STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA RAWAN AIR BERSIH DI KABUPATEN PONOROGO PROPINSI JAWA TIMUR Dwi Puspitorini1 dan Ali Masduqi2 1
Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 081335325004, email:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp. 031-5948886, email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menentukan strategi penyediaan air bersih perdesaan di Kabupaten Ponorogo ditinjau dari aspek teknis, finansial, kelembagaan, dan aspek peran serta masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Data dikumpulkan dari data sekunder dan data primer dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada 134 responden. Analisis kondisi wilayah dilakukan upaya teknis untuk diaplikasikan ditiap-tiap desa. Pada aspek finansial dilakukan analisis terhadap masyarakat terkait dengan ability to pay (ATP) air bersih setiap m3, analisis willingness to pay (WTP) biaya sambungan rumah (SR), biaya retribusi, dan rencana anggaran biaya untuk pembangunan infrastruktur air bersih. Pada aspek kelembagaan dilakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga pemerintah dan masyarakat, kemudian dilakukan analisis untuk menentukan strategi secara keseluruhan terhadap 4 aspek yang ada dengan menggunakan analisa SWOT. Secara teknis dilakukan pembangunan prasarana air bersih secara bertahap, sehingga pada tahun 2020 sudah dapat memberikan pelayanan bagi 8 desa dengan 58 HU, 2.711 SR, 6 unit pompa, dan 5 unit broncaptering. Total biaya infrastruktur sebesar Rp. 3.774.229.000,00. Rata-rata ATP retribusi sebesar Rp. 6.062,50/bulan/KK, WTP biaya sambungan rumah sebesar Rp. 90.688,42/SR, dan retribusi sebesar Rp. 10.100,08/bulan/KK. Perlu peningkatan kapasitas kelembagaan, dengan meningkatkan pelayanan penyediaan air bersih berupa peningkatan kapasitas terpasang dan kapasitas produksi. Kata kunci : desa rawan air, willingness to pay, ability to pay, Analisis SWOT.
1. PENDAHULUAN Sistem penyediaan air bersih merupakan masalah penting bila dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan untuk keperluan hidup sehari-hari, mengingat ketergantungan yang amat besar terhadap air bersih bagi kehidupan manusia. Kondisi ini merupakan suatu tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mencapai sasaran dari MDGs. Indonesia berkeinginan mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagaimana direkomendasikan dalam KTT Bumi di Johannesburg 2000 yang salah satu sasarannya adalah bidang penyediaan air minum dan sanitasi. Sasaran pencapaian tersebut adalah pada tahun 2015 “mengurangi 50% proporsi jumlah penduduk yang kesulitan memperoleh akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai”. Sasaran umum kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan sistem penyediaan air bersih mengacu kepada sasaran nasional yang ditetapkan RPJMN 2010 – 2014 yang menekankan tercapainya 67% penduduk terlayani akses air bersih. Kabupaten Ponorogo dengan luas wilayah 1.371,78 km2 terbagi dalam 21 kecamatan, 279 desa, 26 kelurahan, 2.272 RW dan 6.842 RT. Penduduk Ponorogo menurut registrasi tahun 2010 sebanyak 899.328 jiwa. Penduduk yang tinggal di daerah perkotaan sebanyak 305.771 jiwa (34 %), sedangkan sisanya 593.557 jiwa (66 %) bertempat tinggal di pedesaan[3]. Wilayah administrasi Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada Gambar 1.
Dwi Puspitorini1 dan Ali Masduqi2
Gambar 1. Wilayah Administrasi Kabupaten Ponorogo Penyediaan air bersih di Kabupaten Ponorogo dikelola oleh beberapa lembaga yaitu HIPPAM, WS-LIC, dan PDAM. Cakupan pelayanan air bersih di Kabupaten Ponorogo mencapai 50,83% dari total penduduk area pelayanan Kabupaten Ponorogo. Kondisi ini masih rendah bila dibandingkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perumahanan dan Permukiman yakni sebesar 55%-75%[4]. Dengan prosentase pelayanan seperti itu, maka cakupan pelayanan air bersih perdesaan di daerah rawan air bersih di Kabupaten Ponorogo masih belum memenuhi standar pelayanan minimal. Dari 21 kecamatan yang terdiri dari 305 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Ponorogo, 39 desa di dalam 12 kecamatan dikategorikan desa rawan air bersih.[2] Kondisi lokasi sumber air yang sulit dijangkau telah menyebabkan tingkat produktivitas masyarakat menjadi menurun. Hal ini mengakibatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah-daerah tersebut sangat rendah. Disamping itu, akibat tingkat produktivitas masyarakat telah mengakibatkan kemiskinan dan juga rendahnya resistensi kesehatan masyarakat. Sumber pembiayaan untuk penyediaan air bersih diambil dari APBN, Bantuan Luar Negeri, APBD Propinsi, APBD Kabupaten, dan swadaya masyarakat ( Bapeda, 2008). Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengajukan bantuan dana kepada Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Upaya lain yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Ponorogo adalah dengan menempatkan program-program pemberdayaan masyarakat di perdesaan rawan air bersih. Upaya untuk meningkatkan keberlanjutan infrastruktur yang telah dibangun, telah dilakukan upaya pelibatan masyarakat dalam penyusunan dan perencanaan program serta pengelolaannya melalui Himpunan Penduduk Pemakai Air Minum (HIPPAM). Namun masih terkendala oleh sumber daya manusia serta besarnya biaya operasional dan pemeliharaan.
2. DASAR TEORI 2.1 Sumber Air Baku Sumber air baku untuk perencanaan sistem penyediaan air bersih berasal dari air hujan, air tanah (mata air, air tanah dangkal, dan air tanah dalam), dan air permukaan (sungai, danau, dan waduk). Dasar pemilihan alternatif sumber air yang dipilih adalah biaya yang terkecil, jarak dari sumber air ke daerah pelayanan terpendek, pengaliran
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
secara gravitasi, kualitas air yang terbaik, kuantitas yang terbesar, dan kontinuitas sumber air.[6] 2.2 Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih Sistem penyediaan air bersih terdiri dari dua sistem penyediaan air bersih, yaitu Sistem Penyediaan Air Bersih individual dan komunal. Dengan pertimbangan jumlah penduduk, distribusi/sebaran penduduk, dan aktifitas dominan yang dilakukan penduduk, dapat diketahui bahwa perbedaan antara kedua sistem tersebut terletak pada; penerapan teknologi fisik, tingkat kapasitas pelayanan, tingkat jenis sambungan pelayanan, dan tingkat institusi pengelolaan sistem. Air Bersih Domestik Kebutuhan domestik ditentukan oleh adanya konsumen domestik, yang berasal dari data penduduk, pola kebiasaan dan tingkat hidup yang didukung adanya perkembangan sosial ekonomi yang memberikan kecenderungan peningkatan kebutuhan air bersih. Fasilitas penyediaan air bersih yang sering dikenal, yaitu; - Fasilitas perpipaan, yaitu: sambungan rumah, sambungan halaman, sambungan umum. - Fasilitas non perpipaan, berupa; sumur, mobil air, mata air. Kebutuhan air bersih suatu kawasan dipengaruhi oleh jumlah penduduk kawasan tersebut. Jumlah penduduk suatu kawasan sangat mempengaruhi jumlah air bersih yang dibutuhkan kawasan tersebut.[5] Air Bersih Non Domestik Kebutuhan air non domestik ditentukan oleh adanya konsumen non domestik, yang memanfaatkan fasilitas - fasilitas antara lain[5]: 1. Perkantoran, tempat ibadah. 2. Prasarana pendidikan, prasarana kesehatan. 3. Komersial (pasar, pertokoan, penginapan, bioskop, rumah makan dll). 4. Industri. 2.3 Sistem Distribusi Air Bersih Dalam pendistribusian air bersih terdapat tiga sistem pengaliran yang pemilihan sistemnya disesuaikan dengan kondisi di lapangan[1]. yaitu; 1. Sistem Pengaliran Gravitasi 2. Sistem Pemompaan 3. Sistem Kombinasi Perencanaan sistem distribusi air bersih didasarkan dua faktor utama yaitu: a. Kebutuhan air (water demand). b. Tekanan air serta ditunjang dengan faktor kontinuitas dan keamanan (safety). Fungsi pokok jaringan distribusi adalah menghantarkan air bersih ke seluruh pelanggan dengan tetap memperhatikan faktor kualitas, kuantitas, kontinuitas dengan tekanan dan kecepatan air yang memenuhi standar. Kondisi yang diinginkan pelanggan adalah kapan saja mereka membuka kran, air selalu tersedia. Dalam hal pengaliran, terdapat tiga pilihan sistem pengaliran distribusi air [1] bersih , yang penggunaannya disesuaikan dengan kondisi eksisting sumber air baku dan wilayah pengguna/konsumen, yaitu: 1. Sistem Pengaliran Gravitasi 2. Sistem Pemompaan 3. Sistem Kombinasi
Dwi Puspitorini1 dan Ali Masduqi2
2.4 Perencanaan Penyediaan Air Bersih Perencanaan penyediaan air bersih meliputi aspek teknis, aspek finansial, aspek kelembagaan dan aspek peran serta masyarakat. 1. Aspek Teknis antara lain terdiri dari kebutuhan air pada saat ini dan masa datang, pengolahan air bersih, Standar teknis, prosedur O&M, kualitas air 2. Aspek finansial meliputi Kemampuan dan kemauan untuk membayar, serta rencana anggaran biaya. 3. Aspek kelembagaan meliputi strategi ditingkat nasional dan kebijakan/landasan hukum, para stakeholder dalam kegiatan ini, yaitu pengguna dan pemelihara pelayanan air, sehingga hal ini akan menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. 4. Aspek peran serta masyarakat terdiri dari Kebutuhan untuk peningkatan penyediaan air bersih, rasa tanggung jawab dan memiliki, kebudayaan, kebiasaan, dan kepercayaan yang berhubungan dengan air bersih. 3. METODOLOGI Metode penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi atas sarana air bersih perdesaan, wawancara dengan pengelola dan pelanggan air bersih, menyangkut permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan air bersih kepada penduduk di 8 desa di daerah penelitian dengan tingkat pelayanan <50%, dimana keberadaan sumber air yang ada masih dikelola secara tradisional, sehingga pada saat musim kemarau panjang penduduk setempat sulit mendapatkan air bersih. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 134 orang di wilayah penelitian. Pengumpulan data berupa data sekunder; berupa data kependudukan, fasilitas kota, sumber air baku yang ada, dan data dari dinas yang berkaitan. Data primer berupa; wawancara, kuisioner dan observasi baik pada responden masyarakat maupun pihak pihak yang berhubungan langsung dengan pengelolaan air bersih di wilayah studi. Tahapan evaluasi dan pembahasan merupakan evaluasi terhadap kondisi eksisting dan rencana pengembangan sistem pelayanan air bersih sampai pada tahun perencanaan, dalam mencukupi kebutuhan air bersih penduduk. Data ini akan digunakan untuk menentukan strategi yang dapat di gunakan untuk pengembangan sistem penyediaan air bersih di Kecamatan Slahung, Balong, dan Sambit, dengan menggunakan metoda analisa deskriptif terhadap kondisi wilayah studi,yaitu : a) Menganalisis kondisi sosial ekonomi dari masyarakat di daerah penelitian b) Analisis penyediaan air bersih Hasil analisis akan menggambarkan kondisi sarana air bersih yang akan digunakan untuk mensuplai kebutuhan penduduk sampai akhir tahun perencanan, partisipasi masyarakat, kemauan membayar, dan kondisi institusi pengelola. Setelah dilakukan analisis dan pembahasan maka langkah selanjutnya yaitu melakukan analisis strategi. Selain itu juga didasarkan pada visi dan misi pembangunan daerah, dan dapat juga dilakukan dengan melihat indikator-indikator seperti agenda nasional dan agenda global. Tahap akhir dari penelitian ini adalah merangkum hasil pembahasan pada penelitian yang telah dilakukan, dan memberikan rekomendasi bentuk strategi untuk dijadikan pertimbangan kebijakan bagi peningkatan pelayanan, perbaikan dan pengembangan sistem distribusi air bersih di tiga kecamatan ke arah yang lebih baik. Alur pikir penelitian sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH
TUJUAN dan MANFAAT PENELITIAN STUDI PUSTAKA PENGUMPULAN DATA
-
DATA PRIMER Real Demand Survey (RDS) Kualitas air Kontinuitas Sarana dan prasarana Potensi ekonomi dan peranserta masyarakat Topografi sumber air
-
DATA SEKUNDER Data kependudukan, RTRW Sumber air baku, Cakupan pelayanan Pelanggan/konsumen, Pembiayaan Sosial ekonomi Pengelola PSAB Data dari instansi terkait
Pengolahan Data
- Proyeksi jumlah penduduk - Proyeksi fasilitas - Perhitungan kebutuhan air
-
Analisis dan Pembahasan Kapasitas Produksi
Evaluasi RDS Analisis ATP dan WTP Analisis kelembagaan Analisis Peranserta masyarakat
STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH PERDESAAN (Proyeksi 10 tahun)
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
4. HASIL DAN DISKUSI 4.1 Analisis Penyediaan Air Bersih Kecamatan Slahung, Balong dan Sambit Potensi sumber air bersih di Kecamatan Slahung, Balong, dan Sambit dapat dilihat pada Tabel 3, terlihat dengan kapasitas debit yang ada masih dapat melayani penduduk hingga akhir tahun perencanaan dengan melakukan program secara teknis, kelembagaan serta finansial. Pemerintah Kabupaten Ponorogo menindaklanjuti program penyediaan air bersih perdesaan ini dengan membangun jaringan distribusi sebagai bentuk pelayanan
Dwi Puspitorini1 dan Ali Masduqi2
publik. Saat ini cakupan pelayanan air bersih bagi masyarakat di 3 kecamatan ini sebesar 39,98% dari 25.065 jiwa penduduk ketiga kecamatan, 10.022 jiwa terlayani pelayanan air bersih dari HIPPAM dan non perpipaan, penduduk yang belum terlayani sistem yang ada sebanyak 15.043 jiwa. Selanjutnya membandingkan jumlah kebutuhan air bersih dengan ketersedian air bersih yang ada (eksisting). Pada Tabel 1 disajikan kapasitas sumber air yang ada di tiap desa. Tabel 1: Kapasitas Sumber Air Baku No. 1
Kecamatan Slahung
Senepo
2 3 4 5 6 7 8
Desa
Wates Balong
Ngendut Sedarat Tatung Muneng Ngadisanan Gajah
Sambit
Jumlah
Nama Sumber Air Baku Sbr. Senepo Dawetan II Belik Bukul Sumur Dalam Sumur Dalam Sumur Dalam Sumur Dalam Sumur Dalam Sbr. Pagersari Sbr. Gajah Barat Sbr. Gajah Timur Sbr. Jerakah
Kapasitas Sumber (l/dt) 2 1 1 2 2 2 3 13
Kebutuhan air pada akhir tahun perencanaan (tahun 2020), yaitu dengan total (Q Total) air bersih untuk semua wilayah sebesar 46,04 l/dtk untuk 19.368 jiwa penduduk ketiga kecamatan. Kebutuhan domestik dan non domestik sebesar 27,90 l/dtk, dengan tingkat kebocoran 30% dan kebutuhan air untuk hidran kebakaran sebesar 10%. Hasil perhitungan penyediaan air bersih terhadap kebutuhan air bersih yang ada menunjukkan bahwa, kapasitas dari sumber air belum dapat mencukupi kebutuhan penduduk sampai pada akhir tahun perencanaan, yang di dapat dari hasil analisis secara teknis bahwa kebutuhan air bersih wilayah penelitian sebesar 46,04 l/dtk dan kapasitas debit sumber air yang ada sebesar 13 l/dtk yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk 75% tingkat pelayanan dengan tetap mempertimbangkan kelestarian lingkungan sekitar sumber mata air. Rasio standar jenis pelayanan air bersih antara sambungan rumah (SR) dan hidran umum HU) untuk wilayah penelitian adalah 70:30, dengan konsumsi air bersih sebesar 100 liter/orang/hari bagi sistem penyediaan SR dan 30 liter/orang/hari bagi sistem penyediaan HU. Dari hasil analisis diperoleh kebutuhan SR sebanyak 2.711 dan 58 HU sampai akhir masa proyeksi (tahun 2020) dengan kebutuhan debit air bersih sebesar 46,04 liter/detik. Rasio jenis pelayanan/penyediaan air bersih tersebut dirumuskan berdasarkan tingkat kebutuhan air bersih dan tingkat kemampuan membayar masyarakat. Pengembangan cakupan pelayanan hingga akhir masa proyeksi mencapai 75% terhadap jumlah penduduk di 3 kecamatan wilayah studi[4]. Dari hasil perhitungan ATP dan WTP diketahui bahwa besarnya tingkat kemampuan membayar masyarakat (ATP) lebih kecil dari pada tingkat kemauan
Strategi Penyediaan Air Bersih di Desa Rawan Air Bersih di Kabupaten Ponorogo
membayar (WTP) dari masyarakat. Untuk pengelolaan PSAB kemampuan masyarakat dalam membayar retribusi adalah Rp. 6.062,50/bulan dan kemauan masyarakat membayar biaya penyambungan adalah Rp. 90.688,42/bulan. Hal ini menunjukkan pengguna mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive riders. Sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat sasaran. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk menjamin setiap orang mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan. Arah kebijakan pemerintah dalam peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan air minum diantaranya memprioritaskan pembangunan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Identifikasi peran serta masyarakat dilakukan melalui expert option kepada Kepala Desa, pengelola/pengurus PSAB, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ponorogo. Hasil wawancara, diperoleh peran serta masyarakat yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu; masa pra konstruksi, masa konstruksi dan pasca konstruksi. Untuk itu, disusun beberapa strategi sebagai penjabaran dari konsep strategi terkait penanganan model kelembagaan sebagai berikut: 1. Mendayagunakan dinas terkait yang berwenang dalam penyediaan air bersih perdesaan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kualitas air baku dalam pemenuhan keinginan masyarakat akan air bersih dan meminimalkan konflik yang mungkin terjadi, serta mengembangkan potensi desa. 2. Mewujudkan keinginan masyarakat akan air bersih yang didukung dengan kesediaan membayar retribusi dan biaya penyambungan dengan tingkat kemampuan masyarakat, agar mendukung biaya operasional dan pemeliharaan. 4.2 Rencana Tindak Penyediaan Air Bersih Kecamatan Slahung, Balong, dan Sambit Secara garis besar rencana tindak penyediaan air bersih ketiga kecamatan mencakup: a. Sasaran Jangka Pendek (2011-2012). Total tingkat pelayanan mencapai 46,98%, dengan jumlah penduduk terlayani 629 Sambungan Rumah dan 14 unit Hidran Umum untuk 4.492 jiwa, di desa Ngendut dan Wates, dengan langkah awal memberi bantuan teknis, penetapan Norma, Standard, Pedoman, dan Manual (NSPM) mengenai teknik pembangunan sistem perpipaan maupun pemanfaatan sumur secara perorangan, yang disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. b. Sasaran Jangka Menengah (2013-2015). Total tingkat pelayanan mencapai 57,49% dengan jumlah penduduk terlayani 1.325 Sambungan Rumah dan 28 unit Hidran Umum, untuk 9.461 jiwa. Memberi bantuan teknis, Penerapan profesionalisme dalam pengelolaan dan pelayanan, kemampuan operasional.
Dwi Puspitorini1 dan Ali Masduqi2
c. Sasaran Jangka Panjang (2016-2020) Total tingkat pelayanan mencapai 75% dengan tambahan jumlah penduduk terlayani 758 Sambungan Rumah dan 16 unit Hidran Umum untuk 5.415 jiwa. Langkah yang dilakukan dengan memberikan bantuan konsultasi untuk perencanaan, perancangan, DED (Detail Engineering Design) sistem penyediaan air bersih sesuai dengan kondisi daerah dan aspirasi masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui progres dari masing-masing daerah terhadap pencapaian MDG, pemerintah pusat juga perlu menetapkan sistem monitoring dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
5. KESIMPULAN 1. Dari analisa diperoleh bahwa ketersediaan air bersih lebih kecil dari kebutuhan air yang ada untuk wilayah Kecamatan Slahung, Balong, dan Sambit. Penduduk dengan jumlah pelayanan terkecil terhadap ketersediaan air bersih yakni Kecamatan Banggai Selatan dimana ketersediaan air bersih belum mencukupi dengan kebutuhan penduduk secara keseluruhan. Pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana penyediaan air bersih dilakukan masih berdasarkan penetapan kebutuhan dari pemerintah pusat (supply driven). 2. Jenis pelayanan air bersih yang diberikan berupa 58 HU, dan 2.711 SR hingga tahun 2020. 3. Diketahui bahwa total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur air bersih adalah Rp 3.774.229.000, dengan skema pembiayaan oleh pemerintah pusat (90%) Rp. 3.396.806.000,00 dan pemerintah daerah sebesar (10%) Rp. 377.423.000,00 sedangkan besarnya rata-rata kemampuan masyarakat (ATP) adalah Rp. 6.062,50/bulan, besarnya kemauan(WTP) membayar penyambungan rumah sebesar Rp. 90.688,42/SR dan pembayaran retribusi sebesar Rp. 10.100,08/bulan.
6. DAFTAR REFERENSI 1. Al-Layla, M.A., Ahmad, S dan Middlebrooks, E.J., (1978), Water Supply Engineering Design, Ann Arbor Science Publishers, Michigan, USA. 2. Badan Perencanaan Pembangunan Kab. Ponorogo (2008), Laporan Akhir Penyusunan Master Plan Air Bersih Perdesaan Wilayah SWP III Kabupaten Ponorogo , Bappeda Kab. Ponorogo, Ponorogo 3. Badan Pusat Statistik Kab. Ponorogo (2010), Ponorogo Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo 4. Departemen Kimpraswil, (2001), Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 534/KPTS/M/2001 tanggal 18 Desember 2001 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman, dan Pekerjaan Umum, Departemen Kimpraswil, Jakarta 5. Ditjen. Cipta Karya, (1998), Petunjuk Teknis Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan,Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Penyediaan Air Bersih Perdesaan, Departemen PU, Jakarta. 6. Dirjen Cipta Karya (2009), Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas, Departemen PU, Jakarta 7. Rangkuti, Freddy (2006), Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis; Reorientasi Konsep Perencanaan Strategi untuk Menghadapi Abad 21, PT. Gramedia, Jakarta.