Jarak dari ibu kota propinsi
: 2 km
4. Jarak dari ibu kota negara
: 565 km
Penggunaan dan luas tanah disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Luas Tanah Menurut Penggunaannya No. 1 2 3 5 6 7
Penggunaan tanah Luas tanah (km²) Persentase (%) Pemukiman/perumahan 0,50 75,76 Makam 0,04 6,06 Pekarangan 0,02 3,03 Tanaman 0,01 1,52 Perkantoran 0,02 3,03 Prasarana umum lainya 0,07 10,6 Jumlah 0,66 100 Sumber: Profil Kelurahan Cokrodiningratan Tahun 2006
43
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar luas lahan digunakan sebagai areal pemukiman/perumahan seluas 0,50 km (75,76%) dan sisanya untuk prasarana umum seluas 0,07 km, makam 0,04 km, masing-masing 10,6% dan 6,06%. Lahan untuk pekarangan dan perkantoran masing-masing 3,03% dan untuk tanaman 1,52%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Kelurahan Cokrodiningratan cenderung padat dan penuh dengan pemukiman.
4.2. Kependudukan Penduduk merupakan salah satu aspek yang penting dalam setiap kegiatan perencanaan, implementasi program maupun pengelolaan. Tabel 4 menunjukkan sebaran penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin. Tabel 4 Sebaran Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin Jenis kelamin Usia Laki-laki Perempuan 0 – 4 th 245 223 5 – 9 th 456 358 10 – 14 th 480 532 15 – 19 th 713 642 20 – 24 th 833 685 25 – 29 th 789 700 30 – 34 th 722 656 35 – 39 th 643 624 40 – 44 th 612 630 45 – 49 th 535 502 50 – 54 th 400 365 55 – 59 th 159 125 60 - 64 th lebih 299 241 Jumlah 6.886 6.283 Sumber: Profil Kelurahan Cokrodiningratan Tahun 2006
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jumlah 468 814 1.012 1.355 1.518 1.489 1.378 1.267 1.242 1.037 765 284 540 13.169
Persentase (%) 3,55 6,18 7,68 10,29 11,53 11,32 10,46 9,62 9,43 7,87 5,82 2,16 4,10 100
Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia produktif atau usia kerja (15-64 tahun) di Kelurahan Cokrodiningratan sebanyak 10.335 orang (78,48%) dari total penduduk sebesar 13.169 orang. Untuk mengetahui angka ketergantungan penduduk, maka usia nonproduktif meliputi anak-anak (0-14 tahun) dan lansia (60 tahun ke atas) dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berusia 15-64 tahun/usia produktif (2.834: 10.335). Dari angka rasio tersebut diketahui bahwa angka beban tanggungan menunjukkan hasil yang relatif besar yakni, setiap 100 orang usia produktif menanggung beban 27 orang usia non
44
produktif. Usia produktif termasuk didalamnya kelompok yang bekerja dan pencari kerja. Kelompok pencari kerja secara langsung tergantung kepada kelompok yang sudah bekerja. Jadi angka ketergantungan secara riil lebih besar dari 27. Kelompok bukan angkatan kerja adalah pelajar dan pencari kerja atau pengangguran. Keterbatasan lapangan kerja disebabkan oleh besarnya jumlah pencari kerja, dan sumberdaya yang dimiliki oleh pencari kerja yang tidak sesuai dengan lapangan kerja yang ada. Jumlah pencari kerja yang tidak dapat tertampung pada lapangan pekerjaan yang ada, mengakibatkan besarnya angka pengangguran dan kemiskinan. Semakin sempitnya lapangan kerja yang tersedia akan mempengaruhi kelembagaan yang ada khususnya ekonomi, sehingga pengembangan inovasi sangat diperlukan dalam rangka menciptakan/membuka peluang kerja bagi bertambahnya pengangguran.
4.2.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk akan berpengaruh pada jenis pekerjaan dan pendapatan penduduk. Keanekaragaman tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat pendidikan
Jumlah (orang) 1 Tidak tamat SD 5.338 2 Tamat SD/sederajat 4.996 3 Tamat SMP/sederajat 3.275 4 Tamat SMA/sederajat 2.726 5 PT/Akademi 1.095 Jumlah 17.430 Sumber: Profil Kelurahan Cokrodiningratan Tahun 2006
Persentase (%) 30,63 28,66 18,79 15,64 6,28 100,00
Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada kelompok wajib belajar (7-15 tahun) di Kelurahan Cokrodiningratan cukup besar yaitu 8.271 jiwa atau (47,45%), kemudian diikuti dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 2.726 jiwa atau (15,63%). Komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan Akademi/ Perguruan Tinggi sebesar 1.095 jiwa (6,28%). Sumber daya manusia di Kelurahan Cokrodiningratan relatif memadai, hal ini ditunjukkan dengan mayoritas penduduk berpendidikan menengah sebesar 47,45%. Kondisi
45
tersebut tidak terlepas dengan mata pencaharian penduduk yang mayoritas bekerja pada sektor informal. Pendapatan penduduk relatif kecil UMR Provinsi DIY sebesar Rp.536.000,- (Jamsostek). Pendapatan penduduk yang relatif kecil, berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang pendididkan yang lebih tinggi. 4.2.2. Mata Pencaharian Penduduk Mayoritas
penduduk
Kelurahan
Cokrodiningratan
memiliki
mata
pencaharian sebagai buruh sebanyak 3.254 orang atau 48,34%, pedagang sebesar 1.846 orang (27,43%), pegawai negeri sebesar 810 orang (12,03%), pengrajin, TNI/POLRI serta lainnya. Mata pencaharian dengan prosentase 12,20% tersebar sebagai buruh/swasta, pedagang informal (seperti: bekerja sebagai buruh bangunan, buruh di pasar, penjaga toko, warung). Dapat dikatakan di sini bahwa mata pencaharian penduduk relatif heterogen. Letak wilayah yang relatif strategis membuat penduduk mempunyai banyak pilihan dalam mencari sumber penghidupan. Tabel 6 menunjukkan sebaran mata pencaharian penduduk. Tabel 6 Sebaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No
Mata pencaharian pokok
Jumlah (orang) 1 Buruh 3.254 2 Pagawai negeri 810 3 Pengrajin 425 4 Pedagang 1.846 5 Penjahit 35 6 Tukang batu 49 7 Tukang kayu 22 8 Montir 39 9 Dokter 18 10 Sopir 26 11 Pengendara becak 55 12 Tni/polri 143 13 Pengusaha 9 Jumlah 6.731 Sumber: Profil Kelurahan Cokrodiningratan Tahun 2006
Persentase ( %) 48,34 12,03 6,31 27,43 0,53 0,74 0,32 0,58 0,27 0,38 0,81 2,12 0,13 100,00
4.3. Struktur Masyarakat Pelapisan sosial terdapat pada semua komunitas yang ada di masyarakat, bertitik berat pada sesuatu yang dihormati, dihargai dan berpengaruh terhadap
46
lingkungan, seperti: tokoh masyarakat (penduduk asli) atau aparat pemerintah. Pelapisan sosial di Kelurahan Cokrodiningratan, dapat dilihat dari sistem sosial masyarakat yang ada, yang cenderung bersifat terbuka, artinya seseorang dengan kemampuan diri, dihormati, dihargai serta pengaruh besar terhadap lingkungan menduduki lapisan sosial atas. Pelapisan sosial masyarakat Cokrodiningratan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
tokoh masyarakat I II
aparat Kelurahan/RT-RW
III
masyarakat
Lapisan sosial pertama diduduki oleh tokoh masyarakat, biasa disebut pemimpin informal (seperti sesepuh, tokoh agama). Pimpinan informal dipilih atas dasar faktor sosial, keaktifan dalam kegiatan masyarakat dan memiliki waktu. Kelurahan Cokrodiningratan merupakan wilayah pemukiman yang berkembang dan memiliki latar belakang yang beragam baik dari suku/etnis, agama serta ekonomi. Adanya tokoh masyarakat berpengaruh positif dalam kehidupan masyarakat dan mampu menciptakan suasana yang kondusif (aman). Komunitas yang ada di Kelurahan ini terbentuk atas dasar teritorial dan secara administrasi memiliki perangkat seperti aparat Kelurahan, RW maupun RT yang memberikan pelayanan pada masyarakat dan yang disebut sebagai pemimpin formal. Lapisan sosial kedua biasanya berperan sebagai juru bicara atau wakilwakil masyarakat atas kepentingan-kepentingan komunitas setempat dengan pihak pemerintah, swasta ataupun unsur-unsur lain dalam menyelesaikan masalahmasalah di lingkungan komunitas RW/RT. Lapisan sosial ketiga adalah masyarakat dari semua lapisan termasuk buruh, pedagang, pagawai negeri, pengrajin, TNI/POLRI dan lain-lain, yang tidak termasuk ke dalam lapisan sosial pertama maupun kedua.
47
Kampung Jetisharjo terdiri dari 3 RW yaitu RW 05, 06 dan 07. Secara topografi wilayah RW07 memiliki wilayah yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah (Jawa: ledok ). Sedang 2 RW lainnya, sebagian besar wilayahnya berada di atas, dengan penduduk mayoritas bekerja sebagai PNS atau swasta yang secara ekonomi jauh lebih mapan. Kelompok ini merupakan potensi tersendiri jika bergabung bersama masyarakat RW07.
48
4.4. Kelembagaan atau Organisasi Sosial Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Cokrodiningratan sangat beragam
yang
mencakup
lembaga
ekonomi,
pendidikan,
keagamaan,
pemerintahan, somantik dan lembaga sosial. Lembaga ekonomi yang ada antara lain adalah koperasi, pasar, warung, toko, arisan, simpan pinjam. Sedang, lembaga pendidikan meliputi sekolah-sekolah yang dibangun guna memenuhi kebutuhan pendidikan dan pembelajaran masyarakat seperti TK, SDN, SMP, SMA, SMK. Lembaga keagamaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berhubungan dengan Tuhannya yang terdiri atas masjid, mushola, gereja, vihara serta kelompok Majelis Ta’lim di tingkat RW maupun RT, kelompok remaja masjid (remaska), kelompok remaja gereja. Selanjutnya, lembaga pemerintahan bertugas untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, mencakup di dalamnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota (LPMK) dan PKK. Lembaga somatik berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah manusia, seperti posyandu, dokter. Lembaga sosial dan pola hubungan masyarakat seperti: kelompok ronda, gotong royong dalam menjaga lingkungan maupun dalam pembangunan. Proses asosiatif tetap terjaga dalam masyarakat terlihat pada kerjasama kelompok arisan, ronda, pengajian. Adanya berbagai kelembagaan dan kelompok sosial merupakan fenomena alami yang terdapat pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi rasa saling menghormati, kerjasama yaitu memajukan tujuan bersama, yaitu memajukan kampung dan mensejahterakan masyarakat.
49
V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT JETISHARJO Wilayah perkotaan selalu mempunyai daya tarik yang sangat kuat bagi pendatang untuk bermukim di kawasan tersebut. Hal ini, disebabkan karena wilayah perkotaan umumnya dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang memberikan banyak peluang kerja, bagi penduduk khususnya yang berasal dari perdesaan. Sebaliknya, keterbatasan kemampuan pemerintah dalam membiayai pembangunan sarana prasarana, berdampak pada masyarakat yang tingkat sosial ekonominya rendah. Masyarakat golongan ekonomi rendah tidak mampu menjangkau sarana yang mereka butuhkan, seperti: perumahan, air bersih, transportasi, penerangan, dan sebagainya. Kota Yogyakarta mengalami perkembangan yang pesat akibat perluasan daerah pemukiman. Hal ini mencerminkan adanya pertambahan penduduk dan perubahan tata guna lahan yang begitu cepat. Sebagai contoh, wilayah bantaran (pinggir) sungai yang membelah kota, merupakan daerah pemukiman yang secara faktual menunjukkan pertumbuhan penduduk sangat cepat. Pemanfaatan kawasan ini adalah sebagai tempat tinggal dengan kondisi lingkungan seadanya, seperti: bangunan rumah yang kurang layak huni, sungai ataupun air tanah di sekitarnya dimanfaatkan untuk kebutuhan minum, cuci, mandi, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Dalam rangka mengatasi kemiskinan Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Kelurahan Cokrodiningratan memperoleh program pengentasan kemiskinan dari Pemerintah berupa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Penataan dan Rehabilitasi Pemukiman (P3P). Proyek Penanggulangan Kemiskinan di perkotaan (P2KP) adalah landasan dan pemicu tumbuhnya gerakan pembangunan berkelanjutan dalam penanganan kemiskinan di perkotaan. Visi P2KP adalah mewujudkan masyarakat madani, maju, mandiri, dan sejahtera dalam lingkungan permukiman sehat, produktif dan lestari. Sedang, misi P2KP adalah membangun masyarakat mandiri yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu
50
mewujudkan terciptanya lingkungan permukiman yang tertata, sehat, produktif dan berkelanjutan. Adapun maksud dari program P2KP adalah untuk dapat memperluas prospek dan pilihan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sedang, tujuan program P2KP menurut Direktorat Jendral Perumahan dan Permukiman (2001), meliputi: 1) penyediaan dana pinjaman untuk mengembangkan kegiatan usaha produktif dan membuka lapangan kerja baru; 2) penyediaan dana hibah untuk pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan untuk penunjang pelaksanaan kegiatan usaha ekonomi produktif; 3) peningkatan kemampuan perorangan dan keluarga miskin melalui upaya bersama berlandaskan kemitraan, yang mampu menumbuhkan usaha-usaha baru yang bersifat produktif berbasis pada usaha kelompok; 4) penyiapan, pengembangan, dan peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat di tingkat Kelurahan untuk dapat mengkoordinasikan
dan
memberdayakan
masyarakat
dalam
program
pembangunan, dan; 5) pencegahan menurunnya kualitas lingkungan, melalui upaya perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan. Komponen ekonomi diwujudkan dalam bentuk usaha-usaha berskala kecil. Kegiatan usaha kecil meliputi industri rumah tangga, perdagangan dan jasa, yang dilakukan secara perorangan atau keluarga miskin yang berada dalam kelompok masyarakat sebagai bentuk kelompok swadaya masyarakat (KSM). KSM ini selanjutnya disebut dengan kelompok masyarakat (pokmas). Setiap pokmas dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama masyarakat dan sesuai jenis usaha yang ditekuni dengan jumlah anggota berkisar antara 5-10 orang. Besar kecilnya dana bantuan disesuaikan dengan jumlah penduduk miskin di wilayah calon penerima program. Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu penerima program, memperoleh dana sebesar Rp. 42.100.000,- yang diperuntukkan untuk 1.690.344 jiwa. Apabila dibandingkan dengan daerah lain jumlah tersebut tergolong kecil. Kampung Jetisharjo pada tahun 1998 menerima program P2KP untuk wilayah Provinsi DIY. Jumlah bantuan dana yang diberikan kepada masing-masing kelompok beragam tergantung pada jenis kegiatan yang perlu didanai. Jangka waktu pinjaman rata-rata 10-18 bulan. Bantuan yang
51
diterima masyarakat digunakan untuk usaha ekonomi produksi, seperti yang terlihat dalam tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Kelompok Masyarakat Penerima Bantuan P2KP Wil.
Kelompok usaha
Anggota
RT 29
Wrg. Kelontong b Ny. Reben (5 orang) Makanan kecil n Ny. Sugiarti (6 orang) Kelp. Bunga korsase c Ny. Paryati (6 orang) RT 30 Kelp. Makanan kecil a Ny. Mujiono (4 orang) angkringan RT 31 Kelp. Makanan kecil h Ny. Ngadino (10 orang) Kelp. Bunga korsase d Ny. Kuat rahayu (7org) Kelp. Bunga korsase f Nn. Menuk (10 orang) RT 32 Kelp. Wrg. Makan fNy. Hariyani (5 orang) Warteg RT 33 Kelp. Makanan kecil dNy. Sadiran c (6 orang) gorengan Usaha bengkel motor Sudarmanto (5 orang) Sumber: Data Sekunder yang telah diolah, Tahun 2006
Bantuan (Rp.) 490.000 280.000 270.000 220.000 100.000-alat 900.000 430.000 515.000 450.000 50.000-alat 460.000
Lama Pnjm (Dlm Bln) 10 10 10 10
725.000
10
10 10 10 10 10
Berdasarkan tujuan program, pihak yang menerima dana bantuan sebagai stimulan, berkewajiban mengembalikan/mengangsur pinjaman tersebut sesuai dengan kemampuan dan sifat dana tersebut adalah bergulir atau disebut sebagai pinjaman modal bergulir (revolving fund). Pelaksanaan program P2KP di kampung Jetisharjo, mengalami beberapa kendala sehingga bantuan yang diberikan belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan program. Kendala-kendala tersebut meliputi: 1) kekurangan sosialisasi program sehingga berdampak dalam pembentukan kelompok terkesan asal-asalan. Ternyata anggota kelompok yang dibentuk, mayoritas tidak memiliki latar belakang usaha; 2) istilah ”bantuan” dimaknai oleh masyarakat sebagai pemberian cuma-cuma, sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan, dan; 3) tenaga pendamping bagi penerima bantuan kurang profesional dalam hal pengelolaan usaha dan manajemen praktis, sehingga berdampak pada kemacetan pengembalian bantuan maupun keberlangsungan usaha. Lebih dari satu dasawarsa sejak krisis moneter tahun 1997, dampak krisis tersebut masih sangat terasa. Krisis yang berkepanjangan berimplikasi terhadap penurunan derajad hidup rakyat. Pengangguran dan kemiskinan adalah akibat langsung dari banyaknya badan usaha yang pada saat itu, ingin survive kemudian
52
melakukan rasionalisasi pegawai secara besar-besaran, juga akibat dari banyaknya badan-badan usaha yang terpaksa gulung tikar dan mengalami kebangkrutan. Menurut Data BPS, jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2005 mencapai 638 ribu jiwa (Biro Pusat Statistik, 2005). Banyaknya jumlah penduduk miskin berpengaruh terhadap kualitas hidup maupun daya beli masyarakat. Kondisi masyarakat yang semakin terpuruk ini menggambarkan situasi darurat yang memerlukan penanganan segera. Untuk memotong lingkaran kemiskinan tersebut, diperlukan perhatian dan intervensi Pemerintah. Situasi ini mengilhami lahirnya kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS). JPS merupakan program pertolongan atau penyelamatan bagi masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomis, dan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar, seperti: pendidikan dan kesehatan (Sulistiyani, 2004). Selanjutnya Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan program kompensasi dana untuk rakyat miskin akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tahun 2005. Secara filosofi, tujuan program memiliki kesamaan dengan program JPS yaitu untuk menyelamatkan rakyat dari deraan krisis. JPS bersifat darurat, sedang BLT bersifat bantuan murni yang langsung diterima masyarakat. Pihak penerima bantuan tidak memiliki konsekuensi menggulirkan dana kepada pihak lain. Mayoritas penduduk Jetisharjo (60%) bekerja sebagai buruh, sehingga termasuk dalam golongan yang berhak menerima dana BLT. Program BLT sebagi bentuk upaya mengatasi gejolak dampak kenaikan harga BBM, memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1) dalam penyaluran ke masyarakat mengalami kesulitan, karena data yang dipergunakan Pemerintah bersumber dari data makro hasil survei BPS Nasional. Sedangkan untuk penyaluran dibutuhkan data mikro, yang secara lengkap dan jelas menunjukkan nama dan alamat penerima. Data mikro belum tersedia secara baik sehingga menimbulkan kesulitan bagi pelaksana di lapangan dan menimbulkan kerancuan bagi calon penerima bantuan; 2) program BLT ”kurang mendidik.” Masyarakat memaknai bantuan tersebut sebagai pemberian cuma-cuma karena masyarakat tidak dibebani kewajiban untuk mengembalikan. Kondisi ini berbeda dengan program-program yang ada
53
sebelumnya, dimana bantuan yang dikucurkan pemerintah hanyalah sebagai stimulan. Proses pembangunan yang dilakukan Pemerintah selama ini cenderung bersifat top down. Masyarakat tidak dilibatkan dari proses awal perencanaan hingga pelaksanaan. Hal ini membuat masyarakat merasa hanya sebagai objek pembangunan. Apa yang telah dibangun pemerintah bukan merupakan kebutuhan utama di lingkungan mereka, akibatnya masyarakat tidak merasa memiliki dan tidak bertanggungjawab terhadap apa yang telah diberikan oleh pemerintah tersebut. Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan wewenang Kepala Daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri dan aspirasi masyarakat. Program Penataan dan Rehabilitasi Pemukiman (P3P) diberikan bagi masyarakat miskin di daerah perkotaan, sebagai akibat menjamurnya pemukimanpemukiman kurang layak huni. Bidang perumahan dan pemukiman tidak dapat dilihat sekedar permasalahan fisik, namun harus dikaitkan dengan masalah lain, seperti: masalah sosial, ekonomi, budaya, keharmonisan antar warga serta keberlanjutan program. Maksud dari Program P3P adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di perkampungan perkotaan, melalui penataan kembali lingkungan perumahan yang tidak/kurang layak huni. Tujuan program P3P adalah mewujudkan kawasan pemukiman menjadi lebih layak huni, lebih tertib, tertata dan terencana, sebagai bagian dari kawasan perkotaan, mendorong percepatan peningkatan kepedulian serta kemampaun swadaya masyarakat di bidang perumahan dan pemukiman secara berdayaguna dan berhasil guna. Sasaran program adalah tercapainya masyarakat yang mandiri memenuhi kebutuhan akan rumah layak dalam lingkungan sehat, tertib dan terencana, dan melembaganya pembangunan perumahan dan pemukiman menjadi gerakan yang mengakar pada karsa masyarakat (Ditjen. Perkim, 2001). Program P3P menggunakan pendekatan yang disebut TRIBINA. Berdasarkan pengalaman yang ada, pemerintah merubah paradigma pembangunan dan cenderung lebih akomodatif, dengan penyelenggaraan yang lebih banyak
54
melibatkan masyarakat, sehingga paradigma pembangunanpun bergeser dari “Tribina” menjadi “Tridaya.” Konsep “Tridaya” mencakup: 1) memberdayakan masyarakat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; 2) mendayagunakan sarana dan prasarana fisik; dan 3) memberdayakan usaha ekonomi (Ditjen. Perkim, 2001). Komponen utama P3P meliputi: 1) penyiapan masyarakat yang selama ini dikenal dengan nama bina manusia, saat ini diperkenalkan dengan sebutan baru pemberdayaan
sosial
kemasyarakatan;
2)
rehabilitasi,
peningkatan
atau
penyediaan prasarana dan sarana primer (berskala lokal/pemukiman), yang diperkenalkan dengan sebutan pendayagunaan sarana dan prasarana (dulu bina lingkungan), yang dilaksanakan berdasarkan cap (community action plan) berjangka lima tahunan; 3) bantuan bergilir atau penyediaan sarana usaha untuk pengembangan kegiatan usaha ekonomi lokal, diperkenalkan dengan sebutan pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi (dulu Bina Usaha). Di Yogyakarta, kegiatan penataan kawasan kumuh sepanjang bantaran sungai Code lebih terkonsentrasi di bagian tengah dan selatan. Untuk meningkatkan keberhasilan penataan serta untuk mengurangi kesenjangan pembangunan, maka kegiatan yang sama perlu dilakukan di wilayah bagian utara (Ditjend Perkim, 2001). Kegiatan-kegiatan fisik P3P yang telah dilaksanakan di bantaran sungai Code meliputi pekerjaan, antara lain: 1) air bersih, kegiatan yang dilakukan adalah pengadaan pipa dan water meter, resevoir, bak air, rumah pompa, pengadaan pompa, pengadaan sambungan rumah (SR). Pembangunan jalan setapak dengan coneblock; 2) persampahan, seperti pengadaan gerobak sampah;
3)
saluran
drainase,
seperti
pembangunan/pengadaan
saluran
drainase. Adanya program P3P dapat memberikan manfaat secara fisik, sosial dan budaya. Secara keseluruhan wilayah di wilayah bantaran sungai Code ini lebih tertata, dan bersih terlihat sebagai suatu lingkungan pemukiman yang layak huni dan masyarakat semakin tinggi tingkat kesadarannya dalam menjaga lingkungan yang telah diperbaiki.
55
VI. ORGANISASI UAB ”TIRTA KENCANA”
Pada bagian ini, kajian dititikberatkan pada upaya untuk menjelaskan mengenai sejarah, profil, tujuan, struktur, pembagian pekerjaan dalam struktur organisasi, norma dan karakteristik anggota UAB ”Tirta Kencana”. Adapun profil organisasi UAB ”Tirta Kencana” terdiri dari tujuan organisasi, struktur organisasi, pembagian pekerjaan yang sesuai dengan struktur organisasi dan norma. Sekalipun masyarakat tahu bahwa pemenuhan kebutuhan akan air bersih merupakan tanggungjawab dan kewajiban pemerintah atau negara melalui usaha PDAM. Pada realita sesungguhnya tidak semua warga mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati layanan publik tersebut. Hal ini disebabkan antara lain, di samping keterbatasan dana dan teknologi yang dimiliki pemerintah juga karena faktor-faktor lain, seperti: kesulitan medan jangkauan, tidak ekonomis untuk kondisi wilayah dengan mayoritas penduduk berpenghasilan rendah. Atas dasar alasan tersebut, maka diperlukan suatu upaya atau terobosan dalam mengatasi masalah ketersediaan air bersih. Seperti apa yang telah terjadi dan dituturkan oleh masyarakat Jetisharjo yang bermukim di lembah bantaran sungai Code.
6.1. Sejarah terbentuknya UAB ”Tirta Kencana:” Sejak awal masyarakat menetap di kampung Jetisharjo, mereka menghadapi kesulitan memperoleh air bersih. Hal ini mendorong masyarakat untuk mencari solusi alternatif yaitu dengan memanfaatkan sumber mata air yang memancar dari dinding tebing sungai Code. Selama bertahun-tahun, sumber air tersebut dimanfaatkan oleh penduduk untuk keperluan sehari-hari, seperti: minum, mandi, cuci serta keperluan rumah tangga lainnya. Salah satu sumber mata air disebut dengan mbelik senthong’, karena letak sumber membentuk seperti gua (bahasa Jawa: ”senthong”). Pengalaman ini dituturkan oleh bapak Sd yang sejak tahun 1971 tinggal di Jetisharjo. ...dulu sebelum ada UAB Tirta Kencana , untuk mendapatkan air bersih, saya dan anggota keluarga lainnya mengambil langsung ke mata air mbelik senthong . Sulit dan capek karena harus menyeberangi sungai lebih dahulu...
56
Dari penuturan bapak Sd memberikan gambaran tetang betapa sulit dan melelahkan bagi masyarakat Jetisharjo untuk mendapatkan air bersih kala itu. Namun dengan berjalannya waktu, masyarakat tidak tinggal diam. Mereka secara bersama-sama
mencoba
mencari
solusi
yang
terbaik
untuk
mengatasi
permasalahan tersebut. Dengan semangat kebersamaan dan sebagai hasil musyawarah seluruh warga, ditemukanlah cara sederhana mengatasi penyediaan air bersih, yaitu dengan membuat bak umum untuk menampung air dari mata air yang ada. Air dari mata air dialirkan melewati bambu yang berfungsi sebagai pipa. Dengan memanfaatkan perbedaan ketinggian tebing dipakailah tenaga gravitasi untuk mengalirkan air. Penggunaan bambu sebagai pipa karena bambu banyak tumbuh di lokasi setempat. Pengalaman berharga dalam menemukan alternatif pemecahan masalah air disampaikan oleh Bpk Sh sebagai berikut: ...agar warga mudah mengambil air, bagaimana kalau air yang berasal dari mata air/pancuran tersebut dialirkan dengan menggunakan bambu toh di sini (di pinggir sungai Code) banyak tumbuh pohon bambu... Usulan bapak Sh mendapatkan tanggapan positip dari warga. Masyarakat selanjutnya bersama-sama, bergotong royong membuat saluran air dari bambu dialirkan ke seberang sungai untuk kemudian ditampung dalam bak penampungan dekat dengan rumah penduduk. Dibangunnya bak air dan disalurkannya air melalui pipa bambu betul-betul membantu meringankan beban warga yang sebelumnya harus menyeberang sungai untuk memperoleh air bersih. Sistem penyaluran air dengan menggunakan pipa bambu berlangsung hingga tahun 1993. Ternyata, bambu memiliki daya tahan yang terbatas dan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bahan pengganti yang lebih kuat dan tahan lama, seperti besi atau pralon. Selain mengganti pipa aliran air juga perlu dipertimbangan tenaga yang dipakai untuk mengalirkan air ke seberang sungai agar dapat menjangkau jarak cukup jauh. Gagasan mengganti tekanan perbedaan tinggi tempat (elevasi) untuk mengalirkan air dengan menggunakan pompa hidraulik, sesungguhnya berasal dari seorang warga yang tinggal di wilayah Mertoyudan-Magelang. Warga tersebut memiliki pengalaman yang hampir sama dengan yang dialami oleh masyarakat Jetisharjo saat ini yaitu kesulitan untuk memperoleh air bersih. Ternyata, masyarakat Mertoyudan-Magelang mampu mengatasi kesulitan itu
57
dengan menggunakan pompa hidraulik. Pertimbangan penggunaan pompa hidraulik adalah pompa tersebut tidak membutuhkan bahan bakar melainkan menggunakan tekanan/tenaga air dari mata air, sehingga menjadi sangat ekonomis. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk membeli bahan bakar. Informasi mengenai pengalaman ini, kemudian disampaikan oleh warga kepada pengurus RW, seperti yang dijelaskan bapak Ttk : ...muncul ide menggunakan pompa hidraulik berawal dari informasi yang disampaikan teman Itd yang berasal dari Mertoyudan-Magelang. Hal tersebut kemudian memotivasi pengurus RW untuk menggunakan pompa hidraulik dan mengganti bambu dengan pipa paralon. Kemudian pengurus RW menyampaikan ke warga melalui forum RT adanya rencana tersebut. Adanya rencana tersebut masyarakat setuju dan secara swadaya mampu mengumpulkan dana sebesar Rp.325.000,- untuk membeli pompa (pesan di Magelang). Usaha menggunakan pompa hidraulik baru terealisir sekitar Tahun 1994. Pompa kemudian dipasang serta dilengkapi dengan jaringan pipa distribusi sederhana ke beberapa pelanggan. Usaha awal dengan menggunakan pompa tersebut baru mampu membuat 6 sambungan pada warga yang rumahnya berjarak kira-kira 25 meter dari pompa serta letaknya berada di bawah/bantaran sungai. Sedang warga yang belum mendapat sambungan dapat memanfaatkan bak pemandian umum yang letaknya di dekat pompa... Dari informasi tersebut di atas, adanya pompa hidraulik serta sarana air bersih lainnya telah memudahkan dan meringankan masyarakat untuk memperoleh air. Namun demikian, sarana yang ada masih terbatas, belum mampu memberikan pelayanan pada seluruh penduduk, karena kendala kondisi topografis Jetisharjo tidak rata. Pelayanan sambungan rumah (SR) baru menjangkau penduduk yang tinggal di bagian bawah dekat dengan pompa, pendistribusian air ke rumah-rumah belum menggunakan water meter. Aliran dari bak penampung ke masing-masing penduduk menggunakan tenaga yang berasal dari perbedaan tinggi tempat (elevasi), yang mana bak penampung lebih tinggi 25 m dari tempat tinggal atau rumah warga. Pada tahun 1997/1998, Dinas PU Propinsi DIY membantu sarana prasarana air bersih berupa 2 bak penampung air yang memiliki kapasitas 4000 liter, sejumlah pipa produksi maupun distribusi serta pompa air berkapasitas 50 ltr/dtk. Pada Tahun 2001 masyarakat Jetisharjo mendapat bantuan program P3P dari Departemen PU Pusat melalui dinas PU Provinsi DIY. Bantuan tersebut digunakan untuk meningkatkan dan menambah sarana prasarana yang ada,
58
seperti: 1) membangun rumah pompa, menambah daya-listrik, membuat bangunan reservoir air baru, 1 meter lebih tinggi dari keadaan semula (menjadi 7 meter), dengan daya tampung bak sebanyak empat meter kubik dan penambahan pompa kapasitas menjadi 75 ltr/dtk; 2) agar memudahkan pengelolaan usaha air ini, maka dibentuk suatu paguyuban atau kelompok swadaya masyarakat. Pelaksanaan P3P menggunakan Konsep Tridaya digunakan untuk kesinambungan pembangunan dan memberdayakan masyarakat, yang melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan kegiatan, termasuk pemasangan jaringan sampai ke rumah warga. Pemberdayaan mempunyai arah pada suatau proses penggalian sumberdaya lokal, serta pemberian peran yang lebih besar (Kimpraswil, 2001). Bantuan pembangunan yang diberikan diantaranya sarana prasarana air bersih tersebut selain dapat menambah sarana prasarana juga untuk meningkatkan pelayanan yaitu menambah jaringan pemipaan ke rumah-rumah anggota sebanyak 17 SR menjadi 50 SR. Setelah selesai pelaksanaan pembangunan sarana prasarana air bersih, dan selanjutnya pengelolaan air diserahkan kepada warga kampung Jetisharjo yang diwakili oleh pengurus Kampung, Ketua RW 07. Untuk mengkoordinir pengelolaan ketua RW 07 berinisiatip membentuk paguyuban. Sosialisasi terhadap masyarakat dilakukan melalui forum-forum yang ada seperti pertemuan RW, RT dan PKK. Pada bulan April tahun 2001, pertemuan dalam rangka membentuk paguyuban difasilitasi oleh Fakultas Geografi UGM, dihadiri oleh perwakilan masyarakat antara lain ketua RW, Ketua RT 29, RT 30, RT 31 dan RT 32, RT 33, penasehat Kampung dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Guna mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber air, pengelolaan sarana prasarana yang ada dan mengatur pelanggan maka dibentuklah lembaga atau organisasi yang diberi nama Usaha Air Bersih “Tirta Kencana” (UAB “Tirta Kencana”).
6.2. Profil UAB ”Tirta Kencana” 6.2.1. Tujuan UAB ”Tirta Kencana” Menurut Etzioni seperti yang dikutip Handoko (2003), bahwa tujuan organisasi sebagai pernyataan tentang keadaan yang diinginkan di mana
59
organisasi bermaksud untuk merealisasikan dan sebagai pernyataan keadaan di waktu yang akan datang di mana organisasi sebagai kolektifitas mencoba untuk mewujudkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus, tujuan organisasi UAB “Tirta Kencana” dapat diketahui seperti berikut: 1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air bersih dari sumber-sumber mata air yang ada di sepanjang sungai Code bagian utara wilayah Kelurahan Cokrodiningratan. 2. Memenuhi kebutuhan air bersih murah bagi masyarakat di kawasan Code utara dalam skala lebih luas dan merata.
6.2.2. Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” Menurut Handoko (1998) struktur organisasi merupakan mekanismemekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan. UAB ”Tirta Kencana” didirikan pada Tahun 2001, dalam pelaksanaannya dilakukan secara sederhana dan bersifat kekeluarganaan. Ketua UAB ”Tirta Kencana”
juga dipegang oleh ketua RW 07 Jetisharjo, secara teknis sarana
prasarana dioperasionalkan oleh warga setempat dengan pengetahuan yang masih terbatas. Dari aspek administrasi usaha air ini belum menggunakan acuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk kelancaran kegiatan pelayanan pada anggota, ketua UAB ini dibantu oleh 4 (empat) orang warga 1 (satu) orang bendahara dan 3 (tiga) orang tenaga teknis masing-masing bertugas sebagai pencatat water meter, (menghidupkan, mematikan, membersihkan dan menjaga). Dari segi administrasi, bendahara merangkap petugas menarik iuran bulanan. Adapun iuran bulanan yang berlaku dengan menggunakan tarif seragam yaitu Rp. 500,-/m3/anggota sampai dengan tahun 2004.
60
Semenjak terbentuk UAB ”Tirta Kencana” kepengurusan mengalami pergantian satu kali, yaitu pada tahun Tahun 2005 dengan masa kepengurusan 4 tahun yaitu sampai dengan Tahun 2009. Sejak pergantian pengurus pada tahun 2005 UAB ”Tirta Kencana” memiliki struktur organisasi dan kepengurusannya seperti tersaji dalam berikut.
Gambar 2 Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana”
Ketua RW
Koordinator
Administrasi
Operasional
Keuangan
Sumber: UAB ”Tirta Kencana”, 2006
Keterangan: : garis koordinasi Apabila dicermati struktur organisasi UAB ”Tirta Kencana” tidak berdiri sendiri, namun masih menyatu atau dirangkap dengan struktur kepengurusan wilayah (RW). Hal ini dikarenakan organisasi UAB ”Tirta Kencana” belum memiliki aturan atau tatacara tentang pergantian ketua/pengurus, persyaratan menjadi ketua, masa jabatan dan sebagainya. Karena belum mamiliki aturan baku tentang pergantian pengurus. Dengan demikian calon ketua atau pengurus yang terpilih didasarkan hasil kesepakatan masyarakat Jetisharjo. Sampai saat ini kepengurusan lembaga masih dirangkap oleh pengurus wilayah (RW). Bila kepengurusan ketua RW berakhir, kepengurusan UAB ”Tirta Kencana” periode tersebut juga berakhir. Berikut pendapat bapak Ttk mantan ketua RW 07 Jetisharjo: ...pilihan ketua UAB TK baru dilakukan satu kali pada Tahun 2005, proses pemilihan ketua Tirta Kencana dilakukan pada saat pemilihan ketua RW, dan dipilih secara langsung oleh seluruh masyarakat Kampung Jetisharjo. Berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat, ketua RW yang terpilih secara otomatis juga menjadi ketua UAB TK .....
61
6.2.3. Pembagian Pekerjaan dalam Struktur Organisasi UAB ”Tirta Kencana” Dalam konsep synergy suatu organisasi selalu berusaha mencapai tujuan di mana individu-individu tidak dapat mencapai sendiri. Kelompok yang terdiri dua orang atau lebih yang bekerja sama dan dikoordinasikan dapat mencapai hasil lebih dari pada yang dilakukan oleh individu secara perorangan atau disebut dengan (Hardjito, 2001). Pembagian kerja akan mencerminkan tanggung jawab seseorang atau kelompok satuan kerja atau unit atas beban kerja organisasi. Pada tahun 2005 tugas dan wewenang pengurus UAB ”Tirta Kencana” mengalami perubahan. Adapun perubahannya adalah sebagai berikut: dalam melaksanakan tugasnya ketua RW sekaligus sebagai koordinator, dibantu warga lain sebagai petugas teknis dan administrasi dengan masing-masing tugas sebagai berikut: 1. Ketua RW (berkedudukan sebagai penanggung jawab secara oprasional) tugasnya: mengkoordinir kegiatan dan manajemen UAB ”Tirta Kencana”. 2. Sekretaris/administrasi, tugasnya: a. Membuat/mengetik rekening tagihan air pelanggan/konsumen. b. Mencatat pemakaian air setiap pelanggan/konsumen. c. Membuat rekap rekening tagihan air konsumen 4 rangkap. d. Membuat laporan bulanan UAB ”Tirta Kencana”. e. Menyerahkan laporan (butir c) pada ketua. 3. Operator/petugas teknis A, tugasnya: a. Menghidupkan dan mematikan pompa, atau kontrol pompa air setelah otomatis dipasang. b. Merawat dan memperbaiki kalau terjadi kerusakan pada instalasi (pompa air, pipa produksi dan distribusi, reservoir, dan mata air). c. Pemberian desinfektan sesuai perintah ketua. d. Waktu pelaksanaan butir a s/d c secara detail diatur/bekerja sama dengan petugas teknik B
.
e. Mencatat meter air pelanggan/konsumen antara tanggal a s/d c pada bulan setelah pemakaian.
62
f.Melakukan tindakan pengamanan darurat instalasi air bersih ”Tirta Kencana” (dan mata air, pemipaan dsb) bila terjadi bencana alam (banjir, tanah longsor dsb). Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkoordinir gotong royong atau membayar tenaga yang ada. 4. Operator/petugas teknis B, tugasnya: a. Merawat dan memperbaiki kalau terjadi kerusakan pada instalasi (pompa air, pipa produksi dan distribusi, reservoir, dan mata air). b. Menagih retribusi ke konsumen apabilasampai dengan tanggal 17 belum membayar ke bendahara. c. Menyetor seluruh uang hasil tagihan secepatnya ke bendahara, dan paling lambat tanggal 30 pada bulan penagihan tersebut. d. Membayar rekening listrik UAB ”Tirta Kencana” ke PLN pada waktunya. e. Petugas yang menghidupkan dan mematikan mesin, 3 kali dalam sehari sekaligus menjaga rumah pompa serta membersihkan reservoir (1x/bln). 5 . Tugas keuangan/bendahara, tugasnya: a. Menerima, membukukan, dan menyimpan uang pembayaran rekening air dari konsumen. b. Membayar/mengeluarkan uang berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” setelah disetujui oleh ketua/koordinator (UAB ”Tirta Kencana”, 2007).
Dari bentuknya, UAB ”Tirta Kencana” merupakan bentuk organisasi Lini dengan ciri-ciri: a) organisasi masih kecil, b) jumlah pegawai masih sedikit, c) hubungan kerja antara pimpinan dengan bawahan pada umumnya bersifat langsung, d) saling mengenal, e) susunan organisasi tidak rumit, f) alat-alat yang dibutuhkan masih sederhana, g) tingkat spesialisasi yang dbutuhkan untuk melaksanakan tugas pokok dan fuungsi organisasi masih rendah (Fayol dalam Hardjito, 2001). 6.3. Norma UAB ”Tirta Kencana” Norma atau aturan merupakan ciri yang membedakan satu lembaga dengan lembaga lain. Tujuan adanya norma dalam suatu lembaga adalah untuk mengatur anggota masyarakat bertingkah laku dalam mencapai kebutuhan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Polak (1996) bahwa norma suatu
63
lembaga bisa diartikan sebagai sejumlah aturan (dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Perkembangan suatu lembaga ditandai dan disepakatinya norma atau aturan guna mengatur pelaksanaan kegiatan pengelolaan air bersih ini. Didalam pelaksanaannya aturan yang berlaku berupa aturan tertulis dan tidak tertulis. Hasil wawacancara dengan pengurus dan anggota disampaikan beberapa norma atau aturan yang telah berjalan selama ini ada 6 (enam) jenis norma atau aturan yang berlaku, yaitu 2 (dua) aturan yang tertulis, sedang 4 (empat) aturan lainnya tidak tertulis berupa lisan. Berdasarkan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kegiatannya masih ditemukan adanya kelemahan seperti kurang disiplinnya anggota dalam pembayaran iuran bulanan. Iuran bulanan merupakan pemasukan yang utama atau pokok bagi organisasi UAB ”Tirta Kencana”. Apabila keterlambatan pembayaran tidak segera diatasi akan menggangu kegiatan-kegiatan lainnya, seperti biaya operasional termasuk pembayaran honorarium pengurus, tenaga operasional dan upaya memberikan pelayanan yang lebih luas. Selain untuk anggota, aturan yang berlaku bagi pengurus, terbatas pada aturan pemilihan koordinator UAB ”Tirta Kencana” dilakukan berdasarkan kesepakatan warga. Lebih jelasnya tentang pergantian pengurus organsasi dapat diketahui dari hasil
wawancara dengan lurah Cokrodiningratan bapak Wd
menuturkan bahwa : ... proses pemilihan ketua UAB Tirta Kencana memang belum memiliki persyaratan tertentu. Persyaratan yang ada diberlakukan bagi calon ketua RW antara lain calon ketua penduduk setempat, minimal tinggal selama lima tahun secara berturut-turut. Siapapun yang terpilih kami serahkan pada masyarakat setempat mengingat UAB Tirta Kencana merupakan usaha mereka. Kami berharap ketua yang baru dapat memberikan pelayanan yang baik dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya maupun untuk kepentingan kemasyarakatan lainnya ... Dari pendapat diatas menunjukan bahwa pergantian pengurus UAB”Tirta Kencana” saat ini belum memiliki persyaratan tertentu. Saat ini, pergantian pengurus berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat. Bagi yang terpilih sebagi ketua RW secara otomatis sebagai ketua organisasi. Karena ketua UAB “Tirta Kencana” masih menyatu dengan kepengurusan RW, maka persyaratan yang
64
berlaku mengacu pada persyaratan pergantian ketua RW. Dengan demikian norma atau aturan yang berlaku saat ini di UAB ”Tirta Kencana” cenderung mengatur anggota, sedang pengaturan berkaitan dengan usaha pengelolaan, pengembangan dan keberlajutan lembaga belum ada atau dimiliki. Mengacu pendapat di atas, bahwa norma atau aturan yang berlaku di UAB ”Tirta Kencana” belum menunjukkan ke arah tujuan organisasi yaitu mengatur pengurus dalam menjalankan kegiatannya dan anggota bertingkah laku dalam mencapai tujuan atau kebutuhan yang diharapkan. Untuk lebih jelasnya norma atau aturan yang telah berjalan selama ini dapat diketahui pada tabel 8 berikut: Tabel 8 Norma UAB ”Tirta Kencana” Norma UAB ”Tirta Kencana” Tertulis
Tidak Tertulis
1.
Menyediakan biaya sebesar Rp. 1. Calon anggota UAB ”Tirta Kencana” 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) adalah warga atau penduduk Kampung untuk mendapatkan satu paket Jetisharjo. sambungan rumah (SR) yang berupa: kran, pipa sambungan, water meter, dan biaya tenaga. 2. Besaran iuran ditentukan berdasarkan 2. Calon anggota mengajukan permohonan secara tertulis kepada jumlah pemakaian air. ketua UAB ”Tirta Kencana”. 3. Tempat dan jadwal pembayaran iuran/ retribusi setiap bulan antara tanggal 7 sampai dengan tanggal 17 langsung pada bendahara. 4. Bagi anggota yang terlambat membayar iuran/retribusi dikenakan sangsi berupa denda Rp1000,-/per bulan. Sumber: Hasil wawancara dengan pengurus UAB “Tirta Kencana”, 2007.
6.4. Karakteristik Anggota UAB ”Tirta Kencana” Karakteristik anggota diidentifikasi berdasarkan tingkat sosial ekonomi, pengetahuan tentang UAB ”Tirta Kencana” dan hubungan sosial kemasyarakatan antar anggota. Tingkat sosial ekonomi anggota tergolong bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ada dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (S1, S2). Namun, mayoritas anggota berpendidikan menengah atau
65
setingkat SMP. Selain tingkat pendidikan, pekerjaan anggota UAB ”Tirta Kencana” yang tergolong rendah yaitu sebagian besar bekerja di sektor informal sebanyak 63 persen, sebagai pegawai swasta/wiraswasta sebanyak 35 persen, dan 2 persen sebagai PNS, TNI/POLRI. Memperhatikan kondisi pendidikan dan pekerjaan anggota, akan berpengaruh pada tingkat kemampuan, memahami dan mengerti pola pengelolaan organisasi dalam hal ini adalah UAB”Tirta Kencana”. Di sisi lain juga berpengaruh pada tingkat kesadaran, ketaatan terhadap aturan yang ditetapkan dalam rangka keberlangsungan dan pengembangan lembaga. Hal tersebut dapat diketahui seberapa jauh pemahaman anggota terhadap aturan yang berlaku dalam organisasi. Antara lain dalam mentaati kuwajibannya membayar iuran/retribusi bulanan tepat waktu. Meskipun mayoritas masyarakat kampung Jetisharjo berpendidikan menengah atau setingkat SMP. Namun hubungan sosial diantara anggota UAB ”Tirta Kencana” relatif erat seperti kebiasaan dalam gotong royong dan kegiatan sosial lainnya. Kegiatan sosial masyarakat nampak pada kegiatan saling menolong terhadap warga yang sedang mengalami musibah, kematian, menderita sakit, atau terkena wabah penyakit dan pencegahannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan hubungan sosial diantara anggota dan masyarakat sangat baik. Seperti penuturan bapak Sb mantan petugas teknis berikut: ... bahwa kegotong royongan warga di sini bagus, bila ada kegiatan atau pembangunan untuk kampung atau kemasayarakatan lainnya mereka secara sukarela ikut. Ya... istilahnya tidak perlu diingatkan sudah tahu sendiri ... Beberapa alasan yang mendasari warga tertarik menjadi anggota UAB ”Tirta Kencana”. Pertama, persyaratan yang diberlakukan relatif mudah yaitu sejauh mereka adalah penduduk setempat. Kedua, terjangkau dari segi ekonomi warga yang mayoritas berpenghasilan rendah karena harga atau tarif relatif murah dibandingkan dengan berlangganan melalui PDAM. Ketiga, kualitas air dari UAB ”Tirta Kencana” lebih baik dibandingkan air dari PDAM. Dan alasan yang terakhir adalah masyarakat dapat memanfaatkan air tersebut untuk usaha jasa cucian.
66
Selain itu untuk mendapatkan air bersih atau berlangganan yang berarti masyarakat belum mendapat sambungan rumah (SR) Bagi warga yang belum mendapatkan SR untuk memenuhi kebutuhan air dapat memperoleh dengan memanfaatkan bak umum yang dibuat oleh UAB ”Tirta Kencana”. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota ibu Pyt yang memanfaatkan bak umum, selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga ia juga memanfaatkan bak umum tersebut untuk usaha/jasa cucian (semacam laundry). Berikut penuturannya: ... adanya bak umum tersebut dapat membantu warga untuk menambah penghasilan, seperti yang saya lakukan dengan menerima jasa cucian warga atau anak kost. Dengan memanfaatkan bak umum tersebut saya cukup membayar iuran Rp. 3000,- per bulan, kan lumayan ... Adanya bak umum selain dapat membantu penduduk yang belum mendapatkan SR, juga dapat dimanfaatkan warga pendatang yang tinggal (sewa) di kampung Jetisharjo, seperti: penjual sate, bakso dan angkringan. Dengan adanya bak umum sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari dengan membayar iuran Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah) per bulan. Khususnya ibuibu pemakai bak umum, di lokasi tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, usaha cucian juga sebagai ajang tukar-menukar informasi. Tukarmenukar informasi yang sering dilakukan antara lain mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti bagaimana menciptakan kondisi lingkungan yang sehat, cara merawat anak, merawat hubungan-hubungan sosial dengan tetangga, warga yang terjangkit penyakit, mengatasi wabah penyakit dan pencegahannya. Selain itu, ibu-ibu juga bertukar pengalaman dalam hal mengurus rumah tangga, seperti bagaimana seluruh keluarga makan, pakaian bersih dan dalam menjaga kelangsungan keluarga. Kondisi tersebut menunjukan dinamika kehidupan anggota UAB “Tirta Kencana” bagus. Adanya bak umum selain untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga, juga bermanfaat sebagai ajang tukar-menukar pengalaman, pengetahuan serta informasi bukan hanya ngobrol atau cerita yang kurang bermanfaat.
67
VII. PENGELOLAAN UAB ”TIRTA KENCANA” 7.1. Manajemen UAB ”Tirta Kencana” Menurut Waldron (1994) manajemen adalah mengenai pencapaian tujuan organisasi secara optimum dengan dan melalui orang atau anggota organisasi. Perluasan dari manajemen organisasi dicirikan oleh berbagai strategi, pengawasan secara luas, demokrasi dan otonomi. Manajemen merupakan proses dimana orang, teknologi, tugas-tugas pekerjaan, dan sumber-sumber lain digabungkan dan dikoordinasikan secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi fungsi manajemen secara umum mencakup: 1. membuat dan menjelaskan misi, kebijakan dan tujuan organisasi. 2. membentuk struktur organisasi secara formal dan informal yang berarti mendelegasikan kewenangan dan pembagian tanggung jawab. 3. menentukan prioritas dan peninjauan serta perbaikan tujuan yang disebabkan karena perubahan permintaan. 4. menjaga komunikasi secara efektif dalam kelompok kerja, dengan kelompok lain dan dengan masyarakat secara luas. 5. memilih, memotivasi, melatih dan menghargai bawahan atau pekerja. 6. menjamin anggaran dan mengatur anggaran, mengevaluasi
seluruh
pencapaian. 7. menjadi bertanggungjawab kepada bawahan atau pekerja, perusahaan lebih besar dan kepada masyarakat secara luas (Waldron, 1994b). Menurut Siagian dalam Tjahyono (2004) mendefinisikan manajemen sebagai proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi dari perencanaan, pengorganisasian hingga pengawasan guna mencapai tujuan dan telah ditetapkan. Sedang Terry (1960) menyatakan manajemen dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi-fungsinya seperti perencanaan (Planning), pengorganisasian
(Organizing),
penggerakan
pelaksanaan
(Actuating),
pengawasan dan pengendalian (Controlling) yang lebih popular dengan singkatan POAC.
68
Secara ringkas menurut Bonoma & Slevin dalam Gulick & Urwick (1959) dikatakan bahwa fungsi manajemen adalah sebagai planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting atau POSDCORB yaitu: 1. Perencanaan adalah menggambarkan secara garis besar filosofis, kebijakan, tujuan dan semua hasil yang akan dicapai dan teknik untuk pencapaian semua itu. 2. Pengorganisasian adalah membentuk struktur dan sistem melalui aktivitasaktivitas yang diatur, didefinisikan dan dikoordinasikan yang dikaitkan dengan beberapa tujuan-tujuan khusus. 3. Karyawan atau pekerja adalah memenuhi fungsi personil yang melibatkan kegiatan pemilihan dan pelatihan pekerja dan menjaga kondisi kerja yang menyenangkan. 4. Pengaturan adalah membuat keputusan, menerapkan keputusan dalam bentuk perintah, dan melayani sebagai pemimpin organisasi. 5. Koordinasi adalah menghubungkan berbagai bagian pekerjaan. 6. Pelaporan adalah memberikan pertanggungjawaban kepada pekerja, publik dan semua yang harus diberitahu. 7. Anggaran adalah membuat rencana keuangan, mengatur pembukuan dan manajemen pengawasan pendapatan/penghasilan dan menjaga pengeluaran sesuai dengan tujuan. Organisasi UAB ”Tirta Kencana” adalah suatu badan perkumpulan individu-individu yang membentuk struktur hirarkhis, terdiri dari pengurus dan anggota yang memiliki tujuan, pelaksanaan kerja, aturan-aturan dan sarana prasarana. Pengurus atau pengelola adalah individu-individu yang memiliki kedudukan atau status dan peran dalam organisasi. Status merupakan pendelegasian wewenang kepada individu-individu dalam menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawab dari peran yang diembannya. Pengurus atau pengelola berkewajiban untuk menentukan sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi. Pelaksanaan kerja meliputi pengelolaan, penyediaan dan pelayanan, pelaporan dan penindak lanjutan. Pengelola memanfaatkan sarana prasarana yang ada, guna memberikan pelayanan
69
sesuai dengan rencana yang telah disepakati dan diawasi secara bersama dengan anggota dalam rangka mencapai tujuan. Sarana prasarana adalah penemuan dan penerapan cara atau peralatan untuk menjamin terlaksananya semua kegiatan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Kesemua aktifitas tersebut terwujud dalam manajemen UAB ”Tirta Kencana”. Berikut akan dipaparkan tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan UAB ”Tirta Kencana”.
7.1.1 Perencanaan UAB ”Tirta Kencana” Siagian (1997) menyatakan bahwa perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan adalah kunci dari fungsi manajemen dari semua perluasan pekerjaan. Perencanaan adalah proses menentukan ke depan apa yang seharusnya dicapai, kapan, oleh siapa, bagaimana dan dengan pengeluaran apa. Tanpa menghiraukan apakah itu untuk perencanaan prioritas program jangka panjang atau perencanaan untuk pertemuan rapat yang hanya dua jam misalkan. Perencanaan merupakan aspek manajemen menjadi penyumbang utama
pada
keberhasilan
dan
produktivitas suatu organisasi. Perencanaan adalah proses yang menentukan tujuan organisasi dan merupakan prasyarat pencapaian tujuan. Itu melibatkan pula pemilihan sejumlah tindakan dengan berbagai alternatif yang tersedia. Jadi perencanaan merupakan proses menentukan tujuan organisasi, membentuk anggapan-anggapan mengenai lingkungan saat ini, memilih sejumlah tindakan, memulai tindakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana ke dalam kegiatan dan menilai hasil kegiatan yang telah dicapai oleh organisasi secara keseluruhan. Bentuk perencanaan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan tergantung pada tingkat, besaran dan bentuk organisasi. Umumnya terdapat 4 (empat) bentuk perencanaan yaitu strategis, taktis, kontijensi, dan manajerial. Perencanaan strategis melibatkan penentuan tujuan organisasi dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Perencanaan strategis terjadi pada tingkatan pucuk pimpinan organisasi. Perencanaan taktis mengenai pelaksanaan rencana strategis
70
dan melibatkan manajerial pada tingkat bawah dan menengah. Perencanaan kontijensi adalah mengantisipasi kemungkinan masalah-masalah atau perubahanperubahan yang mungkin terjadi di masa depan dan mempersiapkan dalam menghadapi itu semua secara efektif jika sewaktu-waktu muncul
(Marshall,
1992). Perencanaan manajerial biasanya dipertimbangkan sebagai perencanaan dalam skala mikro. Perencanaan manajerial membantu menggabungkan sumbersumber untuk memenuhi semua tujuan dari perluasan organisasi. Dalam konteks organisasi, perencanaan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seluruh kegiatan pengelolaan, termasuk juga bidang administrasi. Perencanaan secara administrasi adalah membantu sumber daya manusia dalam melaksanakan dan tugas kegiatan organisasi, termasuk di dalamnya rencana anggaran (budgeting) bagi keberlangsungan organisasi itu sendiri. Perencanaan juga ditujukan sebagai panduan pelaksanaan kerja setiap pengurus lembaga untuk kurun waktu yang akan datang. Perencanaan mencakup antara lain: 1) pemilihan atau penetapan tujuan organisasi, 2) penentuan strategi, kebijaksanaan, anggaran, prosedur dan metode yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, dan 3) pembuatan keputusan. Dalam pengelolaan usaha, suatu organisasi dikatakan berjalan dengan baik apabila perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dilakukan sesuai dengan program yang telah disepakati bersama. Bila dilihat dari perencanaan organisasi seperti yang diutarakan di atas, maka organisasi UAB ”Tirta Kencana” memiliki misi dan tujuan yaitu memenuhi kebutuhan air bersih warganya, tidak saja untuk warga RW 07 Jetisharjo, juga diharapkan akan dapat meluas sampai ke luar wilayah RW 07. Kegiatan UAB ”Tirta Kencana” dapat terlaksana dengan mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan akan air bersih bagi warga RW 07, namun belum sepenuhnya seperti yang diharapkan yaitu meluas ke wilayah di luar RW 07. Pengaturan dan pelaksanaan dari pelayanan inipun belum sesuai dengan harapan seluruh warga. Program yang dilakukan masih sebatas rutinitas belum secara rapi tersusun ke arah yang lebih produktif, maksimal dan profesional, sehingga proses penyelenggaraan kegiatan organisasi yang berlangsung hingga hari ini jika tidak segera ditangani secara serius akan mengkhawatirkan keberlangsungan organisasi UAB ”Tirta Kencana” sebagai usaha penyediaan air secara mandiri berbasis masyarakat.
71
Berdasarkan pengamatan, perencanan yang dilakukan UAB ”Tirta Kencana” dilaksanakan baru sebatas pada pengurus, anggota belum ikut terlibat dalam proses perencanaan. Kegiatan oganisasi UAB ”Tirta Kencana” dilakukan oleh pengurus RW 07 yang notabone semua perangkat RW, juga merangkap pengurus organisasi. Perencanaan kagiatan berdasarkan hasil rapat pengurus ditulis dalam notulen. Sebagaimana pernyataan salah satu anggota sebagai seorang anggota yang mengutarakan bahwa: ... dalam perencanaan program kegiatan dilakukan secara insidental sesuai kebutuhan jangka pendek dan belum memperhatikan kebutuhan jangka panjang atau terprogram. Apa yang sudah direncanakan oleh perangkat organisasi untuk menjaga eksistensi UAB Tirta Kencana tersebut masih jauh dari harapan ... Beberapa contoh yang menunjukkan kurangnya perencanaan oleh UAB ”Tirta Kencana” adalah sebagai berikut: 1. Meskipun sudah ada bantuan dari pemerintah, berupa program P3P untuk penambahan sarana dan prasarana, namun proses penyaluran air ke wargawarga
masih
kurang optimal termasuk dalam
hal perawatan
dan
penggantiannya. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh masih belum adanya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai pedoman pengurus agar lebih tertarah dan profesional. Dari segi ketersediaan (kontinyuitas) air saat ini UAB ”Tirta Kencana” misalkan, baru mengelola 2 sumber air, padahal di lokasi tersebut terdapat 6 sumber yang ada. Secara keseluruhan 6 sumber air yang ada memiliki debit/kapasitas sebesar 9,8 ltr/dtk, saat ini sumber air yang dikelola (data sekunder UAB ”Tirta Kencana” , 2007). Jika dilihat dari debit/kapasitas yang ada saat ini dapat dioptimalkan pengelolaannya guna memnuhi kebutuhan warga (RT 33) yang belum terlayani UAB ”Tirta Kencana”. Hasil penelitian Abidin (2001) mengatakan bahwa sumber air yang ada di Jetisharjo masih cukup dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sumber air yang ada saat ini memiliki tekanan pancaran air yang besar karena ditambah reservoir dengan kapasitas yang lebih besar. Adanya tambahan reservoir di bagian atas dengan kapasitas 8 m3 dan kapasitas 70 m3 untuk bagian bawah mampu mencukupi kabutuhan anggota. 2.
Minimnya keterlibatan anggota terjadi pada tahap perencanaan dan
72
pengawasan, yang akhirnya mempengaruhi partisipasi anggota dalam pelaksanaan kegiatan organisasi. Dalam pengambilan keputusan semua masih menjadi wewenang pengurus, sehingga keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan aset kampung belum nampak. Seperti dituturkan salah satu anggota ibu Sl berikut: ... selama menjadi anggota UAB Tirta Kencana belum pernah diundang atau diiktsertakan dalam membicarakan masalah UAB Tirta Kencana atau lainnya saya kira anggota tidak keberatan asalkan diberitahu lebih dulu atau istilahnya diajak musyawarah ... 3.
Untuk pembayaran tagihan bulanan masih dijumpai warga yang belum memiliki kesadaran penuh, dimana hampir setiap bulan terdapat anggota yang menunggak pembayarannya. Hal itu disebabkan rapuhnya disiplin anggota dan kurangnya dalam ketegasan ketua organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam memberikan sangsi kepada anggota dan menumbuhkan kesadaran membayar iuran setiap bulannya.
7.1.2 Pengorganisasian UAB ”Tirta Kencana” Menurut
pengorganisasian
Terry
(1960)
adalah
suatu
tindakan
mengusahakan hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, hingga mereka dapat bekerjasama secara efisien dan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Menurut Marshall (1992) pengorganisasian adalah proses membangun hubungan formal di antara orang dan sumber untuk mencapai tujuan. Proses tersebut didasarkan pada 5 (lima) prinsip organisasi yaitu kesatuan perintah, jarak waktu, pendelegasian kewenangan, keseragaman penugasan dan fleksibilitas. Proses pengorganisasian mencakup 5 (lima) langkah yaitu menentukan tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan atau dicapai, pembagian tugas pokok ke dalam kegiatan individu, penugasan kegitan secara khusus pada masing-masing individu, menyediakan sumbersumber yang diperlukan dan merencanakan hubungan organisasi yang diperlukan.
73
Dalam upaya pengorganisasian, pemimpin organisasi atau manajer harus memilih struktur yang tepat atau sesuai. Struktur organisasi ditunjukkan ke dalam bentuk diagram organisasi. Struktur organisasi secara khusus menunjuk siapa melakukan apa dan bagaimana mencapai atau menyelesaikan tugasnya. Langkah organisasi memerlukan petunjuk untuk mencapai hasil perencanaan. Ada beberapa aspek untuk pengorganisasian yaitu waktu, struktur, jalur perintah, derajat sentralisasi dan peran khusus. Pimpinan organisasi dalam manajemen waktu harus memutuskan apa yang dilakukan, dimana, bagaimana dan oleh atau dengan siapa. Manajemen waktu adalah proses mengawasi, menganalisa dan memperbaiki rencana sampai bekerja. Perencanaan secara efektif adalah ketrampilan yang memerlukan waktu untuk meraihnya. Waktu adalah sumber tak terbarukan, sekali lewat maka hilanglah waktu itu. Pemimpin harus dapat memprioritaskan dan mengganti tugas yang kurang penting dengan yang paling penting. Tujuan harus specific (khusus), measurable (terukur), attainable (dapat dicapai), realistic (realistik), dan timely (berdasar waktu) atau di sebut SMART. Bekerja secara efektif adalah membangun perasaan kerjasama dan efektifitas adalah dikaitkan dengan meletakkan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan yang benar. Jadi, struktur dapat didefinisikan sebagai sistem hubungan kerja, kelompok pekerjaan dan kewenangan. Ada 4 (empat) elemen pokok dalam merancang struktur organisasi yaitu; 1. Pengkhususan pekerjaan–apa yang dilakukan oleh tiap-tiap bagian adalah bertanggungjawab untuk apa. 2. Departemen atau bagian–pengelompokkan pekerjaan dan tanggung jawab dalam satu sektor dengan koordinasi pencapaian tujuan. 3. Ruang pengawasan-suatu batasan berapa banyak peranan pekerjaan harus ada di masing-masing bagian dan peran yang mana memerlukan koordinasi olhe satu pimpinan . 4. Pendelegasian kewenangan–penugasan hak-hak untuk mengambil keputusan tanpa harus ada persetujuan dari atasan. Hasil dari struktur organisasi akan beragam tergantung keempat elemen tersebut di atas. Suatu organisasi dengan kewenangan desentralisasi dan bagian
74
yang sangat heterogen akan berbeda wujudnya dari yang sentralisasi dan bagian yang sangat homogen. Begitu organisasi mendelegasikan kewenangan secara otomatis ada mata rantai perintah atau komando jalur resmi atau formal yang mengkhususkan kewenangan, tanggung jawab, dan hubungan komunikasi dari atas ke bawah dalam satu organisasi (Ivancevich, Donnelly & Gibson, 1980). Jika manejemen adalah berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi secara maksimal dan obyektif dengan dan melalui orang lain. Perluasan organisasi manajemen dicirikan oleh beberapa strategi, jarak waktu pengawasan yang panjang, demokrasi dan otonomi. Pelaksanaan manajemen tidak dapat dikurangi ke seperangkat standar pengarahan yang akan bekerja untuk semua organisasi secara berkesinambungan. Bagaimanapun juga, semua pimpinan atau manajer dari organisasi menghadapi tantangan yang sama untuk mengatur waktunya, tujuannya dan sumber-sumbernya dalam rangka untuk memenuhi tugas-tugas dan melaksanakan gagasan-gagasannya (Waldron, 1994). Adapun
pengorganisasian
UAB
”Tirta
Kencana”
menyangkut
kepemimpinan, keanggotaan, aturan atau norma yang berlaku, petugas teknis administrasi maupun operasional sarana prasarana dan partisipasi anggota. Pengorganisasian di dalam lembaga ini ditujukan untuk menghimpun semua potensi
dan
seluruh
komponen
masyarakat
secara
sinergis
guna
menyelenggarakan organisasi dengan baik. Penghimpunan potensi secara sinergis itu direalisasikan dengan membagi komponen-komponen kegiatan yang dibutuhkan ke dalam kelompok untuk mencapai tujuan. Dalam konteks manajemen, pengorganisasian adalah pembagian kerja ke dalam struktur dengan tugas yang melekat pada bagian-bagian yang ada. Adanya tugas dimaksudkan untuk membagi tugas mulai dari ketua hingga personil di bawahnya. Selain itu pengorganisasian ini juga dapat dimaknai sebagai upaya melakukan koordinasi sumber daya manusia yang didukung dengan sarana dan prasarana yang ada. Dalam bagian organizing ini, satu hal yang penting adalah menempatkan orang yang tepat di tempat yang tepat. Selanjutnya, kelancaran kegiatan organisasi terjadi apabila didukung oleh seluruh anggotanya. Dalam pelaksanaannya, keterlibatan anggota dalam organisasi belum nampak atau masih minim. Hal ini berdampak pada hasil yang dicapai menjadi kurang maksimal. Bapak Ttk sebagai
75
mantan ketua RW 07 Jetisharjo menuturkan pengalamannya berkaitan dengan awal berdirinya UAB ”Tirta Kencana, usaha pengelolaan air bersih berbasis masyarakat sebagai berikut: ...setelah pelaksanaan proyek selesai oleh Dinas Kimpraswil secara resmi diserahkan pada kami (masyarakat Jetisharjo) kebetulan waktu itu saya sebagai ketua RW. Selanjutnya untuk kelancaran dalam pelayanan dan mengelola tidak mungkin saya kerjakan sendiri, saya menunjuk beberapa warga yang bersedia ikut membantu mengurusi usaha air kampung ini ... Meskipun UAB ”Tirta Kencana” ketika pertama kali terbentuk belum sebagaimana layaknya sebuah organisasi formal, namun demi kelancaran pelayanan kepada pelanggan, Ketua RW 07 menunjuk beberapa warga untuk membantu menjalankan usaha tersebut. Adapun warga yang terpilih bertugas menjalankan aktifitasnya sebagai berikut: 1. Bendahara, pekerjaan yang harus dilakukan adalah mencatat penerimaan retribusi dan pengeluaran setiap bulan. 2. Petugas pencatat water meter, bertugas untuk mencatat jumlah pemakaian air oleh setiap pelanggan. 3. Petugas penarik iuran/retribusi, yaitu setiap bulan bertugas menarik retribusi dari pelanggan dari rumah ke rumah (secara door to door). Hasil rekap pencatatan water meter kemudian disetorkan pada bendahara 4. Petugas yang menghidupkan dan mematikan mesin, 3 kali dalam sehari sekaligus
menjaga
rumah
pompa
serta
membersihkan
reservoir
(1x/bln)(wawancara dengan bapak Sh). Untuk mengkoordinir seluruh kegiatan di UAB ”Tirta Kencana” membutuhkan seorang pemimpin yang mampu memahami kondisi sosial masyarakat setempat. Selama ini kepemimpinan UAB ”Tirta Kencana” masih menyatu dengan kepengurusan RW. Jabatan yang rangkap tersebut, berdampak dalam menjalankan kegiatan menjadi kurang fokus dan maksimal dalam mengembangkan usaha ini. Hal ini dikarenakan satu sisi sebagai penguasa wilayah (ketua RW) di sisi lain sebagai ketua UAB ”Tirta Kencana”. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat bapak Sd yang menuturkan pendapatnya bahwa:
76
... posisi tersebut menyebabkan anggota pasif dalam menyampaikan pendapatnya tentang Tirta Kencana , ya ada rasa takut atau sungkan. Kalau ada anggota yang kurang puas dengan pekerjaan, sering menyampaikan di forum RT ... Pergantian pengurus UAB”TK” saat ini belum memiliki persyaratan khusus, pergantian pengurus berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat. Berikut hasil wawancara dengan lurah Cokrodiningratan terkait dengan pergantian pengurus ”Tirta Kencana bapak Wd berikut: ... proses pemilihan ketua UAB TK belum memiliki persyaratan tertentu bagi calon ketua. Persyaratan yang ada diberlakukan bagi calon ketua RW antara lain calon ketua penduduk setempat, minimal tinggal selama 5 tahun berturut-turut. Siapapun yang terpilih kami serahkan pada masyarakat setempat mengingat UAB TK merupakan usaha mereka. Kami berharap ketua yang baru atau yang terpilih dapat memberikan pelayanan dengan baik dalam hal kemasyarakatan maupun dalam memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya ...
Dari aspek kepengurusan bahwasanya organisasi UAB ”Tirta Kencana” dalam menjalankan fungsinya sebagai sebuah struktur kelembagaan sebagai berikut : 1. Organisasi di bentuk oleh masyarakat tanpa ada elemen pemerintah dan berjalan secara kekeluargaan dan langsung dikontrol oleh masyarakat setempat. 2. Susunan pengurus dalam organisasi semuanya berasal dari susunan pengurus yang ada dalam kepengurusan RW 07 Jetisharjo. Mulai terdiri dari ketua, kemudian koordinator yang membawahi bagian administrasi, bagian keuangan, serta petugas operasional. 3. Untuk masalah sarana dan prasarana yang kurang memadai atau rusak, pengurus aktif atau gencar melakukan upaya mencari bantuan dana pemerintah. Saat ini UAB ”Tirta Kencana” telah menjalankan fungsinya, namun ada beberapa hal kendala yang sulit dipahami oleh anggota seperti berikut: 1) ketua tidak memberikan respon yang baik ketika masyarakat membutuhkan informasi berkenaan perkembangan organisasi ini, 2) ketua dianggap oleh angota kurang
77
mampu dalam membimbing masyarakat akan pentingnya organisasi ini untuk masa yang akan datang. Hal ini terbukti dengan sikap tertutup ketua organisasi terhadap informasi yang diperlukan dalam pengembangan organisasi ini, 3) kurang transparan dari pengurus kepada anggota mengenai permasalahan operasional organisasii ini. Hal ini tercermin dari sikap ketua yang kurang mendudukan posisinya sebagai koordinator usaha air, namun cenderung memposisikan dirinya sebagai kepala wilayah, 4) hal lain yang tidak kalah penting adalah minimnya wawasan pengurus dalam memahami tata cara organisasi, terutama dalam hal manajemen keuangan sehingga menimbulkan kecurigaan anggota tentang pengguanaan atau pengelolaan uang. Dari aspek partisipasi, saat ini bentuk partisipasi anggota masih terbatas, seperti dalam pemilihan koordinator, kegiatan menjaga dan memperbaiki lingkungan termasuk sumber air maupun sarana prasarana. Apabila dicermati, ada kecenderungan pengurus kurang percaya apabila anggota ikut atau dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan perencanaan, karena ada keraguan atas kemampuan anggota dalam memberikan pendapat tentang usaha pengelolaan air bersih. Di samping pengurus, dalam organisasi UAB ”Tirta Kencana” terdapat juag tenaga teknis dan administrasi yang memberikan pelayanan kepada anggota, dengan menggunakan sarana prasarana yang ada, seperti pompa, pipa, bak penampungan air (reservoir), tabung desinfektan dan mesin pengontrol pemakaian air. Operasionalisasi alat-alat tersebut dilakukan oleh 2-3 teknisi. Skema operasionalisasi peralatan dan distribusi air dari sumber sampai ke pelanggan dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini
78
Gambar 3. Skema Operasionalisasi Peralatan dan Pendistribusian Air
Mata Air II (lebih rendah dari bak penampung I)
Mata Air I (lebih tinggi dari bak penampung I)
Tabung khusus berisi desinfektan (kaporit air berkonsentrasi rendah) yang diteteskan ke bak penampungan.
Air di pompa (ke bak penampung I)
Bak penampung I (terletak di bawah lokasi konsumen)
Air di pompa ke bak penampung II & III Bak penampung III (terletak di atas lokasi konsumen)
Bak penampung II (terletak di atas lokasi konsumen)
Alat kontrol pemakaian air (water meter)
Didistribusi ke konsumen tidak menggunakan pompa, dgn. tenaga elevasi (perbedaan tinggi tempat)
Alat kontrol pemakaian air (water meter)
Sumber mata air yang dikelola oleh UAB ”Tirta Kencana” saat ini ada 2, satu sumber mata air terletak di atas tebing dan yang lain terdapat di bawah sungai. Teknik yang dipergunakan untuk mengalirkan air dari kedua sumber tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dari sumber mata air 1 (letaknya lebih tinggi), air dialirkan ke bak penampung (reservoir), sehingga tidak diperlukan pompa hanya menggunakan tenaga beda tempat (elevasi). 2. Dari sumber mata air ke II (letaknya lebih rendah), air dipompa dan dialirkan ke bak penampung I. Pompa dilengkapi peralatan khusus sehingga mampu berhenti secara otomatis jika bak penampung I penuh. 3. Bak penampung I tersebut, selanjutnya diberi desinfektan (guna mematikan kuman berbahaya) dengan konsentrasi rendah. Desinfektan ditempatkan pada
79
tabung khusus, yang cara kerjanya dialirkan melalui kran yang dapat diatur jumlahnya 4. Dengan menggunakan pipa dua buah, air dari bak penampung I dipompa dengan mengunakan pompa secara seri, masing-masing ke bak penampung II dan III yang terletak di dekat lokasi konsumen 5. Dari bak penampungan II dan III ini selanjutnya air didistribusikan ke anggota/pelanggan masing-masing dengan terlebih dulu melalui alat pengukur aliran (water meter). Dengan demikian jumlah penggunaan air dari masingmasing pelanggan/konsumen dapat diketahui dengan tepat jumlahnya. Untuk operasionalisasi sarana prasarana yang ada dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas atau teknisi yaitu teknisi A dan B. Kedua teknisi bertanggungjawab atas operasionalisasi kerjanya. Teknisi A, tugasnya adalah menghidupkan dan mematikan pompa atau kontrol pompa air setelah alat otomatis dipasang; pemberian desinfektan sesuai perintah ketua, dan melakukan tindakan pengamanan darurat instalasi air bersih ”Tirta Kencana” (mata air, pemipaan) Dalam pengorganisasin UAB ”Tirta Kencana” juga dapat dimaknai sebagai upaya melakukan koordinasi sumber daya manusia yang didukung dengan sarana dan prasarana yang ada. Seperti upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas air dengan pemberian desinfektan yang dilakukan sejak tahun 2006. Pemberian desinfektan dilakukan karena memperoleh bantuan dari salah satu pergurua tinggi internasional (AIT-Thailand). Dengan adanya alat tersebut masyarakat terjamin tingkat kesehatannya. Berikut penuturan salah satu anggota ibu Ad tentang kualitas air UAB ”Tirta Kencana” sebagai berikut: ... sebelum berlangganan air dari UAB Tirta Kencana , saya telah berlanggan air dari PDAM, tapi saya tidak puas karena air yang saya dapatkan kurang bagus warnanya keruh dan kadang bau kaporit, maka saya beralih menggunakan atau berlanggan air dari UAB Tirta Kencana, airnya bersih dan tidak bau kaporit ... Disamping upaya mengkoordinir sumberdaya manusia serta didukung dengan sarana yang ada, juga diperlukan kerjasama semua warga yang ada untuk kepentingan organisasi, dalam hal menjaga sumber daya yang dimiliki seperti adanya bencana alam (banjir, tanah longsor). Tugas teknisi A mengkoordinir masyarakat
untuk gotong royong atau membayar tenaga yang ada untuk
80
memperbaiki atau membangun sarana atau peralatan yang rusak terlanda bencana. Selebihnya, teknisi A juga melaksanakan tugas pencatatan pemakian air dari anggota setiap bulan berdasarkan water meter. Pencatatan dilakukan antara tanggal 1 sampai dengan 3. Selanjutnya hasil catatan semua pemakaian air, kemudian direkap, dan hasil rekapan disetorkan kepada bendahara. Pemeliharaan dan perawatan peralatan dilakukan oleh teknisi A bila terjadi kerusakan pada: pompa air, pipa produksi dan distribusi, reservoir, dan mata air. Pompa air, merupakan salah satu peralatan yang bekerja secara terus menerus/non stop sehingga diperlukan perawatan dengan cara service secara rutin 1x setiap bulan secara bergantian diantara kedua pompa yang ada. Namun demikian peralatan tersebut memiliki masa (usia) pemakaian antara 5-6 tahun, seperti pipa setelah masa itu perlu diganti dengan pipa yang baru. Pipa produksi dan distribusi adalah alat terbuat dari besi dengan masa pemakaian sampai dengan 15 Tahun. Sebaiknya setelah masa tersebut perlu diganti yang baru, karena biasanya pipa telah mengalami pengeroposan akibat karatan. Untuk perawatan reservoir, dilakukan dengan cara membersihkan 1x setiap bulan. Pemeliharaan yang dilakukan pada mata air/sumber air, dengan cara melindunginya dari kemungkinan bahaya pencemaran dari akibat perilaku sanitasi masyarakat disekitarnya. Teknisi B bertugas menghidupkan dan mematikan mesin pompa air, tiga kali dalam sehari (pagi, siang dan sore hari) sekaligus menjaga rumah pompa. Selain melaksanakan tugas yang berkaitan dengan urusan teknis, juga melaksanakan tugas non teknis yaitu menagih retribusi pada anggota yang terlambat membayar. Tugas ini dilakukan apabila anggota sampai dengan tanggal 17 belum membayar iuran bulanan. Kemudian hasil keseluruhan tagihan diserahkan kepada Bendahara paling lambat tanggal 30 setiap bulan. Sebagian uang yang terkumpul digunakan untuk membayar rekening listrik. Sekretaris sebagai pelaksana administrasi bertugas membuat rekening tagihan air anggota; mencatat jumlah pemakaian air masing-masing anggota; membuat rekap rekening tagihan air anggota rangkap empat; membuat laporan bulanan UAB ”Tirta Kencana.” Semua laporan hasil kerja sekretaris diserahkan kepada koordinator.
81
Bendahara bertugas untuk menerima, membukukan, dan menyimpan uang dari hasil pembayaran rekening air seluruh anggota; membayar semua pengeluaran yang berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” dengan persetujuan ketua. Keempat petugas tersebut secara langsung bertanggung jawab kepada koordinator UAB “Tirta Kencana”. Dari hasil kerja yang dilakukan oleh masingmasing petugas, diberikan imbalan berupa honorarium yang ditetapkan oleh ketua berdasar pertimbangan kemampuan keuangan organisasi. Honorarium diberikan pada awal bulan atau setiap tanggal 5. Masing-masing teknisi memperoleh honorarium sebesar Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah), sedang sekretaris atau petugas administrasi dan bendahara memperoleh sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Kecuali ketua tidak mendapat honor, selain karena kemampuan keuangan organisasi juga sebagai bentuk pengabdian. Seperti dituturkan oleh bapak Md ketua UAB ”Tirta Kencana” tentang kebijakan tersebut bahwa “sebagai ketua saya memang tidak menerima honor, secara pribadi ini merupakan bentuk pengabdian saya kepada kampung Jetisharjo”. 7.1.3 Pelaksanaan Usaha Air Bersih ”Tirta Kencana” Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai. Menurut
Terry
(2006),
kepemimpinan
adalah
kegiatan
untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. Pendapat yang sama dikemukakan O'Donnell (dalam Terry), kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. Dari dua pengertian tersebut diatas, kepemimpinan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu 2. Untuk mencapai tujuan 3. Untuk memperoleh manfaat bersama.
82
Jika dilihat pada konteks kepemimpinan, hal yang saling terkait adalah adanya unsur penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota juga bagi warga lainnya.. Kepemimpinan pada suatu lembaga memiliki peranan penting dalam membentuk eksistensi organisasi di mana berada. Begitupun dalam UAB ”Tirta Kencana”, kepemimpinan memainkan peranan penting untuk mengarahkan kegiatan lembaga tersebut untuk pencapaian tujuan. Dalam kepemimpinan terdapat unsur pemimpin yang mampu mempengaruhi aktivitas organisasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas. Pada umumnya pemimpin organisasi yang dipilih adalah anggota yang memiliki pengalaman dan wawasan yang luas dibandingkan anggota lainnya serta memiliki kemampuan mengadakan relasi dalam masyarakat. Menggerakkan
atau
melaksanakan
kegiatan
merupakan
realisasi
perencanaan dan ditangani oleh orang-orang yang terlibat dalam organisasi penyelenggara atau lembaga. Tentunya dengan memperhatikan panduan atau kriteria tertentu yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan memberikan pelayanan yang lebih baik, diperlukan dukungan anggota maupun dana. Dana yang diperoleh lembaga saat ini baru mengandalkan iuran atau retribusi bulanan. Sedang tarif langganan air yang berlaku saat ini relatif murah, sehingga untuk mendukung usaha pelayanan air bersih belum mencukupi. Untuk mengetahui banyaknya pemakaian air oleh anggota per bulan dapat diketahui dari hasil wawancara dengan sekretaris UAB “Tirta Kencana” bpk. Ng.berikut penuturannya: ... sebanyak 132 anggota, ada 96 KK (73%) menghabiskan air kurang dari 20 m3, sedang 20 KK (15%) menghabiskan air 25 m3 dan sisanya 7 KK (5,30%) menghabiskan 30 m3. Apabila dihitung dengan rupiah pemakaian air kurang dari 20 m3 biaya pemakaian sebanyak Rp. 12.500,-, sedang pemakian 25 m3 biayanya lebih kurang Rp. 14.500,- dan sisanya yang menghabiskan 30 m3 biaya yang harus dibayar minimal Rp. 18.000,- lebih (tak terbatas). Berdasarkan informasi bahwa pemakian 30 m3 adalah keluarga yang memiliki usaha misalnya rumah yang
83
dikaryakan untuk kost, sehingga pemakaian air lebih banyak jika dibandingkan dengan anggota yang tidak memiliki usaha atau keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak ... Apabila dicermati penerimaan hasil retribusi saat ini merupakan pemerimaan yang diandalkan organisasi setiap bulan dan baru mampu membiayai operasioanal saja, belum termasuk biaya perawatan dan penggantiannya. Meskipun pemberlakuan iuran bulanan telah mengalami perubahan atau kenaikan. Pada tahun 2001 iuran yang berlaku dihitung secara seragam setiap anggota dikenai biaya Rp.500,- per m3 setiap bulan, sejak tahun 2005 iuran bulanan dihitung secara bertingkat. ( periksa tabel 5). Selain tarif atau iuran yang mengalami perubahan juga proses pembayaran setiap bulannya. Sejak UAB ”Tirta Kencana” terbentuk tahun 2001 proses pembayarannya dengan sistim jemput bola, maksudnya petugas setiap bulan mendatangi anggota secara door to door untuk menagih iuran bulanan. Mulai tahun 2005 proses pembayaran berubah, anggota harus membayar sendiri langsung ke bendahara. Pelayanan pembayaran iuran bulanan dilayani bendahara mulai tanggal 7 sampai dengan
tanggal 17. Adanya perubahan proses
pembayaran iuran ini, pengurus mengharapkan anggota dapat memenuhi kewajibannya membayar sesuai aturan. Agar organisasi dapat melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggota, pengurus merencanakan menaikkan tarif berlangganan setiap kubiknya (m3). Kenaikkan tarif yang dipergunakan selain untuk biaya operasional dan perawatan juga sebagai cadangan modal. Cadangan modal yang dimaksud adalah akumulasi sisa dari seluruh pengeluaran bulanan, yang dapat dipinjamkan kepada warga yang ingin menjadi anggota namun terkendala dana.. Jumalh yang dapat dipinjam sebesar Rp.300.000,- Adapun besarnya bantuan tersebut separo dari total pembiayaan. Dalam kontek pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat pada tingkat sosial ekonomi rendah, proses komunikasi antara pengurus dan anggota sangat diperlukan. Proses komunikasi merupakan sarana untuk sosialisasi. Melalui
84
proses ini secara tidak langsung anggota akan mengetahui rencana kegiatan pengurus terkait dengan pengelolaan sumber air. Apabila pengurus berniat melakukan proses kumunikasi, maka masyarakat akan bersedia mendukung usaha tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu anggota diperoleh informasi bahwa, pengurus belum memanfaatkan kelembagaan yang ada di Kampung Jetisharjo seperti forum RT, PKK, kelompok lansia, dan majelis ta’lim untuk kegiatan sosialisasi. Padahal di setiap RT telah memiliki jadwal pertemuan secara rutin yang selama ini forum tersebut diisi dengan kegiatan arisan, simpan pinjam dan pengumuman-pengumuman lainnya yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan maupun masalah pembangunan. Keberadaan berbagai forum di atas sebenarnya dapat menjadi sarana komunikasi dan informasi kegiatan UAB “Tirta Kencana”, serta menampung aspirasi masyarakat sehingga dapat menggalang partisipasi anggota dalam program pengembangan organisasi. Jabatan yang rangkap tersebut, berdampak dalam menjalankan kegiatan menjadi kurang fokus didalam mengembangan usaha ini. Hal ini dikarenakan satu sisi sebagai penguasa wilayah (ketua RW) di sisi lain sebagai ketua UAB”TK”. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh masyarakat bapak Sdn yang menyatakan bahwa: ”posisi tersebut menyebabkan anggota pasif dalam menyampaikan pendapatnya tentang “Tirta Kencana”, ya ada rasa takut atau sungkan. Kalau ada anggota yang kurang puas dengan pelayanan, sering menyampaikan di forum RT”. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di wilayah RT33, ke depan pengurus dapat memperluas kerjasama. Dalam membangun kerjasama telah dilakukan dengan berbagai pihak seperti pemerintah, telah memberikan bantuan program prasarana dan sarana maupun pelatihan manjemen. Kerjasama dengan lembaga sejenis yang telah mapan atau berkembang, dapat mempelajari cara mengelola usaha air. Dengan membangun kerjasama tersebut memungkinkan adanya inovasi dalam memanfaatkan seluruh modal yang dimiliki masyarakat Jetisharjo dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengembangan usaha.
85
Sekalipun, dalam pelaksanaan kegiatan sejak tahun 2001 hingga saat ini, UAB ”Tirta Kencana” mengalami banyak perkembangan. Seperti, telah dimiliki sarana prasarana berupa pompa hidraulik, bak penampung bagian bawah, bak umum untuk 65 anggota. Sarana prasarana itu semua merupakan modal UAB ”Tirta Kencana” dalam memberikan pelayanan dan mengembangkan Usaha Air Bersih. Namun, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Jetisharjo akan sambungan rumah (SR) baru belum dapat terpenuhi secara keseluruhan. Kendala yang dihadapi umumnya adalah adanya keterbatasan jumlah dan kapasitas sarana prasarana jaringan pipa dan reservoir. Departemen PU melalui program P3P telah memberikan bantuan secara bertahap sejak tahun 2002 hingga 2004. Bantuan tersebut berupa sarana prasarana guna meningkatkan layanan air bersih bagi masyarakat. Seperti diutarakan oleh bapak Hjn dari dinas PU DIY bahwa: ... usaha air minum berbeda dengan pengelolaan usaha semacam bisnis yang mencari keuntungan. Dalam pengelolaan usaha air bersih ini harus memiliki kemampuan, kemauan dan dapat memanfaatkan seluruh sumber daya. Bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pelayanan bagi warga dan sebagai modal untuk mengembangkan Usaha Air Bersih di Kampung Jetisharjo ... Sebelum adanya bantuan atau intervensi Pemerintah maupun swasta, sesungguhnya”Tirta Kencana” telah ada 23 SR. Dengan berakhirnya program P3P pada tahun 2004, jumlah keseluruhan SR menjadi 55 KK. Pada tahun itu juga, 10 KK berusaha secara swadaya mendapatkan SR, sehingga jumlah warga yang mempunyai SR sebanyak 65 KK. Pada tahun 2005 warga Jetisharjo mendapatkan bantuan dari swasta (AIT-Thailand) sebanyak 50 SR. Sedang pada tahun 2007, secara swadaya 17 KK mengajukan SR, sehingga keseluruhan warga yang mendapatkan sambungan rumah berjumlah 132 KK. Selain sarana prasarana, juga diperlukan anggaran atau dana sebagai modal pendukung. Anggaran atau dana yang terkumpul berasal dari penerimaan iuran atau retribusi anggota berjumlah kurang lebih Rp. 1.800.000,- per bulan. Sedang, untuk biaya operasional rata-rata setiap bulannya sebanyak Rp. 1.450.000,-. Biaya operasional meliputi antara lain untuk membayar listrik, administrasi, pemberian desinfektan, honor pengurus dan tenaga teknis. Adapun sisa iuran bulanan kurang lebih Rp. 350.000,-/bln tersebut secara akumulasi dapat menambah modal ”Tirta Kencana”.
86
Modal UAB ”Tirta Kencana” selain dari sisa iuran bulanan juga diperoleh dari pembayaran denda karena keterlambatan pembayaran atau tunggakan anggota. Bila dicermati jumlah tunggakan dari bulan ke bulan cenderung mengalami kenaikan. Sebagai contoh, jumlah tunggakan per triwulan yang dimulai sejak bulan Januari tahun 2007 sebanyak Rp. 12.600,-, pada bulan Maret menjadi Rp. 27.800,-, pada bulan Juni sebesar Rp. 90.700,-, dan pada bulan Agustus tahun yang sama berjumlah Rp. 205.100,-. Keterlambatan pembayaran iuran disebabkan salah satunya adalah kurangnya sosialisasi tentang perubahan cara pembayaran yang dilakukan oleh pihak pengurus. Selain itu, kata seorang anggota bahwa sanksi yang diberikan kepada anggota yang terlambat membayar/menunggak terlalu ringan. Penerapan denda yang berlaku saat ini apabila dilihat dari nilainya relatif kecil, akan tetapi kalau dibiarkan (tidak diingatkan) akan diikuti oleh anggota yang lain. Seperti dituturkan oleh bapak Md ketua UAB ”Tirta Kencana” bahwa: ...kendala yang dirasakan dalam memberikan pelayanan adalah kedisiplinan anggota dalam membayar iuran. Bagi yang terlambat membayar diperingatkan secara lisan, apabila sudah tiga kali belum juga membayar saya sendiri yang menagih. Tapi apa ya kewajiban seperti itu harus diingatkan, kadang saya berpikir apakah karena dendanya terlalu ringan.Menurut saya, yang utama adalah tepat waktu dalam membayar bukan dendanya... Selain modal sarana prasarana, uang, dan sumberdaya alam berupa sumber air. Saat ini potensi air yang berasal dari sumber air tersebut memiliki debit sekitar 9,8 ltr/ dtk. Sebagaimana hasil penelitian dari Fakultas Geografi UGM terdapat enam titik mata air. Adapun air yang dimanfaatkan saat ini baru 2,6 ltr/dtk berasal dari 2 sumber mata air dan baru memberikan pelayanan pada anggota sebanyak 132 KK. Terbatasnya pemanfaatan sumber air disebabkan terbatasnya modal berupa sarana prasarana, yang disebabkan terbatasnya dana/uang untuk mendukung pembangunan sarana prasarana tersebut. Sumber air yang belum dimanfaatkan (4 sumber air) masih dapat dikembangkan untuk memberi pelayanan yang lebih luas kepada warga di luar RW 07. Seperti penuturan pengurus UAB ”Tirta Kencana” bapak Ttk.:
87
...dengan memanfaatkan dua mata air yang ada sekarang baru mencukupi warga disini saja, secara teknis masih bisa melayani keinginan masyarakat RT 33 untuk ikut berlangganan air. Karena adanya kendala teknis seperti jarak, dan reservoir yang ada belum mampu memenuhi masyarakat di wilayah RT 33 karena harus menyeberangi jalan, ya meskipun ada alternatif lain tapi biayanya jauh lebih mahal. Kalau TK sudah mapan keinginan masyarakat RT 33 mudah-mudahan bisa dipenuhi seperti warga lainnya... Modal sosial merupakan unsur penting dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengembangan usaha, selain pengetahuan, ketrampilan, dan informasi bagi kelangsungan pelaksanaan kegiatan. Bila dicermati masyarakat Jetisharjo memiliki modal sosial yang kuat, yang diaktualisasikan dalam bentuk gotong royong seperti dalam hal memelihara sumber air dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. Meskipun belum memiliki perencanaan dalam menjalankan kegiatan, namun demikian kegiatan-kegiatan kemasyarakatan tetap berlangsung utamanya yang terkait dengan sosial kemasyarakatan. Hal ini dapat digambarkan pada saat masyarakat secara gotong royong membetulkan sarana prasarana yang rusak akibat banjir tahun 2005. Bapak Sb mantan tenaga teknis mengutarakan sebagai berikut: ...masyarakat Jetisharjo disini gotong royongnya bagus atau guyub. Apabila ada kegiatan pembangunan, seperti ketika membuat saluran dari bambu untuk mengalirkan air dari sumber air ke bak penampungan. Juga pada tahun 2005, waktu sungai Code dilanda banjir, masyarakat secara bergotong royong memperbaiki pipa produksi dan distribusi yang terbawa arus sungai dan ketika sumber air yang tertimbun longsoran tanah... Keikutsertaan anggota yang minim dalam kegiatan UAB ”Tirta Kencana” antara lain disebabkan adanya rasa sungkan, karena pengurus usaha air ini masih dirangkap dengan pengurus wilayah. Berikut pendapat bapak Sdn tokoh masyarakat yang menyatakan bahwa: ... posisi tersebut menyebabkan anggota pasif dalam menyampaikan pendapatnya tentang Tirta Kencana , ya ada rasa takut atau sungkan. Kalau ada anggota yang kurang puas dengan pelayanan, sering menyampaikan di forum RT ... Dari segi administrasi menunjukkan adanya kemajuan, anggota dapat mengetahui jumlah pemakaian air sebelumnya. Apabila sebelumnya jumlah pemakaian air tidak diketahui karena belum tersedia water mater, pada saat itu
88
anggota mempunyai kewajiban membayar sebesar Rp. 3.000,- per bulan untuk setiap KK. Pada tahun 2004 setelah water mater terpasang maka pemakian air dihitung dengan tarif setiap m3 dengan harga Rp. 500,-. Mulai tahun 2005 ada perubahan tarif sebagai berikut: 0-15 m3: Rp.500,-/m3; pemakaian 16–30 m3: Rp 700,-/m3; pemakaian >30 m3: Rp.1.000,-/m3.. Apabila ada anggota yang terlambat membayar iuran diberi sangsi berupa denda sebesar Rp. 1.000.- per bulan untuk setiap anggota atau pelanggan.. Bentuk pelayanan lain berupa bantuan pinjaman, yang dananya berasal dari denda. Denda selain digunakan untuk biaya operasional juga dimanfaatkan untuk memberikan bantuan atau pinjaman kepada calon anggota/pelanggan yang tidak mampu. Untuk menjadi anggota UAB ”Tirta Kencana” diwajibkan membayar biaya sambungan rumah sebesar Rp. 600.000,-. Adapun bantuan yang diberikan sebanyak Rp. 300.000,- yang selanjutnya dapat diangsur 3 sampai 4 kali sesuai kesanggupan . Berikut Contoh Formulir Retribusi Pemakaian Air Anggota. Tabel 8: Contoh Pemakaian Air Anggota UAB ”Tirta Kencana” UAB ”TIRTA KENCANA” RW07 JETISHARJO Nama : Bp. Musmo No : 31 Alamat : JT 2/466 RT 29 Bulan : Oktober 2007 Pemakaian s.d bulan ini (m3) : 2652 Pemakaian s.d bulan lalu (m3) : 2612 Jumlah pemakaian bulan ini (m3) : 40 Pemakaian Tarif/m3 Jumlah Biaya 0 - 15 15 Rp. 500,00 Rp. 7.500,00 16 - 30 15 Rp. 700,00 Rp. 10.500,00 > 30 10 Rp. 1.000,00 Rp. 10.000,00 Pemeliharaan/Sewa Meteran Rp. 1.500,00 Jumlah Pembayaran Rp. 29.500,00 Sumber: UAB ”Tirta Kencana”, 2007
7.1.4 Pengawasan UAB ”Tirta Kencana” Menurut Handoko (2003) pengawasan adalah penetapan dan penerapan cara dan peralatan untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pengawasan dapat bersifat positif maupun negatif. Pengawasan positif adalah untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dicapai
89
dengan efisien dan efektif. Sedang pengawasan negatif untuk menjamin tidak terjadinya kegiatan yang tidak diinginkan atau dibutuhkan. Dalam pengawasan ini, dilakukan evaluasi atas sumber daya yang ada dalam organisasi. Indikator-indikator ini terdapat dalam kerangka acuan yang sudah dipersiapkan sebagai dasar pengevaluasian. Dalam pengawasan ini juga dilakukan pula penilaian atas pemanfaatan sarana dan prasara, anggaran yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka pendukung kegiatan organisasi. Pengawasan merupakan unsur penting dalam pelaksanaan manajemen UAB ”Tirta Kencana”, karena dengan evaluasi akan diketahui kekurangan dan kelebihan dari pola pengelolaan lembaga pelayanan air. Dilain pihak adanya evaluasi dapat diketahui hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan pengelolaan usaha, sehingga pengelolaan usaha kurang dapat dijalankan dengan baik dan lancar. Dari hal ini juga dapat diketahui program yang telah berhasil dan kemudian dipertahankan dan program yang kurang berhasil untuk dicari solusi pemecahan masalahnya melalui partisipasi aktif seluruh anggota organisasi. Untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana atau anggaran sebagai pendukung kegiatan-kegiatan UAB ”Tirta Kencana” pengurus telah membuat laporan kegiatan/pertanggungjawaban (LPJ), meskipun belum secara periodik LPJ tersebut diinformasikan pada anggota. Seperti dikatakan bapak Sp salah satu ketua RT tentang laporan kegiatan/pertanggungjawaban pengurus berikut: ... kaitan dengan laporan pertanggujawaban (LPJ) khususnya keuangan yang dibuat oleh pengurus tidak tentu atau rutin utamanya kalau ada tagihan seperti tunggakkan iuran bulanan dari pelanggan/anggota yang terlambat membayar. Selain tunggakan seperti pengumumanpengumuman yang menyangkut masalah Tirta Kencana seperti perbaikan pipa, bak atau yang penting lainnya disampaikan langsung oleh salah satu pengurus ... Dari penuturan bapak Sp di atas menunjukan bahwa
laporan
pertanggujawaban (LPJ) kegiatan UAB ”Tirta Kencana” termasuk keuangan ternyata belum disampaikan secara rutin kepada anggota. Dan setiap kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pengurus dalam menjalankan kegiatannya harus
90
dapat dipertanggungjawabkan dan diinformasikan pada saat pertemuan seluruh anggota dan pengurus, sehingga anggota tahu dan berhak merespon atau menanggapi kebijakan tersebut. Namun demikian laporan pertanggujawaban (LPJ) yang disampaikan terbatas pada laporan yang berupa tunggakkan anggota yang terlambat membayar iuran, disampaikan pada saat pertemuan atau forum warga di lingkungan RT, dan dibacakan atau disampaikan pengurus RT yang bukan pengurus UAB ”Tirta Kencana”. Terkait dengan penyampaian laporan pertanggujawaban (LPJ) ataupun informasi kegiatan UAB ”Tirta Kencana” yang semestinya menjadi tugas pengurus, karena organisasi ini belum memiliki forum pertemuan, maka informasi-informasi yang berkaitan dengan UAB ”Tirta Kencana” disampaikan oleh ketua RT yang sebetulnya bukan tugasnya. Berikut tanggapan ketua UAB ”Tirta Kencana” bapak Md berkaitan dengan kebijakan maupun laporan kegiatan organisasi sebagai berikut: anggota dalam organisasi TK berbeda dengan organisasi lainnya. Sebutan yang cocok adalah pelanggan atau konsumen, karena anggota disini tidak memiliki hak suara, dalam suatu organisasi ada yang setuju ada yang tidak ya biasalah ....
Selama ini, dalam menjalankan pengawasan terbatas dilakukan pengurus. Sementara, lembaga
yang profesional dalam melaksanakan kegiatannya
berdasarkan pada perencanaan, adanya perencanaan dapat digunakan sebagai acuan pengurus dalam menjalankan kegiatannya juga sebagai tolok ukur berapa banyak kegiatan yang telah dilaksanakan maupun yang belum dilaksanakan serta dapat dipergunakan sebagai penilaian bagi pengurus dalam menjalankan kegiatannya yang kemudian semuanya itu dilakukan pengawasan yang berjalan secara kontinyu setiap bulannya. Dari paparan di atas menunjukkan bahwa pengawasan kegiatan UAB ”Tirta Kencana” belum dilakukan secara optimal. Hal ini disebabkan oleh sikap pengurus yang tertutup terhadap keterlibatan anggota dalam organisasi. Dengan alasan ”Tirta Kencana” berbeda dengan organisasi lainnya dimana anggota memiliki hak bersuara, sehingga anggota ”Tirta Kencana” lebih tepat disebut pelanggan, sehingga belum saatnya memberikan pendapat tentang organisasi
91
termasuk dalam memberikan penilaian atau pengawasan. Apabila dicermati lebih lanjut, UAB ”Tirta Kencana” sebagai organisasi yang berbasis masyarakat dimana anggota memiliki peranan yang cukup penting terhadap eksistensi lembaga, tanpa adanya anggota organisasi tersebut belum tentu ada. Hal ini tidak terlepas dari awal dibentuknya organisasi untuk mengatasi masalah yang dialami oleh masyarakat, oleh karena itu sudah sewajarnya bila anggota dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan organisasi termasuk dalam hal pengawasan. Dalam memberikan pelayanan kepada anggota, ketidakpuasan anggota terhadap UAB ”Tirta Kencana” cenderung bersifat teknis. Untuk mengatasi masalah tersebut pengurus memanggil petugas teknis agar secepatnya mengambil tindakan untuk memperbaiki/membetulkan peralatan yang rusak. Sebab, jika tidak segera ditangani atau diperbaiki, maka seluruh warga akan menghadapi permasalahan yang lebih besar mengingat air merupakan kebutuhan pokok yang harus ada setiap saat. Pelayanan UAB “Tirta Kencana” terhadap anggota dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan, dari segi jumlah KK yang mendapat layanan semakin bertambah. Kualitas pelayanan dalam kajian ini menunjukkan bahwa kondisi air mengalami peningkatan dari kejernihan, rasa air. Air yang digunakan oleh masyarakat Jetisharjo saat ini cukup baik untuk kebutuhan rumah tangga, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sudarmadji (1991) yang mengatakan bahwa air pada wilayah sekitar sungai Code layak untuk dikonsumsi.
92
VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB “TIRTA KENCANA” 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang dimiliki masyarakat yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, yang berkembang dari waktu ke waktu dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya (Sumardjo dan Saharuddin, 2006) Dalam rangka penguatan kinerja UAB “Tirta Kencana” di Kampung Jetisharjo, berdasarkan hasil wawancara dengan anggota dan diskusi dengan masyarakat maupun dengan tokoh masyarakat serta dari hasil pengamatan, dapat diidentifikasi potensi-potensi yang dapat digunakan, antara lain: 1. Berdasarkan natural capital yang dimiliki Kampung Jetisharjo yaitu adanya sumber mata air dengan debit 9,8 ltr/dtk, masih dapat dioptimalkan untuk memberikan pelayanan dengan cakupan yang lebih luas lagi. 2. Jika dilihat dari human capital yang ada di Kampung Jetisharjo, terlihat adanya kemauan masyarakat dalam meningkatkan peransertanya. Adanya keiinginan baik dari masyarakat, tokoh masyarakat untuk mendukung pelayanan air. Adanya sumberdaya manusia yang cukup banyak di wilayah ini, ditunjukkan dengan tingkat kepadatan penduduk yang termasuk kategori padat, dapat memberikan kontribusi pada kesinambungan UAB “Tirta Kencana” dengan cara mengoptimalkan sumber mata air yang ada untuk memperluas cakupan pelayanannya. 3. Berdasarkan social capital terlihat adanya faktor sosial budaya dengan kegotongroyongan, ini nampak pada saat kegiatan memperbaiki sumber air yang rusak karena bencana alam/banjir. 4. Adanya kelembagaan sosial masyarakat seperti forum RT, PKK, majelis ta’lim dapat digunakan sebagai penghubung antara pengurus dengan anggota atau pelanggan.
93
Potensi-potensi tersebut di atas selama ini belum dimanfaatkan dalam kegiatan UAB “Tirta Kencana”, disebabkan belum adanya wadah yang dijadikan sebagai sarana komunikasi dan koordinasi dari pengurus dengan anggota atau pelanggan, berakibat kinerja UAB “TK” belum optimal dalam memberikan pelayanan sehingga kurang mendapat dukungan dari masyarakat dan tokoh masyarakat. 8.1.2. Identifikasi Masalah Masalah adalah kesenjangan antara kondisi yang ideal dengan kondisi yang ada pada saat ini. Kondisi yang ideal bisa berupa kondisi yang diharapkan atau yang diidamkan atau dicita-citakan, tetapi bisa juga sesuatu yang sebenarnya bisa dicapai, tetapi karena sesuatu hal ternyata belum diwujudkan (Sumardjo & Saharudin, 2006). Dalam
memperkuat
kapasitas
lembaga
pengelolaan
air
untuk
memberdayakan masyarakat miskin sebagai anggotanya, maka diperlukan identifikasi permasalahan berkaitan dengan perlunya penguatan kapasitas lembaga tersebut. Adapun langkah-langkah kegiatannya berupa diskusi kelompok terfokus (FGD) bersama masyarakat, dilanjutkan perumusan masalah dan kebutuhan anggota masyarakat lembaga pelayanan air. Kegiatan tersebut dihadiri oleh pengurus, anggota dan tokoh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan anggota dan pengurus lembaga pengelolaan air telah teridentifikasi permasalahan-permasalahan yang dapat dikatagorikan sebagai brikut: Permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan atau organisasi antara lain: 1. Rendahnya pengetahuan tentang pengelolaan air, yang disebabkan rendahnya kemauan pengurus dalam mengoptimalkan kinerja lembaga. 2 Adanya kenaikan jumlah anggota yang menunggak pembayaran iuran bulanan, disebabkan oleh aturan yang ada saat ini kurang melembaga dan sangsi yang lemah. 3. Belum diperhitungkannya biaya perawatan/perbaikan sarana prasarana yang disebabkan oleh karena ketergantungan terhadap pihak lain.
94
4. Belum adanya forum komunikasi yang memadai untuk menampung aspirasi anggota menyebabkan rendahnya partisipasi anggota dalam mengembangkan dan keberlangsungan lembaga. 5. Minimnya aturan yang ada berakibat pada pola kerja pengurus terlihat kurang motivasi, dan kurangnya sosialisasi berdampak pada anggota kurang memahami aturan yang berlaku. Permasalah yang berkaitan dengan kapasitas masyarakat miskin sebagai anggota meliputi: 1. Rendahnya pengetahuan berorganisasi anggota. 2. Rendahnya pendapatan anggota, disebabkan oleh pekerjaan anggota pada umumnya disektor informal yang tidak memerlukan syarat pendidikan formal. 3. Rendahnya partisipasi anggota, disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pengurus dengan anggota. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dirasakan oleh lembaga pengelola usaha air yang kompleks meliputi kapasitas anggota dan lembaga dengan aspek ekonomi, dan sosial yang saling berkaitan. Dari aspek ekonomi berkaitan dengan modal untuk meningkatkan pelayanan pada seluruh warga masyarakat. Sedangkan aspek sosial yaitu terbatasnya akses terhadap lembaga sosial kemasyarakatan dalam rangka meningkatkan pelayanan. Sehingga tujuan dari lembaga sebagai pengelolaan air untuk meningkatkan kesejahteraan belum bisa terpenuhi sesuai harapan masyarakat miskin sebagai anggotanya. Berdasarkan
hasil
pertemuan
dengan
anggota/pelanggan
telah
teridentifikasi analisis permasalahan yang ada, seperti tercantum dalam gambar berikut.
95
Gambar 4. Analisis Masalah Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana” Tidak berlangsungnya Kelembagaan Pengelolaan Air UAB “tirta Kencana”
Kurangnya kepedulian anggt thdp pengelolaan usaha air bersih
Belum diperhitungkan biaya perawatan sarana dan prasarana untuk keberlanjutan usaha air bersih
Pelayanan kpd anggota kurang optimal
Pengurus tidak memiliki acuan dl menjlkn kegiatn & anggt krang paham pd aturan yg ada
A K I B A T
Lemahnya Pengelolaan UAB “Tirta Kencana”
Terbatasnya sistem dalam menunjang pengelolaan dan modal usaha yang diharapkan
Rendahnya pengtahuan, kemampuan pengrs & rendahnya partisipasi anggota dlm berorganisasi
Belum ada perencn program,monitoring dan evaluasi pada pengelolaan usaha
Minimnya aturan yg ada dan kurang disosialisasikn pada anggota
S E B A B
Dari gambar 4 di atas terlihat permasalahan yang ada yaitu lemahnya pengelolaan UAB “Tirta Kencana” tersebut berhubungan dengan pengetahuan, pengurus
dan
anggota
dalam
pengelolaan
usaha
termasuk
dalam
memperhitungkan perawatan atau perbaikan sarana prasarana. Rendahnya pemahaman, kurangnya komunikasi dan belum adanya perencanaan program pengurus terhadap lembaga berakibat anggota tidak aktif mengikuti, atau kurangnya sosialisasi terhadap kegiatan-kegiatan apa yang sudah maupun yang akan dilakukan pengurus, hal ini dibuktikan dengan tidak tahunya anggota pada kegiatan lembaga yang telah dicapai. Dari analisis lemahnya manajemen lembaga yang disebabkan lemahnya pengetahuan pengurus dalam pengelolaan usaha, juga dipengaruhi oleh kesadaran anggota dalam berpartisipasi terhadap proses pengelolaan, perencanaan program
96
dan kegiatan evaluasi. Disamping itu terbatasnya sistem dalam menunjang pengelolaan modal usaha yang diharapkan. Norma atau aturan yang ada dan kurangnya sosialisasi berakibat pada kurangnya ketaatan anggota terhadap norma atau aturan yang berlaku. Penguatan kapasitas lembaga diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapai melalui forum antar pengurus, pengurus dengan anggota, dan kerjasama dengan berbagai pihak seperti unsur pemerintah, masyarakat dan lembaga sejenis yang telah berkembang dalam menggalang dukungan dan fasilitasi. Dari analisis permasalahan di atas, selanjutnya disusun analisis tujuan, yang dimaksudkan untuk merancang tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh pengurus dan anggota dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Adapun usaha yang dapat dilakukan yaitu: 1. Penguatan human capital, dengan: a) meningkatkan kualitas pengetahuan, ketrampilan pengurus dan anggota dalam hal: pelatihan manajemen organisasi, ketrampilan usaha, perencanaan partisipatif; b) meningkatkan partisipasi anggota melalui penyuluhan tentang organisasi; c) melakukan studi banding ke lembaga sejenis yang telah maju. 2. Penguatan social capital, dengan: a) memperkuat ikatan antar pengurus dan anggota dengan membentuk pertemuan (forum) komunikasi bulanan, b) mendorong partisipasi aktif seluruh anggota, c) membentuk forum komunikasi, d) membuat aturan secara partisipatif. 3. Membuka jaringan kerjasama untuk keberlanjutan dan kemandirian organsasi antara lain: a) menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, b) menjajaki pembentukan koperasi. Berdasarkan usaha-usaha tersebut di atas, hasil yang diharapkan terhadap organisasi pengelolaan air seperti berikut : 1. Aspek human capital, a) meningkatnya kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan pengurus dan anggota dalam mengelola usaha; b) meningkatnya kepedulian anggota terhadap keberlangsungan dan kemandirian organisasi. 2. Aspek social capital, meningkatnya kebersamaan, gotong royong melalui
97
norma atau aturan yang telah disepakati; b)meningkatnya parisipasi anggota dalam mendukung keberlanjutan dan kemandirian organisasi, c) meningkatnya kesadaran seluruh anggota akan manfaaat adanya organisasi pengelolaan air. 3. Terwujudnya jaringan kerjasama dengan lembaga sejenis, dukungan dari lambaga pemerintah berupa informasi, fasilitasi, bantuan pelatihan. Agar alternatif kegiatan di atas dijalankan, perlu adanya peran dari seluruh masyarakat, dan peran dari tokoh masyarakat baik formal maupun informal. Untuk maksud tersebut maka disusunlah pihak terkait dalam penguatan kelembagaan UAB ”Tirta Kencana” yang dapat dilihat pada tabel 10 dibawah.
98
Tabel 10 Matrik Pihak Terkait Dalam Penguatan Kelembagaan UAB ”Tirta Kencana” No
Stakeholder
1.
Anggota UAB “Tirta Kencana”
• Memiliki kemauan untuk ikut mengembangkan lembaga dengan adanya kenaikan iuran/retribusi • Memiliki kepercayaan kepada pengurus • Memiliki kegotong royongan
Kekuatan
• Rendahnya pengetahuan tentang usaha air bersih • Rendahnya pendapatan
Pelaku
2.
Pengurus UAB “Tirta Kencana”
• Adanya kepercayaan dari anggota • Ditaati oleh anggota • Adanya motivasi untuk mengembangkan lembaga
Belum optimal dalam mengelola lembaga
Pelaksana
3.
Pemerintah Kota
Memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan
Terbatasnya anggaran
• Fasilitasi • Dukungan • Informasi Program
4.
Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Memiliki kewenangan dan program • Pelatihan teknis • Pelatihan manajemen • Informasi program • Pembangunan sarana prasarana
Harus melalui birokrasi
• Fasilitasi • Dukungan • Informasi Program
5.
Kelurahan
Terbatasnya anggaran
• Fasilitasi • Dukungan • Informasi Program
6.
Lembaga sejenis yang telah berkembang
Memiliki kewenangan dan informasi terkait dengan program pembangunan
Keterbatasan
Telah memiliki ketrampilan, teknis dan manajemen
Peran
Kerjasama saling menguntung kan atau kolaborasi
8.2. Program Penguatan Kelembagaan UAB “Tirta Kencana” Salah satu tantangan pembangunan yang strategis dalam rangka mengatasi ketidakberdayaan masyarakat adalah melalui peningkatan kapasitas masyarakat. Hal ini dalam kasus UAB ”Tirta Kencana” didasarkan pada fakta adanya keterbatasan akses masyarakat terhadap berbagai sumber penghidupan. Untuk menumbuhkan keberdayaan harus bersandar pada aspirasi dan partisipasi masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat dapat diwujudkan secara baik.
99
Berdasarkan kondisi yang ada partisipasi masayarakat dalam pelaksanaan pembangunan menjadi penting, masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama atau subyek dalam pembangunan. Pembangunan merupakan usaha yang berkelanjutan untuk mencapai kehidupan lebih baik bagi seluruh masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat mengembangkan kapasitasnya, hak terhadap kesempatan dalam mencapai kehidupan yang lebih layak. Atas dasar tersebut maka seluruh elemen dalam masyarakat merupakan bagian penting untuk diberdayakan menuju suatu tingkat perkembangan yang mampu tumbuh dan berkembang secara mandiri. Pendekatan komunitas (community based development) terutama memberi penekanan pada upaya mendorong partisipasi warga masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan (Purnaningsih, 2007). Agar warga masyarakat dapat berpartisipasi mereka harus memiliki kemampuan, selain itu pemerintah daerah juga harus menciptakan iklim yang menunjang partisipasi warga. Setiap program pengembangan masyarakat yang dilakukan di suatu komunitas harus merupakan keputusan bersama masyarakat dan didukung oleh kebijakan pemerintah lokalnya. Disamping menggunakan pendekatan komunitas, pemberdayaan juga dapat dilakukan dengan melalui pendekatan kelembagaan. Melalui kelembagaan proses pemberdayaan dapat diwujudkan dan semakin efektif dalam menentukan kebutuhan sosialnya(Purnaningsih, 2007). Dalam kontek ini komunitas yang dimaksud adalah masyarakat Jetisharjo, sebagai komunitas yang tinggal dalam satu lokasi yang sama dengan eksistensi yang jelas dan yang mempunyai karakteristik yang sama, meskipun tidak tinggal dalam lokasi yang sama mereka berintegrasi pada suatu waktu tertentu. Dalam program pemberdayaan masyarakat selain menggunakan pendekatan komunitas juga menggunakan pendekatan kelembagaan, sehingga kedua pendekatan tersebut perlu ditempuh dalam kontek penguatan kelembagaan UAB “Tirta Kencana”. Menurut Soetarto (dalam Syahwie dkk., 2004) mengemukakan pendekatan kelembagaan perlu dilakukan melalui antara lain: 1. Pendekatan atas dasar tujuan yaitu suatu pendekatan untuk mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan serta perumusan ulang suatu tujuan baik secara
100
spesifik ataupun umum. 2. Pendekatan proses adalah suatu pendekatan yang menekankan pada tumbuh dan berkembangnya suatu proses yang melibatkan sebagian besar warga atau melalui sistem perwakilan dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kerjasama dan berkembangnya integrasi masyarakat dan kemampuan untuk berfungsi sebagai satu kesatuan unuk menanggulangi permasalahan secara bersama. Kedua pendekatan di atas menunjukkan adanya proses input dan output diharapkan adanya upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan, sehingga lembaga yang ada dapat berfungsi secara optimal. Pemberdayaan masyarakat harus dapat dilihat sejauh mana lembaga dapat melakukan interaksi yang sinergis (jaringan) dalam memenuhi kebutuhan sosial dan penanganan masalah sosial warga masyarakatnya. Kinerja lembaga juga berpengaruh pada berbagai upaya yang telah dilakukan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat melalui penguatan kapasiatas kelembagaan masyarakat. Hasil evaluasi program pengembangan masyarakat kampung Jetisharjo, untuk penguatan kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih, penulis mencoba mengajak pengurus dan anggota untuk mencari sebab akibat mengapa kelembagaan pengelolaan air belum optimal kinerjanya dan memikirkan bagaimana alternatif pemecahannya serta membuat rancangan program atau kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja lembaga. Sesuai dengan prinsip pengembangan masyarakat, kegiatan tersebut diarahkan langsung pada akar persoalan, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dengan mengutamakan partisipasi dari bawah bersama-sama dengan masyarakat mengembangkan kesadaran atas potensi, masalah dan pemecahan masalah sesuai kebutuhan masyarakat, khususnya dalam pengembangan kapasitas secara partisipatif. Langkah selanjutnya adalah menyusun perencanaan program yang akan dibahas lebih lanjut tentang penyusunan program kerja. 8.3. Penyusunan Program Penguatan Kelembagaan 8.3.1. Tujuan Program
101
a. Mendorong peningkatan kualitas, pengetahuan dan ketrampilan pengurus dalam pengelolaan pelayanan air bersih. b. Mendorong peningkatan kesadaran anggota/pelanggan dalam mencapai tujuan lembaga. c. Meningkatkan aktivitas kominikasi, koordinasi antar pengurus maupun dengan anggota. d. Merencanakan kerjasama dan kemitraan untuk mengakses peluang usaha dengan lembaga sejenis. 8.3 2. Sasaran Program adapun sasaran dari program tersebut adalah: a. Anggota dapat memperoleh pelayanan air bersih seperti yang diharapkan. b. Pengurus UAB “TK”, dengan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan pengelolaan usaha, sehingga dalam melaksanakan kegiatannya dilakukan secara partisipatif. c. Pemerintah kota, dinas PU, perguruan tinggi, yang dapat dijadikan sumber untuk mendukung dalam pengelolaan Usaha Air Bersih. 8.3.3. Kegiatan-Kegiatan Dalam Penguatan Kelembagaan UAB “TK” Pelaksanaan penguatan kelembagaan UAB “TK” diharapkan dapat memberikan
penguatan
kapasitas internal organisasi melalui penguatan
sumberdaya manusia,modal sosial serta mengoptimalkan kinerja pengurus dalam memberikan pelayanan dengan membuka kerja sama dan kemitraan dengan berbagai lembaga yang memiliki kepedulian atau komitmen terhadap usaha pengelolaan air bersih. Penguatan kelembagaan UAB “TK” dilaksanakan dengan dukungan dan fasilitasi dari berbagai pihak seperti: dinas PU, Kelurahan, PT maupun swasta sesuai dengan perannya. Program penguatan yang dilakukan antara lain: a. Membantu
meningkatkan
sumberdaya
manusia
dengan
mendorong
meningkatan pengetahuan dan pengelolaan air yang akan berpengaruh pada penguatan manajemen organisasi dalam bentuk pelatihan manajemen, teknis. b. Dukungan dalam membentuk jaringan kerjasama dengan lembaga sejenis dan
102
studi banding pada lembaga sejenis yang telah berkembang untuk dijadikan referensi dalam membuat perencanaan program lembaga. c. Adanya program penyediaan air bersih yang berbasis masyarakat, pihak pemerintah dapat membantu memfasilitasi kegiatan serta mengarahkan program dari instansi terkait untuk mendukung program pengembangan masyarakat. d. Penguatan modal sosial, dengan meningkatkan kesadaran pentingnya kelembagaan akan berpengaruh terhadap peran aktif anggota pada pertemuan bulanan sebagai wadah untuk membangun keterikatan antar anggota dengan melembagakan tindakan dan kerjasama yang diatur dalam aturan-aturan yang telah disepakati. Rancangan penguatan kelembagaan pengelolaannya dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang direncanakan melalui pertemuan bulanan dengan waktu yang disepakati bersama, mengundang seluruh anggota, tokoh masyarakat. Pertemuan diadakan membahas masalah kaitannya dengan program pada Tahun mendatang. Adapun rancangan penguatan kelembagaan pengelolaan air UAB “Tirta Kencana” dapat diketahui pada gambar 6 berikut.
103
Gambar 6 Rancangan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air UAB ”Tirta Kencana”
Tidak langsung
Program Penguatan Kelembagaan Pengelolaan air UAB ”Tirta Kencana”
Langsung
Pemerintah: • Dinas PU • PDAM • PT, Swasta
Fasilitas, berupa dukungan (dana, pendampingan, sarana prasarana) dlm upaya pengembangan UAB ”Tirta Kencana” Keberlanjutan Kelembagaan Pengelolaan Air UAB ”Tirta Kencana”
Lembaga Pengelolaan air UAB “Tirta Kencana” berupa: A. Penguatan human capital • Pelatihan manajemen, kelembagaan • Pelatihan teknis B. Penguatan social capital • Membuat forum antara pengurus dan anggota • Melibatkan anggota dalam perencanaan program dan evaluasi C. Membuka jaringan kerja • Kemitraan • Dukungan • Studi banding
• Optimalnya pengelolaan usaha air bersih • Pengetahuan dan ketrampilan usaha semakin baik • Pertemuan bulanan anggota dan pengurus • Meningkatnya jumlah anggota • Meningkatnya kepercayaan pada pengurus • Adanya jaringan kerjasama
Keterangan : : mempengaruhi Pelaksanaan kegiatan yang telah disusun bersama pengurus dan anggota/ pelanggan untuk menjaga keberlangsungannya, maka perlu disusun strategi dalam penguatan kapasitas UAB “Tirta Kencana” yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Menguatkan kapasitas lembaga UAB “Tirta Kencana” sebagai organisasi swadaya masyarakat yaitu dengan mengembangkan modal sosial yang dimiliki, seperti membuat jaringan kerjasama dan kemitraan dengan pihak luar, meningkatkan kesadaran untuk saling mempercayai baik pengurus maupun anggota serta semangat kebersamaan.
104
Rancangan penguatan kelembagaan pengelolaan air yang telah disusun dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki. Selanjutnya dengan terjalinnya kerjasama yang kuat antara stakeholders tersebut di atas, lambat laun lembaga akan menguat. Meningkatnya keswadayaan seluruh anggota melalui motivasi dan tumbuhnya kesadaran untuk berperan aktif terhadap pengelolaan usaha akan berpengaruh pada kemandirian lembaga. Tabel 11: PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH DI KAMPUNG JETISHARJO
105
106
107
IX. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1. Kesimpulan 1. UAB “Tirta Kencana” merupakan organisasi yang formal dengan struktur organisasi terdiri dari koordinator, tenaga administrasi, keuangan atau bendahara dan 2 (dua) orang tenaga operator namun dalam melaksanakan kegiatannya belum menunjukkan sebagai suatu organisasi yang modern. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan belum berdasarkan pada acuan kerja seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), sehingga tujuan organisasi belum dapat tercapai. 2.
Adanya keterbatasan pengetahuan pengurus dalam mengelola usaha. Hal tersebut dapat diketahui dari pola pengelolaan yang dilakukan saat ini belum menggunakan prinsip-prinsip manajemen profesional. Kepemimpinan UAB “Tirta Kencana” masih dirangkap dengan kepemimpinan lingkungan (RW) sehingga dalam memberikan pelayanan kepada anggota maupun dalam usaha pengembangan organisasi kurang optimal.
3. Berdasarkan kondisi sosial budaya dan manajemen organisasi yang kurang optimal saat ini menimbulkan permasalahan. Hal ini disebabkan oleh: a. Belum adanya perencanaan yang mantap sebagai panduan kerja bagi para petugasnya. Menyebabkan para petugas dalam memberikan pelayanan sebatas
rutinitas
dan
kurang
dapat
mengantisipasi
keadaan,
penggantian/peremajaan sarana prasarana secara berkala. b. Akses terhadap lembaga keuangan belum ada, masih mengandalkan bantuan dari Dinas PU, PDAM maupun swasta, hal ini berpengaruh pada pelayanan yang diberikan pada masyarakat untuk menambah sambungan rumah sulit. c. Partisipasi anggota masih lemah dalam hal perencanaan program pengembangan, monitoring dan evaluasi pengelolaan usaha. Disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara pengurus, tokoh masyarakat dan anggota menyebabkan kepedulian anggota terhadap Usaha Air Bersih kurang.
108
9.2. Rekomendasi Untuk mendukung terlaksananya progam perlu adanya rekomendasi kebijakan: 1. Pengurus UAB “Tirta Kencana”: a.Meningkatkan komunikasi dan kerjasama dengan anggota agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan optimal. b.Meningkatkan partisispasi anggota terhadap pengelolaan Usaha Air Bersih untuk kemandirian dan keberlanjutan lembaga. 2. Anggota UAB “Tirta Kencana”: a.Saling memberikan motivasi sesama anggota untuk mendukung kegiatan dan keberlangsungan lembaga b.Meningkatkan
dan
mengembangkan
partisipasi
anggota
dalam
hal
pembiayaan kegiatan untuk kemandirian dan keberlangsungan lembaga. 3. Pemerintah: meningkatkan hubungan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan pelayanan dan pengembangan Usaha Air Bersih, seperti: a.Memfasilitasi kegiatan lembaga UAB “TK” dengan memberikan informasi progam yang berkaitan dengan pembangunan sarana prasarana air bersih. b.Memfasilitasi kegiatan pelatihan manajemen, teknis pengelolaan usaha. c.Memfasilitasi kerjasama antar lembaga sejenis seperti asosiasi pengelola air minum desa (PAMdes) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 4. Untuk mengatasi rendahnya pengetahuan dan pemahaman pengurus dan anggota tentang usaha air ini, dengan membuat program penguatan, seperti berikut: a. Penguatan sumberdaya manusia dengan mendorong peningkatan pengetahuan dan lembaga UAB “TK” yang harapannya akan berpengaruh pada penguatan manajemen lembaga dengan bentuk pelatihan teknis dan manajemen. b. Meningkatkan
partisipasi
anggota,
dengan
meningkatkan
kesadaran
berorganisasi melalui pertemuan (forum) bulanan sebagai wadah membangun keterikatan antar anggota dengan melembagakan norma yang telah disepakati.
109
DAFTAR PUSTAKA Abidin Zainal T. 2001. Kajian Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Pemukiman Kumuh Sungai Code Kota Yogyakarta. Studi Kasus Di Kelurahan Prawiridirjan. Tesis. MPKD UGM. Yogyakarta. [Anonim]. 2001. Direktorat Jendral Perumahan dan Pemukiman Departemen Kimpraswil. Materi Pelatihan Berjenjang Pembentukan TPM Bidang Perumahan dan Pemukiman, Jakarta. [Anonim]. Pengelolaan Air Bersih di Saat Krisis. hppt:// transparansi.or.id [14 September 2007]. [Anonim]. 2005. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 294/PRT/M/2005 Tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Direktorat Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. [Anonim]. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. [Anonim]. Republika, 19 Juni 2008 Biro Pusat Statistik. 2005. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bonoma, T, & Slevin, D. P. (1978). Executive survival manual. Boston: CBI Publishing Company. Coleman James. S. 1974. Power and the Structure of Society. W.W. Norton and Co. Inc. New York. Darmajanti Linda. 2002. Kehidupan Berorganisasi Sebagai Modal Sosial Komunitas Masyarakat Jakarta. Jurnal Sosiologi Edisi no. 11 Eko Sutoro. 2005. Manifesto Pembaharuan Desa. editor. APMD Press. Yogyakarta. Etzione, Amitai. 1964. Modern Organizations. Englewood Cliffs, Prentice-Hall. New Jersey. Friedmann John. 1992. Empowerment. The Politics of Alternative Development, Blackwell, UK. Fuat M. 1976. Pengantar Manajemen, Organisasi. Ghalia Indonesia, Bandung. Gulick, L., & Urwick, L. (1959). Papers on the Science of Administration in Extension. Madison: National Agricultural Extension Center for Advanced Study, University of Wisconsin at Madison. Handoko, Hani, T. 1998. Manajemen. Edisi Pertama. BPFE UGM. Yogyakarta Handoko, Hani, T. 2003. Manajemen. Edisi Kedua. BPFE UGM. Yogyakarta. Hardjito, Dydiet. 2001. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Raja
110
Grafindo Persada. Jakarta. Hikmat, Harry. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Press Bandung. Ivanevich, J. M., Donnelly, J. H., Jr., & Gibson, J. L. (1980). Managing for Performance. Georgetown, Ontario: Irwin Dorsey. Koentjaraningrat. 1997. Kebudayaan dan Mentalitet Pembangunan. Gramedia. Jakarta. Kolopaking Lala, Nasdian F.Tonny. 2005. Pengembangan Kelembagaan, Program Magister Pengembangan Masyarakat, IPB Bogor. Latifah, Ayu. 2007. Pengelolaan Air Bersih http://transparansi.or.id [14 September 2007]
di
Saat
Krisis.
Manulang, M. 1981. Dasar-Dasar Manajemen. Ghalia. Jakarta. Marshall, P. (1992). Introduction to the Management Process. In Managing People at Work. Guelph: University of Guelph Press. Mintzberg, H. (1988). Mintzberg on Management. New York: Free Press. Middleton Richard. 2008. Air Bersih: Sumber Daya yang Rawan.Makalah Hijau. Kedutaan Besar Amerika Serikat. Jakarta: http://www.usembassyjakarta.org/ptp/airbersih.html. [20 Juli 2008]. Moeliono, Ilya. 2004. Partisipasi Manipulatif: Catatan Reflektif tentang Pendekatan PRA dalam Pembangunan Masyarakat. http://www.balaidesa.or.id/prapar.html [3 Juli 2007]. Nasdian, Ferdian Tonny. 2003. Kelembagaan Sosial. Di dalam Kolopaking, Lala. Nasdian, Ferdian Tonny, Sitorus Felix dkk. editor. Sosiologi Umum. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Pustaka Wirausaha Muda.Bogor. Nasdian, Ferdian Tonny dan Utomo. 2005. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Program Magister Pengembangan Masyarakat. IPB. Bogor. Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta. Parahita Diah. 2007. Penyediaan Air Bersih oleh Komunitas. http://www.pu.go.id [14 September 2007]. Perrow Charles. 1986. Complex Organizations. A Critical Essay. 3rd Ed. McGraw-Hill, Inc. New York. Purwaningsih Ninuk. 2007. Pedekatan Komunitas dan Komunikasi Sosial dalam Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Makalah Seminar Nasional, Menuju Paradigma Baru Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum di Indonesia. Yogyakarta. Sastropoetro, RA. Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin
111
dalam Pembangunan. Penerbit Alumni. Bandung. Siagian, Sondang P. 1999. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Rineka Cipta. Jakarta. Simon. 1976. Administrative Behavior. 3rd Ed. Mc. Millan. New York. Sitorus Felik, Ivanofic Agusta. 2006. Metodologi Kajian Pengembangan Masyarakat. Program Magister Pengembangan Masyarakat, IPB. Bogor. Soekanto Soeryono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soeryani Moh., Rofiq Ahmad, Rosy Munir. 1990. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan, UI, Press, Jakarta. Sudarmadji. 1991. Agihan Geografi Sifat Kimia Air Tanah Bebas di Kotamadya Yogyakarta. Disertasi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial, Global Pustaka Utama. Yogyakarta. Sumardjo Saharudin. 2006. Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Program Magister Pengembangan Masyarakat. IPB. Bogor. Syawie Mochammad dkk. 2004. Jaringan Strategis Pranata Sosial, Jakarta, BPPS, Departemen Sosial RI. Teguh, Sulistiyani, A. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gaya Media. Yogyakarta. Terry Geogre R. 1960. Perlunya Memaksimalkan Manajemen. http:pelangi.dit.plp.go.id [17 Juni 2008]. Terry George R. 2006. Principal of Management. Di dalam Sujal. Saduran. Grafita Bandung. Tjahyono. 2004. Manajemen Penyuluhan Mmasyarakat, Bahan Pelatihan Penyuluhan Balai Diklat Pelatihan Tenaga Sosial. Yogyakarta. Usman, Sunyoto, 2002. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Wahyuni Ekawati S. 2003. Grup. Di dalam Kolopaking, Lala. M, Tonny Ferdian, Sitorus Felix dkk. editor. Sosiologi Umum. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Pustaka Wirausaha Muda. Bogor. Waldron, M.W. (1994a). Models for the future. In M. Brooke & M. Waldron (Eds.), University Continuing Education in Canada: Current Challenges and Future Opportunities. Toronto: Thompson Educational Publishing. Waldron, M.W. (1994b). Management and Supervision. In D. Blackburn (Ed.), Extension Handbook: Processes and Practices. Toronto: Thompson Educational Publishing.
112
113
114
Mata Air dan Pipa Produksi UAB ”Tirta Kencana”
RESERVOIR yang letaknya di BAWAH (kiri); ATAS (kanan)
Pompa Air dan Tabung yang Berisi Desinfektan
115
Water mater dan pompa hidraulik yang sebelumnya pernah digunakan
Bak Umum, digunakan untuk mencuci dan mandi
Wawancara dengan ketua RT 29 dan anggota dengan bak (Jawa ”Tandon”) air
116
Suasana Diskusi Kelompok
117
HASIL PERTEMUAN DISKUSI PERUMUSAN MASALAH DAN KEBUTUHAN ANGGOTA DALAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB ”TIRTA KENCANA”
Kegiatan pertemuan untuk mendiskusikan, merumuskan masalah dilaksanakan di rumah bapak Musmodiyono ketua UAB ”Tirta Kencana” kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, pada hari Selasa tanggal 27 November 2007. Kegiatan dimulai pada pukul 19.30 sampai dengan 22.30 WIB. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pengurus UAB ”Tirta Kencana” yaitu ketua, tokoh masyarakat dan anggota UAB ”Tirta Kencana”. Sebelum diskusi dimulai pertemuan diawali lebih dulu oleh ketua UAB ”TK” bapak Musmodiyono, menyampaikan maksud diadakan diskusi, yaitu untuk mencari masukan-masukan dari bapak ibu yang hadir berkaitan dengan pengelolaan air untuk keberlanjutan dan pengembangan pelayanan air bersih ”Trita Kencana”. Acara dibuka oleh fasilitator yang diawali dengan : 1. Perkenalan 2. Menjelaskan tujuan § Untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan apa yang ada dalam organisasi UAB ”Tirta Kencana” dan kebutuhan-kebutuhan apa yang sangat dibutuhkan. § Mencari alternatif atau jalan keluar berdasarkan permasalahan tersebut. § Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka keberlanjutan pengelolaan usaha air. 3. Memaparkan temuan lapangan tentang kegiatan UAB ”Tirta Kencana” RW 07 di Jetisharjo Kelurahan Cokrodiningratan. KONDISI UAB ”Tirta Kencana” § UAB ”TK” dibentuk dan diprakarsai oleh masyarakat kampung Jetisharjo, sebagai perwujudan terhadap kesulitan yang dialami dalam memenuhi kebutuhan air bersih. § UAB ”Tirta Kencana” tetap berjalan, artinya tetap memberikan pelayanan air bersih meskipun belum seluruh warga mendapatkan pelayanan air. § Pengurus masih dirangkap dengan pengurus RW, dengan jumlah 5 orang. § Modal (dana) sangat kecil. § Kemampuan sumber daya manusia yang ada relatif rendah. § Pemahaman dan pengetahuan anggota terhadap lembaga rendah. § Anggota UAB “TK” merupakan masyarakat kurang mampu yang tinggal di lembah sungai Code. PENGELOLAAN UAB ”Tirta Kencana” a. Perencanaan: § Dalam menjalankan kegiatannya masih terbatas rutinitas (asal air dapat mengalir ke anggota/pelangan).
118
§
Perencanaan dilaksanakan sebatas pada pengurus belum melibatkan anggota/ pelangan dalam proses pembuatannya, bersifat jangka pendek (insidental).
b. Pengorganisasian: § Kepemimpinan masih dirangkap/menyatu dengan kepemimpinan wilayah (RW), hal ini berdampak dalam menjalankan kegiatan kurang fokus. § Peran/tugas dan tangung jawab kepada masing-masing pengurus sama dengan peran/tugas dan tangung jawab sebagai pengurus wilayah (ketua, bendahara dan sekretaris), karena masih campur/menyatu dengan peran dan tugas tangung jawab lingkungan wilayah/RW. § Pergantian pengurus atau ketua bersamaan dengan pergantian ketua RW. § Aturan-aturan yang ada kurang disosialisasikan. b. Pelaksanaan: § Iuran/retribusi bulanan relatif murah. § Dalam rangka melaksanakan kegiatan dan memberikan pelayanan, lembaga masih mengandalkan pada dana, yang diperoleh dari iuran/retribusi anggota. § Belum memiliki cadangan dana untuk perawatan dan penggantian sarana prasarana yang rusak. § Belum memilki forum komunisai untuk sosialisasi maupun menampung aspirasi anggota. § Jabatan yang rangkap menyebabkan anggota pasif dalam menyampaikan pendapatnya. c. Pengawasan: § Laporan pertanggungjawaban (LPJ) secara periodik belum diinformasikan pada anggota. § Dalam melaksanakan kegiatan, kebijakan atau keputusan dibuat oleh pengurus. Anggota belum dilikatkan. § Pengawasan dalam melaksanakan kegiatan baru sebatas pengurus. 4. Memulai diskusi dengan meminta peserta untuk mengungkapkan permasalahan yang dirasakan/dihadapi oleh peserta tentang UAB ”Tirta Kencana” dengan menggunakan potongan kertas kecil yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh fasilitator. Masukan dari peserta terhimpun permasalahan sebagai berikut: 1. Air kadang macet/mati. 2. Sumber air yang banyak 3. Peningkatan sarana prasarana 4. Petugas teknis sudah tua perlu diganti 5. Kurangnya komunikasi antara anggota dengan pengurus 6. Kurangnya dana 7. Iuran/retribusi bulanan terlalu murah 8. Belum memperhitungkan biaya perawatan/perbaikan alat-alat
119
9. Kurangnya kerjasama antara pengurus ”Tirta Kencana” perkumpulan-perkumpulan yang ada (RT, PKK, majelis ta’lim) 10. Kurangnya pengetahuan tentang usaha air 11. Masih kurang kesadaran anggota tentang berorganisasi 12. Iuran/retribsi bulanan perlu dinaikan 13. Sumber air masih ada yang belum dimanfaatkan 14. Belum ada forum komunikasi antara anggota dengan pengurus 15. UAB ”Tirta Kencana” masih dirangkap dengan RW 16. Pelayanan lebih ditingkatkan 17. UAB ”Tirta Kencana” perlu dikembangkan 18. UAB ”Tirta Kencana” lepas dari RW 19. Sangsi atau denda yang murah 20. Kegiatan UAB ”Tirta Kencana” masih monoton 21. Gotong royong warga masyarakat bagus 22. Pendapatan anggota yang rendah 23. Honor petugas yang masih kecil
dengan
Dari berbagai pendapat tentang permasalahan tersebut kemudian oleh peserta dan fasilitator diklasifikasikan, dalam proses pengklasikasian ini muncul diskusi yang cukup ramai antar peserta yaitu antara pengurus (sekretaris) dengan anggota. Antara lain seperti dana untuk biaya perawatan alat-alat, kelancaran air, keberlangsungan UAB ”Tirta Kencana”, laporan pertanggungjawaban (LPJ). Terkait dengan laporan yang semestinya disampaikan secara rutin oleh pengurus kepada anggota, namun hal itu belum dilakukan seperti disampaikan oleh salah satu peserta (Sp) sebagai pengurus RT, ”kalau ada anggota yang terlambat membayar/nunggak jangan menanyakan kepada saya, ini kan tugas pengurus. Saya kan hanya dititipi/membantu untuk menyampaikan atau membacakan laporan pada saat pertemuan RT. Yang namanya laporan ya harus rutin tidak menunggu semua anggota telah membayar atau melunasi iuran”. Pendapat Sp kemudian ditanggapi oleh sekretaris UAB ”Tirta Kencana” (Ng): ”laporan sudah saya buat tapi belum disampaikan pada anggota, karena masih menunggu laporan dari bendahara biar sekaligus tidak bolak balik”. Kemudian diskusi berkembang, ada peserta lain yang menyampaikan pendapatnya (Sg) ”yang namanya laporan sebaiknya ya rutin dibuat kemudian disampaikan kepada seluruh anggota, karena ”Tirta Kencana” kan milik warga Jetisharjo to..jadi semua perlu tahu tidak hanya yang nunggak tapi seluruh pemasukan dan pengeluarannya anggota diberi tahu”. Yang kemudian ditanggapi oleh (Md) bahwa ”laporan sebetulnya sudah rutin dibuat oleh sekretaris, dan diberikan pada pengurus saja, berhubung sifatnya interen ya..belum disampaikan kepada seluruh anggota intinya biar pengurus tahu lebih dulu berapa banyak anggota yang terlambat membayar dan yang belum membayar atau nunggak”. Setelah masalah yang ada teridentifikasi, fasilitator dan peserta kemudian menentukan prioritas dan judul masalah yang dihadapi oleh anggota yaitu: 1. Kurangnya kerjasama antara pengurus UAB ”Tirta Kencana” dengan anggota. 2. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan pengurus tentang pengelolaan air. 3. Kurangnya komunikasi antara pengurus dengan seluruh anggota.
120
Berdasarkan prioritas masalah yang dihadapi peserta diminta untuk memberikan alternatif pemecahan masalah berdasarkan usulan yang ada, yaitu: 1. Kurangnya kerjasama antara pengurus dengan anggota dan tokoh masyarakat. Alternatif pemecahan: o Mengagendakan forum komunikasi antara pengurus dengan anggota maupun tokoh masyarakat. o Melibatkan anggota dalam kegiatan-kegiatan ”Tirta Kencana” 2. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan pengurus Alternatif pemecahan: o Pelatihan bagi pengurus dan anggota. o Mengirmkan anggota untuk magang ke lembaga sejenis yang telah maju. o Mengganti petugas teknis yang tua 3. Kurangnya pemahaman dalam berorganisasi Alternatif pemecahan: o Sosialisasi kegiatan kepada anggota o Memberdayakan tenaga yang ada 4. Kurangnya dana Alternatif pemecahan: o Menaikan tarif iuran bulanan o Menaikan denda Setelah masalah dan alternatif pemecahan masalah teridentifikasi, salah seorang peserta (Tk-mantan pengurus) mengungkapkan, ”kalau melihat kondisinya seperti ini kita perlu melakukan suatu kegiatan atau program untuk keberlangsungan dan mengembangkan ”Tirta Kencana”, hal tersebut kemudian disambut atau ditanggapi oleh peserta lainnya. Akhirnya dirancang suatu kegiatan ”Penggalangan Dana Untuk Keberlanjutan UAB”TK”. 4. Kesimpulan Hasil pertemuan ini adalah: a. Analisis potensi masyarakat § Adanya keinginan masyarakat untuk mengembangkan UAB ”TK” § Adanya ikatan kekeluargaan yang tinggi/gotong royong § Adanya sumber air yang belum dimanfaatkan b. Identifikasi sebab akibat § Kurangnya kepedulian anggota terhadap pengelolaan usaha disebabkan rendahnya pengetahuan, kemampuan dan partisipasi anggota dalam berorganisasi. § Pelayanan kepada anggota kurang optimal disebabkan belum memiliki perencanaan program, monitoring dan evaluasi/pengawasan pada pengelolaan usaha. c. Prioritas masalah dan pemecahannya Seperti tertulis dalam alternatif pemecahan masalah d. Tersusun rancangan kegiatan ”Sosialisasi Rencana Kenaikan Tarif”
121
RANCANGAN KEGIATAN PENGGALANGAN DANA UNTUK KEBERLANJUTAN UAB TUJUAN KEGIATAN Meningkatkan Tahap Persiapan: kepedulian § Sosialisasi kepada anggota anggota khususnya dalam § Pendekatan ke menanggulangi warga masyasarakat keterbatasan dana dan tokoh masyasarakat Tahap Perencanaan: § Rapat membahas: - Penentuan besarnya kenaikan tarif iuran Tahap Pelaksanaan: Sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana kenaikan tarif iuran bulanan
SASARAN Seluruh anggota UAB ”Tirta Kencana”
OUTPUT Adanya dana yang dapat digunakan untuk biaya perawatan atau penggantian alat-alat
BIAYA Seluruh anggota
HASIL PERTEMUAN PENYUSUNAN PROGRAM KERJA DALAM
122
RANGKA PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB ”TIRTA KENCANA”
Kegiatan pertemuan atau diskusi lanjutan dilaksanakan di rumah bapak ketua RW 07 Jetisharjo pada tanggal 4 Desember 2007 dimulai pukul 19.30 WIB sampai dengan pukul 22.30 WIB dihadiri 16 peserta terdiri dari anggota, pengurus PKK (RW dan RT) dan pengurus UAB ”Tirta Kencana” kecuali ketua, perwakilan kelurahan, dinas PU ijin tidak dapat menghadiri pertemuan. Proses diskusi sebagai berikut: 1. Pertemuan dibuka oleh fasilitator yang dilanjutkan pengurus ”Tirta Kencana” mewakili ketua, dengan menyampaikan agenda pertemuan dimaksud. 2. Sambutan pengurus ”Tirta Kencana” Sambutan dari pengurus diawali dari adanya beberapa pendapat maupun keluhan sebelumnya atas pelayanan yang diberikan ”Tirta Kencana” selama ini yang dirasa belum memuaskan. Untuk mengatasi keluhan-keluhan anggota perlu dipikirkan solusinya. Pada kesempatan ini saya berharap agar bapak ibu yang hadir bisa memberikan pendapatnya kira-kira usaha apa yang perlu dilakukan oleh pengurus selain melakukan sosialisasi yang kaitannya dengan rencana kenaikan tarif, untuk keberlangsungan ”Tirta Kencana”. Kalau bapak ibu cermati listrik itu juga akan naik, ini berpengaruh pada besarnya biaya yang harus dibayar oleh ”Tirta Kencana”. Oleh karena itu perlu dipikirkan selain kenaikan listrik ataupun penggantian alat-alat, ini semua untuk keberlangsungan ”Tirta Kencana”. Apabila kenaikkan tarif telah disetujui oleh seluruh anggota, diharapkan selain dapat menutup biaya operasional untuk perawatan maupun penggantian peralatan yang rusak atau sudah saatnya diganti seperti pompa yang usianya 5-6 tahun perlu diganti. Seperti dikatakan oleh pak Ms pada pertemuan sebelumnya bahwa ”iuran dari anggota selama ini belum mampu mencukupi seluruh biaya operasinal, termasuk honor pengurus yang masih kecil”. Hal tersebut dikawatirkan akan mempengaruhi warga atau anggota yang bersedia menjadi pengurus, padahal kerjanya pengurus itu kan memberikan pelayanan serta untuk organisasi. Sedang yang berkaitan dengan masalah teknis saya harapkan bapak ketua dapat memberikan pembinaan pada petugas. Sambutan ditutup dengan harapan agar seluruh anggota dapat memahami dan menerima rencana pengurus terkait dengan menaikkan iuran bulanan. 3. Pemaparan tujuan pertemuan, hasil temuan, dan hasil pertemua pada tanggal 27 November 2007. Pemaparan dimulai dengan mengungkapkan maksud tujuan pada pertemuan yaitu: o Untuk menyelesaikan studi dengan tugas akhir di IPB Bogor o Melakukan kajian pengembangan masyarakat khususnya dalam hal penguatan kelembagaan pengelolaan air untuk keberlanjutan pelayanan air bersih. Selanjutnya memaparkan hasil temuan/pengamatan pelaksanaan ”Tirta Kencana” di Jetisharjo khususnya hasil pengamatan situasi, pola kegiatannya, pendanaan.
123
4. Pelaksanaan diskusi Dari pemaparan diatas kemudian fasilitator mengajak diskusi mengenai penyusunan progam berdasarkan permasalahan di atas, berikut pendapat peserta yang hadir: Bapak An (anggota): untuk kelanjutan UAB ”TK” pada dasarnya saya setuju kalau tarif dinaikkan, tapi sebelumnya anggota diberi tahu lebih dulu ya istilahnya diajak omong-omomg atau sosialisasi 2 atau 3 bulan dari rencana kenaikan, misalnya pengurus merencanakan besuk bulan April ya mulai Januari pengurus sudah melakukan sosialisasi. Besuk kalau tarif sudah dinaikkan saya harap diimbangi pelayanan yang lebih bagus, jangan sampai ada keluhan dari warga air tidak lancar atau sering mati. Bapak Sp (ketua RT): kalau ada rencana dari pengurus menaikkan tarif iuran saya setuju, meskipun dulu UAB ”TK” sebagai usaha yang bersifat sosial. Kenaikkan tarif hendaknya disesuaikan dengan kemampuan anggota, bapak ibu juga memahami to kondisi masyarakat disini yang kebanyakan kemampuannya rendah. Ibu Kd (pengurus PKK dan mantan ketua RT): rencana pengurus akan menaikkan tarif ya tidak apa-apa saya setuju saja asalkan ada pemberitahuan lebih dulu, biar masyarakat tahu. Saya setuju dengan pendapat bapak An sebelum kenaikkan tarif direalisasikan diakan sosialisasi lebih dulu, selama ini kan belum pernah ada pertemuan antara pengurus dengan anggota yang membicarakan masalah ”Tirta Kencana”...sudah sewajarnya apabila warga ingin mengetahui rencana pengurus ke depan mau melakukan apa saja. Sebetulnya saya malu mengatakan hal ini mumpung ada kesempatan saya sampaikan saja, meskipun pak Sd (suami ibu Kd) sebagai sesepuh kampung, selama ini ya belum pernah diajak ngomomg-ngomong tentang”Tirta Kencana”. Sehingga kalau istilahnya mau urun rembug ya nggak bisa karena belum pernah ada pertemuan atau diajak untuk membicarakan tentang ”Tirta Kencana”. Ibu Sg (anggota): pada dasarnya saya setuju dengan rencana kenaikkan tarif langganan yang tujuannya untuk menutup biaya operasinal dan biaya-biaya lainnya seperti honor petugas/pengurus yang masih kecil. Namun juga perlu dipikirkan kalau kemampuan anggota, karena ya maaf...tingkat kemampuan anggota tidak sama seperti dikatakan bapak Sp kalau kebanyakan anggota merupakan keluarga yang kurang mampu. Besuk saatnya sosialisasi kalau perlu anggota ditanya atau diberi alternatif kenaikan iuran per bulan berapa rupiah biar tidak menimbulkan gejolak. Besuk setelah tarif dinaikan saya harapkan pelayanannya juga semakin bagus, air lancar tidak macet lagi.
124
Bapak Tk (mantan ketua UAB ”TK”): rencana kenaikan tarif memang betul utamanya untuk biaya operasional dan lainnya. Tarif sekarang yang berlaku murah sekali, jadi tidak trus terusan untuk sosial kalau dulu awalnya bisa dikatakan sosial karena belum menggunakan pompa yang digerakan dengan listrik jadi ya biayanya relatif ringan. Tapi sekarang kan lain pompa air yang kita gunakan tergantung dengan listrik, tarif yang berlaku saat ini murah sekali..tarif tersebut bisa bapak ibu bandingkan dengan segelas air kemasan atau anak-anak yang bermain PS (Play Stations). Sehingga rencana pengurus tadi perlu kita pikirkan bersama untuk kelangsungan ”Tirta Kencana”, atau kalau perlu kita melakukan kunjungan ke lembaga yang sama semacam ”TK” yang ada telah berkembang di sekitar Yogya, agar bisa mengetahui bagaimana cara mengelola usaha air yang dikelola masyarakat.. Ibu Md (anggota, istri ketua UAB ”TK”): rencana pengurus menaikan tarif langganan air saya kurang setuju. Mengingat beban ibu-ibu disini sudah berat jadi kalau dinaikkan rasanya...kok memberatkan. Selain itu saya juga nggak enak kalau nanti pak Md (ketua UAB ”TK”) dikatakan ’mata duitan’, listrik naik langganan air juga ikut naik. Meskipun kenaikan itu untuk biaya pelayanan. Bapak Ag (dari PDAM, hasil wawancara): usaha air seperti ”TK” di Jetisharjo diperlukan kerjasama khususnya dengan anggota, apabila akan menaikkan tarif langganan sebaiknya dimusyawarahkan meskipun nanti yang memutuskan pengurus. Peran pemerintah terhadap ”Tirta Kencana” seperti dalam hal teknis, memberikan pelatihan cara menentukan/menghitung tarif langganan, menghitung biaya operasional, perawatan alat-alat. Dulu saya pada saat proyek P3P selesai dan pengelolaanya diserahkan pada warga Jetisharjo, saya pernah memberikan pelatihan pada warga yang diwakili pengurus kampung cara menentukan/menghitung tarif iuran bulanan. 3. Hasil diskusi merumuskan masalah dan kebutuhan untuk keberlanjutan ”TK”: a. Pokok masalah : kurangnya dana sebagai pendukung kegaiatan UAB ”TK”. b. Prioritas masalah adalah: - Rendahnya pengetahuan dan kemampuan anggota. - Kurangnya dana/modal untuk mencukupi biaya operasional. - Terbatasnya pengetahuan tentang pengelolaan usaha air. - Kurangnya kerjasama antara pengurus dengan anggota. 4. Hasil diskusi berdasarkan masalah yang ada, alternatif pemecahan masalah disepakati: a. Tarif iuran bulanan dinaikkan, kenaikkannya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. b. Perlu adanya sosialisasi, waktunya 2-3 sebelumnya tarif baru diberlakukan. c. Perlu sosialisasi aturan-aturan yang diberlakukan (proses pembayaran iuran
125
bulanan, yang dilakukan langsung ke bendahara) d. Perlunya kesadaran dari seluruh anggota dan pengurus tentang usaha air yang memerlukan biaya yang relatif besar. e. Merencanakan forum pertemuan bulanan untuk menampung aspirasi anggota dengan waktu yang disepakati bersama, mengundang seluruh anggota, tokoh masyarakat. Pertemuan diadakan membahas masalah kaitannya dengan program pada tahun mendatang yaitu Program Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Air Untuk Keberlanjutan Pelayanan Air Bersih UAB ”Tirta Kencana” f. Membuat rencana program kerja dengan melibatkan anggota.