Kebijakan Manajemen Air Bersih Muhammad BISRI1*, Imam HANAFI2, SUKANTO2 1
Water Resources Engineering Department, University of Brawijaya, 65145 Malang, Indonesia 2 Public Administration Department, University of Brawijaya, 65145 Malang, Indonesia *Corresponding author’s e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Kebijakan manajemen air bersih adalah proses kebijakan yang kompleks sehingga memerlukan pendekatan sistem, dukungan institusi kuat, bertanggung jawab dan melibatkan seluruh stakeholders. Good governance harus menjadi dasar kebijakan manajemen air bersih, yang akan tercapai apabila ada sinergi antara masyarakat, publik, stakeholder dan privat. Monopoli pemerintah terhadap manajemen air bersih bisa membebani biaya berlebih atau layanan pilih-kasih. Kebijakan manajemen air bersih lebih berhasil dan efisien pada negara maju. Studi yang dilakukan memilih 6 lokasi sebagai titik awal analisa kebijakan air bersih. Titik tersebut dipilih atas dasar pendekatan kesatuan DAS. Tiga titik sebagai wilayah hulu (Kota Malang, Kota batu, Kabupaten Malang) dan tiga titik berikutnya sebagai wilayah hilir atau wilayah terdampak (Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya)
KEYWORDS Neraca air; Air bersih
PENDAHULUAN Pengakuan hak atas air sebagai hak asasi mengindikasikan bahwa: 1) air merupakan kebutuhan penting, 2) perlunya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan akses atas air oleh negara sebagai kewajiban kepada warga negara melalui kebijakan publik (Agenda 21 1992, The Accra Declaration 2001, United Nations Declaration 2002, Muslim 2002). Kebijakan ini penting untuk keadilan distribusi dan optimasi pemanfaatan sumber daya air di tengah kecenderungan komersialisasi/komodifikasi dan pengaruh ideologi berbasis pasar. Akan tetapi ideologi berbasis pasar menganggap masalah sosial sebagai peluang bisnis. Perluasan pengaruh ideologi ini memicu prakarsa bisnis air korporasi multi nasional/trans nasional (MNC/TNC) yang melibatkan institusi internasional terutama di negara berkembang. Bisnis yang masih memenuhi kebutuhan air 5% populasi ini bernilai US$.400 milyar, beromset sama dengan 40% bisnis minyak (Barlow dan Clarke 2002). World Bank (WB) memprediksi omset globalnya akan bernilai US$.1 trilyun dalam waktu dekat (Fortune 2000). Bersamaan dengan bertambahnya nilai, kebutuhan dan kelangkaan air, bisnis ini merugikan lingkungan dan sosial (Leslie 2000). Air menjadi komoditas berharga dan determinan kekayaan bangsa sehingga disebut emas biru (Barlow 2001, Barlow dan Clarke 2002). Siklus hidrologis alamiah menunjukkan bahwa ketersediaan air global tetap dan cukup untuk memenuhi kebutuhan tetapi 1/5 populasi (1,2 milyar jiwa) kekurangan air bersih dan 2/3 pertumbuhan populasi akan menghadapi krisis air absolut pada 2025. Akses populasi kota dan desa atas air bersih masing-masing 93% dan 55% (WHO 1999). Meskipun jaminan negara tidak dirumuskan dalam bentuk akuntabilitas pemerintah namun pemerintah harus menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air. Pemerintah daerah (pemda) kabupaten/kota bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya (Putusan Mahkamah Konstitusi No. 008/PUU-III/2005). Dalam pada itu, kebijakan publik adalah proses yang kompleks sehingga memerlukan pendekatan sistem, dukungan institusi kuat, bertanggung jawab dan melibatkan seluruh stakeholders. Good governance harus menjadi dasar kebijakan sumber daya alam yang akan tercapai apabila ada sinergi antara masyarakat, publik dan privat (Alikodra 2002). Namun kebijakan publik di negara berkembang
1
umumnya gagal mempengaruhi respons yang diinginkan (Frey 1992). Monopoli pemerintah bisa membebani biaya berlebih atau layanan pilih-kasih. Kebijakan sumber daya air lebih berhasil pada negara maju (Glazer dan Lave 1996). Kebutuhan terbesar layanan publik dan resiko gagalnya kebijakan sering ada di pemerintahan yang lemah. Kebijakan air bersih yang berbasis pada ideologi liberal di Indonesia sejak awal 1990-an mengabaikan komunitas lokal. Mereka miskin, sakit dan berpendidikan rendah sedangkan privat untung milyaran rupiah (Santosa 2005). Siklus hidrologis alamiah di Indonesia menghasilkan 3.085 milyar m3 per tahun (Alikodra 2003) tetapi 100 juta populasi kekurangan air bersih dan sehat sehingga rentan sakit (Depkes RI 2003); 80% belum memiliki akses air mengalir (Sanim 2003a). Dalam situasi penambahan intensitas dan ekstensitas konflik air, regulasi memberi peluang dominansi privat (Sanim 2003b). Prinsipnya kebijakan bermanfaat hanya jika ada kaidah tertentu. Kebijakan air bersih yang benar dapat membantu penambahan akses kaum miskin pada layanan air dasar. Publik berperan penting dalam manajemen air bersih, perhatian terhadap lingkungan atau efek sosial. Sementara itu, kajian kebijakan air bersih masih terbatas sehingga teori, model dan paradigmanya belum banyak dikenali. Diperlukan penelitian yang mendasar dan komprehensif terkait kebijakan air bersih..
METHODS Penelitian ini menggunakan dua pendekatan: kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan pemodelan dengan software tools Powersim Constructor. Penelitian juga menggunakan paradigma naturalistik dengan pendekatan kualitatif melalui grounded research (Lofland J dan Lofland LH 1984, Lincoln dan Guba 1985, Nasution 1988, Marshall dan Rossman 1989, Strauss dan Corbin 1990, Arifin 1996, Moleong 2000, Muhadjir 2000). Konstruksi analisa pendekatan ini menggunakan teknik constant comparison (komparasi data dan analisa kritis menggunakan susunan kategori dan konsep). Penelitian dua tahun (2015-2016) di beberapa daerah ini ditetapkan secara purposif; mengkaji data dari tempat pelaksanaan peran pembuat kebijakan, administrator dan informan kunci, yaitu: kantor (dan rumah) walikota/bupati, DPRD, Dinas Sumber daya Air dan Energi (DSDAE), Dinas Pertanian (Disperta), Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DHLH), Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Pemukiman dan Bina Marga (DMBM), Perhutani, korporasi publik/privat, Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum/Paguyuban Air Minum (HIPPAM/PAM), Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)1 dan individu. 1. Tata Laksana Penelitian dan Rekayasa Model Tata laksana penelitian ini ialah: 1) pengumpulan, penyajian dan analisis data, 2) rekayasa model dinamis, terdiri atas: a) analisis sistem: analisis kebutuhan stakeholders, formulasi masalah dan pembuatan causal loop diagram; b) rekayasa model dinamis; c) analisis kebijakan: deskripsi output model untuk menggambarkan perilaku model dan menemukan kebijakan alternatif/skenario kebijakan. 3) pengembangan kebijakan alternatif/rekayasa model verbal. Tata laksana rekayasa model dinamis ialah sebagai berikut: 1) seleksi konsep dan variabel yang konsisten dan relevan dengan model yang direkayasa. Pemetaan kognitif dengan metode berfikir sistem dilakukan untuk mengembangkan model abstrak dari keadaan riil. Selanjutnya penelaahan secara teliti dan mendalam asumsi-asumsi dan konsistensinya terhadap variabel dan parameternya berdasarkan justifikasi pakar. 2) konstruksi model, mengikuti tahap sebagai berikut: a) model abstrak yang dikembangkan direpresentasikan dalam model dinamis; b) verifikasi dan validasi model. c) penyempurnaan struktural dan fungsional melalui simulasi.
1HIPPA
dibentuk dengan Kepmendagri No.50/2001 tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
2
3) analisis sensitivitas: untuk mengetahui variabel yang berpengaruh nyata (perubahannya mempengaruhi model secara keseluruhan). Variabel yang kurang/tidak berpengaruh dalam model dieliminasi. 4) analisis kebijakan: intervensi struktural atau fungsional pada model untuk memahami pelbagai alternatif skenario dan kebijakan terbaik berdasar simulasi (Muhammadi et al. 2001). 2. Sumber Data Sumber data primer ialah orang, perihal, peristiwa dan/atau situasi wajar. Data utama ialah perasaan, ekspresi, ide, ucapan, intonasi, perilaku, aksi dan tulisan subyek terteliti. Kebijakan air bersih, interpretasi, persepsi dan ekspektasi atasnya difahami sesuai pemahaman subyektif stakeholders (Lofland J dan Lofland LH 1984, Lincoln dan Guba 1985). Sumber data sekunder adalah dari pakar, informan, peristiwa, buku dan dokumen. Informasi diperoleh melalui snowball technique secara serial hingga jenuh. Dokumen yang dimanfaatkan diantaranya regulasi air bersih, peta lokasi, statistik pendapatan daerah dari sumber daya air dan multimedia. Tabel 1. Jenis data, variabel dan sumber data penelitian No.
1.
2.
Jenis Data Primer
Data Sekunder
Variabel A. Sumber daya air bersih 1. Potensi sumber daya air dan air bersih 2. Manajemen air bersih dan cathment dan recharge area 3. Peran, fungsi dan otoritas DSDAE 4. Peran dan fungsi PDAM B. Kebijakan air bersih 1. Latar belakang, tujuan, motif, konsideran, proses, masalah, resistensi, model, manfaat, mudlarat. 2. Peranan masyarakat dan privat C. Implementasi kebijakan air bersih 1. Interpretasi, persepsi, dampak dan partisipasi komunitas lokal dalam kebijakan 2. Korporasi air publik/privat: latar belakang, tujuan, motif, pertimbangan, proses, masalah, resistensi, model, manfaat, mudlarat. A. Kebijakan SDA dan air bersih B. Regulasi kontrak C. Peta daerah penelitian D. Peta Hidrologis E. PAD F. Pendapatan daerah dari SDA dan SD air
3
Sumber Data/Subyek terteliti Kepala Daerah, DSDAE, PDAM Kepala Daerah, DSDAE, PDAM, Disperta, DHLH, Perhutani Kepala Daerah, DSDAE Kepala Daerah, PDAM Kepala Daerah, DPRD, Sekretariat Daerah (Setda), DHLH, DSDAE, DMBM, PDAM, Komunitas lokal, perusahaan privat Komunitas lokal, perusahaan privat
Komunitas lokal, DPRD Manajer perusahaan privat/individu yang menguasai, mengelola dan/atau memanfaatkan sumber daya air. Depkeh HAM, KLH, Setneg, DPR, Setda, DPRD Depkeh HAM, Badan Koordinasi Penanaman Modal Setda, Bappeda Depkimpraswil, DepPU Dispenda Dispenda, PDAM, Kantor Pelayanan Pajak
Titik Penyaluran dan Pengelolaan Air Bersih di Wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota batu (Sumber : https://www.google.co.id/maps/search/PDAM+malang/@-7.9621518,112.6295759,11.75z)
Titik Penyaluran dan Pengelolaan Air Bersih di Wilayah Kabupaten Pasuruan (Sumber :https://www.google.co.id/maps/search/pdam+Kabupaten+Pasuruan/@7.653334,112.9549218,12z?hl=id)
4
Titik Penyaluran dan Pengelolaan Air Bersih di Wilayah Kabupaten Sidoarjo (Sumber :https://www.google.co.id/maps/search/pdam+Kabupaten+Sidoarjo/@7.653334,112.9549218,12z?hl=id)
Titik Penyaluran dan Pengelolaan Air Bersih di Wilayah Kota Surabaya (Sumber :https://www.google.co.id/maps/search/pdam+Kota+Surabaya/@7.653334,112.9549218,12z?hl=id)
5
3.
Teknik Pengumpulan Data dan Validasi Data Pengumpulan data kebijakan berdasarkan fenomena yang muncul dengan observasi partisipatif/non partisipatif, dokumentasi formal/personal, indepth atau focused interview (terstruktur, semi dan tidak terstruktur), wawancara pakar dan survey. Analisis emic yang bisa menghasilkan self validating diatasi dengan triangulasi yaitu mencari data banding dari informan kunci. Konfirmasi data dengan indepth interview untuk mengungkap data informatif seperti ide pribadi. Wawancara pakar untuk akuisisi pengetahuan. Bahan berdasar riset kancah dan diskusi dengan stakeholders (Miles dan Huberman 1992, Moleong 2000). Survey untuk mengkaji dampak mutakhir kebijakan air bersih dan mengkaji kebutuhan air bersih domestik. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling atas populasi kota; dari 23 desa/kelurahan diambil 10 (sepuluh) sampel sehingga terdapat 230 sampel mengikuti Kroelinger (2001). Validasi data diuji dengan kriteria kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Validasi jawaban pakar dengan komparasi jawaban pakar lain. Suatu konsep atau variabel valid bila seluruh atau mayoritas pakar memberikan jawaban sama (Miles dan Huberman 1992, Moleong 2000). Atas model simbolis, setelah uji validitas, dinyatakan valid dan stabil, diverifikasi melalui simulasi untuk memahami perilakunya lalu diuji sensitivitasnya. 4. Analisis Data Berdasarkan hasil survei dan pengamatan dilapangan, Sistem kebijakan manajemen air bersih pada daerah Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Pasuruan memiliki oraganisasi dan pengelola kebijakan manajemen air bersih yang berbedabeda. Kebijakan Manajemen Air Bersih daerah dan organisasi pengelola air antara lain: a. Jasa Tirta 1 Jasa Tirta 1 melakukan pengelolaan dan manajemen air bersih di wilayah DAS Brantas dan DAS Bengawan Solo, berdasarkan daerah kajian maka semua titik merupakan wilayah kerja dari Jasa Tirta 1. Pengelolaan yang dilakukan Jasa Tirta 1 adalah melakukan konservasi dan pemanfaatan air permukaan. Pemanfatan air permukaan di syaratkan harus memiliki Surat Ijin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (SIPPAP) dengan tarif sebesar Rp. 84,50/m3 (delapan puluh empat rupiah lima puluh sen per meter kubik) dengan dasar peraturan Kepmen PU No. 256/KPTS/M/2010, sedangkan untuk waktu pengambilan menyesuaikan dengan ketentuan dari Peraturan Daerah (PERDA). b. Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPERA) Berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 23/2008 WS Brantas dikategorikan sebagai Wilayah Sungai stategis nasional sehingga pengelolaan dan manajemen yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (dalam hal ini dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Brantas dan Dinas Pengairan Kota/ Kabupaten) antara lain : - Melakukan inventarisasi dan Pendataan mengenai potensi air bersih di wilayah kerja (Wilayah DAS Brantas). Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang tersedia, di mana jumlah air permukaan yang dikelola melalui waduk-waduk yang ada mencapai 2,43 miliar m³/tahun, di samping potensi limpasan permukaan yang mencapai 6 miliar m³; Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang tersedia, di mana jumlah air permukaan yang dikelola melalui waduk-waduk yang ada mencapai 2,43 miliar m³/tahun, di samping potensi limpasan permukaan yang mencapai 6 miliar m³. - Merencanakan dan membangun infrastruktur yang menunjang untuk pengelolaan air bersih (pembuatan bendung, embung, waduk, perawatan sungai), serta melakukan analisa terhadap perkembangan penduduk sehingga infrastruktur yang dibangun dapat digunakan secara berkesinambungan. c. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan instansi pengguna dan pemanfaat air baik air permukaan maupun air bawah tanah, dasar hukum kegiatan yang dilakukan oleh PDAM adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Pemanfaatan yang dilakukan oleh PDAM harus mengacu kepada Peraturan Daerah (PERDA) dan juga peraturan yang dikeluarkan oleh Jasa Tirta 1.
6
d. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Dalam kebijakan dan manajemen air bersih Pemerintah Kota/ Kabupaten melakukan analisa melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), untuk jumlah produk hukum untuk kebijakan manajemen air bersih per wilayah administrasi antara lain: 1. Kota Malang (2 Peraturan) 2. Kota Batu (2 Peraturan) 3. Kabupaten Malang (17 Peraturan) 4. Kabupaten Pasuruan (8 Peraturan) 5. Kabupaten Sidoarjo (18 Peraturan) 6. Kota Surabaya (24 Peraturan) e. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Badan Lingkungan Hidup (BLH) adalah organisasi yang bergerak dalam bidang evaluasi dan monitoring terhadap kualitas air permukaan yang dimanfaatkan oleh pihak pengguna (PDAM) dan juga pihak pengelola (Jasa Tirta 1). Dasar hukum kegiatan Badan Lingkungan Hidup (BLH) adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Badan Lingkungan Hidup (BLH) dalam perijinan untuk menitoring juga menyesuaikan peraturan dari Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) dalam studi ini menyesuaikan dengan wilayah administrasi Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Surabaya. Berdasarkan data yang telah didapat dari instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan analisis, maka dilakukan pembandingan dalam bentuk matriks. Pembuatan matriks kebijakan sebagai pembanding kebijakan yang telah ada dan kebijakan yang belum terdapat pada daerah lainnya. Bentuk matriks dan kriteria matriks perbandingan kebijakan daerah dengan kebijakan yang terdapat pada instansi Dasar pembuatan matriks adalah kesesuaian isi kebijakan dan kriteria kebijakan. Tabel Matriks yang telah dibuat dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
7
Tabel 1. Matriks Perbandingan Kebijakan manajemen Air Bersih Daerah dan Instansi terkait Air Bersih Kota/ Kabupaten No.
1
2
3
4
5
6
Keterangan
Kebijakan Tarif Air Bersih Kebijakan Maksimum Pengambilan Air Eksploitasi Renstra (Rencana Strategis) Kebijakan Pembangunan Daerah Kebijakan Kesehatan Air Bersih
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air
Instansi Terkait Air Bersih Kementerian Pekerjaan Umum dan BLH Perumahan Rakyat
Kota Malang
Kabupaten Malang
Kota Batu
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Jasa Tirta
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
-
-
Ada
-
-
-
-
-
-
Ada
-
-
Ada
Ada
Ada
PDAM
-
Ada
-
-
-
Ada
Ada
Ada (Pembuatan Dokumen Pola Pengelolaan Sungai)
Ada
Ada
-
Ada
-
Ada
-
-
-
-
-
Ada
-
Ada
-
Ada
-
-
Ada
-
-
Ada (Menga cu Pada Kebijaka n dari Kement erian PUPERA
Ada
-
-
-
Ada
-
-
-
8
Kota/ Kabupaten No.
7 8
9
10
11
Keterangan
Kebijakan Tata Ruang Wilayah Kebijakan Pengelolaan Air Tanah
Peraturan Pengelolaan PDAM
Penetapan Penguna jasa Pengesahan rencana kerja dan anggaran PDAM pada tahun Anggaran
Kota Malang
Kabupaten Malang
Kota Batu
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
-
Ada
-
Ada
-
Ada
-
Ada
-
-
Ada
Ada
-
-
-
Ada
Ada
Ada
Ada
-
-
Ada
Ada
-
-
-
-
Jasa Tirta
-
Ada
-
-
Ada
-
-
-
-
-
Ada
-
9
Instansi Terkait Air Bersih Kementerian Pekerjaan Umum dan BLH Perumahan Rakyat
-
PDAM
-
-
Ada
-
-
Di sahkan oleh BAPPED A dan dilaksana kan oleh PDAM Kota/ Kabupat en
-
-
-
Di sahkan oleh BAPPED A dan dilaksana kan oleh PDAM2K
Kota/ Kabupaten No.
Keterangan
Kota Malang
Kabupaten Malang
Kota Batu
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Jasa Tirta
Instansi Terkait Air Bersih Kementerian Pekerjaan Umum dan BLH Perumahan Rakyat
PDAM
ota/ Kabupat en
12
13
14
15
RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah)
Peraturan Pengguna Jasa Produksi
Peraturan mengenai Kewenangan
-
Ada
-
-
Ada
Ada -
-
Ada
-
Ada
-
-
-
Ada
Ada
-
Ada
-
-
-
-
10
-
-
Ada (Kriteri a Amdal )
Di sahkan oleh BAPPED A dan dilaksana kan oleh PDAM Kota/ Kabupat en
-
-
-
Ada
-
-
-
Ada -
-
Ada
-
-
-
Kota/ Kabupaten No.
Keterangan
Instansi Terkait Air Bersih Kementerian Pekerjaan Umum dan BLH Perumahan Rakyat
Kota Malang
Kabupaten Malang
Kota Batu
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Jasa Tirta
-
Ada
-
Ada
-
-
-
-
-
-
-
Ada
-
Ada
Ada
-
Ada
Ada
-
-
-
Ada (Bekerja sama Dengan PDAM dan PUPERA )
-
-
-
PDAM
Pemerintah Kota/ Kabupaten
16 17
18
Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kebijakan Mengenai Irigasi
Kebijakan Investasi dan Pengunaan Air Bersih
-
-
-
Ada
Ada
11
Setelah melakukan klasifiasi mengenai kebijakan manajemen air bersih pada Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pasuruan, dan Kota Surabaya. Berdasarkan data klasifikasi selanjutnya kita lakukan suatu pemodelan kebijakan manajemen air bersih. Pemodelan kebijakan manajemen air bersih dilakukan setelah didapatkan data dari instansi terkait, menggunakan alat bantu Powersims Constructor. Kegunaan alat bantu Powersims Constructor adalah untuk membantu pemodelan. Model yang dimaksud adalah gambaran dunia nyata yang dapat kita simulasikan dengan berbagai kondisi kebijakan sehingga didapatkan berbagai dampak dan pengaruh terhadap simulasi kebijakan yang kita buat sebagai model. Hasil Powersims Constructor berupa : 1. Loop diagram yang nantinya dipergunankan untuk memasukkan faktor-faktor pengaruh terhadap suatu model. 2. Tampilan Powersims Constructor dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Tampilan Powersims Constructor 3. Kerangka Pemikiran dan Penggunaan alat bantu Powersims Constructor dapat dilihat pada Gambar 2 berikut: 4. Setelah dilakukan running program maka akan didapatkan faktor pengaruh yang mempengaruhi model kebijakan yang telah kita buat. 5. Faktor pengaruh nantinya kita simulasikan lagi dan dilakukan kajian lebih dalam apakah faktor yang didapatkan merupakan faktor utama penyebab kegagalan suatu kebijakan ataukah faktor yang disebabkab oleh faktor lain semisal kebutuhan masyarakat akan air bersih semakin meningkat sehingga perlu dibuatkan kebijakan yang sudah mempertimbangkan prediksi akan kebutuhan air bersih.
12
Mulai
Data Kebijakan
Data Peraturan Daerah
Metode Greenberger
Data Peraturan Walikota/ Bupati
Data Survei
Data lapangan
Data Undangundang
Data Wawancara
Analisa Kebijakan Eksisting dengan Metode Versteken
Kebutuhan Masyarakat dalam hal kebijakan
Pembuatan Model Kebijakan
Analisa kebijakan manajemen Metode Pemahaman subjektif empatik
Metode Meter & Horn
Metode Weimer & Vining
Metode Islamy
Metode Persons
Metode Suprapto
Data Teknis
Data Debit
Data Hujan
Analisa Ketersediaan air
Metode Muhammadi
Kesesuaian Model Kebijakan dan Kebutuhan Masyarakat
Ya Pemenuhan Kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat
Selesai
Gambar 2. Tahapan Analisa dan Pembahasan Penelitian Kebijakan Manajemen Air Bersih
13
Analisa Kebutuhan Air
Analisa Neraca Air Umum
Kebutuhan Akan Kebijakan Manajemen Air Bersih
Tidak
Data Penduduk
Mulai
Data Penggunaan Air Bersih
Data Kebutuhan Domestik
Data Penggunaan Irigasi
Data Kebutuhan Non Domestik
Data Kebutuhan Industri
Data Sumber Air
Data Air Permukaan
Data Kebutuhan Sosial
Analisa Kebutuhan Air Bersih Masyarakat
Analisa Ketersediaan Air Bersih Masyarakat
Kebutuhan Air Total
Ketersediaan Total
Kecukupan Air Bersih
Tidak
Ya
Rencana Pengaturan (Manajemen)
Kesesuaian dengan Peraturan
Selesai
Gambar 3. Tahapan Analisa dan Pembahasan Penelitian Kebijakan Manajemen Air Bersih dengan Menggunakan Prinsip Perimbangan Air (Water Balance)
14
Selain menggunakan alat bantu program powersims constructor pertimbangan lain dalam menentukan kebijakan manajemen air bersih adalah ketersediaan dan kebutuhan akan air bersih. Dalam penentuan neraca air maka dilakukan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan berikut adalah komponen kebutuhan dalam perhitungan neraca air. Tabel 2. Kebutuhan Air Bersih Pertanian Tahun 2015 2020 2025
Luas Sawah (ha) Kebutuhan Air (m3/detik) Kebutuhan Air (juta m3/detik) Kota Kota Kab Kota Kota Kab Kota Kota Kab Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo 3256 1135 372684 3.256 1.135 372.684 102.689 35.779 11752.960 3250 924 355770 3.250 0.924 355.770 102.492 29.146 11219.556 3244
753
339623
3.244
0.753
339.623
102.296
23.743
10710.360
2030 3238 613 2035 3231 500 Sumber: Hasil Analisis
324210 309495
3.238 3.231
0.613 0.500
324.210 309.495
102.100 101.905
19.341 15.756
10224.273 9760.248
Gambar 4. Kebutuhan Air Bersih Pertanian
Tabel 3. Kebutuhan Air Bersih Peternakan Ternak Besar (ekor) Ternak Kecil (ekor) Tahun Kota Kota Kab Kota Kota Kab Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo 2015 341 2946 65728 1893 2343 111087 2020 263 1229 77425 810 2969 142656 2025 203 513 91204 347 3763 183197 2030 157 214 107436 148 4770 235259 2035 121 89 126555 63 6045 302116 Sumber: Hasil analisis
Ternak Unggas (ekor) Kota Kota Kab Pasuruan Malang Sidoarjo 84775 335819 3480530 128367 353213 3583571 194375 371509 3689662 294325 390752 3798894 445671 410992 3911360
Kebutuhan Air (m3/detik) Kebutuhan Air (m3/tahun) Kota Kota Kab Kota Kota Kab Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo 0.001 0.004 0.061 26997 120836 1924599 0.001 0.003 0.069 33433 100715 2175560 0.001 0.003 0.078 46168 95713 2473955 0.002 0.003 0.090 67019 97401 2829866 0.003 0.003 0.103 99487 102342 3255660
Kebutuhan Air Bersih Peternakan
15
Kebutuhan Air (m3/detik)
Kebutuhan Air Bersih Peternakan 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 0,000
2015
2020
2025
2030
2035
Kota Malang
0,004
0,003
0,003
0,003
0,003
Kota Pasuruan
0,001
0,001
0,001
0,002
0,003
Kab Sidoarjo
0,061
0,069
0,078
0,090
0,103
Tahun Proyeksi Kota Malang
Kota Pasuruan
Kab Sidoarjo
Gambar 5. Kebutuhan Air Bersih Peternakan
Tabel 4. Kebutuhan Air Bersih Pertambakan
Kebutuhan Air (m3/detik)
Luas Tambak (ha) Kebutuhan Air (m3/detik) Kebutuhan Air (m3/tahun) Kota Kota Kab Kota Kota Kab Kota Kota Kab Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo Pasuruan Malang Sidoarjo 502 14730 1.958 0 57.447 61.741 0 1811.649 502 14730 1.958 0 57.447 61.741 0 1811.649 502 14730 1.958 0 57.447 61.741 0 1811.649 502 14730 1.958 0 57.447 61.741 0 1811.649 502 14730 1.958 0 57.447 61.741 0 1811.649 Sumber: Hasil analisis
Kebutuhan Air Bersih Tambak 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000
Kota Malang
2015
2020
2025
2030
2035
0
0
0
0
0
Kota Pasuruan
1,958
1,958
1,958
1,958
1,958
Kab Sidoarjo
57,447
57,447
57,447
57,447
57,447
Tahun Proyeksi Kota Malang
Kota Pasuruan
Kab Sidoarjo
Gambar 6. Kebutuhan Air Bersih Pertambakan
16
Tabel 5. Skema Ketersediaan Air Permukaan di DAS Brantas URUTAN DARI HULU KE HILIR
LOKAS I
SKEMA
SKEMA RUAS KALI BRANTAS
DATA
K. BRTS
DEBIT (L/DT) IN
Inflow Dam Sengguruh
MAIN STREAM
OUT
24,177.32
Industri
65.00 6.00
DAM SENGGURUH Outflow Dam Sengguruh
24,106.32
Local flow Sengguruh-Sutami
11,947.38
Inflow Dam Sutami
36,053.70
DAM SUTAMI Kapasitas tampungan Sutami & Lahor
5,395.67
Outflow Dam Sutami
41,449.37
Local flow Sutami-Wlingi
10,669.14 2.00
Inflow Dam Wlingi
52,116.51
Intake irigasi Lodagung (Ki)
5,999.46
DAM WLINGI Outflow Dam Wlingi
46,117.06
Local flow Wlingi-Lodoyo
12,493.69
Inflow Dam Lodoyo
58,610.74
DAM LODOYO Outflow Dam Lodoyo
58,610.74
Local flow Lodoyo-Mrican
3,175.83
STA WL JELI *) Industri Jeli-Kediri STA WL KEDIRI *) Industri Kediri-Mrican
416.67 250.00
Inflow Bendung Mrican
61,119.90
Intake irigasi Mrican (Ki)
6,055.48
Intake irigasi Mrican (Ka)
7,379.40
BENDUNG GERAK MRICAN Outflow Bendung Mrican
47,685.02
Local flow Mrican-Jatimlerek
2,117.22
STA WL KERTOSONO Intake irigasi Brantas Kiri Kediri (Besuk,Kdgkudi, Pengkol) (Ki)
468.43
Industri Kertosono-Jatimlerek
250.00
Inflow Bendung Jatimlerek
49,083.81
Intake irigasi Jatimlerek (Ki)
1,085.64
BENDUNG JATIMLEREK Outflow Bendung Jatimlerek
47,998.16
Local flow Jatimlerek-Menturus-Lengkong
1,058.61
STA WL PLOSO Industri Jatimlerek-Menturus
280.00 8.00
Inflow Bendung Menturus
48,768.77
Intake irigasi Menturus (Ki)
2,124.44
BENDUNG MENTURUS Outflow Bendung Menturus
46,644.33
Industri Menturus-Lengkong
10.00 300.00 70.00 105.00 74.00 50.00 50.00
Inflow Dam Lengkong PINTU AIR MLIRIP (untuk Kali Surabaya)
45,985.33 SHEET 3
15,704.63
SHEET 4
21,482.87
Intake irigasi Jatikulon (Ka) Intake irigasi Voorkanal I+II (Ki)
685.74
BENDUNG GERAK LENGKONG BARU Sisa debit yang dapat dimanfaatkan
8,112.09
17
Asumsi Yang dipergunakan adalah ketersediaan tetap (masih belum terdapat sumber air bersih baru), namun kebutuhan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
CONCLUSIONS Berdasarkan analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa 1. Kebijakan manajemen air bersih yang diterapkan pada Kota Batu, Kabupaten Malang, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Surabaya di Provinsi Jawa Timur masih memerlukan pengawasan dan evaluasi dari pihak-pihak terkait. 2. Ketidak Seragaman Peraturan memberikan peluang terjadinya penggunaan air bersih tanpa pengawasan oleh pihak-pihak terkait 3. Kajian model kebijakan manajemen air bersih yang sudah ada (eksisting) pada daerah dimaksud harus disesuaikan dengan standar kebijakan pemerintah dan mengacu pada kebutuhan masyarakat sehungga lebih tepat guna dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
REFERENCES Alikodra, H.S. 2002. Lingkungan hidup dan otonomi daerah. http://www.mediaindo.co.id. 03/06. Alikodra, H.S. 2003. Renungan banjir. http://www.mediaindo.co.id. 19/02. Anderson, J.E. 1999. Public Policy Making. Holt, Rinehart, and Winston. New York. Arifin, I. 1996. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan. Kalimasahada. Malang. Barlow, M. 2001. Blue Gold: The Global Water Crisis and the Commodification of the World's Water Supply. Revised edition. National Chairperson, Council of Canadians Chair, IFG Committee on the Globalization of Water. http://www.saveourgroundwater.org/docs/blue_gold.pdf Barlow, M. and Clarke, T. 2002. Blue Gold: The Fight to Stop the Corporate Theft of the World's Water. New York. h. 104. Benaissa, H. 1995. Improvement of governance through decentralization. Paper prepared for the EROPA Conference. Tokyo. Cheret, I. 1997. Managing Water: The French Model. World Bank. Washington DC. Davidsen, P.I. 1994. User’s Guide and Reference Powersim: The Complete Software Tool for Dynamic Simulation. ModellData. Bergen. Depkes RI. 2003. Jakarta. Dirjen PPMPL. Dunn, W.N. 1990. Analisa Kebijaksanaan Publik. Muhadjir Darwin [penerjemah]. Hanindita. Yogyakarta. Dye, T.R. 1978. Understanding Public Policy. 3rd ed. Prentice Hall. New Jersey. Fortune 15/05/2000 Frey, S.B. 1992. Pricing and pegulating affect environmental ethics. Environmental and Resource Economics 2: 399-414. Glazer, A. and Lave, C. 1996. Regulation by prices and by command. Journal of Regulatory Economics. 9: 191197. Greenberger, M. Crenson, M.A. and Crissey, B.L. 1976. Models in The Policy Process: Public Decision Making in The Computer Era. Russell Sage. New York. Hosmer, D.W. and Lemeshow, S. 1989. Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons. New York. Islamy, M.I. 1992. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. Jenkins, T. 1996. Public Administration. MacDonald & Evans. London. Kroelinger M. 2001. Sampling and Inferential Statistics. Paper. Leslie, J. 2000. Running dry. Harper’s Magazine. 07: 37-52. Lincoln, Y.S. and Guba, E.G. 1985. Naturalistic Inquiry. 1st ed. Sage. Beverly Hills. h. 110-346. Linebery, E. 1988. Public Policy Making Re-examined. Chandler. Scranton. Locussol, A. 1997. Indonesia Urban Water Supply Policy Frameworks. World Bank. Washington DC. Lofland, J and L.H, Lofland. 1984. Analyzing Social Settings: A Guide to Qualitative Observation and Analysis. Wadsworth Publishing. Belmont. h. 131-137. Mandondo, A. 2000. Forging (un) democrate resources governance system from the relic of Zimbabwe’s Colonial Past. Harare. Univ.Zimbabwe. Marshall, C. and Rossman, G.B. 1989. Designing Qualitative Research. Sage. Newbury Park. h. 79-120. Meter, D.S van, and Horn, C.E. van. 1989. Public Policy Anaysis. Sage. London. Miles, M.B, and Huberman, A.M. 1987. Qualitative Data Analysis, A Sourcebook of New Methods. Sage. Baverly Hills. Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. Muhadjir, N. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. Yogyakarta.
18
Muhammadi. Aminullah, E. dan Soesilo, B. 2001. Analisis Sistem Dinamis. UMJ. Jakarta. Muslim. 2002. Desentralisasi pengelolaan air. Riau Pos Online. 07/10. Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito. Bandung. h. 130. Parsons, W. 1995. Public Policy, An Introduction to The Theory and Practice of Policy Analysis. Edward Elgar. Cheltenham. Peters, B.G. Nispen, F.K.M. van. 1998. Public Policy Instruments, Evaluating the Tools of Public Administration. Edward Elgar. Cheltenham UK. Powersim Manual 2005. http://www.powersim.com Pressman, J. and Wildavsky, M. 1987. Public Administration and Public Policy. Charles Cribners’s Son. New York. Rodgers, B. 1993. The Essentials of Public Administration. Prentice-Hall. New Jersey. Sanim, B. 2003a. Ekonomi Sumberdaya Air dan Manajemen Pengembangan Sektor Air Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. IPB. Bogor. Sanim, B. 2003b. RUU SDA harus mencakup aspek ekologi. Media Indonesia. 29/09. Schlegel, S.A. 1984. Penelitian Grounded dalam Ilmu Sosial. Fisipol UNS. Surakarta. h. 41-45. Shiva, V. 2003. Water Wars: Privatisasi, Profit dan Polusi. Insist. Yogyakarta, Walhi. Jakarta. Sjarief, R. 2002. Pokok-pokok kebijakan DAS, implikasi desentralisasi dan penggalangan partisipasi masyarakat dalam penanganan DAS Brantas. Seminar Optimalisasi Pengelolaan Sungai yang Berwawasan Lingkungan, Univ.Brawijaya. Malang. 07/10/2002. Soeprapto, R.R. 2000. Evaluasi Kebijakan Publik: Suatu Pendekatan. UM Malang. Stillman, R.J. 1988. Public Administration: Concepts and Cases. Honghton Mifflin. Boston Strauss, A. and Corbin, J. 1990. Basics of Qualitative Research: Grounded Theory, Procedures, and Techniques. Sage. Newbury Park. h. 57-175. The Accra Declaration on The Right to Water 19/05/2001. Accra, Ghana. Turban, E. 1993. Expert System and Apllied Artificial Intelligence. Macmillan Publishing. New York. [UDHR]. 1948. Universal Declaration of Human Rights. United Nations. [UN] United Nations. 1992. Agenda 21. Rio de Janeiro. Undang-undang Dasar 1945. Weimer, D.A, and Vining, A.R. 1989. Policy Analysis Concepts and Practice. Prentice-Hall. New Jersey. Wildavsky, M. and C. Browne, C. 1984. Public Administration. Charles Cribners’s Son. New York. World Bank . 1994. Infrastructure for Development. World Bank. Washington DC. World Bank. 1999. Decentralization Briefing Notes. World Bank. Washington DC. [WHO] World Health Organization. 1999.
19